MODEL PENGEMBANGAN PRASARANA USAHATANI TINGKAT TERSIER DI LAHAN SAWAH BERIRIGASI
NOVA ANIKA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Model Pengembangan Prasarana Usahatani Tingkat Tersier di Lahan Sawah Beririgasi adalah karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juli 2011
Nova Anika NIM F451090011
ABSTRACT
NOVA ANIKA. Model of Infrastructure Development at the Tertiary Level of Irrigated Paddy Field. Supervised by M. YANUAR J. PURWANTO and ERIZAL. Food production will decline by increasing the conversion of agricultural land. Important factor that also affect food production in Indonesia is generally Indonesian farmers are conventional farmers who live below the poverty line. One of solution to overcome the low production of food and farmer's low income is the development of farm infrastructures on agricultural land. The purpose of study were (1) to identify the infrastructures needed at the tertiary level of irrigated paddy field, (2) to build a dynamic model of infrastructure development at the tertiary level of irrigated paddy field and (3) to make recommendations on development of infrastructure at the tertiary level of irrigated paddy field. Steps of the systematic approach to build the farm infrastructure model at the tertiary level in irrigated paddy field were analysis of needs, problem formulation, system identification, system modeling (STELLA), model validation, sensitivity analysis and model simulation. Farmers need a more adequate farm infrastructure, such as pipe irrigation and farm roads for on-farm infrastructures and rice processing complex and groat processing machine for off-farm infrastructure. Model of infrastructure development at the tertiary level of irrigated paddy field represented the real system and it was used to design the infrastructure development at the tertiary level of irrigated paddy field. Infrastructures development should be done in integrated farming system with minimum total area of 3000 hectares. It provided the benefits for the farmers if every farmer had a minimum of 3 hectares of land area.
Keywords: farm infrastructure, dynamic models, farmers' income
RINGKASAN
NOVA ANIKA. Model Pengembangan Prasarana Usahatani Tingkat Tersier di Lahan Sawah Beririgasi. Dibimbing oleh M. YANUAR J. PURWANTO dan ERIZAL. Performa prasarana usahatani pada lahan pertanian dilihat berdasarkan pada kualitas, kuantitas dan teknisnya. Pengembangan prasarana usahatani perlu dilakukan agar performa prasarana usahatani optimal. Pengembangan prasarana usahatani disesuaikan dengan kebutuhan petani, karena dalam pengembangan prasarana peran petani tidak hanya dibutuhkan dalam pembangunan tetapi juga dalam pengelolaan berkelanjutan.Tujuan penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi kebutuhan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi, (2) membangun model dinamik pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi, (3) membuat rekomendasi pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi. Langkah-langkah pendekatan sistematis dalam pembangunan model pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan beririgasi adalah analisis kebutuhan, formulasi masalah, identifikasi sistem, pemodelan sistem (STELLA), validasi model, analisis sensitivitas dan simulasi model. Untuk itu pembangunan model pengembangan prasarana usahatani dilakukan dengan cara observasi dan pendekatan dengan model dinamik yang merupakan salah satu alternatif dalam pendekatan sistem pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi. Pembangunan model dinamik ini bertujuan untuk mengetahui desain prasarana usahatani yang tepat sebagai upaya meningkatkan pendapatan petani. Berdasarkan analisa kebutuhan yang dilakukan di Daerah irigasi Cihea Cianjur dan Situ Gede Bogor, petani membutuhkan prasarana usahatani yang lebih memadai. Prasarana on farm seperti saluran irigasi pipa dan jalan usahatani dan prasarana off farm seperti Rice Processing Complex dan mesin pengolahan menir menjadi kerupuk. Berdasarkan analisis kebutuhan yang telah dilakukan maka dilakukan formulasi permasalahan yang ada di dalam sistem. Beberapa permasalahan yang terjadi diantaranya 1) efisiensi penyaluran saluran irigasi sebesar 77,5 % yang ditunjukkan dengan lahan-lahan sawah pada bagian hilir yang jarang mendapatkan air untuk memenuhi kebutuhan tanaman, 2) dibutuhkan biaya tambahan untuk memelihara saluran irigasi sebesar 50 kg padi per petani untuk satu kali tanam, 3) terbatasnya akses alat dan mesin pertanian seperti traktor dan mesin bajak ke lahan karena tidak adanya jalan usahatani yang memadai, 4) dibutuhkannya ongkos angkut pupuk sebesar Rp 20.000 per 100 kg dan ongkos angkut panen sebesar 10 % dari hasil panen, 5) kapasitas dan jumlah penggilingan beras belum dapat memenuhi kebutuhan petani dan belum berkembangnya industri rumah tangga atau tidak adanya prasarana off farm yang dapat dijadikan alternatif lain dalam meningkatkan pendapatan petani seperti alat pengolahan menir menjadi makanan ringan yang memiliki nilai jual tinggi. Dalam model pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi terdapat beberapa sub sistem yang ditentukan berdasarkan analisis kebutuhan dan perumusan permasalahan yang telah dilakukan yaitu sub
sistem prasarana usahatani, sub sistem pendanaan dan kelayakan pembangunan prasarana usahatani, sub sistem produksi lahan dan sub sistem keuntungan petani. Setelah dilakukan identifikasi variabel yang terdapat di dalam sistem, maka ditentukan keterkaitan antara variabel tersebut yang diinterpretasikan kedalam diagram sebab akibat (causal loop) dan Black Box Hasil validasi struktur model dan validasi perilaku model menunjukkan bahwa model yang telah dibangun dapat dikatakan valid. Model ini dapat digunakan dalam pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi. Dan hasil analisis sensitivitas yang telah dilakukan menunjukkan bahwa parameter laju pertumbuhan penduduk dan laju konversi lahan paling berpengaruh terhadap pendapatan per kapita petani. Simulasi model dilakukan dengan menggunakan data Daerah Irigasi Cihea Cianjur. Simulasi dilakukan untuk kondisi terkini dan dengan rencana pembangunan prasarana usahatani. Simulasi dilakukan dari tahun 2010-2020. Hasil simulasi menunjukkan untuk kedua kondisi tersebut pendapatan petani menurun tiap tahunnya. Hal ini disebabkan oleh laju pertumbuhan penduduk dan laju konversi lahan yang relatif besar. Jadi perlu dirancang beberapa skenario untuk menentukan desain yang tepat agar keuntungan petani dapat meningkat dan dapat memenuhi kebutuhan hidup layak di setiap tahunnya. Dari hasil simulasi yang telah dilakukan untuk Daerah Irigasi Cihea dapat disimpulkan bahwa pengembangan prasarana usahatani dengan jenis prasarana usahatani yang ditetapkan pada penelitian ini belum dapat memberikan keuntungan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup layak bagi petani. Hal ini disebabkan oleh luas lahan rata-rata setiap petani relatif sempit yaitu 0,3 ha. Untuk itu dilakukan simulasi untuk mengetahui luas lahan rata-rata yang harus dimiliki petani agar pengembangan prasarana memberikan keuntungan kepada petani seperti yang diharapkan. Dari hasil simulasi dapat diketahui bahwa keuntungan petani mencapai 200 % atau dua kali lipat dari standar kebutuhan hidup layak ketika setiap petani memiliki luas lahan 3 ha. Keuntungan petani diharapkan dapat mencapai 200 % agar tingkat kesejahteraan hidup petani lebih tinggi. Selain itu agar pembangunan prasarana seperti yang telah ditetapkan dengan panjang saluran irigasi pipa dan jalan usahatani 50 m/ha, 1 Rice Processing Complex (RCP) dengan harga Rp 1.200.000.000 dan 1 unit mesin pengolahan produk pangan dari menir beras dengan harga Rp 200.000 dapat mendatangkan keuntungan yang memenuhi kebutuhan hidup layak maka pembangunan harus dilakukan pada lahan produktif dengan luas minimum 3000 ha dan masing-masing petani harus memiliki lahan rata-rata 3 ha. Dapat disimpulkan bahwa : 1) petani membutuhkan prasarana usahatani dalam rangka meningkatkan pendapatan. Prasarana on farm seperti saluran irigasi pipa dan jalan usahatani dan prasarana off farm seperti Rice Processing Complex dan mesin pengolahan menir menjadi kerupuk, 2) model pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi dapat merepresentasikan sistem pengembangan prasarana usahatani untuk lahan beririgasi di tempat lain, 3) pembangunan prasarana usahatani harus dilakukan secara terpadu dan akan memberikan keuntungan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup layak jika setiap petani memiliki luas lahan minimum 3 ha dengan luas areal pembangunan minimal 3000 ha.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. - Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah - Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
MODEL PENGEMBANGAN PRASARANA USAHATANI TINGKAT TERSIER DI LAHAN SAWAH BERIRIGASI
NOVA ANIKA
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Penguji Luar Komisi Pembimbing pada Ujian Tesis : Dr. Satyanto Krido Saptomo, S.TP, M.Si
Judul Tesis : Model Pengembangan Prasarana Usahatani Tingkat Tersier di Lahan Sawah Beririgasi Nama : Nova Anika NIM : F451090011
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. M. Yanuar J. Purwanto, M.S. Ketua
Dr. Ir. Erizal, M.Agr, Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Nora H. Pandjaitan, DEA
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Ujian : 4 Juli 2011
Tanggal Lulus :
i
PRAKATA
Ucapan syukur dipanjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis yang berjudul “ Model Pengembangan Prasarana Usahatani Tingkat Tersier di Lahan Sawah Beririgasi” ini dapat diselesaikan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan. Terima kasih diucapkan kepada Dr. Ir. M. Yanuar J. Purwanto dan Dr. Ir. Erizal, M.Agr selaku dosen pembimbing serta Dr. Satyanto K. Saptomo, S.TP, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan arahannya. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan serta I-MHERE B.2c IPB yang telah memberikan bantuan dana penelitian. Terima kasih yang tak terhingga kepada papa, mama dan seluruh keluarga atas do’a dan kasih sayangnya serta terima kasih atas dukungan sahabat dan teman-teman dari proses penelitian hingga penulisan tesis ini.
Bogor, Juli 2011 Nova Anika
ii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Solok Sumatera Barat pada tanggal 9 Mei 1986 dari ayah Malfider, S.H, M.M dan ibu Aksim Berliyenni, S.Kep. Penulis merupakan putri pertama dari lima bersaudara. Tahun 1997 penulis lulus dari SD Negeri 26 Panyakalan Solok, kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SLTP PKUW Tanjung Alai Solok dan lulus pada tahun 2000. Tahun 2003 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Solok dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk perguruan tinggi di Universitas Andalas Padang. Penulis memilih Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian dan lulus pada tahun 2008. Tahun 2009 penulis diterima di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama studi penulis pernah mengikuti Summer Courses Program on Tropical Agriculture Sustainability yang merupakan kerja sama Institut Pertanian Bogor dengan Ibaraki University.
iii
DAFTAR ISI Halaman PRAKATA ......................................................................................................
i
RIWAYAT HIDUP ..........................................................................................
ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................
iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................
vii
PENDAHULUAN ............................................................................................
1
Latar Belakang .....................................................................................
1
Kerangka Pemikiran ............................................................................
3
Perumusan Masalah .............................................................................
4
Tujuan .................................................................................................
4
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................
5
Prasarana .............................................................................................
5
Prasarana On Farm .............................................................................
5
Prasarana Off Farm .............................................................................
8
Pemodelan Sistem Dinamik ................................................................
10
STELLA ...............................................................................................
14
Validasi dan Analisis Sensitivitas Model ............................................
15
Analisis dan Perumusan Kebijakan .....................................................
16
METODOLOGI PENELITIAN .....................................................................
18
Tempat dan Waktu .............................................................................
18
Alat .....................................................................................................
18
Pengumpulan Data ..............................................................................
19
Model Dinamik ..................................................................................
20
Analisis Kebijakan Berdasarkan Skenario ..........................................
22
HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................
24
Analisis Kebutuhan ............................................................................
24
Formulasi Permasalahan Sistem ........................................................
28
Identifikasi Sistem ..............................................................................
29
iv
Pemodelan Sistem ..............................................................................
32
Validasi Model ...................................................................................
37
Analisis Sensitivitas Model ................................................................
38
Simulasi Model ...................................................................................
40
Analisis Kebijakan Berdasarkan Skenario ..........................................
44
Rekomendasi Desain ..........................................................................
46
KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................
50
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
51
LAMPIRAN .....................................................................................................
54
v
DAFTAR TABEL Halaman 1 Data yang diperlukan dalam penelitian ................................................... ... 19 2 Pengujian validasi model ............................................................................
38
3 Skenario kebijakan pengembangan prasarana usahatani di Daerah Irigasi Cihea Cianjur ..................................................................................
45
4 Simulasi skenario panjang saluran irigasi pipa dan jalan usahatani 50 m/ha ......................................................................................................
46
5 Simulasi skenario panjang saluran irigasi pipa dan jalan usahatani 30,30 m/ha...................................................................................................... 47
vi
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Kerangka pemikiran model pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi .................................................. 3 2 Tahapan kerja dalam pendekatan sistem ..................................................
14
3 Peta lokasi penelitian .................................................................................
18
4 Tahapan pendekatan sistem pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi ................................................................
20
5 Diagram sebab akibat variabel pengembangan prasarana usahatani .........
30
6 Diagram input-output model pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi ................................................................
31
7 Sector frame model pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi ...........................................................................
32
8 Sub model prasarana usahatani ..................................................................
33
9 Sub model pendanaan pembangunan dan analisis kelayakan pembangunan prasarana usahatani .............................................................
34
10 Sub model produksi lahan .........................................................................
35
11 Sub model keuntungan petani ....................................................................
36
12 Hubungan beberapa variabel model pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi ...................................................
37
13 Analisis sensitivitas model .........................................................................
39
14 Input model untuk existing condition Daerah Irigasi Cihea .......................
40
15 Output model untuk existing condition Daerah Irigasi Cihea .....................
41
16 Input model pengembangan prasarana usahatani di Daerah Irigasi Cihea ..
42
17 Output model pengembangan prasarana usahatani di Daerah Irigasi Cihea
43
18 Sumber keuntungan petani ........................................................................
44
19 Desain saluran irigasi pipa dan jalan usahatani di Situ Gede Bogor ..........
49
vii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Luas lahan petani di Daerah Irigasi Cihea Cianjur ..................................... 54 2 Luas lahan petani di Situ Gede .................................................................
56
3 Produksi lahan sawah di Daerah Irigasi Cihea Cianjur ...............................
57
4 Produksi lahan sawah di Situ Gede ...........................................................
59
5 Respon kebutuhan prasarana jalan usahatani di Daerah Irigasi Cihea Cianjur ............................................................................................
60
6 Respon kebutuhan prasarana jalan usahatani di Situ Gede ........................
62
7 Respon kebutuhan prasarana irigasi pipa di Daerah Irigasi Cihea Cianjur .............................................................................................
63
8 Respon kebutuhan prasarana irigasi pipa di Situ Gede ...............................
65
9 Respon kebutuhan penataan bentuk petak lahan di Daerah Irigasi Cihea Cianjur .............................................................................................
66
10 Respon kebutuhan penataan bentuk petak lahan di Situ Gede ...................
68
11 Validasi model pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi ..........................................................................
69
12 Source code model pengembangan prasarana usakatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi ..........................................................................
71
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah negara berkembang yang memiliki jumlah penduduk 237.556.363 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 1,49 % per tahun (BPS 2010). Bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan permintaan terhadap bahan pangan meningkat. Di sisi lain produksi pangan akan menurun seiring meningkatnya konversi lahan pertanian menjadi pemukiman. Selama periode 1993-2003, konversi lahan pertanian non-perkebunan besar mencapai 1,28 juta hektar (Lokollo EM et al. 2007). Faktor penting yang juga mempengaruhi produksi pangan di Indonesia yaitu pada umumnya petani indonesia adalah petani konvensional dengan lahan sempit yang memanfaatkan sebagian besar hasil sawahnya untuk kepentingan mereka sendiri dan hidup dibawah garis kemiskinan. Rata-rata luas garapan petani hanya 0,3 hektar dan sekitar 70 % petani padi Indonesia terutama petani-petani gurem diklasifikasikan sebagai masayarakat miskin berpendapatan rendah (Suryana et al 2001 cit Triyanto J 2006 ). Sebagai salah satu solusi untuk mengatasi rendahnya produksi pangan dan minimnya pendapatan petani adalah dengan membangun prasarana usahatani yang dibutuhkan dalam proses produksi (on farm) dan proses pascapanen (off farm). Beberapa prasarana on farm yang dibutuhkan adalah saluran irigasi dan jalan usahatani yang memadai sedangkan prasarana off farm yang dibutuhkan adalah Rice Processing Complex (RPC) dan prasarana industri pengolahan menir beras menjadi kerupuk. Saluran irigasi merupakan prasarana yang membantu dalam pemenuhan kebutuhan air tanaman. Irigasi sangat dibutuhkan untuk menjamin produksi lahan pertanian pada musim kemarau. Di negara berkembang penggunaan air untuk irigasi sangat besar dengan tingkat efisiensi yang rendah. Efisiensi pemakaian air perlu ditingkatkan dalam semua sektor termasuk irigasi karena tingkat kelangkaan air yang semakin tinggi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mengganti saluran irigasi konvensional dengan saluran irigasi pipa. Peningkatan efisiensi irigasi tidak hanya sebagai upaya dalam menghemat air, tapi juga untuk
2
meningkatkan pendapatan atau kesejahteraan petani melalui peningkatan produktivitas lahan. Keuntungan lain dari saluran irigasi pipa adalah diatas saluran tersebut dapat dibuat jalan usahatani. Jalan usahatani dibutuhkan pada lahan pertanian untuk memudahkan akses dalam pengangkutan hasil produksi dari lahan dan menghindari terjadinya penurunan mutu serta kehilangan hasil produksi. Pada saat ini jalan usahatani masih belum menjadi perhatian dan belum dipandang sebagai salah satu faktor yang dapat meningkatkan pendapatan petani. Pada umumnya lahan pertanian di Indonesia belum memiliki jalan usahatani yang memadai. Untuk itu perlu dibangun jalan usahatani yang sesuai dengan kapasitas agar dapat dilalui oleh mesin-mesin dan kendaraan yang dibutuhkan. Pembangunan RPC sebagai salah satu prasarana off farm bertujuan untuk meningkatkan pendapatan petani melalui penjualan beras yang harganya lebih tinggi dari harga jual padi. Selain itu dengan memproduksi beras akan menghasilkan produk sampingan seperti menir, dedak dan sekam yang dapat dijadikan nilai tambah oleh petani. Hal ini jika didukung dengan pembangunan prasarana industri produk pangan maka nilai jual konversi produk samping akan lebih tinggi contohnya menir yang dapat diolah menjadi kerupuk kecil. Performa prasarana usahatani pada lahan pertanian dilihat berdasarkan pada kualitas, kuantitas dan teknisnya. Pengembangan prasarana usahatani perlu dilakukan agar performa prasarana usahatani optimal. Pengembangan prasarana usahatani disesuaikan dengan kebutuhan petani, karena dalam pengembangan prasarana peran petani tidak hanya dibutuhkan dalam pembangunan tetapi juga dalam pengelolaan berkelanjutan. Untuk itu pembangunan model pengembangan prasarana usahatani dilakukan dengan cara observasi dan pendekatan dengan model dinamik yang merupakan salah satu alternatif dalam pendekatan sistem pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi. Pembangunan model dinamik ini bertujuan untuk mengetahui desain prasarana usahatani yang tepat sebagai upaya meningkatkan pendapatan petani.
3
Kerangka Pemikiran Pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi dilakukan secara terpadu. Pengembangan prasarana tidak hanya dititik beratkan kepada prasarana on farm yang dapat meningkatkan produksi lahan dan memperlancar mobilitas alat dan mesin pertanian seperti saluran irigasi pipa dan jalan usahatani, tetapi juga prasarana off farm yang dapat memberikan nilai tambah untuk meningkatkan pendapatan petani seperti RPC dan prasarana industri menir beras menjadi kerupuk. Model dinamik merupakan alat yang dapat digunakan untuk mengetahui desain pengembangan prasarana usahatani yang berkelanjutan karena sistem dinamik dapat digunakan merepresentasikan sistem nyata pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi. Model ini mencakup aspek teknis dan aspek ekonomi dalam pengembangan prasarana usahatani. Aspek teknis yaitu identifikasi prasarana, pembangunan dan tahapan pembangunan prasarana sedangkan aspek ekonomi yaitu biaya pembangunan prasarana, keuntungan petani dan pendapatan perkapita petani. Secara skematis kerangka pemikiran penelitian model pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi diilustrasikan pada Gambar 1. Pengembangan Prasarana Usahatani Tingkat Tersier di Lahan Sawah Beririgasi
· ·
Prasarana On Farm Saluran Irigasi Jalan Usahatani
· ·
Prasarana Off Farm Rice Processing Complex Prasarana Industri Pengolahan Menir Beras
Teknis
· · ·
Ekonomi
Identifikasi Prasarana Penambahan Prasarana Tahapan Pembangunan Prasarana
· · ·
Biaya Pembangunan Prasarana Keuntungan Petani Pendapatan Perkapita
Model Pengembangan Prasarana Usahatani Tingkat Tersier di Lahan Sawah Beririgasi
Gambar 1 Kerangka pemikiran model pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi.
4
Perumusan Masalah Di areal pertanian pedesaan pada lahan sawah beririgasi ditemukan prasarana produksi yang belum memadai. Ketersediaan air untuk kebutuhan tanaman bergantung pada saluran irigasi atau waduk. Penyaluran air irigasi ke masing-masing petak sawah menggunakan outlet konvensional yang tidak dapat dikontrol keluaran airnya, sehingga efisiensi pemakaian air irigasi sangat rendah. Selain itu pada areal pertanian tidak ada jalan usahatani untuk mempermudah akses mesin-mesin dan pengangkutan hasil pertanian. Selain itu umumnya pendapatan petani berasal dari hasil penjualan padi yang harga jual relatif lebih rendah dibandingkan dengan harga jual beras. Hal ini menyebabkan keuntungan petani relatif kecil dan belum dapat memenuhi kebutuhan hidup layak. Timbul beberapa pertanyaan dalam rangka peningkatan kesejahteraan petani di Situ Gede dan Cihea Cianjur secara khusus dan kesejahteraan petani Indonesia secara umum, yaitu : 1) Apa prasarana usahatani yang dibutuhkan? 2) Berapa efisiensi penyaluran air irigasi dan produktivitas lahan? 3) Bagaimana desain pengembangan prasarana di areal persawahan beririgasi? Tujuan 1) Mengidentifikasi kebutuhan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi. 2) Membangun model dinamik pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi. 3) Menyusun rekomendasi pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi.
5
TINJAUAN PUSTAKA
Prasarana Lahan pertanian dan keterbatasan air merupakan fenomena dasar dalam suatu pengembangan pertanian tanaman pangan. Lahan pertanian yang ada terus mengalami penyusutan, karena tergeser oleh aktivitas non pertanian. Di samping itu permasalahan produksi, pascapanen, distribusi, dan pemasaran masih sering terjadi akibat lemahnya dukungan sarana dan prasarana pertanian, sehingga kurang berhasil mewujudkan sistem agribisnis yang baik yang pada gilirannya gagal menaikkan pendapatan petani. Oleh karena itu, dukungan sarana dan prasarana pertanian perlu untuk dikembangkan dalam suatu rancang bangun pengembangan pertanian tanaman pangan yang komprehensif (Jaenudin 2006). Infrastruktur pada dasarnya adalah faktor pendukung bagi kegiatan utama di pedesaan yang berdasar kepada komoditas pertanian. Infrastruktur mampu menggerakkan sektor riil, menyerap tenaga kerja, meningkatkan konsumsi masyarakat dan pemerintah, serta memicu kegiatan produksi. Ketidakmampuan memberikan pelayanan infrastruktur merupakan indikasi kemampuan pemerintah yang semakin terbatas dalam kapasitas pembiayaan. Infrastruktur tidak hanya terbatas pada prasarana dan sarana fisik saja, melainkan mempunyai fungsi yang lebih penting lagi yaitu fungsi jasa pelayanan. Dalam hal ini jasa pelayanan mempunyai tiga dimensi penting yaitu dimensi ekonomi, sosial, dan lingkungan. Infrastrukur dapat dikategorikan menjadi dua bagian: 1) infrastruktur yang bersifat software seperti: kebijaksanaan, kelembagaan, regulasi, keuangan, penelitian dan pengembangan, pendidikan, tata ruang, dan lain-lain; serta 2) infrastruktur yang bersifat hardware seperti : jalan, jembatan, irigasi, pasar, pelabuhan, jaringan listrik, telepon, dan lain sebagainya (Tambajong 2009). Prasarana On Farm 1) Jalan Usahatani Jalan usahatani adalah suatu prasarana transportasi di dalam kawasan usahatani pertanian (tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan)
6
guna memperlancar pengangkutan sarana produksi, hasil produksi dan alat mesin pertanian. Pengembangan jalan usahatani adalah pembuatan, peningkatan kapasitas dan rehabilitasi. Pembuatan jalan usahatani adalah membuat jalan baru sesuai kebutuhan, peningkatan kapasitas jalan usahatani adalah jalan usahatani yang sudah ada ditingkatkan tonase/kapasitasnya sehingga bisa dilalui oleh kendaraan yang lebih berat dan rehabilitasi jalan usahatani adalah memperbaiki jalan usahatani yang sudah rusak tanpa ada peningkatan kapasitas (Kementerian Pertanian 2010). Usahatani (tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan) masih mempunyai kendala keterbatasan sarana produksi, alat dan mesin pertanian yang antara lain disebabkan kurang memadainya sarana jalan usahatani. Disamping itu jalan usahatani mutlak diperlukan dalam pengangkutan hasil pertanian misalnya produk hortikultura yang mempunyai sifat “perishable” (mudah rusak) yang harus ditangani secara baik dan benar serta berhati-hati sehingga penurunan mutu dan kehilangan hasil dapat dihindari. Oleh karena itu perlu adanya penyediaan prasarana yang memadai pada daerah sentra produksi pertanian (tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan (Kementerian Pertanian 2010). Lebar jalan petani sebaiknya diambil 1,5 m agar dapat dilewati alat-alat mesin yang mungkin akan digunakan di proyek. Jika pemasukan peralatan mesin tidak akan terjadi dalam waktu dekat, maka lebar jalan petani sebaiknya diambil 1,0 m. Akan tetapi lebar minimum jembatan orang dianjurkan untuk diambil 1,5 m untuk memenuhi kebutuhan angkutan di masa mendatang (PU 2010). Irigasi merupakan prasarana untuk meningkatkan produktivitas lahan pertanian. Jaringan irigasi merupakan prasarana irigasi yang terdiri atas bangunan dan saluran air beserta perlengkapannya. Sistem jaringan irigasi dapat dibedakan antara jaringan irigasi utama dan jaringan irigasi tersier. Jaringan irigasi utama meliputi bangunan – bangunan utama yang dilengkapi dengan saluran pembawa, saluran pembuang. dan bangunan pengukur. Jaringan irigasi tersier merupakan jaringan irigasi di petak tersier, beserta bangunan pelengkap lainnya yang terdapat di petak tersier (Kartasapoetra 1991). Menurut Hansen et al (1977) irigasi didefinisikan sebagai pemberian air ke tanah untuk tujuan meningkatkan kelembaban tanah yang penting bagi tanaman.
7
Selanjutnya untuk pengertian yang lebih luas irigasi dilakukan untuk tujuan ; a) menambahkan air ke lahan/tanah untuk meningkatkan kelembaban tanah yang esensial bagi tanaman, b) untuk melindungi tanaman dari kekurangan air, c) untuk mendinginkan tanah dan atmosfer, sehingga tanah lebih sesuai bagi tanaman untuk tumbuh, d) untuk mengurangi akibat dari pembekuan es, e) untuk pencucian garam-garam dari tanah, f) untuk mengurangi pengikisan tanah, g) untuk memudahkan pengolahan tanah dan h) untuk mengurangi pembentukan debu melalui pendinginan oleh evaporasi. Sumber daya air adalah salah satu unsur yang harus disediakan dalam strategi pembangunan dan pengembangan pertanian. Dalam usaha budidaya tanaman faktor ketersediaan air harus dipertimbangkan agar terhindar dari resiko kegagalan panen, air akan berfungsi memberikan lingkungan tumbuh yang baik bagi tanaman dan juga berperan dalam proses fisiologi tanaman (Nusa, 1991). Menurut Ahmad (2003) air terbatas menurut waktu, tempat dan jumlah air yang tersedia diatas permukaan bumi, untuk itu perlu diusahakan penyediaan air yang cukup agar tidak menimbulkan kekurangan air. Menurut Nusa (1991) sistem irigasi dapat diartikan sebagai satu kesatuan yang tersusun dari berbagai komponen, menyangkut upaya penyediaan, pembagian, pengelolaan dan pengaturan air dalam rangka meningkatkan produksi pertanian. Beberapa komponen dalam sistem irigasi diantaranya adalah : a) siklus hidrologi (iklim, air atmosferik, air permukaan, air bawah pemukaan) b) kondisi fisik dan kimiawi (topografi, infrastruktur, sifat fisik dan kimiawi lahan) c) kondisi biologis tanaman d) aktivitas manusia (teknologi, sosial, budaya, ekonomi). Kehilangan air irigasi pada tanaman padi berhubungan dengan : (a) kehilangan air di saluran primer, sekunder dan tersier melalui rembesan, evaporasi, pengambilan air tanpa ijin dan lain-lain, (b) kehilangan akibat pengoperasian termasuk pemberian air yang berlebihan (Bos 1978). Efisiensi irigasi adalah angka perbandingan dari jumlah air irigasi nyata (distribusi dan aplikasi) yang terpakai untuk kebutuhan pertumbuhan tanaman dengan jumlah air yang keluar dari pintu pengambilan (intake). Efisiensi irigasi
8
merupakan faktor penentu utama dari unjuk kerja suatu sistem jaringan irigasi. Efisiensi irigasi terdiri atas efisiensi pengaliran yang pada umumnya terjadi di jaringan utama dan efisiensi di jaringan sekunder yaitu dari bangunan pembagi sampai petak sawah. Efisiensi irigasi didasarkan asumsi sebagian dari jumlah air yang diambil akan hilang baik di saluran maupun di petak sawah. Kehilangan air yang diperhitungkan untuk operasi irigasi meliputi kehilangan air di tingkat tersier, sekunder dan primer. Besarnya masing-masing kehilangan air tersebut dipengaruhi oleh panjang saluran, luas permukaan saluran, keliling basah saluran dan kedudukan air tanah (PU 1986). Untuk peningkatan efisiensi irigasi dibutuhkan perbaikan sistem pengelolaan irigasi dalam semua level bukan hanya ditingkat akuisisi, distribusi maupun drainase tetapi juga tingkat usahatani. Kesemuanya itu membutuhkan perbaikan secara simultan dalam aspek teknis di bidang irigasi maupun usahatani, peningkatan kapasitas pembiayaan dan penyempurnaan sistem kelembagaan dalam pengelolaan irigasi (Sumaryanto 2007). Prasarana Off Farm Selama ini keberpihakan pada kegiatan penanganan pascapanen (pengolahan) gabah/beras masih tertinggal apabila dibandingkan dengan kegiatan pra panen atau budidaya. Oleh karena itu, diharapkan adanya suatu kebijakan nasional yang ditetapkan untuk meningkatkan partisipasi dari semua pihak (stakeholder) guna menangani masalah
pascapanen
(pengolahan)
gabah/beras
secara
menyeluruh
dan
berkesinambungan. Kegiatan penanganan pascapanen di Indonesia mulai diwujudkan sejak peringatan Hari Pangan Sedunia, tanggal 16 Oktober 1982, dimana Menteri Pertanian mencanangkan Gerakan Penyelamatan Produksi Pangan melalui usaha-usaha perbaikan penanganan pascapanen dan pengolahan di tingkat
petani
pedesaan.
Gerakan
tersebut
selanjutnya
diikuti
dengan
diterbitkannya beberapa kebijakan pemerintah, baik dalam bentuk Keppres No. 47 tahun 1986 maupun berupa peraturan-peraturan penyediaan sarana dan prasarana pascapanen terrnasuk pendidikan dan pelatihan serta koordinasi antar instansi terkait. Kekuatan hukum yang lain dalam penanganan pascapanen tertuang pada Undang-Undang No. 12 Tahun 1992 tentang "Sistem Budidaya Tanaman". Dalam Undang-Undang tersebut dikemukakan tujuan panen dan pascapanen yang
9
mencakup (a) menekan tingkat kehilangan dan atau kerusakan, (6) meningkatkan mutu, (c) memperpanjang daya simpan, (d) meningkatkan daya guna, dan (e) nilai tambah serta daya saing (Damardjati 2006). Terkait dengan kegiatan pascapanen upaya diarahkan terutama dalam upaya peningkatan nilai tambah melalui penerapan teknologi yang tepat untuk mengurangi susut pascapanen, peningkatan mutu, dan peningkatan efisiensi pengolahan. Hal ini akan berdampak pada peningkatan produksi dan harga jual yang berimplikasi pada peningkatan kehidupan sosial dan ekonomi petani dan masyarakat umumnya. Disini juga diperlukan kebijakan pemerintah agar nilai tambah dalam pascapanen ini dapat dinikmati oleh petani. Hasil samping penggilingan padi selama ini belum mendapatkan perhatian yang memadai, padahal pemanfaatan hasil samping pengolahan padi dan beras dapat memberikan keuntungan ekonomis dan ekologis. Menir dapat diolah menjadi tepung beras sedangkan dedak dapat diolah menjadi minyak dedak. Sekam dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi panas, bahan campuran di industri batu bata, pakan ternak atau biogas (Purwadaria 2004). Rice Processing complex (RPC) adalah suatu kawasan sistem pengolahan padi yang terdiri dari sub sistem pengeringan, sub sistem penyimpanan, sub sistem penggilingan dan sub sistem pengemasan yang terintegrasi dalam satu lini proses
menggunakan
mesin
modern.
Konsep
RPC
sebenarnya
adalah
penyempurnaan dari sistem rice milling yang dilengkapi dengan sistem pengeringan,
penyimpanan
dan
pengemasan.
Konsep
ini
sebetulnya
dikembangkan dalam rangka mengontrol seluruh alur proses pengolahan padi dalam suatu sistem terintegrasi, sehingga mutu produk dapat terjaga keseragamannya serta secara nyata mengurangi susut bobot. Penggunaan sistem RPC ini secara umum diproyeksikan untuk dapat meningkatkan daya saing beras yang dihasilkan melalui mutu dan harga. Hal tersebut dapat dicapai karena RPC dapat memperbaiki efisiensi pengolahan padi melalui : a)
Perbaikan mutu beras Dengan mengontrol bahan baku yang masuk dan pengontrolan secara ketat selama proses pengolahan maka akan dapat diproduksi beras dengan mutu prima. Tentu ini masih tergantung dari kualitas bahan baku padi yang diolah,
10
sehingga penerapan RPC juga harus diikuti oleh perbaikan sistem budidaya dan pemilihan varietas padi yang baik. b) Peningkatan rendemen pengolahan Dengan sistem pengolahan menggunakan mesin modern, maka semua bagian/sub sistem dapat dikontrol dengan baik sehingga dapat mengurangi susut secara signifikan. c)
Peningkatan pendapatan petani Terbentuknya imej konsumen terhadap produk dengan kualitas yang lebih baik akan meningkatkan harga beras, yang pada gilirannya akan dapat meningkatkan pendapatan petani. Pada penerapan RPC ini petani dapat menjual gabahnya dalam bentuk gabah kering panen sehingga resiko penurunan mutu gabah akibat keterlambatan pengeringan tidak dialami oleh petani. Manfaat sampingan penggunaan RPC adalah memperbaiki produksi dan
distribusi pascapanen, pengembangan beras mutu tinggi karena diproduksi dengan menggunakan mesin pengolahan kontinu dari panen hingga penggilingan dan pengemasan, pengembangan beras lokal dengan mutu yang baik melalui local brand, melalui teknologi benih superior, pertanian organik dan pengolahan lahan secara terpadu, pengembangan sistem Contract Farming untuk menjamin pemasaran bagi petani dengan jaminan harga dan jumlah pesanan dan meningkatkan sistem distribusi melalui jaminan mutu oleh pengusaha RPC, kepuasan pelanggan karena memproduksi berbagai variasi beras dan kemasan yang menarik, pengembangan Brand image dan transaksi langsung antara RPC dan konsumen (Pemerintah kabupaten Sukabumi 2005). Pemodelan Sistem Dinamik Model didefinisikan sebagai suatu perwakilan atau abstraksi dari sebuah obyek atau situasi aktual. Model memperlihatkan hubungan-hubungan langsung maupun tidak langsung serta kaitan timbal balik dalam istilah sebab akibat. Oleh karena suatu model adalah abstraksi dari realitas, pada wujudnya kurang kompleks daripada realitas itu sendiri (Handoko 1994).
11
Menurut Syarifuddin (2001) cit Asyiawati (2002) kegunaan model antara lain adalah sebagai berikut: a) Untuk menentukan atau menggambarkan sesuatu, misalnya sistem informasi manajemen. b) Untuk membantu dalam usaha menganalisis atau mengkaji sistem c) Untuk
menentukan,
menjelaskan
dan
menggambarkan
hubungan-
hubungan serta kegiatan-kegiatan (proses) d) Untuk menampakkan situasi atau keadaan melalui perlambang atau simbol-simbol yang bisa dimanipulasikan untuk menghasilkan suatu prediksi atau ramalan. Model simulasi dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu : a) Model simulasi statis dan dinamis Model simulasi statis merepresentasikan sistem pada satu titik waktu atau pada kondisi dimana waktu tidak memiliki pengaruh. Sedangkan model simulasi dinamis merepresentasikan sistem seiring dengan perubahan waktu. b) Model simulasi deterministik dan stokastik Jika suatu model simulasi tidak mengandung komponen probabilitas (misalnya random) maka model simulasi tersebut disebut model simulasi deterministik. Pada model simulasi deterministik output didapat bila besaran input dan hubungan-hubungan dalam model telah ditentukan sebelumnya. Sementara beberapa sistem harus dimodelkan dengan menggunakan input random, model simulasi pada kondisi demikian disebut stokastik. c) Model simulasi diskrit dan kontinu Jika perubahan status sistem hanya pada saat-saat tertentu maka model simulasi tersebut disebut diskrit. Sedangkan bila perubahan status sistem terus menerus sepanjang waktu disebut model simulasi kontinu. Permodelan mencakup suatu pemilihan dari karakteristik dari perwakilan abstrak yang paling tepat pada situasi yang terjadi. Pada umumnya, model matematis dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian. Suatu model adalah bisa statik atau dinamik. Model statik memberikan informasi tentang peubah-peubah
12
model hanya pada titik tunggal dari waktu. Model dinamik mampu menelusuri jalur waktu dari peubah - peubah model. Model dinamik lebih sulit dan mahal pembuatannya, namun memberikan kekuatan yang lebih tinggi pada analisis dunia nyata (Handoko 1994). Suatu sistem didefinisikan sebagai himpunan atau kombinasi dari bagianbagian yang membentuk sebuah kesatuan yang kompleks. Namun tidak semua kumpulan dan gugus bagian dapat disebut suatu sistem kalau tidak memenuhi syarat adanya kesatuan (unity), hubungan fungsional, dan tujuan yang berguna. Suatu kawasan dengan berbagai sumber daya dan aktivitas di dalamnya merupakan suatu sistem yang kompleks (Eriyatno 2003). Dari beberapa batasan mengenai pengertian sistem, dapat disimpulkan bahwa sistem adalah seperangkat obyek yangt membentuk susunan tertentu dan menunjukkan sifat saling berhubungan, baik antara objek yang satu dengan yang lainnya
ataupun
antara bagian-bagian
dari
masing-masing
objek
yang
bersangkutan. Secara lebih sederhana dapat diungkapkan bahwa sistem adalah seperangkat objek yang merupakan kumpulan dari sub sistem-sub sistem yang saling berimbaldaya. Di dalam sub sistem terdapat banyak sub-sub sistem, dan di dalam sub-sub sistem terdapat pula sejumlah sub-sub sistem dan seterusnya (Sabari 1991). Secara umum ciri-ciri sistem adalah sebagai berikut (Awad 1979 cit Budihardjo 1995): a. Pada hakekatnya sistem itu bersifat terbuka, selalu berinteraksi dengan lingkungannya. b. Setiap sistem terdiri dari dua atau lebih sub sistem, dan setiap sub sistem terbentuk dari beberapa sub sistem yang lebih kecil. c. Antar sub sistem terjalin saling ketergantungan, dalam arti bahwa satu subsistem membutuhkan masukan (input) dari sub sistem lain dan keluaran (output) dari sub sistem tersebut diperlukan sebagai masukan bagi sub sistem yang lain lagi. d. Setiap sistem memiliki kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya melalui mekanisme umpan balik (feed back).
13
e. Setiap sistem mempunyai keandalan dalam mengatur diri sendiri (selft regulation) terutama dalam kaitannya dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam lingkungan sistem. f. Setiap sistem mempunyai tujuan dan sarana tertentu yang ingin dicapai. Eriyatno (2003) menyatakan bahwa untuk menyelesaikan permasalahan yang kompleks dengan pendekatan sistem melalui beberapa tahapan, yaitu: (1) analisis kebutuhan, bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan dari semua pelaku dalam sistem, (2) fomulasi permasalahan, yang merupakan kombinasi dari semua permasalahan yang ada dalam sistem, (3) identifikasi sistem, bertujuan untuk menentukan variabel-variabel sistem dalam rangka memenuhi kebutuhan semua pelaku dalam sistem, (4) pemodelan abstrak, pada tahap ini mencakup suatu proses interaktif antara analisis sistem dengan pembuat keputusan, yang menggunakan model untuk mengeksplorasi dampak dari berbagai alternatif dan variabel keputusan terhadap berbagai kriteria sistem, (5) implementasi, tujuan utamanya adalah untuk memberikan wujud fisik dari sistem yang diinginkan, dan (6) operasi, pada tahap ini akan dilakukan validasi sistem. Pada tahap ini terjadi modifikasi-modifikasi tambahan karena cepatnya perubahan lingkungan dimana sistem tersebut berfungsi. Menurut Forrester (1961) fokus utama dari metodologi sistem dinamik adalah pemahaman atas sistem sehingga langkah pemecahan masalah memberikan umpan balik pada sistem. Enam tahap pemecahan masalah dengan metodologi sistem dinamik adalah identifikasi dan definisi masalah, konseptualisasi sistem, fomulasi model, simulasi dan validasi model, analisis kebijakan dan implementasi. Menurut Pramudya (1989), pendekatan sistem dilakukan dengan tahapan kerja yang sistematis yang dimulai dari analisis kebutuhan hingga tahap evaluasi, seperti disajikan pada Gambar 2.
14
Mulai
A
Analisis Kebutuhan
Pemodelan Sistem
Formulasi Permasalahan
Validasi Model
Tidak
Identifikasi Sistem · Diagram Lingkar Sebab Akibat · Diagram Input-Output · Diagram Alir
Layak Ya Implementasi
A Evaluasi
Gambar 2 Tahapan kerja dalam pendekatan sistem Pengujian terhadap model sistem dinamik secara umum dapat dibagi menjadi tiga kategori (Forrester 1961). : 1) Validasi struktur, yaitu pengujian relasi antar variabel yang ada di dalam model dan disesuaikan dengan keadaan pada sistem yang sebenarnya. 2) Validasi perilaku, yaitu pengujian terhadap kecukupan struktur model dengan melakukan penilaian terhadap perilaku yang dihasilkan model. 3) Validasi implikasi kebijakan, yaitu pengujian terhadap perilaku model terhadap berbagai rekomendasi kebijakan. STELLA STELLA (System Thinking Educational Learning Laboratory with Animation) adalah sebuah program komputer simulasi yang dibangun dalam suatu kerangka kerja (framework) dan mudah dipahami dalam penggunaan untuk pengamatan interaksi kuantitatif dari setiap variabel dalam suatu sistem. Program dapat digunakan untuk menjelaskan dan menganalisa sistem yang kompleks dari suatu ilmu fisika, kimia, biologi dan sosial (Martin 1997). Program STELLA merupakan perangkat lunak untuk pemodelan berbasis flow chart. STELLA termasuk bahasa pemrograman interpreter dengan
15
pendekatan lingkungan multi-level hierarkis, baik untuk menyusun model maupun berinteraksi dengan model. Alat penyusun model yang tersedia dalam STELLA adalah: 1. Stocks, yang merupakan hasil suatu akumulasi, fungsinya untuk menyimpan informasi berupa nilai suatu parameter yang masuk ke dalamnya 2. Flows, berfungsi seperti aliran, yaitu menambah dan mengurangi stock, arah anak panah menunjukkan arah aliran tersebut, aliran bisa satu arah maupun dua arah 3. Converters, berfungsi luas yaitu dapat digunakan untuk menyimpan konstanta, input bagi suatu persamaan, melakukan kalkulasi dari berbagai input lainnya atau menyimpan data dalam bentuk grafis (tabulasi x dan y), secara umum fungsinya adalah untuk mengubah suatu input menjadi output 4. Connectors, berfungsi menghubungkan elemen-elemen dari suatu model. Dengan alat penyusun model seperti di atas, program STELLA akan mampu menjalankan model dinamis dalam optimasi pengembangan ruang suatu unit kawasan yang telah diskenariokan dengan input, nilai parameter, keterkaitan parameter antar aspek, dan output yang telah ditetapkan (Handoko 1994). Validasi dan Analisis Sensitivitas Model Pengetahuan ilmiah yang bersifat obyektif harus taat fakta. Validitas atau keabsahan adalah salah satu kriteria penilaian keobyektifan dari suatu pekerjaan ilmiah. Dalam pekerjaan pemodelan obyektif itu ditunjukkan dengan sejauh mana model dapat menirukan fakta. Teknik validasi yang utama dalam metode berfikir sistem adalah validasi struktur model, yaitu sejauhmana keserupaan struktur model mendekati struktur nyata. Sebagai model struktural yang berorientasi proses, keserupaan struktur model dengan struktur nyata ditunjukkan dengan sejauhmana interaksi variabel model dapat menirukan interaksi sistem nyata. Sedangkan validasi kinerja adalah aspek pelengkap dalam metode berfikir sistem. Tujuannya untuk memperoleh keyakinan sejauh mana “kinerja” model (compatible) dengan “kinerja” sisem nyata sehingga memenuhi syarat sebagai
16
model ilmiah yang taat fakta. Caranya adalah memvalidasi kinerja model dengan data empiris untuk sejauh mana perilaku “output” model sesuai dengan perilaku data empirik (Muhammadi et al 2001). Sensitivitas model adalah respon model terhadap stimulus. Respon ditunjukkan dengan perubahan perilaku dan/atau kinerja model. Stimulus diberikan dengan memberikan perlakukan tertentu pada unsur atau struktur model. Perlakukan tersebut disebut uji sensitivitas. Uji sensitivitas bertujuan untuk menjelaskan sensitivitas parameter, variabel dan hubungan antar variabel dalam model. Hasil uji analisis sensitivitas ini dalam bentuk perubahan perilaku dan/atau kinerja model digunakan untuk menganalisis efek intervensi terhadap model. Perlakukan/intervensi
terhadap
model,
sebagai
sebuah
tindakan
adalah
berdasarkan kondisi yang mungkin terjadi dalam dunia nyata maupun berdasarkan pilihan kebijakan yang mungkin dilakukan. Denga kata lain tindakan tersebut bersifat layak. Ringkasnya uji sensitivitas adalah intervensi parameter input model dan/atau struktur model untuk melihat seberapa jauh kepekaannya terhadap perubahan output model (Muhammadi et al 2001). Analisis dan Perumusan Kebijakan Analisis kebijakan mengandung dua kata yaitu analisis dan kebijakan. Analisis adalah suatu pekerjaan intelektual untuk memperoleh pengertian dan pemahaman, sedangkan kebijakan adalah suatu upaya atau tindakan untuk mempengaruhi sistem mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam analisis pekerjaan intelektual tersebut adalah proses memilah dan mengelompokkan obyek ke dalam bagian yang lebih rinci sehingga diperoleh pengetahuan tentang ciri dan cara kerja dari obyek tersebut. Bedakan dengan sintesis sebagai pekerjaan intelektual yang menggabungkan dan menyatukan bagian rinci ke dalam bentuk yang lebih umum sehingga diperoleh pengetahuan tentang esensi dan keseluruhan bagian tersebut. Di lain pihak, dalam kebijakan upaya atau tindakan tersebut bersifat peka untuk mempengaruhi
kerja
sebuah
sistem.
Oleh
karena
sasarannya
adalah
mempengaruhi sistem, maka tindakan tersebut bersifat strategis, yaitu yang bersifat jangka panjang dan menyeluruh. Bedakan dengan program sebagai upaya atau tindakan yang bersifat peka untuk mempengaruhi kerja unsur tertentu dari
17
sebuah sistem. Oleh karena sasarannya adalah mempengaruhi unsur tertentu dari sistem, maka tindakan tersebut bersifat taktis, bahkan rutin yang umumnya bersifat jangka pendek dan terbatas (Muhammadi et al 2001). Quandun cit Dunn (2000) menyebutkan bahwa analisis kebijakan adalah setiap jenis analisis yang menghasilkan dan menyajikan informasi sehingga dapat menjadi dasar bagi pengambil kebijakan dalam menguji pendapat mereka. Kata “analisa” digunakan dalam pengertian yang paling umum yang secara tidak langsung menunjukkan penggunaan intuisi dan pertimbangan yang mencakup tidak hanya pengujian kebijakan dalam pemecahan terhadap komponenkomponen tapi juga merencanakan dan mencari sintesa atas alternatif-alternatif baru. Aktivitas ini meliputi sejak penelitian untuk memberi wawasan terhadap masalah atau issue yang mendahului atau mengevaluasi program yang sudah selesai. Salah satu aspek penting dalam proses analisis kebijakan dengan metode sistem dinamis adalah simulasi model. Ada dua tahap untuk analisis kebijakan, yaitu : 1) pengembangan kebijakan alternatif, dan 2) analisis kebijakan alternatif. Pengembangan kebijakan alternatif adalah suatu proses berfikir kreatif, yaitu menciptakan ide-ide baru tentang tindakan yang diperluakan dalam rangka mempengaruhi sistem mencapai tujuan. Sedangkan analisis kebijakan alternatif, seperti yang telah dijelaskan analisis kebijakan pada dasarnya adalah menemukan langkah strategis untuk mempengaruhi sistem. Dalam rangka mempengaruhi sistem tersebut ada dua pilihan, yaitu sistemnya tetap atau berubah. Jika sistemnya tetap, maka analisis terhadap langkah-langkah yang diambil menghasilkan alternatif langkah yang mempengaruhi fungsi dari unsur sistem atau disebut sebagai kebijakan fungsional. Sebaliknya apabila sistemnya diubah, maka analisis terhadap langkah-langkah yang diambil menghasilkan alternatif langkah yang menciptakan variasi struktur sistem yang berbeda dengan sistem semula atau disebut kebijakan perubahan struktural. Pada umumnya pemilihan langkah ini dikaitkan dengan prakiraan kecendrungan lingkungan sistem ke depan (Muhammadi et al 2001).
18
METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu Lokasi pelaksanaan penelitian adalah di Kelurahan Situ Gede Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor Jawa Barat dan Daerah Irigasi Cihea yang mencakup tiga kecamatan yaitu Kecamatan Ciranjang, Kecamatan Bojong Picung dan Kecamatan Haur Wangi yang terletak di Kabupaten Cianjur Jawa Barat. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Peta lokasi penelitian
Penelitian ini dimulai dengan survei awal yang dilaksanakan pada bulan September – Oktober 2010. Kemudian pengambilan data primer, pengumpulan data sekunder serta pengolahan data pada bulan November 2010 – Maret 2011.
Alat Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah : a. STELLA (Kato T, 81047799147) b. Program komputer
19
c. Kuesioner yang akan digunakan untuk pengambilan data primer tentang kebutuhan masyarakat mengenai prasarana usahatani. Pengumpulan Data Pada tahap awal dilakukan survei ke lokasi penelitian untuk mengetahui kondisi lahan yang akan digunakan. Jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara Focus Group Discussion (FGD) dan wawancara dengan petani menggunakan kuesioner. FGD dan wawancara dilakukan kepada petani yang memiliki lahan di petak tersier hulu, tengah dan hilir. Responden dari masingmasing petak tersier minimal sebanyak 6 orang. Data sekunder didapatkan melalui dokumen ilmiah dari instansi pemerintah. Rincian data yang dibutuhkan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Data yang diperlukan dalam penelitian No Data 1. Data Primer : a. Kebutuhan prasarana saluran irigasi pipa b. Kebutuhan prasarana jalan usahatani 2 Data Sekunder : a. Luas lahan produktif b. Jumlah petani c. Efisiensi irigasi d. Indeks pertanaman e. Produksi lahan f. Produktivitas lahan g. Harga jual padi h. Harga jual beras i. Harga jual kerupuk menir j. Biaya usahatani k. Biaya pembangunan prasarana
Satuan % % ha KK % Ton/ha/Tahun Ton/Tahun Rp Rp Rp Rp Rp
20
Model Dinamik Langkah-langkah pendekatan sistematis dalam pemodelan simulasi dapat dilihat pada Gambar 4.
Kuesioner
Mulai
A
Analisis Kebutuhan
Validasi Model
Data Sekunder dan Observasi Lapangan
Ya Formulasi Permasalahan Sistem
Diagram Sebab Akibat dan Black Box
STELLA
Tidak
Analisis Sensitivitas
Identifikasi Sistem
Simulasi Model
Pemodelan Sistem
Selesai
A
Gambar 4 Tahapan pendekatan sistem pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi 1) Analisis kebutuhan Analisis kebutuhan pengembangan prasarana usahatani dilakukan dengan cara wawancara dengan petani (kuesioner) dan survei lapang. Hal ini dititik beratkan pada kebutuhan prasarana on farm yaitu saluran irigasi pipa dan jalan usahatani sedangkan prasarana off farm yaitu RPC dan prasarana industri pangan. 2) Formulasi permasalahan sistem Tahap formulasi permasalahan merupakan perumusan permasalahan ditimbulkan oleh prasarana usahatani yang tidak memadai di lahan sawah beririgasi di Situ Gede Bogor dan Cihea Cianjur. Formulasi masalah dilakukan berdasarkan hasil wawancara dan observasi. 3) Identifikasi sistem Identifikasi sistem adalah tahap menentukan variabel-variabel yang tercakup di dalam sistem dan mempengaruhi kinerja sistem tersebut. Variabel-variabel tersebut ditentukan berdasarkan analisis kebutuhan dan formulasi permasalahan
21
yang telah dilakukan. Setelah itu ditentukan hubungan antara variabel-variabel tersebut, hubungan antara variabel dapat bersifat positif dan bersifat negatif. Hubungan tersebut kemudian diinterpretasikan dalam bentuk diagram sebab akibat. Identifikasi sistem juga mencakup penentuan variabel input dan variabel output yang terdapat dalam model yang akan dibangun. Variabel input terbagi tiga yaitu input lingkungan, input terkendali dan input tak terkendali. Input lingkungan merupakan variabel dari luar sistem namun mempengaruhi kenerja sistem tersebut, input terkendali adalah variabel yang terdapat di dalam sistem yang nilainya dapat dikendalikan agar hasil kerja sistem baik sedangkan input yang tak terkendali adalah variabel yang nilainya mempengaruhi kinerja sistem namun nilainya tidak dapat dikendalikan. Variabel output terbagi dua yaitu output dikehendaki dan output tak dikehendaki. Output dikehendaki adalah variabel output yang nilainya sesuai dengan tujuan sistem sedangkan output tak dikehendaki adalah nilai variabel output yang tidak sesuai denga tujuan sistem. Dari nilai pada parameter input yang ditentukan maka diharapkan output yang dihasilkan adalah output yang dikendaki, jika output yang dihasilkan adalah output yang tak dikehendaki maka perlu dilakukan manajemen pada input terkendali. Hal ini bertujuan agar output yang dihasilkan adalah output yang dikehendaki. Hubungan antara input dan output tersebut disajikan dalam diagram input-output (black box). 4) Pemodelan sistem Variabel-variabel yang terlibat di dalam sistem digabungkan dalam bentuk bagan alir sebagai persiapan melakukan simulasi. Variabel-variabel tersebut dapat dibagi kedalam beberapa sub model. Model dinamik ini akan dibangun menggunakan STELLA. 5) Validasi model Model yang telah dibangun akan diuji keakuratannya dengan menggunakan data-data yang didapatkan dari Daerah Irigasi Cihea Cianjur. Validasi dilakukan dua tahap yaitu validasi struktur model dan validasi perilaku model. Validasi struktur model dilakukan untuk melihat interaksi antara variabel. Validasi ini dilakukan pada beberapa variabel model yang dianggap dapat mewakili kerja
22
sistem. Validasi perilaku model dilakukan untuk mengetahui kinerja model dalam merepresentasikan sistem nyata. Validasi dilakukan dengan menggunakan uji t dua arah (two tail) pada taraf nyata 5 %. Jika hasilnya melebihi 5 % maka dilakukan pengecekan ulang terhadap identifikasi variabel sistem. 6) Analisis sensitivitas model Sensitivitas model adalah respon model terhadap suatu stimulus. Respon ditunjukkan dengan perubahan prilaku/atau kinerja model. Stimulus diberikan dengan memberikan perlakuan tetentu pada unsur atau struktur model. Uji sensitivitas bertujuan untuk menjelaskan sensitivitas parameter, variabel dan hubungan antar variabel dalam model. Hasil uji sensitivitas ini dalam bentuk perubahan perilaku atau kinerja model digunakan untuk menganalisis efek intervensi terhadap model. Pada model pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi, sensitivitas analisis dilakukan untuk existing condition dan untuk lahan yang terdapat pembangunan prasarana yang memadai. 7) Simulasi model Model ini diaplikasikan dengan menggunakan data daerah irigasi Cihea Cianjur. Simulasi dilakukan untuk kondisi terkini dan simulasi untuk pembangunan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi. Tolok ukur desain pengembangan prasarana usahatani yang optimal adalah persentase keuntungan petani yang dapat memenuhi kebutuhan hidup layak dan Gross B/C >1 sebagai indikator kelayakan pembangunan prasarana usahatani bedasarkan analisis kebutuhan yang telah dilakukan. Analisis Kebijakan Berdasarkan Skenario Analisis kebijakan dilakukan dengan beberapa skenario yang diambil berdasarkan analisis sensitivitas yang telah dilakukan. Skenario tersebut dibuat untuk mempengaruhi kerja sistem dalam mencapai tujuan. Dalam skenario tersebut terdapat kebijakan-kebijakan agar pembangunan prasarana usahatani tingkat tersier dapat terlaksana dan memberikan keuntungan kepada petani. Dalam penyusunan skenario terdapat beberapa asumsi yaitu pembangunan prasarana dilakukan secara bertahap, setiap petani memiliki luas lahan yang sama dan nilai inflasi sama tiap tahunnya.
23
Desain yang direkomendasikan adalah desain optimum yang dapat dihasilkan oleh model pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi berdasarkan analisis kebutuhan prasarana yang telah dilakukan di Daerah Irigasi Cihea Cianjur dan Situ Gede Bogor. Desain optimum ini didapatkan berdasarkan hasil simulasi dengan menggunakan nilai parameter input Daerah Irigasi Cihea Cianjur. Output yang diharapkan adalah dapat diketahui berapa luas lahan rata-rata dan luas daerah irigasi minimal yang harus dimiliki petani Cihea Cianjur khususnya dan petani Indonesia pada umumnya. Setelah desain optimum didapatkan, maka hasil tersebut akan divisualisasikan dengan gambar layout pengembangan prasarana usahatani yang dibutuhkan dan diaplikasikan dilahan sawah Situ Gede Bogor.
24
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Kebutuhan Analisis kebutuhan dalam membangun model pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi dilakukan melalui survei dan Focus Group Discussion (FGD).
FGD merupakan cara yang efektif dalam
melakukan pendekatan kepada petani. FGD dilakukan tidak hanya bertujuan untuk mengidentifikasi prasarana usahatani yang dibutuhkan, tetapi juga dapat mengetahui permasalahan yang dihadapi petani secara langsung dan memberikan pemahaman kepada petani bahwa pengembangan prasarana usahatani dapat dijadikan salah satu solusi dalam pemecahan masalah rendahnya kesejahteraan petani. Kegiatan FGD dilakukan di dua tempat yaitu di Cihea Cianjur dan Situ Gede Bogor. Cihea Cianjur dipilih sebagai tempat penelitian karena Cihea Cianjur merupakan sentra produksi pangan Indonesia dengan pelaksanaan kegiatan usahatani yang telah terorganisir, sehingga memudahkan dalam pengambilan data-data yang dibutuhkan. Pemilihan Situ Gede untuk daerah pengembangan model karena kawasan pertanian Situ Gede belum memiliki prasarana usahatani yang memadai. Kegiatan FGD di Cihea Cianjur diikuti oleh dua kelompok tani yaitu Kelompok Tani Mekar Sari dan Kelompok Tani Sauyunan. FGD dilakukan dengan cara wawancara menggunakan kuesioner, untuk kelengkapan informasi setiap kelompok tani terdiri dari 18 orang dari blok tersier hulu, tengah dan hilir. Petani di Kelompok Tani Mekar Sari memiliki luas lahan rata-rata di bagian hulu 2683,3 m2, bagian tengah 6775 m2 dan bagian hilir 2895,2 m2. Petani di Kelompok Tani Sauyunan memiliki luas lahan rata-rata di bagian hulu 11294,5 m2, bagian tengah 5589 m2 dan bagian hilir 4957,1 m2. Nama petani, luas petakan sawah dan blok tersier dapat dilihat pada Lampiran 1. Kegiatan FGD di Situ Gede diikuti oleh 1 kelompok tani yaitu Kelompok Tani Harapan Mekar. FGD juga dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang sama dengan FGD yang dilakukan di Cihea Cianjur. FGD diikuti oleh 17 orang
25
petani dari blok tersier bagian tengah. Petani memiliki luas lahan rata-rata 3435,3 m2. Daftar nama petani dan luas lahan dapat dilhat pada Lampiran 2. FGD diawali dengan presentasi mengenai pengembangan prasarana usahatani. Presentasi ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada petani mengenai tujuan dan manfaat pengembangan prasarana usahatani. Setelah itu dilakukan tanya jawab dengan petani dengan kuesioner yang telah disediakan. Diskusi difokuskan kepada pengembangan prasarana jalan usahatani, irigasi pipa, dan prasarana off farm. Hal ini akan menjadi parameter utama dalam model pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi. a. Usahatani Petani di Cihea Cianjur adalah petani dengan usahatani padi dan palawija. Intensitas tanam 2 kali tanam padi dan 1 kali tanam palawija dalam satu tahun. Varietas padi yang digunakan adalah Ciherang, Mekongga dan IR 64. Produksi rata-rata 5,6 ton per hektar dengan biaya produksi Rp 3.000.000 per hektar. Palawija yang dibudidayakan adalah kedelai. Varietas yang digunakan adalah Argo Mulyo, Anjasmoro, MS Dapros, Burangrang dan Raja Basa. Rata-rata produksi 1,5 ton/hektar. Data produksi lahan sawah Cihea Cianjur dapat dilihat pada Lampiran 3. Petani di Situ Gede merupakan petani dengan usahatani padi. Intensitas tanam petani adalah 2 kali setahun. Rata-rata produksi padi 4,2 ton/hektar. Varietas padi yang digunakan adalah Santana, Metik Wangi dan Ciherang. Data produksi lahan sawah Situ Gede dapat dilihat pada Lampiran 4. b. Kebutuhan Prasarana Lahan Pada umumnya petani di Cihea Cianjur maupun di Situ Gede Bogor membutuhkan prasarana jalan usahatani. Dari survei dan FGD yang telah dilakukan di Cihea Cianjur, jalan usahatani sangat dibutuhkan karena beberapa alasan 76% petani berpendapat bahwa jalan usahatani dapat mengurangi ongkos pengangkutan pupuk ke tengah lahan sebesar Rp 10.000 – Rp 30.000 untuk sekali tanam, 76 % petani berpendapat jalan usahatani
mengurangi ongkos angkut
panen sebesar 10 % dari jumlah panen atau sebesar Rp 25.000 – Rp 30.000/ kuintal hasil panen, 60 % petani berpendapat jalan usahatani dapat mempemudah jalan traktor dan 47,8 % petani berpendapat bahwa jalan usahatani dapat
26
mempemudah perawatan dan pengamatan hama dan penyakit tanaman. Namun terdapat 23,9 % petani tidak membutuhkan jalan usahatani karena lokasi lahan terletak di dekat jalan desa. Respon kebutuhan prasarana jalan usahatani di Cihea Cianjur selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5. Hasil survei dan FGD yang dilakukan di Situ Gede Bogor menunjukkan bahwa 100 % petani berpendapat bahwa jalan usahatani dapat mengurangi ongkos angkut pupuk dari jalan ke lahan dan mengurangi ongkos angkut panen, sebanyak 76,5 % petani berpendapat bahwa jalan usahatani dapat mempemudah jalan traktor dan 80 % petani berpendapat bahwa jalan usahatani dapat mempemudah perawatan dan pengamatan hama dan penyakit tanaman. Respon kebutuhan prasarana jalan usahatani di Situ Gede Bogor selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6. Saluran irigasi di Cihea Cianjur maupun di Situ Gede Bogor adalah saluran irigasi tanah dengan efisiensi yang relatif kecil. Di Cihea Cianjur pemeliharan saluran ini diorganisir oleh kelompok tani. Setiap petani diwajibkan membayar sebesar 50 kg padi per hektar untuk biaya pemeliharaan. Untuk meningkatkan efisiensi irigasi serta mengurangi ongkos pemeliharaan dan perawatan ini maka petani membutuhkan saluran irigasi pipa. Selain itu di atas irigasi pipa juga dapat dibuat jalan usahatani. Berdasarkan hasil survei dan FGD yang dilaksanakan di Cihea Cianjur dapat disimpulkan bahwa petani membutuhkan saluran irigasi pipa dengan beberapa alasan yaitu 76,1 % petani berpendapat bahwa saluran irigasi pipa dapat mengurangi jumlah kebutuhan air karena tidak bocor selama penyaluran, 63 % petani berpendapat bahwa saluran irigasi pipa dapat mengurangi ongkos pemeliharaan saluran seperti babat rumput dan longsoran, 26,09 % petani berpendapat bahwa saluran irigasi pipa lebih mudah biaya rehabilitasi dibandingkan saluran tanah, 72 % berpendapat bahwa saluran irigasi pipa diatasnya dapat dibuat jalan usahatani dan 54,4 % petani berpendapat bahwa saluran irigasi pipa lebih mudah perawatannya. Namun terdapat 19,6 % petani tidak membutuhkan saluran irigasi pipa karena saluran irigasi pipa perawatannya akan lebih susah karena adanya endapan lumpur dan sampah. Persentase respon
27
kebutuhan prasarana irigasi pipa di Cihea Cianjur selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7 Hasil survei dan FGD yang dilaksanakan di Situ Gede menunjukkan bahwa100 % petani berpendapat bahwa saluran irigasi pipa dapat mengurangi jumlah air karena bocor selama penyaluran, mengurangi ongkos pemeliharaan saluran seperti babat ruput dan longsoran, di atasnya dapat dibuat jalan usahatani dan lebih mudah perawatannya. Sebanyak 76,6 % petani berpendapat bahwa saluran irigasi lebih mudah biaya rehabilitasinya dibandingkan saluran tanah. Respon kebutuhan prasarana irigasi pipa di Situ Gede dapat dilihat pada Lampiran 8. Selain prasarana jalan usahatani dan irigasi pipa, petani juga menginginkan penataan petak lahan agar lebih tertata dan rapi. Hal ini dapat terwujud dengan adanya campur tangan semua pihak terkait mulai dari petani hingga pemerintah. Pada umumnya petani di Cihea Cianjur dan Situ Gede Bogor merupakan petani penggarap. Di Cihea Cianjur 65,2 % petani berpendapat bahwa penataan bentuk petak lahan perlu dilakukan agar lebih tertata dan rapi, 60,9 % petani berpendapat lebar petakan tidak perlu sama dan perlu dilaksanakan di masa datang, 2,2 % petani berpendapat penataan petak lahan dimusyawarahkan oleh petani sendiri, 56,5 % penataan petak lahan difasilitasi pemerintah, 17,4 % petani berpendapat bahwa penataan petak lahan dikerjakan oleh petani dan 41,3 % petani berpendapat bahwa penataan petak lahan ifasilitasi pemerintah. Namun 34,8 % petani tidak setuju bdengan penataan petak lahan karena berbeda kepemilikan lahan dan pengelolaannya lebih susah. Persentase respon kebutuhan penataan bentuk petak lahan di Cihea Cianjur dapat dilihat pada Lampiran 9. Hasil survei dan FGD Situ Gede menunjukkan bahwa100% petani setuju dengan penataan petak lahan agar lebih tertata dan rapi, 17,7 % petani berpendapat perlu lebar petakan yang sama, 70,6 % petani berpendapat lebar petakan tidak perlu sama, 23,5 % petani berpendapat penataan petak lahan perlu saat ini, 76,5 % petani berpendapat penataan petak lahan perlu di masa datang, 23,5 % petani berpendapat penataan petak lahan dimusyawarahkan oleh petani, 76,5 % penataan petak lahan difasilitasi pemerintah, 11,8 % petani berpendapat bahwa penataan petak lahan dikerjakan oleh petani dan 88,2 % petani berpendapat
28
bahwa penatan petak lahan difasilitasi oleh pemerintah. Respon kebutuhan penataan bentuk petak lahan di Cihea Cianjur selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 9 dan Lampiran 10. Formulasi Permasalahan Sistem Permasalahan dalam sistem merupakan kondisi tidak terpenuhinya kebutuhan para pelaku di dalam sistem itu sendiri. Dalam keadaan nyata permasalan mengenai prasarana usahatani dapat dilihat dalam permasalahan yang terjadi di daerah irigasi Cihea Cianjur dan Situ Gede Bogor. Berdasarkan analisis kebutuhan yang telah dilakukan di dua tempat tersebut maka dapat dilakukan formulasi permasalahan yang ada di dalam sistem. Beberapa permasalahan yang terjadi di antaranya : 1) Efisiensi penyaluran saluran irigasi sebesar 77,5 % (PU, 2010) hal ini menyebabkan lahan-lahan sawah bagian hilir jarang mendapatkan air untuk memenuhi kebutuhan tanaman. 2) Dibutuhkan biaya tambahan untuk memelihara saluran irigasi sebesar 50 kg padi per petani untuk satu kali tanam. 3) Terbatasnya akses alat dan mesin pertanian seperti traktor dan mesin bajak ke lahan karena tidak adanya jalan usahatani yang memadai. 4) Dibutuhkannya ongkos angkut pupuk sebesar Rp 20.000 per 100 kg dan ongkos angkut panen sebesar 10 % dari hasil panen. 5) Kapasitas dan jumlah penggilingan beras belum dapat memenuhi kebutuhan petani, jumlah tempat penggilingan beras saat ini yaitu 103 tempat penggilingan dengan kapasitas 20800 ton/tahun, 107 tempat penggilingan dengan kapasitas 9900 ton/tahun dan 31 tempat penggilingan padi dengan kapasitas 5000 ton/tahun (Dinas Pertanian 2010) 6) Belum berkembangnya industri rumah tangga atau tidak adanya prasarana off farm yang dapat dijadikan alternatif lain dalam meningkatkan pendapatan petani seperti alat pengolahan menir menjadi makanan ringan yang memiliki nilai jual tinggi. Dari
uraian
diatas
dapat
disimpulkan
bahwa
perlu
dilaksanakan
pengembangan prasarana on farm dan off farm secara terpadu agar permasalahan
29
yang terjadi dapat teratasi. Untuk itu perlu campur tangan pemerintah dalam pendanaan dan pembangunan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi. Identifikasi Sistem Identifikasi sistem merupakan proses menentukan variabel-variabel yang terdapat di dalam sistem dan mempengaruhi kinerja sistem. Dalam model pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi terdapat beberapa variabel utama atau sub sistem yang ditentukan berdasarkan analisis kebutuhan dan perumusan permasalahan yang telah dilakukan. Beberapa variabel utama dan parameter yang mempengaruhi pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi adalah: -
Sub sistem prasarana usahatani (Sub I) a) Jaringan irigasi b) Jalan usahatani c) Target pembangunan prasarana usahatani d) Biaya pembangunan prasarana e) Efisiensi irigasi
-
Sub sistem pendanaan dan kelayakan pembangunan prasarana usahatani (Sub II) a) Pendanaan pemerintah b) Pendanaan oleh petani c) Suku bunga d) Net Present Value e) Gross B/C
-
Sub sistem produksi lahan (Sub III) a) Luas lahan b) Laju konversi lahan c) Produktivitas lahan d) Produksi padi e) Produksi beras f) Produksi kedelai g) Produksi industri pengolahan menir beras menjadi kerupuk
30
-
Sub sistem keuntungan petani (Sub IV) a) Jumlah petani b) Biaya produksi c) Keuntungan produksi padi d) Keuntungan produksi beras e) Keuntungan produksi non padi f) Keuntungan Industri pangan g) Kebutuhan hidup layak h) Iuran pemeliharaan prasarana
Setelah dilakukan identifikasi variabel yang terdapat di dalam sistem, maka ditentukan keterkaitan antara variabel tersebut. Variabel yang terdapat di dalam sistem memiliki hubungan positif maupun negatif antara satu dengan yang lain. Hal ini dapat dilihat dalam diagram sebab akibat (causal loop) pada Gambar 5.
Investasi Pemerintah
+
-
+
-
+
Biaya PembangunanPrasarana
Pendanaan oleh Petani
+
Prasarana Usahatani Off Farm dan On Farm
Konversi dan Penambahan Prasarana
Laju Konversi Lahan
+ +
Pertambahan Penduduk
-
Efisiensi Irigasi Biaya Produksi
Luas Lahan Produktif
+
-
+ Jumlah Petani
+
IP + Industri Pangan
Pendapatan Perkapita
Produktivitas Lahan
+
+ +
-
+ Penjualaan Kedelai
Keuntungan Petani +
+
+ Penjualan Padi
Penjualan Beras -
Gambar 5 Diagram sebab akibat variabel pengembangan prasarana usahatani
31
Selanjutnya diagram sebab akibat pada Gambar 5 diinterpretasikan ke dalam diagram input-output (black box). Diagram ini menggambarkan proses input menjadi output. Di dalam black box ini terdapat input yang terkendali, input tak terkendali, output yang dikehendaki, output yang tak dikehendaki dan manajemen sistem. Diagram input-output model pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi dapat dilihat pada Gambar 6.
INPUT LINGKUNGAN · Peranan pemerintah · Peranan Petani · · · · · · · · ·
INPUT TAK TERKENDALI Luas lahan produktif Jumlah penduduk Efisiensi irigasi awal IP awal Biaya pembangunan prasarana Biaya produksi Harga produk Laju Inflasi Biaya Pembangunan Prasarana
· ·
OUTPUT DIKEHENDAKI Efisiensi irigasi yang tinggi Pendapatan perkapita petani meningkat.
Model Pengembangan Prasarana Usahatani Tingkat Tersier di Lahan Sawah Beririgasi
· · · · · ·
INPUT TERKENDALI Laju pertambahan penduduk Laju konversi lahan Tahapan pembangunan prasarana Dana pembangunan prasarana dari pemerintah Porsi non padi Suku bunga
· ·
OUTPUT TAK DIKEHENDAKI Produksi lahan turun Gross B/C< 1
Manajemen pengembangan prasarana usahatani
Gambar 6 Diagram input-output model pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi.
Pemodelan Sistem
32
Model pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi memiliki empat sub model. Empat sub model tersebut yaitu sub model prasarana usahatani, sub model pendanaan dan analisis kelayakan pembangunan prasarana usahatani, sub model produksi lahan dan sub model keuntungan petani. Keempat sub model ini memiliki fomula tersendiri namun saling memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lain. Keterkaitan antara sub model dapat dilihat pada Gambar 7 dan source code dapat dilihat pada Lampiran 11.
Prasarana Usahatani
Produksi Lahan
Keuntungan Petani
Pendanaan dan Analisis Kelayakan Pembangunan Prasarana Usahatani
Gambar 7 Sector frame model pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi a) Sub model prasarana usahatani (Sub I) Sub I menggambarkan tahap pembangunan prasarana usahatani. Prasarana usahatani yang ada dalam sub model ini ditentukan berdasarkan analisis kebutuhan yang telah dilakukan. Prasarana yang dibutuhkan yaitu saluran irigasi pipa dan jalan usahatani. variabel-variabel yang terlibat dalam sub model ini adalah luas lahan produktif, konversi lahan, tahun pembangunan prasarana, sisa pembangunan jaringan irigasi, panjang irigasi per ha, target pembangunan irigasi, pengurangan jaringan irigasi, efisiensi irigasi awal, peningkatan efisiensi irigasi, efisiensi irigasi, unit biaya irigasi, pendanaan irigasi, persentase target pembangunan prasarana, panjang jalan usahatani per ha, target pembangunan jalan usahatani, pengurangan jalan usahatani, sisa pembangunan JUT, unit biaya jalan usahatani, pendanaan jalan usahatani, pembangunan prasarana, persentase pembangunan prasarana, prasarana industri pangan, Biaya pembangunan RPC,
33
target pembangunan off farm dan pendanaan prasarana off farm. Sub I terhubung dengan sub III. Sub I terhubung dengan sub III melalui variabel luas lahan produktif dan konversi lahan. Sub I dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8 Sub model prasarana usahatani b)
Sub model pendanaan dan analisis kelayakan pembangunan prasarana usahatani (Sub II). Sub model pendanaan pembangunan prasarana usahatani dan analisis
kelayakan pembangunan prasarana menggambarkan peranan pemerintah dan petani dalam pendanaan prasarana yang akan dibangun beserta analisis ekonominya. Variabel yang terdapat dalam sub model ini adalah persentase target pembangunan prasarana, target pembangunan off farm, pendanaan JUT, pendanaan irigasi, total biaya pembangunan prasarana usahatani, biaya pembangunan prasarana per tahun, pendanaan on farm, pendanaan off farm, total
34
investasi, angsuran pertahun, lama angsuran, total pendanaan pemerintah, persentase pendanaan pemerintah dan pendanaan prasarana oleh petani, total PV pendapatan, PV pendapatan, pendapatan, tahun pembangunan prasarana, suku bunga, Discount Factor, PV biaya, biaya produksi pertahun, total PV biaya, Net Present Value dan Gross B/C. Sub II terhubung dengan sub 1 melalui variabel pendanaan off farm, pendanaan untuk irigasi, pendanaan jalan usahatani dan tahun pembangunan prasarana. Variabel yang menghubungkan sub II dengan sub IV adalah variabel biaya produksi pertahun dan pendapatan. Sub II dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9 Sub model pendanaan pembangunan dan analisis kelayakan pembangunan prasarana usahatani c)
Sub model produksi lahan (Sub III) Sub model produksi lahan menggambarkan tahapan produksi lahan per
tahun. Variabel-variabel yang mempengaruhi produksi lahan pada sub model ini adalah luas lahan produktif, konversi lahan, laju konversi lahan, luas tanam padi, luas tanam non padi, hasil padi, produktivitas padi, laju produktivitas padi, peningkatan produktivitas padi, produksi padi per tahun, biaya produksi padi per
35
ha, peningkatan biaya produksi padi, laju kenaikan biaya produksi, biaya produksi padi, beras kotor, beras, produksi beras, biaya produksi beras per kg, biaya produksi beras, produksi menir, biaya produksi pangan per kg, produksi kedelai per tahun, produktivitas kedelai, kenaikan produktivitas kedelai, laju produktivitas kedelai, biaya produksi kedelai per ha, kenaikan biaya produksi kedelai, laju kenaikan biaya produksi, IP non padi, porsi non padi, IP padi, kenaikan IP, IP, IP awal, ongkos angkut pupuk, ongkos angkut panen dan penghematan ongkos angkut. Sub III berkaitan dengan sub I melalui variabel persentase peningkatan efisiensi irigasi, efisiensi irigasi awal dan presentase pembangunan prasarana sub III dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10 Sub model produksi lahan
36
d)
Sub model keuntungan petani (Sub IV) Sub model keuntungan petani menggambarkan kaitan antara parameter-
parameter yang mempengaruhi keuntungan petani. Parameter tersebut adalah pendapatan petani, total penjualan, penjualan produksi pangan, penjualan beras, penjualan padi, penjualan kedelai, harga beras, kenaikan harga beras, laju kenaikan harga beras, harga padi, peningkatan harga padi, laju peningkatan harga padi, harga kedelai, peningkatan harga kedelai, laju peningkatan harga kedelai, harga jual produk pangan per kg, keuntungan petani per tahun, persentase keuntungan petani pertahun, keuntungan perkapita petani, iuran pemeliharaan, dana pemeliharaan, angsuran pertahun, jumlah petani, laju pertambahan penduduk, pertambahan jumlah petani, Break Event Point (BEP) produksi padi, BEP harga padi dan kebutuhan hidup layak. Sub model keuntungan petani berkaitan dengan sub model prasarana usahatani, sub model pendanaan pembangunan prasarana usahatani dan sub model produksi lahan. Sub model keuntungan petani dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11 Sub model keuntungan petani
37
Sub IV berkaitan dengan sub I melalui variabel persentase pembangunan prasarana. Sub IV berkaitan dengan sub II melalui variabel pendanaan prasarana oleh petani. Selanjutnya sub IV berkaitan dengan sub III melalui variabel hasil padi, produksi beras, produksi kedelai per tahun, produksi menir, biaya produksi padi, biaya produksi beras, biaya produksi produk pangan dan biaya produksi kedelai. Validasi Model a)
Validasi struktur model Interaksi antara variabel model harus sesuai dengan sistem nyata. Beberapa
variabel yang digunakan untuk validasi struktur model yaitu luas lahan produktif, produktivitas kedelai, produktivitas padi, produksi padi dan produksi kedelai. Hubungan antara variabel-variabel yang terdapat di dalam sub-sub model dapat bersifat positif maupun bersifat negatif. Oleh sebab itu dilakukan validasi model yang telah dibangun dengan output dapat dilihat pada Gambar 12.
1: 2: 3: 4: 5:
1: Luas Lahan Pr… 2: Produktiv itas … 5550 7 5 90000 12000 1
3: Produktiv itas …
4: Produksi Padi … 5: Produksi Kedel… 5 4 3 4
1 1: 2: 3: 4: 5:
5350 7 3 80000 8000
Page 3
5150 7 2 70000 4000
5
4 3
5
2
2
3
4 3
1: 2: 3: 4: 5:
3
4 1
5
1 5
2 1
2
2 2010
2012
2014
2016
2018
2020
Y ears
Gambar 12 Hubungan beberapa variabel model pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi Dari hasil simulasi yang telah dilakukan dapat dilihat bahwa jumlah lahan produktif berkurang tiap tahunnya. Walaupun lahan berkurang, produksi padi dan produksi kedelai meningkat karena laju produktivitas padi dan laju produktivitas kedelai meningkat. Hal ini sesuai dengan keadaan nyata yang dapat dibuktikan dengan data real luas lahan produktif, produksi dan produktivitas lahan di Daerah
38
Irigasi Cihea Cianjur pada Tabel 2. Berdasarkan hasil yang didapat dari simulasi dapat disimpulkan bahwa struktur model dapat mewakili mekanisme kerja sistem. b) Validasi perilaku model Validasi perilaku model adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui tentang kesesuaian perilaku model dengan keadaan sistem yang sebenarnya. Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan data hasil pemodelan dengan data di daerah irigasi Cihea Cianjur. Variabel-variabel yang dipilih untuk divalidasi adalah luas lahan produktif, produksi padi pertahun dan produktivitas padi, produktivitas kedelai, harga padi, harga beras dan harga kedelai. Data yang digunakan untuk pengujian adalah data dari tahun 2000-2010. Keakuratan hasil model akan ditentukan dengan melakukan uji t dua arah (two tail) pada taraf nyata 5 %. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Pengujian validasi model Data
Variabel Luas Lahan Produktif (ha) Produksi Padi (ton/tahun) Produktivitas Padi (ton/ha) Produktivitas Kedelai (ton/ha) Harga Padi (Rp) Harga Beras (Rp) Harga Kedelai (Rp)
Real 5517 66830 5,4 1,106 1819 3305 4068
Model 5608,9 61379 6,42 1,292 1490 3103 2994
Nilai-t Hitung Kritis -0,62 2,306 0,64 2,306 -1,93 2,306 -1,22 2,306 1,97 2,306 0,5 2,306 2,2 2,306
Hasil validasi struktur model dan validasi perilaku model menunjukkan bahwa model yang telah dibangun dapat dikatakan valid. Model ini dapat digunakan dalam pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi. Analisis Sensitivitas Model Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui pengaruh pengaruh beberapa variabel sistem terhadap kinerja sistem. Analisis ini dilakukan dengan melihat pengaruh beberapa parameter input terhadap output model yang telah dibangun. Analisis sensitivitas ini berguna untuk menentukan skenario-skenario dan kebijakan-kebijakan dalam pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi. Analisis sensitivitas sistem dilakukan melalui simulasi
39
model dengan menggunakan data daerah irigasi Cihea Cianjur. Analisis sensitivitas dilakukan untuk existing condition dan adanya pembangunan prasarana. Analisis sensitivitas dilakukan dengan melakukan intervensi terhadap parameter input terkendali yaitu parameter laju konversi lahan, laju pertambahan penduduk, suku bunga dan persentase pendanaan pemerintah, porsi non padi dan persentase target pembangunan prasarana. Analisis sensitivitas dari dua parameter tersebut dapat dilihat pada Gambar 13.
14
Laju Konversi Lahan 13 12
Laju Pertumbuhan Penduduk
11
Suku Bunga
10 9
Persentase Pendanaan Pemerintah
8 -100
-50
0
50
100
Gambar 13 Analisis sensitivitas model Hasil simulasi menjelaskan bahwa dengan melakukan perubahan terhadap nilai parameter input terkendali maka dapat dilihat bahwa parameter laju konversi lahan paling berpengaruh terhadap pendapatan perkapita petani. Laju konversi lahan bepengaruh secara negatif terhadap keuntungan petani, yaitu semakin besar laju konversi lahan maka keuntungan petani akan semakin kecil. Begitu juga dengan laju pertumbuhan penduduk, suku bunga dan porsi non padi. Namun parameter persentase pendanaan pemerintah dan persentase target pembangunan prasarana berpengaruh secara positif terhadap keuntungan petani, yaitu semakin besar nilai persentase pendanaan pemerintah dan persentase target pembangunan prasarana maka keuntungan petani akan semakin besar.
40
Simulasi Model A. Existing condition Daerah Irigasi Cihea Cianjur belum memiliki prasarana on farm seperti saluran irigasi pipa dan jalan usahatani. Daerah ini hanya memiliki prasarana on farm berupa saluran irigasi tanah dan belum ada prasarana on farm yang dapat menambah
pendapatan
petani.
Simulasi
dilakukan
untuk
mengetahui
kecendrungan sistem untuk tahun 2010-2020 tanpa adanya pembangunan prasarana usahatani yang memadai. Dimensi parameter input model dapat dilihat pada Gambar 14 dan hasil simulasi dapat dilihat pada Gambar 15.
Gambar 14 Input model untuk existing condition Daerah Irigasi Cihea
41
1: 2: 3: 4: 5:
1: Keuntungan P… 2: Penjualan Padi 8000000 3.5e+011 72000 3 100000000 1 10000
3: Produksi Padi … 4: Penjualan Ked… 5: Produksi Kedel…
4
5
2 3 1: 2: 3: 4: 5:
5
1
5000000 2.5e+011 70500 60000000 7000
2
4
3 2 1
5 4
3
2 5 2 1: 2: 3: 4: 5:
2000000 1.5e+011 69000 20000000 4000
4
2010
1
4
3
5
2012
Page 4
1
2014
2016
2018
2020
Y ears
Gambar 15 Output model untuk existing condition Daerah Irigasi Cihea Dari simulasi yang dilakukan didapat dilihat bahwa dalam kurun waktu 2010-2020, keuntungan petani terus menurun dari Rp 7.374.885 menjadi Rp 2.257.614. Penurunan keuntungan disebabkan oleh jumlah petani yang semakin meningkat dan luas lahan yang semakin kecil dan laju peningkatan jumlah petani tersebut tidak dapat lagi diimbangi oleh produktivitas lahan dan harga jual padi dan kedelai yang terus meningkat. Keuntungan petani berasal dari penjualan padi dan kedelai. Hasil penjualan padi dan kedelai terus meningkat. Keuntungan petani terus menurun karena terjadi konversi lahan yang menyebabkan lahan produktif berkurang dari 5768 ha menjadi 5184,3 ha. Hal ini berdampak kepada menurunnya produksi padi dari 73988,9 ton menjadi 69205,1 ton walaupun produktivitas padi tiap tahunnya naik mulai dari 6,5 ton/ha – 6,64 ton/ha. Hasil penjualan naik tiap tahunnya karena adanya peningkatan harga jual padi dari Rp 2.640 - Rp 4.728 dan harga jual kedelai dari Rp 5.700 – Rp 10.208. Selain itu penjualan kedelai tiap tahun meningkat karena adanya peningkatan produktivitas dari 1,8 ton – 4.26 ton. B. Pembangunan prasarana usahatani Simulasi menggunakan data daerah irigasi Cihea Cianjur dengan rencana pembangunan prasarana yang lebih memadai. Prasarana yang dibangun adalah saluran irigasi pipa dengan panjang 50 m/ha yang diatasnya dibangun jalan usahatani dengan panjang yang sama. Kemudian pembangunan RPC dengan kapasitas 6 ton/jam dan pembelian mesin untuk pengolahan menir beras menjadi
42
kerupuk. Dalam simulasi ini produksi beras dimulai setelah 20% prasarana on farm terbangun dan produksi produk pangan dimulai setelah 50 % prasarana on farm terbangun. Pembangunan prasarana membutuhkan investasi dari pemerintah dengan bunga modal 6,5 % dan dalam jangka waktu 10 tahun. Dimensi parameter input dan output yang digunakan dalam simulasi ini dapat dilihat pada Gambar 16 dan Gambar 17.
Gambar 16 Input model pengembangan prasarana usahatani di Daerah Irigasi Cihea
43
1: 2: 3: 4:
1: Persentase Pemba… 2: Ef isiensi Irigasi 100 105 3 7000000 3
4: Keuntungan Per Ka…
3: IP 3 3
1
3
2 4 1
1: 2: 3: 4:
50 90 2 5000000
4
1
2
2
4
2 4
1 1: 2: 3: 4:
0 75 1 3000000
2 1 2010
4 2012
Page 6
2014
2016
2018
2020
Y ears Untitled
Gambar 17 Output model pengembangan prasarana usahatani di Daerah Irigasi Cihea Dari Gambar 17 dapat diketahui dengan adanya pembangunan prasarana usahatani seperti pembangunan saluran irigasi pipa maka efisiensi irigasi akan meningkat. Asumsi dalam model ini adalah efisiensi irigasi saluran pipa adalah 100 % jika pembangunan saluran irigasi pipa 100 % dibangun. Hal ini daat dilihat pada peningkatan efisiensi irigasi dari 77,5 % pada tahun 2010 hingga 100% pada tahun 2020 ketika prasarana saluran irigasi pipa telah selesai dibangun. Peningkatan efisiensi irigasi akan meningkatkan IP (Indeks Pertanaman). Dari Gambar 18 dapat dilihat bahwa IP meningkat tiap tahunnya. Pada tahun 2010 IP sebesar 2.43 dan meningkat menjadi 3 tahun 2019. Setelah tahun 2019 tidak terjadi peningkatan IP karena telah mencapai IP maksimal. Keuntungan petani cenderung menurun tiap tahunnya namun terjadi peningkatan pada tahun 2015. Pada tahun 2010 persentase pembangunan prasarana adalah 0, maka petani hanya mendapat keuntungan dari hasil penjualan padi dan kedelai. Dari tahun 2011 hingga tahun 2014 petani mendapatkan keuntungan dari hasil penjualan padi dan beras. Pada tahun 2015 hingga tahun 2019 petani mendapat keuntungan dari hasil penjualan padi, beras dan produk olahan menir. Tahun 2020 dan selanjutnya petani akan mendapatkan keuntungan dari penjualan beras dan penjulan produk industri pangan. Sumber pendapatan petani dilihat pada Gambar 18.
44
1: 2: 3: 4: 5:
1: Penjualan Padi 2e+011, 5e+011, 1 2e+011, 130000000 15
3: Penjualan Pro… 4: Penjualan Ked… 5: Persentase Ke…
2: Penjualan Beras
1 4 1 2
5 1: 2: 3: 4: 5:
1
1e+011, 2.5e+011 1e+011, 75000000 10
Page 2
0 0 0 20000000 4
3
2 5
4 2
1: 2: 3: 4: 5:
4
3
3
1
5
4 2
4 2 2010
3
5
3 2012
2014
2016
2018
5 2020
Y ears Persentase keuntungan perkapita petani
Gambar 18 Sumber keuntungan petani Dari Gambar 18 dapat dilihat bahwa keuntungan petani terus menurun yang ditunjukkan dengan menurunnya persentase keuntungan petani dari 14,1 % pada tahun 2010 hingga 4,1 % pada tahun 2020. Persentase keuntungan petani adalah perbandingan antara keuntungan petani per tahun dengan kebutuhan hidup layak. Standar kebutuhan hidup layak yang digunakan adalah standar kebutuhan hidup layak masyarakat Kabupaten Cianjur tahun 2010 yaitu sebesar Rp 743.500 per orang (Pemerintah Kota Cianjur 2011) dan asumsi pada model ini setiap petani memiliki 4 orang anggota keluarga. Hal ini berarti keuntungan petani belum dapat memenuhi kebutuhan hidup layak karena setiap anggota keluarga petani hanya dapat memenuhi kebutuhan hidup maksimal sebesar Rp 104.834. Pemerintah memiliki peran serta dalam pendanaan pembangunan prasarana usahatani sebesar 100 % dengan bunga modal 6,5 % dalam kurun waktu 10 tahun. Pembangunan prasarana usahatani berdasarkan analasis kelayakan dengan Discount Rate sebesar 6,5 % dapat dikatakan layak melalui nilai NPV (Net Present Value) dan Gross B/C. Dari hasil simulasi didapatkan bahwa nilai NPV sebesar Rp 1.082.949.730.843 dan Gross B/C besar dari 1 yaitu sebesar 2,14.
Analisis Kebijakan Berdasarkan Skenario
Dari simulasi ( Gambar 18) dapat diketahui bahwa persentase keuntungan yang diperoleh petani setelah pembangunan prasarana adalah 4,1 %. Keuntungan
45
yang didapat oleh petani belum dapat memenuhi kebutuhan hidup layak. Jadi perlu dirancang beberapa skenario untuk menentukan desain yang tepat agar keuntungan petani dapat meningkat dan dapat memenuhi kebutuhan hidup layak di setiap tahunnya. Skenario kebijakan pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi di Daerah Irigasi Cihea Cianjur dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Skenario kebijakan pengembangan prasarana usahatani di Daerah Irigasi Cihea Cianjur Skenario
Keterangan
Keuntungan (%)
1. Laju konversi lahan dan laju pertumbuhan penduduk harus ditekan hingga 0 sehingga A
luas lahan rata-rata petani tetap yaitu seluas 0,3 ha.
14,10 % - 24,62 %
2. Bunga bank tetap sebesar 6,5 % Pendanaan pemerintah 100 % (investasi) 1. Laju konversi lahan dan laju pertumbuhan penduduk harus ditekan hingga 0 sehingga B
luas lahan rata-rata petani tetap yaitu seluas
16,10 % - 24,62 %
0,3 ha. 2. Pendanaan pemerintah (hibah). Dari hasil simulasi skenario yang telah dilakukan dapat dilihat bahwa pengembangan prasarana usahatani on farm dan off farm yang lebih memadai di Daerah Irigasi Cihea Cianjur dapat meningkatkan pendapatan petani namun pendapatan tersebut belum dapat memenuhi kebutuhan hidup layak walaupun pendanaan pengembangan prasarana usahatani dibiayai sepenuhnya oleh pemerintah (hibah). Hal ini disebabkan oleh luas lahan petani yang relatif kecil yaitu 0,3 ha.
46
Rekomendasi Desain Dari hasil simulasi yang telah dilakukan untuk Daerah Irigasi Cihea Cianjur dapat disimpulkan bahwa pengembangan prasarana usahatani dengan jenis prasarana usahatani yang ditetapkan pada penelitian ini belum dapat memberikan keuntungan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup layak bagi petani di wilayah tersebut karena luas kepemilikan lahan petani yang relatif kecil. Untuk itu dilakukan simulasi untuk mengetahui luas lahan rata-rata yang harus dimiliki petani agar pengembangan prasarana memberikan keuntungan kepada petani seperti yang diharapkan. Hasil Simulasi dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Simulasi skenario panjang saluran irigasi pipa dan jalan usahatani 50 m/ha Luas Lahan (ha)
Keuntungan per kapita (%) Berdasarkan Harga Dasar
Berdasarkan Harga Jual Petani
0.5
23,04 - 38,14
28,33 - 47,75
1
47,83 - 76,47
58,41 - 95,68
1,5
72,62 - 114,80
88,49 - 143,62
2
97,70 - 153,13
118,85 - 191,56
2,5
122,49 - 191,46
148,93 - 239,49
3
147,27 - 229,78
179,00 - 287,41
3,5
172,06 - 268,12
209,09 - 335,37
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa
petani akan mendapat keuntungan
minimum > dari 100 % atau lebih dari standar kebutuhan hidup layak ketika setiap petani memiliki lahan 2,5 ha. Namun dari hasil simulasi tersebut dapat diketahui bahwa keuntungan petani mencapai 200 % ketika petani memiliki luas lahan masing-masing 3 ha. Keuntungan petani diharapkan dapat mencapai 200 % atau dua kali lipat dari standar kebutuhan hidup layak yang ditetapkan pemerintah agar tingkat kesejahteraan hidup petani lebih tinggi. Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa dengan luas lahan 3 ha petani mendapatkan keuntungan per kapita per tahun 147,27%-229,78% (Rp 1.094.953 - Rp 3.059.510) dengan keuntungan per
47
KK petani per tahun adalah Rp 5.474.765 - Rp 15.297.550 .Jadi dapat direkomendasikan bahwa untuk pengembangan prasarana dengan jenis prasarana seperti yang telah ditetapkan dalam penelitian ini petani harus memiliki lahan seluas 3 ha agar dapat hidup sejahtera. Selain itu agar pembangunan prasarana seperti yang telah ditetapkan dengan panjang saluran irigasi pipa dan jalan usahatani 50 m/ha, 1 Rice Processing Complex (RCP) dengan harga Rp 1.200.000.000 dan 1 unit mesin pengolahan produk pangan dari menir beras dengan harga Rp 200.000.00 dapat mendatangkan keuntungan yang memenuhi kebutuhan hidup layak. Untuk itu pembangunan harus dilakukan pada lahan produktif dengan luas minimum 3000 ha dan masingmasing petani harus memiliki lahan rata-rata seluas 3 ha. Di Jepang luas petak sawah petani minimum adalah 3 ha dengan ukuran standar 100 m x 300 m dan panjang jalan usahatani yang dibutuhkan adalah 100 m (Mizutani, 1999) . Jadi panjang jalan usahatani yang dibutuhkan per hektar adalah 30,30 m. Jika menggunakan panjang jalan usahatani sesuai standar jepang maka keuntungan yang didapat oleh petani dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Simulasi skenario panjang saluran irigasi pipa dan jalan usahatani 30,30 m/ha. Luas Lahan (ha)
Keuntungan per kapita (%) Berdasarkan Harga Dasar
Berdasarkan Harga Jual Petani
0.5
23,32 - 38,14
28,61 - 47,75
1
48,39 - 76,47
58,97 - 95,68
1,5
73,46 - 114,80
90,74 - 143,62
2
98,81 - 153,13
119,97 - 191,56
2,5
123,88 - 153,13
150,93 - 239,49
3
148,94 - 229,78
180,68 - 287,41
3,5
174,02 - 268,12
211,05 - 335,37
Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa dengan pembangunan jalan usahatani dan saluran irigasi pipa dengan panjang 30,30 m/ha dan luas lahan 3 ha maka
48
keuntungan yang diperoleh petani pertahunnya yaitu 148,94% - 229,78% atau sebesar (Rp 1.107.369 - Rp 3.059.510 . Jika dibandingkan dengan panjang jalan usahatani dan saluran irigasi 50 m/ha (Tabel 4) dengan luas lahan sama, keuntungan yang diperoleh petani tidak berbeda jauh, jadi untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup layak petani harus memiliki luas lahan masing-masing 3 ha. Desain saluran irigasi pipa dan jalan usahatani telah diaplikasikan di lahan sawah Situ Gede Bogor. Diatas pipa irigasi terdapat jalan usahatani untuk memperlancar akses alat dan mesin pertanian yang digunakan dalam proses produksi. Agar saluran pipa tidak diendapi lumpur dan sampah maka sebelum saluran pipa dibangun bak pengendapan lumpur dan bar screen untuk memfilter sampah yang terbawa oleh air irigasi. Agar mobilitas alat dan mesin pertanian yang dipakai oleh petani di lahan sawah Situ Gede maka lebar jalan usahatani 1,5 m, hal ini berdasarkan ukuran alat dan mesin pertanian yang dipakai oleh petani. Desain saluran pipa dan jalan usahatani dapat dilihat pada Gambar 19. Luas Lahan 2 ha
Jalan Usahatani
Saluran Drainase
Saluran Irigasi Pipa
(a) letak saluran irigasi pipa dan jalan usahatani pada petak lahan
49
(b) saluran konvensional
(c) saluran pipa dan jalan usahatani Gambar 19 Desain saluran irigasi pipa dan jalan usahatani di Situ Gede Bogor Panjang jalan usahatani dan saluran irigasi yang direkomendasikan di Daerah Irigasi Cihea Cianjur dan Situ Gede adalah 50 m/ha, hal ini disebabkan oleh luasan petak sawah petani yang relatif kecil yaitu 03 ha - 0,5 ha. Luas petak sawah petani yang relatif kecil disebabkan oleh pada umumnya petani di Daerah Cihea Cianjur dan Situ Gede Bogor adalah petani konvensional yang mengolah lahan sawah dengan menggunakan alat dan mesin pertanian dengan kapasitas yang relatif kecil. Pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi harus dilakukan secara terpadu dan harus terorganisir dengan baik. Oleh sebab itu dibutuhkan peran petani dan pemerintah serta pihak-pihak terkait dalam pengelolaannya. Salah satu solusi agar desain pengembangan prasarana tingkat tersier di Daerah Irigasi Cihea Cianjur dan Situ Gede dapat diaplikasikan maka petani perlu melakukan corporate farming dengan tujuan peningkatan keuntungan.
50
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa : 1) Petani membutuhkan prasarana usahatani dalam rangka meningkatkan pendapatan. Prasarana on farm seperti saluran irigasi pipa dan jalan usahatani dan prasarana off farm seperti Rice Processing Complex dan mesin pengolahan menir menjadi kerupuk. 2) Model pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi dapat merepresentasikan sistem pengembangan prasarana usahatani di Daerah Irigasi Cihea Cianjur dan dapat digunakan untuk mendisain pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi di tempat lain. 3) Pembangunan prasarana usahatani harus dilakukan secara terpadu dan akan memberikan keuntungan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup layak jika setiap petani memiliki luas lahan minimum 3 ha dengan luas areal pembangunan minimum 3000 ha. Saran Saran yang diperlukan agar diperoleh model pengembangan prasarana usahatani tingkt tersier di lahan sawah beririgasi yang lebih baik adalah : 1. Pada model ini perlu ditambahkan desain teknis seperti dimensi pipa, lebar jalan usahatani, kemiringan pemasangan pipa dan posisi pipa pada jalan usahatani agar desain pembangunan prasarana lebih baik. 2. Prasarana usahatani yang akan dibangun perlu dilengkapi dengan prasarana off farm lainnya agar pendapatan petani juga bertambah. 3. Pendapatan petani dapat ditambah melalui konversi kedelai menjadi produk dengan nilai tambah yang lebih tinggi.
51
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad A. 2003. Kincir Air Untuk Irigasi. Padang: Pusat Studi IrigasiSumberdaya Air, Lahan dan Pembangunan Universitas Andalas. Asyiawati Y. 2002. Pendekatan Sistem Dinamik dalam Penataan Ruang Wilayah Pesisir. [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bos MG. 1978. Discharge Measurment Structure Netherlands.
II. Wageningen: The
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Hasil Sensus Penduduk 2010. http:// www. bps. go.id /download file/SP2010_agregat_data_perProvinsi.pdf. [27 Okt 2010]. Budihardjo E. 1995. Pendekatan Sistem dalam Tata Ruang Pembangunan Daerah untuk Meningkatkan Ketahanan Nasional. Yogyakarta: UGM Press. Damardjati DS, 2010. Kebijakan Pemerintah dalam Peningkatan Mutu dan Nilai Tambah Pengolahan Gabah/Beras. Di dalam: Peningkatan Daya Saing Beras. Prosiding Lokakarya Nasional; Dinas Pertanian. 2006. Laporan Tahunan 2000-2010. Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur. Dunn W. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Edisi 2. Jogyakarta. Gajah Mada University Press. Eriyatno. 2003. Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. Ed ke- I. Bogor: Institut Pertanian Bogor Press. Forrester JW. 1961. The Industrial Dynamics. New York: The MIT Press - John Wiley & Sons, Inc. Handoko. 1994. Dasar Penyusunan dan Aplikasi Model Simulasi Komputer untuk Pertanian. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Hansen E, Vaughn, Israelsen W. 1977. Irrigation Principles and Practice. 4th ed.New York: John Willey & Sons. Jaenudin A. 2006. Studi Pengembangan Pertanian Tanaman Pangan di Kecamatan Beber Kabupaten Cirebon. AGRIJATI 2 (1):8-15.
52
Kartasapoetra AG. 1991. Teknologi Pengairan Pertanian Irigasi. Jakarta: Bumi Aksara. Kementerian Pertanian. 2010. Pedoman Teknis Pengembangan Jalan Usahatani. http://pla.deptan.go.id/pdf/PEDUM_JUT_2010_jan.pdf. [27 Okt 2010]. Lokollo EM, Rusastra IW, Saliem HP, Supriyati, Friyatno S, Budhi GS. 2007. Dinamika Sosial Ekonomi Pedesaan : Analisis Perbandingan Antar Sensus Pertanian.http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/SHP_EML_2007.pdf. [11 Nop 2010]. Martin, LA. 1997. First Step, MIT System Dinamic in Education Project. USA: Massachusetts Institute of Technology. Mizutani M, Hasegawa S, Koga K, Goto A, Murty VVN. 1999. Advanced Paddy Field Engineering. Japan : Sinzan-Sha Sci & Tech. Publishing Co.,Ltd. Muhammadi, Aminullah E, Soesilo B. 2001. Analisis Sisten Dinamik. Jakarta : UMJ Presss. Nusa, MI. 1991.Pengaruh Interval Waktu Pemberian Air Irigasi terhadap Kebutuhan Air Pertumbuhan dan Produksi Padi pada Petak Sawah. [Skripsi]. Padang: Fakultas Pertanian, Universitas Andalas. Pemerintah Kabupaten Cianjur. 2011. UMK Kabupaten Cianjur Naik Sembilan Persen. http://cianjurkab.go.id/Ver.2.0/Berita_Daerah_Nomor_1421.html. [9 Mei 2011]. Pemerintah Kota Sukabumi. 2005. Proposal Komprehensif (PK) Akselerasi Pencapaian IPM 80 JABAR melalui Pengembangan Kawasan Agropolitas Terdepan. http://www.sukabumikota.go.id/ppk/pk/BAB%2III%20PK%20 Final.pdf. [9 Mei 2011]. Pramudya B. 1989. Permodelan Sistem Pada Perencanaan Mekanisasi Dalam Kegiatan Pemanenan Tebu Untuk Industri Gula [Disertasi]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Presiden Republik Indonesia. 2000. Instruksi Presiden Repuplik Indonesia No. 8 Tahun 2000 tentang Penetapan Harga Dasar Gabah dan Beras. http://kepustakaanpresiden.pnri.go.id/uploaded_files/pdf/government_regu lation/normal/Inpres_8_2000_Gusdur.pdf. [9 Mei 2011]. ______________________. 2002. Instruksi Presiden Repuplik Indonesia No. 9 Tahun 2002 tentang Penetapan Kebijakan Perberasan. httphttp://www.bpkp.go.id/unit/hukum/inpres/2002/09-02.pdf.[9Mei2011]. ______________________. 2005. Instruksi Presiden Repuplik Indonesia No. 2 Tahun 2005 tentang Kebijakan Perberasan. http://www.presidenri.go.id /DokumenUU.php/31.pdf .[9 Mei 2011].
53
______________________. 2007. Instruksi Presiden Repuplik Indonesia No. 3 Tahun 2007 tentang Kebijakan Perberasan. http://www.presidenri.go.id /DokumenUU.php/402.pdf. [9 Mei 2011]. ______________________. 2009. Instruksi Presiden Repuplik Indonesia No. 7 Tahun 2009 tentang Kebijakan Perberasan. http://pih.depkominfo.go.id/ userfiles/fkk/Inpres%207%20Tahun%202009.pdf. [9 Mei 2011]. Provinsi Jawa Barat. 2010. Peta Jawa Barat [Peta Administratif]. http://www.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/99. [9 Mei 2011]. [PU] Kementerian Pekerjaan Umum, 1986. Standar Perencanaan Irigasi: Kriteria Perencanaan Bagian Bangunan Utama KP-02. http://www.ziddu.com/ download/10116026/KP02Bendung.rar.html. [27 Okt 2010]. ______________________. 2010. Kriteria Perencanaan Bagian Petak Tersier KP05.http://psda.jabarprov.go.id/data/arsip/KP%2005%202010.pdf. [9 Mei 2011]. Purwadaria HK. 2004. Teknologi Panen dan Pascapanen Padi. Di dalam : Upaya Peningkatan Nilai Tambah Pengolahan Padi. Prosiding Lokakarya Nasional; Jakarta, 20 Juli 2004. Jakarta. PERUM BULOG dan FATETA IPB. hlm 99-124. Sabari H. 1991. Konsepsi Planalogi : Pendekatan Sistem dan Survai Terpadu, Yogyakrta : PT. Hardana. Sumaryanto. 2007. Peningkatan Efisiensi Penggunaan Air Irigasi melalui Penerapan Iuran Irigasi Berbasis Nilai Ekonomi Air Irigasi. http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/FAE24-2a.pdf. [1 Juni 2011]. Tambajong LAM. 2009. Model Pengembangan Infrastruktur Kawasan Agropolitan Berbasis Komoditas Unggulan Kelapa yang Berkelanjutan di Sulawesi Utara. [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Triyanto J. 2006. Analisis Produksi Padi di Jawa Tengah.[Tesis]. Semarang. Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro.
54
Lampiran 1 Luas lahan petani di Daerah Irigasi Cihea Cianjur Jawa Barat No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Nama Abas E. Suhendi Ida Maman J Mumun Shalihin Dadang.S Dedeng E. Koswara H. Toha Idin Obing Ubed Sunjaya Usep Aming Ana Euis mantri Maman Suherman
19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
Suhendar Tatang Ade Suherman Ade Sutrisna Anto Ayi H. Bustomi H. Hidayat H. Rahman Sadili Dahla Endi Sufendi Hamka Jajang Kosasih Maman Masri Sumantri Yaya
Luas (m2) 2100 2800 2100 5700 2100 1300 8000 4200 10000 7143 10000 2857 4000 8000 1714 2000 2100 5700
Lokasi Blok Tersier Hulu Hulu Hulu Hulu Hulu Hulu Tengah Tengah Tengah Tengah Tengah Tengah Tengah Tengah Hilir Hilir Hilir Hilir
3857 2000 30000 10000 5714 2500 5000 7142 20000 10000 10000 17143 2500 2143 4286 3429 1429 2800 6571
Hilir Hilir Hulu Hulu Hulu Hulu Hulu Hulu Hulu Hulu Tengah Tengah Tengah Tengah Tengah Tengah Tengah Tengah Tengah
55
Lampiran 1 Lanjutan No 38 39 40 41 42 43 44 45 46
Nama Asep Ayi Bariah Herman H. Mastur Ismail Lan Junaidi Okab Oyet
Luas (m2) 10000 2857 3929 5000 7143 2860 1400 4285 7140
Lokasi Blok Tersier Hilir Hilir Hilir Hilir Hilir Hilir Hilir Hilir Hilir
56
Lampiran 2 Luas lahan petani di Kelurahan Situ Gede No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Nama Endang Wawan Titin Ujang Supanai Jaja Adang Ida Andi Mamat Bebei Endung Jaih Suhanda Kardi Rosmi Sandrawati Ajum
Luas (m2) 1200 2500 5000 2000 5000 2500 3200 2500 8000 1000 1000 2000 5000 5000 1500 5000 6000
Lokasi Blok Tersier Tengah Tengah Tengah Tengah Tengah Tengah Tengah Tengah Tengah Tengah Tengah Tengah Tengah Tengah Tengah Tengah Tengah
57
Lampiran 3 Produksi lahan sawah di Daerah Irigasi Cihea Cianjur No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
Nama Abas E. Suhendi Ida Maman J Mumun Shalihin Dadang.S Dedeng E. Koswara H. Toha Idin Obing Ubed Sunjaya Usep Aming Ana Euis mantri Maman Suherman Suhendar Tatang Ade Suherman Ade Sutrisna Anto Ayi H. Bustomi H. Hidayat H. Rahman Sadili Dahla Endi Sufendi Hamka Jajang Kosasih Maman Masri Sumantri
Luas Lahan (m2)
Produksi (kw/ha)
2100 2800 2100 5700 2100 1300 8000 4200 10000 7143 10000 2857 4000 8000 1714 2000 2100
Padi 14 22 16 50 17,5 7 30 21 63 50 70 16 28 56 12 15 13
Kedelai 3,6 5 3 15 3,5 0,75 12,5 5 18 5 18 2 5 18 3 4 2,5
5700
40
12
3857 2000 30000 10000 5714 2500 5000 7142 20000 10000 10000 17143 2500 2143 4286 3429 1429 2800
11,2 16 180 30 28 10 21 32,5 112 56 30 72 17,5 18 35 12 5 16
1,35 3 13 10 8
3,5 7,5 -
58
Lampiran 3 Lanjutan No 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46
Nama Yaya Asep Ayi Bariah Herman H. Mastur Ismail Lan Junaidi Okab Oyet
Luas Lahan (m2) 6571 10000 2857 3929 5000 7143 2860 1400 4285 7140
Produksi (kw/ha) Padi 32,2 70 10 19,25 40 25 12 6 18 25
Lampiran 4 Produksi lahan sawah di Kelurahan Situ Gede.
Kedelai -
59
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Nama Endang Wawan Titin Ujang Supanai Jaja Adang Ida Andi Mamat Bebei Endung Jaih Suhanda Kardi Rosmi Sandrawati Ajum
Luas Lahan (m2)
Produksi Padi (kw/ha)
1200 2500 5000 2000 5000 2500 3200 2500 8000 1000 1000 2000 5000 5000 1500 5000 6000
6 13 25 10 25 13 16 13 40 5 5 10 25 25 8 40 30
60
Lampiran 5 Respon kebutuhan prasarana jalan usahatani di Daerah Irigasi Cihea Cianjur No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Nama Petani
19 20
Abas E. Suhendi Ida Maman J Mumun Shalihin Dadang.S Dedeng E. Koswara H. Toha Idin Obing Ubed Sunjaya Usep Aming Ana Euis mantri Maman Suherman Suhendar Tatang
21
Ade Suherman
22
Ade Sutrisna
23
Anto
24 25
Ayi H. Bustomi
26
18
Ya A √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
B √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
C √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
D √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
√
√
√
√
√ √
√ √
√ √
√ √
Tidak
Keterangan
√
Dekat dengan jalan desa
√
Dekat dengan jalan desa
H. Hidayat
√
27
H. Rahman
√
28
Sadili
√
Dekat dengan jalan desa Dekat dengan jalan desa Dekat dengan jalan desa
29
Dahla
30
Endi Sufendi
31
Hamka
√
√ √
√
√ √
√
√
√
√ √
√
√
√
Dekat dengan jalan desa
61
Lampiran 5 Lanjutan No
Nama Petani
32 33 34 35 36
Jajang Kosasih Maman Masri Sumantri
37
Yaya
38
Asep
39
Ayi Bariah
40
Herman
41
H. Mastur
42 43
Ismail Lan
44
Junaidi
45
Okab
46
Oyet
Jumlah Persentase (%)
Ya A √ √ √ √ √
√
√
√ √
√
35 76
B √ √ √ √ √
√
√
C √ √ √
D
Tidak
Keterangan
√ √
Dekat dengn jalan desa
√
Dekat dengan jalan desa
√
Dekat dengan jalan desa
√
Pupuk dan panen diangkut sendiri
√
Sawah di tepi jalan desa
√
√
√ √
√
34 74
28 60
Keterangan : a : mengurangi ongkos angkut pupuk dari jalan ke lahan b : mengurangi ongkos angkut panen c : mempermudah jalan traktor d : mempermudah perawatan dan pengamatan hama dan penyakit tanaman
22 48
11 24
62
Lampiran 6 Respon kebutuhan prasarana jalan usahatani di Kelurahan Situ Gede No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Nama Petani
Endang Wawan Titin Ujang Supanai Jaja Adang Ida Andi Mamat Bebei Endung Jaih Suhanda Kardi Rosmi Sandrawati Ajum Jumlah Persentase (%)
Ya A √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 17 100
B √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 17 100
Keterangan : a : mengurangi ongkos angkut pupuk dari jalan ke lahan b : mengurangi ongkos angkut panen c : mempermudah jalan traktor d : mempermudah perawatan dan pengamatan hama dan penyakit tanaman
C √ √ √ √ √
D √ √ √ √ √
√
√
√ √ √
√ √
√ √ √ √ 13 76
√ √ √ √ 12 80
63
Lampiran 7 Respon kebutuhan prasarana irigasi pipa di Daerah Irigasi Cihea Cianjur No
Nama Petani
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
19 20 21 22
Abas E. Suhendi Ida Maman J Mumun Shalihin Dadang.S Dedeng E. Koswara H. Toha Idin Obing Ubed Sunjaya Usep Aming Ana Euis mantri Maman Suherman Suhendar Tatang Ade Suherman Ade Sutrisna
23
Anto
24
Ayi
25
18
Ya A √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
B √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
√ √ √
C
D √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
E √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
√
√
√
√ √
√ √
√ √
√ √ √
√ √ √ √ √
Tidak
Keterangan
√
Banyak lumpur
√
Tidak yakin dengan pipa akan lebih baik
H. Bustomi
√
26 27
H. Hidayat H. Rahman
√ √
28
Sadili
√
Lahan jauh dari saluran irigasi Banyak lumpur Banyak lumpur Saluran irigasi yang sekarang sudah bagus
29 30 31 32 33 34 35 36
Dahla Endi Sufendi Hamka Jajang Kosasih Maman Masri Sumantri
√
√
√
√
√
√
√
√
√ √ √ √ √ √
√ √ √
√ √ √
√ √ √ √ √
√
√ √ √ √
64
Lampiran 7 Lanjutan \
No
Nama Petani
Ya a
b
C
D
E
Tidak
Keterangan Perawatannya akan lebih susah Perawatan lebih susah dan mudah tersumbat Perawatannya akan lebih susah
37
Yaya
√
38
Asep
√
39
Ayi Bariah
√
40 41 42 43 44 45 46
Herman H. Mastur Ismail Lan Junaidi Okab Oyet Jumlah Persentase (%)
√ √ √ √ √ √ 35 76
√ √ √ √ 29 63
√ √ √ √
12 26
√ √ 33 72
Keterangan : a : mengurangi jumlah air, karena tidak bocor selama penyaluran b : mengurangi ongkos pemeliharaan saluran seperti babat rumput dan longsoran c : lebih mudah biaya konstruksi/rehabilitasi dibandingkan saluran tanah d : diatasnya dapat dibuat jalan usahatani e : lebih mudah perawatannya
25 54
9 20
65
Lampiran 8 Respon kebutuhan prasarana irigasi pipa di Kelurahan Situ Gede. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Nama Petani
Endang Wawan Titin Ujang Supanai Jaja Adang Ida Andi Mamat Bebei Endung Jaih Suhanda Kardi Rosmi Sandrawati Ajum Jumlah Persentase (%)
Ya A √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 17 100
B √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 17 100
C √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 13 76
Keterangan : a : mengurangi jumlah air, karena tidak bocor selama penyaluran b : mengurangi ongkos pemeliharaan saluran seperti babat rumput dan longsoran c : lebih mudah biaya konstruksi/rehabilitasi dibandingkan saluran tanah d : diatasnya dapat dibuat jalan usahatani e : lebih mudah perawatannya
D √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 17 100
E √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 17 100
66
Tabel 9 Respon kebutuhan penataan bentuk petak lahan di Daerah Irigasi Cihea Cianjur No
Ya
Nama A
B
C
D
E
Tidak F
G
H
I
1
Abas
√
√
√
√
√
2
E. Suhendi
√
√
√
√
√
3
Ida
√
√
√
√
√
4
Maman J
√
√
√
√
√
5
Mumun
√
√
√
√
√
6
Shalihin
√
√
√
√
√
7
Dadang.S
√
√
√
√
√
8
Dedeng
√
√
√
√
√
9
E. Koswara
√
√
√
√
√
10
H. Toha
√
11
Idin
√
√
√
√
√
12
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
14
Obing Ubed Sunjaya Usep
√
√
√
√
√
15
Aming
√
√
√
√
√
16
Ana
√
√
√
√
√
17
Euis mantri Maman Suherman Suhendar
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
23
Tatang Ade Suherman Ade Sutrisna Anto
24
Ayi
√
25
H. Bustomi
√
26
H. Hidayat
√
27
H. Rahman
√
28
Sadili
√
29
√
31
Dahla Endi Sufendi Hamka
√
√
√
√
√
32
Jajang
√
√
√
√
√
33
Kosasih
√
√
√
√
√
34
Maman
√
√
√
√
√
35
Masri
√
√
√
√
√
13
18 19 20 21 22
30
√
√ √
√ √
√
√
√
√
√
√
√
√ √
67
Lampiran 9 Lanjutan No
Ya
Nama A
B
C
D
E
Tidak F
G
H
I
1
Abas
√
√
√
√
√
2
E. Suhendi
√
√
√
√
√
3
Ida
√
√
√
√
√
4
Maman J
√
√
√
√
√
5
Mumun
√
√
√
√
√
6
Shalihin
√
√
√
√
√
7
Dadang.S
√
√
√
√
√
8
Dedeng
√
√
√
√
√
9
E. Koswara
√
√
√
√
√
10
H. Toha
√
Idin Jumlah
√ 30
0
√ 28
0
√ 28
1
√ 26
8
√ 19
16
Persentase (%)
65
0
61
0
61
2
57
17
41
35
11
Keterangan : a : lebih tertata dan rapi b : perlu lebar petakan yang sama c : lebar petakan tidak perlu sama d : perlu saat ini e : perlu dimasa datang f : dimusyawarahkan oleh petani sendiri g : difasilitasi oleh pemerintah h : apabila perlu penataan dikerjakan oleh petani sendiri i : penataan difasilitasi pemerintah
Lampiran 10 Persentase respon kebutuhan penataan bentuk petak lahan di Kelurahan Situ Gede
68
No
Ya
Nama a
B
C
D
E
f
g
H
I
1
Endang
√
√
√
√
2
Wawan
√
√
√
√
3
√
√
√
√
√
4
Titin Ujang Supanai
√
√
√
√
√
5
Jaja
√
√
√
√
√
6
Adang
√
√
√
√
7
Ida
√
√
√
√
√
8 9
Andi Mamat
√ √
√ √
√ √
√ √
√ √
10
Bebei
√
11
Endung
√
√
√
√
√
12
Jaih
√
√
√
√
√
13
Suhanda
√
√
√
√
√
14
Kardi
√
√
√
15
Rosmi
√
√
√
√
16
Sandrawati
√
√
√
√
√
√
√
12 71
4 24
17
Ajum Jumlah Persentase (%)
√
√
√ 17 100
3 18
√
√ √
√ √
√ 13 77
4 24
√
√ 13 77
2 12
Keterangan : a : lebih tertata dan rapi b : perlu lebar petakan yang sama c : lebar petakan tidak perlu sama d : perlu saat ini e : perlu dimasa datang f : dimusyawarahkan oleh petani sendiri g : difasilitasi oleh pemerintah h : apabila perlu penataan dikerjakan oleh petani sendiri i : penataan difasilitasi pemerintah
Lampiran 11 Validasi model pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi
15 88
69
Variabel
Tahun
Luas Lahan Produktif
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Model 5735,70 5703,58 5671,64 5639,88 5608,29 5576,89 5545,66 5514,60 5483,72
5517
5608,9
76860 667 69763 70593 75074 69214 73239 79076 84909
66192 64934 63706 62495 61303 60138 58995 57874 56775
66830
61379
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
6,31 1,23 5,50 5,53 5,62 5,70 6,01 6,16 6,50
6,37 6,39 6,40 6,41 6,42 6,44 6,45 6,46 6,48
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
5,4 0,80 0,82 1,12 0,97 0,98 0,98 0,92 1,56 1,80
6,42 0,90 0,98 1,08 1,18 1,29 1,41 1,55 1,69 1,86
Mean Produksi Padi Pertahun
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Mean
Produktivitas Padi
Produktivitas Kedelai
Data Real 5768 5768 5768 5763 5763 5801 4767 4767 5484
Nilai-t Hitung Kritis
-0,62
2,306
0,64
2,306
-1,93
2,306
70
Lampiran 11 Lanjutan Variabel Mean
Harga Padi
Mean
Harga Beras
Mean
Harga Kedelai
Mean
Tahun
Data Real 1,106 1095 1500 1230 1725 1725 1725 1725 2000 2240 2400 2640 1819 2300 2470 2470 2790 2790 2790 2790 4000 4300 4600 5060 3305 2200 2200 2750 2750 2750 5000 5000 5000 5700 5700 5700 4068
Model 1,292 1095 1161 1230 1304 1382 1465 1553 1646 1745 1850 1961 1490 2300 2438 2584 2739 2904 3078 3263 3458 3666 3886 4119 3103 2200 2332 2472 2620 2777 2944 3121 3308 3506 3717 3940 2994
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur dan Instruksi Presiden Republik Indonesia.
Nilai-t Hitung Kritis -1,22 2,306
1,97
2,306
0,5
2,2
2,306
71
Lampiran 12 Source code model pengembangan prasarana usakatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi
Keuntungan Petani Harga_Beras(t) = Harga_Beras(t - dt) + (Kenaikan_Harga_Beras) * dt INIT Harga_Beras = 2790 INFLOWS: Kenaikan_Harga_Beras = Harga_Beras*(Laju_Inflasi/100) Harga_Kedelai(t) = Harga_Kedelai(t - dt) + (Kenaikan__Harga_Kedelai) * dt INIT Harga_Kedelai = 3800 INFLOWS: Kenaikan__Harga_Kedelai = Harga_Kedelai*(Laju_Inflasi/100) Harga_Padi(t) = Harga_Padi(t - dt) + (Peningkatan__Harga_Padi) * dt INIT Harga_Padi = 1095 INFLOWS: Peningkatan__Harga_Padi = Harga_Padi*(Laju_Inflasi/100) Jumlah_Petani(t) = Jumlah_Petani(t - dt) + (Pertambahan__Jumlah_Petani) * dt INIT Jumlah_Petani = 15936 INFLOWS: Pertambahan__Jumlah_Petani = Jumlah_Petani*(Laju_Pertambahan_Penduduk/100) Kebutuhan_Hidup_Layak(t) = Kebutuhan_Hidup_Layak(t - dt) + (Peningkatan_kebutuhan_Hidup_Layak) * dt INIT Kebutuhan_Hidup_Layak = 743500 INFLOWS: Peningkatan_kebutuhan_Hidup_Layak = Kebutuhan_Hidup_Layak*(Laju_Inflasi/100) Keuntungan_Petani(t) = Keuntungan_Petani(t - dt) + (Pendapatan Biaya__Produksi_Pertahun) * dt INIT Keuntungan_Petani = 0 INFLOWS: Pendapatan = Total_Penjualan OUTFLOWS: Biaya__Produksi_Pertahun = Dana_Pemeliharaan+Total_Biaya_Produksi BEP_Harga_Padi = (Biaya_Produksi_Padi/Produksi_Kedelai_Per_Tahun)/1000 BEP_Produksi_Padi = (Biaya_Produksi_Padi/Harga_Padi)/1000 Dana_Pemeliharaan = Iuran_Pemeliharaan*Jumlah_Petani Iuran_Pemeliharaan = 150000 Keuntungan__Per_Kapita_Petani = (Keuntungan__Petani_PertahunAngsuran_PertahunPendanaan_Prasarana__oleh_Petani)/Jumlah_Petani
72
Lampiran 12 Lanjutan Keuntungan__Petani_Pertahun = (Pendapatan-Biaya__Produksi_Pertahun) Laju_Inflasi = 6 Laju_Pertambahan_Penduduk = 18.5 Penjualan_Beras = Harga_Beras*Produksi_Beras Penjualan_Kedelai = Harga_Kedelai*Produksi_Kedelai_Per_Tahun Penjualan_Padi = Hasil_Padi*Harga_Padi*1000 Penjualan__Produk_Pangan = Harga_Jual_Produk_Pangan_Per_Kg*Produksi_Menir Persentase_Keuntungan_perkapita_Petani = (Keuntungan__Per_Kapita_Petani/(Kebutuhan_Hidup_Layak*12*5))*1 00 Total_Biaya_Produksi = IF(Persentase__Pembangunan_Prasarana=0)THEN(Biaya_Produksi_Pa di+Biaya__Produksi_Kedelai)ELSE IF(Persentase__Pembangunan_Prasarana<50)THEN(Biaya_Produksi_ Beras+Biaya_Produksi_Padi+Biaya__Produksi_Kedelai)ELSE(Biaya_ Produksi_Padi+Biaya_Produksi_Beras+Biaya_Produksi__Industri_Pan gan+Biaya__Produksi_Kedelai) Total_Penjualan = IF(Persentase__Pembangunan_Prasarana=0)THEN(Penjualan_Padi+Pe njualan_Kedelai) ELSE IF(Persentase__Pembangunan_Prasarana<50)THEN(Penjualan_Padi+P enjualan_Beras+Penjualan_Kedelai+Penghematan__Ongkos_Angkut)E LSE(Penjualan_Beras+Penjualan_Kedelai+Penjualan_Padi+Penjualan_ _Produk_Pangan+Penghematan__Ongkos_Angkut) Harga Jual Produk Pangan Per kg Harga_Jual_Produk_Pangan_Per_Kg = 20000 Pendanaan dan Analisis Kelayakan Pembangunan Prasarana Usahatani Total_Biaya_Pembangunan_Prasarana_Usahatani(t) = Total_Biaya_Pembangunan_Prasarana_Usahatani(t - dt) + (Biaya_Pembangunan_Prasarana_Per_Tahun) * dt INIT Total_Biaya_Pembangunan_Prasarana_Usahatani = 0 INFLOWS: Biaya_Pembangunan_Prasarana_Per_Tahun = Target__Pembangunan_OffFarm+Pendanaan_OnFarm Total_PV_Biaya(t) = Total_PV_Biaya(t - dt) + (PV_Biaya) * dt INIT Total_PV_Biaya = Total_Investasi INFLOWS: PV_Biaya = Biaya__Produksi_Pertahun*Discount_Factor Total_PV_Pendapatan(t) = Total_PV_Pendapatan(t - dt) + (PV_Pendapatan) * dt INIT Total_PV_Pendapatan = 0
73
Lampiran 12 Lanjutan INFLOWS: PV_Pendapatan = Discount_Factor*Pendapatan Angsuran_Pertahun = IF(Persentase_Target__Pembangunan_Prasarana=0)THEN(0)ELSE(To tal_Investasi/Lama_Angsuran)+((Total_Investasi*(Suku_Bunga/100))/ Lama_Angsuran) Discount_Factor = 1/((1+(Suku_Bunga/100))^Tahun__Pembagunan_Prasarana) Gross_BC = Total_PV_Pendapatan/Total_PV_Biaya Lama_Angsuran = 10 Net_Present_Value = Total_PV_Pendapatan-Total_PV_Biaya Pendanaan_OnFarm = Pendanaan_JUT+Pendanaan_Untuk_Irigasi Pendanaan_Prasarana__oleh_Petani = Biaya_Pembangunan_Prasarana_Per_Tahun*((100Persentase__Pendanaan_Pemerintah)/100) Persentase__Pendanaan_Pemerintah = 0.75 Suku_Bunga = 10 Total_Investasi = Biaya_Pembangunan_Prasarana_Per_Tahun*(100/Persentase_Target__ Pembangunan_Prasarana) Total_Pendanaan_Pemerintah = Total_Investasi*Persentase__Pendanaan_Pemerintah Prasarana Usahatani Efisiensi_Irigasi(t) = Efisiensi_Irigasi(t - dt) + (Peningkatan__Efisiensi_irigasi) * dt INIT Efisiensi_Irigasi = Efisiensi_Irigasi_Awal INFLOWS: Peningkatan__Efisiensi_irigasi = ((Target__Pembangunan_Irigasi)/(Luas_Lahan__Produktif))*(100Efisiensi_Irigasi_Awal) Pendanaan__Prasarana_OffFarm(t) = Pendanaan__Prasarana_OffFarm(t - dt) + (Target__Pembangunan_OffFarm) * dt INIT Pendanaan__Prasarana_OffFarm = 0 INFLOWS: Target__Pembangunan_OffFarm = IF(Persentase__Pembangunan_Prasarana<100)THEN((Biaya_Pembang unan_RPC+Biaya_Prasarana__Industri_Pangan)*Persentase_Target__P embangunan_Prasarana)ELSE(0) Persentase__Pembangunan_Prasarana(t) = Persentase__Pembangunan_Prasarana(t - dt) + (Pembangunan__Prasarana) * dt INIT Persentase__Pembangunan_Prasarana = 0 INFLOWS:
74
Lampiran 12 Lanjutan Pembangunan__Prasarana = IF(Persentase__Pembangunan_Prasarana<100)THEN(Persentase_Targ et__Pembangunan_Prasarana)ELSE(0) Sisa_Pembangunan_JUT(t) = Sisa_Pembangunan_JUT(t - dt) + (Target__Pembangunan_JUT - Pengurangan_JUT) * dt INIT Sisa_Pembangunan_JUT = Luas_Lahan__Produktif OUTFLOWS: Target__Pembangunan_JUT = Luas_Lahan__Produktif*(Persentase_Target__Pembangunan_Prasaran a/100) Pengurangan_JUT = Konversi_Lahan Sisa_Pembangunan__Saluran_Irigasi(t) = Sisa_Pembangunan__Saluran_Irigasi(t - dt) + (- Target__Pembangunan_Irigasi Pengurangan__Jaringan_Irigasi) * dt INIT Sisa_Pembangunan__Saluran_Irigasi = Luas_Lahan__Produktif OUTFLOWS: Target__Pembangunan_Irigasi = Luas_Lahan__Produktif*(Persentase_Target__Pembangunan_Prasaran a/100) Pengurangan__Jaringan_Irigasi = Laju_Konversi_Lahan Biaya_Pembangunan_RPC = 1200000000 Biaya_Prasarana__Industri_Pangan = 200000000 Efisiensi_Irigasi_Awal = 75/100 Panjang_Irigasi__dan_JUT_Per_Ha = 30.3 Pendanaan_JUT = Target__Pembangunan_JUT*Unit_Biaya_JUT*Panjang_Irigasi__dan_ JUT_Per_Ha Pendanaan_Untuk_Irigasi = Target__Pembangunan_Irigasi*Unit_Biaya_Irigasi*Panjang_Irigasi__d an_JUT_Per_Ha Persentase_Target__Pembangunan_Prasarana = 0.2 Tahun__Pembagunan_Prasarana = Persentase__Pembangunan_Prasarana/10 Unit_Biaya_Irigasi = 68750 Unit_Biaya_JUT = 50000 Produksi Lahan Biaya_Produksi__Kedelai_Per_Ha(t) = Biaya_Produksi__Kedelai_Per_Ha(t - dt) + (Kenaikan_Biaya__Produksi_Kedelai) * dt INIT Biaya_Produksi__Kedelai_Per_Ha = 2056935 INFLOWS: Kenaikan_Biaya__Produksi_Kedelai = Biaya_Produksi__Kedelai_Per_Ha*(Laju_Inflasi/100)
75
Lampiran 12 Lanjutan Biaya_Produksi__Padi_Per_Ha(t) = Biaya_Produksi__Padi_Per_Ha(t - dt) + (Peningkatan_Biaya__Produksi_Padi) * dt INIT Biaya_Produksi__Padi_Per_Ha = 5197300 INFLOWS: Peningkatan_Biaya__Produksi_Padi = Biaya_Produksi__Padi_Per_Ha*(Laju_Inflasi/100) IP(t) = IP(t - dt) + (Kenaikan_IP) * dt INIT IP = IP_Awal INFLOWS: Kenaikan_IP = IF(IP>=3)THEN(0)ELSE(((Peningkatan__Efisiensi_irigasi/100)/(Efisie nsi_Irigasi_Awal/100))*IP_Awal) Luas_Lahan__Produktif(t) = Luas_Lahan__Produktif(t - dt) + (- Konversi_Lahan) * dt INIT Luas_Lahan__Produktif = 5768 OUTFLOWS: Konversi_Lahan = Luas_Lahan__Produktif*(Laju_Konversi_Lahan/100) Produktivitas_Kedelai(t) = Produktivitas_Kedelai(t - dt) + (Kenaikan_Produktivitas) * dt INIT Produktivitas_Kedelai = 1.8 INFLOWS: Kenaikan_Produktivitas = Produktivitas_Kedelai*Laju_Produktivitas_Kedelai Produktivitas_Padi(t) = Produktivitas_Padi(t - dt) + (Peningkatan__Produktivitas_Padi) * dt INIT Produktivitas_Padi = 6.5 INFLOWS: Peningkatan__Produktivitas_Padi = Produktivitas_Padi*Laju__Produktivitas_Padi Biaya_Produksi_Beras = (Produksi_Beras)*Biaya_Produksi_Beras_Per_Kg Biaya_Produksi_Padi = Biaya_Produksi__Padi_Per_Ha*Luas_Tanam_Padi Biaya_Produksi__Industri_Pangan = Produksi_Menir*Biaya_Produksi_Produk_Pangan Biaya__Produksi_Kedelai = Luas_Tanam_Kedelai*Biaya_Produksi__Kedelai_Per_Ha Hasil_Padi = IF(Persentase__Pembangunan_Prasarana=0)THEN(Produksi_Padi_Per _Tahun) ELSE IF(Persentase__Pembangunan_Prasarana=100)THEN(0)ELSE IF(Persentase__Pembangunan_Prasarana<100)THEN(((100Persentase__Pembangunan_Prasarana)/100)*Produksi_Padi_Per_Tahu n)ELSE(0)
76
Lampiran 12 Lanjutan IP_Non_Padi = (IP*Porsi_Non_Padi)+(IP*Porsi_Non_PadI*0.035) IP_Padi = IP*(1-Porsi_Non_Padi) Laju_Konversi_Lahan = 0.56 Laju_Produktivitas_Kedelai = 0.09 Laju__Produktivitas_Padi = 0.0021 Luas_Tanam_Kedelai = Luas_Lahan__Produktif*IP_Non_Padi Luas_Tanam_Padi = IP_Padi*Luas_Lahan__Produktif Penghematan__Ongkos_Angkut = IF(Persentase__Pembangunan_Prasarana=0)THEN(0)ELSE((Ongkos_ Angkut_Pupuk*3)+(Upah_Angkut*(Produksi_Padi_Per_Tahun*10))) Produksi_Beras = Produksi_Beras_Kotor*(90/100)*1000 Produksi_Beras_Kotor = (Produksi_Padi_Per_Tahun-Hasil_Padi)*(60/100) Produksi_Kedelai_Per_Tahun = Produktivitas_Kedelai*Luas_Tanam_Kedelai Produksi_Menir = (10/100)*Produksi_Beras_Kotor*1000 Produksi_Padi_Per_Tahun = Produktivitas_Padi*Luas_Tanam_Padi Biaya Produksi Beras Per Kg Biaya_Produksi_Beras_Per_Kg = 700 Biaya Produksi Produk Pangan Per kg Biaya_Produksi_Produk_Pangan = 10000 IP Awal IP_Awal = 3 Ongkos Angkut Panen Upah_Angkut = 3000 Ongkos Angkut Pupuk Ongkos_Angkut_Pupuk = 20000 Porsi Non Padi Porsi_Non_Padi = 0.3
77