MODUL FORENSIK TANATOLOGI
Penulis : Dr.dr. Rika Susanti, Sp.F Dr. Citra Manela, Sp.F Dr. Taufik Hidayat
BAGIAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2015
1
NOMOR MODUL
: 07/For-UA/IX/15
TOPIK
: TANATOLOGI
SUBTOPIK
: Perubahan pada mayat paska mati
LEARNING OBJECTIF : 1. Kognitif a. Menjelaskan definisi tanatologiI b. Menjelaskan beberapa istilah mati c. Menjelaskan perubahan yang terjadi setelah kematian pada tubuh mayat ( lebam mayat, kaku mayat, penurunan suhu mayat, pembusukan, mumifikasi dan adiposera ) d. Menjelaskan perkiraan saat kematian 2. Psikomotor a. Mampu melakukan anamnesa terhadap keluarga korban tentang kapan dan dimana korban ditemukan, sudah berapa hari korban tidak ditemukan serta kemungkinan tindak pidana yang dialami korban b. Mampu melakukan pemeriksaan terhadap perubahan yang terjadi setelah kematian pada tubuh mayat c. Mampu menentukan perkiraan saat kematian korban 3. Attitute a. Memperkenalkan diri kepada keluarga korban/penyidik yang mengantar korban b. Memberikan
waktu
kepada
keluarga
korban/pengantar/penyidik
untuk
menjelaskan kejadian yang dialami korban sesuai dengan pengetahuannya c. Menerangkan kepada keluarga korban tindakan apa yang akan dilakukan kepada korban dan tujuannya d. Memberikan informed consent kepada keluarga korban
2
DEFINISI Tanatologi berasal dari kata thanatos yang berarti yang berhubungan dengan kematian dan logos yang berarti ilmu. Tanatologi adalah bagian dari Ilmu Kedokteran Forensik (IKF) yang mempelajari tentang kematian dan perubahan yang terjadi setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut. Mati menurut ilmu kedokteran didefinisikan sebagai berhentinya fungsi syaraf pusat, sirkulasi dan respirasi secara permanen ( mati klinis). Dengan adanya perkembangan teknologi ada alat yang bisa menggantikan fungsi sirkulasi dan respirasi secara buatan. Oleh karena itu definisi kematian berkembang menjadi kematian batang otak. Dalam tanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati, yaitu : 1. Mati somatis ( mati klinis ) 2. Mati suri 3. Mati seluler 4. Mati serebral 5. Mati otak ( batang otak ) Mati Somatis Mati somatis terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga sistem penunjang kehidupan, yaitu susunan saraf pusat, sistem kardiovaskuler, dan sistem pernafasan yang menetap ( irreversibel ). Secara klinis tidak ditemukan refleks – refleks, EEG mendatar, nadi tidak teraba, denyut jantung tidak terdengar, tidaka ada gerakan pernafasan, dan suara pernafasan tidak terdengar pada auskultasi. Mati Suri ( suspend animation, apparent death ) Mati suri adalah terhentinya ketiga sistem kehidupan diatas yang ditentukan dengan alat kedokteran sederhana. Dengan peralatan kedokteran canggih masih dapat dibuktikan bahwa ketiga sistem tersebut masih berfungsi. Mati suri sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur, tersengat aliran listrik, dan tenggelam.
3
Mati Seluler ( mati molekuler ) Merupakan kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul beberapa saat setelah kematian somatis. Daya tahan hidup masing – masing organ atau jaringan berbeda – beda, sehingga terjadinya kematian seluler pada tiap organ atau jaringan tidak bersamaan. Pengertian ini penting dalam transplantasi organ. Mati Serebral Adalah kerusakan kedua hemisfer otak yang irreversibel, kecuali batang otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya, yaitu sistem pernafasan dan kardiovaskuler masih berfungsi dengan bantuan alat. Mati Otak ( mati batang otak ) Adalah bila telah terjadi kerusakan seluruh isi neuronal intrakranial yang irreversibel termasuk batang otak dan serebelum. Dengan diketahuinya mati otak ( mati batang otak ), maka dapat dikatakan seseorang secara keseluruhan tidak dapat dinyatakan hidup lagi, sehingga alat bantu dapat dihentikan. PERUBAHAN YANG TERJADI SETELAH KEMATIAN Berdasarkan waktu timbulnya, perubahan-perubahan yang terjadi setelah mati dapat di bagi menjadi : 1. Perubahan dini Perubahan ini timbul saat meninggal atau beberapa menit kemudian akibat terhentinya ketiga sistem penunjang kehidupan yaitu : a. Pernafasan berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit b. Terhentinya sirkulasi, dinilai selama 15 menit, nadi karotis tidak teraba c. Hilangnya kesadaran dan refleks-refleks, tidak ada respon terhadap stimulus nyeri d. Otot-otot lemas dan kehilangan tonusnya ( relaksasi primer ) e. Pembuluh darah retina mengalami segmentasi. Segmen-segmen tersebut bergerak ke arah tepi retina dan kemudian menetap
4
f.
Hilangnya refleks kornea dan refleks cahaya, kornea tidak sensitif dan pupil terfiksasi serta tidak reaktif
g. Pupil biasanya dalam keadaan middilatasi yang merupakan posisi netral dan lemas dari otot-otot pupil. Pada beberapa keadaan akibat derajat relaksasi yang tidak sama, ukuran kedua pupil dapat tidak sama dan bentuknya irreguler. Namun hal ini bukan tanda diagnostik dari adanya lesi otak maupun intoksikasi obat. h. Kelopak mata tidak menutup sempurna karena tidak terjadi kontraksi otot secara volunter i.
Selaput bola mata yang tidak tertutup oleh kelopak mata berubah warna menjadi coklat kehitaman dalam beberapa jam yang disebut dengan tache noire sclerotic
j.
Tekanan intraokuler menurun dengan cepat akibat hilangnya tekanan arterial. Bola mata teraba makin lunak secara progresif dan kornea menjadi keruh dalam waktu lebih kurang 10 menit, karena mengendur dan tidak dibasahi lagi oleh air mata. Pada awalnya kekeruhan tersebut hanya terjadi dipermukaan sehingga masih dapat dihilangkan dengan air tapi lama-kelamaan kekeruhan mengenai seluruh ketebalan kornea.
2. Perubahan lanjut/Tanda pasti kematian a. Lebam mayat ( livor mortis ) Setelah kematian klinis, maka eritrosit akan menempati tempat terbawah akibat gaya tarik bumi ( gravitasi ), mengisi vena dan venula, membentuk bercak warna merah ungu ( livide ) pada bagian terbawah tubuh, kecuali pada bagian tubuh yang tertekan alas keras. Lebam mayat biasanya mulai tampak 20-30 menit paska mati, makin lama intensitasnya bertambah dan menjadi lengkap dan menetap setelah 8 – 12 jam. Sebelum waktu ini, lebam mayat masih hilang ( memucat pada penekanan ) dan dapat berpindah jika posisi mayat diubah. Memucatnya lebam akan lebih cepat dan lebih sempurna apabila penekanan atau perubahan posisi tersebut dilakukan dalam 6 jam pertama setelah mati klinis. Tetapi walaupun setelah 24 jam, darah masih tetap cukup cair sehingga sejumlah darah masih dapat mengalir dan membentuk lebam mayat ditempat terendah yang baru. Menetapnya lebam mayat disebabkan oleh tertimbunnya sel – sel darah dalam jumlah yang cukup banyak, sehingga sulit berpindah lagi. Selain itu kekakuan otot – otot dinding pembuluh darah ikut mempersulit perpindahan tersebut. 5
Ketika mengevaluasi lebam mayat penting di catat lokasinya, intensitasnya, hilang atau tidak pada penekanan. Jika lebam mayat tidak sesuai dengan posisi mayat ketika ditemukan, kita dapat menyimpulkan mayat tersebut telah dipindahkan setelah terbentuknya lebam mayat. Apabila mayat terlentang sehingga timbul lebam mayat dipunggung tetapi belum menetap kemudian dilakukan perubahan posisi menjadi telungkup, maka setelah beberapa saat akan terbentuk lebam mayat baru di daerah dada dan perut. Megingat pada lebam mayat darah terdapat di pembuluh darah, keadaan ini digunakan untuk membedakannya dengan resapan darah akibat trauma ( ekstravasasi). Bila pada daerah tersebut dilakukan irisan kemudian disiram dengan air, maka warna merah darah akan hilang atau pudar pada lebam mayat sedangkan pada resapan darah tidak menghilang. Hal ini terjadi karena pada lebam mayat darah masih dalam pembuluh darah. Sedanngkan pada resapan darah, darah berada di luar pembuluh darah sehingga jika disiram dengan air tidak akan hilang. Pada mayat yang telah membusuk, lebam mayat susah dibedakan dengan resapan darah. Karena pada mayat yang telah membusuk, sel darah merah mengalami lisis, endotel pembuluh darah juga mengalami kerusakan karena proses pembusukan sehinngga sel darah merah akan keluar dari pembuluh darah ( ekstravasasi). Untuk membedakannya dengan memar dilakukan pemeriksaan histopatologi forensik, dimana jika lebam mayat eritrosit tampak menumpuk disekitar pembuluh darah, berbatas tegas, tidak tampak adanya reaksi jaringan, sel PMN dan sel radang lainnya tidak ditemukan. Sedangkan jika memar eritrosit tampak difus dijaringan dan tampak adanya rekasi jaringan yaitu tampak adanya sel-sel radang. Perbedaan lebam mayat dan memar Lebam mayat
Memar
Distribusi
Bagian terendah tubuh
Tidak tentu, diseluruh tubuh
Orientasi
hotizontal
Tidak tentu
Gradasi warna dengan kulit sekitar
Gradual
Mencolok
Bentuk
regular
Irregular
Batas
Tidak tegas
Tegas
Lokasi darah
intravaskular
Ekstravaskular
6
Bila diiris dan disiram dengan air
Memudar / menghilang
Menetap
Kondisi medis dan penyebab kematian dapat mempengaruhi lebam mayat. Orang yang menderita anemia dan yang mengelami perdarahan cukup banyak, lebam mayat terlihat samara tau bahkan tidak tamak. Orang yang berkulit gelap lebam mayat dapat tidak terlihat. Factor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pembentukan lebam mayat adalah viskositas darah termasuk berbagai penyakit yang mempengaruhi kadar Hb.
b. Kaku mayat ( rigor mortis ) Kelenturan otot setelah kematian masih dipertahankan karena metabolisme tingkat seluler masih berjalan berupa pemecahan cadangan glikogen otot yang menghasilkan energi. Energi ini digunakan untuk mengubah ADP menjadi ATP. Selama masih terdapat ATP maka serabut aktin dan miosin tetap lentur. Bila cadangan dalam otot habis, maka energi tidak terbentuk lagi, aktin dan miosin menggumpal dan otot menjadi kaku. Tingkat kaku mayat ( rigor mortis ) dinilai dengan memfleksikan lengan dan kaki untuk mengetes tahanan. Kaku mayat mulai tampak kira – kira 2 jam setelah mati klinis, dimulai dari bagian luar tubuh ( otot – otot kecil ) kearah dalam ( sentripetal ). Teori lama menyebutkan bahwa kaku mayat ini menjalar kranio kaudal. Setelah mati klinis 12 jam kaku mayat menjadi lengkap, dipertahankan selam 12 jam dan kemudian menghilang dalam urutan yang sama. Kaku mayat umumnya tidak disertai pemendekan serabut otot, tetapi jika sebelum terjadi kaku mayat, otot berada dalam posisi teregang, maka saat kaku mayat terbentuk akan terjadi pemendekan otot. Faktor-faktor yang mempercepat terjadinya kaku mayat adalah aktifitas fisik sebelum mati karena pemakaian ATP yang banyak sebelum kematian, suhu tubuh yang tinggi karena peningkatan metabolisme tubuh sebelum mati sehingga cadangan ATP jadi berkurang, bentuk tubuh yang kurus dengan masa otot-otot yang kecil karena makin kecil otot makin sedikit cadangan ATP nya dan suhu lingkungan yang tinggi.
c. Penurunan suhu tubuh ( algor mortis ) Penurunan suhu tubuh terjadi karena proses pemindahan panas dari suatu benda ke benda yang lebih dingin, melalui cara radiasi, konduksi, evaporasi dan konveksi. 7
Grafik penurunan suhu tubuh ini hampir berbentuk kurva sigmoid atau huruf S. Kecepatan penurunan suhu dipengaruhi oleh suhu keliling, aliran, dan kelembaban udara, bentuk tubuh, posisi tubuh, dan pakaian. Selain itu suhu saat mati perlu diketahui untuk perhitungan saat kematian. Penurunan suhu tubuh akan cepat pada suhu keliling yang rendah, lingkungan berangin dengan kelembaban rendah, tubuh kurus, posisi telentang, tidak berpakaian, atau berpakaian tipis, dan pada umumnya pada orang tua dan anak kecil. d. Pembusukan ( Decomposition, putrefaction ) Pembusukan adalah proses degradasi jaringan yang terjadi akibat autolisis atau kerja bakteri. Autolisis adalah pelunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam keadaan steril. Autolisis timbul akibat kerja digestif oleh enzim yang dilepaskan oleh sel paska mati dan hanya dapat dicegah dengan pembekuan jaringan. Setelah seseorang meninggal, bakteri yang normmal hidup dalam tubuh segera masuk ke jaringan. Darah merupakan media terbaik bagi bakteri tersebut untuk bertumbuh. Sebagian besar bakteri berasal dari usus dan yang terutama adalah Clostridium welchii. Pada proses pembusukan ini terbentuk gas – gas alkana, H2S dan HCN serta asam amino dan asam lemak. Pembusukan baru tampak kira-kira 24 jam pasca mati berupa warna kehijauan pada perut kanan bawah yaitu daerah sekum yang isinya lebih cair dan penuh dengan bakteri serta terletak dekat dinding perut. Warna kehijauan ini terbentuk karena sulfmethemoglobin. Secara bertahap warna kehijauan ini akan menyebar ke seluruh perut dan dada dan bau busuk pun mulai tercium. Pembuluh darah bawah kulit akan tampak melebar dan berwarna hijau kehitaman ( marbling ). Selanjutnya kulit ari akan terkelupas atau membentuk gelembung berisi cairan kemerahan berbau busuk. Hewan pengerat akan merusak tubuh mayat dalam beberapa jam pasca mati terutama jika mayat dibiarkan tergeletak didaerah terbuka. Luka akibat gigitan binatang pengerat khas berupa lubang-lubang dangkal dengan tepi bergerigi. Larva lalat akan dijumpai kira-kira 36-48 jam pasca mati. Pembusukan akan timbul lebih cepat bila suhu keliling optimal ( 26,5 0 C hingga sekitar suhu normal tubuh, kelembapan tinggi, aliran udara baik, banyak bakteri pembusukan , tubuh gemuk dan menderita penyakit infeksi dan sepsis. Media tempat mayat juga berperan. Mayat yang terdapat di udara akan lebih cepat membusuk dibandingkan dengan yang terdapat didalam air
8
atau didalam tanah. Kecepatan pembususkan menurut hokum Casper di udara : air : tanah = 1:2:8. Artinya adalah mayat yang dikubur membusuk 8 kali lebih lambat dari mayat di udara terbuka dan 4 kali lebih lambat dari pada mayat dalam air. e. Adiposere ( lilin mayat ) Adiposera adalah terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak atau berminyak, berbau tengik yang terjadi dalam jaringan lunak tubuh paska mati. Dulu disebut sebagai saponifikasi, tetapi istilah adiposera ternyata lebih disukai karena menunjukkan sifat – sifat diantara lemak dan lilin. Adiposera terutama terdiri dari asam – asam lemak tak jenuh yang terbentuk oleh hidrolisis lemak dan mengalami hidrogenisasi sehingga terbentuk asam lemak jenuh paska mati yang tercampur dengan sisa – sisa otot, jaringan ikat, jaringan saraf yang termummifikasi ( Mant dan Furbank, 1957 ) dan kristal kristal sferis dengan gambaran radial 9 evans, 1962 ). Adiposera terapung di air, bila dipanaskan mencair dan terbakar dengan nyala kuning, larut didalam alkohol, panas, dan eter. Adiposera terjadi dalam lingkungan yang dingin dan basah. Biasanya diperlukan waktu minimal beberapa minggu untuk terjadinya adiposera dan hal ini akan menjaga tubuh dalam keadaan relative baik dlam waktu berbuan-bulan. Adiposera akan membuat gambaran permukaan luar tubuh dapat bertahan hingga bertahun-tahun sehingga identifikasi mayat dan perkiraan sebab kematain masih dimungkinkan. f. Mummifikasi Mumifikasi adalah proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang cukup cepat, sehingga pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat menghentikan pembusukan. Jatingan berubah menjadi keras dan kering, berwarna gelap, berkeriput dan tidak membusuk, karena kuman tidak dapat berkembang pada lingkungan yang kering. Mummifikasi terjadi bila suhu hangat dan kelembaban rendah, aliran udara yang baik, tubuh yang dehidrasi dan waktu yang lama ( 12 – 14 minggu ). Mummifikasi jarang dijumpai pada cuaca yang normal.
9
PERKIRAAN SAAT KEMATIAN Selain perubahan pada maqyat tersebut diatas, beberapa perubahan lain dapat digunakan untuk perkiraan saat kematian 1. Perubahan pada mata Bila mata terbuka pada atmosfer yang kering, sclera di kiri dan kanan kornea akan berwarna kecoklatan dalam beberapa jam terbentuk segitiga dengan dasar di tepi kornea ( taches noires sclerotiques). Kekeruhan kornea terjadi lapis demi lapis. Kekeruhan yang terjadi pada lapis terluar dapat dihilangkan dengan meneteskan air tetapi kekeruhan yang telah mencapai dasar lapisan lebih dalam tidak dapat dihilangkan dengan tetsan air. Kekeruhan menetap terjadi kirakira 6 jam pasca mati. 2. Perubahan dalam lambung Penelitian dari Spitz dan Fisher menyatakan bahwa makan makanan kecil ( sndwiich ) di cerna dalam 1 jam dan makan besar membutuhkan waktu 3-5 jam. Adelson mengatakan pengosongan lambung tergantung pada ukuran dan isi dari makanan, makanan ringan di cerna ½ - 2 jam, makan sedang di cerna 3-4 jam dan makanan berat dicerna 4-6 jam. 3. Pertumbuhan rambut Dengan mengingat bahwa kecepatan tumbuh rambut rata-rata 0,4 mm/hari, panjang rambut kumis dan jenggot dapat dipergunakan untuk memperkirakan saat kematian. 4. Pertumbuhan kuku Sejalan dengan halnya rambut tersebut diatas, pertumbuhan kuku diperkirakan sekiar 0,1 mm per hari dapat digunakan untuk memperkirakan saat kemtian bila dapat diketahui saat terakhir yang bersangkutan memotong kuku. 5. Perubahan dalam cairan cerebrospinal Kadar nitrogen asam amino kurang dari 14 mg% menunjukkan kematian belum lewat 10 jam, kadar nitrogen non protein kurang dari 80 mg% menunjukkan kematian belum 24 jam, kadar kreatinin kurang dari 5 mg% dan 10 mg% masing-masing menunjukkan kematian belum mencapai 10 jam dan 30 jam.
10
6. Cairan vitreus Dalam cairan vitreus terjadi peningkatan kadar kalium yang cukup akurat untuk memperkirakan saat kematian antara 24 hingga 100 jam pasca mati. 7. Kadar komponen darah Kadar semua komponen darah berubah setelah kematian, sehingga analisis darah pasca mati tidak memberikan gambaran konsentrasi zat-zat tersebut semasa hidupnya.hingga saat ini belum ditemukan perubahan dalam darah yang dapat digunakan untuk memperkirakan saat mati yang lebih tepat. 8. Reaksi supravital Yaitu rekasi jaringan tubuh sesaat pasca mati klinis yang masih sama seperti rekasi jaringan tubuh pada seseorang yang hidup. REFERENSI 1. Idries AM.Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik.Jakarta:Binarupa Aksara. 2. Bagian Kedokteran Forensik FKUI.Ilmu Kedokteran Forensik.Jakarta:Forensik FKUI. 3. Sampurna B,Syamsu Z.Peranan Ilmu Kedokteran Forensik Dalam Penegakan Hukum;sebuah pengantar.Jakarta:Forensik FKUI. 4. Di Maio D,Di Maio VJM.Forensic Pathology,New York. 5. Hamzah A,KUHP & KUHAP.Cetakan kesembilan,PT Rineka Cipta,Jakarta:1990 6. Knight B,Forensic Pathology,Second Edition.New York.Oxford University. 7. Spitz. W. Medicolegal Investigation of Death. Charles C. Thomas. Publisher Springfield. Illionis, USA. 1973 8. Camps. F. E. Recent advances in Forensic Pathology. J&A. Churchill LTD. 104 Gloucester Place. London. 1969
11
12