Motivasi Belajar Penjasorkes Siswa Tunarungu SMPLB Kota Banda Aceh Dan Aceh Besar Oleh: Amiruddin*)1
Abstrak: Pendidikan mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan pembangunan masyarakat. Melalui proses pendidikan manusia akan tumbuh dan berkembang sesuai pribadi yang utuh. Pembinaan anak luar biasa melalui proses pendidikan perlu diperhatikan dengan sungguhsungguh supaya dia dapat mandiri sebagaimana orang normal lainnya. Pada sekolah luar biasa guru pendidikan jasmani tentu mempunyai banyak permasalahan dalam menerapkan pelajaran pendidikan jasmani, salah satunya ialah masalah motivasi belajar. Ciri khas anak tunarungu yaitu tidak dapat mendengar dengan normal suara di sekelilingnya, sehingga terhambat dalam berkomunikasi sesama. Ada sebagian anak tunarungu yang mengalami gangguan pertumbuhan fisiknya, itu disebabkan akibat tekanan jiwa yang dialaminya. Jenis penelitian deskriptif Sampel dalam penelitian yaitu berjumlah 28 orang siswa. Dalam pengumpulan data digunakan angket Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tingkat motivasi belajar penjasorkes siswa tunarungu SMPLB Kota Banda Aceh dan Aceh Besar dari 28 orang jumlah siswa adalah sebanyak 17 orang siswa (60,7%) berada pada kategori motivasi tinggi dan sebanyak 11 orang siswa (39,3%) berada pada kategori motivasi sedang. Maka dalam hal ini motivasi mempunyai peranan yang strategis dalam aktivitas belajar siswa.. Agar peranan motivasi lebih optimal, maka prinsipprinsip motivasi dalam belajar tidak hanya sekedar diketahui, tetapi harus diterangkan dalam aktivitas belajar.
Kata Kunci:
Motiviasi Belajar, Pendidikan Jasmani
*) Dosen Penjaskes FKIP Universitas Syiah Kuala
1
Amiruddin: Motivasi Belajar Penjasorkes Siswa Tunarungu SMPLB Kota Banda Aceh dan Aceh Besar
PENDAHULUAN Tujuan pendidikan secara umum sering dikatakan sebagai usaha mencapai kedewasaan. Pendidikan mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan pembangunan masyarakat karena melalui pendidikan yang baik dapat melahirkan tenaga-tenaga siap pakai dalam upaya membangun masyarakat. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia (SDM) melalui proses kegiatan belajar mengajar. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Bab XIII Pasal 31 Ayat 1 disebutkan bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”. Pendidikan dapat diterapkan melalui tiga pusat pendidikan yaitu: (1) pendidikan informal (pendidikan yang diselenggarakan di rumah), (2) pendidikan formal (pendidikan yang diselenggarakan di sekolah), (3) pendidikan non formal (pendidikan yang diselenggarakan di masyarakat). Ketiga pusat pendidikan tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Proses belajar mengajar secara formal diselenggarakan pada satuan pendidikan dan jenjang pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Namun untuk menyelenggarakan pendidikan yang baik dan bermutu, maka pendidikan tersebut harus didasarkan pada kriteria seperti penyusunan kurikulum, adanya pendidik yaitu guru, penggunaan metode mengajar dengan tepat serta tersedianya sarana dan prasarana sebagai penunjang proses belajar mengajar. Melalui proses pendidikan manusia akan tumbuh dan berkembang sesuai pribadi yang utuh. Dalam keseluruhan proses pendidikan, masalah belajar merupakan hal yang pokok, karena pengetahuan, ketrampilan dan sikap seseorang terbentuk dan berkembang melalui proses belajar mengajar. Pembinaan anak luar biasa melalui proses pendidikan perlu diperhatikan dengan sungguh-sungguh supaya dia dapat mandiri sebagaimana orang normal lainnya, ini sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 04 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat Bab III pasal 6 ayat 1 yang berbunyi: “setiap penyandang cacat berhak memperoleh pendidikan pada semua satuan, jalur dan jenjang pendidikan”. Kemudian dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 6 ayat 1 dan 2 yang berbunyi: (1) Warga Negara yang memiliki kelainan fisik atau mental berhak memperoleh pendidikan luar biasa. (2) Warga Negara yang memiliki kemampuan atau kecerdasan yang luar biasa berhak memperoleh perhatian khusus, oleh karena itu pemerintah wajib mempersiapkan sekolah 2
Amiruddin: Motivasi Belajar Penjasorkes Siswa Tunarungu SMPLB Kota Banda Aceh dan Aceh Besar
luar biasa (SLB) untuk mendidik siswa yang mempunyai kelainan. Anak cacat digolongkan dalam beberapa kelompok yaitu: 1. Tunanetra adalah anak buta yang tidak dapat melihat sama sekali atau anak yang menderita cacat mata baik buta total maupun buta sebagian. 2. Tunarungu adalah anak tuli yang tidak dapat mendengar suara sama sekali karena indra pendengarannya rusak, sehingga tidak dapat berfungsi dalam kehidupan sehari-hari 3. Tunawicara adalah anak bisu atau anak yang tidak dapat berbicara. Setiap anak tuna wicara pasti pendengarannya juga bermasalah. 4. Tunadaksa atau cacat tubuh adalah anak yang menderita cacat jasmaniah yang terlihat pada kelainan otot atau tulang, atau anak luar biasa yang terjadi penyimpangan dalam segi fisik atau jasmaniah. 5. Tunagrahita atau sering disebut anak idiot adalah anak yang taraf intelegensi (IQ) atau kecerdasan berpikir yang sangat rendah (IQ lebih kurang 25) yang daya pikirnya lemah sekali. Pendidikan bagi anak cacat atau sering disebut ALB (Anak Luar Biasa) sangat diperlukan untuk membimbing anak tersebut sesuai dengan kodratnya agar dapat dikembangkan menjadi manusia dewasa dan dapat berdiri sendiri serta berguna bagi masyarakat. Fisik merupakan salah satu faktor yang utama dalam menyusun kepribadian. Kelainan fisik akan menimbulkan efek negatif dari orang sekitarnya dan merupakan hambatan bagi perkembangan kepribadian, perluasan pengalaman, gangguan emosi dan perkembangan intelegensinya. Anak luar biasa dapat berbuat bila dibekali dengan ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang sesuai dengan kecacatan yang dimilikinya. Anak luar biasa atau sering disebut dengan anak berkelainan berbeda dengan anak biasa atau anak normal pada beberapa segi, perbedaan ini memerlukan cara pendidikan tersendiri, yaitu pendidikan luar biasa yang mendidik anak cacat dengan menempuh cara yang luar biasa. Mata pelajaran penjasorkes merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib diselenggarakan oleh sekolah, yaitu sebagai mata pelajaran pokok yang harus diikuti oleh seluruh siswa. Mata pelajaran ini mempunyai kekhasan dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya, yaitu menggunakan aktivitas gerak fisik sebagai sarana/media dalam mendidik siswa. Oleh karena itu guru sangat dituntut mempunyai kompetensi dalam menjalankan kurikulum pendidikan jasmani untuk merubah siswa ke arah kemandirian. Hal ini merupakan tantangan yang sangat berat bagi guru pendidikan jasmani dalam menjalankan proses belajar mengajar karena pelajaran 3
Amiruddin: Motivasi Belajar Penjasorkes Siswa Tunarungu SMPLB Kota Banda Aceh dan Aceh Besar
pendidikan jasmani harus diberikan dengan memperhatikan kelainan dan kebutuhan siswa. Dominannya aktivitas gerakan fisik dan jasmani bukan semata-mata untuk tujuan jangka pendek, yaitu untuk mencapai gambaran siswa yang terlatih fisiknya saja, tetapi lebih dari itu, dan ini yang utama adalah dalam rangka pembentukan manusia seutuhnya, yaitu manusia seperti yang dideskripsikan dalam tujuan pendidikan. Pada sekolah luar biasa guru pendidikan jasmani tentu mempunyai banyak permasalahan dalam menerapkan pelajaran pendidikan jasmani, salah satunya ialah masalah motivasi belajar. Ciri khas anak tunarungu yaitu tidak dapat mendengar dengan normal suara di sekelilingnya, sehingga terhambat dalam berkomunikasi sesama. Jika ditinjau dari segi fisik, anak tunarungu tidak banyak mengalami hambatan. Namun ada sebagian anak tunarungu yang mengalami gangguan pertumbuhan fisiknya, itu disebabkan akibat tekanan jiwa yang dialaminya. Sardima (1992) mengatakan bahwa “motivasi menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa”, oleh karena itu apabila siswa tidak memiliki motivasi dari dalam dirinya, maka guru harus mempunyai inisiatif untuk lebih memotivasi siswa agar proses belajar mengajar dapat berjalan dengan lancar sehingga siswa lebih bersemangat dan termotivasi dalam belajar. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, untuk membuktikan permasalahan tersebut secara konkrit, maka perlu dilakukan suatu penelitian tentang pelaksanaan proses belajar mengajar pada sekolah luar biasa. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat motivasi belajar penjasorkes siswa tunarungu SMPLB Kota Banda Aceh dan Aceh Besar.
KERANGKA PEMIKIRAN Pengertian Motivasi Perkataan motivasi berasal dari kata “motivation” yang berasal dari bahasa Inggris, yang mempunyai arti mengarahkan, bertujuan, dan dinamika. Motivasi dapat diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu, sesuai dengan Suryabrata (1995) mengatakan bahwa “motivasi adalah keadaan dalam diri pribadi individu yang mendorong untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu guna mencapai suatu tujuan”, Oleh karena itu motivasi bukan hal yang diamati, tetapi hal 4
Amiruddin: Motivasi Belajar Penjasorkes Siswa Tunarungu SMPLB Kota Banda Aceh dan Aceh Besar
yang dapat disimpulkan adanya karena sesuatu yang dapat kita saksikan. Motivasi juga dapat diartikan sebagai daya penggerak yang menjadi aktif pada saat-saat tertentu bila kebutuhan untuk mencapai tujuan. Motivasi mempunyai fungsi yang sangat penting dalam suatu kegiatan dan akan mempengaruhi kekuatan dari kegiatan tersebut. Motivasi yang dipengaruhi oleh tujuan yaitu semakin tinggi tujuannya, maka makin besar pula motivasinya, makin besar motivasinya akan makin kuat kegiatan yang dilaksanakan. Ketiga komponen di atas berkaitan erat dan membentuk suatu kegiatan yang disebut motivasi. Motivasi memiliki dua fungsi yaitu mengarahkan dan mengaktifkan. Dalam mengarahkan kegiatan, motivasi berperan mendekatkan atau menjauhkan individu dari sasaran yang akan dicapai. Apabila sesuatu sasaran atau tujuan merupakan suatu yang diinginkan oleh individu maka motivasi berperan mendekatkan, dan bila sasaran atau tujuan tidak diinginkan oleh individu, maka motivasi berperan menjauhi sasaran. Motivasi menjadi aktif bila ada daya penggerak dari dalam dan di dalam subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu, Khususnya dalam proses belajar mengajar demi tercapainya hasil yang maksimal. Dalam hal ini Sardiman (1992) mengatakan bahwa: ”motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arahan pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai. Motivasi akan terangsang karena adanya tujuan”. Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar muncul dari diri manusia, tetapi kemunculan karena terangsang/terdorong oleh adanya unsur lain yaitu tujuan. Selanjutnya Winkel (1994) menjelaskan motivasi dalam proses belajar mengajar yaitu: Motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa untuk menimbulkan kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar mengajar itu agar tujuan yang dikehendaki oleh siswa dapat tercapai. Dikatakan “keseluruhan” karena biasanya ada beberapa motif yang bersama-sama menggerakkan siswa dalam belajar. Motivasi belajar merupakan faktor psikis yang bersifat nonintelektual, peranannya ialah dalam hal gairah/semangat belajar, sehingga siswa yang bermotivasi kuat akan banyak mempunyai energi untuk melakukan kegiatan belajar.
5
Amiruddin: Motivasi Belajar Penjasorkes Siswa Tunarungu SMPLB Kota Banda Aceh dan Aceh Besar
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian dari motivasi belajar itu adalah suatu usaha yang disadari oleh seseorang untuk menggerakkan, mengarahkan dan menjaga tingkahlaku agar ia terdorong untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga tercapai hasil atau tujuan belajar yang ingin dicapai. Tanpa motivasi seorang siswa tidak akan melakukan kegiatan belajar. Bagi siswa yang selalu memperhatikan materi pelajaran yang diberikan, maka di dalam diri siswa tersebut telah ada motivasi yaitu motivasi intrinsik. Lain halnya bagi siswa yang tidak memiliki motivasi istrinsik dalam dirinya, maka motivasi ekstrinsik yang merupakan dorongan dari luar dirinya mutlak diperlukan untuk membantu siswa tersebut. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan suatu usaha sesuai dengan kekuatan dan dorongan sebagai penggerak dalam melakukan sesuatu. Dimyati (2002) mengatakan bahwa: “pada diri anak didik terdapat kekuatan mental yang menjadi penggerak belajar, Kekuatan mental itu berupa keinginan dan perhatian, kemauan serta cita-cita”. Kekuatan mental tersebut dapat tergolong rendah dan tinggi karena terdorong terjadinya proses belajar. Tiga kategori dalam motivasi yaitu (1) kebutuhan (keinginan dan perhatian), (2) dorongan (kemauan) dan (3) tujuan (cita-cita). Kebutuhan terjadi bila individu merasa ada ketidakseimbangan antara apa yang dimiliki dan yang diharapkan. Seseorang yang tidak berminat melakukan sesuatu, berarti dorongan dalam dirinya tidak kuat, sehingga prestasi dengan kecakapan tidak sesuai. Seseorang berbuat sesuatu karena adanya tujuan yang hendak dicapai, misalnya dalam belajar yaitu proses belajar mengajar yang baik sangat menentukan tercapai atau tidaknya tujuan yang diinginkannya. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa guru dalam proses belajar mengajar merupakan ujung tombak yang mempunyai peranan penting dalam merencanakan kegiatan belajar mengajar dan mengimplementasikan kegiatan yang direncanakan kepada siswa. Guru juga sebagai orang yang mengambil keputusan dengan strategi yang digunakan dalam berbagai kegiatan di kelas maupun di luar kelas dan juga dituntut harus pandai mengatasi persoalan yang muncul, menentukan alternatif solusi dan tantangan demi tercapainya proses belajar mengajar dengan baik. Dikenal ada dua tipe motivasi yaitu: a. Motivasi Intrinsik Sardiman (1992:89) juga mengatakan bahwa: “Motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu 6
Amiruddin: Motivasi Belajar Penjasorkes Siswa Tunarungu SMPLB Kota Banda Aceh dan Aceh Besar
dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu memiliki dorongan untuk melakukan sesuatu”. Siswa yang bermotivasi instrinsik mempunyai tujuan menjadi orang yang terdidik, berpengetahuan dan ahli dalam bidang studi tertentu. Satu-satunya jalan menuju ke tujuan yang ingin dicapainya ialah dengan belajar, tanpa belajar tidak mungkin menjadi ahli. Sebagai contoh seseorang yang senang membaca, walaupun tidak ada yang menyuruh atau mendorongnya, orang tersebut rajin mencari buku untuk dibacanya. Dorongan yang menggerakkan itu bersumber pada suatu kebutuhan dan suatu dorongan untuk melakukan sesuatu, ini disebut juga sebagai motivasi yang dimulai dan diteruskan berdasarkan suatu dorongan secara mutlak yang berkaitan dengan aktivitas belajar siswa. b.
Motivasi Ekstrinsik Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang berfungsi karena adanya perangsang dari luar yang diperoleh melalui latihan, pengalaman dan proses belajar. Dalam kegiatan belajar mengajar, motivasi ekstrinsik sangat penting karena keadaan siswa itu berubah-ubah dan juga mungkin komponenkomponen lain dalam proses belajar mengajar ada yang kurang menarik bagi siswa, sehingga diperlukan adanya motivasi ekstrinsik. Slameto (1995) faktor-faktor yang mempengaruhi kompetensi atau prestasi belajar banyak jenisnya, tapi digolongkan dalam dua golongan saja yaitu: 1) Faktor Internal (dalam) a. Faktor jasmani yaitu: Faktor dari dalam individu yang berhubungan dengan faktor fisik. Keadaan tubuh yang tidak normal (kurang sehat/cacat) dapat mengganggu kegiatan belajar. b. Faktor rohani (jiwa) yaitu meliputi: intelijensi, motivasi, bakat dan minat. 2) Faktor Eksternal (berasal dari luar) a. Lingkungan keluarga Bagi seorang anak, lingkungan pendidikan yang pertama adalah lingkungan keluarga, karena di sini terjadi interaksi dan komunikasi antar anggota keluarga. Jadi peran orangtua sangatlah besar pengaruhnya terhadap pendidikan anak, di mana orangtua harus mendidik, membimbing, membantu dan mengarahkan agar tercapai apa yang dicita-citakan anak. b. Lingkungan sekolah 7
Amiruddin: Motivasi Belajar Penjasorkes Siswa Tunarungu SMPLB Kota Banda Aceh dan Aceh Besar
c.
Sekolah memegang peranan penting dalam pendidikan karena pengaruhnya besar sekali pada jiwa anak. Sekolah mempunyai fungsi sebagai pusat pendidikan untuk membentuk pribadi siswa. Pada suatu sekolah juga harus mempunyai sarana belajar yang baik untuk menumbuhkan motivasi siswa, di antaranya guru yang berkualitas dan sarana belajar yang memadai. Lingkungan masyarakat Pendidikan anak bukan hanya tanggung jawab orangtua dan sekolah saja, tetapi juga menjadi tanggung jawab masyarakat. Lingkungan masyarakat merupakan salah satu faktor yang juga mempengaruhi belajar anak. Baik buruknya seorang anak juga sangat dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat di mana tinggal.
Dari semua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan tenaga atau daya penggerak yang bersumber dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas ke arah yang lebih baik dalam rangka mencapai tujuan. Pengertian Belajar Belajar merupakan suatu proses yang menyebabkan manusia dapat menemukan, mengenal dan mengetahui proses belajar itu terjadi. Proses belajar berlangsung terus menerus sesuai dengan filosofi belajar seumur hidup yang sering disebut long life education, oleh karena itu proses belajar baru akan berakhir manakala manusia yang bersangkutan telah mati. Manusia hidup di dunia ini selalu berhadapan dengan proses belajar, sehingga mengakibatkan seseorang mengalami perkembangan dan perubahan menuju kedewasaan. Menurut Hamalik (2005:28) “Belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan”. Belajar tidak hanya ditujukan untuk memperoleh sejumlah pengetahuan semata, tapi juga merupakan suatu aktivitas yang dapat membawa perubahan pada diri seseorang. Kaitan Motivasi Dengan Belajar Belajar harus diberi motivasi dengan berbagai cara sehingga dalam belajar siswa tidak jenuh. Dengan demikian keinginan belajar akan tercipta didalam diri siswa sehingga kita dapat membimbingnya dengan baik. Nasution (2003:121) menjelaskan bahwa motivasi atau minat dapat 8
Amiruddin: Motivasi Belajar Penjasorkes Siswa Tunarungu SMPLB Kota Banda Aceh dan Aceh Besar
ditumbuhkan dengan cara: (1) Membangkitkan suatu kebutuhan untuk mendapat penghargaan atau sebagainya, (2) Menghubungkan dengan pengalaman-pengalaman masa lampau, (3) Memberikan kesempatan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Antara motivasi dengan belajar sangat erat kaitannya, dengan adanya motivasi mendorong timbulnya kelakuan dan perilaku untuk belajar. Menurut Winkel (1994:28) yaitu: 1. Mendorong timbulnya kelakuan atau perbuatan. 2. Mengarahkan aktivitas belajar peserta didik. 3. Menggerakkan seperti mesin bagi mobil, besar atau kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya penguasaan materi pelajaran. Berdasarkan pendapat di atas jelas bahwa keberhasilan tingkat pembelajaran yang dicapai siswa di sekolah sangat tergantung dari besar kecilnya motivasi. Motivasi yang kuat erat hubungan dengan kreativitas siswa, dengan teknik mengajar tertentu maka motivasi belajar siswa dapat ditunjukkan melalui kegiatan-kegiatan yang kreatif. Pengertian Pendidikan Jasmani Pendidikan jasmani adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas jasmani yang direncanakan secara sistematis, bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan individu secara organik, neuromuskular, perceptual, kognitif dan emosional dalam kerangka sistem pendidikan nasional, berikut ini beberapa pendapat tentang pendidikan jasmani yaitu: 1. Pendapat Rijsdorp (1971), pendidikan jasmani merupakan bagian dari Gymnologie, yakni pengetahuan (wetenschap) tentang berlatih, dilatih atau melatih. 2. Pendapat Siedentop, Jercowitz dan Rink (1984), pada suatu abad ke 20 pendidikan jasmani di Amerika Serikat pada umumnya menyangkut kondisi fisik dan merupakan bagian dari medik dan profesi kesehatan. 3. Pendapat Freeman (1987), istilah pendidikan jasmani tidak dapat dengan jelas menggambarkan apa yang harus dilakukan dan yang harus terjadi di lapangan. Freeman menentukan istilah baru pendidikan jasmani dengan istilah physical education and sport ( pendidikan jasmani dan olahraga). 4. Pendapat Herbert Haag (1994), mengutarakan tentang apa yang ia sebut sport science dan sport pedagogy. Sport science dapat diterjemahkan sebagai “ilmu olahraga”. Olahraga merupakan unjuk kerja gerak 9
Amiruddin: Motivasi Belajar Penjasorkes Siswa Tunarungu SMPLB Kota Banda Aceh dan Aceh Besar
manusia, melalui olahraga ini orang dapat mendidik, sedangkan pedagogi olahraga merupakan bagian dari sport science. 5. Pendapat Wuest dan Bucher (1995), pendidikan jasmani merupakan proses pendidikan yang bertujuan untuk memperbaiki kerja dan peningkatan pengembangan manusia melalui media aktivitas jasmani. Wuest dan Bucher setuju dengan istilah pendidikan jasmani dan olahraga. Pendidikan jasmani merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib diselenggarakan sekolah. Mata pelajaran ini mempunyai kekhasan dibanding mata pelajaran lainnya yaitu digunakannya aktivitas gerak fisik sebagai sarana/media dalam mendidik siswa. Aktivitas fisik dapat berupa kegiatan permainan dalam bentuk gerakan-gerakan, pertandingan, perlombaan dan pelatihan yang kesemuanya diorientasikan untuk mendidik siswa agar menjadi manusia seutuhnya. Tujuan pendidikan jasmani ialah mengembangkan anak secara menyeluruh melalui kegiatan jasmani. Depdiknas (2003) menjelaskan tujuan pendidikan jasmani adalah sebagai berikut: 1. Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani 2. Membangun landasan pribadi yang kuat, sikap cinta damai, sikap sosial dan toleransi dalam konteks kemajemukan budaya. 3. Menumbuhkan kemampuan berpikir yang kritis melalui tugastugas pembelajaran pendidikan jasmani. 4. Mengembangkan ketrampilan untuk menjaga keselamatan diri sendiri dari orang lain. 5. Mengetahui dan memahami konsep dasar pendidikan jasmani untuk mencapai kesehatan, kebugaran dan pola hidup sehat. Pengertian Anak luar biasa (Cacat) Istilah anak luar biasa menurut beberapa ahli sangat bervariasi, tetapi itu tujuannya sama. Sehubungan dengan ini Baker dikutip dari Ahmad (1991) yang dimaksud dengan anak cacat adalah “Anak yang menyimpang dari biasa (rata-rata) baik dalam segi fisik, mental, emosi dan tingkahlaku sosialnya sedemikian rupa sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan secara khusus agar dapat meningkatkan kemampuan secara maksimal”. Menurut Nata (1996) mengatakan: “Anak luar biasa adalah anak yang mempunyai pertumbuhan dan perkembangan menyimpang (lebih cepat atau lebih lambat) dari yang dianggap sebagai suatu pertumbuhan dan 10
Amiruddin: Motivasi Belajar Penjasorkes Siswa Tunarungu SMPLB Kota Banda Aceh dan Aceh Besar
perkembangan normal, dalam segi intelijensi, fisik, emosi dan karakteristik sosialnya, sehingga diperlukan pelayanan pendidikan khusus agar dapat tumbuh dam berkembang sampai pada kemampuan maksimal”. Selanjutnya Sugianti (1987) mengatakan bahwa: “Anak luar biasa adalah individu secara fisiologis dan psikologis mengalami keterlambatan dalam perkembangan sedemikian rupa sehingga memerlukan pelayanan khusus”. Cacat tidak berarti selalu identik dengan kurang atau rendah dari pada anak lain, tetapi dapat berarti pula lebih. Anak cacat tidak hanya meliputi anak-anak cacat fisik, seperti buta, tuli dan sebagainya, tetapi juga anak meliputi anak-anak yang berintelijensi tinggi. Oleh karena itu, pemerintah menyediakan sebuah lembaga pendidikan khusus untuk mereka yang dinamakan dengan Sekolah Luar Biasa. Di Sekolah Luar Biasa tersebut mereka dibina dengan program khusus yang berbeda dengan anak normal. Melalui pendidikan ini diharapkan mereka akan berkembang dengan seoptimal mungkin sesuai dengan potensi dasar yang dimilikinya agar mereka mempunyai kesempatan untuk hidup secara mandiri di tengahtengah masyarakat tanpa rasa ketergantungan secara penuh dengan individu lainnya. Sebab-Sebab Cacat Sebab-sebab cacatnya seseorang sukar sekali untuk dikatakan penyebabnya yang pasti karena ada anak cacat sejak lahir atau semenjak dalam kandungan dan ada pula yang cacat setelah lahir. Untuk lebih jelas dikelompokkan sebagai berikut: Cacat Sebelum Lahir (prenatal) Cacat yang diperoleh semenjak berada dalam kandungan seorang ibu. Sesudah lahir baru diketahui apa yang kurang sempurna dari anak tersebut misalnya : buta, tuli, bisu dan lain-lain. Seseorang mendapat anak cacat dari sejak lahir penyebabnya sangat banyak diantarnya : Karena anugrah Allah SWT, perkawinan antara sesama orang cacat, kekurangan gizi dan vitamin atau juga karena si Ibu mengalami penyakit berbahaya sehingga dapat mengancam pertumbuhan janin yang sedang dikandungnya dan lainlain. Cacat Saat Kelahiran (natal) Pada saat melahirkan terjadi kecacatan seperti pada bagian luar telinga, gendang suara di bagian tengah dan perkembangan mekanisme saraf yang terhambat. Penurunan fungsi saraf akan terjadi segera setelah anak lahir. Penyebabnya antara lain akibat tertekan oleh pinggul ibu atau akibat 11
Amiruddin: Motivasi Belajar Penjasorkes Siswa Tunarungu SMPLB Kota Banda Aceh dan Aceh Besar
penggunaan alat yang menyebabkan pendarahan di otak sehingga merusak sistem saraf, anoxia dan lain-lain. Cacat Setelah Lahir (postnatal) Cacat seperti ini merupakan suatu proses kecacatan yang dialami seseorang setelah lahir. Artinya cacat yang dialaminya bukan karena faktor bawaan atau keturunan, tetapi diperoleh setelah lahir dan dapat kita liat langsung dalam kehidupan sehari-hari misalnya : karena kekurangan gizi dan vitamin, akibat peperangan, kecelakaan, bencana alam, narkoba dan lainlain. Anak Tunarungu (gangguan pendengaran) Pengertian Anak Tunarungu Dalam kegiatan belajar kita harus memfungsikan indra pendengaran, melalui pendengaran kita akan dapat menerima banyak informasi dari orang lain. Untuk itu dalam komunikasi fungsi pendengaran sangat penting, misalnya apabila guru sedang menjelaskan suatu bahan ajaran dengan metode ceramah, maka siswa dituntut agar dapat mendengarkan dengan baik. Anak tunarungu adalah anak tuli yang tidak dapat mendengar suara sama sekali karena indra pendengarannya rusak, sehingga tidak dapat berfungsi dalam kehidupan sehari-hari. Secara medis tunarungu berarti kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau keseluruhan alat-alat pendengaran. Jika ada satu atau beberapa alat pendengaran yang rusak, maka getaran udara tidak dapat diteruskan dan diubah menjadi kesan suara dan tanggapan pendengaran. Biasanya anak tunarungu ada hubungannya dengan anak tuna wicara. Hal ini dapat diperhatikan dalam kehidupan sehari-hari yaitu anak yang tidak dapat berbicara (bisu) pasti tidak bisa mendengar. Amin (1997) menjelaskan bahwa ”anak tunarungu mengalami hambatan dalam pendengaran sehingga diperlukan perhatian khusus”. Klasifikasi Tunarungu Ada beberapa klasifikasi tunarungu sesuai dengan dasarnya. Depdikbud (1977) mengklasifikasikan sebagai berikut: 1. Secara etiologi, tunarungu dibagi menjadi dua yaitu tunarungu endogen dan eksogen. Tunarungu endogen ialah tunarungu congenital yang diturunkan dari orang tuanya. Sedangkan tunarungu eksogen ialah tunarungu yang disebabkan oleh penyakit atau kecelakaan. Misalnya 12
Amiruddin: Motivasi Belajar Penjasorkes Siswa Tunarungu SMPLB Kota Banda Aceh dan Aceh Besar
2.
3.
keracunan waktu dalam kandungan, penyakit demam berdarah, kecelakaan dan lain-lain. Secara Anatomi-fisiologi, tunarungu juga dibagi dua yaitu tunarungu hantaran (konduksi) dan tunarungu saraf (perseptif). Tunarungu hantaran disebabkan tidak berfungsinya alat penghantar getaran pada telinga, ini terjadi karena pengapuran tulang pendengaran akibat penyakit atau usia tua. Sedangkan tunarungu saraf ialah tunarungu yang disebabkan kerusakan alat pendengaran pada telinga bagian dalam sehingga tidak dapat menerima dan menghantar rangsangan kepusat pendengaran di otak. Secara Psikis, yaitu kekurangan atau tidak mampu mendengar meskipun semua alat pendengarannya dalam keadaan baik, ini disebabkan oleh gangguan atau kekalutan si penderita. Tunarungu psikis dapat bersifat sementara dan dapat juga menetap (permanent).
Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa tunarungu terjadi bukan saja akibat dari keturunan, tapi juga dipengaruhi oleh penyakit, kecelakaan dan lain-lain. Selanjutnya Myklebust dikutip dari Abdurrahman (2001) mengklasifikasikan tuna rungu berdasarkan: 1. Tingkat Pendengaran yaitu tergantung pada tingkat kehilangan pendengaran dalam pendengaran decibel sebagai hasil pengukuran dengan alat audiometer standar ISO (International Standard Organization) yaitu : a). sangat ringan (27 – 40 dB), b). ringan (41 – 55 dB), c). sedang (56 – 70 dB), d). berat (71 – 90 dB) dan e). berat sekali (91 dB ke atas). 2. Waktu rusaknya pendengaran yaitu : a). tuna rungu sejak lahir dan indra pendengarannya sudah tidak berfungsi lagi untuk kehidupan sehari-hari dan, b). anak lahir dengan pendengaran normal, tetapi kemudian indra pendengarannya menjadi tidak berfungsi yang disebabkan oleh suatu penyakit atau kecelakaan. Ciri khas anak tunarungu yaitu tidak dapat mendengar dengan normal suara di sekelilingnya, sehingga terhambat dalam berkomunikasi sesama. Jika ditinjau dari segi fisik, anak tunarungu tidak banyak mengalami hambatan. Namun ada sebagian anak tunarungu yang mengalami gangguan pertumbuhan fisiknya, itu disebabkan akibat tekanan jiwa yang dialaminya. Ada yang tidak dapat mendengar dengan suara biasa, tetapi harus dengan suara yang keras dan ada yang tidak bisa berbicara dengan 13
Amiruddin: Motivasi Belajar Penjasorkes Siswa Tunarungu SMPLB Kota Banda Aceh dan Aceh Besar
METODE Penelitian deskriptif bertujuan untuk membuat deskriptif masalahmasalah dalam masyarakat serta tata cara yang dilakukan dalam masyarakat, serta situasi-situasi tertentu termasuk tentang hubungan kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari fenomena-fenomena tertentu Nazir (1983). Sampel dalam penelitian yaitu berjumlah 28 orang siswa. Dari uraian tersebut maka penelitian ini dapat diterang sebagai penelitian deskriptif yang mengungkapkan tentang motivasi belajar pendidikan jasmani. Dalam pengumpulan data digunakan angket
HASIL PEMBAHASAN Sebagaimana diketahui banyak para ahli berpendapat bahwa motivasi sangat mendukung keberhasilan seseorang dalam pekerjaannya termasuk juga dalam belajar. Hal ini sesuai dengan pendapat Sukmadinata (2005:) bahwa “kekuatan yang menjadi pendorong kegiatan individu disebut motivasi, yang menunjukkan suatu kondisi dalam diri individu yang mendorong atau menggerakkan individu tersebut melakukan kegiatan mencapai suatu tujuan”. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tingkat motivasi belajar penjasorkes siswa tunarungu SMPLB Kota Banda Aceh dan Aceh Besar dari 28 orang jumlah siswa adalah sebanyak 17 orang siswa (60,7%) berada pada kategori motivasi tinggi dan sebanyak 11 orang siswa (39,3%) berada pada kategori motivasi sedang. Tingkat motivasi belajar penjasorkes siswa tunarungu berdasarkan sekolahnya dapat disimpulkan sebagai berikut: a. SMPLB Bukesra dari 5 orang siswa tuna rungu yang menjadi populasi dalam penelitian ini, hasilnya sebanyak 2 orang siswa memiliki motivasi yang tinggi dalam belajar pelajaran penjasorkes, 3 orang siswa memiliki motivasi sedang dalam belajar pelajaran penjasorkes. b. SMPLB YPPC dari 11 orang siswa tuna rungu yang menjadi populasi dalam penelitian ini, hasilnya sebanyak 9 orang siswa memiliki motivasi yang tinggi dalam belajar pelajaran penjasorkes, 2 orang siswa memiliki motivasi sedang dalam belajar pelajaran penjasorkes. c. MPLB YPAC dari 12 orang siswa tuna rungu yang menjadi populasi dalam penelitian ini, hasilnya sebanyak 6 orang siswa memiliki 14
Amiruddin: Motivasi Belajar Penjasorkes Siswa Tunarungu SMPLB Kota Banda Aceh dan Aceh Besar
motivasi yang tinggi dalam belajar pelajaran penjasorkes, 6 orang siswa memiliki motivasi sedang dalam belajar pelajaran penjasorkes. Siswa yang memiliki motivasi yang tinggi terhadap pelajaran penjasorkes otomatis akan mendorong untuk mengikuti pelajaran tersebut di sekolah. Apabila siswa tidak memiliki motivasi dalam belajar, maka guru harus dapat membangkitkan motivasi belajar siswa. Motivasi yang dapat diberikan guru kepada siswa menurut Djamarah (2000:) “guru harus dapat menggairahkan siswa, memberi harapan yang realistis, memberikan insentif dan mengarahkan perilaku siswa ke arah yang menunjang tercapainya tujuan pembelajaran”. Maka dalam hal ini motivasi mempunyai peranan yang strategis dalam aktivitas belajar siswa. Tidak ada seorangpun yang belajar tanpa motivasi. Bila tidak ada motivasi berarti tidak ada kegiatan belajar. Agar peranan motivasi lebih optimal, maka prinsip-prinsip motivasi dalam belajar tidak hanya sekedar diketahui, tetapi harus diterangkan dalam aktivitas belajar.
PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tingkat motivasi belajar penjasorkes siswa tunarungu SMPLB Kota Banda Aceh dan Aceh Besar dari 28 orang jumlah siswa adalah sebanyak 17 orang siswa (60,7%) berada pada kategori motivasi tinggi dan sebanyak 11 orang siswa (39,3%) berada pada kategori motivasi sedang. Tingkat motivasi belajar penjasorkes siswa tunarungu berdasarkan sekolahnya dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. SMPLB Bukesra dari 5 orang siswa tuna rungu yang menjadi populasi dalam penelitian ini, hasilnya sebanyak 2 orang siswa memiliki motivasi yang tinggi dalam belajar pelajaran penjasorkes, 3 orang siswa memiliki motivasi sedang dalam belajar pelajaran penjasorkes. 2. SMPLB YPPC dari 11 orang siswa tuna rungu yang menjadi populasi dalam penelitian ini, hasilnya sebanyak 9 orang siswa memiliki motivasi yang tinggi dalam belajar pelajaran penjasorkes, 2 orang siswa memiliki motivasi sedang dalam belajar pelajaran penjasorkes. 3. SMPLB YPAC dari 12 orang siswa tuna rungu yang menjadi populasi dalam penelitian ini, hasilnya sebanyak 6 orang siswa memiliki motivasi yang tinggi dalam belajar pelajaran penjasorkes, 6 orang siswa memiliki motivasi sedang dalam belajar pelajaran penjasorkes. 15
Amiruddin: Motivasi Belajar Penjasorkes Siswa Tunarungu SMPLB Kota Banda Aceh dan Aceh Besar
DAFTAR PUSTAKA Depdiknas. 2004. Kuirkulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Pendidkan Jasmani Sekolah Menengah Atas, Jakarata: Balitbang. Sardiman A.M. 1992. Interaksi dan Motifasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Press. Dimyati Mahmud. 1999. Pengantar Psikologi. Yogyakarta. BPFE. Hamalik, Oemar. 2005. Metode Belajar Dan Kesulitan-Kesulitan Belajar, Tarsito, Bandung. Nasution S. 2003. Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar. Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara Sardiman. 1992, Intereaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Cetakan IV, Rajawali, Jakarta. Slameto. 1995. Belajar. Rineka Cipta. Jakarta. Surya Subrata, Sumadi. 1995, Psikologi Pendidikan, Rajawali, Jakarta. Wingkel, WS. 1994, Psikologi Pengajaran, Gramedia, Yogyakarta. Undang-undang No. 20 Tahun. 2003. tentang Sistem Pendidikan Nasional
16