MODUL 2 STATISTIKA RADIOAKTIVITAS Muhammad Ilham, Rizki, Moch. Arif Nurdin,Septia Eka Marsha Putra, Hanani, Robbi Hidayat. 10211078, 10210023, 10211003, 10211022, 10211051, 10211063. Program Studi Fisika, Institut Teknologi Bandung, Indonesia E-mail:
[email protected] Asisten: (Fauzia P. Lestari/10210085) Tanggal Praktikum: (03-10-2013) Abstrak Setiap inti suatu unsur akan cenderung menstabilkan kaadaanya sendiri. Pada saat dimana inti itu tidak stabil, maka inti tersebut akan meluruh menjadi inti baru yang lebih stabil. Pada saat proses pembentukan inti baru tersebut, inti dapat menerima ataupun melepas energi ke lingkungannya. Partikel-partikel seperti alfa, beta, ataupun gamma akan terpancar akibat pembentukan inti baru tersebut yang mengakibatkan radiasi. Keberadaan radiasi hanya dapat di ketahui dengan menggunakan detektor pendeteksi radiasi. Pada percobaan yang dilakukan saat ini, kita mendeteksi radiasi yang ditimbulkan oleh unsur Cs-137 dengan menggunakan detektor Geiger-Muller. Pada proses penditeksian menggunakan pencacah Geiger-Muller untuk menamplkan pulsanya. Hasil pencacahan akan digunakan untuk mengetahui statistik radioaktif yang disajikan dalam distribusi poison dan distribusi normal.
Kata Kunci : Radioaktivitas, Geiger-Muller, Distribusi Poisson radiasi. Detektor untuk mengamati partikelpartikel tersebut bermacam-macam seperti detektor ionisasi, detektor proporsional, detektor Geiger muller, detektor sintilasi, dan detektor semikonduktor atau detektor zat padat, namun yang sering digunakan pada umumnya ialah detektor Geiger-Muller karena penggunaannya yang mudah serta ekonomis.
I. Pendahuluan 1.1 Tujuan Tujuan dari praktikum ini adalah membuktikan prinsip kerja dari detektor Geiger-Muller, menentukan tegangan yang bekerja pada detektor tersebut dan menggunakan distribusi probabilitas dalam menggambarkan pola radioaktivitasnya. 1.2 Teori Dasar Radioaktivitas merupakan gejala pemancaran partikel radioaktif akibat peluruhan inti atom yang tidak stabil agar menjadi inti yang stabil. Hasil dari radioaktif ini berupa emisi partikel alfa, partikel beta dan emisi positron serta penangkapan elektron orbital.Masing-masing dari reaksi tersebut mungkin saja atau mungkin juga tidak disertai dengan radiasi gamma. Partikel-partikel yang dihasilkan dari transformasi/peluruhan tersebut tidak dapat diamati atau dirasakan secara kasat mata dengan panca indra kita. Oleh sebab itu, kita memerlukan suatu alat untuk mendeteksi keberadaan partikel tersebut yang lebih sering dikenal sebagai detektor.Detektor merupakan suatu alat yang sangat peka terhadap adanya radiasi, yang apabila terkena radiasi akan memberikan tanggapan (response) tertentu yang akan menjadi lebih mudah diamati. Detektor berguna sebagai alat untuk mengukur dan menentukan adanya
Gambar 1. Prinsip kerja Detektor Geiger-Mueller
Detektor Geiger-Muller Detektor Geiger-Muller merupakan sebuah tabung pendeteksi radiasi sebuah partikel tunggal dari sebuah radiasi ionisasi yang prinsip kerjanya menggunakan isian gas. Detektor ini pun dilengkapi/dipasangkan dengan Pencacah Geiger-Muller yang berfungsi sebagai penampil pulsa yang di terima oleh detektor tersebut.Prinsip kerja dari detektor ini ialah Apabila ke dalam tabung masuk zarah radiasi maka radiasi 1
akan mengionisasi gas isian. Banyaknya pasangan elektron-ion yang lerjadi pada detektor Geiger-Muller tidak sebanding dengan tenaga zarah radiasi yang datang.Hasil ionisasi ini disebut elektron primer. Karena antara anode dan katode diberikan beda tegangan maka akan timbul medan listrik di antara kedua eleklrode tersebut. Ion positif akan bergerak ke arah dinding tabung (katoda) dengan kecepatan yang relative lebih lambat bila dibandingkan dengan elektron-elektron yang bergerak ke arah anoda (+) dengan cepat. Kecepatan geraknya tergantung pada besarnya tegangan V. Sedangkan besarnya tenaga yang diperlukan untuk membentuk elektron dan ion tergantung pada macam gas yang digunakan. Dengan tenaga yang relatif tinggi maka elektron akan mampu mengionisasi atom-atom sekitarnya. sehingga menimbulkan pasangan elektron-ion sekunder. Pasangan elektron-ion sekunder ini pun masih dapat menimbulkan pasangan elektron-ion tersier dan seterusnya, sehingga akan terjadi lucutan yang terus-menerus (avalence).
stabil/mendekati stabil di antara yang lainnya untuk menentukan tegangan kerja. 9. Hasil tegangan kerja tersebut digunakan untuk proses pencacahan berkutnya.
Mengetahui Distribusi dari Statistik Radioaktif 1. Masukkan tegangan kerja yang sudah di dapat pada Geiger-Muller Voltage. 2. Pilih selang waktu 10s 3. Lakukan 50 pencacahan dengan 2 kali ( jumlah 100 cacahan) 4. Lakukan pencacahan pada selang 1s dan 10s masng-masing 25 kali pencacahan. 5. Matikan detektor, kemudian lepaskan bahan radioaktif. 6. Nyalakan detektor dan lakukan pencacahan tanpa radioaktif sebanyak 25 kali dengan selang waktu 10s.
III. Data dan Pengolahan Tegangan Hasil Kerja cacahan 0 350 0 360 0 370 0 380 0 390 3 400 84 410 142 420 134 430 161 440 163 450 133 460 180 470 146 480 193 490
II. Metode Percobaan Pertama-tama kita harus menentukan tegangan kerja Geiger-Muller terlebih dahulu untuk menggunakannya pada proses pengamatan pencacahan. Proses menentukan tegangannya ialah: 1. Pasang bahan radioaktif (Cs-137) pada detektor Geiger-Muller. 2. Nyalakan detektor Geiger-Muller. 3. Tekan tombol select untuk memilih Geiger-Muller Voltage. 4. Tekan enter untuk menentukan tegangan yang di inginkan. 5. Lakukan percobaan pada selang tegangan kerja 350V-600V dengan penambahan 10V setiap percobaannya. 6. Tekan enter jika sudah menentukan tegangan yang di kehendaki. 7. Tekan select untuk memilih gate, enter, kemudian select kembali memilih 10s dan enter untuk memulai cacahan. 8. Dari hasil cacahan-cacahan tersebut, cari cacahan yang paling
Tegangan Hasil Kerja cacahan 171 500 144 510 155 520 161 530 191 540 190 550 191 560 160 570 169 580 193 590 197 600
Tabel 1. Data hasil cacahan detektor untuk menentukan tegangan kerja detektor
2
190
300
16
200
145 17
100
166 590
560
530
501
471
440
409
380
350
170 137
1
181 21
2
183
3
184
4
171
5 6
26
144
28
156
29
171
30
163
31
160
32
153
33
7
154
34
177
35
162
36
152
37
155
38
167
39
163
40
179
41
175
8 9 10 11 12 13 14
155 84
165
200 85
153
169 86
161
166 87
212
162 88
165
158 89
153
64 167
149 83
173
63 182
158 82
173
62 180
158 81
189
61 182
152 80
167
60 183
129 79
172
59 180
152 78
185
58 167
166 77
173
57 150
160 76
27
56 173
175 75
170
Hasil Cacahan 151
55 151
174 74
164
54 159
170 73
24
53 159
135 72
23
52 154
166 71
22
51 197
181 70
25 No
174 69
20
Dari grafik di atas kita dapat menentukan tegangan kerjanya ialah dengan cara mencari tegangan kerja yang hasil cacahannya cenderung lebih stabil di antara yang lainnya. Dari percobaan diatas kita dapatkan tegangan kerja yang stabil pada teganga 550 V, Tegangan kerja tersebut digunakan pada percobaan selanjutnya.
Hasil Cacahan 162
154 68
19
Gambar 2. Grafik Hasil Cacahan vs Tegangan Kerja dari data Tabel 1.
15
153 67
18
0
No
159 66
158 90
182
65 3
150 91
164 42
153
183
92 165
43
15 182
167
93 170
44
16 132
160
17 156
166
18 167
172
19 182
156
20 160
156
21 164
152
22 173 23
1
No
152 24
162 49
150
154 50
Tabel 2b. Data hasil cacahan detektor pada selang 10s dengan tegangan kerja 550V sebanyak 100kali
Hasil Cacahan 166
26 164
2
161
10 sekon
27 182
3
No
124 28
188 4
157 29
209 5
182
194
154
146
166
159
139
196
160
173
177
173
167
37 163
13
14
14
162
18
18
152
17
17
159
21
21
160
10
10
174
19
19
169
12
12
154
7
7
9 169
38 123
151
8 138
134
21
7
36
12
21
6
35
11
185
5
34
10
14
Hasil Cacahan 14
4
33
9
No
3
32
8
Hasil Cacahan 146
2
31
7
1 sekon
1
30
6
14
160 48
25 Hasil Cacahan 182
167 47
166
100
Tabel 2a. Data hasil cacahan detektor pada selang 10s dengan tegangan kerja 550V sebanyak 100kali
No
160 46
164
99
50
192 45
177
98
49
165 44
157
97
48
180 43
159
96
47
170 42
150
95
46
170 41
153
94
45
191 40
10 158
39 4
188
25
25
146
26
26
Tabel 4.Data hasil cacahan tanpa menggunakan bahan radioaktif sebanyak 25kali pada selang 10s.
142
28
28
Jumlah data
Waktu (s)
159
21
21 100
10
Mean 165.25
Var 197.48
Mean 165.25
Var 165.25
50
10
165.06
308.51
165.06
165.06
25
10
158.08
159.74
158.08
158.08
25
1
17.64
31.74
17.64
17.64
25
10 (TS)
7.84
9.89
7.84
7.84
11 12 13 14 143
21
21
153
16
16
170
16
16
150
18
18
168
14
14
144
18
18
170
4
4
155
19
19
153
24
24
156
20
20
143
18
18
15 16 17 18
Distribusi Normal
Distribusi Poisson
Tabel 5.Data hasil Mean dan Variance .
19 20 21 22 23 24 25 Tabel 3a(kanan) & 3b(kiri). Percobaan dengan selang 1s dan 10s sebanyak masing-masing 25kali.
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Hasil Cacahan 14 13 6 12 7 7 7 10 8 12 8 5 4 11 6
No 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Gambar 3. Kurva Distribusi Normal pencacahan sebanyak 100 kali, 50 kali, dan 25 kail dengan selang waktu 10 s.
Hasil Cacahan 6 7 14 7 5 5 3 7 7 5
Gambar 4. Kurva Distribusi Poisson pencacahan sebanyak 100 kali, 50 kali, dan 25 kail dengan selang waktu 10 s.
5
Gambar 7. Perbandingan Kurva Distribusi Normal dari hasil pencacahan dengan dan tanpa Radioaktif, sebanyak 25 kali dengan selang waktu 10 s.
Gambar 5. Perbandingan Kurva Distribusi Normal hasil pencacahan dengan selang waktu 1 s dan 10 s, sebanyak 25 kali pencacahan.
Gambar 8. Perbandingan Kurva Distribusi Poisson hasil pencacahan dengan dan tanpa Radioaktif, sebanyak 25 kali dengan selang waktu 10 s.
IV. Pembahasan Berdasarkan dari hasil pengumpulan data percobaan yang dituangkan dalam kurva distribusi nomal (gambar 3) diatas, kita dapat melihat bahwa cacahan dengan jumlah 100 kali memiliki puncak yang lebih tinggi dibanding dengan yang lainnya. Cacahan ini juga (n100) memiliki lebar yang lebih kecil di bandingkan yang lainnya. Sehingga berdasarkan keterangan diatas kita dapat memastikan bahwa cacahan 100 kali lebih baik di banding yang lainnya. Hal ini disebabkan, semakin tinggi puncak probabilitas suatu kejadian, maka kemungkinan keberadaan radioaktivitas pada titik tersebut semakin besar. Sedangkan dengan melihat lebarnya, semakin lebar suatu kurva probabilitas, maka variannya semakin besar sehingga kemungkinannya semakn kecil. Oleh sebab itu, cacahan 100 kali lebih baik karena memilik puncak yang tinggi dan lebar yang kecil yang dapat menunjukan probabilitas yang besar (baik) terhadap radioaktif tersebut. Pada jumlah cacahan yang sama namun dengan selang waktu yang yang berbeda (gambar 5), didapatkan bahwa cacahan dengan selang waktu 1s lebih baik di banding dengan selang waktu 10s. Seperti yang di jelaskan pada sebelumnya, bahwa
Gambar 6. Perbandingan Kurva Distribusi Poisson hasil pencacahan dengan selang waktu 1 s dan 10 s, sebanyak 25 kali pencacahan.
6
probabilitas semakin besar dan baik jika memiliki puncak yang tinggi dari suatu titik dan memiliki lebar yang kecil agar variannya kecil. Dengan mengacu pada prinsip distribusi probabilitas sebelumnya, kita dapat menentukan bahwa cacahan tanpa radioaktif lebih baik di bandingkan dengan menggunakan radioaktif. Hal ini dapat terjadi karena pada saat pencacahan menggunakan radioaktif, radiasi yang diterima oleh detektor semakin besar (nilai cacahannya pun meningkat). Radiasi yang masuk tabung detektor membuat gas dalam tabung terionisasi. Karena radiasi yang di terima cukup besar dan tidak teratur, menyebabkan nilai cacahan memiliki varian yang besar sehingga probabilitasnya kecil. Sedangkan pada detektor tanpa radioaktif, cacahan kecil karena radiasi yang ditimbulkan oleh alam kecil sehingga probabilitasnya besar. Setelah membandingkan kurva antara distribusi normal dan poisson, maka dapat disimpulkan distribusi poisson yang lebih tepat digunakan karena mempunyai kurva dengan lebar yang lebih kecik dan puncak yang tinggi. Statistika digunakan dalam mencari probabilitas cacahan radioaktif yang tidak merata disebabkan bahan radioaktif itu sendiri menembakkan partikel atau emisi secara random(tidak teratur).
VI. Pustaka [1].Arya,Atan P.1996.Fundamental of Nuclear & Statistic for Engineer & Scientist.Asia : Pearson Education.Inc. [2]. http://anandk.blogspot.com/2011/11/detektorsintilasi.html [3]. http://fisikauntuksurga.wordpress.com/2011/ 10/10/percobaan-geiger-muller-counter/
V. Simpulan Pada percobaan yang telah dilakukan, didapatkan tegangan kerja pada sistem tersebut adalah 550V. Tegangan tersebut digunakan untuk menentukan probabilitas suatu radioaktif yang di tampilkan dalam metode pulsa (cacahan) yang kemudian dapat di tampilkan dalam bentuk kurva. Dari data percobaan diatas dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kurva dan semakin kecil lebarnya kurva, semakin besar pula probabilitasnya. Banyaknya pengambilan data cacahan yang dilakukanpun sangat menentukan, semakin banyak pengamatan/pengambilan data yang dilakukan maka probabilitasnya semakin besar.
7