SKRIPSI KERJASAMA LUAR NEGERI PEMERINTAH KABUPATEN BANTAENG DENGAN CHINA MACHINERY ENGINEERING CORPORATIONS (CMEC) DALAM PEMBANGUNAN BANTAENG INDUSTRIAL PARK TAHUN 2014 The International Corporation Between Bantaeng Government and China Machinery Engineering Corporations (CMEC) on Bantaeng Industrial Park (BIP) Development 2014
Disusun Oleh: Muhammad Faizal Alfian 20110510167
JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2015
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki sumberdaya alam yang berlimpah. Hampir di seluruh wilayah negara Republik Indonesia memiliki sumber daya alam yang berpotensi besar untuk mensejahterakan rakyat mulai dari perkebunan, pertanian, perikanan, hingga pertambangan. Salah satu sumber daya alam yang berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat adalah bidang pertambangan. Bidang pertambangan Indonesia menjadi sangat penting karena memiliki kekayaan alam hasil tambang yang melimpah. Kekayaan alam hasil tambangnya terdiri dari: Pulau Sumatera memiliki kekayaan alam hasil tambang berupa minyak bumi, batu bara, tembaga, timah, granit; Pulau Kalimantan menyimpan kekayaan tambang berupa batu bara dan minyak bumi; Pulau Jawa yang memiliki hasil tambang berupa minyak bumi, bijih besi, granit; Di Pulau Sulawesi tersebar hasil tambang mangaan, fosfat, tembaga, nikel; Dan Jayapura menyimpan kekayaan tambang minyak bumi, emas, perak, dan beberapa hasil tambang lainnya.1 Maka dari itu, pemanfaatan kekayaan alam hasil tambang perlu didukung oleh pemanfaatan yang sebesar-besarnya untuk meningkatkan perekonomian nasional maupun regional. Menurut Katili, sumber daya alam atau kekayaan alam 1
Victor Imanuel Williamson. 2012. “Hak Menguasai Negara Atas Mineral Dan Batubara Pasca Berlakunya Undang-‐Undang Minerba” didalam Jurnal Konstitusi Volume 9 Nomor 3 September 2012, halaman 473.
2
memegang peran sebagai salah satu elemen penting bagi pembangunan regional dan nasional.2 Apabila suatu daerah dapat memanfaatkan secara penuh potensi sumberdaya
alam
untuk
eksplorasi
akan
berdampak
langsung
kepada
pembangunan di regionalnya termasuk peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), serta kesempatan kerja yang semakin besar bagi msayarakat. Dalam perkembangannya dunia pertambangan memulai babak baru dengan terbitnya Undang-Undang nomor 4 Tahun 2009 Tentang Mineral dan Batu Bara. Kebijakan tersebut berisi pelarangan ekspor mineral dan batu bara dalam bentuk raw material. Jadi, para pelaku ekspor bahan tambang perlu melakukan pemurnian di dalam negeri sebelum di ekspor keluar. Bantaeng merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan melakukan lompatan besar dengan melakukan pembangunan industri yang dikenal sebagai Bantaeng Industrial Park (BIP). Pembangunan di Kabupaten Bantaeng semakin cepat ini disebabkan oleh adanya pemanfaatan potensi sumberdaya alam untuk kemajuan Bantaeng. Pemerintah Bantaeng mengambil kesempatan yang besar tersebut dengan mendirikan industri hilir dalam bidang pertambangan yang diberi nama dengan Bantaeng Industrial Park (BIP). Menurut Bupati Bantaeng Nurdin Abdullah, bahwa wilayah Bantaeng memiliki letak yang sangat strategi dalam pembangunan industri pengelolahan dan pemurnian biji besi, wilayahwilayah yang dulunya tandus dan tidak produktif, kini beralih fungsi menjadi Bantaeng Industrial Park (BIP).3 2
J.A. Katili.2007.“Harta Bumi Indonesia: Biografi J.A Kartili” Grasindo. Jakarta. Halaman 268. http://www.thenewbantaeng.com/index.php?option=com_content&view=article&id=81:52-‐ investor-‐dari-‐8-‐negara-‐hadiri-‐smelter-‐summit-‐2014-‐di-‐bantaeng&catid=42:berita. Diakses pada 22 Desember 2014. 3
3
Pemerintah Kabupaten Bantaeng menyiapkan lahan seluas 3.000 hektare untuk mendirikan lahan pabrik smelter di kawasan industri Bantaeng. Industri smelter tersebut diperkirakan menarik investasi sebesar US$ 5 miliar atau Rp 55 triliun. Investasi sebesar itu dikeluarkan oleh sejumlah perusahaan asal Tiongkok yaitu oleh PT Cheng Feng Industri dan PT Yinyi Mining Indonesia.4 Selain itu investor yang akan ikut membangun smelter di kawasan BIP antara lain PT Titan, PT Bumi Bakti Sulawesi, PT Cinta Jaya, PT Macrolink Nickel Development, dan PT Multi Kilang Pratama. Dan Pemerintah Kabupaten Bantaeng telah menargetkan, bahwa BIP menjadi kawasan industri mineral terintegasi terbesar di Sulawesi Selatan. Untuk mendukung pembangunan Bantaeng Indutrial Park, perusahaan Tiongkok telah ikut serta dalam pembangunannya. Pada saat ini pemerintahan Bantaeng telah mendatangani kerjasama luar negeri untuk Pembangunan BIP dengan beberapa perusahaan asing. Dikutip dari kompasiana, pada saat pelaksanaan Smelter Summit di Kabupaten Bantaeng pada bulan Maret 2014, telah dilakukan penandantanan perjanjian kerjasama Memorandum of Understanding (MoU) antara Kabupaten Bantaeng dengan empat perusahaan masing-masing dari Tiongkok, Malaysia, Korea Selatan5. China Machinery Engineering Corporation (CMEC) dan China Harbor Company adalah perusahaan konstruksi milik Tiongkok yang menjadi patner dari pembangunan Bantaeng Industrial Park. Pada tahap awal kerjasama telah 4
http://www.kemenperin.go.id/artikel/9342/Kawasan-‐Industri-‐Bantaeng-‐Tarik-‐Investasi-‐Rp-‐55-‐ Triliun. diakses pada 11 November 2014. 5 Penandatanganan MoU Bantaeng dan perusahaan asing pada bulan Maret 2013 dikutip dari berita, http://regional.kompasiana.com/2014/05/08/bupati-‐bantaeng-‐mendapat-‐undangan-‐ kehormatan-‐walikota-‐ning-‐xia-‐china-‐-‐654795.html.Diakses pada 20 September 2014.
4
terlaksana dengan CMEC dalam pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang berkerjasama dengan perusahaan milik Malaysia PT Biidznillah Tambang Nusantara (BTN) Power Sdn.Bhd, serta PLN Indonesia.6 Dan China Harbour Company berkerjasama dalam pembangunan pelabuhan laut yang berguna sebagai media distribusi produk Bantaeng. Kemudian perusahaan konstruksi asal Korea Selatan, selatan Doosan Heavy Industries and Construction Co Ltd bekerja dalam pengelolahan air limbah hasil industri di Bantaeng Industrial Park. Perhatian pemerintah Kabupaten Bantaeng tidak terlepas dalam permasalahan lingkungan, dimana industrialisasi berdampak besar terhadap lingkungan yang menerima beban pencemaran yang tinggi akibat pemanfaatan sumber daya alam dan aktivitas industri. CMEC merupakan perusahaan multinasional BUMN Tiongkok yang tergabung kedalam perusahaan BUMN Sinomach. Keterlibatan BUMN Tiongkok dalam pembangunan di Indonesia merupakan merupakan pertama kalinya. Bagi Pemerintah Kabupaten Bantaeng, kerjasama dengan perusahaan asal Tiongkok merupakan langkah strategis untuk pembangunan di Bantaeng, khususnya pada bidang industri. Kerjasama pemerintah Kabupaten Bantaeng dengan CMEC adalah keseriusan Bantaeng dalam membangun industrinya. Penalaran penulis terhadap sikap Pemerintah Bantaeng memilih Tiongkok sebagai mitra adalah, Tiongkok sebagai negara yang mempunyai nilai investasi yang besar dengan nilai Rp 55 triliun, sehingga penulis melihat pentingnya investasi sebagai modal pembangunan Bantaeng Industrial Park. 6
http://www.beritasatu.com/nasional/187856-‐btn-‐power-‐dan-‐cmec-‐garap-‐pltu-‐senilai-‐us-‐11-‐ miliar.html. Dikases pada 11 November 2014.
5
Kerjasama pembangunan BIP merupakan langkah awal bagi perusahaan nasional
Tiongkok
memperluas
jejaringnya
dan
peluang
bagi
CMEC
memperbesar peluang dari penguasaan industri tambang di Indonesia. Hal ini dapat menjadi peluang ataupun ancaman bagi Pemerintah Kabupaten Bantaeng dimana keterlibatan perusahaan tambang asing seringkali meninggalkan masalah sosial di masyarakat. Walaupun dilihat prospesknya kerjasama CMEC dalam industri tambang di Bantaeng mengarah pada industrialisasi dan pembangunan ekonomi daerah, tetapi tidak dapat dihindarkan konflik social juga akan mengancam keberlangsungan kerjasama tersebut. Maka dari itu, penulis mengambil judul “Kerjasama Luar Negeri Kabupaten Bantaeng dengan China Machinery Engineering Coorporations (CMEC) dalam pembangunan Bantaeng Industrial Park” Yang akan melihat faktor-faktor yang mempengaruhi pemerintah Kabupaten Bantaeng dalam melakukan kerjasama luar negeri dengan BUMN Tiongkok. B. Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah diatas, maka timbul rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimana kerjasama luar negeri Pemerintah Kabupaten Bantaeng dengan
China
Machinery
Engineering
Corporations
pembangunan Bantaeng Industiral Park (BIP) Tahun 2014?
6
(CMEC)
dalam
C. Tujuan Peneltian Tujuan penelitian ini adalah: 1.
Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi pemerintah Kabupaten Bantaeng dengan melakukan kerjasama luar negeri dengan perusahaan asal Tiongkok, dalam membangun zona industri.
2.
Untuk menganalisis kerjasama luar negeri Pemerintah daerah dengan Perusahaan asing dalam pembangunan Zona Industri. Dengan adanya pemahaman tersebut, diharapkan dapat membuka peluang kerjasama antara daerah dengan daerah lain maupun perusahaan lain, dan pemerintah pusat mengetahui adanya langkah strategis untuk mencapai industrialisasi daerah ini.
3.
Dengan
adanya
pengetahuan
tersebut
dapat
menjadi
tambahan
pengetahuan untuk dunia pendidikan, dan tujuan utamanya adalah pada masyarakat, sehingga timbul kesadaran untuk merespon pembagunan Indonesia kedepannya. D. Kerangka Konseptual Dalam penelitian ini, penulis menggunakan konsep paradiplomasi sebagai konsep yang akan menjelaskan pola interaksi antara pemerintah daerah dengan perusahaan asing. Akan terdapat beberapa indikator yang menentukan faktor pendorong pemerintah melakukan aktifitas paradiplomasi. Dimana salah satu pendorongnya terdapat keterkaitan antara Indonesia dengan Tiongkok.
7
1. Paradiplomasi Paradiplomasi merupakan suatu konsep yang menjelaskan hubungan antara sub-national government (pemerintah sub-nasional) dengan negara ataupun sub-national government negara lainnya, yang melakukan interaksi lintas batas negara. Pola tersebut membentuk interaksi yang melewati pemerintah pusat sebagai pemegang peran tertinggi dalam suatu negara. Paradiplomasi merupakan fenomena baru dalam kajian hubungan internasional. Istilah ini pertama kali muncul pada tahun 1980-an, yang berasal dari Soldatos, yang menggabungkan kedua istilah “Pararel” dan “diplomacy” menjadi paradiplomacy. Paradiplomasi merupakan hubungan diplomasi yang dilakukan oleh pemerintah lokal atau regional melakukan aktifitas melewati batasbatas wilayah nasional dan menyusun kerangka kerjasama luar negeri.7 Aktifitas kerjasama luar negeri tersebut berasal dari kewenangan pemerintah daerah yang diperluas oleh pemerintah nasional. Menurut Ivo Duchachek fenomena ikut berperannya pemerintah lokal dalam hubungan internasional dimana hubungan yang terjadi secara politik diartikan sebagai diplomasi. Kemudian, Duchachek dan Soldatos melihat bahwa diplomasi yang terjadi di tingkat daerah menunjukkan aktifitas pararel, terkordinasi, saling menguntungkan.8
7
Criekmans, David, ‘Are The Boundaries between Paradiplomacy and Diplomacy Watering Down?’ Dikutip dari buku Takdir Ali Mukti, ‘Paradiplomacy, Kerjasama Luar Negeri Oleh Pemda Di Indonesia’.Hal. 38. 8 Kurniawan Ariadi, “Paradiplomasi, otonomi Daerah,dan Hubungan Luar Negeri” dalam Jurnal Perencanaan Pembangunan, No. 21, S eptember/Oktober 2000.
8
Konsep paradiplomasi berkembang adalah dampak dari perkembangan situasi dunia, aktor dan teknologi informasi membuat arah kebijakan tradisional bergeser pada diplomasi yang lebih moderen. Pola diplomasi diatas telah membagi dua diplomasi, diplomasi tradisional atau diplomasi konvensional (frist track diplomacy) dan diploamsi moderen (second track diplomacy).Second track diplomacy berkembang dan melahirkan cabang baru yaitu multi-track diplomacy. Konsep multitrack diplomacy merupakan konsep yang memandang beragam aktivitas yang saling berinterkoneksi, institusi, individu, dan komunitas yang bekerjasama untuk tujuan terciptanya perdamaian dunia.9 Di Indonesia pola politik internasional tersebut dirumuskan kedalam otonomi daerah. Otonomi adalah suatu pelimpahan hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah ditiap wilayah untuk mengelola dan merencanakan pembangunan daerahnya masingmasing. Menurut Hasan Wirajuda, makin beragamnya aktor hubungan luar negeri selain negara (non-state actors) seperti aktor daerah, organisasi-organisasi international, LSM, perusahaan multinasional, kelompok-kelompok minoritas, individu dan bahkan Pemerintah daerah harus dianggap sebagai suatu perjuangan diplomasi Indonesia dilingkup hubungan internasional.10 Maka dari itu, kerangka otonomi daerah memberikan wewenang kepada daerah otonom untuk melakukan diplomasi lintas batas atau paradiplomasi.
9
Ibid. Hal.164-‐165. Hasan Wirajuda dalam “Paduan Umum Tata Cara Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri Oleh Pemerintah Daerah”. Revisi Tahun 2006. 10
9
Paradiplomasi menurut hukum berdasar pada sumber kewenangan yang diberikan kepada pemerintah daerah, yang ikut serta dalam proses menjalin kerjasama luar negeri. Kerangka hukum pertama adalah Undang-Undang nomor 37 Tahun 1999 pasal 1, bahwa kegiatan hubungan luar negeri dilakukan oleh pemerintah tingkat pusat dan daerah. Hal tersebut mengindikasi bahwa tingkat daerah dapat melakukan kerjasama luar negeri. Kemudian dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 pasal 5 tentang perjanjian internasional, menjelaskan bahwa perjanjian internasional dapat dilakukan oleh pemerintah pusat ataupun daerah dengan konsultasi dan koordinasi kepada menteri. Kebijakan luar negeri yang dikeluarkan oleh negara berbeda dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Dalam pencapaian target, kebijakan luar negeri yang dikeluarkan oleh negara sangat luas dan terkadang memaksa beberapa kepentingan daerah kurang direpresentasikan kedalamnya. Sedangkan kebijakan luar negeri yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah akan lebih secara khusus akan merepresentasikan kepentingan dari satu daerah. Oleh karena itu paradiplomasi hadir sebagai pola yang melihat aktor pemerintah daerah yang mempunyai kebebasan dalam menentukan isu dan tujuan yang ingin dicapai. Salomon mengartikan bahwa aktifitas paradiplomasi timbul dari kesadaran pemerintah daerah mencari keuntungan di lingkungan eksternal untuk pengembangan sumber dayanya. Dan hal ini dilatar belakangi oleh inisiatif sendiri dan untuk menanggapi tuntutan kepentingan sosial ekonomi warganya.11 11 Monica Salomon, 2009. Artikel: “Local Governments as Foreign Policy Actors and Global Cities Network-Makers: The Cases of Barcelona and Porto Alegre”. Instituto de Relações
10
Menurut
Salomon
inistiatif
untuk
melakukan
paradiplomasi
dilatarbelakangi oleh Global cities network-makers. Pola global cities networkmakers merupakan mengembangkan strategi kompetitif (untuk menarik perusahaan-perusahaan multinasional dan investasi asing) oleh pemerintah daerah dalam arena internasional.12 Dan selanjutnya, kerjasama yang dikembangkan oleh pemerintah daerah dengan membangun kontak informal dengan penciptaan struktur yang mirip dengan kerjasama bilateral dan multiraleral antar pemerintah. Sedangkan Soldatos mengklasifikasi dorongan pemerintah daerah untuk melakukan aktivitas paradiplomasi dapat berasal dari lingkungan domestik baik dari negara maupun unit sub-nasional dan dari faktor-faktor ekstenal/ internasional. Soldatos menunjukkan Faktor-faktor yang menjadi pendorong paradiplomasi digambarkan sebagai berikut: Gambar 1.1 Faktor Pendorong Paradiplomasi 13
Internacionais, Pontifícia Universidade Católica do Rio de Janeiro. Diunduh pada Monica-
[email protected], 20 Oktober 2014 12
Ibid Hans J. Michelman dan Panayotis Soldatos (ed), Federalism and International Relations: The Role of Subnational Units, Clarendon Press, Oxford, 1990. dikutip dari Kurniawan Op.cit hal. 54 13
11
a. Faktor domestik pada unti sub-nasional 1. Segmentasi objektif dan presptual merupakan dorongan yang didasari oleh perbedaan geografi, budaya, bahasa, agama, politik dan faktorfaktor lain yang secara objektif berbeda dengan wilayah lain di negara tempat unit sub-nasional tersebut. 2.
Asymmetry
of'
Federated/
Sub-National
Units
level,
adanya
ketidakseimbangan keterwakilan unit-unit sub nasional terhadap kebijakan nasional dalam hubungan luar negeri, sehingga dalam merumuskan
kebijakan
luar
12
negeri
kurang
merepresentasikan
kepentingan sub-nasional atau lebih mengarah kemaslahatan secara nasional. 3. Perkembangan ekonomi dan institusional atau aktor globalisasi yang mempengaruhi
pada
unit
sub-nasional
seperti
perkembangan
teknologi, informasi, dan komunikasi. Hal tersebut mendorong pemerintah sub-nasional untuk melakukan ekspansi perannya. 4. Me-tooism merupakan pengunaan prinsip, praktik, atau desain yang serupa dengan daerah lainnya. Paradiplomasi yang dilakukan subnasional akibat dorongan mengikuti hal-hal yang dilakukan unit subnasional lainnya. b. Faktor domestik pada unit nasional 1. Inefisiensi penyelengaraan hubungan luar negeri, dimana kebijakan luar negeri kurang menguntungkan pada level sub-nasional. Hal ini berkaitan erat dengan kesadaran Asymmetry of' Federated/ SubNational Units. 2. Adanya institutional gap dalam perumusan kebijakan hubungan luar negeri, atau disparitas kelembagaan antara sub-nasional satu dengan lainnya pada satu negara. Fungsi lembaga sub-nasional yang kurang efektif dalam tata kelola daerah. 3. Masalah-masalah yang terkait dengan nation-building, unit subnasional yang melihat pembangunan bangsa yang belum berjalan; Sebagaimana krisis suku, etnis, dan sebagainnya, seperti yang dialami Pemerintah Propinsi Quebec di Kanada.
13
4. Ketidakpastian
hukum
(constitutional
uncertainities),
dimana
stakesholder melihat adanya ketidakpastian hukum pada level nasional, sehingga
mendorong
pemerintah
sub-nasional
melakukan
paradiplomasi. Misalnya terkait masalah kebijakan investasi yang memperoleh kepastian hukum, sehingga arus investasi fluktuatif. Hal ini memaksa sub-nasional melakukan kerjasama luar negeri dengan sub-nasional lainnya dalam bidang ekonomi atau investasi. 5. Domestikasi politik luar negeri sebagai dampak dari mengemukanya isu-isu politik tingkat rendah. Hal tersebut memotivasi pemerintah sub nasional yang mempunyai kepentingan (vested systemic interest) dan kompetensi konstitnsional untuk melakukan paradiplomasi. c. Faktor eksternal 1. Interdependensi global, adalah saling ketergantungan antara negara maju dengan negara berkembang, sehingga memicu negara untuk melakukan kerjasama luar negeri, dalam kasus sub-nasional dorongan paradiplomasi. 14 2. Interdependensi Regional, dorongan yang di akibatkan saling kertergantungan antara negara pada level regional, baik ikatan kelembagaan (organisasi) maupun ikatan ekonomi (pasar bebas). 3. Keterlibatan/ penetrasi aktor eksternal, dorongan dan intervensi dari aktor eksternal kedalam politik dan ekonomi pada level sub-nasional.
14
Michael Z RN dalam Walter Carlnaes dkk. 2013 “Handbook Teori Politik ed Indonesia” Nusa Media Bandung Halaman 483-‐484
14
2. Local Economic Development Local Economic Development atau Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses saat pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan selanjutnya membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. Menurut Arsyad pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses yang mencakup pembentukan institusi-institusi baru, pembangunan industri-industri, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru dan ahli ilmu pengetahuan, serta pengembangan industri-industri baru.15 Pembangunan daerah pada dasarnya dilandasi oleh pemanfaatan potensi daerah, penyesuaian kondisi dan kebutuhan daerah dan masyarakat, peningkatan mutu pendidikan. Borjn Hettne sedikit berbeda melihat konsep pembagunan, pada level lokal atau daerah adalah terciptanya perencanaan ekonomi tertentu yang dibutuhkan, pusat yang menyediakan infrastruktur yang baik bagi setiap kerja sama di antara unit-unti lokal.16 Dasar pemikiran tersebut esensi pembangunan adalah pengalokasian pembangunan pada tingkat daerah, sedangkan tugas dari pemerintah pusat adalah dengan menyelengarakan infrastruktur. Hal tersebut dapat menjadi mesin pengerak penggunaan sumberdaya alam di tingkat daerah. 15
Lincolin Arsyad. 2010. “Ekonomi Pembangunan” UPP STIM YKPN. Yogyakarta. Halaman 374 Bojrn Hettne. 2001. “Teori-‐Teori Pembangunan di Dunia Ketiga” Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. halaman 317 16
15
Dalam paper Timothy Bartik berjudul “Local Economic Development Policy” menyatakan "program pembangunan ekonomi" jatuh kedalam dua kategori yaitu:17 1. Memberikan bantuan yang disesuaikan dan ditargetkan pada usaha perorangan yang dianggap memberikan manfaat pembangunan ekonomi yang lebih besar; dan 2. Inisiatif strategis dimana pajak umum, belanja, dan kebijakan peraturan pemerintah berubah untuk mempromosikan pembangunan ekonomi lokal. Pengembangan ekonomi lokal ini bisa dibilang terpengaruh oleh semua kegiatan pemerintah daerah. Namun, kebijakan pembangunan ekonomi lokal biasanya didefinisikan lebih sempit sebagai kegiatan khusus, yang dilakukan oleh kelompok-kelompok
pemerintah
atau
swasta,
untuk
mempromosikan
pembangunan ekonomi. Pemberian bantuan ke tingkat masyarakat akan membantu meningkatkan usaha mikro, dan memberi modal usaha di masyarakat. Sehingga masyarakat dapat mengubah lahan-lahan yang menganggur menjadi lahan yang produktif. Hal ini akan membuat lapangan kerja meningkat dan kebutuhan akan tenaga kerja ikut meningkat. Pada poin kedua promosi pembangunan ekonomi lokal bertujuan untuk memberikan informasi kepada daerah lain, ataupun sektor asing untuk menjalin mitra kerjasama baik itu dalam bentuk investasi ataupun promosi pariwisata. Pada beberapa kasus untuk meningkatkan pembangunan daerah, pemerintah daerah mempromosikan potensi daerah. Selanjutnya mengadakan kerjasama dengan 17
Timothy Bartik. 2003. “Local Economic Development Policy”. Upjohn Institute Staff Working Paper No. 03-‐91.
16
pihak asing baik dalam sektor budaya, pariwisata, ekonomi, industri dan lain-lain. kerjasama tersebut akan menstimulus pembangunan pada sektor tertentu. Sejalan dengan tawaran Bartik, Center For Information And Development Studies (CIDES) merekomendasikan pembangunan ekonomi daerah dengan melakukan kerjasama luar negeri sebagai berikut18: 1. memperkuat proses industrialisasi, dengan menciptakan keterkaitan antara lapisan industri perlu dilakukan agar terjadi interaksi sehingga terjadi keseimbangan pembangunan. 2. Pemerintah dan swasta bekerja sama untuk mengebangankan aspek pendidikan, demi terciptanya tenaga kerja lokal yang terampil. 3. Pemerintah daerah dan pelaku-pelaku ekonomi lokal perlu memainkan peranan yang lebih besar dan diberi peluang yang luas untuk ikut serta di dalam proses dan menentukan arah industrialisasi. Pemikiran CIDES sangat berhubungan dengan proses industrialisasi atas dasar kerjasama luar negeri. Kerjasama luar negeri dalam proses industrialisasi memegang peran penting bagi pembangunan daerah. 3. Sistem Politik Sistem Politik merupakan system interaksi atau hubungan yang terjadi di dalam masyarakat, melalui pengalokasian nilai-nilai kepada masyarakat, dan pengalokasian nilai-nilai itu dengan mempergunakan paksaan fisik yang sedikit banyak bersifat sah.19
18
CIDES. 1993. “Pembangunan Regional & Segitiga Pertumbuhan” CIDES-Jakarta halaman 150. Haryanto. 1982. “Sistem Politik: Suatu Pengantar”. Liberty. Yogyakarta. Halaman 4
19
17
Struktur dan budaya politik dalam kerangka kerja sistem politik memegang peran penting. Gabriel A. Almond mengatakan, sistem politik merupakan organisasi melalui masyarakat, merumuskan dan berusaha mencapai tujuan bersama. Singkatnya sistem politik melaksanakan berbagai kegiatan yang ditunjukkan untuk meraih tujuan-tujuan bersama yang telah dirumuskan. Gabriel A. Almond menjelaskan sistem politik harus melalui tiga tahap, yaitu:20 a. Tahap mencari informasi tentang subjek. b. Memilah-milah informasi yang didapat pada tahap satu berdasarkan klasifikasi tertentu seperti kelompok kepentingan atau birokrasi. c. Dengan menganalisa hasil pengklasifikasian itu dapat dilihat keteraturan (regularities) dan hubungan-hubungan di antara berbagai variabel dalam masing-masing sistem politik. Sehingga untuk menganalisis kebijakan pembangunan daerah Pemerintah Kabupaten Bantaeng, peneliti berfokus pada proses pembuatan kebijakan yang akan melibatkan lingkungan-lingkungan diluar sistem politik di Kabupaten Bantaeng. Maka untuk menganalisis proses pembuatan kebijakan pembangunan Bantaeng, penulis menggunakan pemikiran Almond. Almond mengambarkan sistem tersebut sebagai berikut:
20
Mohtar Mas’oed & Colin Mac Andrews. 2001. “Perbandingan Sistem Politik”. Yogyakarta; Gadjah Mada University Press.. Halaman 21
18
Gambar 1.2 Sistem politik menurut Gabriel A. Almond
Di pinggir lingkaran gambar 1.2 tedapat fungsi-fungsi yang diperlukan untuk membuat dan melaksanakan kebijaksanaan dalam setiap sistem politik. Sebelum kebijakan dan tujuan di tetapkan, individu dan kelompok nasyarakat harus menentukan apa yang menjadi kepentingan mereka, yaitu apa yang ingin mereka dapatkan dari politik. Kepentingan dan tuntutan ini kemudian digabungkan menjadi alternatif kebijakan. panah di pinggir kanan dalam gambar 1.2 diatas dari artikulasi kepentingan menggarah ke agresi atau penggabungan kepentingan. Selanjutnya alternatif kebijakan itu dipertimbangkan dan ditentukan pilihan. Keputusan ini harus dilaksanakan, dan bila keputusan itu ditentang atau disalahgunakan maka harus ada proses penghakiman. Penerapan kebijakan pemerintah yang disebut outputnya sistem politik mempengaruhi kehidupan ekonomi, struktur sosial, dan kebudayaan dari
19
masyarakat.
Pengaruh-pengaruh
terhadap
masyarakat
ini
selanjutnya
mempengaruhi tuntutan berikutnya yang diajukan pada sistem politik. Menalaah kebijakan pembangunan ekonomi lokal Pemkab Bantaeng dalam pembangunan kawasan BIP. Dalam gambar 1.2 Sistem Politik: Struktur dan Fungsi yang dijelaskan oleh Gabriel Almond. Terdapat sistem politik dengan lingkungan, sederhananya dalam kasus pembangunan kawasan industri atau perusahaan seringkali ditemui masalah dengan masyarakat domestik sistem politik domestik maupun internasional. Dalam kasus kerjasama luar negeri Kabupaten Bantaeng, pemerintah memperoleh peluang dan membuka jalur kerjasama luar negeri dengan perusahaan asal Tiongkok untuk mempercepat industrialsiasinya.21 Kerjasama luar negeri menjadi langkah strategis bagi pemerintah Bantaeng untuk memdorong percepatan pembangunan zona Industri. Walaupun disisi lain pembangunan BIP akan mengahsilkan masalah social, tetapi pemerintah nampak menunjukkan keterbukanya pada perusahaan untuk membuka jalur investasi. Kerjasama
yang
terjalin
dengan
perusahaan
CMEC
lebih
baik
dibandingkan kerjasama dengan perusahaan lainnya, dalam hal pengelolahaan kawasan CMEC menjadi mitra yang baik bagi Bantaeng dalam mengelola Bantaeng Industrial Park. Pada dasarnya kerjasama luar negeri yang dilakukan oleh pemerintah daerah diorientasikan adalah pembangunan daerah. Menurut Mukti, hubungan kerjasama internasional yang dibuat oleh pemda sebagian besar diorientasikan untuk 21
http://thenewbantaeng.com/index.php?option=com_content&view=article&id=82:smelter-‐ raksasa-‐dibangun-‐di-‐bantaeng-‐mulai-‐beroperasi-‐2015&catid=42:berita. Diakses pada 21 Oktober 2014.
20
peningkatan ekonomi daerah dan dukungan terhadap berbagai program kerja di sector-sektor unggulan seperti pendidikan, kesehatan dan pariwisata.22 Maka dalam pembangunan BIP perlu melihat sistem politik yang bekerja didalamnya untuk melihat peluang dan tantangan kerjasama dalam pembangunan BIP. Disisi lain pemerintah harus mengharapkan pembangunan ekonomi lokal di Bantaeng, tetapi disisi lainnya dapat menyebabkan konflik social di masyarakat Kabupaten Bantaeng. E. Hipotesis Berdasarakan aplikasi pada kerangka teori dan rumusan masalah dapat dihasilkan hipotesa yaitu, 1. Kerjasama pembangunan Bantaeng Industrial Park (BIP), antara Pemerintah
Bantaeng
dengan China
Machinery
Engineering
Coorporations (CMEC) didorong oleh faktor kebijakan nasional, pembangunan ekonomi, dan interdependensi antara Indonesia dengan Tiongkok. 2. Kerjasama luar negeri Pemerintah Kabupaten Bantaeng dengan CMEC dapat menjadi peluang bagi pembangunan ekonomi daerah dan juga dapat menjadi masalah sosial di masyarakat Kabupaten Bantaeng. F. Jangkauan Penulisan Penulisan ini akan dimulai dari kerjasama pemerintah Kabupaten Bantaeng dengan perusahaan asal Tiongkok tahun 2014. Prespektif yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pemkab Bantaeng menjadi subjek 22
Op.Cit. Mukti 2013. Halaman 9
21
penelitian. Dimulai dengan melihat decession making process oleh Pemkab Bantaeng untuk melakukan industrialisasi serta faktor pendorong kerjasama dengan CMEC dalam pembangunan Bantaeng Industri Park sebagai objek penelitian. Namun demikian, pembatasan tidak menutup kemungkinan untuk membahas kajian di luar batas, sepanjang kajian tersebut masih mempunyai kaitan erat dengan pokok permasalahan. G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif. Menurut Moleong, penelitian kualitatif adalah peneltian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami objek penelitian dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa. Dari hasil tersebut akan memperoleh generalisasi yang rasional.23 Sedangkan metode ekploratoris dilakukan untuk mengetahui suatu kejadian ketika peneliti kurang mengetahui dan memahami tentang suatu fenomena. Sehingga penulis akan mengetahui sebab-sebab terjadinya kejadian tersebut. 2. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penenlitian ini sebagai berikut:
23
Lexy J. Moleong. 2014. “Metodologi Peneltian Kualitatif”. Remaja Rosdakarya. Bandung hal.5-‐6.
22
1. Studi Kepustakaan Penelitian kepustakaan adalah cara yang digunakan untuk meperoleh data dan konsep melalui berbagai macam media kepustakanan baik melalui buku-buku majalahdan sumber informasi penunjang seperti dokumen, dokumentasi, kliping, koran, agenda dan hasil penelitian yang terdapat dimana saja yang bersumber dari pemerintah kabupaten bantaeng, pemprov Sulawesi Selatan, pemerintah pusat maupun data perusahaan. Jenis dokumen yang akan diteliti berupa MoU, LoI, dan lain-lainnya. Serta data yang bersumber dari media informasi sistus di internet untuk membantu relevansi data-data yang diperoleh agar dapat diterapkan kedalam konsep sehingga menjelaskan kejadian faktual. 2. Observasi Observasi adalah metode pengumpulan data melalui pengamatan langsung atau peninjauan secara cermat dan langsung di lapangan atau lokasi penelitian. Dalam hal ini, peneliti dengan berpedoman kepada desain penelitiannya perlu mengunjungi lokasi penelitian untuk mengamati langsung berbagai hal atau kondisi yang ada di lapangan. Tujuan melakukan observasi pada penelitian ini adalah untuk memperoleh berbagai data konkret secara langsung di lapangan atau tempat
penelitian.
Penulis
mencari
dan
mengamati
langsung
langkah
pembangunan, dan menilai pembangunan yang ada di Kabupaten Bantaeng. 3. Wawancara Wawancara merupakan percakapan antara dua orang atau lebih dengan langsung antara yang mewawancarai dan yang diwawancarai. Tujuan melakukan wawancara dalam penulisan ini adalah untuk mendapatkan informasi dan
23
tambahan referensi serta penjelasan lebih aktual dari koresponden yang berjumlah satu atau lebih yang merupakan subjek atau orang yang menjadi perwakilan instansi-instansi terkait ataupun tingkat masyarakat. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik snowball sampling. Snowball sampling merupakan teknik yang digunakan peneliti dengan memilih orang tertentu berdasarkan data dan informasi yang ingin diperoleh. Tetapi peneliti akan menentukan sampel yang lainnya yang akan memberikan data yang lebih lengkap.24 Tahap awal wawancara yang dituju adalah Bupati Bantaeng. Kemudian apabila data kurang lengkap akan wawancara diarahkan ke Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bantaeng. Dan apabila data belum lengkap, peneliti meminta rekomendasi dari responden untuk mencari responden yang lebih mengetahui begitu seterusnya sampai data dirasa cukup. 3. Teknik Analisa Data Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif, menganalisa permasalahan dengan mengunakan pendekatan induktif umum. Maksud dari induktif umum adalah memungkinkan temuan-temuan penelitian muncul dari keadaan umum, tema-tema dominan dan signifikan. Pendekatan ini dimaksudkan untuk membangun pemahaman dengan mengumpulkan data-data yang terkait dengan penelitian. Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah dengan:
24
Lincoln dan Guba, dalam Sugiono. 2009. “Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitati dan R&D”. ALFABETA. Bandung. Halaman 219
24
1. Mengumpulkan data-data melalui buku, data-data, dokumen dan situssitus yang terkait dengan penelitian. Dan kemudian membuat hasil dari wawancara , dan observasi. 2. Penyajian data melihat keabsaan data dengan mengakaji kesesuaian ketiga jenis data pustaka, wawancara dan observasi. Kemduain data yang terkumpul di kategorikan kedalam sub-sub judul. 3. Interpretasi data, berupa penafsiran terhadap data-data yang disajikan. Dan mencari pola-pola hubungan dan keterkaitan konsep atau fenomena satu dengan yang lainnya. 4. Penyimpulan data, dengan cara membuat kesimpulan terhadap penafsiran data. H. Sistematika Penulisan Dalam penulisan penelitian ini menjadi sebuah karya tulis, penulis membagi dalam beberapa bab dimana diantara bab-bab tersebut saling berkaitan satu sama lain. Sehingga karya tulis ini saling berkaitan dan menjadi satu kesatuan utuh. Bab I : Pendahuluan yang berisi proposal skripsi: terdiri dari latar belakang masalah, pokok permasalahan, tujuan penelitian, kerangka teoritik, hipotesa, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II: Membahas mengenai dinamika kerjasama pembangunan Bantaeng Industrial Park. Bab ini terdiri dari: Profil Bantaeng, kerjasama pembangunan BIP dengan perusahaan asal Tiongkok (CMEC) dan kerjasama dengan perusahaan lainnya.
25
Bab III: Membahas mengenai kiprah perusahaan pertambangan Tiongkok di Indonesia, baik dalam sektor tambang energi dan sektor tambang minerba. Bab IV: Faktor-faktor yang mempengaruhi Bantaeng dalam kerjasama luar negeri Pembangunan BIP yang terdiri dari: faktor pendorong kerjasama pemerintah kabupaten bantaeng dengan perusahaan asal tiongkok (faktor internal dan faktor eksternal dalam ranah internasional), dan peluang dan tantangan kerjasama pembangunan Bantaeng Industrial Park (BIP). Bab V: Membahas pelengkap dari tercapainya penelitian berupa penutup. Penutup dari penelitian ini terdiri dari kesimpulan dari hasil penelitian dan saran kepada pemerintah kabupaten bantaeng, pemerintah nasional.
26