BAHAYA GHIBAH DALAM KONTEKS HIDUP BERMASYARAKAT Dr. Muh. Rusli, M.Fil.I Abstrak Artikel ini mengkaji tentang ghibah dalam konteks hidup bermasyarakat. Ghibah secara subtansi merupakan pengungkapan aib atau cacat seseorang yang menyebabkan orang tersebut sakit hati. Untuk itu, dalam konteks keIndonesiaan yang multi etnik, bahasa, agama, dan adat istiadat, seyogyanya setiap orang mampu menahan diri dari prilaku ghibah yang dapat menyebabkan konflik SARA. Islam mengutuk pelaku ghibah layaknya memakan daging saudaranya yang sudah mati dan dosanya melebihi pelaku riba. Tentu saja kita bukan kanibal yang rela melakukan perbuatan sekeji itu. Berdasarkan hasil ijtihad ulama, Islam hanya mentolerir pengungkapan aib seseorang bilamana bukan bertujuan untuk merendahkan harkat dan mengurangi kehormatan seseorang. Dampak ghibah di dunia mengakibatkan hilangnya rasa kasih sayang dan sekaligus dapat merusak perdamaian serta disiksa di alam barzah. Diperlukan upaya menghindari ghibah dengan membatasi pembicaraan hanya dalam soal kebaikan atau memilih diam ketimbang memperkeruh masalah. Karena ghibah tergolong dosa besar, maka harus ditaubatkan dan bertekad untuk tidak mengulanginya lagi, di samping itu harus meminta maaf kepada orang yang digunjing. Namun jika orang yang digunjing telah meninggal maka hendaknya mendoakan keselamatannya; menunjukkan niat baik kepada keluarganya; dan membayarkan hutangnya bila ternyata ia mempunyai hutang. Kata Kunci: ghibah – bermasyarakat – mudharat. A. Pendahuluan Perkembangan zaman di Indonesia yang semakin maju berdampak pada kehidupan kehidupan bermasyarakat. Kebebasan dalam mengekspresikan diri di ruang-ruang publik adalah hal yang lumrah. Maraknya tayangan TV yang mengupas ruang-ruang privasi seseorang merupakan obyek hiburan dan pemberitaan. Hanya saja, mengingat acaraacara tersebut bernuasa gosif atau belum tentu kebenarannya, kini hal tersebut menjadi problem di tengah masyarakat. Apakah membicarakan rahasia orang atau mencari kejelekan orang lain tidak termasuk ghibah yang notabene dilarang dalam Islam?, sejauhmana toleransi Islam membolehkan seseorang membicarakan aib orang lain?. Problem tersebut mendapat beragam tanggapan dari masyarakat dengan dalil pembenarannya masing-masing. Tidak sedikit yang
138
Bahaya Ghibah dalam Konteks Hidup Bermasyarakat
membolehkan namun tidak sedikit pula yang melarangnya. Olehnya itu, ghbah menarik untuk dikaji, apakah gosif sama dengan ghibah?. Di samping itu, al-Qur’an hanya menegaskan ghbah sebagai sesuatu hal yang dilarang, tetapi tidak dijumpai penjelasan tentang apa yang dimaksudkan dengan ghbah itu sendiri. Belum lagi, dalam al-Qur’an ditemukan banyak ayat-ayat yang bercerita tentang kejelekan dan kedurhakaan umat-umat terdahulu. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah apakah al-Qur’an juga memuat dan melegitimasi ghbah?. Dengan demikian, perlu dilakukan pengkajian secara mendalam dengan merujuk pada hadis Nabi saw. dan pandangan ulama, sehingga mampu melahirkan paradigma baru tentang ghbah. B. Pengertian Ghbah (ÔMЮ½D) Ghbah (ÔMЮ½D) menurut bahasa “min al-Igtiyab” artinya “dari yang tidak nampak”1. Ghbah dapat juga berarti umpatan, fitnah dan gunjingan.2 Kemudian kata “umpatan” dalam kamus bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai perkataan yang memburuk-burukkan orang lain.3 Dapat pula berarti penggunjingan yang diidentikkan dengan kata gosip, yaitu cerita negatif tentang seseorang.4 Dengan demikian, ghbah dapat dipahami mempunyai arti yang kurang lebih sama dengan kata umpatan, penggunjingan dan gosip. Selanjutnya, ghbah menurut istilah dapat dilihat dari pandangan Im m al-Ghz li yang memahami ghbah ini tidak hanya pengungkapan aib seseorang yang dilakukan secara lisan, tetapi juga termasuk pengungkapan dengan melalui perbuatan, misalnya dengan isyarat tangan, isyarat mata, tulisan, gerakan dan seluruh yang dapat dipahami maksudnya.5 Di antara aib tersebut yakni kekurangan seseorang pada badan, pada keturunan, akhlak, perbuatan, pada ucapan, agama, termasuk pada pakaian, tempat tinggal dan kendaraannya.6 Di antara hadis Nabi saw. yang menerangkan pengertian ghibah yakni:
1
Lihat Ibnu Mansur al-Ansari, Lisan al-‘Arab (Beirut: Dar Sadir, t.th), h. 656 Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir; Kamus Arab Indonesia (Cet. IV; Yogyakarta: Pustaka Progressif, 1997), h. 1025 3 WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Cet. VIII; Jakarta: PN. Balai Pustaka, 1985), h. 1125 4 Ibid., h. 328 5 Lihat al-Im m Ab Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghaz li, Ihy’ Ulm al-Dn, jilid II (Cet.III; Bair t-Libanon: D r al-Fikr, 1991), h. 154 6 Lihat ibid., h. 152-153 2
http://journal.iaingorontalo.ac.id/indek.php/ma
139
Muh. Rusli
#ç˾ü½D# DÎõ½Eôµ# õÔMæ Ð쮽ö D# EæÁ# Èæ Íçkhè Pæ Fô # Àæ Eôµ# Ãæ ü¾o æ Íæ # Ëì Ðè ¾ô©æ # ÃÊü¾½D# Õü¾w æ # Ëì ¾ü½D# Àæ Îçokæ # îÈFô #Ñì±#æÈEô¹#èÈúJ#æRèÏFô læ ±ô Fô #æ¿Ðìµ#çÌælöºæÏ#EæÂìL#ô¼EæcôF#ô¼çl¹ ö iì #æÀEôµ#çþôè©Fô #çËõ½Îçokæ Íæ #ìËÐì±#èÇõºæÏ#èýô #èÈúJæÍ#çËQæ èMQæ öD#ìh¶ô ±ô #çÀÎõ¶Pæ #EæÁ#ìËÐì±#æÈEô¹#èÈúJ#æÀEôµ#çÀÎõµôF#EæÁ#ÑìcôF # #.7+hFÍ#ÖjÐÁlP#/þpÁ#ÌDÍk,#çËQî Êæ Læ #èh¶ô ±ô Artinya: Rasulullah saw. telah bersabda: Apakah kalian mengetahui apa ghbah itu? Mereka berkata: Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui. Beliau bersabda: (ghbah itu) adalah pengungkapan engkau tentang saudaramu mengenai apa yang ia benci. Dikatakan (Nabi ditanya): Apakah pendapatmu jika yang ada pada saudaraku sesuai apa yang saya katakana?. Beliau bersabda: Jika yang ada padanya sesuai apa yang engkau katakan, maka sesungguhnya engkau telah menggunjingnya, dan jika tidak sesuai yang ada padanya, maka sungguh engkau telah mendustakannya. (HR. Muslim; Turmuzi dan Ahmad). Hadis tersebut memberikan gambaran bahwa ghbah itu adalah pengungkapan yang dilakukan seorang Muslim mengenai diri sesamanya Muslim yang apabila didengar menimbulkan rasa benci.8 Dapat juga dimaknai ghbah yaitu menyebutkan sesuatu yang terdapat pada diri seorang Muslim, sedang ia tidak suka bila itu disebutkan.9 Adapun Muhammad alZarq ni menyatakan bahwa ghbah ini sebenarnya berlaku khusus bagi orang Muslim, sebab kata akhka dalam hadis Nabi saw. yang dimaksudkan adalah saudara seagama (sesama umat Islam). Karena itu, ghbah tidak berlaku pada orang kafir (l ghbah f kfir).10 Ghbah tidak berlaku pada orang kafir juga dapat didasarkan pada azbabun nuzul ayat QS. al-Hujur t (49): 12 7
Ab Husayn Muslim Ibn Hajj j al-Qusyayri al-Naisab ri, Sahh Muslim, jilid II (Indonesia: Maktabah Dahl n, t.tp.), h. 432. Hadis-hadis yang semakna, dapat pula dilihat dalam Sunan al-Tumzy, pada kitab ke 25, bab 23; juga terdapat dalam Musnad Ahmad bin Hanbal, pada juz II, h. 384, 386 dan 458. 8 Disadur dari al-Syaikh Khal l Ma’mum Syeikh, al-Manhaj Syarh Shahih Muslim bin al-Hajjj (Cet. II; Bair t-Libanon : D r al-Ma’rifah, 1996), h. 358 9 Lihat Muhammad Sh lih al-Munajjid, Muharramt Istihna al-Ns, diterjemah-kan oleh Ainul Haris Umar Thayib dengan judul Dosa-dosa Yang Dianggap Biasa (Cet. I; Jakarta: Akafa Press, 1997), h. 103 10 Lihat al-Im m Sayyidiy Muhammad al-Zarq niy, Syarh al-Zarqahni ‘Al Muwaththa’ li al-Imm Mlik, juz IV (Bair t-Libanon: D r al-Fikr, t.th), h. 405
140
Jurnal Madani, Vol 4. No 1. Juni 2014( ISSN: 2087-8761)
Bahaya Ghibah dalam Konteks Hidup Bermasyarakat
#YXT # # ³2Ù2¯ # ¨FCÀ# X¹ØÈW# E¯ # ¨FCÀ# ]C°K%#
° V Å f U # # ² Ø È W # 1Å Á ² Ø È # W * Ù Ó W c # YX T # S¾ S I U %
# ##§ª«¨#¸/Ì°Oq #³!SV"##D¯ ###SÁ "XT##ÈPSÀ-È)ØFm VVÙ#>*ÙjW% Terjemahnya : 12) Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.11 Azbabun Nuzul ayat tersebut dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Salman al-Farisi yang apabila selesai makan ia terus tidur dan mendengkur. Pada waktu itu ada yang mempergunjingkan perbuatan itu, maka turunlah ayat ini yang melarang seseorang mengumpat menceritakan keaiban orang lain.12 Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat dipahami bahwa ghbah adalah pengungkapan aib atau cacat seseorang Muslim yang dilakukan oleh saudara seagamanya, baik yang dilakukan secara lisan, tulisan, isyarat maupun gerakan yang dapat dipahami maksudnya sebagai bentuk penghinaan atau merendahkan derajatnya, dan apabila didengar atau diketahui oleh orang yang digunjing itu akan timbul rasa permusuhan, malu, dan sebagainya. Dalam konteks hidup bermasyarakat di Indonesia yang plural dari aspek agama, maka membicarakan aib orang lain atas dasar berbeda agama tentu saja akan melahirkan konflik agama. Untuk itu, cukup bijak jika ghibah tidak dibatasi persoalan agama, bahkan ghibah antar pemeluk agama memungkinkan lebih tinggi mudharatnya dibandingkan dengan sesama agama. C. Hukum Ghbah Ghbah merupakan perbuatan yang sangat berbahaya menurut 11
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: CV. Penerbit Jumanatul ‘Ali-Art, 2005), h. 518 12 Qamaruddin Shaleh, Asbabun Nuzul – Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-ayat al-Qur’an (Cet. II; Bandung: CV. Diponegoro, 1975), h. 460
http://journal.iaingorontalo.ac.id/indek.php/ma
141
Muh. Rusli
pandangan Islam. Hal tersebut didasarkan pada hadis Nabi saw. yang menyatakan bahwa ghbah termasuk dosa besar. Sebagaimana sabdanya :
#Ñì±#ôÔô½EôóQì èoEì½D#EæLòl½D#ÕæLèkôF#èÇÁì #îÈúJ#æÀEôµ#æÃü¾o æ Íæ #ìËèÐô¾æ©#ÃÊü¾½D#Õü¾æw#òÑìMîƽD#úÇæ© æ #úlÐè ®æ Lì #úþìp è Âç ½ö D#úlè ©ì # # 131+hFÍ#ËXEÁ#ÇLJ#Í#gÍDg#ÎLF#ÌDÍk,#ā·\ Artinya : Dari Nabi saw, bersabda: Sesungguhnya yang paling riba daripada riba adalah penggunjingan terhadap kehormatan seorang Muslim dengan tanpa kebenaran (HR. Ab D wud; Ibn M jah dan Ahmad). Hadis tersebut di atas menjelaskan bahwa ghbah itu sama dengan riba, bahkan dipandang yang paling riba daripada riba. Dengan demikian, ghbah itu hukumnya haram, sebab Allah telah mengharamkan riba.14 Status ghbah sebagai dosa besar juga dapat dilihat pada hadis Nabi yang berbunyi
#ôÔ½ô EôóQì o è D#úlØì EæMº ô ½ö D#úlMæ ¹ ö Fô #èÇÁì #îÈJú #æþüo æ Íæ #ìËÐè ¾ô©æ #ÃÊü¾½D#Õü¾w æ #ìËü¾½D# çÀÎçokæ #æÀEôµ # #15+gÍDg#ÎLF#ÌDÍk,#ā·\ æ #úlÐè ®æ Lì #ûþìp è Áç #û¿çXkæ #úlè ©ì #Ñì±#ì×lè Âæ ½ö D Artinya : Rasulullah saw bersabda : Yang paling besar dosa besar adalah gunjingan seseorang tentang kehormatan seseorang laki-laki Muslim tanpa kebenaran. Kemudian dalam hadis yang lain, juga disebutkan :
#EæÏ#æ¿Ðìµ#ìSEô¶Lì Îç½ö D#æ«Mè p î ½D DÎçMÆì Qæ X è D#æÀEôµ#æÃü¾o æ Íæ #ìËÐè ¾ô©æ #ÃÊü¾½D#Õü¾w æ #ìËü¾½D#æÀÎçokæ #îÈFô #çËü¾½D#æÄîl\ æ #ÑìQü½D#úqö²îƽD#ç¿èQµô Íæ #çlè]òp½DæÍ#ìËü¾½EìL#õ¼èlòt½D#æÀEôµ#îÇçÉ#EæÁæÍ#ìËü¾½D#æÀÎçoæk #ç´èjµô Íæ # ³ ì è\în½D# Äæ èÎÏæ # ÑĀ½Îæ îQ½DæÍ# EæLòl½D# ç¿ö¹Fô Íæ # Ãú ÐìQÐæ ½ö D# Àú EæÁ# ç¿ö¹Fô Íæ # ò·] æ ö½EìL# Eü½Jú 13
Ab D wud Sulaim n Ibn al-Asy’a al-Sijist ni al-Azdiy, Sunan Ab Dwud di-tahqq oleh Sidqi Muhammad Jami, juz II (Bair t-Libanon: D r alFikr, 1994), h. 457. Hadis-hadis yang semakna, dapat pula dilihat dalam Sunan Ibn Mjah, pada kitab Shiym, bab 21; juga dalam Musnad Ahmad bin Hanbal, pada Musnad al-Asyrah, hadis ke 1564 14 Lihat QS. al-Baqarah (2): 275 15 Ab D wud Sulaim n Ibn al-Asy’a al-Sijist ni al-Azdiy, loc.cit., Bandingkan dengan CD. Rom Had al-Syarf al-Kutub al Tis’ah dalam Sunan Ab Dwud, hadis nomor 4234, Kitab al-Adab.
142
Jurnal Madani, Vol 4. No 1. Juni 2014( ISSN: 2087-8761)
Bahaya Ghibah dalam Konteks Hidup Bermasyarakat
# #16+þpÁ#ÌDÍk,# S ì EæÆÁì Ýè Âç ½ö D#ìSEô¾±ì E殽ö D#ìSEæÆx ì ] è Âç ½ö D Artinya : Rasulullah saw bersabda: Jauhilah kalian tujuh mbiqt (kejahatan yang membinasakan). Mereka berkata: Hai Rasulullah, apa itu ? Nabi bersabda: Mempersekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang Allah haramkan kecuali dengan haq, makan harta anak yatim, makan riba, berpaling pada hari pertempuran dan menuduh perempuan-perempuan yang terpelihara kesuciannya lagi mukminat (HR. Muslim) Berdasarkan hadis-hadis di atas, maka dapat dipahami bahwa ghbah merupakan dosa besar yang melebihi riba. Olehnya itu, menurut hadis tidak ada kemungkinan untuk membolehkan orang melakukannya. Lain halnya dengan ijtihad ulama dalam menyikapi ghbah, pada kasus-kasus tertentu mereka membolehkannya sebagaimana hasil ijtihad Ibr him Muhammad Jam l yang menurutnya, menggunjing dibolehkan dalam beberapa hal, antara lain : 1. Ketika menyampaikan penganiayaan orang lain kepada penguasa/ pemerintah dengan menerangkan hakikat yang sebenarnya dan menerangkan keadaan orang yang melakukannya. 2. Ketika meminta pertolongan untuk mengubah suatu kemungkaran yang pada saat itu diminta keterangan dan penjelasannya. 3. Ketika meminta fatwa dalam masalah yang terkadang membutuhkan banyak perincian bukti, bahkan sifat-sifat agar pemberi fatwa mengerti kedudukan masalah yang dibicarakan 4. Ketika hendak memberikan peringatan dari musibah atau kefasikan yang membutuhkan penjelasan dan untuk membersihkan diri ketika ditanya tentang seorang saksi yang dianggap tidak benar dan merugikan. 5. Ketika menanyakan seseorang yang lebih dikenal dengan gelarnya. 6. Menyebutkan orang-orang yang secara terang-terangan berbuat kefasikan agar berhati-hati terhadapnya.17 Menyikapi pandangan ulama tersebut dalam konteks kehidupan bermasyarakat, maka ghbah itu diperbolehkan bilamana bukan bertujuan untuk merendahkan harkat dan mengurangi kehormatan seseorang. Untuk itu, setiap orang harus berhati-hati dalam berbicara apalagi jika yang dibicarakan terkait dengan pribadi seseorang. 16
Ab Husayn Muslim Ibn Hajj j al-Qusyayri al-Naisab ri, op. cit., juz
I, h. 92 17
Lihat Ibr him Muhammad al-Jam l, Amrd al-Nufs, diterjemahkan oleh Amir Hamzah Fachruddin dengan judul Penyakit-penyakit Hati (Cet. I; Bandung: Pustaka Hidayah, 1995), h. 109-110 http://journal.iaingorontalo.ac.id/indek.php/ma
143
Muh. Rusli
D. Mudharat/Dampak Ghbah Larangan Allah tentang ghbah bukanlah larangan belaka, namun larangan tersebut mengindikasikan adanya dampak yang sangat besar yang ditimbulkan oleh ghbah tersebut. Menurut hemat penulis, dampak ghbah dapat dibagi dua yakni 1. Dampak di dunia. Al-Ghazali menyebutkan bahwa ghbah dapat merusak hubungan persaudaraan, sebab orang yang digunjingnya itu setelah mengetahui dirinya bicarakan, tentu saja hal itu menyebabkan hatinya sakit dan perasaannya pun menjadi luka, sehingga tumbuh rasa permusuhan antara yang menggunjing dan yang digunjing itu. Apabila rasa permusuhan telah tumbuh, maka dapat mengakibatkan hilangnya rasa kasih sayang dan sekaligus dapat merusak perdamaian.18 Dalam fenomena keseharian kita, tidak sedikit kita saksikan orang yang tega menyakiti bahkan membunuh saudaranya, orang tuanya atau keluarganya lantaran ia merasa sakit hati karena dibeberkan aibnya. Olehnya itu, larangan ghbah merupakan aturan agama yang berdampak langsung pada hubungan sosial. 2. Dampak di akhirat Selain memiliki dampak yang besar di dunia. Nabi Muhammad saw. juga telah memperingatkan akan siksaan yang dihadapi oleh pelaku ghbah, berdasarkan riwayat hadis sebagai berikut ;
#ìËÐè ¾ô©æ # ÃÊü¾½D# Õü¾w æ #Ñ ò Mì Æî ½D# «æ Áæ # ÑìtÁè Fô # R ç Æè ¹ õ # Àæ Eôµ# Óô læ º ö Læ # ÑìLFô # Çè ©æ #æÀEôµ# ¿û d è Åæ # Óì hæ ÏúlY æ Lì # ÑìÆÐìPGö Ïæ # Çè Áæ # Àæ Eô¶±ô # Çú Ïè læ Mè µô # Õô¾©æ # îlÂæ ±ô # Ãæ ü¾o æ Íæ #Õô¾©æ #濪æ Y æ ±ô #úÇèÐÆæ èTEìL#çËü¶t æ ±ô #íNÐìpªæ Lì #EæÆèÙY ì ±ô #çlc æ H#ê¿çXkæ Íæ #EæÅFô #çRö¶Mæ Qæ èoEô± #EæÁ#EæÂçÊÆè ©æ #ç³²ü d æ Ðç o æ #çËÅî Jú #EæÁFô #æÀEôµ#îÃTç #÷Óhæ \ ì DæÍ#DæjÉæ #Õô¾©æ Íæ #÷Óhæ \ ì DæÍ#DæjÉæ #ìÔMæ Ð쮽ö D#Ñì±#úÈEæLjî ªæ Ðç ½ô #EæÂÊç Åî Jú #æÀEôµ#îÃTç #ê×Ñ ès æ #EæÂÊú Qì ½ô Îõ¾Lç #èÇÁì #EÂæ Êú Ðì±#æÈEô¹ # #19+hF#ÌDÍk,# Àú Îè Mæ ½ö DæÍ Artinya : Dari Ab Bakrah berkata bahwa saya pernah berjalan bersama Nabi saw, 18
Lihat Muhammad al-Ghaz li, Khuluq al-Muslim, diterjemahkan oleh H. Moh. Rivai dengan judul Akhlaq Seorang Muslim (Cet. IV; Semarang: Wicaksana, 1992), h. 178 19 Ab Abdill h Ahmad Ibn Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal, disertai catatan pinggir (hamisy) dari ‘Ali bin Hsi m al-D n al-Muttaqy, Muntakhab Kans al-‘Ummal fi Sunan al-Aqwl wa al-Af ’l, juz V (Bair t: al-Maktab al-Isl mi, 1978), h. 26
144
Jurnal Madani, Vol 4. No 1. Juni 2014( ISSN: 2087-8761)
Bahaya Ghibah dalam Konteks Hidup Bermasyarakat
lalu (kami) melewati dua kuburan lalu beliau bersabda: siapa yang akan memberiku pelapa kurma. Lalu Abi Bakrah berkata: saya dengan seseorang yang lain mendatangkan kepadanya dahan kurmah, lalu beliau membelah dua dan menjadikan (menancapkannya) pada tiap kubur satu potongan dahan itu. Kemudian beliau bersabda: Semoga dengan (dahan kurma) ini dapat meringankan siksaan keduanya selama dahan kurma yang tertancap pada keduanya masih basah. Kemudian beliau bersabda lagi: Sesungguhnya keduanya tersiksa karena masalah ghbah dan kencing (HR. Ahmad) Hadis lain yang bersumber dari Ya’la bin Syib bah yang matannya berbunyi sebagai berikut :
#îÈJú #=#æÀEô¶±ô #çËMæ \ ì Eæw#çOòjªæ çÏ#úlèMµô #æÕ¾æ©#îlÁæ #æÃü¾o æ Íæ #ìËèоô©æ #ÃÊü¾½D#Õü¾w æ #ïÑMì îƽD#îÈFô # #+ÒkEdM½D#ÌDÍk,#úrEîƽD#æÄèÎç]õ½#ç¿õ¹öGæÏ#æÈEô¹#DæjæÉ Artinya : Sesungguhnya Nabi saw melewati sebuah kuburan yang tersiksa penghuninya, maka ia bersabda, bahwa ini adalah karena memakan daging-daging manusia (HR. al-Bukh ri) Dari kedua hadis tersebut di atas, dapat dipahami bahwa dampak atau balasan orang yang suka melakukan ghbah kemudian meninggal sebelum bertaubat adalah mengalami siksaan kubur. Selain itu, ia tidak masuk Surga bilamana perilaku ghbah yang dilakukannya itu didasari oleh rasa iri hati, rasa dendam dan terutama oleh adu domba. Hal ini dapat dipahami berdasarkan hadis Nabi saw, yakni ; Dalam riwayat lain disebutkan :
#ÌDÍk,# S ê EîQµô # Ôô Æî Y æ ½ö D# ç¿çchè Ïæ # Eô½# Àç Îõ¶Ïæ # Ãæ ¾üo æ Íæ # Ëì Ðè ¾ô©æ # ÃÊü¾½D# Õü¾w æ # îÑMì îƽD # #20+ÒkEdM½D Artinya : Adalah Nabi saw bersabda : Tidak akan masuk syurga orang yang suka adu domna (HR. al-Bukh riy). Dari pemaparan di atas, dapat dipahami bahwa adanya larangan Allah dan Nabi-Nya untuk tidak melakukan ghbah bukanlah larangan tanpa sebab, melainkan akan berdampak buruk baik dalam 20
Al-H fizh Ahmad bin Hajar al-Asqal ni, Fath al-Bry bi Syarh Shahh alBukhry, juz X (Bair t-Libanon: t.p., t.th.), h. 472. CD. Rom Had al-Syarf al-Kutub al Tis’ah dalam Shahh al-Bukhry, hadis nomor 5596, Kitab Adab
http://journal.iaingorontalo.ac.id/indek.php/ma
145
Muh. Rusli
kehidupan dunia maupun di akhirat kelak. Olehnya itu, umat Islam harus mampu menjaga diri dari perbuatan tersebut termasuk kepada umat lain. E. Cara untuk Menghindari Ghbah Mengingat hukum dan dampak yang ditimbulkan oleh ghbah, maka sudah seharusnya umat Islam mampu menangkap pesan dari hadis Nabi tentang cara untuk menghindarinya. Di antara hadis-hadis Nabi saw. yang bisa dijadikan acuan, yakni :
#úÄÎè Ðæ ½ö DæÍ# Ëì ü¾½EìL#çÇìÁèÝçÏ#æÈEô¹#èÇÁæ #æÀEôµ#æÃü¾æoæÍ#ìËèоô©æ #ÃÊü¾½D#Õü¾æw#ìËü¾½D#æÀÎçokæ # îÈôF è Ðæ ½ì #èÍFô #DélÐè c æ #迶õ Ðæ ¾ö ±ô #úlc ì Iö½D # #21+»½EÁ#ÌDÍk,#111#èRÂç x Artinya : Adalah Rasulullah saw bersabda : Barang siapa yang percaya kepada Allah dan hari kemudian, maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam (HR. M lik) Kalimat “Dc# ¿¶Ð¾±” dipandang tepat untuk diterapkan sebagai salah satu cara dalam menghindari ghbah. Jika setiap individu dalam masyarakat mampu membatasi pembicaraannya hanya dalam soal kebaikan, maka ghbah sebagai yang terlarang dalam Islam akan hilang dengan sendirinya dalam kehidupan masyarakat. Dalam suasana kehidupan masyarakat yang anggota-anggotanya hanya mengarahkan pembicaraannya dalam hal kebaikan, tentunya setiap individu dalam masyarakat itu berupaya memelihara lidahnya hanya dengan mengucapkan kata-kata yang baik dan bermanfaat, tanpa bertujuan untuk menyakiti hati dan merendahkan martabat orang lain. Disamping itu, kata atau kalimat yang baik akan berniilai sedekah, sebagaimana sabda Nabi saw, yang menyatakan :
#ûÄèÎæÏ#î¿õ¹#øÔôµæhæw#ìËèоô©æ #ÕæÁEô¾ço#ï¿õ¹#æÀEôµ#æÃü¾æoæÍ#ìËÐè ¾ô©æ #ÃÊü¾½D#Õü¾w æ #òÑMì Æî ½D#úÇ©æ #øÔôµæhæw# çË©æ EæQæÁ# EæÊèÐô¾æ©# 竱ô èlÏæ # èÍôF# EæÊèÐô¾æ©# çËõ¾Áì Eæ]çÏ# Ëì Qì îLDæg# Ñì±# ¿æ çXîl½D# çªì çÏ ü ½D#õÔÂæ ¾ìº ô ½ö DæÍ #ú·Ïlú üó½D#ïÀgæ Íæ #øÔôµæhæw#ìÓEô¾îx½D#Õô½úJ#EæÊÐìtèÂÏæ #íÓæÎöóæc#ï¿õ¹Íæ # Ôõ Mæ Ðò ó
21
Al-Im m Anas bin M lik, al-Muwaththa’ di-tahqq oleh Muhammad F ’ad Abd. al-B qy, juz I (Cet. III; Bair t: D r al-Had , 1997), h. 708
146
Jurnal Madani, Vol 4. No 1. Juni 2014( ISSN: 2087-8761)
Bahaya Ghibah dalam Konteks Hidup Bermasyarakat
# #22+ÖkEdM½D#ÌDÍk,#øÔôµæhæw Artinya : Dari Nabi saw bersabda : setiap ucapan keselamatan bernilai sedekah; seorang bapak yang bersungguh berkerja setiap hari mencari nafkah (untuk keluarganya) atau meringankan beban (keluarganya) bernilai sedekah; dan kalimat yang baik serta setiap langkah menuju ke mesjid adalah sedekah; dan menunjukkan jalan (kepada seseorang) adalah sedekah. (HR. al-Bukh riy) Usaha lain agar terhindar dari ghbah adalah diam. Diam dapat dimaknai sebagai sikap hidup tidak melakukan membicarakan hal-hal yang terkait dengan kekurangan seseorang, baik lisan, isyarat, gerakan, gerakan maupun tulisan. F. Taubat Bagi Pelaku Ghbah Taubat merupakan salah satu jalan untuk penyucian diri dari dosa. Sebagaimana dijelaskan pada pembahasan sebelumnya bahwa ghibah merupakan dosa besar yang sangat besar dampaknya. Olehnya itu, jika kita terlancur melakukannya maka secepat mungkin untuk melakukan taubat. Nabi saw. telah memberikan petunjuk tentang taubat bagi pelaku ghibah, sebagaimana sabdanya :
#èÈFô # çËQæ Mè Qæ ô Dö # Çú Áæ # õÓkæ Eü²¹ ô # =# Àæ Eôµ# Ãæ ¾üo æ Íæ # Ëì Ðè ¾ô©æ # ÃÊü¾½D# Õü¾w æ #Ñ ò Mì Æî ½D# úÇæ© # #23+gÍDg#ÎLF#ÌDÍk,#ç˽ô #èl²ì ®è Qæ p è Pæ æ Artinya : Dari Nabi saw beliau bersabda : Pembayaran denda orang yang engkau telah mengumpatnya, yaitu engkau memintakan ampun (kepada Allah) baginya. (HR. Ab D wud) Mengenai hadis di atas, juga diriwayatkan oleh al-H ris dengan isnad yang lemah, namun dari riwayat lain misalnya al-H kim berdasarkan hadis dari Huzaifah dan Baih qy, hadis ini dianggapnya sebagai hadis yang
22
Al-Im m Ab ‘Adill h Muhammad bin Isma’ l bin Ibr him bin alMugh rah bin Bardizbat al-Bukh riy, Shahh al-Bukhriy, juz VII. Bair t-(Libanon: D r al-Fikr, 1981), h. 79 23
CD. Rom Had al-Syarf al-Kutub al Tis’ah dalam Sunan Ab Dwud, hadis nomor 4231, Kitab Adab. Lihat juga al-H fizh Ibn Hajar al-Asqal ni, Bulgh al-Marm min Adillat al-Ahkam (Indonesia: D r Ihy al-Kutub al-‘Arabiyah, t.th), h. 306-307
http://journal.iaingorontalo.ac.id/indek.php/ma
147
Muh. Rusli
berkualitas shahh.24 Interpretasi hadis di atas menuai kontroversi. al-Hasan mengatakan pelaku ghbah itu dalam menebus dosanya sudah cukup dengan ber-itsighfr, tanpa meminta penghalalan dari orang yang di-ghbah-nya.25 Namun, menurut jumhur ulama cara bertaubat bagi orang yang menggunjingkan orang lain adalah dengan meninggalkan kebiasaan tersebut dan bertekad untuk tidak mengulanginya lagi, di samping harus meminta maaf kepada orang yang digunjingnya.26 Menurut hemat penulis, jika usahanya untuk meminta maaf kepada orang yang telah digunjingnya terhalang karena tidak tahu keberadaannya atau telah meninggal, maka ada tiga hal yang harus dilakukan oleh pelaku ghbah yang hendak bertobat, yaitu; mendoakan keselamatan atas orang yang pernah di-ghbah-nya; menunjukkan niat baik terhadap keluarganya; dan membayarkan hutang-nya bila ternyata ia mempunyai hutang. Demikian gambaran tentang ghbah dimana ghbah merupakan hal yang sangat besar dampaknya bilamana menjangkiti umat Islam. olehnya itu, sudah sepantanyalah umat Islam mampu menghindarkan diri dari perbuatan tersebut. Bilamana ghbah terlanjur dilakukan maka secepat mungkin untuk memohon ampun baik langsung kepada orang yang digunjing maupun kepada Allah swt. G. Penutup Berdasarkan pemaparan di atas, maka penulis menyimpulkan sebagai berikut : 1. Hakikat ghbah adalah pengungkapan aib atau cacat seseorang Muslim yang dilakukan oleh seseorang dengan maksud menghina atau merendahkan derajatnya. Dengan demikian ia berdosa. Tetapi jika 24
Lihat al-Sayyid al-Im m Muhammad bin Ism ’il al-Kahl niy alShan’ niy al-Ma’r f bin al-Am r, Subul al-Salm, juz IV (Bandung: Maktabah Dahl n, t.th), h. 203 25 Lihat al-‘All mah al-Marh m al-Syaikh Muhammad Jam l al-D n alQ simiy al-Dimasyqy, Mau’izah al-Mu’minn min Ihyh’ ‘Ul al-Dn, juz I (Indonesia: D r Ihy ’ al-Kutub al-‘Arabiyah, t.th), h. 236 26 Lihat Ibr him Muhammad al-Jam l, op. cit., h. 79 Pendapat ini juga dianut oleh Syiakh al-Naw wiy, bahkan ia menekankan kepada pelaku ghbah agar meminta penghalalan dari orang yang di-ghbah-nya, di samping memenuhi tiga syarat tobat lainnya, yaitu harus menghentikan maksiat, haruslah menyesali perbuatannya dan bersungguh-sungguh tidak akan kembali mem-perbuatnya untuk selama-lamanya, Lihat, Syaikh al-Hasan Muhy al-D n Ab Zakariyah Yahya bin Syar f al-Nawawiy, Riyd al-Shlihn min Kalm Sayyid al-Mursaln (Semarang-Indonesia: Maktabah wa Mathba’ah Toha Putra, t.th), h. 12-13.
148
Jurnal Madani, Vol 4. No 1. Juni 2014( ISSN: 2087-8761)
Bahaya Ghibah dalam Konteks Hidup Bermasyarakat
pengungkapan aib tersebut dimaksudkan demi untuk mendapatkan pelajaran sebagaimana al-Qur’an menceritakan kejelekan umat-umat terdahulu maka ghbah tersebut dibolehkan, atau demi kemaslahan bersama dan menghindari mudharat yang lebih besar. 2. Ghbah dengan maksud untuk merendahkan derajat orang lain atau ingin menyakitinya sangat dilarang oleh Islam. Olehnya itu, bila terlanjur melakukan, maka diharuskan meminta maaf kepada orang yang telah disakiti hatinya untuk mengihlaskannya, dan bila hal tersebut tidak memungkinkan dengan pertimbangan dia akan marah bilamana ia mengetahui telah dighibah maka cukuplah kita berbuat baik kepadanya dan tidak mengulangi perbuatan tersebut, seraya bertaubat kepada Allah dan mendoakannya semoga ia senantiasa mendapat rahmat dan hidayah dari Allah SWT. 3. Dari segi aksiologi, Islam mengajarkan untuk senantiasa membangun rasa persaudaraan (ukhuwah). Dengan demikian nilai yang diajarkan dari kasus ghibah adalah mewujudkan rasa persaudaraan tersebut. Mengingat dampak negatif yang ditimbulkan ghibah yang dapat merusak tatanan kehidupan bermasyarakat. Disamping itu, dampak ghibah tidak hanya pada orang yang dighibahnya, tetapi dirinya sendiri akan tersiksa dalam kehidupan dunia, dengan tertutupnya pintu persahabatan, rezki, dan lain sebagainya. Belum lagi siksaan yang harus diterima di dalam alam kubur dan akhirat. Olehnya itu, ghibah sangat erat hubungannya dengan konsep kemaslahatan. Dengan demikian mencermati acara yang bernuansa “Gosip” yang marak ditayangkan di TV, sangat besar mudharatnya dibandingkan maslahahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung. H. Implikasi Ghibah adalah persoalan yang lumrah di tengah masyarakat, meskipun tidak semuanya berdampak negatif. ghibah yang dibolehkan agama dapat membawa kepada kemaslahan umat. Namun ghibah yang dilarang dapat menghancurkan tatanan sosial dan konteks kehidupan bermasyarakat dan lepas dari tuntutan agama. Olehnya itu, sebaiknya acara TV yang bernuansa “Gosip” tidak ditonton oleh umat Islam. Disinyalir banyaknya waktu yang terbuang percuma disebabkan karena kecanduan acara tersebut, belum lagi dampak psikologis bagi remaja dan anak-anak serta menipisnya budaya malu. DAFTAR PUSTAKA Al-Am r, al-Sayyid al-Im m Muhammad bin Ism ’il al-Kahl niy alShan’ niy al-Ma’r f bin. Subul al-Salm, juz IV. Bandung: http://journal.iaingorontalo.ac.id/indek.php/ma
149
Muh. Rusli
Maktabah Dahl n, t.th. Al-Ansari, Ibnu Mansur. Lisan al-‘Arab, Beirut: Dar Sadir, t.th. Al-Asqal ni, Fath al-Bry bi Syarh Shahh al-Bukhry, juz X. Bair tLibanon: t.p., t.th. Al-Azdiy, Ab D wud Sulaim n Ibn al-Asy’a al-Sijist ni. Sunan Ab Dwud di-tahqq oleh Sidqi Muhammad Jami, juz II. Bair tLibanon: D r al-Fikr, 1994. Al-Ghaz li, al-Im m Ab Hamid Muhammad bin Muhammad. Ihy’ Ulm al-Dn, jilid II. Cet.III; Bair t-Libanon: D r al-Fikr, 1991. Al-Ghaz li, Muhammad. Khuluq al-Muslim, diterjemahkan oleh H. Moh. Rivai dengan judul Akhlaq Seorang Muslim. Cet. IV; Semarang: Wicaksana, 1992. Al-Jam l, Ibr him Muhammad. Amrd al-Nufs, diterjemahkan oleh Amir Hamzah Fachruddin dengan judul Penyakit-penyakit Hati. Cet. I; Bandung: Pustaka Hidayah, 1995. Al-Munajjid, Muhammad Sh lih. Muharramt Istihna al-Ns, diterjemah-kan oleh Ainul Haris Umar Thayib dengan judul Dosadosa Yang Dianggap Biasa. Cet. I; Jakarta: Akafa Press, 1997. Al-Munawwir, Ahmad Warson. al-Munawwir; Kamus Arab Indonesia. Yogyakarta: Pondok Pesantren al-Munawwir Krapyak, 1984 Al-Naisab ri, Ab Husayn Muslim Ibn Hajj j al-Qusyayri. Sahh Muslim, jilid II. Indonesia: Maktabah Dahl n, t.tp. Al-Nawawiy, Syaikh al-Hasan Muhy al-D n Ab Zakariyah Yahya bin Syar f. Riyd al-Shlihn min Kalm Sayyid al-Mursaln. SemarangIndonesia: Maktabah wa Mathba’ah Toha Putra, t.th Al-Zarq niy, al-Im m Sayyidiy Muhammad. Syarh al-Zarqahni ‘Al Muwaththa’ li al-Imm Mlik, juz IV. Bair t-Libanon: D r al-Fikr, t.th. Bukh riy al-Ja’fiy, Ab Abdill h Muhammad bin Isma’ l bin Ibr h m Ibn alMugh rah Ibn al-Bardizbat. Shahh al-Bukhriy, juz VII. Bair tLibanon: D r al-Fikr, 1981. CD. Rom Had al-Syarf al-Kutub al Tis’ah Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: CV. Penerbit Jumanatul ‘Ali-Art, 2005. Dimasyqiy, al-‘All mah al-Marh m al-Syaikh Muhammad Jam l al-D n alQ simiy. Mau’izah al-Mu’minn min Ihyh’ ‘Ul al-Dn, juz I.
150
Jurnal Madani, Vol 4. No 1. Juni 2014( ISSN: 2087-8761)
Bahaya Ghibah dalam Konteks Hidup Bermasyarakat
Indonesia: D r Ihy ’ al-Kutub al-‘Arabiyah, t.th. Hanbal,Ab Abdill h Ahmad Ibn Musnad Ahmad bin Hanbal, disertai catatan pinggir (hamisy) dari ‘Ali bin Hsi m al-D n al-Muttaqy, Muntakhab Kans al-‘Ummal fi Sunan al-Aqwl wa al-Af’l, juz V. Bair t: al-Maktab al-Isl mi, 1978. M lik, Al-Im m Anas bin al-Muwaththa’ di-tahqq oleh Muhammad F ’ad Abd. al-B qy, juz I. Cet. III; Bair t: D r al-Had , 1997. Poerwadarminta, WJS. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Cet. VIII; Jakarta: PN. Balai Pustaka, 1985 Shaleh, Qamaruddin. Asbabun Nuzul – Latar Belakang Historis Turunnya Ayatayat al-Qur’an. Cet. II; Bandung: CV. Diponegoro, 1975. Syeikh, Al-Syaikh Khal l Ma’mum. al-Manhaj Syarh Shahih Muslim bin al-Hajjj. Cet. II; Bair t-Libanon : D r al-Ma’rifah, 1996.
http://journal.iaingorontalo.ac.id/indek.php/ma
151