Media Penjajah Dunia Masa Kini @Mikirlagi dan Departemen Ilmu Hubungan Internasional UMM Penulis :
Abdul Aziz Adi Surya Andri Eko Prasetya Putra Bagus Ardiansyah Chandra Oktavia Ega Fajar Putra Fitria Wulandari Habibie Muhammad
Imaniyah Sabraini Khasiuddin M. Iqbal Maulana M. Wahyu Ramadhan MA. Faisal Datu Sefa Makmum Mufli Akbar Nisrinah Ismail
Nurilah Fitrah Ratih Dewanty Putri Rian Ainur Rofiq Rizky Tri Ferdiansyah Rosari Indah Satria Fajar Kurniawan Sebenna Oka Febrita Tri Ajeng Anggraini Yulvika Purwanti
Koordinator: Rizky Tri Ferdiansyah Editor:Tri Ajeng Anggraini, Chandra Oktavia,
Nurilah Fitrah Penyunting: Nurudin, Muhammad Zulfikar Akbar Perancang Sampul: Nugraha Wirian, Vicky Martin
2
Diterbitkan oleh: Mikirlagi dan Departemen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Malang Kampus III Jl. Raya Tlogomas No. 246 Malang Phone : +62 341 464318-19 (hunting); Fax. : +62 341 460782 Situs Resmi: www.umm.ac.id Bekerja sama dengan Media Mahasiswa Publishing Jl. Simpang Candi Panggung Blok A-18 Perum Garden Palma Kel. Jatimulyo Kec. Lowokwaru Kota Malang http://penerbit.mediamahasiswa.com email :
[email protected] Diterbitkan melalui : Nulis Buku Hak cipta dilindungi oleh undang-undang All Rights Reserved Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit Cetakan Pertama Desember 2014
3
Beyond New Imperialism Oleh Nurudin Arti kata imperialisme sering dipahami sama dengan kolonialisme. Hal demikian tidak salah karena imperialisme dan kolonialisme keduanya memiliki arti eksploitasi negara yang dijajah oleh negara penjajah. Tujuannya sama, yakni negara penjajah ingin menguasai dan menjadi makmur. Namun demikian, kolonialisme dengan imperialisme sangat berbeda. Kolonialisme lebih bermakna mengembangkan kekuasaan suatu negara di luar wilayah negara itu. Misalnya, negara A karena ingin hidup lebih makmur menguasai negara B. Jadi, negara A datang secara fisik ke negara B untuk menguasainya. Penguasaan ini biasanya untuk mendominasi sumber daya manusia dan perdagangan. Negara B sebagai negara koloni biasanya kaya akan bahan mentah yang dibutuhkan negara A. Sementara itu, sumber daya alam negara B diangkut ke negara A. Sedangkan imperialisme bermakna memperluas kekuasaan suatu negara ke negara lain. Tujuan imperialisme adalah
4
menanamkan pengaruh negara A di semua bidang kehidupan negara B. Dalam perkembangannya, kolonialisme lebih merujuk pada pendudukan sebuah negara ke negara lain secara fisik (menginvasi dan mendatangkan tentara), sementara bagi imperialisme, menguasai negara lain tidak harus secara fisik. Intinya adalah penguasaan seluruh sumber daya yang ada di negara B untuk keuntungan negara A. Seringkali, bentuk-bentuk imperialisme ini tidak bisa dilihat secara fisik tetapi jelas mempunyai efek penguasaan murni. Dengan kata lain, sering berkedok kebaikan tetapi kenyataannya ia berusaha menguasai pihak lain. Penawaran beasiswa bagi pelajar berprestasi di negara berkembang oleh negara maju bisa dianggap kebaikan dan kepedulian negara maju, padahal itu penjajahan terselubung. Sebab, pelajar yang lulus dari sekolah di negara maju itu, bisa kita lihat dari pola pikir, sikap, dan perilakunya mencerminkan kepentingan negara maju tersebut. Imperialisme baru (neo imperialism) dilakukan secara lebih cerdas. Bahkan caracaranya dilakukan dengan kedok memberi bantuan kemanusiaan, tapi ujung-ujungnya 5
menguasai. Bantuan kemanusian itu hanya untuk menutupi perilaku imperialisnya. Negara maju juga seolah peduli dengan keterbelakangan negara berkembang. Namun itu hanya kedok saja, mereka memberikan bantuan “secuil” untuk mendapatkan “ikan” yang lebih besar. Maurice Duverger pernah memberi catatan menarik tentang perilaku kaum imperialis tersebut. Pertama, mereka mengikat dengan perjanjian yang sangat menguntungkan bagi mereka, tetapi sangat merugikan negara bersangkutan. Kedua, dengan diberikannya bantuan, aktivitas ekonomi berjalan meski terbatas sehingga potensi pasar terhadap barang produksinya menjadi lancar dan terpelihara. Ketiga, terciptalah rasa ketergantungan dari negaranegara terjajah terhadap mereka sehingga tidak ada paksaan dalam pengendaliannya (Mulya, 2012). Pertanyaannya sekarang, siapa inisiator ASEAN Free Trade Area (AFTA), General Agreement on Tariff and Trade (GATT), dan Asia Pacific Economic Cooperation (APEC)? Tentu saja negara-negara maju, tentu saja menguntungkan mereka, tentu saja
6
merugikan negara berkembang, dan tentu saja ini bentuk imperialisme baru tersebut. Neo Imperialisme Media Bagaimana dengan imperialisme media? Mengapa ini bisa terjadi? Ada baiknya kita melihat sejarah munculnya imperialisme media itu dulu. Munculnya imperialisme media sebenarnya pernah dikatakan oleh Herb Schiller (1973) dalam tulisannya yang berjudul Communication and Cultural Domination. Kajian Schiller ini melihat peran media massa Barat yang dituduh melakukan imperialisme budaya pada media massa dunia ketiga (berkembang). Media Barat dianggap mempunyai efek yang kuat untuk mempengaruhi media dunia ketiga. Dengan kata lain, media-media negara Barat mempunyai daya tarik tersendiri dari media-media di dunia ketiga. Akibatnya, mereka ingin meniru budaya yang muncul lewat media tersebut. Dalam perspektif ini, ketika terjadi proses peniruan media negara berkembang dari negara maju, saat itulah terjadi “penghancuran” budaya asli di negara ketiga (Nurudin, 2014).
7
Karenanya, kebudayaan Barat memproduksi hampir semua mayoritas media massa di dunia ini, seperti film, berita, komik, foto dan lain-lain. Mengapa mereka bisa mendominasi seperti itu? Pertama, mereka punya uang. Dengan uang mereka akan bisa berbuat apa saja untuk memproduksi berbagai ragam sajian yang dibutuhkan media massa di seluruh dunia. Kedua, mereka memiliki teknologi. Dengan teknologi modern yang mereka miliki memungkinkan sajian media massa diproduksi secara lebih baik, meyakinkan dan “seolah nyata”. Jika anda pernah menyaksikan film 2012 seolah-olah kita dihadapkan pada sebuah kenyataan akan hancurnya dunia ini, padahal semua itu semu belaka. Semua sudah bisa dikerjakan dengan teknologi komputer sehingga benarbenar terlihat seperti kejadian nyata. Itu semua bisa diwujudkan karena negara Barat mempunyai teknologi modern. Dampak selanjutnya, orang-orang di negara dunia ketiga yang melihat media massa di negaranya akan menikmati sajiansajian yang berasal dari gaya hidup, kepercayaan dan pemikiran yang berasal dari Barat. Kalau kita menonton film Independence 8
Day saat itu kita sedang belajar tentang Bangsa Amerika dalam menghadapi musuh atau perjuangan rakyat Amerika dalam mencapai kemerdekaan. Berbagai gaya hidup masyarakatnya, kepercayaan, dan pemikiran orang Amerika ada dalam film itu. Mengapa bangsa di dunia ketiga ingin menerapkan demokrasi yang memberikan kebebasan berpendapat? Semua itu dipengaruhi oleh sajian media massa Barat yang masuk ke dunia ketiga. Apakah kita percaya Amerika selalu menang perang di Vietnam? Amerika menang hanya ada dalam film, kenyataannya tidaklah demikian. Masalahnya masyarakat percaya begitu saja pada kehebatan Amerika dalam perang. Inilah pengaruh imperialisme baru itu, tanpa sadar tetapi nyata terjadi dan merugikan negara berkembang, bukan? Akibat selanjutnya, negara dunia ketiga tanpa sadar meniru apa saja yang disajikan media massa yang sudah banyak diisi oleh kebudayaan Barat tersebut. Saat itulah terjadi penghancuran budaya asli negaranya untuk kemudian mengganti dan disesuaikan dengan budaya Barat. Inilah yang disebut dengan imperialisme budaya Barat dengan mendominasi media massa dunia ketiga.
9
Salah satu yang mendasari munculnya kajian imperialisme media itu adalah bahwa pada dasarnya manusia tidak mempunyai kebebasan untuk menentukan bagaimana mereka berpikir, apa yang dirasakan, dan bagaimana mereka hidup. Umumnya, mereka cenderung mereaksi apa saja yang dilihatnya dari televisi. Akibatnya, individuindividu itu lebih senang meniru apa yang disajikan televisi. Mengapa? Karena televisi menyajikan hal baru yang berbeda dengan yang biasa mereka lakukan. Timbul pertanyaan baru, apakah kita bisa lepas dari media massa setiap hari mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi? Jika kita menjawab “tidak”, itu menjadi bukti bahwa media berperan penting dalam kehidupan kita sehari-hari. Jangan lupa pula bahwa media membawa muatan-muatan terselubung yang sebenarnya tidak kita sadari. Anehnya, muatan-muatan itu tak lain adalah bentuk-bentuk imperialisme baru di sekitar kita. Kumpulan tulisan dalam buku ini merupakan hasil “keroyokan” mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional UMM penempuh mata kuliah Komunikasi Internasional (Kominter). Namanya juga 10