air beracun. Maka tanpa merasa A Siu telah mengejar kelinci itu sampai beberapa li dan memasuki sebuah lembah yang dikedua tepi dinding tebing curam, makin jauh jalan makin lika-liku, tapi ia masih terus mengudak. Maka tanpa merasa haripun mulai gelap, perutnya berasa lapar, barulah sekarang A Siu ingat pada ayah dan bibi Jing-koh, ia mulai bingung dan kuatir, segera ia bermaksud kembali kejalan semula, tapi makin putar makin kesasar, haripun makin gelap hingga berulang kali ia jatuh bangun, saking letihnya ia merebah sekenanya ditanah dan pulas.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Besok paginya, ia ber-lari2 lagi hendak pulang kembali, tapi sudah kian kemari masih belum ketemukan jalan yang betul, sampai kelaparan, lalu ia petik buahbuahan yang diketemukan dan dimakan sekedarnya, keadaan begitu sampai beruntun tiga malam, baiknya dimalam hari, karena dadanya memakai kalung permainan mutiara yang memancarkan cahaya terang, maka ia masih bisa berjalan dengan bebas. Namun begitu, untuk jarak jauh, juga kegelapan belaka yang tertampak, lama-lama A Siu menjadi ketakutan dan duduk ditanah sambil menangis. Tidak lama, tiba-tiba didengarnya dari jauh ada suara tindakan orang yang sedang mendatangi, mula-mula A Siu menyangka itulah ayahnya, cepat ia berhenti menangis sambil mendengarkan, dan memang benar suara tindakan orang, saking girangnya ia terus meloncat bangun sambil berseru : “Ayah, Jing-koh, aku berada disini, kemanakah kalian, A Siu sendirian menjadi ketakutan!" Selesai ia berkata, orang itupun sudah mendekat, ketika A Siu menengadah, tanpa merasa ia mundur beberapa tindak. Ternyata yang datang ini bukan ayahnya, bukan lagi Jing-koh tapi seorang lelaki bangsa Han yang berusia 30-an yang tampaknya linglung, ketika tiba-tiba melihat A Siu, orang itu terus menubruk maju dan A Siu dipondongnya tinggi-tinggi sambil menggumam sendiri ; “Oh, Jing-kin, Jing-kin, sesungguhnya aku tiada maksud mencelakai kau !" A Siu menjadi bingung mendengar ocehan yang tak karuan junterungannya itu, ia lihat mata orang mengembang air mata, dalam hati kecilnya menjadi heran, apakah orang ini juga kesasar jalan, maka menangis ? Dasar kanak-kanak, segera iapun menanya : “Toacek, kenapakah kau menangis, apakah kau kesasar ? Jangan kuatir, sebentar kalau ayah dan Jing-koh sudah datang, nanti kita bersama-sama pergi pulang".
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Mendengar nada suara A Siu ini, seketika orang itu tercengang, dengan teliti ia mengamat-amati A Siu sejenak, mendadak katanya : “Eh, kau bukan Siau Yan ? Anak siapakah kau ?"
Sebaliknya A Siu bertambah heran, sahutnya : “He, kaupun kenal enci Siau Yan ? Aku adalah kawan baiknya dan kelak akan datang memain kerumahnya, demikian Jingkoh berkata padaku?" “Siapa namamu ?" tanya orang itu dengan wajah berubah. “A Siu, ayahku bernama Kek Pang", sahut sidara cilik. “Hm, kiranya anak Biau, benda didepan dadamu itu darimana kau dapatkan ?" jengek orang itu mendadak. A Siu tidak tahu akan perubahan air muka orang, maka sahutnya wajar saja : “Jing-koh yang memberikan padaku !" “Jing-koh siapa ?" bentak orang itu. Berbareng tangannya mengulur terus hendak menarik kalung mutiara yang dipakai A Siu itu. “Jangan kau merebut barangku !" teriak A Siu sambil tangannya yang kecil memegangi kalungnya kencang2. Tapi sekali tangan orang itu mengipat, kontan A Siu terlempar jatuh, kasihan bocah sekecil itu, tentu saja tidak tahan oleh sengkelitan itu, ia jatuh kesakitan hingga pingsan. Orang itu tertegun sejenak, tapi segera berjongkok hendak mengambil mutiara dari kalung yang dipakai A Siu itu. Tak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ terduga, baru saja tangannya menyentuh mutiara itu, tahu2 pergelangan tangannya se-akan2 terjepit sesuatu, ketika ia menunduk, ia menjadi terkejut sekali. Ternyata pergelangan tangannya seperti kena dipegang oleh tangan seseorang, cuma tangan itu se-akan2 bersisik yang tumbuh diatas kuku jarinya, tenaga cekalan itu
demikian besarnya hingga bagai tanggam, sampai setengah tubuhnya ikut kesemutan kaku. Orang itu sendiri tidak rendah ilmu silatnya, tentu saja ia terkejut, cepat ia berpaling maka terlihatlah ada seorang tua pendek gemuk merebah telentang ditanah. Orang ini tubuhnya pendek, wajahnya jelek, malahan mukanya seperti bersisik pula, sebaliknya kedua lengannya panjang luar biasa melebihi badannya, kalau berdiri, boleh jadi kedua tangannya itu akan menyentuh tanah. Sepasang matanya menyorotkan sinar ber-kelip2, rambutnya serawutan bagai rumput kering, manusia aneh semacam demikian, sungguh jarang terlihat. “Siapa kau ?" bentak lelaki pertama tadi. “Dan kau sendiri siapa ?" balas orang aneh ini. “Aku she Cu bernama Hong-tin, orang dari Tionggoan", sahut laki2 itu. “Ya, aku sudah menduga kau bukan orang Biau kami, tak nanti mereka berjiwa rendah seperti kau", jengek kakek aneh itu. Sambil berkata, Cu Hong-tin itu merasa genggaman tangan kakek aneh itu bertambah kencang hingga tulang tangannya kesakitan luar biasa, walaupun orang itu tampak merebah saja, tapi terang memiliki lwekang yang tinggi, dalam gugupnya ia menanya lagi : “Sobat, selamanya kita tiada kenal, kenapa kau mencari setori padaku ?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ “Dan permusuhan apa dara cilik itu dengan kau, kenapa kau hendak mencelakainya ?" sahut orang tua itu dengan bengis. Cu Hong-tin menjadi bungkam, selang agak lama, barulah ia berkata : “Dara cilik ini tiada permusuhan apa2 dengan aku, tapi mutiara yang berkalung dilehernya ini justru adalah milik seorang musuhku yang besar, haraplah kau lepaskan aku, nanti kututurkan yang jelas !" Kiranya Cu Hong-tin yang masih muda ini memang sama orangnya dengan Cu Hong-tin pada permulaan cerita ini. Tatkala mana ia belum menjadi Tosu, ilmu kebutnya Kek-lok-hut-hoat juga belum terlatih, jadi ilmu silatnya masih belum tergolong tinggi, walaupun begitu, sekali cekal telah dibikin tak berdaya seperti sekarang ia diperlakukan si orang aneh ini, selamanya belum pernah dialaminya. Sebab itulah, ia ganti siasat memakai permohonan dengan kata2 halus. Betul juga kakek aneh itu terbujuk, ia kendorkan cekalannya dan berkata : “Baiklah, coba apa yang bisa kau terangkan." Diluar dugaan, Cu Hong-tin terus melompat mundur jauh2, habis itu tanpa berpaling lagi terus lari dalam kegelapan. Tentu saja kakek aneh itu sangat gusar, ia mengaum keras hingga menggema jauh dilembah, ia coba berdiri, tapi kakinya terlalu lemas, kembali ia jatuh ditanah, saking gemasnya kedua tangannya yang panjang besar itu memukul tanah berulang2 hingga menerbitkan suara keras. Tampaknya percuma saja ia memiliki ilmu kepandaian tinggi, karena kedua kakinya lemas bagai tak bertulang, sama sekali
tak bisa berjalan. Sesudah ber-teriak2 aneh beberapa kali, lalu ia merangkak kesamping A Siu. Waktu itu A Siu telah siuman kembali, ia menangis pula sambil merintih kesakitan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ “Jangan takut, nak, jahanam itu sudah kuusir", kata kakek itu sembari mengamatamati A Siu, lalu tanyanya pula : “Kau tinggal digua mana ?” Ketika A Siu melihat orang yang berada di hadapannya sedemikian luar biasa hampir2 ia menjerit kaget, namun kakek aneh itu telah menghiburnya lagi. Lambat laun A Siu menjadi berani, sahutnya kemudian ; “Aku tinggal di Tiok-teng-tong". “He, orang Tiok-teng-tong ?” seru kakek itu seperti sangat senang oleh keterangan A Siu itu. “Pernah kau mendengar cerita bahwa Tiok-teng-tong itu ada seorang aneh yang bernama Lo-liong-thau yang telah diusir kegunung dan kemudian telah menghilang ?" Ia merandek sejenak lalu dengan menghela napas ia menyambung pula : “Tapi, ah, kau masih kecil, tak mungkin kau mengetahuinya.” “Ya, ya, aku pernah mendengar,” kata A Siu tiba2, “Pernah ayah bercerita bahwa Encim Teng-kiu tetangga telah melahirkan seorang bayi aneh yang bersisik, dan kedua lengannya panjang luar biasa, sebaliknya kaki lemas bagai tak bertulang. Encim Teng-kiu tak berani bilang pada orang lain, kuatir kalau orang menyangka bayi itu adalah siluman, maka diam2 membesarkannya sampai tujuh tahun, akhirnya telah diketahui orang luar dan diusir pergi kegunung kangzusi.com, anak itu dipanggil Lo-liong-thau, kata ayah, diam2 ia malah bersahabat dengan Lo-liong-thau itu, maka iapun tidak pernah ceritakan pada orang lain.” “He, ayahmu bernama Kek Pang bukan?" seru kakek aneh itu dengan girang. “Ya, ya, betul," sahut A Siu. “Ah, kiranya kau puteri Kek Pang !" kata kakek aneh itu sembari merangkul A Siu dengan mesra. “Baik2kah ayahmu ?" “Baik,” sahut A Siu mengangguk, “kami bersama-sama berburu kegunung ini, aku menguber seekor kelinci hingga terpencar dengan dia !"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ “Dan dimana Encim Teng-kiu ?" tanya si orang aneh lagi. “Entahlah, mungkin sudah meninggal," sahut A Siu. Orang itu menghela napas terharu, katanya kemudian : “A Siu, akulah Lo-liongthau yang diusir para tetangga kegunung itu.” Mata A Siu membelalak heran, katanya kemudian sambil menggeleng kepala : “Bukan, bukan ! Kata ayah, sesudah Lo-liong-thau masuk gunung, ia telah berubah seekor siluman naga yang mempunyai kepandaian luar biasa".
“Ya, Lo-liong-thau memang berkepandaian tinggi, lihatlah A Siu,” kata orang itu sambil ulur sebelah tangannya mencengkeram sekenanya satu pohon kecil disampingnya, maka terdengarlah suara “krak-krak", batang pohon itu telah kena dipatahkan mentah2. “Hebat sekali, Lo-liong-thau, marilah kau ajarkan kepandaian demikian padaku", seru A Siu terkesima oleh tenaga luar biasa Loliong-thau itu. “Kau adalah puterinya sobatku Kek Pang, tentu saja aku akan mengajarkan kepandaian kepadamu", sahut Lo-liong-thau. “Marilah kau ikut padaku !" Habis berkata, sekali menggelundung, cepat sekali ia telah merangkak pergi jauh, lekasan A Siu menyusulnya berlari-lari. Tidak Iama mereka telah memasuki sebuah gua batu yang diluarnya teraling-aling dua buah batu seakan-akan daun pintu buatan alam. Dalam gua itu ternyata penuh beraneka batu-batu hiasan dinding hingga bersinar gilap ketika tersorot cahaya mutiara dikalungnya A Siu itu. Karuan bocah ini kegirangan, ia bertepuk-tepuk tangan gembira. “Lihatlah lukisan didinding itu !” kata Lo liong-thau.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Ketika A Siu berpaling kearah yang ditunjuk, ia lihat dinding batu itu halus licin selebar lebih dua tombak dan terukir tujuh orang dewasa, ada yang berduduk, ada yang berdiri, yang berjongkok, yang merebah, macam-macam. Dibawah ukiran orang-orang besar itu, dibawahnya ada lagi ukiran yang lebih kecil dan semuanya dilukis dalam berbagai gaya yang tidak sama, malahan ada lagi catatancatatan dengan huruf-huruf kecil. “Apakah itu, Lo-liong-thau ?” tanya A Siu. “Entah,” sahut si orang tua, “aku sendiripun tidak tahu, secara tak sengaja aku terluntang-lantung sampai disini, lalu tinggal menetap disini sampai dua tahun, sesudah memperoleh api, barulah mengetahui di dinding situ ada lukisan, aku menirukan gaya gambar2 itu, beberapa tahun kemudian, diluar ayun tangan, aku telah bisa patahkan satu pohon. Kalau sekarang tinggal disini, bukankah juga dapat mempelajari ilmu kepandaian
saking iseng, dugaan sekali kau ikut aku hebat ini?"
Dengan ragu2 A Siu memandangi dinding itu, tiba2 sahutnya : “Lo-liong-thau, ayahku hendaklah dicari kemari, biar kita bersamasama mempelajari ilmu kepandaian hebat ini, bukankah lebih baik?" “Ya, tentu saja lebih baik," sahut Lo-liong thau. “Tapi pegunungan seluas ini, Lo-liong-thau sendiri tak bisa berjalan, kemana harus mencarinya ?" A Siu tak rewel lagi, ia lihat gua itu sangat menarik, maka ia tinggal disitu bersama Lo liong-thau dan tanpa merasa 12 tahun sudah lampau. Selama itu, seperti halnya Lo-liong-thau, setiap hari A Siu menirukan gaya lukisan di dinding itu untuk belajar, lama2 tubuhnya menjadi
enteng, tenaganya besar luar biasa, nyata kemajuannya tidak terhingga.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Sudah tentu A Siu senang sekali, namun demikian, sebab apa dan ilmu kepandaian apa yang dipelajarinya itu, sama sekali ia tak mengerti. Sama sekali tak tersangka olehnya bahwa lukisan2 yang terukir didalam gua itu sebenarnya adalah dasar2 latihan Lwekang yang maha tinggi tinggalan Siau-yang Cinjin dijaman dahulu yang sudah lenyap dalam dunia persilatan itu, yaitu yang disebut “Siau-yang-chit-kay" atau tujuh kunci dasar latihan Siau-yang. Siau-yang Cinjin itu asalnya adalah seorang tukang kayu, tanpa sengaja dipegunungan sunyi diperolehnya satu kitab Lwekang yang mujijat, dengan giat ia melatih diri beberapa puluh tahun hingga menjagoi dunia persilatan pada jamannya. Ketika merasa hidupnya tiada tandingnya lagi, ia telah menyepi kedaerah Biau serta tinggal didalam gua ini, disini ia menciptakan lagi ilmu Lwekangnya yang meliputi inti sari dari cabang2 ilmu silat lain dan diberi nama “Siau-yang-chitkay". Setiap kunci itu punya 7x7 gerakan, maka seluruhnya menjadi 7x7x7 = 343 gerak tipu. Ketika hari tuanya ia telah mengukir hasil karyanya itu didinding gua, lalu tinggal pergi menghilang tak ketahuan rimbanya. Sungguh sama sekali tak terduga bahwa ilmu luar biasa yang hanya didengar orang Bu-lim, tapi belum pernah dilihat itu, kini bisa diperoleh seorang Biau yang aneh dan cacat serta anak perempuan yang sepele. Kecerdasan A Siu sudah terang jauh melebihi Lo-liong-thau, tapi karena tidak mendapatkan petunjuk dan bimbingan orang pandai, serupa saja, iapun tak paham dimana letak rahasia ajaran menurut lukisan itu. Namun begitu, berkat kegiatannya selama dua belas tahun, beberapa bagian kepandaian Siau-yang-chitkay itupun dapat diperolehnya, dan sedikitnya sudah setingkat dengan jago silat kelas tinggi umumnya. Tahun itu ia baru menginjak umur lima belas, namun cantiknya sudah kentara lain dari yang lain, karena ber-tahun2
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ tinggal digua pegunungan, pakaian yang dikenakan telah berganti dengan kulit binatang, namun begitu makin menggairahkan bagi siapa yang melihat akan gadis jelita ini. Berbareng dengan makin bertambah usianya urusan yang diketahuinya pun bertambah banyak, pengawasan Lo-liong-thau kepadanya pun tidak keras lagi, seringkali ia pergi ngelayap jauh tinggalkan gua itu sampai beberapa hari lamanya. Suatu hari, sudah tiga-empat hari ia tinggalkan Lo-liong-thau, ia terus menuju kedepan. Tiba2 teringat olehnya tempat tinggal ayahnya adalah Tiok-teng-tong, lalu dimanakah tempat itu, kalau ketemukan orang, bukankah bisa menanya ? Dan betapa baiknya kalau bisa pulang menyambangi orang tua ?
Setelah mengambil keputusan itu, segera ia percepat langkahnya kedepan, sampai hari hampir petang, dari jauh tiba-tiba dilihatnya ada asap seperti mengepul dari cerobong rumah penduduk, tak lama lagi, dilihatnya ditepi jalan ada empat-lima orang lagi merubungi segundukan api unggun dan sedang makan rusa panggang. Melihat orang, tentu saja A Siu bergirang. Sesudah dekat, ia lihat seluruhnya ada lima orang. Tiga diantaranya laki-laki berewok semua dan lainnya, yang satu adalah hwesio gendut, sedang satunya lagi seorang lelaki kurus kecil. “Para paman, pergi ke Tiok-teng-tong harus ambil jalan mana ?" segera A Siu menanya. Rupanya kelima orang itu rada kaget ketika mendadak mendengar suara tercengang demi berdiri disitu. bersiul panjang
teguran orang, mereka menoleh berbareng, dan mereka menjadi melihat seorang gadis jelita berpakaian kulit binatang telah Namun sejenak saja, satu diantara laki-laki berewok itu terus seperti lelaki bangor umumnya.
“Ehmmm, alangkah manisnya nona cilik ini, darimanakah kau dara cantik?" segera kawannya menggoda.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ “Ah, kau ini, orang menanya kau, sebaliknya kau menegur ?" ujar temannya yang satu lagi. Sebagai seorang gadis yang masih hijau, sudah tentu A Siu tak paham kata-kata orang yang bersifat rendah, ia masih menantikan jawaban orang sambil membetulkan sedikit pakaiannya, ketika tanpa sengaja mutiara kalungnya itu tertarik keluar hingga memancarkan sinar gemilapan, kelima orang itu menjadi curiga. “He, mutiara mestika seperti ini, masakan dijagat ini ada dua butir ?" seru satu diantara lelaki berewok tadi. “Mana bisa ada dua butir?" sahut silelaki kurus kecil tadi dengan suaranya yang banci. “Lihatlah untaian kalungnya itu begitu indah buatannya, kalau bukan bikinan Ong-lothau, tukang emas kenamaan di Tiangsah yang terkenal itu, siapa lagi mampu membuatnya ?" “Hai, anak dara, dimana Ang Jin-kin berada, lekas kau mengaku!" bentak sihwesio gendut mendadak. A Siu menjadi bingung, ia tidak mengerti mengapa kelima orang itu sedemikian garang kepadanya, ia hanya mengulangi nama “Ang Jin-kin" yang ditanya itu, ia pikir nama ini seperti sudah dikenalnya, tapi siapa dan dimana ia tidak ingat. Karena itu, dengan membelalak ia pandangi paderi gemuk itu. Mendadak Hwesio itu putar2 tongkat paderinya hingga mengeluarkan angin, lalu bentaknya lagi: “Hayo, anak dara, lekas katakan yang benar, dimana adanya Ang Jin-kin ?" “Hai, Hwesio gede," tiba2 silelaki kurus kecil itu menukas,
“caramu begini dan potonganmu bagai raksasa apa takkan bikin takut dara jelita ini ?" “Ya, ya, daripada Siucay kecut macam orang sakit tbc seperti kau, masih berani kau berlagak apa?" sahut si hwesio tak mau kalah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Karuan lelaki kurus kecil itu menjadi gusar. Kiranya ia berjuluk Im-su Siucay atau si sastrawan akherat, walaupun datang berombongan dengan hwesio gemuk yang bergelar Tiat-pi Siansu itu, namun dalam hati mereka sebenarnya saling iri dan bermusuhan. Karena kena diolok2, tentu saja menjadi murka. “Lihatlah ketiga saudara she Tio, keledai gundul ini yang mencari gebuk, bukan aku lm-su Siucay Swe Hiang-ang yang tidak kenal sobat," seru lelaki kurus itu kepada tiga kawannya yang berewok itu. Lalu ia berpaling kepada Tiat-pi Siansu dan mendamprat : “Baiklah, hari ini biar aku memberi hajaran kepada keledai gundul, supaya kau kenal lihaynya orang she Swe!" “Bagus, biar aku pereteli juga tulang2mu yang terbungkus kulit melulu itu !” teriak Tiat pi Siansu murka. Ketiga lelaki berewok itu tidak melerai, sebaliknya mereka mundur semakin jauh supaya mereka berkelahi lebih bebas. Namun begitu, entah sengaja atau tidak, mereka seakan-akan mengurung A Siu ditengah-tengah. A Siu sendiri ter-longo2 melihat kelima orang itu saling bertengkar sendiri. Ia lihat Tiat pi Siansu tinggi besar bagai raksasa, sebaliknya si Im-su Siucay itu kurus kecil, keduanya terang tak setanding. Namun dasar masih kanak kanak, ia menjadi ketarik akan perkelahian yang bakal terjadi itu. Kiranya datangnya kelima orang itu memang bukan tiada maksud tujuan, mereka sama-sama hendak mencari jejaknya seseorang. Cuma satu sama lain hanya lahirnya saja akur, dalam batin setiap waktu bila perlu tidak segan2 menjegal pihak lain. Ketiga lelaki berewok itu terkenal didaerah Hun-lam dengan julukan “Thian-lamsam-say kangzusi.com " atau tiga singa dari Hun lam selatan, yang tertua bernama Tok-jiau-say Thio Jiang, singa bercakar tunggal, kakak kedua bernama Kiu-thausay Thio Seng, singa berkepala sembilan, dan yang terakhir ialah Cui-say-cu Thio Sia, singa mabuk. Kini melihat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Swe Hiang-ang akan saling gebrak dengan Tiat-pi Siansu, kebetulan malah bagi mereka, maka sengaja menonton akan menarik keuntungan dari pertengkaran kedua orang itu. Sementara itu Tiat-pi Siansu sudah membentak : “Nah, Siucay setan madat, lekas keluarkan senjatamu, supaya orang tidak mengatakan aku menghina seorang setan kurus macammu ini!" “Melayani keledai gundul seperti kau, kenapa perlu pakai senjata?" sahut Im-su
Siucay Swe Hiang-ang dengan tertawa dingin. Berbareng itu, pukulan pertama terus dilontarkannya mengarah dada lawan. “Bagus, biar aku mengalah tiga serangan padamu !" sambut Tiat-pi Siansu dengan lincahnya, tubuhnya yang gede gemuk itu telah memutar kesamping dengan cepat sambil tongkatnya diangkat tinggi2, betul juga ia tidak balas menyerang. A Siu menjadi senang melihat pertandingan telah dimulai. Ia lihat cara menghindar si hwesio gendut itu tidak terlalu pintar, kalau saja Im-su-siucay itu terus menubruk maju dan menyusuli hantaman, pasti ia takkan dapat menghindarkan diri. Apa yang dipikirkan oleh A Siu ini adalah ilmu silat tertinggi dalam “Siau-yang-chit-kay" yang lihay, tentu saja hal mana tak mungkin diketahui Im-su-siucay. Dan karena serangan pertama tak kena, segera Im-susiucay melontarkan serangan kedua. Ketika melihat tenaga serangan sekali ini tidak terlalu keras, Tiat-pi Siansu bermaksud membiarkan dirinya dihantam dengan menggunakan ilmu Ngekang, tapi sekilas dapat dilihatnya pada telapak tangan lawan penuh berduri kecil2 dan tajam dengan warna merah tua, ia menjadi terkejut dan lekas mundur kebelakang. Tapi dengan tertawa aneh sekali, lagi2 Im-su-siucay merangsang maju dan sebelah tangannya menggaplok lagi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ keatas kepala hwesio yang gundul. Belum lagi Tiat-pi Siansu berdiri tegak, tiba2 melihat serangan orang yang sayup-sayup membawa angin yang berbau busuk, maka insyaflah dia kalau telapak lawan tentu berbisa. Kalau sampai kena berkenalan dengan tangan orang, pasti kepalanya akan berlubang seperti sarang tawon oleh duri2 ditangan orang. Maka tak terpikir lagi olehnya apakah kata-katanya akan mengalah tiga kali serangan itu sudah habis belum, sekali tongkatnya mengetok ketanah, mendadak senjata itu terus membal keatas, secepat kilat ujungnya menyodok ketelapak tangan lawan sambil berteriak : “Cara turun tanganmu terlalu keji, jangan kau salahkan aku tak pegang janji, Siucay kecut!" Walaupun Hwesio gendut ini tampaknya urip, tapi lucu-lucu “ngong-tit", atau geblek-geblek jujur. Dengan serangannya yang lihay yang disebut “ting-thian-lip-te" atau berdiri di bumi menyundul langit, kalau sampai Im-su-siucay Swe Hiang-ang kesodok, pasti dadanya akan amblek berlubang. Tapi disaat berbahaya itu, sempat Swe Hiang-ang merosot kesamping hingga sodokan tongkat Tiat-pi Siansu mengenai tempat kosong. Sebaliknya begitu turun ketanah, mendadak Im-su-siucay berjongkok, kedua kakinya terus menyepak. Karena serangannya tadi luput, Tiat-pi Siansu lagi melengak, maka depakan musuh tak sempat dihindarinya, pahanya telah kena hingga tubuhnya ter-huyung2 mundur, dan akhirnya jatuh terlentang dengan muka pucat sambil ber-kaok2 kesakitan. Ketika ia meraba pahanya, ternyata tangannya berlumuran darah.
“Hm, keledai gundul, sekarang sudah kenal kelihayan tuanmu belum?" jengek Im-su-siucay menyindir. Tiat-pi Siansu sesungguhnya tidak mengerti cara bagaimana pahanya bisa terluka, hanya kena didepak saja. Begitu pula A Siu yang menyaksikan itupun merasa bingung, hanya Thian-lam-samsay saja yang tahu bahwa diujung sepatu Im-su-siucay itu dipasang pelat baja yang sangat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ tajam, tentu saja daging paha musuh yang tertendang takkan tahan. Tapi Tiat-pi Siansu masih merasa penasaran, cepat ia merangkak bangun, ia angkat tongkatnya lagi, tanpa bicara terus mengemplang dengan tipu “Thay-san-ap-teng" atau gunung raksasa menindih kepala. Betapapun lihaynya Im-su-siucay, tak nanti ia berani menangkis serangan hebat ini, apalagi ia bertangan kosong, terpaksa cepat berkelit kesamping. Dan saking bernafsunya kemplangan Tiat-pi Siansu itu hingga sebuah batu kena dihantam remuk, tangan sendiri yang berasa kesemutan, malah luka pahanya tadi ikut2 kesakitan lagi. Karuan kesempatan bagus ini digunakan Im-su-siucay dengan baik untuk menubruk maju dari samping terus menggablok kepundak lawan. Maka terdengarlah teriakan Tiat-pi Siansu terus terguling ketanah. Waktu Im-susiucay periksa tangannya, ternyata telapak tangannya sudah berlepotan darah. Kiranya tangan Im-su-siucay itu terkenal sebagai “Sian-jing-ciang" atau tangan dewa alias tangan kaktus, yaitu memakai kaos tangan dari kulit landak yang berduri. Tentu saja pundak Tiat-pi Siansu yang kena dihantam itu seketika bertambah berpuluh lubang2 kecil dan jatuh “knock-out", ia menggereng kesakitan, tapi tak berani merangsang maju lagi, melainkan dengan mata mendelik memandangi lawan yang licik itu. Melihat Tiat-pi Siansu telah kalah kena hantamannya, Swe Hiang-ang menjadi jumawa seperti ayam jago yang habis mendapat kemenangan, dengan sinar mata sombong yang tiada takeran ia mengerling pada Thian-lam-sam-say hingga yang tersebut belakangan ini merasa kebat kebit. “Ha, ilmu kepandaian Swe-toako memang benar hebat!" kata Thian-lam-sam-say setengah mengejek.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ “Hm, bila kalian ingin coba2, boleh tunggu nanti!" sahut Swe Hiang-ang dengan angkuhnya. Habis ini ia berpaling kepada A Siu dan membentak : “Bocah, hayo katakanlah, dari manakah kau peroleh mutiara yang kau pakai itu?"
A Siu melengak oleh teguran itu, ia lihat wajah Im-su-siucay yang kurus bengis itu lagi memandang padanya dengan sinar mata jahat, ia menjadi muak rasanya. “Mutiara ini pemberian Jing-koh", sahutnya kemudian sambil melengos. Sudah tentu Im-su siucay tidak pandang sebelah mata pada seorang gadis desa seperti A Siu, dengan suara keras ia membentak pula: “Siapa Jing-koh ? Dia berada dimana ? Lekas katakan!" A Siu mengkerutkan keningnya, lalu katanya : “Kenapa kau begitu galak, aku justeru tak mau katakan," sahutnya kemudian. Im-su-siucay menjadi murka. “Budak kurang ajar!" bentaknya, terus melesat maju. Tangannya diangkat terus hendak mencengkeram kemuka si gadis. “Hai, Im-su......." bentak Thiam-lam-sam-say hendak mencegah. Tapi belum sampai ucapannya habis, tahu2 bukannya A Siu yang kena dicengkeram, tapi Im-su-siucay sendiri yang terpental pergi bagai layangan yang putus benangnya, hingga tepat terbanting disampingnya Tiat-pi Siansu. Kalau tadi Im-su-siucay masih mentah2 bersitegang, siapa tahu sekarang ia sendiri menggeletak juga ditanah sambil meng-gereng2. Thian-lam-say-say dan Tiat-pi Siansu menjadi bingung menyaksikan itu. Tapi segera Tiat pi Siansu ter-bahak2 juga, “Bagus, sekarang kaupun tahu rasa !” serunya sembari merangkak bangun terus balas menyepak ketubuh Im-su-siucay hingga sasaran ini terpental pergi setombak lebih.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Dalam keadaan terluka kena Lwekang yang dilontarkan A Siu tadi, dengan sendirinya Im-su-siucay tak dapat menghindari depakan si hwesio itu, malahan Tiat-pi Siansu merangkak bangun hendak menambahi sekali tendang lagi untuk melampiaskan rasa dongkolnya tadi, namun keburu diteriaki A Siu. Tiat-pi Siansu menjadi gusar mendengar ada orang berani merintangi perbuatannya, segera ia hendak memaki, tapi mendadak teringat olehnya bahwa robohnya Im-susiucay itu justeru disebabkan anak dara itu, jika dirinya berani-berani memakinya, mungkin akan celaka juga. Karena itu ia menjadi terheran-heran. Melihat Hwesio yang tolol2 lucu ini, A Siu menduga orang tentu tidak berjiwa jahat, segera ia hendak maju mengajak bicara pula. “Jangan lari !" bentak Thio Seng mendadak. Habis itu bertiga saudara mereka lantas merubung kedepannya A Siu. A Siu menjadi dongkol kebebasannnya dirintangi. “Kalian mau apa?" bentaknya kemudian. “Apakah nona anak muridnya Bwe-hoa-siancu Ang Jin-kin
?" tanya Thiam lam-sam-say itu. “Entahlah, aku tidak kenal Bwe-hoa atau Thoa-hoa," sahut A Siu. “Lekas minggir !” Akan tetapi Thian-lam-sam-say itu malah mendesak lebih dekat. Sesudah saling memberi tanda, mendadak Tok-jiau-say Thio Jiang, singa bercakar tunggal, mendadak ulur tangan terus mencakar ke lehernya A Siu hendak menarik kalung mutiara yang dipakainya itu. Melihat kekurang ajaran orang, A Siu sangat mendongkol, sekenanya ia tangkis serangan orang. Dengan tipu “Tok-jiau-kim-liong" atau cakar tunggal menawan naga, tujuan Thio Jiang ialah hendak mengarah mutiara dileher orang, tapi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ karena tangkisan A Siu itu, maka cengkeramannya itu menjadi kena ditangan si gadis. Melihat A Siu kecil mungil, lengannya kecil bagai batang kayu, sebaliknya lengannya Thio Jiang hitam lebat dengan bulunya yang panjang-panjang, pula besar kuat penuh otot, setiap jarinya saja hampir sebesar lengan si A Siu, kalau sampai kena dicengkeram, sungguh entah bagaimana jadinya ? Demikian pikir Tiat pi Siansu, maka ia merasa penasaran, segera berteriak : “Tok jiau say, jangan kau agulkan lenganmu yang lebih besar!" A Siu tersenyum sambil melirik kearah Hwesio itu, ia pikir hati paderi dogol ini ternyata memang betul tidaklah jahat. Pada saat itulah kelima jari tangan Thio Jiang sudah kontak dengan lengannya, cepat ia keluarkan tenaga dalamnya hingga Thio Jiang tergetar pergi seakan-akan kena aliran listerik. Thio Jiang terkejut, ia bingung pula akan kepandaian A Siu itu, ia masih penasaran, sekali membentak, kembali ia mencengkeram lagi keatas kepala si gadis. Diam2 A Siu mendongkol akan kebandelan lawan, sekali ini tak ia beri ampun lagi, sekonyong-konyong ia samber tangan orang terus disengkelit pergi hingga tubuh Thio Jiang yang besar terlempar keudara. Melihat saudara mereka bakal kebanting mati, cepat2 Thio Sia dan Thio Seng berlari-lari hendak menyanggapi badannya Thio Jiang. Di luar dugaan kangzusi.com, tenaga yang dipakai A Siu tampaknya enteng, tapi sebenarnya sangat besar, ketika tubuh Thio Jiang dapat mereka tangkap, mereka berdua ikut terguling juga ditanah. Karuan yang paling geli adalah Tiat-pi Siansu, ia tepuk tangan bersorak tertawa. “Bagus, bagus, tiga ekor singa kalah dengan seekor kucing!" serunya ter-bahak2.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ “Dan kau bagaimana, kau takluk padaku tidak?" tanya A Siu mendadak kepada Tiatpi Siansu dengan tertawa-tawa.
Tiat-pi Siansu melengak. “Takluk?" ia menegas. Tapi segera iapun geleng2 kepala : “Ah, tidak, tidak!" Tiba2 A Siu menghampiri Tiat-pi Siansu hingga tubuh mereka satu sama lain seperti anak kecil berhadapan dengan raksasa saja. Tanpa bicara A Siu terus ulur jari tengahnya menutuk pelahan ke “Hoa-kap-hiat" didada orang. Ilmu kepandaian A Siu diperoleh dari menirukan gambar2 Siau-yang-chit-kay sebanyak tiga ratus empat puluh tiga jurus dalam gua itu, ia hanya tahu cara menggunakannya, tapi tidak mengerti bahwa “Hoa-kap-hiat" yang ditutuknya itu adalah salah satu jalan darah terpenting ditubuh manusia, dengan Lwekangnya, kalau sampai kena, dapat diduga Tiat-pi Siansu akan melayang jiwanya. Tapi jelek2 Tiat-pi Siansu adalah “keluaran" Siau-lim-si, karena tololnya serta tak taat pada pantangan2 perguruan, maka ia diusir. Sudah tentu dalam pengertian ilmu silat ia lebih paham daripada A Siu. Ketika tiba2 merasa dadanya seakan2 diseruduk suatu tenaga yang maha besar. Karuan ia terkejut, cepat ia hendak berkelit, tapi sudah terlambat, terasa sebuah tulang iganya kena tertutuk patah hingga Tiat-pi Siansu terhuyung-huyung kebelakang dengan muka pucat. “Ah, Toahwesio telah terluka bukan?" tanya A Siu cepat. “O, tak........tak apa, hanya luka sedikit, aku takluk sudah," sahut Tiat-pi Siansu dengan menahan sakit. Menyaksikan itu, barulah sekarang Thiam lam-sam-say dan Im-su-siucay Swe Hiangang insyaf bahwa nona jelita yang mereka hadapi itu sebenarnya memiliki ilmu kepandaian luar biasa, tanpa bicara lagi, Thian-lam-sam-say yang lukanya enteng terus merangkak bangun dan kabur pergi. Begitu pula Swe Hiang-ang, walaupun dengan rasa sayang, iapun larikan diri.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ A Siu tak urus mereka, sebaliknya ia merasa menyesal telah melukai sihwesio gede itu maka tanyanya : “Toahwesio, apakah lukamu parah ?" Dasar wataknya Tiat-pi Hwesio memang tolol jujur, terhadap kepandaian A Siu, sekarang ia sudah menyerah benar2, sahutnya : “Ah, tidak, luka patah tulang ini sedikit hari saja akan baik." “Toahwesio, apakah orang2 tadi adalah kawanmu, kenapa mereka hendak merampas mutiaraku ini ?" tanya A Siu tiba2 dengan heran. “Ya, mutiara mestika yang kau pakai itu sesungguhnya tak ternilai harganya, tapi bukan maksudku hendak mengincarnya," sahut Tiat-pi Siansu. “Aku hanya ingin mencari tahu jejak seseorang yang bernama Ang Jin-kin, yaitu pemilik asal dari mutiaramu itu." Mendengar ini A Siu menjadi teringat pada peristiwa dua belas tahun yang lalu ketika Jing-koh memberikan kalung mutiara itu padanya, tatkala mana orang seperti perkenalkan diri bernama Ang Jing-kin, pantas ketika tadi mendengar nama
itu disebut, ia merasa seperti sudah kenal. Dan sekali ingat akan itu, segera ia menjadi ingat juga kejadian diwaktu kecilnya ketika kesasar dipergunungan itu. Maka tuturnya kemudian : “Ya, benar, Toa hwesio, bibi yang memberi mutiara ini memang bernama Ang Jing-kin, ada apakah kau hendak mencarinya ?" “Ceritanya terlalu panjang," kata Tiat-pi Hwesio, “orang Bulim yang hendak mencarinya bukan aku saja, tapi masih sangat banyak. Dia bersama suaminya sudah menghilang dua belas tahun tapi dua macam pusaka dipuncak Kim-teng-san diwilayah Kuiciu diketahui dibawa oleh mereka suami isteri!” A Siu menjadi bingung oleh cerita itu, ia menjadi ketarik dan menanya lebih jelas. Tapi dasar Tiat-pi Siansu tidak pandai bicara, setelah melantur2 kalang kabut, akhirnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ barulah A Siu dapat menangkap maksud kedatangan mereka berlima itu adalah karena ingin mencari jejaknya Bwe-hoa-siancu Ang Jing-kin bersama suaminya, Sam-siangsin-tong Siang Hiap. Kiranya pada dua belas tahun yang lalu pada saat Chit-bok-Lo-sat Ki Teng-nio lagi bersemedi, Ang Jin-kin dan Siang Hiap telah menggerayangi tempat kediamannya dan dapat menggondol lari dua macam pusaka. Ki Teng-nio itu adalah tokoh terkemuka dari aliran sesat, baru saja ia selesai menjalankan tirakatnya lantas mengetahui pusakanya dicuri orang, akibatnya darah naik dan badan lumpuh, yaitu dalam istilah silat disebut “Cau hwe-jip-mo" atau api membakar diri sendiri. Dengan badan lumpuh sudah tentu ia tak bisa menguber musuh, sampai siapa pencurinya ia pun tidak tahu. Kemudian dikalangan Kangouw lantas tersiar kabar bahwa pernah orang melihat ada empat orang berkedok telah menguber Bwe-hoa-siancu dan Sam-siang-sin-tong berdua sampai kedaerah perbatasan diwilayah suku Biau. Sejak itu pula empat orang berkedok dan suami istri Bwehoa-siancu menghilang juga. Sedangkan diantara orang2 Kangouw yang terkenal dari lapisan Hek-to hanya tiga orang saja yang ikut lenyap, yaitu yang terkenal dengan Bong-san sam-sia atau tiga momok dari gunung Bong. Karena itu, lantas orang menyangka Bong-san-samsia dapat mencium bau bahwa pada diri Bwe-hoa-siancu berdua ada menggondol pusaka orang maka mereka terus menguber dan akhirnya samasama lenyap didaerah Biau. Namun orang2 berkedok itu seluruhnya ada empat orang, lalu kecuali Bong-san-sam-sia, siapa lagi yang seorang itu ? Sebenarnya ayahnya Bwe-hoa-siancu Ang Jing-kin adalah pendekar besar diwilayah barat Ohlam, pergaulannya luas dengan segala lapisan dan golongan. Walaupun Samsiang-sin-tong Siang Hiap resminya adalah anak menantunya tapi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Siang Hiap sejak kecil sudah pintar dan cerdas luar biasa, makanya mendapat
julukan “Sin-tong" atau anak sakti. Tidak heran kalau sang mertua memandangnya bagai anak sendiri. Ketika mendengar puteri kesayangan dan menantunya itu lenyap berbareng, pernah juga orang tua itu mencarinya jauh ketanah Biau ini, tapi sayang hasilnya nihil, malahan setahun kemudian, seluruh isi keluarganya telah dibunuh musuh hingga bersih, hanya puteri satu2nya Ang Jing-kin yang nama kecilnya disebut Siau Yan yang berhasil lolos, tapi kemana perginya juga tidak diketahui. Sedari itu, sang waktu lewat dengan cepatnya, sekejap saja dua belas tahun sudah lalu. Namun orang2 Bu-lim masih belum melupakan dua macam pusaka milik Ki Tengnio yang dibawa Ang Jing-kin itu, maka tidak pernah berhenti orang berusaha mencari jejaknya Ang Jing-kin, cuma semuanya harus pulang dengan kecewa atau mati menjadi korban binatang berbisa ditanah Biau ini. Begitu pula maksud kedatangan Tiat-pi Siansu berlima itu, tiada lain juga serupa saja. Nyata cerita ini serba baru semua bagi A Siu, sama sekali tak terduga olehnya bahwa di dunia ini masih begitu luas serta penuh manusia-manusia kejam. Ia merenung sejenak, kemudian katanya : “Jika sejak masuk gunung, Jing-koh tak pernah keluar lagi, lalu bagaimana dengan suaminya ? Lapat2 aku masih ingat Jing-koh datang bersama seorang lelaki berkerudung katanya lelaki itu terluka, harus disembuhkan dengan dua macam obat apa yang aku tidak ingat lagi, mereka lantas berpisah sejak itu dan akupun terpencar dengan dia selama dua belas tahun tinggal dipegunungan." “Nona.......nona tinggal selama dua belas tahun didalam gunung, apakah tak pernah berjumpa pula dengan Ang Jin-kin?" tanya Tiat-pi Hwesio ragu2, semula ia bermaksud menanya kepandaian A Siu dipelajari dari siapa, tapi tidak jadi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ “Tidak, akupun tidak tahu kalau dia masih tertinggal digunung, tapi sekarang aku harus mencarinya," ujar A Siu. “Biar aku ikut," seru Tiat-pi Hwesio. “Tapi bagaimana dengan lukamu ?" “Asal nona suka menolong, sedikit turun tangan saja, pasti lukaku akan baik!" “Betul ?" A Siu menegas dengan mata membelalak. “Ya, dengan Lwekangmu yang tinggi itu, tidak sulit rasanya lukaku hendak disembuhkan," kata Tiat-pi Hwesio. Walaupun sebenarnya Lwekang A Siu sudah mencapai tingkatan jago kelas satu, tapi ia sendiri hakekatnya tidak mengerti. Maka katanya : “Bagaimana caranya, coba kau ajarkan padaku!" Tiat-pi Hwesio menjadi heran dan melongo oleh sahutan si gadis. Ia tutuk punggungnya sendiri dan berkata : “Tempelkan telapak tanganmu disini dan kerahkan tenaga dalammu !" A Siu menurut. Ketika tangannya menyentuh punggung
Tiat-pi Hwesio dengan sendirinya timbul semacam tenaga perlawanan dari tubuhnya, sekejap saja beberapa jalan darahnya yang tadinya buntu kini tiba2 menjadi tembus. Kiranya Tiat-pi Hwesio ini berhenti setengah jalan dan diusir dari Siau-lim-si, maka kepandaian yang masih dapat diandalkan olehnya adalah ilmu Gwakang, kini dengan bantuan A Siu, tanpa merasa tenaga dalamnya bertambah banyak hingga merupakan dasar latihan Lwekangnya dikemudian hari, karuan girangnya tidak kepalang sampai ia bersuara gembira. Menyangka orang sudah sembuh seluruhnya, A Siu telah tarik kembali tangannya. Tiba2 pikiran Tiat-pi Hwesio tergerak, mendadak ia menjura terus memberi sembah kepada A Siu dan katanya : “Nona,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ meski usiamu lebih muda dariku, tapi aku mohon kau suka menerima aku sebagai Toute (murid)!" A Siu melengak, ia tidak paham maksud orang, tanyanya : “Apakah Toute itu ?" Dengan ter-heran2, Tiat-pi Hwesio mendongak memandang si gadis, pikirnya, semua orang suka bilang aku tolol, tapi gadis ini ternyata lebih tolol dari padaku. Namun begitu tak berani diucapkannya, hanya sahutnya : “Artinya aku mengangkat nona sebagai suhu!" Tapi A Siu masih tidak paham apa Suhu, apa Toute segala. Maka Tiat-pi Hwesio coba menerangkan : “Aku panggil nona Suhu dan nona sebut aku Toute." Mau tak mau Tiat-pi Hwesio garuk2 kepala, sebab ia sendiri merasa sulit juga untuk menerangkan. “Lalu Suhu mengajarkan kepandaian kepada toute dan toute akan menurut segala perkataan Suhu. Suhu suruh toute melakukan apa, toute lantas menurut," sahutnya kemudian. A Siu menjadi gembira. “Ya, tahulah aku sekarang. Baiklah, aku menjadi suhumu!" katanya tertawa. Tanpa disuruh lagi Tiat-pi Hwesio terus menjura memberi hormat sambil memanggil Suhu. Kedua orang ini yang satu adalah Hwesio tolol, yang lain adalah nona cilik yang kekanak-kanakan, maka tidak heran apapun dapat terjadi. Namun demikian ada baiknya juga bagi Tiat-pi Hwesio hingga kelak ia dapat mempelajari ilmu Lwekang yang tinggi dari A Siu.
“Toute, daripada kita nganggur, marilah kita pergi mencari Jing-koh," kata A Siu kemudian. Sudah tentu Tiat-pi Hwesio mengia. Segera mereka berdua kembali kejalan pegunungan itu. Sedapat mungkin A Siu ingin meng-ingat2 masa dahulu ketika dirinya dipanggul dipundak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ ayahnya pergi mencari obat bersama Jing-koh dan tempat mana yang telah didatanginya. Namun ia tidak ingat lagi, hanya samar2 masih ingat pernah menguber2 kelinci hingga akhirnya ditolong Lo-liong-thau ketika seorang lelaki hendak mencelakai dirinya. Begitulah mereka terus menjelajahi lereng pegunungan itu hingga dua hari, tapi tiada sesuatu yang mereka ketemukan, tapi sudah dekat dengan gua kangzusi.com tempat tinggal Lo-liong-thau itu, A Siu pikir kenapa tidak pulang dulu untuk menanyakan orang aneh itu, mungkin ia masih ingat cara bagaimana dahulu menemukan dirinya. Sesudah ambil keputusan, segera Tiat-pi Hwesio diajaknya kesana. Dari jauh sudah tampak Lo-liong-thau lagi duduk didepan gua sambil melongak-longok, dan begitu melihat A Siu segera orang tua itu berteriak aneh : “A Siu, kemana saja kau ngelayap sampai hari ini baru pulang?" Sudah tentu Tiat-pi Hwesio tidak paham apa yang dimaksudkan kata2 orang dalam bahasa Biau yang ngawur itu, ia menyangka A Siu sedang dimaki, maka dengan mata mendelik ia membentak: “Hai, kau setan alas ini, berani kurang ajar pada Suhuku !" tanpa pikir lagi ia mendekati dengan langkah lebar, begitu tongkatnya diangkat, mendadak ia mengemplang kepala orang. Tapi Lo-liong-thau seperti tidak menghiraukannya, masih katanya dengan gusar : “A Siu, siapakah orang ini ? Kenapa kau membawa kemari ?" Habis itu, baru cepat ia mengulur tangannya memapak tongkat sihwesio yang sementara itu sudah hampir berkenalan dengan kepalanya. Sekali tangkap dan ditarik, tahu2 tubuh Tiat-pi Hwesio menyelonong kedepan. Karena inilah baru Hwesio tolol itu insyaf orang Biau yang aneh ini ternyata jauh lebih lihay daripada si A Siu, lekas2 ia kendorkan cekalannya dan menyusul terdengarlah suara “krak", tongkatnya telah patah ditekuk orang aneh itu. Saking terkejutnya sampai Tiat-
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ pi Hwesio mencelat mundur pula setengah mengumpet dibelakang A Siu. Cepat A Siu mendekati Lo-liong-thau, Tiat pi hendak ikut maju, tapi mendadak terasa suatu tenaga maha besar telah mendorongnya dibarengi dengan bentakan Loliong-thau :
“Kau enyah keluar sana !" seketika tubuh Tiat-pi Hwesio terhuyung2 mundur setombak lebih. “Toute jangan takut, memang beginilah watak Lo-liong-thau, kau tunggu dulu diluar situ," kata A Siu. Sudah tentu Tiat-pi Hwesio tak berani membantah, dengan mata membelalak heran ia mundur lagi beberapa tindak. Selama dua belas tahun ini, sudah tentu kepandaian Lo-liong-thau bertambah tinggi lagi daripada dulu. Sekali tangannya menahan ditanah segera tubuhnya menerobos kedalam gua dan disusul A Siu dengan cepat. Tapi A Siu menjadi heran ketika sudah berada didalam gua, ternyata disitu sudah bertambah seorang nenek. “Siapakah dia, Lo-liong-thau ?" “He, kenapa orang sendiri kau tak kenal lagi!" ujar Lo-liong-thau dengan tertawa. Tiba2 nenek itu berbangkit sambil mengamati-amati A Siu. “Ai, kau benar2 A Siu, betapa rindunya ibumu akan dirimu," serunya dengan girang. “Nenek, kau. ......" “Aku adalah Tiat-hoa-popo, masakan kau tidak ingat lagi ?'' potong nenek itu sebelum A Siu menanya. Tapi sesungguhnya A Siu tidak ingat siapakah gerangan Tiat-hoa-popo ini, maka ia rada kesima. “Ibu Lo-liong-thau, nini Teng-kiu adalah adik perempuanku, waktu kau masih kecil, sering juga aku menggendong kau." ujar nenek itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Samar2 A Siu coba mengingat masa dulu memang seperti ada seorang nenek seperti ini, maka dengan girang serunya : “Ah, tentunya ayah dan ibuku juga baik2 bukan? Aku tadinya hendak pulang menjenguk mereka, tapi sampai tengah jalan telah putar balik......." “Ai, ibumu saking berduka ditinggal pergi ayahmu, lalu jatuh sakit dan sudah meninggal tahun yang lalu,” sela Tiat-hoa-popo dengan menghela napas. “Apa, ibuku sudah meninggal ?" A Siu menegas dengan sedih. “Jika begitu, terang ayahku tidak pernah pulang? Tentu Jing-koh juga benar2 masih berada ditengah gunung!" “Jing-koh siapa ?" tanya sinenek. “Ialah wanita yang minta ayahku membawanya kegunung
dahulu itu," sahut A Siu. “Ya, ingatlah aku," kata Tiat-hoa-popo. “Gara2 kedua orang asing itu, sekeluargamu jadi morat-marit. Sesudah suaminya ditinggal pergi dirumahmu dan memesan agar kain kerudung suaminya itu jangan dibuka. Siapa duga, suatu kali ibumu kurang hati2 hingga menyingkap kainnya itu, ibumu berteriak kaget, sebab muka lelaki itu sudah tidak berwujut manusia lagi, tapi penuh dengan darah kering dan bernanah pula. Mendengar jeritan ibumu, lelaki itupun terus meloncat bangun dan berlari pergi entah kemana. Orang sama berkata bahwa kedua orang asing itu adalah siluman yang sengaja datang hendak mencelakai sekeluargamu." A Siu ter-mangu2 sejenak, dalam hati ia pikir tidaklah mungkin orang baik seperti Jing-koh itu, tak nanti mencelakai keluarganya. “Kalau bukan Tiat-hoa-popo kesasar jalan digunung dan dapat kupergoki tanpa sengaja, mungkin kita belum lagi tahu bahwa pemilihan Seng-co dari tujuh puluh dua gua suku kita segera akan diadakan dua tahun yang akan datang," kata Loliong-thau kemudian.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ A Siu terkesima tidak paham tentang Seng-co apa segala. Maka Tiat-hoa-popo telah berkata lagi : “Ya, sekali ini mungkin bintang suku kita sudah mulai terang hingga terdapat dua orang kalian. Dengan kepandaianmu, Lo-liong thau, rasanya kedudukan Seng-co kita takkan jatuh ditangan bangsa Han lagi!" “Tapi akupun takkan menjadi Seng-co," sahut Lo-liong-thau sesudah memikir sebentar. “Jika ingin kedudukan Seng-co tidak jatuh ditangan bangsa lain, rasanya A Siu yang dapat memenuhi kewajiban itu." Sudah tentu A Siu tidak peduli tentang “Seng-co" apa segala dan betapa artinya kedudukan itu bagi bangsa mereka. “Ya, A Siu sibocah ini memang sejak semula orang menyangkanya punya rejeki besar, kini ternyata memiliki kepandaian tinggi, tentu saja kita sangat bersyukur," kata Tiat-hoa-popo kemudian. “Baiklah, dua tahun lagi, kalau waktunya sudah dekat, bolehlah kau kemari lagi," kata Lo-liong-thau. Tiat-hoa-popo mengiakan dan sejak itu sering ia datang menjenguk Lo-liong-thau. Cuma terhadap pertemuan mereka ini yang selamanya tak pernah diceritakannya kepada orang lain. Sebaliknya Tiat-hoa-popo sendiri juga tidak sedikit memperoleh faedah dari “Siau-yang chit-kay" yang terukir didalam gua itu hingga menjadikannya diindahkan suku bangsanya serta diangkat se-akan2 pemimpin mereka. “A Siu," kata Lo-liong-thau kemudian, “rasanya sudah tibalah waktunya kita menghadapi hari2 bahagia. Sesudah kelak kau menjabat Seng-co, hendaklah datang membawa aku kembali kerumah. Maka Hwesio gede tadi lekaslah kau enyahkan." -o0dwkz*hendra0o-
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Jilid 6 “LO-LIONG-THAU, Toahwesio itu sudah mengangkat guru padaku, rasanya ia pasti akan turut perintahku," sahut A Siu, dan sesudah merandek sejenak, tiba2 ia menanya tentang kejadian dahulu dan tempat dimana ia diketemukan orang aneh itu. “Kejadian sebenarnya aku sendiri tidak tahu,” ujar Lo-liong-thau, “tapi tempat kutemukan kau adalah dibukit sebelah sana yang tidak jauh dari sini.” Tanpa bicara lagi segera A Siu berlari pergi sembari menteriaki Tiat-pi Hwesio. Kemudian ia berpaling melambaikan tangan kepada Lo-liong-thau dan berseru : “Lo-liong-thau, aku ingin pergi lagi untuk beberapa lamanya akan mencari tahu jejaknya Jing-koh !” Dengan sendirinya Lo-liong-thau tidak tahu siapa Jing-koh itu, dia hanya gelenggeleng kepala melihat kelincahan si gadis itu. Sementara itu Tiat-pi Hwesio terus saja menyusuli A Siu dengan kencang, sesudah melintasi suatu bukit, A Siu coba membayangkan kejadian masa dahulu, tapi sama seperti sudah tak teringat olehnya, hanya lapat-lapat seperti ada air disuatu tempat yang dapat dibuat patokan olehnya. “Toute, ternyata Jing-koh itu benar-benar tidak pernah kembali kepada suaminya yang ditinggalkan itu dan katanya mukanya penuh darah, entah apa sebenarnya yang sudah terjadi, masakan mereka benar-benar jelmaan siluman?" tanya A Siu ditengah jalan. “Siluman? Mana mungkin," sahut Tiat-pi Hwesio. “Menurut kabar orang Kangouw katanya mereka kena dipedayai Bong-san Sam-sia yang mahir menggunakan racun itu, dan Sam-siang-sin-tong Siang Hiap terkena racun jahat, maka isterinya, Ang Jingkin tidak kenal jeri payah menyingkir kedaerah Biau ini dengan maksud mencari obat."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Tempo hari A Siu sudah mendengar sedikit tentang Ang Jing-kin dan suaminya itu, maka dia menjadi ketarik akan kisah-kisah Bu-lim, kembali dia tanya : "Toute, cobalah ceritakan sedikit tentang jago2 silat yang menarik diantara bangsa Han kalian.” Benar Tiat-ti Hwesio seorang dogol tapi pengalamannya di Kangouw sesungguhnya cukup luas. Maka dia menjadi bangga diminta oleh sang guru agar bercerita, segera dia memulai dengan dirinya sendiri yang tidak lupa dibumbu-bumbui dan ditiup2 setinggi langit sampai A Siu ter-senyum2 geli tapi tak mencelanya. Kemudian Tiat-pi menceritakan tentang Jing-lingcu dari Heng-san yang katanya sebatang pedangnya tiada tandingan dikolong langit, tentang dua paderi wanita dari puncak emas Go bi-san yaitu Sian-hoat Suthay dan Biau-in Sut-hay yang mahir ilmu "Ji-lay-it-ci” atau jari tunggal Budha dan pernah menaklukan delapan iblis terkenal di Jing-le-kok lalu tentang betapa lihaynya Thi-thau-o dari Ngo-tay-san yang atos kepalanya, tentang kelakuan Thong-thian-sin-mo Jiauw Pek-king yang tak terkekang, tapi ilmu silatnya tiada bandingan hingga tiga saudara she ln dari Holan yang terkenal dengan ilmu pukulan geledek kena ditundukan dan tentang
tokoh kenamaan didaerah Kang-lam, Tai-lik-sin Tong Po yang takut bini, tentang Chit-bak-losat Ki Teng-nio dan sumoynya Li-giam-ong To Hiat koh yang kejam tak kenal ampun. Serentetan kisah yang aneh2 dan Iucu2 telah diceritakannya hingga A Siu terlongong2 saking ketarik. Dan tanpa merasa haripun sudah petang. Dibawah sebuah pohon besar mereka duduk mengaso buat lewatkan sang malam, A Siu duduk bersila bersemadi menurutkan ukiran yang dipelajarinya dari gua, iapun memberi beberapa petunjuk seperlunya kepada Tiat-pi Hwesio hingga tidak sedikit manfaat bagi paderi itu. Besok paginya mereka melanjutkan perjalanan, tapi tidak jauh tiba2 mereka mendengar gemerciknya air, A Siu menjadi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ girang, serunya, “Hei, air, air air ! Ya, mungkin suatu sungai kecil, ya, ya, sungai kecil dan aku diletakkan ketanah oleh ayah ditepi air itu !" Segera A Siu mendahului berlari kedepan, tapi sudah dekat sungai itu masih tidak tertampak, setelah menerobos sebuah sela2 batu, tiba2 pandangan didepan terbeliak, sebuah sungai kecil mengalir dengan airnya yang bening menyusur sebuah lembah yang sekelilingnya terkurung oleh tebing2 curam. Perlahan-lahan A Siu menyusur tepi sungai itu, sampai suatu tempat, tiba2 ia berkemak-kemik: “Ya, ya, ini tempatnya ayah meletakkan aku ketanah." Pada saat itulah tiba2 Tiat-pi Hwesio di belakangnya telah berseru : “Hai, Suhu, apakah yang berada disamping kakimu itu ?" Waktu A Siu menunduk, dia menjadi kaget. Ternyata tidak jauh dari tempat berdirinya situ ada kerangka tengkorak yang utuh seperti tengkurap ditepi sungai. Segera Tiat-pi mendekati kerangka tulang itu dan memeriksanya, tiba2 ia berseru lagi : “Eh, pada tulang orang ini bersemu warna hitam, terang mati keracunan. He, disini ada lagi sepotong lencana emas segi tiga !" Mendengar ada lencana emas disitu, hati A Siu tergerak. Sebab ia masih ingat diwaktu kecilnya pernah memainkan sepotong lencana emas milik ayahnya yang biasanya dipakai sebagai jimat untuk menolak gangguan. Maka cepat ia minta lencana itu dari Tiat-pi Hwesio. Ia lihat diatas benda itu terukir seekor ayam jago yang lagi berkokok, terang sudah ia memang benar barang ayahnya dahulu, tanpa merasa ia mengeluh : “O, ayah, jadi kau telah meninggal keracunan disini!" Mendengar kerangka tulang itu adalah ayah si gadis, tiba2 Tiat-pi berseru : “Aha, kebetulan, jika ayahmu berada disini, tentu Ang Jin-kin itupun takkan jauh dari tempat ini".
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Lalu ia memandang sekitarnya terus berlari menuju kehilir sungai sana. A Siu tidak urus kelakuan Hwesio dogol itu karena sedang berduka, tapi sejenak kemudian ia mendengar Tiat-pi lagi memanggilnya dikejauhan: “Suhu lekas kemari!" Mendengar suara agak genting, cepat A Siu menyusul kesana. Sesudah menerobos suatu gua, terlihatlah dibalik sana Tiat-pi Hwesio lagi berdiri disuatu empang. Ditepi ada lagi tiga kerangka tulang, dan diatas batu besar yang menonjol di-tengah2 empang ada lagi kerangka tulang lainnya, sebelah tangannya melambai kebawah seperti sebelum ajalnya telah melemparkan sesuatu kedalam empang, sebab itu sebagian tulang lengan itupun jatuh kedalam empang, hanya ketinggalan buku bagian atas. Disamping kerangka tulang itu ada lagi seutas tulang ular dan sebutir biji buah-buahan. Tiap-pi Hwesio tampak lagi memegangi tiga macam benda yang bentuknya aneh dan berkilau. “Toute, barang apakah yang kau lihat itu?" tanya A Siu tidak mengerti. Tiat-pi tertawa bangga, sahutnya: “Orang selalu mengatakan aku goblok, tapi sekali ini rasanya akulah yang paling pintar. Ketiga macam senjata ini disebut “Tui-hong-liap-hun-boan” (petel mencabut nyawa), adalah senjata andalan dari Bong-san-sam-sia, rasanya ketiga rangka tulang di tepi empang ini bukan lain adalah tulang Bong-san-sam-sia yang sudah menghilang selama dua belas tahun itu !" “Lalu siapa lagi yang berada diatas batu di tengah empang itu?" tanya A Siu. Tiat-pi Hwesio menjadi bingung, padahal tadi ia sombongkan dirinya pintar. Namun dijawabnya juga. “Aku menduga pasti seorang manusia juga."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ A Siu geli melihat jawaban yang tak tegas itu. Sengaja ia menanya lagi : “Dan ketiga orang itu sebab apa telah mati ?" Tentu saja Tiat-pi Hwesio semakin repot, ia hanya geleng2 kepala tak bisa menjawab. “Mereka mati keracunan oleh air sungai ini, tentu," ujar A Siu kemudian. “Ya, ya, memang aku sudah menduga mereka mati keracunan, sebab tulang mereka bersemu hitam," seru Tiat-pi. “Cuma air sungai sebening ini, masakan ada racunnya ?" A Siu cukup cerdik, ketika melihat kerangka tulang ayahnya dan Bong-san-sam-sia sama tengkurap ditepi empang, segera ia menduga air ada sesuatu yang tak benar. Maka katanya pula: "Kalau perlu boleh coba kau minumnya seceguk.”
Seketika Tiat-pi melompat mundur sambil goyang2 tangannya: "Eh, eh, Suhu jangan bergurau, masakan air beracun boleh dibuat main2.” Pada saat itulah tiba2 seekor rusa kecil berlari lewat didekatan situ, seru A Siu : "Kau tak berani biar rusa itu yang mencoba !” Dan sekali melesat dengan cepat ia menguber binatang itu. Betapa enteng gerakan A Siu itu maka tidak seberapa jauh ekor binatang itu kena diseretnya. Segera Tiat-pi Hwesio meraup sekukupan air dan dicekokan kemulut rusa, hanya sekejap saja segera kulit binatang itu berubah biru hangus terus roboh binasa. “Hebat sekali dugaan Suhu, memang betul orang2 itu mati minum air beracun ini tapi entah orang diatas batu sana, apakah juga mati keracunan ?” teriak Tiat-pi Hwesio. Habis itu tanpa pikir ia terus meloncat kedepan, ia sangka sekali loncat tentu akan mencapai batu ditengah empang itu. Tak terduga tampaknya batu itu tidak jauh padahal sedikitnya hampir dua tombak, pula badan Tiat-pi Hwesio terlalu gendut maka sampai batu itu badannya sudah menurun kebawah,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ dan bila teringat olehnya air empang beracun ia menjadi sibuk dan ber-kaok2 minta tolong ! Syukur A Siu bisa berlaku sebat sekali, sekali melesat secepat kilat ia menyambar tengkuk sihwesio itu dan ditarik kedepan. Maka sebelum kaki Tiat-pi Hwesio menyentuh air, tubuhnya sudah menurun diatas batu besar itu. Sesudah berdiri tegak disitu, dengan muka pucat Tiat-pi ter-longong2 memandangi, A Siu tak mengurusnya lagi, cepat ia memeriksa kerangka tulang yang terdapat diatas batu itu, ia tunjuk sesuatu disamping kerangka tulang itu dan berkata pada Tiat-pi : “Lihatlah, apakah itu ?" Cepat Tiat-pi menjemputnya, ternyata itu adalah sepasang anting2, ketika ia periksa lebih teliti, ternyata anting2 itu terdapat tulisan, yang satu tertulis satu huruf “Jin" dan yang lain “Kin". “He, Ang-jing-kin !" seru Tiat-pi terperanjat. A Siu buta huruf, maka iapun melengak mendengar kerangka tulang inilah Ang Jin-kin, hatinya kembali berduka. Sementara itu Tiat-pi Hwesio telah putar kayun sekeliling batu besar itu, katanya dengan heran : “Aneh, orang mengatakan dua macam pusaka Chit-bok-lo-sat Ki Teng-nio berada di tangannya Bwehoa-siancu Ang Jing-kin. Kalau ia sudah mati disini, kenapa pusaka2 kangzusi.com itu tidak tertampak? Jangan2 telah kena dibawa pergi oleh salah seorang dari empat orang berkedok yang mengubernya itu ? Tapi peristiwa itu kenapa selamanya tidak pernah terdengar dikalangan Kangouw ?" Sudah beberapa kali A Siu mendengar tentang dua macam pusaka Ki Teng-nio itu, maka katanya: “Selalu kau singgung2
tentang pusaka sebenarnya dua macam benda apakah ?" “Menurut kabar, katanya yang satu adalah sebatang pedang dan yang lain sepotong kain sutera merah," sahut Tiat-pi Hwesio.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ A Siu tidak mengerti apa kasiatnya kedua macam pusaka itu, kalau pedang masih bisa dimengerti, tapi sepotong kain sutera merah apa gunanya? ia memandangi kerangka tulang itu dengan ter-menung2, tiba2 hatinya tergerak, serunya: “Ah, melihat keadaannya tentunya orang diatas batu ini sebelum ajalnya telah melemparkan sesuatu kedalam empang." “Bagus, Jika begitu biar aku selulup kedalam empang untuk mencarinya!" teriak Tiat-pi tanpa pikir, lalu ia membuka jubahnya dan benar-benar hendak terjun kedalam empang. Melihat kedogolan si hwesio, A Siu menjadi geli. “Toute, apa barangkali kau sudah bosan hidup ?" tegurnya. Tiat-pi melengak dengan mata membelalak lebar, untuk beberapa lama ia bingung apa yang dimaksudkan si gadis, tapi “buk", tiba2 ia tabok perutnya sendiri yang gendut itu dan terteriak : “Haya, aku benar2 tolol, bukankah air empang itu beracun, mengapa aku menjadi lupa ?" Lalu ia menyambung pula dengan wajah menyesal : “Ai sayang, jika begitu pusaka pusaka Ki Teng-nio itu tentu akan hilang ditelan empang ini untuk selamanya." “Tapi itu hanya dugaanku saja, mungkin kejadian sebenarnya bukanlah demikian,” ujar A Siu kemudian. Tiba2 matanya tertatap pada sesuatu benda pula disebelah kerangka tulang sana. Cepat ia menjemputnya pula dan meng-amat2i. “Apakah ini ?" tanyanya sambil angsur benda itu kepada Tiat-pi. Waktu Tiat-pi bersihkan karatan diatas benda itu, ternyata itu adalah sebuah piau yang diatasnya terdapat sehuruf “Tin". “Tin ? Adakah sesuatu orang bernama Tin ?" tanya A Siu memikir. “Diantara bangsa Han yang bernama Tin sudah tentu tentu terlalu banyak, sahut Tiat pi Hwesio. “Tapi sungguh aneh. Dahulu yang menguber-uber Ang Jing-kin dan suaminya itu seluruhnya ada empat orang. Kalau Bong-san-sam-sia sudah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ mati disini kenapa yang seorang lagi tak kelihatan, pula bagaimana dengan nasib suaminya Ang Jin-kin itu ?" Mendengar itu, betul juga pikir A Siu, walaupun dogol, kadang2 Hwesio gendut ini
dapat pula berpikir. Maka katanya: “Teka-teki ini kecuali mereka sendiri berdua, rasanya tiada orang lain lagi yang bisa tahu. Tapi sekarang aku menjadi ingin tahu apakah manfaat kedua pusaka yang dibuat rebutan itu, kalau kau tidak mengetahui, kenapa kita tidak pergi menanya pada pemilik asalnya?" Tiat-pi meloncat kaget. “Ha, menanya pemilik asalnya ? Itulah aku tak berani pergi!" “Eh, bukankah kau bilang apa yang Suhu perintahkan, akan menurut?" omel A Siu. “Ya... ta.... tapi pemilik asalnya itu, Cit-bok-lo-sat Ki Teng-nio meski lumpuh, tapi ia masih punya tiga murid yang terkenal dengan sebutan “Kim-teng-sam-sat" (Tiga Iblis Dari Puncak Emas) yang kepandaiannya sudah hampir menurunkan seluruh kemahiran sang guru, pu... pula meski Ki Teng-nio sudah lumpuh, tapi mahir ilmu 'bersuara mencabut nyawa', menyembur senjata rahasia dengan mulut, lihaynya tiada kepalang. . ." “Sudahlah, sudahlah, betapapun lihaynya, toh padanya ? Apakah kau benar2 tidak turut pada sabar. Nyata dasar masih hijau, pula jiwanya terpikir olehnya tentang baik jahatnya orang
kita tidak mencari berkelahi kata2ku ?" potong A Siu tidak terlalu polos, maka sama sekali tak Kangouw.
Terpaksa Tiat-pi Hwesio mengaku terus terang bahwa ia dahulu sudah pernah merasakan bogem mentah dari Hek-hong-tongcu Nio Kiat, satu diantara tiga murid Ki Teng-nio itu. Sebab itulah, ia minta agar A Siu suka berlaku hati2. A Siu ganda tertawa saja, segera mereka menuju ke gunung Kim-teng-san diwilayah Kuiciu. Sepanjang jalan semua orang menjadi terheran2 melihat seorang gadis jelita bikin
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ perjalanan bersama satu hwesio gendut yang berwajah bengis. Sementara itu A Siu sudah berganti pakaian putih sebagaimana gadis umumnya. Sesudah beberapa hari, tibalah mereka dikaki gunung Kim-teng-san itu. Sepanjang jalan A Siu merasa segalanya serba baru baginya hingga sering menanya ini itu kepada Tiat-pi Hwesio. Kim-teng-san itu tidak terlalu tinggi, tapi terjal sekali. Setiba dikaki gunung itu, A Siu menjadi bingung karena dimana-mana tebing curam belaka, kemana harus mencari tempat tinggal orang, maka ia menanya Tiat-pi : “Toute, gunung sebesar ini, dimana tempat tinggalnya Ki Teng-nio ?" “Menurut cerita orang Kangouw, dikaki gunung ia pasang sebuah genta raksasa, siapa yang membunyikan genta itu, lantas ada orang datang menyambut," tutur Tiat-pi Hwesio. Mereka coba mengitari lereng gunung itu, betul juga, disuatu tanjakan terdapat suatu genta raksasa yang digantung diantara dua pohon besar sebagai kerangka. Tinggi genta itu sedikitnya dua-tiga tombak, entah tadinya cara bagaimana menggantungnya keatas.
Ketika A Siu mendongak, ia lihat diatas kerangka pohon itu terletak pula sebuah palu pemukul genta. Tiat-pi angkat pundak nampak betapa tingginya genta itu. Sebaliknya A Siu tersenyum saja. Tiba-tiba ia enjot tubuhnya setinggi lebih setombak, selagi tubuhnya masih terapung di udara kedua kakinya mengenjot lagi dan kembali tubuhnya membubung keatas pula. Segera palu diatas kerangka tadi sudah dapat dipegangnya terus dipukulkan tiga kali keatas genta itu. Lalu palu itu ia letakkan kembali ketempatnya dan orangnya menurun kebawah dengan enteng. Suara genta itu nyaring sekali berkumandang menggema angkasa pegunungan itu hingga lama sekali. Ketika suara genta sudah hampir reda tiba-tiba terdengar suara genta juga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ diatas gunung sana dipukul tiga kali. Menyusul diatas suatu tebing yang curam dan tinggi sekali muncul satu orang, saking jauhnya hingga orang itu hanya sebesar jari saja. Mendadak orang itu menerjun kebawah dengan cepatnya. Karena tak tahu seluk-beluknya sampai A Siu bersuara kaget. Tapi hanya sekejap saja tahu-tahu orang tadi sudah turun sampai dibawah melalui seutas rotan pegunungan yang sangat kuat, orang itu membuai gesitnya bagai kera saja dan sekejap pula orangnya sudah berhadapan dengan mereka. Kenal siapa orang yang datang ini, wajah tiat-pi Hwesio terus berubah. Kiranya orang ini sudah bukan kanak2 lagi, tapi justru berdandan seperti anak kecil, malahan rambut di atas kepalanya diikat menjadi dua gelungan hingga tampaknya sangat lucu. Dengan sinar mata yang bengis ia mengawasi kedua tamunya ini lalu menegur kearah Tiat-pi: "Keledai gundul rupanya kepandaianmu sudah maju banyak hingga mampu menabuh genta pencabut nyawa digunung kami ini !” Tiat-pi tidak menjawab sebaliknya ia membisiki A Siu : “Suhu, inilah murid pertamanya Ki Teng-nio yang bernama Hek-hong-tongcu Nio Kiat." Maka dengan tersenyum A Siu melangkah maju dan menyapa : “Karena ada sesuatu urusan perlu aku menanya pada Chit-bok-lo-sat Ki Teng-nio, maka sukalah Toako membawa kami kepadanya?" “Budak kurangajar," bentak Nio Kiat mendadak. “Nama guruku masakan dapat kau sebut sesukanya ? Mengingat usiamu masih terlalu muda, biarlah aku tidak persoalkan lebih panjang. Nah, lekas enyah saja dari sini!" Habis ini ia berpaling kepada Tiat-pi : “Tapi kau keledai gundul ini tidak boleh pergi dari sini!" “Eh, aneh," sahut A Siu dengan heran, “nama orang perlunya dipanggiI, kenapa kau melarang aku menyebut nama
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ gurumu ? Kedatanganku ini ada yang perlu menanya gurumu, kenapa kau mengusir aku
?" Mendadak Nio Kiat bergelak ketawa, “Ha haha, rupanya kau kena dibohongi keledai gundul itu, hingga berani-berani datang bergurau ke sini. Hahaha, hendaklah kau ketahui bahwa keledai gundul itu sudah kenyang merasakan pukulanku !" “Keledai gundul ini tidak membohongi aku tapi akulah yang mengajaknya kemari!" sahut A Siu terus terang. Nyata ia tidak tahu bahwa kata2 “keledai gundul” itu adalah makian kepada kepala Hwesio yang pelontos, tapi ia menirukan apa yang diucapkan Nio Kiat saja. Tentu saja bagi Tiat pi Hwesio yang mendengarkan menjadi mendongkol dan geli. Akan tetapi Nio Kiat belum mau percaya, tanyanya pula dengan bengis : “Budak kecil berani membual! Siapa namamu ?" “Aku bernama A Siu dan keledai gundul ini adalah muridku," sahut A Siu. “Suhu, aku bukan gundul, tapi keparat itu sengaja memaki aku !" teriak Tiat-pi tak tahan. A Siu menjadi melengak, tapi lantas katanya : “Oh, jadi aku salah omong." Melihat kedua orang itu benar2 saling sebut guru dan murid, Hek-hong-tongcu Nio Kiat menjadi heran tak terhingga. Ia lihat A Siu cantik molek ke-kanak2an, sebaliknya Tiat-pi Hwesio itu walaupun dogol, tapi juga bukan kaum lemah dikalangan Kangouw, mengapa bisa mengangkat guru pada seorang gadis jelita demikian ? Dalam pada itu A Siu telah mendesak lagi agar menunjukkan jalan untuk menemui gurunya. Ia pikir orang mohon bertemu dengan menurut
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ aturan, yaitu dengan menabuh genta, kalau tak dibawanya keatas gunung, mungkin gurunya juga akan menyalahkannya. “Baiklah mari kalian ikut padaku,” katanya kemudian. Kiranya ilmu kepandaian Chit-bok-lo-sat Ki Teng-nio itu sudah mencapai puncaknya pada dua puluh tahun yang lalu. Semula ia adalah anak murid seorang paderi suci kenamaan, tapi karena tidak taat pada ajaran suci, ia telah diusir dari perguruan lalu dia menyingkir jauh kedaerah terpencil diperbatasan ini dan tanpa sengaja dapat memperoleh semacam kitab ilmu silat dari aliran sesat, keruan seperti harimau tumbuh sayap, kepandaiannya semakin tinggi dan kelakuannya bertambah menyendiri. Ia pikir kalau ilmu silat dalam kitab baru itu sudah sempurna dilatihnya, tatkala mana pasti akan menjagoi dunia silat. Tapi celaka baginya ketika sampai detik terakhir peyakinannya tahu tahu datang Ang Jing-kin bersama kangzusi.com
suaminya dan berhasil mencuri dua macam pusakanya. Saking gusarnya hingga darah meluap dan tenaga dalam nyasar menyebabkan badannya menjadi lumpuh. Sehabis itu wataknya makin hari makin aneh, tapi hatinya semakin merasa sunyi juga. Maka setiap kali ada orang luar datang minta berjumpa, ia memberi pesan murid2nya agar menyambut dengan beraturan. Sebab itulah maka Hek-hong-tongcu Nio Kiat mau bawa A Siu dan Tiat-pi Hwesio keatas gunung. Setelah lama mereka menanjak keatas gunung mengikuti jalan yang ber-liku2, akhirnya tiba juga dipuncak tertinggi gunung itu. Karena diatas gunung tandus tak tumbuh rumput dan pohon, maka batu cadas disitu licin mengkilap, bisa tersorot cahaya sang surya, maka sinar membalik ke-emas2an membikin puncak gunung itu seluruhnya se-akan2 berlapiskan emas, sebab itulah maka disebut “Kimteng-san”, atau gunung puncak emas. Di-tengah2 puncak gunung itu terdapat sebuah empang yang luasnya lebih dua tombak, ditengah empang yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ membelakangi tebing terdapat sebuah batu cadas menonjol keluar, diatasnya persis tumbuh satu pohon Siong yang tua dan rindang hingga mirip sebuah payung, dan diatas batu itulah duduk bersila seorang wanita berbaju hitam. Disamping wanita tua ini berdiri dua orang lelaki yang berdandan seperti Nio Kiat, yang satu bertubuh jangkung dan yang lain berwajah pucat lesi. “Suhu, tetamu sudah datang !" lapor Nio Kiat segera kehadapan wanita berbaju hitam itu. Mendengar itu, barulah per-lahan2 wanita itu membuka matanya, dan seketika sinar matanya bagai kilat memancar keatas tubuh A Siu berdua. Diam2 A Siu terkejut, tak terduga olehnya Lwekang orang itu ternyata begitu hebat. “Kalian berdua datang kemari, ada urusan apa ?" segera wanita itu membuka suara. Melihat ditepi kedua mata orang ada lima bekas luka kecil2 sebesar kuku hingga dipandang dari jauh mirip tujuh mata dimukanya, A Siu menduga tentu inilah orang disebut Chit bok-lo-sat atau siwanita bermata tujuh itu, Memangnya ia tidak kenal sungkan2 apa segala, terus saja ia menanya: “Apakah kau inikah Chit-bok-lo-sat Ki Teng-nio ?” Seketika Tiat-pi Hweshio dan Kim-teng-sam-sat berubah hebat wajahnya mendengar si gadis terang2an menyebut nama orang. Begitu pula Kim Teng-nio telah pentang matanya melototi si gadis. Tapi A Siu merasa tidak berbuat sesuatu kesalahan, sama sekali ia tak gentar. Melihat sikap si gadis yang luar biasa ini, Ki Teng-nio coba menahan rasa gusarnya, ia tersenyum dingin, lalu sahutnya : “Ya, benar. Ada urusan apakah kau ?” “Aku ingin menanya tentang kejadian belasan tahun yang lalu, yaitu pedang dan kain sutera merah yang tercuri oleh Jing-koh..."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Sekonyong-konyong Ki Teng-nio bersuit aneh hingga rambutnya yang kusut itu seakan-akan menegak. Nyata peristiwa itu merupakan kejadian yang tidak pernah dilupakan olehnya sebagai suatu noda besar selama hidupnya, malah ia menjadi korban pula hingga badannya lumpuh, sama sekali tak terduga A Siu berani menyinggung hal itu dihadapannya, tentu saja ia menjadi murka sebelum A Siu selesai berkata. Mendadak ia membentak pula : “Budak kurang ajar, hehe, hehehe!" nyata saking murkanya hingga ia tertawa dingin saja. Disamping sana, Kim-teng-sam-sat terus saja merubung maju demi nampak kegusaran sang guru yang tak terhingga itu. Namun A Siu menjadi tercengang, dengan tertawa ia menanya : “He, aneh kau ini, aku hanya menanya, kenapa kau marah2 ?" “Hemm, budak semacam kau ini, benar2 aku belum pernah melihat," kata Ki Teng-nio kemudian. “Tapi kalau kau sudah berani datang kemari, rasanya kaupun punya andalan apa2," Lalu ia berpaling berteriak sengit kepada ketiga muridnya itu : “Ambilkan senjata !" Cepat juga Kim-teng-sam-sat bergerak begitu mendengar suara teriakan gurunya yang keras melengking, sekali jari mereka menjentik, secepat kilat tiga macam senjata rahasia telah menyambar kemuka Ki Teng-nio. A Siu semakin heran melihat kelakuan mereka yang aneh itu, senjata rahasia itu tidak diarahkan padanya, sebaliknya menyerang guru mereka sendiri ? Namun lantas terlihat Ki Teng nio sedikit mengap mulutnya, tahu2 ketiga senjata rahasia itu telah masuk kedalam mulutnya menyusul Kim-teng-sam-sat terus melompat mundur. Sebaliknya A Siu masih ter-heran2, tak paham apa artinya itu ? Sementara itu terdengar Ki Teng-nio sudah bersuara aneh sekali, dan sedikit
Tiraikasih Website ht