NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP EFEKTIVITAS LIMA HARI KERJA DENGAN DISIPLIN KERJA PADA KARYAWAN NON EDUKATIF UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
Oleh : RATIH KOMALASARI PRATIWI SONNY ANDRIANTO
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2008
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP EFEKTIVITAS LIMA HARI KERJA DENGAN DISIPLIN KERJA PADA KARYAWAN NON EDUKATIF UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
Telah Disetujui Pada Tanggal
_______________________
Dosen Pembimbing Utama
(Sonny Andrianto, S.Psi,.M.Si)
ii
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP EFEKTIVITAS LIMA HARI KERJA DENGAN DISIPLIN KERJA PADA KARYAWAN NON EDUKATIF UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA Ratih Komalasari Pratiwi Sonny andrianto
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan positif antara persepsi terhadap efektivitas lima hari kerja dengan disiplin kerja pada karyawan non edukatif perguruan tinggi. Hipotesis penelitian ini adalah, ada hubungan positif antara persepsi terhadap efektivitas lima hari kerja dengan disiplin kerja pada karyawan non edukatif perguruan tinggi. Semakin tinggi persepsi terhadap efektivitas lima hari kerja maka semakin tinggi pula disiplin kerjanya. Sebaliknya semakin rendah persepsi terhadap efektivitas lima hari kerja maka semakin rendah juga disiplin kerja karyawan tersebut. Subjek dalam penelitian ini adalah para karyawan non edukatif Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. Subjek berjumlah 53 orang Terdiri dari karyawan non edukatif Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, dan karyawan non edukatif Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia. Teknik pengambilan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menggunakan skala yang dibuat sendiri oleh peneliti. Adapun skala yang digunakan adalah skala persepsi terhadap efektivitas lima hari kerja yang mengacu pada teori Barnes (1980), Wignjosoebroto (2000), dan Aadmodt (2004), sedangkan skala disiplin kerja mengacu pada teori Lateiner dan Lavine (1985) dan Strauss dan Sayles (1990). Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan fasilitas program SPSS versi 16,0 for windows untuk menguji hubungan antara persepsi terhadap efektivitas lima hari kerja dengan disiplin kerja pada karyawan non edukatif Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. Korelasi product moment dari Pearson menunjukkan korelasi sebesar r = 0.680 p = 0.000; p < 0.05, berarti menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara persepsi terhadap efektivitas lima hari kerja dengan disiplin kerja. Jadi hipotesis penelitian diterima. Kata Kunci : Persepsi Terhadap Efektivitas Lima Hari Kerja, Disiplin Kerja.
iii
PENGANTAR
Kehidupan pada saat ini berjalan semakin cepat, waktu semakin sempit dan sangat berharga, keadaan ini menuntut perubahan sikap dan perilaku manusia, khususnya perilaku disiplin dalam bekerja. Kerja yang bermalas-malas ataupun korupsi jam kerja dari yang semestinya, bukanlah menunjang pembangunan, tetapi menghambat kemajuan yang mestinya dicapai. Sebaliknya, kerja yang efektif menurut jumlah jam kerja yang seharusnya, serta isi kerja yang sesuai dengan uraian kerja masing-masing pekerja, akan dapat menunjang kemajuan serta mendorong kelancaran usaha baik secara individu maupun secara menyeluruh (Sinungan, 2003). Jam kerja menjadi tidak efisien karena adanya “kemangkiran” yang dilakukan para karyawan atau pekerja, menurut Wijaya (Usahawan, No.07 Th XXIX Juli), bahwa ”kemangkiran” dalam organisasi atau dengan kata lain mangkir dari jam kerja perlu dikendalikan, karena jika dibiarkan hal ini dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan atau institusi baik secara finansial atau produktivitas kerja itu sendiri. “Kemangkiran” adalah tidak hadirnya karyawan pada tempat kerjanya, pada jam-jam kerja efektif yang direncanakan perusahaan tersebut. “Kemangkiran” dapat disebabkan karena sakit, kepentingan pribadi, ataupun terlambat masuk kerja dengan alasan yang tidak jelas, dan ”kemangkiran” ini merupakan suatu bentuk ketidakdisiplinan karyawan ketika bekerja. Penelitian yang dilakukan oleh Schultz (Munandar, 2001), menunjukkan suatu kajian dari 5000 lebih pekerja tata usaha dari sepuluh perusahaan yang
1
berbeda-beda menunjukkan bahwa dari 37,5 jam kerja per minggu, tidak lebih dari 20 jam yang digunakan untuk benar-benar bekerja. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hampir setengah dari minggu kerja merupakan waktu yang hilang bagi perusahaan. Jam-jam istirahat resmi diperpanjang oleh para pekerjanya, mereka juga mengambil ‘istirahat’ sendiri yang tidak resmi, misalnya dengan membaca koran atau berbincang-bincang dengan rekan kerjanya. Pengurangan waktu kerja yang dilakukan oleh para karyawan ini menunjukkan adanya ketidakdisiplinan karyawan dalam bekerja, dengan memperpanjang jam istirahat lebih lama dari ketentuan yang berlaku. Berkenaan dengan jam kerja, dari 40 jam kerja perminggu, ternyata bahwa secara aktual orang bekerja kurang dari 40 jam, hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara jumlah kerja nominal (sesuai dengan aturan), dengan jumlah jam kerja aktual (dijalankan oleh tenaga kerja) (Munandar, 2001). Program lima hari kerja pada awalnya di Indonesia, telah diterapkan oleh beberapa perusahaan swasta dan Bank. Akhir-akhir ini program lima hari kerja mencuat kembali, mulai dari Institusi Pemerintahan yang mulai menerapkan program lima hari kerja bagi para Pegawai Negeri Sipil, dan juga institusi Pendidikan, seperti Perguruan Tinggi yang mulai memberlakukan program lima hari kerja bagi para karyawannya. Universitas Islam Indonesia sebagai salah satu universitas swasta terkemuka di Indonesia, akhirnya setelah melalui berbagai tahapan, antara lain penelitian, pendapat, sosialisasi dan uji coba, maka terhitung mulai tanggal 1
2
Maret 2007, memberlakukan ketentuan lima hari kerja bagi karyawan administratif dan edukatif. Kebijakan tersebut diterapkan dalam situasi perguruan tinggi yang intensif melakukan pelayanan untuk kepuasan stakeholders khususnya mahasiswa. Kebijakan ini juga mulai dioperasionalkan ketika situasi makro perguruan tinggi sedang menghadapi kompetisi yang tajam untuk menjadi yang terbaik dalam hal pelayanan di tengah ancaman serius kecilnya animo mahasiswa. Tiga alasan utama pemberlakuan kebijakan lima hari kerja, sebagaimana diungkapkan Rektor Prof. Edy Suandi Hamid (www.uii.ac.id), adalah peningkatan efisiensi, efektivitas dan produktivitas kinerja. Efisiensi dalam penggunaan fasilitas untuk menunjang pelayanan kepada stakeholders, efektivitas waktu, tenaga dan produktivitas dalam memenuhi standar miminum pelayanan. Bercermin pada kebijakan enam hari kerja yang dinilai boros, diharapkan kebijakan lima hari kerja sebagaimana yang sudah berlaku di beberapa kampus lain akan mengurangi tingkat pemborosan sekaligus mampu mengelola dan menyimpan energi positif. Libur dua hari diharapkan menjadi masa jeda yang efektif untuk memulihkan energi sehingga memicu semangat bekerja di awal pekan. Universitas Islam Indonesia adalah institusi yang kuat karena kinerja yang produktif, sebagai lembaga yang aktivitasnya bertumpu pada pelayanan maka indikator keberhasilan pemberlakuan jam kerja lima hari adalah pelayanan yang memuaskan terhadap klien (costumer satisfaction). Lima hari kerja telah berjalan satu tahun di Universitas Islam Indonesia, dan
berdasarkan
peraturan
Universitas
Islam
Indonesia
(UII)
No.20/PU/REK/X/2006, tentang hari kerja di lingkungan Universitas Islam
3
Indonesia. Sesuai peraturan itu jam kerja mulai pukul 08.00 WIB - 16.00 WIB, untuk istirahat hari senin sampai dengan kamis pada pukul 12.00 WIB - 12.30 WIB, dan jumat dengan waktu istirahat pada pukul 11.00 WIB - 13.00 WIB (UII news, edisi 46 Th 2007 Februari). Waktu istirahat
yang diberlakukan tersebut, dirasakan kurang efektif
karena pada kenyataannya waktu istirahat sering diperpanjang sendiri oleh para karyawan. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti di beberapa fakultas di lingkungan Universitas Islam Indonesia, waktu istirahat diperpanjang menjadi satu jam, seharusnya waktu istirahat pada pukul 12.00-12.30 WIB, diperpanjang oleh beberapa karyawan menjadi pukul 12.00-13.00 WIB, dan pada waktu istirahat kedua pada pukul 15.00-15.30 WIB, diperpanjang oleh karyawan melebihi ketentuan yang berlaku, dan pada waktu istirahat yang kedua ini, sangat tidak efektif karena waktu pulang para karyawan adalah pukul 16.00 WIB, sehingga antara waktu istirahat kedua dengan waktu pulang sangat sempit, hal ini menyebabkan waktu kerja para karyawan setelah istirahat kedua tidak efektif, karena adanya perpanjangan waktu istirahat yang dilakukan oleh karyawan itu sendiri. Ketidakdisiplinan karyawan dalam waktu bekerja ini, tentu menghambat kinerja karyawan itu sendiri, untuk menyelesaikan pekerjaan tepat pada waktunya. Perilaku tidak disiplin pada saat waktu atau jam istirahat yang dilakukan oleh para karyawan, berdampak kepada pelayanan akademik terhadap mahasiswa. Beberapa mahasiswa menuturkan, ketika ingin mengurus kartu ujian pada waktu pukul 12.30 WIB, terhambat karena karyawan belum kembali bekerja dari waktu istirahat yang telah ditetapkan, berikut penuturan mahasiswa salah satu fakultas di
4
lingkungan Universitas Islam Indonesia : ”waktu itu pernah, kalo nggak salah pada waktu mau ujian tengah semester, aku mau ngurus kartu ujian pada pukul 12.30 WIB, karena jam 13.00 WIB, aku kan mau kuliah, tapi ternyata karyawannya yang mengurusi masalah kartu ujian belum ada di tempat, jadi akhirnya aku mengurusi kartu ujian setelah habis kuliah ”. Organisasi dalam menciptakan disiplin, dapat dilakukan melalui usahausaha, yaitu selain adanya penjabaran tugas dan wewenang yang jelas, tata cara atau tata kerja yang sederhana yang dapat dengan mudah diketahui oleh setiap anggota organisasi, juga harus ada tata tertib atau peraturan yang jelas (Anaroga, 2006). Salah satu aspek yang mendukung kedisiplinan kerja, berdasarkan teori Lateiner dan Levine, Hasibuan, Black (Amriany, 2004), adalah waktu kerja. waktu kerja menurut Soepomo (Amriany, 2004), dapat didefinisikan sebagai jangka waktu saat pekerja yang bersangkutan harus hadir untuk memulai pekerjaan dan pekerja dapat meninggalkan pekerjaan, dikurangi waktu istirahat antara permulaan dan akhir kerja Menurut Hadi (Tjalla, 2002), Kehilangan waktu kerja dapat diketahui dari berkurangnya hasil keseluruhan, baik itu harian, mingguan, atau bulanan, atau dalam jangka waktu yang lebih lama lagi. Sebab-sebab kehilangan waktu kerja sangat banyak, dan salah satu di antaranya adalah karena sakit, masalah rumah tangga, hilang semangat masuk kerja, terlalu lelah sesudah lembur kerja. Faktor lain yang berhubungan dengan hal ini adalah terlambat masuk atau mulai kerja, terlalu awal menghentikan pekerjaan serta istirahat di luar jam kerja. Di samping
5
itu faktor di tempat pekerjaan juga menghambat kegiatan kerja dan berakibat kehilangan waktu kerja. Cooper, Profesor Psikologi dan Kesehatan dari Universitas Lancaster mengatakan kecenderungan Presenteeism atau terlalu banyak menghabiskan waktu di kantor tanpa tahu apa yang dilakukan, juga dialami pekerja di Eropa. Cooper, mengatakan dengan banyaknya selingan yang dilakukan karyawan tak mengherankan jika pikiran menjadi terpecah-pecah dan tidak fokus. Perubahan kecil dalam cara orang bekerja juga bisa berdampak pada perubahan besar, terlebih jika dilakukan secara berkala. "Kita tak perlu harus membuat perubahan drastis untuk membuat hari kerja lebih efesien dan lebih pendek. Namun menghabiskan waktu untuk beres-beres dokumen atau memperbaiki komputer yang ngadat bisa mengganggu pekerjaan Anda dan akibatnya, akan menyita waktu hampir sekitar dua jam," papar Cooper, yang lebih menyarankan pekerja untuk meluangkan waktu mempelajari aneka macam tips dan trik yang mendukung pekerjaan mereka”(kapanlagi.com). Pemberlakuan lima hari kerja akan menimbulkan persepsi dari para karyawan. Ketika pemberlakuan lima hari kerja memenuhi adanya waktu istirahat yang memadai bagi karyawan, waktu libur yang memberikan kesempatan kepada karyawan untuk melepas lelah setelah bekerja, dan juga waktu yang memadai bagi karyawan untuk menyelesaikan pekerjaan tepat pada waktunya, maka hal ini akan menimbulkan persepsi dari para karyawan, dan berdampak pada disiplin kerja para karyawan. Ketika sistem waktu di tempat kerja dilaksanakan dengan efektif dan efisien, maka waktu yang digunakan untuk bekerja dapat dimaksimalkan dengan efektif, sehingga dengan adanya sistem waktu yang tepat di dalam organisasi,
6
diharapkan dapat mendukung tercapainya disiplin kerja. Ketika lima hari kerja dapat berjalan dengan efektif dan efisien maka disiplin kerja karyawan akan tercapai, dan menurut Wijaya (Usahawan, No.07 Th XXIX Juli), secara tidak langsung akan meningkatkan daya saing organisasi itu sendiri. Berdasarkan uraian diatas maka yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan antara persepsi terhadap efektifitas lima hari kerja dengan disiplin kerja pada karyawan non edukatif perguruan tinggi? Apakah persepsi terhadap efektivitas lima hari kerja berkaitan positif dengan disiplin kerja pada karyawan non edukatif perguruan tinggi?.
DISIPLIN KERJA Disiplin berasal dari bahasa latin ”Discipline”, yang berarti latihan atau pendidikan kesopanan dan kerokhanian serta pengembangan tabiat. Berdasarkan definisi tersebut, dapat diketahui arah dan tujuan disiplin pada dasarnya adalah ”keharmonisan” dan ”kewajaran” kehidupan kelompok atau organisasi tersebut hanya mungkin dicapai apabila hubungan antar anggota kelompok atau organisasi tersebut dilakukan pada proporsi ataupun imbangan-imbangan yang didasarkan pada ukuran-ukuran dan nilai yang telah disepakati bersama (Martoyo, 1987). Hasibuan (2005), menuturkan bahwa kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan. Disiplin yang baik mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Hal ini mendorong gairah kerja, semangat kerja, dan terwujudnya tujuan perusahaan. Senada dengan pendapat yang dikemukakan oleh
7
Hasibuan (2005), Simamora (1995) juga mengemukakan bahwa disiplin (Discipline), adalah bentuk pengendalian diri karyawan dan pelaksanaan yang teratur dan menunjukkan tingkat kesungguhan tim kerja di dalam suatu organisasi. Helmi (1996), mengungkapkan bahwa disiplin kerja
dapat diartikan
sebagai suatu sikap dan perilaku yang berniat untuk mentaati segala peraturan organisasi yang didasarkan atas kesadaran diri untuk menyesuaikan dengan peraturan organisasi. Aspek-aspek Disiplin Kerja Lateiner dan Lavine (1985), mengungkapkan bahwa disiplin yang baik apabila karyawan : (a) datang ke kantor dengan teratur dan tepat waktu, (b) menggunakan bahan-bahan kerja dan perlengkapan kerja dengan hati-hati, (c) memakai pakaian yang sopan sesuai ketentuan yang telah berlaku di tempat kerja, dan (d) menyelesaikan pekerjaan dengan tepat waktu dan mempunyai semangat kerja yang baik. Sedangkan Strauss dan Sayles (1990) menjelaskan bahwa pegawai yang memiliki disiplin yang baik adalah : (a). Penggunaan Jam Kerja, masuk kerja tepat pada waktunya. (b). Cara kerja, Mentaati instruksi kerja yang diberikan oleh pengawas. Faktor-faktor Disiplin Kerja Haris (Palila, 2003), mengemukakan adanya faktor-faktor yang dapat mempengaruhi disiplin kerja yaitu: (a). Faktor dari dalam individu, yaitu berupa moral dan kesadaran diri individu untuk lebih dapat mengetahui akan pentingnya disiplin kerja, (b). Faktor dari luar individu, yaitu berupa kepemimpinan, dan
8
peraturan yang berlaku di lingkungan kerja. Sagir (1982), juga berpendapat bahwa lingkungan kerja merupakan salah satu faktor yang ikut mempengaruhi disiplin kerja, bila ada tempat kerja atau suasana kerja yang menyenangkan dan tersedia alat-alat kerja yang memadai, maka akan menimbulkan perasaan betah bagi para karyawan.
PERSEPSI TERHADAP EFEKTIVITAS LIMA HARI KERJA Walgito (2002), menuturkan bahwa persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan, yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera atau juga disebut proses sensoris. proses itu tidak berhenti begitu saja, melainkan stimulus tersebut diteruskan dan proses selanjutnya merupakan proses persepsi. Oleh karena itu proses persepsi tidak dapat lepas dari proses penginderaan, dan proses penginderaan merupakan proses pendahulu dari proses persepsi. Senada dengan Walgito, Davidoff (Walgito, 2002), mengatakan bahwa persepsi adalah bagaimana stimulus diterima oleh alat indera, yaitu yang dimaksud dengan penginderaan dan melalui proses penginderaan tersebut stimulus itu menjadi sesuatu yang berarti setelah diorganisasikan dan diinterpretasikan. Efektivitas Lima Hari Kerja Efektivitas merupakan hubungan antara output dan tujuan. Efektivitas merupakan ukuran seberapa jauh tingkat output, kebijakan dan prosedur dari organisasi mencapai tujuan yang ditetapkan. Sedangkan menurut Stoner
9
(Zuarsyah, 2006), Efektivitas (Efectiveness) secara umum dapat diartikan melakukan sesuatu yang tepat. Kebijakan lima hari kerja di Universitas Islam Indonesia mengacu pada keputusan Rektor Prof. Edy Suandi Hamid, bahwa pemberlakuan lima hari kerja bertujuan untuk peningkatan efisiensi, efektifitas dan produktifitas kinerja. Efisiensi dalam penggunaan fasilitas untuk menunjang pelayanan kepada pihak pihak yang turut berperan atau berkepentingan dalam kesuksesan perusahaan (stakeholders), efektifitas waktu dan tenaga, dan produktifitas dalam memenuhi standar miminum pelayanan. Kebijakan sistem lima hari kerja di Universitas Islam Indonesia, memberlakukan waktu kerja berdasarkan peraturan Universitas Islam Indonesia (UII) No.20/PU/REK/X/2006, tentang hari kerja di lingkungan Universitas Islam Indonesia. Sesuai peraturan itu jam kerja mulai pukul 08.00 WIB - 16.00 WIB, untuk istirahat hari senin sampai dengan kamis pada pukul 12.00 WIB - 12.30 WIB, dan jumat dengan waktu istirahat pada pukul 11.00 WIB - 13.00 WIB (UII news, edisi 46 Th 2007 Februari). Berdasarkan uraian-uraian dan pengertian-pengertian di atas, ketika konsep efektivitas dikaitkan dengan kebijakan lima hari kerja, maka efektivitas yang dimaksud adalah seberapa besar realisasinya (lima hari kerja) mencapai titik tertinggi dalam periode tertentu. Berdasarkan konsep tersebut, maka efektivitas lima hari kerja dapat diartikan bagaimana pemberlakuan lima hari kerja setelah satu tahun berjalan, memberikan kontribusi ataupun seberapa besar lima hari kerja memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pencapaian tujuan awal pemberlakuan lima hari kerja.
10
Persepsi Efektivitas Lima Hari Kerja Krech (Thoha, 2005), menuturkan bahwa persepsi adalah suatu proses kognitif yang komplek dan menghasilkan suatu gambar unik tentang kenyataan yang barangkali sangat berbeda dari kenyataannya. Proses persepsi pada awalnya berasal dari stimulus yang dapat datang dari luar, tetapi juga dapat datang dari dalam diri individu sendiri, namun demikian sebagian besar stimulus itu datang dari luar individu yang bersangkutan. Ketika konsep efektivitas dikaitkan dengan kebijakan lima hari kerja, maka efektivitas yang dimaksud adalah seberapa besar realisasinya (lima hari kerja) mencapai titik tertinggi dalam periode tertentu. Berdasarkan konsep tersebut, maka efektivitas lima hari kerja dapat diartikan bagaimana pemberlakuan lima hari kerja setelah satu tahun berjalan, memberikan kontribusi ataupun seberapa besar lima hari kerja memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pencapaian tujuan awal pemberlakuan lima hari kerja.
Aspek-aspek persepsi terhadap efektivitas lima hari kerja Sistem waktu kerja yang dipadatkan menurut Aadmodt (2004), akan memberikan manfaat kepada karyawan dalam hal waktu luang (leisure time), antara lain : karyawan dapat menikmati hari libur dengan baik, dan lebih memiliki waktu
luang
bersama
keluarga.
Sedangkan
Wignjosoebroto
(2000),
mengungkapkan bahwa dalam penetapan standar waktu bagi karyawan untuk bekerja mengacu pada adanya waktu yang dibutuhkan guna menyelesaikan suatu pekerjaan.
11
Sejalan dengan uraian yang dikemukakan oleh Aadmodt (2004) dan Wignjosoebroto (2000), Barnes (1980), menjelaskan bahwa waktu standar yang dirancang untuk pekerjaan hendaknya mengakomodasi atau memperhatikan kebutuhan karyawan (personal needs), dan juga waktu istirahat (rest time) untuk mengurangi kelelahan karyawan (fatigue allowance).
Hubungan Antara Persepsi Terhadap Efektivitas Lima Hari Kerja dengan Disiplin Kerja Gibson (1985), menyatakan bahwa efektivitas berhubungan dengan bagaimana derajat keberhasilan suatu kegiatan atau program ketika diberlakukan, mempunyai atau memberikan pengaruh yang besar terhadap sasaran yang telah ditetapkan. Sesuai dengan konsep lima hari kerja, maka bagaimana kebijakan lima hari kerja mempengaruhi perilaku karyawan dalam bekerja dan mencapai tujuan awal pemberlakuan lima hari kerja. Sinungan (2003), mengungkapkan bahwa disiplin adalah sikap mental yang tercermin dalam perbuatan atau tingkah laku perorangan, kelompok atau masyarakat berupa kepatuhan atau ketaatan (Obedience) terhadap peraturanperaturan dan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan. Ketika karyawan dengan patuh dan taat dalam melaksanakan sistem lima hari kerja, maka hal ini membawa dampak pada disiplin kerja karyawan. Harris (Palila, 2003), menuturkan disiplin kerja tidak terbentuk dengan sendirinya, banyak faktor yang mempengaruhi dan membentuk kedisiplinan kerja karyawan, antara lain yaitu: faktor yang berasal dari dalam individu seperti moral
12
atau semangat kerja dan faktor luar diri individu, seperti kepemimpinan dan lingkungan kerja. Salah satu faktor yang membentuk disiplin kerja adalah faktor dari luar, seperti lingkungan kerja dan suasana kerja, faktor peraturan kerja maupun faktor kepemimpinan. Disiplin kerja yang dipengaruhi oleh lingkungan kerja menurut Sagir (Palila, 2003), bila ada tempat kerja atau suasana kerja yang menyenangkan dan tersedia alat-alat kerja yang memadai, maka akan menimbulkan perasaan betah bagi karyawan dalam bekerja sehingga timbul keinginan untuk disiplin. Salah satu dari faktor lingkungan kerja, selain tempat kerja atau alat-alat kerja yang memadai, adalah adanya sistem waktu kerja yang ikut mempengaruhi disiplin kerja karyawan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Muhaimin (2004) bahwa pembentukan disiplin kerja pada karyawan dipengaruhi adanya stimulus lingkungan kerja, dalam hal ini yaitu kondisi kerja (waktu kerja yang berlaku). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 37,5 jam kerja setiap minggu, tidak lebih dari 20 jam yang digunakan untuk bekerja. Jam-jam istirahat resmi diperpanjang sendiri oleh para pekerja. Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bagaimana sistem waktu kerja dalam suatu organisasi atau perusahaan ikut mempengaruhi disiplin kerja karyawan (Munandar, 2001). Perilaku tidak disiplin seperti penyalahgunaan waktu istirahat dan makan siang, ataupun meningkatnya angka sakit, dan absensi menunjukkan rendahnya efektivitas jam kerja yang diterapkan oleh organisasi. Sistem waktu kerja yang baik di tempat kerja akan meningkatkan disiplin kerja karyawan, karena dengan sistem waktu kerja yang efektif akan memperbaiki moral karyawan dalam bekerja.
13
Karyawan akan lebih puas dengan sistem waktu yang diterapkan perusahaan atau organisasi, sehingga hal ini akan membuat karyawan merasa senang dalam bekerja, mereka dapat menyelesaikan tugas-tugas tepat pada waktunya, dan karyawan akan terhindar dari melakukan pekerjaan atau kegiatan di luar tugas apa yang seharusnya mereka kerjakan, karena adanya sistem waktu kerja yang efektif (Dale, 1991). Martoyo (1987), menuturkan salah satu faktor yang ikut mempengaruhi disiplin kerja adalah adanya penegakan disiplin lewat hukum. Hukum disiplin merupakan suatu rangkaian peraturan yang bersifat tentang norma-norma untuk lebih mengatur, menegakkan dan memelihara disiplin dalam kehidupan organisasi. Pemberlakuan lima hari kerja di institusi, merupakan salah satu bentuk penegakan disiplin lewat hukum. Pemberlakuan lima hari kerja agar berjalan efektif memerlukan adanya pemahaman karyawan terhadap peraturan lima hari kerja, dan juga adanya sanksi-sanksi yang diberikan secara adil kepada karyawan yang melanggar waktu kerja. Hal ini senada dengan pendapat Hasibuan (2005), bahwa sanksi hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan karyawan, dengan sanksi hukuman yang berat, karyawan akan semakin takut melanggar peraturan-peraturan perusahaan, sikap, dan perilaku indisipliner (tidak disiplin) karyawan akan berkurang. Aspek - aspek yang membentuk efektivitas lima hari kerja, antara lain rest time, pelaksanaan dan perencanaan pekerjaan, dan leisure time. Aspek-aspek tersebut akan dipersepsi oleh karyawan. Persepsi yang positif merupakan sarana yang tepat untuk mendorong timbulnya disiplin kerja. Ketika lima hari kerja
14
berjalan dengan efektif, maka hal ini akan mempengaruhi perilaku karyawan dalam bekerja, dengan adanya pemberlakuan waktu kerja (lima hari kerja) yang memenuhi adanya waktu istirahat (Rest time) yang memadai, yaitu bagaimana karyawan dapat melepas lelah setelah bekerja, sehingga setelah waktu istirahat ini karyawan dapat lebih fresh dalam bekerja setelah beristirahat. Waktu yang dirancang bagi karyawan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan tepat pada waktunya, dalam hal ini waktu standar dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi pekerjaan yang diselesaikan, maka ketika hal ini benar-benar dipenuhi karyawan dapat menyelesaikan pekerjaan tepat pada waktunya, dan menghindari kemangkiran karyawan ketika waktu kerja berlangsung. Waktu luang (leisure time), memberikan kesempatan kepada karyawan untuk menghabiskan waktu bersama keluarga, dan juga waktu untuk beristirahat setelah lima hari bekerja, sehingga ketika waktu luang ini benar-benar memperhatikan Personal needs dari para karyawan, maka karyawan akan lebih fresh bekerja setelah hari libur. Waktu libur yang diberlakukan akan mempengaruhi kondisi fisik dan psikologis para karyawan, jika waktu libur yang disediakan institusi memadai, maka angka absensi yang disebabkan karena sakit, atau kelelahan yang dialami karyawan dapat menurun, dan hal ini akan berdampak terhadap kedisiplinan karyawan dalam mematuhi peraturan jam kerja, seperti datang ke kantor tepat pada waktunya dan mendorong semangat kerja karyawan. Ketika karyawan datang ke kantor tepat pada waktunya, semangat kerja yang meningkat, dan menyelesaikan pekerjaan tepat pada waktunya, hal ini dapat membentuk disiplin kerja karyawan.
15
Ketika para karyawan memiliki persepsi yang baik terhadap efektivitas lima hari kerja, maka hal ini akan memberikan dampak yang positif terhadap pekerjaan karyawan, para karyawan dengan penuh kesadaran akan mematuhi dan melaksanakan peraturan-peraturan dan norma-norma yang berlaku di organisasi dan hal ini akan mendorong disiplin kerja karyawan. Hubungan antara efektivitas lima hari kerja dan disiplin kerja, dapat dilihat pada bagan berikut : Faktor dari luar individu (Eksternal) Lingkungan kerja : Sistem waktu kerja yang efektif
Pengaturan jam kerja (Lima hari kerja) - Rest time - Pelaksanaan dan perencanaan pekerjaan - Leisure time
Persepsi (Positif /Negatif)
Membentuk perilaku karyawan dalam bekerja Disiplin kerja
Bagan I. Dinamika psikologis antara persepsi terhadap efektivitas lima hari kerja dengan disiplin kerja karyawan perguruan tinggi
16
METODE PENELITIAN Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah karyawan non edukatif Universitas Islam Indonesia. Subjek berjumlah 53 orang yang terdiri dari Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan dan Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia.
Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan cara metode skala. Metode skala yang digunakan adalah dengan menggunakan Skala Likert, dan bertujuan untuk mengungkapkan hubungan efektivitas lima hari kerja dengan disiplin kerja pada karyawan non edukatif perguruan tinggi. Skala yang digunakan dalam penelitian ini dibuat sendiri oleh peneliti. Pernyataan dalam skala ini bersifat favorable dan unfavorable menggunakan empat alternatif jawaban yaitu, sangat setuju (ss), setuju (s), tidak setuju (ts), sangat tidak setuju (sts), dengan penilaian berkisar satu sampai dengan empat untuk masing-masing aitem. Alternatif jawaban ragu-ragu atau netral sengaja dihilangkan, dengan maksud untuk menghindari ”Response Tendency Effect”, yaitu jawaban yang cenderung mengumpul di tengah. Skala disiplin kerja dalam penelitian ini, disusun sendiri oleh peneliti meliputi aspek-aspek, yaitu : Memakai pakaian yang sopan sesuai ketentuan yang telah berlaku di tempat kerja ( Lateiner dan ketepatan waktu (Lateiner dan
Lavine 1985 ), Keteraturan dan
Lavine 1985), Menggunakan bahan-bahan kerja
dan perlengkapan kantor dengan hati-hati (Lateiner dan Lavine 1985), Mentaati
17
instruksi kerja yang diberikan oleh atasan (Strauss dan Sayles 1990), Mempunyai semangat kerja yang baik (Lateiner dan Lavine 1985), Menyelesaikan pekerjaan dengan tepat waktu (Lateiner dan Lavine 1985). Semakin tinggi skor yang diperoleh dalam skala disiplin kerja, maka semakin tinggi pula disiplin kerja karyawan. Skala persepsi terhadap efektivitas lima hari kerja dalam penelitian ini, disusun sendiri oleh peneliti meliputi aspek-aspek yang mengacu pada teori-teori dari Barnes (1980), Wignjosoebroto (2000), dan Aadmodt (2004) yang meliputi aspek-aspek : Rest time, Pelaksanaan dan pekerjaan, Leisure time. Semakin tinggi skor yang diperoleh dalam skala persepsi terhadap efektivitas lima hari kerja, maka semakin tinggi pula persepsi terhadap efektivitas lima hari kerja.
Metode Analisis Data Dalam penelitian ini, data yang diperoleh akan dianalisis dengan cara yaitu menggunakan Tehnik analisis data Product Moment dari Pearson, alasan menggunakan Product Moment adalah karena penelitian ini bersifat korelasional yaitu untuk menguji hubungan antara persepsi terhadap efektivitas lima hari kerja dengan disiplin kerja. Sebelum melakukan uji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi yang terdiri dari uji normalitas dan uji linearitas. Sedangkan analisanya dilakukan dengan menggunakan program SPSS (Statistic Program For Social Science) versi 16.00 for Windows.
18
Hasil Penelitian Uji Asumsi Analisa data dilakukan untuk menguji hipotesis penelitian, sebelumnya dilakukan terlebih dahulu uji asumsi yang terdiri dari uji normalitas dan uji linieritas. Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan teknik One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test dari program SPSS 16.0 for windows. Diperoleh sebaran skor pada variabel persepsi terhadap efektivitas lima hari kerja adalah normal (K-S Z = 1,102; p = 0,176 atau p > 0,05) dan sebaran variabel disiplin kerja adalah normal (K-S Z = 1,229 ; p = 0,098 atau p > 0,05), karena data ini memiliki signifikan lebih dari 0.05 maka data ini normal. Uji Linearitas Uji linearitas adalah pengujian garis regesi antara variabel bebas dan variabel tergantung dengan tujuan untuk melihat sebaran dari tingkat-tingkat yang merupakan nilai dari variabel penelitian sehingga saat ditarik garis lurus bisa menunjukkan hubungan linear antara variabel-variabel tersebut. Hasil uji linearitas yang dilakukan didapat F Linearity 195,156 dengan p = 0,000; p < 0.05 menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut linear. Uji Hipotesis Hasil uji normalitas dan linearitas yang dilakukan menunjukkan bahwa data yang diperoleh normal dan linear. Karena linear maka teknik korelasi product moment dari Pearson dapat digunakan. Hal ini dikarenakan salah satu syarat
19
dalam penggunaan teknik korelasi ini adalah bahwa hubungan antara X dan Y adalah linear. Pada penelitian ini pengolahan data dilanjutkan dengan teknik korelasi product moment dari Pearson. Korelasi antara persepsi terhadap efektivitas lima hari kerja dan disiplin kerja menghasilkan r = 0.680 p = 0.000; p < 0.05 hasil analisis korelasi menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara persepsi terhadap efektivitas lima hari kerja dengan disiplin kerja, dengan demikian hipotesis penelitian ini diterima.
Analisis Tambahan Untuk memperkaya hasil penelitian, peneliti melakukan analisis tambahan yaitu untuk melihat perbedaan pada setiap variabel persepsi terhadap efektivitas lima hari kerja dan disiplin kerja, pada karyawan non edukatif Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan dan Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia. Tidak terdapat perbedaan Persepsi Terhadap Efektivitas Lima hari kerja ditinjau dari fakultas subjek. Analisis yang diperoleh adalah untuk uji hipotesis dengan menggunakan t hitung sebesar 0,115 dengan probabilitas 0,909. Untuk uji dua sisi, probabilitas menjadi 0,909/2 = 0,4545, p > 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi terhadap efektivitas lima hari kerja yang signifikan antara karyawan non edukatif Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan dan Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia. Ada perbedaan disiplin kerja ditinjau dari fakultas subjek. Analisis yang diperoleh adalah untuk uji hipotesis dengan menggunakan t hitung sebesar 4,421 dengan probabilitas 0,000. Untuk uji dua sisi, probabilitas menjadi 0,000/2 = 0,
20
p < 0,01, maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan disiplin kerja yang sangat signifikan antara karyawan non edukatif Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan dan Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia. Rata-rata disiplin kerja karyawan non edukatif Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan berbeda dengan rata-rata disiplin kerja karyawan non edukatif Fakultas Ekonomi, dilihat dari rata-rata kedua kelompok, karyawan non edukatif Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan memiliki disiplin kerja lebih tinggi dari karyawan non edukatif Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia. Perbedaan disiplin kerja antara karyawan non edukatif Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan dan Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia berkisar antara 4,853 sampai 12,968, dengan perbedaan rata-rata adalah 8,911.
Pembahasan Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara persepsi terhadap efektivitas lima hari kerja dengan disiplin kerja pada karyawan non edukatif perguruan tinggi. Dengan demikian maka hipotesis diterima dan ditunjukkan dengan nilai r = 0.680 p = 0.000; p < 0.05. Kontribusi variabel persepsi terhadap efektivitas lima hari kerja terhadap disiplin kerja pada penelitian ini yakni 0,462. Hal ini menunjukkan bahwa persepsi terhadap efektivitas lima hari kerja memberi sumbangan efektif sebesar 46,2 % pada disiplin kerja karyawan. Sisanya sebesar 53,8 % merupakan sumbangan dari faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi disiplin kerja. Faktor
21
lain yang memberikan sumbangan bagi disiplin kerja sebesar 53,8 % dapat berasal dari dalam (internal) dan luar diri (eksternal) individu. Dalam penelitian ini didapatkan hasil persepsi terhadap efektivitas lima hari kerja, 1,89 % subjek dalam kategori sangat rendah, 32,07 % dalam kategori rendah, 33,96 % subjek dalam kategori sedang, 30,19 % dalam kategori tinggi, dan 1,89% dalam kategori sangat tinggi. Berdasarkan kategorisasi di atas, persepsi terhadap efektivitas lima hari kerja sebagian besar karyawan non edukatif Universitas Islam Indonesia dalam kategori Tinggi, hal ini berarti sebagian besar karyawan cukup merespon efektivitas lima hari kerja secara positif. Sedangkan didapatkan hasil disiplin kerja 41,51 % subjek dalam kategori rendah, 22,64% dalam kategori sedang, dan 35,85 % termasuk kategori tinggi. Hasil analisis menunjukkan mean empirik persepsi terhadap efektivitas lima hari kerja dan disiplin kerja lebih tinggi dari mean hipotetik yaitu sebesar 198,585 dan 128,189, sehingga bila dikategorikan maka persepsi terhadap efektivitas lima hari kerja dan disiplin kerja subyek dalam penelitian ini termasuk dalam kategori tinggi. Tingginya skor persepsi terhadap efektivitas lima hari kerja dan disiplin kerja dalam penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar subyek dalam penelitian ini merasa bahwa efektivitas lima hari kerja mempengaruhi disiplin kerja karyawan. Tidak terdapat perbedaan Persepsi Terhadap Efektivitas Lima hari kerja ditinjau dari fakultas subjek. Hasil analisis yang diperoleh menunjukkan t hitung sebesar 0,115 dengan probabilitas 0,4545, p > 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi terhadap efektivitas lima hari kerja yang
22
signifikan antara karyawan non edukatif Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan dan Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia. Ada perbedaan disiplin kerja ditinjau dari fakultas subjek. Analisis yang diperoleh menujukkan t hitung sebesar 4,421 dengan probabilitas 0, p < 0,01. dilihat dari rata-rata kedua kelompok, karyawan non edukatif Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan memiliki disiplin kerja lebih tinggi dari karyawan non edukatif Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia. Perbedaan disiplin kerja antara karyawan non edukatif Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan dan Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia berkisar antara 4,853 sampai 12,968, dengan perbedaan rata-rata adalah 8,911. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 37,5 jam kerja setiap minggu, tidak lebih dari 20 jam yang digunakan untuk bekerja. Jam-jam istirahat resmi diperpanjang sendiri oleh para pekerja, berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bagaimana sistem waktu kerja dalam suatu organisasi atau perusahaan ikut mempengaruhi disiplin kerja karyawan (Munandar, 2001). Sistem waktu kerja yang baik di tempat kerja akan meningkatkan disiplin kerja karyawan, karena dengan sistem waktu kerja yang efektif akan memperbaiki moral karyawan dalam bekerja. Karyawan akan lebih puas dengan sistem waktu yang diterapkan perusahaan atau organisasi, sehingga hal ini akan membuat karyawan merasa senang dalam bekerja, mereka dapat menyelesaikan tugas-tugas tepat pada waktunya, dan karyawan akan terhindar dari melakukan pekerjaan atau kegiatan di luar tugas apa yang seharusnya mereka kerjakan, karena adanya sistem waktu kerja yang efektif (Dale 1991).
23
Adanya hubungan positif antara persepsi terhadap efektivitas lima hari kerja dengan disiplin kerja pada karyawan, senada dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Muhaimin (2004) bahwa pembentukan disiplin kerja pada karyawan dipengaruhi adanya stimulus lingkungan kerja, dalam hal ini yaitu kondisi kerja (waktu kerja yang berlaku). Ketika lima hari kerja berjalan dengan efektif, maka hal ini akan mempengaruhi perilaku karyawan dalam bekerja, dengan adanya waktu kerja (lima hari kerja), yaitu bagaimana para karyawan harus memulai pekerjaan, waktu istirahat, waktu pulang, dan juga waktu libur kerja, maka ketika waktu-waktu tersebut dilaksanakan dengan efektif, hal ini akan memberikan pengaruh terhadap disiplin kerja karyawan. Martoyo (1987), menuturkan salah satu faktor yang ikut mempengaruhi disiplin kerja adalah adanya penegakan disiplin lewat hukum. Hukum disiplin merupakan suatu rangkaian peraturan yang bersifat tentang norma-norma untuk lebih mengatur, menegakkan dan memelihara disiplin dalam kehidupan organisasi. Pemberlakuan lima hari kerja di institusi merupakan salah satu bentuk penegakan disiplin lewat hukum, yang dapat menimbulkan persepsi dari karyawan dan dapat mempengaruhi perilaku karyawan dalam bekerja, dan dalam hal ini adalah disiplin kerja. Pengaturan waktu kerja yang memenuhi kebutuhan (Personal needs) para karyawan dapat menimbulkan persepsi yang positif pada karyawan, dan persepsi yang positif merupakan sarana yang tepat untuk membentuk disiplin kerja. Sebaliknya, jika dalam pengaturan waktu kerja institusi tidak memperhatikan kebutuhan (Personal needs) para karyawan, seperti adanya waktu istirahat yang memadai, waktu libur, dan juga waktu yang diperlukan
24
karyawan untuk menyelesaikan pekerjaan maka hal ini dapat menimbulkan persepsi yang negatif, adanya persepsi yang negatif ini dapat mempengaruhi disiplin karyawan, ketidakdisiplinan karyawan dapat terlihat dari tidak masuk kerja tepat pada waktunya, penyalahgunaan waktu istirahat, karena karyawan merasa waktu istirahat yang diberikan tidak mencukupi bagi karyawan untuk dapat melepas lelah, waktu libur yang diberikan juga kurang memberikan karyawan untuk menghabiskan waktu bersama keluarga atau beristirahat setelah bekerja, maka hal ini dapat menurunkan semangat kerja kerja karyawan dan berdampak pada disiplin kerja karyawan. Dalam pemberlakuan lima hari kerja, selain memperhatikan Personal needs para karyawan, juga diperlukan adanya sanksi hukuman agar peraturan yang berlaku dalam hal ini yaitu peraturan jam kerja dapat ditaati dan dipatuhi oleh para karyawan. Hasibuan (2005), menuturkan bahwa sanksi hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan karyawan, dengan sanksi hukuman yang berat, karyawan akan semakin takut melanggar peraturanperaturan perusahaan, sikap, dan perilaku indisipliner (tidak disiplin) karyawan akan berkurang. Berdasarkan penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa perilaku disiplin kerja seorang pegawai dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain faktor dari dalam diri sendiri dan faktor dari luar individu. Dalam penelitian ini faktor waktu kerja (hari kerja) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap disiplin kerja.
25
Penelitian ini masih banyak kekurangan, dalam pelaksanaannya rapport yang dibangun dengan subjek masih kurang, karena tidak semua subjek dapat ditemui langsung oleh peneliti, sehingga ada beberapa skala atau angket yang peneliti berikan kepada beberapa divisi dengan cara dititipkan, dan beberapa angket lainnya peneliti bagikan secara langsung kepada subjek penelitian. Hal ini dikarenakan subjek penelitian memiliki kesibukan bekerja, dan waktu istirahat yang tidak bisa diganggu.
Kesimpulan Hasil analisa data yang telah dilakukan menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara persepsi terhadap efektivitas lima hari kerja dengan disiplin kerja pada karyawan. Sehingga diketahui bahwa persepsi terhadap efektivitas lima hari kerja berpengaruh terhadap disiplin kerja. Persepsi terhadap efektivitas lima hari kerja para karyawan non edukatif Universitas Islam Indonesia termasuk dalam kategori tinggi dan disiplin kerja karyawan non edukatif Universitas Islam Indonesia termasuk dalam kategori sedang.
Saran Ada beberapa saran yang dikemukakan peneliti berkaitan dengan hasil penelitian, antara lain: 1. Bagi Institusi Instituti terkait hendaknya disarankan untuk lebih meningkatkan disiplin kerja para karyawan. Institusi perlu lebih meningkatkan keefektifan pola lima hari
26
kerja dengan cara mengakomodir atau memenuhi kebutuhan para karyawan (Personal Needs), terutama dengan memperhatikan aspek-aspek adanya rest time, pelaksanaan dan perencanaan pekerjaan, dan leisure time. 2. Bagi Karyawan Berhasilnya suatu program atau ketentuan yang diberlakukan oleh institusi, dapat dilihat dari sumber daya manusia yang menjalankannya dan dalam hal ini adalah para karyawan. Karyawan perlu memperhatikan dan mentaati peraturan jam kerja (hari kerja) yang telah dibuat dan berlaku di dalam institusi, karena disiplin kerja yang paling baik adalah disiplin yang bersumber dari dalam diri sendiri. Dengan adanya kesadaran karyawan untuk mematuhi peraturan jam kerja (hari kerja) yang berlaku di institusi, diharapkan dapat meningkatkan kedisiplinan kerja karyawan. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti dengan tema yang sama disarankan untuk memperhatikan adanya kemungkinan faktor-faktor lain yang ikut menyumbang atau terbentuknya disiplin kerja dan juga adanya variabel tergantung lain yang dipengaruhi oleh waktu kerja (hari kerja), dan dalam mengeksplorasi mengenai jam kerja (efektivitas hari kerja), peneliti selanjutnya hendaknya mempertimbangkan penggunaan pendekatan kualitatif.
27
DAFTAR PUSTAKA
Aamodt, G.M. 2004. Applied Industrial (Organizational Psychology). United States of America : Wadsworth. Akrom, M. 2006. Pengaruh Kebijakan Lima Hari Kerja terhadap Efektivitas Pegawai di Lingkungan Sekretariat Daerah Propinsi Riau. Tesis (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Program Studi Magister Administrasi Publik Universitas Gadjah Mada. Anaroga, P. 2006. Psikologi kerja. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Ansanay, R.J. 2007. Efektivitas Pelayanan ( Studi Kasus pada Biro Keuangan Setda Provinsi Papua). Tesis (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta : Program Studi Magister Administrasi Publik Universitas Gadjah Mada. Amriany, F, Probowati Y, Atmadji, G. 2004. Iklim Organisasi yang Kondusif Meningkatkan Kedisiplinan Kerja. Anima, Indonesian Psychological Journal, Vol.19 No 2,179-193. Barnes, M.R. 1980. Motion and Time Study. United States of America : Quimn Woodbine, inc. Dale, T.A. 1991. Mengelola Waktu (The Managing of Time). Jakarta : Elex Media Komputindo. Gibson. James, L. Ivancevich. Jhon, M. dan Donelly. James, Jr. 1985. Organization. Jakarta : Erlangga. Hasibuan, M. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : PT Bumi Aksara. Hadi, S. 1974. Beberapa Penerapan Psychology dalam Industri. Yogyakarta : Balai Pembinaan Administrasi Univeristas Gadjah Mada. Handoko, H. 1988. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta : BPFE. Helmi, A.F. 1996. Disiplin Kerja. Buletin Psikologi, Th IV, Nomor 2. Desember 1996, Edisi khusus ulang tahun. XXXII.
28
Hendrawan, B. 2007. Efektivitas Peran Pemimpin Tk IV dan keteraksesan Informasi Kelembagaan terhadap Minat Kerja Pegawai Negeri Sipil di LPMP Sumatera Selatan. Tesis (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta : Program Studi Psikologi Universitas Gadjah Mada. Irawan, R.A. 2005. Hubungan Motivasi Berprestasi dan Disiplin Kerja Karyawan Terhadap Persepsi Efektivitas Organisasi. Tesis (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta : Program Studi Psikologi Universitas Gadjah Mada. Iyyasi, F. 2003. Hubungan antara persepsi terhadap gaji dengan disiplin kerja pada pegawai negeri. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Latainer , A.R dan Levine, I.E. 1971. Tehnik Memimpin Pegawai dan Pekerja. (Terjemahan). Jakarta : Cemerlang. Martoyo, S. 1987. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta : BPFE. Muhaimin. 2004. Hubungan Antara Kepuasan Kerja dengan Disiplin Kerja karyawan Operator Shawing Computer Bagian Produksi pada PT. Primarindo Asia Infrastruktur Tbk Bandung. Jurnal Psyche,Vol.1 No 1. http://psikologi.binadarma.ac.id Munandar, A.S. 2001 . Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta : Universitas Indonesia (UI-Press). Nazir, M. 1988. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia. Nitisemito, S.A.1998. Manajemen Personalia : Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Ghalia Indonesia. Palila, R.L. 2003. Hubungan Antara Kesadaran Diri dengan Disiplin Kerja pada Pegawai Pemda Temanggung. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia. Prijodarminto, S.1993. Disiplin Kiat Menuju Sukses. Jakarta : Pradnya Paramita. Staruss, G dan Sayless, L. 1990. Manajemen Personalia : Segi Manusia Dalam Organisasi : Jakarta : PT. Pustaka Binaman Pressinda. Simamora, H. 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta : YKPN. Sinungan, M. 2003. Produktivitas Apa dan Bagaimana. Jakarta : Bumi Aksara. Siswanto, B. 1987. Manajemen Tenaga Kerja. Bandung : Sinar Baru.
29
Sumaryanta. 2002. Hubungan Faktor Persepsi Kerja, Motivasi, Disiplin dan Kemampuan Kerja dengan Kinerja Karyawan di Balai Pengawas Obat dan Makanan. Tesis (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta : Program Studi Farmasi Universitas Gadjah Mada. Thoha, M. 2005. Perilaku Organisasi ; Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. Tjalla, A. 2002 .Beberapa Faktor Penentu Produktivitas Kerja Karyawan (Studi Kasus Usaha Service Elektronika di Kotamadya Makasar). Phronesis, Vol.5 NO. 7, 4-5. Walgito, B. 2002. Pengantar psikologi Umum. Yogyakarta : Andi Offset. Wignjosoebroto, S. 2000. Ergonomi ( Studi Gerak dan waktu). Surabaya : Guna Widya Wijaya, S. 2000. Metode Kuantitatif untuk Mengendalikan Kerugian Akibat Kemangkiran. Usahawan, No.07 Th XXIX Juli. Zuaryah, I. 2006. Kualitas Pelayanan Sosial Ditinjau dari Religiusitas dan Efektivitas Kinerja. Tesis (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta : Program Studi Psikologi Universitas Gadjah Mada.
_________2007. Ngantor Lebih Lama, Tak Selalu Produktif. http://www. Kapanlagi.com. _________ 2007. Selamat Datang Lima Hari Kerja. http://unisys.uii.ac.id.
30
IDENTITAS PENULIS
Nama
:
Ratih Komalasari Pratiwi
Alamat
:
Jln Enggang No. 18, RT/RW 003/001, Kecamatan Gading Cempaka, Perumnas Lingkar Barat, Kota Bengkulu, Bengkulu 38229
Nomor Telepon
:
085292649453
E-mail
:
[email protected]
31