Modul ke:
3 Fakultas
PASCA SARJANA Program Studi
Magister Ilmu Komunikasi
Modul Perkuliahan III Ekonomi Politik Media Kepemilikan Media
Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm., PhD
Judul Sub Bahasan Prinsip, konsep dan trend kepemilikan media
Kepemilikan Media: Latar Belakang • Produksi, distribusi dan keberadaan industri televisi, video rumah tangga, koran, majalah, buku, rekaman, dan film membutuhkan modal yang besar. Dari situ, hanya pemodal besar atau pemerintah (untuk media publik) yang mampu mendirikan industri media. • Pada gilirannya, para pemodal ini berupaya memperoleh keuntungan dari investasi yang mereka tanamkan dalam industri media. •
Tipe Kepemilikan Media Terdapat tiga tipe kepemilikan media: • Monopoli • Oligopoli • Kompetisi Monopolistik
• Dalam monopoli, suatu industri media mendominasi pasar. TVRI pernah menjadi stasiun televisi yang mendominasi atau memonopoli ‘’industri televisi’’ di Indonesia. Pilihan bagi khalayak adalah take it or live it.
Tipe Kepemilikan Media • Oligopoli. Ada beberapa industri media yang dimiliki oleh pemilik berbeda yang bermain di pasar. Mereka saling bersaing di dalam pesat. Namun, ada satu produsen atau pemilik media yang relatif lebih dominan dibanding lainnya. • Kompetisi Monopolistik. Dalam kompetisi monopolistik, banyak industri media yang memproduksi jasa sejenis yang dimiliki oleh pemilik yang berbeda-beda yang beroperasi di pasar. Kepemilikan televisi di Indonesia cenderung bersifat kompetisi monopolistik dalam hal content yang diproduksi.
Konsentrasi Kepemilikan Media • Konsentrasi kepemilikam media (juga dikenal sebagai konsolidasi media atau konvergensi media) adalah proses di mana semakin sedikit individu atau organisasi yang mengendalikan peningkatan saham media massa. Penelitian kontemporer menunjukkan bertambahnya tingkat konsolidasi, dengan telah banyak industri media yang sudah sangat terkonsentrasi dan didominasi oleh sejumlah kecil perusahaan. • Secara global, konglomerat media besar termasuk Viacom, CBS Corporation, Time Warner, 21st Century Fox dan News Corp (mantan News Corporation, perpecahan pada tahun 2013), Bertelsmann AG, Sony, Comcast, Vivendi, Televisa, The Walt Disney Company, Hearst Corporation, Organizações Globo dan Lagardere Group. •
Konsekuensi (Negatif) Konsentrasi Kepemilikan Media • Komersial digerakkan, media massa pasar ultra-kuat terutama setia kepada sponsor, yaitu pengiklan dan pemerintah daripada kepentingan publik. • Hanya beberapa perusahaan yang mewakili kepentingan elit minoritas mengendalikan gelombang udara publik. • Persaingan berbasis pasar yang sehat tidak ada, yang mengarah ke inovasi lambat dan kenaikan harga.
Merger Media • Merger Media adalah hasil dari salah satu perusahaan media terkait membeli perusahaan lain untuk menguasai sumber daya mereka dalam rangka meningkatkan pendapatan dan pemirsa. Sebagaimana informasi dan hiburan menjadi bagian utama dari budaya kita, perusahaan media telah menciptakan cara-cara untuk menjadi lebih efisien dalam mencapai pemirsa dan menghasilkan keuntungan. • Perusahaan media yang sukses biasanya membeli perusahaan lain untuk membuat mereka lebih kuat, menguntungkan, dan mampu menjangkau khalayak tampilan yang lebih besar. •
Merger Media • Merger media telah menjadi lebih umum dalam beberapa tahun terakhir, yang memiliki orang-orang bertanya-tanya tentang dampak negatif yang bisa disebabkan oleh kepemilikan media menjadi lebih terkonsentrasi. Efek negatif seperti yang bisa ikut bermain adalah kurangnya kompetisi dan keragaman serta pandangan politik yang bias.
Oligopoli Media Oligopoli adalah ketika beberapa perusahaan mendominasi pasar. Ketika perusahaan media skala yang lebih besar membeli perusahaan yang berskala lebih kecil atau ketika perusahaan yang berskala lokal menjadi lebih kuat di pasar. Karena mereka terus menghilangkan persaingan bisnis mereka melalui pembelian saham atau memaksa pesaing mereka keluar (karena mereka tidak memiliki sumber daya atau keuangan) perusahaan meninggalkan mendominasi industri media dan menciptakan oligopoli media.
Dampak Konglomerasi Media • Paling tidak terdapat dua dampak positif konglomerasi media atau konsentrasi kepemilikan media. • Pertama, konglomerasi mengurangi derajat kompetisi media. Sebagai contoh, di Indonesia awalnya terdapat 10 stasiun televisi swasta di Indonesia. Kesepuluh stasiun televisi swasta itu saling bersaing memperebutkan khalayak dan pengiklan. Setelah adanya merger, akuisisi, atau kemitraan strategis, kini tinggal lima kelompok stasiun televisi yang saling bersaing. • Kedua, kinerja ekonomi media yang diakuisisi atau dimerger diharapkan lebih baik dibanding sebelumnya.
Dampak Konglomerasi Media • Terdapat setidaknya empat dampak konglomerasi media.
• Pertama, konglomerasi pada gilirannya memicu komersialisasi. Pemilik media lebih mengutamakan mencari keuntungan, ketimbang mendidik, memberi informasi, atau melakukan kontrol sosial, serta menghibur. Media, misalnya stasiun televisi, berupaya meningkatkan rating melalui program seram (mistik), saru (seks), dan sadis (kekerasan, kriminalitas), tanpa memikirkan kualitas. Ini sejalan dengan pernyataan Herman dan Chomsky tentang kepemilikan media, bahwa kebutuhan media akan keuntungan amat mempengaruhi content media secara keseluruhan. • Kedua, konglomerasi juga bisa menyebabkan keseragaman content atau isi atau materi program. Keseragaman menyebabkan publik tidak memiliki banyak pilihan.
Dampak Konglomerasi Media • Ketiga, melemahnya fungsi kontrol jurnalistik, terutama yang terkait dengan kepentingan pemilik. Dampak ketiga ini terkait erat dengan kebebasan pers. Dalam konteks kebebasan pers ini, sebagaimana dikatakan Ziauddin Sardar, kebebasan menjadi milik mereka yang menguasai pers. Dalam konteks teori hegemoni Antonio Gramsci, pemilik atau konglomerat media menghegemoni, menguasai dan mendominasi media semata untuk kepentingan diri mereka. • Keempat, menurunnya kualitas content media. Columbia Journalism Review melaporkan, untuk meningkatkan keuntungan korporasi, media membuat ‘’penyusutan anggaran yang timpang’’— mengurangi peliputan internasional, mempekerjakan orang yang tak bisa menulis berita, dan memenuhi kolom yang ada dengan meteri yang tidak karuan.
Kepemilikan Asing • Orang atau lembaga asing bisa memiliki saham media di negara lain. Di Indonesia, StarTV pernah memiliki saham Antv dan TVOne. AstroTV milik pengusaha Malaysia pernah beroperasi di Indonesia. • Namun, biasanya ada regulasi terkait kepemilikan asing di industri media. Di Amerika Serikat, terdapat regulasi yang mengharuskan orang asing yang ingin memiliki media di sana untuk menjadi warga negara Amerika terlebih dahulu. Dalam ekonomi media, ini yang disebut rintangan bagi produsen lain. Untuk memenuhi regulasi tersebut, Rupert Murdoch yang sebelumnya berkewarganegaraan Australia rela menjadi warganegara Amerika.
Kepemilikan Asing • Indonesia, seperti dalam kasus StarTV dan Astro, juga membolehkan orang atau lembaga asing memiliki saham secara terbatas di perusahaan media dalam negeri. Undang-undang Penyiaran No. 32 Tahun 2002 melegalkan kepemilikan 20 persen saham oleh asing di perusahaan media penyiaran. Undang-undang Pokok Pers No. 40 tahun 1999 tidak mengijinkan modal asing mencapai saham mayoritas. • Kepemilikan asing tentu juga punya dampak positif dan negatif. Dampak positifnya antara lain masuknya modal, transfer ketrampilan serta alih teknologi di bidang media. Dampak negatifnya—meski kadang dinilai terlampau berlebihan—antara lain dominasi dan eksploitasi modal, sumber daya manusia dan budaya dalam negeri. Kekhawatiran akan dampak negatif tersebut sepertinya yang membuat adanya regulasi yang membatasi kepemilikan asing.
Referensi •
Albarian, Alan B, Media Economics: Understanding Markets, Industries, and Concept, Iowa: Iowa State University Press, 1996.
• Alexander, Alison et.al (ed), Media Economics: Theories and Practice, New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publishers, 1998. • Dimmick dan Rothenbuhler, The Theory of Niche: Quantifing Competition among Media Industry, Jurnal of Communication, Winter 1984. • Kansong, Usman. (2009). Ekonomi Media : Pengantar Konsep dan Aplikasi. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Terima Kasih Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm