Naegleria fowleri
Ditulis oleh: dr. Adelina Haryani Sinambela NIP. 132 316 811
DEPARTEMEN PARASITOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Adelina Haryani Sinambela : Naegleria Fowleri, 2008 USU e-Repository © 2008
Naegleria fowleri Adelina Haryani Sinambela Departemen Parasitologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Abstract Naegleria fowleri is the ubiquitous of Free Living Amebae (FLA). Infection by the pathogenic Naegleria fowleri acquired by exposure of the polluted water in the lake, ponds, swimming pool or the other water recreation especially in summer months. This infection leads to Primary Amebic Meningoencephalitis (PAM). PAM is an acute, frequently fatal, difficult to diagnose and does not have no effective therapeutic options, and most the patient (over 95%) died.
Keywords Naegleria fowleri, Free Living Amebae (FLA), Primary Amebic Meningoencephalitis (PAM)
Adelina Haryani Sinambela : Naegleria Fowleri, 2008 USU e-Repository © 2008
PENDAHULUAN Dari semua Free Living Amebae (FLA), salah satu spesies yang paling banyak menyerang manusia adalah Naegleria. Naegleria fowleri adalah protozoa yang menyebabkan Primary Amebic Meningoencephalitis (PAM). PAM ini bersifat akut, fatal dan dalam waktu yang singkat dapat menyebabkan kematian, bahkan sebelum diagnosa dapat ditegakkan. (1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12) Naegleria fowleri adalah organisme free-living ameba yang dapat ditemukan di seluruh dunia. Pada tahun 1965, Fowler dan Carter mempublikasi sebuah laporan kasus yang terjadi pada 4 orang penderita di Australia. Laporan ini pertama kali menghubungkan antara Naegleria fowleri dan penyakit yang menyerang susunan saraf pusat. Pada awalnya peneliti tersebut beranggapan bahwa ameba penyebab dari penyakit tersebut adalah genus Acanthameba, tetapi setelah penelitian lebih lanjut ameba penyebabnya cenderung mengacu kepada Naegleria fowleri.(1,2,3) Di tahuntahun berikutnya, dilaporkan 4 kasus yang terjadi di Amerika Serikat, satu kasus di Texas oleh Patras dan Andujar (tahun 1966) dan 3 kasus lainnya di Florida oleh Butt (tahun
1966).
Butt
menamakan
penyakit
ini
sebagai
Primary
Amebic
Meningoencephalitis (PAM).(2,3) Namun yang pertama kali mengisolasi ameba ini dari dua kasus Primary Amebic Meningoencephalitis di Australia adalah Fowler (tahun 1970).(2)
EPIDEMIOLOGI Naegleria fowleri dapat ditemukan di seluruh dunia dan dapat diisolasi dari air, tumbuhan air, kolam renang air hangat, hidroterapi, limbah, dan kadang kala pada hapusan dari saluran nafas individu yang sehat.(1) Tipikal kasus PAM terjadi pada musim panas, dimana Naegleria fowleri berproliferasi dengan cepat seiiring dengan meningkatnya temperatur.(5) Penderita penderita PAM biasanya memiliki riwayat kontak dengan air seperti berenang di danau, sungai atau kolam renang yang dapat terinfeksi oleh organisme ini beberapa hari sebelum timbulnya gejala.(1,2,3,4,6,8) Selama periode yang kering dan meningkatnya temperatur ini, konsentrasi Naegleria fowleri akan meningkat. Pada beberapa kasus, ada indikasi bahwa organisme ini juga dapat ditularkan melalui inhalasi dari debu yang terkontaminasi. (6) Walaupun PAM dapat terjadi di seluruh dunia dan sampai saat ini sudah lebih dari 200 kasus yang dilaporkan yang terjadi di seluruh dunia, namun kasus yang terbanyak dilaporkan dari Amerika Serikat dan Australia.(3,10) Hal ini mungkin Adelina Haryani Sinambela : Naegleria Fowleri, 2008 USU e-Repository © 2008
disebabkan adanya kemampuan untuk mendiagnosa penyakit ini
(4)
Kasus yang
pernah dilaporkan juga terjadi di Afrika, Belgia, New Zealand, Inggris, Chekoslowakia, Itali, India dan Amerika Tengah. (2,4,5,9,10 ) Sampai November 2002 sudah dilaporkan 95 kasus PAM yang terjadi Amerika Serikat. Kasus ini ditemui di sepanjang Virginia sampai Florida. Beberapa kasus juga dijumpai di Texas selama tahun 1990-an.(3) Kasus ini terjadi lagi di tahun 2005 yang menewaskan 2 orang anak laki-laki Oklahoma setelah berenang di daerah Tulsa. Demikian juga sepanjang musim panas di negara ini pada tahun 2007, telah dilaporkan 6 kasus yang mengakibatkan kematian yaitu 3 orang anak laki-laki di Florida (bulan Juli), 1 orang anak laki-laki berusia 12 tahun dan seorang laki-laki dewasa muda berusia 22 tahun di Danau LBJ, Texas dan 1 orang anak laki-laki berusia 14 tahun yang sebelumnya berenang di Danau Havasu, Arizona (bulan September).(12) Tingkat
kejadian PAM tidak berhubungan dengan ras dan jenis
kelamin
tertentu. Biasanya menyerang individu yang sehat dan biasanya terjadi pada usia anak-anak dan dewasa muda. Kasus dengan penderita termuda yang pernah dilaporkan yaitu anak berusia 8 bulan.(3,9)
TAKSONOMI Naegleria fowleri tergolong ke dalam : Kingdom
: Protista
Subkingdom
: Protozoa
Phylum
: Sarcomastigophora
Sub phylum
: Sarcodina
Superkelas
: Rhizopodea
Kelas
: Lobosea
Sub Kelas
: Gymnamoebia
Ordo
: Schizopyrenida
Family
: Vahlkampfiidae
Genus
: Naegleria
Spesies
: Naegleria fowleri (1,2)
Adelina Haryani Sinambela : Naegleria Fowleri, 2008 USU e-Repository © 2008
MORFOLOGI Naegleria fowleri dikenal dengan karakteristik yang disebut amebaflagellata, yaitu memiliki bentuk amoeboid dan flagellata dalam siklus hidupnya. Siklus hidupnya terdiri atas stadium trophozoit (amoeboid dan flagellata) yang motile dan bentuk kista yang non-motile dan resisten.(1,2,4,5,6) Trophozoit bentuk amoeboid adalah bentuk satu-satunya yang dijumpai pada manusia.(6) Trophozoit dapat hidup di air, atau tanah yang lembab dan kultur jaringan atau media lainnya.(2) Trophozoit bentuk amoeboid ketika bergerak berbentuk memanjang, lebih lebar pada bagian anterior, yang dapat dengan jelas dibedakan dari bagian posterior yang menyempit, dan membentuk sebuah pseudopodia yang lebar. Berukuran 7-20 µm, memiliki 1 inti dengan karyosom sentral yang besar dan dikelilingi oleh sebuah halo, tanpa kromatin perifer.(1,2,3,6) Terdapat vakuola makanan yang biasanya terdiri dari bakteri pada saat berada dalam bentuk free-living, atau berisi debris sel pada saat menginfeksi manusia.(4,5)
Trophozoit Naegleria fowleri yang dikultur dari cairan cerebrospinal dengan pewarnaan Trichrome. (7)
Adelina Haryani Sinambela : Naegleria Fowleri, 2008 USU e-Repository © 2008
Bentuk ameba berubah dengan cepat menjadi bentuk flagellata dengan 2 buah flagella ketika berada di dalam air, yang apabila dilakukan di laboratorium dapat diinduksi dengan menggunakan air suling untuk membantu diagnosa, dan dipertahankan pada suhu antara 270-370C.(2,3,4) Bentuk ameba biflagellata ini biasanya berbentuk seperti pir, dengan 2 buah flagella pada ujung bagian posterior yang melebar.(1,2,3,5) Bentuk flagellata ini bersifat sementara dan akan berubah kembali pada bentuk amoeboid. Perubahan ini terjadi paling lama 20 jam, dan biasanya beberapa dari bentuk flagella dapat bertahan selama 2 hari atau lebih. (1,2,7) Bentuk flagellata Naegleria fowleri (6)
Dalam kondisi lingkungan yang tidak menyenangkan, trophozoit akan berubah menjadi bentuk kista. Kista yang didapatkan dari kultur agar biasanya bulat, berinti satu, berdiameter 7-15 µm, dinding halus dengan ketebalan 1 µm. Pada kista yang tidak diwarnai, hanya beberapa granul yang dapat terlihat, nukleus tidak jelas dan seringkali kista tampak kosong. Ketika diwarnai, nukleus memiliki tampilan yang sama dengan dengan trophozoit, tetapi lebih kecil (sekitar 1,5 µm). Dengan mikroskop elektron struktur tampak jelas termasuk pori-pori pada dinding kista dan mitokondria, endoplasma retikulum, vesikel dan granul sekretori.(1,2,3) Bentuk kista ditemukan di alam tetapi tidak ditemukan di jaringan SSP.(6)
Adelina Haryani Sinambela : Naegleria Fowleri, 2008 USU e-Repository © 2008
SIKLUS HIDUP
Keterangan Gambar Naegleria fowleri memiliki 3 stadium dalam siklus hidupnya, yaitu kista (1), trophozoit bentuk ameba (2) dan bentuk flagella (3). Trophozoit ber-replikasi dengan cara promitosis (membran nukleus tetap utuh) (4). Naegleria fowleri ditemukan di air, tanah, kolam renang air hangat, hidroterapi dan kolam renang untuk pengobatan, akuarium, dan limbah. Trophozoit bentuk ameba dapat berubah menjadi bentuk flagella, dan dapat kembali berubah menjadi bentuk ameba. Menginfeksi manusia dengan cara trophozoit terhirup melalui hidung, yang kemudian akan menginvasi membran nasal, dan masuk ke ruang sinus paranasal (5). Trophozoit ini akan langsung menembus ciribriform plate di tulang ethmoidalis, dan masuk ke otak melalui nervus olfaktorius. Selanjutnya akan bermultiplikasi di jaringan Sistem Saraf Pusat (SSP) dan menyebabkan Primary Amebic Meningoencephalitis (6). Dapat diisolasi dari cairan serebro spinal (Cerebro Spinal Fluid/ CSF).(1,2,3,4,5,6,7,8)
Adelina Haryani Sinambela : Naegleria Fowleri, 2008 USU e-Repository © 2008
PATOGENESIS Masa inkubasi PAM berkisar antara 2-15 hari, tergantung pada virulensi ameba ini. Semakin lemah virulensinya, maka akan semakin panjang masa inkubasinya. Pada infeksi percobaan dengan Naegleria fowleri yang lemah, didapati masa inkubasinya berkisar 3-4 minggu.(1) Tropozoit Naegleria fowleri yang masuk melalui hidung dan melalui nervus olfaktorius akan penetrasi ke pleksus nervus sub mucosal melalui ciribriform plate dan akan terus sampai ke ruang subarachnoid.
(1,2,3,4,5,6,7,8)
Protein dan glukosa yang
terdapat pada cairan serebrospinal mendukung pertumbuhan ameba ini, yang bermultiplikasi dengan cepat dan menyerang parenkim otak. Tingginya kadar oksigen pada otak dan cairan serebrospinal juga membantunya untuk bertumbuh.(3) Invasi tropozoit dengan cepat memfagosit dan memakan sel darah merah dan jaringan otak, yang mengakibatkan severe hemorrhagic necrosis pada otak yang terkena. Jaringan otak, tidak seperti sel darah merah, tidak dapat dimakan seluruhnya oleh tropozoit ini. Naegleria fowleri memproduksi amebostome yang memproduksi lisosomal hydrolase dan phospolipase. Naegleria fowleri juga dapat menggunakan heat-stable hemolytic protein, heat labile cytolisin, phospolipase A dan cystein protease untuk membunuh sel yang terkena tropozoit ini.(3) Naegleria fowleri menghasilkan diffuse hemorrhagic meningoencephalitis yang mirip dengan purulen meningitis yang diakibatkan oleh bakteri. Bagian korteks sel kelabu adalah bagian yang terparah. Oleh karena edema yang hebat dari otak, maka tekanan cairan serebrospinal akan meningkat dan herniasi cerebelum dapat terjadi. (3)
Imunologi Hanya sedikit informasi yang didapatkan mengenai respon antibodi terhadap infeksi Naegleria fowleri. Hal ini mungkin karena kebanyakan penderita meninggal dengan cepat sebelum memproduksi antibodi pada level yang dapat dideteksi.(1) Berdasarkan bukti penelitian, imunitas dimanifestasikan di mucosa hidung oleh sel polimorfonuklear (PMN) yang akan membunuh ameba. Walaupun ameba ini tidak dipengaruhi oleh rekombinan human interleukin 1 (Il-1) atau tumor necroting factor (TNF), namun akan menstimulasi adherens neutrofil kepada Naegleria fowleri. Ditelannya neutrofil oleh tropozoit ini akan memperpanjang masa inkubasi. Kemampuan tropozoit untuk menelan neutrofil menunjukkan faktor virulensi ameba Adelina Haryani Sinambela : Naegleria Fowleri, 2008 USU e-Repository © 2008
ini. Tropozoit ini akhirnya akan dibunuh melalui aktivasi komplemen pada aliran darah. (8) Pada beberapa penelitian tersebut, didapati jumlah serum IgM, IgG dan IgA yang normal. Oleh karena Naegleria fowleri menginvasi otak melalui mucosa hidung, maka ada kemungkinan immunoglobulin memiliki peranan penting dalam mencegah infeksi ameba ini, dengan mencegah adhesi tropozoit ke epitel mucosa. Penelitian Rivera et al (2001), mengevaluasi sekresi antibodi IgA dan IgM yang dideteksi dengan ELISA pada serum dan saliva dari 3 kelompok grup yaitu: 1) subyek dengan infeksi saluran penafasan bagian atas yang hidup di daerah endemik, 2) subyek yang sehat dari daerah endemik yang sama, 3) subyek sehat dari daerah non endemik. Dari hasil penelitian ini diketahui untuk pertama kali, bahwa antibodi IgA dan IgM yang melawan protein Naegleria fowleri ditemukan di saliva. Level ini meningkat secara signifikan pada subyek dengan infeksi saluran pernafasan bagian atas. Antibodi IgA dan IgM yang terdapat di saliva dapat ditransport secara aktif melalui sel epitelial atau dapat dihasilkan dari transudasi dari darah melalui kerusakan kapiler. Antibodi IgA dan IgM yang mengenali protein Naegleria fowleri mungkin diinduksi oleh imunitas spesifik atau reaksi silang dengan genus dan spesies ameba yang lain. (12)
Patologi Gambaran patologi yang dapat ditemukan pada otopsi yaitu hemispher cerebral yang biasanya membengkak dan edema. Karakteristik PAM yaitu nekrotik dan hemorrhagic pada korteks cerebral dan bulbus olfaktorius. Secara histopatologi, PAM ditandai dengan dengan eksudat yang purulen, nekrotik, dan edema dengan hemorragic yang difus pada area kortikal dan parenkim otak. Tropozoit dapat ditemukan pada eksudat, walaupun akan sukar membedakannya di antara sel-sel inflamasi. Sel-sel inflamasi yang banyak dijumpai yaitu sel-sel polimorfonuklear (PMN). Tropozoit dapat dijumpai dan dibedakan terutama pada ruang perivascular, dimana sel-sel inflamasi jarang ditemukan.. Tropozoit juga dapat ditemukan pada bulbus olfaktorius dan cairan serebrospinal. Kista tidak ditemukan pada lesi di otak. (1,2,3,9)
Adelina Haryani Sinambela : Naegleria Fowleri, 2008 USU e-Repository © 2008
Naegleria fowleri pada jaringan otak dengan pewarnaan trichrome (7)
A
B
C
D
E
F
GAMBARAN KLINIS Gambaran klinis yang didapati pada PAM sangat dramatis, namun hampir tidak dapat dibedakan dengan meningoencephalitis yang diakibatkan oleh bakteri.(6) 1. Infeksi Naegleria fowleri biasanya terjadi pada dewasa muda dan anak-anak yang sehat dan sebelumnya mempunyai riwayat berenang atau menyelam di air hangat sekitar 7-14 hari sebelumnya. Kebanyakan gejala pertama kali muncul 25 hari setelah paparan terakhir, yaitu demam, sakit kepala pada area bifrontal atau bitemporal, mual dan muntah. (1,3,4,6,7,8,9) 2. Dapat timbul beberapa gejala yang berhubungan dengan persepsi olfaktorius yaitu gangguan dalam mengecap dan menghidu. Namun gejala ini tidak selamanya dapat terjadi. (1,3,4,8,9) 3. Iritasi meningeal dapat ditandai peningkatan tekanan intra kranial yaitu dengan timbulnya gejala kejang, kaku kuduk yang ditandai dengan Kernig’s sign dan Brudzinski’s sign yang positif.
(1,6,9)
Adelina Haryani Sinambela : Naegleria Fowleri, 2008 USU e-Repository © 2008
4. Dapat timbul kelumpuhan yang meliputi saraf kranial III, IV dan V seperti cerebellar ataksia dan penurunan refleks tendon yang mengindikasikan adanya edema otak dan herniasi. (1,3) 5. Status perubahan mental terjadi pada dua pertiga kasus yang pernah dilaporkan dan keadaan penderita akan semakin menurun menjadi koma dan akhirnya akan meninggal dalam waktu sekitar 1 minggu setelah munculnya gejala . (1,3,4,9) 6. Kebanyakan kasus PAM berakhir dengan kematian. Namun pada beberapa kasus yang dilaporkan ada penderita yang dapat tetap hidup tanpa adanya gejala neurologis sisa. Penyebab kematian biasanya adalah karena meningkatnya tekanan intra kranial dengan herniasi otak yang akan menyebabkan terhentinya sistem cardiorespiratori. (1)
DIAGNOSA Diagnosa Banding Oleh karena gambaran klinisnya yang tidak spesifik, maka diagnosa bandingnya meliputi meningoencephalitis yang disebabkan oleh bakteri atau virus. (1,3,4,8)
Pemeriksaan Penunjang •
Laboratorium - Pemeriksaan Cairan Serebrospinal Cairan serebrospinal akan tampak kelabu sampai purulen. Adanya dominasi sel leukosit Polimorfonuklear (PMN) dan tidak ditemukannya bakteri. Ditemukan
juga
adanya
eritrosit.
Tekanan
intraserebral
meningkat.
Konsentrasi glukosa akan menurun tetapi konsentrasi protein akan meningkat.(1,3,4,6,8,9) Tropozoit dapat dideteksi dengan pergerakannya dengan sebuah tetesan cairan serebrospinal yang diamati di bawah mikroskop dengan pewarnaan Wright, Giemsa, hematoxylin dan eosin atau dengan iron hematoxylin. Namun dengan pewarnaan Gram, tropozoit tidak akan terlihat.(1,4,6,7,8,9) -
Kultur Teknik kultur dengan menggunakan media yang terdiri dari 1,5% non-nutrient agar plates dengan penambahan Escherichia coli. Media tersebut akan
Adelina Haryani Sinambela : Naegleria Fowleri, 2008 USU e-Repository © 2008
diinkubasi pada suhu 370C dan diamati setiap hari. Ameba ini akan memakan bakteri tersebut di lingkungan aerob seperti di habitatnya yang alami. (2,6,9) -
PCR dan Indirect Immunofluorescent Antibody Teknik ini dipergunakan untuk mengidentifikasi organisme, yang biasanya dilakukan di laboratorium Centers for Disease Control and Prevention. (6)
- Biopsi otak Biopsi otak secara potensial dapat dipergunakan untuk mendeteksi tropozoit ini dan gambaran karakteristik histopatologi, namun hingga kini belum ada data kasus PAM yang didiagnosa melalui biopsi otak. (1) •
Pemeriksaan Neuroimaging Pemeriksaan dengan CT-Scan dan MRI diperlukan untuk menilai edema cerebri.(10)
PENATALAKSANAAN Lebih dari 95% kasus PAM berakhir dengan kematian bahkan sebelum diagnosa dapat ditegakkan. Pada beberapa pasien yang tetap hidup, pengobatan yang diberikan yaitu Amphotericin B dengan dosis 1-1.5 mg/kg/hari IV dan 1-1.5 mg/hr intrathecal. Sebagai
terapi
tambahan
diberikan
rifampin,
miconazole,
dan
sulfisoxazole.(1,2,3,4,6,7,8,9)
PENCEGAHAN Temperatur yang hangat, ketersediaan makanan yang mencukupi dan kemungkinan kadar pH yang optimal serta oksigen yang cukup adalah merupakan habitat yang memungkinkan ameba ini dapat berkembang.(1,8,9) Pencegahan Naegleria fowleri dilakukan dengan pemanasan air sampai diatas 60ºC dan pemberian chlorine 0,5-1 mg/l. Pemberian chlorine ini terbukti efektif baik untuk air minum maupun air di kolam renang.(1,8,9) Namun hal ini tidaklah mungkin dilakukan di daerah rekreasi umum lainnya seperti danau dan sungai. Sehingga tindakan pencegahan yang terpenting adalah dengan memberikan peringatan, terutama pada saat musim panas. (1)
Adelina Haryani Sinambela : Naegleria Fowleri, 2008 USU e-Repository © 2008
DAFTAR PUSTAKA
1. Martinez JA, Visvesvara GS. Pathogenic and Opportunistic Free Living Amebas: Naegleria fowleri, Acanthameba spp. and Balamuthia mandrillaris. In Gillespie S and Pearson RD (eds). Principles and Practice of Clinical Parasitology. John Wiley and Sons Ltd. 2001; 269-282. 2. Beaver PC, Jung RC, Cupp EW. Clinical Parasitology. 9thed. Philadelphia: Lea&Febiger. 1984; 136-140. 3. Bennett JN, Naegleria. Available from http://www.emedicine.com/ 4. Drabick JJ. Free Living Amebic Infection. In Strickland GT. Hunter’s Tropical Medicine and Emerging Infectious Disease. 8th ed. Philadelphia: WB. Saunders Company. 2000; 705-7. 5. Roberts LS, Janovy Jr J. Gerald D. Schmidt & Larry S. Roberts’ Foundations of Parasitology. 7th ed. New York: The Mc Graw- Hill Companies. 2005; 116-7 6. Heelan JS, Ingersoll FW. Essentials of Human Parasitology. New York: Delmar. 2002; 62-5. 7. Free Living Amebic Infections. Available from http://dpd.cdc.gov/dpdx 8. Wahurst DC. In Cook G. Manson’s Tropical Diseases. 20th ed. London: WB. Saunders. 1299-1305. 9. Markell EK, John DT, Krotoski WA. Markell and Voge’s Medical Parasitology. 8th ed. Philadelphia: WB. Saunders. 1999; 175-181. 10. Cogo PE, Scaglia M, Gatti S, Rossetti F, Alaggio R, Laverda AM, et al. Fatal Naegleria fowleri meningoencephalitis, Italy. Emerg Infect Dis. October 2004. Vol 10, No. 10. Available from: http://www.cdc.gov/ncidod/EID/vol10no10/04-0273.htm 11. Naegleria fowleri. Available from http://en.wikipedia.org/wiki/Naegleria fowleri 12. Rivera V, Hernandez D, Rojas S, Oliver G, et al. Canadian Journal of Microbiology. Ottawa: May 2001. Vol. 47, Iss. 5; 464. Available from: http://proquest.umi.com/pqdweb?did=73763914&sid=1&Fmt=4&clientId=63928 &RQT=309&VName=PQD
Adelina Haryani Sinambela : Naegleria Fowleri, 2008 USU e-Repository © 2008