Muhammad Zulfikar Akbar
YangMudaYangMenulis Sebuah Motivasi Menulis untuk Generasi Muda Indonesia Lebih Baik
© Muhammad Zulfikar Akbar, 2014
YangMudaYangMenulis; Sebuah Motivasi Menulis Untuk Generasi Muda Indonesia Lebih Baik
Penyunting dan Layouting : M Zulfikar Akbar. Desain Sampul : Fany Puspita Rahayu.
Diterbitkan oleh : Nida Dwi Karya Publishing
Bekerjasama dengan : Media Mahasiswa Publishing Jalan Simpang Candi Panggung Blok A-18 Lt. 2 Perum Garden Palma Kel. Jatimulyo Kec. Lowokwaru Kota Malang, Jawa Timur – 65142 e-Mail :
[email protected] Website : http://penerbit.mediamahasiswa.com
Didistribusikan melalui : Nulisbuku.com Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. All Rights Reserved. Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit.
Menulislah, Kelak Kau Akan Dikenang... Oleh: N Mursidi *)
Akhir
tahun
1995,
pemuda
dari
kampung itu menginjakkan kaki di kota Yogyakarta. Keinginan pemuda itu untuk kuliah, akhirnya bisa terwujud –setelah dua tahun gagal kuliah. Waktu itu, dia berpikir, mimpi untuk bisa mengubah nasib pun telah di depan mata. Tetapi, Tuhan menguji pemuda itu dengan jalan berkelok dan berliku dulu. Sebulan setelah tercatat sebagai mahasiswa, dia dikejutkan berita sedih yang tak pernah dibayangkan. Ayahnya jatuh sakit. Kabar sedih itu, jelas membuat dia dihadapkan pada dua pilihan “sulit”; pulang ke kampung halaman (drop out kuliah) atau tetap tinggal di Yogyakarta meski harus berhenti dari kuliah? Tapi setiap pilihan itu, ia tahu semuanya
tak
mudah
untuk
dijalani.
Seandainya, pulang kampung, dia pasti merasa malu dan kehilangan harga diri. Sebab, dia
sudah pamit dan diketahui oleh tetangga sekitar rumah bahwa dia pergi ke kota untuk kuliah. Tapi, kalau tetap memilih bertahan di kota Yogyakarta, bagaimana nanti harus bertahan hidup untuk sekadar menganjal perut? Padahal, kabar ayahnya yang sakit itu menjadi sinyal bahwa uang kiriman tak akan datang lagi. Rupanya,
pemuda
itu
tak
ingin
menanggung malu. Tekat pemuda itu sudah kuat, dan tak bisa dibendung. Meskipun ibu pemuda itu meminta dia pulang kampung, dia tetap bertahan. Dia hanya minta ibunya mendoakan dan meretui pilihannya untuk tetap bertahan di kota Yogyakarta, apa pun yang terjadi. Ibunya merestui. Ia akhirnya menjalani kehidupan baru; kehidupan keras di jalanan. Ia menjadi penjual koran di jalanan; naik turun bus
dari
terminal
hingga
perempatan
Wirobrajan, atau kadang lebih jauh lagi...
Tapi, kehidupan jalanan itu mengubah jalan hidup pemuda itu. Dia didewasakan oleh kehidupan jalanan yang keras; hidup bersama pengamen dan anak jalanan. Dari situ, dia sadar; dia tak mungkin hidup di jalanan terus. Suatu hari, dia disadarkan karena melihat peluang baru. Peluang yang lebih besar untuk mendapat uang, tidak sekadar mendapatkan keuntungan karena koran yang dijajakan itu laku. Dengan kata lain, sebuah peluang untuk mendapatkan uang dari menulis di lembaran koran. Satu tahun kemudian, setelah tekun belajar menulis, nama pemuda itu pun tercetak di lembaran koran. Dia menjadi penulis (di koran). Jalan itu seperti membuka “pintu” lebar-lebar akan mimpi lain yang tidak pernah terbayangkan; menjadi wartawan. Sepuluh tahun kemudian, kesempatan itu datang; dia
mendapatkan tawaran untuk menjadi wartawan dan tidak perlu melalui seleksi yang ketat karena hasil tulisan yang pernah dimuat di lembaran koran, majalah dan tabloid sudah menjadi jaminan. Kisah hidup pemuda itu pun dianggap “menarik” untuk ditulis dalam sebuah buku, bahkan sebuah penerbit di Jakarta memintanya untuk menulis dan bersedia menerbitkan. Dia akhirnya bersedia menulis kisah hidupnya. Buku itu kemudian terbit dengan judul Tidur Berbantal Koran; Kisah Inspiratif Seorang Penjual Koran Menjadi Wartawan. Tetapi, bukan buku itu diterbitkan oleh penerbit yang pertama
kali
memintanya,
melainkan
diterbitkan oleh penerbit lain. Pemuda
kampung
yang
beruntung itu, tidak lain, adalah saya.
kurang
***
Tatkala
saya
diminta
Muhammad
Zulfikar Akbar memberikan kata pengantar untuk buku yang ditulisnya, Yang Muda Yang Menulis ini dan saya, mau tak mau, harus membaca seluruh isi buku tersebut, saya seperti diingatkan kembali dengan masa lalu saya. Saat saya harus berjuang dengan keras agar bisa menulis di koran, dan sempat digulung sedih karena tak menemukan dengan mudah buku-buku panduan atau semacam buku-buku motivasi menulis sebagaimana yang ditulis oleh Muhammad Zulfikar Akbar ini.