Muh. Askari Zakariah
i
Perpustakaan Nasional: Katalog dalam Terbitan (KDT)
Zakariah, M. Askari Teknologi dan Fabrikasi Pakan / M. Askari Zakariah, Makassar; Pusaka Almaida, 2016 vi, 142 hlm.; 16 X 23 cm ISBN: 978-602-6253-09-5
Sanksi Pelanggaran Pasal 44 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 Tentang Perubahan atas Undang-undang No. 6 Tahun 1982 Tentang Hak cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987. 1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) 2. Barang siapa yang dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah)
Desain Cover Layouter
: :
Ikhlas Kilat Sudarto
Penerbit
:
Pusaka Almaida Makassar
ii
KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, akhirnya buku berjudul “TEKNOLOGI DAN FABRIKASI PAKAN” ini dapat selesai. Konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia, semakin hari semakin meningkat. Konsumen mulai memperhatikan kualitas protein hewani yang dikonsumsinya. Kualitas protein hewani sangat ditentukan oleh nutrien pakan yang diberikan ke ternak. Fungsi pakan menjadi sangat penting dalam memelihara kesehatan, daya tahan tubuh, dan pertumbuhan bagi ternak, sehingga ternak tumbuh sesuai yang diinginkan. Upaya untuk meningkatkan produktivitas ternak tidak terlepas dari penggunaan pakan yang baik dan efisien. Teknologi tepat guna dalam pengolahan pakan sangat diperlukan pada masa sekarang ini, sehingga peternakan yag ada di Indonesia baik itu skala peternakan rakyat maupun peternakan yang sudah berskala industri dapat berkembang lebih pesat. Pada kesempatan ini, tidak lupa penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu atas penyelesaian buku ini. Tiada gading yang tak retak, penulis menyadari bahwa buku ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, semua saran, kritik, dan masukan yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan buku ini. Semua komentar dan masukan dapat dikirim lewat email m.askari.zakariah@ mail.ugm.ac.id. Akhirnya semoga buku ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca. Wallahu Muwaffieq Ila Aqwami Thorieq. Makassar, Penulis
iii
2016
iv
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ......................................................................
i
KATA PENGANTAR ..................................................................
iii
DAFTAR ISI ................................................................................
v
Bagian I. NUTRISI PAKAN ............................................... A. Karbohidrat ................................................. B. Protein ........................................................... C. Lipida ............................................................. D. Pencernaan Nutrisi Pakan ..................... Daftar Pustaka ....................................................
1 1 3 6 10 24
Bagian II. BAHAN PAKAN ............................................ A. Klasifikasi Bahan Pakan secara Internasional .............................................. B. Beberapa Jenis Bahan Pakan yang Sering Digunakan ...................................... Daftar Pustaka ....................................................
27
Bagian III. FORMULASI RANSUM BAHAN PAKAN .. A. Metode Coba-coba (Trial and Error Method ) ........................................................ B. Metode Bujur Sangkar (Person’s Square Method) .......................................... C. Metode Eksak (Exact method) ............. D. Simultaneous equation method .......... E. Linier programing method .................... Daftar Pustaka ....................................................
51
Bagian IV. TEKNOLOGI FABRIKASI PAKAN SERAT DAN HIJAUAN ................................................ A. Teknologi Pakan secara Mekanik/ Fisik ................................................................ B. Teknologi Pakan secara Biologi .......... Daftar Pustaka .................................................... v
28 33 48
52 55 56 56 56 57 59 59 62 74
Bagian V. TEKNOLOGI FABRIKASI PAKAN KONSENTRAT ............................................... A. Grinding ....................................................... B. Extrusion ..................................................... C. Mixing ............................................................ D. Pelleting dan Crumbling ......................... E. Cooling .......................................................... Daftar Pustaka ....................................................
77 77 79 82 85 89 89
Bagian VI. PENYIMPANAN BAHAN BAKU DAN PAKAN JADI ................................................... A. Tujuan Penyimpanan .............................. B. Tempat Penyimpanan ............................. C. Faktor yang Mempengaruhi Penyimpanan .............................................. Daftar Pustaka ....................................................
99 104
Bagian VII. KONTROL KUALITAS ................................. A. Kontrol Kualitas Fisik .............................. B. Kontrol Kualitas Kimia ............................ C. Kontrol Kualitas Biologi ......................... D. Ujian Kecernaan ........................................ Daftar Pustaka ....................................................
105 110 112 132 133 140
vi
91 91 98
Bagian Pertama NUTRISI PAKAN A. Karbohidrat arbohidrat adalah komponen kimia yang tersusun dari elemen karbon, hidrogen dan oksigen serta mempunyai empirik (CH2O)n dimana n jumlahnya 3 atau lebih. Kelompok karbohidrat tersusun atas hidroksi aldehid, alkohol, asam berupa turunan- turunannya dan beberapa komponen yang dapat dihidrolisis menjadi seperti gugusnya (McDonald et al., 2002).
K
Klasifikasi karbohidrat Secara umum karbohidrat dapat diklasifikasikan sebagai berikut : a. Monosakarida adalah karbohidrat yang tidak dapat dihidrolisis menjadi bentuk yang lebih sederhana lagi. Bentuk monosakarida dapat dibagi lebih lanjut menjadi triosa, tetrosa, pentosa, hatrosa, haptosa atau oktosa. Menurut jumlah atom karbon yang dimiliki dan sebagai aldosa atau ketosa, tergantung pada gugus aldehida atau keton yang dimiliki (Murray et al., 2003). b. Disakarida menghasilkan dua molekul monosakarida yang sama atau berbeda kalau dihidrolisis. Sebagai contoh adalah maltosa yang menghasilkan dua molekul glukosa, serta sukrosa yang menghasilkan satu molekul glukosa dan satu molekul fruktosa, dan 1
2
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
laktosa yang menghasilkan satu molekul glukosa dan satu molekul glaktosa (Murray et al., 2003). c. Oligosakarida menghasilkan dua hingga sepuluh unit monosakarida pada hidrolisis. Contoh adalah maltotriosa (Poedjiadi, 1994). d. Polysakarida menghasilkan lebih dari sepuluh molekul monosakarida pada hidrolisis. Contoh adalah pati (Linder, 1992). Proses hidrolisis polisakarida oleh asam dan alkali dipengaruhi oleh beberapa faktor yang secara alami karena adanya ikatan glikosidik (Seart, 1982). Teminologi struktur cincin piranosa dan furanosa dibuat berdasarkan kenyataan bahwa setruktur cincin monosakarida yang stabil dapat menyerupai struktur cincin piran dan furan. Ketosa juga dapat memperlihatkan formasi cincin fruktosa dan mempunyai rumus molekul sama tetapi bentuk bangunnya berbeda, karena pada fruktosa terdapat gugus pada potensial pada C 2 sehingga membentuk cincin furan sedangkan pada glukosa pada posisi C1 terdapat gugus aldehida yang potensial sehingga membentuk cincin piran (Murray et al., 2003). Polisakarida mempeunyai beberapa sifat kimia diantaranya sifat mereduksi, membentuk furfural, membentuk osazon ester, mengalami isomerasi dan membentuk glikosida (Poedjiadi, 1994). Hidrolisis selulosa masih lambat dibandingkan dengan oligosakarida. Semua polimer bergabung pada C4 dengan C1. Ketahanan selulosa terhadap hidrolisis karena
Nutrisi Pakan
3
mempunyai konfimasi dari 1-4 gabungan maltosa yang tersusun dari dua ikatan gula (Seart, 1982). Pati dibentuk oleh rantai glikosidat dan apabila dihidrolisis hanya menghasilkan glukosa. Dua unsur utama pati amilosa yang mempunyai struktur heliks tanpa cabang dan amilopektin yang terdiri dari rantai bercabang dan tersusun atas 24-30 resido glukosa yang disatukan oleh ikatan 1 dan ikatan 16 pada titik percabangan. Dekstrin adalah substansi yang terbentuk dari pemecahan hidrolisis pati. Glikogen merupakan polisakarida pada hewan, senyawa ini juga sering disebut pati hewan. Selulosa merupakan unsur utama kerangka tumbuhan yang bersifat tidak larut. Khitin juga merupakan polisakarida struktural dan penting bagi invertebrata (Murray et al., 2003). B. Protein Protein adalah suatu polipeptida yang mempunyai bobot molekul empat macam struktur dasar yaitu struktur primer, struktur sekunder, struktur tersier dan struktur kuarter (Poedjiadi, 1994). Protein mempunyai beberapa ciri khusus yaitu mempunyai berat molekul yang besar, pada umumnya terdiri atas 20 macam asam amino, terdapat ikatan kimia lain yang menyebabkan terbentuknya lengkung-lengkung rantai polipeptida menjadi struktur 3 dimensi, struktutrnya tidak stabil terhadap beberapa faktor seperti pH, radiasi, temperatur, medium pelarut organik dan deterjen, umumnya bersifat reaktif dan spesifik (Wirahadikusumah, 1989).
4
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
Protein dapat diklasifikasikan menurut banyak cara meskipun tidak ada sistem klasifikasi yang bisa diterima secara universal. Berdasarkan kelarutannya dalam larutan garam sukrosa yaitu albumin, globulin, histon. Berdasarkan bentuk keseluruhan protein dapat dibedakan menjadi dua yaitu protein globuler dan protein fibrosa. Berdasarkan fungsi biologisnya protein dapat diklasifikasikan sebagai enzim, protein cadangan, protein pengatur, protein struktural, protein pelindung, protein pengangkut dan protein kontraktil (Murray et al., 2003). Protein mempunyai beberapa sifat-sifat tertentu antara lain : 1. Ionisasi Asam amino, protein larut dalam air atau membentuk ion yang mempunyai muatan positif dan negatif. Dalam suasana asam molekul membentuk ion positif, sedangkan dalam suasana basa akan membentuk ion negatif. Pada saat isolistrik protein bermuatan negatif dan sebaliknya akan bermuatan positif. 2. Denaturasi Apabila konformasi molekul protein berubah, misalnya oleh perusakan suhu, pH atau karena terjadinya atau reaksi dengan senyawa lain, ion-ion logam, maka aktivitas kimianya akan berkurang. Perubahan konformasi alamiah menjadi suatu konformasi yang tidak menentu, merupakan proses denaturasi.
Nutrisi Pakan
5
3. Viskositas Viskositas adalah tahanan yang timbul oleh adanya gesekan antara molekul-molekul didalam zat cair yang mengalir. Suatu larutan protein dalam air mempunyai viskositas air atau kekentalan yang relatif lebih besar daripada viskositas air sebagai pelarutnya. Viskositas larutan protein tergantung pada jenis protein, bentuk molekul, konsentrasi serta suhu larutan. Viskositas berbanding lurus dengan konsentrasi tetapi berbanding terbalik dengan suhu. Pada titik isolistrik viskositas protein mempunyai harga kecil. 4. Kristalisasi Banyak protein yang telah dapat diperoleh dalam bentuk kristal. Proses kristalisasi protein sering dilakukan dengan jalan penambahan garam amonium sulfat atau NaCl pada larutan dengan pengaruh pH pada titik isolistriknya (Poedjiadi, 1994). Protein dapat didefinisikan sebagai senyawa makromolekul polipeptida yang berbobot molekul tinggi dan tersusun dari sejumlah asam amino yang dihubungkan oleh ikatan peptida. Jenis-jenis Protein berdasarkan komposisinya : a. Protein Sederhana 1) Albumin, protein larut dalam air dan larutan garam encer; 2) Globulin, tidak larut dalam air tetapi larut dalam larutan encer garam; 3) Histon, protein basa karena banyak mengandung asam amino bermuatan positif; 4) Globin, mengandung arginin dan triptofan dalam jumlah sama, mengandung histidin juga tetapi
6
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
tidak mengandung isoleusin; 5) Glutelin, tidak larut dalam larutan netral tapi larut dalam basa dan asam encer; 6) Prolamin, banyak terdapat pada sayuran. Tidak larut dalam alkohol absolut. b. Protein Kompleks 1) Fofo protein, hidrolisisnya menghasilkan asam amino dan asam fosfat; 2) Glikoprotein, merupakan turunan karbohidrat; 3) Khromoprotein, protein dengan gugus prostetik yang berpigmen; 4) Nukleoprotein; 5) Lipoprotein; 6) Flavoprotein; 7) Metaloprotein. (Soedarmo et al., 1988) C. Lipida Senyawa–senyawa yang termasuk lipid ini dapat dibagi dalam beberapa golongan. Ada beberapa cara penggolongan yan dikenal. Bloor membagi lipid dalam tiga golongan besar yakni : (1) lipid sederhana, yaitu ester asam lmak dengan berbagai alkohol, contohnya lemak dan gliserida dan lilin (waxes); (2) lipid gabungan, yaitu ester asam lemak yang mempunyai gugus tambahan, contonya fosfolipid dan serebosida; (3) derivate lipid, yaitu senyawa yang dihasilkan oleh hidrolisis lipid, contohnya asam lemak, gliserol, dan sterol. Disamping itu berdasarkan sifat kimia yang penting, lipid dapat dibagi dalam dua golongan yang besar, yaitu: (1) lipid yang dapat disabunkan, yakni dapat dihidolisis dengan basa, contohnya adalah lemak; (2) lipid yang tidak dapat disabunkan, contohnya adalah steroid (Poedjiadi, 1994).
Nutrisi Pakan
7
Lipida adalah senyawa organik yang tidak larut dalam air tapi dapat diekstrasi dengan pelarut non polar seperti kloroform, eter, dan benzena. Senyawa organik ini terdapat dalam semua sel dan berfungsi sebagai komponen struktur sel, sebagai simpanan bahan bakar, sebagai komponen pelindung dinding sel, dan juga sebagai komponen pelindung kulit vertebrata. Beberapa senyawa lipida mepunyai aktivitas biologis yang sangat penting dalam ubuh diantaranya vitamin dan hormon. Ditinjau dari sudut nutrisi, lemak merupakan sumber kalori penting disamping berperan sebagai pelarut berbagai vitamin (Girindra, 1986). Di dalam molekul beberapa asam lemak terdapat satu atau lebih ikatan ganda antara atom karbon. Lemak yang terbentuk oleh molekul semacam ini disebut tidak jenuh. Ini disebabkan karena asam lemak tersebut dapat mengikat banyak atom hidrogen daripada yang terdapat dalam asam. Karena kebanyakan dari zat ini pada suhu kamar berbentuk cair, maka disebut minyak. Lemak tumbuhan biasanya tidak jenuh sedangkan lemak hewan biasanya jenuh (Kimball, 1991). Lipida adalah sekelompok substansi organik yang terdapat pada jaringan tanaman dan jarigan hewan, tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik atau pelarut lemak misalnya : benzen, ether, khlorofom dan sebagainya. (Kamal, 1994). Lipida mempunyai beberapa fungsi diantaranya adalah sebagai : komponen struktural membran, bahan bakar, lapisan pelindung dan vitamin da hormon. (Martoharsono, 1998).
8
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
Lipida dalam analisis proksimat dimasukkan kedalam fraksi ekstrak ether/lemak kasar. Berdasarkan struktur kimianya maka lipida dibagi menjadi dua kelompok yaitu : 1. Lipida dengan struktur dasar gliserol; 2. lipida dengan struktur dasar nongliserol. Golongan trigliserida disebut juga sebagai lemak netral atau yang lebih dikenal dengan nama lemak, yaitu suatu ester dari tiga asam lemak, umumnya meliputi berbagai macam lemak dan minyak. Keduanya mempunyai struktur umum dan sifat kimia yang sama, perbedaannya hanya pada sifat fisiknya saja yaitu : lemak terdapat dalam keadaan padat sedang minyak terdapat dalam keadaan cair pada suhu kamar. Seperti halnya karbohidrat, bahwa lemak juga tersusun dari unsur C, H dan O. Sebagian asam lemak mempunyai satu gugus karboksil dan satu rantai karbon yang tidak bercabang, yang jenuh maupun yang tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh adalah asam lemak yang mempunyai ikatan rangkap. Diantara lemak tersususn dari asam lemak jenuh dan tidak jenuh terdapat perbedaan sifat alami yaitu : makin banyak ikatan rangkap pada asam lemaknya maka semakin rendah titik leburnya. Penggunaan konstanta lemak memungkinkan seseorang menentukan macam lemak apa yang harus diberikan kepada ternak agar diperoleh lemak tubuh yang kondisinya sesuai dengan yang dikehendaki. Keras atau lunaknya lemak tubuh ternak berhubungan erat dan tergantung pada macam asam lemak atau lemak yang terdapat di dalam ransum. Ada beberapa konstanta lemak yang penting, diantaranya
Nutrisi Pakan
9
yaitu angka saponifikasi, angka asam, angka yodium, dan angka Reichert-Meissel 1. Angka Saponifikasi Angka Saponifikasi disebut juga angka penyabunan adalah angka yang menunjukkan jumlah miligram (mg) KOH yang dibutuhkan untuk menyabun sempurna 1 gram lemak atau minyak. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa lemak atau minyak dapat dihidrolisis oleh alkali menjadi gliserol dan garam asam lemak atau yang disebut sabun. Setiap molekul trigliserida hanya akan terhidrolisis oleh sejumlah miligram (mg) alkali, sehinga sejumlah mg alkali yang digunakan akan sesuai dengan bobot molekul asam lemak yang menyusunnya. Lemak yang tersusun dari asm lemak yang bobot molekulnya tinggi akan mempunyai angka saponifikasi yang rendah, sebaliknya lemak yang tersusun dari asam lemak yang bobot molekulnya rendah akan mempunyai angka saponifikasi yang tinggi. 2. Angka asam Angka asam adalah angka yang menunjukkan jumlah mg KOH yang dibutuhkan unutk menetralkan asam lemak bebas berasal dari 1 gram lemak. 3. Angka yodium Angka yodium adalah angka yang menunjukkan jumlah gram yodium yang dapat diikat oleh 100 gram lemak. Angka yodium ini berguna untuk mengukur tingkat kejenuhan dari minyak. Lemak yang tersusun dari asam lemak tak jenuh dalam jumlah yang tinggi akan
10
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
mempunyai angka yodium yang tinggi pula dan sebaliknya. 4. Angka reichert-meissel Angka reichert-meissel adalah angka yang menunjukkan jumlah mililiter (ml) 0,1 N alkali yang dibutuhkan untuk menetralkan asam lemak yang larut di dalam air dan yang menguap pada pengukuran lemak sebanyak 5 gram. (Kamal, 1994) Adanya ikatan rangkap pada asam lemak tak jenuh memungkinkan terjadinya isomer cis dan trans. Asam lemak tak jenuh yang terdapat dalam alam adalah isomer cis. Asam lemak tak jenuh mudah mengadakan reaksi pada ikatan rangkapnya. Oksidasi asam lemak tak jenuh akan menghasilkan peroksida dan selanjutnya akan terbentuk aldehida. (Poedjiadi, 1994). D. Pencernaan Nutrisi Pakan Perubahan kimia yang terjadi pada proses pencernaan dilakukan dengan bantuan berbagai enzim hidrolase saluran pencernaan yang mengkatalisa hidrolisis protein asal asam amino, pati menjadi monosakarida dan triasilgliserol, gliserol, serta asam lemak. Pada penyelenggaraan berbagai reaksi pencernaan ini vitamin dan mineral yang ada didalam bahan makanan juga dijadikan lebih mudah diasimilasi (Murray et., al 2003) 1. Pencernaan Nutrisi pada Ternak Ruminansia Perbedaan antara ternak ruminansia dengan ternak non ruminansia adalah ternak ruminansia dikaruniakan
Nutrisi Pakan
11
Tuhan sebuah perut jamak yang sering disebut kompleks retikulorumen. Kompleks retikulorumen ini mengandung populasi mikrobia, salah satu mikrobia yang terdapat di dalam rumen adalah mikrobia selulolitik, yaitu mikrobia pendegradasi selulosa menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti volatil fatty acid (VFA), VFA inilah yang dijadikan ternak inang seperti sapi sebagai sumber energi dan asam lemak susu (untuk sapi perah). Bayangkan saja, apabilaternak sapi dengan bobot badan 500 kg tidak memiliki komplek retikulorumen, maka sapi tersebut tidak dapat menggunakan selulosa sebagai substratnya sehingga kebutuhan akan jagung, bungkil kedelai atau pakan konsentrat lainnya akan sangat banyak. Ternak ruminansia adalah kelompok ternak yang mempunyai tulang belakang, mempunyai rahang, dan pada bagian alat reproduksinya mempunyai plasenta. Ternak ruminansia mempunyai empat bagian perut yaitu, rumen, retikulu, omasum, dan abomasum. Sistem pencernaan ruminansia adalah mulut, oesophagus, rumen, reticulum, omasum, small istestinum, large intestinum, rectum, dan anus. Semua organ tersebut memiliki fungsi khusus. Mulut merupakan saluran pertama untuk pencernaan ruminansia, dan juga merupakan salah satu organ pengambilan pakan. Dalam mulut juga terjadi proses mastikasi, salivasi dan deglutisi. Ruminansia juga melakukan proses ruminasi yaitu regurgitasi, reinsalivasi, remastikasi, redeglutisi (Tillman,1988).
12
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
Oesophagus merupakan tempat lewatnya makanan dari mulut ke stomach yang didalamnya juga terdapat membrana mukosa (Nawang, 1989). Rumen merupakan kelanjutan dari oesophagus yang berupa kantung muscular yang besar terentang dari diafragma menuju ke pelvis dan hampir menempati sisi kiri dari organ abdominal (Tillman, 1988). Retikulum memiliki bentuk seperti sarang lebah, yang didalamnya terdapat membran mukosa dan terletak persis dibelakang diafragma. Rumen beserta retikulum juga sering disebut sebagai fermentation vat, karena didalamnya terdapat mikroorganisme yang dapat memecah selulosa dan hemiselulosa dalam keadaan anaerob menjadi VFA + CH4 + energi panas (Swenson, 1997). Omasum adalah bagian saluran pencernaan yang berisi oleh lamina-lamina yang dikelilingi oleh membran mukosa (Swenson, 1997). Abomasum merupakan bagian dari glandula yang pertama dari system pencernaan ruminansia, yang terletak di ventral dari abomasum dan tersusun dari sel – sel epitel yang menghasilkan mukosa (Girisenta, 1980). Small intestinum (usus halus) terdiri dari duodenum, jejenum, ileum yang berfungsi untuk absorbsi enzim dan sari-sari makanan serta penghasil enzim (Girisenta, 1980). Large intestinum terdiri dari sekum dan colon dan berfungsi untuk absorbsi air (Tillman, 1988).
Nutrisi Pakan
13
Rectum adalah bagian dari saluran pencernaan yang berfungsi sebagai tempat penampungan kotoran sebelum ke pelepasan (Frandson, 1992). Rumen, merupakan bagian perut yang paling depan dengan kapasitas paling besar. Rumen berfungsi sebagai tempat penampungan pakan yang dikonsumsi untuk sementara waktu. Di dalam rumen, pakan tercampur dengan cairan berlendir yang disebut saliva. Setelah beberapa saat pakan ditampung, pakan dikembalikan lagi ke dalam mulut untuk dikunyah (remastikasi). Proses ini berlangsung beberapa kali terutama bagi jenis makanan yang mempunyai konsentrasi serat kasar tinggi.
Gambar 1. Rumen (maskarizakariah.blogspot.co.id) Retikulum merupakan bagian perut yang mempunyai bentuk permukaan menyerupai sarang tawon dengan struktur yang halus dan licin serta berhubungan langsung dengan rumen.
14
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
Gambar 2. Retikulum (maskarizakariah.blogspot.co.id) Omasum, adalah bagian perut setelah retikulum yang mempunyai bentuk permukaan berlipat-lipat dengan struktur yang kasar. Bentuk fisik ini dengan gerakan peristaltik berfungsi sebagai penggiling makanan yang melewatinya dan juga berperan menyerap sebagian besar air.
Gambar 3. Omasum (maskarizakariah.blogspot.co.id) Abomasum, merupakan bagian perut yang terakhir. Bagian inilah yang sebenarnya merupakan perut ternak ruminansia yang memiliki fungsi sama dengan lambung ternak non ruminansia. Keempatnya tidak mempunyai
Nutrisi Pakan
15
perbedaan yang nyata ketika dilahirkan. Bagian perut yang terakhit (abomasum) mempunyai ukuran lebih besar dibanding ketiga bagian perut yang lain. Fungsi ketiga bagian perut (rumen, retikulum dan omasum) ternak ruminansia adalah (1) alat pencerna mekanis (2) penghasil bakteri pencerna serat kasar (3) penghasil protein dan asam amino esensial (4) pensintesis vitamin B.
Gambar 4. Abomasum (maskarizakariah.blogspot.co.id) Hewan ruminansia memiliki kelebihan dibandingkan dengan hewan herbivora lainnya yaitu kemampuan dalam memanfaatkan pakan dengan kandungan serat kasar yang tinggi. Sebagian besar pakan yang dikonsumsi oleh ruminansia adalah karbohidrat yang merupakan polimer dari glukosa dalam bentuk selulosa dan pati, tetapi sejumlah besar hemiselulosa dan pektin mungkin juga terdapat dalam beberapa bahan pakan. Adanya bakteri pencerna serat kasar di dalam rumen memungkinkan hewan ruminansia memanfaatkan karbohidrat struktural sebagai sumber energi. Peranan mikroba selulolitik dan hemiselulolitik sangat penting dalam proses pencernaan serat kasar.
16
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
Selulosa, komponen utama dinding sel tanaman merupakan karbohidrat yang paling umum di bumi, dan produksinya diperkirakan 100 juta ton per tahun. Hewan ruminansia dapat memanfaatkan selulosa sebagai sumber energi karena adanya hubungan simbiosis dengan mikroba dalam rumen. Mikrobia rumen terdiri atas bakteri (1010-1011 per ml), jamur (103-106 per ml), dan protozoa (104-106 per ml) (Hespel et al., 1997; Orpin and Joblin, 1997; Williams and Coleman, 1997 dalam Koike and Kobayashi, 2009). Bakteri dan jamur menghasilkan banyak enzim dengan aktivitas yang tinggi untuk mendegradasi serat tanaman, sementara kontribusi protozoa untuk mencerna serat tanaman diperkirakan kurang signifikan dalam hal aktivitas degradasi total NDF (Dijkstra and Tamminga, 1995 dalam Koike and Kobayashi, 2009). Di dalam rumen, selulosa tidak sepenuhnya dikonversi menjadi CO2 dan CH4 sebagaimana bila lingkungannya di tanah dan sedimen. Bahkan, asetat, propionat, dan butirat dihasilkan secara signifikan dari fermentasi selulosa. Proses yang lebih lama di dalam tanah, sedimen, dan lingkungan alam yang lain memungkinkan asam lemak tersebut dikonversi menjadi CO2 dan CH4 melalui aktifitas mikroorganisme. Dengan demikian, dalam sistem biokonversi lengkap, asetat, sebagaimana H2 dan CO2 merupakan substrat utama untuk metanogenik, sedangkan di dalam rumen, substrat yang dominan untuk metanogenik adalah H2 dan CO2 (Miller, T.L., 1991 dalam Leschine, S.B., 1995).
Nutrisi Pakan
17
Kinerja sistem pencernaan rumen (pada ternak ruminansia) ditentukan oleh aktifitas mikroba rumen. Sekitar 70-85% bahan pakan yang dikonsumsi ternak ruminansia dicerna dengan bantuan mikroba. Mikrobia rumen terlibat dalam degradasi dinding sel tanaman : dinding sel tanaman didegradasi oleh kombinasi dari bakteri, jamur, dan protozoa, dimana bakteri dan jamur berkontribusi sekitar 80% dari aktifitas degradatif, dan protozoa 20%. Bakteri fibrolitik Fibrobacter succinogenes, Ruminococcus flavefaciens, dan Ruminococcus albus, secara umum diketahui sebagai organisme utama yang bertanggungjawab terhadap degradasi dinding sel tanaman di dalam rumen (Wang and McAllister, 2002). Bakteri di dalam rumen telah diklasifikasikan ke dalam empat grup tergantung habitat lingkungannya: (1) bakteri yang hidup bebas yang berada dalam fase liquid di dalam rumen, (2) bakteri yang menempel pada partikel pakan, (3) bakteri yang menempel pada epitel rumen, (4) bakteri yang menempel pada permukaan protozoa (Czerkawski and Cheng, 1988; McAllister et al., 1994 dalam Koike and Kobayashi, 2009). Populasi mikrobia yang menempel pada partikel pakan diperkirakan bertanggungjawab terhadap 88-91% aktifitas xylanase dan endoglukanase rumen (Williams and Strachan, 1984; Minato et al., 1993 dalam Koike and Kobayashi, 2009). Peran bakteri sangat penting karena populasi bakteri yang menempel pada partikel pakan merupakan yang paling dominan dalam jumlah, lebih dari 75% dari total populasi mikrobia (Minato et al., 1993 dalam Keiko and
18
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
Kobayashi, 2009). Data tersebut menunjukkan bahwa populasi bakteri yang menempel pada serat sangat penting untuk pencernaan serat di dalam rumen. Karena penempelan merupakan langkah penting bagi bakteri fibrolitik untuk pencernaan awal serat tanaman di dalam rumen, sejumlah penelitian telah menggali berbagai aspek penempelan bakteri terhadap partikel pakan. Diantara bakteri rumen utama, Fibrobacter succinogenes, Ruminococcus flavefaciens, Ruminococcus albus, Butyrivibrio fibrisolvens, Prevotella ruminocola, Eubacterium cellulosolvens, dan Eubacterium ruminantium dikenal sebagai spesies bakteri fibrolitik. Varel dan Dehority (1989) dalam Koike dan Kobayashi (2009) melaporkan bahwa proporsi F. succinogenes, R. flavefaciens, dan R. albus dalam total bakteri selulotik dalam rumen sapi berturut-turut adalah 33,0%, 2,6%, dan 46,0%. Sebagai tambahan, kemampuan tiga spesies tersebut untuk mencerna selulosa jauh lebih tinggi daripada spesies selulolitik rumen yang lain. Oleh karena itu, F. succinogenes, R. flavefaciens, dan R. albus dianggap sebagai spesies bakteri selulolitik yang representatif di dalam rumen. Fibrobacter succinogenes merupakan bakteri selulolitik yang paling banyak tersebar di dalam rumen (Hobson and Stewart, 1997). F. succinogenes merupakan bakteri anaerobik, tanpa pembetukan spora, gram-negatif batang, diameter umumnya bervariasi antara 0,3 sampai 0,5 µm dan panjang antara 1-2 µm. Spesies ini cenderung pleomorfik, menampilkan beberapa variasi dalam bentuk
Nutrisi Pakan
19
sel bahkan pada kultur yang muda. F. succinogenes hanya memfermentasi selulosa, glukosa, dan selobiose dengan produk akhir utama yaitu asam asetat dan suksinat (Dehority, 2003). Jun et al. (2007) menyatakan, F. succinogenes, gram negatif, bakteri rumen anaerobik, merupakan spesies pencerna serat yang utama dalam rumen. F. succinogenes secara intensif mendegradasi dinding sel tanaman melalui mekaisme tipe erosi, menggali jalannya melalui matriks kompleks selulosa dan hemiselulosa dengan melepaskan fragmen dinding sel yang dapat dicerna dan tidak dapat dicerna. Enzim-enzim yang terlibat dalam proses tersebut termasuk kombinasi dari glukanase, xylanase, arabinofuranosidase dan esterase. Adhesi bakteri selulolitik terhadap selulosa yang membawa bakteri pada kontak yang dekat dengan substrat spesifiknya dan mencegah terbuangnya enzim selulolitik merupakan tahap pusat dalam selulolisis dan degradasi dinding sel tanaman di dalam rumen. Kemampuan adhesi maksimum sel B. succinogenes teramati pada nilai pH antara 6 sampai 7. Di luar nilai tersebut persentase adhesi bakteri menurun secara tajam (Roger, et al., 1989). Pemanfaatan selulosa dan selobiosa oleh B. succinogenes sangat terhambat pada nilai pH <7 (Russel, 1987). Roger et al. (1989) selanjutnya menyatakan, adhesi B. succinogenes membutuhkan waktu 25 menit untuk kontak dengan selulosa sampai maksimum. Serangan B. succinogenes dihambat oleh temperatur yang rendah, glukosa, dan selobiosa pada konsentrasi yang
20
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
tinggi (5%) dan adanya oksikegen. Mekanisme adhesi B. succinogenes tampaknya tergantung pada proses energetik dan ikatan antara bakteri dan selulosa melibatkan selulase bakteri itu sendiri. Selama pertumbuhan B. succinogenes dalam medium cair dengan selulosa sebagai sumber karbohidrat, lebih dari 80% carboxymethylcellulase (endo-β-1,4-glucanase), xylanase, dan aryl-β-xylosidase dan 50% aryl-βglucosidase dilepaskan dari sel ke dalam cairan kultur. Kurang dari 25% aktifitas selobiosa teramati di dalam cairan kultur (Forsberg et al., 1981). Pada percobaan kultur campuran dengan Selemonas ruminantium, Bacteroides succinogenes menggunakan selulosa sebagai sumber energi dan memfermentasi selulosa dalam medium kompleks menjadi suksinat, asetat, format, dan CO2. S. ruminantium hanya tumbuh sedikit pada jenis medium yang sama tanpa mendegradasi selulosa, tetapi pertumbuhan yang baik dari S. ruminantium teramati ketika bersama B. succinogenes pada medium selulosa. Tidak ada suksinat yang dihasilkan dalam fermentasi kombinasi, dan selulosa difermentasi menjadi propionat, asetat, dan CO2 (Scheifinger and Wolin, 1973). Ruminococcus albus merupakan spesies bakteri dengan bentuk sel yang biasanya tunggal atau berpasangan, seringkali sedikit memanjang sebelum membelah, diameter 0,8 sampai 2,0 µm, menghasilkan sedikit atau tidak menghasilkan pigmen kuning. Merupakan gram negatif sampai gram variabel. Seringkali berbentuk kapsul. Memfermentasi selulosa dan selobiosa, tetapi
Nutrisi Pakan
21
biasanya tidak memfermentasi glukosa dan gula lainnya. Hidrogen, CO2, etanol, asam asetat, asam format, dan asam laktat dihasilkan dalam proporsi dan kombinasi yang bervariasi, tetapi tidak menghasilkan asam suksinat (Dehority, 2003). Ruminococcus albus merupakan bakteri rumen yang mensintesis enzim selulolitik ekstraseluler (aktifitas eksoglukanase dan endoglukanase) yang mencerna selulosa untuk menghasilkan selobiose dan selodekstrin. Di dalam organisme ini, hidrolisis intermediat tersebut dimediasi oleh β-glukosidase (Lou et al., 1997). Kemampuan adhesi R. albus tidak berubah pada kondisi pH antara 4 dan 7,5 dan tidak terpengaruh oleh nilai pH rumen yang rendah (Roger et al., 1989). Selulase dari banyak bakteri selulolitik disusun ke dalam kompleks multienzim khusus, disebut selulosom. Selulososm berhubungan dengan permukaan sel dan memediasi perlekatan sel pada substrat tidak larut dan mendegradasinya menjadi substrat yang dapat larut yang selanjutnya diabsorbsi. Subunit multipel dari selulosom tersusun atas sejumlah peran fungsional yang berhubungan satu dengan yang lainnya dan dengan substrat selulosik. Salah satu dari subunit tersebut, sebuah glikoprotein yang besar, disebut scaffoldin Faktor yang mempengaruhi adhesi bakteri yaitu : 1) faktor yang berhubungan dengan usia bakteri, kondisi glikokaliks, dan kompetisi mikroba; 2) faktor yang berhubungan dengan kondisi alami substrat termasuk perlindungan kutikula, area permukaan, hidrasi, dan
22
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
adanya ion; 3) faktor lingkungan termasuk pH, suhu, dan adanya kation, dan karbohidrat terlarut. Setiap bakteri rumen yang dominan-F. succinogenes, R. flavefaciens, dan R. albus-memiliki mekanisme spesifik pada proses adhesi selulosa. Fibrobacter succinogenes mengikat erat permukaan material tanaman melalui adhesin yang menyebabkan degradasi dinding sel tanaman secara ekstensif. Ruminococcus flavefaciens menempel secara cepat dan erat pada partikel serat tanaman dan mendegradasi polisakarida dinding sel hijauan dan jerami lebih cepat daripada spesies selulolitik rumen yang lain. Bukti tidak langsung tentang keberadaan organel selulosom-kompleks pada Ruminococcus albus diamati melalui kombinasi metode electron microscopic dan immunohistochemical (Miron et al., 2001). Hidrolisis lengkap dari selulosa menjadi glukosa membutuhkan aksi kombinasi dari beberapa enzim dengan spesifikasi substrat yang berbeda. Selobiohidrolase (1,4-β-D-glucan cellobiohydrolases) memotong unit selobiosa dari ujung rantai polisakarida. Endoglukanase (1,4-β-D-glucan-4-glucanohydrolase) memotong rantai selulosa dari bagian dalam menghasilkan ujung rantai yang lebih banyak yang akan dihidrolisa oleh selobiohidrolase. Dan akhirnya, β-glukosidase menghidrolisa selobiosa menjadi glukosa (Aro et al., 2012). 2. Pencernaan pada Ternak Non-Ruminansia Sistem pencernaan pada Non Ruminansia (khususnya unggas) dimulai dari :
Nutrisi Pakan
23
Dalam mengambil makanan, unggas menggunakan paruh dan lidahnya. Mulut pada unggas merupakan saluran pencernaan yang pertama pada unggas yang tidak memiliki gigi, namun memiliki lidah yang kaku sehingga mempermudah sistem penelanan makanan (Nawang, 1989). Oesophagus, oesophagus merupakan suatu saluran yang elastis yang berasal dari pharynx pada dasar mulut sampai crop dan ventrikulus yang dilapisi lendir serta berfungsi untuk melicinkan makanan masuk ke crop menuju ventrikulus (Frandson, 1992). Crop, crop merupakan saluran pencernaan kelanjutan dari oesophagus yang berfungsi untuk menyimpan makanan sementara. Pada dinding crop juga mensekresikan getah yang berfungsi untuk melunakkan makanan yang masuk sehingga akan membantu pencernaan selanjutnya (Swenson, 1997). Proventrikulus, provetrikulus berfungsi untuk mensekresikan pepsinogen dan HCl, yang merupakan tempat terjadinya pencernaan enzimatis (Tillman, 1988). Gizzard, gizzard berwarna agak kemerah – merahan, kelanjutan proventrikulus dengan alat-alat yang kuat yang merupakan tempat pencernaan mekanik pada unggas, dimana makanan dilumatkan dengan bantuan grit (Tillman, 1988). Small intestinum, small intestinum terdiri dari 3 bagian yaitu duodenum, jejenum, ileum yang masing – masing memiliki fungsi yang spesifik. Duodenum berfungsi untuk mensekresikan enteropeptidase, sekretin
24
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
dan pancreosimin sedangkan jejunum dan ileum berfungsi untuk mensekresikan disakharidase, aminopeptidase, dan dipeptidase. Dlam small intestinum juga terjadi absorbsi nutrien (Swenson, 1997). Coecum, coecum adalah saluran pencernaan yang terdiri dari dua kantong buntu yang hanya berperan dalam absorbsi air (Frandson, 1992). Rectum, rectum adalah tempat terjadinya penyerapan air dan sisa – sisa makanan (Girisenta, 1980). Kloaka, kloaka merupakan tempat keluarnya feses dari rectum dan telur dari oviduct, kloaka terdiri dari tiga bagian yaitu kuprodeum, urodeum, dan protodeum (Girisenta, 1980). DAFTAR PUSTAKA Aro, N., T. Pakula, M. Penttilä. 2012. Transcriptional Regulation of Plant Cell Wall Degradation by Filamentous Fungi. www.aseanbiodiversity.info. Tanggal akses 28 April 2012. Dehority, B.A. 2003. Rumen Microbiology. Nottingham University Press, Nottingham. Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University, Yogyakarta. Forsberg, C.W., T.J. Beveridge, and A. Hellstrom. 1981. Cellulase and Xylanase Release from Bacteroides succinogenes and Its Important in The Rumen Environment. Applied and Environmental Microbiology, Vol. 42 (5) : 886-896.
Nutrisi Pakan
25
Hobson, P.N., and C.S. Stewart. 1997. The Rumen Microbial Ecosystem. Blackie Academic & Professional An Imprint of Chapman & Hall. Girindra, A. 1986. Biokimia I. Jakarta. PT. Gramedia. Girisenta, 1980. Kawan Beternak. Yayasan Kanisius. Yogyakarta. Jun, H.S., M. Qi, K. Ha, and C.W. Forsberg. 2007. Fibrobacter succinogenes, A Dominant Fibrolytic Ruminal Bacterium : Transition to the Post Genomic Era. Asian-Aust. J. Anim. Sci. Vol. 20 (5) : 802-810. Kamal, M. 1994. Nutrisi Ternak Dasar. Laboratorium Makanan Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Kimbal, J. W. 1983. Biologi. Terjamahan Hj. Siti Sutarmi dan N. Sugiri. Jakarta. Penerbit Erlangga. Koike, S. and Y. Kobayashi. 2009. Fibrolytic Rumen Bacteria : Their Ecology and Function. Asian-Aust. J. Anim. Sci. Vol. 22, No. 1 : 131-138. Leschine, S.B. 1995. Cellulose Degradation In Anaerobic Environments. Annu. Rev. Microbiol., 49 : 399-426. Linder, C. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme Dengan Pemakaian Secara Klinis. Indonesia University press, Jakarta Lou, J., K.A. Dawson, and H.J. Strobel. 1997. Cellobiose and Cellodextrin Metabolism by the Ruminal Bacterium Ruminococcus albus. Current Microbiology Vol. 35 : 221-227. Marthoharsono, S.1998. Biokimia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
26
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
Miron, J., D.B. Ghedalia, and M. Morrison†. 2001. Invited Review : Adhesion Mechanisms of Rumen Cellulolytic Bacteria. J. Dairy Sci. 84 : 1294-1309. Murray. R. K., D. K. Granner, and V. W. Rodwell. 2003. Biokimia Harper Edisi 25. EGC, Jakarta Nawang, S. 1989. Zoologi . Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi antar Universitas Ilmu Hayat IPB . Bogor. Poejadi, A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Indonesia University Press, Jakarta Russel, J.B. 1987. Effect of Extracellular pH on Growth and Proton Motive Force of Bacteroides succinogenes, a Cellulolytic Ruminal Bacterium. Applied and Environmental Microbiology, Vol. 53 (10) : 23792383. Scheifinger, C.C., and M.J. Wolin. 1973. Propionate Formation from Cellulose and Soluble Sugars by Combined Cultures of Bacteroides succinogenes and Selemonas ruminantium. Applied Microbiology, Vol. 26 (5) : 789-795. Soedarmo, D. M., A. Girindra, A. Manaf, M. Wahab, F. Kustaman, M. Bintang, dan Sulistiani. 1988. Penuntun Praktikum Biokimia. Bogor. Pusat Antar Universitas IPB. Swenson, M.J. 1997. Dukes Phisiology of Domestik Animals. Cornell USA University Press. Tillman, A.D. dkk , 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Wirahadikusumah, M. 1989. Biokimia (Protein, Enzim, Asam Nukleat). ITB. Bandung.
Bagian Kedua BAHAN PAKAN ahan pakan adalah bahan yang dapat dimakan, dicerna sebagian atau seluruhnya dan tidak berbahaya pada ternak. Rumput, hijauan kering, bekatul dan produk lain adalah bahan pakan ternak. Tidak semua komponen bahan pakan dapat dicerna oleh hewan, Sedangkan komponen dalam bahan pakan yang dapat digunakan oleh hewan disebut zat makanan/pakan. (Tillman et al., 1998) Berdasar sifat fisik dan kimia yang spesifik sesuai dengan kegunaannya maka bahan pakan dapat diklasifikasikan menjadi delapan kelas. Kelas pertama terdiri dari hijauan kering dan jerami kering, mengandung serat lebih dari 18% dan dinding sel kurang dari 35% dalam bahan kering, sehingga rendah kandungan energi tersedia per unit bobot, contohnya hay hijauan jagung dan hay hijauan legum. Kelas kedua terdiri dari hijauan segar dan jerami segar yaitu hijauan dan jerami yang diberikan pada ternak dalam keadaan segar, contoh rumput segar, hijauan dan jerami padi segar. Kelas ketiga terdiri dari silase meliputi hijauan pakan yang telah dipotong-potong dan telah mengalami fermentasi, contoh silase rumput dan silase hijauan jagung. Kelas keempat terdiri sumber energi, mengandung protein kasar kurang dari 20% dan serat kasar kurang dari 18%, dinding sel kurang dari 35% dalam bahan kering, contohnya dedak, minyak tanaman
B
27
28
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
dan lemak hewan. Kelas kelima terdiri dari sumber protein yang mengandung protein kasar lebih dari 20% dalam bahan kering, contoh tepung ikan dan tepung daging. Kelas keenam terdiri dari sumber mineral yang disebut juga konsentrat mineral, contoh tepung tulang dan garam dapur. Kelas ketujuh terdiri dari sumber vitamin yang disebut juga konsentrat vitamin, contoh minyak ikan dan tablet vitamin C. Kelas kedelapan terdiri dari aditif pakan merupakan bahan non nutrien berfungsi untuk memacu pertumbuhan, memacu produksi, memberi warna, memberi bau ataupun pengisi, contoh zat pewarna, antibiotik, obat-obatan (Kamal, 1999). Pakan ternak ruminansia terdapat dua golongan yaitu hijauan dan konsentrat. Hijauan adalah pakan yang mengandung serat kasar tinggi sedangkan konsentrat mempunyai kadar serat lebih rendah tetapi mudah dicerna, mengandung protein tinggi sehingga nilai gizinya lebih tinggi dibanding hijauan (Williamson and Payne, 1993). Berdasarkan klasifikasi secara internasional jenis bahan pakan dapat diklasifikasikan ke dalam 8 kelas utama. A. Klasifikasi Bahan Pakan Secara Internasional 1. Kelas 1 : Hijauan Segar Hijauan dapat didefinisikan sebagai bahan pakan dalam bentuk dedaunan, kadang masih bercampur dengan dedaunan dan batang, ranting dan kembang. Umumnya berasal dari tanaman sejenis rumput dan diberikan dalam keadaan segar. Hijauan biasanya
Bahan Pakan
29
diperuntukan untuk ternak ruminansia bersifat bulky dan mempunyai bobot ringan per unit, dan kandungan dinding selnya tinggi (25-30% dalam bahan kering). Rumput mengandung semua zat-zat makanan seperti air, lemak, bahan ekstrak tanpa N, serat kasar, mineral, dan vitamin. Rumput dapat dijadikan bahan pakan sempurna jika memenuhi syarat yaitu mempunyai manfaat tinggi sebagai bahan pakan yang dapat dicerna oleh alat pencernaan dan tersedia dalam keadaan cukup (Lubis, 1992).
Gambar 1. Hijauan Pakan Ternak (www.google.com) 2. Kelas 2 : Jerami kering dan hijauan kering (Hay) Jerami kering merupakan tanaman sisa hasil pertaniaan yang sudah diambil hasil utamanya berupa bahan pangan (misalnya: jerami padi, jerami kacang hijau, jerami kacang tanah). Hijauan kering merupakan hijauan pakan yang sengaja dipanen dalam kondisi segar dan kemudian dikeringkan dengan tujuan memperpanjang masa simpan dan mengurangi resiko kerusakan terhadap rumput atau legum selama proses penyimpanan. Hay
30
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
merupakan salah satu metode pengawetan pakan hijauan yang cukup sederhana. Prinsip dari pembuatan hay adalah menurunkan kadar air dalam hijauan pakan sehingga aktivitas metabolisme dalam bahan pakan tersebut akan berhenti.
Gambar 2. Jerami (www.agrobisnisinfo.com) 3. Kelas 3 : Silase Silase merupakan hijauan yang sengaja dipanen dalam kondisi segar dan difermentasi secara terkontrol dalam kondisi anaerob atau hampa udara. Silase merupakan salah satu jenis pakan awetan dalam kondisi asam karena adanya proses fermentasi. Kondisi asam yang terjadi pada bahan pakan ini disebabkan karena adanya fermentasi oleh bakteri asam laktat (BAL), sehingga kondisi pH pada bahan pakan menjadi turun. 4. Kelas 4 : Sumber energi Bahan pakan sumber energi adalah jenis bahan pakan yang memiliki kandungan protein kasar kurang dari 20 % serat kasar kurang dari 18% , dan dinding sel kurang dari 35%. Bahan pakan kelas ini umunya berasal dari bahan sisa atau hasil samping dari industri, sebagai
Bahan Pakan
31
contoh bahan pakan sumber energi adalah dedak, pollard, ketela pohon dan molasses. 5. Kelas 5 : Sumber protein Bahan pakan yang termasuk dalam kedalam bahan pakan sumber protein adalah seluruh bahan pakan yang memiliki kandungan protein kasar 20% atau lebih dan kandungan serat kasar kurang dari 18%. Bahan pakan sumber protein ini biasanya berasal dari bahan sisa industri yang telah melalui proses ekstraksi dan telah diambil kandungan minyaknya, sehingga kandungan fraksi protein kasar megalami peningkatan. Contoh bahan pakan sumber protein yang merupakan sisa dari industri adalah bungkil kedelai, bungkil kelapa sawit, bungkil kopra, bungkil kapuk dan DDGS (dried distillers grains with solubles).
Gambar 3. Bungkil Kedelai (agrocommodityasia.com) 6. Kelas 6 : Sumber mineral Bahan pakan sumber mineral merupakan bahan pakan yang memiliki kandungan utama berupa unsur mineral. Bahan pakan ini biasanya digunakan untuk mencukupi kandungan mineral dalam suatu ransum
32
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
pakan. Contoh dari bahan pakan sumber mineral adalah batu kapur (CaCO3) dan tepung tulang yang berfungsi sebagai sumber kalsium (Ca) dan fosfor (P) yang sangat dibutuhkan oleh ternak terutama dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. 7. Kelas 7 : Sumber vitamin Bahan pakan sumber protein merupakan bahan pakan yang dikhususkan untuk mencukupi kebutuhan protein pada ternak. Bahan pakan sumber protein ada yang hanya mengandung satu jenis vitamin saja ataupun yang mengandung berbagai macam jenis vitamin. Bahan pakan sumber protein antara lain tablet vitamin B-1, tablet vitamin C, vitamin B kompleks dan minyak ikan. 8. Kelas 8 : Aditif Bahan pakan aditif adalah bahan pakan tambahan yang tidak memiliki kandungan nutrient. Bahan pakan aditif ini digunakan dalam jumlah tertentu pada ransum ternak. Pengguaan bahan pakan aditif ini memiliki tujuan tertentu seperti halnya untuk menambahkan warna pada suatu bahan pakan sehingga dapat meningkatkan palatabilitas ternak. Penggunaan bahan pakan aditif ini juga dimaksudkan untik meningkatkan produktifitas ternak, sebagai contohnya adalah penggunaan antibiotik, probiotik, dan prebiotik.
Bahan Pakan
33
B. Beberapa Jenis Bahan Pakan yang Sering Digunakan 1. Bahan Pakan Serat Rumput gajah (Pennisetum purppureum). Sistematika rumput gajah menurut Soedomo Reksodiprojo (1985) adalah berasal dari phillum Spermatophyta, Sub fillum Angiospermae, Classis Monocotyledoneae, Ordo Glumiflora, Familia Graminae, Sub familia Panicoideae, Genus Pennisetum dan Spesies Pennisetum purpureum. Pennisetum purpureum mempunyai istilah berbeda di setiap negara. Inggris menyebutnya Elephant grass, Napier grass dan Uganda grass. Spanyol dikenal dengan nama Pasto elefante. Sedangkan Indonesia terkenal dengan sebutan rumput gajah (Reksohadiprodjo, 1985). Rumput gajah berasal dari Afrika daerah tropik, parennial, dapat tumbuh setinggi 3 sampai 4,5 meter, bila dibiarkan tumbuh bebas, dapat setinggi 7 meter, akar dapat sedalam 4,5 meter. Berkembang dengan rhizoma yang dapat sepanjang 1 meter. Panjang daun 16 sampai 90 cm dan lebar 8 sampai 35 mm (Reksohadiprodjo, 1985). Di Asia Tenggara rumput ini dipanen oleh para petani dengan cara memotong seluruh pohonnya dan diberikan sepada ternak khususnya kerbau dan sapi, baik sapi paran (diikat) atau sapi yang dikandangkan (Monnetje dan Jones, 2000). Rumput gajah merupakan tumbuhan yang memerlukan penyinaran yang pendek dengan fotoperiode kritis antara 12-13 jam, namun kelangsungan hidup serbuk sari sangat kurang dan hal inilah yang menjadi
34
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
penyebab utama dari penentuan biji yang lazimnya buruk. Di samping itu kecambahnya lama dan lemah. Oleh karena itu rumput ini ditanam secara vegetatif. Jika ditanam dengan kondisi yang baik, bibit vegetatif akan tumbuh dengan cepat dan akan mencapai ketinggian beberapa meter dalam waktu dua bulan (Mannetje dan Jones, 2000). Nilai pakan pada rumput gajah dipengaruhi oleh perbandingan jumlah daun terhadap batang dan umurnya. Kandungan nitrogen dari hasil penen yang diadakan secara teratur berkisar antara 2-4 %. Daun-daun muda nilai konsumsinya diperkirakan 70%, tetapi angka ini menurun drastis setelah berumur (tua). Untuk mendapatkan hasil dan ketahanan yang tinggi, rumput ini ditanam dengan pengairan yang teratur dan pemupukan yang cukup, dan pembuangan nutrien setiap bahan kering adalah nitrogen 10-30 kg, fosfat 2-3 kg, kalium 30-50 kg, kalsium 3-6 kg, magnesium dan sulfur 2-3 kg (Mannetje dan Jones, 2000). Komposisi kimia Pennisetum purpureum yaitu kadar abu 15,4%; kadar ekstrak eter (EE) 2,3%; kadar serat kasar (SK) 33,1%; kadar BETN 40,0%; kadar protein kasar (PK), bahan kering segar (BK) 28%; bahan kering (BK) kering 86% (Hartadi et al., 1997). Rumput Raja. Rumput Raja (Pennisetum purpuphades). Rumput raja merupakan persilangan antara Pennisetum purpureum dengan Purpureum thypoides. Menurut Reksohadiprodjo (1994) sistematika rumput raja adalah sebagai berikut : Phyllum : Spermatophyta
35
Bahan Pakan
Sub Phyllum Classis Ordo Familia Sub familia Genus Spesies
: : : : : : :
Angiospermae Monocotyledonea Glumiflora Graminae Panicoideae Pennisetum Pennisetum purpuphades Pennisetum hybrida Dibandingkan dengan rumput gajah (Pennisetum purpureum) rumput raja memiliki beberapa keunggulan, antara lain tumbuh lebih cepat, tunas yang lebih banyak, produksi lebih tinggi serta batang dan serat lebih rendah. Hasil penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa rumput raja menghasilkan hijauan segar sebanyak 1076 ton/ha/tahun, atau sebanding dengan 110 ton BK, yang mana kadar protein kasarnya (PK) 13,5%. Produksi BK rumput raja yang ditanam dengan posisi tegak, miring dan rebah tidak berbeda nyata yaitu masing-masing 872,3; 998,3; dan 971,0 g/m2 (Siregar, 1991). Turi (Sesbania grandiflora). Tanaman ini termasuk dalam famili leguminosa dan dikenal dengan nama lokal sebagai turi. Tanaman ini merupakan jenis tanaman legume pohon dan sering digunakan sebagai tanaman pagar untuk melindungi tanaman utama dan juga untuk penahan tanah dari longsor. Gamal (Gliricidae maculata). Tanaman ini termasuk legume dan sering disebut Gamal, merupakan salah satu jenis tanaman atau leguminosa pohon yang sering digunakan sebagai pohon pelindung tanaman
36
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
kakao. Di beberapa daerah penghasil lada, pohon gamal digunakan sebagai tiang panjat tanaman lada. Tanaman leguminosa merupakan hijauan pakan yang produksinya berkesinambungan dan memiliki nilai lebih dalam kandungan protein, mineral dan vitamin sehingga dapat mengatasi kendala ketersediaan pakan sepanjang tahun. Gamal dapat dimanfaatkan sebagai pakan basal ternak kambing maupun pakan campuran melalui proses pelayuan. Data menunjukkan bahwa gamal kaya akan protein (23% CP) dan kalsium (1,2%). Kandungan seratnya tinggi (45% NDF) yang membuatnya sangat bagus sebagai sumber hijauan 2 untuk ternak ruminansia. Tanaman ini mengandung mineral dalam jumlah yang cukup (kecuali fosfor dan tembaga) untuk memenuhi kebutuhan ternak di daerah tropis. Komposisi kimia gamal berdasarkan bahan kering adalah sebagai berikut : Bahan Kering (%) 90,5, TDN (%) 63,40, DE (Mkal/Kg) 2,80 , ME (%) 2,29 , Serat Kasar (%) 24,00 Protein Kasar (%) 23,62 , Kadar Abu (%) 9,81, Ca (%) 2,35, P (%) 0,35 (Haryanto et al, 1997). Lamtoro (Leucaena leucocepala). Lamtoro merupakan salah satu jenis legume yang hanya dijumpai di daerah tropis dan sangat potensial sebagai pakan ternak. Hal ini dikarenakan tanaman lamtoro mempunyai sifat cepat tumbuh, kuat, tahan kering dan dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang kurang subur, palatabel dan produksinya tinggi. Pemanfaatan lamtoro untuk makanan ternak dibatasi karena adanya senyawa beracun yang dikenal dengan nama mimosin. Racun ini dapat
Bahan Pakan
37
menyebabkan kerontokan bulu dan menghambat pertumbuhan ternak. Tepung daun lamtoro sangat baik untuk bahan pakan ternak karena produksi bahan kering dan protein kasar cukup tinggi, kaya vitamin A dan kecernaan bahan keringnya tinggi (Soejono, 1983). Kandungan mimosin lamtoro dapat dikurangi, diantaranya dengan pemisahan daun lamtoro dengan bijinya dan penggilingan daun lamtoro, sehingga akan menghasilkan tepung daun lamtoro dengan kadar mimosin rendah (Tangenjaya et al., 1983). Menurut Utomo (1996), tepung daun lamtoro adalah daun lamtoro yang dibuat tepung dengan cara penumbukan atau penggilingan daun lamtoro yang telah dikeringkan. Komposisi kimia daun lamtoro menurut Hartadi et al. (1990) adalah 85% BK; 23,7% PK; 18% SK; 5,8% EE; 6,3% abu; 46,2% BETN dan 71% TDN. Kleci (kulit kedelai). Kulit kedelai adalah produk sampingan kedelai pada produksi minyak dan bungkil kedelai. Kulit kedelai mengandung aktivitas urease yang dapat menimbulkan masalah pada pakan yang mengandung urea, tetapi proses pemanasan dapat menghancurkannya. Kulit kedelai produk sisa dari pembuatan minyak dan bungkil kedelai yang telah dipanaskan disebut sisa-sisa penggilingan kedelai. Komposisi kimia kulit kedelai antara lain DM 91%, CP 10%, fat 2%, CF 36%, NDF 61,1%, ADF 45,5%, Ca 0,45%, P 0,45%, TDN 0,16%, sedangkan pada DM 100%, CP 11%, fat 2,2%, CF 39,6%, NDF 67,2%, ADF 50%, Ca 0,49%, P0,18%, TDN 0,78%. Jenis pakan ini juga sering disebut soybean hulls, soybean flakes, atau
38
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
soybean mill run. Pakan ini cukup lezat untuk sapi dan pedet. Kandungan TDN sedikit lebih banyak dibandingkan TDN pada bubur bit dan oat, yaitu 93% nilai TDN barley dan 88% nilai TDN jagung. Kulit kedelai dapat dicampurkan pada biji-bijian sebesar 45% atau diberikan sebanyak 6,5 kg per ekor per hari. Teksturnya yang kasar, pemberian di atas 5,5 kg harus diberikan dengan hati-hati (Agus, 2008). 2. Bahan pakan konsentrat sumber energi Bekatul. Bekatul merupakan hasil samping dari proses penggilingan padi. Bekatul merupakan lapisan terluar dari beras yang terlepas pada saat proses penggilingan yang terdiri atas aleuron, edosperm dan germ Hartadi et al. (2005), menyatakan bahwa bekatul mengandung 6% serat kasar, 12,4% ekstrak eter, 58,6% bahan ekstrak tanpa nitrogen, 14% protein kasar, dan 9% abu. Bekatul merupakan hasil sampingan atau limbah dari proses penggilingan padi. Menurut hasil penelitian bahwa kurang lebih 8 sampai 8,5% dari berat padi adalah bekatul. Nutrien yang terdapat dalam bekatul adalah protein kasar 9 sampai 12%, pati 15 sampai 35%, lemak 8 sampai 12% serta serat kasar 8 sampai 11%. Kandungan serat kasar yang lebih tinggi dari pada jagung atau sumber energi yang lain menyebabkan bekatul diberikan dalam jumlah yang terbatas tergantung pada jenis ternaknya. Untuk menghindari serangga dan bau tengik sehingga kualitas bekatul tidak berkurang sebaiknya
Bahan Pakan
39
bekatul dijemur terlebih dahulu selama 3 sampai 4 hari. Berikut disebutkan komposisi kimia bekatul antara lain DM 86%, CP 12%, fat 10,7%, CF 5,2%, NDF 6,8%, ADF 4,3%, Ca 0,04%, P 1,27%, TDN 73%. Sebagai komoditi yang cukup terbatas ketersediaannya karena tergantung pada musim panen padi serta menjadi kebutuhan utama bagi peternak yang membuat pakan campuran sendiri sehingga mendorong tingginya harga jual bekatul di pasaran. Hal demikian tersebut dimanfaatkan para penjual maupun pengepul bekatul untuk memanipulasi isi katul tersebut sehingga akan dapat keuntungan yang lebih banyak lagi. Ada beberapa bahan yang sering digunakan untuk memanipulasi bekatul seperti sekam giling, limestone, zeolite, dan limbah tepung tapioka atau onggok (Agus, 2008). Menurut Sudarmono (2003) bekatul hampir mirip dengan dedak lunteh, terdiri atas kulit beras dalam jumlah besar dan sedikit pecahan kulit gabah, tetapi kulit berasnya jauh lebih banyak daripada dedak lunteh. Pollard. Pollard merupakan hasil samping dari proses penggilingan gandum. Pollard adalah limbah hasil penggilingan gandum dan merupakan campuran wheat midding dan dedak gandum (Haryati dan Tangengjaja, 1993). Wheat midding yang merupakan partikel halus dari dedak gandum terdiri dari lapisan kulit ari terluar (perikap) dari gandum (Ensminger et al., 1990). Dari pabrik terigu diperoleh hasil ikutan berupa dedak gandum. Dedak gandum ini menurut pabrik Bogasari Flour Mills dibagi menjadi dua macam yaitu dedak kasar
40
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
(bran) dan dedak halus (pollard) (Kiroh, 1992). Pollard merupakan hasil sampingan tepung gandum dan bentuknya berupa pecahan gandum. Komposisi kimia pollard antara lain DM 86%, abu 4,2%, Ekstrak Eter 45%, SK 6,6%, BETN nitrogen 14,1%, PK 16,1% (Hartadi et al, 2005). Dedak terigu mempunyai kandungan protein 15% dengan kandungan energi metabolis sebesar 1300 kcal/kg. Akan tetapi, kandungan serat kasarnya cukup tinggi dan kandungan lemaknya rendah, serat kasar yang terkandung 10% dan lemak 4%. Melihat kandungan nutrisinya ini jelas dedak terigu sangat baik untuk makanan ayam (Rasyaf, 2005). Sisa-sisa penggilingan gandum biasanya memiliki kandungan serat kasar yang lebih rendah daripada dedak gandum, sedangkan nilai TDN lebih rendah dibandingkan middlings (gandum ukuran sedang) (Agus, 2008). Onggok. Onggok merupakan hasil samping dari pembuatan tepung tapioka. Onggok dapat diartikan sebagai ampas dari ketela yang telah diambil patinya untuk dijadikan tepung tapioka. Lubis (1963) menyatakan bahwa onggok merupakan hasil sampingan pembuatan tepung tapioka yang berasal dari ketela pohon. Menurut Hariyati (1983), onggok atau ampas cassava merupakan hasil samping dari pembuatan tepung tapioka dengan susunan gizi 32% BK; 2,4% PK; 84% ETN; 2,5% SK dan 5% abu, sehingga onggok dalam pemakaian sebagai campuran dalam pakan perlu diingat akan bentuk fisiknya, oleh karena itu bentuk fisik dari onggok ini halus
Bahan Pakan
41
dan berdebu, maka untuk memperbaiki fisik onggok tersebut dapat dicampur dengan molasses (tetes) sehingga merupakan campuran onggok-tetes, selain itu juga menaikkan palatabilitas. Sitematika dari cassava adalah sebagai berikut : Divisio : Spermatophyta Sub Divisio : Angiospermae Classes : Synpetalae Ordo : Solanaceae Famillia : Euphorbiceae Genus : Manihot Spesies : Manihot esculata (Kay, 1973). Cassava atau tapioka dapat digunakan sebagai bahan pakan sumber energi bagi ternak, karena mengandung nilai metabolic energy yang cukup tinggi dan banyak terdapat di Indonesia, namun perlu diketahui bahwa bahan pakan ini mempunyai kadar protein asam amino essensial dan vitamin yang rendah dan adanya racun HCN yang dapat menyebabkan keracunan pada ternak (Vogt, 1969). Ada dua macam varietas cassava, yaitu varietas manis dan varietas pahit, dimana varietas pahit mengandung Glycosida linamarin lebih tinggi daripada varietas manis. Cassava dapat dihindarkan racunnnya dengan jalan menghilangkan kulitnya, lalu dimasak atau dijemur pada panas matahari (Gohl, 1981). Komposisi kimia daun cassava menurut Hartadi et al (1990) adalah
42
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
26 % BK; 20,0 % PK; 21,2 % SK; 3,8 % EE; 10,8 % abu; 44,2 % BETN dan 71 % TDN Gaplek. Gaplek merupakan bahan pakan yang berasal dari ketela (Manihot sp) yang di panen dan dikeringkan. Hartadi et al. (2005) menyatkan bahwa gaplek mengandung 3,7% serat kasar, 4,6% ekstrak ether, 83,4% bahan ekstrak tanpa nitrogen, 4,6% protein kasar, dan 3,7% abu. Jagung. Jagung adalah butiran jagung yang merupakan hasil utama tanaman jagung. Jagung sering disebut the king of cereal atau the golden grain, hal ini karena jagung mempunyai nilai nutrien yang tinggi. Jagung mempunyai sifat antara lain palatabel, serat kasar rendah dan nilai kecernaannya tinggi yaitu TDNnya sekitar 80%. Nilai energi jagung digunakan sebagai standar untuk membandingkan dengan energi dari bahan pakan butiran lain. Bila energi jagung diberi 100 ternyata nilai energi butiran yang lain adalah kurang dari 100. Penggunaan jagung sebagai pakan dapat diberikan ternak dalam keadaan masih dalam bentuk bulir utuh, sudah digiling kasar, digiling kasar bersama tongkol dan masih dalam keadaan segar bersama tongkolnya (Zuprizal dan Kamal, 2005). Jagung berperan penting dalam penyusunan pakan unggas karena bahan pakan ini merupakan sumber energi yang baik. Ada beberapa jenis jagung yang dikenal di Indonesia, yaitu jagung merah, jagung kuning, dan jagung putih. Untuk bahan pakan unggas sebaiknya dipilih jenis jagung kuning atau agak merah karena jenis ini
Bahan Pakan
43
mengandung karoten provitamin A cukup tinggi (Rasidi, 2000). Di Indonesia dikenal beberapa jenis jagung yaitu jagung kuning, jagung putih dan jagung merah. Jenis yang paling digunakan adalah jagung kuning karena mengandung karoten pro vitamin A yang cukup tinggi. Jagung mempunyai kandungan protein rendah dan beragam dari 8 sampai 13%, tetapi kandungan serat kasarnya rendah (3,2%) dan kandungan energi metabolismenya tinggi (3130 kkal/kg). Oleh karena itu jagung merupakan sumber energi yang baik. Kandungan serat kasarnya rendah memungkinkan jagung digunakan dalam tingkat yang lebih tinggi. Jagung juga mempunyai kandungan asam linoleat yang baik dan juga sumber asam lemak esensial yang baik. Biji jagung mengandung energi yang cukup tinggi tetapi rendah protein, serat, dan mineral. Kandungan protein dan serat kasar jagung lebih rendah dibandingkan pada barley, oats, dan gandum. Jagung adalah pakan yang cukup lezat dan dapat dicampur pada campuran biji-bijian sebagai sumber energi utama. Komposisi kimia biji jagung kuning giling antra lain DM 89%, CP 8,9%, fat 3,8%, CF 2,3 %, NDF 8,0%, ADF 2,6%, Ca 0,02%, P 0,26%, dan TDN 75,6%. Nilai energi dari biji jagung untuk sapi perah dipengaruhi oleh lamanya proses pengolahan. Jagung giling memiliki kadar energi yang jauh lebih tinggi daripada jagung yang dihancurkan. Jagung utuh memiliki kadar energi yag lebih rendah dari jagung yang dihancurkan dan cenderung menjadi manure (kotoran hewan bercampur sisa-sisa
44
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
makanan) sebelum dicerna. Jagung-jagung dengan kadar lisin tinggi adalah jagung yang mengandung lisin, triptofan, dan protein kasar total lebih tinggi daripada yang terdapat pada jagung kuning normal (Agus, 2008). 3. Bahan pakan konsentrat sumber protein Bungkil kedelai. Bungkil kedelai merupakan hasil samping dari indutrsi pengolahan kedelai. Bungkil kedelai diperoleh dari hasil ekstraksi kedelai biji kedelai guna diperoleh miyak kedelai. Menurut Hartadi et al. (2005), bungkil kedelai mengandung 6,2% serat kasar, 5,7% ekstrak ether, 30,8% bahan ekstrak tanpa nitrogen, 48% protein kasar, dan 9,3% abu. Bungkil kedelai merupakan hasil ikutan pembuatan minyak kedelai. Bungkil kedelai sebagai bahan pakan sumber protein asal tumbuhan yang belum dapat digantikan oleh bahan sejenis lainnya. Kandungan protein bungkil kedelai berkisar antara 44 sampai 51%. Beragamnya kualitas bungkil kedelai selain disebabkan oleh perbedaan kualitas kedelai, juga disebabkan oleh macam proses pengambilan minyak. Bungkil kedelai merupakan bahan pakan sumber dwiguna, sebagai sumber protein dan sumber energi (Agus, 2007). Bungkil kedelai adalah salah satu bahan pakan konsentrat protein nabati yang sangat baik. Kandungan asam amino esensialnya mendekati asam amino esensial dari protein susu kecuali metionin dan lisin (rendah), sumber vitamin B kecuali vitamin B12 yang sangat rendah yaitu tidak seperti yang terkandung dalam konsentrat
Bahan Pakan
45
protein hewani. Secara umum bungkil kedelai mempunyai kelebihan yaitu kecernaannya tinggi, bau sedap dan dapat menaikkan palatabilitas ransum (Zuprizal dan Kamal, 2005). Menurut Suprijatna et al (2005) tepung bungkil kedelai merupakan bahan pakan sumber protein nabati terbaik dibandingkan sumber lain. Kandungan proteinnya 41 sampai 50%. Namun, kandungan kalsium, fosfor, karoten dan vitamin D-nya rendah. Bungkil kacang kedelai unsur pembentuk ransum, sebaiknya ini tidak digunakan secara bersama-sama dengan bungkil kacang tanah, karena kedua bahan ini sama-sama miskin asam amino, khususnya methionin (Sudarmono, 2003). Bungkil kedelai memiliki komposisi kimia antara lain DM 86%, abu 3,6%, ekstrak eter 45%, SK 5,1%, BETN nitrogen 78%, PK 45% (Hartadi et al., 2005). Biji kedelai adalah biji-bijian yang tertinggi kandungan proteinnya, yaitu ± 42 %. Sewaktu panen biji kedelai masih cukup tinggi kandungan airnya, oleh karena itu perlu diturunkan lagi kandungan airnya (<15 %) agar dapat tahan lama disimpan. Bila digunakan sebagai bahan pakan perlu digiling terlebih dahulu agar mudah dicampur dengan bahan pakan butir-butiran yang juga sudah digiling. Bagi ternak ruminansia, penggunaan biji kedelai tidak diperlakukan terlebih dahulu, tetapi bagi ternak non ruminansia (babi muda dan unggas) perlu adanya perlakuan pemanasan pada suhu 115 oC selama 10 menit agar antikualitas (anti tripsin atau trypsin inhibitor) yang
46
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
disebut soyin menjadi tidak aktif, sehingga tidak mengganggu proses pencernan protein (Kamal, 1998). Menurut Kamal (1998) bungkil kedelai adalah salah satu bahan pakan konsentrat protein nabati yang sangat baik. Kandungan asam amino esensialnya mendekati asam amino esensial dari protein susu, glisinnya cukup tinggi kecuali metionin dan lisinnya rendah, sumber vitamin B kecuali vitamin B12 yang sangat rendah yaitu tidak seperti terkandung di dalam konsentrat protein hewani. Sebagai standar, bungkil kedelai mengandung protein kasar 50 % untuk yang berasal dari kedelai tanpa kulit biji sebagai pakan ayam pedaging dan 44 % untuk yang berasal dari kedelai yang masih mengandung kulit biji digunakan untuk pakan babi. Kelebihan bungkil kedelai sebagai ransun adalah kecernaan tinggi, bau sedap dan menaikkan palatabilitas ransum. Bungkil kopra. Bungkil kopra merupakan hasil samping dari pembuatan minyak kelapa. Daging buah yang telah mengalami esktraksi dinamakan bungkil kopra. Menurut Hartadi et al. (2005), bungkil kopra mengandung 12,1% serat kasar, 10,2% ekstrak eter, 49,7% bahan ekstrak tanpa nitrogen, 21,6% protein kasar, dan 6,4% abu. Tepung ikan. Tepung ikan merupakan bahan pakan sumber protein yang berasal dari bahan hewani. Tepung ikan sering digunakan untuk mencukupi kebutuhan protein pada ransum unggas dan non-ruminansia. Menurut Hartadi et al. (2005), bungkil kopra mengandung 12,1% serat kasar, 10,2% ekstrak ether,49,7% bahan
Bahan Pakan
47
ekstrak tanpa nitrogen, 21,6% protein kasar, dan 6,4% abu. Tepung ikan dibuat dari hasil sisa pada pembuatan minyak ikan dan hasil sisa industri ikan dari berbagai macam ikan laut dan ikan darat sisa yang sudah tidak dijual untuk dikonsumsi manusia. Tepung ikan ini adalah konsentrat sumber protein hewani yang banyak digunakan untuk ternak non ruminansia terutama unggas. Pembuatan tepung ikan pada umumnya dilakukan dengan cara memasak ikan terlebih dahulu, setelah itu dipres untuk menghilangkan minyak dan air yang terkandung di dalamnya. Rata-rata kandungan protein kasarnya bervariasi dari 50 sampai 70%, kandungan lemak kasarnya antara 2 sampai 12%, tergantung dari proses yang dilakukan. Penggunaan tepung ikan dalam ransum babi adalah sekitar 7%, sedangkan untuk ternak unggas dalam masa pertumbuhan kurang lebih 10%, masa akhir ayam pedaging sekitar 8% dan 5 sampai 6% untuk masa produksi telur. Penggunaan tepung ikan dalam kadar yang tinggi mengakibatkan bau amis pada produk daging atau produk telurnya (Agus, 2007). Tepung ikan pada dasarnya sangat kaya akan asam amino, khususnya asam amino lisin bila dibanding dengan sumber protein lainnya, misalnya bungkil kedelai, sedangkan kandungan asam-asam lemak sangat tergantung dari jenis ikannya. Seperti halnya tepung ikan lemuru (sardine) sangat kaya akan asam lemak omega-3. Kandungan garam (NaCl) dari tepung ikan sangat tergantung dari proses pembuatannya, tepung ikan-
48
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
tepung ikan yang diproduksi secara industri relatif kecil berkisar antara 1,3 sampai 4%. Berikut disebutkan kandungan nutrien dari tepung ikan impor yang sering digunakan dalam pakan ternak unggas antara lain protein 62,2%, air 8,8%, lemak 8,9%; serat kasar 0,8%, abu 20,2%, lisin 4,04% dan metionin 1,61% (Zuprizal dan Kamal, 2005). Dried destiler grain with soluble (DDGS). Dried destiler grain with soluble merupakan hasil samping pembuatan ethanol yang berasal dari jagung. Bungkil kelapa sawit. Bungkil kelapa sawit merupakan hasil samping dari ekstraksi minyak sawit. Bungkil kelapa sawit banyak dimanfaatkan untuk pakan ternak khususnya ruminansia. Bungkil kelapa sawit memilki kandungan bahan kering 86%, abu 5,6%, lemak kasar 9,4%, serat kasar 16,9%, BETN 41,2% dan protein kasar 12,9%. DAFTAR PUSTAKA Anonim 1. 2015. Gambar hijauan pakan ternak tersedia di Google.com. diakses pada 1 Desember 2015. Anonim 2. 2015. Gambar jerami kering tersedia di www.agrobisnisinfo.com. diakses pada 1 Desember 2015. Anonim 3. 2015. Gambar bungkil kedeli tersedia di www.agrocommodityasia.com. Diakses pada 1 Desember 2015.
Bahan Pakan
49
Agus, Ali. 2007. Panduan Bahan Pakan Ternak Ruminansia. Badian Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Agus, A. 2008. Panduan Bahan Pakan Ternak Ruminansia. Ardana Media. Yogyakarta. Bo Gohl,. 1981. Tropical Feedes Information Summeries and Nutrition Value. FAO of United Nations. Rome. Ensminger, M.E., J.E.Oldfield and W.W.Heineman.1990. Feed and Nutrition.2nd edition, The Emingers Publishing, co.,Cloviss California. Hartadi H., S. Reksohadiprojo, AD. Tilman. 1997. Tabel Komposisi Pakan Untuk Indonesia. Cetakan Keempat, Gadjah Mada Uivesity Press, Yogyakarta Haryanto, B, Inounu, I, dan Sutama, I. K. 1997. Ketersediaan dan Kebutuhan Tekhnologi Produksi Kambing dan Domba. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor. Hal 112-113. Haryati T. dan B. Tangendjaja. 1993. Teknik Pembuatan Konsentrat Protein Dari Pollard Gandum Serta Penggunaaanya Dalam Ransum Ayam Pedaging. Ilmu Peternak; 6(2);30-33. Haryati T. dan B. Tangendjaja. 1993. Teknik Pembuatan Konsentrat Protein Dari Pollard Gandum Serta Penggunaaanya Dalam Ransum Ayam Pedaging. Ilmu Peternak; 6(2);30-33 Kamal, M. 1999. Nutrisi Ternak I. Laboratorium Mekanan Ternak Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
50
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
Kiroh, H, J. 1992. Efisiensi Penggunaan Bungkil Biji Kapuk sebagai Pengganti Sebagian Pollard dalam Pakan Penggemukan Etrhadap Penampilam dan Kualitas Fisisk Daging Sapi JAntan Kastrasi. ACC.Tesisi. Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Lubis, D. A. 1992. Ilmu Makanan Ternak. Cetakan ulang. PT Pembangunan.Jakarta. Rasyaf. 1990. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. UI Press. Jakarta Reksohadiprodjo, S., 1994. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik. BPFE. Yogyakarta. Soejono, M. 1983. Penangan Limbah Pertanian Sebagai Singkat Ekologi Mikrobia. PAU Bioteknologi. UGM. Yogyakarta. Sudarmono, A. S. 2003. Pedoman Pemeliharaan Ayam Ras Petelur. Kanisius. Yogyakarta. Tillman, A.D, H.Hartadi S. Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo, dan Lebdosukodjo, S. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Wiliamson, G and Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Penerjemah Prof. Dr. SGN Djiwo. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Zuprizal dan M. Kamal. 2005. Nutrisi dan Pakan Unggas. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Bagian Ketiga FORMULASI RANSUM BAHAN PAKAN ansum adalah pakan yang diberikan ke ternak dalam kurung waktu 24 jam. Ransum seimbang (balance ratio) adalah ransum yang telah memperhitungkan kebutuhan ternak. Ada dua macam pemberian ransum yaitu, pemberian ransum secara complete feed dan terpisah (hijauan dan konsentrat diberikan secara terpisah). Azhari (2014), menyatakan bahwa pemberian complete feed pada kambing bligon jantan menghasilkan nilai konsumsi dan pertambahan berat badan yang lebih rendah, akan tetapi menurunkan nilai konversi pakan dan feed cost per gain dibandingkan dengan pemberian pakan kontrol. Arifin et al., (2006), menyatakan bahwa perbedaan tata waktu pemberian hijauan yang diberikan secara bersama-sama (complete feed) dengan konsentrat, maupun pemberian konsentrat dilakukan 2 jam sebelum pemberian hijauan, serta pemberian konsentrat didahului dengan pemberian sebagian hijauan 0,5 jam diikuti pemberian hijauan dilakukan pada 2 jam setelah pemberian pakan konsentrat tidak mampu memperbaiki komposisi tubuh domba local. Arifin et al. (2007), menambahkan bahwa perbedaan tata waktu pemberian hijauan yang diberikan tidak berpengaruh terhadap deposisi protein pada domba ekor tipis jantan. Formulasi ransum dapat dilakukan melalui beberapa metode.
R
51
52
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
A. Metode Coba-Coba (Trial and Error Method) Metode Trial and Error merupakan metode penyusunan ransum yang dilakukan dengan menggunakan bantuan program Microsoft Excel. Prinsip dari metode ini adalah melakukan coba-coba guna mendapatkan nilai nutrient dari ransum yang seuai dengan kebutuhan atau keinginan yang telah ditentukan sebelumnya. Hal yang harus diketahui sebelum penyusunan ransum dengan menggunakan metode Trial and Error ini adalah komposisi kimia dari semua bahan pakan yang akan digunakan dalam ransum. Komposisi kimia harus diketahui secara detail, mulai dari kandungan energi, kandungan protein kasar, hingga kandungan mineral dalam bahan pakan tersebut. Apabila seluruh kandungan bahan pakan tersebut sudah diketahui maka langkah selanjutnya adalah membuat presentasi dari masingmasing bahan pakan yang akan digunakan tersebut. Apabila hasil presentase belum sesuai dengan kebutuhan nutrient yang diinginkan maka presentase tersebut dapat diubah-ubah hingga diperoleh nilai yang sesuai dengan jumlah nutrient yang diinginkan, namun demikian proses dalam mengubah presntase bahan tetap harus memperhatikan penggunaan maksimum dan minimum bahan pakan tersebut dalam suatu ransum. Berikut contoh penyusunan ranum dengan metode Trial and Error : Langkah-langkah dalam penyusunan ransum dengan metode trial and error adalah sebagai berikut : 1. Menentukan kebutuhan nutrient yang akan disusun 2. Menentukan bahan-bahan yang tepat yang akan digunakan dalam proses penyusunan
Formulasi Ransum Bahan Pakan
53
3. Mengetahui komposisi kimia dari bahan pakan yang akan digunakan dalam penyusunan ransum 4. Mengetahui batas maksimal penggunaan setiap bahan pakan 5. Mengetahui harga setiap bahan pakan 6. Melakukan input data dengan bantuan program pengolah angka seperti microsof excel meliputi komposisi bahan pakan dan harga Disusun sedemikian rupa sehingga diperoleh nilai nutrient ransum yang sesuai dengan kebutuhan yang telah ditentukan di awal, sehingga diperoleh ransum yang memiliki nutrient yang sesuai dan harga yang murah
54
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
Gambar 1. Contoh penggunaan metode Trial and Error dalam penyusunan ransum Untuk mendapatkan hasil akhir seperti gambar di atas, maka di perlukan rumus sebagai berikut : 1. Block cell D20 sampai dengan K26 2. Tuliskan di cell D20 = =(B10:I16*B20:B26)/100 3. Tekan CTRL+Shift+Enter secara bersama 4. Tuliskan pada cell B27 = SUM(B20:B26), demikian pula dengan cell D27 sampai K27 disesuaikan dengan kolomnya 5. Untuk mengetahui proporsi dan berat masingmasing bahan pakan maka block cell B34 sampai dengan B40 lalu isikan = B20:B26 tekan CTRL+Shift+Enter agar nilai yang ada pada formulasi dapat secara otomatis masuk pada proporsi 6. Block cell C34 sampai dengan C40, kemudian isikan =B34:B40*1000/100 lalu tekan CTRL+Shift+Enter (1000 digunkan untuk membuat perkiraan
Formulasi Ransum Bahan Pakan
55
penggunaan bahan pakan per 1000 gram, angka 1000 dapat diubah sesuai keinginan) 7. Block cell D34 sampai dengan D40, kemudian isikan =C34:C40*I10:I16/1000 lalu tekan CTRL+Shift+Enter 8. Tuliskan pada cell B41 = SUM(B34:B40), demikian pula dengan cell C41 sampai D41 disesuaikan dengan kolomnya B. Metode Bujur Sangkar (Person’s square method) Metode persons squre atau bujur sangkar adalah metode penyusunan ransum dengan cara menyetarakan kebutuhan dengan ketersediaan nutreint dalam suatu bahan pakan sehingga diperoleh nilai yang sesuai. Pada penyusunan ransum dengan menggunakan metode ini biasanya dipisahkan antara bahan pakan konsentrat dan bahan pakan hijauan dan disesuaikan dengan proporsi yang telah ditentukan.
Gambar 2. Penyusunan ransum dengan metode Person’s squere (Sumber : Google.com)
56
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
C. Metode Eksak (Exact Method) Metode ini lebih praktis digunakan untuk menyusun ransum ternak ruminansia, walaupun dapat pula digunakan untuk ternak non-ruminansia. Penggunaan metode ini harus diketahui beberapa ketentuan terlebih dahulu yaitu meliputi: 1) jumlah nutrien yang dibutuhkan ternak yang sesuai dengan bobot badannya, 2) macam dan kandungan nutrien bahan pakan yang tersedia untuk menyusun ransum, 3) jumlah pakan hijauan untuk memenuhi seluruh TDN yang dibutuhkan, 4) jumlah konsentrat untuk mengganti sebagian dari pakan hijauan, 5) pengujian kandungan nutrien ransum. D. Simultaneous Equation Method Metode ini disebut pula dengan nama persamaan aljabar atau persamaan XT dikarenakan ada dua hal yang belum diketahui atau yang akan dicari, misalnya PK dan ME dan bahan pakan yang digunakan adalah lebih dari dua macam (Zuprizal dan Kamal, 2005). E. Linier Programing Method Metode program linier dalam formulasi ransum atau pakan jadi merupakan cara yang paling modern dalam pengolahan pakan. Banyak digunakan di feedmill besar baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Dengan program ini, produsen pakan akan mempunyai kesempatan untuk memilih bahan pakan yang tersedia. Selain itu, dengan sistem ini akan dihasilkan suatu formulasi pakan
Formulasi Ransum Bahan Pakan
57
yang akan berpatokan pada standar nutrisi yang diberikan (misal SNI) dengan harga bahan baku terendah (Agus, 2007). DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2015. Gambar metode person’s square tersedia di google.com. diakses pada 12 Desember 2015 Agus,
Ali. 2007. Panduan Bahan Pakan Ternak Ruminansia. Bagian Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Arifin, M., A. Isminursiti, dam E. Rianto. 2007. Deposisi protein pada domba ekor tipis jantan yang diberi pakan hijauan dan konsentrat denggan metode penyajian yang berbeda. Prosiding seminar nasional teknologi dan veteriner 2007: 367-373. Arifin, M., H. Kurniawan dan Purnomoadi. 2006. Respons komposisi tubuh domba local terhadap tata waktu pemberian hijauan dan pakan tambahan yang berbeda. Prosiding seminar nasional teknologi peternakan dan veteriner 2006: 371-375. Azhari, R. I. 2014. Kinerja kambing bligon yang mendapat complete feed fermentasi berbahan baku local di kelompok tani purwo manunggal, giri sekar, panggang, Gunungkidul. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Zuprizal dan M. Kamal. 2005. Nutrisi dan Pakan Unggas. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
58
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
Bagian Keempat TEKNOLOGI FABRIKASI PAKAN SERAT DAN HIJAUAN A. Teknologi Pakan secara Mekanik/Fisik 1. Pengeringan adar air yang terlalu tinggi dapat mempengaruhi kualitas suatu bahan pakan, hal ini karena jika bahan pakan yang mengandung hanya ditumpuk pada suatu tempat tanpa adanya treatment khusus, dikhawatirkan terdapat pertumbuhan jamur yang merugikan. Pengurangan kadar air pada hijauan biasa dilakukan untuk menjadi solusi faktor musim yang sering menyapa para peternak. Musim kemarau menjadikan stok hijauan menjadi berkurang, sehingga para peternak harus memikirkan cara untuk menyimpan kelebihan jumlah hijauan yang dapat dipanen pada musim hujan. Dengan proses pengeringan akan memudahkan penanganan dan penyimpanan. Pengeringan pada pakan serat biasa disebut dengan istilah hay, hal ini telah dibahas di bab sebelumnya. Government of Manitoba (2008) menyatakan bahwa pengeringan yang sempurna berasal dari waktu potong hijauan yang tepat, pengeringan yang segera dilakukan, dan penyimpanan pada level/kadar air yang optimum. Tentunya hal ini sederhana, sehingga semua peternak bisa melakukannya setiap tahun. Jumlah rata-rata kehilangan bahan kering diakibatkan karena penanganan
K
59
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
60
pasca panen, pemotongan sebanyak 1-6%, penganginanginan 1-4%, penggarukan 5-15%, pembukusan 1-4%, dan penyimpanan 5-10%. 2. Chopping/pencacahan Pencahahan adalah proses mekanik yang bertujuan untuk mengecilkan ukuran bahan pakan. konsumsi bahan kering lebih tinggi 26% dibandingkan degan yang tidak dicacah, serta kecernaan bahan kering, protein kasar, NDF dan ADF sangat nyata lebih tingi dibandingkan rumput yang tidak dicacah. Ukuran cacahan yang tepat dapat mendukung proses teknologi dan fabrikasi pakan. Munier (2012), menyatakan bahwa pada percobaan cacahan kulit buah kakao yang difermentasi 3 jenis inoculum yaitu Asepergillus niger, A. oryzae, A. ficuum empat macam ukuran cacahan yaitu tidak beraturan (A1), 1x5 cm (A2), 3x5 cm (A3), 5x5 cm (A4), serta waktu fermentasi 0, 5, 7 dan 9 hari, dari data penelitian menunjukkan bahwa terdapat penurunan kandungan theobromine (senyawa ini merupakan senyawa anti nutrisi dari tanaman kakao yang dapat mempengaruhi produktivitas ternak), kandungan theobromine terendah diperoleh pada A2 dengan fermentasi 7 hari dan A2 dengan fermentasi 9 hari. 3. Penggilingan (Grinding) Pada beberapa feedlot jerami dan hijau kering akan digiling, hal ini bertujuan untuk memudahkan pengadukan/pencampuran/proses mixing pada mobil
Teknologi Fabrikasi Pakan Serat dan Hijauan
61
rotomix (sejenis mobil truck yang digunakan untuk mencampur bahan pakan, dan mendistribusikan pakan di depan ternak). Tujuan penggilingan jerami kering untuk memperluas ukuran permukaan bahan pakan, sehingga meningkatkan efektifitas kerja enzim di dalam rumen dalam mendegradasi bahan nutrient jerami. Hal ini dilatar belakangi bahwa jerami memiliki fraksi serat (khususnya selulosa dan lignin) serta silika yang tinggi dibandingkan bahan pakan yang lainnya, sehingga perusahaan akan rela mengeluarkan biaya untuk meningkatkan kualitas jerami terhadap produktitvitas ternak di feedlot. 4. Perendaman Perendaman memiliki prinsip pada perpindahan air pada sel bahan pakan. Campbell et al., (2002), menyatakan bahwa sel tumbuhan, prokariota, fungi, dan sejumlah Protista memiliki dinding sel, apabila direndam dalam larutan yang berbeda konsentrasi akan mempengaruhi arah alir air di dalam sel. Husnaeni (2012), mneyatakan bahwa jerami yang direndam dengan air laut dengan kandungan garam sekitar 2,71% selama 3-12 hari memiliki kurva respon terhadap kecernaan linear. Hal ini berarti bahwa semakin lama direndam makan semakin meningkatkan daya cerna bahan kering dan bahan organik. 5. Pemasakan/Perebusan Proses perebusan banyak digunakan pada perusahaan feedlot skala kecil dan menengah untuk
62
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
mengurangi senyawa antinutrisi yang secara alamiah terdapat pada beberapa tanaman pakan ternak. Djaafar et al., (2012), menyatakan bahwa kerandang (sejenis legume yang banyak ditemukan di DI. Yogyakarta) yang telah direbus memiliki oligosakarida tahan cerna (rafinosa) yang cukup tinggi, serta menurunkan kandungan fenolik. Aryadi (2015), menyatakan bahwa dalam variasi waktu perebusan jagung kuning yatiu 70, 80, dan 90 menit maka perebusan selama 90 menit merupakan kondisi optimal dengan nilai hardness 578.83 g. waktu optimal dalam perebusan/pemasakan pakan/ransum sangat berpengaruh nantinya pada degradasi di dalam rumen ternak. Sveinbjornsson et al., (2007), menyatakan bahwa pemberian panas secara umum akan meningkatkan degradasi pati secara in vitro. Safwat et al., (2015), menyatakan bahwa proses pemasakan menghasilkan efisiensi nilai ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan penggunaan alkali dan autoclave pada biji Mucuna pruriens. B. Teknologi Pakan secara Biologi 1. Fermentasi asam laktat pada silase Proses fermentasi dapat meningkatkan ketersediaan zat-zat makanan seperti protein dan energi metabolis serta mampu memecah komponen kompleks menjadi komponen sederhana (Kompiang et al.,1994). Fermentasi merupakan proses perombakan dari struktur keras secara fisik, kimia, dan biologis sehingga bahan dari
Teknologi Fabrikasi Pakan Serat dan Hijauan
63
struktur kompleks menjadi sederhana sehingga daya cerna ternak menjadi lebih efisien (Hanafi, 2008). Silase adalah pakan dari hijauan segar yang diawetkan dengan cara fermentasi anaerob dalam kondisi kadar air tinggi (40 sampai 70%), sehingga hasilnya bisa disimpan tanpa merusak zat makanan/gizi di dalamnya. Proses fermentasi yang akhir-akhir ini menjadi penting adalah fermentasi yang menggunakan mikrobia penghasil asam laktat atau dikenal BAL. Fermentasi tersebut berperan di bidang industri peternakan meliputi: 1) proses pengawetan pakan baik hijauan maupun bijibijian, 2) memperbaiki kinerja ternak melalui peranan BAL sebagai probiotik, dan 3) berperan dalam teknologi pasca panen atau teknologi pengawetan dan peningkatan kualitas produk ternak yaitu susu, telur dan daging serta proses daur limbah. a. Mekanisme Pembentukan Asam Laktat pada Silase. Stefani et al. (2010), menyatakah bahwa proses fermentasi silase memiliki 4 tahapan. Tahapan pertama adalah fase aerobik, normalnya fase ini berlangsung sekitar 2 jam yaitu ketika oksigen yang berasal dari atmosfir dan berada diantara partikel tanaman berkurang. Oksigen yang berada diantara partikel tanaman digunakan oleh tanaman, mikroorganisme aerob dan fakultatif aerob seperti yeast dan enterobacteria untuk melakukan proses respirasi. Tahapan kedua adalah fase fermentasi, fase ini merupakan fase awal dari reaksi anaerob. Fase ini berlangsung dari beberapa hari hingga beberapa minggu tergantung dari komposisi bahan dan
64
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
kondisi silase. Jika proses silase berjalan sempurna maka BAL sukses berkembang. Bakteri asam laktat pada fase ini menjadi bakteri predominan dengan pH silase sekitar 3,8 sampai 5. Tahapan ketiga merupakan fase stabilisasi, fase ini merupakan kelanjutan dari fase kedua. Tahapan keempat merupakan fase feed-out atau fase aerobik. Silo yang sudah terbuka dan kontak langsung dengan lingkungan maka akan menjadikan proses aerobik terjadi. Hal yang sama terjadi jika terjadi kebocoran pada silo maka akan terjadi penurunan kualitas silase atau kerusakan silase. Kualitas silase tergantung dari kecepatan fermentasi membentuk asam laktat, sehingga dalam pembuatan silase terdapat beberapa bahan tambahan yang biasa diistilahkan sebagai additive silage. Macam-macam additive silage seperti water soluble carbohydrat, bakteri asam laktat, garam, enzim, dan asam. Penambahan bakteri asam laktat ataupu kombinasi dari beberapa additive silage merupakan perlakuan yang sering dilakukan dalam pembuatan silase. Pemilihan bakteri asam laktat sangat penting dalam proses fermetasi untuk menghasilkan silase yang berkualitas baik. Proses awal dalam fermentasi asam laktat adalah proses aerob, udara yang berasal dari lingkungan atau pun yang berasal dari hijauan menjadikan reaksi aerob terjadi. Hasil reaksi aerob yang terjadi pada fase awal fermentasi silase menghasilkan asam lemak volatile, yang menjadikan pH turun. pH yang menjadi menjadikan pertumbuhan bakteri bakteri aerob menjadi terhambat dan mati serta
Teknologi Fabrikasi Pakan Serat dan Hijauan
65
mendukung pertumbuhan bakteri asam laktat untuk memproduksi asam laktat. Asam laktat akan terus diproduksi sampai mencapai puncaknya jika pH lingkungan fermentasi sekitar 3,8 sampai 4. Bakteri asam laktat merupakan mikroflora epifitik. Karakteristik dari hasil panen hijauan seperti kandungan karbohidrat terlarut, kandungan bahan kering akan mempengaruhi sifat kompetitif dari BAL selama proses fermentasi silase. Bakteri asam laktat yang biasa digunakan dalam ensilage adalah anggota genum Lactobacillus, Pedioccus, Leuconostoc, Enteroccus, Lactococcus, dan Streptococcus. Pada umumnya bakteri asam laktat adalah mesofilik, dapat tumbuh pada temperatur 5 sampai 50°C, mampu untuk menurunkan pH hingga 4,5 tergantung dari jenis bakteri dan tipe hijauannya. Bakteri asam laktat dibagi menjadi 2 klasifikasi yaitu BAL homofermentatif dan heterofermentatif (Stefani et al., 2010). Konsep penambahan inokulan bakteri adalah untuk memacu pertumbuhan BAL homofermentatif yang dapat segera menghasilkan asam laktat untuk menurunkan pH silase. Ohmomo, et al. (2002), karakteristik dasar yang harus dimiliki oleh inokulan bakteri asam laktat yang akan ditambahkan dalam pembuatan silase diantaranya dapat beradaptasi pada bahan dengan kadar air tinggi, dapat beradaptasi dengan temperatur lingkungan, toleransi terhadap keasaman, menghasilkan bakteriosin dan berperan sebagai probiotik.
66
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
Jumlah BAL pada awal fermentasi merupakan faktor penting yang menentukan kualitas silase yang dihasilkan (Santoso et al.,2008). Populasi bakteri asam laktat harus dalam jumlah yang cukup untuk proses fermentasi yang efektif, sehingga banyak peniltian yang bertujuan untuk mencari dosis penambahan BAL yang tepat untuk menghasilkan silase yang berkualitas yang baik. Populasi BAL secara alami terdapat pada hijauan tetapi dalam jumlah yang bervariasi, sehingga diperlukan penambahan inokulum BAL dalam pembuatan silase. Antaribaba et al. (2009), penambahan BAL pada rumput raja dapat meningkatkan kualitas fermentasi silase yang ditandai nilai pH dan konsentrasi N-NH3 yang signifikan menurun, serta konsentrasi asam laktat dari nilai Fleigh yang signifikan meningkat dibanding silase kontrol. Penambahan BAL dengan taraf 3% (v/b) menghasilkan kualitas fermentasi yang lebih baik dibanding taraf 2 ataupun 4%. b. Faktor yang Mempengaruhi Produksi Asam Laktat Kadar oksigen, air, dan faktor tanaman dapat mempengaruhi produksi asam laktat. Kadar oksigen yang berlebihan dapat memperpanjang fase aerobik sehingga memperlambat fase pembentukan asam laktat. Kadar air yang berlebihan dapat menyebabkan kadar asam butirat menjadi tinggi, banyak zat makanan yang terlarut dan akan terikut pada tirisan air. Kadar air yang rendah juga dapat memungkinkan tumbuh jamur dan mudahnya oksigen terperangkap sehingga menjadikan proses respirasi berkepanjangan. Faktor tanaman menjadi
Teknologi Fabrikasi Pakan Serat dan Hijauan
67
sangat penting seperti prapanen, panen, dan pascapanen sangat mempengaruhi produksi asam laktat. Faktor tanaman seperti jenis tanaman akan sangat memperlihatkan hasil yang berbeda jika dibuat silase, silase forage dibandingkan legum akan menghasilkan produksi asam laktat yang berbeda. Silase legum terkadang menghasilkan kadar asam butirat yang lebih tinggi dibandingkan silase forage, sistem buffering capacity pada legum menyebabkan penurunan pH pada silase legume tidak akan secepat penurunan pH pada silase forage. 2. Fermented Complete Feed atau Burger Pakan Fermented complete feed atau Burger pakan merupakan campuran dari beberapa bahan yang diramu sehingga kandungan nutrisinya mencukupi kebutuhan ternak dan tidak perlu tambahan pakan lain, yang terdiri dari bahan baku utama jerami padi (70%), dedak gandum (20%), molasses dan larutan mikrobia (10%) untuk membantu proses fermentasi yang hanya berlangsung 24 jam sehingga relatif lebih cepat bila dibandingkan dengan teknologi pembuatan pakan silase hijauan yang memerlukan waktu tiga minggu (Agus, 2010). Fermented complete feed atau Burger pakan berbahan dasar kulit buah kakao sebagai pengganti jerami memiliki konsumsi nutrient (BK, BO, PK, SK, LK, dan TDN) serta menghasilkan PBBH 128,57 g/ekor/hari atau 0.88% g/kg BB 0,75 efektif untuk digunakan dalam ransum ternak domba (Kamalidin et al., 2012).
68
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
Panduan Pembuatan Burger Pakan terfermentasi (Complete Feed Fermentation) Alat yang digunakan antara Bahan yang digunakan lain: antara lain: 1. Drum dengan penutup 1. Molasses (boleh juga plastik) 2. Starter 2. Chopper/sabit 3. Rumput raja 3. Mixer 4. Bungkil kedelai 5. Bekatul Metode/ Cara Kerja a. Pertama-tama pakan yang akan dibuat ransum terlebih dahulu disusun. b. Rumput raja atau pakan berserat yang akan digunakan, dipotong atau dicacah menjadi ukuran yang lebih kecil, sekitar 5cm.
Gambar 1. Proses pencacahan hijauan (dok. Penulis)
Teknologi Fabrikasi Pakan Serat dan Hijauan
69
c. Kemudian hijauan dan konsentrat dicampur secara manual diatas lantai atau alas dan ditambah secara merata starter mikrobia.
Gambar 2. Pencampuran bahan (dok. Penulis) d. Ketentuan mempersiapkan starter mikrobia (SBP), dalam 100 kg pakan menggunakan starter sebanyak 1 tutup botol yang dilarutkan dalam 3 liter air, dan ditambahkan dengan molassessecukupnya (1 liter SBP pada 150 L air dengan 1-1,5 kg molasses), untuk hasil yang terbaik, starter diperamkan antara 1-3 hari sebelum digunakan untuk pencampuran. e. Setelah dicampur secara merata kemudian pakan dimasukkan ke dalam drum yang telah tersedia. Kemudian dipadatkan dan setelah itu ditutup, dan diperamkan (fermentasi) selama 3 hari.
70
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
Gambar 3. Pemasukkan campuran bahan dalam tempat fermentasi (dok. Penulis) f. Setelah 3 hari, burger pakan tersebut dapat langsung digunakan dan diberikan ke ternak. g. Ciri-ciri burger pakan yang berhasil yaitu aroma harum sedikit manis, tekstur tidak berubah dan tidak menimbulkan jamur. h. Burger pakan Hijaun : Konsentrat 20: 80 (dalam Bahan Kering) i. Pada pendekatan hitungan. Jika dalam 100 kg segar maka komposisinya 53 kg konsentrat (44 kg katul dan 9 kg bungkil kedelai) dan 47 kg rumput. Dengan harga final burger pakan Rp. 1.000/Kg dengan kandungan PK 13%. Pada pembuatan fermented complete feed untuk sapi/kerbau, domba dan kambing, banyak peternak yang menggunakan konsentrat ayam atau non-ruminansia lainnya. Hal ini cukup berbahaya karena pada pakan
Teknologi Fabrikasi Pakan Serat dan Hijauan
71
pabrikan untuk ternak unggas (seperti ayam dan itik) terdapat bahan additive yang tidak cocok untuk diberikan ke ternak ruminansia seperti sapi. Sumber serat pada fermented complete feed diperoleh dari limbah pertaniah ataupun perkebunan, penggunaan limbah pertanian bertujuan untuk menigkatkan daya gunanya dalam proses pertanian terpadu. Fungsi dari fermented complete feed adalah untuk meningkatkan Total Digestiable Nutrient (TDN) dari limbah pertanian, meningkatkan kapasitas pemeliharaan, efisiensi waktu dan tenaga, meningkatkan palatabilitas. 3. Fermentasi dengan Jamur/Biodegradasi dan Biokonversi pakan Fermentasi dengan jamur bertujuan untuk mendegradasi pembatas kualitas pakan seperti lignin, sehingga dengan turunnya persentase lignin diharapkan dapat meningkatkan kualitas pakan. Penggunaan jamur dalam proses biodegradasi pembatas kualitas pakan dapat melalui enzim yang dihasilkan, serta dapat meningkatkan permukaan pakan dengan mekanisme fisik pertumbuhan hyfa jamur, sehingga aktivitas bakteri di dalam rumen dapat memanfaatkan nutrient pakan. Istilah biodegradasi dan biokonversi pakan bermakna bahwa dengan penambahan jamur dapat mendegrdasi dan mengkonversi suatu senyawa kompleks yang cukup sulit untuk didegradasi dan digunakan di dalam rumen oleh mikrobia rumen, sehingga dengan penambahan jamur tersebut nutrient kompleks tersebut menjadi senyawa
72
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
yang lebih sederhana, dan akan lebih mudah digunakan. Jamur yang biasa digunakan dalam biodegradasi dan biokonversi pakan ternak meliputi Aspergillus niger, Trichoderma viride, Phanerochaeta chyrososporium. Aspergillus niger adalah jamur berfilamen yang pertumbuhannya tipe aerobik dalam menggunakan bahan organik. Secara alamiah, jamur ini dapat ditemukan pada tanah, dan litter kandang, dan kompos (Schuster et al., 2002). Inokulasi A. Niger memiliki potensi untuk memproduksi celulase, xylanase, lipase, amylase, dan phytase. Munier (2012), menyatakan bahwa inokulasi A. niger memproduksi enzim selulase untuk mendegradasi fraksi serat, selulase terdiri dari endo β 1,4 glucanase, exo β 1,4 glucanase and β glucosidase. Abu bakar et al. (2013), menyatakan bahwa sekresi produksi enzim selulase secara optimal pada jam ke-94 jam, pada biakan dedak dan carboxy methylase cellulose (CMC-ase), menghasilkan aktivitas enzim selulase masing-masing sebanyak 16.63 μmol/ml, dan 3.61 μmol/ml. Penambahan jamur A. niger pada kulit buah kakao terlihat memiliki pengaruh pada pertumbuhan ternak. Hasil penelitian Saili et al. (2010), menunjukkan bahwa A. niger pada pakan fermentasi meningkatkan kandungan nitrogen, dan menurunkan Neutral Deteregent Fiber (NDF), lebih jauh dengan penggunaan kakao yang difermentasi dengan A. niger (penggunaannya 10 g DM/kg) meningkatkan total konsumsi, kecernaan, dan pertambahan badan harian sapi Bali bila dibandingkan dengan sapi bali yang hanya diberi pakan rumput liar dan
Teknologi Fabrikasi Pakan Serat dan Hijauan
73
kulit buah kakao yang tidak difermentasi. Guntoro et al. (2006), menunjukkan bahwa penmabahan A. niger pada kulit buah kakao selama 3 hari, meingkatkan Average Daily Gain (ADG), Reveneu Cost Ratio bila dibandingkan ternak yang hanya diberi rumput tanpa kombinasi kulit bah kakao yang difermentasi A. niger. Munier (2012), menunjukkan bahwa kulit buah kakao yang difermentasi A. niger meningkatkan konsumsi dan kecernaan bahan kering, serta ADG kambing ettawa jantan. Trichoderma sp. merupakan jenis fungi yang memiliki filamen yang tidak terlalu sempurna, Trichoderma sp. masuk dalam divisi ascomyceta. Peran ekologis dari Trichoderma sp. adalah dekomposisi residu dari pabrik ataupun tanaman, beberapa jenis dari Trichoderma sp. adalah produsen selulosa yang sangat baik sehingga perannya sangat penting dalam industri bioteknologi (Kredics et al., 2003). Perlakuan enzim asal Trichoderma sp. dan Aspergillus niger pada dedak gandum dapat menurunkan kandungan serat kasar dan meningkatkan energi metabolis dedak gandum. Penggunaan bahan pakan hasil enzim Trichoderma sp. dan Aspergillus niger dapat memberikan pengaruh terhadap pertumbahan bobot badan, dan konsumsi ransum. Menurut Ginting dan Krisnan (2006) pakan fermentasi dengan menggunakan Trichoderma sp dapat menurunkan kandungan serat kasar dan meningkatkan kandungan protein sejati. Biokonversi dengan P. chrysosporium mampu mengurangi keeratan ikatan dan kandungan lignin yang dapat meningkatkan kualitas kulit buah kakao. Kandungan
74
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
total digestiable nutrient (TDN) dan protein kulit buah kakao hampir sama dengan rumput gajah (Suparjo et al., 2008). Teknologi pengolahan limbah kulit buah kakao dengan proses amoniasi urea 1,5% dan fermentasi dengan kapang P. chrysosporium dapat memperbaiki kinerja produksi sapi potong dan meningkatkan efisiensi penggunaan ransum. Adanya perlakuan dengan fermentasi memakai kapang P.chrysosporium ternyata lebih efektif merombak struktur cincin aromatik lignin dibandingkan perlakuan lainnya. Sistem kerja enzim peroksidase extraseluler dapat melunakkan dan memecahkan dinding serat kulit buah kakao dan juga melepas pita serat mikrofibrilnya, sehingga dinding sel kulit buah kakao menjadi rapuh dan memudahkan mikrobia rumen melakukan penetrasi serta mencerna fraksi neutral detergent fiber (NDF) dan acid detergent fiber (ADF) kulit buah kakao (Laconi et al., 2000). DAFTAR PUSTAKA Abubakar, F. A. and O. B. Oleyede. 2013. Production and activity of cellulase from Aspergillus niger using rice bran and orange peel as substrate. International Journal of Sciectific Research and Management Vol 1(5): 285 – 293. Agus, A. 2010. UGM kembangkan ‘Burger’ pakan sapi, solusi atasi kerawanan pakan ternak korban merapi. http://ugm.ac.id/id/post/page?id=3198. Antaribaba, M. A., N. K. Tero, B. T. Hariadi, dan B. Santoso. 2009. Pengaruh taraf inokulum bakteri asam laktat
Teknologi Fabrikasi Pakan Serat dan Hijauan
75
dari ekstrak rumput terfermentasi terhadap kualitas fermentasi silase rumput raja. JITV Vol 14(4):278283. Ginting, S. P. dan R. Krisnan. 2006. Pengaruh fermentasi menggunakan beberapa strain trichoderma dan masa inkubasi berbeda terhadap komposisi kimiawi bungkil inti sawit. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner: 939-944. Guntoro, S., Sriyanto, N. Suyasa, and M. R. Yaisa. 2006. Feeding of processed cacao by-product to growing Bali cattle. Proceeding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006: 116 -120. Hanafi, N.D. 2008. Teknologi Pengawetan Pakan Ternak. Departemen Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Medan. Kamalidin, A. Agus, dan I. G. S. Budisatria. 2012. Performa domba yang diberi complete feed kulit buah kakao terfermentasi. Buletin Peternakan. 36: 162-168. Kompiang, L.P., J. Dharma, T. Purwadaria, A. Sinurat, dan Supriyati. 1994. Protein enrichment: Study cassava enrichment melalui bioproses biologi untuk ternak monogastrik. Kumpulan Hasil-Hasil Penelitian APBN Tahun Anggaran 1993/1994. Balai Penelitian Ternak. Ciawi, Bogor. Kredics. L., Z. Antal., L. Manczinger., A. Szekeres,F. Kevei and E. Nagy. 2003. Influence of Environmental Parameters on Trichoderma Strains with Biocontrol Potential. Food Technol. Biotechnol. 41 (1): 37–42 Laconi, E. B., dan D. A. Astuti. 2000. Pemanfaatan pod kakao sebagai sumber serat pada ransum sapi potong: evaluasi Suparjo., K. G. Wiryawan., E. B.
76
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
Laconi., dan D. Mangunwidjaja. 2008. Performa Kambing yang Diberi Kulit Buah Kakao Terfermentasi. Media peternakan Vol 34 (1): 35-41. Munier, F. F. 2012. Kajian fermentasi kulit buah kakao (Theobroma cacao) menggunakan Aspergillus spp. terhadap kecernaan dan konsumsi pada kambing peranakan ettawa jantan. Disertasi. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta Saili, T., Marsetyo, D. P. Poppi, P. Isherwood, L. Nafiu, and S. P. Quigley. 2010. Effect of treatment of cocoa pods with Aspergillus niger on liveweight gain and cocoa pod intake of Bali (Bos sundaicus) cattle in Southeast sulawesi. Animal Production Science Vol. 50: 693 – 698 Ohmomo, S., O. Tanaka, H. K.Kitamoto, and Y. Cai. 2002. Silage and microbial performance, old story but new problem. JARQ Vol 36(2):59-71. Santoso, B., B. T. Hariadi, H. Manik, dan H. Abubakar. 2009. Kualitas rumput unggul tropika hasil ensilase dengan bakteri asam laktat dari ekstrak rumput terfermentasi. Media peternakan Vol 32(2):137-144. Schuster, N., N. Dunn-Coleman, J. C. Frisvad, P. W. M. Van Dijck. 2002. On the safety of Aspergillus niger – a review. Appl. Microbiol. Biotechnol. Vol 59: 426–435. Stefani, J. W. H., F. Driehuis, J. C. Gottschal, and S. F. Spoelstra. 2010. Silage fermentation processes and their manipulation: 6-33. Electronic conference on tropical silage. Food Agriculture Organization. Suparjo. 2010. Pengawasan Mutu pada Pabrik Pakan Ternak. Laboratorium Makanan Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Jambi.
Bagian Kelima TEKNOLOGI FABRIKASI PAKAN KONSENTRAT A. Grinding rinding adalah proses untuk memperkecil ukuran partikel bahan pakan. Tujuan grinding adalah untuk memperluas permukaan bahan pakan, mempermudah pencampuran dan pembuatan pellet. Permukaan bahan pakan yang luas dapat meningkatkan area kerja enzim sehingga meningkatkan kecernaan pakan di dalam intestinum. Bahan pakan yang telah melalui proses grinding/penggilingan sehingga berbentuk lebih kecil dibandingkan bahan asalnya baik itu kasar atau halus akan mempermudah mixing/proses pencampuran dan meningkatkan efisiensi pembuatan pellet serta kepadatanya.
G
Gambar 1. Hammer mill (www.feedmachinery.com) 77
78
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
Jenis grinder umumnya hammer mill dan roller mill dilengkapi gas filter, box feeder, dan spot magnet. Gas filter untuk menghisap bahan pakan sesuai karakteristik bahan pakannya, dengan prinsip aspiration (pemberiaan aliran udara) bahan pakan yang digunakan akan jatuh ke mesin grinding. Box feeder berfungsi untuk menampung material yang tidak terhisap dan terjatuh ke dalam mesin grinder, biasanya box feeder berisi material seperti batu dan bahan pakan yang menggumpal dan berukuran yang cukup besar. Spot magnet juga menjadi pelengkap pada mesin grinder, material yang mengandung logam seperti besi, baja dan aluminium akan tertangkap pada spot magnet. Kegunaan box feeder, gas filter dan spot magnet untuk mengurangi resiko kerusakan alat dan tingkat pencemaran bahan pakan pada saat proses grinding, dan meningkatkan efisiensi proses grinding. Proses grinding akan terganggu dengan adanya kehadiran material lain seperti batu dan logam. Kapasitas produksi dan efisiensi mesin grinder tergantung pada jenis bahan pakan, ukuran bahan pakan, bentuk bahan pakan, kadar air bahan pakan, jumlah pisau (hammer), dan luas screen.
Teknologi Fabrikasi Pakan Konsentrat
79
Gambar 2. Roller mill Sumber: http://catetankuliah.blogspot.co.id/2009/11/ pengnganan-padi-pasca-panen.html B. Extrusion Extrusion merupakan proses pemberian steam yang bertujuan untuk memasak suatu bahan baku, hasil extrusion seperti corn extruder (jagung hasil extrusion) dan full fat soya (kedelai hasil extrusion). Kedelai mengandung beberapa faktor anti nutrisi yang dapat menyebabkan proses pencernaan, absorbsi dan metabolisme dapat terganggu. Faktor anti nutrisi yang terkandung di dalam kedelai seperti tannin, lektin, dan tripsin inhibitor. Selain senyawa tersebut kedelai
80
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
mengandung phosfor organik dalam bentuk asam phytat, senyawa asam phytat sangat sulit untuk terdegradasi dan digunakan sebagai sumber phosfor, bahkan diketahui dapat mengikat mineral-mineral lainnya. Kedalai juga mengandung Non Starch Polysaccharida yang sulit tercerna di intestinum dan dapat menurunkan kecernaan bahan pakan yang lain. Penggunaan Kedelai yang cukup banyak dalam formulasi ransum menjadikan adanya peningkatan kadar anti nutrisi tersebut, sehingga dibutuhkan teknik pengolahan yang cukup efektif dan efisien untuk mengurangi kadar anti nutrisi tersebut guna meningkatkan produktivitas ternak.Menurut Song et al., (2010), kedelai merupakan sumber protein yang utama dibandingkan dengan biji-bijian yang lain, tetapi mengandun faktor anti nutrisi seperti glycinin dan β conglycinin, kedua senyawa ini merupakan penyebab hypersensitive pada babi muda yang menyebabkan alergi dan gangguan saluran pencernaan.
Gambar 3. Mesin extrusion Sumber: http://materi-forever.blogspot.co.id/2014/07/ industri-petrokimia-industri-pemrosesan.html
Teknologi Fabrikasi Pakan Konsentrat
81
Extrusion merupakan proses pemberian steam yang bertujuan untuk memasak suatu bahan baku, bahan baku yang digunakan dalam proses extrusion adalah jagung dan kedelai. Hasil dari extrusion adalah Corn extruder dan Full fat soya. Corn extruder dan Full fat soya merupakan bahan yang biasa digunakan untuk pakan babi. Extrusion yang berfungi untuk menurunkan persentase faktor anti nutrisi yang terdapat di dalam bahan baku merupakan alasan utama penggunaan extrusion dalam suatu feed mills. Penggunaan Full fat soya untuk babi menjadikan ternak tersebut terhindar dari diare, panas yang berasal dari steam menjadikan struktur dari senyawa protein Soya seperti glycinin dan β conglycinin Pengawasan terhadap temperature yang diberikan ke bahan baku harus diawasi secara ketat, temperature yang rendah menjadikan proses extrusion menjadi tidak optimal (bahkan menyebabkan kerugian feed cost) sedangkan temperature yang tinggi (overcooked) menyebabkan banyaknya asam amino esensial menjadi rusak. Menurut Tran et al., (2008), proses extrusion memiliki pengaruh terhadap perubahan sifat nutrient seperti pati, protein. Granula pati akan membengkak dan putus, meningkatnya solubiitas, berkurangnya viskositas pati dan menghasilkan amilosa dan amilopektin. Ketika proses extrusion terjadi pada kandungan air bahan baku rendah maka akan terjadi fragmentasi granula pati dan akan menmbuat suatu formasi fase homogenitas yang biasa disebut gelatinisasi. Extrusion pengaruhnya terhadap lipid dapat menginaktifkan lipase dan lipoxidase yang hadir dalam bahan baku, sehingga mengurangi
82
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
terjadinya oksidasi asam lemak selama penyimpanan. Perlakuan panas selama extrusion dapat menyebabkan inaktifnya protein ataupun denaturasi protein, sehingga panas yang dihasilkan diharapkan tidak merusak asam amino ataupun membuat reaksi Maillard. Panas yang cukup pada extrusion akan menigkatkan kecernaan protein dan ketersediaan asam amino sulfur melalui dua cara yaitu panas akan membentangkan globulin biji dan panas juga akan menginaktifkan tripsin inhibitor dan lectin. Perlakuan panas selama extrusion dapat menyebabkan non aktifnya protein ataupun denaturasi protein, sehingga panas yang dihasilkan diharapkan tidak merusak asam amino ataupun membuat reaksi Maillard. Panas yang cukup pada extrusion akan menigkatkan kecernaan protein dan ketersediaan asam amino sulfur melalui dua cara yaitu, panas akan membentangkan globulin biji dan panas juga akan menonaktifkan tripsin inhibitor dan lectin. C. Mixing Mixing adalah proses pencampuran bahan pakan sesuai dengan formulasi ransum yang akan dibuat, hasil mixing harus bersifat homogen sehingga jika sampel diambil pada suatu titik mixer akan menghasilkan nilai yang refresentatif. Refresentatif memiliki arti bahwa sampel tersebut dapat mewakili data nutrisi dan kualitas hasil mixing tersebut. Homogenitas dari suatu hasil mixing sangat penting. Penambahan antibiotik, hormon, dan additive lainnya dalam jumlah yang relatif sedikit dalam proses mixing harus homogen, hasil mixing yang tidak memiliki homogenitas yang cukup tinggi akan
Teknologi Fabrikasi Pakan Konsentrat
83
berdampak pada produktivitas ternak, bahkan dapat mengakibatkan kematian jika penambahan obat-obatan dalam proses mixing tidak tercampur secara baik dan optimal sehingga obat-obatan tersebut akan terakumulasi pada suatu titik yang dapat menjadikan overdosis pada ternak nantinya. Jenis mesin mixer terdiri dari vertical dan horizontal, tipe horizontal memiliki kelebihan dibandingkan tipe mesin mixer yang lain. Homogenitas yang lebih seragam dihasilkan dari mesin mixer tipe horizontal. Mesin mixer horizontal memiliki prinsip pencampuran dengan pengaduk yang berputar seperti helix sehingga alir pengadukan menjadi berlawanan antara alir dalam dan luar.
Gambar 4. Vertical dan Horizontal Mixer Sumber : appropedia.org
84
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
Proses mixing dalam proses produksi sangat memegang peranan penting karena kapasitas produksi pakan ternak dalam suatu feedmill sangat dipengaruhi besar oleh kapasitas kinerja mesin mixer. Waktu mixing terdiri dari periode drymix (pemasukan bahan padat/ kering) dan wetmix (pemasukan bahan basah), interval antara periode tersebut akan terjadi penyemprotan minyak sesuai dengan formulasi sehingga periode drymix berubah menjadi wetmix. Ukuran partikel, bentuk partikel dan densitas suatu bahan pakan yang dicampur akan mempengaruhi proses drymix, sedangkan wetmix akan dipengaruhi oleh faktor densitas bahan pakan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kerja proses mixing adalah ukuran bahan, jenis bahan, densitas bahan, dan waktu pencampuran. Waktu pencampuran dapat mempengaruhi efisiensi mixing, waktu mixing yang terlalu cepat dapat menyebabkan belum maksimalnya pencampuran sedangkan waktu mixing yang terlalu lama dapat memungkinkan terjadinya segresi (pemisahan partikel). Jenis dan densitas bahan baku dapat berpengaruh dalam urutan pemasukan bahan baku ke dalam mesin mixing. Menurut Suparjo (2010), urutan bahan baku dapat menyebabkan penyebaran bahan baku selama pencampuran. Mixer mempunyai ambang batas dimana bahan dalam jumlah yang kecil tidak dapat tercampur kedalam formulasi. Jenis mixer juga ikut dalam menentukan urutan pencampuran. Butiran giling dan bungkil kedelai harus dicampurkan pertama kali pada mixer horizontal,
Teknologi Fabrikasi Pakan Konsentrat
85
sedangkan mixer vertikal akan memberikan hasil optimal jika bahan mikro dimasukkan lebih awal bersamaan dengan bungkil kedelai sebelum butiran giling. D. Pelleting dan Crumbling Pelleting adalah suatu proses menggabungkan campuran beberapa bahan pakan secara mekanik dengan tekanan tertentu, campuran bahan pakan diberikan tekanan secara mekanik akan melalui die sehingga menghasilkan Agglomerated feed yang kompak. Keuntungan pakan berbentuk pellet adalah mengurangi debu, mengurangi sifat memilih ternak, menyeragamkan kandungan nutrisi, dan meningkatkan produktivitas ternak serta meningkatkan density sehingga mempermudah dalam penanganan dan penyimpanan. Menurut Baudon and Hancock (2003), pakan pellet memiliki keunggulan dibanding pakan berbentuk mash yaitu dapat meningkatkan kecernaan Dry Matter, Nitrogen, dan Gross Energy serta menurunkan ekskresinya pada ternak babi, sehingga menghasilkan peternakan yang ramah lingkungan.
86
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
Gambar 5. Mesin pelletizer Sumber: http://myalucardster.blogspot.co.id/ 2011_10_01_archive.html
Mesin pelletizer terbagi menjadi beberapa bagian utama yaitu feeder, conditioning chamber, dan pelleting device. Feeder berfungsi untuk mengatur rata-rata aliran yang masuk ke mesin pelleting, conditioning chamber berfungsi untuk memberikan steam ke campuran bahan pakan, pelleting device berfungsi untuk membentuk campuran bahan pakan menjadi pakan berbentuk pellet yang kompak. Pemberian steam (uap air) pada proses conditioning berfungsi meningkatkan gelatinisasi pati, meningkatkan Pellet Durability Index (PDI), mengurangi jumlah mikroorganisme patogen serta menghancurkan telur serangga. Steam conditioning menjadikan pakan yang memiliki pati akan mengalami proses gelatinisasi.
Teknologi Fabrikasi Pakan Konsentrat
87
Gelatinisasi adalah proses pemecahan sempurna pada granula pati dengan kombinasi air, panas, dan tekanan serta mekanisme shear. Data diatas menujukkan bahwa tujuan steam conditioning diantaranya adalah mengurangi jumlah mikroorganisme pathogen (pasteurisasi), proses conditioning dengan suhu temperature 800C hingga 900C dapat mengurangi ataupun menghancurkan beberapa populasi miroorganisme pathogen seperti clostridium, listeria, dan Salmonella. Steam Conditioning menjadikan pakan yang memiliki pati akan mengalami proses gelatinisasi. Menurut California Pellet Mills Co. (2000), bahwa gelatinisasi didefinisikan sebagai Proses pemecahan sempurna pada granula pati dengan kombinasi air, panas, dan tekanan serta mekanisme shear. Umumnya hasil gelatinisasi memiliki dua hal yang sangat penting untuk pencernaan, yaitu a.) proses gelatinisasi meningkatkan kemampuan pati untuk diserap serta fraksi yang lain sehingga mempengaruhi feed convertion ratio. b.) proses gelatinisasi meningkatkan kecepatan enzim untuk mendegradasi substrat pada ikatan pati, sehingga menjadi molekul sederhana yang lebih soluble. Sebagian besar mesin pelleting pada bagian conditioning chamber menggunakan Diameter Differential Cylinder. Penggunaan Diameter Differential Cylinder merupakan program inovasi yang bertujuan untuk menyeragamkan pemberian steam terhadap campuran bahan pakan yang masuk ke dalam conditioner. Pemberian steam akan menyebabkan proses gelatinisasi amilopektin
88
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
pada bahan pakan sehingga dapat mengikat bahan pakan lain. Suhu conditioning yang terlalu tinggi dapat menyebabkan reaksi Maillard, reaksi Maillard yaitu reaksi interaksi antara senyawa protein dan karbohidrat, hasil reaksi ini menyebabkan protein akan sangat sulit untuk terdigesti di usus halus dan termanfaatkan oleh tubuh ternak. Proses pemberian tekanan terhadap campuran bahan pakan yang akan melalui die menjadikan hasil campuran akan keluar dalam bentuk yang kompak. Menurut Stark dan Ferket (2011), faktor-faktor yang mempengaruhi steam conditioning ukuran partkel bahan, retention time, sudut pengaduk, kecepatan pada saat di terowongan, dan penambahan air. Faktor steam conditioning yang diberikan ke campuran bahan pakan juga mempengaruhi terjadinya slip dalam mesin pellet. Pelletizer juga dilengkapi dengan calspray. Calspray adalah alat yang berfungsi untuk menyemprotkan liquid. Liquid yang biasanya ditambahkan adalah minyak, tujuannya adalah untuk meningkatkan palatabilitas dan berguna untuk melapisi pakan pellet sehingga mempengaruhi tampilan fisik, kelihatan fresh dan memiliki aroma yang khas. Proses crumbling adalah proses penghancuran pellet menjadi pakan butiran dengan menggunakan 2 roller yang bergerak berlawanan arah. Jalur pakan pellet tidak perlu melewati mesin crumbler, pengaturan manual pada kerapatan roller yang terdapat pada mesin crumbler dapat digunakan untuk mengatur perubahan pakan pellet menjadi crumble. Pemberian pakan ternak secara komplit
Teknologi Fabrikasi Pakan Konsentrat
89
butiran akan lebih baik dibandingkan tepung, khususnya ternak ayam yang memiliki paruh akan mengalami sedikit kesulitan untuk mengambil pakan yang berbentuk tepung. E. Cooling Proses cooling merupakan proses untuk menurunkan suhu pakan ternak setelah diproses di mesin pellet. Tujuan cooling untuk menurunkan kadar air dan panas. Proses cooling menjadi sangat penting dalam menentukan kualitas pellet karena pakan pellet dalam kondisi panas akan mudah patah, dan jika langsung dipacking maka mudah berjamur karena uap air yang tidak keluar. Proses cooling juga menjadikan pakan pellet memiliki tingkat hardness yang cukup tinggi. Faktor yang mempengaruhi performans mesin cooler yaitu inlet udara, kedalaman alas mesin cooler dan volume udara. DAFTAR PUSTAKA Anonim 1. 2016. Gambar mesin hammer mill tersedia di www.feedmachinery.com di akses pada 2 Maret 2016 Anonim 2. 2016. Gambar mesin roller mill tersedia di http://catetankuliah. blogspot. co.id /2009/11/ pengnganan- padi-pasca-panen.html di akses pada 2 Maret 2016 Anonim 3. 2016. Gambar mesin extruction tersedia di http://materi-forever. blogspot.co. id/2014/07/
90
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
industri-petrokimia-industri-pemrosesan.html akses pada 2 Maret 2016
di
Anonim 4. 2016. Gambar mesin mixer vertical dan horizontal tersedia di appropedia.org di akses pada 2 Maret 2016 Anonim 5. 2016. Gambar mesin peletizer tersedia http://myalucardster.blogspot. co.id/2011 _10 _01 _ archive. html di akses pada 2 Maret 2016 Song, Y.S., V.G. Perez, J; E. Pettigrew, C. MartinezVillaluenga, E. Gonzales de mejia. 2010. Fermentation of soybean meal and its inclusion in diets for newly weaned pig reduced diarrhea and measures of immunoreactivity in the plasma. Animal Feed Science and Technology. 157: 41-49. Stark, C., P. Ferket. 2011. Conditioning, pelleting, extrusion and cooling. North Carolina State University. North Carolina. Suparjo., K.G. Wiryawan., E.B. Laconi., dan D. Mangunwidjaja. 2008. Performa Kambing yang Diberi Kulit Buah Kakao Terfermentasi. Media peternakan Vol 34 (1): 35-41 Tran, D. Q., W. H. Hendriks, and FB van der poel. 2008. Effect of extrusion processing on nutrients in dry pet food. J. Sci. Food Agric. 88: 1487-1493.
Bagian Keenam PENYIMPANAN BAHAN BAKU DAN PAKAN JADI A. Tujuan Penyimpanan enyimpanan bahan baku menjadi sangat penting, ketersediaan bahan baku yang tidak kontinu akan berdampak pada proses produksi. Bahan baku yang digunakan harus sesuai standar yang telah ditentukan. Bahan baku yang akan masuk kedalam gudang akan diperiksa terlebih dahulu oleh Depertemen Feed Technology, jika kriteria bahan baku telah sesuai maka diizinkan untuk memasukkan bahan pakan ke dalam gudang penyimpanan. Depertemen Pergudangan bertanggung jawab untuk menjaga kualitas bahan baku hingga waktu penggunaan bahan baku tersebut. Pengawasan dan penjagaan kualitas bahan baku pakan akan selalu berprinsip pada first in first out (FIFO), FIFO maksudnya adalah bahan baku yang masuk/datang pertama harus dikeluarkan/digunakan pertama pula. Manajemen pergudangan mempunyai tenaga kerja yaitu User, krani dan Pengawas. User berfungsi untuk mengawasi dan mengisi form raw material controller, krani berfungsi untuk mencatat/ mengawasi bin card, sedangkan pengawas akan membuat schedule tentang bahan baku yang digunakan terlebih dulu, dan mencatat lokasi bahan baku.
P
91
92
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
Bahan baku yang terdapat di gudang harus dilengkapi dengan label. Label untuk bahan baku di gudang penyimpanan raw material biasa diistilahkan dengan bin card. Informasi yang harus ada pada bin card untuk bahan baku dalam bentuk curah meliputi nama bahan baku, tanggal terima, jumlah kontainer dan tonase. Sedangkan untuk bahan baku karungan akan ada data tentang jumlah karung per pallet dan jumlah pallet yang digunakan untuk bahan baku tersebut. Prinsip FIFO artinya bahwa bahan baku yang lebih dahulu masuk di gudang, harus lebih dulu digunakan untuk proses produksi (prinsip FIFO juga digunakan dalam regulasi pengeluaran finished goods). Bahan baku dalam bentuk curah akan dibawa menggunakan hand box menuju ke hopper. Bahan baku dalam karungan akan dibawa oleh forklift dan akan secara manual akan dituang oleh tenaga kerja borongan. Menurut Alaska Food Coalition (2010), first in first out merupakan suatu sistem monitoring yang dijadikan sebagai kontrol dalam hal penyimpanan untuk mempercepat/melancarkan sehingga tercipta jalur sistem permintaan ataupun pesanan yang efisien dan efektif. FIFO merupakan praktik yang paling bagus untuk mengatur keamanan dan kualitas suatu produk. Keuntungan menggunakan sistem FIFO adalah a.) perpindahan bahan dapat diatur secara sistematik dan logika dari catatan yang dimiliki, b.) perpindahan bahan dapat secara kontinu, sesuai permintaan secara efektif., c.) identifikasi dapat dengan mudah dilakukan dalam
Penyimpanan Bahan Baku dan Pakan Jadi
93
suatu area, d.) sistem ini merupakan sistem terbaik dalam menjaga keamanan bahan baku. Kendala utama dalam penyimpanan pakan jadi adalah pergudangan. Syamsu (2003) menyatakan bahwa salah satu bentuk tindakan pengamanan yang selalu terkait dengan waktu yang bertujuan untuk mempertahankan dan menjaga komoditi yang disimpan dengan cara menghindari, menghilangkan berbagai faktor yang dapat menurunkan kualitas komoditi tersebut. Gudang yang dimiliki untuk menyimpan pakan jadi tidak mampu mencukupi pakan yang telah diproduksi. Akibatnya pakan yang telah diproduksi disimpan di luar gedung. Agus (1999) menyatakan bahwa perubahan fisik dan kimia bahan bahan pakan selama proses penyimpanan sangat mempengaruhi kualitas nutritive bahan tersebut. Selama penyimpanan perubahan fisik dan kimia bahan yang disimpan, dengan mengontrol kondisi selama penyimpanan. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan fisik dan kimia bahan pakan selama penyimpanan adalah: kadar air, temperature, suplai oksigen, dan kondisi saat penyimpanan. Pakan yang disimpan dalam gudang berpotensi mengalami kerusakan karena kondisi lingkungan seperti panas, kelembaban udara, dan oksigen yang tidak dikontrol dapat menurunkan nilai nutritive dan kualitas pakan. Hal ini tentu saja merugikan perusahan pabrik pakan. Formulasi ransum akan disesuaikan dengan bahan yang ada digudang, bahan baku yang sama tidak selalu memiliki nilai nutrisi yang sama pula, sehingga
94
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
pengawasan pengambilan bahan baku untuk dimasukkan ke dalam intake sangat perlu diperhatikan. Kesalahan pengambilan bahan baku yang tidak sesuai production order akan menyebabkan nilai nutrisi yang tidak sesuai spesifikasi. Pengawasan terhadap susut tonase untuk bahan baku curah dan berkurangnya tingkat pallet untuk bahan baku karungan perlu dilakukan setiap ganti shift kerja. Bahan baku yang akan dituang ke intake harus tidak menggumpal, tidak berkutu dan tidak tercampur dengan bahan yang lain. Kejadian seperti dinding pembatas yang berlobang antar bahan baku curah dapat menjadikan bahan baku tercampur sehingga mempengaruhi kualitas produk pakan jadi. Bahan pakan yang sama belum tentu memiliki nutrisi yang sama. Space antar bahan pakan curah di perusahaan masih menggunakan kayu sebagai dinding. Pembangunan dinding secara permanen untuk mencegah tercampurnya bahan pakan perlu untuk difikirkan untuk kedepannya. Pengawasan dan kontrol terhadap dinding pemisah antar bahan baku perlu dilakukan. Selain itu, ventilasi dan kelembaban gudang perlu diawasi secara ketat. Musim hujan akan memberikan pengaruh kelembaban pada lingkungan mikro gudang. Proses pemisahan jagung dengan tumpinya juga perlu untuk diperhatikan, komplain dari konsumen dapat berasal dari adanya tumpi di produk pakan jadi. Pemasangan/penambahan blower untuk menghisap/ menyedot tumpi sehingga dapat terpisah dengan material jagung perlu dipertimbangkan. Selain itu, pemberian
Penyimpanan Bahan Baku dan Pakan Jadi
95
edukasi terhadap konsumen tentang bagian-bagian dari hasil proses pemisahan biji jagung dapat menjadikan hubungan perusahaan dan konsumen menjadi erat dan menambah wawasan terhadap feed manufacturing. Intake yang kotor dan meniggalkan sisa dari bahan baku yang lain dapat mempengaruhi nilai nutrisi produk pakan jadi. Hal ini karena adanya pencampuran antara bahan yang lebih dulu dimasukkan dengan bahan yang akan dimasukkan. Operator intake harus lebih tegas dalam masalah ini, kordinasi operator intake ke tenaga kerja borongan lebih diintensifkan. Kerja sama menjadi modal utama dalam pengawasan kebersihan. Pakan jadi yang berada di dalam sak/karungan berbeda dengan data yang tertera di luar sak. Pengisian pakan jadi yang berasal dari tong packing dan kordinasi antara tenaga kerja borongan di area packing dengan operator menjadi titik penting dalam permasalahan ini. Ketidaktahuan tenaga kerja borongan terhadap bentuk pakan yang akan dipacking menjadikan tidak adanya laporan ke operator packing terhadap masalah tersebut. Data produk pakan jadi yang dipesan oleh konsumen akan dikirimkan oleh pusat informasi ke operator mixing dan packing, operator packing akan menyerahkan blue print tenaga kerja borongan untuk mengambil sak/karung ke gudang penyimpanan. Produk pakan jadi yang dihasilkan dalam jumlah yang banyak tentu membutuhkan label yang banyak pula, label dalam jumlah banyak biasanya sangat sulit terdeteksi jika tercampur dengan label yang lain dengan warna yang
96
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
sama. Perbaikan dalam menjawab masalah diatas adalah dengan cara pemberian edukasi terhadap tenaga kerja borongan merupakan salah satu fungsi manajemen. Produk pakan jadi di sebuah perusahaan memiliki spesifikasi tertentu. Ada beberapa hal yang dapat menjadikan suatu produk pakan menjadi tidak sesuai spesifikasi. Pengawasan terhadap kontrol kualitas dip roses produksi harus diawasi secara ketat. Pakan yang mengalami abnormal tekstur merupakan penyumbang terbesar sebagai pakan repro (sekitar 80%), abnormal textur biasanya disebabkan dari penganan proses pelleting. Pakan repro akan diproses ulang untuk diremix dengan formulasi pakan lain. Reproses produk pakan yang tidak sesuai spesifikasi tentunya merupakan kerugian yang dibuat oleh perusahaan itu sendiri, karena dalam proses tersebut berarti membutuhkan tambahan biaya/cost. Kejadian mix up dapat saja terjadi di sebuah perusahaan pakan ternak. Pencampuran antar pakan untuk jenis ternak yang berbeda dapat menimbulkan masalah. Masalah palatabilitas, kecernaan hinnga produktivitas ternak dapat menjadi komplain konsumen. Pakan untuk jenis ternak berbeda dapat menjadi masalah karena penggunaan obat-obatan ataupun feed additive tiap ternak pasti akan berbeda, proses setelah cooling untuk masuk kedalam tong packing merupakan rantai yang perlu diperhatikan. Pakan yang masuk kedalam tong packing harus diperhatikan, kode pakan yang berbeda dapat tercampur di dalam suatu tong packing jika proses
Penyimpanan Bahan Baku dan Pakan Jadi
97
cooling tidak dapat dikontrol secara baik, sehingga pengawasan kontrol kualitas pakan jadi sebelum disimpan di gudang finished good ataupun siap dipasarkan harus ketat. Suatu produk akan diloloskan untuk dijual ketika spesifikasinya telah terpenuhi. Produk pakan jadi yang mengandung kutu menjadi masalah tentunya di suatu pabrik pakan ternak. Kutu dapat berasal dari invasi dari lingkungan luar, kadar air yang berlebih akan mengundang kutu untuk berkembang biak di tempat tersebut. Kejadian adanya kutu jenis Tribolium sp dan Typhaea stercorea merupakan tanda bahwa kontrol cooling pada produk pakan tersebut tidak ketat. Proses cooling memegang peranan penting dalam hal pengendalian panas dan jumlah kadar air di pakan. Prinsip cooling yang menyerap uap panas sehingga dapat menurunkan kadar air pakan. Kadar air yang tinggi dapat menyebabkan Aspergillus flavus dapat berkembang biak. Aspergillus flavus merupakan jenis jamur yang tahan terhadap panas, sehingga pemberian panas pada saat conditioning tidak akan mempengaruhi siklus hidupnya. Aspergillus flavus menghasilkan senyawa toxin yang disebut aflatoxin, aflatoxin biasanya menyerang ternak pada target organ hati dan ginjal. Aflatoxin juga dapat mengundang kehadiran Typhaea stercorea, karena kutu tersebut dapat menggunakan aflatoxin sebagai makanannya. Solusi terhadap masalah diatas adalah perlu ada pengawasan terhadap proses cooling, kadar air yang melebihi standar harus ditahan karena dapat menjadi tempat pertumbuhan kutu.
98
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
Beberapa sifat-sifat penting untuk dipertimbangkan dalam penyimpanan: densitas, tekstur, sifat abrasi, korosif, cair, durabilitas, dan ukuran partikel. B. Tempat Penyimpanan Penyimpanan bahan pakan merupakan hal yang sangat penting dalam usaha penggemukan ternak potong, karena adanya kesalahan dalam penyimpanan bahan pakan akan berakibat pada menurunnya kualitas bahan pakan dan berdampak pada produktivitas ternak. Macammacam tempat pemyimpanan bahan pakan dan pakan jadi dapat berupa gudang/bangunan, tangka/drum maupun bin/silo. Pemilihan tempat penyimpanan bergantung pada sifat-sifat yang melekat pada bahan pakan maupun pakan jadi. Tempat pemyimpanan yang terbuka, dapat memudahkan interaksi senyawa yang terdapat dalam bahan pakan dengan lingkungan luar. Semisal masih banyaknya ditemukan tempat penyimpanan molasses di kandang peternak ataupun pabrik kecil menengah yang tidak tertutup, hal ini menjadikan menurunnya kualitas nutrisi molasses akibat terkena air hujan. Cara penyimpanan pakan dinilai kurang benar, hal ini harus menjadi perhatian bagi perusahaan agar tidak terjadi kerusakan ataupun penurunan kandungan nutrisi dari molasses. Caldwell (2012) menyatakan bahwa salah satu indikator pengukuran molasses adalah viskositas, pada suhu kamar viskositas molasses bisa mencapai 1.100 sampai 7.150 cps (centipoids/detik). Perbedaan
Penyimpanan Bahan Baku dan Pakan Jadi
99
viskositas molasses juga dapat dipengaruhi oleh varietas tebu yang digunakan dan teknik pengolahan molasses. Selain itu, keadaan suhu lingkungan juga akan mempengaruhi viskositas molasses. Molasses yang disimpan dengan pemanasan mampu mengurangi tingkat viskositas, sementara itu molasses yang disimpan pada suhu dingin akan menyebabkan kekentalan pada molasses yang kemudian dapat menjadi beku. Viskositas molasses dapat meningkat 10 kali atau lebih dengan penurunan 50 derajat terhadap suhu lingkungan. C. Faktor yang Mempengaruhi Penyimpanan Kondisi awal bahan pakan. Bahan pakan sebelum masuk ke dalam gudang akan dicek kualitasnya, apakah layak atau tidak. Kualitas awal bahan pakan sebelum gudang dipengaruhi oleh manajemen sejak pemilihan benih, penanaman, waktu panen, maupun post harvesting (pengangkutan, pengemasan, pengeringan dan penggilingan). Kualitas awal yang menjadi standar utama adalah kadar air bahan adalah kadar air. Air merupakan nutrient utama dalam mendukung proses hidup makhluk biologis, sehingga semakin rendah kadar air akan memperpanjang lama penyimpanan. Kadar air yang melebihi 14% akan menurunkan kualitas penyimpanan bahkan menjadi rusak dan tidak layak pakai. Bahan baku yang telah diterima akan disimpan di dalam gudang dan diberikan identitas berupa label bahan baku yang berisikan nama bahan baku, tanggal terima, tanggal produksi, jumlah bahan baku, dan nama
100
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
petugas. Pemberian label bahan baku berfungsi untuk mengetahui masa simpan bahan baku dalam gudang. Lingkungan tempat penyimpanan. Lingkungan adalah segala sesuatu yang berada disekitar bahan pakan maupun pakan jadi. Dalam hal ini meliputi kebersihan, temperature, kelembaban, konstruksi tempat penyimpanan, pengaturan bahan baku pakan, ventilasi, cahaya, kadar air, pengaturan bahan, serta invasi serangga. Alas yang biasa digunakan untuk penyimpanan bahan baku (yang karungan) maupun pakan jadi biasa disebut dengan pallet. Kebersihan lingkungan. Kebersihan lingkungan menjadi hal yang krusial dan sangat mempengaruhi kualitas, sehingga tidak salah, jika seluruh agama di dunia ini mengajarkan kepada pemeluknya untuk bertharah (bersuci dan bersih), bahkan dikenal istilah yang tenar di tengah masyarakat sebagai slogan “Kebersihan Sebagian dari Iman”. Keteraturan susunan pallet akan memudahkan manajemen gudang, sehingga pallet yang bersih dan tidak rusak sangat dibutuhkan, agar bahan baku dalam karungan maupun pakan jadi tertata rapi, lurus dan tidak terjadi kontak langung dengan lantai/dinding/tembok. Temperatur dan kelembaban. Temperatur rendah dapat memperlambat penurunan kualitas bahan pakan maupun pakan jadi, sedangkan temperature yang tinggi dapat mempercepat kerusakan. Temperatur maksimal pakan 5°C diatas suhu ruangan pengecekan menggunakan alat pengukur suhu yang biasa disebut thermometer. Kelembaban untuk penyimpanan yang baik sekitar 30%, sedangkan kelembaban 30-70% maka akan terjadi invasi
Penyimpanan Bahan Baku dan Pakan Jadi
101
insekta, kelembaban 90% terlihat pertumbuhan jamur, 95% pertumbuhan bakteri. Konstruksi bangunan. Konstruksi bangunan dianggap perlu ditambahkan dalam tulisan ini karena, karena dijumpai dilapangan ada beberapa konstruksi bangunan yang tidak mendukung prinsip FIFO dalam hubungannya manajemen penyimpanan. Ventilasi atau keluar masuknya oksigen dianggap penting karena ketika proses respirasi yang terjadi di dalam bahan baku atau pakan jadi akan dapat menimbulkan panas (spontenous combustion). Pengaturan bahan. Bahan baku yang terdapat di gudang harus dilengkapi dengan label. Label untuk bahan baku di gudang penyimpanan raw material biasa diistilahkan dengan bin card (Lihat pada gambar 2). Informasi yang harus ada pada bin card untuk bahan baku dalam bentuk curah meliputi nama bahan baku, tanggal terima, jumlah kontainer dan tonase. Sedangkan untuk bahan baku karungan akan ada data tentang jumlah karung per pallet dan jumlah pallet yang digunakan untuk bahan baku tersebut.
Gambar 1. Penyimpanan bahan baku bentuk curah
102
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
Gambar 1. Penyimpanan bahan baku bentuk pallet Cahaya. Intensitas cahaya matahari yang terlalu tinggi akan dapat menyebabkan kerusakan pada suatu bahan pakan. Bahan pakan yang terpapar sinar matahari secara langsung akan terus menerus mengalami pemanasan. Pemanasan bahan pakan secara berlebihan ini akan menyebabkan beberapa komponen dalam bahan pakan tersebut rusak. Sebagai contoh, bahan pakan sumber protein akan lebih mudah rusak apabila terkena cahaya matahari langsung yang berarti juga mengalami pemanasan secara terus menerus. Molekul dalam protein sangat mudah mengalami denaturasi atau rusaknya ikatan peptida bahan pakan tersebut. Berdasarkan hal tersebut maka pengaturan cahaya agar tidak langsung mengenai bahan pakan secara langsung dan terus menerus sangat penting untuk diperhatikan. Kadar air. Kadar air merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap daya simpan bahan baku pakan. Semakin tinggi kadar air suatu bahan pakan akan menurunkan daya simpan bahan pakan tersebut. Apabila
Penyimpanan Bahan Baku dan Pakan Jadi
103
didalam bahan pakan masih mengandung kadar air yang cukup tinggi maka didalam bahan pakan terebut masih memungkinkan tumbuhnya bakteri dan jamur yang dapat mengurangi kandungan nutrient pada bahan pakan tersebut. Selain kandungan nutrient yang berkurang, jamur dan bakteri juga kan mengakibatkanan kerusakan pada bahan pakan tersebut. Tingginya kadar air bahan pakan juga dapat memicu terjadinyanya spontaneous heating hal tersebut diakibatkan karena masih berlangsungnya proses metabolisme dalam bahan pakan selama penyimpanan. Proses metabolisme akan menghasilkan panas yang berlebih pada bahan pakan, sehingga sangat berbahaya melakukan penumpukan bahan pakan yang masih memiliki kadar air yang cukup tinggi. Invasi mikrobiologi, serangga, dan rodensia. Adanya serangan serangga, kutu dan hewan pengerat seperti tikus berpotensi menurunkan masa simpan bahan pakan. Hewan-hewan tersebut secara langsung ataupun tidak langsung akan mempengaruhi kandungan nutrient dalam bahan pakan tersebut. Pengaruh secara langsung misalnya dengan hewan-hewan tersebut mengkonsumsi bahan pakan dalam gudang sehingga bahan pakan tersebut sehingga bahan pakan keluar dari tempat penyimpanannya (karung), sedangkan secara tidak langsung misalnya hewan tersebut mati pada tumpukan bahan pakan sehingga menyebabkan perkembangan organisme pembusuk pada bahan pakan.
104
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
Waktu Penyimpanan. Lama penyimpanan bahan pakan akan berpengaruh terhadap kualitas bahan pakan. Semakin lama proses penyimpanan bahan pakan akan berpengaruh terhadap hilangnnya nutrient dalam bahan tersebut. Sebagai contoh bahan pakan yang disimpan dengan kadar air sebesar 14 % dan bahan tersebut disimpan dalam waktu 12 bulan dapat dipastikan bahwa bahan pakan tersebut akan mengalami peningkatan kehilangan berat keringnya sejalan dengan lamanya waktu penyimpanan bahan pakan tersebut. Penyimpanan bahan pakan dalam waktu yang lama juga akan meningkatkan kan resiko terjadinya ransiditas atau ketengikan pada beberapa bahan pakan yang memiliki kadar lemak yang cukup tinggi. DAFTAR PUSTAKA Agus, A. 1999. Teknologi Pakan Konsentrat. Hand Out. Laboratorium Teknologi Makanan Ternak. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. UGM, Yogyakarta. Alaska Food Coalition. 2010. FIFO: First In First Out. http: www.alaskafood.org. Caldwell, D. 2012. Molasses in feeds. Westway Trading Corporation. Cedar Lake. Syamsu, J. A. 2003. Penyimpanan Pakan Ternak: Tinjauan Proses Kimiawi dan Mikrobiologi. Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas Muhammadiyah Malan
Bagian Ketujuh KONTROL KUALITAS inggi rendahnya nilai dari suatu bahan pakan (feed stuff), pakan komersial (commercial feed) ataupun bahan pelengkap pakan (feed supplements) ditentukan berdasarkan tinggi rendah kualitas dan kuantitas nutrien yang terkandung didalamnya. Namun tidak jarang penjual bahan pakan ataupun pakan komersial berusaha untuk mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi dengan jalan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Salah satu cara yang sering dilakukan adalah dengan jalan memalsu atau mengganti bahan pakan ataupun pakan komersial dengan bahan lain yang mempunyai kualitas yang lebih rendah dalam satu bobot yang sama, dengan maksud agar didapatkan keuntungan yang lebih tinggi. Kejadian ini jelas akan sangat merugikan, baik bagi pembeli ataupun peternak sebagai pengguna. Untuk mengantisipasi hal seperti ini sangat diperlukan pengetahuan tentang kualitas bahan pakan ataupun ransum ternak. Pengenalan dan pengujian ataupun kontrol kualitas bahan (feed stuff), pakan komersial (commercial feed), bahan pelengkap pakan (feed supplements) dan bahan untuk memalsu/pemalsu/ penyubal (adulterants) sangat penting dilakukan. Adapun metode yang digunakan pada pengujian kontrol kualitas pakan diantaranya adalah 1) pengujian pakan secara fisik,
T
105
106
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
2) pengujian pakan secara kemik, 3) pengujian pakan secara kombinasi fisik dan kemik, 4) pengujian pakan secara biologik. Keempat metode pengujian pakan tersebut di atas tidak harus dikerjakan semuanya karena setiap pengujian jelas memerlukan biaya, oleh sebab itu pengerjaannya harus disesuaikan dengan besar kecilnya biaya yang tersedia. Produk yang berkualitas tinggi membutuhkan bahan baku yang berkualitas tinggi pula, sehingga kontrol kualitas penerimaan dan penyimpanan bahan baku harus ketat. Pengujian bahan baku yang akan digunakan untuk proses produksi yang tersimpan di gudang raw material, silo, dan bin akan diuji secara periodik yang bertujuan untuk menjamin kualitas produk. Pengujian bahan baku dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu pengujian mikroskopik, quick test, dan wet chemical. Uji mikroskopik memiliki tujuan untuk mengetahui kualitas fisik suatu bahan baku sehingga dapat mengidentifikasi dan mengevaluasi kerusakan fisik bahan baku serta ada tidaknya bahan pemalsu. Quick test adalah pengujian secara cepat untuk mengetahui fraksi-fraksi yang ingin diketahui, misalnya untuk bahan baku jagung pengujian kadar air secara quick test sangat dibutuhkan untuk menangani penerimaan dalam jumlah besar. Pengujian quick test dengan menggunakan NIR Foss sering dilakukan oleh perusahaan. Wet chemical atau analisis basah merupakan analisis yang membutuhkan bahan kimia dalam pengujiannya. Wet chemical menjadi dasar koreksi/kalibrasi NIR Foss dalam menguji suatu sampel.
Kontrol Kualitas
107
Kualitas pakan yang biasa diuji adalah kualitas fisik, kimia, dan biologi. Varibel yang diamati meliputi warna, bau, kerapatan jenis, tekstur, dan mikroskopik. Warna setiap bahan pakan memiliki ciri khas tersendiri, sehingga jika terdapat perubahan warna pada bahan baku berarti dapat menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan selama proses penyimpanan. Bau yang tidak sedap, mengindikasikan adanya invasi serangga ataupun jamur di tumpukan bahan baku tersebut. Kerapatan jenis bahan digambarkan dalam satuan kilogram per meter kubik. Kerapatan jenis antara bahan baku akan sangat bervariasi. Kerapatan jenis bahan baku sangat penting untuk diukur, kerapatan jenis bahan sangat berfungsi untuk menyesuaikan dengan ketersediaan kapasitas gudang. Selain itu berfungsi dalam mengatur masuknya bahan baku terlebih dulu ke dalam mixer, biasanya bahan baku dengan densitas tinggi yang terlebih dulu dimasukkan lalu yang lebih rendah. Variabel kimia yang diamati meliputi kadar air, protein kasar, lemak kasar, dan mineral. Kadar air menjadi titik penting diantara beberapa fraksi kimia, hal ini disebabkan faktor yang dapat mempengaruhi perubahan kualitas selama penyimpanan adalah kadar air, sehingga kadar air yang tidak sesuai standar akan menjadi “Musuh” untuk perusahaan pakan ternak karena dapat menyebabkan beberapa masalah besar. Masalahmasalah besar yang dapat terjadi jika kadar air berlebih terdapat di dalam bahan baku, yaitu dapat menimbulkan heat spontaneous combustion/kebakaran spontan,
108
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
menimbulkan Aflatoxin yang dihasilkan oleh jamur Aspergillus flavus, dan menghambat kerja mesin grinder. Variable biologi yang biasa diamati adalah kecernaan dengan menggunakan pepsin. Kecernaan bahan baku biasa dilakukan dengan sederhana dengan menambahkan enzim pepsin dengan kombinasi asam klorida untuk menggambarkan kondisi lambung. Biasanya uji biologi ini dilakukan oleh departemen riset untuk pengembangan bahan baku yang akan digunakan dalam formulasi dan pendataan bahan baku. Kontrol kualitas dalam produksi pakan sangat penting dalam keberhasilan dan keuntungan suatu usaha peternakan. Tidak ada faktor lain, baik langsung maupun tidak langsung dalam kaitannya dengan performa ternak, bahwa pengujian kualitas pakan memerlukan perhatian dan pelaksanaan yang serius. Setiap bahan baku pakan mempunyai kandungan nutrient dan deskripsi tertentu. Sifat-sifat tersebut akan berubah karena adanya pengaruh tertentu, misalnya perlakuan, dan penambahan bahan lain, bahkan karena penyimpanan. Secara umum, bahan baku pakan dinyatakan bak secara fisk apabila memenuhi beberapa kriteria, antara lain kering (kadar air ,12% sampai 14%), bebas kutu atau insekta lain, tidak pecah atau rusak (utuh), bau atau rasa sesuai, penampilan luar tetao tidak berubah, dan tidak terdapat atau sedikit dijumpai bahan pemalsu. Beberapa bahan pemalsu yang paling sering digunakan adalah dedak padi halus, eksreta ayam dan urea (bahan pemalsu yang mengandung nutrient) dan serbuk geregaji, tepung arang, pasir halus,
Kontrol Kualitas
109
dan batu bata giling (bahan pemalsu yang tidak mengandung nutrient) (Agus, 2007). Quality control merupakan ujung tombak dari keberhasilan selama proses produksi berlangsung, mulai dari pengadaan bahan baku sampai pakan yang dihasilkan. Program pengawasan mutu yang bak adalah mencakup pengawasan terhadap empat aspek, yaitu: 1). Pengawasan kualitas bahan baku (ingredient quality), 2). Kualitas produk akhir (finished feed quality), 3). Kandungan zat anti nutrisi atau racun (control of toxic substance), dan 4). Kontrol terhadap proses produksi (process control) (Khalil dan Suryahadi, 1997). Ada beberapa uji untuk kontrol kualitas pakan dengan tujuan masing-masing. Uji kandungan sekam dalam bahan pakan (Phoroglucinol test) tujuan untuk kandungan rice hulls dalam rice bran (bekatul, dedak, dan lain-lain). Tujuan uji kandungan urea dalam bahan pakan untuk mengetahui kandungan urea pada bahan pakan (tepung ikan, dan lain-lain). Uji bulk density (berat jenis) bahan pakan tujuannya untuk mengetahui kualitas bahan sekaligus untuk memnimalkan pemalsuan (pencemaran) bahan (Agus, 2007). Kontrol kualitas bahan baku bertujuan untuk memberikan informasi yang tepat tentang kandungan zat makanan dan antikualitas yang terkandung di dalamnya atau racun dari bahan baku, sehingga nilai nutrisi yang diinginkan dari ransum sebagai produk akhir akan didapat denga baik dan tepat (Agus, 1999). Bahan pakan tertentu mengandung zat antikualitas dalam jumlah
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
110
cukup tinggi sehingga dapat menghambat metabolism ternak. Oleh sebab itu, dilakukannya kontrol kualitas bahan baku merupakan suatu cara untuk mencegah digunakan bahan baku yang memiliki kandungan nutrient yang rendah dan zat antikualitas yang tinggi dalam suatu proses produksi (Kurniawati, 2005). Penurunan kualitas bahan baku dapat terjadi karena penanganan, pengelohan atau penyimpanan yang kurang tepat. Kerusakan dapat terjad karena seragam jamur akibat kadar air tinggi, ketengikan dan serangan serangga. Pengawasan mutu bahan baku harus dilakukan secara ketat saat penetimaan dan penyimpanan. Pemilihan dan pmeliharaan kualitas bahan bau menjadi tahap penting dalam menghasilkan ransum yang berkualitas tinggi . kualitas ranusm yang dihasilkan tidak akan lebih baik dari bahan baku penyusunnya (Fairfield, 2003). A. Kontrol Kualitas Fisik Tabel 1. Standar kualitas bahan baku pakan No
Bahan Pakan
Fisik
1
Tepung Tulang (Bone Meal)
- Berbentuk tepung dan berwarna putih - Tidak basah - Tidak berwarna cokelat
2
Broken Rice (Menir) - Berbentuk butiran, warna putih - Tidak terlalu banyak tepung - Tidak berkutu
Kontrol Kualitas
111
3
Corn Gluten Meal
- Berbentuk tepung warna kuning, rasa pahit, dan mudah tumpah jika saknya lobang sedikit. - Tidak menggumpal. - Tidak berjamur dan berkutu.
4
Dryed Distiller Grain Soluble
- Berbentuk tepung warna kuning cokelat, bau gurih, dan agak berminyak - Warnanya cerah dan tidak panas. - Tidak berjamur, berbau tengik dan berulat.
5
Tepung Ikan (Fish Meal)
- Berbentuk tepung, warna cokelat - Baunya segar - Tidak menggumpal
6
Tepung Daging dan Tulang (Meat Bone Meal)
- Berbentuk tepung, warna cokelat, mengandung minyak - Tidak terdapat banyak butiran tulang - Tidak berkutu dan berulat
7
Tepung Batu
- Berbentuk tepung, warna putih, mudah tumpah jika saknya berlobang sedikit - Tidak basah
8
Palm Kernel Meal
- Warna cokelat tua, bau gurih - Tidak tengik dan basah. - Tidak jamuran.
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
112 9
Jagung
- Berbentuk biji, warna kuning, dan putih. - Tidak ada serangga, kumbang - Tidak berbau asam - Tidak banyak tumpi dan tongkol. - Tidak berwarna pucat dan tidak berjamur.
B. Kontrol Kualitas Kimia
1. Analisis Proksimat Weende experiment station di Jerman oleh Henneberg dan Stockman pada tahun 1865 mengembangkan metode analisis menggolongkan komponen yang ada pada pakan. Cara ini dipakai hampir diseluruh dunia dan disebut “analisis proksimat”. Analisis ini didasarkan atas komposisi susunan kimia dan kegunaannya (Tilman et al., 1984). Sistem analisis proksimat selalu dilengkapi dengan istilah minimum ( ≥ ) atau maksimum ( ≤ ) sesuai dengan manfaat fraksi tersebut. Dari sistem analisis proksimat dapat diketahui adanya 6 macam fraksi, yaitu air, abu, protein kasar, lemak kasar (ekstrak ether), serat kasar, dan ekstrak tanpa nitrogen. Khusus untuk ekstrak tanpa nitrogen, nilainya dicari berdasarkan perhitungan yaitu : 100% - jumlah % kelima fraksi lain (Kamal, 1994).
113
Kontrol Kualitas
Tabel 2. Komponen masing – masing fraksi dari analisis proksimat pakan Fraksi
Komponen
Air
Air, terdapat asam volatil dan basa
Abu
Mineral esensial - Makro : Ca, K, Mg, Na, S, P, Cl - Mikro : Fe, Mn, Cu, Co, I, Zn, Si, Ne, Se, Cr, F, V, Sn, As, Ni. Mineral non-esensial : Al, Ti, Pb, B.
Protein kasar
Protein asam amino, asam nukleat, amin, nitrat, glikosida bernitrogen adan vitamin B.
Lemak kasar
Lemak, minyak, lilin, asam organik, pigmen, sterol dan vitamin.
Serat kasar Sellulosa, hemisellulosa, lignin Ekstrak tanpa nitrogen
Sellulosa, hemisellulosa, lignin, gula, fruktan, pati, pektin, asam organik, resin, tannin, pigmen dan vitamin larut dalam air. ( Sumber : Kamal, 1994 )
Kadar Air. Air dalam analisis proksimat adalah semua cairan yang menguap pada pemanasan dalam beberapa waktu pada suhu 105° – 110° C dengan tekanan udara bebas sampai sisa yang tidak menguap mempunyai bobot tetap. Penentuan kandungan kadar air dari suatu bahan sebetulnya bertujuan untuk menentukan kadar bahan kering dari bahan tersebut (Kamal, 1994). Penentuan kadar bahan kering sangat penting dilakukan karena digunakan sebagai standar penentuan fraksi lainnya. Penyusun utama tanaman pakan hijauan segar adalah air yang kadarnya dapat mencapai lebih dari
114
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
80%. Kadar air tersebut lebih tinggi pada tanaman yang lebih muda dari pada tanaman yang lebih tua. Disamping itu kadar air dari setiap bagian tanaman pakan juga berbeda tergantung pada bagian mana dari tanaman tersebut (Kamal, 1999). 2. Penetapan kadar bahan kering (AOAC, 2005). Prinsip. Air yang terkandung di dalam bahan akan menguap seluruhnya, apabila bahan-bahan tersebut dipanaskan pada suhu 105oC. Kandungan bahan kering (BK) dapat diketahui dengan mengurangkan 100% dengan kadar air suatu bahan (%). Peralatan. Peralatan yang digunakan antara lain : vochdoos, desikator, timbangan analitik, tang penjepit, dan oven 105oC. Cara kerja : a. Vochdoos yang sudah bersih dikeringkan dalam oven 105oC selama satu jam. Vochdoos tersebut kemudian didinginkan dengan tutup dilepas dalam desikator selama satu jam. b. Vochdoos ditimbang (Y gram) ± 2 gram, kemudian sampel dimasukkan ke dalam vochdoos tersebut, selanjutnya dikeringkan dalam oven 105oC selama 8 jam. c. Vochdoos didinginkan di dalam desikator selama 1 jam. d. Setelah dingin, vochdoos ditimbang. e. Penimbangan diulang 3 kali setiap jam sampai dengan beratnya konstan (Z gram). Perhitungan : Kadar BK = ((X + Y – Z) / Y x 100%)
Kontrol Kualitas
115
X = bobot silica disk Y = bobot sampel Z = bobot sampel + silica disk setelah oven Kadar Abu. Abu adalah sisa pembakaran sempurna dari suatu bahan. Suatu bahan bila dibakar sempurna pada suhu 500 – 600° C selama beberapa waktu maka senyawa organiknya akan terbakar menjadi CO2, H2O dan gas lain yang menguap, sedang sisanya yang tidak menguap itulah yang disebut abu atau campuran dari berbagai senyawa oksida mineral sesuai dengan macam mineral yang terkandung didalam bahannya. Penentuan kadar abu berguna untuk penentuan kadar ekstrak tanpa nitrogen. Disamping itu kadar abu dari pakan yang berasal dari hewan dan ikan dapat digunakan sebagai indeks kadar kalsium (Ca) dan fosfor (P). juga merupakan tahap awal penentuan kadar berbagai mineral yang lain yaitu Na (natrium), Cl (khlor), K (kalium), P (fosfor), dan S (belerang) (Kamal, 1994). Komponen abu pada analisis proksimat tidak memberikan nilai makanan penting. Sehingga nilai abu tidak dapat dipakai sebagai indeks untuk menentukan jumlah unsur mineral tertentu atau kombinasi unsur – unsur yang penting (Tillman et al., 1998). 3. Penetapan kadar bahan organik (AOAC, 2005). Prinsip. Suatu bahan apabila dipanaskan pada suhu o 600 C maka semua bahan organiknya akan teroksidasi menjadi CO2, H2O, dan gas lain, sedang yang tertinggal adalah abu.
116
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
Peralatan. Peralatan yang digunakan antara lain: vochdoos, desikator, tang penjepit, tanur, timbangan analitik, oven 105oC, dan tanur 550-600oC. Cara kerja : a. Vochdoos yang sudah bersih dikeringkan dalam oven 105oC selama satu jam. Vochdoos tersebut kemudian didinginkan dalam desikator selama satu jam. b. Vochdoos ditimbang dalam keadaan tertutup (X gram). c. Sampel ditimbang (Y gram) dan dimasukkan ke dalam vochdoos kemudian diabukan pada suhu 550-600oC sampai berwarna putih. d. Vochdoos yang berisi abu diambil dan didinginkan dalam desikator selama satu jam kemudian ditimbang (Z gram). Perhitungan : Kadar BO = ((X + Y – Z) / Y x 100%) X = bobot vochdoos Y = bobot sampel, Z = bobot vochdoos dan sampel setelah diabukan Protein Kasar. Protein adalah senyawa organik kompleks yang mempunyai berat molekul tinggi. Seperti halnya karbohidrat dan lipida, protein mengandung unsur – unsur karbon, hidrogen, dan oksigen, tetapi sebagai tambahannya, semua protein mengandung nitrogen (Hartadi et al., 1998). Lain halnya dengan protein, protein kasar juga mempunyai definisi yaitu nilai bagi dari total nitrogen ammonia dengan faktor 16% (16/100) atau hasil kali dari total nitrogen ammonia dengan faktor 6,25
Kontrol Kualitas
117
(100/16). Faktor 16% berasal dari asumsi bahwa protein mengandung nitrogen 16%. Kenyataannya nitrogen terdapat di dalam pakan tidak hanya berasal dari protein saja, tetapi ada juga nitrogen yang berasal dari senyawa bukan protein atau nitrogen non protein (NPN). Dengan demikian maka nilai yang diperoleh dari perhitungan di atas merupakan nilai dari apa yang disebut protein kasar (Kamal, 1994). Menurut Kamal (1999), kadar perotein kasar dipengaruhi oleh faktor spesies, perbedaan umur tanaman, dan bagian tanaman yang dianalisis. Semakin tua umur tanaman maka kadar protein kasarnya semakin berkurang. Kadar protein kasar lebih banyak pada bagian daun dari pada bagian batang. 4. Penetapan kadar protein kasar (AOAC, 2005). Prinsip. Asam sulfat (H2SO4) pekat dengan katalisator CuSO 4 dapat memecah ikatan N organik menjadi (NH4)2SO4, kecuali ikatan N=N, NO, dan NO2. (NH4)2SO4 dalam suasana basa akan melepaskan NH3 0,1 N yang kemudian dititrasi dengan HCl 0,1 N. Peralatan. Peralatan yang digunakan antara lain labu kjeldahl, pipet ukur, seperangkat alat destruksi dan destilasi, seperangkat alat titrasi, gelas ukur, corong, dan labu erlenmeyer. Reagensia. Larutan yang digunakan antara lain H2SO4 pekat, CuSO4, dan K2SO4, NaOH 50%, HCl 0,1 N, H3BO3 0,1 N, mix indikator dan Zn. Destruksi. Sampel ditimbang sebanyak 0,5 gram kemudian dimasukkan ke dalam tabung destruksi,
118
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
ditambah 2 gram K2SO4, 1 gram CuSO4, 3 buah batu didih, dan 25 ml H2SO4 pekat kemudian didestruksi sampai menjadi berwarna jernih secara keseluruhan, kemudian didinginkan. Destilasi : a. Hasil destruksi diencerkan dengan aquades sampai volumenya 50 ml, tabung digoyang sampai homogen. b. Disiapkan erlenmeyer dan diisi dengan asam boraks, kemudian ditambahkan mix indikator. c. Dipasang tabung penampung dan tabung dalam desikator, alirkan 20 ml NaOH ke dalam tabung. d. Pemanas dihidupkan, destilasi dimulai. Titrasi. Hasil destilasi kemudian dititrasi menggunakan HCl sampai warna berubah. Dicatat volume HCl untuk menentukan kandungan N. Blanko dikerjakan seperti di atas. Perhitungan : Kadar PK = ((X-Y) x 0,014 x 6,25)) / Z x 100% Keterangan : X = jumlah HCl untuk sampel Z Y = jumlah HCl untuk blanko N = normalitas larutan HCl Z = berat sampel Kadar Serat Kasar. Serat kasar adalah semua senyawa organik yang terdapat dalam bahan pakan yang kecernaannya rendah, sedangkan dalam analisa proksimat serat kasar adalah semua senyawa organik tidak larut dalam perebusan dengan larutan H2SO4 1,25% (0,255 N) dan pada perebusan dengan larutan NaOH 1,25% (0,313
Kontrol Kualitas
119
N) yang berurutan masing – masing selama 30 menit. Di dalam perebusan tersebut semua senyawa organik akan larut kecuali serat kasar dan beberapa macam mineral. Ampas hasil saringan bila dibakar sempurna maka serat kasarnya akan menjadi abu atau campuran oksida mineral (Kamal, 1994). Tanaman tua mengandung serat kasar yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan tanaman yang lebih muda. Pada umumnya kadar serat kasar tanaman makin tinggi, proses pencernaannya makin lama dan nilai energi produktifnya makin rendah (Tillman et al., 1991). 5. Penetapan kadar serat kasar (AOAC, 2005). Prinsip. Serat kasar adalah semua senyawa yang tidak larut bila direbus dalam larutan H2SO4 1,25% (0,255 N) dan dalam NaOH 1,25% (0,313 N) yang berurutan masing-masing selama 30 menit. Bahan organik yang tertinggal disaring dengan glass wool dan crucible. Hilangnya bobot setelah dibakar 550-600oC adalah serat kasar. Peralatan. Peralatan yang digunakan antara lain: beaker glass 600 ml, pemanas, saringan linen, glass wool, alat penyaring Buchner atau Gooch crucible, gelas arloji, tang penjepit, oven 105-110oC, desikator, tanur 550600oC, dan timbangan analitik. Cara kerja : a. Sampel dihitung sebanyak 2 gram (X gram), dimasukkan ke dalam beaker glass 600 ml, tambahkan 200 ml H2SO4 1,25%, kemudian dipanaskan hingga mendidih selama 30 menit.
120
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
b. Saring melalui saringan linen, hasil saringan (residu) dimasukkan ke dalam beaker glass, tambahkan 200 ml NaOH 1,25% kemudian dididihkan selama 30 menit. c. Saring kembali dengan menggunakan crucible yang telah diisi dengan glass wool. Dicuci dengan beberapa ml air panas dan kemudian dengan 15 ml ethyl alkohol 95%. d. Hasil saringan (termasuk serat gelas) dimasukkan apada alat pengering dengan suhu 105-110oC selama satu malam, kemudian didinginkan dalam desikator selama satu jam. Setelah itu ditimbang (Y gram). e. Gooch crucible dan isinya dibakar dalam tanur suhu 550-600oC sampai berwarna putih seluruhnya (bebas karbon). f. Gooch crucible yang berisi hasil pembakaran dikeluarkan, dan didinginkan pada desikator. Bila sudah dingin kemudian ditimbang (Z gram). Perhitungan : Kadar serat kasar (%) = (Y- Z / X) x 100% X = bobot sampel awal Y = bobot sampel setelah oven 105oC Z = bobot sisa pembakaran 550-600oC Kadar Lemak Kasar. Lemak kasar adalah campuran beberapa senyawa yang larut dalam pelarut lemak (pelarut non polar) seperti : ether, petroleum benzene, petroleum ether, dan sebagainya. Lemak lebih tepatnya disebut sebagai ekstrak ether karena diekstraksi dengan menggunakan ether. Penentuan kadar lemak kasar dapat diketahui dengan cara ekstraksi menggunakan zat pelarut
Kontrol Kualitas
121
lemak menurut Soxhlet. Apabila sudah larut kemudian pelarutnya diuapkan maka akan tertinggal lemak kasarnya (Tillman et al., 1991). Bahan makanan ternak yang berasal dari tanaman, sterol, lilin dan berbagai produk seperti vitamin A, vitamin D, karoten, seringkali menyusun sampai lebih dari 50% lemak makanan. Dalam senyawa non-gliserida hanya mengandung sedikit energi yang tidak dapat digunakan maka bahan makanan yang mengandung nongliserida nilai kalorinya kadang – kadang lebih rendah dari itu. Nilai kalori yang rendah dapat dipakai untuk menetapkan nilai energi dari lemak hewan, juga beberapa lemak tanaman dan terutama dari lemak hasil ekstraksi dalam industri seperti biji kapas, kedelai dan sebagainya (Tillman et al., 1991). 6. Kadar ekstrak eter (Kamal, 1997). Prinsip. Lemak dapat diekstraksi dengan menggunakan ether atau zat pelarut lemak lain menurut Soxhlet, kemudian ether diuapkan dan lemak dapat diketahui bobotnya. Peralatan. Peralatan yang digunakan antara lain: seperangkat alat Soxhlet, labu penampung, alat pendingin, kertas saring bebas lemak, tang penjepit, oven 105-110oC, desikator, dan timbangan analitik. Cara kerja : a. Sampel ditimbang sekitar 0,5 gram (X gram) dan bungkus dengan kertas saring bebas lemak sebanyak 3 bungkus.
122
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
b. Masing-masing bungkusan dimasukkan ke dalam oven 105-110oC selama semalam. c. Bungkusan tersebut ditimbang dalam keadaan masih panas (Y gram). d. Bungkusan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi Soxhlet. e. Labu penampung diisi dengan petroleum benzen sekitar ½ volume labu penampung, alat Soxhlet juga diisi sekitar ½ volume dengan petroleum benzen. f. Labu penampung dan tabung Soxhlet dipasang, pendingin dan penangas dihidupkan. g. Diekstraksi selama 16 jam (sampai petroleum benzen dalam alat ekstraksi berwarna jernih). h. Pemanas dimatikan, kemudian sampel diambil dan dipanaskan dalam oven 105-110oC selama semalam. i. Sampel dimasukkan dalam desikator selama satu jam lalu ditimbang (Z gram). Perhitungan : Kadar ekstrak eter (%) = (Y – Z) / X x 100% X = bobot sampel awal Y = bobot sampel + kertas saring bebas lemak sebelum ekstraksi Z = bobot sampel + kertas saring bebas lemak setelah ekstraksi Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN). Ekstrak tanpa nitrogen dalam arti umum adalah sekelompok karbohidrat yang kecernaannya tinggi,sedangkan dalam analisis proksimat yang dimaksud ekstrak tanpa nitrogen
Kontrol Kualitas
123
adalah sekelompok karbohidrat yang larut pada perebusan dengan H2SO4 1,25% dan pada perebusan dengan larutan NaOH 1,25% atau 0,313 N yang berurutan masing – masing selama 30 menit. Walaupun demikian untuk penentuan kadar ekstrak tanpa nitrogen hanya berdasarkan perhitungan : 100% - (% air + % abu + % PK + % LK + % SK) Sumber: (Kamal, 1994). BETN mengandung mono,di,tri dan tetra sakarida ditambah pati dan beberapa bahan yang termasuk hemiselulosa karena kadar BETN adalah 100% dikurangi jumlah % dari kadar air, abu, protein, lemak dan serat kasar, maka nilainya tidak tepat dan dapat dipengaruhi kesalahan – kesalahan analisa dan zat – zat lain. Namun kesalahan – kesalahan tidak begitu mengkhawatirkan pada analisis – analisis yang telah rutin dikerjakan, terutama karena selulosa dan pati adalah komponen utama bahan makanan dan tebal tidak memisahkan zat – zat ini. Kesalahan tabel analisis proksimat adalah mengingat kenyataan bahwa ekstraksi alkali lemak yang dipakai pada penentuan serat kasar memisahkan bagian lignin dari beberapa rumput, karenanya mengurangi kadar serat kasar rumput tersebut, akibatnya nilai BETN seakan – akan naik. Bahan ekstrak tanpa nitrogen dipengaruhi oleh kandungan nutrien lainnya yaitu protein kasar, air, abu, lemak kasar dan serat kasar (Kamal,1994).
124
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
a. Uji Kualitas Pellet (Durability Pellet). Durability pellet dilakukan untuk menguji kualitas pellet yang telah dibuat sebelumnya. Kualitas pellet dinilai dari kekerasannya (hardness) yaitu seberapa besar tenaga yang dibutuhkan untuk memecah pellet. Ketahanannya (durability) yaitu mudah tidaknya pellet pacah atau hancur karena pengaruh dari luar seperti gesekan, goncangan atau getaran, dan yang terakhir kestabilan. Pellet dapat dinilai dari kekerasan (hardness) yaitu seberapa besar tenaga yang dibutuhkan untuk memecah pellet, ketahanan (durability) yaitu mudah tidaknya pellet pecah/hancur karena pengaruh dari luar seperti gesekan, goncangan atau getaran dan kestabilan (termasuk kestabilan dalam air untuk pellet ikan) (Rasidi, 2000). Metode uji kualitas pellet. Timbang sampel pellet sebanyak 100 gram dengan menggunakan plastik putih (berat plastik ditimbang dahulu dan dicatat beratnya). Masukkan pellet kedalam alat ayakan pada tingkat pertama, ayakan disusun sampai tingkat keempat dengan ukuran partikel yang berbeda-beda mulai dari tingkat pertama yang berukuran partikel besar kemudian kebawah makin kecil. Ayakan dipasang pada Fisher Wheller dengan kecepatan 700 rpm dan 800 rpm selama 5 menit. Parameter yang diamati yaitu persentase kehilangan serta persentase pellet yang tersaring pada tingkatan saringan yang berbeda akibat pengaruh kecepatan putaran Fisher Wheller.
Kontrol Kualitas
125
Durability Pellet = (Berat sampel plastik) Berat plastik X100 % berat sampel awal b. Uji Urea Pembuatan ekstrak urease. Kedelai mentah digiling hingga halus (diayak atau disaring). Ambil bubuk kedelai 50 g lalu dicampur dengan 200 ml aquades, diaduk-aduk hingga merata kemudian didiamkan semalam. Paginya saring ekstrak urease. Pembuatan urea test paper. 10 ml ekstrak urease dicampur dengan 10 ml larutan indikator (BTB). Celupkan kertas saring (Whatman no. 41) dalam larutan tersebut hingga tercelup merata di seluruh permukaan kertas. Keringkan kertas tersebut dengan cara diangin-anginkan atau dipanaskan. Kertas akan berwarna kuning orange ketika kering. Pengujian kandungan urea (urea test paper). Teteskan larutan urea standar pada urea test paper. Kemudian letakkan sedikit sampel bahan pakan di atas urea test paper dan tetesi sampel tersebut dengan aquades. Apabila bahan mengandung urea, maka akan ditunjukkan dengan perubahan warna (menjadi warna biru) pada urea test paper. Intensitas warna menunjukkan kuantitas kandungan urea. Uji kandungan urea termasuk pengujian pakan secara kemik yaitu pengujian kemik kualitatif. Tujuan pengujian secara kemik kualitatif adalah hanya untuk mengetahui ada tidaknya suatu nutrien organik maupun anorganik di dalam suatu bahan pakan. Adanya uji
126
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
kandungan urea ini bertujuan untuk mengetahui apakah terjadi pemalsuan terhadap kandungan nutrien bahan pakan, yang biasanya tujuan ditambahkan urea untuk meningkatkan kadar protein kasar pada bahan pakan. Urea merupakan sumber non protein nitrogen (NPN) yang paling baik bagi mikrobia rumen dan kelarutannya mencapai 100%. Apabila level urea yang ditambahkan dalam bahan pakan berlebihan maka dapat menimbulkan efek yang kurang baik dan bersifat racun yang dapat menyebabkan ternak sakit bahkan kematian pada ternak. Menurut Handari (2002) menyatakan bahwa urea merupakan sumber NPN yang paling baik bagi mikroba rumen dan kelarutannya mencapai 100%. Urea yang untuk suplementasi pada ternak disebut sebagai proteuin kasar dari protein non nitrogen. Pembentukan ammonia dari urea dibantu oleh enzim urease. Ammonia yang dihasilkan kemudian digunakan oleh bakteri dalam rumen untuk membentuk protein bakteri (Bahnke,1996). Pemalsuan dengan penambahan urea biasanya ditambahkan ke dalam bahan baku yang mengandung prtein tinggi seperti tepung kedelai dan tepung ikan. Fairfield (2003), uji kandungan urea bahan pakan dapat direaksikan dengan enzim urease yang terdapat pada bungkil kedelai. Enzim urease merupakan enzim yang mengkatalis hidrolisis dari urea menjadi karbon dioksida dan amonia. Tepung ikan yang baik mempunyai kandungan protein kasar 56 sampai 68%, kadar air 5,5 sampai 8,5%, serta kandungan garam 0,5 sampai 3,0% (Agus, 2007). Bungkil kedelai merupakan hasil ikutan
Kontrol Kualitas
127
pembuatan minyak kedelai. Bungkil kedelai sebagai bahan pakan sumber protein asal tumbuhan belum dapat digantikan oleh bahan sejenis lainnya. Beragamnya kualitas bungkil kedelai selain disebabkan oleh perbedaan kualitas kedelai dan juga disebabkan oleh macam proses pengambilan minyak. Bungkil kedelai merupakan bahan pakan sumber dwiguna, sebagai sumber protein dan sumber energi. Batas maksimal penggunaan bungkil kedelai pada ransum ayam petelur fase layer ini sebesar 25% (Agus, 2007). Uji Kandungan Sekam. Sampel bahan pakan dimasukkan ke dalam petridish dan diratakan ke seluruh permukaan petridish. Larutan phloroglucinol 1% diteteskan secara merata ke seluruh permukaan sampel bahan sehingga basah seluruhnya. Perubahan warna lalu diamati. Apabila bahan pakan tersebut mengandung sekam maka muncul warna merah pada bahan pakan yang diuji. Intensitas warna menunjukkan kuantitas kandungan sekam. Adanya kandungan sekam ditandai dengan perubahan warna (menjadi merah) pada bahan yang diuji setelah ditambah larutan phloroghicinol 1% secara merata pada permukaan sampel bahan tersebut, bekatul mempunyai kandungan sekam yang lebih banyak daripada dedak, hal ini ditandai dengan warna yang lebih merah pada bekatul. Handari (2002), menyatakan jika timbul warna merah, maka jelas bahan pakan sudah oplos dengan sekam, sedangkan untuk menghitung berapa persentase pemalsuannya bisa diperkirakan dari kecenderungan warna merah yang timbul. Misalkan
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
128
dari 5 gram sampel yang diambil, muncul warna merah di sebagian kecil saja, maka bisa diperkirakan kadar sekamnya sekitar 5 sampai 10%. Menurut Hartadi (1997), kandungan sekam dedak umumnya kurang dari 13%, namun seringkali ditemukan dedak padi yang kandungan sekamnya lebih dari 15%, sedangkan kandungan sekam bekatul sekitar 15%. Menurut Zuprizal (2001) semakin merah, maka kualitas bahan pakan semakin buruk. Lebih lanjut dikatakan bahwa sekam merupakan bagian yang tidak dapat dicerna sama sekali oleh unggas. Kadar sekam untuk grade super besarnya kurang dari 8%, jenis I sebanyak 8 sampai 12% dan jenis II batas maksimalnya 15%. c. Uji Bulk Density (Berat Jenis) Gelas ukur ditimbang dan dicatat beratnya. Sampel bahan pakan dimasukkan kedalam gelas ukur lalu dipadatkan dengan kayu dan diusahakan seminimal mungkin adanya rongga antar bhan pakan. Bandingkan berat sampel dengan volumenya, dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Bulk density
(berat sampel wadah) berat wadah
No Ingredients
volume wadah
x100%
Bulk density Bulk density No Ingredients (g/l) (g/l)
1
Alfalfa
224,8 11 Skim milk
642,3
2
Blood meal
610,2 12 Wheat
208,7
bran 3
Cassava
642,3 13 Rice bran
337,2-350,7
129
Kontrol Kualitas
meal 4
Copra meal
642,3 14 Rice Hulls
337.2
5
Corn
626,2 15 Sorghum
545,9
6
Corn,
701,8-722,9 16 Sorghum
706,9-733,7
ground 7
CGF
meal 481,7 17 Meat and
594,2
bone meal 8
Feather meal
9
CGM
10 Skim milk
545,9 18 Soybean
594,1-610,2
meal 529,9-545,9 19 Wheat 642.3 20 Molasses
610,2-626,2 1,413
d. Uji Kandungan Garam Aquades dipanaskan sampai 70ºC lalu 2 sampai 3 gram sampel ditimbang. Tambahkan aquades panas 50 ml dalam sampel tersebut lalu aduk selama 5 menit. Campuran lalu diencerkan dengan aquades 100 ml dengan gelas ukur. Ambil 10 ml larutan lalu masukkan ke dalam erlenmeyer. K2CrO4 ditambahkan sebanyak 40 tetes lalu campuran tersebut dititrasi menggunakan AgNO3. Kandungan garam (%) = mL titrasi x FP x BM NaCl x N x100% gram sampel
Keterangan : FP = Faktor Pengencer Menurut Lubis (1992), prinsip dari uji kandungan garam ialah larutan AgNO3 bereaksi dengan garam (NaCl) menjadi AgCl yang berwarna putih, lalu AgNO3 bereaksi dengan kalium kromat menjadi Ag2CrO4 yang berwarna merah.
130
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
Reaksi kimianya sebagai berikut : AgNO3 + NaCl →AgCl + NaNO3 2 AgNO3 + K2CrO4 →Ag2CrO4 + 2 KNO3 Uji bulk density (Berat jenis) bahan pakan bertujuan untuk mengetahui kualitas bahan sekaligus untuk meminimalkan pemalsuan (pencemaran) bahan (Agus, 2007). Uji kepadatan dilakukan dengan mengukur volume dan berat dari sampel bahan baku ransum. Masing-masing bahan baku telah memiliki standar bulk density tersendiri, jagung 626 g/l (1 liter jagung memiliki berat 626 gram), dedak halus 337,2 sampai 350,7 g/l, dan bungkil kedelai (SBM) 594 sampai 610 g/l (Tilman et al.,1998). Bulk density bungkil kedelai hasil praktikum lebih besar. Hal ini dapat disebabkan ukuran partikel setelah digiling terlalu kecil sehingga bulk density lebih besar. Dedak halus mempunyai bulk density lebih kecil, hal ini dapat disebabkan penyimpanan yang terlalu lama atau kontaminan bahan lain sehingga dapat menurunkan kualitas bahan pakan. Hal ini didukung oleh Agus (2007) yang menyatakan bahwa bahan pakan rentan terjadi pengoplosan, bahan yang digunakan untuk campuran dibagi menjadi 2, yaitu yang mengandung nutrien seperti dedak padi halus, sekam padi giling, tongkol jagung giling, dan ekskreta ayam, sedangkan bahan campuran yang tidak mengandung nutrien seperti serbuk gergaji, tepung arang, pasir halus, batu bata giling, dan oli bekas serta tanah merah. Kualitas bahan pakan
131
Kontrol Kualitas
jagung, bungkil kedelai, dan dedak halus yang diuji dengan uji bulk density mempunyai kualitas kurang baik. Tabel 3. Standarisasi Kualitas Kimia Bahan di Pabrik Pakan Ternak Bahan Baku Jagung
Spesifikasi
Kadar air Aflatoxin Broken seed Moldy seed Damage seed Crude Palm Oil (CPO) Kadar air Iodiene value FFA Tepung ikas (Fish meal) Kadar air Protein Fat Abu NaCl (Salt) Enthoxiqin Dedak (Rice Bran) Kadar air Protein Hulls Spot test Acid value Dried Distiller Grain Soluble Kadar air Protein Fat Fiber
Max 13.5% Max 50 Max 2% Max 2% Max 3% Max 0.5 Min 45 Max 5 6-12 Min 58-63 Max 10 Max 25 Max 4 Min 150 Max 10 Min 13 0-0.5 Negatif Max 30 Max 13 Min 26 Max 12 Max 13
132 Tepung Daging dan Tulang (Meat bone meal)
Bungkil kedelai
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
Kadar air
Max 10
Protein Min 50 Fat 6-14 NaCl (Salt) 1.0 Kadar air Max 12 Protein Min 48 Sumber: Fadilah, 2011
C. Kontrol Kualitas Biologi Kualitas produksi ternak sangat erat hubungannya dengan kualitas pakan lokal yang tersedia, sehingga pemanfaatan sumber pakan lokal secara optimal dapat menentukan produktivitas secara maksimal pula. Namun demikian, informasi mengenai kualitas pakan lokal yang tersedia, nilai indek jenis pakan hijauan makana ternak (misalnya alang-alang, rumput benggala, rumput lapang, rumput gajah), konsumsi pakan sukarela dari pakan lokal untuk setiap jenis ternak ruminansia masih sangat terbatas. Hal ini disebabkan lokal komposisi nilai nutrisi pakan ternak ruminansia yang digunakan di Indonesia sampai saat ini adalah hasil evaluasi yang ditemukan di Negara Eropa dan Amerika dimana kondisi alam, pakan dan ternaknya jauh berbeda dengan kondisi di Indonesia. Sehingga penerapan sistem tersebut tidak memberikan informasi yang bermanfaat dalam rangka pengembangan dan perencanaan peningkatan produksi ternak ruminansia di Indonesia.
Kontrol Kualitas
133
Sistem evaluasi pakan ruminansia yang dipakai di Indonesia, dikembangkan di Negara Eropa dengan kondisi alam yang berbeda dengan Indonesia. Keadaan ini menjadikan sistem tersebut tidak dapat memberikan informasi yang maksimal dalam rangka pengembangan nutrisi ruminansia. Adanya pengetahuan mendasar tentang karakteristik degradasi memungkinkan diadakannya evaluasi terhadap nilai kegunaan hayati terhadap suatu bahan makanan sebagai pemasok zat nutrisi pada ternak tanpa harus melakukan pengujian secara in vivo, in vitromaupun in sacco. D. Uji Kecernaan Kecernaan In Vivo. Pencernaan pada ternak ruminansia merupakan proses yang kompleks, melibatkan interaksi yang dinamis antara makanan, mikroba dan hewan. Pencernaan merupakan proses yang multi tahap. Proses pencernaan pada ternak ruminansia terjadi secara mekanis di mulut, fermentatif oleh mikroba di rumen, dan hidrolitis oleh enzim pencernaan di abomasum dan duodenum hewan induk semang. Sistem fermentasi dalam perut ruminansia terjadi pada sepertiga dari alat pencernaannya. Hal tersebut memberikan keuntungan yaitu produk fermentasi dapat disajikan ke usus dalam bentuk yang lebih mudah diserap. Namun ada pula kerugiannya, yakni banyak energi yang terbuang sebagai CH4 (6 sampai 8%) dan sebagai panas fermentasi (4 sampai 6%), protein bernilai hayati tinggi mengalami
134
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
degradasi menjadi NH3, dan mudah menderita ketosis (Sutardi 2006). Kecernaan pada ruminansia dapat ditentukan dengan menggunakan ternak secara langsung. Kecernaan pakan ditetapkan berdasarkan jumlah bahan pakan yang dimakan dikurangi jumlah tinja (feses) yang dikeluarkan, demikian juga dengan nutrien yang tercerna. Penetapan kecernaan secara in vivo dilakukan menggunakan metode koleksi total atau total collection yang dibagi menjadi tiga periode yaitu periode adaptasi kandang dan pakan, periode pendahuluan, dan periode koleksi data masingmasing selama tujuh hari. Periode adaptasi dan periode pendahuluan ada kalanya dijadikan satu sehingga tidak ada batasan yang nyata. Koleksi data meliputi konsumsi selama 24 jam dari pukul 8.00 sampai pukul 8.00 pada hari berikutnya (Ristianto, 2012). Pada feses terdapat bahan-bahan yang berasal dari tubuh ternak, yang berupa enzim atau kikisan dinding saluran pencernaan, selain nitrogen didalam feses terdapat lemak dan mineral metabolik yang terdapat bahan metabolik didalam feses tersebut sehingga menyebabkan kecernaan yang ditetapkan lebih rendah (Ristianto, 2012). Tillman et al., (1998) menyatakan komponen nutrien metabolik dalam feses sukar ditentukan, berdasarkan penelitian yang sudah dikerjakan diperkirakan nitrogen sebesar 0,1 g/100 g bahan kering yang dikonsumsi, untuk ternak ruminansia nitrogen metabolik diperkirakan sebanyak 0,5 g/100 g atau dikonversi ke protein kasar menjadi 3,12 % bahan kering pakan yang dikonsumsi.
Kontrol Kualitas
135
1. Metode Evaluasi in vivo Periode pendahuluan. Kandang pengamatan dibersihkan dari sisa pakan dan feses, kemudian Ternak ditimbang berat badannya dan dihitung jumlah kebutuhan pakan (feed intake). Ternak diberikan pakan rumput yang dipotong dengan chopper dan konsentrat. Pakan diberikan sebanyak 3% dari berat tubuh, sedangkan air diberikan secara ad libitum. Pakan diberikan antara pukul 08.00 sampai 09.00 W IB dan pukul 15.00 sampai 16.00 WIB. Periode koleksi. Koleksi yang dilakukan selama analisis in vivo antara lain koleksi sisa pakan dan feses. Sisa pakan ditampung dan dihitung setiap hari, lalu diambil sebanyak lebih kurang 300 gram sebagai sampel yang akan analisis proksimat. Feses yang dikeluarkan ditampung dan ditimbang setiap harinya, dan diusahakan tidak tercampur dengan urine, lalu dihomogenkan dengan mixer (dikomposit). Sampel feses diambil sebanyak 100 gram sebagai sampel yang akan analisis proksimat. Cara sampling feses dilakukan dengan cara feses yang ditampung ditimbang kemudian diambil 100 gram setelah itu dikeringkan dengan sinar matahari, setelah semua feses terkumpul, feses dimasukkan ke dalam koran yang telah ditimbang beratnya lalu dimasukkan ke dalam oven 55oC sampai bobotnya konstan kemudian digiling, setelah itu dilakukan analisis proksimat. Setelah dilakukan analisis proksimat dihitung nilai bahan kering tecerna (BKT) dan bahan organik tercerna (BOT).
136
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
Uji Kecernaan In Vitro. Kecernaan adalah bagian dari nutrien yang tidak diekskresikan dalam feses melainkan diasumsikan sebagai nutrien yang diserap tubuh ternak. Bahan pakan yang baik adalah bahan pakan yang memiliki kecernaan tinggi sehingga dapat meningkatkan konsumsi pakan, dan kebutuhan nutrien ternak dapat terpenuhi, sehingga produksi ternak dapat mencapai optimal. Kecernaan pakan biasanya dinyatakan berdasarkan BK dan sebagai suatu koefisien atau presentase. (McDonald et al., 2002). Kecernaan in vitro adalah teknik pengukuran degradabilitas dan kecernaan evaluasi ransum secara biologis dapat dilakukan secara laboratorium dengan meniru seperti kondisi sebenarnya (Mulyawati, 2009). Kecernaan suatu bahan pakan untuk ternak ruminansia dapat dihitung secara akurat pada skala laboratorium dengan percobaan menggunakan cairan rumen dan pepsin. Tahapan merupakan proses inkubasi sampel selama 48 jam dengan cairan rumen dalam kondisi anaerobik. Tahapan kedua, mikrobia dibunuh dengan menggunakan HCl sampai pH 2 dan terjadi pencernaan protein kemudian diinkubasikan dengan pepsin. Residu yang tidak larut dikeringkan dan diestimasi kecernaan bahan kering (McDonald et al., 2002). Metode dua tahap yang memiliki pengukuran nilai kecernaan bahan pakan secara in vitro menggunakan cairan rumen dan saliva buatan. Keasaman dipertahankan pada pH 6,76,9 dan ditambahkan gas CO2 untuk menghasilkan kondisi anaerob. Proses degradasi dengan metode in vitroini
Kontrol Kualitas
137
menghasilkan CH4 dan CO2, gas ini merupakan hasil dari proses fermentasi bahan pakan terutama bahan organik menjadi volatile fatty acids yang dilakukan oleh mikrobia rumen (Orskov, 2002). Faktor yang mempengaruhi metode kecernaan in vitro antara lain pencampuran pakan, cairan rumen, pengontrolan temperatur, variasi waktu dan metode analisis. Pengukuran kecernaan yang terjadi dalam rumen secara in vitro, menyesuaikan dengan kondisi dalam rumen yaitu selama 48 jam. Variasi populasi mikrobia disebabkan karena perbedaan dalam pemberiaan pakan pada ternak, waktu putar cairan rumen dan metode penanganan serta proses cairan rumen sebelum digunakan. Keberhasilan metode in vitro tergantung pada koreksi terhadap berbagai kesalahan yang bersal dari populasi mikrobia, pH medium, preparasi sampel dan cara kerja (Crowder dan Cheda, 1982). Pengujian kecernaan jenis pakan mengandung serat kasar tinggi dapat dilakukan dengan metode in vitro melalui pengukuran produksi gas. Produksi gas kumulatif dapat dianalisis dengan persamaan P=a+b(1-e-ct)(Orskov, 2002). 2. Metode Evaluasi in vitro Preparasi sampel. Sampel yang digunakan 250mg. Utomo (2010) telah melakukan modifikasi pada jumlah penggunaan substrat, cairan rumen, saliva buatan, HCl, dan pepsin yang digunakan pada penetapan kecernaan in vitro, yakni hanya sebanyak 50% yang direkomendasikan More dan Barnes. Cairan rumen yang digunakan sebagai donor mikrobia diambil menggunakan termos yang sebelumnya diisi
138
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
dengan air pada suhu 39°C sampai penuh. Dalam memasukkan cairan rumen ke termos diusahakan agar udara luar tidak banyak yang masuk ke termos. Termos yang berisi cairan rumen dibawa ke laboratorium dan segera digunakan untuk donor mikrobia untuk diinokulasikan di medium. Cairan rumen dicampur dengan larutan Mc. Dougall sambil dialiri gas CO2 dengan perbandingan pencampuran 1 : 4 dan diukur pH nya sekitar 6,7 sampai 7. Setelah itu 25 ml campuran tersebut dimasukkan dalam tabung reaksi yang telah diisi sampel dan telah diinkubasi tadi dan diinkubasikan selama 48 jam dan digojog setiap 8 jam sekali. Analisis sampel KBK akan diukur kecernaan BK dan BO (Tilley dan Terry, 1963). Setelah inkubasi selama 48 jam, tabung disaring satu per satu melalui crucible yang telah berisi glasswool (yang telah diketahui berat kosongnya) dan tabung in vitrodicuci dengan menggunakan air panas hingga tidak ada sampel yang tertinggal. Hasil saringan untuk uji kecernaan bahan kering dan bahan organik. KcBK. Crucible yang berisi sampel hasil saringan dimasukkan ke dalam oven 105°C selama semalam dan dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit lalu ditimbang. Hasil yang diperoleh digunakan untuk menghitung KcBK. KcBO. Crucible yang berisi sampel hasil penetapan KcBK diabukan dalam tanur 600°C sampai putih kemudian dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang. Hasil yang diperoleh digunakan untuk menghitung KcBO.
Kontrol Kualitas
139
Uji Degradasi In Sacco.Teknik in sacco biasa dilakukan untuk mengukur degradasi pakan dalam rumen, dengan menggunakan hewan berfistula rumen. Tingkat degradasi pakan diukur dari bahan yang hilang pada kantong nilon terhadap bahan awal yang diinkubasikan dalam rumen. Pengukuran didasarkan pada lama inkubasi yang berbeda dan berurutan. Pengukuran dengan teknik in sacco mempunyai keunggulan antara lain menghemat waktu, tenaga dan biaya (Kurniawan, 2007). Metode in sacco banyak digunakan karena sederhana dan hanya menggunakan beberapa ternak berfistula (Soejono, 1990). Beberapa faktor yang mempengaruhi metode ini, yakni porositas dari kantong nilon, preparasi pakan untuk inkubasi, waktu inkubasi, jenis ternak,efek pakan yang diberikan pada ternak, dan posisi kantong di dalam rumen (Ørskov, 1992). 3. Metode Evaluasi In Sacco Pembuatan kantong nilon. Kantong dibuat dari bahan nilon untuk inkubasi rumen. Kantong yang diinkubasikan dalam rumen mempunyai porositas 46 dijahit pada ketiga sisinya dengan las plastik dengan dimensi bagian dalam 6 × 11 cm. Kantong nilon ditandai sesuai dengan nomor pakan, waktu inkubasi dan replikasi kemudian dioven pada suhu 55ºC selama 1 jam dan ditimbang berat kosongnya. Kantong nilon untuk inkubasi rumen yang telah ditimbang berat kosongnya diisi dengan sampel yang akan diuji, 3 gram untuk hijauan
140
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
dan 5 gram untuk konsentrat dan kemudian kantong diikat diujung kantong. Inkubasi rumen. Kantong nilon yang telah diisi sampel ditautkan dengan tali rafia pada cincin yang terbuat dari besi yang dilapisi krom, kemudian diinkubasikan dalam rumen sebelun pakan pagi didistribusikan. Jumlah kantong nilon pertitik pengukuran disesuaikan dengan tujuan pengukuran, sebaiknya diperhitungkan kemungkinan adanya variasi individu dan variasi periode inkubasi. Sampel diambil sesuai dengan waktu inkubasi, segera dicuci dengan air kran dingin secara perlahan-lahan sebelum dilanjutkan pencucian menggunakan mesin cuci selama 6 menit dan air yang mengalir. Apabila pencucian dengan mesin cuci tidak segera dilaksanakan maka kantong nilon setelah diinkubasi dibekukan pada suhu15ºC. Pencucian diperlukan untuk menghilangkan partikel pakan atau mikrobia yang menempel pada residu atau kantong nilon. Selanjutnya dilakukan pengeringan pada suhu 60ºC selam 48 jam dan ditimbang residunya dan dianalisis bahan kering (BK) dan bahan organik (BO). DAFTAR PUSTAKA Agus, A. 1999. Teknologi Pakan Konsentrat. Hand Out. Laboratorium Teknologi Makanan Ternak. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. UGM, Yogyakarta.
Kontrol Kualitas
141
Agus, Ali. 2007. Panduan Bahan Pakan Ternak Ruminansia. Badian Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Bahnke, K.C. 1996. Feed Manufacturing Technology: Current Issues and Challenges. Animal Feed Science. 62: 49. Handari, R. D. 2002. Teknologi dan Kontrol Kualitas Pengolahan Pakan di PT Charoen Pokphand Sidoarjo Jawa Timur. Laporan Praktek Kerja Lapangan. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Hartadi. HS, Reksohadiprojo dan Tillman. D.A. 1989. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. Cetakan ke IV. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Kamal, M. 1994. Nutrisi Ternak Dasar. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Kamal, M. 1999. Nutrisi Ternak I. Laboratorium Mekanan Ternak Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Khalil dan Suryahadi. 1997. Pengawasan Mutu dalam Industri Pakan Ternak. Poultry Indonesia No. 213 November. Jakarta. Kurniawati, H. I. Kontrol Kualitas Bahan Baku dan Produk Akhir di PT SIBA PRIMA UTAMA Feedmill Karanganyar Solo. Laporan Praktek Kerja Lapangan. Fakultas Peternakan Univ. Gadjah Mada. Yogyakarta Tillman A.D, Hari Hartadi, S. Reksohadiprojo, Prawirokusumo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
142
Teknologi dan Fabrikasi Pakan
Tillman, A.D, H. Hartadi, S. Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo, dan Lebdosukodjo, S. 1984. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.