THE EFFECT OF EXCHANGE RATE AND INVESTMENT ON EXPORTS IN INDONESIA.
ABSTRACT The study aims at analyzing the effect of exchange rate and investment on export in Indonesia The secondary that are analyzed in term of time series i.e. exchange rate and investment. The method of Simultan Equation Estimation (SEM) is used for analyzing the data. The result finding shows that, simultaneously exchange rate and investment have significant effect on export. Partially, exchange rate have also positive and significant effect. And investment has a positive and significant, effect on export in Indonesia Key Words: Exchange rate, investment, and export
PENGARUH EXCHANGE RATE DAN INVESTASI TERHADAP EKSPOR DI INDONESIA
ABSTRAK Studi ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh exchange rate dan investasi terhadap eksport Indonesia. Data yang di analisis adalah data sekunder berbentuk time series yaitu nilai exchange rate dan investasi di Indonesia. Analisis data menggunakan metode estimasi regresi persamaan simultan (SEM), Strucrural Equation Modeling Penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan exchange rate dan investasi berpengaruh signifikan terhadap ekspor. Secara parsial exchange rate berpengaruh positif dan signifkan terhadap ekspor dan investasi berpengaruh positif dan signifikan, terhadap ekspor di Indonesia. Kata Kunci: exchange rate, investasi ,dan ekspor
PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Laju pertumbuhan ekonomi diperlukan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dan untuk mengatasi kemiskinan. Tinggi rendahnya laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan dibatasi oleh factor-faktor produksi yang tersedia, terutama factor modal, sehingga akumulasi modal sehingga akumulasi sebagai pengerak pembangunan ekonomi menjadi titik sentral dalam peningkatan laju pertumbuhan ekonomi. Apabila laju pertumbuhan rendah, maka pendapatan nasional juga rendah, tabungan menjadi kecil dan investasi juga akan kecil, kesempatan kerja akan menjadi lebih sempit dan secara keseluruhan taraf hidup masyarakat menjadi rendah. Dengan proses waktu, taraf hidup ini bertambah rendah lagi karena pertambahan penduduk sehingga proses lingkaran kemiskinan yang tak berujung pangkal akan berlangsung. Oleh karena itulah sasaran utama pembangunan ekonomi adalah laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Untuk mencapai sasaran tersebut perlu menentukan determinan-determinan apakah yang mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat output suatu saat tertentu. Menurut Sundrum (1988), factor-faktor internal yang menjadi penyebab utama melemahnya pertumbuhan ekonomi Indonesia selama fase gejolak eksternal
adalah
menurunnya pengeluaran
pemerintah
dan
investasi.
Sedangkan krisis ekonomi diberbagai belahan dunia, krisis keuangan international
(kelangkaan
sumberdana
untuk
bantuan
asing)
serta
menguatnya Yen Jepang terhadap dollar AS dapat dinyatakan sebagai factorfaktor eksternal yang ikut mendatangkan pengaruh kepada melemahnya pertumbuhan ekonomi Indonesia selama 1983-1986.
Pada tahun 1983-1986 Indonesia dihadapkan pada sebuah kenyataan pahit: pertumbuhan Penurunan
ekonomi tingkat
merosot
pertumbuhan
drastis pada
menjadi tahun
hanya
4,88
1983-1986
persen pertahun. disebabkan
oleh
perkembangan harga minyak. Setelah mencapai angka U$S 35 pada tahun 1982, harga minyak Indonesia mulai menciut menjadi U$S 29,53 (1983 dan 1984), lalu U$S 28,53 (1985), secara berturut-turut anjlok hingga U$S 21,00 (Januari 1986), U$S 14,45 (Maret 1986), dan akhirnya mencapai angka terendah sebesar U$S 9,83 per barel pada bulan Agustus 1986. Kemerosotan ini tak pelak lagi menyebabkan pendapatan pemerintah menciut. Hal yang sama diperlihatkan oleh investasi. PMA yang disetujui menyusut dari U$S 2.471 juta (1983) menjadi U$S 848 juta (1986), sehingga mengalami pertumbuhan negative 19,06 persen pertahun. Sedangkan PMDN pada mulanya anjlok dari Rp.6.476 miliar (1983) menjadi Rp. 2.109 miliar (1984), untuk kemudian kembali merangkak naik menjadi Rp.4.412 miliar (1986). Meskipun pemerintah masih sanggup mendapatkan utang luar negeri sebesar U$S 16.592 juta dan didukung pula oleh utang luar negeri swasta sekitar U$S 3.393 juta (masingmasing merupakan jumlah kumulatif utang yang bias dicairkan selama 1983-1986), Suntikan dana ini tak mampu menyelamatkan kemerosotan pertumbuhan ekonomi. Namun pada tahun 2004 nilai investasi dalam negeri tercatat sebesar Rp.36.747,6 miliar atau mengalami penurunan sebesar 24,21 persen dibanding tahun 2003 sebesar Rp.48.484,8 miliar. Demikian pula dengan investasi asing yang hanya mencapai US$ 10,3 miliar atau mengalami penurunan sebesar 22,18 persen dibandingkan tahun sebelumnya dengan nilai investasi sebesar US$ 13,2 miliar.
Kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia melalui Paket Stabilisasi Rupiah dalam banyak hal telah membawa hasil yang positif yang tercermin dari terpeliharanya stabilitas nilai tukar terutama
selama paruh kedua 2004. Dalam
periode tersebut,
tingkat volatilitas nilai tukar
menunjukkan kecencerungan menurun. Sementara itu,
secara keseluruhan 2004, tingkat volatilitas nilai tukar rupiah tidak mengalami lonjakan berarti bila dibandingkan 2003. Bila pada 2003 tingkat volatilitas mencapai 3,3 persen dari Rp.8.593 per dolar, dan pada 2004 volatilitas meningkat menjadi 3,9 persen dari Rp. 8.940 per dolar . Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan volatilitas pada 2001 dan 2002
yang masing-masing mencapai 10,8 persen dan 6,1 persen. Tapi
walaupun secara rill nilai tukar rupiah selama 2004 masih mengalami undervalued sehingga masih tetap kondusif dalam menunjang kinerja ekspor. Menguatnya tekanan depresiasi dipicu oleh faktor eksternal yang terkait dengan merebaknya ekspektasi masuknya ekonomi AS dalam siklus kebijakan moneter ketat, langka kebijakan yang ambil pemerintah Cina untuk memperlambat ekspansi ekonomi, serta melambungnya harga minyak dunia hingga mencapai di atas $ 40 per barel. Perkembangan ketiga faktor
eksternal
tersebut
mendorong
investor
international
melakukan reposisi
penanaman modal portofolio di pasar keuangan sejumlah negara Asia. Reposisi penanaman modal tersebut mengakibatkan terjadinya pembalikan aliran modal jangka pendek dari pasar keuangan Asia, sehingga menimbulkan tekanan depresiasi terhadap mata uang regional. Faktor sentimen negatif menguat sebagai akibat memanasnya suhu politik menjelang penyelanggaraan pemilu legislatif dan terjadinya peningkatan permintaan valuta asing dari korporasi khususnya dari perusahaa n minyak dan sektor otomotif.
Perkembangan nilai ekspor Indonesia selama periode 2000-2004 cenderung meningkat dengan rata-rata pertumbuhan 4,05 persen per tahun, meskipun sempat melemah pada tahun 2001, dimana ekspor Indonesia mengalami penurunan sebesar 9,34 persen, menjadi US $ 56.320,9 juta. Hal ini sebagai dampak dari pengaruh melemahnya perekonomian dunia yang tumbuh lamban, khususnya perekonomian Amerika Serikat sebagai salah satu negara tujuan utama ekspor Indonesia, pasca pemboman Pentagon dan runtuhnya gedung WTC pada 11 September 2001. Kondisi keamanan di dalam negeri pada tahun 2002 yang belum kondusif, terbukti dengan terjadinya tragedi pemboman di Legian Bali pada 12 oktober 2002 turut mempengaruhi kegiatan ekspor Indonesia, walaupun tidak sampai mengalami penurunan. Kenaikan nilai ekspor pada tahun 2002 relatif kecil yaitu hanya naik 1,49 persen dari tahun sebelumnya, menjadi US $ 57.158,8 juta. Di tengah-tengah maraknya perdagangan bebas ASEAN atau AFTA dan grup perdagangan ebas dunia atau WTO, ternyata Indonesia mampu meningkatkan ekspor kembali sebesar 6,82 persen hingga mencapai US $ 61.058,3 juta pada tahun 2003. Nilai ekspor kembali mengalami kenaikan yang cukup tinggi pada tahun 2004 yaitu mencapai US $ 71.584,6 juta atau naik 17,24 persen.
Kinerja ekspor Indonesia sampai saat ini masih didukung oleh komoditi non migas yang menghasilkan devisa cukup tinggi. Nilai ekspor non migas selama lima tahun terakhir sebagai penyumbang terbesar ekspor Indonesia
tidak jauh berbeda
polanya dengan perkembangan total nilai ekspornya. Pada tahun 2000 dominasi ekspor non migas menyumbang devisa negara sebesar US $ 47.757,4 juta atau 76,88 persen terhadap total ekspor. Ekspor non migas Indonesia pada tahun 2001 hanya mencapai
US $ 43.684,6 juta atau turun 8,53 persen, namun bila dilihat kontribusinya naik menjadi 77,56 persen. Sampai akhir tahun 2002 dan 2003 nilai ekspor non migas Indonesia tercatat sebesar US $ 45.046,1 juta dan US $ 47.406,6 juta atau naik 3,12 persen dan 5,24 persen. Posisi nilai ekspor non migas pada tahun 2004 sudah mencapai US $ 55.939,3 juta atau menyumbang 78,14 persen terhadap total nilai ekspor. Hal ini dapat dilihat pada table berikut: Tabel 1. Nilai Ekspor Indonesia Menurut Migas Dan Non Migas Tahun 2000-2004 (FOB dalam Juta US$) Tahun
Non Migas
Migas
Jumlah
2000
47.757,4
14.366,6
62.124,0
2001
43.684,6
12.636,3
56.320,9
2002
45.046,1
12.112,7
57.158,8
2003
47.406,6
13.651,7
61.058,3
2004
55.939,3
15.645,3
71.584,6
Sumber: Indikator Ekonomi & Bank Indonesia 2002
Keberhasilan tersebut ditunjang oleh berbagai rangkaian kebijakan pemerintah berupa deregulasi dan debirokratisasi baik disektor rill maupun disektor moneter, yang pada dasarnya bertujuan untuk mendorong laju peningkatan ekspor non migas. Oleh karena itu strategi industrilisasi yang sebelumnya lebih bersifat inward looking atau substitusi impor dan orientasi pasar dalam negeri dialihkan kepada strategi outward looking atau orientasi ekspor (pasar luar negeri) agar ekspor non migas meningkat.
METODOLOGI PENELITIAN Untuk mengetahui pengaruh Exchange rate (Er) dan investasi (I) terhadap ekspor(eks), data dianalisis dengan menggunakan analisis kuantitatif melalui metode statistik, yaitu dengan Structural Equation Modelling (SEM) yang dinyatakan dalam bentuk fungsi sebagai berikut: Eks = f( Er , I) ….……...............................................…...(1) Persamaan (1) merupakan fungsi difungsi (sistem persamaan simultan). Dari persamaan (1), andaikan mengikuti fungsi Cobb-Douglas (non- linier) maka model persamaan yang dikembangkan adalah: Eks A0 Er1 1 I 2 2 ………………………..………...........……..…….(2) Persamaan (2) merupakan persamaan non-linier dan dapat dinyatakan bentuk lain untuk estimasi regresi linier dengan mentransferkan ke dalam bentuk logaritma natural sebagai berikut: ln Eks = ln A0 + 1 ln Er + 2 ln I + 1……….....…................…(3) Sehingga diperoleh bentuk Reduce Formnya sebagai berikut: ln Eks = 0 + 1 ln Er + 2 ln I + Dimana: Eks = nilai ekspor (milyar rupiah) Er = Exchange rate atau nilai tukar rupiah terhadap US $ (rupiah) I = investasi ( milyar rupiah) 0 = 0 = konstanta/intercep . 1 = 1 = pengaruh exchange rate 2 = 2 = pengaruh investasi 1 = 1 = error term dari ekspor
F. Definisi Operasional a. Exchange Rate adalah semacam harga dalam pertukaran antara dua mata uang yang beredar, maka akan terdapat perbandingan nilai antara kedua mata uang asing tersebut, perbandingan inilah disebut exchange rate atau nilai tukar” yang dimaksud di sini adalah nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat dinyatakan dalam Rp/dollar. b. Ekspor dapat diartikan sebagai nilai barang yang diproduksi oleh suatu negara dan dijual ke luar negeri. Ekspor yang dimaksud disini adalah ekspor migas dan non migas dimana volume ekspor dalam ribuan ton pertahun dan nilai ekspor dalam milyar rupiah. c. Penanaman Modal Asing (PMA) adalah jumlah modal yang ditanam pihak swasta dinegara selain negara asal pemilik modal dalam jutaan US$.
d. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) adalah investasi yang dilakukan oeh seseorang atau badan usaha domestik dalam milyar rupiah.
HASIL DAN PEMBAHASAN A. .Analisis Empirik Pengaruh Exchange Rate Dan Investasi Terhadap Ekspor Di Indonesia Analisis pengaruh variabel eksogen yaitu exchange rate dan investasi terhadap variabel endogen ekspor dilakukan dengan menggunakan alat analisis metode SEM (Structural Equation Modelling) dengan program AMOS 5 (Analisis Moment of Structure). Berdasarkan hasil penelitian, pengukuran hubungan antar variabel dalam penelitian diperoleh model yang simultan. Ini dibuktikan dari adanya nilai Chi-square 172,430 dengan tingkat signifikan 0,000, nilai GFI adalah sebesar 0,967 dan AGFI adalah sebesar 0,835. Hasil ini membuktikan bahwa model yang diajukan telah sesuai dengan data. Dengan demikian model hubungan antara variabel dapat diterima. Sedangkan kelayakan model dapat diketahui dengan melihat nilai koefisien GFI atau koefisien determinasi (R2). Nilai GFI yang ditemukan adalah 0,967. Hal ini dapat berarti bahwa variasi, investasi, exchange rate dan dapat menjelaskan variasi varibel dependen ekspor sebesar 96,7 persen dan variasi variabel lain yang menjelaskan variasi ekspor yang tidak diperhitungkan ke dalam model hanya sebesar 3,3 persen sehingga dapat disimpulkan model ini cukup layak. Sedangkan untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen telah diformulasikan dalam bentuk reduce form. HASIL ESTIMASI PENGARUH EXCHANGE RATE, INVESTASI TERHADAP EKSPOR Variabel
B
SE
T
Sig
Constant
8,048
1,499
5,368
0,000
Exchange Rate
1,183
0,103
11,439
0,000*
Investasi
0,129
0,051
2,516
0,004**
R2 = 0,917 Adjust R2 = 0,903 N = 21 Persamaan: eks = 8,048 + 1,183 Ln Er + 0,129 Ln I (5,368) (11, 439) (2,516) Catatan: **) Signifikan 5% ***) Signifikan 10% ns) Tidak Signifika n
Beberapa keputusan yang dapat diambil dari Tabel atas hasil estimasi adalah: Pertama, kelayakan model dapat diketahui dengan melihat nilai koefisien determinasai (R2). Nilai yang ditemukan adalah 0,917. Hal ini dapat berarti bahwa variasi variabel independen , exchange rate dan investasi dapat menjelaskan variasi variabel dependen ekspor adalah sebesar 91,7 persen. Dengan demikian variasi variabel lain yang menjelaskan ekspor yang tidak diperhitungkan ke dalam model hanya sebesar 8,3 persen, sehingga dapat disimpulkan bahwa model ini cukup layak. Demikian pula jika dilihat dari koefisien korelasi model ini yaitu sebesar 0,957. Hal ini dapat berarti bahwa hubungan antara variabel independen yaitu, exchange rate dan investasi dengan variabel dependen yaitu ekspor adalah kuat.
Kedua, Uji t digunakan untuk melihat tingkat signifikan model secara parsial atau menguji keberartian pengaruh variabel independen yaitu exchange rate dan investasi terhadap variabel dependen yaitu ekspor. Tabel
menjelaskan keberartian pengaruh
tersebut. Variabel independen yaitu exchange rate dan investasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel dependen yaitu ekspor dengan tingkat signifikan lebih bagus dengan
= 5 %.
Ketiga, nilai konstanta adalah sebesar 8,048. Nilai ini berarti bahwa apabila texchange rate dan investasi tetap maka persentase nilai ekspor sebesar 8,04 persen. Nilai koefisien regresi exchange rate adalah sebesar 1,183. Hal ini dapat berarti jika exchange rate meningkat sebesar 1 persen, maka nilai ekspor akan meningkat sebesar 1,183 persen dengan asumsi variabel independen lainnya tetap. Hal ini disebabkan Namun selama tahun 2004 nilai tukar cukup stabil meskipun sempat mengalami
tekanan depesiasi sampai dengan pertengahan tahun. Namun secara rata-rata
nilai
tukar rupiah pada tahun 2004 sebesar Rp. 8.981 atau sedikit melemah dibanding tahun sebelumnya dengan rata-rata sebesar Rp. 8.606 melemahnya nilai tukar
rupiah
disebabkan meningkatnya kebutuhan dolar negeri teutama oleh koorperasi besar untuk pembayaran utang dan impor serta dampak suku bunga Fed. Walaupun nilai ekspor selama tiga tahun terakhir selalu mengalami peningkatan. Pada tahun 2002 nilai ekspor sebesar US$ 57,2 miliar. Kemudian pada tahun 2003 meningkat menjadi US$ 61,1 millar dan tahun 2004 lebih meningkat sebesar US$ 71,6 miliar dimana peningkatan ini didorong oleh meningkatnya ekspor non migas sebesar 18,00 persen. Jika nilai tukar rupiah terhadap US$ menguat, maka nilai ekspor dalam rupiah akan menurun dan jumlah yang ditawarkan akan berkurang. Sebaliknya jika nilai tukar rupiah terhadap US$ melemah maka nilai ekspor dalam rupiah dan nilai tukar terhadap US$ melemah maka nilai ekspor dalam rupiah dan jumlah yang ditawarkan meningkat. Jika nilai tukar terdepresiasi akan meningkatkan ekspor. Hal ini sejalan dengan pernyataan Madura (1997) bahwa nilai tukar melemah akan merangsang permintaan luar negeri atas produk-produk domestik sehingga dapat meningkatkan ekspor dan diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja secara signifikan. Dan Samuelson (1992) bahwa bila kurs suatu negara meningkat, harga barang impor turun sementara barang ekspor menjadi mahal di luar negeri. Akibatnya, negara tersebut menjadi kurang bersaing di pasar dunia dan ekspor netonya pun menurun. Perubahan dalam nilai tukar dapat juga mempengaruhi output kesempatan kerja dan inflasi.
Nilai koefisien regresi investasi adalah sebesar 0,129. Hal ini dapat berarti jika investasi meningkat sebesar 1 persen, maka nilai ekspor akan meningkat sebesar
0,129 persen dengan asumsi variabel independen lainnya tetap. Hal ini sejalan dengan pernyataan Adam Smith mengemukakan hubungan peningkatan investasi dengan adanya pasar yaitu bahwa setiap penambahan dan pengurangan kapital pasti cenderung
untuk
menambah dan mengurangi
industri
rill. Peningkatan kapital
mempengaruhi peningkatan tingkat produksi atau output, dan memungkinkan tingkat spesialisasi dan pembagian kerja. Walaupun pembagian kerja dalam dalam arti fisik namun jika permintaan pasar tidak cukup besar adalah tidak menguntungkan. Dalam hal ini yang terutama menguntungkan adalah perluasan perdagangan international. Perdagangan international ini dilakukan dalam bentuk kegiatan ekspor, dimana ekspor merupakan perwujudan dari permintaan akan suatu barang dari luar negeri. Ekspor ini menjadi sangat penting artinya bagi pengembangan industri, mengingat terbatasnya pasar atau permintaan dari dalam negeri. Ekspor hasil-hasil industri mempunyai peranan besar dalam meningkatkan devisa dan juga mempunyai pengaruh peningkatan investasi yang kemudian mempengaruhi penciptaan lapangan kerja yang dapat mengurangi pengangguran. Meningkatnya permintaan diharapkan dapat mendorong meningkatnya
kegiatan
industri
dengan
adanya
peningkatan
investasi
bagi
penambahan jumlah produksi dan juga akan meningkatkan kesempatan kerja.
B. Analisis Pengaruh Langsung Dan Pengaruh Tidak Langsung Exchange Rate Dan Tingkat Bunga Terhadap Pertumbuhan ekonomi Di Indonesia Berdasarkan hasil estimasi model SEM pengaruh exchange rate dan tingkat bunga terhadap pertumbuhan ekonomi, dimana pada hasil signifikansi secara parsial terdapat beberapa variabel independen yang tidak berpengaruh secara nyata, sementara hasil koefisien determinasi sangatlah tinggi. Hasil ini tidak membuat model menjadi tidak layak, apalagi jika melihat uji signifikansi secara simultan yang menunjukkan hasil yang sangat nyata, yang dalam kasus ini menggunakan analisis koefisien lintas (path analysis).
Variabel independen
Variabel Dependen
Efek Direct
Indirect
Total
Exchange Rate
Ekspor
1,183
-0,658
0,524
Investasi
ekspor
0,129
0,000
0,129
Tabel 2 menunjukkan bahwa terdapat efek langsung dari variabel exchange rate dan investasi terhadap ekspor. Efek langsung exchange rate terhadap ekspor sebesar 1,183, tidak langsung -0,658 dan secara total 0,524. Efek langsung investasi terhadap ekspor sebesar 0.129, tidak langsung 0,000 dan secara total 0,129 KESIMPULAN Temuan dan hasil penelitian tentang pengaruh exchange rate dan pajak ekspor terhadap pertumbuhan ekspor sektor perkebunan diperoleh kesimpulan sebagai berikut : . Terdapat pengaruh positif dan signifikan exchange rate terhadap nilai ekspor di Indonesia. Setiap exchange rate meningkat 1 persen maka ekspor meningkat 1,183 persen. Pengaruh positif exchange rate akan berdampak pada peningkatan ekspor di Indonesia. Terdapat pengaruh positif dan signifikan investasi terhadap nilai ekspor di Indonesia. Setiap investasi meningkat 1 persen maka ekspor meningkat 0,129 persen. Peningkatan ini masih relatif kecil sehingga perlu peningkatan investasi yang berorientasi ekspor dengan penyempurnaan prosedur administrasi dan peningkatan mutu komoditas agar memiliki daya saing di pasaran international.
DAFTAR PUSTAKA Arsyad, Lincolin, Pengantar Perencanaan Dan Pembangunan Ekonomi Daerah BPFE Yogyakarta, 1999, Cetakan 1
Andersen, 2002 Pengaruh Pinjaman Luar Terhadap Pendapatan Regional Bruto Propinsi Kaltim, Tesis Pasca Sarjana Unhas, Makassar
Anonim, 1990-2004. Indikator Ekonomi Indonesia, BPS Jakarta
, 1983-2003. Statistik Indonesia, BPS Jakarta
,1990-2004. Laporan Perekonomian Indonesia Jakarta
Badan Pusat Statistik, 2002. Indicator Ekonomi Indonesia, Jakarta
Badan Pusat Statistic, 2003. Statistik Indonesia, Jakarta
Badan Pusat Statistik, 2004. Laporan Perekonomian Indonesia , Jakarta
Bank Indonesia , 2004 Laporan perekonomian Indonesia Jakarta
Budiono, 1984. Ekonomi Mikro Balai Penerbit FE-UGM, Yogyakarta.
,1992. Teori Pertumbuhan Ekonomi, Seri Sinopsisi Pengantar Ilmu Ekonomi, N0. 4. BPFEUGM, Yogyakarta. Barro. R. J. Macroeconomic , New York : Jhon Wiley & Sons, Inc
Don Bellante and Mark Jakcson, 1990. Ekonomi Ketenagakerjaan. Lembaga Penerbit FE-UI. Jakarta.
Dornbusch, T.F, Makroekonomi, Edisi Ketujuh, Erlangga, Jakarta, 1994
Djiwandono. J Sudradjad, Perdagangan dan Pembangunan, Tantangan, Peluang dan Kebijaksanaan Perdagangan Luar Negeri Indonesia LP3ES, Jakarta 1992, Cetakan Pertama.
Diamond, J. 1989. Government Expenditure & Economic Growth : An Empirical IMF Working Paper No. 89 / 45. Washington Dc : IMF
Djamin zulkarnain, Pinjaman Luar Negeri Serta Prosedur Administrasi Dalam