BAB III RUNTUN WAKTU MUSIMAN MULTIPLIKATIF
Pada bab ini akan dibahas mengenai sifat-sifat dari model runtun waktu musiman multiplikatif dan pemakaian model tersebut menggunakan metode BoxJenkins dengan beberapa tahap seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya yaitu skema pendekatan Box-Jenkins (gambar 2.1).
3.1
Pemeriksaan Kestasioneran Data Data runtun waktu dikatakan stasioner jika fluktuasi data berada di sekitar
nilai rata-rata dan varians yang konstan serta tidak bergantung pada waktu. Salah satu cara untuk melihat kestasioneran data adalah melalui plot dari data runtun waktu dan plot fungsi autokorelasinya. Fungsi autokorelasi dari data yang nonstasioner membentuk suatu trend searah diagonal dari kanan ke kiri bersama dengan meningkatnya jumlah time-lag (selisih waktu). Untuk mengetahui kestasioneran data runtun waktu juga dapat dilakukan melalui Augmented Dickey-Fuller (ADF) Test (Gujarati, 2003). Langkah-langkah pengujiannya adalah sebagai berikut: 1) Merumuskan Hipotesis H0 : δ = 0
(data deret waktu tidak stasioner)
H1 : δ < 0
(data deret waktu stasioner)
2) Menghitung Statistik Uji : ˆ ˆ τ δ = δ/(se(δ))
(3.1)
24
3) Menentukan Kriteria Pengujian Tolak H 0 jika τ δ ≥ τ (n,α) Dickey-Fuller dengan :
δˆ = parameter yang ditaksir ε t = diasumsikan mengikuti proses white noise
Jika hasil pengujian menunjukkan bahwa data runtun waktu tidak stasioner maka dilakukan transformasi data dan atau penyelisihan.
3.2
Transformasi Data Terdapat dua jenis ketidakstasioneran dalam data runtun waktu yaitu tidak
stasioner dalam rata-rata dan tidak stasioner dalam varians. Untuk menghilangkan ketidakstasioneran dalam varians, maka dapat digunakan transformasi power (Wei, 1994) seperti terlihat pada tabel 3.1 berikut ini : Tabel 3.1 Transformasi Power Nilai λ -1,0
-0,5
Transformasi 1 Zt 1 Zt
0,0
ln Z t
0,5
Zt
1,0
Tidak ada
25
dengan
λ adalah parameter transformasi yang dapat ditaksir dari data runtun
waktu dan t = 1,2,...,n. Untuk mengetahui apakah data memerlukan transformasi atau tidak, maka digunakan analisis dengan menggunakan Box-Cox Plot (dengan menggunakan program Minitab15). Bentuk transformasinya bisa dilihat pada tabel 3.1. Transformasi ini sebaiknya dilakukan sebelum differensi (penyelisihan). Proses differensi (penyelisihan) untuk data runtun waktu yang tidak stasioner dalam rata-rata telah dijelaskan pada bab sebelumnya.
3.3
Identifikasi Model Identifikasi model ini dilakukan terhadap data yang sudah stasioner. Pada
tugas akhir ini hanya akan ditinjau mengenai model runtun waktu musiman multiplikatif.
3.3.1
Faktor Musiman (seasonality) Musiman didefinisikan sebagai suatu pola yang berulang-ulang dalam
selang waktu yang tetap (Makridakis, 1983). Adanya faktor musiman dapat dilihat melalui grafik autokorelasi atau autokorelasi parsial. Stasioneritas data runtun waktu yang mengandung faktor musiman dapat dicapai
dengan
melakukan
penyelisihan
sebesar
periode
musimannya.
Penyelisihan musiman dari Z t ditulis dengan x t , sehingga x t = (1-Bs )Z t
dengan s adalah jumlah periode per musim.
(3.3)
26
3.3.2
Model Musiman Multiplikatif Umum Box dan Jenkins mengusulkan bahwa korelasi antara observasi-observasi di
dalam periode musim dapat dikenalkan dengan anggapan bahwa input gerakan pada ARIMA musiman tidak independen, melainkan beruntun berkorelasi. Khususnya, dapat dipandang bahwa Z t dihasilkan oleh model musiman (1- Γ1Bs -K - Γ P BPs )(1- Bs ) D Z t =(1- ∆1Bs -K - ∆ Q BQs )ε t
dimana
s
(3.4)
= Periode per musim
P,Q = Kelipatan s terbesar Qs
= Tingkat proses MA musiman
Ps
= Tingkat proses AR musiman
∆Q
= Koefisien untuk proses MA musiman
ΓP
= Koefisien untuk proses AR musiman
dengan input gerakan ε t dihasilkan dari proses ARIMA (1- φ1Bs -K - φP BP )(1- B)d ε t =(1- θ1B -K - θ q Bq )at
(3.5)
dengan menggabungkan persamaan (3.4) dan (3.5) maka diperoleh model multiplikatif umum yaitu (1- Γ1Bs - K - Γ P BPs )(1- φ1B -K - φP BP )(1- Bs ) D (1- B)d Z t = (1- ∆1Bs -K - ∆ Q BQs )(1- θ1B -K - θ q Bq )at
dimana persamaan tersebut mempunyai rata-rata = 0.
(3.6)
27
Notasi model ARIMA untuk menangani aspek musiman multiplikatif adalah : ARIMA (p,d,q)(P,D,Q)S
Bagian yang tidak musiman dari model
Bagian musiman dari model
(3.7)
S = Jumlah periode per musim
Karena sifat multiplikatif persamaan (3.6), Z t dapat dipandang dihasilkan oleh persamaan musiman (3.4) dengan input gerakan runtun waktu tak musiman ε t atau dapat dipandang dihasilkan oleh model tak musiman
(1- φ1Bs -K - φP BP )(1- B)d Z t =(1- θ1B -K - θ q Bq )Vt
(3.8)
dengan Vt input gerakan musiman yang dihasilkan menurut (1- Γ1Bs -K - Γ P BPs )(1- Bs ) D Vt =(1- ∆1Bs -K - ∆ Q BQs )at
(3.9)
runtun waktu Vt dapat dipandang sebagai runtun waktu musiman yang berkaitan dengan Zt dan runtun waktu ε t sebagai runtun waktu tak musiman.
3.4
Penaksiran Parameter Setelah mengidentifikasi satu atau beberapa model sementara untuk runtun
waktu musiman, maka tahap selanjutnya adalah mencari penaksir terbaik untuk parameter pada model itu.
28
Terdapat dua cara yang mendasar untuk mendapatkan parameter-parameter pada model (Makridakis,1991), yaitu : 1. Dengan cara mencoba-coba (trial and error), menguji beberapa nilai yang berbeda dan memilih satu nilai tersebut (atau sekumpulan nilai, apabila terdapat lebih dari satu parameter yang akan ditaksir) yang meminimumkan jumlah kuadrat nilai sisa (sum of square residual). 2. Perbaikan secara iteratif, memilih taksiran awal dan kemudian membiarkan program komputer memperhalus penaksiran tersebut secara iteratif. Pada tugas akhir ini penulis melakukan penaksiran parameter menggunakan cara kedua, dengan bantuan software Minitab 15.
3.5
Pengujian Setelah parameter pada model musiman tersebut ditaksir, maka langkah
selanjutnya adalah dilakukan pengujian untuk mengetahui apakah model yang ditaksir sesuai dengan data yang ada. Terdapat beberapa tahapan yang harus dilalui untuk menentukan apakah model yang ditaksir cukup sesuai dengan data, yaitu : 1. Keberartian Koefisien
Hipotesis : H 0 : Koefisien tidak berarti H1 : Koefisien berarti
Kriteria Uji : Tolak Η 0 jika Coef > 2 SE Coef .
29
Pengujian hipotesis diatas dapat juga diuji dengan menggunakan kriteria pengujian tolak Η 0
jika Ρ value < α
(Iriawan&Astuti, 2006), artinya
koefisien berarti jika nilai Ρ value lebih kecil dari nilai α yang diberikan.
2. Uji Kecocokan (lack of fit) Uji kecocokan (lack of fit) menggunakan uji chi-kuadrat dari statistik Q BoxPierce untuk memeriksa apakah model sesuai atau tidak dengan data yang ada.
Hipotesis : Η 0 : Model sesuai Η1 : Model tidak sesuai
Statistik Uji : K
Q = n ∑ ˆrk2
(3.10)
k=1
Kriteria Uji : Tolak Η 0 jika nilai Q lebih besar dari χ 2 tabel, dengan taraf nyata 5 % dan derajat kebebasan (K-p-q). dengan
K = Jumlah lag yang diuji. n
= Jumlah pengamatan.
p
= Jumlah parameter yang ditaksir dari model AR.
q
= Jumlah parameter yang ditaksir dari model MA.
rˆk = Estimasi autokorelasi sampel.
30
Pengujian hipotesis diatas dapat juga diuji dengan menggunakan kriteria pengujian tolak Η 0 jika Ρ value < α (Iriawan&Astuti, 2006), artinya model diterima jika nilai Ρ value lebih besar dari nilai α yang diberikan.
3. Variansi Sesatan Langkah yang diambil yaitu dengan membandingkan variansi sesatan setiap model yang ada, kemudian dipilih model dengan variansi yang lebih kecil. Adapun rumus untuk mencari variansi model berdasarkan software Minitab15, yaitu: σ2 =
dengan
SS - MS DF
SS = Jumlah kuadrat MS = Rata-rata kuadrat
DF
= Derajat kebebasan
(3.11)