SIMULASI ARUS MUSIMAN DI PERAIRAN INDONESIA
ISNAINI PRIHATININGSIH
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Simulasi Arus Musiman di Perairan Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2014 Isnaini Prihatiningsih NIM C54090043
ABSTRAK ISNAINI PRIHATININGSIH. Simulasi Arus Musiman di Perairan Indonesia. Dibimbing oleh AGUS S. ATMADIPOERA dan INDRA JAYA. Konfigurasi model ROMS-AGRIF INDO03 dengan resolusi-menengah 1/3° telah dibangun untuk mengkaji sirkulasi umum di Perairan Indonesia pada wilayah 95 °E – 140 °E dan 20 °S – 20 °N. Data penggerak angin dan fluks atmosfer diperoleh dari data klimatologi COAD (2005), data klimatologi properti air laut diperoleh dari World Ocean Database (2006), serta penggerak di batas lateral diperoleh dari hasil simulasi Drakkar INDO-ORCA05 klimatologi (19702003). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji siklus tahunan dari sirkulasi arus di Laut Indonesia. Hasil simulasi tahun ke-10 dengan rata-rata harian digunakan untuk keperluan studi ini. Korelasi antara tinggi muka laut di beberapa bagian laut Indonesia dari model dengan data tinggi muka laut dari satelit altimetri klimatologi (2005-2010) memiliki korelasi yang cukup tinggi (0.50.9). Arus permukaan rataan di Perairan Indonesia lebih dipengaruhi oleh angin monsun. Di Samudera Hindia terlihat adanya Arus Pantai Jawa (APJ) dan Arus Katulistiwa Selatan (AKS). Di Pantai Utara Papua rataan arus permukaan menuju ke barat yang merupakan bagian dari Arus Pantai Papua. Arus musiman hasil pemodelan menunjukkan Musim Barat arah arus dari barat ke timur, sebaliknya pada Musim Timur dari timur ke barat. Struktur vertikal arus di Laut Jawa dan Selat Karimata dari permukaan sampai dasar perairan relatif homogen, hal ini disebabkan perairan yang dangkal sehingga Arus Monsun masih berpengaruh sampai dasar perairan. Struktur vertikal arus di Selat Makasar, Laut Banda, Samudera Hindia terdapat perbedaan pada lapisan permukaan dan lapisan termoklin, dikarenakan dalamnya perairan sehingga Arus Monsun hanya terjadi di permukaan saja dan adanya Arlindo yang terjadi pada lapisan termoklin. Variasi musiman terlihat pada perbedaan suhu permukaan dan salinitas pada Musim Barat dan Musim Timur.
Kata kunci : Arlindo, Armodo, Perairan Indonesia, ROMS-AGRIF INDO03, siklus arus musiman, struktur vertikal arus.
ABSTRACT ISNAINI PRIHATININGSIH. Simulated Seasonal Current In the Indonesian Sea. Supervised by AGUS S. ATMADIPOERA dan INDRA JAYA. ROMS-AGRIF INDO03 model configuration with medium-resolution 1/3° has been developed to examine general circulation of Indonesian Sea from 95 °E – 14 °E and 20 °S – 20 °N. Wind driven and atmospheric flux obtained from climatological data COAD (2005), and climatological data of seawater properties obtained from the World Ocean Database (2006), meanwhile lateral boundary driving force was used from the simulation results Drakkar INDOORCA05 climatology (1970-2003). This study aim to examine annual current circulation of Indonesian sea. The 10th year simulation results with a daily average value were used in this study. A correlation betwen sea surface level of the model and sea surface level from altimetri climatology satelit (2000-2010) run from the model showed a fairly high value (0.5-0.9). The mean flow surface current in the Indonesia sea is more influenced by the monsoon winds. In the Indian Ocean flow Java Coastal Current and South Equatorial current. In the North of Papua mean flow of surface current flowing to westward which is part of the New Guinea Coastal Current. Seasonal current from modeling results indicate the direction of flow in the West Season from West to East, opposite the East season from East to West. Vertical structure current in the Java Sea and Strait Karimata flowing from surface to sea floor is relatively homogeneous, in relatively shallow waters that are still affected by seasonal current until the sea floor. Vertical structure current in the Makassar Strait, Banda Sea, and Indian Ocean there is a difference in the surface layer and thermocline layer, because it waters so that the seasonal current happend only on the surface and Arlindo that happend in the thermocline layer. Seasonal variation seen in the difference in surface temperature and salinity on the West and East season. Keywords : Arlindo, Armondo, Indonesian Sea, ROMS-AGRIF INDO03, cycle of seasonal current, structure vertical current.
SIMULASI ARUS MUSIMAN DI PERAIRAN INDONESIA
ISNAINI PRIHATININGSIH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Simulasi Arus Musiman di Perairan Indonesia Nama : Isnaini Prihatiningsih NIM : C54090043
Disetujui oleh
Dr. Ir. Agus S. Atmadipoera, DESS Pembimbing I
Diketahui oleh
Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, MSc Ketua Departemen
Tanggal Lulus : 27 Desember 2013
Prof. Dr. Indra Jaya Pembimbing II
Judul Skripsi: Simulasi Arus Musiman di Perairan Indonesia Nama : Isnaini Prihatiningsih NIM : C54090043
Disetujui oleh
oera DESS Pembimbing I j
Tanggal Lulus : 27 Desember 2013
Prof. Dr. Indra J aya Pembimbing II
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat wajib ditempuh untuk mendapatkan kelulusan dan gelar sarjana, yang berjudul Simulasi Arus Musiman di Perairan Indonesia. Selesainya skripsi ini tidak lepas dari peran berbagai pihak yang telah mendukung dan membantu dalam pelaksanaan penelitian hingga proses penyusunan skripsi ini. Karenanya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada, 1. Bapak Dr. Ir. Agus S. Atmadipoera, DESS dan Bapak Prof. Dr. Indra Jaya selaku pembimbing yang telah memberikan banyak masukan dan bimbingan untuk penyusunan skripsi ini, 2. Bapak Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc selaku dosen penguji, 3. Bapak Dr. Ir. Tri Prartono, M.Sc dan Ibu Adriani Sunuddin S.Pi, M.Si yang telah memberikan banyak masukan untuk penyususan skripsi ini, 4. Mama, Papa, mbak Pipit, mas Muiz, bang Rizqi serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya, 5. Ayudiah Ningtyas, Effin Muttaqin, Husnul Khatimah, Muhammad Idris, Khasanah Dwi Astuti, Nando Ade, Fadhila dan teman-teman di Klub Marine Instrumentation and Telemetry (MIT) yang tidak henti-hentinya memberikan dukungan, 6. Ferdy Gustian, Sayid Geubry, Nabil, teman-teman di Laboratorium Oseanografi Fisik atas bantuan, semangat, dan masukan yang diberikan selama penelitian, 7. Teman-teman ITK 46 dan teman-teman Himpunan Keluarga Rembang di Bogor (HKRB) yang telah membatu dan memberikan semangat kepada penulis, 8. Bapak/Ibu dosen dan staf penunjang Departemen ITK atas bantuannya selama penulis menjalankan studinya di IPB. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2014 Isnaini Prihatiningsih
DAFTAR ISI DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix DAFTAR TABEL ................................................................................................... x DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. x PENDAHULUAN .................................................................................................. 1 Latar Belakang .................................................................................................... 1 Tujuan Penelitian ................................................................................................. 1 METODE ................................................................................................................ 2 Pengolahan Data .................................................................................................. 2 Tahapan Simulasi Model ................................................................................. 4 Analisis Data ....................................................................................................... 7 Validasi Data Model dengan Data Altimetri ................................................... 7 Data Hasil Model ............................................................................................. 7 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 8 Validasi Tinggi Muka Laut Anomali Rerata Data Model dengan Data Altimetri ............................................................................................................................. 8 Pola Sirkulasi Arus Permukaan di Perairan Indonesia ...................................... 10 Struktur Vertikal Arus ....................................................................................... 13 Siklus Tahunan Suhu dan Salinitas di Perairan Indonesia ................................ 19 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 21 Kesimpulan ........................................................................................................ 21 Saran .................................................................................................................. 22 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 22 RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... 24
DAFTAR TABEL 1 Variabel yang digunakan dalam persamaan gerak di laut ................................. 4 2 Parameter umum konfigurasi model.................................................................. 5
DAFTAR GAMBAR 1 Diagram alir penelitian ...................................................................................... 2 2 Batimetri perairan Indonesia ............................................................................. 5 3 Tinggi muka laut dari data altimetri (merah) dan tinggi muka laut dari data model ROMS-AGRIF (Biru); A) Selat Karimata, B) Laut Jawa, C) Samudera Hindia, D) Selat Makasar, E) Laut Banda ........................................ 9 4 Rataan pola arus di Perairan Indonesia hasil pemodelan ................................ 10 5 Pola sirkulasi arus permukaan di Indonesia hasil pemodelan level 30 pada Musim Barat (Januari), Musim Peralihan I (April), Musim Timur (Juli) dan Musim Peralihan II (Oktober) ......................................................... 12 6 Pola arus di Perairan Indonesia A) Bulan Februari B) Bulan Agustus (Wyrtki 1961) .................................................................................................. 12 7 Arus vertikal pada transek zonal di Laut Jawa hasil pemodelan pada Musim Barat (Januari) dan Musim Timur (Juli) ............................................. 13 8 Arus vertikal pada transek meridional di Selat Karimata hasil pemodelan pada Musim Barat (Januari) dan Musim Timur (Juli) ..................................... 14 9 Arus vertikal pada transek zonal hasil pemodelan di Samudera Hindia pada Musim Barat (Januari) dan Musim Timur (Juli). .................................... 14 10 Arus vertikal pada transek meridional hasil pemodelan di Selat Makasar pada Musim Barat (Januari) dan Musim Timur (Juli) ..................................... 15 11 Arus vertikal pada transek zonal hasil pemodelan di Laut Banda pada Musim Barat (Januari) dan Musim Timur (Juli) ............................................. 16 12 Arus vertikal pada transek zonal hasil pemodelan di Utara Papua pada Musim Barat (Januari) dan Musim Timur (Juli) ............................................. 17 13 Diagram hovmoller komponen zonal dan meridional hasil pemodelan pada level 30 di Perairan Indonesia ................................................................. 18 14 Sebaran suhu permukaan hasil pemodelan level 30 di Indonesia pada Musim Barat (Januari), Musim Peralihan I (April), Musim Timur (Juli) dan Musim Peralihan II (Oktober)................................................................... 19 15 Sebaran salinitas permukaan hasil pemodelan level 30 di Indonesia pada Musim Barat (Januari), Musim Peralihan I (April), Musim Timur (Juli) dan Musim Peralihan II (Oktober)................................................................... 21
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki perairan yang kompleks karena adanya monsun dan topografi perairannya sangat beragam. Hal ini memungkinkan adanya interaksi antara proses fisik laut dan amosfer yang mempengaruhi sifat-sifat massa air Perairan Indonesia dan iklim global. Di Perairan Indonesia mengalir dua sistem arus utama, yaitu Arus Monsun Indonesia (Armondo) dan Arus Lintas Indonesia (Arlindo). Aliran massa air dari Samudera Pasifik menuju Samudera Hindia yang melintasi Perairan Indonesia dikenal dengan nama Arlindo. Aliran massa air ini terjadi akibat perbedaan tinggi paras laut di Samudera Pasifik yang lebih tinggi daripada Samudera Hindia sehingga menyebabkan adanya perbedaan gradien tekanan horizontal (Wyrtki 1987). Armondo disebabkan karena pengaruh angin monsun yang dalam satu tahun terjadi dua kali pembalikan arah yang disebut angin Musim Barat dan angin Musim Timur. Armondo berada di dekat permukaan dan utamanya muncul di perairan dangkal Paparan Sunda dan Paparan Sahul, sedangkan Arlindo berada permanen di lapisan bawah dan termoklin di wilayah tengah dan timur Perairan Indonesia (Ilahude dan Nontji 1999). Arlindo merupakan komponen penting bagi sirkulasi laut yang membawa bahang dari Samudera Pasifik ke Samudera Hindia. Keberadaan pola angin monsun akan membawa dampak bagi sirkulasi arus di Perairan Indonesia, khususnya pola arus permukaan. Angin dan arus yang berganti arah sesuai dengan peralihan musim mempengaruhi pula sebaran mendatar dari beberapa parameter oseanografi Perairan Indonesia. Untuk mengetahui sirkulasi arus musiman di Indonesia maka dibuatlah suatu simulasi menggunakan pendekatan atau asumsi-asumsi yang disebut pemodelan. Penelitian oseanografi menggunakan pemodelan telah berkembang pesat, hal ini dikarenakan laut sebagai medium yang selalu dinamis. Pemodelan laut didesain pada suatu syarat batas yang diinginkan untuk mendekati keadaan yang terjadi di alam. Salah satu sistem pemodelan laut yang bisa digunakan adalah Regional Ocean Modeling System (ROMS). ROMS adalah pemodelan sirkulasi laut yang dirancang khusus untuk simulasi dari sistem laut regional yang akurat (Shchepetkin dan McWilliams 2005). Hasil dari pemodelan ini akan di validasi dengan data dari satelit altimetri. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Membangun konfigurasi model arus laut di Perairan Indonesia dengan ROMS. 2. Memvalidasi tinggi muka laut hasil model dengan data altimetri. 3. Mengkaji pola siklus tahunan dari arus permukaan, suhu, dan salinitas di Laut Indonesia.
2
METODE Pengolahan Data Untuk memodelkan arus tiga dimensi, digunakan diskritisasi persamaan Navier-Stokes yang solusinya diperoleh dengan mode-splitting, model freesurface ocean. Mode-spliting dapat mengikuti proses cepat dengan langkah waktu yang cukup dan proses lainnya dengan langkah waktu lebih besar. Hasil dari pemodelan divalidasi dengan data altimetri. Proses penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1. data harian SSHA
data regional ROMSTOOLS
penggabungan data tiap tahun
pra-pengolahan data
penentuan lokasi validasi
data masukan
persiapan dan kompilasi model
ROMS
tuning dan rerunning model
SSHA model vs SSHA altimetri
rata-rata tahunan Tidak
menjalankan model korelasi
data hasil 3 dimensi (u,v,ubar,vbar,zeta)
Ya analisis & visualisasi
selesai
Gambar 1. Diagram alir penelitian
3 Persamaan Gerak di Laut (Primitive Equation) Persamaan gerak yang digunakan dalam penelitian ini adalah persamaan gerak dinamika oseanografi dalam arah x dan y (Cambon et al. 2010) : ⃗
(
)
(
) ............. (1)
⃗
(
)
(
) ............. (2)
Dalam arah z digunakan persamaan hidrostatik : ................................................ (3) Persamaan kontinuitas : .............................................. (4) Persamaan sea state : (
) ................................................ (5)
Persamaan konservasi tracer : ⃗
(
)
(
) ........................... (6)
⃗
(
)
(
) ............................ (7)
Persamaan batas permukaan, kondisi ( Kinematik :
): ...................................................... (8)
Gerak angin : ..................................................... (9) .................................................. (10) Fluks bahang : ................................................. (11) Fluks salinitas (evaporasi) : (
Persamaan batas dasar, kondisi ( Kinematik :
)
................................................ (12)
): ⃗
(
)
.......................................... (13)
Gesekan dasar : |⃗ |
........................................ (14)
4 |⃗ |
........................................ (15)
Fluks dasar : ............................................. (16) ............................................. (17) Variabel prognostik : u, v, T, S (+η) Variabel diagnostik : w, P, ρ Parameter : Keterangan simbol yang digunakan dalam persamaan-persamaan di atas dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Variabel yang digunakan dalam persamaan gerak di laut Variabel u, v, w x, y z t f (x, y) h (x, y) P ρ
T (x, y, z, t) S (x, y, z, t) g ƞ
Deskripsi komponen kecepatan vector koordinat horizontal koordinat vertical waktu parameter coriolis kedalaman dasar laut tekanan densitas densitas insitu viskositas eddy suhu salinitas gravitasi elevasi pemukaan Tahapan Simulasi Model
Konfigurasi model ROMS-AGRIF INDO03 dibangun dengan model domain perairan Indonesia pada wilayah 95 °E - 140 °E dan 20 °S - 20 °N dengan resolusi-menengah 1/3° dan data batimetri yang digunakan dari etopo 2 dengan grid 2 menit seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2. Data penggerak angin dan fluks atmosfer diperoleh dari data klimatologi COAD (2005), data klimatologi properti air laut diperoleh dari World Ocean Database (2006), serta penggerak dan kondisi di batas lateral (u,v,t,s,zeta) diperoleh dari hasil simulasi Drakkar INDOORCA05 klimatologi (1970-2003). Penggerak pasang surut tidak digunakan untuk membangun model ini karena studi ini memfokuskan pada fluktuasi musiman (low frequency variability) dari parameter arus, suhu, dan salinitas.
5
Gambar 2. Batimetri perairan Indonesia
L M N Hmax Hmin Hc θs θb ∆t ∆tf v vt r
Tabel 2. Parameter umum konfigurasi model 149 Jumlah titik dalam arah bujur 154 Jumlah titik dalam arah lintang 32 Jumlah tingkat kedalaman 5000 m Kedalaman maksimum domain 50 m Kedalaman minimum domain 10 m Lebar permukaan atau bawah lapisan topografi 6 Parameter kehalusan yang menentukan peregangan dari grid vertikal permukaan 0 Parameter kehalusan yang menentukan peregangan dari grid vertikal dasar 3600 s Tahapan waktu untuk menjalankan model baroklinik 60 s Jumlah tahapan waktu dalam satu barotropik 2 -1 0m s Viskositas horisontal laplacian 3.0 m2 s-1 Difusivitas horisontal laplacian -4 -1 3.0 10 m s Linear koefisien dasar hambatan
Model klimatologi yang disimulasikan mempunyai lebar sel horizontal 149x154 dan pada arah kedalaman didiskritisasi sebanyak 32 lapis dari topografi perairan dengan hc=10 m dan faktor peregangan permukaan θs = 5, mempertahankan resolusi tinggi sepanjang lapisan permukaan (yaitu lapisan batas) dari domain. θ adalah parameter kehalusan yang menentukan besarnya
6 peregangan dari grid vertikal baik permukaan (θs) atau lapisan bawah (θb). Hc adalah lebar permukaan atau bawah lapisan topografi dimana resolusi vertikal yang lebih tinggi diperlukan selama peregangan. Parameter umum konfigurasi model ini dapat dilihat dalam Tabel 1. Model dibangun selama 10 tahun dengan rataan harian. Hasil Pemodelan tahun terakhir (tahun ke-10) yang digunakan dalam penelitian ini. Pra-pemrosesan Data ROMS hanya dapat dikerjakan pada OS berbasis linux. Tahap prapemrosesan merupakan tahap pengaturan parameter umum, ukuran grid, dan data yang digunakan dalam pemodelan. Tahap ini dilakukan menggunakan ROMSTOOLS pada matlab toolbox. Pengaturan model dapat dilakukan pada romstools_param.m. Parameter umum meliputi judul model, konfigurasi model, dan metode interpolasi. Pengaturan ukuran grid dilakukan dalam parameter vertikal dan horizontal, yaitu pengaturan area (x, y, z) dan resolusi pemodelan yang akan dibangun. Penentuan data yang akan dipakai seperti data batimetri, klimatologi dilakukan juga dalam tahap ini. Langkah-langkah yang dikerjakan dalam pra-pemrosesan adalah : make_grid, make_forcing, make_ini, make_bry. Nilai vertikal grid yang dipakai adalah 6 untuk permukaan dan 0 untuk dasar. Nilai vertikal level yang digunakan adalah 32, nilai ini akan digunakan pada saat persiapan model. Setelah romstools_param.m sesuai dengan konfigurasi yang akan dipakai, maka pra-pemrosesan dapat dilakukan. Setelah menjalankan make_grid, maka akan didapatkan nilai LLm dan MMm, dan nilai tersebut harus disimpan karena nilai tersebut akan dibutuhkan pada saat proses kompilasi model. Dalam penelitian ini nilai LLm=149 dan nilai MMm=154. Persiapan dan Kompilasi Model Hasil dari pra-pemrosesan data yaitu file data netCDF (roms_grd.nc, roms_frc.nc, roms_ini.nc, dan roms_clm.nc) yang akan digunakan sebagai data masukan dalam ROMS. Tahap persiapan dan kompilasi model dilakukan di ~/Roms_tools/Run_work direktori. Parameter pertama yang harus diganti : param.h. Baris yang perlu diganti yaitu: # elif defined INDO03 parameter (LLm0=149, MMm0=154, N=32) ! <-- INDO03 LLm0 dan MMm0 didapatkan ketika menjalankan file make_grid, dan nilai N ditentukan dalam romstools_param.m. Nilai-nilai ukuran grid Model LLm0 merupakan arah X, MMm0 poin dalam arah Y dan N tingkat vertikal. Parameter kedua yang harus diganti yaitu file cppdefs.h. File cppdefs.h berisi pilihan dasar dan pilihan tambahan lainnya yang berhubungan dengan paremeter-parameter yang akan dibangun dalam model. Kompilasi model ini yang harus disiapkan yaitu script jobcomp. ROMS dapat dikompilasi dengan menjalankan UNIX tcsh skrip ~/Roms_tools/Run__work/jobcomp. Jobcomp harus mampu mengenali sistem
7 komputer yang dipakai. Jobcomp file digunakan untuk pengaturan library path, dan memilih platform yang digunakan. File-file yang digunakan harus dihubungkan dengan library netcdf. Running Model File yang digunakan dalam menjalankan model adalah roms.in. Parameter grid vertikal (Theta_S, Theta_B, Hc) harus sama dengan pengaturan yang ada di romstools_param.m. Nilai-nilai standar lain tidak harus diganti. Untuk menjalankan model harus berada dalam direktori yang sama. Kemudian dengan menjalankan perintah : . /roms roms.in. Analisis Data
Validasi Data Model dengan Data Altimetri Hasil pemodelan merupakan data 3 dimensi yang terdiri dari suhu, salinitas, komponen zonal, meridional, ubar, vbar dan zeta. Data hasil pemodelan akan divalidasi dengan data altimetri. Data hasil pemodelan yang digunakan untuk validasi adalah zeta atau tinggi muka laut rerata. Data altimetri yang dipakai adalah tinggi muka laut anomali rerata diperoleh dari Archiving Validation and Interpretation on Satellite Data in Oceanography (AVISO). Produk AVISO berdasarkan dua satelit (Jason-2 / Envisat atau Jason-1 / Envisat atau Topex / Poseidon / ERS) dengan groundtrack yang sama. Data yang digunakan adalah data harian selama 6 tahun, yaitu dari 1 Januari 2005 – 31 Desember 2010. Data yang dipakai mempunyai tingkat resolusi menengah yaitu 1/3o. Data tinggi muka laut anomali rerata dari AVISO mempunyai format NetCDF. Pengolahan data altimetri menggunakan ferret. Data harian digabungkan menjadi data tahunan. Data tahunan tersebut dipotong 1o x 1o di beberapa wilayah Perairan Indonesia yaitu Selat Karimata, Laut Jawa, Samudera Hindia, Selat Makasar dan Laut Banda. Data tiap tahun dirata-ratakan berdasarkan hari. Diperoleh data rataan tahunan dari bulan Januari-Desember dari tahun 2005-2010. Data tinggi muka air anomali rataan tahunan dari altimetri kemudian dibandingkan dengan data tinggi muka laut hasil pemodelan menggunakan ROMS-AGRIF pada beberapa lokasi (lihat Gambar 2). Data Hasil Model Hasil Pemodelan yang digunakan untuk analisis adalah hasil pemodelan tahun ke-10 yang merupakan data rataan harian. Sirkulasi rataan arus permukaan dalam satu tahun diambil pada level kedalaman 30 dan 25. Sirkulasi pola arus permukaan yang dipilih pada level kedalaman 30 dari dasar perairan. Pola arus permukaan yang dipilih mewakili Musim Barat (Februari), Musim Peralihan I (April), Musim Timur (Agustus), dan Musim Peralihan II (Oktober). Pemilihan bulan tersebut karena secara umum dipakai oleh peneliti sebelumnya (Gordon dan
8 McClean, 1999). Pemilihan bulan tersebut juga diambil berdasarkan bulan-bulan genap, dimana arus bulan Februari dan Agustus adalah arus terbesar yang mewakili monsun barat dan monsun timur di perairan Indonesia Timur (Wyrtki, 1961). Struktur vertikal arus dilihat dari komponen zonal dan meridional pada beberapa perairan di Indonesia, yaitu Selat Karimata, Laut Jawa, Samudera Hinda, Selat Makasar, Laut Banda, dan Utara Papua. Struktur vertikal arus digunakan untuk mengetahui perbedaan arah dan kecepatan arus berdasarkan kedalaman. Data suhu dan salinitas yang digunakan level 30 dari dasar ke permukaan sehingga dapat mewakili daerah permukaan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Validasi Tinggi Muka Laut Anomali Rerata Data Model dengan Data Altimetri Nilai tinggi muka laut dari hasil simulasi model dibandingkan dengan nilai tinggi muka laut dari AVISO dengan mengambil 5 titik di Perairan Indonesia yaitu selat Karimata, Laut Jawa, Samudera Hindia, Laut Banda dan Selat Makasar. Perbandingan yang dilakukan diambil dari data model tahun ke-10 dengan data satelit altimetri klimatologi (2005-2010) diambil rata-rata tahunan. Dari hasil perbandingan diperoleh perbedaan nilai korelasi di setiap titik. Gambar 3 menunjukkan korelasi tinggi muka laut data model dengan tinggi muka laut dari satelit altimetri klimatologi. Gambar 3A korelasi tinggi muka laut di Selat Karimata yang bernilai 0.8, B korelasi tinggi muka laut di Laut Jawa yang bernilai 0.9, C korelasi tinggi muka laut di Samudera Hindia yang bernilai 0.5, D korelasi tinggi muka laut di Selat Makasar yang bernilai 0.7, E korelasi tinggi muka laut di Laut Banda yang bernilai 0.6. Hasil korelasi antara tinggi muka laut dari model dengan data tinggi muka laut dari satelit altimetri klimatologi (2005-2010) memiliki korelasi yang cukup tinggi yaitu dari rentang 0.5-0.9. Rata-rata nilai tinggi muka laut data model berada dalam rentang standar deviasi dari data tinggi muka laut dari altimetri. Hal ini dapat diartikan bahwa hasil model ROMS_AGRIF merepresentasikan dengan cukup baik pola elevasi tinggi muka laut di Perairan Indonesia. Pola amplitudo variasi tinggi muka laut dari data model dan data altimetri hampir sama di kelima titik. Terlihat adanya kenaikan tinggi muka laut pada Musim Barat dan terjadi penurunan pada Musim Timur. Hasil pemodelan menunjukkan adanya frekuensi tinggi selain fluktuasi dalam frekuensi musiman.
9
Gambar 3. Tinggi muka laut dari data altimetri (merah) dan tinggi muka laut dari data model ROMS-AGRIF (Biru); A) Selat Karimata, B) Laut Jawa, C) Samudera Hindia, D) Selat Makasar, E) Laut Banda
10 Pola Sirkulasi Arus Permukaan di Perairan Indonesia Angin merupakan salah satu gaya utama yang menyebabkan timbulnya arus laut. Hasil pengolahan data melalui simulasi model ROMS-AGRIF INDO03 dengan resolusi menengah 1/3° diperoleh suatu model regional. Rataan pola arus di Perairan Indonesia selama satu tahun hasil pemodelan (Gambar 6) menunjukkan perbedaan kecepatan arus pada level kedalaman 30 dan level 25. Pada level 30 (arus permukaan) terlihat rataan kecepatan yang lebih besar daripada level 25, namun arah arus di kedua level menunjukkan arah yang hampir sama.
Gambar 4. Rataan pola arus di Perairan Indonesia hasil pemodelan A) Level 30 B) Level 25 Kecepatan arus semakin berkurang dengan bertambahnya kedalaman perairan, hal ini dikarenakan adanya pengaruh angin dan semakin berkurang dengan bertambahnya kedalaman. Pada Laut Cina Selatan terlihat rataan arus musiman lebih dominan menuju ke selatan, sama halnya dengan Selat Karimata. Rataan arus di Laut Jawa menuju ke barat yang merupakan aliran dari Selat Makasar yang berasal dari Samudera Pasifik. Aliran dari rataan arus lebih dipengaruhi oleh Armondo, karena rataan dilihat pada level 30 dan level 25 yang merupakan lapisan permukaan. Di Samudera Hindia terlihat dua arah arus yang berbeda, pada daerah pantai arus menuju ke timur (APJ) dan pada daerah lepas pantai arus menuju ke barat (AKS). Pada Laut Banda terlihat rataan dominan arus menuju ke barat, yang merupakan aliran dari Samudera Pasifik yang melewati Laut Halmahera dan aliran dari Laut Arafuru. Dari Laut Banda terlihat aliran menuju ke barat daya memasuki Laut Timor dan menuju ke Samudera Hindia. Di Perairan Utara Papua terlihat rataan arah arus menuju ke Barat, hal ini disebabkan karena pengaruh Arus Pantai Papua. Menurut Wyrtki (1961) sistem angin muson di Indonesia dibagi menjadi 4 golongan, yaitu angin Muson Barat (Desember-Februari), peralihan I (MaretMei), Muson Timur (Juni-Agustus), dan peralihan II (September-November). Pola
11 arus permukaan yang dipilih mewakili Musim Barat (Februari), Musim Peralihan I (April), Musim Timur (Agustus), dan Musim Peralihan II (Oktober). Pola sirkulasi arus permukaan di perairan Indonesia (Gambar 5) pada Musim Barat memperlihatkan pola arus dari Laut Cina Selatan yang melewati Selat Karimata menuju ke selatan dan membelok ke timur dan dilanjutkan ke Laut Jawa diteruskan ke Laut Flores dan ada yang membelok ke utara ke Selat Makasar. Dari Laut Flores menuju ke Laut Banda arus diteruskan ke Laut Arafuru dan ada yang dibelokkan ke utara melewati Laut Halmahera dan Laut Maluku. Di Samudera Hindia memperlihatkan pola arus yang tidak teratur, arus di pantai Barat menuju ke selatan Jawa diteruskan ke Laut Timor menuju ke Laut Arafuru, namun ada yang memasuki Laut Jawa melewati Selat Sunda dan memasuki Laut Banda melewati Selat Lombok. Pada Musim Timur dari Laut Arafuru arus melewati Laut Banda masuk ke Laut Jawa dan ada yang melewati Selat Lombok menuju ke Samudera Hindia, namun ada yang menuju ke utara memasuki Selat Makasar dengan kecepatan yang rendah. Arus dari Samudera Pasifik melewati Laut Sulawesi memasuki Selat Makasar, yang merupakan jalur masuk utama Arlindo. Di Laut Jawa arus menuju ke Selat Karimata, namun ada yang menuju Samudera Hindia melewati Selat Sunda. Pada Musim Peralihan terlihat pola sirkulasi arus yang tidak teratur dengan kecepatan yang melemah. Secara umum sirkulasi arus pada Musim Barat dan Musim Timur di Perairan Indonesia sesuai yang dinyatakan Wyrtki (1961) (Gambar 6), Gordon dan McClean (1999), dan Rizal et al (2009). Menurut Fang et al. (2010) Selat Karimata memiliki peran ganda dalam total transport volume Indonesian Throughflow (ITF) yang terlihat jelas pada Musim Barat, namun efek negatif dari peran ganda tersebut dapat mengurangi transport Selat Makasar yaitu membawa sedikit garam air dari Laut Cina Selatan melewati Laut Jawa ke muara selatan Selat Makasar. Efek positifnya air yang dibawa oleh arus lintas Selat Karimata jauh lebih hangat daripada air Selat Makasar. Hasil pemodelan memperlihatkan bahwa Musim Timur Laut Banda, Laut Maluku, Laut Halmahera dan Samudera Hindia memiliki kecepatan arus yang lebih besar daripada Laut Jawa dan Selat karimata. Variasi musiman disebabkan adanya Arlindo yang melintasi perairan tersebut. Selain itu pada Musim Timur transport Ekman menuju ke Samudera Hindia.
12
Gambar 5. Pola sirkulasi arus permukaan di Indonesia hasil pemodelan level 30 pada Musim Barat (Januari), Musim Peralihan I (April), Musim Timur (Juli) dan Musim Peralihan II (Oktober)
A
B
Gambar 6. Pola arus di Perairan Indonesia A) Bulan Februari B) Bulan Agustus (Wyrtki 1961)
13 Struktur Vertikal Arus Hasil pemodelan yang ditunjukkan pada Gambar 7 merupakan struktur vertikal arus komponen zonal di perairan Laut Jawa. Transek struktur vertikal arus yang dimulai dari selatan Pulau Kalimantan sampai ke utara Pulau Jawa. Pada Musim Barat terlihat arah arus dari permukaan sampai dasar perairan menuju ke arah timur, dan pada Musim Timur terjadi pembalikan arah arus menuju barat. Perubahan arah dan kecepatan arus secara vertikal di Laut Jawa dapat dikatakan homogen. Hal ini disebabkan karena perairan Laut Jawa relatif dangkal, sehingga kecepatan arus dari permukaan sampai dasar perairan masih dipengaruhi oleh angin monsun.
Gambar 7. Arus vertikal pada transek zonal di Laut Jawa hasil pemodelan pada Musim Barat (Januari) dan Musim Timur (Juli) Struktur vertikal arus komponen meridional di perairan Karimata hampir menyerupai Laut Jawa. Struktur vertikal arus di Selat Karimata relatif homogen dari permukaan sampai dasar perairan. Transek struktur vertikal arus di Selat Makasar yang dimulai dari timur Pulau Sumatera sampai ke barat Pulau Kalimantan dapat dilihat pada Gambar 8. Pada Musim Barat dari permukaan sampai dasar perairan arah arus menuju selatan dan Musim Timur arah arus menuju utara. Dangkalnya perairan Selat Karimata menyebabkan Armondo masih terjadi dari permukaan sampai ke dasar perairan.
14
Gambar 8. Arus vertikal pada transek meridional di Selat Karimata hasil pemodelan pada Musim Barat (Januari) dan Musim Timur (Juli)
Gambar 9. Arus vertikal pada transek zonal hasil pemodelan di Samudera Hindia pada Musim Barat (Januari) dan Musim Timur (Juli).
15
Struktur vertikal arus di Samudera Hindia berbeda dengan di Laut Jawa dan Selat Karimata. Samudera Hindia mempunyai topografi dasar perairan yang lebih dalam sehingga armondo tidak mencapai dasar perairan. Gambar 9 menunjukkan struktur vertikal arus di Samudera Hindia pada Musim Barat dan Musim Timur. Transek zonal struktur vertikal arus Samudera Hindia dimulai dari pantai menuju ke lepas pantai (Gambar 9). Degradasi warna terlihat dari permukaan hingga dasar perairan dan dari pantai menuju ke lepas pantai pada kedua musim. Pada lapisan permukaan (kedalaman < 100 m) arah arus menuju ke timur, sedangkan pada kedalaman > 100 m arah arus menuju ke barat. Pada Musim Barat, 100 km dari pantai ke lepas pantai arus menuju ke timur, arus yang terbentuk tersebut merupakan perpanjangan arus dari pantai barat Sumatera. Arus ini dikenal sebagai Arus Pantai Jawa (APJ). Arus ini mencapai puncaknya pada bulan Maret, dimana pada saat itu merupakan akhir Muson Barat. Namun, arah arus di lepas perairan (>100 km dari pantai) menuju ke barat. Arus ini disebut dengan Arus Khatulistiwa Selatan (AKS), yaitu arus yang mengalir dari lepas pantai selatan Jawa Timur hingga Madagaskar (Wyrtki 1961). Pada Musim Timur, arus bergerak ke arah sebaliknya, di lapisan permukaan arus bergerak menuju ke barat dan di lapisan dalam arus bergerak menuju ke timur. Namun pada Musim Timur masih terlihat APJ di daerah dekat pantai.
Gambar 10. Arus vertikal pada transek meridional hasil pemodelan di Selat Makasar pada Musim Barat (Januari) dan Musim Timur (Juli)
16 Gambar 10 menunjukkan struktur vertikal arus di Selat Makasar. Selat Makasar merupakan salah satu cabang dari Arlindo. Transek meridional struktur vertikal arus yang dimulai dari periaran dekat Pulau Kalimantan sampai ke Pulau Sulawesi. Terlihat perbedaan struktur vertikal arus baik secara vertikal maupun secara horizontal. Pada Musim Barat terlihat arus menuju ke utara di dekat Pulau Sulawesi pada kedalaman < 50 m dan arus menuju ke selatan di dekat Pulau Kalimantan dari permukaan sampai dasar perairan. Menurut Ilahude dan Nontji (1999) Selat Makasar pada bagian lapisan tercampur dipengaruhi oleh Armondo. Pada Musim Timur arus dominan bergerak ke arah utara, namun pada kedalaman 30-100 m arus bergerak ke arah Selatan, hal ini sesuai dengan Wyrtki (1961). Perbedaan arah arus permukaan dan lapisan dalam di Selat Makasar dipengaruhi karena adanya Armondo dan Arlindo.
Gambar 11. Arus vertikal pada transek zonal hasil pemodelan di Laut Banda pada Musim Barat (Januari) dan Musim Timur (Juli) Laut Banda merupakan pertemuan laut-laut di perairan Indonesia bagian Timur serta merupakan lintasan Arlindo. Struktur vertikal arus dari Laut Banda dapat dilihat pada Gambar 11. Transek zonal diambil dari Laut Banda bagian Utara menuju ke Selatan. Struktur vertikal arus pada Musim Barat dan Musim Timur dari permukaan sampai dasar perairan hampir sama. Perbedaan terjadi pada lapisan permukaan (<100 m) pada Musim Barat arah arus di Laut Banda bagian utara menuju ke barat dan bagian selatan menuju ke timur. Pada Musim Timur terjadi hal yang sebaliknya. Perbedaan yang terjadi dikarenakan di Laut Banda
17 terjadi Arlindo dan Armondo. Laut Banda merupakan lintasan Arlindo yang berasal dari Selat Makasar dibelokkan ke timur (Laut Flores dan Laut Banda). Dari arah timur, aliran terbagi melewati Timor Passage serta Selat Ombai lalu ke Laut Sawu. Kemudian, kedua aliran ini bersama-sama menuju Samudera Hindia. Lapisan bawah termoklin dan lapisan dalam massa air dari Pasifik Utara juga masuk melalui utara Laut Banda.
Gambar 12. Arus vertikal pada transek zonal hasil pemodelan di Utara Papua pada Musim Barat (Januari) dan Musim Timur (Juli) Transek zonal di Utara Papua diambil dari pantai menuju ke lepas pantai (Gambar 12). Struktur vertikal arus pada Musim Barat dan Musim Timur dari permukaan sampai dasar terlihat hampir sama. Massa air dari Samudera Pasifik Selatan dibawa oleh Arus Pantai Papua (New Guinea Coastal Current atau NGCC) yang merupakan perpanjangan dari Arus Khatulistiwa Selatan Pasifik (South Equatorial Current atau SEC). Sebagian besar arus ini berbelok arah ke Samudera Pasifik oleh Pusaran Halmahera (Halmahera Eddy atau HE) dan mengalir bersama Arus Sakal Khatulistiwa Utara (NECC). Sebagian lagi, massa air masuk melalui Laut Halmahera, Laut Maluku, dan Laut Seram kemudian memasuki Laut Banda yang selanjutnya keluar menuju Samudera Hindia dengan melalui Pintasan Timor serta Selat Ombai terus ke Laut Sawu (Gordon et al. 1994). Armondo dan Arlindo tidak terjadi pada perairan Utara Papua. Gambar 13 menunjukkan diagram hovmoller arus permukaan komponen zonal dan meridional di beberapa perairan di Indonesia. Terlihat pada komponen meridional di Selat Karimata memperlihatkan pada bulan Januari-Maret arah arus
18 menuju selatan dan pada bulan April-September berbalik arah menuju utara dan pada bulan Oktober-Desember arus kembali bergerak dari utara ke selatan. Komponen zonal di Laut Jawa dari sisi utara ke selatan memperlihatkan arah yang hampir sama. Pada bulan Januari-April terlihat arah arus menuju barat dan mulai berbalik arah pada bulan Mei-Oktober, arah arus menuju Timur dan kembali lagi menuju ke arah barat dari bulan November hingga bulan Desember. Lain halnya dengan Samudera Hindia, terjadi perbedaan arah arus di perairan dekat pantai dengan perairan lepas pantai. Arus di perairan dekat pantai menuju ke timur yang disebut APJ tetapi arus lepas pantai menuju ke barat yang disebut AKS. Di Selat Makasar sepanjang tahun terlihat arus permukaan cenderung dominan menuju ke utara, namun di bagain tengah Selat Makasar terlihat arus menuju ke selatan. Perbedaan arah arus dipengaruhi oleh adanya Armondo dan Arlindo yang mengalir di Selat Makasar. Di Laut Banda pada bulan Januari-Maret arah arus menuju ke timur, pada bulan April-November arus berbalik arah menuju ke barat dan bulan Desember menuju ke timur. Arus permukaan di Utara Papua bulan Januari-Oktober lebih dominan menuju ke barat, namun pada bulan NovemberDesember menuju ke timur. Di daerah ini merupakan awal Arus Sakal Khatulistiwa Pasifik terbentuk. Arus berasal dari Samudera Pasifik yang masuk lewat Maluku langsung berbelok ke Samudera Pasifik dan bersama-sama dengan arus yang datang dari Laut Halmahera.
Gambar 13. Diagram hovmoller komponen zonal dan meridional hasil pemodelan pada level 30 di Perairan Indonesia
19 Siklus Tahunan Suhu dan Salinitas di Perairan Indonesia Perbedaan penerimaan radiasi matahari setiap wilayah menyebabkan perbedaan suhu, terkait dengan perbedaan letak geografis lintang. Selain panas matahari, faktor yang mempengaruhi suhu permukaan laut adalah arus permukaan, upwelling, penguapan, curah hujan, suhu udara dan kecepatan angin oleh karenanya suhu permukaan biasanya mengikuti pola musiman. Gambar 14 menunjukkan suhu permukaan rata-rata pada Musim Barat, Musim Timur dan Musim Peralihan di Perairan Indonesia. Perbedaan suhu permukaan laut pada bulan Januari, April, Juli, dan Oktober. Pada Musim Barat massa air dari Laut Cina Selatan dengan suhu rendah sekitar 22 oC memasuki Selat Karimata, suhu tinggi sekitar 28 oC dari Selat Karimata memasuki Laut Jawa hinggga ke Selat Makasar karena pengaruh dari arus permukaan. Di Perairan Indonesia bagian timur seperti Laut Flores, Laut Banda, Laut Maluku dan Laut Halmahera suhu permukaan lautnya lebih rendah dibandingkan dengan Laut Jawa dan Selat Karimata.
Gambar 14. Sebaran suhu permukaan hasil pemodelan level 30 di Indonesia pada Musim Barat (Januari), Musim Peralihan I (April), Musim Timur (Juli) dan Musim Peralihan II (Oktober)
20 Di Laut Jawa terlihat pada Musim Barat suhu permukaan lautnya lebih tinggi dibandingkan dengan pada Musim Timur, dan terjadi juga hampir di seluruh Perairan Indonesia. Secara umum suhu permukaan laut dipengaruhi oleh radiasi sinar matahari dan jumlah curah hujan. Menurut Mulyana (2010) Fenomena menarik terlihat di Laut Flores. Pada bulan Juli – September ada korelasi positif (> 0.6) antara curah hujan di Jawa dengan perubahan suhu permukaan laut di daerah tersebut. Hal ini menunjukkan bila suhu permukaan laut di Laut Flores meningkat maka curah hujan di Jawa juga meningkat, sebaliknya bila tempertur permukaan lautnya turun, curah hujan di Laut Jawa juga akan turun. Jumlah curah hujan yang terjadi di Laut Jawa di pengaruhi oleh suhu permukaan laut di Laut Flores yang dipengaruhi oleh El Nino. Pada Musim Timur suhu permukaan laut di Laut Flores cukup rendah sehingga menyebabkan semakin tinggi juga curah hujan yang terjadi di Laut Jawa dan rendahnya suhu permukaan laut di Laut Jawa. Di Samudera Hindia suhu permukaan pada Musim Timur terlihat lebih rendah dibandingkan dengan Laut Jawa, hal ini disebabkan terjadinya upwelling. Menurut Susanto et al. (2001), terjadinya upwelling di sepanjang pantai Jawa-Sumatera merupakan respons terhadap bertiupnya angin muson tenggara. Upwelling di daerah ini berlangsung dari bulan Juni hingga pertengahan Oktober. Salinitas merupakan jumlah garam dalam gram yang terkandung dalam satu kilogram air. Distribusi nilai salinitas di suatu perairan dipengaruhi oleh penguapan, jumlah air tawar yang masuk ke perairan tersebut, run-off atau aliran permukaan, pasang surut air laut, curah hujan dan musim. Secara umum distribusi salinitas di lapisan tercampur permukaan atau mixed layer menunjukkan nilai relatif lebih rendah dari pada di lapisan dalam. Pada Gambar 15 menunjukkan perbedaan salinitas di permukaan pada Musim Barat, Musim Timur dan Musim Peralihan. Pada Musim Barat terlihat massa air bersalinitas rendah dari Laut Cina Selatan melewati Selat Karimata memasuki Laut Jawa dan mencapai muara Selat Makasar, namun tidak mencapai Laut Flores dan Laut Banda. Salinitas yang memasuki Selat Makasar memiliki nilai yang relatif lebih rendah daripada di Laut Jawa, ini merupakan akibat dari Selat Makasar yang merupakan pintu masuk massa air dari Laut Cina Selatan yang mempunyai peran ganda, sehingga berakibat penurunan transport ke Selat Makasar. Pada Musim Peralihan 1 terlihat salinitas rendah di Laut Flores dan terlihat pula salinitas yang menurun di perairan Indonesia bagian Timur. Pada Musim Timur, nilai salinitas pada Perairan Indonesia mulai meningkat yang disebabkan penguapan dan terus meningkat sampai Musim Peralihan II. Salinitas mulai menurun pada Musim Barat yang diakibatkan curah hujan yang meningkat.
21
Gambar 15. Sebaran salinitas permukaan hasil pemodelan level 30 di Indonesia pada Musim Barat (Januari), Musim Peralihan I (April), Musim Timur (Juli) dan Musim Peralihan II (Oktober)
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Konfigurasi model ROMS-AGRIF INDO03 berhasil dibangun untuk mengkaji sirkulasi umum di Perairan Indonesia. Kemampuan model dicoba dibeberapa perairan Indonesia menunjukkan hasil yang sesuai. Hasil validasi tinggi muka laut dari data model dan data altimetri di lima titik di Perairan Indonesia menunjukkan korelasi yang cukup tinggi (0.5-0.9). Pola sirkulasi arus permukaan pada Musim Barat memperlihatkan pola dari Laut Cina Selatan menuju Selat Karimata kemudian Laut Jawa dan memasuki Laut Banda menuju ke Samudera Hindia. Di Samudera Hindia pada perairan pantai terdapat APJ dan pada Perairan Lepas Pantai terdapat AKS. Laut Banda merupakan pertemuan arus dari Laut Arafuru dan dari Samudera Pasifik yang melewati Laut Halmahera. Laut Banda di lapisan permukaan (<100 m) dipengaruhi oleh Armondo dan Lapisan
22 dalam (>100 m) dipengaruhi Arlindo. Dari Samudera Pasifik arus memasuki Laut Sulawesi, Laut Halmahera dan Laut Maluku. Pada Musim Timur arus dari Laut Arafuru menuju Laut Banda melewati Laut Flores dan Laut Jawa menuju Selat Karimata dan masuk ke Laut Cina Selatan, namun dari Laut Flores ada yang memasuki Selat Makasar. Arus di Utara Papua lebih dominan menuju ke barat, hal ini dikarenakan didaerah ini terjadi Arus Pantai Papua. Selat Karimata memiliki peran ganda dalam total transport volume ITF yang terlihat pada Musim Barat, namun efek negatif dari peran ganda ini dapat mengurangi transport Selat Makasar. Massa air yang bersalinitas tinggi dari Selat Makassar yang masuk ke Laut Jawa selama Musim Timur mencapai dekat Selat Karimata. Struktur vertikal arus di Laut Jawa dan Selat Karimata dari permukaan sampai dasar perairan relatif homogen, hal ini disebabkan perairan yang dangkal sehingga Arus Monsun masih berpengaruh sampai dasar perairan. Struktur vertikal arus pada Selat Makasar, Laut Banda, Samudera Hindia terlihat perbedaan pada lapisan permukaan dan lapisan dalam, dikarenakan dalamnya perairan sehingga Arus Monsun hanya terjadi di permukaan saja. Saran Data yang dipakai dalam penelitian ini merupakan data dari satelit oleh karena itu diperlukan adanya pengukuran data lapangan untuk validasi hasil simulasi model yang telah dibuat.
DAFTAR PUSTAKA Fang et al. 2010. Volume, heat, and freshwater transports from the South China Sea to Indonesian seas in the boreal winter of 2007–2008. Journal of Geophysical Research. 115, C12020. Gordon AL, Ffield A dan Ilahude AG. 1994. Thermocline of the Flores and Banda Seas. Journal of Geophysical Research . 99 (C9):18.235-18.242. Gordon AL and McClean JL. 1999. Thermohaline stratification of the Indonesian Seas: model and observations. Journal of Physical Oceanography. 29:198219. Hasanudin. 1998. Arus Lintas Indonesia (Arlindo). Oseana. 23(2):1–9. Heliani LS. 2010. Dinamika fisis perairan Indonesia dari data altimeter. Yogyakarta : UGM. Ilahude AG dan Nontji A. 1999. Oseanografi Indonesia dan perubahan iklim global (El Nino dan La Nina). Lokakarya AIPI, Serpong. Matthias T and JS Godfrey 1994. Regional oceanography: an introduction. Pergamon Press, New York:422. Maulana E. 2000. Hubungan antara anomali suhu permukaan laut dengan curah hujan di Jawa. Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca. 1(2):125-132 Rizal et al. 2009. Simulasi pola arus baroklinik di perairan Indonesia Timur dengan model numerik tiga-dimensi. Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.
23 Shchepetkin AF and McWilliams JC. 2005. The regional ocean modeling system: A split-explicit, free surface, topography following coordinates ocean model. Ocean Model. 9: 347-404. Susanto RD, Gordon AL dan Zheng Q. 2001. Upwelling along the coast of Java and Sumatra and its relation to ENSO. Journal of Geophysical Research. 28 (8):1599-1602. Wyrtki K. 1961. Physical oceanography of the Southeast Asian waters. Naga Report (2). Scripps Inst. Of Oceanography. The University of California. La Jolla, California. Wyrtki K. 1987. Indonesian Through Flow and the Associated Pressure Gradient, Journal of Geophysical Research. 92:12.941-12.946.
24
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Rembang, 14 September 1990 dari ayah bernama Dawud dan ibu bernama Supriyati. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Pada tahun 2009 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Rembang. Pada tahun itu juga penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor, dan tahun 2010 masuk di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan. Semasa kuliah penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan, yaitu: Sekretaris Himpunan Keluarga Rembang di Bogor (HKRB) 2010/2011, Anggota Divisi Keilmuan Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan (Himiteka) 2011/2012, dan Anggota Klub Marine Instrumentation and Telemetry periode 2011/2012. Penulis juga aktif sebagai Asisten mata kuliah Oseanografi Umum pada tahun 2011-2012 dan Dasar-dasar Instrumentasi Kelautan dan Instrumentasi Kelautan pada tahun 2011-2013. Penulis pernah mengikuti Kompetisi Muatan Roket Indonesia (Komurindo) pada tahun 2012.