Jurnal Teknologi Industri Pertanian 22 (3):173-179 (2012)
Andes Ismayana, Nastiti Siswi Indrasti, Suprihatin, Akhiruddin Maddu, Aris Fredy
FAKTOR RASIO C/N AWAL DAN LAJU AERASI PADA PROSES CO-COMPOSTING BAGASSE DAN BLOTONG FACTORS OF INITIAL C/N AND AERATION RATE IN CO-COMPOSTING PROCESS OF BAGASSE AND FILTER CAKE Andes Ismayana*, Nastiti Siswi Indrasti, Suprihatin, Akhiruddin Maddu, Aris Fredy Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor Kampus IPB Darmaga Bogor , PO BOX 220 BOGOR 16001 Email:
[email protected]
ABSTRACT Sugar cane industry generates wastes, such as bagasse and filter cake which were still not used optimally. One of the alternative utilizations is through the co-composting process to produce compost. The objectives of the study were to utilize bagasse and filter cake from the sugar industry waste for composting and to determine the effect of aeration and C/N ratio to the process and the quality of compost. Method of composting was carried out by using the aerated static pile with two factors, i.e. aeration and C/N ratio. Aeration was given in the form of active aeration for 1 hour in the first week, of 0.4 and 1.2 l / min.kg, and C/N ratio of 30, 40, and 50 for both aerations. Co-composting process had formed mesophilic temperature with the highest at 38 oC, with a range of pH 6.0-7.5 at day 22 and then constant in the range of 6.8-8.0. C/N ratio final compost produced was 17-25, with the biggest C/N ratio decreases at the initial C/N ratio of 50, whereas the aeration rate of 1.2 l/min.kg gave bigger changes in C / N ratio. Keywords: co-composting, bagasse, blotong, aeration ABSTRAK Industri gula pasir di Indonesia menghasilkan limbah berupa bagas dan blotong yang sampai saat ini masih belum dimanfaatkan secara optimal. Salah satu alternatif penanganannya adalah dengan co-composting untuk menghasilkan kompos. Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan bagas dan blotong dari limbah industri gula untuk pembuatan kompos dan mengetahui pengaruh aerasi dan nilai rasio C/N terhadap proses dan mutu kompos tersebut. Metode pengomposan dilakukan dengan aerated static pile dengan mengunakan dua faktor, yaitu aerasi dan rasio C/N. Aerasi yang diberikan berupa aerasi aktif selama 1 jam pada minggu pertama, sebesar 0,4 dan 1,2 l/menit.kg bahan dengan C/N masing-masing 30, 40, dan 50. Proses co-composting membentuk suhu mesofilik dengan titik tertinggi 38oC, dengan rentang nilai pH 6,0–7,5 pada hari ke-22 dan selanjutnya stabil pada rentang 6,8–8,0. Rasio C/N produk kompos yang dihasilkan adalah 17–25 dengan penurunan nilai rasio C/N yang paling besar terdapat pada kompos dengan nilai rasio C/N awal 50, sedangkan laju aerasi 1,2 l/menit.kg memberikan perubahan rasio C/N yang lebih besar. Kata kunci: co-composting, bagas, blotong, aerasi PENDAHULUAN Tebu (Saccharum officinarum) adalah jenis tanaman penghasil gula dan hanya tumbuh di daerah yang memiliki iklim tropis. Pada penggilingan batang tebu menjadi gula menghasilkan beberapa limbah padat diantaranya bagas dan blotong. Bagas atau ampas tebu merupakan sisa penggilingan dan pemerahan tebu berupa serpihan lembut serabut batang tebu yang diperoleh dalam jumlah besar. Rendemen bagas mencapai sekitar 30-40% dari jumlah bobot tebu yang masuk ke penggilingan. Sedangkan blotong dihasilkan dari proses pemurnian nira dengan jumlah sekitar 3,8% dari bobot tebu. Hingga saat ini bagas banyak digunakan untuk bahan bakar utama ketel uap saat musim giling, pembuatan pupuk organik, pulp, papan partikel, bahan makanan ternak, dan kanvas rem (Misran, 2005). Beberapa penelitian tentang
pemanfaatan bagas antara lain sebagai bahan baku produk amilase (Rajagopalan dan Krishnan, 2008), asam sitrat (Khosravi-Darani dan Zoghi, 2008), dan produksi selulosa asetat (Shaikh et al., 2009). Pemanfaatan blotong sebagai bahan baku untuk pembuatan briket (Ismayana dan Afriyanto, 2011) dan campuran pada pembuatan kompos (Misran, 2005). Salah satu alternatif penanganan limbah padat adalah dengan mengubah limbah padat menjadi kompos atau pengomposan (composting). Cocomposting adalah degradasi aerobik dari bahan organik menggunakan lebih dari satu bahan baku. Co-composting blotong dan bagas berpotensi untuk mereduksi kuantitas limbah padat dengan mengkonversinya menjadi pupuk organik. Kedua limbah tersebut memiliki kandungan bahan organik yang tinggi yaitu mencapai 74,1% pada bagas (Abhilas dan Singh, 2008), serta penelitian
*Penulis untuk korespondensi
J Tek Ind Pert. 22 (3): 173-179
173
Faktor Rasio C/N Awal dan Laju Aerasi……….
Meunchang et al. (2005) menunjukkan bahwa kandungan organik pada blotong dan bagas berkisar 48% dan 71%. Proses pengomposan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah nilai perbandingan (nisbah) C/N saat awal pengomposan dan tingkat aerasi. Nilai C/N kompos (produk) yang semakin besar menunjukkan bahwa bahan organik belum terdekomposisi sempurna. Sebaliknya nilai C/N kompos yang semakin rendah menunjukkan bahwa bahan organik sudah terdekomposisi dan hampir menjadi kompos. Dalzell et al. (1987) menyatakan bahwa dalam proses pengomposan diperlukan udara yang cukup ke semua bagian tumpukan untuk memasok oksigen untuk mikroorganisme dan mengeluarkan karbon dioksida. Pada penelitian proses co-composting sampah kota dan kotoran ayam dilakukan oleh Lhadi et al. (2006) menggunakan aerasi aktif 8 l/menit untuk 5 kg bahan kompos. Penggunaan aerasi aktif sebesar 0,3 m3/menit tiap 10 menit/jam dilakukan oleh Zhang dan He (2006) untuk pengomposan sekitar 45 kg campuran kotoran ternak babi dan serbuk gergaji pohon pinus. Gao et al. (2010) menggunakan aerasi aktif sebesar 0,3-0,7 l/min.kg bahan untuk pengomposatan kotoran ayam dan serbuk gergaji. Tujuan penelitian ini adalah pemanfaatan limbah padat industri gula berupa bagas dan blotong dengan pengomposan (co-composting), mengetahui pengaruh nilai C/N rasio awal dan aerasi terhadap laju penurunan nilai C/N. METODE PENELITIAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan terdiri dari analisis karakteristik bahan baku dan penentuan formulasi campuran bahan. Analisis karakteristik fisik yang dilakukan yaitu secara visual dengan melihat bentuk dan keadaan fisik bahan baku, serta analisa proksimat untuk melihat kandungan senyawa kimia dalam bahan. Analisis parameter yang dilakukan adalah kadar air (metode AOAC, 1984), kadar abu
(metode AOAC, 1984), kadar nitrogen (metode AOAC 1984), kadar karbon total (metode AOAC, 1984), kadar fosfor total (metode APHA, 2005), kadar kalium (metode APHA, 2005), dan pengukuran pH (metode AOAC, 1984). Pembuatan formulasi campuran bahan yang dilakukan dengan perbandingan bobot jumlah bagas dan blotong agar diperoleh nilai rasio C/N awal yang diinginkan. Formulasi campuran bahan yang dipergunakan untuk menghitung nilai rasio C/N adalah :
Reaktor untuk pengomposan berbentuk tabung dengan kapasitas volume 30 liter dengan ukuran diameter dan tinggi reaktor yaitu 30 dan 75 cm. Reaktor tersebut dilengkapi dengan pipa aerasi berlubang yang berfungsi meneruskan udara ke dalam tumpukan bahan kompos. Selain itu reaktor juga dilengkapi dengan saluran lindi untuk mengeluarkan cairan yang terbentuk selama proses co-composting (Gambar 1). Penelitian Utama Penelitian utama dilakukan dengan menerapkan proses pengomposan dengan menggunakan metode aerated pile. Pengomposan dilakukan secara aerob dan proses aerasi dilakukan dengan menggunakan blower melalui lubang-lubang pipa aerasi pada reaktor. Aerasi dilakukan setiap hari selama minggu pertama dengan waktu aerasi selama 1 jam/hari dengan laju aerasi sebesar 0,4 l/menit.kg bahan dan 1,2 l/menit.kg bahan. Pengukuran suhu dilakukan setiap hari dan analisis kadar air, kadar abu, pH, kadar karbon, kadar nitrogen dan kadar nitrat dilakukan setiap minggu. Proses pengomposan dihentikan saat kompos telah matang yang ditujukan dengan suhu yang turun dan stabil. Selanjutnya dilakukan pengujian terhadap kompos yang telah matang untuk menentukan mutu kompos yang dihasilkan.
Gambar 1. Skema penempatan reaktor co-composting
174
J Tek Ind Pert. 22 (3): 173-179
Andes Ismayana, Nastiti Siswi Indrasti, Suprihatin, Akhiruddin Maddu, Aris Fredy
Bagas
Blotong
Penelitian Pendahuluan: Karakteristik awal bahan
Formulasi bahan baku berdasarkan nilai C/N awal (30, 40, 50)
Penelitian Utama: Pencampuran Co-composting blotong dan baggase
Aerasi aktif Blower selama 1 minggu, pengomposan selama 42 hari
Analisis dan Pengujian Kompos
Kompos
Gambar 2. Diagram alir penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Bahan Baku Karakterisasi bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini diperlihatkan pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan blotong dan bagas Parameter
Blotong (%)
Bahan organik 14,8 Nitrogen 0,30 Karbon 8,215 C/N ratio 26,93 Fosfor 0,17 Kalium 0,034 Kalsium 1,05 Besi 0,312 Aluminium 0,269 Mangan 0,029 Magnesium 0,0024 Kadar air 72,69 Sumber: Hasil penelitian
Bagas (%) 78,840 0,21 38,620 160,92 1,755 0,119 0,385 0,097 0,068 <0,0000017 0,047 17,35
Bagas yang memiliki komponen serat dan selulosa yang cukup besar terukur dari kandungan bahan organik dan karbon yang cukup tinggi yaitu 78,84% dan 38,62 %. Kadar air bagas relatif rendah yaitu sebesar 17,35%, sedangkan blotong memiliki kadar air yang tinggi (72,69%) dan kadar nitrogen yang cukup tinggi (0,30%). Campuran kedua bahan
J Tek Ind Pert. 22 (3): 173-179
tersebut diharapkan dapat membuat kondisi yang ideal untuk mikroorganisme pendegradasi yang memerlukan karbon sebagai sumber energi dan nitrogen yang cukup untuk sintesis protein. Kandungan lain yang ada pada bagas dan blotong adalah fosfat dan kalium yang penting dan dibutuhkan tanah. Kandungan fosfat pada bagas adalah 1,755% sedangkan pada blotong sebesar 0,170%. Kandungan kalium pada bagas adalah 0,119%, sedangkan pada blotong sebesar 0,035%. Formulasi campuran bahan dengan komposisi terbaik dari bagas dan blotong menjadi co-composting perlu ditetapkan. Untuk itu perlu ditentukan nilai C/N awal untuk proses pengomposan yang baik. Pada penelitian ini nilai C/N awal ditetapkan sebesar 30, 40, dan 50, sehingga untuk campuran bahan kompos sebanyak 5 kg dibuat komposisi seperti tercantum pada Tabel 2. Tabel 2. Formulasi campuran bahan kompos (cocomposting) Blotong
Bagas
(kg)
(kg)
5
4,87
0,13
40
5
4,42
0,58
50
5
4
1
C/N awal
Bobot total
30
175
Faktor Rasio C/N Awal dan Laju Aerasi……….
kompos stabil mencapai suhu ruang, menandakan proses degradasi karbon organik selesai dan proses pengomposan hampir selesai. Selama proses cocomposting tidak dapat mencapai suhu thermofilik (40oC) namun hanya mencapai suhu mesofilik (30oC), kemungkinan tinggi tumpukkan yang rendah mengakibatkan panas yang terbentuk tidak dapat tertahan lama di dalam tumpukkan dan langsung keluar (Indrasti dan Wimbanu, 2006).
Perubahan Suhu Suhu pada proses co-composting bagas dsn blotong diukur setiap hari untuk memastikan kondisi lingkungan dan tumpukan bahan tetap terjaga. Suhu merupakan faktor utama yang mempengaruhi aktivitas mikroorganisme dalam proses pengomposan (Epstein, 1997). Perubahan Suhu selama proses pengomposan disajikan pada Gambar 3. Hasil pengamatan menunjukkan interaksi antar perlakuan, yaitu pembedaan nilai C/N awal dan pemberian laju aerasi tidak memberikan perbedaan yang signifikan terhadap suhu proses. Kenaikan suhu menurun setelah hari keempat untuk proses aerasi dan stabil setelah minggu ketiga. Hal ini menunjukkan proses degradasi mulai menurun akibat berkurangnya bahan karbon organik yang terurai menjadi gas CO2, air, dan panas (kalor). Suhu
Perubahan pH Tingkat keasaman pada proses cocomposting merupakan faktor penting dalam proses pengomposan. Perubahan pH ini menunjukkan adanya aktivitas mikroorganisme dalam mendegradasi bahan organik. Perubahan pH selama pengomposan tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.
Suhu (OC)
38
30 (0.4 l/min.Kg)
35
40 (0.4 l/min.Kg)
32
50 (0.4 l/min.Kg) 30 (1.2 l/min.Kg)
29
40 (1.2 l/min.Kg)
26
50 (1.2 l/min.Kg)
23 20 0
6
12
18
24
Hari ke-
Gambar 3. Perubahan suhu selama proses pengomposan
8.50 30 (0.4 l/min.Kg) 8.00
40 (0.4 l/min.Kg)
7.50
50 (0.4 l/min.Kg)
pH
30 (1.2 l/min.Kg) 7.00 40 (1.2 l/min.Kg) 6.50
50 (1.2 l/min.Kg)
6.00 5.50 5.00 0
8
15
22
29
36
43
Hari ke-
Gambar 4. Perubahan pH selama proses co-composting
176
J Tek Ind Pert. 22 (3): 173-179
Andes Ismayana, Nastiti Siswi Indrasti, Suprihatin, Akhiruddin Maddu, Aris Fredy
Pada Gambar 4 terlihat interaksi antara proses pemberian laju aerasi yang berbeda dan pembedaan nilai C/N awal menunjukkan nilai pH yang tak berbeda. Peningkatan nilai pH yang teridentifikasi pada hari ke-8 menunjukkan bahwa perombakan bahan organik senyawa karbon menjadi asam organik tidak lagi menjadi proses yang dominan dan telah terjadi pembentukkan senyawa ammonium yang dapat meningkatkan nilai pH. Jika dikaitkan perubahan suhu selama proses (Gambar 3) terlihat menjelang hari ke 5 sampai 7 kenaikan suhu sudah menurun yang menunjukkan perolehan asam organik yang berkurang yang memungkinkan pH proses dapat menurun. Meunchang et al. (2005) menambahkan penurunan nilai pH saat pengomposan pada tahap awal proses disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme yang menghasilkan asam organik dan reduksi dari ion ammonium (NH4+). Pengomposan beberapa limbah pertanian menunjukkan juga penurunan pH pada lima hari pertama mencapai 7,5 dan meningkat dan stabil memasuki hari ke-15 (Kulcu dan Yaldiz, 2004). Perubahan Nisbah C/N Nisbah C/N merupakan indikator kualitas dan tingkat kematangan dari bahan kompos. Proses pendegradasian yang terjadi dalam pengomposan membutuhkan karbon organik (C) untuk pemenuhan energi dan pertumbuhan, dan nitrogen (N) untuk pemenuhan protein sebagai zat pembangun sel metabolisme. Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30-40. Mikroorganisme memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk sintesis protein. Pada nilai C/N di antara 30-40 mikroba mendapatkan cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein. Apabila nilai C/N terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga dekomposisi berjalan lambat (Isroi, 2008). Pada kompos dengan kandungan rasio C/N rendah akan banyak mengandung amoniak (NH3) yang dihasilkan oleh bakteri amoniak. Senyawa ini dapat dioksidasi lebih lanjut menjadi nitrit dan nitrat yang mudah diserap oleh tanaman. Perbandingan C/N
terlalu rendah juga akan menyebabkan terbentuknya gas amoniak, sehingga nitrogen mudah hilang ke udara (Harada et al., 1993). Perubahan nisbah C/N dipengaruhi oleh kadar karbon organik bahan yang cenderung menurun dan perubahan kadar nitrogen yang relatif konstan, sehingga nisbah C/N akan menurun pada akhir proses pengomposan. Hasil pengamatan terhadap interaksi nisbah C/N awal dan perlakuan aerasi menunjukkan penurunan hingga minggu keempat dan relatif stabil mendekati standar nilai C/N kompos sekitar 17-25. Adanya kandungan karbon yang lebih tinggi pada nisbah C/N 50 menghasilkan perubahan nilai C/N yang lebih besar jika dibandingkan dengan nilai 40 dan 30. Tingkat pemberian aerasi menunjukkan pengaruh terhadap laju penurunan C/N, pada aerasi 0,4 l/menit.kg bahan tingkat penurunan lebih rendah dibandingkan dengan aerasi 1,2 l/menit.kg bahan karena oksidasi dan metabolisme mikroorganisme dibutuhkan udara (Gambar 5). Mutu Hasil Kompos Struktur fisik dan karakteristik produk kompos merupakan salah satu indikator penting dalam menentukan kualitas dari sebuah proses cocomposting. Struktur fisik kompos dapat diketahui dari keadaan fisik produk dan karakteristik kompos dinilai dari parameter akhir kompos, antara lain nilai pH dan rasio C/N. Mutu produk pengomposan bagas dengan blotong secara umum sudah mendekati sifat fisik bahan kompos. Hal ini ditunjukkan dengan penampakan warna bahan coklat kehitaman dan bau mendekati bau tanah. Cahaya dan Nugraha (2008) menambahkan kompos yang telah matang berbau seperti tanah, karena materi yang dikandungnya sudah menyerupai materi tanah dan berwarna coklat kehitam-hitaman yang terbentuk akibat pengaruh bahan organik yang sudah stabil. Bentuk akhir sudah tidak menyerupai bentuk aslinya karena sudah hancur akibat penguraian alami oleh mikroorganisme yang hidup di dalam kompos. Hasil pengamatan struktur fisik hasil co-composting dapat dilihat pada Tabel 3.
80 70
30 (0.4 l/min.Kg) 40 (0.4 l/min.Kg) 50 (0.4 l/min.Kg)
60 Nilai C/N
50 40 30 20 10 0 0
8
15
22
29
36
43
Hari ke-
Gambar 5. Perubahan nisbah C/N
J Tek Ind Pert. 22 (3): 173-179
177
Faktor Rasio C/N Awal dan Laju Aerasi……….
Tabel 3. Penampakan fisik dari kompos hasil Aerasi (l/menit kg bahan) 0,4
1,2
Nilai C/N awal
Tekstur
Warna
Bau
30
Halus
Coklat kehitaman
Tanah
40 50 30 40 50
Halus Agak Kasar Halus Halus Agak kasar
Coklat kehitaman Coklat kehitaman Coklat kehitaman Coklat kehitaman Coklat kehitaman
Tanah Tanah Tanah Tanah Tanah
30.00 0,4 L/menit.kg bahan
25.00
C/N
20.00
1,2 L/menit.kg bahan
15.00 10.00 5.00 0.00 30
40
50
Nilai C/N Awal Gambar 6. Nilai C/N akhir kompos dari campuran bagas-blotong Untuk hasil karakterisasi akhir kompos tiap perlakuan menunjukkan bahwa pH kompos relatif netral dan sesuai dengan SNI 19-7030-2004. Baku mutu ini menetapkan bahwa kompos yang matang memiliki kisaran pH yang netral yaitu 6,8-7,5. Nilai C/N akhir pada perlakuan aerasi 1,2 l/menit.kg bahan menunjukkan bahwa kompos sudah matang. Hal ini sesuai kisaran nilai C/N kompos matang pada SNI 19-7030-2004 yaitu 10-20. Akan tetapi pada kompos perlakuan aerasi 0,4 l/menit.kg bahan masih di atas batas maksimal SNI. Nilai C/N akhir tiap formulasi dapat dilihat pada Gambar 6. Kompos dengan perlakuan aerasi 1,2 l/menit.kg bahan hampir semuanya telah sesuai dengan standar SNI, kecuali untuk campuran bahan dengan C/N awal 50. Pada proses pembuatan kompos perlakuan aerasi 0,4 l/menit.kg bahan semuanya masih di atas batas maksimal SNI. Hal ini menunjukkan bahwa aerasi tampak berpengaruh pada proses pembuatan kompos. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Co-composting merupakan salah satu solusi alternatif dalam pemanfaatan limbah padat industri gula khususnya untuk bagasse dan blotong. Pemberian perlakuan aerasi 0,4 dan 1,2 L/menit.kg bahan memberikan pengaruh terhadap kompos yang dihasilkan. Kompos dengan nilai C/N awal 50
178
dengan perlakuan 1,2 l/menit.kg bahan mengalami penurunan nilai C/N yang paling tinggi dan kenaikan suhu yang tertinggi. Jika dibandingkan dengan SNI 19-7030-2004, maka kompos dengan perlakuan 1,2 l/menit.kg bahan telah memenuhi standar SNI baik itu pH maupun C/N. Namun untuk kompos dengan perlakuan 0,4 l/menit.kg bahan untuk nilai C/N akhirnya masih belum memenuhi SNI. Saran Penelitian co-composting bagasse dan blotong dilakukan scale-up sehingga dapat segera diaplikasikan pada skala industri. DAFTAR PUSTAKA Abilash PC dan Singh N. 2008. Influence of the Application of Sugarcane Baggasse on Lindane (γ-HCH) Mobility through Soil Column. Implication for Biotreatment. Biores Technol. 99:8961-8966. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2004. Spesifikasi dan Standar Kualitas Kompos (SNI 19-7030-2004). Badan Standarisasi Nasional, Jakarta. Cahaya AT dan Nugraha DA. 2008. Pembuatan Kompos dengan Menggunakan Limbah Padat Organik (Sampah Sayuran dan Ampas Tebu). Jurusan Teknik Kimia,
J Tek Ind Pert. 22 (3): 173-179
Andes Ismayana, Nastiti Siswi Indrasti, Suprihatin, Akhiruddin Maddu, Aris Fredy
Fakultas Teknik. Universitas Diponegoro, Semarang. Dalzell HW, Bidlestone AJ, Gray KR, Thurairajan K. 1980. Soil Management: Compost Production and Use in Tropical and Subtropical Environment. Soil Bulletin 56. Food and Agricultural Organization of The United Nation. Epstein E. 1997. The Science of Composting. Technomic Pennsylvania Lancaster: Publishing Inc. Gao M, Li B, Yu A, Liang F, Yang L,Sun X. 2010. The Effect of Aeration Rate on ForcedAeration Composting of Chicken Manure and Sawdust. Biores Technol. 101:18991903. Harada YK, Haga T, Osada, Kashinoa M. 1993. Quality of Compost from Animal Waste. JAQR 26 (4):238-246. Indrasti NS dan Wimbanu O. 2006. Campuran Jerami dan Ampas Batang Sagu dengan Kotoran Sapi. J Tek Ind Pert. 16 (2): 5190. Indrasti NS. 2004. Teknologi Produksi Kompos. Center for Development of Safe Agroindustrial Process (CDSAP). Bogor: IPB. Ismayana A dan Afriyanto MR. 2011. Pengaruh Jenis dan Kadar Bahan Perekat pada Pembuatan Briket Blotong sebagai Bahan Bakar Alternatif. J Tek Ind Pert. 21 (3):186-193. Isroi. 2008. Kompos. Bogor: Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia. Koehler-Munro.2001. Greenhouse Gas Emmission from Composting of Agricultural WasteThings You Need to Know. Alberta Environment Sustainable Agricultural Council. Canada.
J Tek Ind Pert. 22 (3): 173-179
Khosravi-Darani K dan Zoghi A. 2008. Comparison of Pretreatment Strategies of Sugarcane Baggase: Experimental Design for Citric Acid Production. Biores Technol. 99: 69866993. Kulcu R dan Yaidiz O. 2004. Determinan of Aeration Rate and Kinetics of Composting Some Agricultural Waste. Biores Technol. 93:49-57. Lhadi EK, Tazi H, Aylaj M, Genevini PL, Adani F. 2006. Organic Matter Evolution During Co-Composting of the Organic Fraction of Municipal Waste and Poultry Manure. Biores Technol. 97:2117-2123. Meunchang S, Panichsakpatana S, dan Weaver RW. 2005. Co-composting of Filter Cake and Baggase, by-Product from a Sugar Mill. Biores Technol. 96:437-442. Misran E. 2005. Industri Tebu Menuju Zerro Waste Industri. J Tek Pros. 4 (2):6-10. Rajagopalan G dan Krishnan C. 2008. L-Amilase Production Catabolite Depressed Bacillus subtilis Utilizing Sugarcane Hydrolysate. Biores Technol. 99:3044-3050. Shaikh HM, Pandare, KV, Nair G, Varma AJ. 2009. Utilization of Sugarcane Bagasse Celluse for Producing Celluose Acetates: Novel Use of Residual Hemicellulose as Plasticizer. Carbohydr Polym. 76:23-29. Zhang Y dan He Y. 2006. Co-composting Solid Swine Manure with Pine Sawdust as Organic Substrate. Biores Technol. 97:2024-2031.
179