1
*Moh. Agil Mahmud, NIM : 271409041 ** Weny A. Dungga, SH, MH, *** Ismail Tomu, SH, MH, Jurusan Ilmu Hukum, Progra Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu sosial.
2
Pelangaran Hak Narapidana di LAPAS Kelas IIA Kota Gorontalo Ditinjau Dari UU No. 39 Tentang HAM Moh. Agil Mahmud Weny Almiravid Dungga Ismail Tomu Jurusan Ilmu Hukum Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi dan gambaran yang jelas tentang pelanggaran – pelanggaran hak narapidana yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Kota Gorontalo serta untuk mengetahui bagaimana perlindungan Hukum bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Kota Gorontalo. Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Kota Gorontalo, seperti yang diketahui sudah menerapkan peraturan-peraturan bagi narapidana sesuai yang tercantum dalam Undang-undang RI No. 12 tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. Undang-undang No. 32 tahun 1999 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan serta peraturan pemerintah No. 31 tahun 1999 tentang pembinaan dan pembimbingan warga binaan pemasyarakatan. Dalam penelitian ini peran peneliti adalah sebagai peran utama yang terlibat langsung dalam pengumpulan data melalui wawancara atau kuisioner dan observasi sebagai data yang dikumpulkan KATA KUNCI : PELANGGARAN HAK DAN PELANGARAN HAM
*Moh. Agil Mahmud, NIM : 271409041 ** Weny A. Dungga, SH, MH, *** Ismail Tomu, SH, MH, Jurusan Ilmu Hukum, Progra Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu sosial.
3
Sebagai Negara yang menjunjung tinggi supremasi hukum sebagaimana yang tertuang didalam UUD 1945 Pasal 1 ayat(3) bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum, maka penegakan hukum di Indonesia sepenuhnya menjadi tanggung jawab Negara yang dalam hal ini diemban oleh lembagalembaga penegakan hukum di Indonesia, seperti: 1. Kepolisian yang mengurusi proses penyidikan; 2. Kejaksaan yang mengurusi penuntutan; 3. Kehakiman yang mengurusi penjatuhan pidana atau vonis; 4. Lembaga Pemasyarakatan yang mengurusi perihal kehidupan narapidana selama menjalani masa pidana. Yang dimaksudkan dalam hal ini adalah pidana penjara. Bagian dalam KUHAP mengatakan bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, menjunjung tinggi HAM serta menjamin segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintah dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintah itu dengan tidak ada kecualinya. Sedangkan butir 2 Penjelasan Umum KUHAP menjelaskan, bahwa pembangunan dibidang hukum acara pidana bertujuan agar masyarakat dapat menghayati hak dan kewajibanya, serta dapat ditingkatkan pembinaan sikap para pelaksanaan penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing ke arah tegak dan mantapnya hukum, keadilan, dan perlindungan yang merupakan pengayoman terhadap keluhuran harkat serta martabat manusia, juga ketertiban dan kepastian hukum demi tegaknya Republik Indonesia sebagai negara hukum sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Sejalan dengan UUD 1945, Pancasila sebagai dasar Negara didalam sila ke-2 yang berbunyi “Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab” menjamin bahwa manusia Indonesia diperlakukan secara beradab atau diprlakukan secara manusiawi meskipun berstatus narapidana. Selain itu, pada sila ke-5 mengatakan bahwa “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia” yang berarti narapidana juga harus mendapatkan kesempatan berinteraksi dan bersosialisasi dengan orang lain layaknya kehidupan manusia secara normal *Moh. Agil Mahmud, NIM : 271409041 ** Weny A. Dungga, SH, MH, *** Ismail Tomu, SH, MH, Jurusan Ilmu Hukum, Progra Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu sosial.
4
Dalam observasi awal, pada tanggal 06 september 2013 dan sampai pada tanggal 14 september 2013 peneliti telah mendapatkan data awal dari Lembaga Pemasyarakatan kelas IIA Kota Gorontalo tentang pelanggaran Hak narapidana yakni Pada tanggal 18 April 2011 telah terjadi suatu pelangaran Hak dalam hal ini pemukulan, yang dilakukan oleh pegawai Lembaga Kepemasyarakatan Kota Gorontalo pada napi dengan Nomor: W.310834.KP.06.02 TAHUN 2011. Bahwa perbuatan tersebut adalah merupakan pelangaran terhadap ketentuan angka 1 Surat Edaran Direktur Jendral Pemasyarakatan Nomor : PAS.PK.01.04.01-09 Tangal 27 Januari 2010 dan Pasal 21 huruf e Peraturan Penjagaan Lembaga Pemasyarakatan, Pasal 3 angka 17 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Dalam hukum pidana dikenal istilah tiga R dan satu D sebagai tujuan pidana, yaitu: 1. Retribution, yaitu: pembalasan terhadap pelanggar karena telah melakukan kejahatan. 2. Restraint, yaitu: mengasingkan pelanggaran dari masyarakat. 3. Reformasi, yaitu: memperbaiki atau merehabilitasi penjahat menjadi orang baik yang berguna bagi masyarakat. 4. Deterrence, yaitu: berarti menjera atau mencegah sehingga baik terdakwa sebagai individual maupun orang lain yang potensial menjadi penjahat akan jera atau takut untuk melakukan kejahatan. Berbicara Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana yang telah
diamanahkan
dalam
Undang-undang
maka
haruslah
seluruh
masyarakat Indonesia mendapatkan penjaminan hukum. Tidak terkecuali mereka yang merupakan pelaku pidana yang telah menjalani masa tahanan di lembaga pemasyarakatan dalam hal ini dikenal dengan sebutan Narapidana Namun tidak sedikit narapidana yang mendapat perlakuan tidak layak sebagaimana yang diamanahkan dalam Undang-undang 39 Tahun 1999 *Moh. Agil Mahmud, NIM : 271409041 ** Weny A. Dungga, SH, MH, *** Ismail Tomu, SH, MH, Jurusan Ilmu Hukum, Progra Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu sosial.
5
dalam pasal 3 ayat (2) tentang Hak Asasi Manusia dan Hak atas perlidungan hukum bagi nara pidana, yang berbunyi sebagai berikut; “ setiap orang berhak atas pengakuaan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama didepan hukum” Dalam The Universal Declaration Of Human Rights (Deklarasi Universal Hak-hak Manusia) UN Doc.A/811, 10 Desember 1949 tercantum hak-hak yang paling mendasar yang tidak dapat dipisahkan dari manusia Unalienable rights of all members of human family yaitu; Hak atas penghidupan dan keselamatan pribadi (Pasal 3), Larangan tentang hambatan, perbudakan dan perdagangan budak (Pasal 4), Larangan menjantuhkan peralakuan atau pidana yang aniaya dan kejam (Pasal 5), Hak atas pengakuan hukum (Pasal 6), Hak atas persamaan dihadapan hukum dan atas non-diskriminasi dalam pemberlakuannya (Pasal 7), Hak atas pemulihan (Pasal 8), Larangan terhadap penangkapan, penahanan atau pengasingan yang sewenang- wenang (Pasal 9), Hak atas pengadilan yang adil (Pasal 10), Praduga takbersalah dan larangan terhadap hukum ex fast pacto (Pasal 11), Hak memiliki kewarganegaraan (Pasal 16), Hak untuk memiliki kekayaan (Pasal 17), Kebebasan berfikir, berhati nurani dan beragama (Pasal 18). Pada hakikatnya, HAM terdiri atas dua hak dasar yang paling fundamental yaitu hak persamaan dan hak kebebasan, artinya sama dihadapan hukum dan dimata Tuhan serta memiliki kebebasan yang sama tanpa membedakan ras dan agama . Dari kedua hak dasar inilah, lahir HAM yang lainya, atau tanpa kedua hak dasar ini HAM lainya akan sulit ditegakan. Pengertian HAM ialah “Bertindaklah adil dan menghargai sesama manusia, baik yang terdapat dalam dirimu sendiri maupun orang lain bukan sebagi sarana melainkan sekaligus sebagai tujuan.” Universal Declaration of Human Rights telah meresap kedalam hukum konstituental dunia, sehinga dibanyak negara hukum hak-hak asasi (Bill of Rights) itu telah tertanam dalam konstitusi mereka. Dengan demikian, Deklasasi Universal telah menjadi Magna Charta dunia. *Moh. Agil Mahmud, NIM : 271409041 ** Weny A. Dungga, SH, MH, *** Ismail Tomu, SH, MH, Jurusan Ilmu Hukum, Progra Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu sosial.
6
Sedangkan Pasal- Pasal dalam batang tubuh Undang- Undang Dasar 1945 yang identik dengan Universal Declaration of Human Rights, antara lain: a. Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945 (menjamin hak atas pengakuan, jamin perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum) identik dengan Pasal 7 Universal Declaration of Human Rights; b. Pasal 28A UUD 1945 (menjamin hak untuk hidup serta hak mempertahankan hidup dan kehidupan) identik dengan Pasal 3 Universal Declaration of Human Rights; c. Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 (menjamin hak atas perlindungan diri pribadi, keluarga,kehormatan, martabat, rasa aman, dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat sesuatu) identik dengan Pasal 1 sampai 6 Universal Declaration of Human Rights; d. Pasal 29 I ayat (1) UUD 1945(menjamin hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut) identik dengan Pasal 1 sampai 7 Universal Declaration of Human Rights. Dengan demikian ketentuan HAM di dalam UUD 1945 hanya tujuh belas Pasal, yaitu Pasal 27, 28, 28A, 28B, 28C, 28D, 28E, 28F, 28G, 28H, 28I, 28J, 29, 30, 31, 33, dan 34. Namun, kekurangan-kekurangan tersebut telah terpenuhi dengan keberadaan sejumlah Undang-undang, antara lain Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dan UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang memuat 40 Pasal. Kemudian lahir UU Nomor 5 tahun 1998 tentang Anti Penyiksaan, UU Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM, UU Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. A.Pemangku Hak (Rightsholders) dan Pemegang Kewajiban (Dutybearers) Pemangku hak adalah semua manusia, lebih khususnya lagi setiap orang. Dalam Deklarasi HAM PBB Pasal 7 dinyatakan “Semua orang sama dihadapan hukum dan berhak atas perlindungan yang sama tanpa didiskriminasi apapun” (Aquality before the law). *Moh. Agil Mahmud, NIM : 271409041 ** Weny A. Dungga, SH, MH, *** Ismail Tomu, SH, MH, Jurusan Ilmu Hukum, Progra Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu sosial.
7
Maksudnya, setiap orang biasa mengajukan gugatan ke pengadilan, misalnya kalau tanah atau rumahnya diambil oleh negara. Setiap orang berhak mengetahui hak-haknya sebagai saksi, tersanka, dan menjadi terdakwa. Semua proses diperadilan harus dilakukan secara transparan, beberapa perkara yang harus dibayar, proses peradilan yang cepat dan tidak memihak. Buat orang yang tidak mampu, mendapatkan bantuan hukum secara probono (tanpa membayar). Demikian juga dalam Pasal 16 (1) Deklarasi HAM PBB menyatakan: “ laki-laki dan perempuan dewasa, yang berbeda ras, kewarganegaraan atau agama, berhak untuk menikah dan membentuk keluarga dan mereka mempunyai hak yang sama dalam hal perkawinan, saat dalam masa perkawinan, dan pada saat berakhirnya perkawinan”. Dapat dijabarkan, perkawinan adalah konsesus pribadi dua anak manusia, setiap orang boleh memilih pasangan hidupnya dan melangsungkan perkawinan. Pembatasan atau pelarangan perkawinan dengan dalih suku yang berbeda misalnya, adalah merupakan pelangaraan terhadap nilai-nilai HAM dan kemanusiaan itu sendiri. A. Pembahasan 1. Pelangaran Hak Narapidana di kelas IIA Lembaga Permasyarakatan Kota Gorontalo ditinjau dari UU No 39 tahun 1999 tentang HAM Narapidana memiliki hak dalam menjalankan masa hukuman di lembaga pemasyarakatan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 1999 Tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan. Adapun yang menjadi syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan sesuai UU No. 32 Tahun 1999 yaitu : 1. Bagian Pertama, Ibadah (Pasal 2,3,4) 2. Bagian Kedua, Perawatan Rohani dan Perawatan Jasmani (Pasal 5,6,7,8) 3. Bagian
Ketiga,
Pendidikan
dan
Pengajaran
(Pasal
9,10,11,12,13) 4. Bagian Keempat, Pelayanan kesehatan dan Makanan (Pasal 14, *Moh. Agil Mahmud, NIM : 271409041 ** Weny A. Dungga, SH, MH, *** Ismail Tomu, SH, MH, Jurusan Ilmu Hukum, Progra Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu sosial.
8
15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25) 5. Bagian Kelima, Keluhan (Pasal 26) 6. Bagian keenam, Bahan Bacaan dan Saran Media Massa (Pasal 27, 28) 7. Bagian Ketujuh, Upah dan Premi (Pasal 29) 8. Bagian Kedelapan, Kunjungan (Pasal 30, 31, 32, 33) 9. Bagian Kesembilan, Remisi (Pasal 34,35) 10. Bagian Kesepuluh, Asimiliasi dan Cuti (Pasal 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42) 11. Bagian Kesebelas, Pembebasan Bersarat (Pasal 43, 44, 45, 46, 47, 48) 12. Bagian Keduabelas, Cuti Menjelang Bebas (Pasal 49, 50) 13. Bagian Ketigabelas, Hak-hak lain (Pasal 51, 52, 53) Sesuai hasil penelitian di Lembaga Pemasyarakatan kelas IIA Kota Gorontalo, pelangaran Hak di Lembaga Pemasyarakatan kelas IIA Kota Gorontalo pernah terjadi. Dan sesuai hasil penelitian penulis, pelangaran hak narapidana itu tidak hanya dilakukan oleh petugas, akan tetapi pelangaran tersebut banyak yang dilakukan oleh para napi terhadap napi yang lainya, pelangaran yang dilakukan oleh napi pada napi yang lainya berupa perlakuan yang sangat tidak baik atau penganiyayaan terhadap napi yang lainnya. Menurut hasil wawancara penulis pada tanggal 2 november 2013 salah satu napi yang berinsial HP yang tidak mendapatkan perlakuan yang baik terhadap napi yang satu rutan atau satu kamar tahanan bersama dirinya dan napi tersebut berinsial JW, napi tersebut saring dijadikan pembantu atau dijadikan budaknya,
selain menjadi
budaknya,
napi
itu seringkali
mendapatkan perlakuan yang tidak baik atau dijadikan seperti samsak oleh napi tersebut tanpa ada alasan apapun, selain itu napi tersebut seringkali mendapat ancaman keras dari napi yang telah melakukan pelanggaran hak terhadap dirinya, napi itu diancam jika melaporkan pada sanak keluarganya dikalau keluarganya berkunjung atau petugas, napi itu akan dipukuli atau *Moh. Agil Mahmud, NIM : 271409041 ** Weny A. Dungga, SH, MH, *** Ismail Tomu, SH, MH, Jurusan Ilmu Hukum, Progra Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu sosial.
9
disiksa oleh napi tersebut kalau sampai napi itu melaporkan kepada keluarganya atau petugas, menurut napi tersebut, napi itu telah melaporkan penindasan terhadap dirinya kepada salah satu petugas yang berinsial JR, karena napi itu sudah tidak tahan dengan perlakuan mereka terhadap dirinya, menurut petugas tersebut yang berinsial JR, dirinya akan dipindahkan kekamar tahanan lainya, akan tetapi napi itu tidak dipindah-pindahkan saat itu juga. Dan pada saat itu juga, napi tersebut berniat untuk melawan, karena napi tersebut telah habis batas kesabaranya, menurut perkataan dari napi tersebut, setiap manusia itu pasti ada batas kesabaran, dan lebih baik mati ketika melawan, dari pada mati ketika saya diperlakukan seperti binatang. Dan pada tanggal 10 maret 2011, dan pada waktu para narapidana sedang melakukan senam pagi, telah terjadi suatu perkelahian yang dilakukan oleh napi yang berinsial HP dan JW, dalam perkelahian itu, napi yang berinsial HP malah mendapatkan pelakuan yang tidak baik terhadap salah satu petugas Lembaga Pemasyarakatan kelas IIA Kota Gorontalo yang berinsial RSY yang sedang menyaksikan senam pagi yang dilakukan oleh narapidana kelas IIA Kota Gorontalo, salah satu petugas itu bukannya merelai masalah tersebut malahan napi itu dipukuli oleh salah satu petugas yang sedang menyaksikan senam pagi yang dilakukan oleh narapidana kelas IIA Kota Gorontalo, dan napi tersebut dibawah ke ruangan pembinaan dan pengamanan. Menurut dari pengakuan napi tersebut, petugas yang berinsial RSY yang berada dalam ruang bidang kepembinaan dan keamanaan tidak mendengarkan atau merespon pengakuan dari pada napi yang berinsial HP itu, malah napi yang berisial JW yang telah melakukan pelangaran hak terhadap dirinya mendapatkan respon positif yang lebih banyak. Dan napi yang berinsial HP tersebut mandapatkan sanksi dan dimasukan kedalam ruang karantina selama waktu yang ditentukan dan selama di ruangan karantina napi tersebut hak kunjungannya ditiadakan selama waktu yang di tetapkan. *Moh. Agil Mahmud, NIM : 271409041 ** Weny A. Dungga, SH, MH, *** Ismail Tomu, SH, MH, Jurusan Ilmu Hukum, Progra Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu sosial.
10
Sedangkan
napi
yang
melakukan
pelangaran
terhadap
dirinya,
mendapatkan perawatan kesehatan atas luka yang di lakukan oleh nap yang berinsial HP dan setelah itu napi yang berinsial JW dikembalikan ke ruang selnya. Ini jelas-jelas merupakan ketidakadilan yang dilakukan oleh petugas terhadap napi yang berinsial HP. Perlakuan yang dilakukan oleh petugas yang berinsial RSY terhadap napi yang berinsial HP sudah melangar aturan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan pada Pasal 5 (PEMBINAAN) yaitu; 1. Pengayoman 2. Persamaan perlakuan dan pelayanan 3. Pendidikan 4. Pembimbingan 5. Penghormatan harkat dan martabat manusia 6. Kehilangan
kemerdekaan
merupakaan
satu-satunya
penderitaan; dan 7. Terjaminnya hak untuk hidup berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu. Dan selain itu, petugas yang berinsial RSY juga telah melangar Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan yaitu Pasal 26 pada bagian kelima (KELUHAN); 1.
Setiap narapidana dan anak didik pemasyarakatan berhak menyampaikan keluhan kepada kepala LAPAS ataupun petugas LAPAS atas perlakuan petugas ataupun sesama penghuni terhadap dirinya.
2.
Keluhan
sebagaimana
disampaikan
dimaksud
apabila
perlakuan
dalam tersebut
ayat
(1)
benar-benar
dirasakan dapat menganggu hak asasi atau hak-hak narapidana bersangkutan
dan
anak
atau
didik
narapidana
pemasyarakatan dan
anak
yang didik
*Moh. Agil Mahmud, NIM : 271409041 ** Weny A. Dungga, SH, MH, *** Ismail Tomu, SH, MH, Jurusan Ilmu Hukum, Progra Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu sosial.
11
pemasyarakatan lainya. 3.
Keluhan dapat disampaikan secara lisan atau tulisan dengan tetap memperhatikan tata tertib LAPAS.
4.
Ketentuan
mengenai
tata
cara
penyampaian
dan
penyelesaian keluhan diatur lebih lanjut dengan keputusan materi. Selain itu, peneliti mewawancarai petugas dibidang keamanan yang dalam hal ini salah satu petugas yang mengamankan kejadian tersebut. Menurut petugas itu, sebenarnya napi tersebut tidak akan mendapatkan pukulan dari salah satu dari petugas yang berinsial RSY, akan tetapi disaat petugas itu merelai perkelahian, napi yang berinsial HP malah terus memukuli napi yang berinsial JW. Dan petugas yang merelai perkelahian itu mendapatkan penyerangan dari napi yang berinsial HP, dengan terpaksa salah satu dari petugas yaitu petugas yang berinsial RSY langsung melumpuhkan dengan cara dipukuli, sedangkan petugas yang lainnya mengamankan napi yang dipukuli oleh napi yang berinsial HP. Setelah petugas berhasil merelaikan perkelahian itu, kedua napi dibawah keruangan pembinaan dan keamanaan sesuai yang diceritakan oleh napi itu. Dan pada tanggal 4 november peneliti mewawancarai salah satu petugas, apakah petugas yang lainnya tahu apa penyebab dari masalah itu terjadi? Petugas itu mengatakan, bahwa mereka tidak mengetahui apa penyebab dari masalah itu, yang hanya mereka tahu pada waktu itu telah terjadi perkelahian pada waktu narapidana sedang melakukan senam pagi. Dengan penekanan kepada hal ini, AL- Qur’an sekali lagi mengatakan. “Janganlah membiarkan kebencianmu terhadap suatu kaum mendorongmu berbuat sewenang- wenang dan janganlah sekali- kali kebencianmu terhadap suatu kaum sampai mempengaruhi dirimu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa” Dalam hal ini, kasus diatas jelas sekali telah terjadi pelangarang hak *Moh. Agil Mahmud, NIM : 271409041 ** Weny A. Dungga, SH, MH, *** Ismail Tomu, SH, MH, Jurusan Ilmu Hukum, Progra Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu sosial.
12
narapidana yang dilakukan oleh sesama napi dan dilakukan pula oleh petugas Lembaga Pemasyarakatan kelas IIA Kota Gorontalo. Kasus yang dilakukan oleh sesama napi merupakan pelangaran hak atas keselamatan hidup dan hak untuk hidup terhadap napi tersebut, padahal sudah diatur dalam hak asasi manusia, ini merupakan kasus yang harus ditindaki dan harus dihindari oleh sesama umat manusia agar kasus tersebut tidak akan terjadi lagi, ini merupakan kasus yang bertantangan degan kaidah- kaidah tuhan, dimana napi tersebut telah memperbudak, merampas hak hidup, menganiyaya terhadap sesama narapidana, padahal semua mahluk hidup itu sama derajatnya dimata Tuhan. Hak yang paling utama adalah hak untuk hidup. AL-Qur’an menegaskan sebagai berikut: “Barangsiapa menyiksa, menganiyaya, atau membunuh seorang manusia (tanpa alasan pantas) tanpa direncanakan, atau bukan karena melakukan perusakan di muka bumi, maka seakan- akan ia dipandang telah membunuh umat manusia seluruhnya” Sedangkan kasus yang dilakukan oleh petugas Lembaga Pemasyarakatan kelas IIA Kota Gorontalo, ini merupakan pelangaran hak keluhan sebagaimana yang terdapat pada Pasal 26 bagian kelima yaitu hak keluhan, hak napi itu sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga binaan Pemasyarakatan. Dimana setiap narapidana dan anak didik pemasyarakatan berhak menyampaikan keluhan kepada kepala Lembaga Pemasyarakatan kelas IIA atau petugas atas perlakuan yang dilakukan petugas atau sesama penghuni terhadap dirinya, keluhan sebagaimna dimaksud dalam ayat (1) disampaikan apabila perlakuan tersebut benar- benar dirasakan dapat menganggu hak asasi atau hak- hak narapidana dan anak didik pemasyarakatan yang bersangkutan atau narapidana dan anak didik pemasyarakatan lainya, keluhan dapat disampaikan secara lisan maupun tulisan dengan tetap memperhatikan tata tertib Lembaga Pemasyarakatan. akan tetapi peraturan ini telah dilangar oleh *Moh. Agil Mahmud, NIM : 271409041 ** Weny A. Dungga, SH, MH, *** Ismail Tomu, SH, MH, Jurusan Ilmu Hukum, Progra Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu sosial.
13
petugas tersebut, ini merupakan prilaku yang tidak baik, tidak ada persamaan kedudukan dihadapan hukum, Sepanjang menyangkut orang- orang muslim, ada perintah tegas dalam AL-Qur’an dan Hadis bahwa dalam hak- hak dan kewajiban- kewajiban mereka, mereka adalah sama kedudukannya “ sesungguhnya orang- orang yang beriman itu bersaudara (satu sama lain)” Rasul mengatakan “ hidup dan darah orang-orang muslim adalah sama mulianya” (Abu Dawud, Ibnu Majah) Islam telah menjelaskan dengan rinci prinsip umum tentang Hak untuk kerja sama dan tidak bekerja sama yang maha penting dan berlaku universal. Al-Qur’an mengatakan: “Tolong menolonglah kamu dalam mengajarkan kebaikan dan takwa, dan jangan tolongn menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” Seperti yang dijelaskan dalam bab II tentang HAM, ini merupakan suatu perilaku yang buruk, Pasal 1 ayat(1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM merumuskan definisi HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan ini merupakan anugerah-nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, Hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Perilaku buruk yang dilakukan oleh napi yang berinsial JW kepada napi yang berinsial HP, ini merupakan prilaku yang bertentangan dengan HAM, seperti yang tercantum dalam buku Artidjo Alkostar, “Negara Tanpa Hukum” menjelaskan bahwa HAM adalah hak kordati yang berasal dari allah, sehingga tidak seseorang atau kekuasaan apapun di dunia ini boleh merampas hak-hak dasar yang melekat pada manusia dari sejak lahir. HAM bukan pemberian manusia lain, pemerintah, ataupun Undang-Undang Dasar. Hanya dengan penghargan dan kodrat itu pula, manusia dapat hidup sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaanya dan HAM ialah Semua manusia dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak yang sama. *Moh. Agil Mahmud, NIM : 271409041 ** Weny A. Dungga, SH, MH, *** Ismail Tomu, SH, MH, Jurusan Ilmu Hukum, Progra Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu sosial.
14
Mereka dikaruniai akal budi dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu dengan yang lain dalam semangat persaudaraan. Berdasarkan Pasal 1 Deklarasi tersebut nilai HAM yang dapat dipetik adalah martabat (dignity), kesetaraan (equality), dan kebebasan (Liberty). Martabat dijabarkan adalah setiap orang dan individu yang pantas dihormati atau dihargai tanpa memedulikan usia, budaya, kepercayaan, etnik, ras, gender, orientasi atau pilihan seksualnya, bahasa, ketidakmampuan atau kelas sosialnya. Kesejateraan dijabarkan adalah manusia terlahir merdeka dan sederajat. Kebebasan dijabarkan adalah hak yang memiliki bebas, hak tidak bisa berubah dan hak yang dialami sama dan tidak bisa diambil, diserahkan ataupun dialihkan oleh siapapun. Serta prilaku yang dilakukan oleh petugas LAPAS itu mecerminkan prilaku yang tidak adil dan telah melangar aturan yang sudah ditetapkan dalan Undang-Undang No 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan Selain
wawancara
terhadap
narapidana
dan
petugas
Lembaga
Pemasyarakatan kelas IIA Kota Gorontalo, bedasarkan hasil dari kuisioner, sebagian besar responden dalam hal ini petugas Lembaga Pemasyarakatan kelas IIA Kota Gorontalo mengatakan bahwa pernah terjadi pelanggaran hak di Lembaga Pemasyarakatan IIA Kota Gorontalo, yang mana sebagian napi mendapatkan perlakuan tidak baik terhadap napi yang lain, pelangaran hak itu berupa, penidasan terhadap napi yang lain, pemukulan atau penganiyayaan terhadap sesama penghuni Lembaga Pemasyarakatan kelas IIA Kota Gorontalo dan adapula pelangaran hak yang dilakukan oleh pegawai Lembaga Pemasyarakatan kelas IIA Kota Gorontalo, pelangaran hak itu berupa, pemberian sanksi terhadap napi dengan cara yang sudah tidak wajar dan
pelangaran
itu
dilakukan
oleh
sebagian
petugas
Lembaga
Pemasyarakatan kelas IIA Kota Gorontalo.
*Moh. Agil Mahmud, NIM : 271409041 ** Weny A. Dungga, SH, MH, *** Ismail Tomu, SH, MH, Jurusan Ilmu Hukum, Progra Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu sosial.
15
2. Perlindungan Hukum Terhadap Pelanggaran Hak Narapidana di Kelas IIA Lembaga Permasyarakatan Kota Gorontalo ditinjau dari UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM. Menurut data yang dihimpun dari kuisioner, sebagian besar responden dalam hal ini pegawai Lembaga Pemasyarakatan kelas IIA Kota Gorontalo mengatakan bahwa perlindungan hukum terhadap pelangaran hak narapidana di Lembaga Pemasyarakatan kelas IIA Kota Gorontalo berupa perlindungan hukum terhadap napi yang tidak mendapatkan perlakuan baik atau perlakuan tidak baik dari sesama penghuni Lembaga Pemasyarakatan kelas IIA Kota Gorontalo
akan
dipindahkan
keruangan
narapidana
lainya,
dimana
penghuninya dianggap tidak membahayakan napi tersebut, sedangkan petugas yang melakukan pelangaran hak terhadap penghuni Lembaga Pemasyarakatan kelas IIA Kota Gorontalo atau narapidana, petugas itu akan mendapatkan sanksi berupa penundaan penaikan pangkat dan tidak ditiadakan penerimaan gaji selama satu tahun. Sanksi itu sudah diterapkan dalam Pasal 21 huruf e Peraturan penjagaan Lembaga Pemasyarakatan, dan Pasal 3 angka 17 Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Sedangkan narapidana atau penghuni lapas yang melakukan pelangaran hak narapidana, napi itu akan mendapatkan sanksi tegas dari Lembaga Pemasyarakatan, napi itu akan dicatat dalam buku regist F dan ditiadakan hak remisi, hak kunjugan, hak upah dan premi, hak asimilasi dan cuti, hak Pembebasan Bersyarat. Dan sanksi itu sudah di terapkan dalam Undangundang Republik Indonesia No 12 tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. Ini merpakan bentuk ketegasan dari Lembaga Pemasyarakatan terhadap narapidana dan anak didik pemasyarakatan agar pelangaran hak narapidana tidak akan terjadi lagi di Lembaga Pemasyarakatan kelas IIA di Kota Gorontalo.
*Moh. Agil Mahmud, NIM : 271409041 ** Weny A. Dungga, SH, MH, *** Ismail Tomu, SH, MH, Jurusan Ilmu Hukum, Progra Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu sosial.
16
DAFTAR PUSTAKA Azhari, 1995. Negara hukum Indonesia: Analisis Yuridis Tentang Unsurunsurnya, (Jakarta: UI Press) A.Gunawan Setiartdja, 1993, HAM Pancasila,(Yokyakarta: Kanisius,). Artidjo
Berdasarkan
Alkostar, 2000, Negara Tanpa Hukum, Jalanan,(Yokyakarta: Pustaka Pelajar,).
Catatan
Idiologi
Pengacara
Bambang Iriana Djajaatmadja, S.H., Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia.. Penerbit , Bumi Aksara. Jakarta 13220. Baharudin Lope, 1996, Al-Qur’an dan Hak Asasi Manusia, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa,) Djoko Prakoso & Agus Ismunarso, 1987, Hak Asasi Terdakwa dan Peran peran Pisikologi dalam Konteks KUHP, (Jakarta: Bina Aksara,). Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahannya,“perlindungan hak tersangka, terdakwa, dan korban tindak pidana terorisme.(jl. Mangger Girang No. 98, Bandung 40254) Dwidja Priyanto, 2009. SISTEM PELAKSANAAN PIDANA PENJARA DI INDONESIA. Jl. Manger Girang No. 98, Bandung 40254 H. SOEHARTO, “Perlindungan Hak Tersangka, terdakwa, dan Korban Tindak Pidana Terorisme”. (Bandung: Mangger Girang, No. 28), H. A. Mansyur Efendi, 1994, Dimensi/ Dinamika HAM dalam Hukum Nasional dan Internasional,(Jakarta: Ghalia Indonesia,). Imanuel Kant, (1724-1804), Groundwork of The Methaphysic of morals. Judianti G. Isakayoga, Nukila Evanti, Ladi Lasmana., 2011, Memahami HAM dengan Lebih Baik., Ed 1,-1.-Jakarta: Muarai Kencana,. John P. Humphrey, 1994, “ Magna Carta Umat Manusia” Peter Davies (ed), HAM, Terjemahan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,).
*Moh. Agil Mahmud, NIM : 271409041 ** Weny A. Dungga, SH, MH, *** Ismail Tomu, SH, MH, Jurusan Ilmu Hukum, Progra Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu sosial.