MODUL FORENSIK TOKSIKOLOGI
Penulis : Dr.dr. Rika Susanti, Sp.F Dr. Citra Manela, Sp.F Dr. Taufik Hidayat
BAGIAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2015
1
NOMOR MODUL
: 09/For-UA/IX/15
TOPIK
: TOKSIKOLOGI
SUBTOPIK
: Aspek Medikolegal kasus keracunan
LEARNING OBJECTIF : 1. Kognitif a. Menjelaskan definisi toksikologi b. Menjelaskan penggolongan racun c. Menjelaskan mekanisme kerja racun d. Menjelaskan kriteria diagnostik keracuanan e. Menjelaskan pemeriksaan forensic pada korban keracunan f.
Menjelaskan tata cara pengambilan bahan pemeriksaan, pengawetan dan pengirimannya.
2. Psikomotor a. Mampu melakukan anamnesa terhadap keluarga korban tentang kemungkinan tindak kekerasan yang dialami korban b. Mampu menegakkan diagnosis keracunan pada korban yang diduga keracunan c. Mampu melakukan pengambilan sampel serta memberikan bahan pengawat untuk pemeriksaan toksikologi d. Mampu melakukan pemeriksaan skrining racun di kamar jenazah 3. Attitute a. Memperkenalkan diri kepada keluarga korban/penyidik yang mengantar korban b. Memberikan waktu kepada keluarga/pengantar/penyidik untuk menjelaskan kejadian yang dialami korban sesuai dengan pengetahuannya c. Menerangkan kepada keluarga korban tindakan apa yang akan dilakukan kepada korban dan tujuannya d. Memberikan informed consent kepada keluarga korban
2
TOKSIKOLOGI DEFINISI Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari sumber, sifat, dan khasiat racun, gejala – gejala dan pengobatan pada keracunan serta kelainan – kelainan ynag didapatkan pada korban yang meninggal. Racun ialah zat yang bekerja pada tubuh secara kimiawi dan fisiologik yang dalam dosis toksik akan menyebabkan gangguan berupa sakit atau kematian. Toksikologi forensik adalah cabang ilmu forensik yang mempelajari tentang ilmu dan aplikasi toksikologi untuk kepentingan hukum. Kerja utama dari toksikologi forensik adalah melakukan analisis kualitatif maupun kuantitatif dari racun sebagai bukti fisik serta melakukan interpretasi hasil analisis racun tersebut PENGGOLONGAN RACUN Berdasarkan sumber : •
Tumbuh – tumbuhan : opium, kurare, aflatoksin
•
Hewan : bias/ toksin ular, laba – laba, hewan laut.
•
Mineral
Sintetik dan semi sintetik : heroin, nylon Tempat dimana racun berada : •
Racun yang terdapat di alam bebas, misalnya gas – gas yang terdapat di alam dll
•
Racun yang terdapat di rumah tangga, misalnya detergen, desinfektan, insektisida, pembersih ( cleaners )
•
Racun yang digunakan dalam pertanian, misalnya insektisida, herbisida, pestisida
•
Racun yang digunakan dalam industri dan laboratorium, misalnya asam dan basa kuat, logam berat.
•
Racun yang terdapat dalam makanan, misalnya dalam tumbuh – tumbuhan ( sianida dalam singkong ), dalam hewan ( Botulinum, racun ikan ), bahan pengawet, zat aditif.
•
Racun yang digunakan sebagai obat, misalnya hipnotik, sedatif, dan lain – lain. 3
Organ yang dipengaruhi : racun hepatotoksik, nefrotoksik dll Mekanisme kerja : •
Mengikat gugus-SH, misalnya Pb, yang mempengaruhi ATP-ase
•
Membentuk metHB, misalnya nitrat dan nitrit ( nitrat dalam usus oleh flora usus diubah menjadi nitrit )
Cara Kerja/ Efek yang Ditimbulkan : •
Lokal : pada tempat kontak akan timbul beberapa reaksi, misalnya perangsangan, peradangan atau korosif. Keadaan ini dapat menimbulkan rasa nyeri yang hebat dan dapat menyebabkan kematian akibat syok neurogenik. Contoh korosif : asam dan basa kuat seperti H2SO4, HNO3, NaOH, KOH : golongan halogen, seperti fenol, lisol.
•
Sistemik : mempunyai afinitas tewrhadap salah satu sistem, misalnya barbiturat, alkohol, morfin mempunyai afinitas kuat terhadap SSP. Digitalis dan oksalat terhadap jantung. CO terhadap darah. Arsen juga terhadap darah dengan menimbulkan hemolisis akut.
•
Lokal dan sistemik : asam karbol menyebabkan erosi lambung sedangkan sebagian yang diabsorpsi akan menimbulkan depresi SSP. Tetraetilen selain mempunyai efek iritasi, jika diserap akan menimbulkan hemolisis akut.
KRITERIA DIAGNOSIS 1. Adanya tanda dan gejala yang sesuai dengan racun penyebab. 2. Dengan analisis kimiawi dapat dibuktikan adanya racun pada barang bukti, jika sisanya masih ada. 3. Dapat ditemukan racun/sisa racun dalam tubuh/cairan tubuh korban, jika racun menjalar secara sistemik. 4. Kelainan pada tubuh korban, makroskopik maupun mikroskopik sesuai dengan racun penyebab 5. Riwayat penyakit, bahwa korban tersebut benar – benar kontak dengan racun 6. Butir 3 dan 4 mutlak perlu
4
Yang perlu diperhatikan untuk pemeriksaan korban keracunan ialah : •
Keterangan tentang racun apa kira – kira yang menjadi penyebabnya.
•
Harus sedikit sekali menggunakan air
•
Jangan menggunakan desinfektan
Pemeriksaan Forensik Akibat Keracunan Pemeriksaan Toksikologik harus dilaksanakan pada : 1. Bila pada pemeriksaan setempat terdapat kecurigaan akan keracunan 2. Bila pada autopsi ditemukan kelainan yang lazim ditemukan pada keracunan dengan zat tertentu, misalnya lebam mayat yang tidak biasa ( cherry red pada CO, merah terang pada sianida, kecoklatan pada nitrit , luka bekas suntikan sepanjang vena dan keluarnya buih dari mulut hidung ( keracunan morfin ), bau amandel ( sianida ), bau kutu busuk ( keracunan malation ) 3. Bila pada autopsi tidak ditemukan penyebab kematian PENGAMBILAN BAHAN PEMERIKSAAN TOKSIKOLOGIK Untuk memperoleh hasil pemeriksaan yang dapat dipertanggung jawabkan, maka syaratsyarat pengambilan, pemilihan, penyimpanan, dan pengiriman sampel toksikologi ke laboratorium harus dipenuhi dan benar-benar diperhatikan. Penyimpanan sampel merupakan suatu tahap yang memegang peranan penting dalam kasus keracunan, terutama pada kasus dimana sampel tidak bisa langsung dilakukan analisis dilaboratorium. Contohnya karena jauhnya jarak ke laboratorium rujukan serta laboratorium rujukan yang tidak membuka pelayanan setiap hari selama 24 jam. Bahan – bahan yang diambil : Darah, urin, bilasan lambung, isi lambung, usus beserta isinya, Hati beserta empedu, kedua ginjal, otak. Bahan – bahan pemeriksaan tersebut sudah cukup memberikan informasi pada keracunan akut yang masuk melalui mulut. Tapi pada beberapa keadaan dapat diambila jaringan limpa, jantung, cairan liquor otak, jaringan lemak ( insektisida, obat anastesi ), otot ( Co dan Pb ), rambut (arsen ).
5
Cara lain adalah dengan mengambil pada 3 tempat : 1. Pada tempat masuk racun ( paru – paru; inhalasi, lambung; oral, tempat suntikan ) 2. Darah yang menandakan racun masuk secara sistemik. 3. Tempat keluar ( urin, empedu ) TEMPAT BAHAN PEMERIKSAAN Minimal diperlukan 9 buah tempat, karena masing – masing bahan pemeriksaan ditempatkan pada tempat terpisah tidak boleh dicampur, yaitu : 2 buah peles @ 2 liter untuk hati dan usus; 3 peles @ 1 liter untuk lambung serta isinya, otak dan ginjal; 4 botol @ 25 ml untuk darah ( 2 buah ), urin dan empedu. BAHAN PENGAWET Sebenarnya yang paling baik adalah tanpa pengawet, tetapi bahan pemeriksaan harus disimpan dalam lemari pendingin, untuk diperiksa keesokan harinya.Volume pengawet minimal 2 kali volume bahan. Darah merupakan sampel yang dipilih sebagai sampel kasus toksikologi karena kadar obat didarah berhubungan dengan gejala klinis yang ditimbulkan. Selain itu kadar didarah menunjukkan apakah kadar obat tersebut merupakan dosis terapeutik atau dosis toksik atau bahkan dosis letal. Untuk pemeriksaan terhadap kuantitatif obat, darah adalah sampel yang paling dipilih. Untuk kasus-kasus dimana sampel darah untuk pemeriksaan kuantitatif obat tidak bisa dilakukan pemeriksaan langsung ke laboratorium maka darah harus disimpan pada temperatur yang sesuai dan bahan pengawet yang adekuat. Pada penyimpanan yang tidak begitu lama maka penyimpanan yang direkomendasikan adalah pada kulkas suhu 40 C, jika butuh waktu yang lama ( lebih dari 2 minggu) maka disimpan pada freezer suhu -20 0 C. Pengawet dan antikoagulan biasanya ditambahkan terutama untuk pemeriksaan yang membutuhkan waktu yang lama ke fasilitas laboratorium. The royal college of pathologist bagian forensik dan medikolegal tahun 2011, telah menerbitkan acuan tentang penanganan spesimen medikolegal dan preservasi barang bukti untuk sampel darah untuk korban hidup yaitu darah harus diambil maksimal 72 jam setelah insiden,
6
darah ditambahkan Natrium Florida sebagai pengawet untuk menjaga stabilitas kadar obat dan potasium oksalat sebagai antikoagulan, serta darah diambil sebanyak 7,5ml hingga 10 ml. Pengawetan darah untuk kasus-kasus dimana terjadi keterlambatan pemeriksaan konfirmasi ke laboratorium bisa dilakukan secara fisik dan kimia. Pengawetan secara fisik yaitu sampel disimpan dalam kulkas suhu 4 0 C ( untuk waktu yang tidak begitu lama) atau freezer suhu - 20 0 C ( jika lebih dari 2 minggu). Kematian bakteri akan terjadi sangat cepat pada suhu - 20 0 C dan terjadi dengan lambat pada suhu 40C. Pada suhu yang rendah enzim juga akan inaktif. Sedangkan pengawetan secara kimia salah satunya adalah dengan penambahan natrium florida. Natrium florida selain bersifat sebagai antikoagulan, juga bersifat sebagai pengawet. Natrium florida bekerja menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan kerja enzim sehingga menghambat terjadinya degradasi obat. CARA PENGIRIMAN Harus memenuhi kriteria berikut : 1. Tempat bahan harus dibersihkan dulu dengan mencucinya dengan asam kromat hangat, lalu dibilas dengan akuades dan dikeringkan. 2. Satu tempat hanya berisi satu contoh bahan pemeriksaan. 3. Contoh bahan pengawet harus disertakan untuk kontrol. 4. Tiap tempat yang telah terisi harus disegel dan diberi label yang memuat tempat pengambilan bahan, nama korban, bahan pengawet dan isinya. 5. Hasil autopsi harus disertakan secara singkat, jika mungkin sertakan pula anamnesis, dan gejala – gejala klinis. 6. Surat permintaan pemeriksaan dari penyidik harus disertakan dan memuat identitas korban lengkap dengan dugaan racun apa yang menyebabkan intoksikasi. 7. Penyegelan harus dilakukan oleh polisi yang harus membuat berita acara penyegelan dan berita acara ini harus disertakan dalam pengiriman bahan pemeriksaan, demikian pula berita acara penyegelan barang bukti seperti sisa racun/ obat. Dalam berita acara tersebut harus terdapat contoh segel/ materai yang digunakan. 8. Jika jenazah akan diawetkan, maka pengambilan contoh bahan harus diambil sebelum pengawetan. Tidak dibenarkan pengambilan bahan setelah pengawetan, karena formalin yang biasanya digunakan untuk pengawetan dapat menyulitkan dan merusak racun.
7
9. Pada pengambilan contoh bahan dari korban hidup, alkohol tidak dapat dipakai sebagai desinfektan lokal pada saat pengambilan darah. Sebagai gantinya dapat digunakan sublimat 1/1000 atau merkuriklorida 1%.
REFERENSI 1. Idries AM.Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik.Jakarta:Binarupa Aksara. 2. Bagian Kedokteran Forensik FKUI.Ilmu Kedokteran Forensik.Jakarta:Forensik FKUI. 3. Sampurna B,Syamsu Z.Peranan Ilmu Kedokteran Forensik Dalam Penegakan Hukum;sebuah pengantar.Jakarta:Forensik FKUI. 4. Di Maio D,Di Maio VJM.Forensic Pathology,New York. 5. Hamzah A,KUHP & KUHAP.Cetakan kesembilan,PT Rineka Cipta,Jakarta:1990 6. Knight B,Forensic Pathology,Second Edition.New York.Oxford University. 7. Gani, MH Toksikologi umum dalam Ilmu Kedokteran Forensik, FK UNAND Padang 2008 hal :125-36 8. Ramachandran AA Short Text Book of Forensic Medicine and Toxicology. Medical Publishers. Madras 1997 9. Baselt RC, Dispotion of Toxic Drugs and Chemical in Man. Second Edition biomedical Publication Davis California 1982 10. Glaister J. Medical Jurisprudence and Toxicology Tenth Edition E&S Living Stone LTD Edinburgh and London 1956
8