Love like an Everest Aaron dengan watak dingin merasa tak perlu untuk mengungkapkan isi hatinya pada sahabatnya, Anna "Semua tahu bahwa Everest adalah gunung, tak perlu ku berucap, karena ku tau, rugi hm. Sama seperti perasaanku, tak perlu kuberucap, rugi" Hingga tanpa disadarinya sebuah kesepakatan merubah pemikirannya itu " I know Everest is a mountain. But now, i want you know Everest is the largest mountain in the world same about my feeling for you"
Part 1: Prolog Aaron memang tak bisa untuk menyadari mana itu perasaan suka karena cinta dan mana itu perasaan suka karena kagum. Anna, sahabat perempuan yang telah ia sukai semenjak ia menginjak bangku sekolah menengah pertama atau Edel, perempuan yang baru ia kenal. Mungkin ia memang menyukai keduanya, tapi tanpa disadari ia harus memilih di antara keduanya.
Part 2: Satu Dekat mungkin... Namun diam.. Terpendam... Huh... Jauh sebelum Dia tiba... Bahkan dunia pun tahu.. Jika... Everest adalah gunung... Tak kan kuberucap.. Karna kutahu.. Rugi hmm.. Sama seperti rasa ini.. Tak perlu kuberucap.. Karna kutahu.. Rugi.. Author POV "Hey Aaron!" Seruan manja dengan suara nyaring, mungkin sedikit merdu telah menghentikan langkah lelaki berwajah tampan ini. "Bisa nggak sih kalo manggil orang itu nggak usah pake teriak?" Kesalnya pada gadis yang menyerukan namanya itu. Ya, gadis itu adalah Evelyn Annalysa Wicaksana. Sahabat dari lelaki ini. "Eh! Bukannya bales sapaan gue, lo malah marah-marah!" Rajuknya manja. "Hmm"
"Lo selalu aja jawab omongan gue pake deheman nggak jelas lo itu! Bisa nggak sih, lo kasik gue jawaban yang lebih panjang? Siapa yang bakal mau sama lo kalo sikap ice cube lo itu nggak cair-cair hm? Ya..ya..ya.. gue tau lo ganteng, otak lo en-" "Lo muji gue?" Potong Aaron, nama lelaki itu dengan sebuah seringai di wajahnya tuk menggoda sang gadis. Ya, ia hanya menunjukkan watak aslinya pada gadis itu, tentunya setelah keluarganya. "Eng-nggak, gue nggak muji lo, gue cuma..cuma.. hmm.. ah lupain! gue mau ke kelas dulu, bye!" Ucapnya dengan wajah memerah, entahlah apakah ia sedang malu atau sedang marah. Aaron hanya terkekeh melihat raut wajah sahabatnya itu. Ia melanjutkan kembali langkahnya menuju taman belakang sekolah untuk mendengarkan earphone sebelum bel segera berbunyi. Kringg..kringg.. "Huft.. Bel laknat itu kenapa harus bunyi sih, padahal gue belum nyampe di taman belakang" Keluh Aaron dalam hatinya sepeninggal sang gadis, Anna. Dengan langkah panjang, ia berjalan di sepanjang koridor sekolah menuju kelasnya, 3 IPA 1. Ya, kali ini kelas fisika, kelas dengan guru yang menurutnya tak dapat membantu para siswanya untuk mengerti mengenai apa yang diberikan. Tidak, bukan berarti ia bodoh, ia sangat pintar dalam berbagai bidang pelajaran, ialah Aaron Nicholas Mahardika, putra sulung dari keluarga Mahardika. Dengan wajah tampan dan kepandaiannya, siapa yang tak menyukainya? Hey! Bahkan hampir seluruh siswi Perdana Public School menyukai Aaron, mungkin beberapa siswa juga menyukainya, mungkin. Namun, dengan sifat bak es yang sangat dingin dan susah untuk didekati membuatnya tak memiliki pasangan. Bukan berarti dia kurang pergaulan, dia sangat banyak memiliki teman, hanya teman lelaki. Tidak dengan para gadis, kecuali Anna tentunya. Dia bukan lelaki penyuka sesama jenis, hanya saja ia sedang menanti seorang gadis yang peka akan perasaannya itu, Anna. •••••••••• "Hey tampan!" "Pagi Aaron!" "Hai Aaron!" Begitulah sapaan yang ia dapatkan di sepanjang koridor sekolah yang hanya ia balas dengan senyuman yang sangat tipis bahkan tak terlihat tersenyum. "Hey bro! Nggak bisa apa lo nunjukin senyuman manis lo itu buat cewek-cewek di sana? Oh bahkan gue yang seganteng lo jarang banget disapa kayak lo" Sapa seorang lelaki tak kalah tampan dari Aaron, Jason Geraldo Bactiar atau biasa disapa dengan sebutan Aldo. Hanya saja karena sifat percaya dirinya yang berlebihan membuat para gadis mengeryit tak suka padanya. Aaron menatapnya dengan salah satu alis terangat "Gue nggak peduli" Begitulah jawaban yang selalu ia berikan saat membahas para gadis di sekolahnya.
Part 3: Dua Typo bertebaran..
Aaron POV Jedug "Shit!" Umpat gue pelan. Belum juga gue mantulin bola, tapi udah ada aja bola yang mantul ke muka gue. "Eh! Sorry..sorry! gue sama bola gue nggak liat keberadaan lo" Suara cewek dengan nada pelan, tapi nggak ada raut menyesalnya sama sekali ke gue, sialan. Gue datarin muka gue dan ngelewatin tu cewek gitu aja. Gue pengen banget liat reaksi memohonnya, tapi yang gue dapet malah reaksi gilanya. "Rugi gue pindah ke sini kalo orang-orangnya te-tunaan. Di bandara ketemu tuna rungu, di jalan nggak sengaja nabrak tuna netra, di taman deket rumah nemu tuna asmara, lah sekarang tuna wicara" Gumannya pelan tapi masih bisa gue denger. W-wait, tadi dia ngatain gue apa? Bisu? Muka kayak gini dikatain bisu? Oh hell, dimana otak tu cewek? batin gue kesel. "Lo bilang gue apa barusan?" Tanya gue sedingin-dinginnya. "Whooaaa! Lo bisa ngomong?" Fix cewek ini gila, dia kira gue bisu beneran. "Gue nggak bisu, jelaslah bisa ngomong!" "E-eh, ya maaf, gue kira lo bi-" "Gue nggak peduli!" Potong gue sambil ninggalin dia yang melongo. Rusak mood gue main basket. Author POV "Udah tau nggak peduli kenapa marah-marah? Freak sumpah!" Gumam gadis dengan rambut coklat kekuningan sebahu yang dikuncir kuda dengan mata hazel sebagai pelengkapnya. Edelwiss Angeline Pratama, nama gadis itu. Mulutnya tak henti-hentinya menggumamkan kekesalannya pada Aaron. Dengan segera ia mengambil bolanya lalu bergegas pulang. •••••••••• Kicauan merdu entah dari mana datangnya, telah menghiasi suasana rumah Aaron di pagi hari. Hey! Ini perkotaan sangat jarang bila suara-suara semacam itu terdengar. "Ma, pa! Aku berangkat dulu ya!" Teriak Aaron usai menikmati sarapannya. Seakan tak peduli dengan keadaan yang masih sunyi di pagi hari. "Iya!" Balas Ibunda Aaron tak kalah keras dari arah dapur. Baru saja ia akan menaiki mobilnya, teriakan lain menghentikannya. "Nico!!! Sepatu papa kamu umpetin dimanaa?!" Suara bariton dari lantai atas rumahnya membuatnya segera menaiki mobil dan menancapkan gas sekuat-kuatnya guna menghindari amukan sang ayah. •••••••••• "Pagi semua! Kali ini ada seorang murid baru di sekolah kita. Nak, silahkan kenalkan dirimu!" Ujar seorang
guru diikuti seorang perempuan dengan rambut coklatnya yang terurai. "Hai, nama gue Edelwiss Angeline Pratama, biasa dipanggil Edel, gue pindahan dari Sydney, thanks" Sapa Edel dengan senyuman di wajahnya. "Hai, Edel!" Sapa para murid kelas 3 IPA 1. "Silahkan kamu duduk di hmmm... di sana!" Kata sang guru yang dibalas anggukan oleh Edel. Tok..tok..tok.. Aaron POV Selasa, hari kedua setelah Senin yang mungkin dibenci sama anak sekolahan, termasuk gue. Pukul setengah delapan, dengan santai gue ngelewatin koridor sekolah dengan alat penyumbat telinga atau bahasa gaulnya earphone. Gue tahu kalau gue udah telat 15 menit dari seharusnya, tapi gue nggak peduli. Selama nilai gue masih bagus, guru nggak akan berani ngehukum gue. Gue segera menuju kelas. 3 IPA 1, kelas gue dengan predikat kelas unggulan, gitu sih katanya.
Part 4: Tiga Capek gue! Ting.. Suara aplikasi line di handphone gue ngebangunin gue dari tidur setengah mateng gue di malam hari. Ya, gue udah pulang sekolah jam 4 tadi, terpaksa kerja kelompok di rumah Aldo. •Evelyn A. Wicaksana Ron, malmingan sama gue yuk, Kevin ke Singapura 3 hari, gue bosen nggak ada yang diajakin, jadi gue ngajakin lo. Mau ya , Ron, please! •Aaron Nicholas M. Males gue, Na •Evelyn A. Wicaksana Ayolah, Ron. Lo nggak kasian sama gue? Please..please.. •Aaron Nicholas M. Iyain aja dah •Evelyn A. Wicaksana Yey! Thanks, Ron •Aaron Nicholas M. Yoi
Sebenarnya tadi gue sengaja nolak dia, sok jual mahal. Padahal aslinya gue seneng banget dia ngajakin gue jalan. Ah, mendingan gue lanjut tidur, berharap ketemu Anna di mimpi. Oke lupakan! •••••••••• "PAGI!!!" Teriak gue semangat. "Nggak usah teriak bisa kalee!" Protes Alinne, biasa anak ABG yang lagi PMS, ke-alay-an dan ke-sensitifan dipadukan menjadi satu. "Pagi Aaron!" Sapa mama gue tercinta. "Co, barang-barang papa nggak ada yang kamu umpetin kan?" Lah ini pagi-pagi bukannya bales sapaan malah nuduh yang nggak-nggak, bokap gue biasa. "Nggak boleh su'udzon, pah!" Nasehat gue ke bokap. "Yuh banget sih lo!" Ck! "Astaga Nico! Kamu kan emang suka ngumpetin barang-barang papa!" Tegas papa. "Yaudah sih Linne, diem aja! Nggak buat hari ini, pa. Aku males telat!" "Aku berangkat dulu! Bye!" Pamit gue ke mereka. "Hmm" Anjir deheman massal. Gue langsung ke mobil tanpa peduliin deheman massal keluarga gue. Tumben jalanan sepi batin gue. Gue markirin mobil di sebelah mobil Anna dan mobil hmm, gue nggak tau. Jedugg.... "Aww!" Suara cewek yang gue denger setelah gue buka pintu mobil, ada yang salah emang? "Gila lo! Kalo mau buka pintu mobil liat-liat dong ada orang jalan apa nggak!" Omelnya sambil megang kepalanya. Oh itu masalahnya. "Ups, lupa!" Jawab gue ngelewatin dia gitu aja. Sebut gue jahat, tapi gue emang nggak peduli. "Eh manekin bisu!" Kemarin bisu, sekarang manekin, ckckck. "Manekin emang bisu, bego!" Toleh gue dan dia gelagapan setelah nyadar apa yang dia omongin. "Sst.. Shit again!" Anjir, dia nendang tulang kering gue. "Makasih!" Hell, dia malah bilang makasih setelah nendang gue dan dia ninggalin gue gitu aja, weird parah tu cewek. Dengan agak pincang gue ngelanjutin jalan gue ke kelas. "Kenapa lo?" Masih sempet-sempetnya ni bocah nanyak ke gue. "Gapapa, cuma sakit perut doang" Balas gue datar. "Lah, sakit perut kenapa kaki lo yang pincang?"
"Udah tau nanyak lagi lo! Jelaslah gue sakit kaki!" "Dih, galak bener mas, pantes kagak punya cewek" Dia ngejek gue sekarang. "Heh! Lo ngaca! Cewek lo dimana?" Sindir gue. "Lagi nunggu kapan diturunin dari surga sama Tuhan" Jawabnya dengan mata berbinar memandang plafon kelas. "Nunggu cicak jatuh, Do?" Sebuah suara mengejutkan kami. "Nggak, lagi nunggu genteng bocor!" Kesal Aldo. "Dih, santai elah!" Ketus Anna. Aku berdecak pelan sambil melewati mereka yang mendebatkan seekor cicak dan genteng bocor. "Cemburu, mas?" Shit! Suara weird girl. "Nggak usah bacot lo!" Semua murid pada noleh ke gue. Ada yang mandang gue heran, ada yang mandang gue takjub, ada juga yang mandang gue aneh. Mereka pada kenapa sih? "Gak usah nyolot, bisa kali!" "Suka-suka gue, mulut-mulut gue!" "Iya mulut-mulut lo, tapi telinga gue panas dengernya!" "Yaudah sih telinga-telinga lo, bukan gue!" "Freak!" Perlu gue beliin kaca kali ni orang, ngatain freak padahal dia lebih freak. "Ngaca mbak, situ lebih freak!" "Freak-nya gue dimana coba?" Lah dia nanya gue, pikir sendiri kali mbak batin gue. "Dimana-mana hatiku senang!" Balas gue sinis. Gue lihat dia cuma ngasik reaksi mendengus. Gue nggak peduli dan duduk di bangku gue sama Anna. "Whooaa!!" Gue noleh ke Aldo dan Anna yang udah duduk di samping gue. Ini Aldo ngapain teriak sih? "Tumben lo mau bales omongan cewek, sama Anna aja kalo dia ngedebat lo, reaksi lo kalo nggak "terserah" ya "hmmm", ini rekor baru!" Bisiknya gaje. "Gue kesel aja dia bacot!" "Tapi sebacot-bacotnya cewek, reaksi lo nggak sampe segitunya, Ron!" Katanya ngotot. "Terserah lo aja deh" Kata gue masih dalam keadaan berbisik dan duduk di bangku sambil mendengarkan earphone. Author POV
Kacau. Itulah satu-satunya kata untuk mendeskripsikan bagaimana keadaan kelas 3 IPA 1. Ya, kali ini kelas itu sedang kosong karena tidak ada guru. Para muridnya sibuk bersahut-sahutan, saling menggoda, dan beberapa di antarannya memainkan permainan bernama ToD. Mereka semua menikmati keadaan tersebut, tetapi tidak dengan Aaron dan.... Edel Ya, Edel sangat tidak suka keadaan dimana guru tidak mengajar. Membosankan, pikirnya. "Mending gue jalan-jalan" Gumamnya. Aaron yang melihat Edel melangkah keluar kelas, diam-diam mengikuti Edel. Entah mengapa ia penasaran kemana gadis itu pergi. Yap, taman belakang sekolah, sebuah taman seluas 6 are dengan hamparan rumput hijau disertai beberapa bangku dan pohon rindang untuk berteduh membuat para murid Perdana Public School betah berlama-lama diam di taman ini. "Huhhhh" Helaan napas milik Edel memecah keheningan taman ini. Edel memejamkan kedua matanya seraya menikmati hembusan angin yang menyentuh kulit wajahnya yang dibingkai oleh blonde hair miliknya. Ia bahkan tak sadar jika ia sedang ditatap oleh seorang pria di sampingnya. Ya, pria itu adalah Aaron. Aaron sempat memandang Edel takjub, namun dengan segera ia mengembalikan wajah datarnya disertai deheman untuk menyadarkan Edel. "Ekhmmm" Dengan cepat Edel menolehkan wajah cantiknya pada sumber suara itu. "Ngapain lo di sini, manekin?" Tanya Edel dengan embel-embel manekin malah membuat Aaron mendelik padanya. "Jangan panggil gue manekin, gue punya nama!" Ujarnya pada Edel. "Siapa nama lengkap lo?" "Buat apaan? "Buat gue santet!" Sarkas Edel yang malah mendapat jitakan dari Aaron di kepalanya "Aw, gue bercanda kali. Ya biar gue tau lah siapa nama lo, bego!" "Aaron Nicholas Mahardika" Sahut Aaron pada akhirnya. "Dan lo?" Sambungnya. "Edelwiss Angeline Pratama" "Lo belum jawab pertanyaan gue, ngapain lo di sini ?" Edel mengulang pertanyaannya pada Aaron untuk kedua kalinya. "Ini tempat favorit gue" Sahut Aaron datar. "Oh" Kata dari Edel mengakhiri percakapan kedua insan tersebut. Kedua insan itu kini saling memejamkan matanya, menikmati semilir angin yang menerpa wajah keduanya.
"Aar" Panggil Edel tanpa membuka matanya. Aaron yang mendengar panggilan dari Edel merasakan gelenyar aneh di dadanya. Baru pertama kali ada yang memanggilnya dengan sebutan "Aar" "Hmmm?" Jawabnya usai menghilangkan gelenyar aneh tersebut yang juga tidak membuka matanya. "Kok lo dingin banget sih?" Mendengar pertanyaan yang dilontarkan Edel, Aaron membuka matanya dan menyentuh beberapa bagian tubunya seperti tangan dan wajah. "Gue nggak ngerasa kedinginan" balas Aaron yang malah membuat Edel membuka mata dan menoleh pada Aaron. Jadilah kali ini mereka saling bertatapan. "Maksud gue, kenapa sikap lo dingin banget?" Edel memperjelas pertanyaannya. "Gue nggak suka aja liat cewek yang suka sama gue bukan karena gue yang apa adanya, tapi karena tampang gue, kekayaan keluarga gue, dan otak gue" Jelas Aaron memalingkan wajanya dari Edel. Canggung. Entahlah, ia merasa gugup melihat mata hazel milik Edel. Kringg..kringg.. Belum sempat juga Edel untuk membalas perkataan Aaron, bel pertanda pulang telah menghentikan niatan Edel untuk membalas perkataan milik Aaron. "Gue mau ke kelas, lo?" "Gue ikut" Jawab Edel cepat. "Idih, siapa yang ngajakin lo?" Jawaban Aaron malah membuat Edel mendengus kesal. "Terserah lo deh!" Ujar Edel meninggalkan Aaron yang tertawa pelan.
Part 5: Empat Aaron POV Sabtu malam, atau biasa disebut malam Minggu, cocok banget buat remaja labil yang saling jatuh cinta untuk melakukan kegiatan yang dinamakan kencan, right? Ya, salah satunya itu gue. Tapi gue bukan remaja labil. Lupakan! Dan gue kencan sama Anna, cewek yang gue taksir semenjak gue duduk di kelas dua bangku SMP. Gue udah ngelakuin berbagai cara biar di tau perasaan gue. Mulai dari ngekodein dia biar peka bahkan sampai gue nggak sengaja nembak dia, via telepon atau ngomong langsung. Tapi dia kira gue cuma bercandaan doang, sialan emang. Flasback On Hopeless Salah kah? Menyeleweng kah? Tak pantas kah? Bila aku berucap demikian... Hingga kau tak pernah sadar... Bahwa di sini .. Ada seseorang yang menantimu.. Hey, puluhan kali ...
lidah ini berucap padamu... Ribuan kali ... Bibir ini tersenyum padamu... Jutaan kali ... Mata ini memandang penuh binar padamu... Berharap agar kau membalas semuanya... Namun apa dayaku... Kau tak kan membalasnya... Karna kau tak peka... "Widihh, puisi buat siapa?" Tanya Anna "Buat cewek yang nggak pernah peka!" Ketus gue. "Wih, emang ada yang lo sukain?" "Adalah!" "Ih! lo nggak pernah cerita ke gue, Ron! Siapa ceweknya? Cluenya ajadah!" Tanyanya kepo "Orangnya deket ma gue, sering main bareng ma gue, temen gue dari masuk SMP" "Hmm, setau gue lo nggak pernah deket ma cewek lain selain gue" Gumamnya sambil berpikir. Yaudah berarti itu elo, Anna. Lemot banget elah! batin gue kesel. "Oh gue tauu!! Tapi nggak mungkin deh" Anjir! Dia mulai peka. "Yaudah sih, apa yang nggak mungkin coba?" "Tapi masak iya?" Tanyanya natap gue intens. "Ya mungkin aja! Emang siapa yang lo pikirin?" Tanya gue hati-hati. Sumpah gue deg-deg'an banget sama jawaban yang dia kasik. "Jadi lo beneran suka sama Aldo? Lo penyimpangan kelamin, Ron?!" What?! Dia ngira gue gay? Yaampun, emang dasar nggak pernah peka lo ya batin gue geram. "Sembarangan ya lo ngomong! Gue masih normal!" "Lah kan cuma gue sama Aldo temen lo dari SMP" "Auk ah gelap!" Kesel gue lama-lama ma tu cewek. Flasback Off Setelah asyik berflashback ria, gue ngeluarin handphone dan buka aplikasi line buat ngasik tau Anna kalo gue udah jalan ke rumahnya. • Aaron Nicholas M. Gue otw rumah lo! • Evelyn A. Wicaksana Gue juga udah siap, cepetan yaw!
Gue cuma ngeread doang. 15 menit gue udah ada di depan pagar rumahnya. Turun dari mobil, gue langsung pencet bel rumahnya. Dan dia muncul dengan dress peach selutut, rambutnya yang digerai, dan mukanya yang dipolesin make up tipis. What the beautiful girl!
Part 6: Lima Author POV "ALINEE!!!" Suara bass milik Aaron yang sedikit nyaring karena teriakannya itu. Keadaan Minggu pagi di rumah Aaron tidak bisa dikatakan tentram, keadaan rumah Aaron sama seperti keadaan di pasar. Ribut dan sesak. Bukan berarti rumahnya kecil, rumahnya sangat besar, dengan 2 lantai yang terdiri dari 8 kamar tidur yang menampung dirinya, orang tuanya, Alinne, dan kedua pembantunya. "Apaan sih?!" Ujar suara parau milik adiknya yang kesal mendengar teriakan sang kakak di pagi hari. "TEMENIN GUE BELI ANJING!!!" "Gue di depan lo, bego! Nggak usah pake teriak bisa kali!" Umpat Alinne kesal. Sepertinya ia belum sadar akan perkataan kakaknya yang memintanya untuk menemani Aaron membeli anjing. "Temenin gue beli anjing, Alinne sayang!" Ujar Aaron dengan suara yang lebih kecil. "Ngapain beli anjing sih kak?" Tanyanya masih belum menyadari perkataan kakanya itu. "WHAT?!! BELI ANJING??" Teriak Alinne saat menyadari apa yang dikatakan Aaron. "Iya, temenin!" Mohon Aaron dengan wajah puppy eyesnya. "DEMI APA LO MAU BELI ANJING??!!" Tanya Alinne tak yakin "Demi nenek ganjen sebelah rumah kita!" Ujar Aaron kesal. "SUMPAH LO?! LO KAN TAKUT SAMA YANG BERBULU, KAK!" Masih dengan teriakan tak yakinnya itu. "Bacot lo ya, udah sih temenin aja, gue mau beli anjing golden cewek!" "Ppfftt hahaha, gue kasian sama lo kak, saking jomblonya sekarang nyimpang ke anjing" Tawanya menggema. "Sembarangan lo! Udah lah cepet mandi, ganti baju, terus temenin gue ke pet shop!" Perintah Aaron. "Ppfftt hahaha!!" Dan Alinne kembali tertawa. "Lo kenapa elah?" Aaron semakin bingung dengan sifat milik Alinne yang tertawa tiba-tiba. "Lo liat jam dulu deh, abang gue yang ganteng!" Ujar Alinne dengan menekankan kata abang pada Aaron . Dengan segera Aaron menolehkan wajahnya menuju jam dinding. Pukul 06.30. Lah emang kenapa kalo jam setengah enam, kayaknya adik gue emang sarapnya kejepit batin Aaron. "Emang kenapa sama jam setengah enam?" Ucapnya mengikuti batin.
"Lo nggak tau?" Tanya Alinne yang sekarang dibuat bingung dengan sikap kakaknya. "Nggak, emang kenapa sih?" Geram Aaron. "MANA ADA PET SHOP YANG BUKA JAM SETENGAH ENAM SUBUH DI HARI MINGGU, BEGO!!!" Kali ini Alinne lah yang dibuat kesal oleh Aaron. "Alinne jangan teriak pagi-pagi sayang!" Perintah sang bunda dari lantai atas. yang dibalas pelototan Alinne kepada Aaron. Aaron POV "MANA ADA PET SHOP YANG BUKA JAM SETENGAH ENAM SUBUH DI HARI MINGGU, BEGO!!!" Lah kenapa jadi dia yang kesel. Harusnya gue dong yang kesel. Lagian, emang pet shop nggak ada yang buka 24 jam? "Emang nggak ada yang buka 24 jam?" Tanya gue baik-baik. "Ya mana ada lah, yawlooo!" Lah dia nyolot. "Jam berapa biasanya pet shop buka?" Gue masih pake intonasi datar, tanpa tekanan sedikitpun. "Jam sepuluh paling, udah gue mau tidur dulu. Entar jam 10 kita berangkat!" Katanya memerintah. Hello, yang kakak di sini siapa sih? •••••••••• Wugg...wugg.. Kali ini, gue sama Alinne lagi ada di pet shop. Dan hal ini itu langka banget ditemuin, seorang Aaron Nicholas Mahardika pergi ke pet shop. Kenapa gue bilang langka? Karena seorang Aaron itu benci sesuatu yang berbulu. Tapi gara-gara mulut gue yang ngawur, gue jadi ada di sini buat beli seekor anjing. Dan pastinya anjing itu berbulu, hufftt.. "Buruan pilih!" Duh ni bocah kan tau gue nggak suka sama hal-hal yang berbulu. "Iya ih sabar napa!" Sungut gue kesel. "Hmm mbak yang cewek yang mana ya?" Dan reaksinya si mbak-mbak pet shop yang lagi gue tanyain malah senyum-senyum nggak jelas ke gue. Dih, ni orang abis dari psikiater? apa psikiaternya nggak berhasil ya? batin gue. "Mbak, jawab pertanyaan kakak saya, jangan senyum-senyum gaje!" Widih! baru aja gue omongin dalam hati, udah dikeluarin aja sama Alinne. Si mbak-mbak pet shop langsung gelagapan dan senyum minta maaf ke gue sama Alinne yang gue bales senyum tipis dan dengusan pelan dari Alinne. "Itu mas, mbak yang di sebelah kanan itu cewek semua" Jelasnya. Gue noleh ke arah yang mbak-mbak pet shop tunjuk tadi. Dan gue ngeliat berbagai jenis anjing yang berjenis kelamin cewek di sana. Dan akhirnya perhatian gue terarah sama seekor anjing yang mirip sama punya Edel kemarin malam. "Mbak, itu golden kan ya?" Tanya gue memastikan
"Iya mas, yang itu golden, umurnya baru 6 bulan" Jelas tu mbak-mbak. "Cewek kan ya?" "Iya mas" Jawabnya lagi. "Yaudah saya pilih itu aja, mbak" Dan akhirnya gue milih anjing golden cewek. "Mau sekalian rantai atau kandang mas?" "Kan-" Kata Aliine yang cepet-cepet gue potong. "Rantai aja ya mbak" "Lah, lo mau anjing lo lepas terus ngejer lo sampe kamar, terus jilatin muka lo yang sok ganteng itu?" Cerocos adik gue yang bikin gue bergidik ngeri. Dan si mbak-mbak pet shop malah cekikikan denger omongan nyerocos adik sialan gue itu. "Berapa semuanya, mbak?" Tanya gue. "Semuanya tiga juta enam ratus dua puluh lima ribu ya mas" Buset! Ni anjing harganya mahal bener! batin gue heran. Dengan nggak ikhlas, gue nyerahin kartu ATM gue ke mbak-mbak pet shop. "Baik, terimakasih mas, mbak. Silahkan mampir kembali" Katanya ramah. Silahkan mampir kembali pala lo! Gue bisa bangkrut kalo mampir ke sini lagi batin gue kesel. Dan akhirnya gue jawab dengan senyum paksaan. "Linne, lo bawak tu anjing ke mobil!" Perintah gue. "Lah, kok gue? Kan elo yang punya anjing!" Ketusnya. "Lo kan tau gue takut sama yang berbulu" Melas gue. "Lo harus biasain kayak gitu! Ngapain lo beli anjing kalo gitu? "Gue juga nggak suka sama anjing, jadi lo nggak bisa minta tolong ke gue buat ngurus tu anjing!" Sambungnya. "N-ngurus?" Tanya gue. "Iya ngurus, mandiin tu anjing, ngasik dia makan, bersihin poopnya, nemenin dia ma-" "Bersihin poop??!!" Tanya gue kaget. "Iyalah!" "Tapi kemaren temen gue, gue liat cuma nemenin tu anjing poop, nggak sampe bersihin poopnya" "Itu kan karna dia tau kapan anjingnya poop trus dia lagi ada di rumah buat nemenin anjingnya poop, kak!" Seru adik gue jengkel. "Emang gimana caranya biar tau kalo anjing itu mau poop?" Tanya gue memastikan.
"MANA GUE TAU LAH! GUE BUKAN PAWANG ANJING!" Bentaknya kesel. Dia kira gue juga nggak kesel apa. Akhirnya gue terpaksa narik tu anjing sampe mobil. "Ra, Dora, naik mobil yuk! Seru lo naik mobil itu" Kata gue ke Dora, nama anjing gue. Berharap dia ngerti dan mau ngikutin apa yang gue suruh. Awuugg.. Gonggongnya seakan menjawab pertanyaan gue. Akhirnya dia masuk ke jok belakang mobil gue. Anjay, tu anjing hebat juga ya, cepet ngerti omongan gue batin gue senang. "Pfftt, Dora? Nama anjing lo Dora?" Tanya Aliine sambil nahan ketawanya. "Suka-suka gue!" Jawab gue ketus. Gue nyuruh dia cepet naik, biar gue bisa cepet sampai rumah buat ngelatih sama ngurusin Dora, sebelum Edel sama Ciko? Nikki? Cikki? Ohh Nico sampai rumah gue.
Part 7: Enam Author POV Awugg..awugg.. "Aduhhh basah Dora! Lo jangan ciprat-ciprat dong!" Kali ini Aaron sedang memandikan anjingnya yang di bantu salah satu pembantunya. Kepulangan Aaron membawa anjing membuat seisi rumah terkejut. Pasalnya, mereka semua tahu jika Aaron sangat membenci benda-benda yang berbulu. Berbagai reaksi ia dapatkan dari orang-orang rumah saat ia membawa anjingnya masuk. Flashback On "Co! Awas anjing tetangga lepas!" Teriak sang ayah panik. "Aaronn! Lari nakk! Kamu kan takut anjing, itu ada anjing di belakang ngejar kamuu!" Seru sang bunda. Padahal jelas-jelas Aaron lah yang menarik Dora, bukan Dora yang mengejar Aaron. "Den Aaron! Bibi siapin air anget buat Den Aaron mandi ya, pasti Den Aaron mau mandi abis deket-deket sama anjing" Cerocos sang pembantu sok tahu. "Adenn!! Mbok juga siapin susu biar nggak mual abis deket-deket sama anjing" Kata pembantu lainnya yang membuat Aaron mengerutkan keningnya. Sejak kapan gue mual-mual pas deket sama anjing? batin Aaron bingung. Sang adik, Alinne juga dibuat bingung dengan tingkah berlebihan dari seisi rumah. "Ma, Pa, Bi, Mbok. Ini anjing Aaron, bukan anjing tetangga!" Kesal Aaron. "APA?" Teriak mereka kompak. "Iya, Kak Aaron baru beli anjing tadi" Jelas Alinne malah membuat seisi rumah semakin bingung. Dari pada menjelaskan pada keluarganya, Aaron lebih memilih menuju taman belakang untuk memandikan Dora. "Mbok Na!! Sini bantu Aaron!" Teriak Aaron dari taman belakang. Dengan segera pembantunya itu menuju taman belakang rumah.
Flashback Off "Den Aaron kok tumben sih mau deket-deket sama yang berbulu?" Tanya sang pembantu heran. "Lucu" Jawab Aaron seadanya. Usai memandikan Dora, Aaron kini mengeringkan bulu-bulu Dora dengan hair dryer milik sang adik. "Tapi kan dulu Den Aaron takut sama sesuatu yang berbulu" Sambung Mbok Na, nama sang pembantu yang heran dengan tingkah sang majikan. "Gini mbok, Aaron takut kayak begituan itu kan dulu, kalo sekarang aku dah berani mbok. Jadi jangan flashback gitu deh!" Sungut Aaron kesal karena selalu ditanyakan oleh pertanyaan yang sama. "Flesbek itu apa ya, den?" Tanya Mbok Na makin bingung. "Is Mbok Na ni, sana tanyak sama Alinne aja!" Perintah Aaron. "Is iya..iya.. Galak bener sih den, Mbok Na nanyak satu aja udah diusir" "Mbok Na nanyak satu tapi pertanyaannya bercabang, jadi nggak abis-abis nanyaknya!" "Iya mbok Na berhenti nanya-nanya lagi" Kata Mbok Na sambil berdiri. "Oh iya Mbok Na, tolong siapin makanan Dora ya, ambil aja di dapur tadi udah aku beli" "Yo" Sahut Mbok Na Sepeninggal Mbok Na, Aaron terus mengeringkan bulu Dora. Entah mengapa setelah memegang Dora, rasa takut akan sesuatu yang berbulu hilang begitu saja, meskipun masih ada sedikit rasa was-was menyentuh benda tersebut. Dora yang dielus oleh sang pemilik merasa nyaman dan tiak memberontak sedikit pun, padahal mereka baru saja dekat. Setelah usai mengeringkan Dora, Aaron segera menggiring Dora menuju dapur untuk memberinya makan. Sepanjang memperhatikan Dora makan, Aaron selalu saja melontarkan pertanyaan yang aneh kepada Dora yang jelas-jelas tak akan mendapat jawaban.
Part 8: Tujuh Author POV Dengan empat buah gulali di tangan Aaron, mereka menikmati indahnya sore dengan memakan gulali yang ditemani dua ekor anjing. Ya, Edel dan Aaron akhirnya berhasil menemukan cara untuk membuat para anjing berhenti untuk bermain. Awuugg... Heh eheh eheh... Dora dan Nico menjulurkan lidahnya karena lelah, sekaligus meminta gulali pada majikan mereka. "Aar, yang putih dong!" Pinta Edel yang di juluri gulali putih oleh Aaron.
Tak terasa sudah dua jam mereka habiskan di taman ini. Dan akhirnya mereka memilih untuk pulang. "Pulang yuk, Aar!" "Hmm" "Gue anterin lo pulang!" Sambung Aaron yang membuat Edel menatapnya tak percaya. "Jangan ge'er lo! Gue cuma kasian sama Nico kalo majikannya diculik kunti" Edel mengerucutkan bibirnya kesal. "Serah lo deh!" Dalam perjalanan, mereka tak mengucapkan sepatah kata pun, hingga Dora berputar-putar tak jelas yang membuat Aaron heran. "Ra, lo kenapa muter-muter gitu?" Tanya Aaron pada Dora yang pastinya tak akan mendapat jawaban. "Dia itu pengen BAB, Aar!" Ujar Edel. "Hah? Seriusan lo?" "Lah, lo nggak tau? Emang kalo anjing lo BAB gimana tandanya?" "E-eh gue..gue.. i-iya dia poop kayak gitu" Aaron menjawabnya gelagapan. "Yaudah sana cepet ke rumput biar dia bisa BAB!" Perintah Edel yang di angguki Aaron. •••••••••• Rumah besar dengan arsitektur kayu yang indah pada bagian dinding luarnya membuat orang-orang berdecak kagum saat melewatinya, termasuk Aaron. Ya, kali ini mereka sudah sampai di depan rumah Edel. "Mau mampir dulu, Aar?" Tanya Edel menghentikan kekaguman Aaron. "Nggak usah deh, udah jam delapan" Ujar Aaron sambil melirik jam tangannya. "Gue balik dulu ya!" Pamit Aaron. "Oh, yaudah. Hati-hati ya! Bye Dora!" Kata Edel yang diangguki Aaron. kini hanya punggung milik Aaron yang dapat dilihat Edel. Mereka telah melangkah menuju rumah mereka. Edel yang melihat itu menampakan senyum yang tak dapat diartikan dan dengan hati yang entah, tak dapat dideskripsikannya. Aaron POV Ting.. Sesuatu bergetar di dalam kantong gue. Hand phone! Gue ngeliat ada line masuk dan itu dari Kevin. Tumben-tumbenan ni anak ngeline gue batin gue. •Kevin Gardika B.
Besok bisa ketemuan nggak? Gue ada perlu sama lo! •Aaron Nicholas M. Bisa, dmn? •Kevin Gardika B. Di tempat gue nembak Evelyn, lo inget kan? Jam 4 •Aaron Nicholas M. Ya Aneh! Tumben-tumbenan tu anak ngajak gue ketemuan. Padahal kan gue kenal dia gara-gara dia nembak Anna, gue aja nggak pernah ngomong sama dia. Terus ngapain tu anak pengen ketemuan sama gue? Apa dia cemburu kali ya. Gue nggak peduli dah. Huuuffttt, capek banget gue. Iya taman kerumah gue cuma 100 meter. Tapi kenapa gue isi nganterin Edel yang rumahnya jaraknya dua blok dari taman? Otomatis gue jalan 3 kali lipat jauhnya. Anjir! Kok gue malah mau nganterin Edel sih? Kok gue jadi aneh gini ya. Tapi biarin lah, kasian juga Edel jalan malem-malem, entar dia diculik lagi. Nah kan, ngapain gue jadi kasian sama Edel? Duh lupain dah. Lebih baik gue masuk rumah. "Aaron pulang!" Sepi banget. Pada di mana orang-orang rumah. Yaudah lah, lebih baik gue masuk kamar, mandi, terus tidur. "Dora, lo kalo tidur di kasur yang kecil ya!" Suruh gue ke Dora. Tapi dianya nggak jawab pertanyaan gue dan lebih milih tidur di kasur sama gue. "Yaelah, hidup lo elit bener dah!" Biarin lah, kasian juga dia capek. Lumayan gue ada guling baru. Akhirnya gue rebahan dan mencoba untuk tidur. Tapi kenapa ada mukanya Edel terus sih. Ganggu tidur gue aja. Kenapa gue mikirin dia ya? Apa iya gue suka sama Edel? Nggak, nggak mungkin, gue masih setia sama Anna! batin gue. Gue cepet-cepet mengenyahkan pikiran gila itu dan lanjut tidur. "Kak!" Yawlo gue baru aja tidur, nah sekarang bocah idiot ini malah nindih gue. "Apaan sih, Linne?" Tanya gue dengan suara serak seperti kodok. Oke lupain. "Bangun dulu is!" Terpaksa gue bangun. "Apaan?" "Kok lo tumben sih jalan sama cewek kecuali ama kak Anna?" Anjay! Dia cuma nanya kayak gitu sampe ngebangunin gue? "Suka-suka gue lah! Udah-udah gue mau tidur, lo ganggu aja!" Ketus gue sambil ngedorong badan tu bocah keluar kamar gue. "Iya ih! Gue bisa jalan sendiri! Pelit ama lo!"
"Gue sumpahin tu cewek yang tadi nggak mau sama lo!" Dih amit-amit! Lah kok gue malah mikir amit-amit sih? batin gue. "Serah lo aja dah!
Part 9: Delapan Author POV Suasana sekolah pukul enam masih sepi. Hanya ada seorang gadis yang sedang duduk di bangkunya. Gadis itu adalah Edelwiss. Dengan asyik ia mendengarkan musik di hand phone miliknya sambil memejamkan mata. Hingga sebuah tepukan di pundaknya menyadarkannya. "Edel, ngapain lo dateng pagi-pagi buta gini?" Tanya seorang lelaki yang sering disapa Aldo. "Gila lo! Bikin gue kaget aja" "Ya maaf, abis gue heran ngapain ada cewek di kelas jam segini. Ngapain sih lo dateng pagi-pagi gini?" "Lah, lo sendiri ngapain dateng pagi-pagi gini?" Edel balik bertanya pada Aldo. "Gue nanya, lo malah balik nanya!" Sungut Aldo kesal. "Iya ih, gue dateng pagi-pagi karena gue pengen. Udah itu aja, kalo lo kenapa?" "Sama kaya lo" Ujar Aldo datar yang menuju bangku di sebelah Edel. Edel kembali mendengarkan musik dengan earphone miliknya. Dengan tiba-tiba salah satu earphone miliknya ditarik seseorang, Aldo. Ia menempelkan salah satu earphone milik Edel ke telinganya. Edel tak peduli akan hal itu, ia kembali memejamkan matanya menikmati alunan musik dari hand phone miliknya. Tanpa mereka berdua sadari, kelas kini sudah mulai ramai karena sudah pukul tujuh pagi. Aaron yang memasuki kelas bersama Anna merasa kesal melihat pemandangan di sebelah bangkunya itu. Ia memasang wajah sedatar mungkin dari sebelumnya. "Lo kenapa deh?" Tanya Anna yang dibalas gelengan oleh Aaron. Iya, gue kenapa ya? Kok gue ngerasa kesel sih? batin Aaron. Kini seorang guru telah memasuki kelas, tetapi Aldo dan Edel belum juga melepas earphone dan membuka mata mereka. Hingga Aaron yang kesal menegur mereka. "Heh! Guru udah dateng, lo berdua mau sampe kapan dengerin lagu sambil mesra-mesra'an?" Aaron bertanya ketus. Aldo dan Edel segera melepaskan earphone dari telinga mereka masing-masing. Aldo yang mendengar perkataan Aaron, tersenyum penuh arti. "Kenapa, lo cemburu?" Tanya Aldo dengan seringaian miliknya. "Ngapain gue cemburu?" Aaron bertanya kesal pada Aldo. Mereka berdua tak menyadari bahwa seluruh isi kelas menatap mereka dengan tatapan yang berbeda. "Lah kalo nggak cemburu ngapain nyolot?" Tanya Aldo masih dengan seringaiannnya. "Ya gue cum-"
"Mau sampai kapan kalian mencari perhatian seisi kelas?" Tanya seorang guru dengan tajam yang dibalas tatapan datar kedua siswa yang sedang berdebat tersebut. "Maaf, bu" Kata Aldo yang dibalas deheman sang guru. Aaron memandang datar pada Aldo yang dibalas kekehan olehnya. Edel yang sedari tadi mulutnya gatal ingin bertanya pada Aldo apa maksud dari perkataannya itu kini harus mengurungkan niatnya karena sang guru yang menurutnya sangat killer. Mereka melanjutkan pelajaran dengan tekun, meskipun beberapa di antaranya merasa bosan karena cara mengajar dari guru itu sangatlah membosankan dan tidak menarik. Bahkan beberapa diantaranya tidak fokus mendengarkan apa yang guru katakan, mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing. Aaron kenapa kesel gitu ya ngeliat Aldo sama Edel akrab? batin Anna Ngapain sih Aldo mesti deket-deket sama Edel? Lah kok gue jadi kesel sih, suka-suka Aldo dong! Lagian g ue ini sebenarnya kenapa sih? batin Aaron. So, sekarang gue tau kalo Aaron itu suka sama Edel batin Aldo. Maksud Aldo apaan sih? Aaron juga kenapa pagi-pagi udah marah? batin Edel. "Fokus ke pelajaran! Jangan fokus pada pikiran masing-masing!" Tegur sang guru seakan tahu apa yang murid-muridnya pikirkan. Hal itu membuat mereka berempat gelagapan dan segera memfokuskan pikirannya pada materi yang sedang guru itu jelaskan. Kini pelajaran telah selesai, para siswa Perdana public Scool kini bergegas pulang menuju rumah masingmasing. Tapi tidak dengan Edel dan Aldo. Edel mencegat Aldo untuk pulang dan menanyakan apa yang sedari tadi mengganjal di pikirannya, "Al, maksud omongan lo tadi apa sih?" Tanya Edel to the point "Omongan gue yang mana?" Aldo balik bertanya dengan menaikan salah satu alisnya. "Yang sama Aaron tadi pagi" Jelas Edelo. "Oh, yang mana?" "Anjir! Kalo gitu jangan bilang oh, bego!" Umpat Edel kesal yang dibalas dengan kekehan milik Aldo "Gue bercanda kali. Soal yang gue bilang Aaron cemburu?" Tanya Aldo memastikan. "Yap, yang itu. Maksud lo ngomong gitu apaan?" "Suatu saat lo pasti ngerti" Jelas Aldo meninggalkan Edel yang bingung bercampur kesal karena jawaban yang Aldo berikan. Apaan sih maksudnya? batin Edel kesal. Edel pun mengedikan bahunya seakan tak peduli dan meninggakan kelas menuju rumahnya. •••••••••• Aaron POV 16.00
Kali ini gue ada di kafe yang janjiin sama Kevin, tapi mana tu orang? Gue bingung dia mau ngomong apaan sama gue. Sepenting apakah sampai dia nggak bisa ngomongin hal ini di sekolah. Sempat lelah dengan pikiran gue, seseorang nepuk pundak gue. Kevin. "Udah lama lo?" "Nggak, baru aja, apa yang mau lo omongin?" "Santai lah, lo to the point banget, pesen minuman aja dulu!" Suruh Kevin ke gue yang gue balas anggukan. Kevin manggil pelayan di kafe ini, "Mbak, saya pesen macchiato, kalo lo?" "Samain aja" Kata gue. Gue pengen cepet-cepet tau apa yang mau diomongin sama Kevin. Nggak lama, pesanan gue sama Kevin datang. Kevin ngucapin makasih sama tu pelayan. "So?" Tanya gue. Dengan segera dia masang muka serius ke gue. "Lo tau kan kalo gue itu pacarnya Evelyn? Dan gue minta sama lo buat jangan deketin pacar gue. Gue tau kalo lo itu suka sama dia. Tapi dia lebih milih gue dari pada lo!" Tegas Kevin. "Oh, tapi gue nggak suka sama dia, dan gue nggak peduli" Oke gue bohong sama dia. Bukannya gue takut sama dia, gue males aja nyari ribut sama ni orang. "Kalo gitu buktiin ke gue!" Maksudnya apa coba? "Maksud lo?" "Cari pacar!" Hell! Dia kira gampang nyari pacar, padahal kan gue suka sama pacar ni orang. "Oke" Kata gue sok yakin. "Gue tunggu lagi seminggu!" Kata dia ninggalin gue gitu aja. Shit! Siapa yang harus gue pacarin? batin gue kesel Sorry kalo partnya ini pendek...
Part 10: Sembilan Gimana cara gue buat dapet pacar dalam seminggu, padahal selama ini gue nggak pernah deket sama cewek mana pun selain sama Anna dan.. Edel Yakali dia mau sama gue. Tapi siapa sih yang nggak suka sama gue. Gue perhatiin dia yang lagi dengerin musik, untung aja dia nggak dengerin musik sama Aldo lagi. Kesel gue ngeliat. Nggak, gue nggak cemburu, gue cuma kesel aja kalo si Aldo lebih dulu dapet pacar dibandingkan gue. Duh pusing gue. Sepanjang pagi di sekolah, gue cuma melamun mikirin gimana caranya biar gue bisa dapet pacar dalam seminggu. Nggak papa deh kalo gue nggak cinta sama tu orang. Yang penting bisa buktiin ke Kevin kalo gue ini nggak suka sama Anna, padahal sebenarnya suka. Oke lupain.
"Pagi anak-anak!" Sapa Bu Delia, wali kelas sekaligus guru fisika gue yang menurut gue nggak bisa ngajar. Kenapa gue bilang gitu? Ya karena di ngasik muridnya pertanyaan tapi malah dia yang jawab. Intinya dia itu ngajar sendiri. Untung aja tanpa dia ngajarin juga gue ngerti. "Pagi bu!" Sapa murid kelas gue serentak. "Hari ini ada satu lagi murid baru setelah Edel, dan dia juga pindahan dari Sydney. Silahkan perkenalkan dirimu, nak!" Perintah Bu Delia ramah. "Hai, nama gue Raka Ananta Putra. Biasa dipanggil Raka, gue pindahan dari Sydney International School, salam kenal, guys" Oh namanya Raka, lumayan gantenglah, tapi masih gantengan gue. "Damn!" Gue denger Edel ngumpat pelan. Kenapa sama tu anak. Gue juga ngeliat si Raka senyum licik, jahat, atau apalah yang penting nggak enak dilihat gitu sama si Edel. Apa mereka saling kenal? Auk ah, ngapain gue peduli. "Silahkan duduk di belakang Edel, Raka" Kata Bu Delia. Emang si Raka tau siapa Edel, lucu deh bu. Kekeh gue dalam hati. "Baik, bu" Katanya. Dan dia ngelangkah ke arah Edel dan duduk di belakangnya. Anjir! Dia beneran kenal sama Edel batin gue. Badmood gue nambah. "Lo kenapa deh ah, dari tadi pagi ngelamun mulu!" Tanya Anna. Uh gue kangen suaranya. "Gue nggak apa-apa" Kata gue ngeles. Dia paling tau apa yang lagi gue pikirin, tapi dia nggak pernah tau gimana perasaan gue ke dia. Anjir! kok gue baperan gini kayak cewek. "Lo kaya cewek tau nggak, bilangnya nggak apa-apa, padahal apa-apa" Sungutnya kesel. Gue terkekeh denger omongannya sama mulutnya yang maju 5 cm, kayak judul film. Lucu, batin gue. Entah kenapa pas gue bilang lucu, gue keinget sama Edel. Duh lupain! "Bawel lo!" Kata gue yang malah bikin dia tambah kesel. Dia nggak bales omongan gue sama sekali, dia balik merhatiin Bu Delia yang lagi ngajar, padahal gue tau kalo dia nggak bakal ngerti omongan Bu Delia, dan ujung-ujungnya bakalan ke rumah gue buat nanya apa maksud dari materi yang diajarin sama ini guru. Haha Huhh... pelajaran udah lese, gue akhirnya pulang, dan ngelanjutin rutinitas gue yaitu makan siang, tidur, bangun, main basket. Kemarin gue nggak ngelakuin rutinitas gue gara-gara nemuin Kevin yang cuma nyuruh gue jauhin Anna sama nyari pacar, gila emang tu orang. "I'm home!" Kali ini gue nggak teriak, badmood. "Tumben lo nggak teriak dari kemarin, ditolak sama cewek kemarin? Siapa namanya?" Kata adik gue yang malah bikin gue tambah badmood. "Namanya Edel, sayang" Ini nyokap malah ikut-ikutan. "Apaan sih, aku nggak suka sama Edel ma!" "Halah, ngeles aja lo, kak!" Ni bocah emang harus dibekap kali ya mulutnya.
"Iya terserah kamu deh, Ron. Mama tau kok kalo kamu suka sama Edel, meskipun kamu ngeles terus!" Anjir! Nyokap ngeselin banget. "Serah deh ah!" Kata gue langsung menuju meja makan. "Eh ganti baju dulu!" Intruksi nyokap. "Udah laper ma, entaran aja" Kata gue yang dapet gelengan dari nyokap. Habis makan, gue langsung ke kamar buat tidur. Capek gue nanggepin orang-orang rumah sama sekolah, kelakuannya bikin gue badmood. Awuugg.. Gue lupa kalo gue ada Dora. "Hai, Ra! Lo kangen gue ya?!" Tanya gue percaya diri. Eh.. heheh.. heheh.. Kebiasaanya, kalo diajak ngomong cuma ngejulurin lidah doang. "Terserah lo aja deh, Ra! Gue ngantuk, pengen tidur. Lo udah makan belom?" Tanya gue sok perhatian. Awuugg... Akhirnya dia ngebales omongan gue. Terima kasih ya Tuhan batin gue bangga. "Lo nanti mau ikut ke taman buat main basket nggak?" Tanya gue berharap dapet jawaban kayak tadi. Eh.. heheh.. heheh.. Yah balik lagi dia ngejulurin lidahnya. Sedih gue. "Intinya lo mau nggak?" Tanya gue memastikan. Awuugg... Yes! Dijawab juga. Sip, Dora nanti kita main basket berdua. Biar gue nggak keliatan jones. "Kalo gitu gue tidur dulu ya, biar entar gue nggak ngantuk kalo main. Lo udah tidur kan, sana cari mama sama Alinne, minta makan ke mereka!" Usir gue ke Dora, dan dia langsung pergi dari kamar gue. Nggak rugi gue beli tu anjing, pinter juga dia batin gue seneng. Gue pun segera merebahkan diri. Dan dalam sekejap, gue udah samapi di alam mimpi.
Part 11: Sepuluh Author POV
Aaron dan anjingnya, Dora sedang menuju taman untuk bermain basket. Dan saat ia sampai, ia melihat seorang gadis yang pernah mengiranya bisu. Ya, ia adalah Edel. Dengan segera Aaron mendekati Edel yang sedang melakukan shooting. "Edel!" Panggil Aaron. "Eh lo, Aar. Ngapain lo di sini? Mau main basket juga?" "Nggak, mau mancing gue!" Ketus Aaron yang di balas kekehan oleh Edel. Lucu batin Aaron. "Yaudah tau gue bawa bola basket, lo masih nanya aja ngapain gue di sini" Sungut Aaron kesal. "Ya kan cuma basa-basi doang" Kata Edel masih dengan senyuman geli di wajahnya. "Basa-basi lo nggak guna tau, basi!" "Namanya juga basa-basi, bego!" Kali ini Edel lah yang kesal. "Serah lo deh! Tanding basket yuk! Kalo gue menang, lo bisa minta apa pun ke gue, tapi kalo gue yang menang, jadi sebaliknya, gue boleh minta apa pun ke lo" Tawar Aaron. Edel sibuk berpikir mengenai tawaran milik Aaron tersebut, ia takut jika ia kalah maka ia harus mengikuti apa pun kemauan Aaron, termasuk menjadi pembantunya, mungkin. Ah itu nggak boleh terjadi! batin Edel. "Boleh juga" Putus Edel pada akhirnya. "Oke, suit aja ya siapa yang duluan" Kata Aaron yang diangguki oleh Edel. Dan Edel lah yang memulai permainan untuk pertama kalinya. Mereka bertanding dengan sengit. Tak lupa Dora yang telah Aaron ikat di pinggir lapangan dengan tulang mainan yang di belikan Aaron Minggu kemarin. Hingga akhirnya Aaron lah yang menang. "Oke gue yang menang, jadi lo harus ngikutin apa yang gue mau!" Kata Aaron yang membuat Edel mengerucutkan bibirnya. "Ya, apa yang lo mau dari gue?" Tanya Edel pasrah. Aaron dengan segera menunjukan Seringaiannya yang dihadiahi jitakan oleh Edel. "Aww!" Ringis Aaron. "Lo apaan sih?" Kata Aaron kesal karena tiba-tiba kepalanya dijitak oleh Edel. "Nggak usah senyum sok serem deh lo, muka lo malah jadi tengik!" Kata Edel. "Sialan lo!" Kata Aaron seraya mengusap kepalanya yang dijitak Edel. "Yaudah, apa mu lo?" Tanya Edel penasaran "Gue cuma minta lo jadi pacar gue" Kata Aaron santai yang dihadiahi pelototan oleh Edel. Tukk... "Aww! Kok lo jitak gue lagi sih?"
"Lo bilang cuma? cuma kata lo?!" Sentak Edel. "Iya emang lo pengen lebih? Pengen jadi tunangan gue atau pengen jadi istri gu-" Tukk... "Aww! Jangan jitak gue bisa nggak sih?!" Ketus Aaron kesal karena kepalanya dijitak berung kali oleh Edel. "Bukan itu maksud gue, bego! Nggak ada angin nggak ada petir, lo nyuruh gue jadi pacar lo? Kesambet apaan lo?" Tanya Edel sambil memegang dahi Aaron yang langsung ditepis Aaron. "Gue nggak kesambet! Gue pengen lo jadi pacar pura-pura gue!" "Oh oke. Sampe kapan?" Anjay! Reaksinya oh doang, tau gitu gue bilang dari awal kalo cuma pura-pura batin Aaron. "Biar gue yang mutusin itu nantinya, lo tinggal mainin skenario yang gue buat aja!" "Anjir! Lo kira main film. Bahasa lo skenario, ckckck!" Ujar Edel dengan aksen menghina. "Serah lo deh, mulai besok lo harus pura-pura jadi pacar gue!" "Sip, tapi gue juga pengen lo jadi pacar pura-pura gue di depan Raka!" Ujar Edel yang membuat Aaron mengernyitkan alisnya. "Emang kenapa sama Raka?" Selidik Aaron. "Dia mantan gue di Sydney dulu" Kata Edel yang membuat Aaron kaget. "Ppfftt.. Anjir! Seriusan lo? Emang ada yang mau sama lo?" Tanya Aaron disertai tawa lebarnya yang membuat Edel memandangnya takjub. Tumben-tumbenan ni anak ketawa, ganteng deh kalo dia ketawa gitu. E-eh, apa gue bilang barusan? Dia ganteng? Nggak-nggak salah ngomong palingan gue batin Edel. "Adalah!" Seru Edel percaya diri. "Siapa emangnya? Si Raka-raka itu? Dia tu buta pas milih lo!" Hina Aaron dengan kekehannya. "Bukan!" Aaron segera menghentikan tawanya dan menatap Edel penasaran. "Terus siapa?" Tanya Aaron penasaran. "Lah kan elo yang tadi minta gue jadi pacar lo, berarti lo yang mau sama gue, bego!" Kata Edel sambil memainkan salah satu alisnya naik turun. "Itu kan pura-pura, O'on!" "Lah biar pun pura-pura, sama aja kan. Ngapain lo milih gue, sedangkan di sekolah banyak yang suka sama lo, hmm?" Goda Edel pada Aaron. "Hmm, ya gue..gue.. gue cuma deket sama Anna sama lo aja, Anna kan udah punya pacar, makanya gue milih lo!" Kata Aaron gugup.
"Oh ya? Atas dasar apa lo milih gue buat jadi pacar boongan lo? Buat bikin Anna cemburu atau biar nggak ketauan sama Kevin kalo lo suka sama Anna?" Sindirnya. What the hell, kok dia tau sih? batin Aaron heran. "Kok lo tau sih kalo gue nggak pengen Kevin tau kalo gue suka sama Anna?" "Oh berarti bener dong kalo lo suka sama Anna, hmm?" Goda Edel kembali. Shit! Dia ngejebak gue! umpat Aaron dalam batinnya. "Serah lo deh!" Kata Aaron menyerah. "Hahaha, kasian ya lo ditinggal pacaran sama doi" Hina Edel. "Diem deh lo, intinya mulai besok lo pacar boongan gue!" Ketus Aaron meninggalkan Edel yang tertawa di tengah lapangan. Aaron segera meninggalkan Edel. Ia merasa malu karena bersikap bodoh di depan seorang perempuan yang baru ia kenal beberapa hari yang lalu. Dengan segera ia melepaskan ikatan Dora dan berjalan menuju rumahnya dengan wajah yang kesal. Berbagai umpatan ia keluarkan untuk Edel karena berhasil mengetahui rahasianya setelah Aldo. Aldo, ia teringat Aldo. Tepatnya ia teringat oleh kedekatan Aldo dengan Edel. Jangan-jangan Aldo marah sama gue gara-gara jadiin gebetannya pacar boongan gue. Emang lo yakin kalo dia suka sama Edel? Ya siapa tau aja kalo dia suka sama Edel, keliatan banget dia deket sama Edel. Emang kenapa? Lo cemburu? Idih, siapa yang cemburu?! Ya siapa lagi, lo lah! Diem deh lo! Aaron menggelengkan kepalanya, menghilangkan pergulatan antara pikiran dan juga hatinya. Maaf klo typo bertebaran.. Vomment nya ya..
Part 12: Sebelas Aaron POV 20.33 Gue harus ngasik tau Edel apa rencana buat besok! Tapi apa dia udah tidur ya? Udah lah gue coba aja dulu, batin gue bingung. Gue ngeluarin hand phone dan buka aplikasi line. Eh gue lupa, gue kan nggak punya kontaknya Edel. Apa gue minta sama Aldo aja kali ya, siapa tau dia punya.
Dan akhirnya gue ngeline Aldo buat nanya kontak Edel. •Aaron Nicholas Mahardika. Al, lo punya kontaknya Edel, nggak? Gue perlu, penting! Gue pun nunggu balesan dari Aldo. 1 menit... 2 menit... 3 menit... 4 menit... 5 menit... Elah lama banget, keburu ngantuk gue. Ting.. Yap, Aldo akhirnya ngebales line gue. •Jason Geraldo D. EdelAngeline Buat apaan emang? •Aaron Nicholas Mahardika. Kepo deh lo Btw, thanks ya.. Dengan segera gue ngeadd kontak Edel. Gue nggak peduli sama line dari Aldo, yang pastinya nanyaknanyak kenapa gue perlu line Edel. Dan akhirnya gue ngeline Edel. •Aaron Nicholas Mahardika. Edel, ini gue Aaron Bsk lo manggil gue pake aku kamu di depan Anna sama Kevin! Dan harus perfect, biar Kevin nggak curiga! Udah 10 menit dia nggak bales line gue, apa dia udah tidur ya?, batin gue. Tingg.. Yes, dibales! •Edelwiss Angeline P. Iya, bawel banget sih lo! Lo juga harus akting yang bener di depan Raka!
Lah ni orang malah nyolot, emangnya kenapa sih dia harus boong sama Raka, mereka kan udah mantan, jadi ngapain Edel harus pura-pura pacaran sama gue. Bingung gue, gue tanyain aja lah sama edel. •Aaron Nicholas Mahardika. Lo sama Raka kan udah putus, ngapain harus pura-pura pacaran sama gue? •Edelwiss Angeline P. Dia emang mantan gue, gue mutusin dia gara-gara dia ketauan selingkuh sama sahabat gue. Trus gue mutusin dia, tapi dia nggak mau. Makanya dia ngejar gue sampe ke Jakarta. •Aaron Nicholas Mahardika. Dih kasian banget lo ya, dikejar-kejar mantan! •Edelwiss Angeline P. Serah lo aja deh ya, intinya gue males sama tu orang Psyco banget! •Aaron Nicholas Mahardika. Emangnya lo masih suka sama dia? •Edelwiss Angeline P. Dikit sih.. Udah ah gue ngantuk, mau tidur! •Aaron Nicholas Mahardika. Yaudah tidur sana! Inget pesen gue! Besok lo gue jemput! Dia cuma ngeread line gue. Entah kenapa kok gue sedih ya pas tau kalo dia masih suka sama si Raka-raka itu. Padahal kan dia udah diselingkuhin. Auk ah! Gue nggak peduli. Mending gue tidur. •••••••••• Author POV Aaron sampai di rumah Edel pukul enam pagi. Pikirannya melayang, apakah ia mengganggu kenyamanan keluarga Edel karena datang sepagi itu. Dengan hati-hati ia menekan bel rumah Edel, dan terpampanglah sosok wanita berumur sekitar empat puluhan yang dianggapnya sebagai ibunda dari Edel. "Pagi, tante. Edelnya ada?" Tanya Aaron sopan. "Kamu siapa ya?" Tanya Ibunda Edel. "Saya Aaron tante, hmm te- pacarnya Edel" Jawab Aaron gugup. "Oh pacarnya, sini masuk nak!" Suruh Ibunda Edel dengan senyum bahagia.
Ibunda Edel meminta Aaron untuk duduk, sementara ia memanggil Edel turun. "Angel, ada pacar kamu tuh!" Ya, jika di rumah, seluruh anggota keluarganya akan memanggilnya dengan sebutan Angel, lebih mudah jka memanggil dalam singkatan seperti "Ngel" tidak sperti Edel yang jika di singkat menjadi "Del" akan terdengar aneh. "Hah?! Pacar? Siapa, ma?" Kata Edel bingung seraya mengetukan keningnya. "Loh kok sama pacar sendiri lupa, Aaron!" Heran sang bunda. "Ohh, Aaron. Iya aku turun sekarang!" Kata Edel. Enak banget dia ngaku-ngaku pacar gue di depan mama, sialan!, batin Edel geram. Edel turun dari lantai dua kamarnya, ia melihat keberadaan sosok Aaron yang sedang bercakap-cakap dengan mamanya. Ia heran melihat keakraban mamanya pada Aaron, padahal semenjak sang kakak mengalami kejadian memalukan, yaitu hamil di luar nikah, mamanya menjadi sesosok yang pemilih bila Edel dekat dengan lelaki. Bahkan mamanya lah yang menyuruh Edel putus dari Raka. "Aar" Sapa Edel dengan senyuman yang mengandung arti di dalamnya. Aaron membalas sapaan Edel dengan senyuman tulus. "Yaudah, tante. Saya sama Edel pamit dulu ya" Aaron menyalimi tangan milik Ibunda Edel. Edel yang melihat hal tersebut, tersentuh hatinya. Pasalnya, ia sendiri tak pernah menyalimi mamanya. Ia pun mengikuti Aaron dengan menyalami mamanya yang membuat si pemilik tangan terkekeh. "Iya, hati-hati ya. Jaga anak tante ya!" Yang dibalas senyuman tulus dan anggukan dari Aaron. "Ma, Angel berangkat ya" Tutur Edel. "Iya, hati-hati" Kata sang mama yang juga diangguki Edel. Mereka berjalan menuju mobil milik orang tua Aaron. Mereka segera menaiki mobil dan berangkat menuju sekolah untuk melaksanakan skenario yang akan mereka mainkan. Sunyi, tulah kata yang tepat untuk mendeskripsikan keadaan di mobil orang tua Aaron. Hingga Edel memecahkan keheningan diantara mereka. "Aar, lo ngapain sih ngomong ke nyokap gue kalo lo pacar gue?!" Sungut Edel kesal. "Kan lo emang pacar gue" Jawab Aaron santai yang malah membuat Edel mendengus. "Gue panggil lo Angel ya" Kata Aaron. "Emang kenapa?" Tanya Edel. "Soalnya kalo Edel disingkat jadi "Del", kedengerannya aneh. Kalo Angel kan disingkat jadi "Ngel", masih enak didenger" Jelas Aaron. Sama kayak keluarga gue alesan ni anak, padahal gue lebih suka nama Edel, batin Edel. "Terserah lo aja" Kata Edel. Mereka melanjutkan kembali perjalanan dengan keheningan. Vomment yaww
Part 13: XII. Permulaan
Aaron POV Gue sama Edel, yang sekarang gue panggil Angel udah nyampe sekolah dan mau ke kelas. Kenapa gue panggil dia Angel? Ya karena alasan yang gue omongin ke Angel tadi, nama Edel susah disingkat, yakali jadi "Ed". Gue megang tangan Angel dan menuju kelas gue. Sepanjang koridor, gue nggak henti-hentinya denger anakanak ngomong aneh-aneh. "Itu anak baru kan?" "Tu anak baru ngapain bisa deket sama Aaron?" "Cantik sih, tapi masih cantikan gue!" Masih cantikan Angel kali!, batin gue. E-eh apaan sih pikiran gue ni. "Jangan didengerin" Kata gue ke Angel yang dia balas senyuman. Itu dia akting atau gimana? Tapi kok senyumnya tulus ya, batin gue lagi. Setelah lama ngelewatin koridor buat ke kelas, akhirnya kita berdua sampai, gue sama dia pergi ke bangku masing-masing. Meskipun status gue sama dia sekarang pacar pura-pura, dia nggak mau duduk sama gue, begitu pun gue. Gue nggak mau jauh-jauh dari Anna. "Lo kok gandengan tangan sih sama Edel?" Tanya Anna dengan muka heran. Duh manis banget sih lo, Na. "Karna dia pacar gue mungkin" Kata gue santai. Gue mau liat reaksinya. "Hah! Seriusan lo? Yaampun akhirnya lo nggak jomblo lagi. Selamat ya!" Lah kok dia malah seneng sih bukannya cemburu. Berharap banget deh gue biar dia cemburu. Dan gue cuma tersenyum getir. Kasian banget hidup gue. Gue juga denger hal yang sama dari bangku sebelah dan jawaban yang Angel kasik ke Aldo juga sama kayak apa yang gue bilang ke Anna. "Kok lo dateng nya samaan sama Aaron, terus kok pake pegangan tangan segala?" Tanya Aldo ke Angel "Karna dia pacar gue kali" Kata Angel ngasal. "Seriusan lo?" Tanya Aldo, tapi kenapa dia senyum-senyum nggak jelas. "Hmm" Gue pun ngasik tau Angel kalo nanti ke kantin barengan. Gue pun ngeline dia yang lagi denger musik dari earphone-nya. Kebiasannya banget. •Aaron Nicholas M. Ngel, nanti kantin inget bareng ya Akting yang bagus di depan Kevin! •Edelwiss Angeline P. Iya Lo juga kalo ada Raka akting yang bener! Sip, misi satu usai. Tapi gue sedih kenapa Anna nggak ada kesan cemburunya sama gue, apa dia nggak ada
perasaan apa pun ke gue? Udahlah lupain aja, lebih baik gue ngikutin pelajaran yang bener, meskipun gue udah pinter. Kringg..kringg.. Sip, udah istirahat. Gue bangun dari bangku gue, baru aja gue sama ngajak Angel ke kantin, si Raka-raka itu udah ngajakin duluan. "Del, ke kantin bareng gue yuk" Katanya sambil megang tangan Angel yang langsung gue tepis. "Sorry, dia ke kantin bareng gue!" Kata gue narik tangan Angel ninggalin tu cowok tengil. "Santai dong nariknya, Aar! Tangan gue sakit!" Anjir! Kok gue lupa lagi narik Angel. "Eh sorry, Ngel. Gue lupa kalo gue narik lo. Gara-gara mantan lo sih, gue gedeg!" Heran gue, kok kalo sama Angel, sifat dingin gue kemana? Entah kenapa gue jadi diri gue sendiri di depan Angel. Oke lupain! "Lah, kan harusnya gue yang gedeg, kenapa malah elo?" Iya ya, kok gue yang gedeg sih kan harusnya Angel. "Nggak tau deh, mungkin karna mukanya ngeselin!" Ceplos gue ngasal yang dibales oh sama Angel. Gue sama Angel menuju kantin sambil gandengan tangan. Buset! Kayak truk gandeng aja gue. "Lo pesen apa? Biar gue pesenin" Kata gue gentle. Bagian dari skenario. "Mie ayam sama es jeruk aja" Katanya sambil senyum ke gue. Gue ngangguk sebagai jawaban. Author POV Aaron memesan makanan pada ibu kantin dan memberikannya pada Edel. Entah mengapa Aaron merasa senang menjalankan peran sebagai pacar pura-pura Edel. "Thanks" Kata Edel yang dibalas senyuman oleh Aaron. Ricuh, suasana di antara para gadis karena pertama kali melihat Aaron tersenyum lebar. "Mereka kenapa?" Tanya Edel pada Aaron. Aaron mengedikan bahunya acuh. "Mungkin karna gue senyum ke elo" Jawab Aaron. "Anjir! Lo nggak pernah senyum sebelumnya?" Tanya Edel yang membuat Aaron terkekeh. Lagi-lagi teriakan tedengar. "Pernah lah, bego! Cuma kalo di sekolah nggak pernah" Jelas Aaron sambil mengacak rambut Edel yang membuat sang empunya mengerucutkan bibirnya. "Ya maksud gue gitu!" Ketus Edel yang kembali membuat Aaron terkekeh. Omongan mereka terputus karena kedatangan Anna, Kevin, dan Aldo. "Pacaran mulu lo!" Sungut Aldo kesal. "Lo berdua hmm pacaran?" Tanya Kevin yang di angguki oleh Aaron dan Edel. Kevin dan Aldo saling menatap dan tersenyum penuh arti. "Kev, duduk sini yuk sama mereka!" Seru Anna yang diangguki oleh Kevin.
"Gue pergi aja deh!" Kata Aldo datar. "Mau kemana, Al?" Tanya Edel. "Mau ketemu gebetan!" Kata Aldo ngasal yang membuat mereka tertawa, kecuali Aaron yang hanya tersenyum tipis. "Kapan lo berdua pacaran?" Tanya Kevin. "Dua hari yang lalu" Jawab Aaron dan Edel kompak, membuat Anna dan Kevin tersenyum. Mereka pun makan dalam diam. Usai makan, Aaron dan Edel pergi dengan alasan menuju taman belakang untuk berduaan. Kini mereka berdua tengah berjalan di koridor sekolah menuju taman belakang. Namun, tangan Edel dicekal seseorang. "Aduhh!" Ringis Edel karena tangannya ditarik tiba-tiba. "Lo jangan seenaknya narik pacar orang dong!" Kata Aaron seraya melepas cekalan pada tangan Edel dengan lembut, takut melukai Edel. "Lo jangan ikut campur!" Kata Raka, orang yang mencekal tangan Edel. "Dia pacar gue!" Sarkas Aaron yang langsung menarik lembut tangan Edel menuju taman belakang. Vomment ya
Part 14: XIII. Kenapa? Aaron POV Kali ini gue lagi ada di taman belakang buat nenangin diri gue yang entah kenapa tiba-tiba jadi kesel banget ngeliat Raka itu narik tangan Angel sembarangan. "Aar" Suara lembut sebelah gue ngilangin kekesalan gue. "Hmm?" Jawab gue tanpa noleh ke dia. "Lo marah?" Gue menghela napas dan noleh ke dia. "Nggak, gue nggak marah, gue cuma kesel aja si Raka itu narik tangan lo" Kata gue jujur. "Lo cemburu?" Godanya. Emang iya gue cemburu? "Ngapain gue cemburu, nggak penting amat elah!" Kata gue ketus. "Ya siapa tau" Katanya sambil ketawa kecil. Lagi, suasana awkward antara kita. Gue ngeliat Angel meremin matanya sambil nikmatin angin yang berhembus di taman ini. Cantik, dengan rambut coklatnya yang sebahu. Gue kenapa sih? Lebih baik gue ikut nutup mata gue. Gue nikmatin angin yang menyentuh kulit gue. Nyaman, satu kata yang ada di pikiran gue.
"Aar" Anjir! suaranya, serak-serak lembut bikin gue deg-deg'an. "Hmm?" Tanya gue masih dengan posisi merem. "Kelas yuk!" Katanya. Gue pun buka mata dan noleh ke dia. Deg.. Matanya.. Entah dorongan dari mana gue majuin muka gue ke dia, semakin dekat..dekat..deKringg..kringg.. Shit!, batin gue sambil berdecak pelan. "L-lo kenapa?" Tanyanya gugup. "N-nggak, tadi ada kotoran di kepala lo, baru mau gue ambil tapi udah ilang" Kata gue ngasal ngilangin degdeg'an. Gue pun narik tangannya menuju kelas. Sebenarnya gue kenapa, kenapa tadi gue ada niatan mau nyium dia gara-gara liat matanya? Huh bingung gue. Gue sama Angel sampe di kelas, kali ini kelas ada pelajaran biologi. Huh, badmood gue. Kata ketua kelas gue, nggak ada guru gara-gara rapat, jadi dikasi tugas kelompok sama tu guru. Dan kelompknya sama temen sebangku. Gue seneng, tapi gue juga kesel Aldo sama Angel sekelompok. Huh, fokus Aaron! Yang lo sukain itu Anna, bukan Angel, gue mengingatkan diri sendiri. Kelas ribut banget, gue kesel. Akhirnya gue nyuruh Anna buat ngerjain di perpus aja, biar lebih tenang. Gue sama Anna bangkit dari bangku dan jalan ke luar kelas. Tapi sebelumnya gue noleh ke arah Angel, dan dia natap gue dengan pandangan mau-kemana-lo? Gue jawab dengan gerakan bibir tanpa suara "perpus" dan dia ngangguk sambil fokus lagi sama yang Aldo ngomongin. Sial! Dia nyuekin gue. Gue sama Anna pergi dari kelas dan jalan menuju perpus. "Udah! Lo nggak usah cemburu gitu deh" Kekeh Anna. "Gue nggak cemburu!" Bantah gue. "Kalo nggak cemburu, ngapain pas lo ngode dia tapi dia malah ngacangin lo dan milih dengerin Aldo, muka lo jadi kesel gitu?" Dia ketawa makin keras. Kok dia bisa tau sih?, batin gue heran. "Eng-nggak, kapan gue kesel?" Kata gue ngeles. "Nggak usah ngeles deh lo, keliatan banget muka lo cemburu!" Masa iya sih gue cemburu? "Tau ah, mending kerjain tugas lo deh!" Suruh gue ke Anna buat mengalihkan perhatian. Dan dia ngangguk. Gue ngeliarin earphone sambil ngerjain tugas biologi. Dari pada kesel nggak jelas ngeliat Angel sama Aldo mending gue denger lagu. 7 years-Lukas Graham Once I was seven years old, my mama told me, Go make yourself some friends or you'll be lonely
Once I was seven years old It was a big big world, but we thought we were bigger Pushing each other to the limits, we were learning quicker By eleven smoking herb and drinking burning liquor Never rich so we were out to make that steady figure Once I was eleven years old, my daddy told me, Go get yourself a wife or you'll be lonely Once I was eleven years old I always had that dream, like my daddy before me So I started writing songs, I started writing stories Something about that glory just always seemed to bore me 'Cause only those I really love will ever really know me Once I was twenty years old, my story got told Before the morning sun, when life was lonely Once I was twenty years old I only see my goals, I don't believe in failure 'Cause I know the smallest voices, they can make it major I got my boys with me, at least those in favor And if we don't meet before I leave, I hope I'll see you later Once I was twenty years old, my story got told I was writing about everything I saw before me Once I was twenty years old Soon we'll be thirty years old, our songs have been sold We've traveled around the world and we're still roaming Soon we'll be thirty years old I'm still learning about life My woman brought children for me So I can sing them all my songs And I can tell them stories Most of my boys are with me Some are still out seeking glory And some I had to leave behind My brother, I'm still sorry Soon I'll be sixty years old, my daddy got sixty-one Remember life, and then your life becomes a better one I made a man so happy when I wrote a letter once I hope my children come and visit once or twice a month Soon I'll be sixty years old, will I think the world is cold Or will I have a lot of children who can warm me Soon I'll be sixty years old
Soon I'll be sixty years old, will I think the world is cold Or will I have a lot of children who can warm me Soon I'll be sixty years old Once I was seven years old, my mama told me, Go make yourself some friends or you'll be lonely Once I was seven years old Pas lagi serius denger musik, Anna narik salah satu earphone gue dan ngomong suatu hal yang bikin gue keselek ludah sendiri. "Dua minggu lagi gue ultah, lo harus dateng, dan bawa pasangan, bukan keluara lo! Bawa Edel!" Anjir! Mau sampe kapan gue pura-pura pacaran sama Angel?, batin gue bingung. "Ron, Aaron! Lo denger gue nggak sih?" "Hmm" Kata gue. "Lo inget ulath gue kan, dateng ke rumah gue pas tangal itu. INGET BAWA PASANGAN!" "Iya bawel" Kata gue sambil ngacak rambutnya. Gue harus mikirin cara buat ngajak Angel untuk ngejalanin skenario ini lebih lama. Part kali ini pendek banget, sorry yaa jangan lupa vomment guys..
Part 15: XIV. Ajakan Typo bertebaran... Author POV Keadaan di kelas 3 IPA 1 sangatlah ramai dikarenakan guru yang lagi-lagi tidak mengajar, ada acara keluarga, begitulah alasan sang guru. Salah satu siswa yang bernama Daniel dan di kenal sebagai ketua kelas bangkit dari bangkunya dengan selembar kertas, seakan membacakan pesan dari sang guru. “Perhatian semua!” Katanya yang membuat para siswa 3 IPA 1 menoleh ke arahnya sekilas tanpa menghentikan mulut mereka yang saling bersahutan antara lain. “Perhatian dan tolong diem!” Kata Daniel tegas. Kini perhatian seluruh siswa mengarah pada Daniel. “Hari Sabtu lagi dua hari bakalan diadain English Camp sampai Hari Minggu, kalian bawa persiapan sendirisendiri, seperti alat masak, perlengkapan mandi, atau barang-barang yang menurut kalian penting untuk dibawa, di sana kita nggak disediakan makanan, jadi kita beli ke pasar sama masak sendiri! Bakalan diadaikan beberapa lomba yang berbau bahasa Inggris, jadi pelajarin baik-baik. Kelompoknya pakai urutan deret, jadi kelompok 1, deret satu paling depan, memanjang ke samping, begitu juga selanjutnya, sampai kelompok 4. Jadi setiap kelompok ada delapan orang. Ada yang belum jelas?” Begitulah isi pengumuman yang dibacakan sang ketua kelas.
Kini semua murid sibuk membincangkan mengenai persiapan untuk English Camp berserta kelompoknya. Mereka tidak menghiraukan apa yang dilontarkan Daniel mengenai masalah siapa yang belum paham mengenai penjelasan yang tadi diberikan. Daniel menganggap semua siswa telah paham mengenai perjelasan mereka. Dengan malas ia menuju bangkunya dan ikut membicarakan hal tersebut dengan kelompoknya. Aaron, Anna, Edel, Aldo, Daniel, Emma, Lily dan Dika mendapat kelompok yang sama, yaitu kelompok 3 karena mereka duduk di bangku deretan ketiga. Kini mereka saling berdiskusi mengenai pembagian tugas. “Gue bawa rice cooker. Aaron bawa kompor, Emma bawa piring 5 buah sama pisau 4 buah, Lily bawa piring lagi 5 buah sama spatula, Dika bawa panci sama penggorengan, yang kecil aja, Anna bawa blender, Aldo bawa gelas 5 buah sama kabel roll, dan Edel bawa sendok , garpu masing-masing10 buah, sendok sayur, sama gelas lagi 5 buah!”, kata Daniel pada Lily. “Kenapa nggak sekalian dapur lo aja yang dibawa?!” Sentak Aldo kesal. “Lo kenapa, Al?” Tanya Edel yang membuat Aaron menatapnya kesal. “Lo nggak denger apa yang Dani bilang, dia nyuruh kita bawa barang-barang aneh kayak blender, buat apaan?” “Bener juga kata Aldo, ngapain kita bawa barang banyak banget?” Tanya Dika yang diangguki semuanya. “Itu yang lo nggak tau, Do! Di sana kita bakal diadain lomba masak! Makanya gue bilang bawa persiapan masak!” Ketus Daniel “Lah nggak jelas gue denger” Kata Aldo yang langsung dihadiahi sebuah jitakan oleh Anna. “Terus perlengkapan tenda gimana?” Tanya Lily. “Tenda udah disiapain sekolah, lo cuma perlu bawa kayak kasur lipet bhs inggris? Selimut, bantal, udah itu aja. Dan masalah itu kita bawa pribadi aja” Jelas Daniel. “Tenda ada berapa?” Akhirnya Aaron mengeluarkan suaranya. “Sayangnya jumlah tenda terbatas, jadi 1 kelompok 1 tenda” Jelas Daniel yang membuat para gadis di kelompok ini melotot padanya. “APA?!” Teriak Emma. “Aduh sakit kuping gue, bego!” Pekik Aldo menjitak kepala Emma. “Nggak usah jitak gue juga kali!” Ketus Emma.
Part 16: XV. Sadar "Alinne, buka pintu dong! Gue mau ngomong!!" Teriak gue di depan kamar adik gue. “Males! Nggak penting! Sana pergi, gue mau tidur!” “Ayolah linne, gue bakalan beliin novel yang lo pengen!” Cklek...
“Masuk!” Perintahnya. Di sini yang kakak siapa sih? “Giliran disogok aja lo mau” Kata gue ketus. “Mau apa lo?” “Hmm gue mau nanya, akhir-akhir ini, gue suka kesel kalo liat Angel dideketin sama cowok lain, kenapa ya?” “Itu berarti lo cemburu!” Jawabnya santai. “Trus kalo gara-gara natap matanya sama denger suaranya gue jadi deg-deg’an apa maksudnya?” “Itu berarti lo suka sama dia!” Masih dengan nada santai. Gila! Kalo adik gue diikutin tes kepeka’an pasti menang, batin gue sambil terkekeh. “Lo kenapa elah, senyum-senyum gaje. Lagian Angel siapa? Dulu Kak Anna, abis itu Kak Edel, sekarang Angel, banyak bener gebetan lo, bang!” Ketusnya. “Angel itu nama lainnya Edel!” “Pfftt, sok punya panggilan sayang elah” “Itu emang namanya, bego! Bukan panggilan sayang!” “Serah lo de, tapi kalo lo nggak yakin sama kata gue yang barusan, lo coba pegang tangannya terus tatap matanya, kalo lo ngerasa nyaman trus deg-deg’an, berarti lo suka sama dia, mungkin cinta. Tau ah, kok gue yang pusing. Udah kan, sekarang Abang Aaron yang ganteng silahkan keluar dari kamar aku” Katanya dengan muka sok imut. “Iya bawel lo, btw makasi!” Kata gue sambil ngacak rambutnya. Baru aja gue nyampe di depan pintunya, dia udah nutup gitu aja. Dasar adik durhaka! “INGET NOVEL GUE!!!” Teriaknya dari balik pintu. Anjir, novel! •••••••••• Author POV Hari ini adalah hari di mana Perdana Public School melakukan kegiatan English Camp yang dikhususkan untuk kelas tiga. Para siswa kini telah menenteng barang yang dibawanya masing-masing. Dengan berbagai imbauan yang diberikan oleh guru pembina, kini para siswa telah siap untuk pergi ke tempat di mana kemah diadakan. “Aar, bus 1 di mana?” Tanya Edel pada Aaron. “Tu, paling depan” Kata Aaron cuek. Sesampainya di bus, mereka berdua duduk berdampingan. Aneh kalo pacaran tapi beda tempat duduk, entar ada yang curiga. Begitulah kata Aaron ketika Edel menanyakan mengapa mereka harus duduk berdua. Perjalanan menuju perkemahan menempuh waktu kurang lebih sekita tiga jam. Setengah perjalan mereka habiskan dengan bernyanyi dan saling bergurau, setengahnya lagi mereka gunakan untuk tidur. Bahkan kini Edel dan Aaron telah tidur dengan kepala yang saling menempel. Hingga akhirnya mereka sampai di tempat tujuan.
“Bangun, Ngel!” Aaron mengguncang tubuh Edel. Edel yang merasa kenyamanannya terganggu segera membuka matanya. “Hooaahemmm” Edel menguap seraya mengucek matanya. “Nguap mulutnya ditutup kali! Lain wangi, masalahnya mulut lo itu bau!” Ejek Aaron yang mendapat jitakan dari Edel. Aaron mengaduh sambil mengusap kepalanya yang mendapat serangan dari Edel. Kini mereka sudah turun menuju lapangan untuk membangun tenda yang ukurannya cukup untuk mereka berdelapan. “Ih itu masih roboh!” “Pakunya mana?” “Ini gimana masangnya coba?” “Mending lo ngurusin yang di sana aja!” “Kok bentuknya nggak mau kayak tenda ya?” “Ini tenda kenapa ada ekornya sih?” “Ih jangan di situ, rumputnya tajem-tajem!” “Gue nggak mau tidur kalo di pojokan!” “Di sana banyak cacingnya, cari tempat laen aja!” “Kok warna tendanya aneh sih? Kayak warna-warna kain tim SAR buat bawa mayat!” Begitulah percakapan yang terjadi seraya mereka membangun tenda. Suasana kelompok yang diketuai oleh Daniel sangatlah tenang, hingga Emma merusaknya dengan berteriak. “Anjir! Ada cacing gila!” Teriak Emma yang membuat Anna, Edel, Aldo, Daniel, Aaron, Lily, dan Dika menatapnya dengan tatapan maksud-lo-apaan? “Cacing gila? Maksud lo?” Tanya Dika. “Iya itu cacingnya gendut warna merah punya kaki banyak!” Jelas Emma. “Itu bukan cacing, itu lipan!” Kata Dika “Ih enggak, itu tu bukan lipan, itu trenggiling!” Kata Anna yang membuat anggota kelompok itu menatapnya dengan mulut menganga. “Apa?” Kata Anna yang bingung karena mendapat tatapan aneh dari teman-temannya. “Kenapa lo bisa nebak itu trenggiling? Emang lo pernah liat?” Kanya Daniel. “Gue sih nggak pernah liat, tapi gue pernah baca buku kalo trenggiling itu badannya berbuku trus menggulung kalo dalam bahaya” Jelas Anna. “Itu bukan trenggiling, bego!” Kata Aldo sambil memijit pelipisnya.
“Udah gue bilang itu lipan, yawlo” Kata Dika kesal. “Yakali lipan badannya gendut tapi pendek abis, udah kakinya kecil-kecil, pasti susah dia bawa badan gendut gitu” Kata Edel. “Udah-udah, itu tu ulat merah, bukan lipan atau trenggiling!” Kata Lily. Kini tatapan menganga beralih padanya. “Ulat itu ada bulunya, yang kita liat itu botak” Sahut Aaron datar. “Udahlah cacing doang jugaan, belom juga dinasaurus!” Kata Daniel sambil mengambil cacing itu dengan daun lalu membuangnya. Mereka pun melupakan persoalan cacing yang sudah dibuang oleh sang ketua kelompok. Kini mereka fokus mengerjakan tugas untuk membangun tenda, sedangkan para gadis tengah pergi ke pasar terdekat untuk membeli bahan makanan guna lomba memasak yang diadakan nanti sore Hai vomment nyaa yaww..
Part 17: XVI. Memasak 15.20 Kini Daniel dan anggotanya tengah bersiap-siap untuk memasak. Mereka telah memabgi tugas, siapa yang akan mebuat makanan utama, makanan kedua, dan minuman penutup. Di sini, mereka semua tidak ada yang bisa memasak, jadi mereka pasrah saja bila harus kalah. Makanan utama yaitu sup dibuat oleh Anna, Emma, dan Aldo. Makanan kedua yaitu nasi goreng dibuat oleh Daniel, Edel dan Lily. Dan terakhir minuman penutup yaitu jus alpukat dibuat oleh Aaron dan Dika. Kini perlombaan pun telah dimulai. Mereka memasak sesuai dengan tugasnya. Kelompok menu utama. “Do, potong wortelnya yang bener dong! Kupas kulitnya!” Perintah Anna pada Aldo seraya memotong kentang. “Ini udah bener, lagian wortelnya mentah, keras gini!” “Wortel emang keras, bego! kalo mau lembut lo sayangin aja!” Ketus Emma yang dibalas dengusan oleh Aldo. “Airnya udah gebug-gebug tuh!” Kata Aldo pada Anna. Bahasa gebug-gebug lahir dari mana coba?, batin Anna “Masukin wortelnya, Do!” Perintah Anna yang diangguki Aldo. “Anjir, gue mau makan tu wortel gimana? Kenapa ukurannya jumbo gitu?” Tanya Emma. Emma yang sudah selesai menyiapakan bumbunya kini akan memasukkan ke dalam panci. “Sosisnya mana?” Tanya Emma pada Aldo. Ya, Aldo lah yang ditugaskan membawa sosis dari rumah. Aldo pun menunjukkan tempat di mana ia menaruh sosis.
“Anjir Aldo! Lo kenapa malah bawa sosis yang udah mateng sih?” Pekik Emma. “Anjir, ini sosis so-nice elah!” Kata Anna yang melihat sosis yang Aldo bawa. “Lo kalo bego jangan dibawa kesini dong!” Ketus Emma yang dibalas kata maaf dari Aldo. Kini mereka kembali pada tugas masing-masing. Dengan terpaksa Emma memasukkan sosis yang telah dibeli Aldo. Syukur baksonya masih waras, batin Emma sambil menghela napas lega. “Na, ini kurang apaan ya? Kok rasanya aneh gini?” Tanya Emma pada Anna setelah ia mencicipi sup yang dibuatnya. “Hmm kurang..kurang..merica iya merica!” Pekik Anna sambil menungkan merica bubuk. Kini semua bahan telah dimasukkan, hanya menunggu matang saja. Kelompok menu kedua, pada kelompok ini, anggotanya lebih tenang dibandingkan dengan kelompok pembuat sup. “Gimana tanda-tanda nasinya mateng, Dan?” Tanya Lily pada Daniel, pemilik dari rice cooker yang sedang ia gunakan. “Mungkin kalo warnanya berubah jadi ijo” Kata Daniel tak yakin. Lily hanya bergumam. “Bumbu dulu atau nasi?” Tanya Edel setelah nasinya matang. “Bumbu” “Nasi” Sahut Daniel dan Lily bersamaan. “Bumbu elah! Gue pernah liat nyokap gue masak nasi goreng” Kata Lily. Mereka lebih banyak bekerja di bandingkan bicaranya. Beda dengan kelompok menu utama dan minuman penutup yang lebih banyak bicaranya dibandingkan kerjanya. Kelompok minuman penutup Derrr..derr.. “Masukin buahnya dulu baru lo ngidupin blender, bego!” Kata Aaron pada dika yang dibalas cengirannya. Derrr..derr.. “Kupas dulu kulitnya baru lo blender! Lo mau minum jus kulit alpukat, hah?!” Ketus Aaron seraya memijit pelipisnya. Lagi-lagi Dika hanya menyengir membalas perkataan Aldo. “Anjir! Masukin airnya dulu! Lo mau mati keselek jus alpukat padet?” Kini Aaron kembali memekik. “Ya gue kan nggak tau, kenapa nggak lo aja yang masak!” Kali ini Dika yang kesal karena ucapan Aaron. “Ck, masak jus aja lo nggak bisa” Gumam Aaron sambil berdecak kesal. Kini semua hidangan dari seluruh kelompok sudah siap, waktunya para juri mencicipi makanan dan minuman yang mereka buat. Dengan bergilir, sang juri mengomentari masakan yang dibuat anak didiknya.
Kini giliran kelompok yang diketuai Daniel lah yang masakannya dicicipi, muali dari sup, nasi goreng, lalu jus alpukat. “Silahkan cicipi masakan kami, bu”, kata Daniel sopan. Sang juri mencicipi hidangan pertama, yaitu sup. “Bagaimana rasanya, bu?”, tanya Aldo penasaran. Sang juri hanya tersenyum getir menjawab pertanyaan Aldo. "Sup merica buatan kalian enak sekali, silahkan dicoba" Dengan segera mereka mencicipi sup buatan Aldo, Emma, dan Anna. “Anjay! Ini soup apa lautan api?” Pekik Dika. “Pedes anjir!” Ujar Anna seraya mencari air. Sang juri hanya tertawa mendengar umpatan dari muridnya usai mencoba masakan mereka sendiri. Kini sang juri mencicipi hidangan kedua, yaitu nasi goreng. “Hm.. syukur saya nggak punya riwayat diabetes ya”, katanya masih dengan senyuman usai mencicipi makanan kedua. Sang juri kembali memerintahkan para muridnya untuk mencicipi masakan yang mereka buat. “Ck, ini cocoknya dinamain nasi gula!” aujar Emma. “Kalo kakek gue makan ini, ketemu Tuhan dia detik itu juga!”, sinis Aldo. Kini sang juri mencicipi hidangan terakhir, mereka berharap penuh pada Aaron dan Dika yang membuat hidangan terakhir. Dan reaksi juri kali ini adalah senyuman yanga amat tersiksa baik rohani maupun jasmani. “Enak, enak banget, semua hidangan yang kalian buat memiliki cita rasa yang unik” Begitu ujarnya. “Silahkan cicipi!” Aldo yang mencicipi pertama kai langsung menyemburkan jus tersebut sehingga mengenai baju milik Dika. “Anjir! Baju gue!” Pekik Dika histeris. “Ini enak banget, guys! Cobain deh!” Kata Aldo yang membuat mereka memandang Aldo horor. Udah tau enak kenapa disembur?, begitulah kiranya suara batin mereka. Karena penasaran mereka pun mencicipi jus tersebut. “Tekanan darah tinggi gue kambuh!” Ujar Emma. “Asinn, anjay!” Kata Edel sambil memejamkan matanya yang langsung disuguhi air mineral oleh Aaron. “Asin gila! Makan apa kita sekarang? Kenapa nggak ada yang bener sih?” Kata Daniel. Semua siswa yang mendengar ocehan kelompok mereka tertawa terbahak-bahak, pasalnya dalam bidang akademik, mereka selalu nomor satu, tetapi dalam bidang ini, memasak air saja masih perlu diragukan. Dengan terpaksa, mereka akhirnya meminta makanan milik teman-teman kelompok lain.
Part 18: XVII. Camp gila Aaron POV
Usai masak-masak gagal tadi, kali ini kita lagi ada di depan api unggun sambil bernyanyi. Gue pun teringat sama apa yang dibilang Alinne. Dan dengan gugup gue coba buat mempraktekan apa yang Alinne bilang. Gue pegang tangan Angel dan dia noleh ke gue heran. Gue natap matanya dalam. Deg.. “Kenapa, Aar?” Tanya Angel yang gue bales senyuman dan gelengan. “Biarin kayak gini” Kata gue dan dia ngangguk heran ngeliat gue. Nyaman, batin gue. Emang bener apa yang dibilang Alinne, gue rasa gue mulai suka sama Angel. Gue baru sadar kalo rasa gue ke Anna itu cuma kekaguman semata. Habis malam api unggun, sekarang waktunya gue dan temen-temen gue buat tidur. Gue sama kelompok gue satu tenda, tapi tenang aja, tadi udah dipesenin biar nggak macem-macem, katanya kalo macem-macem langsung di drop out tanpa ampun. Serem anjir. “Na, gue yang di tengah nomor dua!” Tu anak nggak bisa nggak teriak ya? “Ih masak gue di pojokan sih?” Kata Anna protes. “Del, lo kan udah punya pacar, jadi lo tidur di samping Aaron!” Thanks Anna. “Ih males ah!” Yah kok nolak sih! “Udah-udah! Gue tidur di pojokan, Anna sama Emma di tengah, dan lo Edel, lo harus mau sebelahan sama Aaron, karena kalian yang udah pacaran!” Kata Lily sok bijak yang dibales dengusan sama Angel. Sekarang Angel lagi siap-siap buat tidur, dia bawa boneka yang lumayan gede sih, dan dia naruh tu boneka di tengah-tengah antara gue sama dia. “Lo apaan sih, sempit elah!” Kata gue ketus. “Itu biar lo nggak macem-macem!” Katanya nggak kalah ketus. Dengan terpaksa gue ngalah, dia udah tidur sambil meluk boneka pemisah antara gue sama dia, jadi sekarang posisi tidurnya meluk boneka hadap ke gue. Duh, gimana gue mau tidur kalo di depan gue ada bidadari?, batin gue tersiksa. Setelah lama mikir, akhirnya mata gue mulai berat dan... tidur. ••••••••• Kali ini, gue sama yang lain udah di bus. Ya, kita udah pulang setelah melewati kegiatan camp dengan kelompok gue yang pulang tanpa menangin satu lomba pun. Jelas nggak ada menangnya, itu lomba bego banget, salah satunya itu lomba lompat karung tapi sambil nyebut nama buah atau sayur yang bentuknya ditentuin sama Bu Arma, salah satu pembina camp yang kita ikutin. Flasback On “Jadi dalam permainan ini ada dua orang yang bermain, pemain pertama ada di garis awal, sedangkan pemain kedua ada di garis sebrang, pemain pertama harus menyebutkan nama buah atau sayur yang bentuknya telah kami tentukan, jadi jika ingin sedikit menyebutkan, kalian harus lompat dengan jarak yang jauh, hingga cepat sampai pada pemain kedua. Pemain kedua juga sama seperti yang pemain pertama lakukan. Yang tercepat dan menyebutkan dengan tepat yang menjadi pemenang” Kata Bu Arma yang bikin gue naikin satu alis gue. Itu lomba apaan? SD bener yawlo!, batin gue.
“Jangan berpikir bahwa lomba ini lomba gila, kegiatan ini kami buat untuk menumbuhkan kerjasama yang baik antar tim dan juga kalian pasti bakal kangen sama kegiatan ini” Katanya sok tau. “Baik, mari kita mulai dari kelas 3 IPA 1, kelompok 1,2,3, dan 4” Anjir, siapa yang mau main? Gue nggak pinter bahasa Inggris. “Yang pinter bahasa Inggris di kelas siapa?” Tanya Daniel, Daniel itu pinternya kimia. “Aldo sama Emma!” Kata Anna. “Lah kok gue sih?” Protes Emma. “Udahlah, lo mau kita didiskualifikasi?” Kata Daniel yang dibalas gelengan Emma. Dengan muka kusut, si Emma akhirnya ikut permainan gila itu. Jadi si Aldo jadi pemain pertama, dan si Emma yang kedua. “Baik, semua sudah siap, kita mulai dari pemain pertama, jadi kalian harus menyebutkan buah atau sayur yang bentuknya bulat, mudah kan. Jadi hitungan ketiga kalian lompat sambil menyebutkan nama buah atau sayur yang bentuknya bulat!” “Satu...dua...tiga... mulai!” Si Aldo udah lompat sambil nyebutin buah yang bulat. “Apple! Orange! Grape! Banana!” Buah terahir bikin gue bingung. “Anjir Aldo! Bayi masih di perut juga tau kalo pisang itu bentuknya lonjong, bego!” Teriak Dika yang membuat anak-anak ketawa. Karena salah menyebut, konsentarsi Aldo jadi buyar, dia jatuh, lagi-lagi anakanak pada ketawa. Tapi Aldo cepet bangun terus ngelanjutin permainan. “Lumajang orange! Kintamani orange! Malang apple!” Anjay! Kenapa Aldo mode begonya mesti on sekarang sih?, batin gue kesel. Sekarang giliran Emma yang lompat, dia dapet tugas nyebutin buah atau sayur yang bentuknya nggak bulat. “Banana! Cucumber! Chilli! Green chilli! Red chilli! Ambon banana! Kepok banana! Duh pisang dari mana aja lagi?! Terong apa lagi bahasa Inggrisnya? oh eggplant! Green eggplant! Purple eggplant! Yey kita juara tigaa!!” Eh udah nebak aja dia juara tiga, padahal semua yang dia sebutin rata-rata satu jenis, ckck. “Juara tiga nenek lo! Kita kalah bego!” Umpat Anna. “Lagian dapet bisikan dari mana sih lo berdua, nyebutin buah kok satu jenis!” Tanya Edel. “Efek grogi, otak gue buntu!” Sahut Aldo. “Grogi pala lo!” Ketus Dika. “Biasanya juga nggak tau malu!” Kata gue datar. Flashback Off Meskipun gue nyebut itu permainan bego, tapi tetep bisa bikin gue ketawa kalo lagi ngebayanginnya. emang bener kata Bu Arma, itu lomba ngelatih kerjasama juga sebagai kenangan yang susah buat dilupain. vomment yaa