BAB 2 PENGELOLAAN DAN PENANGANAN DAERAH ALIRAN SUNGAI
Pada bab ini dijelaskan mengenai fungsi daerah aliran sungai, guna lahan di daerah aliran sungai, permasalahan di daerah aliran sungai, daerah aliran sungai sebagai ekosistem, kebijakan pengelolaan daerah aliran sungai, pengembangan daerah aliran sungai, teknik evaluasi, serta studi sebelumnya yang berkaitan dengan studi ini.
2.1 Fungsi Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan sebagai suatu hamparan wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung bukit) yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen, dan unsur hara serta mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada sungai utama ke laut atau danau (Asdak, 2002). Linsley (1980) dalam Asdak menyebut DAS sebagai “A river of drainage basin in the entire area drained by a stream or system of connecting streams such that all stream flow originating in the area discharged through a single outlet”. Sementara itu IFPRI (2002) dalam Asdak menyebutkan bahwa daerah aliran sungai adalah “A watershed is a geographic area that drains to a common point, which makes it an attractive unit for technical efforts to conserve soil and maximize the utilization of surface and subsurface water for crop production, and a watershed is also an area with administrative and property regimes, and farmers whose actions may affect each other’s interests”. DAS didefinisikan sebagai suatu daerah yang dibatasi oleh pemisah topografi yang menerima air hujan, menampung, menyimpan, dan mengalirkan ke sungai dan seterusnya ke danau atau ke laut (kamus Weber dalam Sugiharto, 2001). Daerah aliran sungai juga meliputi basin, watershed, dan cacthment area. Secara ringkas definisi tersebut mempunyai pengertian DAS adalah salah satu wilayah daratan yang menerima air hujan, menampung, dan mengalirkannya melalui sungai utama ke laut/danau. Suatu DAS dipisahkan dari wilayah sekitarnya (DAS-DAS lain) oleh pemisah alam topografi, seperti punggung bukit dan gunung. Dari definisi di atas, dapat dikatakan bahwa DAS merupakan ekosistem yang merupakan tempat unsur organisme dan lingkungan biofisik serta unsur kimia berinteraksi secara dinamis dan di dalamnya terdapat keseimbangan inflow dan outflow dari material dan energi. Selain itu pengelolaan DAS dapat disebutkan
14 merupakan suatu bentuk pengembangan wilayah yang menempatkan DAS sebagai suatu unit pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang secara umum untuk mencapai tujuan peningkatan produksi pertanian dan kehutanan yang optimum dan berkelanjutan (lestari) dengan upaya menekan kerusakan seminim mungkin agar distribusi aliran air sungai yang berasal dari DAS dapat merata sepanjang tahun. Daerah aliran sungai adalah suatu daerah tertentu yang bentuk dan sifat alamnya sedemikian rupa, sehingga merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak sungainya yang melalui daerah tersebut dalam fungsinya untuk menampung air yang berasal dari curah hujan dan sumber air lainnya, penyimpanannya serta pengalirannya dihimpun dan ditata berdasarkan hukum alam dan sekelilingnya demi kesinambungan daerah tersebut (Pasal 1(3) PP 33/1970). Definisi DAS berdasarkan fungsi DAS dibagi dalam beberapa batasan, yaitu pertama DAS Bagian Hulu didasarkan pada fungsi konservasi yang dikelola untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi. Fungsi konservasi dapat diindikasikan dari kondisi tutupan vegetasi lahan DAS, kualitas air, kemampuan menyimpan air (debit), dan curah hujan. Kedua, DAS bagian tengah didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air, kemampuan menyalurkan air, dan ketinggian muka air tanah, serta terkait pada prasarana pengairan seperti pengelolaan sungai, waduk, dan danau. Ketiga, DAS Bagian Hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang diindikasikan melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air, ketinggian curah hujan, dan terkait untuk kebutuhan pertanian, air bersih, serta pengelolaan air limbah.
15 Gambar 2.1 BATASAN DAERAH ALIRAN SUNGAI
HILIR
TENGAH
HULU
Sumber: Irrawady, 2005 Bencana alam seperti tanah longsor dan banjir merupakan peristiwa yang terjadi karena DAS telah gagal memenuhi fungsinya sebagai penampung air hujan, penyimpanan, dan penyalur air ke sungai-sungai (Sarief, 1985). Fungsi suatu DAS merupakan fungsi gabungan yang dilakukan oleh seluruh faktor yang ada pada DAS tersebut, yaitu vegetasi, bentuk wilayah (topografi), tanah, dan permukiman. Apabila salah satu dari faktor tersebut di atas mengalami perubahan maka hal tersebut akan mempengaruhi pola ekosistem DAS. Sedangkan perubahan ekosistem yang akan menyebabkan gangguan terhadap bekerjanya fungsi DAS sehingga tidak berjalan sebagaimana mestinya. Apabila fungsi suatu DAS terganggu maka sistem penangkapan curah akan menjadi tidak sempurna. Akan menjadi sangat berkurang atau sistem penyimpanan airnya sangat longgar, ataukah sistem penyalurannya menjadi sangat boros. Fluktuasi debit air sungai pada musim kemarau dan musim hujan akan berbeda tajam karena fungsi DAS tidak bekerja dengan baik. Proses sedimentasi yang terjadi akan mengakibatkan peristiwa pendangkalan pada sungai, saluran, waduk, dan pinggiran laut. Kandungan lumpur pada sungai juga semakin tinggi karena semakin banyak erosi yang terjadi pada DAS, dan apabila erosi semakin besar berarti kemampuan DAS mengalami penurunan.
16 Mengingat bahwa fungsi DAS sangat penting bagi kehidupan makhluk hidup maka pengelolaan DAS sangat diperlukan sebagai upaya manusia di dalam mengendalikan hubungan timbal balik antara sumber daya alam dengan sumber daya manusia dan segala aktivitasnya dengan tujuan membina kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatkan kemanfaatan sumber daya alam bagi manusia. Pengelolaan DAS dianggap perlu untuk memecahkan masalah erosi dan perluasan tanah kritis yang terdapat di hulu sungai (Hardjasoemantri, 1986).
2.2 Guna Lahan Daerah Aliran Sungai Pemanfaatan lahan di daerah aliran sungai terbagi menjadi penggunaan lahan untuk kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan lindung yang dibahas dalam Keppres No. 32/1990 tentang pengelolaan kawasan lindung adalah sebagai berikut: •
Kawasan yang memberikan perlindungan di bawahnya Kawasan ini meliputi kawasan lindung, kawasan bergambut, dan kawasan resapan air.
•
Kawasan perlindungan setempat Kawasan ini meliputi sempadan pantai, sempadan sungai, sempadan sekitar danau/waduk, dan kawasan sekitar mata air.
•
Kawasan suaka alam dan cagar alam Kawasan ini mencakup kawasan suaka alam, kawasan suaka alam laut dan perairan, kawasan berhutan bakau, taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam, serta kawasan cagar alam dan ilmu pengetahuan.
•
Kawasan bencana alam Kawasan bencana alam artinya adalah kawasan yang berpotensi untuk menimbulkan masalah seperti bencana banjir, longsor, erosi, dan lain-lain. Pengertian lain dari kawasan lindung adalah suatu kawasan yang keadaan dan
sifat fisiknya mempunyai fungsi melindungi kelestarian fungsi sumber daya alam dan sumber daya buatan (Direktorat Rehabilitasi Hutan dan Lahan, 2005). Jenis kawasan lindung terdiri dari kawasan yang memberikan perlindungan kawasan di bawahnya, kawasan perlindungan setempat, kawasan suaka alam, dan kawasan rawan bencana. Fungsi daerah aliran sungai Ciliwung Bagian Hulu sendiri adalah sebagai kawasan lindung dan resapan air. Daerah aliran sungai Ciliwung Bagian Hulu ini memberikan perlindungan kawasan di bawahnya, yaitu DKI Jakarta dan Jawa Barat. Kriteria-
17 kriteria berbagai macam kawasan lindung ini diatur dalam Peraturan Pemerintah No.47 Tahun 1997 tentang rencana tata ruang wilayah nasional. Kriteria kawasan lindung untuk kawasan lindung yang merupakan kawasan yang memberikan perlindungan di bawahnya adalah: a) Kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah, dan intensitas hujan masing-masing dikaitkan dengan angka penimbang mempunyai jumlah nilai skor 175 atau lebih; b) Kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan 40% atau lebih; dan/atau c) Kawasan hutan yang mempunyai ketinggian 2000 meter di atas permukaan laut atau lebih. Sedangkan kriteria kawasan lindung untuk kawasan resapan air yaitu kawasan bercurah hujan yang tinggi, berstruktur tanah yang mudah meresapkan air dan mempunyai geomorfologi yang mampu meresapkan air hujan secara besar-besaran. Selain kawasan lindung, terdapat pula kawasan budidaya di daerah aliran sungai. Kawasan budidaya yang dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah No.47 Tahun 1997 antara lain: •
Kawasan hutan produksi terbatas Hutan produksi yang hanya dieksploitasi dengan cara tebang pilih.
•
Kawasan hutan produksi tetap
•
Kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi
•
Kawasan hutan rakyat
•
Kawasan pertanian lahan basah Kawasan pertanian lahan basah meliputi kawasan pertanian beririgasi, kawasan pertanian pasang surut, kawasan sawah lebak, dan kawasan sawah tadah hujan.
•
Kawasan pertanian lahan kering Kawasan pertanian lahan kering meliputi kawasan tanaman semusim dataran rendah dan kawasan tanaman semusim dataran tinggi.
•
Kawasan tanaman tahunan/perkebunan Kawasan tanaman tahunan/perkebunan meliputi kawasan perkebunan sejenis (monokultur), kawasan kebun campuran dan kawasan kebun buah-buahan.
•
Kawasan peternakan Kawasan peternakan meliputi kawasan penggembalaan dan ternak kandang.
18 •
Kawasan perikanan Kawasan perikanan meliputi kawasan perikanan air tawar, kawasan perikanan payau/tambak dan kawasan perikanan laut.
•
Kawasan pertambangan Kawasan pertambangan meliputi pertambangan golongan bahan galian strategis, kawasan pertambangan golongan bahan galian vital, dan kawasan pertambangan golongan bahan galian lainnya.
•
Kawasan industri Kawasan peruntukan industri meliputi kawasan peruntukan industri, kawasan industri (industrial estate) dan kompleks industri (industri dasar).
•
Kawasan pariwisata
•
Kawasan permukiman Kawasan permukiman meliputi kawasan permukiman perkotaan dan kawasan permukiman perdesaan. Adapun beberapa kawasan budidaya di DAS Ciliwung Bagian Hulu meliputi
kawasan hutan produksi, kawasan pertanian lahan basah, kawasan pertanian lahan kering, kawasan tanaman tahunan/perkebunan, pariwisata, dan permukiman.
2.3 Permasalahan di Daerah Aliran Sungai Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan DAS di Indonesia cukup serius. Sebaran Daerah Aliran Sungai (DAS) kritis di Indonesia, dari tahun ke tahun kini terus mengalami peningkatan. Pada 1984 baru ada 22 DAS kritis, kemudian tahun 1994 naik menjadi 39 DAS, dan tahun 2004 meningkat lagi menjadi 62 DAS kritis (Direktorat RHL, 2005). Banyaknya DAS yang kritis tersebut disebabkan karena konservasi sumber daya air yang tidak maksimal. Minimnya konservasi sumber daya air, membuat luas lahan kritis di Indonesia saat ini mencapai lebih dari 18,5 juta Ha, dan penyusutan luas daerah resapan air akibat pengembangan pemukiman, perindustrian, serta pemekaran wilayah administrasi. Luas lahan kritis juga semakin meningkat setiap tahun. Luas lahan kritis di Indonesia adalah 11 juta Ha pada tahun 1984 dan meningkat menjadi 46 juta Ha pada tahun 2002 (Kardono, 2004). Lahan kritis adalah lahan yang sudah tidak berfungsi lagi sebagai pengatur media yang mengatur tata air, unsur produksi pertanian, maupun unsur perlindungan alam dan lingkungannya. Lahan kritis merupakan lahan yang
19 kondisi tanahnya telah mengalami atau dalam proses mengalami kerusakan fisik, kimia atau biologi yang akhirnya membahayakan fungsi hidrologi, orologi, produksi pertanian, permukiman, dan kehidupan sosial ekonomi di sekitar daerah pengaruhnya (Setiawan dalam Adi, 1996). Gambar 2.2 DAS Kritis di Indonesia 70 60
Jumlah
50 40 DAS Kritis 30 20 10 0 1984
1994
2004
Tahun
Sumber: Direktorat RHL, 2005 Sebenarnya permasalahan yang dihadapi sangat klasik, seperti pencemaran air, banjir, kekeringan yang semakin meningkat, kerusakan sungai dan sumber air karena operasional dan pemeliharaan yang tidak memadai. Penurunan kualitas air tidak hanya terjadi di hilir namun bahkan di hulu sungai. Erosi di hulu, serta pemakaian pupuk buatan dan pestisida dari pertanian memperburuk kondisi kualitas air. Pemanfaatan sungai sebagai jamban keluarga sehingga tercemar bakteri e. coli dan ciliform terjadi di DAS seperti DAS Cimanuk dan DAS Citarum. Kadang di beberapa DAS, air tidak dapat digunakan untuk bahan baku air minum, atau untuk pengembangan usaha perikanan dan pertanian. Di DAS terjadi pula perubahan komposisi organisme. Ikan-tinggi yang mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi tergantikan oleh populasi ikan yang kurang/tidak mempunyai nilai ekonomi seperti ikan sapu-sapu (DAS Ciliwung). Oleh karena itu masyarakat harus dapat mengelola air secara bijaksana dan bertanggung jawab, karena merupakan unsur terpenting dalam kehidupan manusia dan seluruh makhluk hidup di muka bumi. Air dan sumber-sumbernya harus dilestarikan. Namun, manusia masih sering lalai dalam memelihara sumber daya air, misalnya melakukan penggundulan hutan, mendirikan
20 bangunan di kawasan terlarang, dan mencemari air permukaan. Akibatnya, terjadilah bencana kekeringan, banjir, dan longsor
2.4 Daerah Aliran Sungai sebagai Ekosistem Dalam mempelajari ekosistem DAS, dapat diklasifikasikan menjadi daerah hulu, tengah, dan hilir. DAS Bagian Hulu dicirikan sebagai daerah konservasi, DAS Bagian Hilir merupakan daerah pemanfaatan. DAS Bagian Hulu mempunyai arti penting terutama dari segi perlindungan fungsi tata air. Oleh karena itu setiap terjadinya kegiatan di daerah hulu akan menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk perubahan fluktuasi debit dan perpindahan sedimen serta material terlarut dalam sistem aliran airnya. Dengan kata lain ekosistem DAS, bagian hulu mempunyai fungsi perlindungan terhadap keseluruhan DAS. Perlindungan ini antara lain dari segi fungsi tata air, dan oleh karenanya pengelolaan DAS Bagian Hulu seringkali menjadi fokus perhatian mengingat dalam suatu DAS, bagian hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi. DAS Bagian Hulu (upper watershed) adalah bagian DAS yang mempunyai fungsi perlindungan terhadap DAS Bagian Hilir atau daerah yang terancam oleh bahaya erosi. Keberadaan sektor kehutanan di daerah hulu yang terkelola dengan baik dan terjaga keberlanjutannya dengan didukung oleh prasarana dan sarana di bagian tengah akan dapat mempengaruhi fungsi dan manfaat DAS tersebut di bagian hilir, baik untuk pertanian, kehutanan maupun untuk kebutuhan air bersih bagi masyarakat secara keseluruhan. Dengan adanya rentang panjang DAS yang begitu luas, baik secara administrasi maupun tata ruang, dalam pengelolaan DAS diperlukan adanya koordinasi berbagai pihak terkait baik lintas sektoral maupun lintas daerah secara baik. Sub DAS adalah bagian DAS yang menerima air hujan dan mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai utama. Setiap DAS terbagi menjadi beberapa sub DAS. Tata air DAS adalah hubungan kesatuan sifat individual unsur-unsur hidrologis yang meliputi hujan, aliran sungai, evapotranspirasi, dan unsur lainnya yang mempengaruhi neraca air suatu DAS. Penetapan batas-batas daerah aliran sungai di daerah hulu relatif mudah dilakukan. Namun penetapan batas-batas untuk daerah hilir sungai lebih sulit dilakukan karena umumnya bertopografi lebih landai. Dalam pendefinisian DAS pemahaman akan konsep daur hidrologi sangat diperlukan terutama untuk melihat masukan berupa curah hujan yang selanjutnya
21 didistribusikan melalui beberapa cara. Konsep daur hidrologi DAS menjelaskan bahwa air hujan langsung sampai ke permukaan tanah untuk kemudian terbagi menjadi air larian, evaporasi dan air infiltrasi, yang kemudian akan mengalir ke sungai sebagai debit aliran. Air sebagai komponen dalam lingkungan hidup mempunyai mata rantai sendiri dalam siklus hidrologi, bila salah satu mata rantai hilang maka sistem tatanan kehidupan akan hilang oleh karena air merupakan kebutuhan paling vital semua makhluk hidup. Hidrologi adalah suatu ilmu yang menjelaskan tentang kehadiran dan gerakan air di alam kita ini. Ini meliputi berbagai bentuk air yang menyangkut perubahanperubahannya antara keadaan cair, padat dan gas dalam atmosfir, di atas dan di bawah permukaan tanah. Di dalamnya tercakup pula air laut yang merupakan sumber penyimpanan air yang mengaktifkan penghidupan di planet bumi ini (Soemarto dalam Wildensyah, 1987). Asdak (2002) menuliskan bahwa hidrologi adalah ilmu yang mempelajari air dalam segala bentuknya (cairan, gas, padat) pada, dalam, dan di atas permukaan tanah. Termasuk di dalamnya adalah penyebaran, daur dan perilakunya, sifat-sifat fisika dan kimianya, serta hubungannya dengan unsur-unsur hidup dalam air itu sendiri. Radjulaini (2002) dalam Wildensyah menuliskan hidrologi dimaksudkan sebagai ilmu yang menyangkut masalah air. Akan tetapi dengan alasan-alasan praktis hanya dibatasi pada beberapa aspek saja. Konsep pokok untuk ilmu hidrologi adalah siklus hidrologi yang didefinisikan sebagai berikut: “Hidrologi adalah ilmu tentang seluk beluk air di bumi, kejadiannya peredarannya dan distribusinya, sifat alam dan kimianya, serta reaksinya terhadap lingkungan dan hubungan dengan kehidupan”. Daur hidrologi dimulai dengan penguapan air dari laut, uap air yang dihasilkan dibawa oleh udara yang bergerak, dalam kondisi yang memungkinkan uap tersebut terkondensasi membentuk awan yang pada akhirnya dapat menghasilkan presipitasi (produk dari awan yang turun berbentuk air hujan atau salju). Presipitasi yang jatuh ke bumi menyebar dengan arah yang berbeda-beda dengan berbagai cara. Sebagian dari presipitasi tersebut untuk sementara tertahan pada tanah didekat ia jatuh dan akhirnya dikembalikan lagi ke atmosfer oleh penguapan (evaporasi) dan transpirasi oleh tanaman. Sebagian air mencari jalan keluarnya sendiri melalui permukaan dan bagian atas tanah bergerak menuju sungai, sementara yang lainnya menembus masuk lebih jauh ke dalam tanah dan menjadi bagian air tanah (groundwater). Di bawah pengaruh
22 gravitasi baik aliran permukaan (surface stream flow) maupun air dalam tanah bergerak menuju tempat yang lebih rendah dan akhirnya dapat mengalir ke laut. Namun sejumlah besar air permukaan dan air bawah tanah dikembalikan ke atmosfer oleh penguapan dan pemeluhan (transpirasi) sebelum sampai ke laut. Dalam daur hidrologi, secara alamiah dapat ditunjukan seperti pada gambar 2.2 yaitu menunjukan gerakan air di permukaan bumi. Selama berlangsung daur hidrologi yaitu perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut yang tidak pernah berhenti tersebut, air akan tertahan (sementara) di sungai, danau/waduk, dan dalam tanah sehingga dapat dimanfaatkan oleh manusia atau makhluk hidup lainnya. GAMBAR 2.3 DAUR HIDROLOGI
Sumber: Gary, 2003 Nama sungai yang ada biasanya diambil menjadi nama daerah aliran sungainya. Pada sebuah DAS terdapat suatu titik kontrol yang umumnya merupakan stasiun pengamat hidrometri. Sebuah DAS dapat pula menjadi bagian DAS lain yang memiliki titik kontrol yang sama, DAS pun akan dinamai sesuai dengan titik kontrolnya. Ada pun bagian DAS yang disebut sebagai sub-DAS. Sub-DAS ini terletak di bagian hulu sungai yang digunakan untuk keperluan studi hidrologi.
2.5 Kebijakan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Menurut Undang-undang No.41 Tahun 1999 tentang kehutanan dikatakan bahwa penyelenggaraan kehutanan bertujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
23 rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan dengan meningkatkan daya dukung daerah aliran sungai. Sesungguhnya peningkatan daya dukung daerah aliran sungai ini merupakan salah satu strategi dalam pengelolaan sumber daya air. Sungai sebagai salah satu sumber air tawar memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Strategi pengelolaan sumber daya air harus dilaksanakan secara lintas sektoral dengan tetap memperhatikan fungsi ganda dari air, yaitu fungsi ekonomi serta fungsi ekologi dan sosial (Agenda 21 Indonesia). Kualitas air yang layak merupakan fokus dalam pengelolaan sumber daya air. Air yang kualitasnya mencukupi dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, terutama dalam memenuhi kebutuhan air bersih bagi masyarakat luas. Hal ini penting untuk mencegah kerugian yang semakin besar dan menyebarnya water-bome disease yang akan menjadi beban tambah bagi proses pembangunan nasional. Pendekatan watershed management dilakukan pengelolaan daerah aliran sungai secara terpadu. Pengelolaan sumber daya air terpadu ini meliputi bagian hulu sampai bagian hilir. Adapun konsep one management for one watershed dapat diterapkan di Indonesia karena DAS di Indonesia memiliki karakteristik tersendiri. Untuk
pengelolaan
DAS
terpadu
ini,
pemerintah
menetapkan
dan
mempertahankan kecukupan luas kawasan hutan dan penutupan lahan untuk setiap DAS dan atau pulau. Hal ini dilakukan guna mencapai optimasi manfaat lingkungan, masalah sosial, dan manfaat ekonomi masyarakat setempat (UU No.41 Tahun 1999). Masyarakat diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidupnya dengan memanfaatkan lingkungan daerah aliran sungai tanpa mengurangi fungsi dan kualitas lingkungan hidup. Luas kawasan hutan yang harus dipertahankan minimal 30% dari luas DAS dengan sebaran yang proporsional. Peranserta masyarakat juga turut dilibatkan dalam pengelolaan daerah aliran sungai, yaitu: a) Wajib ikut serta memelihara dan menjaga kawasan hutan; b) Melaksanakan rehabilitasi lahan melalui proses pendampingan, pelayanan, dan dukungan kepada Lembaga Swadaya Masyarakat, pihak lain, atau Pemerintah; dan c) Pemerintah wajib mendorong peran serta masyarakat melalui berbagai kegiatan di bidang kehutanan yang berdayaguna dan berhasilguna. Pemerintah di Indonesia terbagi menjadi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pemerintah pusat adalah pemerintah yang berkedudukan di Ibukota,
24 mengurusi pekerjaan berskala nasional. Pemerintah Daerah adalah pemerintah yang berkedudukan di provinsi atau di tingkat Kabupaten/Kota. Pemerintah Daerah mengurusi masalah skala daerah, yaitu skala provinsi, kabupaten, atau kota. Tugas terpenting dari the state (negara/pemerintah) pada masa depan, yang diciptakan oleh lingkungan politik (political environment), adalah mewujudkan pembangunan manusia yang berkelanjutan (sustainable human development). Institusi pemerintah akan memiliki peran penting dalam: a) Melindungi lingkungan; b) Memelihara harmonisasi sosial, ketertiban, dan keamanan; c) Stabilisasi kondisi makro-ekonomi; d) Meningkatkan penerimaan keuangan untuk menyediakan pelayanan publik dan infrastruktur yang esensial; e) Memelihara standar keselamatan dan kesehatan masyarakat dan biaya yang dapat dijangkau; dan f) Mengatur aktivitas ekonomi yang bersifat ”natural monopolies” atau yang dapat mempengaruhi kesejahteraan umum bagi warga negara. Pemerintah memiliki tugas dan fungsi dalam penyediaan pelayanan publik. Pemerintah juga harus memiliki tujuan yang luas dalam memperbaiki pelayanan yang ada, dengan mengatur cakupan dan standar pelayanan, secara objektif, transparan, efisien, untuk mencapai kepuasan konsumen. Pemberian pelayanan publik selama ini seringkali tidak memperhitungkan interest masing-masing kelompok. Tentu saja setiap interest bisa menuntut pelayanan berbeda bahkan bisa jadi bertentangan satu sama lain. Yang penting saluran untuk mendengar suara komunitas tersedia. Walaupun kehadiran kelompok interest membuka peluang lebih besar bagi partisipasi warga, mereka juga memiliki kelemahan. Kelompok interest bisa saja merusak proses demokratik karena mereka hanya memperjuangkan kepentingannya. Bisa jadi kepentingannya tidak sesuai dengan kepentingan umum atau kelompok yang lebih besar. Salah satu tugas Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah untuk melakukan proses agregasi kepentingan dan membuat keputusan politis atas perbedaan yang ada dalam komunitas sehingga tercapai suatu keadilan sosial. Institusi pemerintah juga perlu memberdayakan rakyat (empowering the people). Mereka dikehendaki memberikan layanan seperti menyediakan kesempatan kerja yang sama serta menjamin inklusifitas sosial, ekonomi, dan politik.
25 Pemberdayaan hanya dapat terjadi dalam suatu lingkungan institusi yang kondusif yang terdiri dari sistem fungsi legislasi dan proses pemilihan yang tepat, legal, dan yudisial. Domain state memegang peranan penting dalam mewujudkan good governance. Hal ini dikarenakan fungsi pengaturan yang memfasilitasi domain sektor usaha swasta (private) dan masyarakat (society), serta fungsi administratif penyelenggaraan pemerintahan melekat pada domain ini. Peran pemerintah melalui kebijakan publiknya sangat penting dalam memfasilitasi berjalannya mekanisme pasar yang benar sehingga penyimpangan yang terjadi di dalam pasar dapat dihindari. Sektor negara/pemerintah (state) sebagai salah satu unsur governance, di dalamnya termasuk lembaga-lembaga politik dan lembaga-lembaga sektor publik. Di negara Malaysia sendiri pengelolaan DAS dilakukan untuk mengelola sumber daya air yang ada melalui proses monitoring dan data information system. Pengelolaan DAS juga dilakukan karena DAS memiliki banyak fungsi antara lain sebagai tempat rekreasi, mempertahankan kualitas air, penyedia air, mitigasi banjir, ekologi dan kesehatan sungai, pertanian, akuakultur, perkembangan sosial, dan pengembangan industri. Sehingga akhirnya disusunlah Rencana Pengelolaan DAS Terpadu (Intergrated River Basin Management). Pengelolaan DAS yang dilakukan antara lain adalah menentukan lokasi yang tepat bagi industri yang menimbulkan polusi cukup tinggi. Industri tidak boleh dibangun jika mencemari sungai dan industri yang melakukan pencemaran air akan ditutup. Perbaikan sungai pun dilakukan beberapa kilometer sepanjang sungai (http://www.water.gov.my diakses pada 21 april 2007 pukul 11.05). Pengelolaan DAS terpadu India dilakukan untuk mengatasi degradasi lahan, menyediakan air untuk minum, mengatasi kemiskinan, dan mengurangi eksploitasi yang berlebihan terhadap air tanah (http://www.iwmi.cgiar.org diakses pada 21 april 2007 pukul 11.20). Pengelolaan DAS di India masih menjadi masalah mengingat India merupakan negara berkembang yang masih kesulitan dalam dana. Pengelolaan DAS yang dilakukan adalah dengan membangun bendungan untuk menampung air. Pemerintah dan masyarakat bekerjasama dalam pengelolaan DAS sehingga akhirnya pengelolaan dilakukan melalui kegiatan yang berbasis komunitas. Non government organization menggerakkan masyarakat untuk turut melestarikan sungai. Adapun karakteristik yang dimiliki oleh pengelolaan DAS di negara berkembang adalah populasi tinggi di daerah hulu maupun hilir sungai, fokus kepada green water (air yang ada dalam tanah atau akuifer), melibatkan banyak stakeholder, pengguna air
26 dapat langsung memperoleh air dari sumbernya, biaya yang besar untuk memonitoring titik kontrol dan tempat pengumpul air. Pengelolaan daerah aliran sungai di Mississipi dilakukan untuk melindungi dan menjaga kualitas sumber daya air (http://www.deq.state.ms.us diakses pada 30 april 2007 pukul 14.15). Hal ini dilakukan dengan membangun dan menggunakan strategi-strategi manajemen yang efektif untuk mengatasi masalah kualitas air. Beberapa badan, organisasi, kelompok bisnis dan masyarakat turut dalam pengelolaan DAS ini dan bekerjasama dalam menjaga dan mengembangkan sumber daya air. Pengelolaan DAS Mississipi sendiri dilakukan melalui pembagian daerah DAS menjadi sembilan bagian. Pada tiap bagian DAS tersebut dibentuk tim yang beranggotakan seluruh stakeholder yang ada. Kunci sukses dari pengelolaan ini bergantung dari masyarakatnya, terutama penduduk, petani, dan pemegang bisnis. Untuk DAS Mekong, pengelolaan yang dilakukan cukup berbeda. Sungai Mekong yang melewati beberapa negara seperti Cina, Vietnam, Kamboja, Laos, dan Thailand pengelolaan daerah aliran sungainya harus diserasikan dengan negara-negara yang terlibat. Jangan sampai kebijakan atau kegiatan pengelolaan di satu negara merugikan bagian DAS di daerah lain. Usaha konservasi yang dilakukan di DAS Mekong ini antara lain adalah rehabilitasi, perencanaan, pengelolaan lingkungan, dan pengembangan yang berkelanjutan. Pengelolaannya juga dibantu oleh negara asing seperti Australia dan Amerika Serikat yang juga masih menitikberatkan pada peran masyarakat
untuk
menjaga
dan
melindungi
kualitas
air
(http://www.onderzoekinformatie.nl diakses pada 30 april 2007 pukul 13.50). Pengelolaan DAS Amazon dilakukan untuk melindungi komunitas ikan yang ada. Sumber daya perikanan yang terdapat di DAS Amazon sangatlah beranekaragam (http://www.amazon.com diakses pada 17 april 2007 pukul 14.25). Banyak ikan yang ditemukan di DAS Amazon dalam bentuk yang sangat besar. Namun, masalah seperti penurunan kualitas air sudah dirasakan cukup lama dan mengancam keberlangsungan ikan-ikan yang ada. Oleh karena itu beberapa pecinta lingkungan mengajak agar sukusuku yang tinggal dan mengambil manfaat dari Sungai Amazon untuk menjaga kualitas air. Untuk kasus di Indonesia sendiri pengelolaan DAS terpadu dilakukan sebagai usaha konservasi sumber daya air untuk pembangunan berkelanjutan seperti yang dilakukan pada DAS Citarum. DAS Citarum memiliki peran yang sangat penting sebagai pendukung tiga waduk besar yaitu waduk Cirata, Saguling, dan Jatiluhur.
27 Kondisi yang ada saat ini di sepanjang sempadan Sungai Citarum sudah sangat mengganggu pengelolaan di DAS Citarum. Bangunan rumah masyarakat dan industri serta kurangnya hutan di sekitar sungai berdampak buruk kepada kondisi pendangkalan dan menurunnya debit air sungai. Belum lagi jika musim penghujan datang, banjir terjadi di daerah Karawang dan Purwakarta yang merupakan hilir Sungai Citarum. Namun apabila musim kemarau, maka kedua daerah tersebut mengalami kekeringan (http://www.bktrn.org diakses pada 11 mei 2007 pukul 14.20). Pengelolaan DAS Citarum dilakukan oleh BP DAS Citarum yang memiliki tugas utama menyusun perencanaan pembangunan dan pengelolaan. Dalam pekerjaannya BP DAS Citarum melakukan kerja sama dengan masyarakat. Pemerintah memberikan insentif berupa tanaman kepada masyarakat.
2.6 Pengembangan Daerah Aliran Sungai Pengembangan DAS menurut Sudarmadji dkk (1995) dalam Suharno sebaiknya lebih menekankan pada pentingnya pendekatan terhadap faktor biofisik DAS dalam perencanaan pemanfaatan lahan. Pendekatan ini didasarkan pada tujuan pengelolaan DAS yaitu untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas lahan di DAS yang berorientasi pada kelestarian lingkungan. Hal ini disebabkan karena pemanfaatan lahan yang kurang memperhatikan faktor biofisik justru akan mengancam kesejahteraan hidup manusia dan hasil-hasil pembangunan di seluruh wilayah DAS. Pendekatan tersebut mengacu pada konsep pembangunan berwawasan lingkungan yaitu pembangunan yamg memelihara kebutuhan fungsi tatanan lingkungan agar sumber daya alam dapat secara berlanjut menompang proses pembangunan. Masalah pengelolaan DAS tidak hanya terbatas pada investasi baik dalam bentuk uang maupun sumber daya lainnya, akan tetapi menyangkut pada kemauan politik yang kuat untuk mengubah arah kebijakan yang berkenaan dengan pengembangan DAS. Perubahan arah kebijakan itu misalnya saja dapat dilakukan di sektor pertanian yang selama ini merupakan pemakai air paling besar dari sungai. Air yang melimpah di daerah-daerah perdesaan, hendaknya tidak dinilai dari segi sosial saja karena hal ini hanya akan menyebabkan terjadinya pemborosan dalam penggunaan air. Pemerintah hendaknya mengeluarkan kebijakan yang pada dasarnya merangsang para pengguna air di perdesaan, yang sebagian besar para petani untuk turut melakukan efisiensi. Disamping itu diperlukan juga kebijakan lain yang dapat
28 meningkatkan nilai ekonomi DAS. Misalnya saja dengan memberikan kesempatan yang sama pada sektor industri untuk menggunakan air seperti sektor pertanian dengan bersedia membayar tersedianya air secara layak untuk memenuhi kebutuhan sektor ini dalam proses produksinya. Mengingat Indonesia merupakan kepulauan dan di dalamnya terdapat DASDAS yang mempunyai batas geografis yang jelas. Pengelolaan sumber daya air di Indonesia akan sangat cocok melalui pendekatan DAS. Hal ini juga ditunjang oleh adanya informasi mengenai kegiatan pengembangan yang dilaksanakan di masingmasing DAS. Tujuan pengembangan DAS ini adalah mengkonservasi dan meningkatkan kemampuan daerah resapan/ tangkapan air di setiap bagian daerah aliran sungai dengan menggunakan teknologi tepat guna pada skala kecil, menegah, dan besar khusunya di Pulau Jawa. Kegiatan yang dapat dilakukan antara lain: a) menyusun rencana pengelolaan DAS secara terpadu dengan melibatkan berbagai departemen/instansi terkait seperti departemen PU, pertanian, kehutanan, Menteri Negara Lingkungan Hidup, dan menjajagi pembentukan badan (otorita) pengelola DAS sendiri; b) melakukan penelitian daerah kritis pada DAS dengan merencanakan proses rehabilitasi lahan untuk kepentingan pengaturan fluktuasi air permukaan dan recharge air tanah; c) menghitung neraca air dan daya dukung setiap DAS secara berkesinambungan dan dijadikan dasar bagi pembangunan di berbagai sektor khususnya pada DAS kritis di Pulau Jawa; d) mengevaluasi peraturan yang dapat menghambat kelancaran pengelolaan DAS baik dari segi administrasi maupun teknis yang dilakukan oleh instansi berwenang dan instansi terkait lainnya; e) menghitung beban perencanaan limbah domestik, pertanian (erosi) dan industri di setiap DAS kritis dan merencanakan penanggulangannya dengan teknologi tepat guna; f) melaksanakan rencana pengelolaan DAS secara terpadu melalui suatu otorita pengelola DAS yang dilaksanakan oleh instansi teknis dan sebagai penanggung jawab adalah Pemerintah Daerah Tingkat I (gubernur);
29 g) melaksanakan program prokasih dengan lebih cermat sehingga pengelolaan DAS menunjukkan tingkat keberhasilan dengan indikator rendahnya beban pencemaran yang masuk ke perairan umum; h) memenuhi kebutuhan tenaga terampil dan tenaga ahli pada badan pengelolaan DAS; dan i) mempersiapkan dan menyalurkan tenaga yang ahli dan terampil dalam pengelolaan DAS dari berbagai disiplin ilmu melalui jenjang pendidikan formal dan informal baik di dalam maupun luar negeri, untuk memperlancar pelayanan penggunaan air dan pengelolaan DAS. Kegiatan pengembangan DAS harus ditunjang oleh dana dan regulasi yang memadai. Pembiayaan pengelolaan DAS secara terpadu dapat menggunakan alokasi dana yang ada di setiap departemen yang terkait, baik yang berasal dari APBN, APBD, bantuan Luar Negeri dengan cara merubah diversifikasi dan distribusi sehingga lebih efektif dan efisien. Di samping itu perlu mengikutsertakan masyarakat dan swasta untuk membiayai sektor pengelolaan DAS yang saling menguntungkan, misalnya pembuatan bendungan yang bertujuan untuk tempat rekreasi dan pengembangan akuakultur air tawar. Begitu pula dipikirkan mekanisme pembiayaan pengelolaan DAS melalui kebijaksanaan satu pintu (one door policy) termasuk juga untuk tindakan/kegiatan yang akan dilakukan harus melalui penyaringan agar tidak terjadi tumpang tindih penelitian dan konflik kepentingan (conflict of interest) yang dapat menyebabkan pemborosan dana, tenaga, dan waktu. Kelembagaan, perangkat hukum dan mekanisme pengembangan DAS juga harus
diatur dengan cara membentuk suatu badan pengelola SDA bagi masing-
masing DAS yang kritis dengan wewenang yang jelas dan bertanggung jawab kepada masing-masing Kepala Daerah Tingkat I. Pembuatan suatu peraturan berdasarkan kebutuhan untuk pengelolaan DAS juga diperlukan supaya dapat memberikan dampak terhadap perbaikan SDA pada suatu DAS. Misalnya tata ruang bagi permukiman, industri, pertanian, pengelolaan limbah domestik cair dan padat, penanggulangan lahan kritis, dan konservasi daerah resapan. Pengembangan DAS ini melibatkan aspek lingkungan, hidrologi dan hidrogeologi, pertanian, pekerjaan sipil, teknologi, administrasi, dan planologi. Pekerjaan ini tidak menganut sistem one man show melainkan kerjasama tim yang terintegrasi dalam suatu organisasi multidisiplin untuk suatu tujuan, yaitu pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
30 2.7 Teknik Evaluasi Evaluasi memainkan sejumlah fungsi utama dalam analisis kebijakan. Evaluasi memberikan informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan. Seperti mengenai seberapa jauh kebutuhan, nilai, dan kesempatan telah dapat dicapai melalui tindakan publik. Dalam hal ini, evaluasi mengungkapkan seberapa jauh tujuan-tujuan yang dicanangkan dan target tertentu telah dicapai. Evaluasi memberikan sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilainilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target. Nilai diperjelas dengan mendefinisikan dan mengoperasikan tujuan dan target. Nilai juga dikritik dengan menanyakan secara sistematis kepantasan tujuan dan target dalam hubungannya dengan masalah yang dituju. Evaluasi juga memberikan sumbangan pada aplikasi metode-metode analisis kebijakan lainnya termasuk pada rumusan masalah dan rekomendasi. Informasi tentang tidak memadainya kinerja kebijakan dapat memberi sumbangan pada perumusan ulang masalah kebijakan. Contohnya adalah dengan menunjukkan bahwa tujuan dan target perlu didefinikan ulang. Evaluasi dapat pula menyumbang pada definisi alternatif kebijakan yang baru atau revisi kebijakan dengan menunjukkan bahwa alternatif kebijakan yang diunggulkan sebelumnya perlu dihapus dan diganti dengan yang lain. Dalam evaluasi kebijakan terdapat kriteria-kriteria yang bisa digunakan analis untuk mengevaluasi hasil kebijakan. Kriteria yang diterapkan secara retrospektif (expost) dalam evaluasi ini dapat dilihat pada Tabel II.1.
TABEL II.1 KRITERIA EVALUASI KEBIJAKAN Tipe kriteria Efektivitas
Pertanyaan Apakah hasil yang diinginkan telah dicapai? Efisiensi Seberapa banyak usaha diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan? Kecukupan Seberapa jauh pencapaian hasil yang diinginkan memecahkan masalah? Perataan Apakah biaya dan manfaat didistribusikan dengan merata kepada (equity) kelompok-kelompok yang berbeda? Responsivitas Apakah hasil kebijakan memuaskan kebutuhan, preferensi atau nilai kelompok-kelompok tertentu? Ketepatan Apakah hasil (tujuan) yang diinginkan (appropiateness) benar-benar berguna atau bernilai?
Sumber: Dunn, 1999
Ilustrasi Unit pelayanan Unit biaya, manfaat bersih, rasio biaya-manfaat Biaya tetap (error type 1), efektivitas tetap (error type 2) Kriteria Pareto, Kriteria Kaldor-Hilcks, Kriteria Rawls Konsistensi dengan warga negara
survei
Program publik harus merata dan efisien
31
Ada tiga pendekatan dalam evaluasi kebijakan publik, yaitu evaluasi semu, evaluasi formal, dan evaluasi teoritis keputusan (Dunn, 1999). Ketiga pendekatan tersebut memiliki karakteristiknya masing-masing yang dapat dilihat pada Tabel II.2.
TABEL II.2 PENDEKATAN EVALUASI KEBIJAKAN PUBLIK Tipe pendekatan
Tujuan
Asumsi
Pseudo evaluation
Menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid tentang hasil kebijakan Menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid dan terpercaya mengenai hasil kebijakan secara formal diumumkan sebagai tujuan program-kebijakan Menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid dan terpercaya mengenai hasil kebijakan yang secara eksplisit diinginkan oleh berbagai perilaku kebijakan
Ukuran manfaat atau nilai terbukti dengan sendirinya atau tidak kontroversial
Formal evaluation
Decission Theoritic Evaluation
Tujuan dan sasaran dari pengambilan kebijakan dan administrator yang secara resmi diumumkan merupakan ukuran yang tepat dari manfaat atau nilai Tujuan dan sasaran dari berbagai pelaku yang diumumkan secara formal ataupun diam-diam merupakan ukuran yang tepat dari manfaat atau nilai
Bentuk-bentuk utama Eksperimental sosial, akuntansi sistem sosial, pemeriksaan sosial, sintesis riset dan praktik Development evaluation, eksperimental evaluation, restrospective process evaluation, restrospective outcome evaluation Penilaian tentang dapat tidaknya dievaluasi, analisis utilitas multiatribut
Sumber: Dunn, 1999 Evaluasi semu adalah pendekatan yang menggunakan metode-metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid tentang hasil kebijakan tanpa berusaha menanyakan manfaat atau nilai hasil-hasil tersebut pada target kebijakan. Evaluasi semu berasumsi bahwa ukuran tentang manfaat atau nilai merupakan sesuatu yang terbukti sendiri (self evident) atau tidak kontroversial. Evaluasi formal merupakan pendekatan yang menggunakan metode-metode deskriptif untuk mengahasilkan informasi yang valid dan cepat dipercaya mengenai hasil kebijakan, namun mengevaluasi hasil tersebut atas tujuan program kebijakan yang telah diumumkan secara formal oleh pembuat kebijakan. Evaluasi formal berasumsi bahwa ukuran tentang manfaat atau nilai adalah tujuan dan target yang diumumkan secara
32 formal. Evaluasi keputusan teoritis adalah pendekatan yang menggunakan metodemetode
deskriptif
untuk
menghasilkan
informasi
yang
valid
dan
dapat
dipertanggungjawabkan mengenai hasil kebijakan yang secara eksplisit dinilai oleh berbagai macam perilaku kebijakan. Penelitian ini melakukan evaluasi terhadap kebijakan publik dengan menggunakan pendekatan evaluasi formal. Evaluasi formal adalah teknik evaluasi yang digunakan dalam penelitian ini. Evaluasi formal adalah pendekatan evaluasi yang menggunakan metoda-metoda deskriptif untuk menghasilkan informasiinformasi yang valid dan reliable tentang hasil-hasil dari suatu kebijaksanaan yang secara resmi telah dicanangkan pemerintah. Penelitian ini berangkat dari formal policy yang sudah ada sehingga dalam melakukan analisis ini diasumsikan bahwa tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan merupakan ukuran keberhasilan pelaksanaan program/kebijaksanaan. Dalam evaluasi formal, informasi yang valid dan reliable diperoleh dengan cara merunut legislasi, merunut dokumen-dokumen program, dan interview dengan penyusun kebijaksanaan atau administrator program. Sasaran interview sendiri adalah mengidentifikasi, mendefinisi, dan menspesifikasi. Ada dua tipe evaluasi formal, yaitu: •
Summative Evaluation Upaya untuk mengevaluasi program yang telah dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu. Umumnya untuk mengetahui program yang relatif sudah “baku” atau stabil.
•
Formative Evaluation Upaya untuk mengevaluasi pelaksanaan program secara kontinyu. Umumnya untuk mengevaluasi program yang relatif “baru” dan dinamis. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel II.3 berikut ini:
TABEL II.3 KLASIFIKASI EVALUASI FORMAL Kontrol Terhadap Pelaksanaan Program
Orientasi dari Proses Pelaksanaan Program
Direct
Formative Development Evaluation
Summative Experimental Evaluation
Indirect
Retrospective Process Evaluation
Retrospective Outcome Evaluation
Sumber: Catatan kuliah Teknik Evaluasi Perencanaan, 2005
33 Dalam teknik evaluasi formal terdapat derajat kontrol yang dapat dilakukan oleh evaluator. Evaluasi Formal dilihat dari derajat kontrol terhadap input dan proses pelaksanaan kebijaksanaan tebagi menjadi: •
Direct Evaluation Evaluator dapat secara langsung mengatur tingkat pengeluaran dana, komposisi program, dan kelompok sasaran dari program.
•
Indirect Evaluation Evaluator tidak dapat secara langsung mengatur tingkat pengeluaran dana, komposisi program, dan kelompok sasaran dari program. Pada penelitian ini, evaluator tidak dapat secara langsung mengatur tingkat
pengeluaran dana, komposisi program, dan kelompok sasaran dari program (indirect evaluation). Maka summative evaluation yang digunakan termasuk dalam kategori Retrospective Outcome Evaluation. Retrospective Outcome Evaluation adalah teknik mengevaluasi hasil pelaksanaan program selama periode waktu tertentu tanpa kemampuan mengatur input/proses pelaksanaan program secara langsung. Pada kontrol secara tidak langsung ini, evaluator berusaha mengisolasi pengaruh dari banyak faktor lainnya dengan menggunakan metode kuantitatif. Retrospective Outcome Evaluation mengevaluasi hasil pelaksanaan program selama periode waktu tertentu tanpa kemampuan mengatur input/proses pelaksanaan program secara langsung. Ada 2 jenis Retrospective Outcome Evaluation, yaitu: •
Cross Selectional Evaluation Mengevaluasi perbedaan output dari berbagai program dan penyebabnya dalam waktu yang bersamaan.
•
Longitudinal Evaluation Mengevaluasi perbedaan output dari berbagai program dan penyebabnya dalam beberapa titik pengamatan.
2.8 Studi Sebelumnya yang Pernah Ada Salah satu studi mengenai daerah aliran sungai yang pernah ada adalah kajian kesesuaian program pengelolaan DAS (Studi Kasus: DAS Ciliwung). Daerah aliran sungai merupakan sumber daya yang potensial, sehingga menimbulkan bangkitan untuk dimanfaatkan manusia. Sedangkan pemanfaatan sumber daya sendiri bersifat eksploitasi sehingga menimbulkan kondisi yang kritis dan menyebabkan degradasi
34 lingkungan. Pengelolaan DAS diperlukan agar pemanfaatan DAS menjadi optimal kembali. Tujuan dari studi ini adalah mengkaji faktor eksternal program yang mempengaruhi kondisi kritis sehingga terjadi penurunan kualitas DAS, mengkaji faktor internal program pengelolaan DAS dalam menanggulangi kondisi kritis yang terjadi, dan mengkaji kesesuaian antara karakteristik permasalahan DAS dengan program. DAS dimanfaatkan untuk kawasan lindung, kawasan budidaya pertanian permukiman dan industri, pemanfaatan sumber daya air untuk PDAM, pencucian, MCK, irigasi, dan banjir kanal. Kondisi kritis mulai bermunculan dari pemanfaatan DAS tersebut dan walaupun telah ada program pengelolaan DAS keadaan sungai terus menurun. Program pengelolaan DAS yang ada antara lain adalah Program Kali Bersih, program Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah, serta Jadebotabek Water Resources Management Project. Dari hasil kesesuaian maka program yang ada hanya mengatasi beberapa kondisi kritis. Sedangkan kondisi kritis lain seperti limbah domestik/padat, dan banjir belum ditangani sama sekali. Oleh karena itu diperlukan suatu bentuk program pengelolaan yang menyeluruh dan terpadu. Studi lain yang berkaitan dengan pengelolaan DAS adalah arahan pemanfaatan lahan untuk permukiman berdasarkan analisis kesesuaian lahan dan penilaian kualitas Sub DAS (Studi Kasus: Sub DAS Cileunyi). Bencana banjir terjadi akibat pembangunan permukiman baru di daerah hulu. Pemberian izin lokasi pembangunan saat ini belum memperhatikan kondisi lingkungan dan terjadi konflik kepentingan antara upaya pelestarian lingkungan dengan upaya pemanfaatan lahan secara maksimal. Oleh karena itu pemanfaatan lahan untuk kegiatan permukiman membutuhkan arahan dari informasi kondisi lingkungan yang ada. Kualitas sub DAS sangat mempengaruhi kegiatan permukiman dan daerah yang memiliki kualitas sub DAS tinggi menjadi prioritas pertama untuk penempatan lokasi permukiman. Sedangkan studi mengenai kawasan lindung yang pernah ada adalah evaluasi penetapan kawasan lindung Cipamatuh. Pada kawasan lindung Cipamatuh terjadi ketidaksesuaian fungsi lahan dan alih fungsi lahan menjadi kawasan budidaya dan kawasan non produktif. Ada pula alihfungsi pemanfaatan lahan dari permukiman menjadi kawasan lindung dengan besaran yang paling kecil. Ketidaksesuaian fungsi lindung diinterpretasikan pola perubahan penambahan fungsi lindungnya melalui sistem pusat-pusat permukiman berdasarkan RTRW Kabupaten dan hasil analisa. Pengalihfungsian pemanfaatan ruang semakin terjadi pada sistem pusat-pusat permukiman dengan hirarkie lebih tinggi karena kurangnya daya dukung lingkungan.