LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011
DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN
Oleh : Sumaryanto Muhammad H. Sawit Bambang Irawan Adi Setiyanto Jefferson Situmorang Muhammad Suryadi
PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2011
RINGKASAN EKSEKUTIF Pendahuluan (1)
Sebagian besar prediksi dari hasil-hasil penelitian empiris menyimpulkan bahwa perubahan iklim merupakan salah satu ancaman paling potensial terhadap keberlanjutan ketahanan pangan. Terkait dengan itu, IPCC, UNFCCC, dan FAO telah merumuskan kerangka kerja antisipasi, adaptasi dan mitigasi. Namun penjabarannya ke tingkat kebijakan dan program masih membutuhkan banyak sekali data dan informasi dari hasil-hasil penelitian empiris. Demikian pula halnya dalam perumusan langkah-langkah operasionalnya, karena faktor-faktor teknis – sosial ekonomi yang kadang-kadang bersifat lokal spesifik sangat menentukan efektivitas program yang diluncurkan.
(2)
Di dalam negeri, kondisi iklim yang kurang kondusif menyebabkan laju pertumbuhan produksi pangan dalam dekade terakhir ini lebih fluktuatif. Terkait dengan itu, harga pangan khususnya beras juga menjadi lebih volatil, terutama dalam 3 tahun terakhir ini; dan hal itu mempengaruhi stabilitas ketahanan pangan penduduk ataupun rumah tangga.
(3)
Penelitian ini ditujukan untuk mengidentifikasi dan mengestimasi dampak perubahan iklim terhadap produksi pangan dan implikasinya terhadap kerawanan pangan musiman. Hasil penelitian diharapkan dapat dimanfaatkan untuk menyempurnakan kebijakan dan program adaptasi terhadap perubahan iklim, khususnya untuk meminimalkan dampak iklim ekstrim terhadap kerawanan pangan temporer/antar musim.
(4)
Penelitian ini menerapkan pendekatan sebagai berikut. Analisis lingkup makro dan meso
memanfaatkan
data
sekunder,
sedangkan
analisis
lingkup
mikro
menggunakan data primer. Data sekunder mencakup: (i) data deret waktu luas tanam, luas panen, produktivitas, dan produksi komoditas pangan utama dan datadata iklim, dan (ii) data SUSENAS 2008. Data primer diperoleh dari survey rumah tangga petani yang dilakukan di Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat dan di Kabupaten Wajo, Provinsi Sulawesi Selatan. Hasil penelitian adalah sebagai berikut.
Hasil Analisis Lingkup Makro (5)
Dengan data deret waktu tiga dekade terakhir, hasil analisis empiris membuktikan bahwa frekuensi dan luas areal pertanaman komoditas pangan yang mengalami kebanjiran, kekeringan, dan gangguan OPT meningkat. Selain itu, persentase puso akibat kejadian tersebut juga cenderung meningkat. Ini terjadi untuk lingkup agregat nasional maupun di provinsi lokasi penelitian yakni Jawa Barat dan Sulawesi Selatan; dan kondisi tersebut merupakan akibat kombinasi dari degradasi kinerja irigasi dan variabilitas iklim yang cenderung lebih tajam.
(6)
Identifikasi dampak perubahan iklim terhadap pola produksi komoditas pangan utama didekati dengan cara menganalisis pengaruh El Nino dan La Nina terhadap total luas panen padi, jagung, dan kedelai. Kesimpulannya adalah: (i) jika kondisi iklim mengarah ke El Nino maka total luas panen tiga komodiats pangan tersebut menurun, sebaliknya jika mengarah ke La Nina maka luas panen meningkat, (ii) pengaruh negatif El Nino lebih kuat daripada pengaruh positif La Nina; dan dalam hal ini El Nino yang pengaruhnya paling kuat jika El Nino terjadi pada periode Mei - Agustus. Khusus untuk padi, diketahui pula bahwa: (i) terhadap luas tanam bulanan lingkup nasional maka pengaruh La Nina adalah nyata dan positif, sedangkan pengaruh El Nino tidak nyata, (ii) produktivitas, pengaruh El Nino adalah negatif; sedangkan terhadap produksi padi maka pengaruh El Nino adalah negatif dan sangat nyata, sedangkan pengaruh La Nina cenderung positif. Telah dibuktikan pula bahwa kontribusi kualitas irigasi sebagai peredam dampak negatif perubahan iklim sangat nyata.
(7)
Dampak perubahan iklim terhadap luas panen, produktivitas, dan produksi komoditas padi, jagung, dan kedelai adalah sebagai berikut: (i) rata-rata penurunan luas panen komoditas pangan utama akibat El Nino adalah sekitar 5.4 persen, sedangkan kenaikan luas panen akibat La Nina hanya sekitar 2.7 persen. (ii) dampak negatif El Nino maupun La Nina terhadap total luas panen komoditas pangan utama adalah jika terjadi pada periode September - Desember dan Mei Agustus. Khusus untuk komoditas padi, dampak El Nino dan La Nina adalah
sebagai berikut. El Nino menyebabkan rata-rata luas panen turun 3.83 persen, produktivitas turun 0.15 persen, dan produksi turun 3.99 persen; sedangkan La Nina menyebabkan rata-rata luas panen meningkat sekitar 2.78 persen dan produktivitas naik sekitar 0.19 persen, sehingga produksi naik sekitar 2.95 persen. Variasi dampak El Nino maupun La Nina terhadap produksi padi antar provinsi cukup besar. Sumber utama variasi adalah kondisi iklim di wilayah yang bersangkutan, kualitas irigasi, dan status awal luas panen dan produktivitas di provinsi tersebut. (8)
Dari analisis data SUSENAS 2008 diperoleh kesimpulan bahwa proporsi rumah tangga rawan pangan adalah sekitar 9.7 persen. Iklim ekstrim menyebabkan produksi pangan turun dan akibatnya harga pangan naik sehingga akses penduduk terhadap pangan juga turun. Dari analisis data perkembangan harga beras kualitas medium dalam kurun waktu 30 tahun terakhir dapat dipetakan pola temporer persentase perubahan harga bulanan yang kemudian dengan memanfaatkan elastisitas permintaan beras terhadap harganya sendiri dan elastisitas permintaan beras terhadap pendapatan maka dapat diestimasi pola temporer kerawanan pangan dengan tingkat rincian bulanan. Dampak anomali iklim terhadap kerawanan temporer diketahui dari perubahan pola temporer indeks ketahanan pangan rumah tangga rawan pangan tersebut. Kesimpulan yang diperoleh menunjukkan bahwa pola temporer indeks ketahanan pangan rumah tangga rawan pangan adalah sebagai berikut: •
Iklim ekstrim menyebabkan indeks ketahanan pangan turun, tetapi pola temporernya tidak banyak berubah. Determinan pola temporer adalah siklus panen padi dan variasi temporer harga beras.
•
Dengan memetakan indeks ketahanan pangan bulanan, secara garis besar dalam satu tahun terdapat tiga periode yaitu periode “baik”, “sedang”, dan “tidak baik”. Periode “baik” dicirikan oleh indeks ketahanan pangan yang lebih tinggi dari rata-rata bulanan; dan ini terjadi pada periode Februari – Mei. Periode “sedang” terjadi pada Bulan Juni – November, sedangkan periode “tidak baik” adalah Bulan November – Februari.
•
El Nino berdampak negatif terhadap ketahanan pangan rumah tangga, sedangkan La Nina berdampak positif; dan dalam hal ini dampak negatif El Nino lebih besar daripada dampak positif La Nina.
•
Dampak perubahan iklim terhadap tingkat ketahanan pangan agregat maupun pola temporer yang dialami rumah tangga perdesaan adalah lebih besar daripada rumah tangga perkotaan.
Hasil Analisis Lingkup Mikro (9)
Identifikasi dampak iklim ekstrim terhadap pola produksi padi di tingkat petani dilakukan dengan serangkaian analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja usahatani padi yang mencakup karakteristik petani, penguasaan lahan, pekerjaan dan sumber pendapatan, serta persepsi dan sikap mereka terhadap iklim dan implikasinya terhadap pola usahatani yang diterapkannya. Kesimpulannya adalah sebagai berikut: •
Sebagian besar petani mempunyai persepsi bahwa iklim telah berubah, dengan kecenderungan mengarah ke kering. Dalam hal ini, karakteristik rumah tangga petani, penguasaan lahan petani, maupun pekerjaan dan sumber pendapatan tidak banyak berpengaruh terhadap persepsi mereka tentang iklim.
•
Dalam sepuluh tahun terakhir, frekuensi persil-persil pertanaman padi yang terkena banjir, kekeringan, maupun gangguan OPT cenderung meningkat. Ini terjadi di Kabupaten Subang maupun Indramayu, Provinsi Jawa Barat maupun di Kabupaten Wajo, Provinsi Sulawesi Selatan. Dalam hal ini kekeringan lebih sering terjadi, terutama di Kabupaten Wajo.
•
Selain frekuensi kejadiannya, persentase kerugian akibat iklim ekstrim juga meningkat. Rata-rata kerugian akibat kekeringan lebih besar daripada akibat kebanjiran ataupun gangguan OPT; terutama di Wajo karena fasilitas irigasinya lebih terbatas.
•
Sebagian besar petani mempunyai persepsi bahwa sumber risiko utama usahatani adalah iklim. Namun upaya minimalisasi risiko melalui perubahan pola tanam kurang populer, terutama di Jawa Barat. Pada umumnya cara yang ditempuh petani untuk meminimalkan kerugian adalah memanfaatkan pompa
irigasi; dan untuk menyiasati banjir maka yang dilakukan adalah melakukan penyesuaian jadwal tanam. Untuk mengatasi gangguan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), cara yang populer adalah masih bertumpu pada pendekatan kuratif dengan memanfaatkan pestisida.
(10) Berbeda dengan kecenderungan yang terjadi dalam sepuluh tahun terakhir, khusus untuk kondisi setahun terakhir ini dampak yang paling merugikan adalah gangguan OPT. Di Jawa Barat menyebabkan rata-rata produktivitas turun sekitar 15 persen, sedangkan di Sulawesi Selatan sekitar 25 persen. Untuk kerugian akibat cekaman air, kesimpulannya adalah sebagai berikut: •
Rata-rata penurunan produktivitas akibat kebanjiran: di Jawa Barat adalah sekitar 7 persen, sedangkan di Sulawesi Selatan adalah sekitar 14 persen.
•
Rata-rata penurunan produktivitas akibat kekeringan: di Jawa adalah sekitar 11 persen, sedangkan di Sulawesi Selatan adalah sekitar 14 persen.
(11) Dampak anomali iklim terhadap konsumsi pangan rumah tangga petani dipengaruhi oleh: (i) turunnya produksi padi, (ii) turunnya pendapatan, (iii) sistem pemasaran gabah hasil panen, dan (iv) kombinasi dari dua atau tiga faktor tersebut. Khususnya untuk kondisi setahun terakhir ini, dampak gangguan iklim terhadap kuantitas konsumsi beras tidak nyata. Pada dimensi kuantitatif, konsumsi beras per kapita pada musim paceklik hampir sama dengan musim normal. Penyesuaian yang dilakukan petani adalah menempuh salah satu atau kombinasi dari cara berikut: (i) mengurangi pengeluaran untuk konsumsi pangan non beras, (ii) mengkonsumsi beras dengan kualitas yang lebih rendah. Penentuan cara yang mereka pilih tidak didasarkan atas jenis kejadian gangguan atas usahatani padi yang mereka alami tetapi ditentukan oleh besaran penurunan pendapatan yang terjadi. (12) Dalam penelitian ini dampak iklim ekstrim terhadap perubahan pola konsumsi rumah tangga belum tampak. Beras masih merupakan bahan pangan utama sumber karbohidrat; baik dalam musim normal maupun musim paceklik. Diversifikasi konsumsi pangan ke sumber karbohidrat non beras masih sangat kecil, baik kuantitas maupun tingkat partisipasinya.
Implikasi Kebijakan (13) Untuk mendukung ketahanan pangan, minimalisasi dampak negatif iklim ekstrim terhadap luas tanam, produktivitas, dan produksi komoditas tanaman pangan sangat dirasakan urgensinya. Untuk itu implementasi kebijakan dan program adaptasi terhadap perubahan iklim yang telah dicanangkan perlu diefektifkan. Berpijak dari kesimpulan yang dihasilkan dari penelitian ini beberapa rekomendasi yang layak dan mendesak adalah: •
Peningkatan ketersediaan informasi mengenai prediksi iklim dan implikasinya terhadap kalender tanam (KATAM).
•
Peningkatan akses penyuluh dan petani terhadap informasi tersebut.
•
Peningkatan kemampuan petani secara kelompok dalam merancang jadwal dan pola tanam yang sesuai kalender tanam tersebut.
•
Perbaikan tingkat ketersediaan dan kualitas infrastruktur yang dapat meminimalkan potensi dampak iklim ekstrim, terutama perbaikan irigasi. Dalam hal ini, jika di lokasi yang bersangkutan tidak tersedia infrastruktur irigasi permukaan yang secara teknis - ekonomi layak maka peningkatan ketersediaan irigasi pompa dapat dilakukan.
Terkait dengan siklus pertanian yang berlaku selama ini, pola temporer kerawanan pangan tetap akan terjadi.
Kebijakan dan program yang diperlukan adalah
mengkondisikan agar variasi antar musim dan antar wilayah tidak terlalu tajam. Untuk itu, bantuan beras bersubsidi yang selama ini telah diluncurkan tetap relevan dan yang diperlukan adalah penyempurnaan. Penyempurnaan perlu difokuskan pada: (i) peningkatan cadangan pangan pemerintah; dan dalam konteks ini proporsi cadangan yang siap untuk disalurkan pada periode November – Februari perlu diprioritaskan, (ii) peningkatan ketepatan sistem penyaluran dengan meningkatkan proporsi volume penyaluran pangan untuk rakyat miskin (Pangkin) dan operasi pasar pada periode November – Februari, (iii) meningkatkan efektivitas implementasi kebijakan stabilisasi harga beras yang telah ditempuh selama ini dengan melalui penguatan sistem koordinasi Kementerian Pertanian – Kementerian Perdagangan - BULOG, dan (iv) khususnya kepada petani padi perlu dipromosikan pentingnya menyimpan sebagian hasil panen padi
di kalangan petani, terutama jika ketersediaan dan kualitas infrastruktur kurang memadai sehingga iklim ekstrim berpotensi mengguncang pendapatan rumah