*Halim Nurkamiden, NIM : 271409031 **Dian Ekawaty Ismail, SH, MH,*** Suwitno Y. Imran, SH, MH, Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial.
TINJAUAN KRIMINOLOGI TINDAKAN KEKERASAN GURU TERHADAP PESERTA DIDIK (Studi Kasus SMP Negeri 3 Duhiadaa Desa Buntulia Barat Kec. Duhiadaa Kab. Pohuwato) Halim Nurkamiden Dian Ekawaty Ismail Suwitno Y. Imran ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk (1) untuk mengetahui dan menganalisis tindakan kekerasan guru terhadap peserta didik (2) untuk mengetahui dan menganalisis dampak yang di timbulkan dari tindakan guru terhadap peserta didik. Hasil penelitian ini menunjukan (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (RI) Nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan Pasal 19 menyebutkan: Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, insipiratif, menyenangkan, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik dalam mengembangkan potensi, semua kondisi yang dijelaskan diatas dapat tercapai sangat tergantung kepada para guru yang berperan sangat penting dalam hal penyelenggaraan pendidikan disekolah. (2) dampaknnya tindakan tersebut dapat menimbulkan bekas luka atau memar pada tubuh, bahkan dalam kasus tertentu dapat mengakibatkan kecacatan permanen yang harus ditanggung seumur hidup oleh si korban. Adapun kekerasan psikis antara lain berupa tindakan mengejek atau menghina, mengintimidasi, menunjukkan sikap atau ekspresi tidak senang, dan tindakan atau ucapan yang melukai perasaan orang lain, menimbulkan perasaan tidak nyaman, bahkan dapat menimbulkan efek traumatis yang cukup lama. Di sarankan (1) Pihak sekolah sebaiknya dapat mewujudkan sekolah yang ramah bagi peserta didik yang berbasis pada hak asasi serta tanpa kekerasan dan merupakan tempat kedua dari peserta didik untuk mendapatkan ilmu, perlindungan. Dan bagi guru di harapkan pelakukan penindakan jangan sampai terperangkap dalam aksi kekerasan dan menjalin komunikasi yang efektif dengan peserta didik, mengenali potensipotensi peserta didik. (2) adanya kerja sama dan komunikasi secara efektif semua pihak dalam upaya pencegahan tindakan kekerasan. kata kunci: Tindakan Kekerasan
*Halim Nurkamiden, NIM : 271409031 **Dian Ekawaty Ismail, SH, MH,*** Suwitno Y. Imran, SH, MH, Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial.
Pendidikan dan pengajaran memang tidak identik dengan kekerasan, baik di masa lalu apalagi sekarang ini. Tapi kekerasan sering kali dihubung-hubungkan dengan kedisiplinan dan penerapannya dalam dunia pendidikan. Istilah “tegas” dalam membina sikap disiplin pada anak didik, sudah lazim digantikan dengan kata “keras”. Hal ini kemudian ditunjang dengan penggunaan kekerasan dalam membina sikap disiplin di dunia militer, khususnya pendidikan kemiliteran. Ketika kemudian cara-cara pendidikan kemiliteran itu diadopsi oleh dunia pendidikan sipil, maka cara “keras” ini istilah sekarang adalah kekerasan juga ikut diambil alih di lingkungan sekolah. Pemerintah indonesia sejak tahun 1990 telah Meratifikasi Konfensi Hak Anak (KHA) melalui Keppres 36 tahun 1990, Ratifikasi ini merupakan tonggak awal dari perlindungan anak di indonesia. Selanjutnya, paskah di ratifikasi Konfensi ini, di susunlah berbagai upaya untuk memetakan berbagai persoalan anak, baik di lakukan oleh pemerintah maupun bekerja sama dengan berbagai lembaga PBB yang memiliki mandat untuk melaksanakan perlindungan anak. Tahun 1997 indonesia telah memiliki Undang-Undang khusus yang mengatur mengenai masalah anak yang berkonflik dengan hukum yakni Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997, Memberikan perhatian dan spesifikasi khusus bagi anakanak yang di sangka melakukan tindak pidana. Sebagai puncak dari upaya legalisasi adalah lahirnya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Undang-Undang ini memberikan mandat untuk membentuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). KPAI sebagai institusi independent diberikan mandat untuk melakukan pengawasan pelaksanaan upaya perlindungan anak yang dilakukan oleh institusi negara, melakukan investigasi terhadap pelanggaran hak anak yang dilakukan negara. KPAI juga bisa memberikan saran dan masukan serta pertimbangan secara langsung kepada presiden tentang berbagai upaya perlindungan anak. Sekolah adalah Lembaga pendidikan yang komponen-komponennya terdiri dari kepala sekolah, guru, peserta didik, orang tua peserta didik, komite serta masyarakat dan Dinas terkait yang kesemuanya ingin mencapai tujuan yaitu *Halim Nurkamiden, NIM : 271409031 **Dian Ekawaty Ismail, SH, MH,*** Suwitno Y. Imran, SH, MH, Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial.
memajukan pendidikan dan meningkatkan mutu pendidikan. Salah satu komponen sekolah adalah guru yang tugas utamanya mendidik dan mengajar peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia,sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab, akan tetapi tugas mulia itu tidak mudah diwujudkan oleh seorang guru dimasa Reformasi sekarang ini karena kenyataan banyak sekali
yang terjadi didunia pendidikan adanya penyimpangan-
penyimpangan yang dilakukan oleh seorang guru kepada peserta didik berupa tindakan penganiyaan yang tidak terhindarkan karena ulah tingkah laku para peserta didik yang sudah sangat melanggar norma-norma atau aturan sebagai seorang peserta didik serta peran orang tua yang menyerahkan sepenuhnya tanggung jawab terhadap guru sehingga orang tua telah melupakan tanggung jawabnya mendidik anaknya di lingkungan keluarga. Dalam kenyataannya banyak orang tua yang tidak menyadari perkembangan kehidupan anak, anak yang di besarkan di suasana konflik cenderung memiliki keresahan jiwa, yang dapat mendorong anak melakukan tindakan-tindakan negatif yang di kategorikan sebagai kenakalan anaksehingga proses pendidikan tidak berjalan efektif di karenakan partisifasi orang tua yang kurang mengikuti perkembangan anak, selain itu apabila ada hal-hal yang terjadi kepada peserta didik di lingkungan sekolah guru lah yang di salahkan tanpa mengetahui duduk persoalan yang terjadi. Penyebab penganiayaan terhadap peserta didik bisa terjadi karena guru tidak paham akan makna penganiayaan dan akibat negatifnya. Guru mengira bahwa peserta didik akan jera karena hukuman fisik. Sebaliknya, mereka membenci dan tidak respek lagi padanya. penganiayaan dalam pendidikan terjadi karena kurangnya kasih sayang guru atau faktor dari peserta didik itu sendiri. Seharusnya guru memperlakukan peserta didik sebagai subyek, yang memiliki individual differences. 1. Mencermati problem yang di hadapi guru dan peserta didik, maka perlu dilakukan studi khusus melalui penelitian guna mengetahui kesesuaian apa yang diharapkan dengan kenyataan di lapangan serta kendala-kendala yang *Halim Nurkamiden, NIM : 271409031 **Dian Ekawaty Ismail, SH, MH,*** Suwitno Y. Imran, SH, MH, Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial.
dihadapi oleh guru dan peserta didik tersebut dengan berbagai indikator yang diukur dari sudut kriminologi. Dari uraian tersebut dapat dirumuskan masalah (1) Bagaimana tinjauan kriminologi tindakan kekerasan guru terhadap peserta didik (2) Apa dampak yang di timbulkan tindakan kekerasan guru terhadap peserta didik A. Metode Penulisan 3.1 Jenis penelitian hukum terbagi menjadi dua, yakni penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris. Soerjono soekanto menjelaskan bahwa penelitian hukum itu berdasarkan tujuannya, yakni terdiri atas pertama; penelitian hukum normatif, yang mencakup penelitian terhadap asas-asas hukum, penelitian terhadap taraf singkronisasi hukum penelitian sejarah hukum dan penelitian perbandingan hukum. Kedua: penelitian hukum empiris, yang mencangkup, penelitian terhadap identifikasi hukum penelitian terhadap identifikasi hukum (tidak tertulis) dan penelitian terhadap efektifitas hukum. Berdasarkan pemahaman mengenai jenis-jenis penelitian dan melihat masalah yang melatar belakangi penulisan ini, maka peneliti menggunakan jenis penelitian hukum empiris. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan penelitian sosiologis empiris, maksudnya untuk mendeskripsikan data berdasarkan keadaan fariabel, dan fenomena yang terjadi ketika penelitian berlangsung dan menyajikan apa adanya. Sebagai penelitian Empiris ada beberapa data yang dipergunakan untuk memperkuat landasan teori dalam penelitian ini antara lain: (1)Data primer, Data yang diperoleh dari hasil wawancara yang penulis lakukan terhadap informan yang dianggap memiliki kapasitas dalammemberikan bahan dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini. (2) Data sekunder diperoleh dari bahan pustaka yang terdiri bahan hukum primer (bahan-bahan yang mengikat, terdiri dari Norma atau kaidah dasar yaitu Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, Peraturan Perundang-undangan seperti Undang-undang atau Peraturan Pemerintah pengganti Undang-undang, Peraturan Pemerintah, bahan hukum yang tidak dikodifikasi seperti Hukum Adat, Yurisprudensi, Traktat, bahan hukum dari *Halim Nurkamiden, NIM : 271409031 **Dian Ekawaty Ismail, SH, MH,*** Suwitno Y. Imran, SH, MH, Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial.
zaman penjajahan yang hingga kini masih berlaku seperti Kitab Undangundang Hukum Pidana) dan bahan hukum sekunder (bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer misalnya rancangan undang-undang, hasil penelitian hukum, dan hasil karya ilmiah dari kalangan hukum). Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah (1) Studi kepustakaan (2) Wawancara atau Interview (3) Pengamatan atau Observasi. Penelitian ini akan di lakukan di SMP N 3 Duhiadaa Kec. Duhiadaa Kab. Pohuwato yang menjadi Populasi Kepala Sekolah, Staf Dewan Guru dan Tata Usaha, Peserta Didik dan Stack Holder (Komite Sekolah, Orang Tua Peserta Didik dan Masyarakat). Analisa data merupakan kegiatan dalam penelitian yang berupa melakukan kajian atau telaah terhadap hasil pengelolaan data yang dibantu dengan teori yang telah didapat sebelumnya. Sederhananya, analisis data ini disebut sebagai kegiatan memberikan telaah, yang dapat berarti menentang, menkritik, mendukung, menambah atau memberikan komentar dan kemudian membuat suatu kesimpulan terhadap hasil penelitian dengan pikiran sendiri dan dibantu teori yang telah dikuasai. Data yang diperoleh akan dianalisa menggunakan analisa kualitatif deskriptif. Peneltian deskriptif ialah prosedur penelitian berdasarkan data deskriptif yaitu berupa lisan atau kata tertulis dari seorang subyek yang di amati dan memiliki karakteristik bahwa data yang di berikan merupakan data asli yang tidak di rubah serta mengunakan cara sistematis yang dapat di pertanggung jawabkan kebenarannya. Ciri penelitian kualitatif deskriptif yaitu data penelitiannya di ambil dari hasil wawancara atau penelitian, desain penelitiannya bersifat terbuka, proses lebih penting dari pada hasil yang di peroleh, analisis data di lakukan setelah data terkumpul, pengumpulan data secara dekriftif di tulis dalam bentuk laporan berupa kata-kata dan gambar, tetapi tidak merupakan angka.
*Halim Nurkamiden, NIM : 271409031 **Dian Ekawaty Ismail, SH, MH,*** Suwitno Y. Imran, SH, MH, Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial.
B. Hasil dan Pembahasan 1. Tindakan Kekerasan Guru di Tinjau dari Sudut Kriminologi
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 Pasal 2 menjelaskan bahwa guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal, kemudian Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (RI) Nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan Pasal 19 menyebutkan: Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, insipiratif, menyenangkan, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik dalam mengembangkan potensi dan kreativitas serta bakat yang dimiliki dalam proses pembelajaran untuk membentuk diri pribadinya, semua kondisi yang dijelaskan diatas dapat tercapai sangat tergantung kepada para guru yang berperan sangat penting dalam hal penyelenggaraan pendidikan disekolah. Pada dasarnya guru di percaya sebagai penanggung jawab memberikan pendidikan kepada peserta didik yang dapat memberikan pengetahuan baik akademik maupun non akademik dengan rasa nyaman, di lindungi dan mendapatkan kemandirian untuk menghadapi kenyataan hidup dimasa depan, akan tetapi dalam perkembangan sekarang masyarakat mulai mengambil kesimpulan bahwa ternyata guru tidak dapat diandalkan untuk dapat membentuk peserta didik dalam mengendalikan sikap dan prilakunya. Ini disebabkan dalam kenyataaannya seorang guru dalam menerapkan kedisiplinan peserta didik baik dalam tata tertib sekolah maupun pada proses belajar mengajar guru selalu terjebak pada tindakan kriminal baik secara fisik seperti memukul, dijemur di panas mentari, ataupun kekerasan psikis anak seperti memaki, mengeluarkan kata-kata yang dapat menyakiti perasaan peserta didik, guru tidak menyadari bahwa sanksi terhadap peserta didik yang melakukan Pelanggaran tidak dapat dicegah semata-mata secara langsung dapat memberikan efek jera terhadap peserta didik, apalagi masing-masing guru mempunyai karakter *Halim Nurkamiden, NIM : 271409031 **Dian Ekawaty Ismail, SH, MH,*** Suwitno Y. Imran, SH, MH, Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial.
yang berbeda dalam memberikan metode pembelajaran didalam kelas maupun dalam hal penerapan disiplin kepada peserta didik, sebagian guru memberikan pembelajaran yang dapat menyenangkan peserta didik ada juga sebagian guru yang masih menggunakan cara-cara lama dalam proses pembelajaran sehingga dapat membosankan peserta didik dan
materi pelajarannya menjadi susah
dipahami oleh peserta didik, hal inilah yang dapat memicu pelanggaran yang akan dilakukan oleh peserta didik karena dia didalam kelas tidak mendapatkan pembelajaran yang dapat memenuhi apa yang diinginkan, Demikian pula pemberian sanksi terhadap pelanggaran peserta didik terhadap tata tertib sekolah ada beberapa guru yang memberikan sanksi atau penindakan terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh peserta didik yang sangat keras sehingga peserta didik merasa teraniaya baik fisik maupun psikis. Contoh dari apa yang dijelaskan diatas sesuai dengan hasil wawancara peneliti serta analisis data dengan beberapa responden yang terlibat dalam tindakan yang dapat dikatagorikan penganiyan guru terhadap peserta didik ditinjau dari sudut Kriminologi di SMP Negeri 3 Duhiadaa sebagai berikut : 1. Responden Kepala Sekolah Hasil wawancara antara kepala sekolah dengan peneliti, kepala sekolah menanggapi masalah penegakan disiplin berupa tindakan-tindakan yang diberlakukan oleh guru pengajar baik di dalam kelas maupun tuntutan tata tertib sekolah masih pada batas-batas tingkat kewajaran sebagai antisipasi pelanggaran itu akan berulang dilakukan oleh peserta didik yang lain sehingga mengakibatkan peserta didik yang tidak bermasalah, melihat dan mengambil pengalaman dari teman-temannya bermasalah dan tidak ditindaki akan ikut-ikutan juga berulah dan mengakibatkan semakin banyak peserta didik bermasalah yang harus ditangani oleh sekolah. 2. Responden Guru Guru menjelaskan bahwa pelanggaran yang paling sering dilakukan oleh peserta didik pada saat proses belajar mengajar dikelas khususnya mata pelajaran matematika dan bahasa inggris adalah tidak mau mengerjakan tugas yang *Halim Nurkamiden, NIM : 271409031 **Dian Ekawaty Ismail, SH, MH,*** Suwitno Y. Imran, SH, MH, Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial.
diberikan, acuh tak acuh terhadap penyelesaian tugas yang diberikan apalagi tugas pekerjaan rumah, sehingga guru dapat terjebak memberikan sanksi kepada peserta didik untuk maju berdiri didepan kelas mendapatkan pukulan yang membuat luka pada kaki ataupun mengerjakan tugas sambil berdiri diatas kursi tempat duduk masing-masing peserta didik yang mendapat sanksi, sampai peserta didik tersebut dapat menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru hal ini tentu bertentangan dengan kode etik guru indonesia Pasal 6 ayat 1 huruf F ysng berbunyi “ Guru menjalani hubungan dengan peserta didik di landasi rasa kasih sayang” serta Undang-Undang No. 23 Pasal 54 Tahun 2002 yang berbunyi “ Anak di dalam dan didalam lingkungan sekolah wajib di lindungi oleh guru, pengelolah sekolah atau teman-temannya di dalam sekolah yang bersangkutan, serta Pasal 20 huruf d Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang menyatakan: “Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, Guru berkewajiban : a. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum dan kode etik guru serta nilai-nilai agama dan etika Maka jelas bahwa, tindakan tersebut tidak di perbolehkan dan merupakan tindakan yang bertentangan dengan peraturan dan hukum yang berlaku 3. Respoden Peserta Didik Pandangan bahwa manusia sebagai individu yang merupakan satu kesatuan dari aspek fisik/jasmani dan psikis/rohani/jiwa yang tidak dapat di pisahkan, sesungguhnya sudah berkembang pada pemikiran para filsuf klasik sejak masih zamn yunani kuno. Mereka berpandangan bahwa fisik/jasmani merupakan aspek yang bersifat kasat mata, konkrit, dapat di amati, dan tidak kekal, sedangkan psikis/rohani/jiwa merupakan aspek yang bersifat abstrak, immaterial, tidak dapat di amati, dan kekal.1 Subjek didik sebagai individu sesungguhnya merupakan kesatuan dari berbagai karakteristik yang terpadu di dalam dirinya. Memahami subjek didik secara holistik mengandung makna bahwa guru harus mengetahui dan mendalami 1
Asrori,Mohamad. 2008. Psikologi Pembelajaran, Bandung: CV Wacana Prima
*Halim Nurkamiden, NIM : 271409031 **Dian Ekawaty Ismail, SH, MH,*** Suwitno Y. Imran, SH, MH, Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial.
berbagai karakteristik yang ada dalam diri subjek didiknya secara menyeluruh sehingga penindakan subjek didik tidak mengarah ke perbuatan kriminal. Adapun sejumlah gejala-gejala yang biasanya tampak sebagai gambaran berkembangnya berbagai aspek dalam diri individu terdiri dari a) Aspek Jasmani atau Fisik b) Aspek Intelek c) Aspek Emosi d) Aspek sosial e) Aspek Bahasa f) Aspek Bakat Khusus g) Aspek Nilai, Moral dan Sikap 4. Responden Orang Tua Stres yang ditimbulkan oleh berbagai kondisi sosial meningkatkan resiko terjadi kekerasan di lingkungan keluarga yang bisa mencakup angka kemiskinan, keluarga yang sering berkonflik, kurangnya pendidikan orang tua hanya menyelesaikan pendidikan di tingkatan SD-SMP, banyaknya anak di dalam satu keluarga sehingga susah untuk mengontrol dan mengawasi anak, hal ini menimbulkan dampak yang sangat berpengaruh terhadap perilaku anak. Pada umumnya orang tua peserta didik menanggapi permasalahan anaknya di sekolah secara beragam khususnya dalam hal penindakan peserta didik yang melanggar baik aturan sekolah maupun pelanggaran yang terjadi didalam kelas, ada orang tua peserta didik yang setuju terhadap tindakan yang dikenakan kepada anaknya dan ada juga yang tidak setuju. Orang tua yang tidak setuju anaknya di tindaki tidak mengetahui pokok permasalahan yang sebenarnya terjadi karna hanya mendengarkan penjelasan dari si anak dan hal ini di dasarkan atas pemahaman dan kurang yakinnya orang tua bahwa tindakan yang dikenakan guru terhadap anak mereka sangat berlebihan dan hal ini tidak
memberikan efek jera dan
memberikan kesadaran kepada anak mereka justru tindakan tersebut dapat menciderai anak baik itu fisik maupun psikis dari anak mereka . *Halim Nurkamiden, NIM : 271409031 **Dian Ekawaty Ismail, SH, MH,*** Suwitno Y. Imran, SH, MH, Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial.
5. Responden Masyarakat Sama halnya dengan responden orang tua peserta didik, menanggapi masalah tentang tindakan penegakan disiplin terhadap peserta didik ada yang setuju ada pula yang tidak setuju, alasan yang setuju dikarenakan tindakan yang diberikan pihak sekolah tingkat kewajaran untuk dapat menjadikan efek jera kepada anak yang bermasalah dan menjadi pelajaran bagi anak didik yang lain agar supaya tidak akan berbuat seperti itu dan bagi yang tidak setuju berpendapat bahwa ternyata ada anak didik yang walaupun sudah diberikan tindakan dengan pemberian sanksi tetapi anak tersebut tidak jera dan tetap berbuat ulah dan masalah sehingga tindakan yang diberikan tidak berdampak positif sehingga memicu opini masyarakat bahwa guru tidak sanggup mendidik dan mengayomi peserta didik dan mempertanyakan kualitas dan kuantitas guru itu sendiri sebagai pendidik dan orang tua kedua peserta didik di lingkungan sekolah, tampa kita sadari lingkungan masyarakat sangat berpengaruh pada pembentukan perilaku pada anak, dimana anak yang hidup di lingungan pesantren tentunya berbeda dengan anak yang hidup di lingkungan pasar dan lingkungan yang tingkat kriminalitasnya sangat tinggi dan mengalami sindrom stockholm yaitu merupakan kondisi psikologis dimana di antara pihak korban dan pihak aggresor terbangun hubungan yang positif dan later on korban membantu agressor mewujudkan keinginan mereka. Contoh: kekerasan yng di lakukan oleh senior terhadap peserta didik yang baru, orientasi bersama terjadi ketika senior meniru sikap seniornua dulu dan dimasa lalunya juga pernah mengalami kekerasan pada masa orientasi . Sehingga, alangkah baiknya dicarikan pendekatan lain yang lebih jitu untuk menyelesaikan masalah dan sangat berdampak yang positif baik untuk sekolah, orang tua maupun peserta didik ataupun pada masyarakat.
2. Dampak Yang di Timbulkan Dari Tindakan Kekerasaa Guru Terhadap Peserta Didik *Halim Nurkamiden, NIM : 271409031 **Dian Ekawaty Ismail, SH, MH,*** Suwitno Y. Imran, SH, MH, Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial.
Tindakan kekerasan atau bullying dapat dibedakan menjadi kekerasan fisik dan psikis. Kekerasan fisik dapat diidentifikasi berupa tindakan pemukulan (menggunakan tangan atau alat), penamparan, dan tendangan. Dampaknya, tindakan tersebut dapat menimbulkan bekas luka atau memar pada tubuh, bahkan dalam kasus tertentu dapat mengakibatkan kecacatan permanen yang harus ditanggung seumur hidup oleh si korban. Adapun kekerasan psikis antara lain berupa tindakan mengejek atau menghina, mengintimidasi, menunjukkan sikap atau ekspresi tidak senang, dan tindakan atau ucapan yang melukai perasaan orang lain. Dampak kekerasan secara psikis dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman, takut, tegang, bahkan dapat menimbulkan efek traumatis yang cukup lama. Selain itu, karena tidak tampak secara fisik, penanggulangannya menjadi cukup sulit karena biasanya si korban enggan mengungkapkan atau menceritakannya. Dampak lain yang timbul dari efek bullying ini adalah menjadi pendiam atau penyendiri, minder dan canggung dalam bergaul, tidak mau sekolah, stres atau tegang, sehingga tidak konsentrasi dalam belajar, dan dalam beberapa kasus yang lebih parah dapat mengakibatkan bunuh diri. Ditinjau dari psikologi perkembangan, Havingrust dalam Pidarta (2007:199) menyatakan bahwa perkembangan psikologi pada masa anakanak adalah membentuk sikap diri sendiri, bergaul secara rukun, membuat kebebasan
diri,
membentuk
kata
hati,
moral
dan
nilai,
dan
mengembangkan sikap terhadap kelompok serta lembaga-lembaga sosial. Tentu saja perkembangan ini akan terhambat dengan adanya kekerasan dalam pendidikan. Kekerasan yang dilakukan oleh guru sangat bertentangan dengan pendapat Freedman (Pidarta, 2007:220) yang menyatakan bahwa guru harus mampu membangkitkan kesan pertama yang positif dan tetap positif untuk hari-hari berikutnya. Sikap dan perilaku guru sangat penting artinya bagi kemauan dan semangat belajar *Halim Nurkamiden, NIM : 271409031 **Dian Ekawaty Ismail, SH, MH,*** Suwitno Y. Imran, SH, MH, Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial.
anak-anak. Jadi, hukuman yang dilakukan oleh guru akan menjadi kesan negatif yang berdampak negatif pula dalam proses belajar anak. Sekecil apapun dampak yang timbul terhadap praktek kekerasan dalam pendidikan, tetap saja hal ini adalah suatu kesalahan. Sekolah sepatutnya tempat bagi siswa untuk berkembang. Namun, di saat kekerasan terjadi di sekolah, sekolah justru mematikan perkembangan psikologi siswa.
C. Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan Berdasarkan uraian di atas penulis dapat menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Kekerasan terhadap anak di sekolah masih terjadi, walaupun secara juridis konstitusional
sudah
ada
Pasal
28B
ayat
(2)
UUD
1945,
suatu kemajuan konstitusional anak yang dilindungi dari kekerasan dan diskriminasi. Namun, amanat konstitusi itu belum sepenuhnya mampu memberikan perlindungan anak atau peserta didik dari kekerasan di lingkungan sekolah. 2. Hukuman yang di berikan, berkorelasi dengan tindakan peserta didik. Ada sebab ada akibat, ada kesalahan ada konsekuensi tanggung jawabnya. Dengan menerapkan hukuman yang selaras dengan konsekuensi logis tindakan peserta didik yang di anggap keliru, sudah mencegah tindakan hukum yang tidak rasional
2. Saran Adapun yang dapat di sampaikan antar lain : (1) Pihak sekolah sebaiknya dapat mewujudkan sekolah yang ramah bagi peserta didik yang berbasis pada hak asasi serta tanpa kekerasan dan merupakan tempat kedua dari peserta didik untuk mendapatkan ilmu, perlindungan, kenyaman dalam mencapai cita*Halim Nurkamiden, NIM : 271409031 **Dian Ekawaty Ismail, SH, MH,*** Suwitno Y. Imran, SH, MH, Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial.
cita sebagai manusia yang berguna bagi nusa dan bangsa. Dan bagi guru di harapkan pelakukan penindakan jangan sampai terperangkap dalam aksi kekerasan dan menjalin komunikasi yang efektif dengan peserta didik, mengenali potensi-potensi peserta didik. (2) Peserta didik harus tetap memotivasi diri untuk menunjukan prestasi yang cemerlang disekolah dengan berusaha mengikuti segala peraturan atau tata tertib yang disepakati bersama. (3) Orang tua harus selalu bekerja sama dengan pihak sekolah dengan cara selalu memintakan informasi atas perkembangan anaknya disekolah, apalagi kalau mendapatkan undangan dari sekolah karena anaknya bermasalah disekolah sehingga masalah itu bisa secepatnya teratasi. (4) Masyarakat harus menjadi team yang bisa memediasi permasalahan-permasalahan yang timbul antara pihak sekolah, peserta didik dan orang tua sehingga permasalahan dapat terselesaikan dengan solusi-solusi yang bijak.
DAFTAR PUSTAKA A. Buku Atmodiwirio,Soebagio. 2001. Manajemen Pendidikan Indonesia, Jakarta. PT.Ardadizya Jaya Bambang Sunggono. 2003, Metodologi Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada Chazami, Adami. 2000. Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa.Jakarta : Raja Grafindo Persada. Gultom, Maidin. 2012. Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Perempuan.Medan: Rafika Aditama Huraerah, Abu. 2012. Kekerasan Terhadap Anak. Bandung : Nuansa Cendekia Johnson,LouAnne.2008.Pengajaran Yang Kreatif dan Menarik,Jakarta: PT Macanan Jaya Cemerlang *Halim Nurkamiden, NIM : 271409031 **Dian Ekawaty Ismail, SH, MH,*** Suwitno Y. Imran, SH, MH, Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial.
Marpaung,leden, S.H. 2002. Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Tubuh, Jakarta: Sinar Grafika Mukti Fajar & Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum (NORMATIF & EMPIRIS), Yogyakarta; Pustaka Pelajar. 2010 Mustofa,Bisri & Hasan, Ali. Manajemen Pendidikan, PT . Multi Kreasi Satu delapan Rukmini Mien. 2006. Aspek Hukum Pidana dan Kriminologi, Bandung: PT Alumni Sofian,Ahmad. 2012. Perlindungan Anak Di Indonesia Dilema Dan Solusinya, Jakarta: PT Sofmedia Sugiyono, 1993. Metode Penelitian Administrasi, Alfabeta, Bandung, Sahetapy, J.E., 2005. Pisau Analisis Kriminologi, Bandung: PT Citra Aditya Bakti Umi, Rahmat. 2012. Analisis Kriminologis Perilaku Kekerasan Oleh Oknum Kepolisian Republik Indonesia Di Gorontalo. Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009 B.
Undang-Undang
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anakr Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Undang-Undang No. 6 tahun 2003 tentang pembentukan Kabupaten Pohuwato dan Bone Bolango Undang – undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Peraturan Pemerintah RI Nomor 47 Tahun 2008 Tentang Wajib Belajar C.
Website
m.hukumonline.com/klinik/detail/lt50fe23b4b6afa/langkah-hukum-jika-anakditempeleng-guru
*Halim Nurkamiden, NIM : 271409031 **Dian Ekawaty Ismail, SH, MH,*** Suwitno Y. Imran, SH, MH, Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial.