FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA
PERTEMUAN 5
MODUL KOMUNIKASI ANTARBUDAYA ( 3 SKS ) Oleh : Ira Purwitasari
POKOK BAHASAN Dimensi Waktu dalam Komunikasi Antarbudaya
DESKRIPSI Dalam modul ini akan dibahas mengenai perbedaan konsepsi waktu diantara budayabudaya yang berbeda. Setiap kebudayaan mempunyai konsep tentang masa lalu, sekarang dan yang akan datang. Satu hal penting untuk memahami setiap kelompok adalah mengetahui struktur waktu dari kelompok tersebut seperti berbagai cara menata waktu bagi setiap kelompok budaya, waktu monokronik dan waktu polikronik.
TUJUAN INSTRUKSIONAL Setelah membaca modul ini diharapkan mahasiswa dapat : 1. Mengetahui dan memahami konsep waktu diantara budaya-budaya yang berbeda. 2. Memahami dan menjelaskan berbagai cara menata waktu dalam suatu budaya diantara budaya yang beragam. 3. Memahami dan menjelaskan perbedaan waktu monokronik dan waktu polikronik
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR – UMB
Ira Purwitasari S.Sos Komunikasi Budaya
Dimensi Waktu dalam Komunikasi Antarbudaya Kepustakaan : 1. Liliweri, Alo. 2007. Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta: LKiS. 2. Mulyana, Deddy dan Jalaluddin Rakhmat. 2003. Komunikasi Antarbudaya. Bandung: Remaja Rosdakarya. 3. Mulyana, Deddy. 2004. Komunikasi Efektif; Suatu Pendekatan Lintasbudaya. Bandung:Remaja Rosdakarya. 4. Hall.T. Edward. 1984. The Dance of Life: The Other Dimension of Time. New York: Anchor Books.
Waktu dan Perbedaan Budaya Baru belakangan ini beberapa pakar komunikasi menyadari bahwa waktu adalah salah satu unsure penting dalam komunikasi. Stewart L.Tubbs dan Sylvia Moss memasukkan waktu sebagai unsure terakhir dari model komunikasi yang mereka rancang. Dalam pandangan Tubbs dan Moss, arti pentingnya waktu dalam komunikasi, seperti juga diisyaratkan Frank Dance dalam model komunikasi yang berbentuk spiral, adalah bahwa perilaku komunikasi kita yang lampau akan memengaruhi perilaku komunikasi kita masa kini, sebagaimana perilaku komunikasi kita masa kini akan memengaruhi perilaku komunikasi kita pada masa datang. Edward T.hall dalam bukunya The dance of Life panjang lebar membahas arti pentingnya waktu bagi komunikasi antarbudaya. Menurut Hall, suatu kendala dalam hubungan antarbudaya bahwa setiap budaya memiliki kerangka waktunya sendiri yang ditandai dengan pola-pola yang unik. Asumsi ini mengisyaratkan bahwa untuk berhasil di luar negeri, apakah kita sebagai mahasiswa, pebisnis, atau diplomat, kita perlu memahami bahasa waktu Negara setempat yang boleh jadi berbeda dengan bahasa waktu yang kita anut. Mengapa waktu termasuk unsure penting dalam komunikasi? Secara sederhana, jawabannya adalah karena kita hidup dalam waktu, komunikasi pasti terjadi dalam waktu juga. Pentingnya waktu bagi komunikasi adalah bahwa seringkali waktu dengan konteks tertentu (pagi, siang, sore, malam, cepat, lambat, dan sebagainya) memberikan makna tertentu kepada pesan komunikasi dan sebagai konsekuensinya juga membawa efek tertentu. Pereceraian seorang penyiar berita sebuah TV swasta dengan suaminya yang
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR – UMB
Ira Purwitasari S.Sos Komunikasi Budaya
juga seorang selebritis awal tahun 2004 dipicu isu perselingkuhan sang istri dengan pria lain, tepatnya setelah sang suami mengetahui istrinya menelepon pria lain pada dini hari. “Ngapain malam-malam curhat sama orang yang bukan mahram, sama orang tua sendiri nggak mungkin nelepon kalau tidak darurat,” demikian keluhan sang suami. Inti masalahnya jelas, problem waktu ketika berkomunikasi (Deddy Mulyana, 2004 : 252). “Time is money” demikian peribahasa Inggris yang menyatakan bahwa waktu adalah uang. Di balik pepatah Barat tersebut mengandung makna bahwa waktu menduduki posisi yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Barat. Ketepatan waktu dianggap suatu norma yang penting. Pada kenyataannya, konsep tentang waktu antara satu komunitas kebudayaan yang lainnya bisa berbeda-beda. Konsep masa lampau, masa depan, masa sekarang merupakan konsep dalam pemikiran Barat yang berhubungan langsung dengan ruang dan tempat. Waktu dan tempat mengikat sebuah komunitas kebudayaan, disadari atau tidak, setiap orang di Barat berperilaku, berpikir dengan pengaruh kuat dari masa lalunya, masa sekarang, dan bahkan masa yang akan datang. Perbedaan konsep tentang waktu membuat suatu komunitas masyarakat akan mempersepsi waktu dengan cara mereka sendiri-sendiri yang unik. Orang-orang Amerika keturunan Meksiko menggunakan istilah “waktu Meksiko” (Chicano Time) untuk menyebut waktu mereka yang berbeda dengan konsep waktu yang dianut oleh Amerika Serikat. Kaum Blacks (Kulit Hitam) di AS, juga mempunyai waktu tersendiri. Mereka sering menyebut waktu orang-orang hitam sebagai Blacks people’s time. Sedangkan bagi orang Indonesia, khususnya bagi orang-orang Jawa, waktu menjadi relative. Mereka menyebut “jam karet’. Sebutan itu menunjuk pada toleransi terhadap waktu. “On time” (tepat waktu) dalam budaya Barat berhubungan dengan disiplin, bagi orang-orang Jawa disebut “ngat” (tepat waktu) tidak ada hubungannya dengan disiplin, tetapi lebih mementingkan unsure-unsur yang menghubungkan dengan dunia spiritual atau magis. Waktu bersifat mulur mungkret (relative), yakni tergantung siapa dan dalam situasi yang bagaimana waktu didefinisikan. Waktu sholat sudah ditentukan, waktu ke sawah merupakan kebiasaan, tetapi sewaktu-waktu yang berhubungan dengan aktivitas modern seperti waktu rapat, waktu kerja, waktu bergotong royong, waktu kenduri, tergantung dari siapa yang paling kredibel menentukan dan saat yang bagaimana. Waktu rapat bisa mundur satu jam karena ketua datang terlambat.
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR – UMB
Ira Purwitasari S.Sos Komunikasi Budaya
Jadi, “on time” atau tepat waktu dalam budaya Jawa tergantung kepada situasi dan kondisinya. Waktu menjadi kurang penting jika peristiwa yang menjadi subjek dianggap kurang penting. Jadi konsep waktu melekat pada peristiwa yang terjadi. Di Jawa perhitungan waktu, “petung dina “ merupakan unsure yang penting bahkan pada jaman dulu dijadikan sebagai pedoman untuk menentukan pertemuan, hajatan, dan tujuan-tujuan tertentu, misalnya, pertemuan dengan pebisnis, waktu mendirikan rumah, membuat sumur, perjalanan, pesta temu manten, dan lain-lain. Waktu mempunyai dimensi spiritual dan social. Oleh sebab itu, orang Jawa selalu memilih waktu sebagai sarana untuk melakukan komunikasi social. Misalnya, “jagongan” atau “selamatan” dilakukan pada saat setelah matahari terbenam. Konsep waktu berhubungan dengan, misalnya : pertama, pembagian nama penggalan waktu dalam satuan periode; misalnya dalam satu hati ada pagi, siang, petang, senja, malam, lewat tengah malam, menjelang pagi, dan lain-lain. Dalam satu minggu ada beberapa hari misalnya hari pertama mimggu, akhir pekan dan lain-lain; juga setiap bulan terdiri dari empat minggu dan 28-31 hari. Kita mengenal orang Baduy mempunyai pembagian bulan, yakni bulan kapat, kalima, kanem, katujuh, kadalapan, kasalapan, kasapuluh, hapit lemah, hapit kayu, kasa, karo dan katiga. Kedua, waktu berdasarkan fungsi, setiap waktu orang Baduy diatur berdasarkan fungsi tertentu, misalnya ngaseuk atau waktu menanam padi di huma serang biasanya dimulai pada bulan katujuh dan panen di bulan kasa. Demikian pula ada konsep waktu berdasarkan tahun, windu, dasa, pancawindu, pancadasa, dan lain-lain. Pola pembagian waktu menurut periode dan fungsi terdapat pula di semua suku bangsa Sabu dan Atoni Pah Meto di NTT. Jadi, waktu, sebagai sebuah unsure penting dalam komunikasi menjadi focus pembahasan komunikasi antarbudaya, karena konsep waktu akan memengaruhi keberhasilan tindak komunikasi antarbudaya.
Berbagai Cara Menata Waktu
Apakah waktu itu? Apakah waktu mempunyai awal atau akhir? Berjalan lurus atau melingkar? Apa yang dimaksud awal, akhir, lurus, atau melingkar itu? Semua penjelasan tentang waktu tampaknya hanya sekedar dugaan saja. Hanya Tuhan yang tahu apa esensi waktu. Banyak filosof pun menganggap bahwa waktu adalah satu misteri terbesar yang dihadapi manusia. Kamus Webster mendefinisikan waktu “sebagai
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR – UMB
Ira Purwitasari S.Sos Komunikasi Budaya
rentang yang memungkinkan kejadian-kejadian melaju satu sama lain dari masa lalu melalui masa kini ke masa depan”.
Albert Einstein mengatakan, “Waktu tidak
mampunyai eksistensi yang independent dari tata kejadian yang memungkinkan kita mengukurnya”. Bagaimana waktu ditata? Apakah waktu seperti yang ditunjukkan weker? Secara tradisional waktu ditunjukkan dengan kokok ayam pada dini hari atau bentuk bulan dan letaknya di langit malam atau letak matahari di siang hari. Tetapi Albert Einstein mengatakan bahwa waktu bersifat relative yang terikat oleh kecepatan cahaya; jika manusia bergerak dengan kecepatan yang mendekati kecepatan cahaya, waktu akan melambat. Ia menteorikan bahwa seorang astronot yang bergerak cepat dapat meninggalkan bumi dan kembali satu abad kemudian dan menemukan bahwa orangorang yang ia kenal di bumi telah meninggal dunia, sementara ia sendiri hanya bertambah tua beberapa tahun saja. Definisi waktu Einstein yang teknis ini ternyata berbeda juga dengan konsep yang dianut para insinyur mesin yang menekankan ketepatan, misalnya yang dituntut oleh pesawat udara atau mobil untuk mencapai kecepatan tertentu. Setiap orang sebenarnya menganut system waktu bersifat pribadi yang tidak persis sama dengan system waktu yang dianut orang lain, bergantung pada factor fisiologis, suasana hati (mood), lingkungan fisik, situasi social, dan pekerjaan. Minuman keras membuat peminumnya merasakan waktu berjalan cepat pada awalnya, karena stimulasi yang ditimbulkannya, tetapi karena minuman keras adalah depresan, hasil akhirnya bagi peminum adalah terasa waktunya melambat. Ada waktu mengajar bagi seorang dosen, waktu istirahat, waktu bekerja, waktu bagi ibu rumah tangga, waktu beribadah, dan sebagainya. Secara garis besar Edward T.Hall, seorang antropolog dan pakar komunikasi antarbudaya menjelaskan adanya delapan konsep waktu, yaitu :
1. Waktu Biologis (Biological Time ) Merupakan waktu alami yang dalam dunia modern ditunjukkan oleh weker, yang secara tradisional identuk dengan irama alam (usia alam semesta: peredaran bintang, matahari, dan planet; pergantian musim; pasangnya air laut; kokok ayam; usia manusia). Waktu biologis adalah waktu yang sejalan dengan dengan siklus kehidupan dan irama tubuh kita. Ada saat lapar, dan ada saat mengantuk. Fenomena jet lag (kelelahan fisik dan psikis akibat penerbangan) yang anda
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR – UMB
Ira Purwitasari S.Sos Komunikasi Budaya