MODUL FORENSIK PEMERIKSAAN DALAM / AUTOPSI
Penulis : Dr.dr. Rika Susanti, Sp.F Dr. Citra Manela, Sp.F Dr. Taufik Hidayat
BAGIAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2015
1
NOMOR MODUL
: 04/For-UA/IX/15
TOPIK
: PEMERIKSAAN DALAM / AUTOPSI
SUBTOPIK
:
LEARNING OBJECTIF : 1. Kognitif a. Menjelaskan definisi autopsi b. Menjelaskan jenis – jenis autopsi c. Menjelaskan landasan hukum pemeriksaan dalam pada mayat d. Menjelaskan tata cara persiapan autopsi e. Menjelaskan teknik – teknik autopsi f.
Menjelaskan tata cara membuat deskripsi organ
2. Psikomotor a. Mampu melakukan anamnesa terhadap keluarga korban tentang tindak kekerasan yang dialami korban b. Mampu melakukan deskripsi organ secara sistematis untuk kepentingan pembuatan pemeriksaan dalam c. Mampu melakukan pengumpulan barang bukti 3. Attitute a. Memperkenalkan diri kepada keluarga korban/penyidik yang mengantar korban b. Memberikan
waktu
kepada
keluarga
korban/pengantar/penyidik
untuk
menjelaskan kejadian yang dialami korban sesuai dengan pengetahuannya c. Menerangkan kepada keluarga korban tindakan apa yang akan dilakukan kepada korban dan tujuannya d. Memberikan informed consent kepada keluarga korban
2
AUTOPSI / PEMERIKSAAN DALAM DEFINISI Autopsi berasal dari kata Auto = sendiri dan Opsis = melihat. Autopsi disebut juga bedah mayat, seksi, nekropsi, obduksi, pemeriksaan post mortem. Yang dimaksud dengan autopsi adalah : Pemeriksaan terhadap tubuh mayat, meliputi pemeriksaan bagian luar maupun bagian dalam, dengan tujuan menemukan proses penyakit atau adanya cedera, melainkan interpretasi atas penemuan – penemuan tersebut, menerangkan penyebabnya serta mencari hubungan sebab akibat antara kelainan – kelainan yang ditemukan dengan penyebab kematian. Apabila pada pemeriksaan ditemukan beberapa jenis kelainan bersama – sama, maka dilakukan penemuan kelainan mana yang merupakan penyebab kematian, serta apakah kelainan yang lain turut mempunyai andil dalam terjadinya kematian tersebut. JENIS AUTOPSI Saat ini dikenal 3 macam autopsi, yaitu : Autopsi Anatomi, Autopsi Klinis dan Autopsi Forensik. Autopsi Anatomi Autopsi yang dilakukan untuk keperluan pendidikan mahasiswa fakultas kedokteran. Bahan yang dipakai adalah mayat yang dikirim kerumah sakit yang telah disimpan 2 x 24 jam di laboratorium ilmu kedokteran forensik, tidak ada ahli waris yang mengakuinya. Kemudian diawetkan di laboratorium anatomi dan disimpan sekurang – kurangnya satu tahun sebelum digunakan untuk praktek anatomi. Menurut hukum hal ini dapat dipertanggungjawabkan sebab warisan yang tidak ada mengakuinya menjadi milik Negara setelah tiga tahun ( KUH Perdata pasal 1129 ). Adakalanya seseorang mewariskan mayatnya setelah ia meninggal pada Fakultas Kedokteran, hal ini harus sesuai dengan KUH Perdata pasal 935.
3
Autopsi Klinis Autopsi yang dilakukan terhadap mayat seseorang yang menderita penyakit, mendapat perawatan dan kemudian meninggal di rumah sakit. Tujuan dilakukannya autopsi klinis adalah untuk : •
Menentukan sebab kematian yang pasti.
•
Menentukan apakah diagnosis klinis yang dibuat selama perawatan sesuai dengan diagnosis post mortem.
•
Mengetahui korelasi proses penyakit yang ditemukan dengan diagnosis klinik dan gejala – gejala klinik.
•
Menentukan efektifitas pengobatan.
•
Mempelajari perjalanan lazim suatu proses penyakit. Autopsi ini dilakukan dengan persetujuan tertulis ahli waris, adakalanya ahli waris sendiri
yang memintanya. Autopsi klinik dilengkapi dengan pemeriksaan histopatologi, bakteriologi, serologi dan lain – lain. Hasil autopsi klinik ini dengan persetujuan tertulis ahli waris dapat diminta untuk dijadikan Visum et Repertum atas permohonan penyidik. Autopsi Forensik Autopsi forensik dilakukan atas permintaan penyidik sehubungan dengan adanya penyidikan suatu perkara pidana. Autopsi dilakukan melalui pemeriksaan luar dan dalam dari tubuh atau mayat manusia dan hasil yang didapat dari autopsi tersebut dituangkan dalam Visum et Repertum dan menjadi barang bukti yang sah didepan sidang pengadilan. Autopsi Forensik yang dilakukan berdasarkan peraturan undang – undang bertujuan untuk : •
Membantu dalam penentuan identitas mayat.
•
Menentukan sebab pasti kematian, cara kematian, serta saat kematian
•
Mengumpulkan serta mengendalikan benda – benda bukti untuk penentuan identitas benda penyebab kematian serta identitas pelaku kejahatan.
•
Membuat laporan tertulis yang objektif dan berdasarkan fakta dalam bentuk Visum et Repertum.
•
Melindungi orang yang tidak bersalah dan membantu dalam penentuan identitas serta penentuan terhadap orang yang bersalah. 4
Dasar Hukum Autopsi Forensik Autopsi forensik mutlak dilakukan atas dasar pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam dari penyidik. Aturan pengadaan autopsi ini secara tegas diatur dalam KUHAP pasal 133, pasal 134. Untuk melakukan autopsi forensik ini, diperlukan suatu Surat Permintaan Visum ( SPV ) dari yang berwenang dalam hal ini pihak penyidik. Dalam pelaksanaan autopsi, mayat harus diperlakukan dengan baik dan tetap harus dihormati. Persiapan Autopsi Sebelum kita melakukan autopsi, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan : 1. Apakah surat menyurat terkait pelaksanaan autopsi sudah lengkap. 2. Apakah mayat yang akan diautopsi benar – benar mayat yang dimaksud dalam surat yang bersangkutan. 3. Kumpulkan keterangan – keterangan yang berhubungan dengan terjadinya kematian secara lengkap. 4. Periksa apakah alat – alat yang dibutuhkan telah tersedia. Alat – alat tersebut antara lain : pisau, gunting, pinset bergerigi, gergaji, jarum jahit kulit, benang kasar, peralatan tambahan seperti gelas takaran. 5. Dapat pula disediakan peralatan untuk pemeriksaan tambahan seperti beberapa buah botol kecil yang berisi formalin 10% atau alkohol 70 – 80% untuk keperluan pengambilan jaringan dan beberapa botol yang lebih besar untuk pengambilan bahan – bahan guna pemeriksaan toksikologi. TEKNIK AUTOPSI Ada beberapa teknik autopsi yang digunakan dibagian kedokteran forensik dan masing – masing hanya berbeda sedikit, terutama dalam hal pengangkatan keluar organ – organ tubuh. TEKNIK VIRCHOW Merupakan teknik yang tertua, teknik ini telah digunakan secara luas yang sering digunakan dengan beberapa metode, setelah dilakukan pembukaan rongga tubuh organ
5
dikeluarkan satu persatu dan langsung diperiksa. Langkah pertama dengan membuka rongga kepala, lalu tulang belakang yang kemudian diikuti dengan mengeluarkan organ torak, servikal dan abdominal. Dengan demikian kelainan – kelainan yang terdapat pada masing – masing organ dapat dilihat namun hubungan anatomi antar beberapa organ sukar dideteksi. TEKNIK ROKITANSKY Teknik ini ditandai dengan irisan insitu dan dikombinasikan dengan pengeluaran sekaligus ( enblok ). Setelah rongga tubuh dibuka, organ – organ dilihat dan diperiksa dengan melakukan beberapa irisan insitu, baru kemudian seluruh organ – organ tersebut dikeluarkan dalam kumpulan – kumpulan organ ( enbloc ). Teknik ini jarang dipakai, karena tidak menunjukkan keunggulan yang nyata dari teknik lainnya. TEKNIK LETULLE Setelah rongga tubuh dibuka, organ leher, dada, diafragma dan perut dikeluarkan sekaligus ( enmasse ). Kemudian diletakkan diatas meja dengan permukaan posterior menghadap keatas. Plexus iliakus dan kelenjar – kelenjar pada aorta diperiksa. Aorta dibuka sampai arkus aorta, Aa renalis kanan dan kiri dibuka. Aorta diputus diatas muara arteri renalis. Rektum dipisahkan dengan sigmoid. Organ – organ urogenital dipisahkan dari organ – organ lain. Bagian proksimal yeyunum diikat pada dua tempat dan kemudian diputus antara dua ikatan tersebut dan usus – usus dilepaskan. Esopagus dilepaskan dari trakea, tetapi hubungannya dengan lambung dipertahankan. Vena Kava Inferior serta aorta diputus diatas diaphragma dan dengan demikian organ – organ leher dan dada dilepas dari organ – organ perut. Teknik ini mungkin teknik terbaik pada pemeriksaan rutin. Keuntungan teknik ini, hubungan antara organ tetap dipertahankan setelah seluruh organ dikeluarkan dari tubuh. TEKNIK GHON Setelah rongga tubuh dibuka, organ leher dan dada, hati, limpa dan organ – organ pencernaan serta organ – organ urogenital diangkat keluar sebagai 3 kumpulan organ – organ ( block ).
6
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK FK UNAND Memakai teknik autopsi yang merupakan modifikasi dari Teknik Letulle. Organ – organ tidak dikeluarkan enmasse tetapi dalam 2 blok. Organ – organ leher dan dada sebagai 1 blok, usus – usus diangkat mulai dari bagian proksimal yeyunum sampai pada perbatasan rekto sigmoid dan organ – organ perut serta urogenital sebagai blok lainnya. Pengeluaran Alat – Alat Tubuh Insisi kulit dilakukan dimulai dibawah tulang rawan krikoid di garis tengah sampai prosesus xypoideus kemudian dua jari dimasukan ke rongga perut sebagai pengarah untuk irisan sampai simpisis, pada saat sampai di umbilikus sayatan di putar ke sisi kiri kemudian mengikuti garis pertengahan badan sampai simpisis pubis. Pada leher, insisi hanya mencapai ketebalan kulit saja, pada daerah dada insisi kulit sampai kedalaman mencapai permukaan depan tulang dada ( sternum ) sedangkan mulai dari daerah epigastrium sampai menembus kedalam rongga perut. Insisi ini dikenal dengan insisi I. Insisi ini merupakan insisi yang paling ideal untuk suatu pemeriksaan bedah mayat forensik. Pada keadaan tertentu bila tidak mengganggu kepentingan pemeriksaan atas indikasi kosmetik dapat dipertimbangkan insisi kulit bentuk huruf Y, sehinggga jenazah yang telah diberi pakaian tidak memperlihatkan adanya jahitan setelah dilakukan bedah mayat. Insisi huruf Y ini ada 2 macam. Insisi yang dilakukan dangkal (shwallow incision ), yang dilakukan pada tubuh pria, dimulai 4 cm dibawah akromion ke prosesus xypoideus, kemudian sama dengan insisi I. Sedangkan pada wanita dilakukan insisi yang lebih dalam ( deep incision ) dimulai 4 cm dibawah akromion kebawah membelok kepayudara kanan dan kiri dan dari prosesus xypoideus kebawah seperti insisi I. Dengan insisi Y maka pengeluaran alat – alat leher menjadi lebih sukar. Insisi pada dinding perut biasanya dimulai pada daerah epigastrium dengan membuat irisan pendek yang menembus sampai peritoneum. Dengan jari telunjuk dan jari tengah tangan kiri dimasukkan kedalam rongga insisi, dilakukan insisi sampai simpisis pubis. Dengan memegang dinding perut bagian atas dan memutar dinding perut tersebut kearah luar, dinding dada dilepaskan dengan memulai insisi pada otot – otot sepanjang arkus korta yang diteruskan kearah dada bagian atas sampai daerah tulang selangka dan kesamping sampai garis ketiak depan. Kulit
7
daerah leher dilepaskan dari otot – otot leher. Pada dinding perut diperhatikan keadaan lemak bawah kulit,otot – otot dinding perut, kelainan lain. Pada rongga perut perhatikan penyebaran tirai usus, keadaan usus – usus, bagian atas perut yang mengalami penjahitan dan tindakan – tindakan lain, cairan dalam rongga perut. Dinding perut sebelah dalam diperhatikan keadaan selaput lendirnya. Tentukan letak sekat rongga badan ( diafragma ) dengan membandingkan tinggi diafragma dengan iga – iga digaris pertengahan selangka. Rongga dada dibuka dengan jalan mengiris rawan – rawan iga pada ½ - 1 cm medial dari batas tulang rawan, masing – masing iga, dimulai dari iga kedua terus kearah kaudal, potongan inseri otot – otot diafragma yang melekat pada dinding dada depan sebelah bawah sehingga perlekatan sternum dengan pericardium dapat dilepaskan. Iga ke I dipotong dengan meneruskan irisan pada iga ke 2 kearah kranio lateral kemudian pisau diarahkan kemedial mmenyusuri tepi bawah tulang selangka untuk memotong sendi antara tulang selangka dan tulang dada ( artikulasio sternoklavikularis ). Perhatikan letak paru – paru terhadap kandung jantung kemudian dengan tangan, paru – paru ditarik kearah medial dan rongga dada dapat diperiksa, apkah terdapat cairan darah atau kelainan lainnya. Kandung jantung dibuka dengan pengguntingan pada dinding depan mengikuti hioruf Y terbalik perhatikan adanya cairan darah atau luka, perhatikan juga adanya kelainan tersebut. Untuk pemeriksaan selanjutnya, alat leher dikeluarkan bersama alat rongga dada, usus halus mulai dari yeyunum sampai rectum dilepaskan tersendiri dan kemudian alat –alat rongga perut dikeluarkan bersama – sama alat rongga panggul. Pengeluaran alat – alat leher dimulai dengan melakukan pengirisan insersi otot- otot dasar mulut pada tulang rahang bawah yang dimulai tepat dibawah dagu, lidah ditarik kearah bawah, perhatikan adanya kelainan – kelainan. Palatum molle diris sepanjang perlekatan dengan palatum durum diteruskan kearah lateral kanan dan kiri sampai bagian lateral dari plika faringeal, terusakan pemotongan sampai permukaan depan tulang belakang dan sedikit menarik alat – alat leher kearah depan bawah, setelah itu alat – alat leher dapat dilepaskan. Potong pembuluh serta syaraf dibelakang tulanh selangka. Bebaskan paru – paru dari rongga dada. Dengan tangan kanan memegang lidah dan dua jari tangan kiri pada sisi kanan dan kiri hilus paru. Potong esophagus diatas diafragma diantara dua ikatan.
8
Usus – usus dilepaskan dengan melakukan dua ikatan pada awal yeyenum selanjutnya digunting dengan tangan kiri memegang pada ujung distal dan mengangkatnya, mesentrium diiris dengan usus, dilakukan sampai ileum terminalis, kemudian potong mesokolon pada bagian lateral dari kolon ascenden, pada daerah kolon transversum, lepaskan perlekatan antara kolon dan lambung. Mesokolon kembali diiris disebelah lateral dari kolon desenden, kolon sigmoid dilepaskan dengan memotong mesokolon dibagian belakangnya. Potong rectum pada 2 ikatan melepaskan usus halus dan usus besar, periksa adanya kelainan – kelainan. Untuk melepaskan alat rongga perut dan pinggul, pengirisan dimulai dengan memotong diafragma dekat pada insersinya pada dinding rongga badan, diteruskan kebawah sebelah kanan dan kiri lateral masing – msing ginjal sampai memotong a. illiaka komonnis. Alat – alat rongga panggul dan kandung kencing serta alat – alat lain dapat dipegang dalam tangan kiri kearah belakang bersama – sama rectum, potong melintang setinggi prostat pada pris dan setinggi 1/3 proksimal vagina pada wanita selanjutnya dilepaskan bersama alat – alat rongga perut. Pemeriksaan pada kepala dimulai dengan irisan pada kulit kepala, dimulai dari prosesus mastoideus melingkari kepala kearah puncak kepala sampai ke prosesus mastoideus sisi yang lain, pengirisan dibuat sampai pisau mencapai periosteum. Kulit kepala kemudian dikupas, kearah depan sampai kurang lebih 1 – 2 cm diatas batas orbita dan kearah belakang sampai sejauh protuberansia oksipitalis eksterna, perhatikan tanda – tanda kekerasan seperti resapan darah, patah tulang, buka tulang tengkorak dengan menggergajinya. Melingkar didaerah frontal + 2 cm diatas margo supra orbitalis, ditemporalis + 2 cm diatas daun telinga, digergaji melingkar kearah belakang + 2 cm atas protuberansia oksipitalis eksterna, membentuk sudut 120 derajat dari garis penggergajian sebelumnya, atap tengkorak dapat dilepas. Perhatikan bau yang keluar, kelainan – kelainan. Duramater kemudian digunting mengikuti garis penggergajian, perhatikan adanya perdarahan, pengumpulan darah dan lain lain pada subdural. Otak dikeluarkan dengan memasukkan 2 jari tangan kiri digaris pertengahan daerah frontal, potong falk serebri sampai dasar tengkorak, potong Nn. Olfaktorius, Nn Optikus sedekat mungkin dengan dasar tengkorak, kemudian potong Aa. Karotis interna serta saraf – saraf otak yang keluar pada dasar otak. Selanjutnya potong tentorium serebelli, potong batang otak secara melintang. Tarik bagian bawah otak dengan gerakan memutar sehingga keluar dari rongga tengkorak, lepas duramater pada dasar tengkorak.
9
DESKRIPSI ORGAN Organ tubuh diambil satu persatu dengan hati – hati dan dicatat : ukuran, bentuk, permukaan, konsistensi, kohesi, dan potongan penampang melintang. UKURAN Pegukuran secara langsung adalah dengan menggunakan pita pengukur. Secara tidak langsung dilihat adanya penumpulan pada batas inferior organ. Organ hati yang mengeras juga menunjukkan adanya perbesaran. PERMUKAAN Pada umumnya organ tubuh mempunyai permuaan yang lembut, berkilat, dngan kapsul pembungkus yang bening. Carilah jika terdapat penebalan, permukaan yang kasar, penumpulan dan kekeruhan. KONSISTENSI Diperkirakan dengan cara menekankan jari ke organ tubuh tersebut. Dengan demikian dapat diketahui apakah suatu organ memiliki konsistensi yang normal, lebih keras, ataupun lebih lunak. KOHESI Merupakan kekuatan daya regang antar jaringan pada organ itu. Caranya dengan memperkirakan kekuatan daya regang organ tubuh pada saat ditarik. Jaringan yang mudah teregang ( robek ) menunjukkan kohesi yang rendah sedangkan jaringan yang susah diregang menunjukan kohesi yang kuat. POTONGAN PENAMPANG MELINTANG Disini dicatat warna dan struktur permukaan penampang organ yang dipotong. Pada umumnya warna organ tubuh adalah keabu – abuan, tetapi hal ini juga dipengaruhi oleh jumlah darah yang terdapat pada organ tersebut Warna kekuningan, infiltrasi lemak, lipofusi, hemosiderin
10
atau bahan pigmen bisa merubah warna organ. Warna yang pucat merupakan tanda anemia. Struktur organ juga bisa berubah dengan adanya penyakit. Pemeriksaan khusus juga bisa dilakukan terhadap sistemr organ tertentu tergantung dari dugaan penyebab kematian. KEPALA Potongan melintang dibuat dari sisi bagian telinga yang satu menuju yang lain, lalu kulit kepala dilepas kearah depan dan belakang, lalu dicatat hal – hal berikut ini : 1. Perhatikan jika ada resapan darah pada bagian dalam kulit kepala. 2. Adanya tanda – tanda fraktur pada tulang tengkorak; kemudian tulang tengkorak dipotong secara melintang menggunakan gergaji. 3. Fraktur pada bagian dalam tulang tengkorak 4. Adanya perdarahan ekstra dural pada lapisan luar selaput otak 5. Sinus venosus longitudinal juga diperiksa jika ada tanda – tanda laserasi dan trombosis, setelah itu lapisan duramater bisa dibuka diperhatikan adanya perdarahan subdural atau subarachnoid, adanya pus ( nanah ). Bagian otak dipotong menjadi beberapa bagian dan diperiksa, adanya memar, perdarahan proses inflamasi atau pertumbuhan tumor DADA 1. Tulang rusuk dan sternum diperiksa untuk melihat adanya tanda fraktur. 2. Rongga pleura diperiksa untuk melihat adanya perlengketan, benda asing, cairan purulenta atau darah. 3. Periksa cairan yang terdapat pada perikardium 4. Paru – paru diperiksa secara terpisah dan keadaan paru – paru dinilai untuk melihat adanya enema, emfisema atau keadaan patologis lainnya 5. Jantung diperiksa untuk melihat keadaan katup jantung, endokarditis dan miokarditis, tanda – tanda infark atau fibrosis. Aorta juga diperiksa untuk melihat aneurisma atau tanda degenerasi. 6. Laring, trakea, esofagus juga diperiksa untuk melihat adanya kondisi patologis.
11
ABDOMEN 1. Periksa peritonium untuk melihat adanya inflamasi, eksudasi, pus atau perlengketan, pada rongga aobdomen juga diperiksa jika terdapat darah, cairan purulenta atau isi lambung. 2. Lambung : Pemeriksaan lambung sangat penting dilakukan pada kasus yang dicurigai akibat keracunan. Lambung disayat dengan bentuk huruf ”I” melalui ujung kardia dan pilorus, lalu diletakkan diatas nampan. Isi lambung dikirim ke laboratorium untuk dianalisa. Lalu dicatat keadaan dari mukosa lambung. 3. Usus Halus : Isinya juga bisa dikirim untuk pemeriksaan laboratorium, dan dicatat adanya tanda – tanda kongesti, inflamasi, erosi, tukak, perforasi dan keadaan lainnya. 4. Hati : Keadaan patologis misalnya abses, pertumbuhan tumor, harus diperhatikan. Jika terdapat luka juga harus dicatat secara terperinci. Kandung empedu juga diperiksa khusus untuk melihat adanya batu empedu. 5. Pankreas : lihat jika adanya tanda nekrosis. 6. Limpa : Ruptur limpa perlu dikemukakan jika karena bisa merupakan penyebab kematian. Jika terdapat ruptur, letak dan ukurannya harus dicatat. 7. Ginjal : Lihat jika ada tanda – tanda nefritis atau perubahan degenerasi. 8. Uterus : Lihat jika ada tanda kehamilan dan perkiraan usia kehamilan. Rongga vagina juga diperiksa untuk melihat adanya benda asing atau memar. 9. Saraf Tulang Belakang : Biasanya bagian ini tidak diperiksa kecuali ada indikasi menunjukkan trauma tulang belakang atau tanda – tanda penyakit. Lapisa duramater dibuka dan diperiksa adanya perdarahan, inflamasi, supurasi, atau tumor. Kolumna vertebralis juga diperiksa untuk melihat adanya fraktur atau dislokasi. REFERENSI 1. Idries AM.Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik.Jakarta:Binarupa Aksara. 2. Bagian Kedokteran Forensik FKUI.Ilmu Kedokteran Forensik.Jakarta:Forensik FKUI. 3. Sampurna B,Syamsu Z.Peranan Ilmu Kedokteran Forensik Dalam Penegakan Hukum;sebuah pengantar.Jakarta:Forensik FKUI. 4. Di Maio D,Di Maio VJM.Forensic Pathology,New York. 5. Hamzah A,KUHP.Cetakan kesembilan,PT Rineka Cipta,Jakarta.
12
6. Knight B,Forensic Pathology,Second Edition.New York.Oxford University. 7. Gani, MH Pemeriksaan Forensik dalam Ilmu Kedokteran Forensik, FK UNAND Padang 2007 8. FK Unair 99. Visum et Repertum dalam www.wikipedia.com
13