MODUL PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (20162-FMKB-304)
KLASIFIKASI DAERAH ALIRAN SUNGAI
OLEH
Dr.Ir.H.SYARIFUDDIN KADIR,M.Si.
FAKULTAS KEHUTANAN UNLAM BANJARBARU 2016
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Rabbul Alamin yang telah melimpahkan karunia dan rahmatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Modul ini yang berjudul “Klasifikasi Daerah Aliran Sungai”. Tulisan ini disusun sebagai salah satu Pokok Bahasan pada perkuliahan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (Pengelolaan DAS) yang disampaikan pada perkuliahaan semester Genap 2016/2017 dan untuk perkulihan Pengelolaan DAS pada semester selanjutnya . Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi tingginya kepada Dekan dan Wakil Dekan I Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat yang telah mendorong saya, sehingga Modul ini dapat terselesaikan untuk dapat bermanfaat kepada mahasiswa peseeta mata Kuliah Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Tujuan Instruksional Umum (TIU): Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa dapat menjelaskan pengertian DAS, selanjutnya mengetahui komponen-komponen DAS, mampu mendeleniasi DAS, mampu menentukan klasifikasi DAS dan menentukan daya dukung DAS, mengetahui faktor-faktor penyebab kerusakan DAS dan upaya pengelolaan DAS. Tujuan Instruksional Khusus (TIK): dibahas tentang Klasifikasi DAS berdasarkan Daya Dukungnya, agar mahasiswa dapat mengetahui pengertian DAS, kriteria penentuan klasifikasi DAS dan menentukan Daya Dukung DAS serta conoth perhitungan Klasifikasi, sedangkan sub Pokok Bahasan yang terdiri atas : a) Komponen DAS; b) Kondisi lahan; c) Kualitas, kuantitas dan kontuinitas air; d) Sosial ekonomi; e) Bangunan air; f) Tata ruang (Kawasan lindung dan Kawasan budidaya). Tulisan ini belumlah sempurna, namun, disusun dengan upaya maksimal untuk lebih teliti, walaupun demikian jika masih terdapat kekurangan, maka segala komentar, karenanya, demi penyempurnaannya Modul ini akan diterima dengan senang dan untuk itu di ucapkan terima kasih.
Banjarbaru, Penulis,
Desember 2016
SYARIFUDDIN KADIR
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR…………………………………………………………………
i
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………….
ii
DAFTAR TABEL …………………………………………………………………….
iii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………………..
iv
I.
DAERAH ALIRAN SUNGAI ............................................. …………….
1
II.
PERANAN PENGGUNAAN DALAM PENGELOLAAN DAS …………….
3
III.
KLASIFIKASI DAS ......................................................... ……………
6
IV.
KRITERIA UNTUK MENETAPKAN KLASIFIKASI DAS .....……………
7
V.
CONTOH PENENTUAN KLASIFIKASI DAS TABUNIO .....……………
25
DAFTAR PUSTAKA ................................................................ ……………
50
LAMPIRAN-POWER POINT BAHAN KULIAH
DAFTAR TABEL Halaman 1. Kriteria dan pembobotan penetapan klasifikasi DAS .......…………….
7
2. Kriterian penialian lahan berdasasarkan presentase lahan kritis.....
8
3. Kriterian penialian lahan berdasasarkan presentase penutupan vegetasi ......................................................... …………….
9
4. Kriteria penilaian indeks erosi .........................................…………….
10
5. Kriteria nilai tertimbang pengelolaan lahan .................... …………….
11
6. Kriterian penilaian koefesien regime aliran (KRA) ........... …………….
11
7. Kriterian penilaian koefesien aliran tahunan ...................…………….
12
8. Kriterian penilaian Sedimen ............................................…………….
12
9. Kriterian penilaian kejadian banjir ................................ …………….
13
10. Krieterian penilaian penggunaan air .............................. …………….
13
11. Kriterian penilaian indeks ketersediaan lahan .................…………….
14
12. Standar penilaian tingkat kesejahteraan berdasarkan jumlah keluarga miskin …. ........................................................ ................
14
13. Standar penilaian tingkat kesejahteraan berdasarkan jumlah pendapata rata-rata…. ...................................................................
15
14. Standar penilaian dan keberadaan norma ....................... …………….
15
15. Kriteria Penilaian keberdaan kota .................................. …………….
16
16. Kriteria penilaian Investasi bangunan air ........................ …………….
16
17. Kriteria penilaian kawasan lindung ................................. …………….
17
18. Kriteria penilaian kawasan budidaya ............................... …………….
18
19. Kriterian penetapan klasifikasi DAS ................................ …………….
19
20. Daftar isian perhitungan klasifikasi DAS ......................... …………….
23
21. Contoh pengisian dan perhitungan klasifikasi DAS X ...... …………….
24
22. Tingkat kekritisan lahan DAS Tabunio ............................ …………….
25
23. Jenis penutupan Lahan DAS Tabunio .......................... …………….
27
24. Jumlah unit Lahan DAS Tabunio ................................. …………….
29
25. Jumlah erosi pada setiap unil lahan DAS Tabunio ..........…………….
31
26. Debit air pengukuran bulan Mei sampai Oktober 2016 ... …………….
33
27. Debit air tahun 2006 sampai 2016 DAS Tabunio ............…………….
34
28. Status fungsi kawasan hutan DAS Tabunio .................. …………….
46
29. Kelerengan DAS Tabunio ...............................................…………….
46
30. Nilai Kriteria penilaian DAS Tabunio ............................. …………….
48
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. DAS sebagai pengatur tata air ............................................. …………….
1
2. Falsafah konsepsi kebijakan pengelolaan DAS ................ …………….
2
3. Siklus hidrologi…………………………………………………………………
5
4. Peta Lahan Kritis DAS Tabunio .......................................…………….
26
5a. Peta Penutupan Lahan DAS Tabunio ………………..,,,,,,,,…………...
28
5b. Pengukuran debit air………………………………………………………….
29
5c. Peta Tingkat Bahaya Erosi (TBE) berbasis Unit Lahan………………..
30
6. Pengukuran infiltrasi ...................................................... ……………. 7. Peta kemiringan lereng ...................................................………
32 47
1 BAB I. DAERAH ALIRAN SUNGAI
Asdak (2010) mengemukakan bahwa DAS merupakan ekosistem yang di dalamnya terjadi proses biofisik hidrologis yang dapat terjadi secara alamiah, selain itu, DAS merupakan tempat aktivitas manusia untuk kepentingan sosial-ekonomi dan untuk kepentingan budaya. Proses biofisik hidrologis DAS merupakan bagian dari siklus hidrologis, sedangkan kegiatan sosial-ekonomi dan budaya masyarakat dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraannya merupakan bentuk intervensi manusia terhadap sistem alami DAS yang bermukim dalam DAS dan sekitarnya. Aktivitas manusia dalam memanfaatkan sumberdaya alam hutan, tanah dan air untuk budidaya tanaman, pertambangan, pembangunan dan kegiatan lainnya dapat mengakibatkan terjadi perubahan kondisi tata air suatu DAS ataupun pada ukuran lebih kecil seperti sub DAS atau sub-sub DAS. Fungsi DAS sebagai pengatur tata air disajikan pada Gambar 1 .
DAS SEBAGAI PENGATUR TATA AIR
Dataran Banjir Peresapan 75 %
Limpasan 25 %
Gambar 1. DAS sebagai pengatur tata air (Poerwo, 2010). Masyarakat pedesaan di DAS, berupaya meningkatkan kesejahteraannya melalui kegiatan pertanian, namun hal ini dapat merusak ekosistem DAS, sebagai pengatur tata air, dan untuk kelestarian lingkungan pada DAS tersebut (Kometa dan Ebot, 2012). Selanjutnya Budhiyono dan Murdiyarso (1990) mengemukakan bahwa daerah aliran sungai merupakan suatu “ekosistem yang di dalamnya terjadi interaksi diantara komponenkomponen fisik (tanah dan iklim), dan faktor biotik (vegetasi)”. Selain itu, menurut Kusuma (2007), interaksi komponen dalam ekosistem DAS yang terdiri atas beberapa komponen penyusunnya dan sedimen yang dihasilkan ini mencirikan adanya proses hidrologi ekosistem tersebut. Hernandez-Ram (2008) mengemukakan bahwa DAS merupakan ekosistem sumberdaya alam yang di dalamnya terdapat proses input-output,
2 hal ini karena ekosistem merupakan suatu sistem yang terdiri atas komponen-komponen yang saling berinteraksi sehingga membentuk suatu kesatuan, sebagai suatu ekosistem. DAS yang merupakan suatu ekosistem terbuka yang terdiri atas input berupa curah hujan sebagai hasil proses kondensasi yang mencapai permukaan bumi, sedangkan output berupa debit air dan evapotranspirasi dari vegetasi dan permukaan bumi lainnya. Komponen DAS atau catchment area yang berupa vegetasi, tanah dan air dalam hal ini sebagai prosessor. Pada Gambar 1 menunjukkan bahwa adanya hubungan timbal balik antar komponen ekosistem DAS, maka apabila terjadi perubahan pada salah satu komponen lingkungan, ia akan mempengaruhi komponen yang lainnya, Perubahan komponen tersebut akan mempengaruhi keutuhan sistem ekologi di daerah tersebut (Asdak, 2007). Falsafah konsepsi kebijkan pengelolaan DAS menjadi salah satu dasar dalam penyusunan rencana pembangunan sektordan wilayah di tiaptiap provinsi dan kabupaten/kota. Falsafah knsepsi kebijakan pengelolaan DAS disajikan pada Gambar 2
Gambar 2. Falsafah knsepsi kebijakan pengelolaan DAS
3 BAB II. PERANAN PENGGUNAAN DALAM PENGELOLAAN DAS
Penggunaan lahan yang dilaksanakan sesuai dengan peruntukannya pada kawasan lindung dan atau kawasan budidaya pertanian akan memberikan keuntungan maksimum, untuk kepentingan perlindungan dan untuk kesejahteraan masyarakat (Zhang dan Wang, 2007). Penggunaan lahan adalah segala macam campur tangan manusia, baik berpindahpindah ataupun menetap terhadap suatu tempat atau kelompok sumberdaya alam dan sumberdaya buatan, yang secara keseluruhan disebut lahan, dengan tujuan untuk mencukupi kebutuhan keluarganya baik spiritual atau material, ataupun kebutuhan kedua-duanya di dalam suatu DAS atau sub DAS Penggunaan lahan pada umumnya digunakan berdasarkan pada pemanfaatan lahan masa kini (present land use), karena aktivitas manusia bersifat dinamis, sehingga perhatian kajian seringkali diarahkan pada perubahan penggunaan lahan (baik secara kualitatif maupun kuantitatif) atau segala sesuatu yang berpengaruh pada lahan, sehingga penggunaan lahan dalam kenyataannya di lapangan menunjukkan suatu kompleksitas. Dalam inventarisasi seringkali dilakukan pengelompokan dan penggolongan atau klasifikasi agar dapat diperlakukan sebagai unit-unit yang seragam untuk suatu tujuan khusus (BPDAS Barito, 2009). Selanjutnya menurut Kusuma (2007) mengemukakan bahwa karakteristik vegetasi dalam suatu DAS seringkali dapat dikenal dengan jalan membedakan tipe-tipe penggunaan lahan utama seperti hutan, padang rumput, lahan pertanian, lahan pemukiman dan kemudian menghitung persentase luasnya dalam suatu DAS. Kementerian Kehutanan (2009b) menyatakan bahwa pembuatan peta unit lahan dilakukan dengan overlay menggunakan GIS. Overlay untuk pembuatan peta unit lahan dilakukan berdasarkan tujuan penggunaan pata unit lahan. Untuk perencanaan kegiatan pengelolaan DAS dilakukan overlay karakteristik DAS yang terdiri atas: a) lereng; b) tanah; dan atau c) penggunaan lahan menggunakan metode intersect. Poligon yang diperoleh selanjutnya dilakukan pemberian nomor dan simbol setiap unit. Raharjo (2011) mengemukakan bahwa penutupan lahan pada suatu DAS berkaitan dengan sesuatu jenis yang nampak di permukaan bumi, sedangkan penggunaan lahan berkaitan dengan pemanfaatan obyek oleh manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Penutupan lahan pada suatu DAS berkaitan dengan kondisi fisik yang terdiri atas: a) vegetasi; b) tanah; c) air; d) dan unsur-unsur budaya yang ada di permukaan bumi tanpa memperhatikan aktivitas manusia terhadap penggunaan suatu obyek dipermukaan bumi. Penutupan lahan merupakan kondisi alamiah, sedangkan penggunaan lahan pada suatu DAS atau suatu wilayah administrasi berkaitan dengan aktivitas manusia. Selanjutnya Holway dan Burby (1993) mengemukakan bahwa penggunaan lahan yang dilakukan sesuai dengan peruntukannya, seperti untuk pemukiman pada lahan yang relatif datar atau lahan lainnya yang
4 dipersyaratkan dengan elevasi bangunan yang dapat mengurangi risiko bencana alam banjir. Penggunaan lahan dalam suatu DAS adalah bagaimana suatu lahan dikelaskan berdasarkan aktivitas manusia dalam pemanfaatannya, sedangkan penutupan lahan adalah properti alamiah dari lahan tersebut. Selanjutnya Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan dan Fakultas Kehutanan Unlam (2010) mengemukakan bahwa penggunaan lahan ialah faktor yang berpengaruh terhadap kondisi tata air suatu DAS atau sub-DAS. Penggunaan lahan yang digunakan sebagai unsur utama dalam penentuan tingkat kerawanan banjir yang diperoleh dari hasil interpretasi/penafsiran citra landsat. Penggunaan dan penutupan lahan merupakan bagian dari karakteristik suatu DAS yang menjadi parameter penentuan tingkat kerawanan pemasok banjir yang menyebabkan periode kejadian banjir semakin meningkat. Menurut Zhang dan Barten (2009) melaporkan bahwa perubahan penutupan lahan dengan kegiatan penebangan kayu menyebabkan terjadi perubahan karakteristik aliran headwater seperti kuantitas dan waktu aliran dasar dan aliran badai, konsentrasi sedimen dan nutrisi terlarut, suhu air, dan stabilitas saluran aliran tahunan dalam kondisi normal. Gregory, Yanli, dan Barten (2007) mengemukakan bahwa penggunaan lahan dikategorikan ke dalam tiga indeks prioritas sebagai berikut: 1) prioritas indeks konservasi untuk hutan dan lahan basah penting untuk peran mereka dalam memasok air bersih, 2) prioritas indeks pemulihan untuk daerah dengan potensi merugikan yang mempengaruhi pasokan air jika praktek pengelolaan terbaik tidak diikuti, dan 3) Prioritas indeks manajemen sumberdaya air untuk kemungkinan sumber-sumber pencemaran sumber nonpoint Siklus hidrologi untuk meningkatkan kualitas, menormalkan kontunitas air disajikan pada Gambar 3.
kuantitas
dan
5
Gambar 3 Siklus Hidrologi
6 BAB III. KLASIFIKASI DAS Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disingkat DAS yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia, merupakan satu kesatuan ekosistem alami yang utuh dari ekosistem pegunungan di hulu hingga ekosistem pantai di hilir. Kekayaan sumber daya alam maupun buatan di dalam DAS merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang perlu disyukuri, dilindungi dan diurus daya dukungnya dengan sebaik-baiknya. Berdasarkan kondisi saat ini terdapat beberapa DAS yang harus dipertahankan daya dukungnya namun masih banyak pula DAS yang sudah harus dipulihkan daya dukungnya. Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 2012, Daya Dukung DAS adalah kemampuan DAS untuk mewujudkan kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatnya kemanfaatan sumber daya alam bagi manusia dan makhluk hidup lainnya secara berkelanjutan. DAS yang dipulihkan daya dukungnya adalah DAS yang kondisi lahan serta kuantitas, kualitas dan kontinuitas air, sosial ekonomi, investasi bangunan air dan pemanfaatan ruang wilayah tidak berfungsi sebagaimana mestinya, sedangkan yang perlu dipertahankan adalah yang masih berfungsi sebagaimana mestinya. Dengan dipulihkan dan dipertahankannya daya dukung DAS maka tujuan mewujudkan kondisi lahan yang produktif sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan DAS secara berkelanjutan, mewujudkan kuantitas, kualitas dan keberlanjutan ketersediaan air yang optimal menurut ruang dan waktu dan mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat tercapai. Klasifikasi DAS sesuai Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P. 60 /Menhut-II/2014 Tentang Kriteria Penetapan Klasifikasi Daerah Aliran Sungai. Untuk memberikan landasan hukum bagi pelaksanaan Pengelolaan DAS dalam mengelola DAS yang dipertahankan dan dipulihkan daya dukungnya sesuai dengan tujuan yang diinginkan tersebut, maka perlu dilakukan Penetapan Klasifikasi setiap DAS. Penetapan klasifikasi DAS untuk memperoleh arahan/acuan bagi Kementerian Kehutanan serta Instansi terkait untuk menilai dan menyusun klasifikasi Daerah Aliran Sungai dalam rangka penetapan Daerah Aliran Sungai yang dipertahankan dan dipulihkan daya dukungnya, adapun tujuannya adalah diperolehnya klasifikasi DAS-DAS di Indonesia sebagai basis penentuan kebijakan dan penyelenggaraan Pengelolaan DAS. Perlu dimaklumi bahwa klasifikasi DAS yang dihasilkan tidak dimaksudkan sebagai dasar penentuan teknis rehabilitasi hutan dan lahan serta teknis pengelolaan sumber daya air, tetapi diharapkan dapat menggambarkan tingkat urgensi penanganan DAS dalam skala nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Sehubungan dengan itu, data dan informasi parameter dan kriteria yang dipilih diupayakan dengan memanfaatkan dari sumber yang telah tersedia di berbagai instansi terkait dan harus diupayakan seminimal mungkin pengambilan data primer secara langsung di lapangan untuk menghindari kebutuhan dana, waktu, peralatan dan tenaga yang besar.
7 BAB IV. KRITERIA UNTUK MENETAPKAN KLASIFIKASI DAS A. Kriteria dan Sub Kriteria Terpilih Dalam rangka penetapan klasifikasi setiap DAS, maka kriteria, sub kriteria terpilih dan pembobotannya disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Kriteria, Sub Kriteria
dan Pembobotan Penetapan Klasifikasi DAS
No. Kriteria/Sub Kriteria 1.
Bobot Sumber Data
Kondisi Lahan a. Persentase Lahan Kritis b. Persentase Penutupan Vegetasi c. Indeks Erosi (IE) atau nilai faktor CP
40 20 10
Kualitas, Kuantitas dan Kontinuitas Air (Tata Air) a. Koefisien Rejim Aliran b. Koefisien Aliran Tahunan c. Muatan Sedimen d. Banjir e. Indeks Penggunaan Air
20
Sosial Ekonomi dan Kelembagaan a. Tekanan Penduduk terhadap Lahan b. Tingkat Kesejahteraan Penduduk c. Keberadaan dan Penegakan Peraturan
20
4.
Investasi Bangunan Air a. Klasifikasi Kota b. Klasifikasi Nilai Bangunan Air
10 5 5
RTRW, BP DAS, PEMDA PU, BBWS, PEMDA
5.
Pemanfaatan Ruang Wilayah a. Kawasan Lindung b. Kawasan Budidaya
10 5 5
RTRWP/K, BPKH, BAPLAN, BPN RTRWP/K, BPKH, BAPLAN, BPN
2.
3.
10
5 5 4 2 4
10 7
BP DAS, BPKH RTRWP/K, BAPLAN BP DAS
PU, BMKG BPDAS,PU, BBWS, BMG PU, BBWS PU, BBWS, PEMDA, BPDAS, PU, BBWS, Pertanian, Pemda
BP DAS, BPS, BPN BP DAS, BPS, BAPPEDA BP DAS, LSM, PEMDA, Tokoh Masyarakat
3
8
A.
Kondisi Lahan
Kriteria penilaian Kondisi lahan di DAS Tabunio meliputi 3 (tiga) sub kriteria yaitu sebagai berikut a. Lahan Kritis kriteria analisis lahan kritis sesuai SK Dirjen RRL No. 041/Kpts/V/1998. Kelas kekritisan lahan yang dimasukkan dalam perhitungan ini adalah kategori kritis dan sangat kritis. LK x 100% PLLK = ---------------A Keterangan rumus: PLLK = Persentase luas lahan kritis LK = Luas lahan kritis dan sangat kritis (ha) A = Luas DAS (ha) Kriteria penilaian kekritisan lahan disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Kriteria Penilaian Kondisi Lahanberdasarkan Persentase Lahan Kritis dalam DAS No. 1 2 3 4 5
Persentase Lahan Kritis (PLK) dalam DAS PLK ≤ 5 5 < PLK ≤ 10 10 < PLK ≤ 15 15 < PLK ≤ 20 PLK > 20
Skor
Kualifikasi pemulihan
0,50 0,75 1,00 1,25 1,50
Sangat rendah rendah sedang tinggi Sangat tingg
Penentuan tingkat kekritisan lahan suatu DAS atau wilayah administrasi dapat diperoleh melalui metode skoring parameter kekritisan lahan kawasan hutan lindung, budidaya pertanian dan kawasan lindung di luar hutan yang terdapat pada DAS atau wilayah kajian. Peraturan Dirjen RPLS Nomor : SK.167/V-SET/2004 tentang petunjuk teknis penyusunan data spasial lahan kritis menyatakan bahwa prosedur penyusunan petunjuk teknis tersebut juga memperhatikan penerapan kriteria inventarisasi lahan kritis berdasarkan SK Dirjen RRL No. 041/Kpts/V/1998 tanggal 21 April 1998.
Kadir (2006) melaporkan bahwa hasil penelitian analisis tingkat kekritisan lahan pada Sub-Sub DAS Tabalong Sub DAS Negara Kabupaten Tabalong Kalimantan Selatan 2006 menggunakan kriteria penentuan lahan kritis (metode) di atas diperoleh bahwa kawasan lindung dalam hutan didominasi oleh klasifikasi potensial kritis yaitu seluas 15.186,193 Ha (96,20 %), kawasan lindung di luar hutan didominasi oleh klasifikasi potensial kritis.
b.
Persentase Penutupan Vegetasi
Kriteria penilaian Persentase Penutupan Vegetasi disajikan pada Tabel 3 berikut ini LV x 100% PPV = ---------------A Keterangan rumus: PPV = Persentase Penutupan Vegetasi
9 LV = Luas penutupan lahan vegetasi (ha) A = Luas DAS (ha) Tabel 3. Kriteria Penilaian Kondisi Lahan berdasarkan Persentase Penutupan Vegetasi No. 1 2 3 4 5
Persentase Penutupan Vegetasi Dalam DAS 80 < PPV 60
Skor
Kualifikasi pemulihan
0,50 0,75 1,00 1,25 1,50
Sangat rendah rendah sedang tinggi Sangat tingg
Vegetasi penggunaan lahan yang dilaksanakan sesuai dengan peruntukannya pada kawasan lindung dan atau kawasan budidaya pertanian akan memberikan keuntungan maksimum, untuk kepentingan perlindungan dan untuk kesejahteraan masyarakat (Zhang dan Wang, 2007).
Penggunaan lahan adalah segala macam campur tangan manusia, baik
berpindah-pindah ataupun menetap terhadap suatu tempat atau kelompok sumberdaya alam dan sumberdaya buatan, yang secara keseluruhan disebut lahan, dengan tujuan untuk mencukupi kebutuhan keluarganya baik spiritual atau material, ataupun kebutuhan keduaduanya (Kadir, 2013) Dalam inventarisasi seringkali dilakukan pengelompokan dan penggolongan atau klasifikasi agar dapat diperlakukan sebagai unit-unit yang seragam untuk suatu tujuan khusus (BPDAS Barito, 2009). Selanjutnya menurut Kusuma (2007) mengemukakan bahwa karakteristik vegetasi dalam suatu DAS seringkali dapat dikenal dengan jalan membedakan tipe-tipe penggunaan lahan utama. Vegetasi penggunaan lahan pada umumnya digunakan berdasarkan pada pemanfaatan lahan masa kini (present land use), karena aktivitas manusia bersifat dinamis, sehingga perhatian kajian seringkali diarahkan pada perubahan penggunaan lahan (baik secara kualitatif maupun kuantitatif) atau segala sesuatu yang berpengaruh pada lahan, sehingga penggunaan lahan dalam kenyataannya di lapangan menunjukkan suatu kompleksitas (Badaruddin, 2013) c.
Indeks Erosi (IE)
Erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat ketempat lain oleh media alami, yaitu air atau angin (Arsyad 1989). Selanjutnya menurut Yu (2003), rendahnya kapasitas infiltrasi menyebabkan besarnya erosi sebagai akibat tingginya aliran permukaan
10
Asdak (2010) mengemukakan bahwa proses erosi terdiri atas tiga bagian yang terdiri atas; pengelupasan, pengangkutan, dan pengendapan. Selanjutnya dinyatakan bahwa beberapa tipe erosi permukaan yang umum dijumpai di daerah tropis adalah: 1) erosi pericik (splash erosion); 2) Erosi kulit (sheet erosion); 3) Erosi alur (riil erosion); 4) Erosi parit (gully erosion); dan 5) Erosi tebing sungai (streambank erosion). Perhitungan Indeks Erosi adalah sebagai berikut: PE IE = ------T Ai PEi = å ( ----- x IEi) . A IEi = PEi/Ti Keterangan rumus: IE = Indeks erosi DAS PEi = prediksi erosi dengan USLE pada land unit ke i (ton/ha/tahun) IEi = Indeks erosi pada land unit ke i A = Luas DAS (ha); Ai = luas land unit ke i T = Erosi yangdiperbolehkan dalam DAS (tergantung solum tanah) Ti = Erosi yangdiperbolehkan pada land unit ke i DEi - Dmini Ti = --------------------- + SFR RL Keterangan rumus, Ti = erosi yang diperbolehkan pada unit lahan ke i DE i Kedalaman ekuivalen = Di x faktor kedalaman tanah Di = solum tanah (mm) pada unit lahan ke i Dmini = kedalaman minimum = kedalaman zona perakaran (mm) pada unit lahan ke i SFR = laju pembentukan tanah = 0,5 mm RL = umur guna tanah, nilainya berkisar 200-250 tahun Tabel 4. Kriteria Penilaian Indeks Erosi No. 1 2 3 4 5
Penilaian Indeks Erosi IE ≤ 0,5 0,5 < IE ≤ 1 1 < IE ≤ 1,5 1,5 < IE ≤ 2 IE > 2
Skor 0,50 0,75 1,00 1,25 1,50
Kualifikasi pemulihan Sangat rendah rendah sedang tinggi Sangat tingg
Perhitungan nilai IE disamping menggunakan rumus dan kriteria penilaian di atas juga dapat menggunakan nilai pengelolaan lahan dan tanaman (CP).
11 CP = S ( Ai x CPi ) A Dimana, CP = nilai tertimbang pengelolaan lahan dan tanaman pada DAS tertentu CPi = nilai pengelolaan lahan dan tanaman pada unit lahan ke i Ai = luas unit lahan ke i (ha) pada DAS tertentu A = luas DAS (ha) Tabel 5. Kriteria nilai tertimbang pengelolaan lahan dan tanaman pada DAS tertentu (CP) No. 1 2 3 4 5
1.
Nilai CP CP ≤ 0,1 0,1 < CP ≤ 0,3 0,3 < CP ≤ 0,5 0,5 < CP ≤ 0,7 CP > 0,7
Skor 0,50 0,75 1,00 1,25 1,50
Kualifikasi pemulihan Sangat rendah rendah sedang tinggi Sangat tingg
Kualitas, Kuantitas dan Kontinuitas Air (Tata Air) Kriteria kualitas, kuantitas dan kontinuitas air(tata air) terpilih untuk menggambarkan
kondisi hidrologis DAS, didekati dengan lima sub kriteria yaitu koefisien rejim aliran, koefisien aliran tahunan, muatan sedimen, banjir dan indeks penggunaan air. Cara perhitungan parameter untuk setiap sub kriteria tersebut adalah sebagai berikut. a.
Koefisien Rejim Aliran (KRA)
KRA = Q max/Qa Qa = 0,25 x Qrata Keterangan rumus: Qmax = debitharian rata-rata tahunan tertinggi Qa = debit andalan (debit yang dapat dimanfaatkan/berarti) Qrata = debit harian rata-rata bulanan lebih dari 10 tahun Kriteria penilaian KRA dapat dilihat di dalam Tabel 5 berikut ini. Tabel 6. Kriteria Penilaian Koefisien Rejim Aliran (KRA) No. 1 2 3 4 5
b.
Nilai KRA KRA ≤ 5 5 < KRA ≤ 10 10 < KRA ≤ 15 15 < KRA ≤ 20 KRA > 20
Koefisien Aliran Tahunan
kxQ C = ------------CH x A
Skor 0,50 0,75 1,00 1,25 1,50
Kualifikasi pemulihan Sangat rendah rendah sedang tinggi Sangat tingg
12 Keterangan rumus: C = koefisien aliran tahunan k = faktor konversi = (365x86.400)/10 A = luas DAS (ha) Q = debit rata-rata tahunan (m3/det) CH = curah hujan rerata tahunan (mm/th) Kriteria penilaian koefisien aliran tahunan tersaji di dalam Tabel 6. Tabel 7. Kriteria Penilaian Koefisien Aliran Tahunan (C) No. 1 2 3 4 5
c.
Nilai Koefisien Aliran Tahunan ≤ 0,2 0,2 < C ≤ 0,3 0,3 < C ≤ 0,4 0,4 < C ≤ 0,5 C > 0,5
Skor 0,50 0,75 1,00 1,25 1,50
Kualifikasi pemulihan Sangat rendah rendah sedang tinggi Sangat tingg
Muatan Sedimen
MS = k x Cs x Q (ton/tahun) Keterangan rumus: MS = Muatan sedimen k = faktor konversi (365 x 86.400) Cs = konsentrasi sedimen gr/liter (rata-rata tahunan) Q = debit rata-rata tahunan (m3 /det) Muatan sedimen diukur pada tempat yang sama dengan lokasi pengukuran debit (SPAS) dan diupayakan mencerminkan kondisi DAS baik di bagian hulu, tengah maupun hilir. Kriteria penilaian muatan sedimen tersaji di dalam Tabel 8. Tabel 8. Kriteria Penilaian Muatan Sedimen (MS) No. 1 2 3 4 5
Nilai Muatan Sedimen ≤5 5 < MS ≤ 10 10 < MS ≤ 15 15 < MS ≤ 20 MS ≥ 20
Skor 0,50 0,75 1,00 1,25 1,50
Kualifikasi pemulihan Sangat rendah rendah sedang tinggi Sangat tingg
Prediksi erosi ditentukan dengan menggunakan rumus USLE, sedangkan nisbah hantar sedimen (Sediment Delivery Ratio/SDR) dapat ditentukan dengan menggunakan matrik. Jacob at al. (2009) mengemukakan bahwa kejadian erosi pada lahan pertanian menyebabkan perubahan praktek pertanian. Selanjutnya RoigMunar at al. (2012) mengemukakan bahwa degradasi lahan menyebabkan terjadi erosi yang mempengaruhi perubahan kondisi sungai. Lebih lanjut Samuels (2008) mengemukakan bahwa pantai yang menonjol keluar ke Samudera Atlantik terlibat dalam proses yang berkesinambungan erosi. Selanjutnya Lantican, Guerra, dan Bhuiyan (2003) mengemukakan bahwa
13 dampak kejadian erosi terdiri atas: a) Meningkatnya tren konsekuen pendangkalan kanal; b) Mengakibatkan signifikan penurunan produktivitas dan pendapatan petani; c) Meningkatnya biaya operasi rutin dan pemeliharaan sungai. d.
Banjir Banjir dalam hal ini diartikan sebagai meluapnya air sungai, danau atau laut yang
menggenangi areal tertentu (biasanya kering) yang secara signifikan menimbulkan kerugian baik materi maupun non materi terhadap manusia dan lingkungannya . Data yang diperlukan berupa data frekuensi banjir yang diperoleh dari laporan kejadian bencana banjir atau pengamatan langsung. Kriteria penilaian kejadian banjir dapat dilihat di dalam Tabel 9 Tabel 9. Kriteria Penilaian Kejadian Banjir No. 1 2 3 4 5
e.
Frekuensi Banjir Tidak pernah 1 kali dalam 5 tahun 1 kali dalam 2 tahun 1 kali tiap tahun Lebih dari 1 kali dalam 1 tahun
Skor 0,50 0,75 1,00 1,25 1,50
Kualifikasi pemulihan Sangat rendah rendah sedang tinggi Sangat tingg
Indeks Penggunaan Air
IPA = Total kebutuhan air/Qa Keterangan rumus: IPA Total kebutuhan air DMI Qa
= Indeks penggunaan air = kebutuhan air untuk irigasi + DMI +penggelontoran kota = domestic, municiple & industry = debit andalan
Kriteria penilaian Indeks Penggunaan Air tersaji di dalam Tabel 10 berikut. Tabel 10. Kriteria Penilaian Indeks Penggunaan Air (IPA) No. 1 2 3 4 5
Nilai IPA IPA ≤ 0,25 0,25 < IPA ≤ 0,50 0,50 < IPA ≤ 0,75 0,75 < IPA ≤ 1,00 IPA > 1,00
Skor 0,50 0,75 1,00 1,25 1,50
Kualifikasi pemulihan Sangat rendah rendah sedang tinggi Sangat tingg
Keterangan : Semakin tinggi nilai IPA maka semakin kritis waduk 2.
Sosial Ekonomi dan Kelembagaan
Kriteria sosial ekonomi dan kelembagaan DAS didekati dengan 3 (tiga) sub kriteria, yaitu tekanan penduduk terhadap lahan, tingkat kesejahteraan masyarakat dan kelembagaan DAS. Tekanan terhadap lahan diprediksi melalui parameter rata-rata luas lahan pertanian
14 perkeluarga petani Kesejahteraan penduduk diprediksi melalui parameter Persentase keluarga miskin dalam DAS atau rata-rata tingkat pendapatan perkapita pertahun. Sedangkan kelambagaan DAS dilihat dari kondisi keberadaan dan penegakan norma konservasi hutan dan lahan oleh masyarakat DAS. a.
Tekanan Penduduk terhadap Lahan
IKL = A/P (ha/kk) Keterangan rumus: IKL = Indeks ketersediaan lahan A = Luas baku lahan pertanian di dalam DAS P = Jumlah KK petani di dalam DAS Kriteria penilaian Indeks Ketersediaan Lahan tersaji di dalam Tabel 11. Tabel 11. Kriteria Penilaian Indeks Ketersediaan Lahan (IKL) No. 1 2 3 4 5
b.
Selang Ukuran (Ha/KK) IKL > 4 2 < IKL≤ 4 1 < IKL ≤ 2 0,5 < IKL ≤ 1 IKL ≤ 0.5
Skor 0,50 0,75 1,00 1,25 1,50
Kualifikasi pemulihan Sangat rendah rendah sedang tinggi Sangat tingg
Tingkat Kesejahteraan Penduduk
TKP = KK miskin x 100 % Tot. KK
Keterangan rumus: TKP = tingkat kesejahteraan penduduk di dalam DAS KK miskin = jumlah kepala keluarga miskin di dalam DAS Tot.KK = jumlah total kepala keluarga di dalam DAS Keterangan tambahan: Garis kemiskinan ditetapkan menggunakan data yang tersedia di BPS, yaitu 320 – 400 kg setara beras/kapita/tahun. Standar penilaian yang digunakan dapat dilihat di dalam Tabel 12 berikut ini. Tabel 12. Standar Penilaian Tingkat Kesejahteraan Penduduk (TKP) Berdasarkan Jumlah Keluarga Miskin No. 1 2 3 4 5
Selang Ukuran (%) TKP ≤ 5 5 < TKP ≤ 10 10 < TKP ≤ 20 20 < TKP ≤ 30 TKP > 30
Skor 0,50 0,75 1,00 1,25 1,50
Kualifikasi pemulihan Sangat rendah rendah sedang tinggi Sangat tingg
15 Apabila parameter yang digunakan adalah rata-rata pendapatan perkapita per tahun, maka standar penilaian yang digunakan seperti yang terlihat di dalam Tabel 13 berikut ini. Tabel 13. Standar Penilaian Tingkat Kesejahteraan Penduduk (TKP) berdasarkan Pendapatan Rata-Rata Perkapita per Tahun No. 1 2 3 4 5 c.
Selang Ukuran (juta rupiah TKP > 5 4 < TKP ≤ 5 3 < TKP ≤ 4 2 < TKP ≤ 3 TKP ≤ 2
Skor 0,50 0,75 1,00 1,25 1,50
Kualifikasi pemulihan Sangat rendah rendah sedang tinggi Sangat tingg
Keberadaan dan Penegakan Peraturan Data diperoleh dari para tokoh masyarakat dan laporan dari instansi terkait. Data yang
diperlukan untuk analisa sub kriteria ini berupa keberadaan norma yang berkaitan dengan konservasi dan air serta implementasinya di lapangan di dalam DAS. Standar penilaian Keberadaan dan Penegakan Norma dapat dilihat di dalam Tabel 14.. Tabel 14. Standar Penilaian Keberadaan dan Penegakan Norma
No. 1 2 3 4 5 3.
Keberadaan dan Keberfungsian Ada, dipraktekkan luas Ada, dipraktekkan terbatas Ada, tapi tidak dipraktekkan lagi Tidak ada norma pro-konservasi Ada norma kontra konservasi
Skor 0,50 0,75 1,00 1,25 1,50
Kualifikasi pemulihan Sangat rendah rendah sedang tinggi Sangat tingg
Investasi Bangunan Air Asset dan nilai investasi bangunan air dalam suatu DAS mencerminkan besar kecilnya
sumberdaya buatan manusia yang perlu dilindungi dari bahaya kerusakan lingkungan DAS seperti banjir, tanah longsor, sedimentasi dan kekeringan. Semakin besar nilai investasi dalam suatu DAS maka semakin penting penanganan konservasi dan rehabilitasi hutan dan lahan di DAS tersebut, dengan kata lain sekala pemulihan DAS menjadi sangat tinggi apabila investasinya sangat tinggi dan kondisi biofisiknya telah mengalami degradasi. Untuk hal ini didekati dengan sub kriteria keberadaan kota dan nilai investasi bangunan air seperti waduk/bendungan/saluran irigasi. a) Klasifikasi Kota Data yang diperlukan adalah keberadaan kota di dalam wilayah DAS serta kategori dari kota tersebut. Informasi keberadaan kota tersebut diperoleh dari peta RTRWP/K dan atau hasil pengamatan.
16 Keterangan tambahan: Kalau dalam satu DAS terdapat lebih dari satu kelas kota, maka dipakai kelas kota yang tertinggi (skor tertinggi) Kriteria Penilaian Keberadaan Kota terlihat di dalam Tabel 15. berikut ini. Tabel 15. Kriteria Penilaian Keberadaan Kota No. 1 2 3 4 5
a.
Keberadaan Kota Tidak ada kota Kota kecil Kota madya Kota besar Metropolitan
Skor 0,50 0,75 1,00 1,25 1,50
Kualifikasi pemulihan Sangat rendah rendah sedang tinggi Sangat tingg
Klasifikasi NilaiBangunan Air (IBA) Data yang perlu diinventarisir adalah besarnya nilai investasi bangunan air (waduk,
bendungan, saluran irigasi) dalam nilai rupiah. Keterangan tambahan: Data nilai investasi diperoleh dari Kementerian Pekerjaan Umum, Dinas Pengairan, atau Balai Besar Wilayah Sungai. Kriteria penilaian investasi tersebut, dengan klasifikasi yang tersaji di dalam Tabel 16. Tabel 16. Kriteria Penilaian Investasi Bangunan Air (IBA) No. 1 2 3 4 5 4.
Nilai Investasi Bangunan Air (IBA) (Rp miliar) IBA ≤15 15 < IBA ≤ 30 30 < IBA ≤ 45 45 < IBA ≤ 60 IBA > 60
Skor
Kualifikasi pemulihan
0,50 0,75 1,00 1,25 1,50
Sangat rendah rendah sedang tinggi Sangat tingg
Pemanfaatan Ruang Wilayah Kriteria pemanfaatan ruang wilayah terdiri dari sub kriteria kawasan lindung dan
kawasan budidaya. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkandengan fungsi utama melindungi kelestarianlingkungan hidup yang mencakup sumber dayaalam dan sumber daya buatan. Sedangkan Kawasan budi daya adalah wilayah yang ditetapkandengan fungsi utama untuk dibudidayakan atasdasar kondisi dan potensi sumber daya alam,sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. Semakin sesuaikondisi lingkungan dengan fungsi kawasan maka kualifikasi pemulihan DAS adalah rendah dan sebaliknya apabila tidak sesuai fungsinya maka kualifikasi pemulihannya tinggi.
17
a.
Kawasan Lindung
Dilakukan dengan mengukur luas liputan vegetasi di dalam Kawasan Lindung. Dengan demikian sub kriteria ini sebenarnya juga untuk melihat kesesuaian peruntukan lahan mengingat Kawasan Lindung sebagian besar terdiri atas Kawasan Hutan. Luas liputan vegetasi x 100% PTH = ----------------------------------------Luas Kawasan Lindung di dalam DAS Keterangan rumus: PTH = persentase luas liputan vegetasiterhadap luas Kawasan Lindung di dalam DAS Keterangan tambahan: Kawasan lindung adalah Hutan Lindung dan Hutan Konservasi (Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Buru, Tahura, Taman Wisata Alam dan Taman Nasional)dan kawasan lindung lainnya. Data diperoleh dari BKSDA, BTN, BPN dan BPKH. Kriteria penilaian kawasan lindung tersebut, dengan klasifikasi yang tersaji di dalam Tabel 17.. Tabel 17. Kriteria Penilaian Kawasan Lindung (PTH) berdasarkan Persentase Luas liputan vegetasi terhadap Kawasan Lindung di dalam DAS (%) No. 1 2 3 4 5
b.
Persentase Luas Liputan vegetasiterhadap Kawasan Lindung di dalam DAS (%) PTH>70% 45
Skor
Kualifikasi pemulihan
0,50 0,75 1,00 1,25 1,50
Sangat rendah rendah sedang tinggi Sangat tingg
Kawasan Budidaya
Sub Kriteria ini memfokuskan pada lahan dengan kelerengan 0-25% pada Kawasan Budidaya. Kelas kelerengan 0-25% ini adalah paling sesuai untuk budidaya tanaman sehingga akan cocok berada pada Kawasan Budidaya. Penghitungan dilakukan dengan mengukur luas total lahan dengan kelerengan 0-25% yang berada pada Kawasan Budidaya. Semakin tinggi persentase luas unit lahan dengan kerengan dimaksud pada Kawasan Budidaya maka kualifikasi pemulihan DAS semakin rendah. Sebaliknya semakin rendah persentase luas unit lahan dengan kelerengan dimaksud pada Kawasan Budidaya, atau dengan kata lain semakin tinggi persentase luas unit lahan dengan kelerengan >25% pada Kawasan Budidaya maka kualifikasi pemulihan DAS semakin tinggi. Luas total lahan dg kemiringan lereng 0-25% x 100% LKB = -----------------------------------------------------------------Luas Kawasan Budidaya di dalam DAS
18 Keterangan rumus: LKB = persentase luas lahan dengan kemiringan lereng 0-25%terhadap luas Kawasan Budidaya di dalam DAS Kriteria penilaian kawasan budi daya tersebut menggunakan klasifikasi seperti yang tersaji di dalam Tabel 18. Tabel 18. Kriteria Penilaian Kawasan Budidaya berdasarkan keberadaan lereng 0-25%
No. 1 2 3 4 5
Persentase lahan yang berkemiringan lereng 0-25% di dalam Kawasan Budidaya LKB >70 % 45 < LKB < 70 30 < LKB < 45 15 < LKB < 30 LKB < 15
Skor
Kualifikasi pemulihan
0,50 0,75 1,00 1,25 1,50
Sangat rendah rendah sedang tinggi Sangat tingg
B. Analisis Data
Prosedur analisis data untuk kajian ini melalui pemberian bobot, penetapan kelas, perhitungan skor dan penilaian dari masing-masing sub kriteria penetapan klasifikasi DAS tersebut di atas disusun dan disajikan secara ringkas pada Tabel 18. Penentuan Klasifikasi DAS dilakukan berdasarkan penilaian dan pembobotan kriteria/sub kriteria tersebut di atas, maka akan diperoleh nilai total pada setiap DAS, yang berkisar dari 50 sampai dengan 150. Klasifikasi DAS ditentukan total nilai skor kelas kualifikasi DAS sebagai berikut: 1.
Nilai total skor <100 termasuk DAS yang dipertahankan daya dukungnya
2.
Nilai total skor>100 termasuk DAS yang dipulihkan daya dukungnya
C. Kriteria Penetapan Klasifikasi DAS Klasifikasi berdasarkan kondisi daya dukung lahan yang selanjutnya menjadi acuan penetuan kebijakan dan penyelenggaraan pengelolaan DAS, agar diperoleh hasil yang optimal untuk menjamin keseimbangan lingkungan dan tata air, serta memberikan manfaat sosial ekonomi yang nyata bagi masyarakat disajikan pada Tabel 19.
19 Tabel 19. Kriteria Penetapan Klasifikasi DAS Kriteria/sub kriteria 1 1. LAHAN (40) a Persentase Lahan Kritis (20)
Cara/rumus perhitungan 2 LK X 100 % A Atau
b Persentase Penutupan vegetasi(10)
c Indeks Erosi /IE (10)
Kriteria Penilaian Kualifikasi pemuliahan 4 Sangat Rendah Rendah 5 < PLLK < 10 Sedang 10 < PLLK < 15 Tinggi 15 < PLLK < 20 Sangat Tinggi PLLK > 20 Klas 3 < 5
LV x 100 % A
80
IE = ∑ ( A i x IE i) A
Keterangan Skor 5 0,05 0,75 1,00 1,25 1,50
Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
0,05 0,75 1,00 1,25 1,50
LV= Luas penutupan lahan vegetasi berkayu hasil interpretasi citra Satelit, foto udara dan data BPN (ha) A Luas DAS (ha)
IE < 0,5 0,5 < IE < 1 1 < IE < 1,5 IE > 2
Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
0,05 0,75 1,00 1,25 1,50
CP < 0,1 0,1
0,7
Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
PEi = Prediksi erosi dng USLE (RKLSCP) pada land unit ke i T= Erosi yang diperkirakan (tergantung tebal solum tanah) I= unit lahan ke I Ai = Luas land unit ke I (ha) A= Luas DAS (ha) IE= Nilai tertimbang Indeks Erosi DAS Data diambil dari tabel nilai kombinasi Pengelolaan Lahan (P) dan Pengelolaan tanaman (C) Ai = Luas unit lahan ke I (ha) A = luas DAS (ha) CPi = nilai CP pada unit lahan ke i CP = nilai tertimbang CP DAS
IEi = PEi/Ti
atau Nilai Pengelolaan Lahan an Tanaman (CP
CP = ∑ {Ai xCPi} A
6 LK=Luas lahan kritis dan sangat kritis dalam DAS Menurut SK Dirjen No. 41/98 A = Luas DAS (ha)
0,05 0,75 1,00 1,25 1,50
20 2. Tata Air (20) a. koefisien Rajim Aliran/KRA (5)
Q max Qa
KRA < 5 5 < KRA<10 10 < KRA<15 15 < KRA<20 KRA >20
Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
0,05 0,75 1,00 1,25 1,50
b Koefisien Aliran C (5)
kxQ CH xA
C < 0,2 0,2< C < 0,3 10 < C <15 15 < C<20 C >20 < 0,5 5<MS < 10 10 < MS <15 15 < MS <20 MS >20
Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
0,05 0,75 1,00 1,25 1,50 0,05 0,75 1,00 1,25 1,50
c Muatan Sedimen (MS) (4)
kCs.Q (mm/th) A.SDR
D Banjir (2)
Frekuensi banjir
Tidak pernah 1x dalam 5 tahun 1x dalam 2 tahun 1xtiap tahun 1 x/tah
Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
0,05 0,75 1,00 1,25 1,50
E Indek Penggunaan Air / IPA (4)
Tot. Kebut Air Qa
IPA < 0,25 0,25 < IPA < 0,50 0,50 < IPA < 0,75 0,25 < IPA < 0,50
Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
0,05 0,75 1,00 1,25 1,50
Q max = debit bulanan tertinggi dlm. tahun-tahun terakhir Q a (debit andalan) = 0,25 Q rata-rata bulanan Q rata-rata = debit bulanan rata-rata Diperlukan data debit bulanan lebih Dari 10 tahun Perlu regionalisasi menurut iklim A = Luas DAS (ha) Q = debit rata-rata tahunan (m3/det) CH = ch rerata tahunan (mm/th)
k = Konversi = 365 x 86400 det/hr Cs = Konsentrasi sedimen gr/l (rata-rata tahunan) Q= debit rata-rata tahunnan (m3/det) A= luas DAS 9ha) SDR (sediment deliver ratio)=fungsi luas DAS Data diperoleh dari laporan kejadian bencana banjir atau pengamatan lagsung
Total Kebutuhan air = irigasi +DMI + pengelontoran kota Qa = debit andalan, data ini diperoleh dari instansi pengairan
21 3. Sosial Ekonomi & Kelembagaan (20) A Tekanan penduduk thd lahan dinyatakan dengan indeks ketersediaan lahan pertanian (10)
B Tingkat Ketersediaan Penduduk (7)
C. Keberadaan dan penegakan peraturan Sosial pro konservasi SDA (3)
IKL = A/P (HA/KK)
IKL > 4 2< IKL < 4 1
Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
0,05 0,75 1,00 1,25 1,50
A= luas baku lahan pertanian di dalam DAS P= Jumlah KK petani di dalam DAS KL=Indeks ketersediaan lahan
% Kel miskin di dlm DAS = KK miskin x 100% Jml tot KK DAS
TKP < 5 5< TKP < 10 10< TKP < 20 20< TKP < 30 TKP > 30
Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
0,05 0,75 1,00 1,25 1,50
Garis Kemiakin ditetapkan menggunakan konsep konsep Bank Dunia (data tersedia di BPS
TKP > Rp. 5 jt Rp 4 jt5< TKP < Rp 5jt Rp 3jt< TKP < Rp 4 jt Rp 2 jt < TKP < Rp.3 jt Rp.0jt
Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
0,05 0,75 1,00 1,25 1,50
Atau menurut Sayogyo Rerata pendapanan perkapita pertahun= ∑ penduduk per kapita Kab ∑ kab
Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4 Kelas 5
Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
0,05 0,75 1,00 1,25 1,50
Deskripsi kelas keberadaan norma: 1= ada norma dan dipraktikan secara luas, 2. ada norma dan dipraktikan secara terbatas. 3. ada norma tetapi tdak dipraktikan 4 tidak ada norma pro konservasi 5.ada norma, kontra konservasi data diperoleh dari para tokoh masy dan laporan dari instansi terkait
Atau Rata-rata Pendapatan per kapita pertahun Ada atau tidak ada norma Konservasi di Wil DAS
22 4. Investasi Bangunan Air (10)
Diidentifikasi Kota yang ada di dalam DAS
Tidak ada Kota kecil Kota madya Kota besar Kota metropolitan
Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
0,05 0,75 1,00 1,25 1,50
Peta RTRWP/K dan hasil pengamatan dalam satu DAS, terdapat lebih dari satu kelas kota, makaa dipakai skor tertinggi
Besarnya nilai investasi Bangunan Air (waduk,irigasi)
0Rp.60 M
Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
0,05 0,75 1,00 1,25 1,50
Data nilai investasi diperoleh dari: Kementerian PU , Dinas Pengairan atu Balai Pengelolaan Sumber saya Air
Persentase luas tutupan hutan di dalam kawasan lindung di dalam DAS
PTH > 70 % 45
Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
0,05 0,75 1,00 1,25 1,50
Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
0,05 0,75 1,00 1,25 1,50
Data dari BKSDA, BTN,BPN dan BPKH, kawasan lindung= hutan lindung dan kawasan konservasi system penyangga kehidupan (cagar alam, Suaka margasatwa, Taman buru, tahura, taman Nasional Kawasan budidaya yang memiliki kelerengan landai (0-25%) kualifiaksi pemulihannya rendah
A. Kalsifikasi Kota (5)
B. Klasifikasi Nilai Bangunan Air (IBA) (5)
5. Pemanfaatan Ruang Wilayah (10) a. Kawasan Lindung (5)
b. Kawasan Budidaya (5)
Persentase laus kawa. Budidaya dengan kemiringan kereng 0-2 %)
LKB > 70 % 45 < LKB < 70 30 < LKB < 45 15 < LKB < 30 LKB < 15
23 Berdasarkan penilaian dan pembobotan kriteria/sub kriteria tersebut pada Bab II, maka akan diperoleh nilai total pada setiap DAS, yang berkisar dari 50 sampai dengan 150. Klasifikasi DAS ditentukan total nilai skor kelas kualifikasi DAS sebagai berikut: 1.
Nilai total skor <100 termasuk DAS yang dipertahankan daya dukungnya;
2.
Nilai total skor >100 termasuk DAS yang dipulihkan daya dukungnya.
Untuk mempermudah perhitungan kualifikasi DAS, dapat digunakan Tabel 20 dan 21. Tabel 20. Daftar Isian Untuk Perhitungan Klasifikasi DAS No. 1
Kriteria/Sub Kriteria
Bobot
2 Lahan a. Persentase Lahan kritis b. Persentase Penutupan Vegetasi c. Indeks erosi (IE)
20 10 10
2.
Tata Air a. Koefisien rejim aliran b. Koefisien aliran c. Muatan sedimen d. Banjir e. Indeks penggunaan air
20 5 5 4 2 4
3.
Sosial ekonomi dan kelembagaan a. Tekanan penduduk terhadap lahan b. Tingkat kesejahteraan penduduk c. Keberadaan dan penegakan norma
20
Asset/nilai investasi bangunan air a. Keberadaan kota b. Nilai investasi bangunan air
10
Kebijakan pembangunan wilayah a. Kawasan lindung b. Kawasan budi daya
10
1.
4.
5.
Jumlah Nilai Tertimbang
3 40
10 7 3
5 5
5 5
Nilai 4
Kelas 5
Hasil Kualifika Skor Perhitungan si (3 x 7) 6 7 8
24 Tabel 21. Contoh Pengisian dan Perhitungan penilaian DAS “X” No. 1
Kriteria/Sub Kriteria
Bobot
8% 50 % 0,8
5-10% 40-60% 0,5-1,0
Rendah 0,75 Sedang 1,00 Rendah 0,75
2.
Tata Air a. Koefisien rejim aliran b. Koefisien aliran c. Muatan sedimen d. Banjir e. Indeks penggunaan air
20 5 5 4 2 4
11 0,25 17 (mm/th) 1 kali 1
10-15 0,2-0,3 15-20 1x/5th 0,75-1
Sedang Rendah Tinggi Rendah Tinggi
3.
Sosial ekonomi dan kelembagaan a. Tekanan penduduk terhadap lahan b. Tingkat kesejahteraan penduduk c. Keberadaan dan penegakan norma Asset/nilai investasi bangunan air a. Keberadaan kota b. Nilai investasi bangunan air
20
Kebijakan pembangunan wilayah a. Kawasan lindung b. Kawasan budi daya
10
4.
5.
Jumlah Nilai Tertimbang
5
Hasil Kualifika Skor Perhitungan si (3 x 7) 6 7 8
20 10 10
10
4
Kelas
2 Lahan a. Persentase Lahan kritis b. Persentase Penutupan Vegetasi c. Indeks erosi (IE)
1
3 40
Nilai
1,25 ha/kk 1-2ha/kk Rendah 1,00 7%
5-10%
3
Tdk ada norma prokonserv.
4
5 5
5 5
5 3,75 5 1 4
Sedang
7
10
1,00 0.75 1,25 0,50 1,00
15 10 7,5
Kota kecil Rp. 57,8 M
60 % 40 %
0,75
5,25
Rendah 1,25 Tinggi
3,75
kt .kecil Rendah 0,75 Rp 45-60 Sedang 1,25 m
3,75 6,25
45-70% 30-45%
Tinggi
10
0,75 1
3,75 5,00 89
Jika dibandingkan dengan interval nilai untuk penentuan klasifikasi DAS pada Tabel 21, maka DAS “X” dapat dikategorikan DAS yang dipertahankan daya dukungnya, karena nilai hasil perhitungan < 100. Berdasarkan kondisi setiap DAS yang telah di nilai klasifikasinya apakah diperoleh hasil dipertahankan atau dipulihkan, maka selanjutnya Evaluasi dan penentuan klasifikasi DAS harus dilakukan secara periodik minimal setiap 5 tahun guna melakukan review terhadap klasifikasi DAS sesuai dengan perkembangan dan perubahan biofisik, sosial dan ekonomi yang terjadi di lapangan.
25 BAB V. CONTOH PENENTUAN KLASIFIKASI DAS TABUNIO A. Lahan 1. Persentase lahan kritis Kriteria penetapan lahan kritis Kemenetrian Kehutanan (2013) Nomor P. 4/VSET/2013 tentang petunjuk teknis penyusunan data spasial lahan kritis yang mempertimbangkan kondisi penutupan dan penggunaan lahan, kemiringan lereng, erosi, batuan dan manajemen maka diperoleh tingkat kekritisan lahan. Berdasarkan data tingkat kekritisan lahan, maka ahan yang termasuk kriteria agak kritis, kritis dan sangat kritis seluas 48.631,58 ha atau 77,7 % dari luas DAS Tabunio. sementara lahan dengan kriteria tidak kritis hanya 13.926,98 ha atau 22,3%, hal ini mengindikasikan bahwa lahan dengan vegetasi hutan sudah sangat sedikit dan perlu untuk dilakukan upaya rehabilitasi hutan dan lahan pada DAS Tabunio. Data tingkat kekritisan lahan sebagaimana disajikan pada Tabel 22. dan gambaran posisi/lokasi lahan kritis pada DAS Tabunio disajikan pada Gambar 4. Tabel 22. Tingkat kekritisan lahan pada DAS Tabunio No
Tingkat Kertisan Lahan
Luas Ha -
1
Tidak kritis (TK)
2
Potensial kritsi (PK)
13.926.98
3
Agak kritis
29.521.69
4
Kritis
16.649.82
5
Sangat kritis Jumlah
2.460.07 62.558.56
% 22.262 47.190 26.615 3.932 100.000
Tingkat kekritisan lahan pada Tabel 22 terlihat bahwa luas lahan kritis (kritis dan sagat kritis) seluas 19.109,89 ha. Penyebaran lahan kritis dan agak kritis disajikan pada Gambar 3.2. Berdasarkan Kriteria Persentase Lahan Kritis dalam DAS sebesar 19.109 x 100% =1.910.900%/62.55856ha = 30,5468%, hal ini menujukkan bahwa DAS Tabunio termasuk pada kualifikasi pemulihan sangat tinggi pada komponen karakteristik DAS tersebut sehingga bisa meningkatkan daya dukung dan daya tampungnya Kadir (2014), Upaya pengurangan lahan kritis melalui RHL merupakan upaya untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan
26 tetap terjaga. Rueda (2010) mengemukakan bahwa konservasi merupakan suatu upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi laju deforestasi. Selain itu, Bukhari dan Febryano (2008) melaporkan bahwa sistem agroforestri dapat dilakukan oleh masyarakat pada lahan-lahan kritis, merupakan sistem agroforestri tradisional yang dikelola menurut kondisi dan kearifan lokal
Gambar 4. Peta Lahan Kritis DAS Tabunio 2. Persentase Penutupan vegetasi Upaya peningkatan daya dukung DAS, maka peranan vegetasi tutupan lahan sangat penting artinya karena kemungkinan intervensi manusia terhadap unsur tersebut sangatlah besar. Vegetasi tutupan dapat merubah sifat fisik dan kimia tanah dalam hubungannya dengan air dan dapat mempengaruhi kondisi permukaan tanah. dengan demikian akan mempengaruhi besar kecilnya aliran air permukaan. Secara umum. pengaruh vegetasi tutupan lahan terhadap erosi adalah: 1.
Melindungi permukaan tanah dari tumbukan air hujan (menurunkan kecepatan terminal dan memperkecil diameter air hujan.
2.
Menurunkan kecepatan dan volume air larian.
27 3.
Menahan partikel partikel tanah pada tempatnya melalui sistem perakaran dan serasah yang dihasilkan.
4.
Mempertahankan kemantapan kapasitas tanah dalam menyerap air. Jenis penutupan lahan pada DAS Tabunio didomonasi oleh jenis Pertanian lahan
kering dan campur semak seluas 35563,04 ha (56,85 %). Semak belukar 7.306,90 ha (11,68 %) dan Sawah 6.404,99 ha (10,24 %). Vegetasi belukar umumnya berada pada lahan yang jauh dari pemukiman sehingga kurang dimanfaatkan dengan baik. Kegiatan perkebunan di wilayah DAS Tabunio didominasi oleh kebun sawit maupun kebun rakyat berupa tanaman karet. Sebaran penutup lahan pada DAS Tabunio disajikan pada Gambar 3. dan secara rinci disajikan pada Tabel 23 Tabel 23 Jenis Penutupan Lahan pada DAS Tabunio Jenis Penutupan lahan
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Hutan lahan kering sekunder Hutan mangrove sekunder Hutan tanaman Pemukiman Perkebunan Pertanian lahan kering Pertanian lahan kering campur semak Rawa Sawah Semak belukar Semak belukar rawa Tambak Tambang Tanah terbuka Tubuh air Jumlah
Tabel 23 terlihat bahwa
Luas Ha 2.544,83 707,91 5.594,84 453,46 533,34 27.039,20 8.523,84 11,31 6.404,99 7.306,90 9,30 349,52 1.142,49 1.809,84 126,79 62.558,56
% 4,07 1,13 8,94 0,72 0,85 43,22 13,63 0,02 10,24 11,68 0,01 0,56 1,83 2,89 0,20
100.00
vegetasi permanen tutupan 24.687,60ha x 100%
=
2.468.760%/62.558,56 = 39,463. Kriteria penilaian kondisi lahan berdasarkan persentase penutupan vegetasi sebesar 39,463%, hal ini menujukkan bahwa DAS Tabunio termasuk pada kualifikasi pemulihan tinggi agar dapat meningkatkan daya dukung dan daya tampungnya. Vegetasi hutan atau tanaman tinggkat tinggi (pohon) menghailkan infiltrasi yang lebih besar dibanding tanaman pertanian lainnya yang menyebabkan berkurangnya aliran permukaan, sehingga dalam rangka
pengendalian kerawanan pemasok banjir, perlu
adanya upaya perluasan vegetasi hutan untuk meningkatkan infiltrasi selain vegetasi
28 budidaya tanaman untuk meningktakan kesejahteraan masyarakat (Kometa dan Ebot (2012), selanjutnya Meng et al. (2011) mengemukakan bahwa perluasan tanaman karet berdampak pada populasi spesies tanaman hutan, sehingga perlu pembatasan luasannya. Zhao et al. (2012) melaporkan bahwa perubuhan penggunaan lahan/penutupan lahan pada suatu DAS berpengaruh terhadap aliran permukaan. Liu dan Chen (2012) yang menyatakan bahwa semakin tinggi pertumbuhan penduduk, maka perluasan lahan pertanian (penutupan bukan tanaman kehutanan) semakin tinggi. Peta penutupan lahan disajikan pada Gambar 5 dan pengukuran debit air dissjikan pada Gambar 5a.
Gambar 5. Peta Penutupan Lahan DAS Tabunio
3. Indeks Erosi (IE) Berdasarkan penelitian
yang dilaksanakan di DAS Tabunio, maka diperolah
informasi karakteristik DAS yang terdiri atas: a) unit lahan: b) nilai erosi; c) Tingkat Bahaya Erosi sebagai faktor penilaian karakteristik DAS. Hasil overlay satuan peta tanah, penutupan lahan dan lereng, maka diperoleh unit lahan sebagai unit analisis. Jumlah unit lahan disajikan pada Tabel 24.
29 Tabel 14. Jumlah Unit Lahan Lokasi Penelitian No
Unit Lahan UL 1a UL 1b UL 2a UL 2b UL 3a UL 3b UL 4a UL 4b UL 5a UL 5b
Luas (Ha) 1.474 3.327 7.215 4.924 6.859 2.102 3.509 2.407 8.736 3.274
Penutupan Lahan
Perkebunan Campuran Semak dan Belukar Perkebunan 2 Semak dan Belukar Rawa Tanaman Campuran 3 Pertambangan Perkebunan Campuran 4 Semak dan Belukar Perkebunan 5 Perkebunan Pertanian Lahan Kering UL 6a 2.450 Campuran 6 UL 6b 2.904 Semak dan Belukar UL 7a 2.599 Perkebunan 7 UL 7b 5.393 Semak dan Belukar Hutan Lahan Kering 8 UL 8 5.389 Sekunder Sumber: Hasil data primer tahun 2015 1
Gambar 5b. Pengukuran debita air
Satuan peta tanah
Lereng (%)
Dystrudepts
0 - 3%
Endoaquepts (sulfic)
0 - 3%
Hapludox
3 - 8%
Kandiudults
3 - 8%
Kanhapluduts (skel)
3 - 8%
Kanhapluduts
3 - 8%
Kandiudox
8 - 15%
Inceptisols
25 - 40%
30 Tabel 14 terlihat bahwa unit lahan hasil overlay terdiri atas 15 unit, selanjutnya terlihat bahwa unit lahan terluas UL 3a. 6.859 ha pada penggunaan lahan tanaman campuran dengan lereng 3 – 8%, sedangkan unit lahan terkecil UL 1a. 1.474 ha pada penggunaan lahan perkebunana campuran dengan lereng 0 – 3%. Unit lahan merupakan unit terkecil dalam pengelolaan daerah aliran sungai, berdasarkan karakteristik unit lahan tersebut dapat menjadi acuan upaya pemulihan dan atau mempertahankannya. Zhang et al. (2008) menyatakan bahwa unit lahan dalam suatu DAS umumnya dianggap sebagai unit pembangunan yang mengandalkan ketersediaan air. HernandezRamirez, (2008) mengemukakan bahwa perencanaan penggunaan dan pengelolaan lahan menggunakan DAS sebagai unit pengelolaan. Selain itu Soemarno (2011) unit lahan dalam DAS dapat dimanfaatkan sebagai sarana pemantauan tata guna lahan yang baik sebagai kesatuan eksosistem. Hasil analisis penentuan jumlah indek erosi (IE) erosi menggunakan persamaan USLE,
maka diperoleh jumlah erosi setiap unit lahan
sebagimana disajikan pada pada Tabel 25 dan Gambar 5c.
Gambar 5c. Erosi setiap unit lahan
31
Tabel 25. Jumlah Erosi pada setiap unit lahan di DAS Tabunio No
Unit Lahan
Luas (ha)
(R)
(K)
LS
(C)
(P)
Dmin
1
UL 1A UL 1B UL 2A UL 2B UL 3A
1.474 3.327 7.215 4.924 6.859
157,9 157,9 157,9 157,9 157,9
0,153 0,124 0,104 0,142 0,147
0,35 0,35 0,35 0,35 0,82
0,6 0,4 0,5 0,02 0,1
1 1 1 1 1
UL 3B
2.102
157,9
0,169
0,82
1
1
UL 4A UL 4B UL 5A UL 5B UL 6A UL 6B UL 7A UL 7B UL 8
3.509 2.407 8.736 3.274 2.450 2.904 2.599 5.393 5.389
157,9 157,9 157,9 157,9 157,9 157,9 157,9 157,9 157,9
0,111 0,133 0,210 0,059 0,093 0,096 0,124 0,093 0,100
0,82 1,06 0,82 1,10 1,57 1,37 2,65 2,65 14,54
0,5 0,4 0,5 0,6 0,45 0,1 0,6 0,5 0,005
1 1 1 1 0,35 1 0,35 0,6 1
2 3 4 5 6 7 8
T
PE
EI
92 80 92 80 92
3,040 3,100 3,040 3,100 3,040
5,088 2,716 2,855 0,155 1,907
1,674 0,876 0,939 0,050 0,627
48 92 80 92 92 92 80 92 80 92
1,760 3,040 3,100 3,040 3,040 3,040 3,100 3,040 3,100 3,040
21,908 7,149 8,911 13,611 6,193 3,635 2,087 10,880 11,634 1,144 Rata-rata
12,448 2,352 2,875 4,477 2,037 1,196 0,673 3,579 3,753 0,376 2,529
Sumber: Hasil data primer tahun 2015. Keterangan : A= Jumlah erosi (ton/ha/thn), R= Nilai erosivitas, K= Nilai erodibiltas, LS= Nilai panjang dan kemiringan lereng, C= Nilia penutupan lahan, P= Nilai tindakn konservasi.
32 Pada 25 terlihat bahwa rata-rata indek erosi di DAS Tabunio 2,592, sehingga terlamsuk klasifikasi pemulihan sangat tinggi. Tabel 25 terlihat bahwa jumlah erosi tertinggi 21,908 ton/ha/thn pada unit lahan 3B (penggunaan lahan pertambangan dengan lereng 3 – 8%). Perubahan penggunaan lahan menjadi kegiatan pertambangan seringkali mengurangi infiltrasi dan sebaliknya meningkatkan aliran permukaan dan erosi, sehingga perlu pertimbangan dan perencanaan perubahan penggunaan lahan.
Gambar 6. Pengukuran Infiltrasi Zhao et al. (2012) melaporkan bahwa perubuhan penutupan lahan pada suatu DAS berpengaruh terhadap aliran permukaan, erosi tanah. Asdak (2010), jumlah air yang masuk ke dalam tanah melalui proses infiltrasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain tekstur dan struktur tanah, dan penutupan lahan, faktor-faktor tersebut berinteraksi sehingga mempengaruhi infiltrasi dan aliran permukaan dan erosi. Aspek kemiringan lahan ternyata memiliki dampak besar terhadap laju erosi tanah, dan lereng yang terkena sinar matahari ternyata memiliki tingkat erosi yang lebih besar daripada lereng yang ternaungi, terutama untuk lahan-lahan pertanian (Li et al., 2010).
33 B. Tata Air (Kualitas, Kuantitas dan Kontinuitas Air)
Tata air yang terdiri atas: Kriteria kualitas, kuantitas dan kontinuitas air terpilih untuk menggambarkan kondisi hidrologis DAS Satui, didekati dengan lima sub kriteria yaitu: a) koefisien rejim aliran, b) koefisien aliran tahunan, c) muatan sedimen, d) banjir dan e) indeks penggunaan air. Analisis perhitungan debit air disajikan pada Tabel 26. 1. Koefisien Rejim Aliran (KRA) a.
Debit air pengukuran bulan Mei sampai Oktober 2016 (6 bulan)
Tabel 26. Debit air pengukuran bulan Mei sampai Oktober 2016 (6 bulan) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Rata2 Max Min
Debit air (m3/det) Mei 23,80 34,48 21,32 20,49 14,76 38,58 17,88 13,86 20,81 7,71 6,38 9,91 11,92 11,61 9,91 11,92 6,95 7,20 7,37 7,45 17,88 13,86 5,23 7,71 6,38 9,91 11,92 6,95 7,20 7,37 7,45 13,10 38,58 5,23
Jun 23,80 34,48 21,32 20,49 14,76 38,58 17,88 13,86 20,81 7,71 6,38 9,91 11,92 11,61 9,91 11,92 6,95 7,20 7,37 7,45 17,88 13,86 5,23 7,71 6,38 9,91 11,92 6,95 7,20 7,37 7,45 4,03 7,54 2,67
Jul 2,10 1,90 1,72 1,67 1,50 1,67 2,25 2,67 1,95 2,00 1,81 1,72 1,59 2,20 1,72 1,59 1,67 1,72 1,50 1,46 2,25 2,67 1,95 2,00 1,81 1,72 1,59 1,67 1,72 1,50 1,46 1,83 2,67 1,46
Agt 1,46 1,42 1,46 1,42 1,33 1,29 2,10 2,10 1,21 1,18 1,14 1,14 1,10 1,90 1,14 1,10 1,03 0,99 0,99 1,25 2,10 2,10 1,21 1,18 1,14 1,14 1,10 1,03 0,99 0,99 1,25 1,32 2,10 0,99
Sep 1,46 1,42 1,46 1,42 1,33 1,29 2,10 2,10 1,21 1,18 1,14 1,14 1,10 1,90 1,14 1,10 1,03 0,99 0,99 1,25 2,10 2,10 1,21 1,18 1,14 1,14 1,10 1,03 0,99 0,99 1,25 2,82 3,52 2,22
Okt 1,46 1,42 1,46 1,42 1,33 1,29 2,10 2,10 1,21 1,18 1,14 1,14 1,10 1,90 1,14 1,10 1,03 0,99 0,99 1,25 2,10 2,10 1,21 1,18 1,14 1,14 1,10 1,03 0,99 0,99 1,25 8,30 19,00 5,09
34 b.
Debit air tahun 2006 sampai 2016 (10 tahun dan 8 bulan) Tabel 27. Debit air tahun 2006 sampai 2016 (10 tahun)
Thn 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Analisis Rata2 Max Rata2 Max Rata2 Max Rata2 Mak Rata2 Mak Rata2 Mak Rata2 Max Rata2 Mak Rata2 Max Rata2 Mak Rata2 Mak
Jan 37,58 49,86 44,46 65,34 25,55 25,55 30,54 49,66 52,30 65,24 18,29 21,02 46,69 52,53 34,45 39,22 36,8 49,18 52,30 65,24 55,53 64,95
Peb 31,42 40,98 45,02 58,16 22,72 22,72 24,27 35,14 48,43 76,04 25,45 35,07 63,05 85,72 47,94 66,91 43,12 50,83 48,43 76,04 58,06 70,67
Mar 32,08 44,09 36,19 43,3 25,84 25,84 21,48 36,33 44,13 56,22 20,95 24,83 45,82 54,89 39,09 46,08 40,65 50,49 44,13 56,22 48,12 62,40
Apr 35,36 51,62 39,68 46,19 16,57 16,57 6,75 21,13 39,63 62,59 18,79 24,67 24,30 32,45 35,36 45,78 29,28 35,11 39,63 62,59 31,93 58,98
Debit air(m3/det) Mei Jun 24,67 9,56 34,27 12,63 37,44 25,51 38,4 37,76 16,63 16,63 27,4 22,36 16,18 11,10 27,4 16,95 16,79 11,26 27,49 16,95 17,39 15,39 23,7 17,86 22,41 23,30 31,06 31,29 32,93 31,20 44,02 36,27 23 11,21 35,02 20,21 16,79 11,26 27,49 16,95 13,1 4,03 38,58 7,54
Jul 1,47 2,16 5,70 12,56 11,40 12,46 10,59 13,24 10,69 14,48 8,48 9,96 8,48 14,94 6,87 12,84 5,84 8,94 10,69 14,48 1,83 2,67
Agt 0,36 0,78 3,65 7,56 10,07 12,85 2,99 4,61 3,02 4,61 6,06 7,87 6,52 7,24 7,55 9,05 6,29 13,33 3,02 4,61 1,32 2,10
Sep 2,67 2,9 22,00 41,84 24,45 36,1 1,37 3,99 1,33 2,81 7,81 9,6 15,91 19,53 29,25 34,71 12,4 14,64 1,33 2,81 2,82 3,52
Okt 7,04 15,83 23,75 36,34 38,36 50,9 4,40 8,5 4,46 8,5 9,76 12,08 20,97 24,58 31,06 35,74 12,12 14,4 4,46 8,5 8,3 19,00
Nop 34,31 39,22 34,32 39,22 56,41 77,73 23,54 35,03 23,73 35,03 15,43 16,41 45,53 63,88 57,36 78,68 21,16 28,27 23,73 35,03
Des 49,66 64,15 49,84 64,15 39,08 54,99 34,40 41,09 33,71 41,09 28,11 39,94 52,88 75,16 56,65 75,16 19,64 28,42 33,71 41,09
35 Koefesien regime aliran (KRA) dilakukan analisis melalui hasil pengukuran debit air tahun 2005 sampai dengan 2016 pada bagian hilir DAS Tabunio. Analisis KRA menggunakan persamaan sesuai Permen Kehutanan nomor 60 tahun 2014 tentang kriterian klasifikasi DAS dan penilian KRA sesuai pada Error! Reference source not found.. KRA = Q max/Qa = 78,68/Qa Qa = 0,25 x Qrata = 0,25 x 27,82 = 6,95 m3/det KRA = 78,68/6,95 = 11,32 Keterangan rumus: KRA = Koefisien Rejim Aliran Qmax = debit harian rata-rata tahunan tertinggi Qa = debit andalan (debit yang dapat dimanfaatkan/berarti) Qrata = debit harian rata-rata bulanan lebih dari 10 tahun
Penilaian Koefisien Rejim Aliran (KRA) sesuia pada Error! Reference source not found. terlihat bahwa nilai KRA sebesar 11,32, sehingga dinyatakan bahwa DAS Tabunio termasuk kualifikasi pemulihan sedang. Daerah aliran sungai (DAS) dapat dipandang sebagai sistem alami yang menjadi tempat berlangsungnya proses-proses biofisik hidrologis maupun kegiatan sosial-ekonomi dan budaya masyarakat yang kompleks, hal ini tidak lepas dari semakin meningkatnya tuntutan atas sumberdaya alam (air, tanah, dan hutan) yang disebabkan meningkatnya pertumbuhan penduduk yang membawa akibat pada perubahan kondisi tata air DAS. Identifikasi berbagai komponen biofisik KRA merupakan kunci dalam program monitoring dan evaluasi (monev) kinerja DAS, yaitu dalam upaya mengumpulkan dan menghimpun data dan informasi yang dibutuhkan untuk tujuan evaluasi dalam rangka menjamin tercapainya tujuan dan sasaran pengelolaan DAS. Pengumpulan data dan informasi KRA harus dilakukan secara berkala, dengan memanfaatkan perkembangan teknologi instrumentasi, informasi, dan komunikasi yang ada, misalnya dengan automatic data. Menurut Zhang et al. (2008), DAS umumnya dianggap sebagai unit pembangunan terutama daerah yang mengandalkan ketersediaan air, sehingga KRA merupakan salah satu informasi ketersediaanair. Selanjutbya Hernandez-Ramirez, (2008) mengemukakan bahwa perencanaan penggunaan lahan, pengelolaan dan restorasi ekologi menggunakan DAS sebagai unit pengelolaan untuk ketersediaan air.
36
4. Koefisien Aliran Tahunan (C) Monev koefesien aliaran tahunan dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan kuantitas, kualitas dan kontinuitas aliran air dari DAS Tabunio setelah dilaksanakan kegiatan pemanfaatan, ekspoitasi dan atau perubahan penggunaan lahan sumberdaya alam. Analisis penentuan koefesien aliran tahunan melalui persamaan berkut inu, sedangkan kriteria penilaian koefisien aliran tahunan tersaji C
kxQ = ------------ = CH x A
(365 x 86.400)/10 x 27,82 m3/det) -----------------------------------------(2.193,10 mm/th x 62.558, 56 ha)
87.733.152 = -------------137.197.177,9 = 0,64 Keterangan rumus: C = koefisien aliran tahunan k = faktor konversi = (365x86.400)/10 A = luas DAS (ha) Q = debit rata-rata tahunan (m3/det) CH = curah hujan rerata tahunan (mm/th) Penilaian koefesien aliaran tahunan (C) sesuai terlihat bahwa nilia C sebesar 0,64, sehungga dinyatakan bahwa DAS Satui termasuk kualifikasi pemulihan sangat tinggi. Monitoring dan evaluasi DAS untuk koefesien aliaran tahunan (C), dimaksudkan untuk memperoleh gambaran menyeluruh mengenai perkembangan keragaan DAS, yang ditekankan pada aspek penggunaan lahan, tata air, sosial ekonomi dan kelembagaan. Kometa dan Ebot (2012), masalah utama yang dihadapi ekosistem DAS umumnya adalah peningkatan populasi manusia dan perubahan penggunaan lahan, yang dapat menurunkan kualitas dan kuantitas air. Selanjutnya menurut Kusuma (2007), interaksi tata air termasuk komponen koefesien aliaran tahunan dalam ekosistem DAS ini dapat dinyatakan dalam bentuk keseimbangan input dan output, ini mencirikan keadaan hidrologi ekosistem tersebut dalam rangka upaya pemulihannya.
37
5. Muatan Sedimen Muatan sedimen diukur pada tempat yang sama dengan lokasi pengukuran debit (SPAS) dan diupayakan mencerminkan kondisi DAS Tabunio bagian tengah. Kriteria penilaian muatan sedimen tersaji di dalam Tabel 7 berdasarkan hasil analisis berkut ini. MS
= k x Cs x Q (ton/tahun) = 365 x 86.400 x 0,0876 gr/liter x 27,82 m3/det) = 76,854 (ton/tahun)
Keterangan rumus: MS = Muatan sedimen k = faktor konversi (365 x 86.400) Cs = konsentrasi sedimen gr/liter (rata-rata tahunan) Q = debit rata-rata tahunan (m3 /det) Penilaian Muatan Sedimen (MS) sesuai pada Tabel 7, terlihat bahwa nilaia muatan sedimen 76,854 ton/tahun, sehingga dinyatakan bahwa DAS Satui termasuk kualifikasi pemulihan sangat tinggi. Menut Jacob at al. (2009), sedimentasi akibat kejadian erosi pada lahan pertanian menyebabkan perubahan praktek pertanian. Kadir at, al. (2013) menyatakan bahwa penggunan lahan jenis karet alami dapat berperan untuk pemuliahan DAS, hal ini karena jenis karet alami meningkatkan kapasitas infiltras, mengurangi aliran permukaan, erosi serta sedimetasi. Roig-Munar at al. (2012) mengemukakan bahwa degradasi lahan menyebabkan terjadi erosi dan sedimentasi dapat mempengaruhi perubahan kondisi sungai. Lebih lanjut Lantican, Guerra, dan Bhuiyan (2003) mengemukakan bahwa dampak kejadian erosi dan sedmintasi terdiri atas: a) Meningkatnya tren konsekuen pendangkalan kanal; b) Mengakibatkan signifikan penurunan produktivitas dan pendapatan petani; c) Meningkatnya biaya operasi rutin dan pemeliharaan sungai. 6. Banjir Banjir juga dapat terjadi di sungai, ketika alirannya melebihi kapasitas saluran air, terutama di kelokan sungai. Banjir sering mengakibatkan kerusakan rumah dan pertokoan yang dibangun di dataran banjir sungai alami. Meski kerusakan akibat banjir dapat dihindari dengan pindah menjauh dari sungai dan badan air yang lain, orang-orang menetap dan bekerja dekat air untuk mencari nafkah dan memanfaatkan biaya murah serta perjalanan dan perdagangan yang lancar dekat perairan. Manusia terus menetap di wilayah rawan banjir adalah bukti bahwa nilai menetap dekat air lebih besar daripada biaya kerusakan akibat banjir periodik.
38 Banjir merupakan suatu peristiwa yang terjadi ketika aliran air yang berlebihan merendam daratan. Banjir dalam hal ini diartikan sebagai meluapnya air sungai yang menggenangi areal tertentu (biasanya kering) yang secara signifikan menimbulkan kerugian baik materi maupun non materi terhadap manusia dan lingkungannya. Kriteria penilaian kejadian banjir, maka terlihat bahwa kejadian Banjir pada bagian hilir DAS Satui lebih dari 1 kali setahun sehingga dinyatakan bahwa DAS Satui termasuk kualifikasi pemulihan sangat tinggi. Kadir (2014), kejadian banjir dapat terjadi oleh aktivitas manusia dalam penggunaan lahan yang tidak berdasarkan azas kelestarian dan akibat dari hujan yang berkepanjangan pada bagain hulu DAS. Eksploitasi hutan dan penggunaan lahan lainnya yang tidak berazaskan kelestarian lingkungan juga dapat menyebabkan banjir. Kecenderungan tidak adanya koordinasi dan sinergi pengelolaan DAS di bagian hulu dan hilir, antar wilayah administrasi dan atar sekror merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan, oleh karena itu perlunya direalisasikan konsep DAS secara terpadu (one river, one plan and one integrated management (Munaf (2007). Selanjutnya Menurut Kim dan Choi (2011), banjir berpotensi menimbulkan bahaya dan ancaman terhadap lingkungan, kehidupan manusia, dan sarana prasarana, sehingga perlu dilakukan upaya pemulihan DAS Satui untuk pengendalian kerawanan banjir. 7. Indeks Penggunaan Air Ketersediaan air merupakan salah satu faktor penentu untuk keberhasilan dalam budidaya pertanian, Hampir semua daerah, pertanian beririgasi merupakan pengguna air
terbesar. Dalam DSS, semua sistem irigasi sederhana dimasukkan ke sistem irigasi semi – teknis, fFaktor yg mempengaruhi Kebutuhan air irigasi: -
Kondisi hidro Meteorologi Jenis tanaman Jenis tanah Efisiensi penggunaan air Dalam pelaksanaan irigasi Cara pengolahan sawah Evapotranspirasi Kehilangan air di petak sawah Curah hujan efektif Sistim Irigasi : Irigasi teknis: Sistem pembagian air melalui bangunan pengatur mulai dari sungai sampai ke intake Petani (dibawah kontrol PU)
39 -
Irigasi semi teknis: pembagian air melalui bangunan yang telah ditetapkan (dibawah kontrol PU) tetapi tidak dapat diatur. Irigasi sederhana : bangunan untuk membagi dan mendistribusikan air berasal suatu kondisi alam non permanen. Bangunan tersebut mungkin dibawah kontrol PU atau petani Analisis penentuan Indeks Penggunaan Air (IPA) DAS Satu Kabupaten Tanah Bumbu melalui suatu permasamaan, sedangkan kriteria penilaian Indeks Penggunaan Air tersaji di dalam Error! Reference source not found.. IPA
= Total kebutuhan air/Qa = 1,468 m3/det + 1 m3/det + 8,57 m3/det = 11,038/6,95 = 1,588 m3/det Keterangan rumus: IPA = Indeks penggunaan air Total kebutuhan air = kebutuhan air untuk irigasi + DMI +penggelontoran kota DMI = domestic, municiple & industry Qa = debit andalan Berdasarkan pada Error! Reference source not found. kriteria penilaian IPA, maka terlihat bahwa IPA = 1,588 m3/det sehingga dinyatakan bahwa DAS Satui termasuk kualifikasi pemulihan sangat tinggi. Paimin et al. (2010) kerawanan potensi banjir merupakan suatu rangkaian kondisi yang menentukan apakah parameter alami, manajemen termasuk indeks penggunaan air berpotensi menyebabkan banjir pada bagian DAS. Kejadian banjir pada bagian tengah dan hilir DAS, sedangkan bagian hulu sebagai pemasok air banjir, sehingga rehabulitasi hutan dan dan lahan pada bagian hulu perlu diprioritaskan sebagai upaya pemulihan DAS. Soemarno (2008) mengemukakan bahwa keberhasilan pemuliahn DAS bagian hulu DAS ditentukan oleh: a) sumberdaya air; b) sumberdaya tanah; c) unsur teknologi; e) perekonomian daerah sekitarnya; dan d) sumberdaya manusia sebagai pelaku utama. Kadir at, al. (2016) menyatakan bahwa meningkatnya kebutuhan penggunaan air dapat menyebabkan ketidakseimbangan dengan ketersediaan air sehingga pada gilirannya berdampak terhadap kerusakan lingkungan. Selanjutnya dinyatakan bahawa arahan pemulihan DAS melalui pengayaan jenis vegetasi berdasarkan kemampuan dan kesesuaian lahan dan fingsi kawasan, konservasi secara sipil teknis untuk peningkatan daya dukung dan daya tampung DAS.
40
C. Sosial Ekonomi dan Kelembagaan 1. Tekanan Penduduk terhadap Lahan IKL = A/P (ha/kk) KL
= 35.563,04/ 197.229 = 0,1803
Keterangan rumus: IKL = Indeks ketersediaan lahan A = Luas baku lahan pertanian di dalam DAS P = Jumlah KK petani di dalam DAS Berdasarkan Error! Reference source not found. kriteria penilaian Indeks Ketersediaan Lahan (IKL), maka terlihat bahwa Indeks Ketersediaan Lahan (IKL) dengan nilai 0,1803
maka skornya adalah 1,50 sehingga dinyatakan bahwa DAS Tabunio
termasuk kualifikasi pemulihan sangat tinggi. Menurut Kadir (2014), Kerusakan lahan terjadi
oleh aktivitas manusia dalam penggunaan lahan yang tidak berdasarkan azas
kelestarian dan Eksploitasi hutan dan penggunaan lahan lainnya yang tidak berazaskan kelestarian lingkungan dapat merusak indeks ketersediaan lahan. Kondisi penduduk sangat berpengaruh terhadap ketersediaan lahan di suatu wilayah khususnya ketersedian lahan untuk sarana dan prasarana (permukiman), disisi lain untuk lahan pertanian. Dalam penyelenggarakan kehidupannya manusia membutuhkan lahan untuk mengalokasikan sarana dan prasarana fisik dalam kegiatannya dan membutuhkan lahan sebagai sumberdaya penghasil bahan pangannya. Dua kebutuhan lahan ini seringkali berbenturan, pada saat salah satu pemenuhan kebutuhan lahan lebih dominan dari pada kebutuhan lainnya. Benturan kepentingan dalam mengelola lahan dapat menimbulkan tekanan penduduk terhadap lahan.Tekanan penduduk terhadap lahan pertanian
yang
melebihi
kemampuan lahan dapat menyebabkan penurunan
kemampuan lahan sebagai wadah pertanian. Hal ini dapat menyebabkan terjadi degradasi lahan pertanian, apabila berlangsung secara terus menerus. Salah satu faktor penyebab kerusakkan keanekaragaman hayati adalah kegiatan manusia, misalnya saja penebangan hutan secara sembarangan atau pemanfaatan yang dilakukan secara berlebihan. Hal tersebut dikarenakan pengetahuan masyarakat akan keanekaragaman hayati masih sangat rendah. Pemanfaatan keanekaragaman hayati bagi masyarakat seharusnya dilakukan secara berkelanjutan, yaitu manfaatnya tidak hanya
41 untuk generasi sekarang tetapi juga untuk generasi yang akan datang. Pemanfaatan keanekaragaman hayati adalah perlu menggunakan azas tanggung jawab, berkelanjutan dan manfaat 2. Tingkat Kesejahteraan Penduduk TKP = KK miskin x 100 % Tot. KK TKP = 18206 x 100 % 303.430 TKP = 6 Keterangan rumus: TKP = tingkat kesejahteraan penduduk di dalam DAS KK miskin = jumlah kepala keluarga miskin di dalam DAS Tot.KK = jumlah total kepala keluarga di dalam DAS Keterangan tambahan: Garis kemiskinan ditetapkan menggunakan data yang tersedia di BPS, yaitu 320 – 400 kg setara beras/kapita/tahun. Standar penilaian yang digunakan dapat dilihat di dalam Error! Reference source not found.. Standar Penilaian Tingkat Kesejahteraan Penduduk (TKP) Berdasarkan Jumlah Keluarga Miskin, maka terlihat bahwa hasil perhitungan didapat selang ukuran Tingkat Kesejahteraan Penduduk didapat 6% sehingga dinyatakan bahwa DAS Tabunio termasuk kualifikasi pemulihan sedang, hal ini berarti masyarakat kebanyakan pempunyai pendapatan yang cukup tinggi. Hal ini terlihat dari aktivitas masyarakat yang memanfaatkan lahan secara maksimal tanpa memperdulikan kerisakan akibat dari kegiatan masyarakat seperti melakukan penambangan emas di sekitas sungai, pembalakan kayu dan ellegal mining. Kegiatan pertambangan batu bara dan pendulangan emas diyakini masyarakat yang menjadi responden kami ikut mendongkrak tingginya biaya hidup di wilayah mereka. Setidaknya 66 persen responden menyatakan bahwa kehidupan sekarang lebih mahal dibandingkan sebelum adanya aktivitas pertambangan batu bara. Hal yang menyebabkan kenaikan biaya hidup ini, akibatmulai ramainya penduduk pendatang, baik yang menetap secara permanen maupun temporer. Ini membuat peredaran uang melalui transaksi masyarakat semakin cepat dibandingkan sebelum adanya tambang. Namun demikian sarana yang terbatas terutama akses jalan dan transportasi ikut menyebabkan tingginya biaya logistik barang sehingga harga-harga barang juga terdongkrak menjadi mahal.
42 Semakin tinggi biaya hidup menyebabkan masyarakat sekitar tambang beralih mata pencaharian yang terkait dengan aktiftas tambang. Penghasilan yang diterima pun lebih tinggi dibandingkan jika mereka sebelumnya hanya bekerja sebagai petani. Biaya hidup yang semakin tinggi yang tidak dapat ditopang penduduk sekitar, menyebabkan mereka mengambil jalan praktis. Adanya pergeseran mata pencaharian diakibatkan banyak masyarakat yang menjual lahannya. Sebagian masyarakat yang menjadi responden menuturkan bahwa kebanyakan penduduk menjual lahannya, untuk kemudian membelanjakan pada hal yang sifatnya konsumtif dan ada pula yang sifatnya produktif (investasi). Untuk yang konsumtif, lahan yang dijual digunakan untuk membeli kendaraan, naik haji, perbaikan rumah dan lainnya sebagainya yang tidak memberikan efek bagi peningkatan penghasilan. Sedangkan yang berpikir produktif, lahan yang dijual kembali digunakan untuk membangun toko, rumah kos, kendaraan yang disewakan atau lahan pertanian di tempat lain sehingga menjadi penunjang bagi peningkatan pendapatan di masa depan Apabila parameter yang digunakan adalah rata-rata pendapatan perkapita per tahun, maka standar penilaian yang digunakan seperti yang terlihat di dalam Error! Reference source not found.. Dari hasil data analisis Kabupaten dalam angka pendapatan rata-rata perkapita pertahun adalah 4.080.000 apabila termasuk skor 0,75 dengan kualifikasi pemulihan rendah, artinya pendapatan masyarakat di DAS Tabunio termasuk cukup tinggi. 3. Keberadaan dan Penegakan Peraturan Data diperoleh dari para tokoh masyarakat dan laporan dari instansi terkait. Data yang diperlukan untuk analisa sub kriteria ini berupa keberadaan norma yang berkaitan dengan konservasi dan air serta implementasinya di lapangan di dalam DAS. Standar penilaian Keberadaan dan Penegakan Norma. Data ini sangat berkaitan dengan bahasan di atas yaitu mengenai pendapatan masyarakat yang cukup tinggi, hal tersebut dimana masyarakat sangat tergantung dengan alam sekitar, artinya ada beberapa kaidah atau norma-norma yang dulunya tidak boleh sudah dilanggar oleh masyarakat sehingga kami berkesimpulan setelah melihat langsung dilapangan dan dari hasil wawancara dengan masyarakat bahwa keberadaan dan keberfungsian penegakan norma dengan kualifikasi pemulihan sedang yaitu dengan skor 1, artinya selain norma dimasyarakat peraturan dan perundang-undangan harus ditegakkan agar lingkungan tetap lestari.
43 Kenyataan ini menunjukkan bahwa kekayaan sumberdaya alam dan hayati yang dimiliki dipandang sebagai sumberdaya yang dapat diekstraksi untuk mendapatkan surplus. Namun demikian di lain pihak, keberhasilan perolehan devisa tersebut harus dibayar mahal dengan rusaknya ekosistem daerah yang bersangkutan dan akan berakibat pada terganggunya ekosistem global. Selanjutnya secara sosial budaya, terjadi konflik kepentingan antara tatanan budaya lokal dan budaya modern yang melekat pada industrialisasi dari sumberdaya alam yang dieksploitasi. Persoalan tersebut di satu pihak, yaitu modernisasi melihat bahwa tatanan budaya lokal merupakan hambatan yang harus “dihilangkan” atau “diganti” agar proses pembangunan tidak mendapat gangguan serius dari komunitas lokal, sementara itu masyarakat lokal memandang industrialisasi dari hasil sumberdaya alam yang dieksploitasi sebagai ancaman bagi hak-hak adat mereka terhadap lingkungannya. Kejadian-kejadian tersebut khususnya pada sumberdaya hutan diperparah dengan banyaknya
pengusaha
illegal
yang
hanya
mementingkan
keuntungan
tanpa
mempertimbangkan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan, yang juga wujud dari keserakahan. Prospek kearifan lokal di masa depan sangat dipengaruhi oleh berbagai kebijakan pemerintah yang berkaitan langsung dengan pengelolaan sumberdaya alam, dimana masyarakat setempat tinggal dan kemauan masyarakat untuk tetap menjaga keseimbangan dengan lingkungan meskipun menghadapi berbagai tantangan. Maka dari itu penting untuk melibatkan masyarakat lokal dalam melakukan tindakan di lingkungan dimana mereka tinggal guna menghindari konflik-konflik sosial bahwa pengelolaan sumberdaya dalam hal ini pengelolaan hutan wana tani yang kurang memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat lokal akan dapat menimbulkan konflik terutama dalam pengelolaan, alternatif pengelolaan lahan, dan pemetaan sumberdaya alam serta kepentingan antar kelompok masyarakat lokal. Melihat pentingnya peran masyarakat lokal dalam menjaga kelestarian lingkungannya maka penting untuk mempertahankan dan melindungi tindakan-tindakan masyarakat yang merupakan bentuk dari kearifan ekologis. Norma-norma konservasi tradisional ini seringkali merupakan komponen yang tidak terpisahkan dengan nilai nilai hidup keseharian masyarakat itu sendiri. Dalam pandangan masyarakat tradisional, alam bukan untuk dikuasai ataupun di hancurkan tetapi justru manusia yang seharusnya menempatkan diri sebagai salah satu dari komponen alam itu sendiri. Dalam sebuah ekosistem jika terjadi ketidak seimbangan, maka alam akan berusaha memperbaikinya yang pada sisi manusia sebagai salah satu
44 komponennya akan menerima akibat dari upaya upaya penyeimbangan kembali tersebut. Misalnya untuk mengembalikan kesuburan tanah yang rusak sebagai akibat dari aktivitas manusia, alam memerlukan waktu tertentu untuk memulihkan keseimbangannya. Manusia seharusnya memberikan rentang waktu tersebut karena kebutuhan salah satu komponen yang lain untuk pemulihan. Apabila manusia tidak memberikan kesempatan untuk melakukan recovery, maka manusia akan menerima akibat berkurangnya lahan yang subur yang terus berkurang dari waktu kewaktu. Seringkali nilai nilai konservasi tradisional tergusur oleh ideologi ideologi asing dengan praktek praktek eksploitasi dengan nama pembangunan dan bahkan konservasi itu sendiri. Introduksi dari luar tentu saja bukan tidak bisa dipertimbangkan, tetapi pendekatan pengelolaan kawasan konservasi harus tetap adaptif terhdap perubahan selama tidak memusnahkan identitas dan karakter masyarakat
itu sendiri dalam
pengelolaan sumber daya alam yang didapat dari pengalaman empirik turun temurun. D. Investasi Bangunan Air Asset dan nilai investasi bangunan air dalam suatu DAS mencerminkan besar kecilnya sumberdaya buatan manusia yang perlu dilindungi dari bahaya kerusakan lingkungan DAS seperti banjir, tanah longsor, sedimentasi dan kekeringan. Semakin besar nilai investasi dalam suatu DAS maka semakin penting penanganan konservasi dan rehabilitasi hutan dan lahan di DAS tersebut, dengan kata lain sekala pemulihan DAS menjadi sangat tinggi apabila investasinya sangat tinggi dan kondisi biofisiknya telah mengalami degradasi. Untuk hal ini didekati dengan sub kriteria keberadaan kota dan nilai investasi bangunan air seperti waduk/bendungan/saluran irigasi. 1. Klasifikasi Kota Data yang diperlukan adalah keberadaan kota di dalam wilayah DAS serta kategori dari kota tersebut. Informasi keberadaan kota tersebut diperoleh dari peta RTRWP/K dan atau hasil pengamatan. Kalau dalam satu DAS terdapat lebih dari satu kelas kota, maka dipakai kelas kota yang tertinggi. Kriteria Penilaian Keberadaan Kota terlihat di dalam Error! Reference source not found.. DAS Tabunio dari lokasi wilayah kabupaten Plaihari termasuk kota kecil sebab berada dipinggiran kota plaihari sehingga skornya 0,75, sehingga kualifikasi pemulihan DAS Tabunio rendah, artinya pengaruh wilayah ini sangat kecil pempengaruhi kota
45 kabupaten. Walaupun pemulihan rendah, daerah ini tetap harus diperhatikan karena juga akan mempengaruhi keseluruhan wilayah DAS Tabunio. 2. Klasifikasi Nilai Bangunan Air (IBA) Data yang perlu diinventarisir adalah besarnya nilai investasi bangunan air (waduk, bendungan, saluran irigasi) dalam kualifikasi pemulihan rendah Diperkirakan nilai investasi bangunan air sekitar 15 < IBA < 30 Miliar. E. Pemanfaatan Ruang Wilayah Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan/atau yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap (Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 70/Menhut-II/2008, Tentang Pedoman Teknis Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Kawasan hutan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap merupakan “wilayah tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Kawasan hutan di DAS Tabunio mempunyai fungsi sebagaimana di sajikan pada Tabel 28. Setiap wilayah hutan mempunyai kondisi yang berbeda-beda sesuai dengan keadaan fisik, topografi, flora dan fauna serta keanekaragaman hayati dan ekosistemnya, sehingga setiap kawasan hutan tersebut mempunyai fungsi utama yang diemban oleh suatu hutan. 1. Kawasan lindung Tabel 28 terlihat bahwa Fungsi kawasan di DAS Tabunio di dominasi oleh APL 51.103,71 ha atau 81,69 %, sedangkan hutan lindung 6.496,21 ha atau 10,38 %. Berasarkan persentase luasan hutan lindung, maka dapat dinyatakan bahwa DAS Tabunio termasuk kriteria pemuliah sangat tinggi. Hutan lindung tersebut mempunyai tujuan utama pemanfaatan hutan lindung adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sekaligus menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk menjaga dan meningkatkan fungsi hutan lindung bagi generasi sekarang dan yang akan datang, dengan terciptanya tata air yang lestari. Hutan lindung mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. Perubahan penggunaan lahan pada hutan lindung mengakibatkan pergantian signifikan kondisi hidrologi sistem sungai, yang pada gilirannya telah berpotensi menyebabkan risiko banjir tinggi di daerah perkotaan,
46 Oleh karena itu, kebijakan penggunaan lahan yang rasional harus dilaksanakan untuk memberikan keuntungan maksimum dan meminimalkan dampak kerugian kejadian banjir (Zhang dan Wang, 2007) Tabel 28. Status dan Fungsi Kawasan Hutan pada DAS Tabunio No
Luas
Status dan Fungsi Kawasan Hutan
Ha
%
1
Hutan Lindung
6.496,21
10,38
2
Hutan Produksi
733,16
1,17
3
Hutan Produksi Konversi
1.166,64
1,86
4
Hutan Produksi Terbatas
6,43
0,01
5
Non Kawasan Hutan (APL)
51.103,71
81,69
6
Kws Suaka Alam, Kws Pelestarian Alam
3.052,42
4,88
62.558,56
100.00
Jumlah
2. Kawasan budidaya Penentuan kriteria klasifikasi pemulihan DAS pada kawasan budidaya berdasarkan persebtase kelerngan. Saud (2007) mengemukakan kemiringan lahan yang semakin tinggi maka air yang diteruskan semakin tinggi. Hasil analisis kelerengan menggunakan GIS di DAS Tabunio yag disajikan pada Tabel 29 dan Gambar 7. Tabel 29. Kelerengan di DAS Tabunio No 1 2 3 4 5
Kelerengan 0 - 2% 2 - 7% 7 - 14% 14 - 21% > 21% Total
Luas ha 28.467,57 21.486,12 4.610,35 2.636,65 5.357,87 62,558.56
% 45,51 34,35 7,37 4,21 8,56 100
47
Gambar 7. Peta kemiringan lereng Berdasarkan pada Tabel 29 terlihat bahwa persenetase kelas lereng 0 – 2 % seluas 28.467,57 ha atau 45,5 %, sehingga termasuk kriteria pemulihan tinggi. Klasifikasi kelerengan pada Tabel 30 terlihat bahwa DAS Tabunio berpotensi untuk kegiatan budidaya pertanian untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di DAS Tabunio. Kemiringan lereng pada suatu DAS mempengaruhi kecepatan dan volume limpasan permukaan. Lereng yang lebih curam menghasilkan kecepatan aliran permukaan besar, sehingga semakin lambat terjadinya proses infiltrasi, maka aliran permukaan menjadi lebih besar (Arsyad, 2010).
48 F. Kriteria Penetapan Klasifikasi DAS Tabel 30. Nilai Kriteria Penilaian DAS Tabunio Kabupaten Tanah Laut Kriteria/sub kriteria A. LAHAN
Bobot
Klas
Kriteria Penilaian Kualifikasi pemuliahan
Skor
Nilai (bobot x skor)
(40)
1. Persentase Lahan Kritis
20
PLLK > 20
Sangat Tinggi
1,50
2. Persentase Penutupan vegetasi 3. Indeks Erosi /IE B. Tata Air (20) 1. koefisien Rajim Aliran/KRA 2. Koefisien Aliran/C 3. Muatan Sedimen (MS) 4. Banjir 5. Indek Penggunaan Air / IPA C. Sosial Ekonomi dan Kelembagaan (20) 1. Tekanan penduduk thd lahan dinyatakan dengan indeks ketersediaan lahan pertanian 2. Tingkat Ketersediaan Penduduk 3. Keberadaan dan penegakan peraturan Sosial pro konservasi SDA C. Investasi Bangunan Air (10) 1. Kalsifikasi Kota 2. Klasifikasi Nilai Bangunan Air D. Pemanfaatan Ruang Wilayah (10) 1. Kawasan Lindung 2. Kawasan Budidaya
10 10
20 2
Tinggi Sangat Tinggi
1,25 1,50
30 12,5 15
5 5 4 2 4
10 < KRA<15 C >20 MS >20 1 x/tah 0,25 < IPA < 0,50
Sedang Sangat Tinggi Sangat Tinggi Sangat Tinggi Sangat Tinggi
1,00 1,50 1,50 1,50 1,50
5 7,5 6 3 6
10
0
Sangat Tinggi
1,50
17
10< TKP < 20
Sedang
0,75
15 12,75
3
Kelas 2
Sedang
0,75
2,25
5 5
Kota kecil
Rendah
0,75
Rp 15 M
Rendah
0,75
3,75 3,75
5 5
PTH <15% 15 < LKB < 30
Sangat Tinggi Tinggi
1,50 1,25
7,5 6,25 135,25
49 Penetapan klasifikasi DAS Tabunio
melalui pemberian bobot, penetapan kelas,
perhitungan skor dan penilaian dari masing-masing sub kriteria penetapan klasifikasi DAS Tabunio tersebut di atas disusun sebagaimana terlihat pada Tabel 26. Penentuan Klasifikasi DAS dilakukan berdasarkan penilaian dan pembobotan kriteria/sub kriteria tersebut di atas, maka akan diperoleh nilai total pada DAS Tabunio sejumlah 135. Berdasarkan nilai Nilai total skor>100 pada Tabel 26, maka DAS Tabunio termasuk klasifikasi DAS
yang
dipulihkan daya dukung dan daya tampungnya (DDDT). Pemulihan DDDT DAS Tabunio untuk aspek biofisik-lingkungan, ekonomi dan sosial seperti: 1) DDDT Penyediaan air bersih; 2) Penyediaan penyediaan pangan; 3) Penyediaan Sumber Daya Genetik: 4) Penyediaan Biodiversitas; 5) Penyediaan Tempat Tinggal dan Ruang Hidup; dan 6) Penyediaan Rekreasi dan Ekotourisme. G. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan a. Kriteria klasifikasi DAS 1) Kondisi lahan yang terdiri atas: 1) persentase lahan kritis kualifikasi pemulihan sangat tinggi; 2) persentase Penutupan vegetasi kualifikasi pemulihan tinggi; dan 3) indeks erosi kualifikasi pemulihan sangat tinggi. 2) Tata air yang terdiri atas: 1) koefisien rejim aliran kualifikasi pemulihan sedang; 2) Koefisien Aliran Tahunan kualifikasi pemulihan sangat tinggi; 3) Muatan Sedimen kualifikasi pemulihan sangat tinggi; 4) Banjir kualifikasi pemulihan sangat tinggi; dan 5) Indek Penggunaan Air / IPA kualifikasi pemulihan sangat tinggi. 3) Sosial ekonomi yang terdiri atas: 1) tekanan penduduk kualifikasi pemulihan sangat tinggi; 2) tingkat ketersediaan penduduk kualifikasi pemulihan sangat tinggi; 3) keberadaan dan penegakan penduduk kualifikasi pemulihan sangat tinggi. 4) Investasi bangunan air yang terdiri atas: 1) klasifikasi kota kualifikasi pemulihan rendah; 2) klasifikasi nilai bangunan air pemulihan rendah. 5) Pemanfaatan ruang wilayah yang teridir atas: 1) kawasan lindung kualifikasi pemulihan sangat tinggi; 2) kawasan budidaya kualifikasi pemulihan tinggi. 6) Penilaian dan pembobotan kriteria pada DAS Tabunio sejumlah 135, sehingga DAS Tabunio termasuk klasifikasi DAS yang dipulihkan daya dukungnya 2. Saran-saran Dalam rangka pelestarian lingkungan di DAS Tabunio perlu dilakukan pemulihan daya dukungnya agar dapat berfungsi untuk kepentingan biofisik sebagai pengatur tata air dan kepentingan ekonomi meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
50 DAFTAR PUSTAKA Arribas, A., Gallardo, C., Gaertner, A., and Castro, M. (2003). Sensitivity of the Iberian Peninsula Climate to a Land Degradation, August: 477–489. Arsyad. S.2010. Konservasi Tanah dan Air.Edisi Kedua Cetakan Kedua. IPB Press. Bogor. Asdak.C. 2010. HidrologidanPengelolaan Daerah Aliran Sungai. Cetakan Kelima (revisi).GadjahMada University Press. Yogyakarta. Azhari. SK.. 2007.Bencana Air Karena Salah Urus.J.Sosioteknologi(SDM danIptekdalamPenangananBencana). 6 (10):190-195. Badaruddin.2013. An Analysis of Land Characteristics and Capabilities In Kusambi sub Watershed of Tabunio Watershed In Tanah Bumbu Regency South Kalimantan. Journal.SAVAP International. 4 (5).September Badaruddin.2014. Kemampuan Dan Daya Dukung Lahan sub DAS Kusambi DAS Tabunio Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan. Disertasi Program Pascasarjana Universitas Brawijaya. Malang. Balai Pengelolaan DAS Barito. 2009. Updating data spasial lahan kritis wilayah kerja BPDAS Barito. Banjarbaru. Bales. J.D.. C.R.Wagner. 2009. Sources of Uncertainty In Flood Inudation Maps.J. of Flood Risk Management. 2 (2): 139-147 Balitbangda Propinsi Kaliman Selatan dan Fakultas Kehutanan Unlam. 2010.Masterplan Banjir dan Pengelolaannya di Kalimanatan Selatan. Banjarmasin Borah. DK. 2011. Hydrologic procedures of storm event watershed models:a comprehensive review and comparison. Infrastructure Management. Woolpert Inc.. Chesapeake. VA 23320. USA. Bukhari dan I.B.Febryano. 2008. Desain Agroforestry Pada Lahan Kritis (Studi Kasus di Kecamatan Indrapuri Kabupaten Aceh Besar. Jurnal Perennial, 6 (1) : 53-59. Chen, P. dan X.Chen. 2012. Spatio-temporal variation of flood vulnerability at the Poyang Lake Ecological Economic Zone, Jiangxi Province, China. Water Sci. Technol., 65(7): 1332-1340. Cui,B., C.Wang, W.Tao dan Z.You. 2009. River channel network design for drought and flood control: A case study of Xiaoqinghe River basin, Jinan City, China. Journal of Environmental Management, 90(11): 3675-3686. De Bruijn. K.M.. F. Klijn. 2009. Risky Places In The Netherlands: A First Approximation For Floods.J. of Flood Risk Management 2 (1):58-67. Departemen Kehuatanan. 2009b. PeraturanMeneteriKehutananNomor P.32/Menhut-II/2009. Tata Cara PenyusunanRencanaTeknikRehabilitasiHutandanLahan Daerah Aliran Sungai (RTk-RHL-DAS). Jakarta. Donkor.M.K.Staphen. 2003. Development Challenges of Water Resource Management in Africa.J. African Water. Desember :1-19. Faisal. F. dan A.M. Ulfah. 2009. Korelasi antara Total Curah Hujan Terhadap Kadar SPM Padatahun 2004-2008 Di Jakarta Dalam Proses Pembersihan Atmosfer oleh Hujan. Buletin Meteorologi Klimatologi dan Geofisika . 5 (3): 263-274. Hairiah K. D.Suprayogo. Widianto. B. Berlian. E. Suhara. A. Mardiastuning. RH. Widodo. C .Prayogo and S. Rahayu. 2004. Alih Guna Lahan Hutan Menjadi Lahan Agroforestri Berbasis Kopi: Ketebalan Serasah. Populasi Cacing Tanah dan Makroporositas Tanah. J. Agrivita. 26 (1) 68-80 Hernandez-Ramirez, G. 2008. Emerging Markets for Ecosystem Services: A Case Study of the Panama Canal Watershed. Journal of Environment Quality. 37 (5): 1995. doi: 10.2134/jeq2008.0010br. Hewlett. J.D. and W.L Nutter. 1969. An Outline of Forest Hydology. Univ. Of Georgia Press. Athens.
51 Indarto. 2010. Hidrologi Dasar Teori dan Contoh Aplikasi Model Hidrologi. Bumi Aksara. Jakarta. Jacob, J., Disnar, J., Arnaud, F., Gauthier, E., Billaud, Y., Chapron, E., and Bardoux, G. (2009). Impacts of New Agricultural Practices on Soil Erosion During the Bronze Age in the French Prealps. The Holocene. 19 (2): 241-249. doi:http://dx.doi.org/10.1177/0959683608100568. Kadir.S. 2002. Pengelolaan DAS Terpadu di Kawasan Lindung Riam Kanan Propinsi Kalimantan Selatan. J.Tropika. Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Malang 10 (1): 87-99. ______. 2006. Analisis Kemampuan Lahan d Areal HPH PT Kodeco Timber Kabupaten Kotabaru Kalimantan Selatan. J. Anterior Universitas Muhammadiyah Palangka Raya6 (1): 8 -14. ______. 2008.KajianKajian Tingkat Bahay Erosi di Sub-DAS Teweh DAS Barito Propinsi Kalimantan Tengah. J. Hutan Tropis Borneo :Fakultas Kehutanan Unlam 9 (22:49 - 54. Kadir, S., Rayes, M. L., Ruslan, M., and Kusuma, Z. 2013. Infiltration To Control Flood Vulnerability A Case Study of Rubber Plantation of Dayak Deah Community in Negara, Academic Research International. Natural and Applied Sciences. 4 (5):1–13. http://www.savap.org.pk.2013. 4 No. 5 Kadir. 2014. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai untuk Pengendalian Banjirdi Catchment Area Jaing Sub DAS Negara Provinsi Kalimantan Selatan. Disertasi Program Pascasarjana Universitas Brawijaya. Malang. Kadir. 2016. The recovery of Tabunio Watershed through enrichment planting using ecologically and economically valuable species in South Kalimantan, Indonesia. Biodiversitas Vol. 17, No. 1, April 2016 Kim, E. S., and Choi, H. Il. 2011. Assessment of Vulnerability to Extreme Flash Floods in Design Storms. International Journal Of Environmental Research and Public Health. 8 (7): 2907–22. doi:10.3390/ijerph8072907 Kometa, S. S., and Ebot, M. A. T. 2012. Watershed Degradation in the Bamendjin Area of the North West Region of Cameroon and Its Implication for Development. Journal of Sustainable Development. 5 (9): 75–84. Kusuma. Z. 2007. Pengembangan Daerah Aliran Sungai. Program Pascasarjana. Universitas Brawijaya. Malang. Lantican, M. A., Guerra, L. C., and Bhuiyan, S. I. 2003. Impacts of Soil Erosion in The Upper Manupali Watershed on Irrigated Lowlands in the Philippines. Paddy and Water Environment. 1 (1): 19-26. E. Liu, Y., and Chen,Y. 2006. Impact of Population Growth and Land-Use Change on Water Resources and Ecosystems of the Arid Tarim River Basin in Western China. International Journal of Sustainable Development and World Ecology. 13 (4): 295-305. Ma, Y., Li, G., Ye, S., Zhang, Z., Zhao, G., Li, J., and Zhou, C. 2010. Response of the distributary channel of the Huanghe River estuary to water and sediment discharge regulation in 2007. Chinese Journal of Oceanology and Limnology. 28 (6):1362–1370. Meng, L.-Z., Martin, K., Weigel, A. and Liu, J.-X. 2011. Impact of rubber plantation on carabid beetle communities and species distribution in a changing tropical landscape (southern Yunnan, China). Journal of Insect Conservation. 16 (3): 423–432. Munaf, D.R. 2007. Prinsip Interkoneksi Informasi Dalam Penanganan Bencana Banjir. Jurnal Sosioteknologi. 10 (6): 156 – 210. Paimin. Sukresno. I.B. Pramono.. 2009. Teknik Mitigasi Banjir dan Tanah Longsor. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Tropenbos Internasional Indonesia. Balikpapan. Partovi.F.Y.1994.Determining What to Bencmark: An Analytical HierarchyProcess Approach. International Journal of Operations and ProductionManagement. 14 (6).
52 Polonskii, V. F., and Solodovnikova, T. Y. 2009. Estimation of Transformation of Flood Runoff Hydrographs and Water Stages In the Lower Volga and Its Delta. Russian Meteorology and Hydrology. 34 (9): 618–627. Saygın, S. D., Basaran, M., Ozcan, A. U., Dolarslan, M., Timur, O. B., Yilman, F. E., and Erpul, G. 2011. Land degradation assessment by geo-spatially modeling different soil erodibility equations in a semi-arid catchment. Environmental monitoring and assessment. 180 (1-4): 201–15. Roig-Munar, F., Martín-Prieto, J.A., Rodríguez-Perea, A., Pons, G. X., Gelabert, B., and MirGual, M. 2012. Risk Assessment of Beach-Dune System Erosion: Beach Management Impacts on The Balearic Islands. Journal of Coastal Research. 28 (6): 1488-1499. Rueda, X. 2010. Understanding Deforestation in the Southern Yucatán: Insights from a SubRegional, Multi-Temporal Analysis. Regional Environmental Change, 10 (3): 175–189. Ruslan,M., S.Kadir dan K.Sirang. 2013. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Barito. Cetakan 1. P3AI Universitas Lambung Mangkurat. Banjarmasin. Saaty. T.L. 2008. Decision making with the analytic hierarchy process’. Int. J. ServicesSciences. 1 (1). pp.83–98. Sajikumar,N. dan R.S. Remya. 2015. Impact of land cover and land use change on runoff characteristics. Journal of Environmental Management, In Press, Corrected Proof, Available online 7 January 2015 Saud,I. 2007. Kajian Penanggulangan Banjir di Wilayah Pematusan Surabaya. Jurnal Aplikasi. 3 (1): 1-10. Soemarno. 2008. Pemodelan Sistem dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Program Pasca Sarjana, Unviversitas Brawijaya, Malang. Soewarno. 1991. HidrologiPengukurandanPengolahan Data Aliran Sungai (Hidrometri). Penerbit Nova. Bandung Stothoff. S.A.; D.Or.;D.P..Groeneveld. and S. B.. Jones. 1999. The effect of vegetation on infiltration in shallow soil underline by fissure bedrock. J. Hydrology 218(1999):169190. Thomas,G. 2014. Improving restoration practice by deriving appropriate techniques from analysing the spatial organization of river networks. Limnologica - Ecology and Management of Inland Waters, 45: 50-60. Widianto. D. Suprayogo. H. Noveras. RH. Widodo. P. Purnomosidhi andM. Van Noordwijk2004. Alih Guna lahan Hutan Menjadi Lahan Pertanian: Apakah Fungsi Hidrologis Hutan Dapat Digantikan Sistem Kopi Monokultur. J.Agrivita26 (1): 47-52. Zhang,L., J.Wang, Z.Bai dan Lv.Chunjuan. 2015. Effects of vegetation on runoff and soil erosion on reclaimed land in an opencast coal-mine dump in a loess area. CATENA, 128: 44-53. Zhang, H., and Wang, X. 2007. Land-Use Dynamics and Flood Risk In The Hinterland of the Pearl River Delta: The case of Foshan City. International Journal of Sustainable Development & World Ecology. 14 (5):485 - 92. Zhang, X., Yu, X., Wu, S., and Cao, W. 2008. Effects of Changes In Land Use and Land Cover on Sediment Discharge of Runoff In A Typical Watershed In the Hill and Gully Loess Region of Northwest China. Frontiers of Forestry in China. 3 (3): 334–341. doi:10.1007/s11461-008-0056-1. Zhao, Y., Zhang, K., Fu, Y., and Zhang, H. 2012. Examining Land-Use/Land-Cover Change in the Lake Dianchi Watershed of the Yunnan-Guizhou Plateau of Southwest China with remote sensing and GIS techniques: 1974–2008. International Journal of environmental research and public health. 9 (11): 3843–65. Zhang. Y. and P.K.Barten. 2009. Watershed Forest Management Information System (WFMIS) Environmental Modelling and software 24 (4): 569-575.
DAFTAR PUSTAKA Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air, Edisi Kesatu. IPB Press. Bogor. _______. 2010. Konservasi Tanah dan Air, Edisi Kedua Cetakan Kedua. IPB Press. Bogor. Asdak, C. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Cetakan Keempat (revisi). Gadjah Mada University Press.Yogyakarta. ________. 2010. HidrologidanPengelolaan Daerah Aliran Sungai. Cetakan Kelima (revisi).GadjahMada University Press. Yogyakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan dan Fakultas Kehutanan Unlam. 2010. Masterplan Banjir dan Pengelolaannya di Kalimantan Selatan, Banjarmasin. Badaruddin.2013. An Analysis of Land Characteristics and Capabilities In Kusambi sub Watershed of Tabunio Watershed In Tanah Bumbu Regency South Kalimantan. Journal.SAVAP International. 4 (5).September Balai Pengelolaan DAS Barito. 2009. Updating data spasial Lahan Kritis Wilayah Kerja Balai Pengelolaan DAS Barito. Banjarbaru. Budhiyono, B.E, dan Murdiyarso, D. 1990. Pendekatan Kuantitatif dalam Pengelolaan System Daearah Aliran Sungai Pengaliran Waduk. Lokakarya Pengembangan dan Pelestarian Wilayah Waduk Wonogiri, Tawangmangu Surakarta. p.16-19. Bukhari dan I.B.Febryano. 2008. Desain Agroforestry Pada Lahan Kritis (Studi Kasus di Kecamatan Indrapuri Kabupaten Aceh Besar. Jurnal Perennial, 6 (1) : 53-59. Gregory,P.E., Yanli, Z., adn Barten. P.K. 2007. Watershed Forest Management Information System. University of Massachusetts Amherst – USDA Forest Service. Hernandez-Ramirez, G. 2008. Emerging Markets for Ecosystem Services: A Case Study of the Panama Canal Watershed. Journal of Environment Quality. 37 (5): 1995. doi: 10.2134/jeq2008.0010br. Holway, J. M., and Burby, R. J. (1993). Reducing Flood Losses Local Planning and Land Use Controls. Journal of the American Planning Association. 59 (2): 205–216. doi:10.1080/01944369308975869. ___________________. 2009b. Peraturan Meneteri Kehutanan Nomor P.32/MenhutII/2009. Tata Cara Penyusunan Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan Daerah Aliran Sungai (RTk-RHL-DAS). Jakarta. Jacob, J., Disnar, J., Arnaud, F., Gauthier, E., Billaud, Y., Chapron, E., and Bardoux, G. (2009). Impacts of New Agricultural Practices on Soil Erosion During the Bronze Age in the French Prealps. The Holocene. 19 (2): 241249. doi:http://dx.doi.org/10.1177/0959683608100568. ______. 2006. Analisis Kemampuan Lahan d Areal HPH PT Kodeco Timber Kabupaten Kotabaru Kalimantan Selatan. J. Anterior Universitas Muhammadiyah Palangka Raya6 (1): 8 -14. Kadir, S., Rayes, M. L., Ruslan, M., and Kusuma, Z. 2013. Infiltration To Control Flood Vulnerability A Case Study of Rubber Plantation of Dayak Deah Community in Negara, Academic Research International. Natural and Applied Sciences. 4 (5):1–13. http://www.savap.org.pk.2013. 4 No. 5
Kadir. 2014. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai untuk Pengendalian Banjirdi Catchment Area Jaing Sub DAS Negara Provinsi Kalimantan Selatan. Disertasi Program Pascasarjana Universitas Brawijaya. Malang. Kadir. 2016. The recovery of Tabunio Watershed through enrichment planting using ecologically and economically valuable species in South Kalimantan, Indonesia. Biodiversitas Vol. 17, No. 1, April 2016 Kim, E. S., and Choi, H. Il. 2011. Assessment of Vulnerability to Extreme Flash Floods in Design Storms. International Journal Of Environmental Research and Public Health. 8 (7): 2907–22. doi:10.3390/ijerph8072907 Kometa, S. S., and Ebot, M. A. T. 2012. Watershed Degradation in the Bamendjin Area of the North West Region of Cameroon and Its Implication for Development. Journal of Sustainable Development. 5 (9): 75–84. doi:10.5539/jsd.v5n9p75. Kusuma, Z. 2007. Pengembangan Daerah Aliran Sungai. Program Pascasarjana. Universitas Brawijaya. Malang. The Upper Manupali Watershed on Irrigated Lowlands in the Philippines. Paddy and Water Environment. 1 (1): 19-26. doi:http://dx.doi.org/10.1007/s10333-002-0004-x Liu, Y., and Chen,Y. 2006. Impact of Population Growth and Land-Use Change on Water Resources and Ecosystems of the Arid Tarim River Basin in Western China. International Journal of Sustainable Development and World Ecology. 13 (4): 295-305. Meng, L.-Z., Martin, K., Weigel, A. and Liu, J.-X. 2011. Impact of rubber plantation on carabid beetle communities and species distribution in a changing tropical landscape (southern Yunnan, China). Journal of Insect Conservation. 16 (3): 423–432. doi:10.1007/s10841-011-9428-1. Munaf, D.R. 2007. Prinsip Interkoneksi Informasi Dalam Penanganan Bencana Banjir. Jurnal Sosioteknologi. 10 (6): 156 – 210. Paimin, Sukresno, dan Purwanto. 2010. Sidik Cepat Degradasi Sub DAS. Puslibang Hutan dan Konservasi Alam. Bogor. http://www.fordamof.org/files/ Sidik_Cepat_Degradasi_SubDAS.pdf Poerwo,P. 2010. Hidup Damai Harmoni antara Ruang dan Air. Workshop Pelestarian Fungsi DAS Barito untuk Mendukung Pembangunan Kota Berkelanjutan. Banjarmasin,.25 September 2010. Raharjo, B. 2011. Penutupan dan Penggunaan Lahan. http://www.raharjo.org/tag/ penutupan-lahan. Februari, 26, 2012. Rueda, X. 2010. Understanding Deforestation in the Southern Yucatán: Insights from a Sub-Regional, Multi-Temporal Analysis. Regional Environmental Change, 10 (3): 175–189. Roig-Munar, F., Martín-Prieto, J.A., Rodríguez-Perea, A., Pons, G. X., Gelabert, B., and Mir-Gual, M. 2012. Risk Assessment of Beach-Dune System Erosion: Beach Management Impacts on The Balearic Islands. Journal of Coastal Research. 28 (6): 1488-1499. Samuels, M. H. 2008. U.S. Eastern District Court Rules Suffolk Jetties Didn't Cause Beach Erosion. Long Island Business News, Retrieved from http://search.proquest.com/docview/223589147?accountid=46437. Saud,I. 2007. Kajian Penanggulangan Banjir di Wilayah Pematusan Surabaya Barat. Jurnal Aplikasi. 3 (1): 1-10. Soemarno. 2008. Pemodelan Sistem dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Program Pasca Sarjana, Unviversitas Brawijaya, Malang.
________. 2011. Filosofi Pengelolaan Lingkungan Hidup. Menuju Lingkungan Hidup Yang Nyaman. Program Pasca Sarjana, Unviversitas Brawijaya, Malang. Yu, J., Lei, T., Shainberg, I., Mamedov, A. I., and Levy, G. J. (2003). Infiltratin and Erosion in Soils Treated With Dry Pam and Gypsum. Soil Science Society of America Journal. 67 (2): 630-636. Zhang, X., Yu, X., Wu, S., and Cao, W. 2008. Effects of Changes In Land Use and Land Cover on Sediment Discharge of Runoff In A Typical Watershed In the Hill and Gully Loess Region of Northwest China. Frontiers of Forestry in China. 3 (3): 334–341. doi:10.1007/s11461-008-0056-1. Zhang, H., and Wang, X. 2007. Land-Use Dynamics and Flood Risk In The Hinterland of the Pearl River Delta: The case of Foshan City. International Journal of Sustainable Development & World Ecology. 14 (5):485 - 92. doi:10.1080/13504500709469747. Zhang, Y., and Barten, P.K. 2009. Watershed Forest Management Information System (WFMIS) Environmental Modelling and software. 24 (4): 569-575. Zhao, Y., Zhang, K., Fu, Y., and Zhang, H. 2012. Examining Land-Use/LandCover Change in the Lake Dianchi Watershed of the Yunnan-Guizhou Plateau of Southwest China with remote sensing and GIS techniques: 1974–2008. International Journal of environmental research and public health. 9 (11): 3843–65. doi:10.3390/ijerph9113843.
PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI
PENDAHULUAN Bahan kuliah untuk keperluan pendidikan dan pengajaran
Dr. Ir. H. Syarifuddin Kadir, MSi
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT FAKULTAS KEHUTANAN BANJARBARU
GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN
Prof.Dr.Ir.H.M.Ruslan,MS Ir. Karta Sirang,MS Dr.Ir.H.Syarifuddin,M.Si Dr.Badaruddin,S.Hut,MP
1. PENDAHULUAN 2. MORFOMETRI DAN MORFOLOGI DAS 3. KOMPONEN DAS PROSES DALAM EKOSISTEM DAS 4. KEBIJAKAN PENGELOLAAN DAS 5. KLASIFIKASI DAS 6. PEMBAGIAN DAS DAN KRITERIA PENENTUAN PRIORITAS DAS 7. IDENTIFIKASI KERUSAKAN DAS 8. KONSEP PENGELOLAAN DAS 9. KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAS 10.KONSEP TATA RUANG WILAYAH 11.DAS SEBAGAI UNIT PERENCANAAN PEMBANGUNAN 12.KEGIATAN DAN SASARAN PENGELOLAAN DAS
TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS
A. Mahasiswa memahami kontrak kuliah yang harus dipatuhi B. Mahasiswa memahami : 1. Batasan DAS, dan pembagian DAS 2. Ekosistem DAS 3. Klasifikasi DAS 4. Pengelolaan DAS SUB POKOK BAHASAN
Pengertian/definisi DAS; Sub DAS dan Sub-Sub DAS; Pengelolaan DAS; dan Sistem hidrologi ekosistem DAS.
PENGERTIAN 1.
2.
Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan suatu kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. ( Sub DAS adalah bagian DAS yang menerima air hujan dan mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai utama. Setiap DAS terbagi habis kedalam Sub DAS – Sub DAS
1. Wilayah Sungai (WS) atau wilayah DAS adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumberdaya air dalam satu atau lebih DAS dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km2 (200.000 ha).
2. Daerah Aliran Sungai (DAS) Prioritas adalah DAS yang berdasarkan kondisi lahan,hidrologi, sosial ekonomi, investasi dan kebijaksanaan pembangunan wilayah tersebut perlu diberikan prioritas dalam penanganannya 3. Daerah Tangkapan Air (DTA) atau Catchment Area adalah suatu wilayah daratan yang menerima air hujan, menampung, dan mengalirkannya melalui satu outlet atau tempat atau peruntukan tertentu.
No
SWP DAS
1
2
1
BARITO
2
TABUNIO
3
KINTAP
4
SATUI
5
KUSAN
6
BATULICIN
7
CANTUNG
8
SAMPANAHAN
9
MANUNGGUL
10
CENGAL
11
PULAU LAUT
12
PULAU SEBUKU Total (Ha)
Batas DAS adalah pemisah tofografi
Daerah Aliran Sungai (DAS) [Watershed, catchment area, river basin] DAS
WILAYAH DARATAN DIBAGI HABIS DALAM WILAYAH DAS/SUBDAS
DAS LAIN SUB DAS
SUB DAS
SUB DAS
LAHAN KRITIS KALIMANTAN SELATAN (BPDAS BARTIO, 2013
No
SWP DAS
1
2
1
BARITO
2
TABUNIO
3
KINTAP
4
SATUI
5
KUSAN
6
BATULICIN
7
CANTUNG
8
SAMPANAHAN
9
MANUNGGUL
10
CENGAL
11
PULAU LAUT
12
PULAU SEBUKU Total (Ha)
PEGELOLAAN DAERAH PENGELOLAAN DAS Pengelolaan DAS adalah upaya dalam mengelola hubungan timbal balik antara sumber daya alam dengan sumber daya manusia di dalam DAS dan segala aktivitasnya untuk mewujudkan kemanfaatan sumber daya alam bagi kepentingan pembangunan dan kelestarian ekosistem DAS serta kesejahteraan masyarakat Pengelolaan DAS secara terpadu yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan yang terdiri Pemerintah, Pemerintah Daerah, dunia usaha dan semua elemen masyarakat, dengan prinsip-prinsip keterpaduan, kesetaraan dan berkomitmen untuk menerapkan penyelenggaraan pengelolaan sumber daya alam yang adil, efektif, efisien dan berkelanjutan sangat diperlukan; Pengelolaan DAS secara terpadu yang meliputi penyusunan Rencana Pengelolaan DAS dipulihkan daya dukungnya, maupun penyusunan Rencana Pengelolaan DAS dipertahankan daya dukungnya perlu dilakukan;
Pengelolaan DAS terpadu adalah rangkaian upaya perumusan tujuan, sinkronisasi program, pelaksanaan dan pengendalian pengelolaan sumber daya DAS lintas para pemangku kepentingan secara partisipatif berdasarkan kajian kondisi biofisik, ekonomi, sosial, politik dan kelembagaan guna mewujudkan tujuan pengelolaan DAS
PENGELOLAAN DAS
Pengelolaan DAS (PDAS) adalah upaya manusia dalam mengendalikan hubungan timbal balik antara aktivitas manusia dengan sumberdaya alam (terutama lahan, vegetasi dan air) secara rasional di dalam DAS untuk mendapatkan manfaat barang dan jasa sekaligus menjaga kelestarian DAS serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
TUJUAN PENGELOLAAN DAS •
Mencapai Masyarakat yang sejahtera (adil, makmur, merdeka dan berdaulat;
•
Mewujudkan kepedulian, kemampuan dan partisipasi aktif para pihak yang menghasilkan harmoni dan sinergi dalam pengelolaan DAS agar pembangunan dapat berkelanjutan
•
Daya dukung dan daya tampung lingkungan dan ekosistem DAS meningkat, termasuk terjaganya produktifitas Hutan dan lahan
• Tata air
DAS optimal (kuantitas, kualitas, dan kontinuitas dalam distribusi ruang dan waktu).
LANDASAN HUKUM PENGELOLAAN DAS Pasal 3: penyelenggaraan kehutanan bertujuan untuk meningkatkan daya dukung Daerah Aliran Sungai.
Jangan Patah Semangat kawan.. Maju Terussss!!!!!!…. Lakukan pengelolaan DAS ........
Terima Kasih
KEBIJAKAN PENGELOLAAN DAS
Dr.Ir.H.Syarifuddin Kadir,M.Si
TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS
A. Mahasiswa memahami kontrak kuliah yang harus dipatuhi B. Mahasiswa memahami : Kebijakan Pengelolaan DAS berdasarkan regulasi dan kondisi lapangan pada suatu DAS POKOK BAHASAN
Kebijakan Pengelolaan DAS
SUB POKOK BAHASAN A. Pertimbangan DAS sebagai satuan unit perencanaan B. Proses Penyusunan RPDAST C. Tujuan Pengelolaan Das D. Prisip Dasar Pengelolaan DAS E. Regulasi Pengelolaan DAS F. Landasan Hukum Pengelolaan DAS G. Perangkat Kebijakan Pengelolaan DAS H.Faslasfah Kebijakan Pengelolaan DAS Konsep Pengelolaan DAS
PERTIMBANGAN DAS SEBAGAI SATUAN UNIT PERENCANAAN
4 Pertimbangan Pendekatan DAS
DAS bersifat ruang yang dibentuk oleh air
DAS dapat digunakan untuk mengevaluasi hubungan biofisik dan intensitas aktivitas sosial, ekonomi dan budaya antara kegiatan di wilayah hulu dan hilir. DAS memiliki fungsi hidrologis suatu wilayah
Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan suatu kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. (UU No 7/2004 Ps 1
DAS dapat membantu mengevaluasi lingkungan dengan mudah dan tepat.
PROSES PENYUSUNAN RPDAST
Karakteristik DAS
1)
Iklim (curah hujan, suhu, kelembaban);
2) Topografi; 3) Tanah; 4) Pola aliran; dan Geologi 6) Hidrologi (kualitas, kuantitas dan distribusi);
7) Penutupan dan Penggunaan Lahan; 8) Lahan Kritis 9) Sosial ekonomi; dan
10) Kelembagaan. Permasalahan 1) Lahan kritis (penyebab, luas dan distribusi); 2) Sedimentasi (sumber, laju, dampak);
3) Kualitas air (sumber polutan, kelas, waktu); 4) Masalah penggunaan air tanah dan air permukaan; 5) Daerah rawan bencana (banjir, longsor, dan kekeringan);
6) Masalah sosial-ekonomi dan kelembagaan; 7) Masalah tata ruang dan penggunaan lahan; 9) Permasalahan antara hulu dan hilir;
II - 11
10) Konflik pemanfaatan sumberdaya. 11) Land tenure.
PENGELOLAAN DAS
Pengelolaan DAS (PDAS) adalah upaya manusia dalam mengendalikan hubungan timbal balik antara aktivitas manusia dengan sumberdaya alam (terutama lahan, vegetasi dan air) secara rasional di dalam DAS untuk mendapatkan manfaat barang dan jasa sekaligus menjaga kelestarian DAS serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pemanasan global merupakan salah satu isu di dunia saat ini. Kontributor terbesar pemanasan global saat ini adalah karbon dioksida (CO2) dan metana (CH4) yang dihasilkan pertanian dan peternakan (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari pupuk, dan gas-gas yang digunakan untuk kulkas dan pendingin ruangan (CFC). Rusaknya hutan-hutan yang seharusnya berfungsi sebagai penyimpan CO2 juga makin memperparah keadaan ini karena pohon-pohon yang mati akan melepaskan CO2 yang tersimpan di dalam jaringannya ke atmosfer. Selama dekade terakhir ini emisi CO2 meningkat dua kali lipat dari 1400 juta ton per tahun menjadi 2900 juta ton per tahun
TUJUAN PENGELOLAAN DAS •
Mencapai Masyarakat yang sejahtera (adil,
makmur, merdeka dan berdaulat; •
Mewujudkan kepedulian, kemampuan dan partisipasi aktif para pihak yang menghasilkan harmoni dan sinergi dalam pengelolaan DAS agar pembangunan dapat berkelanjutan
•
Daya dukung dan daya tampung lingkungan dan ekosistem DAS meningkat, termasuk terjaganya produktifitas Hutan dan lahan
• Tata air
DAS optimal (kuantitas, kualitas, dan kontinuitas dalam distribusi ruang dan waktu).
Prinsip Dasar Pengelolaan DAS 1. Pengelolaan DAS didasarkan atas DAS sebagai satu kesatuan ekosistem, satu rencana dan satu sistem pengelolaan;
2. Pengelolaan DAS melibatkan para pemangku kepentingan, terkoordinasi, menyeluruh dan berkelanjutan;
3. Pengelolaan DAS bersifat adaptif terhadap perubahan kondisi yang dinamis sesuai dengan karakteristik DAS; 4. Pengelolaan DAS dilaksanakan dengan pembagian tugas dan fungsi, beban biaya dan manfaat antar para pemangku kepentingan secara adil; 5. Pengelolaan DAS berlandaskan pada azas akuntabilitas
BERAGAM REGULASI TERKAIT PENGELOLAAN DAS UU 25/2004 Sistem Perencanaan Nasional
UU 5/1960
tentang Pokok2 Agraria
UU 41/1999 Jo UU 19/2004 Kehutanan UU 5/1990 Keanekaragaman hayati UU 4/2009 Pertambangan Mineral dan Batubara UU 7/2004 Sumber Daya Air
UU 26/2007 Penataan Ruang
PP 37/2012 Pengelolaan DAS
Air Hutan Pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan Tambang Industri Transportasi/Jalan Energi Pemukiman Kawasan Lindung Perencanaan Wilayah/Nasional Lingkungan Hidup Penataan Ruang
UU 32/2009 Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup UU 12/1992 Sistem Budi daya Tanaman UU 18/2009 Peternakan dan kesehatan hewan UU 13/2010 Hortikultura UU 30/2007 tentang Energi
UU 32/2004 PP 38/2007
Pembagian Urusan Pemerintahan
LANDASAN HUKUM PENGELOLAAN DAS Pasal 3: penyelenggaraan kehutanan bertujuan untuk meningkatkan daya dukung Daerah Aliran Sungai.
PP 38/2007 Pembagian Urusan Pemerintahan
Fasilitasi PDAS oleh Kemenhut Penetapan pola umum, norma, standar, prosedur, dan kriteria pengelolaan DAS, penetapan kriteria dan urutan DAS/Sub DAS prioritas serta penyusunan rencana pengelolaan DAS terpadu.
PP 37/2012 Pengelolaan DAS
Mengatur Pengelolaan DAS dari hulu ke hilir secara utuh Kehutana n
Pertania n
Penataan Ruang Energ y
Sumber daya air Transporta si
Menjadi dalam
Ditujukan untuk koordinasi, integrasi, sinkronisasi, sinergi Pengelolaan DAS dalam meningkatkan Daya Dukung DAS
melalui tahapan: PERENCANAAN PELAKSANAAN, MONITORING DAN EVALUASI, PEMBINAAN DAN PENGAWASAN.
Infrastruktur
di tiap-tiap
Lingkunga n hidup
Melibatkan Instansi Terkait pada lintas wilayah administrasi serta peran serta masyarakat
Dilaksanakan sesuai rencana tata ruang dan pengelolaan sumberdaya air
DAS Yang Dipulihkan
Pengelolaan DAS
Meningkatkan Daya Dukung DAS DAS Yang Dipertahankan
RPDAS
Konsepsi Pengelolaan DAS dalam mengawal Perencanaan Pembangunan Nasional dan Daerah Klasifika si DAS
RPJP-RPJM Pembangunan N/D
Sektoral dan Daerah
Daya Dukung DAS
RPDAS Satuan Analisis Perencanaan Fisik
Kesejahteraa n Meningkat
Daya Dukung Meningkat Keseimbanga nEkosistem
RENCANA IMPLEMENTASI PROGRAM DAN KEGIATAN DANA PEMERINTAH
APBN, APBD, DAK
-Pencemar lingkungan
DANA DUNIA USAHA SUMBER DANA
-Dana tanggung jawab sosial perusahaan/CSR -Dana investasi usaha.
DANA MASYARAKAT
DANA LAINNYA
VI – 99
-Penerima manfaat hutan, tanah dan air
Perorangan, kelompok masyarakat
Negara/lembaga donor
Alternatif Alokasi Sumber Dana pelaksanaan kegiatan dalam Pengelolaan DAS Tabunio Ds
PEMANTAUAN DAN EVALUASI FREKUWENSI
UNSUR MONEV Program biofisik Program sosekbud Program kelembagaan
SKALA MONEV
INTENSITAS
VII – 110
Evaluasi rencana yang efektif meliputi 1. Sistem analisis; 2. Indikator kinerja; 3. Pelaksana; dan 4. Capaian hasil
1) Adanya keterkaitan antar berbagai kegiatan (multi sektor) 2) Melibatkan berbagai disiplin ilmu PDAS
3) Batas DAS tidak selalu bertepatan dengan batas wilayah administrasi
Kehutanan Pertanian Perkebunan Peternakan Perikanan PU Sosial Ekonomi Kesehatan Dll.
Lanjutan… 4) Adanya interaksi hulu-hilir sehingga perlu koordinasi , permasalahan PDAS seringkali harus diselesaikan lintas bagian dan harus lintas sektor
t0
Hulu t1
Hulu
Tengah
Tengah
t2 Hilir
Hilir
t3
PENGELOLAAN DAS TERPADU DAS MILIK BERSAMA, UU UNTUK BERSAMA: MAKA RUMUSKAN RTk-RHL (KHT), MANAJEMEN SD AIR (PU), MANAJEMEN LINGK (LH), TATARUANG (BAPPEDA, PU) SESUAI DENGAN TUPOKSI MASING-MASING MENYUSUN DAN MERANCANG PROGRAMPROGRAM YG DAPAT DIIMPLEMENTASIKAN SECARA SINERGIS TANPA MENGGANGGU KEGIATAN TUPOKSI MASING-MASING MONITORING DAN EVALUASI (MONEV) TUPOKSI DAN SINKRONISASI KEGIATAN MASING-MASING
Pengelolaan DAS Terpadu
PENGELOLAAN DAS TERPADU Penetapan Tujuan & Sasaran
Identifikasi & Analisis Masalah
Karakteristik Biofisik dan Sosial Budaya
Rencana Pengelolaan DAS Terpadu
Monitoring
Evaluasi
Analisis Peran Rencana Implementasi Kegiatan Oleh Sektor Terkait
Perumusan Srategi Pencapaian : - Kebijakan - Program - Kegiatan
Kriteria & Indikator Proses Penyusunan Rencana Pengelolaan DAS Terpadu
Pengelolaan DAS Terpadu
Jangan Patah Semangat Mas……. Maju Terussss!!!!!!…. Tuntulah ilmu ………
Terima Kasih
PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI
KLASIFIKASI DAS Bahan kuliah untuk keperluan pendidikan dan pengajaran
Dr. Ir. H. Syarifuddin Kadir, MSi
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT FAKULTAS KEHUTANAN BANJARBARU 2016
TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS
A. Mahasiswa memahami kontrak kuliah yang harus dipatuhi B. Mahasiswa memahami : Klasifkasi DAS berdasarkan daya dukun setiap DAS atau sub DAS POKOK BAHASAN
Klasifikasi DAS
SUB POKOK BAHASAN A. Kondisi lahan B. Kualitas, Kuantitas dan Kontinuitas Air (Tata Air) C. Sosial Ekonomi dan Kelembagaan D. Investasi Bangunan Air E. Investasi Bangunan Air F. Perhitungan skor dan bobot faktor klasifikasi DAS G. Penentuan Daya dukung DAS
P. DAS Terpadu : Suatu proses penataan yg mgintegrasikan kegiatan bbgi sektor terkait dlm jajaran pemerintahan, swasta maupun masy. dlm hal prcanaan, plaksanaan, pbinaan dan pberdayaan serta pngendalian DAS mulai dr hulu sampai hilir bg kepentingan pbgn demi pningkatan ksjahteraan masy. dgn tetap mptahankan klestarian ekosistem kawasan tsb.
LINGKUP DAS: LINTAS SEKTOR DAN LINTAS WILAYAH ADMINISTRASI SEKTOR
Prov/Kab/Kota
SEKTOR
SEKTOR
SEKTOR
DAS
Prov/Kab/Kota
Prov/Kab/Kota
.
Daerah Aliran Sungai (DAS): Seluruh wilayah daratan yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air hujan secara alami ke outlet (Laut/Danau).
I. URGENSI LAHIRNYA RAPERDA
1. Jumlah DAS
PENGELOLAAN DAS PROVINSI KALSEL
DAERAH ALIRAN SUNGAI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
Banjarmasin Banjarbaru
Prioritas 2
Prioritas 1
183 DAS
KLASIFIKASI DAS Kal-Sel
4. Klasifikasi DAS
31 DAS
Sesusi (P.60/Menhut-II/2014) Sumber: BPDAS Barito 2014
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
DAS Bali Balingkar Barito Batulicin Ds. Bulan Bulanang Dungun Gayam Gedambaan Komangkomang Maluka P. Sebuku Pudi Sarang Tiung Sebuli Besar Sekalimau Sekandis Sekuku Selaro Semisir III Senipah Ds. Senyiur Sepunggur Serai Sungai pasir Sunggup Tabunio Ds. Talusi Tanah merah Teluk aru Teluk Gosong
Luas 1.924,9 832,9 6.235.558,5 142.783,4 1.611,3 1.307,5 765,9 19.581,6 749,9 275,0 87.984,0 12.762,6 11.978,1 764,8 2.262,2 1.831,0 5.149,5 532,5 5.024,6 165,0 36.314,1 294,6 3.507,7 885,3 476,1 5.994,0 62.558,6 4.561,8 2.208,0 800,5 1.037,7
Klasifikasi dipulihkan dipulihkan dipulihkan dipulihkan dipulihkan dipulihkan dipulihkan dipulihkan dipulihkan dipulihkan dipulihkan dipulihkan dipulihkan dipulihkan dipulihkan dipulihkan dipulihkan dipulihkan dipulihkan dipulihkan dipulihkan dipulihkan dipulihkan dipulihkan dipulihkan dipulihkan dipulihkan dipulihkan dipulihkan dipulihkan dipulihkan
Mengatur Pengelolaan DAS dari hulu ke hilir secara utuh
Hutan Pertanian
melalui tahapan: Perencanaan Pelaksanaan, Monitoring dan Evaluasi, Pembinaan dan Pengawasan.
Infra struktur
Sumber daya air
Transportasi Penataan Ruang Energy Ditujukan untuk koordinasi, integrasi, sinkronisasi, sinergi Pengelolaan DAS dalam meningkatkan Daya Dukung DAS
Lingkungan hidup Melibatkan Instansi Terkait pada lintas wilayah administrasi serta peran serta masyarakat
KABUPATEN TANAH LAUT
DAS TABUNIO
Kondisi Lahan
Lahan Kritis, Erosi
Analisis
Penutupan vegetasi
Tata Air
Debit air, sedimen Banjir & Peng. air
Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sgt Tinggi
Sosek & Kelembagaan
Tekanan Penduduk Kesejahteraan Penduduk Peraturan
Skoring Faktor Klasifikasi DAS
Daya Dukung DAS
Investasi Bangunan
Klasifikasi Kota Klasifikasi Bangunan
lindung Kawasan Budidaya
1.Pemeiharaan 2.Perlindungan 3.Pengembangan Kelembagaan Dipertahankan
)
Dipulihkan
TINDAKAN MANAJEMEN DAS 1 Penutupan Lahan 2Kelerengan 3Bangunan air
TMDAS = ? (1- 3)
Analisis SWOT
Rekomendasi
Pemanfaatan Ruang
KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN DAS
KRITERAI PENGUMPULAN DATA 1. Kondisi Lahan a. Persentase Lahan Kritis b. Persentase Penutupan Vegetasi c. Indeks Erosi (IE) atau nilai faktor CP
3. Sosial Ekonomi dan Kelembagaan a. Tekanan Penduduk terhadap Lahan b. Tingkat Kesejahteraan Penduduk c. Keberadaan dan Penegakan Peraturan
2. Kualitas, Kuantitas dan Kontinuitas Air (Tata Air) a. Koefisien Rejim Aliran b. Koefisien Aliran Tahunan c. Muatan Sedimen d. Banjir e. Indeks Penggunaan Air
4. Investasi Bangunan Air a. Klasifikasi Kota b. Klasifikasi Nilai Bangunan Air
5. Pemanfaatan Ruang Wilayah a. Kawasan Lindung b. Kawasan Budidaya
No. Kriteria/Sub Kriteria 1. Kondisi Lahan a. Persentase Lahan Kritis b. Persentase Penutupan Vegetasi c. Indeks Erosi (IE) atau nilai faktor CP 2. Kualitas, Kuantitas Kontinuitas Air (Tata Air) a. Koefisien Rejim Aliran b. Koefisien Aliran Tahunan c. Muatan Sedimen d. Banjir e. Indeks Penggunaan Air 3. Sosial Ekonomi dan Kelembagaan a. Tekanan Penduduk terhadap Lahan b. Tingkat Kesejahteraan Penduduk c. Keberadaan dan Penegakan Peraturan 4. Investasi Bangunan Air a. Klasifikasi Kota b. Klasifikasi Nilai Bangunan Air 5. Pemanfaatan Ruang Wilayah a. Kawasan Lindung b. Kawasan Budidaya
Bobot Sumber Data 40 20 BP DAS, BPKH 10 RTRWP/K, BAPLAN BP DAS 10 dan
20 5 5 4 2 4 20 10
7
PU, BMKG BPDAS,PU, BBWS, BMG PU, BBWS PU, BBWS, PEMDA, BPDAS, PU, BBWS, Pertanian, Pemda
BP DAS, BPS, BPN BP DAS, BPS, BAPPEDA BP DAS, LSM, PEMDA, Tokoh Masyarakat
3 10 5 5
RTRW, BP DAS, PEMDA PU, BBWS, PEMDA
10 5 5
RTRWP/K, BPKH, BAPLAN, BPN RTRWP/K, BPKH, BAPLAN, BPN
1.KONDISI LAHAN C, Indeks Erosi (IE)
a. Persentase Lahan Kritis Cara/rumus perhitungan: LK x 100% PLLK = ----------------A Keterangan rumus: PLLK= Persentase luas lahan kritis LK = Luas lahan kritis dan sangat kritis (ha) A = Luas DAS (ha) b. Persentase Penutupan Vegetasi Kriteria penilaian Persentase Penutupan Vegetasi disajikan pada Tabel 3 berikut ini. LV x 100% PPV = --------------A Keterangan rumus: PPV = Persentase Penutupan Vegetasi LV = Luas penutupan lahan vegetasi (ha) A = Luas DAS (ha)
IE =
Ai ( ................... x IEi) .................. A
(1)
IEi =
PEi/Ti ............................
(2)
PEi = R . K . Ls . C . P ..............
(3)
Keterangan rumus: IE = Indeks erosi DAS
PEi = prediksi erosi dengan USLE pada land unit ke i (ton/ha/tahun) IEi = Indeks erosi pada land unit ke i A = Luas DAS (ha); Ai = luas land unit ke i T = Erosi yang diperbolehkan dalam DAS (tergantung solum tanah) Ti = Erosi yang diperbolehkan pada land unit ke i R = Erosivitas hujan K = Erodibilitas tanah Ls = Panjang dan kemiringan lereng (slope-length) C = Pengelolaan vegetasi (crop management) P = Teknik konservasi tanah (conservation practices)
2. KUALITAS, KUANTITAS, DAN KONTINUITAS AIR (TATA AIR) a. Koefisien Rejim Aliran (KRA) Cara/rumus perhitungan: KRA = Q max/Qa Qa = 0,25 x Qrata Keterangan rumus: Qmax = debit harian rata-rata tahunan tertinggi Qa = debit andalan (debit yang dapat dimanfaatkan/berarti) Qrata = debit harian rata-rata bulanan lebih dari 10 tahun
b,. Koefisien Aliran Tahunan Cara/rumus perhitungan: kxQ C = ------------CH x A Keterangan rumus: C = koefisien aliran tahunan k. = faktor konversi = (365x86.400)/10 A = luas DAS (ha) Q = debit rata-rata tahunan (m3/det) CH = curah hujan rerata tahunan (mm/th)
c.
Muatan Sedimen Cara/rumus perhitungan:
e.
MS = k x Cs x Q (ton/tahun) Keterangan rumus: MS = Muatan sedimen k = Faktor konversi (365 x 86,4) Cs = konsentrasi sedimen gr/liter (rata-rata tahunan) Q = debit rata-rata tahunan (m3 /det)
d. Banjir
No. Frekuensi Banjir 1. Tidak pernah 2. 1 kali dalam 5 tahun 3. 1 kali dalam 2 tahun 4. 1 kali tiap tahun Lebih dari 1 kali 5. dalam 1 tahun
Skor 0,50 0,75 1,00 1,25
Kualifikasi Pemulihan Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi
1,50
Sangat Tinggi
Indeks Penggunaan Air Cara/rumus perhitungan: IPA = Total kebutu han air Qa Keterangan rumus: IPA = Indeks penggunaan air Total kebutuhan air = kebutuhan air untuk irigasi + DMI + penggelontoran kota DMI = domestic, municiple & industry Qa = debit andalan
3. SOSIAL EKONOMI DAN KELEMBAGAAN a. Tekanan Penduduk terhadap Lahan Cara/rumus perhitungan: IKL = A/P (ha/kk) Keterangan rumus: IKL = Indeks ketersediaan lahan A = Luas baku lahan pertanian di dalam DAS P = Jumlah KK petani di dalam DAS
b.
Tingkat Kesejahteraan Penduduk Cara/rumus perhitungan:
TKP = KK miskin x 100 % Tot. KK
c. Keberadaan dan Penegakan Peraturan
Keberadaan dan No. Keberfungsian 1. Ada, dipraktekkan luas 2. Ada, dipraktekkan terbatas Ada, tapi tidak 3. dipraktekkan lagi Tidak ada norma pro4. konservasi Ada norma kontra 5. konservasi
Keterangan rumus: TKP = tingkat kesejahteraan penduduk di dalam DAS KK miskin = jumlah kepala keluarga miskin di dalam DAS Tot.KK = jumlah total kepala keluarga di dalam DAS
Skor 0,50 0,75
Kualifikasi Pemulihan Sangat rendah Rendah
1,00
Sedang
1,25
Tinggi
1,50
Sangat tinggi
4. INVESTASI BANGUNAN AIR a.
Klasifikasi Kota No. 1. 2. 3. 4. 5.
b.
Keberadaan Kota Tidak ada kota Kota kecil Kota madya Kota besar Metropolitan
Skor 0,50 0,75 1,00 1,25 1,50
Kualifikasi Pemulihan Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Klasifikasi Nilai Bangunan Air (IBA)
No.
1. 2. 3. 4. 5.
Nilai Investasi Bangunan Air (IBA) (Rp miliar) IBA ≤15 15 < IBA ≤ 30 30 < IBA ≤ 45 45 < IBA ≤ 60 IBA > 60
Skor
Kualifikasi Pemulihan
0,50 0,75 1,00 1,25 1,50
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
5. PEMANFAATAN RUANG WILAYAH a. Kawasan Lindung Cara/rumus perhitungan:
Luas liputan vegetasi x 100% PTH = ----------------------------------------Luas Kawasan Lindung di dalam DAS Keterangan rumus: PTH = persentase luas liputan vegetasi terhadap luas Kawasan Lindung di dalam DAS a. Kawasan Budidaya Cara/rumus perhitungan: Luas total lahan dg kemiringan lereng 0-25% x 100% LKB = ----------------------------------------------------------------Luas Kawasan Budidaya di dalam DAS
Keterangan rumus: LKB = persentase luas lahan dengan kemiringan lereng 0-25% terhadap luas Kawasan Budidaya di dalam DAS
PENENTUAN KLASIFIKASI DAS
Berdasarkan penilaian dan pembobotan kriteria/sub kriteria tersebut pada Bab II, maka akan diperoleh nilai total pada setiap DAS, yang berkisar dari 50 sampai dengan 150. Klasifikasi DAS ditentukan total nilai skor kelas kualifikasi DAS sebagai berikut: 1. Nilai total skor <100 termasuk DAS yang DIPERTAHANKAN DAYA DUKUNGNYA; 1. Nilai total skor >100 termasuk DAS yang DIPULIHKAN DAYA DUKUNGNYA.
CONTOH KRITERIA PENILAIAN DAS TABUNIO Kriteria Penilaian Kriteria/sub kriteria
Bobot
A. LAHAN (40) 1. Persentase Lahan Kritis 2. Persentase Penutupan vegetasi 3. Indeks Erosi /IE B. Tata Air (20) 1. koefisien Rajim Aliran/KRA 2. Koefisien Aliran/C 3. Muatan Sedimen (MS) 4. Banjir 5. Indek Penggunaan Air / IPA C. Sosial Ekonomi dan Kelembagaan (20) 1. Tekanan penduduk thd lahan dinyatakan dengan indeks ketersediaan lahan pertanian 2. Tingkat Ketersediaan Penduduk 3. Keberadaan dan penegakan peraturan Sosial pro Konservasi SDA
C. Investasi Bangunan Air (10) 1. Kalsifikasi Kota 2. Klasifikasi Nilai Bangunan Air C. Pemanfaatan Ruang Wilayah 1. Kawasan Lindung 2. Kawasan Budidaya
Klas
Kualifikasi pemuliahan
Skor
Nilai (bobot x skor)
20 10 10
PLLK > 20 20 2
Sangat Tinggi Tinggi Sangat Tinggi
1,50 1,25 1,50
30 12,5 15
5 5 4 2 4
10 < KRA<15 C >20 MS >20 1 x/tah 0,25 < IPA < 0,50
Sedang Sangat Tinggi Sangat Tinggi Sangat Tinggi Sangat Tinggi
1,00 1,50 1,50 1,50 1,50
5 7,5 6 3 6
10
0
Sangat Tinggi
1,50
17
10< TKP < 20
Sedang
0,75
15 12,75
3
Kelas 2
Sedang
0,75
2,25
Kota kecil Rendah Rp 15 M
0,75 0,75
3,75 3,75
1,50 1,25
7,5 6,25
5 5 (10) 5 5
PTH <15% 15 < LKB < 30
Sangat Tinggi Tinggi
135,25
Nilai total skor >100 DIPERTAHANKAN DAYA DUKUNGNYA
Jangan Patah Semangat Bapak, Ibu……. Maju Terussss!!!!!!…. Pengelolaan DAS utk pengendalian banjir
Terima Kasih