Modul ke:
6 Fakultas
PASCA SARJANA Program Studi
Magister Ilmu Komunikasi
Modul Perkuliahan V Ekonomi Politik Media Kritik radikal Atas Media Massa
Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm., PhD
Judul Sub Bahasan 1. 2. 3. 4.
Regulasi Media Komundifikasi Spasialisasi Strukturalisasi
Pendahuluan • Kata radikal menyiratkan makna mempertinggi kesadaran, bergerak dari satu perspektif kognitif terhadap yang lain dengan maksud melakukan perubahan. Menjadi radikal adalah proses kesadaran bahwa posisi ideologis masa lalu tidak lagi layak sebagai alat untuk mencapai tujuan, karena itu harus mengadopsi metode lain untuk mencapai setiap tujuan yang dianggap perlu. • Meminjam istilah Jason Barker (2000), ide-ide radikal dapat mengejutkan orang dari kepuasan mereka. Dalam hal ini ideide radikal yang mengancam kemapanan.
Jadi Radical Mass Media Criticism (RMMC) adalah varian dari istilah kritik untuk mencoba untuk melampaui titik kritik dalam hal mencari perubahan. Tujuannya adalah tentu tidak mengurangi hak-hak demokrasi rakyat untuk menawarkan kritik. Kritik itu sendiri, kadangkadang dibenarkan sebagai unsur yang diterima dari sistem kapitalis. Di sini, kapitalisme dipandang sebagian sistem demokratis yang memungkinkan kritik yang terstruktur. Titik kritik disini dimaksudkan untuk melahirkan perubahan di berbagai industri media. Perubahan yang diharapkan disini adalah menjadikan media massa sebagai akses demokrasi yang baik dan mengakhiri monopoli kepemilikan media (seperti, konglomerasi media), dimana konglomerasi media dipandang sebagai penghambat keberagaman.
Menurut John Theobald, RMMC sebenarnya sama saja analisis media secara keseluruhan yang terbagi ke dalam empat kategori: • • • •
Ekonomi politik media massa Wacana media Kalayak dan efek media Pengaruh teknologi baru
• Selanjutnya Theobald membagi kerangkan analisis RMMC dalam lima periode. • Periode pertama Prescursors (Pendahuluan). Pada periode ini untuk pertama kalinya media massa (surat kabar) dipandang sebagai sarana bisnis guna menumpuk keuntungan. Jejak sejarahnya terjadi pada pertengahan abad ke 19. • Periode kedua, Periode ini terjadi sekitar awal abad ke 20 yang dipengaruhi oleh pemikiran Gabriel Tarde. Tarde adalah yang pertama untuk memperhitungkan pentingnya psikologi kolektif dalam revolusi sosial-budaya yang berpengaruh pada perkembangan komunikasi massa dan terutama media massa. Tarde kemudian dikenal sebagai pendiri psikologi sosial.
Periode Ketiga. Munculnya fasisme di Eropa setelah perang pada antara tahun 1914-1918 merupakan tonggak ketiga Radical Mass Media Criticism (RMMC). Salah satu pemikir yang menjadi pilar pada periode ini adalah Antonio Gramsci. Gramsci sang aktivis partai komunis Italia yang dipenjara selama 7 tahun oleh Mussolini dikenal dengan konsepnya tentang hegemoni. Periode Keempat. Max Horkheimer , Theodor Adorno dan Herbert Marcuse adalah pelopor RMMC dalam periode ini. Horkheimer dan Adorno menolak menggunakan konsep budaya massa, dan lebih memilih istilah industri budaya. Menurut Horkheimer dan Adorno 'budaya massa' bisa ditafsirkan mengacu pada budaya otentik rakyat, sedangkan 'industri budaya tidak diragukan mengacu pada dua hal, pertama, bisnis, dan kedua, budaya disebarkan oleh, dan untuk kepentingan dari, ekonomi dan politik.
Periode kelima, memang tidak diragukan lagi bahwa kritik media massa radikal (RMMC) menemukan momentum besar dalam dua dekade terakhir dari abad kedua puluh, yang berlanjut ke dekade pertama abad ke duapuluh satu. Pada periode ini memang tidak ditandai dengan pemikaran-pemikiran baru dari berbagai tokoh, yang ada adalah kebutuhan untuk menerjemahkan ide-ide yang sudah ada ke dalam tindakan, dan dalam konvergensi antara tindakan intelektual dan aktivitas politik.
Karl Kraus dan Komodifikasi Tentang Bahasa • Karl Kraus termasuk salah satu pemikir dalam tradisi RMMC. Kraus adalah penulis asal Austria yang memberikan sumbangan besar dalam mengkritisi surat kabar di Eropa pada masa bangkitnya fasisme setelah perang 1914-1918. • Kraus menuangkan ide-idenya tentang berbagai keburukan sistem pers yang terjadi di Austria pasca perang 1914-1918. Kraus menuding bahwa Arbeiter Zeitung (salah satu koran yang dimiliki Partai Sosialis Vienna) melakukan praktek korup sebagai pers borjouis. Karya-karya Kraus tersebut ditulis di surat kabar Die Fackel.
• Menurut Kraus bahasa jurnalistik telah terkena polusi yang menghancurkan kebudayaan. Media massa telah menghancurkan hubungan yang alamiah antara sebuah kata dengan artinya, wacana dengan kebenaran dan telah tergantikan menjadi hubungan komersial. Bahasa jurnalistik menjadi sebuah komoditas yang digunakan untuk melayani keuntungan dan kekuasaan. Hubungan antara kebenaran dan makna telah dijual dan cara demikian telah membuka segala macam manipulasi dan penipuan • • Wacana bahasa jurnalistik yang telah terkontaminasi, bagi Kraus dilihat sebagai proses penciptaan sebuah komoditas yang menarik untuk dijual. Ini justru bertentangan dengan proses komunikasi organik yang berasal dari bahasa yang sesungguhnya.
Menurut Kraus surat kabar alih-alih mengkomunikasikan fakta-fakta ke publik, ia justru telah menjadi penghalang antara berita dan konsumen dengan menghadirkan kebohongan tak berujung dan distorsi demi kepentingan mereka sendiri. Ini bukti nyata surat kabar menjadi korup. • Kraus sebenarnya mengungkapkan ketidaksetujuannya surat kabar mendukung perang dan totalitarisme yang terjadi di Eropa antara atahun 1914-1918. Dengan nada pesimistis Kraus menulis di Die Fackel pada tahun 1914, sebagai berikut: • suatu hari hari mungkin kita menyadari betapa masalah kecil seperti perang dunia adalah relatif terhadap mutilasi spiritual manusia melalui pers, dan betapa perang pada dasarnya hanya satu perwujudan dari mutilasi diri. Jika seseorang hanya membaca surat kabar untuk informasi, sesunguhnya orang tersebut tidak mengetahui kebenaran, bahkan tidak kebenaran tentang surat kabar. Yang benar adalah bahwa surat kabar bukanlah tempat yang tepat bagi informasi untuk disebarkan, melainkan hanya isi kosong, atau tidak lebih sekadar isi yang memprovikasi………..
Kraus membuat ketersambungan antara media massa, perang, komersial, komodifikasi bahasa dan matinya imaginasi dan kebebasan konsumen. Ada dua contoh menarik yang ditampilkan Kruss disini: pertama sebuah iklan yang menawarkan paket tour ke Verdum (Verdum adalah medan pertempuran antara Prancis dan Jerman, selama perang 1914-1918) yang dimuat di Bazeler Zeitung koran yang diterbitkan di Swiss. Paket tour tersebut selain berkunjung ke medan perang tersebut tentunya juga disertai dengan makan malam yang lesat disertai anggur yang nikmat.
Bukti ini bagi Kraus menunjukkan bahwa betapa pers, yang telah bertanggung jawab atas segala kebohongan dan propaganda perang yang mengirim ke jutaan kematian, penyakit dan penderitaan, kini menjual sisa-sisa kekejian tersebut bagi pembacanya dengan menawarkan wisata mewah nan voyeuristik dari neraka perang. Ini menujukkan bukti bahwa elit kapitalisme bersama pers di garda depan telah meraup keuntungan dari perang tersebut dan kini kembali mengais rejeki di sisa-sisa perang tersebut.
Di masa kini kekhawatiran Kraus terulang kembali kembali saat Iklan serupa muncul di website israellawcenter.org yang menawarkan wisata teorisme. Iklan tersebut muncul pada tahun 2004. Sama seperti iklan tahun 1921, iklan ini juga menawarkan paket kunjungan ke lokasi-lokasi pertempuran antara Islael dengan Palestina, seperti, Tepi Barat, Jalur Gaza dan tentu bekas medan perang antara Israel melawa Syria, Yon Kippur. Paket itu dilengkapi dengan penginapan mewah di hotel berbintang, bus eksekuitif nan mewah dan paket makan yang lezat. •
• Dua iklan tersebut kembali membuktikan bahwa ada kegagalan yang yang mendalam dari imajinasi budaya pada wacana korup, nilai-nilai komersial dan kekuasan politik yang kemudian terwariskan dari media lama ke media baru, sehingga menghilangkan pikiran bahwa kebiadaban dapat berhasil menyamarkan dirinya sebagai manusia, dan konsumen tidak bisa lagi membedakan antara keduanya. • Para pemikir sekolah Frankfurt menaruh hormat pada karyakarya Karl Kraus. Walter Benjamin misalnya mengakui bahwa jurnalisme merupakan ekspresi utama yang merubah fungsi bahasa dalam dunia kapitalisme. Merek dagangnya adalah mengubah pikiran kedalam sebuah komoditi.
Referensi • Albarian, Alan B, Media Economics: Understanding Markets, Industries, and Concept, Iowa: Iowa State University Press, 1996. • Alexander, Alison et.al (ed), Media Economics: Theories and Practice, New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publishers, 1998. • Dimmick dan Rothenbuhler, The Theory of Niche: Quantifing Competition among Media Industry, Jurnal of Communication, Winter 1984. • Mirza Jan. Globalization of Media: Key Issues and Dimensions. European Journal of Scientific Research. ISSN 1450-216X Vol.29 No.1 (2009), pp.66-75 • Kansong, Usman. Ekonomi Media : Pengantar Konsep dan Aplikasi. Jakarta: Ghalia Indonesia. 2009. • Komang Sunarta. Dampak Globalisasi Terhadap Budaya Lokal dan Prilaku Masyarakat. www.karangasem.go.id Rabu, 5 Oktober 2011. • John Theobald, Radical Mass Media Criticism, Sage Publication, 2010
Terima Kasih Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm