NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA KELUARGA SAKINAH DAN KEBERSYUKURAN TERHADAP KEBERMAKNAAN HIDUP REMAJA
Oleh: ZUL CHAIRANI IRWAN NURYANA KUNIAWAN
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2008
2
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA KELUARGA SAKINAH DAN KEBERSYUKURAN TERHADAP KEBERMAKNAAN HIDUP REMAJA
Telah Disetujui Pada Tanggal
_______________________________
Dosen Pembimbing Utama
(Irawan Nuryana Kurniawan, S.Psi., Msi.)
3
HUBUNGAN ANTARA KESABARAN DAN KESYUKURAN TERHADAP KEBREMAKNAAN HIDUP REMAJA
Zul Chairani Irwan Nuryana Kurniawan
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara keluarga sakinah dan kebersyukuran dengan kebermaknaan hidup pada remaja. Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan positif antara keluarga sakinah dan kebersyukuran dengan kebermaknaan hidup pada remaja. Semakin tinggi keluarga sakinah dan kebersyukuran maka semakin tinggi kebermaknaan hidup, semakin rendah keluarga sakinah dan kebersyukuran maka semakin rendah kebermaknaan hidup. Subyek dalam penelitian ini adalah remaja akhir, yang dalam hal ini adalah mahasiswa Psikologi Universitas Islam Indonesia dalam status aktif, berusia 18 tahun sampai 23 tahun, yang terdiri dari pria dan wanita. Adapun skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala yang diadaptasi dari skala kebermaknaan hidup oleh Kurniawan & Agustina (2006), disusun dengan mangacu pada aspek-aspek kebermaknaan hidup yang dikemukakan oleh Antonovsky (Agustina, 2006), dan aspekaspek kebermaknaan hidup dari Frankl, Crumbaught dan Maholick (Koeswara, 1992). Skala keluarga sakinah di adaptasi dari skala keluarga sakinah oleh Kurniawan & Verasari (2008) berdasarkan aspek-aspek Mawaddah dan Rahmah yang dirumuskan oleh Shihab (2007). Sedangkan skala kebersyukuran merupakan adaptasi dari skala kebersyukuran oleh Uyun & Muthmmainah (2008), berdasarkan aspek-aspek syukur dari Al-Jauziyah (2006). Metode analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis menggunakan regresi berganda. Hasil analisis menunjukkan besarnya koefisien korelasi sebesar r = 0,463 dengan taraf signifikansi p = 0,000 (p < 0,01) untuk variabel bebas keluarga sakinah dengan variabel tergantung kebermaknaan hidup, dan keofesian korelasi sebesar r = 0,379 dengan taraf signifikansi p = 0,001 (p < 0,01) untuk variabel bebas kebersyukuran dengan variabel tergantung kebermaknaan hidup. Hal ini menunjukkan bahwa ada korelasi positif yang sangat signifikan antara keluarga sakinah dan kebersyukuran terhadap kebermaknaan hidup remaja sehingga hipotesis yang diajukan diterima. Sedangkan sumbangan efektif yang diberikan variabel keluarga sakinah dan kebersyukuran terhadap variabel kebermaknaan hidup sebesar 35,8% yang berarti masih ada 64,2% faktor lain yang mempengaruhi kebermaknaan hidup. Kata kunci : Keluarga Sakinah, Kebersyukuran dan Kebermaknaan Hidup.
4
PENGANTAR
Secara psikologis, remaja adalah usia di mana individu menjadi terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, di mana pada usia ini anak tidak merasa bahwa dirinya berada di bawah tingkat orang yang lebih tua, tetapi mereka merasa dirinya sama dengan orang dewasa lain dan bahkan bisa saja mereka berpikir bahwa diri mereka sejajar dengan orang dewasa, ini merupakan pandangan dari Piaget (Ali, & Mohammad. 2004). Pada masa remaja ini individu tersebut berada dalam proses pencarian jati diri, dimana mereka memasuki tahap persiapan atas situasi psikologis antara ingin melepasakan diri dari orang tua dan perasaan belum mampu untuk mandiri. Oleh karena itu mereka sering mengalami kebingungan karena sering terjadi pertentangan pendapat antara mereka dengan orang tua. Pertentangan inilah yang membuat para remaja ingin melepaskan diri dari orang tuanya. Saat remaja mencapai kemandirian mereka mempunyai perasaan aman, hal ini mendorong remaja untuk bereksplorasi dan memusatkan tenaga pada tugas serta pemecahan masalah, dari pada memikirkan diri sendiri, Ausebel (Santrock, 2003). Ketika keinginan untuk melepaskan diri dari orang tua telah didapati, tetapi ada juga keinginan-keinginan dari mereka yang seringkali tidak dapat terpenuhi karena bermacam-macam kendala, dan yang sering terjadi adalah tidak tersedianya biaya. Menurut Singgih DS. (Ali, & Mohammad. 2004), ada bermacam-macam larangan dari orang tua yang seringkali melemahkan atau bahkan mematahkan semangat para ramaja. Mereka menemukan jalan keluar dari
5
kesulitannya setelah mereka berkumpul dengan rekan sebaya untuk melakukan kegiatan bersama. Mereka melakukan suatu kegiatan secara berkelompok sehingga berbagai kendala dapat diatasi bersama-sama. Sayangnya pergaulan remaja dengan teman sebayanya atau lingkungan sekitarnya, seringkali menimbulkan konflik yang hampir tak terelakkan, baik konflik pada diri mereka sendiri atau konflik yang disebabkan dari pertemanan dengan teman sebaya. Pada masa remaja ini keinginan untuk mengeksplorasi lingkungan semakin besar sehingga tidak jarang menimbulkan masalah yang berkaitan dengan kedisiplinan. Yang mana anak mulai dihadapkan dengan orangorang yang menyetujui dan menghalangi keinginannya. Meluasnya lingkungan sosial anak menyebabkan anak memperoleh pengaruh di luar pengawasan orang tuanya. Hal ini dikuatkan dengan banyak pemberitaan seputar perilaku remaja yang sangat meresahkan, seperti pemakaian narkoba atau obat-obat sejenis yang di larang, alkoholisme, maraknya seks bebas, tawuran antar pelajar, sampai pembunuhan dan pemerkosaan, bahkan tak jarang kita juga mendengar berita bahwa ada remaja yang nekat bunuh diri. Hawari (Ali, & Mohammad. 2004) dalam penelitiannya menemukan bahwa ada tiga faktor utama yang mempengaruhi apakah seseorang akan terlibat penyalahgunaan napza ini yaitu faktor predisposisi, faktor kontribusi, dan faktor pencetus. Variabel-variabel yang masuk di dalam faktor predisposisi ini di antaranya kepribadian individu seperti kecemasan, depresi, atau adanya gangguan kepribadian antisosial. Variabel-variabel yang masuk di dalam faktor pencetus di antaranya pengaruh teman sebaya (peer groups) dan kemudahan memperoleh
6
napza itu sendiri. Variabel-variabel yang masuk dalam faktor kontribusi di antaranya adalah kondisi keluarga, keutuhan keluarga, kesibukan orang tua dan hubungan interpersonal di dalam keluarga itu sendiri. Seorang psikoterapis eksistensialis, Frankl (2003) menyatakan bahwa, meluasnya fenomena alkoholisme, seks bebas, kasus bunuh diri, pemujaan berlebihan terhadap uang dan keduniawian, keinginan berlebihan pada kekuasaan, sikap masa bodoh terhadap hidup, pesimis terhadap masa depan adalah bentukbentuk dari kevakuman eksistensi, atau frustrasi eksistensial. Frustrasi ini berkaitan dengan keterhambatan atau kegagalan individu dalam memenuhi keinginan akan makna (Anggriany & Annisa, 2006). Semakin banyak perilaku remaja yang menunjukkan frustrasi eksistensial akan semakin sulit bagi mereka untuk memenuhi tugas-tugas perkembangan untuk menghadapi masa dewasa dengan baik. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengangkat topik mengenai kebermaknaan hidup remaja. Terlebih, berbagai penelitian psikologis telah menunjukkan pentingnya kebermaknaan hidup sebagai faktor yang berpengaruh kuat bagi kesehatan fisik, kepercayaan diri, subjective well being dan kesehatan mental. Setiyartomo (Anggriany & Annisa, 2006). Sejalan dengan munculnya berbagai permasalahan di kalangan remaja yang menunjukkan kurangnya kebermaknaan hidup, maka para ahli psikologi juga mengembangkan konsep tentang kebermaknaan hidup. Kehandalan konsep kebermaknaan hidup sebagai konsep kesehatan jiwa telah dibuktikan oleh beberapa penelitian, bahkan telah diturunkan menjadi sebuah teknik psikoterapi yang dikenal dengan logoterapi. Beberapa di antaranya adalah penelitian Rahmah
7
(1996) menunjukkan adanya hubungan kebermaknaan hidup dengan daya tahan stress pada remaja. Sementara itu, Haitami (2000) menyimpulkan bahwa pemahaman terhadap konsep kebermaknaan hidup akan menurunkan stress kerja sebesar
20%.
Penelitian
Zainurrotiqoh
(2000)
menunjukkan
kontribusi
kebermaknaan hidup sebesar 63,5% terhadap tingkat harga diri mahasiswa (Soleh, 2001). Frankl (2003) berpendapat bahwa kebermaknaan hidup adalah keadaan yang menunjukkan sejauh mana seseorang telah mengalami dan menghayati kepentingan keberadaan hidupnya menurut sudut pandang dirinya sendiri. Bukhori (2006) menyimpulkan kebermaknaan hidup merupakan kualitas penghayatan individu terhadap keberadaan dirinya, yang memuat hal-hal yang dianggap penting, dirasakan berharga, diyakini sebagai sesuatu yang dianggap benar dan dapat memberikan arti khusus yang menjadi tujuan hidup seseorang dan apabila berhasil ditemukan dan dipenuhi akan menyebabkan hidup berarti dan berharga bagi diri sendiri dan sesama serta menimbulkan kebahagiaan. Terpenuhinya rasa kebermaknaan hidup ini bisa menjadi salah satu tolak ukur dari kesuksesan hidup. Perasaan makna hidup adalah terpenuhinya segala kebutuhan spiritual seseorang akan adanya sesuatu yang ultimate bagi dirinya lebih dari sekedar keberimanan dalam agama. Perasaan akan keMaha-Esaan dan keMaha-Tunggalan akan sesuatu yang sangat kuat mengatur seluruh kehidupan ini. Perputaran aroma takdir dan nasib yang tidak hanya terjadi begitu saja akibat ulah tangan dan hasil usaha manusia namun juga ada sebuah/sesuatu kekuatan
8
garis penentu atas semua itu yang berkehendak menjalankan kejadian/terjadinya sesuatu tersebut atas umat manusia (Rakhmat, 2003). Menurut Bastaman (2007), proses pencarian makna hidup bisa dicapai melalui karya bermanfaat dan kebajikan kepada orang lain, meyakini dan menghayati keindahan, kearifan dan cinta kasih serta hubungan akrab dengan orang lain merupakan salah satu faktor yang sangat berperan dalam penemuan makna hidup seseorang. Seseorang, dalam hubungan pribadi yang akrab (dengan anggota keluarga, teman, rekan sekerja), benar-benar merasa diperlukan dan memerlukan orang lain, dicintai dan mencintai orang lain tanpa mementingkan diri sendiri (Agustina, 2006). Menurut Sarwono (2002), tidak dapat dipungkiri bahwa keluarga merupakan lingkungan primer hampir setiap individu, sejak ia lahir sampai datang masanya ia meninggalkan rumah untuk membentuk keluarga sendiri. Sebelum seorang anak mengenal lingkungan yang lebih luas, ia terlebih dahulu mengenal norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam keluarganya untuk dijadikan bagian dari kepribadiannya. Dari hubungan yang tercipta dalam keluarga dapat menimbulkan efek baik dan buruk bagi anak. Gangguan dalam hubungan anak dengan orang tua, menimbulkan efek buruk bagi remaja, di mana hubungan dalam keluarga memang merupakan faktor psikososial yang utama dalam gejala bunuh diri pada remaja contohnya, terbukti dari berbagai penelitian di Amerika Serikat (Jensen, 1985; 360-361) yang menunjukkan bahwa 72% dari kasus bunuh diri tidak tinggal bersama orang tua atau orang tuanya tidak di rumah, 68% kedua orang tuanya bekerja, 59% orang
9
tuanya menikah sedikitnya dua kali, dan 83% merasa terasing dari orang tua. Pada masa remaja, anak sangat membutuhkan hubungan baik dengan orang tua, jika hubungan
mereka
terganggu
dengan
masalah-masalah
yang
merupakan
kepentingan orang tua yang mana anak membutuhkan penyelesaian masalah bersama dengan orang tuanya, sehingga menyebabkan remaja yang bersangkutan merasa seakan-akan tidak ada lagi jalan keluar. Akibatnya remaja merasa putus asa, depresi dan akhirnya mengambil keputusan untuk bunuh diri. Buat remaja, apa pun resikonya dari bunuh diri itu dipandang masih lebih ringan daripada persoalan atau kenyataan yang ada yang rasanya tidak mungkin terpecahkan seperti kegagalan dalam pelajaran sehingga mengecewakan orang tua, hamil sehingga memalukan orang tua, atau merasa tidak diterima oleh seiapa pun di dunia ini, merasa terasing, sendiri, serta merasa tidak ada orang yang mau mengerti apalagi menolongnya (Sarwono, 2002). Hal ini ditegaskan melalui penelitian Vogler dan Ebersole (Agustina, 2006) pada tahun 1980, yang mengungkapkan bahwa 40% – 50% dari mahasiswa yang menjadi subjek penelitian tersebut menyebutkan bahwa hubungan dengan orang lain (termasuk di dalamnya interaksi dengan keluarga, sahabat dan kekasih) adalah hal yang menjadi sumber makna hidupnya. Menurut Shihab (2007), keadaan keluarga yang tenang dan tentram yang sebelumnya ada gejolak, apa pun bentuk gejolak tersebut bila disusul dengan ketenangan batin yang mendalam, maka ketenangan tersebut dinamai sakinah. Keluarga sakinah adalah ketenangan dinamis yang ada dalam rumah tangga setelah terjadinya gejolak bahkan kesalahpahaman yang terjadi dalam keluarga.
10
Setiap permasalahan yang terjadi dalam keluarga bisa tertanggulangi. Tentunya, hal ini bisa tertanggulangi bila agama, yakni tuntunan-tuntunannya, dipahami dan dihayati oleh anggota keluarga, atau dengan kata lain bila agama berperan dengan baik dalam kehidupan keluarga. Allah SWT dalam Al-Qur'an surat At-Tahrim ayat 6 berfirman:
”Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” Berdasarkan ayat diatas Nur & Mutmainah (2007) dalam bukunya yang berjudul ”Perkawinan yang Didambakan”, menuturkan bahwa menjaga diri dan keluarga dari api neraka merupakan hal yang terpenting, dengan itu pendidikan dalam keluarga harus berlandaskan pada didikan menurut Islam. Oleh karena itu siapa saja yang mendidik anak sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya, ia akan mendapatkan pahala sedang siapa saja yang tidak memberikan pendidikan anak sebagaimana mestinya, ia akan mendapat siksa. Al-Kumayi (2006) menuturkan bahwa menjalani kehidupan rumah tangga tidaklah mudah. Selain ada anugerah yang patut disyukuri, perjalanan rumah tangga pun yang dihiasi musibah patut di syukuri. Pada satu waktu suasana dipenuhi tawa, namun dalam sekejap tangis pun merebak. Begitulah kehidupan
11
rumah tangga. Tidak bisa ditolak atau pun dicegah. Kita tinggal menerima, lalu mengelolanya dengan baik. Apapun keadaannya, baik atau buruk, senang atau susah, kehidupan rumah tangga pun akan tetap dalam keadaan bahagia dan harmonis. Keadaan bahagia dan harmonis ini akan menjadi sumber hidup lebih bermakna bagi seluruh keluarga, sebab di dalamnya pasti ada rasa hormat menghormati antar anggota keluarga, perhatian dan kasih sayang yang berlimpah antar sesamanya. Sehingga tidak ada lagi perasaan terasingkan, kecewa karena kurang kasih sayang dan perhatian. Keadaan keluarga yang sakinah akan mempengaruhi kebermaknaan hidup seluruh anggota keluarga, baik itu ayah, ibu, ataupun anak-anaknya. Sementara itu, menambahkan bahwa ketenangan, keharmonisan dan ketentraman bisa tercipta bila di antara semua anggota keluarga baik itu ayah, ibu, dan anak, ada hak dan tanggung jawab yang seimbang. Selain itu dalam kehidupan keluarga ada perintah untuk mensyukuri nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT. Allah SWT dalam Al-Qur'an surat An-Nahl ayat 72 berfirman:
”Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?"
12
Ayat di atas mengingatkan setiap anggota keluarga untuk bersyukur, nikmat yang dimaksud bukan hanya nikmat kekayaan tetapi nikmat kesehatan, kedamaian, dapat menafkahi keluarga, dikarunia anak-anak saleh dan pandai, nama baik tidak tercemar merupakan kekayaan yang diberikan Allah kepada umat-Nya. Semestinya, semua umat-Nya bersyukur atas semua ini (Al-Kumayi, 2006). Orang yang tidak mau bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah kepadanya akan menjadikan mereka hamba yang kufur nikmat. Salah satu contoh orang yang kufur nikmat yaitu orang-orang yang tetap membujang, sikap seperti ini menjurus kepada kufur nikmat, sebab tidak bersyukur atas karunia Allah yang telah menciptakan manusia secara berpasang-pasangan, dapat berkembang biak dengan melahirkan keturunan. Untuk itulah hamba-Nya diperintahkan untuk menikah (Nur & Mutmainah, 2007). Sihab (2007), menambahkan bahwa inti dari berkeluarga adalah perintah untuk bersyukur, tidak mengingkari atau melupakan nikmat-nikmat Allah yang telah dianugerahkan-Nya. Dalam pernikahan ditemukan aneka nikmat ilahi, yang dapat diraih makhluk-Nya, di dunia dan di akhirat kelak. Tiga puluh satu kali surah itu menggugah pikiran dan hati manusia serta jin dengan pertanyaan dalam firman Allah dalam surat Ar-Rahmaan ayat 77:
”Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu berdua dustakan?”
13
Syukur berarti menggunakan segala daya untuk memfungsikan semua nikmat Allah yang dilimpahkan-Nya sesuai dengan tujuan penganugerahan-Nya. Siapa yang mensyukuri nikmat-nikmat Allah yang dianugerahkan-Nya di dunia ini, maka dia akan selamat dari ketujuh pintu neraka, dan mereka akan dipersilahkan masuk melalui salah satu dari pintu-pintu surga yang jumlahnya delapan untuk setiap macam surga (Sihab, 2007). Rauf & Alif (2008) mengingatkan orang tua untuk mengajarkan rasa syukur kepada anak karena rasa syukur itu akan sangat membantu anak-anaknya kelak, di mana syukur mampu memperkokoh keimanan anak sejak dini, mampu menanamkan nilai perjuangan dan pengorbanan, membuat anak-anak untuk cinta beribadah dan bersama anak, orang tua merefleksikan ibadah kepada Allah SWT sebagai wujud syukur kepada-Nya. Bersyukur merupakan suatu amalan yang utama dan mulia. Selain itu bersyukur adalah sebab kekalnya suatu nikmat, sehingga nikmat tersebut akan semakin bertambah. Oleh karena itulah, Allah SWT. Memerintahkan kita untuk selalu bersyukur kepada-Nya dan mengakui segala keutamaan yang telah Dia berikan. Allah SWT dalam Al-Qur'an surat Ibrahim ayat 7 berfirman:
”Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih."
14
Bersyukur akan menghadirkan sikap merasa cukup (qanaah), yakni sikap rela atas pemberian Allah, merasa puas atas apa yang telah di peroleh selama ini. Keluarga yang menanamkan sikap qanaah akan merasakan nikmat di balik penderitaan, sebab mereka senantiasa dalam bimbingan Allah SWT. Meski miskin harta, jiwanya amat kaya. Singkatnya, keluarga yang qanaah akan selalu merasa tenang dan bahagia, sebab hatinya terbebaskan dari penyakit tamak terhadap dunia, Al-Kumayi (2006). Oleh karena itu, rasa syukur atas nikmat agama, akal, kesehatan, pendengaran, penglihatan, rezeki, keluarga, dan berbagai nikmat lain yang tak terhitung, berusaha untuk selalu qanaah dan merasa ridha seraya bersyukur atas segala nikmat yang di miliki. Dengan demikian, hidup pun akan lebih bermakna, berkah, dan jauh dari prasangka buruk terhadap kasih sayang Allah SWT (Rauf & Alif, 2008). Berdasarkan uraian di atas, mengenai keluarga sakinah yang menanamkan rasa syukur dalam keluarganya atas segala nikmat dari Allah SWT akan membentuk kehidupan yang tentram, tenang dan harmonis sehingga menjadikan hidup lebih bermakna dan jauh dari perasangka negatif terhadap kasih sayang Allah. Dengan begitu peneliti tertarik untuk meneliti mengenai hubungan antara keluarga sakinah dan kebersyukuran terhadap kebermaknaan hidup remaja.
Metode Penelitian Subjek yang dipakai pada penelitian ini adalah remaja akhir, yang dalam hal ini adalah mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia dalam status aktif, berusia 18-23 tahun, yang terdiri dari pria dan wanita. Sample remaja
15
akhir (mahasiswa) ini didasarkan pada pertimbangan bahwa tahap ini remaja mulai mencari jati diri tentang keberadaannya, masa depan, peran sosial bahkan kehidupan beragama, selain itu
Teknik sampling yang digunakan adalah
purposive sampling yaitu pemilihan terhadap sampel berdasarkan kriteria atau karakteristik tertentu (Hadi, 2000).
Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisis terhadap data penelitian, diperoleh deskripsi statistik data penelitian untuk masing-masing skala. Rangkuman deskripsi data subjek dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel Deskripsi Statistik Data Penelitian Variabel Data Hipotetik M Skor Max Min Kebermaknaan 40 80 20 Hidup Keluarga Sakinah 90 144 36 Kebersyukuran 6,5 52 13
SD 10
Data Empirik M Skor Max Min 62.88 75 39
18 120,88 32,5 43,79
144 51
98 34
SD 6,48 12,06 4,35
Hasil Uji Asumsi a. Uji Normalitas Hasil yang diperoleh nilai K-S Z untuk variabel kebermaknaan hidup sebesar 0,712 dangan nilai p = 0,692 (p > 0,005). Nilai K-S Z sebesar 0,666 dengan nilai p = 0,767 (p > 0,05) untuk variabel keluarga sakinah sedangkan nilai pada variabel kebersyukuran diperolah nilai K-S Z sebesar 0,821 dengan nilai p = 0,510 (p > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa sebaran data variabel keluarga
16
sakinah, kebersyukuran serta kebermaknaan hidup mempunyai distribusi normal, sehingga subjek dalam penelitian tergolong dapat mewakili populasi yang ada. b. Uji Linearitas Hasil uji linearitas menunjukkan F = 18,671; p = 0.000. Berdasarkan hasil analisis ini, dapat dikatakan bahwa hubungan antara variabel kebermaknaan hidup dan keluarga sakinah terhadap remaja liniear karena p < 0,05. Hasil uji linearitas antara variabel kebermaknaan hidup dan variabel kebersyukuran terhadap remaja menunjukkan nilai F = 10,163; p = 0,002 dari hasil ini menegaskan bahwa hubungan antara variabel kebermaknaan hidup dan variabel kebersyukuran terhadap remaja liniear karena di dapati nilai p < 0,05. Jadi dapat disimpulkan secara keseluruhan bahwa hubungan antara keluarga sakinah, kebersyukuran dan kebermaknaan hidup liniear dimana dari hasil yang didapat terlihat bahwa nilai p < 0,05.
Hasil Uji Hipotesis Setelah memenuhi uji asumsi, dilakukan uji hipotesis untuk melihat hubungan antara keluarga sakinah, kebersyukuran dan kebermaknaan hidup pada remaja. Uji hipotesis dilakukan menggunakan uji korelasi analisis regresi ganda. Tabel Rangkuman Hasil Analisis Korelasi Ganda Regresi Koefisien B R Constant 17,329 0,547 Keluarga sakinah 0,214 Kebersyukuran 0,085
R2 0,299
F 13,873
Sig 0,000
17
Berdasarkan analisis ini sebagaimana yang terangkum dalam tabel di atas, diperoleh harga koefisien harga R= 0,547. Harga tersebut menunjukkan bahwa korelasi atau pengaruh antara keluarga sakinah dan kebersyukuran secara bersama-sama positif. Berdasarkan output sebagaimana yang terangkum dalam tabel
di atas
nampak bahwa nilai Fhitung sebesar 13,873 sedangkan probabilitasnya 0,000 jauh lebih kecil dari 0,05, maka model regresi bisa digunakan untuk memprediksi kebermaknaan hidup. Hal ini berarti bahwa keluarga sakinah dan kebersyukuran secara bersama-sama berpengaruh terhadap kebermaknaan hidup atau terdapat pengaruh dari kedua variabel independent yang signifikan terhadap kebermaknaan hidup yang diterima. Jadi, hipotesisnya diterima. Di samping itu diperoleh R2 atau koefisien determinasi sebesar 0,299. Ini berarti bahwa sebesar 29,9 % kebermaknaan hidup dipengaruhi oleh keluarga sakinah dan kebersyukuran, dimana keluarga sakinah menyumbang sebesar 21,4% untuk kebermaknaan hidup dan kebersyukuran memberi sumbangan sebesar 8,5% untuk kebermaknaan hidup sedangkan sisanya sebesar 70,1 % dijelaskan oleh faktor-faktor penyebab lain yang tidak diperhitungkan dalam penelitian ini. a. Hasil Analisis Data Tambahan Hasil uji regresi tersebut menunjukkan bahwa semua aspek keluarga sakinah dan aspek kebersyukuran mempunyai korelasi yang sangat signifikan terhadap kebermaknaan hidup. Namun begitu, hanya aspek mawaddah, dan aspek pujian kepada Allah atas nikmat itu saja yang mempunyai pengaruh paling besar dan dapat berfungsi sebagai prediktor bagi kebermaknaan hidup. Artinya, melalui
18
ketiga aspek tersebut, sebenarnya tingkat kebermaknaan hidup seseorang sudah dapat diprediksi. Dengan memperhatikan nilai R square = 0,334 dari analisis regresi yang di lakukan untuk melihat aspek-aspek yang memberikan sumbangan efektif, ditemukan bahwa aspek mawaddah memberikan sumbangan efektif sebesar 22,1%, dan aspek pujian kepada Allah atas nikmat itu memberikan sumbangan efektif sebesar 11,3% terhadap kebermaknaan hidup. Dengan demikian, aspek mawaddah dan aspek pujian kepada Allah atas nikmat itu berpengaruh terhadap kebermaknaan hidup secara bersama-sama sebesar 33,4%.
Pembahasan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara keluarga sakinah dan kebersyukuran dengan kebermaknaan hidup pada remaja. Semakin tinggi keluarga sakinah dan kebersyukuran maka semakin tinggi kebermaknaan hidup, semakin rendah keluarga sakinah dan kebersyukuran maka semakin rendah kebermaknaan hidup pada remaja. Jadi, semakin tinggi orangtua dapat menciptakan keluarga yang sakinah serta semakin tingginya intensitas orangtua dalam menanamkan sikap penuh syukur pada anak maka semakin tinggi pula terbentuknya kebermaknaan hidup dalam dirinya dan sebaliknya semakin rendah orangtua dapat menciptakan keluarga yang sakinah dan semakin rendahnya penanaman sikap syukur pada anak maka semakin rendah pula kebermaknaan hidup yang akan terbentuk dalam diri anak.
19
Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Rachmah (2003), yang menegaskan bahwa unsur-unsur kebermaknaan hidup meliputi tujuan hidup yang jelas yaitu bahagia dunia dan akhirat, merasa bertanggung jawab terhadap diri, keluarga, masyarakat dengan senantiasa berinteraksi dengan Al-qur’an dan menyebarluaskan ajaran-Nya. Memiliki hubungan yang baik dengan keluarga dan masyarakat, menghadapi kesulitan hidup ikhtiar dan doa serta kehidupan yang dijalani merupakan pengabdian sebagai ibadah kepada Allah. Ikhtiar dan doa merupakan wujud manifestasi umat kepada Tuhannya sebagai ucapan terima kasih serta sikap berbakti dan bersyukur atas segala nikmat yang telah dilimpahkan kepadanya. Bastaman (2007) juga sudah menuturkan bahwa dukungan dari lingkungan dan dukungan sosial, terutama dukungan dari orang-orang terdekat, the significant others, seperti keluarga dan sahabat akan sangat menentukan proses pencapain makna hidup bagi para remaja. Kondisi dan suasana keluarga asal yang tidak harmonis, penuh konflik dan kekerasan serta kurangnya rasa aman dan ketentraman merupakan sumber utama dari frustasi kehidupan yang kemudian mengembangkan penghayatan hampa dan tak bermakna yang mewarnai kehidupan pribadi dari remaja yang mengalaminya. Penanaman nilai-nilai keagamaan bisa membantu remaja mencapai kebermaknaan dalam hidupnya, seperti yang ditegaskan oleh Rakhmat (2004). Di satu sisi Safaria (2005) juga menambahkan bahwa pendekatan diri kepada Tuhan akan membantu dalam menemukan berbagai makna hidup yang dibutuhkan. Melalui penerapan nilai-nilai keagaman dalam keluarga seperti kegiatan ibadah
20
atau ritual-ritual dalam agama bisa menciptakan kedamaian, ketenangan, dan pemenuhan harapan, sehingga setiap individu akan memperoleh makna yang lebih mendalam dalam hidup ini. Kegiatan-kegiatan ibadah yang dijalankan merupakan wujud manifestasi dari rasa syukur, rasa berbakti kepada Tuhan YME, dan dengan kekhusukan berdoa bisa memperoleh kekuatan lahir dan batin. Hal ini mendukung hasil dari penelitian ini, dimana keadaan keluarga yang sakinah dan yang selalu menanamkan perintah untuk bersyukur dari agama bisa menimbulkan makna hidup dalam diri remaja. Makna hidup harus dicari dan ditemukan oleh setiap individu. Ibadah, merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk membuka pandangan seseorang akan nilai-nilai potensial dan makna hidup yang terdapat dalam diri dan sekitarnya, Bastaman (Rachmah, 2003). Ditegaskan dalam penelitian Muslim & Nashori (2007) bahwa dengan beragama, individu mempunyai tujuan hidup yang jelas, sehingga kehidupannya terarah serta merasa mempunyai “sesuatu” yang dijadikan “pegangan” dalam hidup ini. Agama
membuat individu mampu
mengurangi afek-afek negatif seperti; stress, cemas, gelisah, putus asa, dan sebagainya. Tetapi dengan beragama mampu memunculkan afek positif; merasakan ketenangan, kedamaian, harapan akan masa depan, ketentraman, puas, optimis sehingga individu merasakan kebahagian otentik. Karena di dalam agama terdapat perintah bersyukur, sabar, memaafkan, selalu optimis, berfikir positif serta larangan untuk berputus asa. Sikap syukur sendiri merupakan hal terpenting bagi remaja, jika hidup ini di iringi dengan rasa syukur dan ketaatan kepada Allah Swt., tidak akan pernah
21
merasa was-was dan panik akan gejolak dunia yang semakin hingar binar. Sebaliknya, dengan rasa penuh syukur sangat membantu diri menjadi mantap, teguh pendirian, tenang, damai, dan sejahtera, sehingga pola hidup akan terarah dan penuh makna dan bergairah, Makhdlori (2007). Secara keseluruhan, penulis mengakui bahwa penelitian ini masih mempunyai banyak kelemahan terutama dalam hal penilaian yang diberikan responden dalam skala keluarga sakinah dimana penilaian dari keadaan keluarga yang sakinah ini hanya melalui sudut pandang dari remaja (anak), padahal sudut pandang atau penilaian dari semua unit (orangtua dan anak) sangat berpengaruh terhadap pembentukan makna hidup remaja sehingga penilaian yang didapatkan akan lebih akurat. Selain itu penulis juga menyadari bahwa, skala keluarga sakinah masih memiliki kekurangan dimana aspek amanah tidak dimasukin dalam alat ukur, padahal aspek amanah memiliki hubungan erat dengan kebermaknaan hidup. Berbeda dengan skala kebermaknaan hidup dan kebersyukuran yang memang bersifat personal dan memang bersifat sangat subyektif oleh responden. Selain itu, peneliti mengakui pula bahwa pendekatan kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini belum mampu untuk menjelaskan pola yang sesungguhnya terjadi mengenai keterkaitan antara keluarga sakinah, kebersyukuran dengan kebermaknaan hidup. Yang mana, ada hal-hal yang benar-benar terjadi pada kenyataannya belum terjangkau dalam penelitian ini. Oleh karena itu, penulis berpendapat bahwa penelitian yang menjadikan keluarga khususnya keadaan keluarga yang sakinah sebagai salah satu dari variabel penelitian ini perlu menggunakan pendekatan yang merupakan kombinasi antara kuantitatif dan
22
kualitatif, sehingga hal-hal yang belum didapat dari hasil penelitian kuantitatif tersebut dapat diatasi dengan pendekatan kualitatif yang dilakukan. Penulis juga menyadari bahwa subjek dalam penelitian ini yang menggunakan mahasiswa Fakultas Psikologi UII belum cukup kuat untuk digeneralisasikan kepada remaja umumnya untuk mengukur hubungan antara keluarga sakinah dan kebersyukuran terhadap kebermaknaan hidup di karenakan hanya terdapat satu populasi.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis pada Bab IV, kesimpulan yang dapat diambil adalah ada hubungan positif yang sangat signifikan antara keluarga sakinah, kebersyukuran dengan kebermaknaan hidup pada remaja, yang berarti semakin tinggi terbentuknya keluarga sakinah serta penanaman rasa syukur dalam keluarga maka semakin tinggi pula kebermaknaan hidup remaja.
SARAN Berdasarkan hasil penelitian ada beberapa saran yang dikemukakan oleh peneliti. Beberapa saran tersebut antara lain: 1. Bagi orangtua Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa keluarga sakinah dan kebersyukuran merupakan suatu hal yang dapat meningkatkan kebermaknaan hidup remaja. Pentingnya menanamkan rasa cinta dalam keluarga serta mau menerima kekurangan dan kelebihan masing-masing anggota keluarga akan menimbulkan suasana yang harmonis dan penuh makna dalam keluarga. Selain
23
itu, orangtua perlu mengajarkan kepada anak-anaknya untuk selalu mensyukuri nikmat yang diberikan Allah Swt serta tingginya kesadaran orangtua dalam mendidik anak-anaknya serta menanamkan nilai-nilai keagamaan, memberikan perhatian, kasih sayang dan menjadikan diri sebagai tempat berkeluh kesah, merupakan hal yang mendukung terciptanya kebermaknaan hidup remaja sehingga mereka memiliki tujuan akan keberadaan mereka di dunia ini. 2. Bagi remaja Keadaan keluarga yang sakinah tidak bisa tercapai tanpa adanya dukungan yang baik dari orangtua dan remaja (anak), remaja juga memberikan andil yang besar. Oleh karena itu remaja diharapkan mampu mempertahankan dan bahkan meningkatkan frekuensi interaksi dengan orangtuanya, menjaga hubungan yang baik dengan anggota keluarga merupakan salah satu sumber untuk mencapai makna hidup. Di lain sisi remaja juga harus meningkatkan ibadah kepada Allah berupa dzikir, shalat, berzakat dan sebagainya sebagai wujud dari rasa syukur terhadap Allah. Karena, dalam ajaran agama sendiri terdapat perintah untuk bersyukur, remaja yang mensyukuri keadaan hidupnya mereka akan lebih mampu sabar terhadap cobaan dan memberikan rasa puas terhadap hidupnya, dengan begitu makna hidup akan lebih mudah diperoleh. 3. Bagi peneliti selanjutnya a. Mencoba mengaitkan kebermaknaan hidup dengan hal-hal lain atau faktorfaktor baru yang lebih menarik lagi, terutama mengenai topik-topik Islami, seperti dengan mengaitkan kebermaknaan hidup dengan kesabaran, keikhlasan.
24
b. Mencoba membuat atau mengadaptasi skala kebermaknaan hidup, keluarga sakinah dan kebersyukuran yang memiliki aspek-aspek yang lebih mampu mengungkap apa yang ingin diteliti, misalnya dengan menggunakan alat ukur berupa tugas kasus. c. Dalam pelaksanakan pengambilan data, peneliti dalam satu kesempatan tidak dapat langsung bertemu dengan subjek, penelitian ini dimungkinkan adanya bias karena prosedur pengambilan data yang kurang terkontrol karena terbatasnya waktu serta tenaga, sehingga peneliti tidak tahu persis bagaimana kondisi subjek saat mengisi skala dimana kondisi pengisian skala tersebut memberikan pengaruh juga dalam penentuan pemilihan jawaban pada saat mengisi skala. Akibat lain yang ditimbulkan karena tidak dapat bertemu langsung dengan subjek, menyebabkan peneliti tidak mengetahui alasan yang pasti terkait dengan beberapa skala yang tidak kembali kepada peneliti. d. Selain itu, peneliti selanjutnya mungkin dapat menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif secara bersamaan apabila ingin mengukur keadaan keluarga yang sakinah. Karena dalam hasil penelitian nantinya akan lebih akurat jika penilaian tentang kondisi keluarga yang sakinah di barengi dengan pendekatan secara kualitatif, dimana semua unit dalam keluarga (orangtua dan anak) akan terlibat secara langsung.
25
DAFTAR PUSTAKA
Ajeng & Rachmahana, R. 2005. Kebermaknaan Hidup Gay. Arkhe: Jurnal Ilmiah Psikologi, Volume 10. Nomor 2.107-118. Ali, M, & Mohammad, A. 2004. Psikologi Remaja: Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Bumi Aksara. Al-Kumayi, S. 2006. 99-Q For Family: Menerapkan Prinsip Asmaul Husna dalam Kehidupan Rumah Tangga. Bandung: Mizan Media utama. Anggriany, N & Annisa, R.. 2006. Peran Motif Sosial dan Media Erotis terhadap Kebermaknaan Hidup Remaja Pagaralam. Psikologika: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Psikologi, Volume 11. Nomor 21.51-63. Azwar, S. 2008. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Bastaman, H. D. 2007. Logoterapi : Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup dan Meraih Hidup Bermakna. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. Bukhori, B. 2006. Kesehatan Mental Mahasiswa Ditinjau Dari Religiusitas Dan Kebermaknaan Hidup. Psikologika: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Psikologi, Volume 11. Nomor 22. 93-105. Febriani, A. 2008. Hubungan Antara Memaafkan Dengan Kebermaknaan Hidup Pada Remaja. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Frankl, V.E. 2003. Man’s Search For Meaning: Mencari Makna Hidup. Bandung: Nuansa Hadi, S. 2000. Statistik: Jilid II. Yogyakarta: Andi Offset. Kurniawan, I. N. & Agustina. 2006. Hubungan Antara Keberfungsian Keluarga dengan Kebermaknaan Hidup Mahasiswa. Skripsi (Tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia. Makhdlori, M. 2007. Bersyukurlah Maka Engkau akan Kaya!. Yogyakarta: Diva Press. Noor, S & Muthmainah, M. 2007. Perkawinan yang Didambakan: Menurut AlQuran dan As-Sunnah. Jakarta: An Nur Press.
26
Nashori, F & Muslim, D. M. 2007. Religiusitas dan Kebahagiaan Otentik (Authentic Happiness) Mahasiswa. Jurnal Psikologi Proyeksi, Volume 2, Nomor 2. 1-9. Rakhmat, J. 2003. Psikologi Agama: Sebuah Pengantar. Bandung: Mizan. Rachmah, L. 2003. Implikasi Hifzhul Qur’an Terhadap Kebermaknaan Hidup. Tazkiya, Volume 3, Nomor Khusus. 58-65. Rauf, R. S. & Alif, U. 2008. Inilah Rahasia Bersyukur!. Yogyakarta: Diva Press. Santrock, J.W. 2003. Perkembangan Remaja. Edisi ke enam. Penerjemah : Shinto B. Adelar dan Sherly Saragih. Jakarta : Erlangga. Sarwono, W. S. 2002. Psikologi Remaja. Jakarta: Grafindo Persada. Soleh, M. 2001. Kebermaknaan Hidup Mahasiswa Reguler Dan Mahasiswa Unggulan Universitas Islam Indonesia. Psikologika: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Psikologi, Volume 7. Nomor 11. 53-63. Sihab, M. Q. 2007. Pengantin Al-Qur’an: Kalung Permata Buat Anak-anaku. Jakarta: Lentera Hati. Safaria, T. & Darokah, M. 2005. Perbedaan Tingkat Religiusitas, Kecerdasan Emosi, dan Keluarga Harmonis pada Kelompok Pengguna Napza dengan Kelompok Non-Pengguna. Humanitas: Indonesia Psychological Journal, Volume. 2, Nomor 2. 89-101.
27
IDENTITAS PENULIS
Nama
: Zul Chairani
Alamat
: Jl. Samudera II. Lrg. V, Nomor 5. Bumi Bahari Palu Barat-Sulawesi Tengah
No. Telp / HP : (0451) 460021 / 081328366030/ 085328016336 Email
:
[email protected]