SEMINAR NASIONAL III Pengelolaan Pesisir dan Daerah Aliran Sungai Yogyakarta, 26 September 2017
Nomor Tema : 1
ANALISIS KESIAPSIAGAAN DAN KERENTANAN LINGKUNGAN TERHADAP BENCANA TSUNAMI DI PANTAI KUKUP, KABUPATEN GUNUNGKIDUL Muh Aris Marfaia, Ahmad Cahyadia, Hendy Fatchurohmanb, Fredi Satya candra Rosajic, Yunus Aris Wibowob a
b
Departemen Geografi Lingkungan Fakultas Geografi UGM Master Program Pengelolaan Pesisir dan Daerah Aliran Sungai, Fakultas Geografi UGM b CV Mitra Geotama Yogyakarta Email:
[email protected]
ABSTRAK
Wilayah kepesisiran Kabupaten Gunungkidul berhadapan langsung dengan zona subduksi yang termasuk satu dari Sembilan celah seismik (seismic gap) yang ada di Indonesia. Wilayah ini memiliki sejarah dan kemungkinan terjadinya tsunami dengan magnitud yang besar. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis kesispasiagaan dan kerentanan lingkungan terhadap bencana tsunami di Pantai Kukup, Kabupaten Gunungkidul. Data yang dibutuhkan untuk penilaian kesiapsiagaan terdiri dari keberadaan instalasi peringatan dini, papan pengumuman tentang kondisi rawan, peta lokasi yang dipajang secara umum, adanya fasilitas penyelamatan diri saat terjadi bencana dan adanya pendidikan terkait pengurangan risiko bencana tsunami. Kerentanan lingkungan dinilai dari keberadaan petunjuk melakukan evakuasi, kondisi topografi, akses evakuasi, sumberdaya untuk evakuasi, kondisi jalur evakuasi dan kondisi lingkungan terkait dengan kondisi darurat. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara mendalam dan pengamatan kondisi lingkungan sesuai dengan data yang dibutuhkan. Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat kesiapsiagaan masyarakat di lokasi kajian tinggi, namun memiliki kerentanan lingkungan yang rendah. Kata Kunci : Kesiapsiagaan, Kerentanan Lingkungan, Tsunami, Pantai Kukup
Magister Pengelolaan Pesisir dan Daerah Aliran Sungai (MPPDAS), Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada
PENDAHULUAN Latar Belakang Bencana tsunami adalah bencana yang memiliki dampak rusak yang besar dan luas (Bryant, 2008; Triatmadja, 2010; Marfai dan Cahyadi, 2012). Sejak kejadian bencana tsunami di tahun 2004 di Aceh, perhatian akan bencana ini meningkat drastis (Subandono dan Budiman, 2008). Kondisi ini tidak hanya nampak pada semakin banyaknya masyarakat yang mulai mengenal bencana ini, namun juga semakin banyaknya publikasi baik dalam bentuk tulisan ilmiah atau popular di berbagai bentuk publikasi. Selain itu, peristiwa ini kemudian mendorong dibentuknya Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Undangundang (UU) tentang penanggulangan bencana yang terwujud di tahun 2007 (UU nomor 24 tahun 2007). Salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki kerawanan yang tinggi terhadap bencana tsunami adalah wilayah kepesisiran yang berhadapan dengan zona subduksi di selatan Pulau Jawa (Marfai dkk., 2013). Zona subduksi ini terbentuk dari pertemuan lempeng Benua Eurasia dengan Lempeng Samudra Hindia-Australia (Verstappen,2000). Massa Lempeng Samudra Hindia-Australia yang memiliki massa jenis lebih ringan menyebabkannya menyusup di bagian bawah Lempeng Benua Eurasia yang memiliki massa jenis yang lebih besar. Gerakan aktif dari keduanya yang saling bertumbukan menyebabkan sering terjadinya gempabumi. Beberapa kejadian gempabumi yang menimbulkan deformasi lempeng kemudian menyebabkan tsunami (Liu and Harris, 2013). Gempabumi di selatan Pulau Jawa diketahui telah menyebabkan terjadinya tsunami sebanyak 9 kali sejak tahun 1926 (Dewi dan Dulbahri, 2008; Cahyadi dkk., 2012; Hartoko, 2016). Kejadian terakhir terjadi pada tahun 2006 yang menyebabkan kerusakan yang cukup parah di Pantai Pangandaran Jawa Barat (Lavigne et al., 2007; Okamoto and Takenaka, 2009). Selain itu, wilayah selatan Jawa Tengah-Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan satu dari Sembilan celah seismik (seismic gap) yang terdapat di Indonesia (Adyan, 2008; Marfai dan Cahyadi, 2012; Cahyadi, 2013a). Wilayah ini memiliki potensi mengalami gempabumi dengan magnitudo yang besar dan kemungkinan menghasilkan bencana tsunami (Sunarto dkk., 2010; Sutikno, 2009). Pengurangan risiko bencana di wilayah kepesisiran merupakan salah satu bagian dari pengelolaan wilayah kepesisiran (Abelshausen et al., 2015; Bird, 2008). Dronkers dan de Vries (1999) menyebutkan bahwa dalam pengelolaan wilayah kepesisiran, setidaknya dapat dipandang sebagai empat entitas yang berbeda, yaitu: 1) sebagai area geografis di mana terjadi interaksi proses proses alamiah daratan dan lautan; 2) sebagai pusat aktivitas ekonomi yang memanfaatkan sumberdaya wilayah kepesisiran dan lautan; 3) sebagai entitas sosial budaya dengan tradisi dan nilai-nilai yang spesifik; dan 4) sebagai entitas institusioinal dengan batas wilayah. Berdasarkan hal di atas, maka pengelolaan wilayah kepesisiran berarti tidak dapat hanya dengan mengedepankan salah satu entitas saja. The Canadian International Development Agency (CIDA, 1995) menjelaskan bahwa masalah utama yang menyebabkan pengelolaan wilayah kepesisiran mengalami kegagalan adalah karena tidak dimasukkannya aspek sosial, khususnya terkait dengan keterlibatan masyarakat lokal. Hal ini tentunya terkait juga dengan upaya pengelolaan kebencanaan di wilayah kepesisiran, dimana aspek sosial merupakan bagian dari analisis risiko bencana (Burkett and Davidson, 2012; Cahyadi, 2013b; Ellis and Sherman, 2015). Aspek sosial dalam kebencanaan misalnya terkait dengan kesiapsiagaan dan kerentanan masyarakat (Mathbor, 1997; Parvin, 2008). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat kesiapsiagaan masyarakat dan kerentanan lingkungan terhadap bencana tsunami di Pantai Kukup Kabupaten Gunungkidul. Wilayah ini merupakan salah satu wilayah yang menurut Marfai dan Cahyadi (2012) merupakan wilayah rawan tsunami karena memiliki tipologi kepesisiran yang didominasi oleh marine deposition coast. Selain itu, pemanfaatan lahan pertokoan dan permukiman yang Magister Pengelolaan Pesisir dan Daerah Aliran Sungai (MPPDAS), Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada
dominan menempati cockpit karst (dataran aluvial karst) yang datar menyebabkan risiko bencana tsunami menjadi tinggi (Cahyadi dkk., 2012). METODE Data yang dibutuhkan untuk penilaian kesiapsiagaan terdiri dari keberadaan instalasi peringatan dini, papan pengumuman tentang kondisi rawan, peta lokasi yang dipajang secara umum, adanya fasilitas penyelamatan diri saat terjadi bencana dan adanya pendidikan terkait pengurangan risiko bencana tsunami. Kerentanan lingkungan dinilai dari keberadaan petunjuk melakukan evakuasi, kondisi topografi, akses evakuasi, sumberdaya untuk evakuasi, kondisi jalur evakuasi dan kondisi lingkungan terkait dengan kondisi darurat. Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini diperoleh dari pengamatan lapangan terhadap parameter yang dibutuhkan dan wawancara mendalam dengan tokoh masyarakat, kelompok nelayan, petugas search and rescue (SAR), kemlompok pedagang dan wisatawan. Analisis evaluasi dan perencanaan jalur evakuasi dilakukan dengan memanfaatkan peta topografi wilayah kajian dan survei lapangan terkait dengan akses di lokasi kajian. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Menghadapi Tsunami Tingkat kesiapsiagaan masyarakat di Pantai Kukup terhadap tsunami cukup tinggi. Kondisi ini disebabkan karena seringnya dilakukan sosialisasi dan simulasi yang dilakukan BPBD Gunungkidul setiap dua puluh hari sekali. Hal ini menyebabkan tingkat pengetahuan masyarakat akan tsunami cukup tinggi. Selain itu, kesiapsiagaan yang tinggi juga nampak dari banyaknya media yang menginformasikan baik kepada masyarakat ataupun wisatawan terkait dengan tsunami, misalnya peta kerawanan tsunami yang ditempel di warung-warung makan (Gambar 1), peta yang dipasang di lokasi strategis (Gambar 2), papan informasi tentang karakteristik wilayah pantai (Gambar 3) dan papan petunjuk arah evakuasi (Gambar 4).
Gambar 1. Papan Informasi Peta Kerawanan Tsunami yang Ditempel di Warung Makan (Foto Oleh Ahmad Cahyadi, 2017)
Magister Pengelolaan Pesisir dan Daerah Aliran Sungai (MPPDAS), Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada
Gambar 2. Peta Kerawanan Tsunami yang Dipasang Jalan Utama Pantai Kukup (Foto Oleh Ahmad Cahyadi, 2017)
Gambar 3. Papan Informasi Terkait dengan Karakteristik Pantai Kukup yang Dipasang di Ruang Terbuka, Sehingga Memungkinkan Dilihat dengan Mudah oleh Wisatawan (Foto Oleh Ahmad Cahyadi, 2017)
Magister Pengelolaan Pesisir dan Daerah Aliran Sungai (MPPDAS), Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada
Gambar 4. Petunjuk Arah untuk Evakuasi Apabila Terjadi Tsunami pada Jalan Utama di Pantai Kukup (Foto Oleh Kirana Dewi Pertiwi, 2017) Kondisi Kerentanan Lingkungan terhadap Bahaya Tsunami Meskipun memiliki pengetahuan yang tinggi terhadap tsunami, namun ternyata kerentanan lingkungan untuk menghadapi tsunami di lokasi kajian masih rendah. Hal ini nampak dari beberapa hal di antaranya adanya lokasi titik kumpul yang sangat jauh dari pantai, sempitnya jalan untuk evakuasi, tidak adanya jalan evakuasi ke arah bukit terdekat, pemotongan bukit untuk pembuatan warung dan penginapan, serta tata ruang warung yang kurang baik. Lokasi titik kumpul berada di Jalan Kukup-Baron yang jauh dari lokasi kajian. Jalan menuju ke arah titik kumpul menggunakan jalan yang berada di dataran aluvial karst. Kondisi ini tentunya membahayakan karena tsunami akan merambat melalui bentuklahan ini. Jalan-jalan yang sempit di lokasi kajian akan menyebabkan sulitnya evakuasi ketika terjadi tsunami (Gambar 5). Pemotongan bukit untuk pertokoan dan penginapan menyebabkan hilangnya jalan untuk menuju ke atas bukit karena tertutup bangunan dan bukit menjadi berlerang tegak (Gambar 6). Selain itu, penataan pertokoan dan warung makanan dengan pintu yang sempit akan menyulitkan pedagang di dalamnya untuk melarikan diri ketika terjadi tsunami (Gambar 7). Rekomendasi Lokasi Titik Kumpul dan Jalur Evakuasi Berdasarkan pada hasil analisis kondisi topografi, morfologi, ketinggian tsunami masa lampau dan analisis hasil survei lapangan, maka dirumuskan beberapa lokasi yang memungkinkan untuk digunakan sebagai lokasi titik kumpul ketika terjadi tsunami. Pemilihan lokasi yang baru dilakukan dengan pertimbangan jauhnya lokasi titik kumpul yang pertama dengan berbagai kekurangan lain seperti lokasi titik kumpul yang melewati dataran aluvial karst yang panjang, titik kumpul sangat sempit dan melewati jalan yang rawan kemacetan. Titik kumpul yang baru ditetapkan pada puncak perbukitan di sekitar lokasi kajian dengan ketinggian minimal 25 meter. Lokasi titik kumpul dan jalur evakuasi yang dapat digunakan di lokasi kajian ditunjukkan oleh Gambar 8, Gambar 9 dan Gambar 10.
Magister Pengelolaan Pesisir dan Daerah Aliran Sungai (MPPDAS), Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada
Gambar 5. Jalan yang Sempit di Lokasi Kajian akan Menyulitkan Evakuasi Ketika Tsunami (Foto Oleh Ahmad Cahyadi, 2017)
Magister Pengelolaan Pesisir dan Daerah Aliran Sungai (MPPDAS), Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada
Gambar 6. Pemotongan Lereng Bukit Menjadi Tegak telah Menghilangkan Akses Menuju ke Puncak Bukit (Foto Oleh Ahmad Cahyadi, 2017)
Gambar 7. Penataan Ruang Pertokoan dengan Pintu Sempit akan Menyulitkan Pedagang Mengevakuasi Diri Ketika Tsunami (Foto Oleh Ahmad Cahyadi, 2017)
Magister Pengelolaan Pesisir dan Daerah Aliran Sungai (MPPDAS), Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada
Gambar 8. Beberapa Perbukitan yang Berdasarkan Ketinggian dan Letaknya dapat Digunakan untuk Lokasi Titik Kumpul di Lokasi Kajian (Foto Oleh Ahmad Cahyadi, 2017)
Gambar 9. Salah Satu Bukit di Selah Timur Pantai Kukup yang dapat Digunakan untuk Titik Kumpul dengan Akses yang Cukup Baik (Foto Oleh Ahmad Cahyadi, 2017)
Magister Pengelolaan Pesisir dan Daerah Aliran Sungai (MPPDAS), Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada
Gambar 10. Peta Rekomendasi Lokasi Titik Kumpul di Lokasi Kajian dan Rekomendasi Pembangunan Jalur Evakuasi Baru Penguatan Kelembagaan dan Peningkatan Kapasitas Masyarakat terhadap Bencana Tsunami Hasil wawancara di lokasi kajian menunjukkan peran lembaga masyarakat dan pemerintah dalam untuk peningkatan kapasitas masyarakat dalam menghadapi tsunami di lokasi kajian sangat baik. Simulasi kejadian tsunami dilakukan paling tidak 2 bulan sekali. Meskipun demikian, diperlukan simulasi yang lebih baik lagi sehingga kekurangankekurangan saat melakukan evakuasi dan tanggap darurat dapat dijalankan dengan baik. Hal ini karena menurut pengamatan penulis, lokasi titik kumpul sangat jauh dan pada wawancara dengan masyarakat diketahui bahwa simulasi tidak pernah sampai pada lokasi titik kumpul. Hasil wawancara menunjukkan pengetahuan masyarakat terkait dengan tsunami sudah sangat bagus. Papan-papan informasi terkait dengan tsunami sudah cukup banyak. Magister Pengelolaan Pesisir dan Daerah Aliran Sungai (MPPDAS), Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada
Namun demikian lokasi titik kumpul di lokasi kajian belum dikondisikan untuk layak digunakan sebagai titik kumpul (dilihat dari segi keterjangkauan, jarak dan luasan), sedangkan jalur evakuasi juga belum ada. Keberadaan kendaraan untuk evakuasi atau tanggap darurat bagi korban juga belum tersedia. Selain itu, pos SAR hanya terdapat di Pantai Baron yang terletak sekitar 2 km dari Pantai Kukup. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, diketahui bahwa tingkat kesiapsiagaan masyarakat di lokasi kajian tinggi, namun memiliki kerentanan lingkungan yang rendah. Tingkat kesiapsiagaan masyarakat yang tinggi ditunjukkan dengan adanya sistem peringatan dini, pelatihan dan simulasi yang dilakukan secara teratur, keberadaan papan informasi mengenai kerawanan tsunami serta keberadaan tim SAR di lokasi kajian meskipun pos SAR tidak terdapat di Pantai Kukup. Kerentanan lingkungan yang rendah nampak dari jauhnya lokasi titik kumpul evakuasi, jalur evakuasi yang sempit dan sulit, serta pemotongan bukit-bukit yang menyebabkan evakuasi secara vertical menjadi sulit untuk dilakukan. UCAPAN TERIMAKASIH (Acknowledgement) Penelitian ini merupakan bagian kecil dari Hibah Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi (PUPT) Tahun 2017 dengan judul “Integrasi Teknologi Unmanned Aerial Vehicle (UAV) dan GIS untuk Deteksi Risiko Bencana pada Wilayah Kepesisiran Kabupaten Gunungkidul” yang didanai oleh KEMENRISTEKDIKTI. Penulis mengucapkan terima kasih atas pendanaan dan segala bantuan yang diberikan dalam riset ini. REFERENSI Abelshausen, B.; Vanwing, T. dan Jacquet, W. 2015. Participatory Integrated Coastal Zone Management in Vietnam: Theory Versus Practice Case Study: Thua Thien Hue Province. Journal of Marine and Island Culture, 4: 42 – 53. Adyan, Ö. 2008. Seismic and Tsunami Hazard Potentials in Indonesia with a special emphasis on Sumatra Island. Journal of The School of Marine Science and Technology, Tokai University, 6(3): 19- 38. Bird, E. 2008. Coastal Geomorphology: An Introduction. West Sussex: John Willey and Sons, Ltd. Bryant, E. 2008. Tsunami: The Underrated Hazard (Second Edition). Chichester: Praxis Publishing. Burkett, V. and Davidson, M. 2012. Coastal Impacts, Adaptation and Vulnerabilities. Washington: Island Press. Cahyadi, A.; Afianita, I.; Gamayanti, P. dan Fauziyah, S. 2012. Evaluasi Tata Ruang Pesisir Sadeng Gunungkidul: Perspektif Pengurangan Risiko Bencana. Makalah dalam Seminar Nasional Sustainable Culture, Architecture and Nature ke-3 Tahun 2012. Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 15 Mei 2012. Cahyadi, A. 2013a. Kerawanan Tsunami di Wilayah Kepesisiran Kawasan Karst. Buletin Karst Gunungsewu, 2(1) November 2013: 1-5. doi 10.17605/OSF.IO/5HPJF Cahyadi, A. 2013b. Krisis Identitas, Putusnya Estafet Kearifan Lokal dan Peningkatan Risiko Bencana. dalam Marfai, M.A. dan Widyastuti, M. 2013. Pengelolaan Lingkungan Zamrud Khatulistiwa. Yogyakarta: Pintal. pp. 114 – 118. CIDA. 1995. Coastal Ecosystems, Environmental Screening of NGO Development Projects. Hull, Quebec, Canada. Dewi, R.S. dan Dulbahri. 2009. Bencana Tsunami Parangtritis. Dalam Sunarto; Marfai, Muh Aris; dan Mardiatno, Djati. (eds), Penaksiran Multirisiko Bencana di Wilayah Magister Pengelolaan Pesisir dan Daerah Aliran Sungai (MPPDAS), Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada
Kepesisiran Parangtritis. Yogyakarta: Pusat Studi Bencana (PSBA) Universitas Gadjah Mada, 65-88. Dronkers, J. and de Vries, I. 1999. Integrated Coastal Management: The Challenge of Transdiciplinarity. Journal of Coastal Conservation, 5: 97 – 102. Ellis, J.T. and Sherman, D.J. 2015. Perspectives on Coastal and Marine Hazards and Disasters. in Shroder, J.F. and Ellis, J.T. (eds). 2015. Hazards and Disasters Series: Coastal and Marine Hazards, Risks and Disasters. Amsterdam: Elsevier. Hartoko, A. ; Helmi, M.; Sukarno, M. and Hariyadi. 2016. Spatial Tsunami Wave Modelling for The South Java Coastal Area, Indonesia. International Journal of Geomate, 11(25): 2455-2460. Lavigne, F.; Gomez, C.; Gifo, M.; Wassmer, P.; Hoebreck, C.; Mardiatno, D.; Priyono, J.; dan Paris, R. 2007. Field observations of the 17 July 2006 Tsunami in Java. Natural Hazards and Earth System Sciences, 7(1):177–183. Liu, Z.Y.C. and Harris, R.A. 2013. Discovery of Possible Mega-thrust Earthquake Along the Seram Trough from Records of 1629 Tsunami in Eastern Indonesian Region. Natural Hazards, Springer. DOI 10.1007/s11069-013-0597-y. Marfai, M.A. dan Cahyadi, A. 2012. Kerentanan Wilayah Kepesisiran terhadap Tsunami di Yogyakarta, Analisis Regional dan Local Site Effect. Jurnal Spatial, 10(2): 1-6. Marfai, M.A.; Cahyadi, A. dan Anggraini, D.N. 2013. Tipologi, Dinamika dan Potensi Bencana di Pesisir Kawasan Karst Kabupaten Gunungkidul. Forum Geografi, 27(2): 147 – 158. Mathbor, G.M. 1997. The Importance of Community Participation in Coastal Zone Management: a Bangladesh Perspective. Community Development Journal, 32(2): 124 – 132. Okamoto, T. dan Takenaka, H. 2009. Waveform inversion for slip distribution of the 2006 Java tsunami earthquake by using 2.5D finite-difference Green’s function. Earth Planets Space, 61 : 17-20. Parvin, G.A.; Takahashi, F. and Shaw, R. 2008. Coastal Hazard and Community-coping Methods in Bangladesh. Journal of Coastal Conservation, 12: 181 – 193. Subandono, D. dan Budiman, 2008. Hidup Akrab dengan Gempa dan Tsunami. Bogor: Penerbit Buku Ilmiah Populer. Sunarto; Marfai, M.A. dan Mardiatno, D. 2010. Multirisk assessment of Parangtritis Coastal Area. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Sutikno. 2009. Indonesia Negeri 1001 Bencana. Makalah dalam Seminar Sistem Informasi Kebencanaan Sebagai Sebuah Kearifan di Negeri 1001 Bencana. Environmental Geography Srudent Association (EGSA) Fakultas Geografi UGM Yogyakarta, 3-5 Desember 2009. Triatmadja, R. 2010. Tsunami: Kejadian, Penjalaran, Daya Rusak dan Mitigasinya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Verstappen, H.Th. 2000. Outline of The Geomorphology of Indonesia. Enschede: ITC.
Magister Pengelolaan Pesisir dan Daerah Aliran Sungai (MPPDAS), Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada