*Febriyanti Valensia Katili, NIM 271411022**Weny A. Dungga,SH.MH***Ismail Tomu,SH.MH, Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi S1 Fakultas Hukum. Page 1
KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS TERHADAP BARANG JAMINAN DALAM PERJANJIAN FIDUSIA Febriyanti Valensia Katili Weny A. Dungga Ismail Tomu Fakultas Hukum
ABSTRAK Skripsi ini membahas tentang bagaimana kekuatan pembuktian akta notaris terhadap jaminan dalam perjanjian fidusia dan bagaimana akibat hukum bila terjadi wanprestasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah Kekuatan Hukum Akta Notaris Terhadap Barang Jaminan Dalam Fidusia serta Akibat Hukum Apabila Wanprestasi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis empiris, teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode wawancara, serta menggunakan analisis data secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedudukan Notaris dalam pembuatan jaminan fidusia memegang peranan yang penting. Dalam suatu perjanjian fidusia, peran notaris adalah suatu hal yang mutlak, karena notarislah yang berwenang membuat akta otentik. Kekuatan pembuktian akta notaris terhadap jaminan dalam perjanjian fidusia secara umum dapat dibedakan menjadi 3 macam kekuatan pembuktian yaitu (1) Kekuatan pembuktian lahir, (2)Kekuatan pembuktian formil, (3)Kekuatan pembuktian formil. Bila terjadi wanprestasi Akta Jaminan Fidusia merupakan pembuktian tertulis dan bersifat otentik. Wanprestasi mengakibatkan kreditor dapat menuntut berupa : 1) Pemenuhan prestasi, 2) Pemutusan prestasi, 3) Ganti rugi, 4) Pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi, 5) Pemutusan perjanjian disertai ganti rugi. Kanta kunci : Pembuktian Akta Notaris, Dalam Jaminan Fidusia
*Febriyanti Valensia Katili, NIM 271411022**Weny A. Dungga,SH.MH***Ismail Tomu,SH.MH, Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi S1 Fakultas Hukum. Page 1
Salah satu jaminan khusus yang bersifat kebendaan adalah jaminan fidusia. Pengaturan mengenai jaminan fidusia terdapat dalam Undang-Undang No 42 tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. Fidusia berasal dari kata fiduciair atau fides, yang artinya kepercayaan, yaitu penyerahan hak milik atas benda secara kepercayaan sebagai jaminan (agunan) bagi pelunasan piutang kreditor. Penyerahan tersebut hanya sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, kreditor diberikan kedudukan yang utama terhadap kreditor lainnya. Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang - Undang No 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, menyatakan : Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Dengan kata lain bahwa benda yang dijadikan jaminan tersebut tanda bukti kepemilikannya yang beralih sebagai jaminan sedangkan bendanya sendiri masih bisa dimanfaatkan oleh pemberi jaminan, hak atas kepemilikan benda tersebut akan kembali ke pemiliknya apabila debitor telah melunasi utangnya terhadap kreditor. Pembebanan kebendaan dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta Notaris dalam Bahasa Indonesia yang merupakan akta Jaminan Fidusia. Pengaturan mengenai pembebanan jaminan fidusia yang dituangkan dalam akta otentik tersebut tercantum dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia yaitu, “Pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta Notaris dalam Bahasa Indonesia dan merupakan akta jaminan fidusia”. Selain mencantumkan hari dan tanggal, dalam akta jaminan fidusia juga dicantumkan mengenai waktu (jam) pembuatan akta tersebut. Undang-Undang No 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia Pasal 11 ayat (1) menyatakan “Benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan”. Pendaftaran tersebut adalah pendaftaran ikatan jaminan fidusia, di dalamnya meliputi rincian benda yang dibebani dengan jaminan fidusia. Permohonan pendaftaran fidusia dilakukan oleh penerima fidusia, kuasa atau wakilnya dengan melampirkan Pernyataan Pendaftaran Fidusia. Hal tersebut
*Febriyanti Valensia Katili, NIM 271411022**Weny A. Dungga,SH.MH***Ismail Tomu,SH.MH, Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi S1 Fakultas Hukum. Page 2
diatur dalam Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang No 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia ; Permohonan pendaftaran Jaminan Fidusia dilakukan oleh Penerima Fidusia, kuasa atau wakilnya dengan melampirkan pernyataan pendaftaran Jaminan Fidusia. Pendaftaran benda yang dibebani jaminan fidusia dilakukan di Kantor Pendaftaran Fidusia yang menjadi bagian dari Departemen Hukum dan HAM Republik Indonesia, yang berada di tempat kedudukan pemberi fidusia. Dengan terbitnya sertifikat jaminan fidusia, maka asas publisitas dari jaminan fidusia tersebut telah terpenuhi dan penerima fidusia memiliki kedudukan yang preferen daripada kreditor yang lain. Fungsi dari adanya pendaftaran jaminan fidusia adalah untuk menjamin kepastian hukum bagi para pihak. Berkaitan dengan hal tersebut, apabila pembebanan jaminan fidusia tidak dituangkan dalam suatu bentuk akta otentik bagaimanakah dengan kepastian hukumnya. Ketentuan pendaftaran yang sudah diatur dalam undang-undang Jaminan Fidusia pada kenyataannya tidak semua jaminan fidusia didaftarkan di kantor pendaftaran jaminan fidusia. Penerima Jaminan fidusia dalam hal ini kreditur kadang enggan untuk mendaftarkan pembebanan jaminan fidusia disebabkan karena berbagai alasan, salah satunya faktor kepercayaan, sedangkan dalam Undang-Undang No 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, telah ditegaskan bahwa jaminan fidusia lahir setelah didaftarkan. apabila tidak didaftarkan bagaimana dengan perlindungan hukum bagi kreditor jika debitor cidera janji. Dari latar belakang tersebut diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan peran dan fungsi notaris dalam akta perjanjian jaminan fidusia. Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijelaskan tersebut, maka dalam penelitian hukum ini penulis menyusun penulisan hukum dengan judul: “Kekuatan Pembuktian Akta Notaris Terhadap Barang Jaminan Dalam Perjanjian Fidusia” Berdasarkan uraian latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut (1) Bagaimana kekuatan pembuktian akta notaris terhadap *Febriyanti Valensia Katili, NIM 271411022**Weny A. Dungga,SH.MH***Ismail Tomu,SH.MH, Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi S1 Fakultas Hukum. Page 3
jaminan dalam perjanjian fidusia, (2) Bagaimana akibat hukum bila terjadi wanprestasi. 1.
Metode Penulisan Dalam penelitian ini peneliti mengambil lokasi penelitian di Kota Gorontalo,
karena penelitian ini berlandaskan pada kekuatan hukum akta notaris dalam perjanjian jaminan fidusia pada notaris di Kota Gorontalo. Penelitian ini termaksud dalam jenis penelitian yuridis empiris pendekatan yang berdasarkan hukum yang berlaku dan berdasarkan kenyataan dalam praktek di lapangan. Selanjutnya dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Hasil yang dikualitatifkan dalam penelitian ini adalah hasil olahan yang berasal dari wawancara dengan pihak Notaris yang ada di Kota Gorontalo yaitu Bapak Gunawan Budiarto,SH, Bapak Tommy Oroh,SH dan Ibu Verawatyningsih Abdul Hamid,SH.M.Kn. Berdasarkan masalah yang diajukan adalah
Kekuatan
Pembuktian Akta Notaris Terhadap Barang Jaminan Dalam Perjanjian Fidusia, maka metode pendekatan yang dilakukan didalam penelitian ini adalah pendekatan bersifat empiris. Sumber data terdiri dari data primer dan data sekunder diamana data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan pihak Notaris Kota Gorontalo yaitu Gunawan Budiarto,SH, Bapak Tommy Oroh,SH dan Ibu Verawatyningsih Abdul Hamid,SH.M.Kn, dan data sekunder sebagai data pendukung data primer seperti dokumen-dokumen yang berkaitan dengan Kekuatan Pembuktian Akta Notaris Terhadap Barang Jaminan Dalam Perjanjian Fidusia. Teknik pengumpulan data melalui wawancara, analisa data dilakukan dengan cara menguraikan dan memaparkan secara jelas data-data diperoleh yang selanjutnya dikaji, dianalisa dan ditarik suatu kesimpulan untuk memecahkan permasalahan yang diangkat oleh peneliti yang berkaitan dengan Kekuatan Pembuktian Akta Notaris Terhadap Barang Jaminan Dalam Perjanjian Fidusia. 2.
Hasil dan Pembahasan 2.1 Kekuatan Pembuktian Akta Notaris Terhadap Jaminan dalam Perjanjian
Fidusia. A. Kewenangan Notaris Dalam Membuat Akta Otentik Notaris adalah Pejabat Umum sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 1868 *Febriyanti Valensia Katili, NIM 271411022**Weny A. Dungga,SH.MH***Ismail Tomu,SH.MH, Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi S1 Fakultas Hukum. Page 4
BW juncto pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, yang memiliki wewenang membuat akta otentik. Menurut pasal 1868 BW, bahwa : “Suatu akta otentik adalah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya”. Dengan demikian ada 3 (tiga) syarat yang harus dipenuhi untuk dikategorikan sebagai akta otentik sebagai berikut : a. Akta itu harus dibuat oleh atau dihadapan seorang Pejabat Umum. b. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang. c. Pejabat Umum atau dihadapn siapa akta itu dibuat, ahrus mempunyai wewenang untuk membuat akta itu. Berdasarkan
hasil
wawancara
dengan
Ibu
Verawatyningsih
Abd.
Hamid,SH.MKn, Notaris di Kota Gorontalo pada tanggal 6 Maret 2015. Bahwa wewenang Notaris dalam membuat akta otentik meliputi 4 hal, yaitu : 1.
Notaris harus berwenang sepanjang yang menyangkut akta yang harus dibuat itu, wewenang Notaris dalam pembuatan akta otentik sepanjang tidak dikecualikan kepada pihak atau pejabat lain, atau notaris juga berwenang membuatnya disamping dapat dibuat oleh pihak atau pejabat lain, mengandung makna bahwa wewenang notaris dalam membuat akta otentik mempunyai wewenang yang umum, sedangkan pihak lainnya mempunyai wewenang terbatas.
2.
Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang-orang untuk kepentingan siapa akta itu dibuat. Misalnya jika akan dibuat akta fidusia, sudah tentu notaris akan melihat (asli surat) dan meminta fotocopy atas identitas dan bukti kepemilikannya. Salah satu tanda bukti yang sering diminta oleh Notaris dalam pembuatan akta Notaris, yaitu Kartu Tanda Penduduk (KTP), dan BPKB sebagai bukti kepemilikannya. Ada kemungkinan antara orang yang namanya tersebut dalam KTP dan BPKB bukan orang yang sama, artinya pemilik sertifikat itu bukan orang yang sesuai dengan KTP, hal ini bisa terjadi
*Febriyanti Valensia Katili, NIM 271411022**Weny A. Dungga,SH.MH***Ismail Tomu,SH.MH, Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi S1 Fakultas Hukum. Page 5
karena banyak kesamaan nama dan mudahnya membuat KTP, serta dalam BPKB hanya tertulis nama pemegang hak, tanpa ada penyebutan identitas lain. Dalam kejadian seperti ini bagi Notaris tidak menimbulkan permasalahan apapun, tetapi dari segi yang lain Notaris oleh pihak yang berwajib (kepolisian/penyidik) dianggap memberikan kemudahan untuk terjadinya suatu tindak pidana. Berkaitan dengan identitas diri penghadap dan bukti kepemilikannya yang dibawa dan aslinya diperlihatkan ternyata palsu, maka hal ini bukan tanggung jawab Notaris, tanggung jawabnya diserahkan kepada para pihak yang menghadap. 3.
Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat, di mana akta itu dibuat. Notaris mempunyai tempat kedudukan dan wilayah kerjanya masing-masing. Sebagaimana tercantum dalam pasal 18 ayat (1) Undang-Undang No 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, menentukan bahwa Notaris harus berkedudukan di daerah kabupaten atau kota. Setiap Notaris sesuai dengan keinginannya mempunyai tempat kedudukan dan berkantor di daerah Kabupaten atau kota (Pasal 19 ayat(1) Undang-Undang No 30 Tahun 2004 tentang jabatan Notaris). Notaris yang mempunyai wilayah jabatan meliputi seluruh eilayah propinsi dari tempat kedudukannya (Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang jabatan Notaris). Pengertian pasal-pasal tersebut bahwa notaris dalam menjalankan tugas jabatnanya ridak hanya harus berada ditempat kedudukannya, karena Notaris mempunyai wilayah jabatan seluruh propinsi.
4.
Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta itu. Notaris dalam menjalankan tugas jabatanya harus dalam keadaan aktif, artinya tidak dalam keadaan cuti atau diberhentikan sementara waktu. Notaris yang sedang cuti atau diberhentikan sementara waktu tidak mempunyai kewenangan untuk membuat akta. Kewenangan Notaris menurut Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris, yaitu membuat akta otentik mengenai semua pembuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan, untuk dinyatakan dalam akta otentik, *Febriyanti Valensia Katili, NIM 271411022**Weny A. Dungga,SH.MH***Ismail Tomu,SH.MH, Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi S1 Fakultas Hukum. Page 6
menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya sepanjang pembuatan akta tersebut tidak ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang. B. Kekuatan Pembuktian Akta Notaris Terhadap Akta Jaminan Fidusia Pejabat yang berwenang membuat akta pembebanan benda dengan Jaminan Fidusia adalah notaris sebagaimana yang diatur dalam pasal 5 ayat (1) UndangUndang Fidusia Nomor 42 Tahun 1999. Akta Notaris mempunyai dua fungsi yaitu fungsi formil (formalitas causa) dan fungsi alat bukti (probationis causa). Akta dapat mempunyai fungsi formil (formalitas causa), berarti untuk lengkapnya atau sempurnanya (bukan untuk sahnya) suatu perbuatan hukum, haruslah dibuat suatu akta. Disini akta merupakan syarat formil untuk adanya suatu perbuatan hukum. Sebagai contoh dari suatu perbuatan hukum yang harus dituangkan dalam bentuk akta sebagai syarat formil ialah: pasal 1610 BW tentang perjanjian pemborongan, pasal 1767 BW tentang perjanjian hutang piutang dengan bunga dan pasal 1851 BW tentang perdamaian. Untuk itu, semuanya disyaratkan adanya akta dibawah tangan. Sedangkan yang disyaratkan dengan akta otentik antara lain ialah: pasal 1171 BW tentang pemberian hipotik, pasal 1682 BW tentang schenking dan pasal 1945 BW tentang melakukan sumpah oleh orang lain. Di samping fungsinya yang formil, akta yang mempunyai fungsi sebagai alat bukti (probationis causa). Sifat tertulisnya suatu perjanjian dalam bentuk akta itu tidak membuatnya sahnya perjanjian tetapi hanyalah agar dapat digunakan sebagai alat bukti dikemudian hari. Dari hasil wawancara dengan Gunawan Budiarto,SH Notaris/PPAT di Kota Gorontalo tanggal 14 Maret 2015. Secara umum kekuatan pembuktian Akta Jaminan Fidusia yang dibuat Notaris dapat dibedakan menjadi 3 macam kekuatan pembuktian yaitu : a.
Kekuatan pembuktian lahir Kekuatan pembuktian lahir ini dimaksudkan kemampuan dari akta itu sendiri
untuk dapat membuktikan dirinya sebagai akta otentik. Kemampuan pembuktian *Febriyanti Valensia Katili, NIM 271411022**Weny A. Dungga,SH.MH***Ismail Tomu,SH.MH, Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi S1 Fakultas Hukum. Page 7
lahirlah ini merupakan pembuktian yang cukup, maka hal tersebut telah menjadi suatu bukti telah terjadi perbuatan, perjanjian, dan ketetapan, jadi isi akta mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan tersebut telah dianggap benar. Dalam akta Jamina Fidusia tidak hanya membuktikan bahwa para pihak sudah menerangkan apa yang dituliskan dalam akta tersebut adalah benar akan tetapi harus juga menerangkan hal tersebut adalah benar-benar terjadi. Jadi dalam pembuktian Akta Fidusia yang mempunyai kekuatan lahir telah sesuai, serta memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan, maka akta itu harus dianggap sebagai akta otentik, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya, bila syaratsyarat formal di ragukan kebenarannya oleh pihak lawan, dia dapat meminta kepada pengadilan untuk meneliti kata tersebut berdasarkan bukti-bukti yang telah ditemukan oleh pihak lawan. Kemudian majelis hakim memutuskan apakah akta Jaminan Fidusia itu boleh digunakan sebagai bukti atau tidak dalam perkara. b. Kekuatan pembuktian formil Pada kekuatan pembuktian formil ini didasarkan atas benar tidaknya suatu pernyataan yang dibuat oleh yang bertanda tangan di bawah akta tersebut. Kekuatan pembuktian formil in memberikan kepastian tentang peristiwa bahwa pejabat dan para pihak menyatakan dan melakukan apa yang dimuat dalam akta . Jadi kekuatan pembuktian formil ini dimaksudkan, bahwa notaris sebagai Pejabat Pembuat Akta telah menyatakan dalam tulisan itu sebagaimana yang telah tercantum didalam akta fidusia merupakan kebenaran dari apa yang telah diuraikan oleh Notaris sebagaimana dilakukan dan disaksikan dalam menjalankan jabatannya tersebut, sepanjang mengenai akta yang di buat oleh Notaris tersebut dapat membuktikan kebenarannya dari apa yang di saksikan, yaitu apa yang dilihat, apa yang didengar dan juga yang dilakukan sendiri oleh Notaris didalam menjalankan jabatannya. c.
Kekuatan pembuktian materil Kekuatan pembuktian materil ini menyangkut pertanyaan “benarkah isi
pernyataan
didalam akta itu, jadi kekuatan pembuktian materil ini memberi
kepastian tentang peristiwa bahwa pejabat atau para pihak menyatakan dan *Febriyanti Valensia Katili, NIM 271411022**Weny A. Dungga,SH.MH***Ismail Tomu,SH.MH, Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi S1 Fakultas Hukum. Page 8
melakukan seperti yang dimuat dalam akta. Kekuatan pembuktian materil ini yang menyangkut sepanjang yang ada dalam akta Jamina Fidusia yang telah dibuat oleh notaris tersebut terdapat pebedaan antara keterangan dari notaris yang telah dicantumkan dalam akta dengan keterangan dari para pihak. Maka akta yang dibuat oleh notaris tersebut memberikan pembuktian yang lengkap tentang kebenaran dari apa yang tercantum dalam akta tersebut. Kekuatan pembuktian akta yang dibuat oleh Notaris tersebut harus memenuhi syarat dan sifat keontektikannya yang dapat dijadikan suatu bukti telah dilakukannya suatu perbuatan hukum tertentu yang merupakan wewenang Notaris berdasarkan pasal 15 Undang-undang No 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Pemberian wewenang ini merupakan suatu kepercayaan kepada Notaris karena jabatannya dapat memberikan kekuatan pembuktian terhadap akta yang dibuatnya, karena harus memberikan keterangan dari semua yang mereka saksikan didalam menjalankan jabatannya dan juga mensahkan secara otentik semua yang diterangkan oleh para penghadap kepadanya dengan permintaan para pihak agar keterangan-keterangan mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan tersebut dapat di cantumkan dalam akta Jamina Fidusia yang dapat dijadikan suatu dasar pembuktian. Disinilah letak keistimewaan serta pentingnya arti dari sebuah akta otentik dalam hal ini akta fidusia yang dalam praktek sehari-hari memudahkan pembuktian dan dapat memberikan kepastian hukum bagi para pihak. Akta Jaminan Fidusia merupakan alat bukti yang sempurna berarti kebenarannya dari hal-hal yang tertulis dalam akta tersebut harus diakui oleh hakim, yaitu akta tersebut dianggap benar, selama kebenarannya itu tidak ada pihak lain yang dapat membuktikan sebaliknya. Akta Jaminan Fidusia meliputi pembuatan dan pembuktiannya yang sempurna. Pembuktian yang sempurna meliputi prosedur dan persyaratannya. Kekuatan pembuktian akta notaris sebagai akta otentik, dengan pembahasan tentang akta otentik yang harus memenuhi semua kriteria sebagaimana yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan serta akta notaris sebagai akta otentik yang merupakan alat bukti sempurna. *Febriyanti Valensia Katili, NIM 271411022**Weny A. Dungga,SH.MH***Ismail Tomu,SH.MH, Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi S1 Fakultas Hukum. Page 9
Menurut Verawatyningsih Abdul Hamid,SH.M.Kn, Notaris di Kota Gorontalo bahwa kekuatan pembuktian Akta notaris memiliki kekuatan pembuktian yang kuat, terpenuh, dan sempurna dalam wilayah hukum pembuktian keperdataan. Hal ini sebagai konsekwensi hukum, bahwa akta otentik (Akta Notaris) pembuatannya bentuk dan sifatnya harus oleh pejabat umum yang ditentukan oleh undang-undang. Pejabat umum oleh atau dihadapan siapa akta itu di buat harus mempunyai wewenang untuk membuat akta tersebut. Sehingga Akta Notaris merupakan alat bukti yang sangat kuat dalam persidangan nanti bila terjadi wanpresasi. Ditemukannya prinsip kekuatan Pembuktian Akta Jaminan Fidusia sebagai akta otentik dibuktikan dengan aspek lahiriah, formal dan materil sebagaiman ditentukan dalam pasal 1868 BW dan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris. Jadi, semua akta notaris harus di nilai benar, sebelum dapat dibuktikan ketidakbenarannya dilihat dari isi akta notaris mengenai peristiwa atau perbuatan hukum timbulnya akta notaris tersebut. Para pihak pembuat perjanjian pun dapat dibatalkan suatu akta otentik apabila salah satu pihak beranggapan bahwa terdapat cacat atau kekurangan dalam hal syarta-syarat sahnya perjanjian. Selain itu, apabila terbukti ada salah satu pihak yang wanprestasi terhadap klausula-klausula perjanjian yang tertuang dalam akta, maka pihak lainnya dapat membatalkan melalui pengadilan, akta otentik yang telah disepakati bersama tersebut atau dengan kata lain akta otentik akan batal demi hukum. Pada proses pemeriksaan perkara dimuka pengadilan, hakim berwenang memberikan penilaian termasuk pada akhirnya membatalkan akta notaris yang dijadikan alat bukti dalam suatu persidangan apabila mengandung cacat hukum. Asas ini telah diakui dalam Undang-Undang No 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris yang tersebut dalam penjelasan bagian umum ditegaskan bahwa Akta Notaris sebagai alat bukti tertulis yang terkuat dan terpenuh, apa yang dinyatakan dalam Akta Notaris harus diterima, kecuali pihak yang berkepentingan dapat membuktikan hal sebaliknya secara memuaskan di hadapan persidangan pengadilan. 2.2 Akibat Hukum bila terjadi Wanprestasi. Sebelum membahas mengenai wanprestasi, maka terlebih dahulu penulis akan *Febriyanti Valensia Katili, NIM 271411022**Weny A. Dungga,SH.MH***Ismail Tomu,SH.MH, Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi S1 Fakultas Hukum. Page 10
membahas mengenai prestasi. Prestasi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi atau dilakukan oleh debitor dalam setiap perikatan, baik perikatan yang bersumber pada perjanjian maupun Undang-Undang. Menurut Subekti, wanprestasi yang dilakukan debitor dapat berupa empat hal yaitu : 1. Tidak melakukan apa yang disanggupi sebagaimana dalam perjanjian. 2. Melaksanakan apa yang diperjanjikan tetapi tidak sesuai sebagaimana diperjanjikan. 3. Melakukan yang diperjanjikan tetapi terlambat. 4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan. Menurut wawancara dengan Bapak TOMY OROH,SH, pada tanggal 20 Maret 2015. Bahwa debitor dapat dikatakan dalam keadaan wanprestasi ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi yaitu: 1. Syarat meteriil, yaitu adanya kesengajaan berupa: a. Kesengajaan, adalah suatu hal yang dilakukan seseorang dengan di kehendaki dan diketahui serta disadari oleh pelaku sehingga menimbulkan kerugian pada pihak lain, b. Kelalaian, adalah suatu hal yang dilakukan dimana seseorang yang wajib berprestasi seharusnya tabu atau patut menduga bahwa dengan
perbuatan
atau sikap yang diambil olehnya akan menimbulkan kerugian. 2. Syarat formil, yaitu adanya peringatan atau somasi. Hal kelalaian atau wanprestasi pada pihak debitor harus dinyatakan dahulu secara resmi, yaitu dengan memperingatkan debitor, bahwa kreditor menghendaki pembayaran seketika atau dalam jangka waktu yang pendek. Biasanya peringatan (sommatie) itu dilakukan oleh seorang juru sita dari Pengadilan, yang membuat proses verbal tentang pekerjaan itu, atau juga cukup dengan surat tercatat atau surat kawat, asalkan jangan sampai dengan mudah dipungkiri si debitor. Somasi adalah teguran keras secara tertulis dari kreditor berupa akta kepada debitor, supaya debitor melakukan prestasi dengan mencantumkan tanggal terakhir debitor harus berprestasi dan disertai dengan sanksi atau denda atau
*Febriyanti Valensia Katili, NIM 271411022**Weny A. Dungga,SH.MH***Ismail Tomu,SH.MH, Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi S1 Fakultas Hukum. Page 11
hukuman yang akan dijatuhkan atau diterapkan, apabila debitor wanprestasi atau lalai. Berdasarkan
hasil
penelitian
yang
dilakukan
di
Kantor
Notaris
Verawatyningsih Abdul Hamid,SH.M.Kn. Apabila debitor telah melakukan wanprestasi maka akan menimbulkan akibat hukum bagi para pihak dalam perjanjian tersebut. Sebagai mana mengacu Ketentuan Pasal 1267 KUHPerdata menyebutkan bahwa: “pihak terhadap siapa perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih apakah ia, jika hal itu masih dilakukan, akan memaksa pihak yang lain untuk memenuhi perjanjian, Ataukah ia akan menuntut pembatalan perjanjian, disertai penggantian biaya kerugian dan bunga”. Menurut Pasal 1267 KUHPerdata tersebut, wanprestasi mengakibatkan kreditor dapat menuntut berupa: 1) Pemenuhan prestasi 2) Pemutusan prestasi 3) Ganti rugi 4) Pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi 5) Pemutusan perjanjian disertai ganti rugi Penulis sependapat dengan apa yang dikatakan oleh Notaris/PPAT Gunawan Budiarto, dengan adanya Akta Jaminan Fidusia yang dibuat oleh Notaris yang kemudian didaftarkann ke Kantor Pendaftaran Fidusia, memberikan jaminan hukum bagi kreditur jika terjadi wanprestasi. Hal ini dibuktikan dengan adanya hak eksekusi dalam akta Jaminan Fidusia tresbut, yang ketentuannya mengacu pada Pasal 29 Undang-undang Fidusia Nomor 42 Tahun 1999 yang menyatakan 7: Ayat (1) : Apabila debitur atau Pemberi Fidusia cidera janji, eksekusi terhadap Benda yang menjadi obyak Jaminan Fidusia dapat dilakukan dengan cara : a. Pelaksanaan title eksekutorial sebagimana dimaksud dalam Psal 15 ayat (2) oleh Penerima Fidusia. b. Penjualan Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia atas kekuasaan Penerima Fidusia sendiri melalui pelelengan umum serta *Febriyanti Valensia Katili, NIM 271411022**Weny A. Dungga,SH.MH***Ismail Tomu,SH.MH, Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi S1 Fakultas Hukum. Page 12
mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan. c. Penjualan dibawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan Pemberi dan Penerima Fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang mengutungkan para pihak. Ayat (2) : “Pelakasanaan penjualan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dilakukan setelah lewat 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh Pemberi dan/atau Penerima Fidusia kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar didaerah yang bersangkutan.” Seperti yang diuraikan diatas, bahwa jika terjadi wanprestasi, maka Akta Jaminan Fidusia yang dibuat oleh Notaris/PPAT, yang telah didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia, memiliki kekuatan hukum yang sangat jelas, jika terjadi wanprestasi dikemudian hari oleh Pemberi Fidusia. Karena dalam akta jaminan fidusia memilik hak eksekusi terhadap jaminan benda fidusia, sehingga memudahkan kreditur untuk melakukan sita jaminan berdasarkan prosedurprosedur yang ada dalam undang-undang Jaminan Fidusia tersebut. 3.
Kesimpulan dan Saran 3.1 Kesimpulan
Berdasarkan keseluruhan pembahasan yang telah penulis uraikan di atas, akhirnya dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Kekuatan Pembuktian Akta Notaris Terhadap Akta Jaminan Fidusia meliputi : a. Pembuktian kekuatan pembuktian lahir Kekuatan pembuktian lahir ini dimaksudkan kemampuan dari akta itu sendiri untuk dapat membuktikan dirinya sebagai akta otentik. b. Kekuatan pembuktian formil Pada kekuatan pembuktian formil ini didasarkan atas benar tidaknya suatu pernyataan yang dibuat oleh yang bertanda tangan di bawah akta tersebut. Kekuatan pembuktian formil in memberikan kepastian tentang peristiwa bahwa pejabat dan para pihak menyatakan dan melakukan apa yang dimuat dalam akta . c. Kekuatan pembuktian materil *Febriyanti Valensia Katili, NIM 271411022**Weny A. Dungga,SH.MH***Ismail Tomu,SH.MH, Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi S1 Fakultas Hukum. Page 13
Kekuatan pembuktian materil ini menyangkut pertanyaan “benarkah isi pernyataan didalam akta itu, jadi kekuatan pembuktian materil ini memberi kepastian tentang peristiwa bahwa pejabat atau para pihak menyatakan dan melakukan seperti yang dimuat dalam akta. 2. Apabila terjadi wanprestasi, maka Akta Jaminan Fidusia yang dibuat oleh Notaris/PPAT, yang telah didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia, memiliki kekuatan hukum yang sangat jelas. Karena dalam akta jaminan fidusia memiliki hak eksekusi terhadap jaminan benda fidusia, sehingga memudahkan kreditur untuk melakukan sita jaminan berdasarkan prosedur-prosedur yang ada dalam undang-undang Jaminan Fidusia tersebut.. 3.2. Saran Berdasarkan dari uraian di atas, agar pelaksanaan pendaftaran Hak Tanggungan dapat sesuai dengan yang diharapkan, maka penulis menyarankan hal-hal sebagai berikut : 1. Perlu adanya penyadaran hukum dan sosialisasi mengenai pelaksanaan fidusia sehingga masyarakat dalam hal ini debitur atau Pemberi Fidusia mengetahui ketentuan-ketentuan atau peraturan perundang-undangan yang ada dalam Akta Jaminan Fidusia tersebut. 2. Kepada Notoris/PPAT agar mendaftarkan Akta Jaminan Fidusia ke Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia agar jika terjadi wanprestasi, Akta Jaminan Fidusia merupakan jaminan hukum untuk kreditor dalam mengeksekusi benda jaminan fidusia tersbut.
DAFTAR PUSTAKA Amiruddin dan Zainal Asikin. 2004. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Rajawali Press Fuady. Munir, 1997, Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek, Citra Aditya Bakti, Bandung. G.H.S Lumban Tobing,S.H.1980. Peraturan Jabatan Notaris. Jakarta : Erlangga. Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani. 2000. Jaminan Fidusia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada *Febriyanti Valensia Katili, NIM 271411022**Weny A. Dungga,SH.MH***Ismail Tomu,SH.MH, Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi S1 Fakultas Hukum. Page 14
Habib Adjie,SH,M.Hum. 2009 Hukum Notaris Indoensia. Bandung : PT. Refika Aditama. Irawan Soerodjo.2003. Kepastian Hukum Atas Tanah di Indonesia, Arkola : Surabaya J. Satrio,SH.2002. Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia. Purwakerto : PT. Citra Aditya Bakti Mariam Darus Badrulzaman,SH. 1996. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku III, Tentang Hukinit Perikatan Dengan Penjelasannya. Alumni, Bandung. Mariam Darus Badrulzaman,SH. 1979. Bab-bab Tentang Credietverband, Gadai dan Fidusia. Alumni, Bandung. Muhamad, 2004: 172, Analisis Data Penelitian dengan Statistik, Jakarta. Subekti. R, 2002. Pokok Pokok Hukum Perdata. PT. Intermasa, Jakarta, terutama halaman 122 -126. Veenhoven. (2000). Freedom and happiness : A compare study in fourty-four nation in the early 1996s. Dalam Diener & Suh (Eds). Culture and subjective well-being. Cambridge, Massachusetts : The MIT Press. Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentarig Jaminan Fidusia. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Website www.google.com www.wikipedia.com
*Febriyanti Valensia Katili, NIM 271411022**Weny A. Dungga,SH.MH***Ismail Tomu,SH.MH, Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi S1 Fakultas Hukum. Page 15