Pertolongan Pertama Ditulis oleh dr. Hamidie Ronald, M.Pd
Pertolongan pertama adalah pemberian pertolongan segera kepada penderita sakit atau cidera yang memerlukan bantuan medis dasar. Medis dasar yang dimaksud di sini adalah tindakan perawatan berdasarkan ilmu kedokteran yang dapat dimiliki orang awam. Pemberian medis dasar ini dilakukan oleh penolong yang pertamna kali tiba di tempat kejadian yang memiliki kemampuan dan terlatih dalam penanganan medis. Pemberian pertolongan pertama memiliki 3 tujuan utama. Pertama, pemberian pertolongan ini bertujuan untuk menyelamatkan jiwa korban. Hal ini penting untuk korban yang tegolong dalam kasus darurat/significant. Kedua, pemberian pertolongan bertujuan untuk mencegah cacat permanen. Yang terakhir, pemberian pertolongan ini bertujuan untuk memberikan rasa aman dan nyaman pada korban. Rasa aman dan nyaman ini menunjang proses penyembuhan. Seseorang yang memiliki kompetensi dalam memberikan pertolongan pertama wajib memberikan pertolongan jika menemukan korban yang membutuhkan bantuan, baik itu korban trauma (benturan), korban medis (keracunan atau sebab yang lain), ataupun kombinasi keduanya. Apabila ada orang yang tidak mau memberikan bantuan pada korban sementara orang tersebut mampu dan pemberian bantuan tidak membahayakan diri sendiri dan korban, maka orang tersebut dapat dituntut dengan pasal 531 KUH Pidana. Ancaman dalam pasal ini adalah hukuman kurungan selama-lamanya 3 bulan atau denda sebanyakbanyaknya Rp 4.500,-. Dalam memberikan pertolongan pertama ada beberapa tips dan etika yang perlu diperhatikan, diantaranya adalah:
-
menganalisa kondisi lingkungan Langkah paling awal sebelum memberikan pertolongan pada korban adalah menganalisa apakah lingkungan cukup aman untuk memberikan pertolongan atau tidak. Jangan memberikan pertolongan jika lingkungan tidak aman. Yang dimaksud lingkungan disini tidak hanya lingkungan fisik, tapi juga lingkungan sosial. Misalnya, jika ada seorang korban di kerumunan orang. Jangan langsung memberikan pertolongan sebelum tahu statusnya. Bisa jadi korban tersebut adalah pencopet yang baru saja dihajar masa. Jika langsung memberi pertolongan, bisa jadi penolong dikira teman si copet dan ikut dihajar masa juga.
-
memperkenalkan diri Sebelum memberi pertolongan, perkenalkan diri terlebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk menghindari kesalahpahaman yang bisa timbul.
-
minta ijin Seorang penolong harus meminta ijin sebelum memberi pertolongan. Permintaan ijin ini bisa diutarakan pada korban (jika korban sadar), keluarga korban, atau orang yang ada di sekitar korban. Apabila korban atau keluarganya menolak diberi pertolongan, penolong tidak boleh memaksa untuk memberi pertolongan.
-
minta bantuan orang lain Mintalah bantuan orang lain dalam memberikan pertolongan pada korban. Selain untuk memudahkan pemberian pertolongan, orang yang membantu tersebut dapat dijadikan saksi apabila ada gugatan dari korban atau keluarganya di kemudian hari.
-
merahasiakan kondisi korban Rahasiakanlah semua informasi yang berhubungan dengan korban, terutama informasi yang bersifat pribadi. Apabila informasi pribadi korban tersebar, korban bisa menuntut dengan dasar pasal 322 KUH Pidana. Ancaman dalam pasal ini adalah hukuman kurungan selama-lamanya 9 bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 9.000,-.
Pertolongan Pertama pada Korban Trauma Ditulis oleh dr. Hamidie Ronald, M.Pd
Yang dimaksud dengan korban trauma adalah korban yang mengalami gangguan fisik, yaitu berupa benturan dengan benda keras. Penyebab terjadinya benturan bisa bermacam-macam, seperti jatuh, kejatuhan benda, atau kecelakaan lalu lintas. Berdasarkan tingkat cideranya, korban trauma dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu trauma ringan (non significant) dan berat (significant). Korban dikatakan trauma ringan bila mengalami cidera yang kemungkinan kematian dan cacatnya kecil, seperti terkilir, luka bakar ringan, terpeleset, dan lain-lain. Korban dikatakan trauma berat jika kemungkinan kematian atau cacat permanennya besar. Cidera yang dikelompokkan dalam trauma berat antara lain: -
terlempar dari kendaraan bermotor yang melaju kencang
-
kecelakaan mobil hingga terbalik
-
jatuh dari ketinggian lebih dari 2 m
-
kecelakaan dengan patah tulang besar (seperti tulang paha)
-
kecelakaan banyak penumpang, seorang penumpang meninggal, maka orang di sebelah orang tersebut dikategorikan trauma berat
-
korban yang tidak sadar dan tidak diketahui mekanisme kejadiannya dianggap trauma berat
Penanganan korban trauma sedikit berbeda dengan dengan penanganan korban medis. Pemberian pertolongan pada korban trauma memerlukan pemeriksaan seluruh bagian tubuh. pemberian pertolongan juga harus ekstra hati-hati apabila ada indikasi korban mengalami cidera tulang spinal, yaitu cidera tulang belakang mulai dari tulang leher hingga tulang ekor. Cidera pada tulang spinal merupakan cidera yang paling sensitif. Jika penanganannya salah, korban bisa meninggal dunia. Pada dasarnya penanganan korban trauma mengikut langkah-langkah berikut ini: -
penilaian keadaan Penilaian keadaan merupakan tindakan pertama yang harus dilakukan jika menemui korban yang memerlukan bantuan. Hal yang harus dinilai pertama kali adalah masalah lingkungan, apakah lingkungan aman untuk memberikan pertolongan atau tidak. Jika tidak, korban bisa dipindahkan ke tempat yang aman, tentu saja dengan syarat pemindahan tersebut memungkinkan dan tidak membahayakan korban. Jika korban terindikasi mengalami cidera spinal,
sebaiknya
pemindahan
dilakukan
oleh
orang
yang
sudah
berpengalaman dan dengan peralatan yang sesuai karena cidera spinal membutuhkan penanganan yang sangat hati-hati. Setelah lingkungan dirasa aman, langkah selanjutnya adalah mengumpulkan informasi mengenai kejadian yang dialami korban. Informasi ini dapat diperoleh dari korban atau saksi mata. Langkah terakhir pada penilaian keadaan ini adalah meminta bantuan, terutama bantuan untuk merujuk korban ke instalasi kesehatan terdekat. -
penilaian dini
Penilaian dini adalah pemeriksaan awal terhadap korban. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang bersifat mendasar, berhubungan dengan kelangsungan hidup korban, sehingga harus segera dilaksanakan. Penilaian dini meliputi: -
pemeriksaan kesadaran korban Tingkat kesadaran korban dapat dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu awas/kesadaran penuh, respon terhadap suara, respon terhadap nyeri, dan tidak sadar sama sekali. Dalam pemeriksaan ini buatlah tes terhadap penglihatan, misal dengan menggerakkan jari di depan korban. Jika korban memberi tanggapan, berarti korban dalam keadaan sadar. Jika tidak, pemeriksaan dilanjutkan dengan tes suara, misal dengan dipanggil. Jika ada tanggapan, maka korban respon terhadap suara. Jika tidak, korban bisa distimulasi dengan rasa sakit dengan cara mencubit lengan atas bagian dalam, dekat ketiak, atau dengan menekan dada. Jika ada tanggapan, dilihat dari perubahan raut muka atau tanda-tanda sakit yang lain, maka korban respon terhadap nyeri. Jika tidak ada tanggapan, maka korban benar-benar tidak sadar.
-
pemeriksaan saluran nafas (airway) Pemeriksaan saluran nafas bertujuan untuk membebaskan dan membuka jalan nafas. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara membuka mulut dan mengamati apakah ada benda yang berpotensi menyumbat saluran pernafasan. Jika ada, benda tersebut harus dikeluarkan. Jika tidak, langkah selanjutnya adalah menekan dahi dan mengangkat dagu korban sehingga kepala korban berada pada posisi tengadah. Posisi ini akan mempertahankan terbukanya saluran pernafasan. Pembukaan saluran pernafasan dengan menekan dahi dan mengangkat
dagu tidak bisa dilakukan pada korban yang mengalami patah tulang leher. Untuk korban seperti ini, pembukaan saluran pernafasan dilakukan dengan metode jaw thrus, yaitu dengan mendorong rahang korban ke depan (posisi rahang seperti cakil). -
pemeriksaan nafas (breathing) Pemeriksaan nafas bertujuan untuk mengetahui apakah korban bernafas dengan normal atau tidak. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara mendekatkan telinga dan pipi penolong ke hidung korban dan mata penolong tertuju pada dada atau perut korban. Lihat pergerakan dada atau perut saat korban bernafas, dengar suara nafas korban, rasakan hembusan udara yang keluar dari hidung, dan hitung jumlah hembusan nafas korban selama 5 detik. Apabila pada pemeriksaan nafas ini diketahui korban tidak bernafas, berikan nafas buatan dengan cara meniup mulut korban dan menutup hidungnya setiap 5 detik.
-
pemeriksaan sistem sirkulasi darah (circulation) Pemeriksaan ini bertujuan untuk meyakinkan bahwa jantung korban berfungsi dengan baik. Pemeriksaan dilakukan dengan cara menyentuh nadi karotis di leher selama 3 – 5 detik. Jika tidak ada denyut nadi, lakukan resusitasi jantung paru.
-
pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik bertujuan untuk mengetahui cidera yang dialami korban. pemeriksaan ini berprinsip pada 2 hal, yaitu menyeluruh pada semua bagian tubuh dan dilakukan secara sistematis dan berurutan. Pemeriksaan dilakukan dengan penglihatan (inspeksi), perabaan (palpasi), dan pendengaran (auskultasi). Keberadaan cidera pada korban dapat diketahui melalui adanya perubahan bentuk (berhubungan dengan cidera otot dan tulang), luka, nyeri,
atau bengkak. Pemeriksaan fisik melalui urutan sebagai berikut: -
pemeriksaan kepala
-
pemeriksaan mata Periksa kondisi dan reaksi pupil terhadap rangsang cahaya. Jika pupil mata kanan dan kiri tidak sama besar atau ukurannya lebar sekali, ada indikasi korban mengalami gangguan syaraf/syok.
-
pemeriksaan hidung Periksa apakah ada darah, cairan bening, atau keduanya di hidung korban. jika ada, kemungkinan korban mengalami benturan kepala/gegar otak.
-
pemeriksaan telinga
-
pemeriksaan mulut
-
pemeriksaan leher Periksa apakah ada pelebaran vena atau memar di leher. Jika ada, kemungkinan korban mengalami cidera spinal bagian tulang leher.
-
pemeriksaan dada
-
pemeriksaan perut
-
pemeriksaan panggul
-
pemeriksaan tungkai dan kaki Pemeriksaan ini melibatkan gerakan, sensasi, dan sirkulasi. Pemeriksaan
gerakan dilakukan dengan meminta korban menggerakkan kaki (khusus untuk korban sadar). Jika tidak bisa, kemungkinan ada cidera di otot tungkai dan kaki. Pemeriksaan sensasi dilakukan dengan menekan jari kaki tertentu dan menanyakan jari apa yang sedang ditekan (khusus untuk korban sadar). Jika korban salah menjawab atau tidak merasakan apaapa, kemungkinan ada kerusakan di syaraf. Pemeriksaan sirkulasi dilakukan dengan cara menyentuh nadi di mata kaki dan di punggung kaki (dilakukan pada korban sadar maupun tidak sadar). Jika tidak ada denyut nadi, kemungkinan korban mengalami pendarahan.
-
pemeriksaan lengan dan tangan Pemeriksaan di lengan dan tangan sama dengan pemeriksaan di tungkai dan kaki, yaitu pemeriksaan yang melibatkan gerakan, sensasi, dan sirkulasi. Nadi yang diperiksa pada pemeriksaan ini adalah nadi di pergelangan tangan.
-
pemeriksaan punggung Pemeriksaan punggung biasanya dilakukan teakhir, yaitu saat korban dipindahkan ke atas tandu atau papan spinal.
-
pemeriksaan tanda vital Pemeriksaan tanda vital ini meliputi: -
pemeriksaan pernafasan Normalnya, manusia dewasa bernafas sebanyak 12 – 20 kali per menit. Jika lebih dari 30 kali per menit, kemungkinan korban mengalami syok.
-
pemeriksaan nadi Pemeriksaan nadi bisa dilakukan di nadi pergelangan tangan, untuk korban sadar, atau di nadi leher, bagi korban tidak sadar. Normalnya, denyut nadi manusia adalah 60 – 90 kali per menit. Jika lebih dari 150 kali per menit, kemungkinan korban mengalami syok.
-
pemeriksaan tekanan darah Pemeriksaan tekanan darah dilakukan jika tersedia peralatannya. Normalnya tekanan darah manusia 100 – 140 mmHg untuk sistol dan 60 – 90 mmHg untuk diastol. Jika tekanan darah korban 50/35 mmHg (sistol/diastol), kemungkinan korban akan meninggal dunia.
-
pemeriksaan suhu tubuh Normalnya suhu tubuh manusia 36 – 37 oC. Jika tidak ada termometer, pemeriksaan ini bisa dilakukan dengan membandingkan suhu tubuh korban dengan penolong. Caranya adalah dengan merasakan/menyentuh dahi korban dan penolong secara bersamaan.
-
pemeriksaan warna kulit penatalaksanaan
Yang dimaksud dengan penatalaksanaan adalah pertolongan yang diberikan pada korban. Pertolongan diberikan berdasarkan prioritas luka yang dialami korban. Prioritas tersebut meliputi (urutan menunjukkan urutan penanganan): 1. henti jantung dan nafas, ditolong dengan resusitasi jantung paru 2. pendarahan, ditolong dengan pengendalian pendarahan 3. luka bakar, ditolong dengan perawatan khusus luka bakar 4. patah tulang, dislokasi sendi dan tulang, ditolong dengan immobilisasi
dan fiksasi 5. tidak sadar, ditolong dengan pemberian rangsangan hingga sadar -
pemeriksaan berkala Pemeriksaan berkala dilakukan setelah penatalaksanaan hingga korban dirujuk ke instalasi kesehatan. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan respon, jalan nafas, pernafasan, nadi, keadaan kulit, suhu, penatalaksanaan, dan menjaga komunikasi (untuk korban sadar). Jika tanda vital normal, pemeriksaan dilakukan setiap 15 menit. Tapi jika tanda vital tidak normal, pemeriksaan dilakukan setiap 5 menit.
-
Pelaporan Pertolongan yang telah diberikan harus dilaporkan ke instalasi kesehatan yang menerima korban. Format pelaporan bisa mengikuti format berikut ini:
Pemeriksaan Primer pada Korban Banyak Ditulis oleh dr. Hamidie Ronald, M.Pd
Pada kasus bencana alam, musibah, kecelakaan, atau kasus lain yang menimbulkan banyak korban sedangkan jumlah penolong terbatas, pemeriksaan (triase, triage) dibagi menjadi 2 tahap, yaitu pemeriksaan primer dan skunder. Pemeriksaan primer dilakukan oleh regu pioner, regu yang pertama kali masuk ke lokasi. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memilah korban menjadi 4 kelompok berdasarkan tingkat kegawatan cideranya. Pemeriksaan skunder dilakukan regu penolong yang bertujuan memberikan pertolongan pertama. Jenis pertolongan yang diberikan biasanya mengacu pada pertolongan untuk korban trauma.
Seperti yang telah diberitahukan di awal, pemeriksaan primer bertujuan untuk mengelompokkan korban kedalam 4 kelompok, yaitu kelompok merah, kuning, hijau, dan hitam (urutan ini juga menunjukkan urutan lokasi pemberian pertolongan
pertama/pemeriksaan
skunder).
Yang
digolongkan
kedalam
kelompok merah adalah korban yang kondisinya gawat darurat. Korban ini harus mendapatkan prioritas penanganan pertama dan secepat mungkin dikirim ke instalasi kesehatan terdekat. Yang digolongkan kedalam kelompok kuning adalah korban tidak terlalu gawat. Kelompok ini mendapat prioritas penanganan sedang dan harus dirujuk ke instalasi kesehatan juga. Yang digolongkan kedalam kelompok hijau adalah korban yang mengalami cidera ringan.
Kelompok ini mendapat prioritas penanganan setelah kelompok kuning. Kelompok ini boleh pulang, tidak harus dirujuk ke instalasi kesehatan. Yang digolongkan kedalam kelompok hitam adalah korban yang meninggal dunia. Kelompok ini dirujuk ke instalasi kesehatan untuk diotopsi dengan prioritas pengiriman yang paling akhir.
Pengelompokan korban dapat dilakukan melalui mekanisme berikut ini: -
tes kemampuan berjalan Tes kemampuan berjalan dilakukan dengan cara memanggil dan meminta korban untuk berjalan menuju penolong. Apabila korban dapat berjalan, maka korban termasuk kelompok hijau. Apabila korban tidak dapat berjalan, meskipun korban dalam keadaan sadar, maka korban perlu mendapat tes selanjutnya.
-
tes kemampuan bernafas Tes ini dilakukan dengan menghitung jumlah nafas korban. Jika korban bernafas lebih dari 30 kali per menit, maka korban termasuk kelompok merah. Bila korban bernafas kurang dari 30 kali per menit, korban perlu mendapat tes selanjutnya.
-
tes kemampuan mengisi kapiler Tes ini dilakukan dengan cara menekan ujung jari korban dan menghitung waktu yang dibutuhkan bagian tersebut untuk berubah warna dari pucat menjadi merah kembali. Apabila waktu yang dibutuhkan lebih dari 2 detik, maka korban termasuk kelompok merah. Bila waktu yang dibutuhkan kurang dari 2 detik, maka korban perlu mendapat tes selanjutnya.
-
tes kemampuan status mental Tes ini dilakukan dengan cara memberikan perintah atau pertanyaan sederhana pada korban, seperti perintah untuk berkedip, mengangguk, menggerakkan tangan, atau menanyakan nama korban. Apabila korban dapat berinteraksi dengan lancar dan benar, maka korban termasuk kelompok kuning. Jika korban tidak bisa berinteraksi dengan lancar dan benar, maka korban termasuk kedalam kelompok merah.
Korban yang dimasukkan kedalam kelompok hitam adalah korban yang pada saat ditemukan dalam kondisi tidak sadar dan tidak bernafas. Meskipun ada kemungkinan korban masih bisa dibantu dengan nafas buatan, namun karena jumlah tenaga penolong terbatas, korban ini dimasukkan ke kelompok hitam yang mendapat prioritas penanganan terakhir. Kadangkala ada korban yang tidak bisa dimasukkan ke dalam kelompok manapun. Contohnya korban yang berjalan tak tentu arah, nafasnya pendek dan cepat (lebih dari 30 kali per menit), serta wajah terlihat pucat dan panik. Pada kasus seperti ini sebenarnya korban mengalami syok saja. Untuk korban seperti ini penanganan yang dilakukan adalah membawa korban ke tempat yang aman dan menenangkannya.
Pengendalian Pendarahan Ditulis oleh dr. Hamidie Ronald , M.Pd
Yang dimaksud dengan pendarahan adalah peristiwa keluarnya darah dari pembuluh darah karena pembuluh tersebut mengalami kerusakan. Kerusakan ini bisa disebabkan oleh benturan fisik, sayatan, atau pecahnya pembuluh darah yang tersumbat. Berdasarkan letak keluarnya darah, pendarahan dibagi menjadi 2 macam, yaitu pendarahan terbuka dan pendarahan tertutup. Pada pendarahan terbuka, darah keluar dari dalam tubuh. Tekanan dan warna darah pada saat keluar tergantung dari jenis pembuluh darah yang rusak. Jika yang rusak adalah pembuluh arteri (pembuluh nadi), maka darah memancar dan berwarna merah terang. Jika yang rusak adalah pembuluh vena (pembuluh balik), maka darah mengalir dan berwarna merah tua. Jika yang rusak adalah pembuluh kapiler (pembuluh rambut), maka darah merembes seperti titik embun dan berwarna merah terang. Pada pendarahan tertutup, darah keluar dari pembuluh darah dan mengisi daerah di sekitarnya, terutama dalam jaringan otot. Pendarahan ini dapat diidentifikasi dengan adanya memar pada korban. Bentuk lain dari pendarahan tertutup adalah pendarahan dalam. Pada pendarahan dalam, darah yang keluar dari pembuluh darah mengisi rongga dalam tubuh, seperti rongga dalam perut. Pendarahan ini dapat diidentifikasi dari tanda-tanda pada korban, seperti: -
setelah cidera korban mengalami syok, tapi tidak ada tanda-tanda pendarahan
-
tempat cidera mungkin terlihat memar yang terpola
-
lubang tubuh mungkin mengeluarkan darah
Pengendalian pendarahan bisa bermacam-macam, tergantung pada jenis dan tingkat pendarahannya. Untuk pendarahan terbuka, pertolongan yang bisa diberikan antara lain: -
tekan langsung pada cidera Penekanan ini dilakukan dengan kuat pada pinggir luka. Setelah beberapa saat, sistem peredaran darah akan menutup luka tersebut. Teknik ini dilakukan untuk luka kecil yang tidak terlalu parah (luka sayatan yang tidak terlalu dalam).
-
elevasi Teknik dilakukan dengan mengangkat bagian yang luka (tentunya setelah dibalut) sehingga lebih tingggi dari jantung. Apabila darah masih merembes, diatas balutan yang pertama bisa diberi balutan lagi tanpa membuka balutan yang pertama.
-
tekan pada titik nadi Penekanan titik nadi ini bertujuan untuk mengurangi aliran darah menuju bagian yang luka. Pada tubuh manusia terdapat 9 titik nadi, yaitu temporal artery (di kening), facial artery (di belakang rahang), common carotid artery (di pangkal leher, dekat tulang selangka), brachial artery (di lipatan siku), radial artery (di pergelangan tangan), femoral artery (di lipatan paha), popliteal artery (di lipatan lutut), posterior artery (di belakang mata kaki), dan dorsalis pedis artery (di punggung kaki).
-
Immobilisasi Immobilisasi bertujuan untuk meminimalkan gerakan anggota tubuh yang luka. Dengan sedikitnya gerakan diharapkan aliran darah ke bagian yang luka
tersebut menurun. -
tourniquet Teknik ini hanya dilakukan untuk menghentikan pendarahan di tangan atau kaki saja, merupakan pilihan terakhir, dan hanya diterapkan jika ada kemungkinan amputasi. Bagian lengan atau paha atas diikat dengan sangat kuat sehingga darah tidak bisa mengalir. Dahi korban yang mendapat tourniquet harus diberi tanda silang sebagai penanda dan korban harus segera dibawa ke rumah sakit untuk mendapat penanganan lebih lanjut. Jika korban tidak segera mendapat penanganan, bagian yang luka bisa membusuk.
Berbeda dengan pendarahan terbuka, pertolongan yang bisa diberikan pada korban yang mengalami pendarahan dalam adalah sebagai berikut: -
rest Korban diistirahatkan dan dibuat senyaman mungkin.
-
ice Bagian yang luka dikompres es hingga darahnya membeku. Darah yang membeku ini lambat laun akan terdegradasi secara alami melalui sirkulasi dan metabolisme tubuh.
-
commpression Bagian yang luka dibalut dengan kuat untuk membantu mempercepat proses penutupan lubang/bagian yang rusak pada pembuluh darah.
-
elevation Kaki dan tangan korban ditinggikan sehingga lebih tinggi dari jantung.
Syok Ditulis oleh dr. Hamidie Ronald, M.Pd
Syok adalah peristiwa gagalnya pengiriman darah ke organ vital. Peristiwa ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: -
kegagalan jantung dalam memompa darah
-
korban kehilangan banyak darah
-
dilatasi pembuluh darah yang luas
-
dehidrasi
Korban yang syok dapat diketahui dengan mudah. Tanda-tandanya adalah sebagai berikut: -
nadi cepat dan lemah
-
nafas cepat, dangkal, dan tidak teratur
-
kulit pucat, dingin, dan lembab
-
wajah pucat dan sianosis (bibir membiru)
-
pupil mata melebar
-
status mental berubah (gelisah, mual, haus, pusing, ketakutan, dan lainlain)
Meskipun tidak tergolong darurat, tapi penderita syok perlu segera mendapat perawatan. Perawatan yang bisa diberikan antara lain: -
bawa ke tempat yang aman
-
tidurkan dengan tungkai lebih tinggi
-
longgarkan pakaian penderita
-
pertahankan suhu tubuh dengan memberi selimut, jaket, atau barang yang lain
-
tenangkan penderita
-
pertahankan jalan nafas
-
kendalikan pendarahan dan rawat cidera, bila ada
-
beri oksigen, bila ada
-
jangan diberi makanan dan minuman
-
periksa tanda vital secara berkala
-
rujuk ke rumah sakit terdekat
Metode Baru Resusitasi Jantung Paru Oleh : dr. Hamidie Ronald, M.Pd
Metode Baru Resusitasi Jantung ParuSetiap menit terdapat sekitar 4-6 orang meninggal didunia karena serangan jantung. Dan sangat disayangkan jika seseorang tiba-tiba meninggal, yang tadinya kelihatan segar bugar,dengan kata lain jantungnya sangat sehat tiba-tiba tidak lagi berdenyut Jantung sekonyong-konyong berhenti berdenyut (cardiac arrest) serta paru-paru berhenti bernapas (apnoe), atau seseorang tiba-tiba pingsan atau tidak sadarkan diri, seharusnya kita yang berada disekitarnya segera memberikan bantuan sesuai
standar
prosedur
medis
yang
berlaku,
sehingga
nyawa
yang
bersangkutan dapat tertolong dalam artian sembuh sempurna seperti sediakala. Biasanya jika seseorang tiba-tiba pingsan, suasana jadi panik, apalagi jika yang pingsan itu orang penting, maka banyak orang akan beramai-ramai memberikan pertolokngan dengan cara masing-masing, ada yang berteriak, menangis sambil memeluk korban sehingga menghalangi jalan napas, ada yang memijat ibu jari kaki sekuat tenaga sambil komat-kamit, ada yang berdoa menurut agama masing-masing, ada yang memberi minum, dan yang lebih rumit lagi sebagian besar berkerumun disekitar kornban sambil berdesakan hanya sekedar pengin tahu apa kejadian sebenarnya, Pada hal jika lebih dalam 5 (lima) menit aliran darah keotak terhenti maka akan terjadi kerusakan permanen diotak. Dan keberhasilan Bantuan hidup dasar sangat menentukan keberhasilan batuan hidup lanjut (Advance Cardiac Life Support/ACLS). Seharusnya hanya ada satu komando. Timbul pertanyaan siapa yang menjadi komandan ?,, dalam hal ini yang menjadi komandan adalah mereka yang pernah mendapatkan pelatihan bantuan hidup dasar (Basic Life Support/BLS) dan bantuan hidup lanjut (Advance Cardiac Life Support/ACLS). Di luar negeri, biasanya mereka yang terlatih dan punya verifikasi terbaru akan menawarkan diri sambil mengacungkan tangan ;saya resusitator siap jadi komandan , maka yang lain mempersilakan yang bersangkutan menjadi
komandan resusitasi dan semua instruksi dan perintah berada dibawah satu komando yang bersangkutan.?. Bagaimana ditemapat kita.??, masih jauh dari harapan, disamping jumlah anggota masyarakat masih sangat sedikit yang telah mengikuiti pelatihan bantuan hidup dasar(BLS), disamping itu juga ada rasa ewoh pekewoh, rasa sungkan, rasa takut salah dan sebagainya. Siapa yang boleh mengikuti pelatihan BLS?, mereka adalah, dokter, perawat, polisi, tentara, satpan, mereka yang berhubungan banyak dengan orang banyak seperti; sopir, kondektur, pilot, pramugari, sekretaris, pemadam kebakaran, anggota DISHUB, guru, dosen, peltih senam dan lain sebagainya.
Berikut adalah protokol terbaru bantuan hidup dasar (Basic Life Support/BLS). Resusitasi jantung paru (RJP) merupakan teknik dasar untuk penyelamatan jika terdapat korban yang mengalami henti jantung mendadak (cardiac arrest) atau henti napas (apnoe). Jika jantung atau napas berhenti mendadak maka akan terjadi gangguan sel otak atau iskemia dan apa bila lebih dari 5 menit akan terjadi kematian sel otak permanen (irreversible). Apa yang dilakukan jika menemukan seorang korban diduga henti jantung atau henti napas mendadak.
Langkah-langkah berikut perlu dilakukan. - Penolong Jangan panik !!! - Bawa korban ketempat yang tenang/aman/nyaman. (hati-hati jika ada trauma/patah dileher, atau bagian tubuh lainnya. - Periksa apakah pasien sadar, dengan memanggil pasien,.. pak bangun pak bapak ada apa..?, sambil menepuk bahu, atau lengan korban, kalau dia tidak sadar.. maka - Minta bantuan orang disekitar untuk menelpon ambulance atau kendaraan transportasi ke rumah sakit.
Kemudian kita melakukan 3 prinsip dasar yang dikenal dengan istilah ABC yaitu Airway (jalan napas), B.. Breathing (napasnya). C. circulation, aliran darah atau denyut nadi/denyut jantung.
Langkah A. Airway (jalan napas).
Periksa jalan napas korban sebagai berikut : membuka mulut korban, masukkan 2 jari (biasanya jaritelunjuk dan jari tengah), lihat apah ada benda asing, darah,(bersihkan), lidah yang jatuh kebelakang(drop), menutpi jalan napas. Letakkan tangan penolong diatas kening korban dan tangan yang lain didagu korban , tengadahkan/dongakkan kepala korban (Head tilt chin lift), Jika kita mencurigai adanya patah atau fraktur tulang leher/servikal, maka pakai cara lalu buka jalan napas.
Berikutnya Langkah B. Breathing.(Napas korban).
Periksa napas koban selama 5 detik, paling lama 10 detik dengan cara : Lihat, rasakan dengarkan (look-feellisten). (Letakkan pipi penolong didepan mulut korban, sambil melihat dan merasakan adanya napas korban yaitu naikturunnya dada, jika tidak ada napas, atau bernapas tapi tidak adekuat berikan napas buatan dari mulut pemolong kemulut korban (mouth to mouth ventilation), dengan menutup/memencet hidung korban, sampai terlihat dada korban naik/ekspansi, selama 1 detik( jangan berikan napas terlalu cepat dan volume terlalu banyak. pemberian napas tersebut sebanyak 2 kali dengan jarak antara pemberian napas selama 5 detik.
Berikutnya langkah C. Circulation.
Periksa denyut nadi karotis, (sebelah kanan atau kiri jakun), dengan 2-3 jari selama 5 detik jangan lebih dari10 detik.Jika ada denyut nadi, maka korban
hanya henti napas, maka lanjutkan resusitasi paru, berikan napas mulut ke mulut sampai 1 menit (12 kali), sampai napas spontan (satu siklus). Jika denyut nadi tidak ada, maka lakukan kompresi jantung ( resusitasi jantung paru) dengan meletakkan telapak tangan ditulang dada (sternum) jari-jari tangan kanan saling mengait/mengunci, 2-3 jari diatas tulang muda(prosesus sipoideus), atau sejajar puting payudara, kedua bahu penolong sejajar, tegaklurus, sehingga waktu melakukan kompresi disertai bantuan berat badan penolong dan lakukan kompresi jantung dengan kedalaman 4-5cm sebanyak 30 kali kompresi (dulu 15, sekarang 30 kompresi), apakah penolong 1 atau 2 orang tetap 30 kali setiap siklus. Hali ini dilakukan sebanyak 4 siklus (kurang lebih 100 kali kompresi setiap menit. Setelah 4 siklus, cek kembali kesadaran korban, jalan napas korban, apakah sudah ada napas dan nilai denyut arteri karotis. Setelah 2 menit sebaiknya penolong atau bagian kompresi digantikan oleh penolong lain untuk menjaga kwalitas kompresi dan juga kelelahan penolong. Lakukan hal tersebut diatas sambil datangnya ambulance atau alat AED (automated external defibrillator) untuk selanjutnya dilakukan Resusitasi jantung paru lanjutan (ACLS/advance cardiac life support).