MODEL PERMINTAAN RUMPUT LAUT INDONESIA DI PASAR JEPANG
ADITYA WlRAWAN SKRIPSI
PROGRAM STUD1 MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN WSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
ABSTRAK ADITYA WIRAWAN, Model Permintaan Rurnput Laut Indonesia di Pasar Jepang. Di bawah bimbingan SUFlARNO
Dalam upaya meningkatkan ekspor rumput laut Indonesia ke pasar Jepang sebagai pasar potensial, diperlukan adanya informasi pasar yang baik terutama mengenai faktor-faktor penentu dalam perdagangan ekspor ke negara tujuan. Bagi pelaku ekspor pengetahuan ini dipe;lukan untuk merancang strateg produksi maupun strateg ekspomya. Oleh sebab itu diperlukan investigasi atas hubungan saling pengaruh antara faktor-faktor yang inenentukan kinerja ekspor. Dalam kasus eksportasi rumput laut Indonesia ke Jepang, diperlukan adanya suatu penelitian faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan-perubahan permintaan impor rumput laut Jepang dari Indonesia. Penelitian kuantitatif dengan data empirik, metode yang digunakan analisis regresi. Jenis data yang digunakan ialah data sekunder kuantitatif, terdiri atas: harga rata-rata produk rumput laut Indonesia di Jepang(Prji), Nilai tukar yen terhadap rupiah (Erji), Ekspor rumput laut dari negara pesaing (M,,), dan pendapatan nasional Jepang(GDP). Permintaan impor rumput laut Jepang dari evaluasi yang telah dilakukan dapat dijelaskan oleh model regresi semi log. Permintaan rumput laut Jepang tidak dipengaruhi adanya perubahan menguatnya nilai tukar yen terhadap rupiah. Hal ini sebagai akibat dari permintaan rumput laut di Jepang sudah terpenuhi dari negara-negara lainnya. Pemenuhan permintaan rumput laut di Jepang melalui impor, tidak bisa saling substitusi (dari satu negara dengan negara lainnya) akan tetapi merupakan komplementemya; ha1 ini diasumsikan bahwa penggunaan rumput laut di Jepang dari setiap negara mempunyai kekhasan tersendiri. Indonesia harus tetap meningkatkan produksi rumput laut serta meningkatkan kualitasnya sehubungan dengan naiknya GDP Jepang dan adanya persaingan dari negara lain serta menyiapkan produksi rumput laut untuk memenuhi permintaan Jepang yang semakin meningkat. Kata kunci : Rumput Laut, Ekspor Impor, Model, Permintaan
MODEL PE
NTAAN RUlMPUT LAUT INDONESIA DI PASAR JEPANG
Sebagai salah satu syarat untuk ineinperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
Oleh : ADITYA WIRAWAN C44104078
PROGRAM STUD1 MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PERNYATAAN m N G E N A I S DAN SUMBER IhTORMASI
SI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :
MODEL PERMINTAAN RUMPUT LAUT INDONESIA DI PASAR JEPANG adalah benar meruuakan hasil karva sendiri dan belum diaiukan dalam bentuk " apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telahdisebutkan dalrun teks dan tercantum dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.
Bogor, Agustus 2008
Aditva Wirawan C44 104078
O Hak cipta milik Aditya Wirawan, tahun 2008
Hak Cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin temtlis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cet&fotokopi, microfilm dan sebagainya.
Judul
: Model Permintam Rumput Laut Indonesia di Pasar
Jepans Nama
: Aditya Wirawan
NRP
: C44104078
Program Studi
:Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan-Kelautan
Disetujui, Pembiiig
DR Ir. Suharno, M.Adev. NIP 131 649 403
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga skripsi ini dapat selesai tepat pada waktunya. Skripsi ini merupakan hasil penelitian yang dlakukan sejak Bulan Juni 2008 sampai dengan Bulan Agustus 2008 dengan judul "Model Permintaan
Rumput Laut Indonesia di Pasar Jepang". Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. DR.Ir.Suhamo,M.Adev selaku komisi pembimbing atas bimbingan dan
arahan yang telah diberikan. 2. Dosen penguji atas kritik dan saran, sehingga penulis dapat
menyempumakan skripsi ini. 3. Karyawan dan Staf Departemen Sosial Ekonomi Perikanan dan Kelautan dan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan yang sangat membantu.
4. Ayahanda Joko Pitoyo, Ibunda Ani Andayani, dan Adik Isnan Agung Wirawan tercinta atas doa restu, kasih sayang, serta dukungan tanpa henti. 5. Keluarga Besar SEI 41, Keluarga Besar Panti Jomblo, dan semua yang
tidak dapat saya sebutkan satu per satu atas bantuan dan dukungannya selama ini. Akhimya penulis menyadari dengan segala kerendahan hati, semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan b a pembaca ~ pada umumnya. Bogor, Agustus 2008
Aditya Wirawan
RllWAYAT HIDW Penulis dilahirkan di Kota Yogyakarta pada tanggal 6 September 1985 dari Bapak Joko Pitoyo dan Ibu Am Andayani. Penulis merupakan putra pertama dari dua bersaudara. Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah lulus dari SMU Negeri 5 Yogyakarta pada tahun 2004. Pada tahun 2004 penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih Program Studi Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan-Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Selama aktif menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi panitia pada beberapa kegiatan kemahasiswaan yang diadakan Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Perikanan (I-IIMASEPA). Penulis pernah mengikuti beberapa kegiatan seminar dan pelatihan diantaranya adalah Seminar Nasional Undang-Undang Perikanan.
DAFTAR IS1 Halaman
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xii
.
PENDAHULUAN ..............................................................................
I
1
1.1. Latar Belakang................................................................................ 1 1.2. Perurnusan Masalah ....................................................................... 4 1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .................................................... 5
II.
TINJAUAN PUSTAKA ........................... . . . .............................. 6 2.1. Deskripsi Rumput Laut ......................... . . ................................. 2.2. Teori Perdagangan Intemasional ................................................... 2.3. Model Permintaan ........................................................................
lV.
6 9 13
METODOLOGI ............................................................................... 22 4.1. Metode Penelitan .......................... . . ............................................. 22 22 4.2. Jenis dan Sumber . . Data 4.3. Model Analisis ............................................................................. 23 4.4. Evaluasi Model Dugaan.................................................................. 24 4.5. Analisis Elastisitas.......... 28 4.6. Metode Pengolahan Data ................... . . . .................................. 29 29 4.7. Terminologi dan Pengukuran
V
.
HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................31 5.1. Tinjauan Budidaya Rumput Laut di Indonesia ........................... 31 5.2. Analisis Terhadap Sistem Perdagangan Rumput Laut di Jepang ... 33 5.3. Badan - Badan Terkait ................................................................ 45 5.4. Model Dugaan Permintaan Impor Rumput Laut Jepang dari Indonesia......................................................................................... 50
.
VI
KESIMPULAN DAN SARAN ..................... . . ......................... 6.1. Kesimpulan 6.2. Saran
61 61 61
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................62
LAMPIRAN
64
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Diagram Produksi Rurnput Laut Indonesia ...................... . . ...................
2
2. Mekanisme Perdagangan Internasional .............................. . .................... 11 3 . Mekanisme Perdagangan Internasional 2 .................................................
12
4. Kerangka Pendekatan Studi ...................................................................
20
5. Grafik Tujuan Ekspor Perikanan Indonesia
32
6 . Bagan Prosedur Ekspor Umum ........................... . ............................
39
7. Diagram Alur Proses Ekspor Hasil Perikanan ..........................................
41
8. Grafik Normal P-Plot ......................... . . .........................................
55
9 . Grafik Scatterplot .................... . . . ....................................................56
DAFTAR TABEL Halaman 1. Perkembangan Produksi Perikanan Budidaya Laut .............................
.....
3
2. Perkembangan Lima Negara Terbesar Impor Rumput Laut .......................
4
3 . Tabel Sebaran Eucheuma di Perairan Indonesia ........................ . . . ......
8
4 . Perkembangan Ekspor Rumput Laut ke Pasar Jepang ................... . . ...... 33
5. Persamaan Regresi Dugaan Permintaan Impor Rumput Laut ..................... 50 6. Koefisien Model Dugaan Permintaan ....
54
7. Matriks Korelasi Antar Peubah Bebas dalam Model Semi Log .................. 57 8. Elastisitas Peubah Bebas dari Model Semi Log ....................................
58
DAFTAR LAMPIRAN Halaman
.................................... 1. Data Peubah Model Permintaan ...................... .
65
. .
2 . Model Limer ....................................................................... 66
3. Model Semi Log ................... . . . .............................................................71 4 . Model Double Log .................... . . ....................................................... 76
5. Eucheuma cottonii .......
81
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumput laut merupakan tumbuhan marine-macroalgae yang merupakan salah satu sumberdaya hayati laut yang komersial dan penting. Rumput laut ini termasuk kelompok primitif dari tumbuhan autotrofik tak berbunga (Thalophyta) yang tumbuh di perairan laut intertidal, dangkal dan kadang-kadang di bawah muka air hngga kedalaman laut 100 m serta di perairan estuaria (Kaladharan dan Kaliaperumal 1999). Struktur kerangka tubuhnya tidak berdaun, berbatang dan berakar, sehingga semuanya terdiri atas batang (thallus) saja.Tumbuhan ini hidup di tempat-tempat berbatu atau berkarang yang dijadikannya sebagai substrat tempat melekatkan alat penempel rhizoid atau holdfast. Rumput laut merupakan bahan baku untuk pembuatan koloid seperti agar, algin dan karaginan yang sering digunakan dalam industri pangan, kimia dan farmasi. Rumput laut mengandung protein, vitamin, mineral dan trace element. Ada juga rumput laut yang digunakan sebagai bahan makanan langsung, makanan temak, sebagai pupuk, bahan pembuat kertas dan bahan obat-obatan (Sumpeno 2007). Secara ekonomi, rumput laut memiliki potensi ekonomi yang tinggi, antara lain karena beberapa sifatnya sebagai komoditi: 1. mempunyai peluang ekspor yang terbuka luas, 2. harga relatif stabil, 3. teknologi pembudidayaannya cukup sederhana; sebingga mudah dikuasai. Disamping itu, siklus pembudidayaannya yang relatif singkat dan kebutuhan modal usahanya yang relatif kecil, memberi peluang bagi pengusaha rumah tangga untuk bisa mengusahakannya. Lebih lanjut, rumput laut merupakan komoditas yang tak tergantikan karena tidak ada produk sintetisnya sehingga usaha pembudidayaannya sangat prospektif. Usaha ini tergolong jenis usaha yang padat karya, dalam arti mampu menyerap tenaga kej a cukup tinggi. Kebutuhan tenaga kerja ini bisa untuk memenuhi kebutuhan kegiatan pembudidayaan, panen, dan pengelolaan pasca panennyam termasuk kegiatan penjualannya. Ini disebabkan karena semua tahap pengejaan tersebut masih memerlukan cara manual. Kegunaan rumput laut sangat luas, dengan penerapan pemakaiannya di banyak kepentingan kehdupan. Beberapa jenis rumput laut bisa digunakan
sebagai bahan pangan dan bahan industri makanan, farmasi, kosmetik, cat, tekstil dan bahkan kertas sehingga mempunyai kesempatan untuk dijadikan komoditas yang bernilai tambah. Peluang pasar rumput laut baik untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri maupun permintaan ekspor. Data produksi rumput laut membedakan hasil rumput laut menurut surnbemya, yaitu rumput laut dari hasil pengumpulan alami dan rumput laut hasil budidaya. Dalam statistik perkembangan produksi rumput laut dari hasil budidaya di Indonesia, baru dimulai tahun 1999. Perincian produksi rumput laut dalam statistik ini dibuat oleh Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, dan bisa diikuti dari Diagram 1. Walaupun praktik budidaya rumput laut sudah dimulai sejak 1975, namun dalam statistik ini produksi tahun 1977 hingga 1998 tidak diketahui, berapa volume m p u t laut hasil budidaya. Pada tahun 1985 atau setelah satu dasawarsa sejak &mulainya kegiatan budidaya, produksi rumput laut bant terlihat secara nyata.
-
Produksi Rurnput Laut Indonesia, 1977-2006 1600000 1400000 1200000 1000000
c 0
I-
800000 600000 400000 200000 0
4
9 '
49
0 '
9 @ 8 @
+
99
9%
d @ a'
a9 @
Tahun
o Tangkapan
Bud~daya
Sumber :Dirjen Perikanan Bzrdidaya (2007)
Diagram 1. Produksi Rumput Laut Indonesia, 1979 - 2006.(Angka tahun 2006 adalah angka sementara)
Sementara itu, kedudukan rumput laut sebagai komoditas dari sektor perikanan kelautan bisa diikuti pada Tabel 1. Tabel ini menyajikan perkembangan produksi budidaya rumput laut diantara komoditas perikanan dan kelautan menurut jenis komoditi. Di sana terlihat, khususnya rumput laut mengalami kenaikan dari tahun 2002-2006 yaitu sekitar 62,01% per tahun, (dari 223.080 ton, meningkat menjadi 1.341.141ton pada tahun 2006). Pengusahaan rurnput laut sebagai industri, telah menempatkan din sebagai komoditas ekspor yang mendatangkan devisa bagi negara. Pembudidayaannya di pihak lain, merupakan lapangan kerja yang menjadi sumber pendapatan nelayan, menyerap tenaga kerja, serta mampu memanfaatkan lahan perairan pantai di kepulauan Indonesia yang sangat potensial. Ini menempatkan rumput laut sebagai komoditas yang sangat prospektif untuk dikembangkan. Tabel 1. Perkemban~anProduksi Perikanan Budidava Laut Menurut Jenis Komoditi 2502-2006
Sumber :B a h Pusat Statistik (2006)
Data di atas menunjukkan arti penting komoditas ini di dalam perekonomian Indonesia. Arti penting ini diceminkan dari posisi dan kontribusinya yang semakin meningkat. Yang paling penting dari data di atas adalah bahwa tren pertumbuhan masih positif. Kalau pertumbuhan ini dipicu oleh
pasar, ha1 ini menandakan bahwa perimintaan (pasar) komoditas ini masih terus meningkat Pasar terbesar untuk komoditas rumput laut adalah negara-negara industri maju seperti Amerika Serikat, Jepang, China, Denmark, Perancis; merupakan negara-negara yang mendominasi impor rumput laut dunia. Pada tabel 2 dapat dilihat perkeinbangan lirna negara importir rumput laut di dunia tahun 2000 samapi dengan tahun 2004. Produsen rumput laut utama Asia adalah juga sebagai eksportir ke pasar Jepang yaitu Indonesia, Pilipina, Korea, dan Cina. Tabel 2. Perkembangan Lima Negara Terbesar Impor Rumput Laut di Dunia
Sumber :DKP (2007)
1.2 Perurnusan Masalah
Dalam upaya memelihara dan meningkatkan ekspor rumput laut Indonesia ke pasar Jepang, baik sebagai pasar aktual maupun pasar potensial, diperlukan adanya informasi pasar yang baik terutama mengenai faktor-faktor penentu dalam perdagangan ekspor ke negara ini. Pengetahuan mengenai faktor-faktor ini penting bagi pelaku perdaganan luar negeri maupun bagi negara. Bagi pelaku ekspor pengetahuan ini diperlukan untuk merancang strategi produksi maupun strategi ekspomya. Bagi negara atau pemegang otoritas perdagangan luar negeri, pengetahuan ini penting sebagai masukan dalam pembuatan kebijakan.
Oleh sebab itu diperlukan investigasi atas hubungan saling pengaruh antara faktor-faktor yang menentukan kinerja ekspor. Investigasi atau tindakan pendugaan mengenai kemungkinan yang akan terajadi di masa depan ini bisa dilakukan secara ilmiah melalui teknik ekonometri. Dalam kasus eksportasi rumput laut Indonesia ke Jepang, diperlukan adanya suatu penelitian faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan-perubahan permintaan impor rumput laut Jepang dari Indonesia. Dengan menggunakan teknik ekonometri, informasi ini bisa dikuantifikasi dalam bentuk koefisien dan angka elastisitas permintaanya. Dengan angka-angka ini, bisa diketahui pola hubungan antar faktor penentu perdagangan eksportasi/importasi dan besarnya p e n g a d satu faktor terhadap yang lain, misalnya antara Indonesia dan negara lain. Berdasarkan informasi ini, bisa diidentifikasi siapa pesaing utama Indonesia dan bagaimana tindakan kebijakannya. 1.3 Tujuan dan Kegunaan
Berlandaskan pada pemikiran tersebut di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi permintaan rumput laut
Jepang dari Indonesia beserta sistem perdaganganya 2. Mengukur elastisitas permintaan impor rumput laut Indonesia, dengan
terlebih dahulu menduga fungsi permintaan ekspor menggunakan prinsipprinsip ekonometrika 3. Secara khusus, untuk menjawab hipothesis apakah China merupakan
negara pesaing utama Indonesia dalam hak eksportasi ke pasar Jepang Tujuan ketiga majukan karena data empirik selarna ini menunjukkan bahwa China merupakan negara pengekspor besar ke pasar Jepang. Pengetahuan akan ha1 ha1 di atas dirasa perlu agar dapat tersusun strategi bersaing yang baik Adapun kegunaan penelitian yang akan dilaksanakan ini adalah: 1. Secara makro digunakan untuk memberikan informasi bagi perumusan
strategi dan dasar kebijakan perdagangan rumput laut di pasar Jepang 2. Secara mikro, berguna bagi penyusunan strategi bersaing bagi pelaku
ekspor rumput laut
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Deskripsi Rumput Laut
2.1.1 KJasifikasi Rumput Laut Komersial
Rurnput laut merupakan salah satu komodtas budidaya laut yang prospektif dan bahkan budidaya rumput laut telah dijadikan salah satu program utaina dalam Revitalisasi Perikanan Budidaya. Lembaga yang terkait dengan riset perikanan laut dan oceanologi telah mengintensifkan riset buddaya rumput laut sejak tahun 60-an, bahkan pengenalan sebanyak 555 jenis rumput laut telah tercatat oleh Van Bosse pada ekspedisi Sibolga tahun 1899-1900 dan pada ekspedisi Danish sebanyak 25 jenis alga merah, 28 jenis alga hijau dan 11jenis alga coklat. Identifikasi rumput laut dilanjutkan dengan penelitian Snellius 11 (1985) dan Buginesia I11 (1988-1990) (Basmal2001). Klasifikasi rumput laut yang bernilai ekonomi tingg di Indonesia dikelompokkan menjadi lima yaitu Eucheuma, Hypnea, Glacilaria, Gelidium, dan Sargassum. Dari kelima jenis rumput laut tersebut yang paling potensial adalah Eucheuma, yakni Eucheuma cottoni dan Eucheuma spinossum. Eucheuma cottoni
dan Eucheuma spinossum inerupakan rurnput laut yang secara luas diperdagangkan, baik untuk keperluan bahan baku industri di dalam maupun untuk ekspor. Klasifikasi Eucheuma adalah sebagai berikut : Taksonomi Eucheuma sebagai berikut : Divisio
: Rhodophyta
Kelas
: Rhodophyceae
Bangsa
: Gigartinales
Suku
: Solierisceae
Marga
: Eucheuma
Jenis
: Eucheuma spinosum (Eucheuma denticulatum)
Eucheuma cottoni (Kappaphycus alvarezii)
Ciri fisik Eucheuma cottonii adalah mempunyai thallus silindris, permukaan licin, cartilogeneus. Keadaan warna tidak selalu tetap, kadang-kadang
benvama hijau, hijau kuning, abu-abu atau merah. Perubahan wama sering terjadi hanya karena faktor lingkungan. Umumnya Eucheuma cottonii tumbuh dengan baik di daerah pantai terumbu (reef). Habitat khasnya adalah daerah yang memperoleh aliran air laut yang tetap, variasi suhu harian yang kecil dan substrat batu karang mati (Aslan 1998). Beberapa jenis Eucheuma mempunyai peranan penting dalam dunia perdagangan intemasional sebagai penghasil ekstrak karaginan. Kadar karaginan dalam setiap spesies Eucheuma berkisar antara 54 - 73 % tergantung pada jenis dan lokasi tempat tumbuhnya. Jenis ini asal mulanya didapat dari perairan Sabah (Malaysia) dan Kepulauan Sulu (Filipina). Selanjutnya dikembangkan ke berbagai negara sebagai tanarnan budidaya. Lokasi budidaya rumput laut jenis ini di Indonesia antara lain Lombok, Sumba, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Lampung, Kepulauan Seribu, dan Perairan Pelabuhan Ratu (Atmadja 1996). 2.1.2 Wilayah Potensial Pengembangan Eucheuma
Wilayah potensial untuk pengembangan budidaya rumput laut Eucheuma terletak perairan pantai Nanggro Aceh Darusalam (Sabang), Sumatera Barat (Pesisir Selatan, Mentawai), Riau (Kepulauan Riau, Batam), Sumatera Selatan; Bangka Belitung, Banten (dekat Ujung Kulon, Teluk Bantefl. Panjang), DKI Jakarta (Kepulauan Seribu), Jawa Tengah (Karimun Jawa), Jawa Timur (Situbondo dan Banyuwangi Selatan, Madura), Bali (Nusa DuaKutuh h u n g Payung, Nusa Penida, Nusa Lembongan) dan Buleleng, Nusa Tenggara Barat (Lombok Barat dan Lombok Selatan, pantai Utara Sumbawa Besar, Bima, dan Sumba), Nusa Tenggara Timur (Maumere, Larantuka, Kupang, P. Roti selatan), Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan (Pulau Laut), Kalimantan Timur, Maluku (P. Seram, P. Osi, Halmahera, Kep. Aru dan Kei), Papua(Biak,Sorong). Rumput laut Eucheuma di Indonesia umumnya tumbuh di perairan yang mempunyai rataan terumbu karang. la melekat pada substrat karang mati atau kulit kerang ataupun batu gamping di daerah intertidal dan subtidal. Tumbuh
tersebar hampir diseluruh perairan Indonesia. Sebaran Eucheuma dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Sebaran Eucheuma di perairan Indonesia
aBarat), Surnbawa (NTB), Ngele-ngele, anana (NTT), Wakatobi dan Muna (Sulawesi enggara), Kep. Banggai dan Togian, P. Dua
ucheuma edule
ucheuma cottonii
b. Selayar (Sulawesi Selatan)
-
--
: U C / ~ ~ Z Ocewrcome ~CI
Euc/zezo,la srrratum
l~eramTlmur (Maluku) Kep Serlbu (DKI Jakarta)
Sumber :Ahnadja dan Szrlistijo (1983)
Wilayah pantai potensi pengembangan rumput laut di Indonesia adalah 1. Barat Sumatera 2. Selatan Jawa 3. Selat Malaka 4. Timur Sumatera 5. Utara Jawa 6. Bali, NTT, NTB 7. Selatan & Barat Kalimantan 8. Timur Kalimantan 9. Selatan Sulawesi 10. Utara Sulawesi dan 11. Maluku & Irian.
I
2.2.
Teori Perdagangan Internasional Di dalam ilmu ekonomi tejadinya perdagangan antar negara dijelaskan
oleh beberapat teori (Salvatore 1997). Secara pokok ilmu ekonomi menyatakan dua pokok pikiran mengenai perdagangan: yaitu: a. Apabila negara negara berspesialisasi memproduksi barang sesusai dengan keunggulanya, dan mendatangkan dari negara lain bagi barang dimana negara tersebut tidak unggul dalam memproduksi, maka negara negara akan menikmati kesejahteraan bersama melalui perdagangan (gainfiom trade) b. Bahwa perdagangan antar dua negara merupakan situasi yang saling menguntungkan bagi peserta perdagangan (win win situation). Di dalam menerangkan dua prinsip pokok di atas, beberapa teori telah dibangun oleh para ekonom pendahulu. Teori yang terkait kuat dengan perdagangan intemasional adalan teori keunggulan absolut, teori keunggulan komparatif, dan teori ekses pasar yang menggunakan model dua negara dan dua komoditi. Teori Absolute advantage (manfaat absolut) memusatkan pada variabel riil seperti rnisalnya nilai suatu barang diukur dengan banyaknya tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan barang. Makin banyak tenaga keja yang digunakan akan makin tinggi nilai barang tersebut. Teori ini sangat sederhana sebab menggunakan anggapan bahwa tenaga kerja itu sifatnya homogen serta merupakan satu-satunya faktor produksi (Salvatore 1997). Comparative advantage (kemanfaatan relatif) ialah teori yang menyatakan bahwa suatu negara akan menghasilkan dan kemudian mengekspor suatu barang yang memiliki comparative advantage terbesar dan mengimport barang yang inemiliki comparative disadvantage, yaitu suatu barang yang dapat dihasilkan dengan lebih murah dan impor barang yang kalau dihasilkan sendiri memakan ongkos yang besar (Salvatore 1997). Sehubungan dengan adanya perbedaan penawaran dan permintaan pasar maka secara teoritis konsep penawaran ekspor dan permintaan irnpor dalam perdagangan antar negara dapat diturunkan dari kurva penawaran dan kurva permintaan pasar dalam negara masing-masing. Dalam ha1 ini kurva penawaran ekspor suatu komoditi dari suatu negara merupakan kurva kelebihan penawaran (exces.~suply), yaitu selisih antara penawaran dan permintaan akan komoditi
bersangkutan dari negara tersebut. Kurva kelebihan penawaran dari negara itu merupakan kurva permintaan impor komoditi yang sama dari negara lainnya atau merupakan kelebihan permintaan (excess demand), yaitu selisih antara permintaan dan penawaran akan komoditi bersangkutan di negara tersebut (Salvatore, 1997) Suatu negara (misalnya negara A) akan mengekspor suatu komoditas (misalnya rumput laut) ke negara lain (misalnya negara B) apabila harga dipasar domestik atau lokal di negara A relatif lebih rendah sebelum terjadi perdagangan bila dibandingkan dengan harga pasar domestik negara B. Struktur harga yang lebih rendah di negara A itu disebabkan karena adanya kelebihan penawaran (excess suply) yaitu produksi melebihi konsumsi domestik. Oleh karena itu negara A memiliki kesempatan untuk menjual kelebihan produksinya ke negara lain. Negara B terjadi kekurangan suplai rumput laut karena konsumsi domestiknya melebihl produksi domestik (excess demand) sehingga harga menjadi tinggi. Dengan demikian negara B berkeinginan untuk membeli komoditi dari negara lain yang harganya relatif lebih murah. Apabila kemudian terbuka hubungan antara negara A dengan negara B, maka akan terjadl perdagangan antar kedua negara tersebut. Negara A akan melakukan ekspor jika harga lebih tinggi dari Pa (Gambar 1) sebab pada tingkat harga ini di negara A terjadi kelebihan penawaran. Jika tingkat harga lebih rendah dari Pb maka di negara B akan terjad kelebihan permintaan, sehingga negara B akan melakukan impor. Perpaduan antara kelebihan penawaran dan kelebihan permin-
akan
menentukan keseimbangan harga yang terjadi di pasar intemasional sebesar Pe. Pada tingkat harga Pe (Pb>Pe>Pa) negara A akan mengekspor komoditi (rumput laut) sebesar (Q2a - Qla) dan besamya impor negara B sama dengan besarnya ekspor negara A yaitu sebesar (Q2b - Qlb) = (Q2a - Qla).
Gainbar (la)
Gambar (lb)
Gambar (lc)
Sumber : Salvatore, 1997
Gambar 1. Mekanisme Perdagangan Intemasional Keterangan :
Pa
=
Harga domestik di negara pengekspor sebelum adanya perdagangan intemasional
q'a
=
Jumlah konsumsi di negara pengekspor setelah adanya perdagangan intemasional.
q2a-qla= Kelebihan penawaran di negara pengekspor setelah adanya perdagangan intemasional
Pb
=
Harga domestik di negara pengimpor sebelum adanya perdagangan internasional
0 qeb
=
Jumlah konsumsi di negara pengimpor sebelum adanya perdagangan internasional
q2b qlb= Kelebihan permintaan di negara pengimpor setelah adanya perdagangan intemasional
Pe
=
Harga keseimbangan setelah terjadi perdagangan internasional
qe
=
Jumlah ekspor (s2aq'a)
=jumlah
impor (s2b slb) =jumlah komoditas
yang diperdagangkan anatra negara pengekspor dengan pengimpor
2.2.1 Teori ekspor-impor :Pendekatan Ekonomi Parsial Menurut Nopirin (1996), Perdagangan luar negeri sering timbul karena adanya perbedaaan harga barang di berbagai Negara. Harga sangat ditentukan oleh biaya produksi serta efisiensi dalam proses produksi. Perbedaan harga inilah yang menjadi pangkal timbulnya perdagangan antar negara. Perbedaan harga bukan hanya ditimbulkan adanya perbedaan ongkos produksi, tetapi juga perbedaan dalam pendapatan dan selera atau preferensi konsumen. Menurut Kindleberger dan Lindbert(l983), terjadinya perdagangan internasional dapat dijelaskan sebagai berikut, dengan asurnsi hanya ada dua negara, satu komoditi dan tidak ada biaya transportasi. negara B IMPOR
negara A EKSPOR
Gambar (la)
Gambar (lb)
Gambar (1c)
Sumber : Salvatore, 1997
Gambar 2. Mekanisme Perdagangan Internasional2 Negara A(Gambar la) Keseimbangan negara A tejadi pada titik Qea dengan harga Rp 1000. Jika harga naik menjadi Rp 2000, maka permintaan komoditas tersebut menjadi ~ ' a dan penawaran komoditas tersebut sebesar Q2aKondisi tersebut menunjukkan negara A mengalami excess spply atau kelebihan penwaran komoditas sebesar Q2a-Q'a.Besar excess supply tersebut merupakan ekspor negara A.
Negara B(Gambar lc) Keseimbangan Negara B terjadi pada titik Q% dengan harga Rp 3000. Jika harga t u r n menjadi Rp 2000, maka permintaan komoditas tersebut menjadi Q2b dan penawaran sebesar Q1b.Hal tersebut menyebabkan excesss demand atau kelebihan permintaan sebesar Q2b-Q1b.Besar excess demand tersebut tersebut merupakan volume impor Negara B. Peristiwa naik atau turunnya harga pada kedua pasar tersebut disebabkan perbedaan harga. Negara A memiliki harga yang lebih rendah dari Negara B. Sehingga Negara A mengekspor komoditas sebesar Q2a-Q'a ke Negara B. Pada saat tersebut konsumen Negara B lebih memilih komoditas Negara A, karena harganya lebih murah. Sehngga Negara B mengimpor sebesar QZb-Q'b dari Negara A. Pasar Intemasional(Gambar lb) Volume ekspor negara A sama dengan volume impor Negara B. Volume ekspor Negara A merupakan penawaran ekspor dan impor Negara B merupakan permintaan komoditas dalam pasar intemasional. Keseimbangan pada pasar intemasional terletak pada titik Qe dengan harga Rp 2000 Berdasarkan teori analisis parsial pergangan intemasional diatas terdapat suatu kritikan bahwa pada kenyataanya perdagangan antar Negara terdiri atas beberapa komoditas dan terdapat ongkos produksi didalamnya. 2.3
Model Permintaan Menurut Lipsey (1995), Jumlah komoditas total yang ingin dibeli oleh
semua rumah tangga disebut jumlah yang diminta (quantity demand) untuk komodti tersebut. Banyaknya komoditi yang akan dibeli semua rumah tangga pada periode waktu tertentu dipengaruhi oleh variable waktu tertentu, dipengaruhi oleh variable penting berikut : 1) Harga rata-rata komoditi itu sendiri 2) Rata-rata penghasilan rumah tangga 3) Harga komoditas yang berkaitan 4) Selera atau preferensi konsumen 5) Distribusi pendapatan diantara rumah tangga
6 ) Besamya populasi Apabila diterapkan untuk permintaan importasi di negara asing, permintaan suatu negara terhadap komoditas atau produk tertentu yang dibutuhkan dari negara lain, selain seperti halnya dpengaruhi oleh faktor permintaan yang disebutkan dalam teori permintaan klasik, dipengaruhi juga oleh adanya faktor-faktor kebijakan kedua negara yang melakukan transaksi. Hal tersebut antara lain ditambahkan adanya nilai tukar uang, komoditas substitusi, regulasi perdagangan intemasional dan dokumen-dokumen lain termasuk perijinan dan persyaratan lainnya yang mengikat oleh karena adanya importasi atau eksportasi suatu komoditas atau produk. M e n m t Gujarati (1998) analisis regresi yang paling luas digunakan adalah model metode kuadrat terkecil biasa(Metbod of Ordinary Least SquaresIOLS). Secara umum fungsi permintaan tersebut dinunuskan sebagai berikut : Qd=f(Xl,X2,. . . ,Xn) Asumsi yang dipakai dalam OLS adalah: Nilai harapan sama dengan 0: E(ei)=O, artinya kesalahan yang terdapat dalam fungsi tersebut disebabkan oleh salah satu spesifikan, sehingga besamya masing-masing kesalahan menyebar simetris disekitar harga rata-ratanya. Penyimpangan atau kesalahan tersebut ada yang bernilai : 1) Positif atau negative tersebar seemikian rupa sehingga harga rata-rata dari semua kesalahan sama dengan nol. 2) Homoskedasitisitas:~(ei')=6~, artinya menghendaki kesalahan pada
pengamatan nilai Xi tidak mempengaruhi kesalahan pada niali Xj. 3) Non-autoregression : E(eiej)=O,(e#j), artinya inenghendaki kesalahan pada
pengamatan nilai XI tidak mempengaruhi kesalahan pada nilai Xj Menganalisis permintaan dengan metode OLS, diantaranya dengan pendekatan linear, log ganda dan semi log. 2.3.1 Model Linier
Keuntungan terbesar dari model ini sederhana. Model ini menunjukkan Marjinal Prosperity to impor yang konstan, akan tetapi nilai elastisitas harga
bervariasi pada masingmasing tingkat harga dan mendekati 1 dengan meningkatnya harga (Hassan dan Johnson dalam Adianto 2000). Model linier memenuhi kriteria penambahan yang berarti satu unit perubahan yang konstan pada peubah lain yang berhubungan (Kotler dalam Adianto 2000). Dengan rumus sebagai berikut: Dimana : Qd = dugaan permintaan suatu komoditi bo = elemen konstan ei = kesalahan acak bi = koefisien regresi Xi = variabel bebas yang diduga mempengaruhi permintaan suatu komoditas
2.3.2 Model Log Ganda Menurut Gujarati (1998), persamaan bentuk log ganda sebagai berikut: LnQd = bo + zbi In Xi + ei Ciri yang menarik dari model ini adalah:
1) Koefisien kemiringan bi mengukur elastisitas Qd terhadap X, yaitu persentase perubahan tertentu dalam X. Jadi jika Qd menyatakan kuantitas atau jumlah barang dagang yang diminta dan X harga per unitnya, bi mengukur elastisitas harga dari pemintaan 2) Mengasurnsikan bahwa koefisien elastisitas antara Qd dan Xi tetap konstan seluruhnya 3) Tidak terdapat bias dalam spesifikasi model. Model regresi yang diuji secara tepat telah dispesifikasikan.
2.3.3 Model Semi Log Menurut Gujarati (1998), persamaan bentuk semi log sebagai berikut: LnQd= a0 + CaiXi+ ei Dimana: Ai= perubahan relatif dalam Qd atau perubahan mutlak dalam X Digunakan untuk mengatur tingkat perturnbuhan sepanjang waktu atau dari variabel trend seperti impor dan ekspor barang. Diseut juga model pertumbuhan.
2.3.4 Elastisitas Permintaan
Elastisitas adalah suatu istilah dari ahli ekonomi yang digunakan untuk mengukur kepekaan pada perubahan pasar dan merupakan petunjuk yang tidak terpengaruh oleh satuan ukuran masing-masding variabel. Elastisitas mengukur dan menjelaskan hmgga seberapa jauh reaksi perubahan kuantitas akibat perubahan harga maupun variabel lainnya (Lipsey 1995). Dalam analisis permintaan, elastisitas dapat menunjukkan variabel penjelas (explanatory variabel) mana yang dapat inenyebabkan perubahan permintaan.
a) Elastisitas permintaan terhadap harga Elastistas permintaan terhadap harga mengukur kepekaan permintaan suatu barang (QJ karena perubahan harganya (;Pi), caterisparibus. Tanda elastis tidak akan pernah positif menunjukkan hubungan terbalik antara jumlah yang diminta dengan harga, melainkan bertanda negatif sesuai dengan kaidah yang ada (Soekartawi 1993). Menurut Soekartawi (1993) persamaan elastisitas pennintaan terhadap harga sebagai herikut : ~h = ( a Q/Q ) / ( a p i p ) = la o / a P j ( P I Q )
dimana : eh
=
elastisitas harga
Q P
=
jumlah permintaan komoditas pada periode awal
=
harga komohtas pada periode awal
dQ dP
=
perubahan jumlah komoditas yang diminta
=
perubahan harga dari komoditas tersebut
b) Elastisitas permintaan silang Elastisitas permintaan silang mengukur berapa kuantiitas suatu komoditas (Qi) dibelli jika harga komoditas lain (Pj) berubah, caterisparibus. Menurut Soekartawi (1993) persamaan elastisitas permintaan sebagai berikut : ss = ((a Q / Q ) / ( a P B / P B ) = CE1QPaPBj ( P B I Q J
dimana : es
=
elastisitas silang
aQ
=
perubahan permintaan komoditas
Q
=
jumlah komoditas pada periode awal
aPB
=
perubahan harga komoditas B (komoditas lain)
PB
=
harga komoditas B pada periode awal
Menurut Lipsey at.al. (1995a) tanda elastisitas silang negatif jika barang tersebut barang komplementer d m bertanda positif, jika barang tersebut merupakan barang substitusi. c) Elastisitas permintaan terhadap pendapatan Menurut Soekartawi (1993) elastisitas permintaan terhadap pendapatan adalah ukuran kepekaan permintaan karena perubahan pendapatan, cateris paribus. Rumus elastisitas pendapatan sebagai herikut : EY
= (a Q / Q j / ( a Y i u : j = (a Q / a q ( Y ~ Q I
dimana : ~y
=
elastisitas permintaan terhadap pendapatan
3Q
=
perubahan jumlah komoditas yang diminta
Q
=
Jumlah permintaan komoditas pada periode awal
aY
=
perubahan pendapatan
Y
=
pendapatan pada periode awal
Elastisitas pendapatan akan positif untuk barang normal karena permintaan akan meningkat begitu pendapatan naik, sedangkan untuk barang inferior bernilai negatif karena jumlah yang diminta turun begitu pendapatan naik (Lipsey at.al. 1995). Secara umum terminologi nilai elastisitas adalah jika bilangan elastisitas lebih kecil dari satu, maka permintaannya bersifat inelastis. Ini berarti bahwa persentase perubahan kuantitas lebih kecil daripada persentase perubahan harga komoditas tersebut. Apabila bilangan elastisitas lebih besar dari satu, maka permintaannya bersifat elastis. Ini berarti bahwa persentase perubahan kuantitas lebih besar daripada persentase perubahan harga koinoditas tersebut (Lipsey at al. 1995a). Elastisitas berkaitan dengan total penerimaan yang diterima penjual, menurut hubungan berikut : Jika elastisitas lebih kecil daripada satu, penurunan harga akan mengurangi total penerimaan, sedangkan jika elastisitas sama dengan
satu, total penerimaan tidak berubah karena adanya perubahan harga (Lipsey at al. 1995a).
111. KERANGKA PENDEKATAN STUD1 Terjadinya ekspor suatu komoditas pada suatu negara karena adanya kelebihan penawaran domestik yang dapat disebabkan akibat dari harga relatif domestik lebih rendah dibandingkan negara lain. Sehngga dengan adanya harga relatif tinggi di negara lain (pasar internasional), maka penawaran akan beralih ke pasar internasional dalam bentuk ekspor. Terjadmya impor suatu komoditas pada suatu negara karena adanya kelebihan permintaan domestik yang dapat disebabkan akibat dari harga relatif domestik lebih tinggi dibandingkan negara lain. Sehmgga dengan adanya harga lebih rendah di negara lain, maka permintaan akan beralih ke pasar internasional dalam bentuk import. Permintaan Jepang terhadap rumput laut secara garis besar tidak hanya bergantung dari produksi domestiknya tetapi juga oleh adanya suplailekspor dari satu negara (misal dari negara Cina sebagai salah satu negara pemasok utama) dan suplailekspor negara lainnya. Sebagai salah satu negara tujuan ekspor rumput laut bagi Indonesia yang terbesar, Jepang sangat berpotensi sebagai sumber devisa bagi negara Indonesia. Oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan permintaan impor rumput laut Indonesia oleh Jepang. K e ~ a t a perdagangan n atau pertukaran dagang melewati batas dua negara, selain faktor yang mempengaruhi, yaitu harga komoditi itu sendiri, harga barang substitusi, harga dari eksportir pesaing, pendapatan nasional. Termasuk didalamnya sistem mata uang negara yang dapat mempengaruhi permintaan. Komoditi rumput laut tidak mempunyai barang substitusi dan tidak ada produk sintesisnya, sehingga variabel harga barang substitusi dalam penelitian ini tidak disertakan dalam analisis model. Dari teori permintaan diketahui bahwa jika harga komoditas itu meningkat, maka akan terjadi penurunan permintaan. Begitu pula sebaliknya jika harga komoditas tersebut turun, maka permintaanya akan mengalami kenaikan. Di dalam perdagangan ineternasional, apabila nilai tukar mata uang negara konsumen makin h a t , maka kecenderungan negara konsumen itu mengimpor akan semakin
besar, karena daya beli relatifnya semakin kuat. Peran negara pesaing dalam komoditas ekspor merupakan salah satu ha1 yang cukup berpengaruh dalam permintan impor rumput laut dan Indonesia. Berdasarkan data-data ekspor ke Jepang terlihat bahwa ada negara lain yang merupakan pengekspor rumput laut ke Jepang, seperti misalnya Cina dan Pilipina. Dengan mengetahui hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan Jepang akan rumput laut Indonesia, bisa dilakuan deskripsi dan prediksi kebijakan. Informasi ini bisa menjadi bahan pertimbangan untuk mengevaluasi dan menetapkan kebijakan bagi peningkatan produksi rumput laut oleh eksportir Indonesia. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat digambarkan suatu diagram kerangka pendekatan studi seperti tersaji pada gambar 2.
1 Permintaan impor rumput laut Jepang
Ekspor rumput laut C i a ke Jepang
Ekspor rumput laut Negara lain ke Jepang
4
4 ANALISIS MODEL Harga rata-rata ekspor (Prji)
* Nilai tukar Rp dengan yen (ERji) a
Volume impor nunput laut Jepang dari Cina ke Jepang (Mjo) Pendapatan Nasional Jepang (GDP)
Implikasi kebijakan ekspor rumput laut Indonesia ke Jepang
d
Ruang lingkup penelitian
Gambar 2. Diagram Kerangka Pendekatan Studi
IV. METODOLOGI 4.1 Metode Penelitian
Penelitian kuantitatif dengan data empirik, metode yang digunakan analisis regresi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat gambaran atau lukisan secara sistematis tentang perilaku pembelian, berdasarkan fakta empirik, dari sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidlu (Nazir 2003). 4.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan ialah data sekunder kuantitatif, terdiri atas : sajian data jumlah ekspor rumput laut Indonesia ke Jepang, data ekspor rumput laut Cina ke Jepang, harga rata-rata rumput laut Indonesia ke Jepang, nilai tukar rupiah dengan yen, dan pendapatan nasional Jepang. Data-data ini diperoleh dari Badan Pengembangan Ekspor Nasional, Biro Pusat Statistik, Departemen Perikanan dan Kelautan dan JETRO (Japan External Trade Organization). Jenis data berbentuk time series yang meliputi perkembangan ekspor Cjumlah barang dan harga) rumput laut dari Jepang ke Indonesia. Selain daripada itu tulisan ini dilengkapi dengan data kualitatif berupa keterangan mengenai prosedur ekspor produk Indonesia ke Jepang, peraturan perdagangan di Jepang dan dokurnen-dokumen terkait dengan eksportasi ke Jepang.
4.3 Model Analisis Model yang digunakan adalah model regresi linier berganda, dengan persarnaan sebagai berikut: Tabel 2. Sumber Data Sekunder Jenis variabel
Keterangan Volume impor rumput laut Jepang dari
Mji
Indonesia Harga rata-rata ekspor rumput laut
Prji
Indonesia di Jepang Volume impor rumput laut Jepang dari
Mjc
Sumber data DKPIBPS DKPBPS BPS
Cina ERji
Kurs nilai tukar Rupiah terhadap Yen
GDP
Pendapatan Nasional Jepang
BPS
IMF
4.3.1 Model impor rumput laut Jepang dari Indonesia (Mji)
1. Model Linear Mji=Bo+B1Prji+Bz Erji+B3 Mj,+ 6i... 2. Model Semi log
Mji=Bo+B1Ln Prji+B2Ln Erji+B3Ln Mjc+Bi.. . 3. Model Double Log
Ln Mji=Bo+BILn Prji+B2Ln Erji+B3Ln Mj,+ & Hipotesa B1<0= semakin rendah harga ekspor rumput laut, jumlah yang diminta akan semakin banyak B2>0= semakin tinggi nilai tukar Yen terhadap Rp, jumlah barang yang diminta akan semakin tinggi
B3
4.2.1 Kriteria Ekonomi Atas dasar teori ekonomi dan berhubungan dengan tanda dan ukuran parameter dari hubungan ekonomi. Model yang diperkirakan dievaluasi berdasarkan teori yang ada (Koutsoyyiannis 1977)
* Hukum Permintaan menyatakan apabila harga suatu komoditas meningkat maka pemintaan terhadap komoditi tersebut akan menurun begitu juga sebaliknya (Lipsey 1995), sehingga dapat dikatan hubungan antara harga dan permintaan ialah negatif, dengan demikian koefisien b l diduga bertanda negatif.
* Teori perdagangan Intemasional menyebutakan bahwa pengaruh dari nilai tukar adalah dengan mata uang negara pengimpor menguat terhadap negara eksportir maka terdapat implikasi positif bagi komoditi yang berorientasi impor. Pengamh penguatan yen terhadap Rupiah(apresiasi), meinbuat nilai komoditi tersebut menjadi lebih murah dibanding sebelumnya, ceteris paribus, sehingga dengan jumlah yen yang sama akan mendapat jumlah komoditi yang lebih banyak dibanding sebelurn terjadi apresiasi.(Salvatore, 1997) Teori perdagangan intemasional menyebutkan apabila kuantitas ekspor suatu negara meningkat terhadap negara pengmpor, maka jumlah impor negara lainnya akan berkurang. Sehingga dapat hsimpulkan bahwa hubungan jumlah ekspor suatu negara dengan negara lainnya terhadap negara pengimpor ialah negatif
*
GDP merupakan pendapatan nasional yang diukur menurut pendekatan output (Lipsey at.al. 1995). Teori ekonomi menyebutkan bahwa
kenaikan pendapatan akan menggeser kurva permintaan untuk kebanyakan komoditi kearah kanan. Ini menunjukkan bahwa akan lebih banyak komoditi itu yang akan diminta pada setiap tingkat harga, cateris paribus (Lipsey at.al. 1995). Jika rumah tangga menerima pendapatan
yang lebih besar, maka mereka dapat diperkirakan akan membeli lebih banyak komoditi, walaupun harga komoditi itu tetap sama, cateris paribus (Lipsey at.al. 1995). Dengan demikian maka koefisien GDP
&duga memiliki koefisien positif. 4.2.2 Kriteria Statistik
Dilakukan pengujian model regresi yang digunakan mengenai ketelitian dan kemampuannya pengujian model regresi diawali dengan membuat table ANOVA untuk menghitung Fhit dan R2
R2 dapat menunjuMcan kemampuan peubah bebas menjelaskan variabel peubah tak bebas.(Gujarati,l988) Koefisien determinasi dari model tersebut adalah rasio antarajumlah kuadrat regresi dan jurnlah kuadrat total:
R~=JKR/KT=JKT-JKs/JKT=~-(JKs/JKT)=~-(~~~~/c~~~) JKR=Jumlah Kuadrat Regresi JKT=Jumlah Kuadrat Total Penting untuk diketahui, penambahan peubah penjelas ke dalam fungsi tidak akan pernah m e n d a n koefisien determinasi R2, dan hampir selalu meningkatkannya. Dengan memasukkan peubah penjelas barn, akan meningkatkan nilai pembilang untuk R2 sementara penyebutnya tetap sama. Untuk mengoreksi kekurangan ini kita menyesuaikan R2 dengan memasukkan derajat bebas kedalam perhitungan, yang jelas akan menurun dengan masuknya peubah penjelas baru ke dalam model. Rumus untuk koefisien determinasi yang disesuaikan adalah: R2=1-(1-R2).(n-llni-k) atau ~ ~ = l - ( ( ~ e ~ l ( n - k ) ) / ( ~ ~ ~ / ( n - l ) ) )
Dimana R~adalah koefisien determinasi yang belum disesuaikan, n=banyaknya observasi dan k adalah banyaknya parameter yang disesuaikan sample.
F hit adalah rasio dari jumlah kuadrat regresi dibagi jumlah kuadrat regresi dibagi jumlah peubah bebas dengan jumlah kuadrat sisa dibagi jumlah observasi dikurangi jumlah peubah bebas dan dibagi satu.
Uji satistik fisher adalah untuk menguji pengaruh peubah-peubah penjelas secara serentak dengan mangajukan hipotesa: H,=Blj=B2j=Bj=. .. =Bpj=O Hl=salah satu atau semua Bijf 0
Fhitdibandingkan dengan f bbl dan untuk melakukan pengujian terhadap parameter regresi dilakukan uji statistik t-student, dengan hipotesa: H0'.B..=O 1, H1:Bijf 0 Pengujian dengan penghitungan t hit sebagai berikut: T=Bi/S(Bi) S(Bi)= standar deviasi parameter Bi Dalam penghitungan model regresi dengan bantuan komputer, dapat diperoleh korelasi antara peubah tak bebas maupun antar peubah bebas yang ada dalam model. Koefisiennya merupakan koefisien data parsial individu antara dua peubah bebas (1.21, yang selanjutnya digunakan untuk pengujian ekonometrik
4.2.3 Kriteria Ekonometrik Bertujuan meneinukan pelanggaran atau kebenaran dari asumsi metode ekonometrik. Adapun asumsi dari model regresi berganda adalah sebagai berikut (Koutsoyiannis 1977) 1) E(ei)=O untuk setiap I, artinya nilai yang diharapkan bersyarat dari ei 2) Cov(ei,ej)=O, artinya gangguan ei&ej tak berkorelasi
3) Var(ei) d2 untuk setiap I, Varian ei untuk tiap Vi adalah suatu angka konstan positif yang sama dengan d2 4) Cov(ei, X2i)= Cov(ei, X3i)=0 artinya gangguan ei dan variable yang
menjelaskan X tak berkorelasi 5) tidak ada multi kolinearitas, yang berarti tidak terdapat hubungan linear yang
pasti antara variable yang menjelaskan
6 ) Variabel yang menjelaskan diukur tanpa salah 7) Jumlah pengamatan lebih besar daripada jumlah koefisien yang dltaksir Asumsi yang harus dipenuhi ialah: 1. Normalitas
Cara untuk mendeteksi normalitas ialah dengan melihat grafik normal probability, jika titik terlihat menyebar mengikuti garis diagonal maka model telah memnuhi asumsi normalitas sehngga dapat dikatakan model tersebut normal (Adianto 2000) 2. Homoskedastisitas Model regresi yang baik ialah model regresi yang tidak memilila heteroskedastisitas atau memiliki homoskedastisitas. Homoskedastisitas berarti varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain hams konstan (Trihendardi 2007). Homoskedastisitas dapat diketahui dengan melihat pada grafik scatterplot, dengan dasar pengambilan keputusan sebagai berikut:
* Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang membentuk suatu pola tertentu yang teratur, maka telah terjadi homoskedasitas.
* Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik menyebar di atas atau di bawah angka 0 pada sumbu Y,maka tidak terjadi hoinoskedasitas 3. Autokorelasi Autokorelasi adalah korelasi antara suatu peubah bebas terhadap peubah itu sendiri untuk waktu yang berbeda, adanya autokorelasi mengakibatkan ketidakmurnian hasil perhitungan koefisien yang ingin ditaksir. Dengan
menggunakan data time series, juga perlu diperhatikan kemunglanan tejadinya autokorelasi. Cara mendeteksi autokorelasi yaitu dengan uji Durbin-Watson dengan patokan sebagai berikut :
* Angka D-W di bawah -2 berarti ada autokorelasi Angka D-W antara -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi
* Angka D-W & atas +2 berarti ada autokorelasi negatif Statistik DW adalah suatu statistik uji yang menentukan serius tidaknya pengaruh autokorelasi terhadap kemurnian hasil perhitungan koefisien yang ditaksir. 4. Multikolinearitas
Trihendardi (2007) mengemukakan bahwa antar variabel X tidak boleh terjadi hubungan linear yang sempurna. Cara mendeteksi multikolinearitas adalah sebagai berikut :
* Besaran VIF dan Tolerance. Pedoman suatu inodel regresi yang bebas . Multikolinearitas adalah memiliki nilai V E di sekitar angka 1 dan angka tolerance mendekati 1.
* Besaran korelasi antar variabel independen pada tabel correlation tidak melehihi besaran korelasi peubah independen dengan peubah dependennya. 4.3 Analisis Elastisitas Menurut Gasperz(l996) elastisitas mengukur persentase perubahan nilai variable tak bebas, sebagai alabat perubahan 1% dalarn nilai dari variable bebas tertentu. Secara mum, besarnya elastisitas memenuhi a. Model linier
e=(dy/y)/(dx/x)=(dy/dx).(x/y)=Bi.(X/Y) Nilai elastisitas dihitung dengan mengalihkan koefisien peubah bebas dengan ratarata peubah tak bebas
b. Model semi log
e=(dy/y)/(dx/x)=(dy/dx).(x/y)=Bi/Y Nilai elastisitas dihitung dengan membagi koefisien peubah dengan rata-rata peubah
c. Model log ganda
E=(dy/y)/(dx/x)=Dy/dx).(x/y)=Bi Nilai elastisitas dapat langsung diketahui dari koefisien peubah bebasnya Elastisitaszl disebut elastisitas elastis, karena perubahan peubah bebas 1% mengakibatkan pembahan peubah tak bebas lebih dari 1%. Apabila nilai elastisitas O<e
bentuk komoditi yang diekspor ke Jepang dinyatakan dalam satuan kg.
4) Harga rata-rata ekspor rumput laut Indonesia adalah harga rata-rata rumput
laut yang berlaku di pasar ekspor dalam satuan US$/Kg. 5) Harga rata-rata ekspor rumput laut Cina adalah harga rata-rata rumput laut
yang berlaku di pasar ekspor dalam satuan US$/Kg. 6) Exchange rate yang digunakan adalah rupiah ke yen dari tahun 1981-2000.
Salah satu produk hasil perikanan andalan ekspor Indonesia yaitu rumput laut, mempunyai peran yang sangat penting dalam mendukung perekonomian para pelaku usahanya. Hal ini memerlukan pengelolaan yang sangat baik bila rumput laut akan ditujukan untuk produk ekspor, karena mulai dari tempat pembudidayaannya, cara budidayanya, pengelolaan panen dan pasca panennya sampai dengan trensportasi selama dalam distribusinya dan bila kemuian produk rumput laut &proses menjah bahan olahan maka praktek pengolahan menjadi hahan setengahjadi atau bahan jah; semuanya harus memperhatikan standarstandar yang diberlakukan. Misalnya adanya "Good Agricultural Practices" (GAP) selama pembudidayaannya, adanya "Good Handling Practices" (GHP) selama panen dan pasca panennya, dan adanya "Good Manufacturing Practices" (GMP) selama proses pengolahannya; kesemuanya sangat menentukan nilai ekonomi dari rumput laut untuk dimanfaatkan sebagai komoditas ekspor. Jepang merupakan negara yang menerapkan prinsip ketelitian dan standar berdasarkan regulasi &lam negerinya dalam praktek importasi ke negaranya, dimana regulasi tersebut meliputi regulasi pertukaran mata uang, lisensi impor, sistem kredit dan cara pembayarannya, tarif dan bea masuk, pajak, dan dokumen persyaratan imoprtasi ke Jepang. Dokumen-dokumen yang harus dilengkapi untuk keperluan importasi ke Jepang dan harus dipersiapkan sebelurnnya adalah meliputi : biaya muatan barang (bill of lading), sertifikat asal usul, swat ijin impor. Selengkapnya beberapa keterangan penting secara singkat regulasi terkait tersebut adalah tersaji dalam Lampiran 1. 5.1 Tinjauan Budidaya Rumput Laut di Indonesia
Saat ini pennintaan rumput laut dunia setiap tahun semakin meningkat. Indonesia menduduki posisi nomor 5 sebagai pemasok rumput laut dunia, kalah dari Filipina yang mendud& peringkat pertama. Padahal dilihat dari potensinya panjang perairan pantai Indonesia bisa mengalahkan Filipina. Saat ini produksi rurnput laut dihdonesia rata- rata 16 ton 1ha. Bila seluruh areal potensial yang ad bisa dimanfaatkan, akan dihasilkan lima kali lipat produksi sekarang. Harga di
pasar dunia saat ini Rp.43 juta /ton sehingga potensi hasilnya mencapai Rp. 79,98 trilliun / tahun. Saat ini ada 20572 perusahaan skala menengah yang bergerak dalam bidang budidaya ruput laut dengan investasi Rp 5,143 triliun. Sebagian besar berada di Kawasan Timur Indonesia, yaitu Papua 9294 unit dengan investasi Rp.2,3 triliun ;maluku 3862 unit dengan investasi Rp.956,482 miliar ; Sulawesi Tengah 1969 unit dengan investasi Rp.493,13 miliar ;NAD 58 unit dengan investasi Rp.185,067 miliar dan NTT satu unit dengan investasi Rp.1,778 miliar. Perusahaan perikanan yang ada di Indonesia telah menjadi motor dalam perkembangan volume ekspor rumput laut Indonesia, perusahaan-perusahaan tersebut merupakan perusahaan professional yang telah mengikuti prosedur prosedur yang dikeluarkan MAFF(Ministry of Agriculture, Fisheries and Forestry) maupun FAO(Food and Agriculture Organization) secara baik dan benar, Perusahaan ini antara lain seperti yang tercantum di bawah ini. Perusahaan eksportir rumput laut yang masih aktif dan eksis dalam bidang ini (DEPEFUNDAG 2008) 1. PT. Cahaya Cemerlang, J1. Urip Sumoharjo No.166, Makassar, Sulawesi Selatan Telepon +62-411-452670 Fax +62-411-452460 Email
[email protected] 2. PT. Pan Surya Mitra Kencana, J1. Sawerigading No. 18, Makassar, Sulewesi Selatan Telepon +62-411-3333868 Fax +62-411-333878 Email
[email protected] Ekspor Indonesia yang berupa komoditi perikanan kebanyakan di ekspor menuju Jepang, Jepang mendominasi volume ekspor produk perikanan Indonesia, pada kurun waktu 2001-2005 tercatat sebesar 44%. Lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik (pie chart) dibawah ini.
Amerlka Scrikat 23%
O Taiwan
B Hangkang O Singapurs 0 Uni Eropa 8Lainya Jcpan~
44%
e h r i k a Serikat Bl Jepang
Sumber : DKP 2008
Gambar 4. Grafik Tujuan Ekspor Perikanan Indonesia 5.2 Analisis terhadap Sistem Perdagangan Rumput laut di Jepang 5.2.1 Permintaan pasar Jepang merupakan salah satu negara pengonsumsi seafood terbanyak di dunia, ha1 ini ditunjukkan oleh data pada tahun 2006, Jepang mengeluarkan dana sebesar US$ 14.487.519 atau sekitar 28% dari total barang konsumsi yang diimpor oleh Jepang,yang totalnya bemilai US$50.399.351. Permintaan Jepang terhadap barang konsuinsi sendiri mencakup 10%dari nilai total iinpor Jepang yang bernilai US$518.637.735. Nilai rumput laut yang diimpor oleh Jepang sendiri ialah US$49,586.(Bappenas, 2007) Di Jepang rumput laut sangat di geinari dan telah menjadi budaya dalam mengkonsumsi rumput laut dan juga untuk kegunaan lainnya. Dimanfaatkan untuk bahan pangan (Nori, Wakame, Kurage), warga Jepang mengkonsumsi rumput laut telah menjadi Budaya atau menjadi kebiasaan seperti halnya di Indonesia mengkonsumsi tempe dan tahu dan dipercaya memiliki kandungan gizi yang sangat tinggi dan sekarang ini warga Jepang mengkonsumsi rumput laut sebagai ekstrak pembuatan minuman. Dalam Industri farmasi Jepang menggunakan rumput laut sebagai bahan pembuatan kapsul untuk obat - obatan. Dan dalam bidang industri kandungan alginat dalam rumput laut digunakan untuk
pembuatan kertas supaya lentur dan bahan tarnbahan untuk pembuatan cat tahan air. Eksportir rumput laut ke Jepang didominasi oleh Cina,Korea, dan Chili. Ini dapat disebabkan kualitas rumput laut Indonesia yang belum memenuhi standar di Jepang. Sebenarnyajika Indonesia inampu meningkatkan kualitas rumput laut di pasar Internasional, Indonesia sangat prospektif memperoleh devisa yang sangat tinggi dengan Potensi budidaya rumput laut Indonesia yang sangat tinggi. Tabel 4. Perkembangan Ekspor Rumput Laut ke Pasar Jepang
Surnber :DKP (2008)
5.2.2 Pengaruh adanya ketetapan tarif, kuota dan bea
Tingkat tarif impor Jepang termasuk salah satu negara di dunia yang relative rendah dibandingkan dengan negara lainnya termasuk negara maju. Sebelurn adanya pembabasan tarif di Uruguay ,Jepang memberlakukan tarif produk perikanan rata-rata sebesar 6,3%, ke~numansetelah hasil pertemuan di Marakesh tingkat tarif rata-rata menjadi sebesar 3,9%. Tarif tersebut di Jepang tergolong rendah dibanding negara-negara lain di dunia yaitu kurang lebih dua persen lebih rendah dibanding negara lain. Peraturan perdagangan internasional
memberlakukan adanya tarif dan non-tarif; dalam komoditi rurnput laut indonesia ke Jepang dikenakan tarif sebesar 5%, sedangkan non-tarif nya meliputi aturanaturan untuk keamanan pangan berdasarkan HACCP, IS0 900 1-2000 tentang manajemen sistem mutu, IS0 17025 tentang sistem mutu laboratorium, IS0 22000 tentang food safety, dan yang berkaitan dengan aturan karantina dimana secara teknis dilakukan DKP. Tindakan karantina oleh Kantor karantina tumbuhan, hewan dan ikan ada di Bandara udara (bila bahan dikirim inelalui air cargo) dan ada di pelabuhan (bila bahan dikirim melalui lautfshipping). P e n m a n dan penghapusan tarif bea masuk produk perikanan dalam kerangka Indonesia Jepang termuat dalam perjanjian Indonesia-Jepang Economic Agreement Partnership (IJ-EPA). Sampai tahun 2006 Indonesia dan Jepang mampu menyelesaikan perundingan IJ-EPA yang merupakan kejasama ekonomi bilateral; dimana salah satu tujuan kerjasama ini adalah untuk meningkatkan nilai dan volume perdagangan kedua negara melalui peningkatan penetrasi dan akses pasar. Sampai Oktober 2006, Indonesia Jepang telah melakukan enam kali putaran sidang pembahasan yang berkenaan dengan penurnan dan penghapusan tarif. Sampai Oktober 2006, Indonesia Jepang telah melakukan enam kali putaran sidang pembahasan yang berkenaan dengan p e n m a n dan penghapusan tarif, jalur p e n m a n dan penghapusan tarif yang disepakati adalah : 1. Jalur fast track Tarif bea masuk diturunkan secara bertahap menjadi 0% dimulai saat tanda tangan IJ-EPA 2. Jalur normal track Tarif bea masuk diturunkan secara bertahap menjadi 0% selama kurun waktu 10 tahun 3. Jalur special arrangement
Tarif bea masuk akan dinegosiasi ulang atau melalui proses penghapusan tarif yang cfisepakati oleh kedua negara 4. Jalur exclusion list
Produk yang tidak dimasukkan dalam skema perundingan Pada eksportasi komoditas rumput laut sampai saat ini mengikuti jalur normal track pada tarif 5% yang diberlakukan untuk semua asal negara menuju ke Jepang
Sistem yang digunakan oleh Jepang dalam menentukan klasifikasi produk impomya adalah berdasarkan Custom Tariff Schedule dengan Harmonized system(HS) 12.20.20 dengan Nomenclature dari International on the Harmonized Commodity Description and Coding System of Tariff Classification. Pada Custom Tariff Schedule dikenal4 klasifikasi yaitu: General, WTO, preferential clan temporer. Custom Tariff Schedule diterbitkan setiap tahun berdasarkan tahun anggaran (fiscal year). The Custom Tariffs and bureau yang berindnk pada kementrian keuangan Jepang,mengatur semua tariff-tarif yang berlaku Jepang menggunakan pendekatan tariff Most Favoured Nation(MFN) kepada hampir semua mitra dagangnya ( sumber : Badan Standar Nasional,1992). Jepang juga memberlakukan preferential tariff bagi mitra dagangnya yang tergolong negara berkembang, karena preferential tariff memberikan bunga yang lebih kecil bagi produk yang diimpor dari negara berkembang. Pada pertemuan antar menteri tahun 2003 lalu, Jepang dan ASEAN telah menandatangani perjanjian untuk mengurangi tariff dan hambatan lainnya dalam perdagangan. Pertemuan ini diharapkan menjadi pembuka bagi rencana membuat pasar bebas pada tahun 2010. Rata-rata pajak yang dikenakan oleh Jepang ialah lima persen, pajak ini dikenakan secara merata pada hampir semua barang dan jasa. Pembayaran dilakukan pada saat impor, telah dideklarasikan dan ditandatangani pada biaya C.1.F (Certificate of insurance3eight) ditambah dengan kewajiban impor. Form pemyataan impor hams diisi oleh perusahaan pengmpor dan diberlakukan sebagai pemyataan pajak berikut aturan-aturan lainnya yang melekat seperti profil perusahaan, alamat, Contact person dan nota kesepakatan yang telah disetujui . Bea anti dumping pada dasamya dkenakan atas barang apabila Departemen Perdagangan Jepang berpendapat bahwa penjualan barang tersebut kepada Jepang dilakukan dengan harga yang lebih rendah dibanding nilai yang wajar, dan ko~nisiperdagangan Jepang telah menetapkan bahwa sebagai akibat dari penjualan tersebut industri bersangkutan di Jepang menderita kerugian atau terancam kerugian materiil(Badan Pengembangan Expor Nasional, 1994). Penetapan nilai yang wajar pada umumnya didasarkan atas perbandingan antara harga pabrik FOB bersih bagi importir Jepang dan harga pabrik FOB bersih yang
berlaku bagi para pembeli di negara asal barang. Jumlah besamya bea masuk anti dumping yang dikenakan atas suatu barang adalah sama besamya dengan jumlah perbedaan antara harga di pasar dalam negeri asal barang dan harga yang berlaku bagi barang impor di Jepang (Badan Pengembangan Expor Nasional 1994). Keinentrian ekonomi dan keuangan Jepang mengacu kepada konvensi
WTO untuk menangkal anti dumping dan subsidi mengusulkan perubahan terhadap UU anti dumping yang akan mengurangi prosedur untuk mengimplementasikan pendekatan anti-dumping dan mengurangi waktu investigasi dari dua belas bulan menjadi enam bulan 5.2.3 Sistem Pengemasan Pengemasan rumput laut dikemas dalam k m g goni atau bahan pengemas lain yang sesuai, kuat, bersih, bebas hama dan bau asing, dijahit rapat dan kuat, aman selama penyimpanan dan pengangkutan. Dalam rumput laut yang dikirim inaksiinal5% bahan lain berupa campuran benda asing seperti garam, pasir, karang, kayu, ranting dan nunput laut jenis lainnya. 5.2.4 Sistem Pembayaran Dalam melakukan hansaksi penjualannya eksportir biasanya mengirimkan daftar harga kepada importir di luar negeri apabila ingin membeli ikan dari pihak eksportir yang bersangkutan. Berdasarkan harga tersebut importir dapat langsung mengirirnkan pesanannya melalui telepon,fmimile ataupun e-mail, sehingga dalam penjualannya eksportir tidak perlu lagi mengrimkan sample. Pembayaran menggunakan Letter of Credit (LIC), setelah barang berangkat inaka eksportir akan dapat langsung mencairkan pembayaran dari para importir luar negeri melalui bank yang ditunjuk. Sistem pembayaran yang dilakukan oleh importir l u x negeri kepada eksportir ada dua cara. Pertama, untuk para importir luar negeri yang secara rutin mengimpor rumput laut dari pihak eksportir yang bersangkutan meka pembayaran dilakukan secara bulanan, dengan cara kolektif berapa kali dalam satu bulan eksportir mengimkan rumput laut kepada importir tersebut. Kedua, untuk importir luar negeri yang baru pertama kali mengiinpor dilakukan dengan cara meminta uang muka yang besarnya tidak
ditentukan sebelum barang dikirim dan melakulan pengecekan terhadap reputasi importir luar negeri tersebut. 5.2.5 Saluran Distribusi Saluran distribusi rumput laut dari Indonesia ke Jepang biasanya melalui jalur umum yang sudah biasa berlaku yaitu dari eksportir Indonesia ke importir lalu diteruskan ke distributor, pedagang pengumpul untuk kemudian disalurkan ke pedagang pengecer. Akibat adanya jalur tataniaga yang bervariasi, sulit untuk mengetahui secara pasti "mark up" dari produk rumput laut. Pada umumnya mark up tesebut adalah sebagai berikut: Importir dan pengangkut :10-14% 0
Pedagang pengumpul
:75-100%
Pedagang pengecer
:200-400%
Exportir rumput laut dapat mempromosikan produknya dengan melalui berbagai macam media, baik cetak maupun elektronik. Event perdagangan berupa expo dan pameran sangat berguna dalam pengenalan produk-produk asing yang masuk ke pasar Jepang. Lebih dari seribu konfrensi intemsional, seminar dan pameran diselenggarakan di Jepang tiap tahunnya, pameran ini biasanya diikuti oleh para pengambil keputusan dari seluruh pasar di Asia. JETRO (Japan External Trade Organization) memberikan info bulanan mengenai pameran yang akan dselenggarakan dalam bulan tersebut. 5.2.6. Prosedur Ekspor Berdasarkan sumber DEPDAG (2006), prosedur ekspor barang secara umum dapat diuraikan sebagai berikut : 1) Eksportir dan importir mengadakan korespodensi/negosiasi. Apabila terjadi kesepakatan dibuat kontrak dagang. 2) Importir mengajukan permohonan pembukaan Letter of Credit (LIC) kepada bank pelaksana di luar negeri. 3) Bank pelaksana meneruskan L/C kepada eksportir melalui korespondenhank
penerima di Indonesia.
4) Korespondenlbank penerima menemskanlmeinberitahn LIC kepada eksportir. 5) Eksportir melakukan produksi dan penyiapan barang ekspor
6) Eksportir menghubungi maskapai pelayaranlpenerbangan untuk pelakasanaan
pengiriman barang. 7) Apabila barang sudah siap ekspor dan ada kepastian jadwal pengapalan,
ekspor mendaftarkan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) Idi instansi Bea & Cukai di Pelabuhan muat. Pihak Bea dan cukai akan menfiat muat PEB untuk pemuatan ke atas kapal. 8) Kegiatan usaha disertai Surat Keterangan Asal (SKA), maka eksportir
mengurus dokumen SKA pada instansi Penerbit SKA dengan melampirkan dokumen - dokumen : foto copy PEB yang telah di fiat muat Bea & Cukai dan foto copy Bill of lading (BIL). Adapun Instansi Penerbit SKA adalah : Dinas Perdagangan Propinsi, Depdag Dinas Perdagangan Kabupaten, Depdag Sistem pelayanan terapdu di pulau Batam (One-stop service) 9) Eksportir melakukan negosiasi LIC kepada correspondent/receive bank dengan membawa BIL negotiable,PEB yang difiat muat Bea & Cukai serta dokumen - dokumen lain yang disyaratkan dalam LIC. 10) Korespondenlbank penerima inengirim dokumen - dokumen tersebut pada
butir 8 dan melakukan penagihan LIC kepada bank pelaksana di luar negeri. 11) Bank pelaksana menyerahkan dokumen tersebut pada butir 8 kepada importir untuk keperluan pengurusan pengeluaran barang dari pelabuhan serta penyelesaian kewajiban 1tagihan oleh importir. 12) Importir melaksanakan pengeluaran barang dari pelabuhan di dalam negeri
Berikut adalah bagan prosedur ekspor umum tesebut dilakukan: DALAM NEGERI Dinas Perdagangan : Menjadi Eksportir hams memiliki :
I
LUARNEGERI
IMPORTIR
4
sm
tl
I
I
I I I I I
pelabuhan muat
I I I
I
penerbit
PENGAPALAN BARANG
PELABUHAN
Gambar 5. Bagan Prosedur Ekspor Umum Prosedur ekspor dilakukan setelah k ~ t amelakukan promosi dan telah mendapatkan calon pembeli, selanjutnya kita melakukan kesepakatan antara penjual(eksportir) dengan importir, yang didalamnya tentang ketentuan: a) Jenis dan spesifikasi serta jurnlah barang
6 ) Harga satuan, jenis mata uang yang digunakan dan harga keseluruhan c) Ketentuan pembayaran yang digunakan d) Ketentuan pengapalan dan penyerahan e) Ketentuan pengepakan f)
Pihak yang berkewajiban mengusahakan izin dan siapa yang menanggung beban biaya
g) Siapa yang bertanggung jawab atas resiko kerusakan barang h) Ketentuan tambahan lain
Setelah mendapatkan kontrak penjualan, maka eksportir mempersiapkan barang ekspor sesuai dengan kontrak penjualan yang meliputi:desain, kwantum, kualitas, warna, packing dan packaging, ukuran, nilai yang tercantum dalam kontrak penjualan, tanggal pengapalan dan lain-lain. Sedangkan importir membuka aplikasi pembukaan LIC pada issuing bank (bank terdaftar) yang ditunjukkan kepada advising bank (bank pengawas). Bagi importir, LIC merupakan dokurnen yang sangat penting untuk pelaksanaan ekspor. Setelah eksportir menerima LIC melalui advising bank nya, maka LIC tersebut hams dipelajari dengan seksama Perlu membedakan persyaratan ekspor produk perikanan dalam dua bentuk yaitu produk ekspor perikanan sebagai komoditi perikanan yang tunduk terhadap persyaratan administrasi perdagangan internasional dan produk ekspor perikanan sebagai komoditi perikanan yang inemiliki persyaratan khusus terkait pemenuhan aturan teknis sebagai produk dengan tujuan untuk konsumsi manusia. Alur prosedur dan persyaratan dokumen pendukung untuk keperluan ekspor hasil perikanan dapat digambarkan pada diagram 2 dibawah ini.
@
e
IUP dan SIPI(DKP) ABK asing (depnaker) Ijin kapal(Dephub)
I 1-
Eksportir Pedagang Eksportir ProdusenE'engolah
a
Hasil Tangkap
I
IUP@rovinsi) PMA dan temga kerja asing
I
I o
e a
Good Manufacturing PracticesISKP (Ditjen P2HP-DKP) HACCP-based Integrated Quality Management Programme (Ditjen P2HP-DKP) Approval Number (Ditjen P2HP-DKP, khusus Eropa) Health Certificate(LPPMHF' di Provinsi) DS 2031(LPPMHP, khusus USA)
Gambar 6 . Alur Proses Ekspor Hasil Perikanan
5.2.8. Pencegahan Resiko
Resiko Mutu Produk Penolakan produk yang terkait dengan tidak terpenuhi standar negara peng-import, untuk menghindari ha1 tersebut eksportir hams mempunyai pengetahuan akan karakteristik pasar yang dituju, pemenuhan persyaratan teknis produk yang akan dijual dan pemahaman aturan dagang yang terkait mutu dan jaminan keamanan pangan
Resiko Transportasi Para eksportir hams inemahami hak dalam urusan pengangkutan barang, untuk menghindari resiko yang munghn terjadi, untuk itu syarat-syarat yang tercantum dalam kontrak dan informasi yang tercantum dalam KONOSEMEN perlu juga mengetahui peran asuransi dan bagaimana proses ganti rugi Resiko Pembayaran Beberapa trend transaksi perdagangan khususnya untuk Uni Eropa yang menggunakan system TT, yang perlu diusahakan oleh eksportir bahwa syarat pembayaran menggunakan cara peinbukaan "irrevocable Documentaw Letter of Credit "(Pembukaan LIC) Resiko Nilai Tukar Perbedaan nilai tukar menjadi factor yang perlu dipertimbangkan, biasanya apabila harga telah ditetapkan dalaln suatu mata uang dan penandatanganan kontrak telah dilakukan maka para eksportir hams dapat memprediksi dan menghitung selisih nilai tukar atau naik huunnya nilai tukar mata uang. Untuk mengatasi atau menghmdari ha1 demikian, maka perlu ada suatu kepastian berupa mentapkan harga kontrak dengan mata uang sendiri. Resiko Peristiwa tak Terduga Suatu manajemen yang baik perlu menerapkan Risk Management sehingga mampu menjaga kestabilan operasional suatu perusahan, apabila resiko dari system manajemen kemungkinan besar dapat ditanggulangi yang inenjadi permasalahan apabila resiko terjadi karena hal yang tidak terduga seperti bencana alam, pemogokan keja dan lainnya. Peristiwa ini tentu mengubah biaya transportasi dan biaya produksi dan lain-lain. Untuk mengatasi ha1 tersebut syogianya sudah hams termuat dalam kontrak untuk melindungi resiko dari kedua belah pihak khususnya eksportir.
Resiko Hukum Resiko hukum bersinergi dengan perubahan paradigma dan kenyataan di lapangan, perubahan dapat terjadi baik produk h d m n negara eksportir dan negara importer, untuk itu di dalam kontrak diperlukan suatu ketetapan yang saling menguntungkan dengan mencantumkan pasal-pasal hukum untuk dapat menyelesaikan permasalahan diantara kedua belah pihak melalui Commercial Arbitration yang ada di kamar dagang internasional atau dapat melalui KADIN(Kamar Dagang dan Industri) Resiko Investasi Suatu praktek ekspor tentu merupakan suatu praktek investasi, tambahan investasi pasti diperlukan untuk memperlancar ekspor. Untuk itu perhitungan akan resiko investasi dan optimisme dalam usaha ekspor perlu menjad acuan yang didudukan secara proporsional, ha1 ini untuk menghindari tidak sebandingnya jumlah investasi dan target yang akan dicapai 5.2.8. Fungsi Informasi Pasar
Informasi pasar yang dibutuhkan oleh seorang eksportir biasanya ialah peluang pasar yang akan dimasuki oleh eksportir. Info ini biasanya diperoleh dari Badan Pengeinbangan Ekspor NasionalPPEN), DKP, Internet dan sumber lainnya. Terdapat pula satu cara yang efektif dalam mendapat info pasar yaitu memiliki perwakilan di luar negeri. Penvakilan ini tidak hanya memelihara hubungan dengan iinportir dalam soal pembayaran maupun verifikasi atas rumput laut yang dikirim. Akan tetapi perwakilan ini diperlukan juga untuk memberikan info pasar, persaingan dan mencari langganan baru yang potensial ( Wisnu,1995). Eksportir yang belwn mampu memilih perwahlan sendiri di negara tujuan eksport nya dapat menggunakan info yang disediakan oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia di sana, atau dapat juga mengunjungi JETRO(Japan External Trade Organization) sebagai sumber infonnasi segala seseuatu mengenai peluang usaha di Jepang
5.3. Badan-Badan Terkait
5.3.1. Eksportir Pelaku utama dalam perdagangan intemasional produk petikanan seperti contoh di atas adalah eksportir PT. Cahaya Cemerlang. Perusahaadeksportir hasil perikanan mungkin dapat dibagi 3 kategori yaitu eksportir produsedpengolah, eksportir agen, dan eksportir pedagang. 5.3.2. Produsen atau suplier PT. Cahaya Cemerlang mungkin saja hanyalah pedagang - perantara dan bukan produsedpengolah produk perikanan. Karena itu dalarn melakukan transaksi ekspomya, PT. Cahaya Cemerlang memerlukan bantuan lain, dalam ha1 ini adalah perusahaan supplier bahan baku. Tetapi dalam rangka menciptakan sustainable resources atau sesuai Code of Conduct
Responsibili~Fisheries (CCW) diharapkan eksportir juga bertindak sebagai produsen. 5.3.3. Perbankan Untuk membeli raw material dari supplier bahan baku dan melakukan operasional proses produksi/pengolahan maka biasanya perusahaan atau eksportir produsedpengolah memerlukan dana segar. Oleh karena itu perusahaan memhutuhkan dana untuk operasional produksi/pengolahan dari badan usaha lain yaitu perbankan. 5.3.4. Balai Pengujian clan Sertifikasi Mutu Produk Untuk menjamin mutu dan keamanan pangan dati produk perikanan yang akan diekspor, terutama untuk menjamin keamanan produk bila konsumsi diperlukan pemeriksaan mutu produk dati lembaga sertifikasi. Hasil pemetikasaan mutu iniakan berpengaruh terhadap bonafiditas perusahaadeksportir dan importir sebagai penerima atau penjual produk perikanan diluar negeti dan menghindari tuntutan ganti rugi (claims) dati pembeli baik importir terhadap eksportir atau konsumen terhadap importir. Eksportir perlu mencermati bahwa ada dua istilah Health Certificate (HC) dalam buku ini membedakan fungsi dan tujuan dari Health Certificate dalam kegiatan ekspor dan impor produk perlu dilampiti Health
Cerf@cafe,jangan terjebak dalam definisi dari Health
Cert$catelSertifikat Kesehatan karena nama sertifikat yang sama akan dikeluarkan lembaga/institusi yang berbeda dengan fungsi dan tujuan yang berbeda. Seringkali eksportir bertanya - tanya Health Certificate (HC) yang mana yang hams kami gunakan sesuai dengan fungsinya. Untuk menjawab keluhan eksportir, maka ilustrasi pada diagram 1 mudah - rnudahan dapat membantu eksportir dalam mencermati pengertian HC, ha1 ini ibarat ekspor produk susu dari sapi da ekspor daging sapdsapi hidup, untuk produk susu dari sapi tentu parameter uji dan ilmu yang membekali para pengolah susu sapi kaleng berbeda denga ilmu dan parameter uji bagaimana memelihara temak sapi, walaupun sama - sama ekspor sap, tetapi dengan proses dan kajian ilinu dan parameter yang berbeda rnaka sudah tentu akan berbeda penanganan dan tujuan. Oleh karena itu berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.3412002 tentang sistem rnanajemen mutu terpadu hasil perikanan bahwa untuk produk perikanan yang diekspor utnuk tujuan konsumsi rnanusia seperti produk perikanan yang disebut dalam bab disertifikasi oleh balaillaboratorium pembinaan dan Laboratorium Pengujian dan Pengamatan Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP), jadi eksportir dapat mengajukan permintaan pengujian dan atau sertifikasi kepada LPPMHP yang berada di tiap provinsi di seluruh Indonesia. Sedangkan apabila ada persyaratan tambahan lain oleh Negara Importir yang mengharuskan atau meminta, maka perlu dilengkapi atau menyertakan Sertifikat Kesehatan dalam rangka pencegahadpengujian hama dan penyakit ikan, dimana ha1 ini biasanya berlaku bagi produk ikan hidup, pakan, dan lain - lain yang diekspor atau diimpor eksportir dapat menghubungi Stasiun Karantina, Departemen Kelautan dan Perikanan yang biasanya berlokasi di lingkungan Pelabuhan Umum atau Bandar Udara. Fokus yang prinsip ditinjau dari basic science dan fungsi untuk penerbitan
HC produk perikanan tujuan konsumsi manusia, eksportir dapat mengajukan kepada LPPMHP yang mengeluarkan berdasarkan hasil uji
(dilampiri hasil uji), kegiatan audit dan pemenuhan kelayakan unit pengolahan serta dilengkapi penerbitannya sesuai permintaan negara tujuan. 5.3.5. Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi
Dalam kegiatan ekspor produk perikanan peran Dinas Perikanan clan Kelautan Provinsi adalah sebagai lembaga teknis untuk melakukan pembinaan tekms secara periodik terhadap eksportir produsenlpengolah dalam ha1 kelayakan dasar unit pengolahan ikan. 5.3.6. Direktorat Jendral Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan
Dalam Sistem perdagangan Internasional atau untuk dapat memasuki negara tujaun, maka berlaku persyaratan teknis yang disebut Sanitary and Phytosantary (SPS) yang kemudian dituangkan dalam Undang - undang
Pangan atau Regulation in Food Hygiene di masing - masing negar untuk memberikan jaminan mutu dan keamanan produk makananlperikanan. Selanjutnya, masing - masing negara eksportir telah membuat instrumen kebijakadperaturan berkenaan dengan sistem manajemen mutu dan keamanan pangan. Begitu juga halnya dengan Indonesia, Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) juga mengeluarkan instrumen kebijakan Penerapan Manajemen Mutu Terpadu Hasil Perikanan (PMMT) dalam rangka mencapai ekuivalen dengan peraturan negara tujuan ekspor. Organisasi dilingkungan DKP yang memiliki Otoritas kompeten dalam menerapkan sistem tersebut adalah direktoratjendral Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan atau Ditjen P2HP. Tugas dan fungsi yang berkaitan dengan Penerapan Manajemen Mutu Hasil Perikanan (PIvlMT) tersebut adalah sebagai berikut : Melakukan penilikantinspeksi terhadap kelayakan dasar unit pengolahan ikan dalam ha1 cara berproduksi makanan yang baik atau Good Manufacturing Practices (GMP),dan Standar Prosedur Operasi Sanitasi atau Standard Sanitation Operating Procedure (SSOP)
instansi lain yang mampu melakukan dengan beberapa alasan sebagai berikut : Pengujian spesifik yang tidak dapat dilakukan oleh lembaga sertifikasi Departemen Kelautan dan Perikanan, GMO (Genetically ModiJied Organism), sebagai contoh canned snail, eksportir diminta untuk menyertakan sertifikat GMO, apabila lembaga sertifikasi yang ditunjuk tidak dapat melakukan pengujian sesuai dengan pemintaan, maka dapat mengajukan kepada Perbandingan hasil uji untuk kepentingan internal perusahaan Untuk mengekspor hasil produk perikanan adakalanya suatu barang dijual dengan kuantum yang tepat, yang hams dibuktikan dengan sertifikasi yang dikeluarkan oleh juru timbang yang disumpah. Pekerjaan itu biasanya dilakukan oleh Independent Surveyor seperti PT. Sucofindo atau PT.Surveyor Indonesia 5.3.10. Perusahaan Asuransi
Bila pembeli menginginkan barang ditawarkan atas dasar harga CIF (CertlJicate of Insurance Freight), maka eksportir wajib menutup asuransi untuk barang itu. 5.3.11. Lembaga Promosi (BPEN) BPEN bernaung di bawah Depdagri serta bertanggung jawab langsung kepada Menteri perdagangan. Susunan organisasi BPEN terdiri dari; pusat info dan analisa pasar, pusat pengembangan dan pemasaran hasil pertanian, pusat pengeinbangan pemasaran hasil pertanian industri dan pusat pemasaran hasil kerajinan. BPEN berperan dalam menyediakan info dagang, publikasi untuk memperkenalkan rumput laut Indonesia, membantu eksportir maupun importir &lam usaha untuk mendapatkan partner dagang internasional dan pengiriman misi dagang ,membersihkan pelayanan kepada para pembeli luar negeri, memberikan bimbingan konsultasi kepada individu atau perusahaan oleh tenaga ahli dari Internasional Trade Centre (ITC) dan UnitedNations Confrence on Trade and Develop (UNCTAD) serta menyediakan jaringan peiwakilan di luar negeri (BPEN 1995).
5.3.12. Perusahaan Pelayaran Salah satu kewajiban pokok dari eksportir adalah men~rimkanbarang kepada pembeli di Mancanegara. Tugas ini terpaksa diserahkan pada badan usaha lain yang lazimnya adalah pemsahaan pelayaran (shipping company) atau angkutan udara (airfreight cargo)
5.3.13. Kedutaan Asing atau Atase Perdagangan Peraturan di negara pengimpor mewajibkan eksportir mengirimkan faktur resmi yang lazim dikenl sebagai "Consuler Invoice" yaitu faktur yang disahkan oleh kedutaan negara pengimpor yang berada di negara pengekspor. Dengan demikian eksportir perlu pula berhubungan dengan kedutaan asing atau atase perdagangannya. Dengan menguraikan para pelaku seperti disebut diatas, dapat disiinpulkan bahwa eksportir perlu bekerja sama dengan berbagai badan usaha dan instansi pemerintah. Hal ini berarti bahwa suksesnya pekerjaan ekspor sangat tergantung pada kemampuan kita dalam mengkoordinasikan semua pelaku, sehingga dapat melakukan tugasnya tepat waktu, efektif, dan efisien. Dapat disimpulkan bahwa pekerjaan ekspor adalah pekerjaan suatu tim, suatu kesebelasan, kesebelasan eksportir nasional. Ekspor adalah tugas kolektif dan bukan tugas individual seorang eksportif. 5.4.
Model Dugaan Permiutaan Impor Rumput Laut Jepang dari Indonesia (Mji) Dalarn penelitian ini, pendugaan permintaan rumput laut Jepang dari
Indonesia, dilakukan dengan menggunakan tiga model pennintaan rumput laut Jepang dari Indonesia diperoleh dari data sekunder dan selanjutnya diolah dengan menggunakan teknik analisis regresi kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Square) dengan menggunakan program computer SPSS 16.0 dan excell.
Dari ketiga model yang dipakai kemudian diambil satu model yang oleh penulis dianggap paling mewakili perilaku perdagangan impor Jepanfhdonesia. Ketiga model dan hasil pendugaan regressi dimaksud disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5.Persamaan regresi Dugaan Permintaan Impor Rurnput laut Jepang dari Indonesia (Mji)
Model Linier
Pada Tabel 5 terlihat bahwa model linear dapat menjelaskan 76,8% total variasi permintaan rumput laut Indonesia di pasar Jepang, sisanya sebesar 23,2 % dijelaskan oleh peubah lain di luar model. Dengan uji F didapat bahwa variabel bebas yang dipakai dalam model secara bersama-sama berpengaruh terhadap permintaan rumput laut Indonesia di pasar Jepang pada selang kepercayaan 99 persen. Model Semi Log
Pada Tabel 5 juga terlihat bahwa model semilog dapat inenjetaskan 76,1% total variasi permintaan rumput laut di Jepang, sedangkan variabel bebas yang tidak digunakan dalam model dapat menerangkan sisanya sebesar 23,9% variasi permintaan rumput laut di Jepang. Dengan uji F didapat bahwa variabel bebas yang dipakai dalam model secara bersama-sama berpengaruh terhadap permintaan rumput laut di Jepang pada selang kepercayaan 99%. Model Double Log
Pada Tabel 5 terlihat bahwa model log ganda dapat menjelaskan 89,2% total variasi permintaan rumput laut dl Jepang, variabel bebas yang tidak digunakan dalam model dapat menerangkan sisanya sebesar 10,8% variasi pennintaan mnput laut di Jepang. Dengan uji-F didapat bahwa variabel bebas
yang dipakai dalam model secara bersama-sama berpengaruh terhadap permintaan rumput laut di Jepang pada selang kepercayaan 99%. 5.4.1 Evaluasi Model Dugaan Dari hasil analisis regresi telah diperoleh model pendugaan impor rumput laut Jepang dari Indonesia sebagai berikut: Model Linier Mji=1.034E6+ 61.435Prji- 1470.615Erji- 1.238Mj, + 59665.215Gdp R2= 0.768 ~ ~ ( a d j 0.710 )= DWSbt=1.709 Model Semi Log Mji=1.349E7- 1255.010Prji- 34143.860Erji - 989571.008 Mj, + 234189.223Gdp R2=0.761 R2(adj)= 0.702 DWs,t=1.524 Model Double Log Mji=82.359 + 0.167 Prji - 0.090Erji- 5.275Mj, + 0.706Gdp R2=0.892 R2(adj)= 0.865 DWsk1=l,739 Model yang diperoleh kemudian dievaluasi dengan kriteria ekonomi, statistik dan ekonometrik. 5.4.1.1 Kriteria Ekonomi Teori ekonomi yang digunakan dalam evaluasi model dugaan permintaan impor rumput laut Jepang dari Indonesia adalah hukum permintaan. Hukum
permintan menyatakan bahwa apabila harga semakin rendah maka jumlah yang dibeli per unit akan semakin besar, ceterisparibus. Hal ini berarti terdapat hubungan negatif antara permintaan komoditas dengan harganya. Peubah harga rata-rata ekspor rumput laut Indonesia hanya dalam model semi log mempunyai tanda koefisien negative, ha1 itu sesuai dengan asumsi, yaitu terdapat hubungan negtaif antara harga rata-rata ekspor rumput laut Jepang dari Indonesia dengan permintannya. Semakin tinggi harga rata-rata ekspor rumput laut Indonesia akan membuat permintaan akan rumput laut berkurangn atau menu. Peubah nilai tukar Rp terhadap yen untuk model semi log memiliki tanda koefisien yang negatif, ha1 itu tidak sesuai dengan anggapan apriori, yaitu hubungan yang negatif antara nilai tukar rupiah dengan yen dengan permintaan impor rumput laut Jepang dari Indonesia, tidak mempengaruhi perubahan permintaan terhadap rumput laut, ha1 in dapat diambil asumsi permintaan rumput laut di Jepang sudah terpenuhi. Hal tersebut disebabkan karena Jepang inengeluarkan lebih sedikit Yen-nya untuk inembeli rumput laut dengan volume yang sama. Peubah volume impor rumput laut Jepang dari Cina memiliki tanda kofisien positif. Peubah tersebut berpengaruh nyata pada model pada selang kepercayaan 70%. Tanda positif pada peubah tersebut tidak sesuai dengan anggapan apriori, semakin tinggi volume impor rumput laut Jepang dari Cina maka akan terjadi p e n m a n permintaan nunput laut dari Indonesia. Ketidak samaan ini mungkin diakibatkan oleh beberapa hal, antara lain: 1. Pasar domestik Jepang belum memiliki tingkat kejenuhan yang tinggi, sehingga rumput laut dari kedua negara inasih dapat masuk tanpa hams berperilaku sebagai substitusi satu sama lain. 2. Adanya segmentasi rumput laut tertentu yang diadopsi oleh negara Jepang, dimana produk rumput laut Cina maupun produk nunput laut Indonesia memiliki segmen pasar tersendiri di Pasar domestik Jepang. 3. Dalam buku HS code, semua rumput laut kering memiliki HS code
12.20.20.0000,sehingga amat memungkinkan jika rumput laut yang dikirim oleh kedua negara (Indonesia dan Cina) berbeda jenis namun tetap dalam
kondisi kering. Kondisi ini meinbuat jumlah ekspor rumput laut Cina tidak memiliki pengaruh kepada Rumput laut Indonesia. Dalam ekonomi, ha1 ini berimplikasi bahwa kedua komoditas tidak dalam posisi substitusi melainkan posisi lain, bisa komplementer atau netral. Peubah Produk nasional Jepang(GDP) memiliki tanda koefisien positif, ha1 ini sesuai dengan teori apriori bahwa semakin tiggi pendapatn nasional suatu bangsa maka permintaan mereka terhadap suatu produk akan semakin besar. Dari hasil evaluasi model dugaan dengan kriteria ekonomi diketahui bahwa model semi log adalah model yang terbaik untuk digunakan dengan alasan model ini yang paling mendekati asumsi uji tanda. Oleh karena itu, pada penjelasan selanjutnya hanya akan digunakan model semi log saja. 5.4.1.2 Kriteria Statistik Permintaan impor rumput laut Jepang dari Indonesia dalam model semi log selanjutnya dievaluasi berdasarkan kriteria statistik dan hasilnya dapat dilihat pada tabel 11. Nilai Fhit sebesar 12,757 sedangkan Fbbl dengan selang kepercayaan sangat tinggi yaitu 99% ini berarti bahwa Fhitlebih besar daripada Finbe,, berarti kita dapat inenolak hipotesis no1 bahwa Pl=P2=P3=P4=0, yaitu bahwa secara bersama-sama peubah Prji, Erji dan Mjc mempengaruhi volume impor rumput laut Jepang dari Indonesia. Dengan uji-t didapatkan bahwa hanya ada dua variable yang nyata pada selang kepercayaan 75% keatas, yaitu,gdp yang nyata pada selang 90% dan M,, yang nyata pada selang 95%. Sedangkan, variable yang memiliki selang kepercayaan yang rendah yaitu variable Erji yang nyata pada selang 25% dan variable Prji yang nyata pada selang 5% sehingga variable tersebut dapat dianggap tidak signifikan. Nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0.761 menunjukkan bahwa peubah yang menjelaskan bertanggung jawab untuk variasi sebesar 76.1% dari total variasi impor rumput laut Jepang dari Indonesia pada periode 19802000,sedangkan nilai R2(adj)sebesar 70,2%
Dari hasil evaluasi model dugaan menurut kriteria statistik permintaan impor rumput laut Jepang dari Indonesia menunjukkan adanya hubungan nyata antara variabel bebas yang digunakan dalam model semi log dengan permintaan impor rumput laut Jepang dari Indonesia. Variabel bebas tersebut adalah : Nilai tukar Indonesia ke Jepang yang nyata pada selang 85%, pendapatan nasional Jepang yang nyata pada selang 90%, dan nilai impor Jepang dari Cina yang nyata pada selang 95%. Variabel Harga rumput laut Indonesia ke Jepang tidak signifikan karena dibawah plafond selang kepercayaan yang telah ditetapkan yaitu 75%. Tabel 6. Koefisien Model Dugaan Permintaan Ekspor rumput laut Indonesia ke Jepang
5.4.1.3 Kriteria Ekonometrik
Evaluasi model dugaan dengan criteria ekonometrik meliputi pengujian terhadap asumsi-asumsi model linier klasik. Asumsi yang akan diuji adalah: 1. Uji normalitas
Cara mendeteksi normalitas yaitu dengan melihat grafik normal probability, yaitu dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal.
Pengujian normalitas untuk model regresi semilog permintaan rumput laut di pasar Jepang dapat dilihat pada Gambar 7.
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Dependent Variable: Mji
Observed Cum Prob
Gambar 7. Grafik Normal P-plot Berdasarkan Gambar 17, terlihat bahwa titik-titik menyebar di sekitar sumbu diagonal. Maka model regresi semilog permintaan rumput laut di pasar Jepang layak digunakan. 2. Tidak ada auto korelasi Selain bebas multikolinearitas, model regresi yang baik juga hams bebas autokorelasi, yaitu kondisi dimana terjadi hubungan antara variable independen (Trihendardi, 2007). Cara mendeteksi autokorelasi yaitu dengan uji DurbinWatson dengan patokan sebagai berikut :
-
Angka D-W di bawah -2 berarti ada autokorelasi Angka D-W antara -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi Angka D-W di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif Nilai Durbin-Watson model semilog permintaan rumput laut di pasar
Jepang adalah 1,524, maka model regresi semilog tidak ada autokorelasi dan layak digunakan.
3. Uji Homoskedastisitas
Homoskedastisitas adalah asumsi dalam model regresi dimana variasi di sekitar garis regresi seharusnya konstan untuk setiap nilai X (Trihendardi 2007). Bila asumsi ini tidak terpenuhi berarti model regresi mengalami problem heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas tidak terjadi bila VF<2 (Trihendardi, 2007). Uji heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat gambar scatterplot.
Scatterplot
Dependent Variable: Mji
I -2
I
I
f
I
-1
0
I
2
I
3
t
4
Regression Studentized Residual
Gambar 8. Grafik Scatterplot
Berdasarkan Gambar 8, dapat dilihat bahwa titik-titik menyebar baik di atas inaupun di bawah sumbu pada titik no1 dengan tidak membentuk pola tertentu. Berkaitan dengan ha1 tersebut, maka model regresi semilog permintaan rurnput laut memenuhi asumsi homokedasitas sehingga model regresi semilog permintaan rumput laut di Jepang ini layak digunakan.
4. Tidak ada multikolinearitas
Tabel 7. Matrik Korelasi antar Peubah Bebas dalam Model semi log Permintaan Impor Rumput laut Jepang dari Indonesia
Pearson Correlation
Mji
Sumber: Data sekunder(diolah), 2008
Dari table korelasi diatas, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa pada model semi log permintaan rumput laut jepang dari Indonesia ini memiliki multikorelasi. Hal ini ditunjukkan dengan adanya angka korelasi antar variable penjelas yang besarannya melebihi korelasi antara variable yang dijelaskan dengan variable penjelasnya. Pada variabel Erji dengan GDP yang melebihi atau mendekati nilai 0.500 diasumsikan terjadi multikolinearitas, ini dapat di interpretasikan variabel pendapatan nasional Jepang dari tahun ke tahun semakin meningkat dan nilai tukar yen dari tahun ke tahun semakin menguat, ini dapat menyebabkan multikolinearitas. Dari hasil evaluasi model semilog menurut kriteria ekonometrik, model permintaan rumput laut di Jepang memenuhi asumsi ekonometrika; nonnalitas, homoskedasitas, dan tidak terdapat autokorelasi. Dalam model semilog ini teqadi multikolinearitas. 5.4.2. Analisis Elastisitas
Elastisitas dapat didefinisikan sebagai derajat reaksi atau "degree of responsiveness " yaitu kepekaan nilai peubah tak bebas (Y) terhadap perubahan
peubah penjelasnya (X). Pendugaan elastisitas dalam penelitian ini dipertimbangkan dengan model semi log Mji, dari analisa regresi untuk melihat elastisitas peubah-peubah bebas terhadap volume impor rumput laut Jepang dari Indonesia.
Berdasarkan Koutsoyyiannis(l977) nilai elastisitas model semi log dengan mengalikan koefisien peubah bebas dengan rata-rata peubah tak bebas. Dengan rumus:
dimana: p=koefisien peubah bebas X=nilai rata-rata peubah bebas X Y= nilai rata-rata peubah tak bebas Y
Dari hasil analisis regresi hperoleh nilai elastisitas setiap peubah, seperti yang tertera pada tabel 8. Tabel 8.Elastisitas Peubah Bebas dari Model Semi Log
I
Variabel
/ KoefisienElastisitas / -6.46119
Prji
I
I
I
/ -1640.78
I
I Erji
I
-1.37283
Mjc
I
I GDP
/
Jenis Elastisitas
I
I
65572.78
Harga produk rumput laut Indonesia di Jepang (ownprice elasticity :
I
elastis) Nilai tukar yen ke rupiah (elastis)
I
I
I
I
Volume impor rumput laut Jepang
1
dari Cina (Cross elasticity relastis)
I
Pendapatan nasional Jepang (income elasticity elastis)
Sumber: hasil pengolahan Data, 2008
I
Nilai elastisitas harga dari permintaan bertujuan untuk melihat perubahan permintaan akibat adanya perubahan harga. Dari tabel 8, nilai elastisitas harga sebesar -6,46119 dan bertanda negatif, dimana nilai menunjukkan perubahan volume impor rumput laut Jepang dari Indonesia adalah elastis, sesuai dengan asumsi yaitu apabila harga rumput laut Indonesia naik maka permintaan akan menurun. Elastisitas nilai tukar yen terhadap rupiah Jepang terhadap volume impor rumput laut Jepang dari Indonesia bernilai -1640,78 yang menunjukkan
penguatan mata uang yen terhadap rupiah maka permintaan rumput laut akan menurun,ini tidak sesuai dengan asumsi, yang dapat di interpretasikan permintaan rumput laut sudah terpenuhi. Elastisitas volume impor rumput Jepang dari Cina menunjukkan nilai elastisitasnya -1.37283 dan bertanda negatif, ini menunjukkan apabila permintaan terhadap rumput laut Cina akan menyebabkan penurunan terhadap rumput laut Indonesia. Elastisitas Pendapatan Nasional Jepang menunjukkan perubahan permintaan rumput laut Jepang dari Indonesia dengan perubahan Pendapatan Nasional Jepang. Nilai elastisitasnya 65572.78 dan bertanda positif, Nilai ini menunjukkan perubahan nilai Pendapatan Nasional Jepang elastis terhadap volume impor rumput laut Jepang dari Indonesia. 5.5. Irnplikasi Kebijakan Permintaan rumput laut Jepang tidak dipengamhi adanya perubahan menguatnya nilai tukar yen terhadap rupiah, ha1 ini sebagai akibat dari permintaan rumput laut di Jepang sudah terpenuhi dari negara-negara lainnya. Pemenuhan permintaan rumput laut di Jepang melalui impor, tidak bisa saling substitusi (dari satu negara dengan negara lainnya) akan tetapi merupakan komplementemya; ha1 ini diasumsikan bahwa penggunaan rumput laut di Jepang dari setiap negara mempunyai kekhasan tersendiri. Indonesia hams tetap meningkatkan produksi rumput laut serta meningkatkan kualitasnya sehubungan dengan naiknya GDP Jepang dan adanya persaingan dari negara lain serta menyiapkan produksi rumput laut untuk memenuhi permintaan Jepang yang semakin meningkat.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan Permintaan impor rumput laut Jepang dari evaluasi yang telah dilakukan dapat dijelaskan oleh peubah-peubah yang digunakan dalam model regresi semi log, yaitu peubah harga rata-rata produk rumput laut Indonesia di Jepang (Prji), Nilai tukar yen terhadap rupiah (Erji), Ekspor rumput laut dari negara pesaing (Mj,), dan pendapatan nasional Jepang (GDP). Permintaan rumput laut dapat dijelaskan oleh variabel dalam model sebesar 76,l persen, sedangkan variabel di luar model dapat menjelaskan 23,9 persen sisanya. 0
Elastisitas permintaan terhadap seluruh variabel bersifat elastis.
0
Analisis regresi dengan model semi logaritrnik menunjukkan bahwa Cina bisa dianggap sebagai pesaing utama Indonesia sebagai eksportir rumput laut ke pasar Jepang. Hal ini ditunjukkan pada elastisitas koefisien negatif, yaitu permintaan terhadap rumput laut Cina naik akan menyebabkan permintaan terhadap rumput laut Indonesia turun.
6.2. Saran Secara spesifik perubahan nilai tukar dari Negara tujuan ekspor merupakan faktor strategis yang menjadi pertimbangan utama bagi pengusaha (eksportir atau importir). Berdasarkan hasil analisis elastisitas pada pendugaan impor rumput laut Jepang dari Indonesia hal yang perlu diperhatikan oleh pihak eksportir Indonesia yaitu upaya memperbaiki daya saing melalui strategi non harga. Ini bisa dilakukan dengan menekan kenaikan biaya dengan menerapkan perbaikan teknologi produksi maupun penanganan hasil produk rumput laut Indonesia. Ini bisa ditempuh melalui perluasan areal produksi maupun perbaikan kultur teknik yang bisa menekan biaya, tanpa hams meningkatkan harga. Untuk pemerintah upaya fasilitas dalam bentuk promosi bisa berkontribusi pada perbaikan daya saing ini.. Pemanfaatan informasi hasil penelitian, atau melakukan kerjasama penelitian akan ha1 ini dengan isntansi penelitian, pemerintah atau swasta bisa diterapkan sebagai pilihan yang sangat dimun&nkan.
DAFTAR PUSTAKA Adianto T. 2000. Kajian Impor Ikan Hias(Ornamenta1Fish) Amerika dari Indonesia. [Sknpsi]. Bogor : Fakultas Perkanan dan Ilmu Kelautan. Institut pertanian Bogor Anonimous. 2007. Japan Statistical Yearbook 2007. Japan : Ministry of Internal Affairs and Communications [BPS]. Badan Pusat Statistik. 2006. Statistik Perdagangan Luar Negeri Ekspor Indonesia Volume I. Jakarta : Badan Pusat Statistik. Fauzi A. 2001. Prins~p-PrinsipPenelitian Sosial Ekonomi :Panduan Singkat. Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan-Kelautan. Institut Pertanian Bogor Gujarati D. 1978. Pengantar Ekonrnetrika (Basic Econometrics). Jakarta. Penerbit Erlangga [IMF] International Monetary Fund. 2008. IMF World Economic Outlook. htrp://www.econstats.com/weo/index r20 April 20081.
Japan Statistical Yearbook1980-2000. Japan : Japan Eksternal Trade Organization (JETRO) Kindleberger CP dan P.H.Lindert. Ekonomi Internasional (Terjemahan). Cetakan keempat. Jakarta : Erlangga. Kusumastanto T. 2002. Metode Kuantitatif Untuk Bisnis. [Diktat Kuliah]. Bogor : Departemen Sosial Ekonomi Perikanan-Kelautan Institut Pertanian Bogor. Koutsoyiannis A. 1977. Theory of Economics. United Kingdom. Mac Millan Press Ltd. Lancaster Lipsey. 1995. Pengantar Makroekonomi (Economics 10th ed).Jakarta. Binarupa Aksara Ma'ruf WF. 2007. Klaster Rumput Laut Sebagai Solusi untuk Pengembangan Industri Rumput Laut. [Artikel]. Nazir M. 2003. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia. Nopirin. 1999. Ekonomi Internasional. Yogyakarta : BPFE UGM Salvatore D. 1997. Ekonomi Internasional. Jakarta : Erlangga
Sumpeno.P. 2007. Peluang dan Prospek Pemasaran Rurnput Laut Indonesia di Tingkat Global. [Artikel]. Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan. Trihendardi C.2007. Langkah Mudah Menguasai Analisis Statistik Menggunakan SPSS 15.Yogyakarta.PenerbitAND1
Lampiran 1. Data Peubah Model Permintaan
Lampiran 2. Model Linier Model ~ u r n r n a r ~ ~
Histogram
Dependent Variable: Mji tilean =-I .BE-1 7 Sir(. Dcv. =0.894 N -21
Regression Standardized Residual
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Dependent Variable: Mji
Observed Cum Prob
Scatterplot
Dependent Variable: Mji
Regression Studentized Residual
Lampiran 3. Model Semilog Model summawb
Change Statistics
I
Histogram
Dependent Variable: Mji
I
I
Regression Standardized Residual
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Dependent Variable: Mji
Observed Cum Prob
Scatterplot
Dependent Variable: Mji u BI
.u L a
y
Y 0
0
0
u
6'3
O ODo
0
.-
0
QQ
1-
0-
z* 4; E* -1-
0 0 O
oO
0
E 0
.-
V)
"I
Lm
2
.2-
0 -3I
-2
I
I
0
I
1
Regression Studentized Residual
I
2
t
3
Lampiran 4. Model Doublelog Model summaryb
Correlations
Histogram
Dependent Variable: InMji I
Repression Standardized Residual
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Dependent Variable: lnMji
Observed Cum Prob
Scatterplot
Dependent Variable: lnMji
1
I
-3
-2
,
-1
I
1
I
I
0
1
2
3
Regression Studentized Residual
Lampiran 5. Gambar Eucheuma cottonii