MODUL FORENSIK PENGGUGURAN KANDUNGAN
Penulis : Dr.dr. Rika Susanti, Sp.F Dr. Citra Manela, Sp.F Dr. Taufik Hidayat
BAGIAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2015
1
NOMOR MODUL
: 01/For-UA/IX/15
TOPIK
: PENGGUGURAN KANDUNGAN
SUBTOPIK
: Sejarah aborsi dan aspek medikolegalnya
LEARNING OBJECTIF : 1. Kognitif a. Menjelaskan definisi pengguguran kandungan dan aborsi b. Menjelaskan sejarah aborsi c. Menjelaskan indikasi kapan diperbolehkan dilakukan aborsi d. Menjelaskan pemeriksaan mayat bayi korban aborsi serta pemeriksaan penunjang apa yang harus dilakukan. e. Menjelaskan pemeriksaan yang dapat dilakukan pada ibu korban ( pelaku aborsi). f.
Menjelaskan tata cara pengambilan sampel untuk mencocokkan mayat bayi dengan ibunya (pelaku aborsi).
2. Psikomotor a. Mampu melakukan anamnesa terhadap penyidik tentang kapan dan dimana korban ditemukan. b. Mampu melakukan pemeriksaan terhadap mayat bayi yang diduga korban aborsi c. Mampu melakukan pemeriksaan terhadap ibu yang diduga pelaku aborsi d. Mampu melakukan pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk menentukan sebab mati serta pengambilan sampel untuk mencocokkan mayat bayi dengan ibunya. 3. Attitute a. Memperkenalkan diri kepada keluarga penyidik yang mengantar korban b. Memberikan waktu kepada pengantar/penyidik untuk menjelaskan keterangan yang didapat di tempat kejadian perkara c. Menerangkan kepada pengantar/penyidik tindakan apa yang akan dilakukan kepada korban dan tujuannya d. Memberikan informed consent kepada keluarga korban
2
DEFINISI Pengguguran kandungan menurut hukum di Indonesia adalah tindakan penghentian kehamilan sebelum waktu dilahirkan. Hukum tidak membatasi usia kehamilan, dan tidak dipersoalkan apakah dengan pengguguran kehamilan tersebut telah lahir bayi hidup atau bayi mati. Yang penting adalah bahwa pada saat tindakan itu dilakukan, kandungan tersebut masih hidup. Hukum juga tidak melihat alasan atau indikasi dilakukannya tindakan pengguguran kandungan. Sementara itu kata abortus adalah istilah kedokteran yang berarti berhentinya kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu. Abortus dapat terjadi spontan dan dapat pula terjadi dengan unsur kesengajaan ( provokatus ). Dunia kedokteran mengenal adanya abortus provokatus medicinalis atau terapeutikus yatu upaya terapeutik yang trepaksa menggunakan cara terminasi kehamilan. Tanpa adanya alasan terapeutik, abortus provokatus dianggap sebagai abortus provokatus kriminalis atau pengguguran kandungan sebagaimana di atur dalam pasal-pasal KUHP. SEJARAH PERKEMBANGAN ABORSI 1. Era KUHP Secara tertulis KUHP memang tidak mengatur pengguguran kandungan atas pertimbangan medis. Hal ini dapat dimengerti karena KUHP kita adalah produk kolonial yang diterbitkan tahun 1918. KUHP PASAL 346 : wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya, pidana penjara empat tahun KUHP PASAL 347 : menggugurkan atau mematikan kandungan tanpa persetujuannya, pidana penjara dua belas tahun KUHP PASAL 348 :menggugurkan atau mematikan kandungan dengan persetujuannya, pidana penjara lima tahun penjara
3
KUHP PASAL 349 : tenaga kesehatan, maka pidana dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian KUHP PASAL 299 : dengan sengaja mengobati atau menyuruhnya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan hamilnya dapat digugurkan, pidana penjara empat tahun 2. Era Undang-undang no.23 tahun 1992 tentang kesehatan Undang-undang no.23 tahun 1992 tentang kesehatan Pasal 15 mengatakan bahwa ” dalam keadaaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu”. Tindakan medis tersebut harus berdasarkan indikasi medis tertentu, dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan wewenang untuk itu dan berdasarkan pertimbangan tim ahli, dengan persetujuan si wanita hamil atau suaminya/keluarganya dan dilakukan pada sarana kesehatan tertentu. Bagi pelanggarnya disediakan pasal 80 yang mengancam dengan hukuman maksimum 15 tahun penjara dan denda maksimum 500 juta rupiah. Lebih lanjut secara teknis harus di rinci dengan peraturan pemerintah. Dengan adanya Undang-undang nomor 23 tahun 1992 tersebut merupakan titik terang bagi dunia kedokteran oleh karena tindakan abortus provokatus terapeutikus yang selama ini mereka lakukan telah memperoleh legitimasi. 3. Era Undang – Undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan Pada tahun 2009 disahkan undang-undang kesehatan yang baru yaitu UndangUndang nomor 36 tahun 2009. UU no.36 tahun 2009 , Pasal 75 : 1. Setiap orang dilarang melakukan aborsi. 2. Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan: a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat
4
dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan. 3. Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang. 4. Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pada Undang-undang kesehatan no.36 tahun 2009 indikasi aborsi selain gawat darurat janin dan ibu juga diatur tentang aborsi pada korban akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan. Tentu saja tidak semua korban perkosaan bisa dilakukan tindakan aborsi. Ada beberapa persyaratan seperti yang dijelaskan pada pasal 76 UU no.36 tahun 2009. UU no.36 tahun 2009 , Pasal 76 Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan: a. sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis; b. oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri; c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan; d. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan e. penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri. UU no.36 tahun 2009 ,Pasal 77 Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundangundangan.
5
CARA PENGGUGURAN KANDUNGAN Ada banyak cara pengguguran kandungan antara lain : a. Makan nanas muda b. Minum obat jamu (peluntur) c. Olah raga fisik berlebihan d. Pemijatan rahim e. Memasukkan benda ke dalam rahim f.
Penyedotan (suction)
g. Pengerokan (curettage) h. Laminaria KOMPLIKASI 1. Perdarahan Perdarah dapat disebabkan oleh uka pada jalan lahir, atonia uteri, sisa jaringan tertinggal, diatesa hemoragik dan lain-lain. 2. Syok Syok disebabkan oleh adanya refleks vasovagal atau neurogenik, adanya emboli cairan dan amnion 3. Emboli Udara Emboli udara dapat terjadi pada teknik penyemprotan dimana udara masuk uterus karena vena di endometrium terbuka. Emboli udara sebanyak 70 – 100 ml dilaporkan dapat menyebabkan mati mendadak 4. Inhibisi vagus Inhibisi vagus dapat terjadi pada ibu yg tidak di anestesi, ibu panik dan gelisah 5. Keracunan obat Obat anestesi, Antiseptik lokal KMnO4 pekat, AgNO3, K-klorat, Jodium dan Sublimat 6. Infeksi dan sepsis 7. Robekan Rahim 8. Henti Jantung Mendadak
6
TEMUAN PADA KASUS ABORSI •
janin utuh badannya
•
tanpa luka – luka
•
umumnya janin sudah mati pada saat dilahirkan
•
Usia janin: 0 – 40 minggu
•
Umumnya tali pusat dan plasenta masih terhubung dengan janin
•
Perlukaan: pola dan jenis sesuai metode aborsi
1. KURANG DARI 2 BULAN •
Tindakan aborsi dilakukan dg cara disedot / vakum
•
Darah hitam, jaringan endometrium, gelembung ketuban berisi janin kecil yg strukturnya belum manusia
2. UMUR 2 SAMPAI 5 BULAN •
Dilakukan dg cara Dilatation / Curetation (D/C) dan Dilatation / Evacuation (D/E) mulut rahim dilebarkan dg Laminaria (24 jam pertama) atau Bougie (busi)
•
Janin dikeluarkan dg tang khusus, dilanjutkan dg pembersihan dinding rahim bagian dalam
•
Janin ukuran sedang 4 – 25 cm dg penuh luka atau hancur berupa potongan tubuh
3. KEHAMILAN DIATAS 5 BULAN •
Induksi persalinan ( induksi partus )
•
diberi obat yg merangsang kontraksi rahim
•
dilakukan pemisahan kantung ketuban dari rahim dg cara menyuntikan larutan garam pekat
•
pakai kateter atau pemecah selaput ketuban , dimasukan balon kateter dalam rahim balon dikembungkan dg air , selang ditarik melalui mulut rahim guna untuk merangsang mulut rahim terbuka (spt kepala bayi)
•
pemecahan ketuban utk mempercepat kelahiran sangat berbahaya, tingkat kesulitan tinggi umumnya si ibu dirawat 1 – 2 hari
7
PEMERIKSAAN GINEKOLOGIS TERHADAP PEREMPUAN TERSANGKA PENGGUGURAN 1.Pasien hidup a. Anamnesis •
Usia kehamilan
•
Riwayat hubungan Seksual
b. Pemeriksaan Fisik •
Tanda kehamilan : payudara membesar dan mengeluarkan ASI, hiperpigmentasi areola, uterus masih membesar, striae, locchia dari vagina
•
Perlukaan pada portio
•
Usaha penghentian kehamilan : tanda kekerasan genitalia interna dan eksterna atau daerah perut bagian bawah
•
Toksikologi : racun untuk membunuh janin
•
Tanda pasca tindakan
c. Pemeriksaan penunjang : pemeriksaan darah untuk toksikologi, tes urine untuk tes kehamilan d. Hubungan genetik ibu-anak : di ambil sampel untuk pemeriksaan golongan darah dan DNA 2. Jenazah a. Tanda Kehamilan Areola membesar & hyperpigmentasi Linea Gravidarum Dari Puting Susu keluar Cairan Fundus Uteri (TFU) Striae Gravidarum b. Tanda Aborsi/Postpartum Genitalia : Perhatikan adanya perlukaan : erosi memar atau laserasi Organ Dalam Rongga Pelvis: Tanda-tanda kekerasan
8
Saluran cervix dan cavum uteri Tanda infeksi intra dan ekstra uterine. c. Pemeriksaan penunjang Pemeriksan toksikologi : Darah dan Urine Pemeriksaan tes kehamilan d. Hubungan genetik ibu-anak : di ambil sampel untuk pemeriksaan golongan darah dan DNA e. Tentukan hubungan kausalitas antara kematian dengan tindakan aborsi
REFERENSI 1. Idries AM.Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik.Jakarta:Binarupa Aksara. 2. Bagian Kedokteran Forensik FKUI.Ilmu Kedokteran Forensik.Jakarta:Forensik FKUI. 3. Sampurna B,Syamsu Z.Peranan Ilmu Kedokteran Forensik Dalam Penegakan Hukum;sebuah pengantar.Jakarta:Forensik FKUI. 4. Di Maio D,Di Maio VJM.Forensic Pathology,New York. 5. Hamzah A,KUHP & KUHAP.Cetakan kesembilan,PT Rineka Cipta,Jakarta:1990 6. Knight B,Forensic Pathology,Second Edition.New York.Oxford University. 7. Undang-undang no.23 tahun 1992 tentang kesehatan 8. Undang – Undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan
9