MODEL PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI DAERAH RESAPAN DI WILAYAH DKI JAKARTA
DWI DINARIANA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam Disertasi ini yang berjudul : “MODEL PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI DAERAH RESAPAN DI WILAYAH DKI JAKARTA” adalah gagasan atau hasil penelitian saya dengan bimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di Perguruan Tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan dalam Disertasi ini, telah dinyatakan dengan jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Februari 2011 Yang Memberi Pernyataan
Dwi Dinariana
ABSTRACT DWI DINARIANA. Urban Green Space Management Model as a Recharge Area in The Jakarta Area. Under direction of SANTUN R.P. SITORUS, SURIA DARMA TARIGAN, SITI NURISYAH, and HARTRISARI HARDJOMIDJOJO. A high rate of population growth and limited land owned causing the growth of physical development in the city of Jakarta is done by converting agricultural land, forests and other open spaces to land awoke with pavement and building structures. This decreases the area of urban green space and reduced water infiltration. With the above issues, the study aims is to build the urban green space management model as a recharge area in order to increase water availability in areas of Jakarta. The method used is create a spatial dynamic model. Data needed in this study are primary and secondary data. Based on the results and discussions, the estimated total population of Jakarta until the year 2016 is 7,804,846, with the domestic water needs for the population that year (2016) amounted to 427,315,322.20 m3/year. The total area of urban green space required to meet all domestic water needed for the population of DKI Jakarta until the year of 2016 is 16.180,54 ha or 24.92% of the total area of Jakarta.
Keywords: Jakarta, Models, Management, Recharge Area, Urban green space
RINGKASAN DWI DINARIANA. Model Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai Daerah Resapan di Wilayah DKI Jakarta. Dibimbing oleh SANTUN R.P. SITORUS, SURIA DARMA TARIGAN, SITI NURISYAH, dan HARTRISARI HARDJOMIDJOJO. Keterbatasan lahan yang dimiliki dan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi menyebabkan pertumbuhan pembangunan fisik di Kota Jakarta dilakukan dengan mengkonversi lahan pertanian, hutan dan ruang terbuka lainnya menjadi lahan terbangun. Hal ini menyebabkan berkurangnya luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) sehingga ruang resapan air berkurang, lingkungan menjadi gersang dan panas serta menurunnya jumlah keanekaragaman hayati. Untuk mencegah terjadinya kerusakan lingkungan lebih lanjut yang diakibatkan oleh pertumbuhan pembangunan fisik diperlukan adanya perlindungan lingkungan, dimana setiap pembangunan yang sedang berlangsung harus dapat mengedepankan keterbatasan dan kelebihan yang dimiliki oleh lingkungan itu sendiri Ketidakseimbangan antara penambangan air tanah dengan pengembaliannya, telah menimbulkan berbagai masalah, terutama di kota-kota besar, termasuk kota Jakarta. Ketidakseimbangan ini muncul akibat terlalu banyaknya pengambilan air dari dalam tanah, sementara pengembaliannya ke dalam tanah semakin berkurang. Hal ini terjadi akibat semakin berkurangnya permukaan tanah yang mampu meresapkan air (hujan) khususnya akibat bertambahnya luas permukaan yang dikeraskan dalam bentuk bangunanbangunan, jalan, tempat parkir dsb, sehingga semakin banyak air hujan yang terbuang ke badan air melalui saluran drainase buatan. Bertambahnya luas pengerasan ini sering tidak disertai dengan usaha untuk menambah masuknya air ke dalam tanah dengan cara lain (kompensasi) dengan jumlah yang sama dengan yang seharusnya terjadi bila pengerasanpengerasan tersebut tidak ada. Banyak areal pertanian, taman dan hutan yang sebelumnya berperan sebagai tempat resapan air (hujan) ke dalam tanah secara alami telah berubah fungsi akibat adanya bangunan diatasnya, atau akibat berkurangnya vegetasi diatasnya. Berkurangnya supply air tanah akan menyebabkan penurunan permukaan air tanah secara menyolok. Dampak negatif dari fenomena ini sangat luas, selain semakin mahalnya persediaan air tanah sebagai sumber air bersih juga menyebabkan intrusi air laut sampai jauh ke daratan, seperti saat ini dijumpai di daerah Jakarta Utara. Tujuan penelitian adalah membangun Model Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai Daerah Resapan dalam rangka peningkatan ketersediaan air di wilayah DKI Jakarta. Tujuan antaranya adalah : (1) mengkaji keberadaan RTH yang ada dan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan air tanah domestik; (2) menyusun peta alokasi RTH potensial sebagai daerah resapan; (3) menyusun Model Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan di wilayah DKI Jakarta; (4) menyusun skenario kecukupan air tanah yang diperlukan dalam pengelolaan RTH sebagai daerah resapan air untuk memaksimumkan resapan air; (5) merumuskan arahan kebijakan pengelolaan RTH sebagai daerah resapan air di wilayah DKI Jakarta.
Penelitian dilakukan di lima Wilayah DKI Jakarta yaitu Jakarta Utara, Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Jakarta Selatan dan Jakarta Timur. Luas keberadaan RTH (penggunaan lahan) ditentukan dengan menggunakan data spasial Interpretasi Citra Satelit Landsat Path/Row 122064 1 Oktober tahun 2006. Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara observasi langsung ke lokasi/objek penelitian, diskusi, wawancara dan pengecekan data sekunder di lokasi penelitian. Data sekunder diperoleh dengan cara menelusuri hasil penelitian, publikasi ilmiah dan dokumen ilmiah dari berbagai sumber dan instansi terkait seperti Dinas Pertambangan DKI Jakarta, Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta, Dinas Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta (dulu Dinas Kehutanan dan Pertanian DKI Jakarta), Dinas Olahraga dan Pemuda DKI Jakarta, Badan Meteorologi dan Geofisika dan Balai Besar Wilayah Cilicis Ditjen SDA Dep. PU. Dalam penelitian ini model yang digunakan adalah model dinamik-spasial, model dinamik dengan Stella Research 8 dengan pendekatan sistem analisis dinamik. Tahapan penelitian yang dilakukan yaitu : (1) tahap pengkajian keberadaan RTH yang ada dan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan air tanah domestik dan persentase kecukupannya dalam memenuhi air tanah domestik; (2) tahap penyusunan peta alokasi RTH potensial sebagai daerah resapan dengan analisis terhadap laju resapan, curah hujan, tingkat kepadatan penduduk, muka air tanah (MAT) dan keberadaan ruang terbuka; (3) tahap penyusunan Model Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan di wilayah DKI Jakarta dengan mempertimbangkan pasokan PAM, potensi air tanah dari danau dan situ, tambahan RTH rencana dan pasokan dari wilayah lain; (4) tahap penyusunan skenario/strategi kecukupan air tanah yang diperlukan dalam pengelolaan RTH sebagai daerah resapan air untuk memaksimumkan resapan air dengan menggunakan lima skenario; (5) tahap perumusan arahan kebijakan pengelolaan RTH sebagai daerah resapan air di wilayah DKI Jakarta berdasarkan model dan skenario yang terpilih. Berdasarkan hasil penelitian model pengelolaan RTH sebagai daerah resapan di wilayah DKI Jakarta dapat disimpulkan : Luas RTH pada tahun 2006 sebesar 24,68 persen dari luas kelima wilayah DKI Jakarta dengan kecukupan 74,10 persen - 77,09 persen dari kebutuhan air tanah domestik. Terdapat dua wilayah yang memenuhi syarat luas minimum RTH 30 persen (Undang-undang RI No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang pasal 29) dengan kecukupan melebihi kebutuhan air tanah domestik yaitu Jakarta Selatan dan Jakarta Timur. Alokasi daerah yang potensial untuk dijadikan daerah RTH di wilayah DKI Jakarta adalah Cengkareng dan Kembangan di wilayah Jakarta Barat, Cakung, Makasar dan Cipayung di wilayah Jakarta Timur dan Jagakarsa dan Cilandak di wilayah Jakarta Selatan. Hasil perhitungan model dinamik pengelolaan RTH sebagai daerah resapan di Wilayah DKI Jakarta menunjukan : a) Terdapat 2 wilayah yang memiliki kelebihan pasokan air tanah domestik yang bisa menjadi pemasok bagi wilayah lain yaitu Jakarta Selatan dan Jakarta Timur; b) Wilayah yang memiliki kelebihan pasokan air tanah domestik tetapi tidak bisa digunakan untuk memasok wilayah lain yaitu Jakarta Utara; c) Daerah yang menjadi penerima pasokan dari wilayah lain yaitu Jakarta Pusat dan Jakarta Barat; d) Daerah yang masih harus menambah luas RTH rencana adalah Jakarta Barat dan Jakarta Timur; e) Daerah
yang pemenuhan kebutuhan air domestik dapat dipenuhi dari PAM saja adalah Jakarta Utara Lima alternatif skenario pengelolaan RTH dalam rangka memenuhi kebutuhan air tanah domestik yaitu : skenario 1. Luas RTH seperti luas RTH tahun 2006 dan Pasokan Danau/Situ tahun 2006; skenario 2. Mengandalkan pasokan kebutuhan air domestik penduduk hanya dari PAM saja; skenario 3. Luas RTH seperti luas RTH tahun 2006, Pasokan Danau/Situ tahun 2006 dan PAM; skenario 4. Luas RTH terdiri dari RTH rencana pada daerah potensial ditambah RTH tahun 2006, Pasokan Danau/Situ tahun 2006 dan PAM; skenario 5. Luas RTH terdiri dari RTH rencana, RTH tahun 2006, Pasokan Danau/Situ tahun 2006, PAM dan ditambah pasokan dari RTH Wilayah lain Dari kelima skenario tersebut dapat disimpulkan bahwa skenario yang dipilih untuk dilaksanakan di wilayah DKI Jakarta adalah skenario 5 yaitu kebutuhan air tanah domestik wilayah DKI Jakarta sampai dengan tahun 2016 harus dipenuhi dari luas RTH tahun 2006 (16.028,05 ha), penambahan RTH tambahan pada tahun 2007 sampai dengan 2016 sebesar 152,49 ha, pasokan Danau/Situ tahun 2006, pasokan PAM dan untuk beberapa wilayah harus dipenuhi dari pasokan air tanah dari Wilayah lain (misalnya wilayah Jakarta Barat dan Jakarta Pusat masing-masing mendapat pasokan dari Jakarta Timur dan Jakarta Selatan) Pengelolaan RTH sebagai daerah resapan di wilayah DKI Jakarta adalah : a) Jakarta Selatan dan Jakarta Timur ditetapkan sebagai daerah resapan yang dapat mengkonservasi air; b) Jakarta Timur dan Jakarta Barat adalah daerah yang masih harus menambah RTH rencana pada tahun 2006-2016 yaitu di daerah Cengkareng, Kembangan dan Cipayung; c) Kelebihan pasokan air domestik di Jakarta Selatan dan Jakarta Timur digunakan untuk memasok wilayah lain; d) Kekurangan pasokan air domestik Jakarta Pusat dan Jakarta Barat, dipenuhi dari pasokan wilayah lain yaitu dari Jakarta Selatan dan Jakarta Timur; e) RTH tahun 2006 (24,68% luas DKI Jakarta) harus tetap dipertahankan untuk memenuhi kebutuhan air domestik penduduk DKI Jakarta, pada tahun 2006 masih harus menambah RTH rencana Jakarta Barat di Kec. Kembangan dan Cengkareng sebesar 0,21 % luas DKI Jakarta dan pada tahun 2016 dibutuhkan RTH rencana Jakarta Timur di Kec. Cipayung sebesar 0,02 % luas DKI Jakarta; f) Luas RTH publik DKI Jakarta (tidak termasuk RTH Kepulauan Seribu) tahun 2009 adalah 9,07% , luas RTH Privat DKI Jakarta sebesar 15,85 %. Menurut UU RI No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang bahwa luas RTH publik adalah 20 % dari luas wilayah kota sehingga masih diperlukan lagi RTH publik sebesar 10,93 %. Hal ini menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah DKI Jakarta untuk menambah atau merubah RTH privat menjadi RTH publik; g) Total RTH (RTH rencana + RTH 2006) yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan air tanah domestik DKI Jakarta tahun 2006-2015 adalah sekitar 24,89 persen dari luas kelima Wilayah DKI Jakarta dan pada tahun 2016 dibutuhkan 24,92 persen dari luas kelima Wilayah DKI Jakarta. Arahan kebijakan dalam pengelolaan RTH sebagai daerah resapan di wilayah DKI Jakarta adalah : a) Mendorong Perda tentang RTH dan instrumen penegakan hukum; b) Mengembangkan dan menambah RTH; c) Menetapkan RTH Publik sebesar 20 persen.
@ Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruhnya karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
MODEL PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI DAERAH RESAPAN DI WILAYAH DKI JAKARTA
Oleh :
DWI DINARIANA
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Ujian Tertutup Dilaksanakan pada tanggal 19 Januari 2011 Waktu Ujian : 13.00 – 17.30 Penguji Luar Komisi : 1. Dr. Bambang Sulistyantara, M.Agr 2. Dr. Ir. Sobri Effendy, M.Si
Ujian Terbuka Dilaksanakan pada tanggal 7 Februari 2011 Waktu Ujian : 09.00 – 12.00 Penguji Luar Komisi : 1. Dr. Ir. Ruchyat Deni Dj., M.Eng 2. Ir. Hary Agus Rahardjo, MBA, M.Sc. PhD
Judul Disertasi Nama Mahasiswa NRP. Program Studi
: Model Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai Daerah Resapan Di Wilayah DKI Jakarta : Dwi Dinariana : P062040081 : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL)
Disetujui : Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus Ketua
Dr. Ir. Suria Darma Tarigan Anggota
Dr. Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA Anggota
Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA Anggota
Mengetahui :
Plh Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB,
Dr. drh. H. Hasim, DEA
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
Tanggal Ujian : 7 Februari 2011
Tanggal Lulus : ………………………
PRAKATA Puji syukur kepada Allah SWT atas berkat dan rahmatNya sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian disertasi dengan judul “Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Sebagai Daerah Resapan Di Wilayah DKI Jakarta”. Penyusunan disertasi ini sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Doktor pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penelitian disertasi ini pada dasarnya menggambarkan latar belakang permasalahan dan tujuan penelitian, tinjauan pustaka, gambaran umum wilayah penelitian, metode penelitian, gambaran umum wilayah penelitian, hasil dan pembahasan. Ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus, Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, Dr. Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA dan Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA sebagai tim komisi pembimbing yang telah memberikan kontribusi besar dalam bentuk saran pemikiran dan bimbingan sehingga dapat
menyelesaikan disertasi ini.
Penghargaan dan terima kasih disampaikan pula kepada Bapak Dr. drh. H. Hasim, DEA selaku Plh Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan IPB. Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penulisan disertasi ini, sehingga masih perlu mendapat masukan saran dan kritik membangun dalam perbaikan dan kesempurnaan tulisan ini.
Bogor, Februari 2011
Dwi Dinariana
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Madiun, Jawa Timur, 5 Juli 1969 sebagai anak kedua dari empat bersaudara, dari Ayah Soegeng Soedrajat dan Ibu Sunama. Penulis menikah dengan Ir. Gatot Caturrongo dan dikaruniai satu orang anak yaitu Bayu Pratama Ganang Putra. Penulis lulus Sekolah Dasar Negeri Kartoharjo II, Madiun tahun 1982, lulus SMP Negeri I, Madiun tahun 1985 dan lulus SMA Negeri II, Madiun Tahun 1988. Penulis lulus dari Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta pada tahun 1993. Penulis melanjutkan pendidikan program Magister Teknik Sipil peminatan Manajemen Konstruksi Universitas Indonesia (UI) Jakarta dan lulus pada Tahun 2001. Diterima sebagai mahasiswa program doktor di Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL), Sekolah Pascasarjana, IPB pada tahun 2004. Saat ini, penulis bekerja sebagai Ketua Program Studi S2 Magister Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Persada Indonesia YAI di Jakarta. Bagian dari Disertasi ini, telah diterbitkan di Jurnal Menara, No. 2 Volume 7 Tahun 2009 Halaman 45-54 dengan ISSN : 1411 – 3651 dan Jurnal Menara, No. 1 Volume 8 Tahun 2010 Halaman 1-12 dengan ISSN : 1411 – 3651. Jurnal ini merupakan media informasi Rekayasa Sipil, Arsitek dan Industri Universitas Persada Indonesia YAI dengan alamat Redaksi Kampus D UPI YAI Jl. Salemba Raya No. 7 Jakarta Pusat. Selain itu, bagian dari Disertasi ini juga telah disajikan pada seminar Temu Ilmiah Nasional Dosen Teknik IX 2010 di UNTAR Jakarta pada tanggal 16 Desember 2010, serta akan dipresentasikan pada 5th Conference of the International Forum on Urbanism di National University of Singapore (NUS) Singapore tanggal 24-26 Pebruari 2011 dan The 12th International Conference on QIR (Quality in Research) di Bali tanggal 4-7 Juli 2011.
Bogor, Februari 2011
Dwi Dinariana
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .......................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
xviii
I. PENDAHULUAN ...................................................................................
1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................
1
1.2 Perumusan Masalah ...........................................................................
4
1.3 Pertanyaan Penelitian .........................................................................
4
1.4 Tujuan Penelitian ...............................................................................
5
1.5 Manfaat Penelitian .............................................................................
5
1.6 Kerangka Pemikiran ...........................................................................
6
1.7 Kebaruan (novelty) Penelitian ...........................................................
7
II. TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………..
9
2.1 Pengembangan Konsep Tata Ruang perkotaan ……………………..
9
2.2 Ruang Terbuka Hijau Kota …………………………………………
11
2.2.1 Ruang Terbuka dan Ruang Terbuka Hijau ............................
11
2.2.2 Tujuan, Klasifikasi dan Fungsi Ruang Terbuka Hijau ……...
16
2.2.3 Kriteria Ruang Terbuka Hijau ………………………………
18
2.2.4 Ruang Terbuka Hijau Perkotaan ……………………………
21
2.3 Ruang Terbuka Hijau sebagai Daerah Resapan …………………….
23
2.3.1 Perubahan Penggunaan Lahan ……………………………...
23
2.3.2 Hidrologi ……………………………………………………
25
2.3.3 Konservasi Air Tanah ............................................................
27
2.3.4 Ruang Terbuka Hijau dan Pengaruhnya terhadap Konservasi Air …………………………………………………………..
29
2.4 Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau …………………………………
30
2.5 Wewenang Penyusunan Rencana Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Kota …………………………………………………………………
32
2.6 Penginderaan Jauh ..............................................................................
33
2.7 Sistem Informasi Geografik ...............................................................
34
2.8 Model, Tujuan Model dan Tipe Model ……………………………..
35
ii
2.9 Tinjauan Studi-Studi Terdahulu ..........................................................
38
III. METODE PENELITIAN ......................................................................... 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................
45 45
3.2 Jenis dan Sumber Data .......................................................................
45
3.3 Teknik Pengumpulan Data .................................................................
46
3.4 Teknik Analisis Data ..........................................................................
46
3.4.1 Analisis Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan dan Kondisi Keberadaan RTH …………………………………….
48
3.4.2 Analisis Luas RTH yang dibutuhkan sebagai Daerah Resapan
48
3.4.3 Sistem Informasi Geografi ........................................................
50
3.4.4 Pendekatan Sistem ....................................................................
50
IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN ................................ 4.1 Kondisi Geografis ..............................................................................
53 53
4.1.1 Letak Dan Kedudukan ..............................................................
53
4.1.2 Administrasi Dan Luas Lahan ..................................................
53
4.1.3 Penggunaan Lahan ....................................................................
56
4.1.4 Iklim Dan Suhu Udara ..............................................................
56
4.1.5 Kondisi Hidrologi .....................................................................
57
4.2 Luas Wilayah, Jumlah, Laju Pertumbuhan, dan Kepadatan Penduduk di Wilayah DKI Jakarta .....................................................
59
4.2.1 Luas Wilayah, Jumlah, Laju Pertumbuhan, dan Kepadatan Penduduk di Wilayah Jakarta Utara …………………………..
60
4.2.2 Luas Wilayah, Jumlah, Laju Pertumbuhan, dan Kepadatan Penduduk di Wilayah Jakarta Pusat …………………………..
61
4.2.3 Luas Wilayah, Jumlah, Laju Pertumbuhan, dan Kepadatan Penduduk di Wilayah Jakarta Barat …………………………..
63
4.2.4 Luas Wilayah, Jumlah, Laju Pertumbuhan, dan Kepadatan Penduduk di Wilayah Jakarta Selatan ………………………...
64
4.2.5 Luas Wilayah, Jumlah, Laju Pertumbuhan, dan Kepadatan Penduduk di Wilayah Jakarta Timur .........................................
65
4.3 Jumlah dan Laju Pemakaian PAM di Wilayah DKI Jakarta ………..
67
4.3.1 Jumlah dan Laju Pemakaian PAM di Wilayah Jakarta Utara ...
67
4.3.2 Jumlah dan Laju Pemakaian PAM di Wilayah Jakarta Pusat ...
68
4.3.3 Jumlah dan Laju Pemakaian PAM di Wilayah Jakarta Barat ...
68
iii
4.3.4 Jumlah dan Laju Pemakaian PAM di Wilayah Jakarta Selatan
68
4.3.5 Jumlah dan Laju Pemakaian PAM di Wilayah Jakarta Timur ..
69
4.4 Data Curah Hujan di Wilayah DKI Jakarta .......................................
69
4.4.1 Data Curah Hujan di Wilayah Jakarta Utara ………………….
69
4.4.2 Data Curah Hujan di Wilayah Jakarta Pusat .............................
70
4.4.3 Data Curah Hujan di Wilayah Jakarta Barat .............................
70
4.4.4 Data Curah Hujan di Wilayah Jakarta Selatan ..........................
71
4.4.5 Data Curah Hujan di Wilayah Jakarta Timur ............................
71
4.5 Ruang Terbuka Hijau DKI Jakarta .....................................................
72
4.5.1 Ruang Terbuka Hijau Dinas Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta ......................................................................................
73
4.5.2 Ruang Terbuka Hijau Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta .......................................................................................
77
4.5.3 Ruang Terbuka Hijau Dinas Olahraga dan Pemuda DKI Jakarta .......................................................................................
78
4.6 Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Di DKI Jakarta ..........................
79
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 5.1 Lokasi dan Luas RTH Tahun 2006 ...................................................
81 81
5.1.1 Lokasi dan Luas RTH Tahun 2006 di Wilayah Jakarta Utara ..
83
5.1.1.1 Penggunaan Lahan Tahun 2006 di Wilayah Jakarta Utara ..............................................................................
83
5.1.1.2 Luas Lahan RTH dan Lahan Terbuka terhadap Luas Wilayah Jakarta Utara ...................................................
85
5.1.1.3 Identifikasi Keberadaan RTH Wilayah Jakarta Utara ....
86
5.1.2 Lokasi dan Luas RTH Tahun 2006 di Wilayah Jakarta Pusat ..
89
5.1.2.1 Penggunaan Lahan Tahun 2006 di Wilayah Jakarta Pusat ..............................................................................
89
5.1.2.2 Luas Lahan RTH dan Lahan Terbuka terhadap Luas Wilayah Jakarta Pusat ...................................................
90
5.1.2.3 Identifikasi Keberadaan RTH Wilayah Jakarta Pusat ....
91
5.1.3 Lokasi dan Luas RTH Tahun 2006 di Wilayah Jakarta Barat ..
95
5.1.3.1 Penggunaan Lahan Tahun 2006 di Wilayah Jakarta Barat ..............................................................................
95
5.1.3.2 Luas Lahan RTH dan Lahan Terbuka terhadap Luas Wilayah Jakarta Barat …...............................................
95
iv
5.1.3.3 Identifikasi Keberadaan RTH Wilayah Jakarta Barat .... 5.1.4 Lokasi dan Luas RTH Tahun 2006 di Wilayah Jakarta Selatan
98 102
5.1.4.1 Penggunaan Lahan Tahun 2006 di Wilayah Jakarta Selatan ...........................................................................
102
5.1.4.2 Luas Lahan RTH dan Lahan Terbuka terhadap Luas Wilayah Jakarta Selatan ................................................
104
5.1.4.3 Identifikasi Keberadaan RTH Wilayah Jakarta Selatan .
106
5.1.5 Lokasi dan Luas RTH Tahun 2006 di Wilayah Jakarta Timur .
110
5.1.5.1 Penggunaan Lahan Tahun 2006 di Wilayah Jakarta Timur .............................................................................
110
5.1.5.2 Luas Lahan RTH dan Lahan Terbuka terhadap Luas Wilayah Jakarta Timur ..................................................
112
5.1.5.3 Identifikasi Keberadaan RTH Wilayah Jakarta Timur ..
114
5.1.6 Lokasi dan Luas RTH Tahun 2006 di Lima Wilayah DKI Jakarta .......................................................................................
118
5.1.6.1 Penggunaan Lahan Tahun 2006 di Lima Wilayah DKI Jakarta ...........................................................................
118
5.1.6.2 Luas Lahan RTH dan Lahan Terbuka terhadap Luas Lima Wilayah DKI Jakarta ...........................................
119
5.2 Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan ..............................
120
5.2.1 Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan Wilayah DKI Jakarta .......................................................................................
120
5.2.1.1 Perhitungan Koefisien Resapan (C) Wilayah DKI Jakarta ...........................................................................
120
5.2.1.2 Zona Resapan dan Zona Muka Air Tanah di Wilayah DKI Jakarta ...................................................................
122
5.2.2 Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan Wilayah Jakarta Utara ………………………………………………….
123
5.2.2.1 Perhitungan Koefisien Resapan (C) Wilayah Jakarta Utara ..............................................................................
123
5.2.2.2 Zona Resapan dan Zona Muka Air Tanah di Wilayah Jakarta Utara ………………………………………….
123
5.2.2.3 Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Utara ………………………………...
125
5.2.3 Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan Wilayah Jakarta Pusat …………………………………………………..
126
v
5.2.3.1 Perhitungan Koefisien Resapan (C) Wilayah Jakarta Pusat ..............................................................................
126
5.2.3.2 Zona Resapan dan Zona Muka Air Tanah di Wilayah Jakarta Pusat …………………………………………..
127
5.2.3.3 Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Pusat ………………………………...
129
5.2.4 Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan Wilayah Jakarta Barat …………………………………………………..
131
5.2.4.1 Perhitungan Koefisien Resapan (C) Wilayah Jakarta Barat ..............................................................................
131
5.2.4.2 Zona Resapan dan Zona Muka Air Tanah di Wilayah Jakarta Barat …………………………………………..
131
5.2.4.3 Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Barat ………………………………...
134
5.2.5 Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan Wilayah Jakarta Selatan ………………………………………………...
136
5.2.5.1 Perhitungan Koefisien Resapan (C) Wilayah Jakarta Selatan ...........................................................................
136
5.2.5.2 Zona Resapan dan Zona Muka Air Tanah di Wilayah Jakarta Selatan ...............................................................
137
5.2.5.3 Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Selatan ................................................
140
5.2.6 Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan Wilayah Jakarta Timur ............................................................................
142
5.2.6.1 Perhitungan Koefisien Resapan (C) Wilayah Jakarta Timur .............................................................................
142
5.2.6.2 Zona Resapan dan Zona Muka Air Tanah di Wilayah Jakarta Timur …………………………………………
143
5.2.6.3 Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Timur ………………………………..
147
5.3 Model Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan …………………
149
5.3.1 Model Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan Wilayah Jakarta Utara …………………………………………………..
149
5.3.2 Model Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan Wilayah Jakarta Pusat …………………………………………………..
155
5.3.3 Model Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan Wilayah Jakarta Barat …………………………………………………..
161
5.3.4 Model Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan Wilayah Jakarta Selatan ………………………………………………...
167
vi
5.3.5 Model Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan Wilayah Jakarta Timur ............................................................................
173
5.3.6 Model Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan Wilayah DKI Jakarta …………………………………………………...
180
5.3.7 Validasi Model ………………………………………………..
184
5.4 Skenario Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan ………………
188
5.4.1 Skenario Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan Wilayah Jakarta Utara ………………………………………………….
188
5.4.2 Skenario Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan Wilayah Jakarta Utara ………………………………………………….
189
5.4.3 Skenario Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan Wilayah Jakarta Barat …………………………………………………..
189
5.4.4 Skenario Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan Wilayah Jakarta Selatan ………………………………………………...
190
5.4.5 Skenario Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan Wilayah Jakarta Timur …………………………………………………
192
5.4.6 Skenario Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan Wilayah DKI Jakarta …………………………………………………...
193
5.5 Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan ………………………...
197
5.5.1 Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan Wilayah Jakarta Utara …………………………………………………………..
197
5.5.2 Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan Wilayah Jakarta Pusat …………………………………………………………..
199
5.5.3 Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan Wilayah Jakarta Barat …………………………………………………………..
200
5.5.4 Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan Wilayah Jakarta Selatan ………………………………………………………...
201
5.5.5 Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan Wilayah Jakarta Timur ………………………………………………………….
202
5.5.6 Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan Wilayah DKI Jakarta ………………………………………………………...
203
VI. SIMPULAN DAN SARAN …………………………………………….
209
6.1 Simpulan ……………………………………………………………
209
6.2 Saran ………………………………………………………………...
211
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………
213 219
LAMPIRAN ………………………………………………………………...
vii
DAFTAR TABEL Tabel
Halaman
1
Standar Luas Ruang Terbuka Umum (Simond, 1983) .......................
23
2
Parameter Utama dari Siklus Hidrologis (Brooks, 1988) .....................
26
3
Hubungan Antara Tujuan Penelitian, Jenis Data, Sumber Data, Teknik Analisis Data dan Hasil yang Diharapkan .............................
47
Kebutuhan stakeholder dalam pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai daerah resapan di wilayah DKI Jakarta .................................
50
5
Luas Wilayah di DKI Jakarta Tahun 2006 ..........................................
53
6
Luas Lahan dan Penggunaannya Menurut Kotamadya/Kabupaten Tahun 2006 (hektar) ...........................................................................
56
7
Data Curah Hujan Perwilayah DKI Jakarta Tahun 1997 – 2006 ........
56
8
Peruntukan Air Sungai di Wilayah DKI Jakarta ................................
57
9
Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk di Wilayah DKI Jakarta Tahun 2002-2006 ...............................................................................
59
10
Klasifikasi Kepadatan Penduduk .......................................................
59
11
Luas Wilayah, Jumlah dan Kepadatan Penduduk Per-Wilayah DKI Jakarta .................................................................................................
59
Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk di Wilayah Jakarta Utara Tahun 2002-2006 ...............................................................................
60
Luas Wilayah, Jumlah dan Kepadatan Penduduk Per-Kecamatan di Wilayah Jakarta Utara ........................................................................
61
Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk di Wilayah Jakarta Pusat Tahun 2001-2006 ...............................................................................
62
Luas Wilayah, Jumlah dan Kepadatan Penduduk Per-Kecamatan di Wilayah Jakarta Pusat ........................................................................
62
Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk di Wilayah Jakarta Barat Tahun 2001-2006 ...............................................................................
63
Luas Wilayah, Jumlah dan Kepadatan Penduduk Per-Kecamatan di Wilayah Jakarta Barat ........................................................................
63
Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk di Wilayah Jakarta Selatan Tahun 2001-2006 ................................................................................
64
Luas Wilayah, Jumlah dan Kepadatan Penduduk Per-Kecamatan di Wilayah Jakarta Selatan .....................................................................
65
Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk di Wilayah Jakarta Timur Tahun 2001-2006 ...............................................................................
66
4
12 13 14 15 16 17 18 19 20
viii
21
Luas Wilayah, Jumlah dan Kepadatan Penduduk Per-Kecamatan di Wilayah Jakarta Timur .......................................................................
66
Jumlah dan Laju Pemakaian PAM untuk Rumah Tangga di Wilayah DKI Jakarta .........................................................................................
67
Jumlah dan Laju Pemakaian PAM untuk Rumah Tangga di Wilayah Jakarta Utara .......................................................................................
67
Jumlah dan Laju Pemakaian PAM untuk Rumah Tangga di Wilayah Jakarta Pusat .......................................................................................
68
Jumlah dan Laju Pemakaian PAM untuk Rumah Tangga di Wilayah Jakarta Barat .......................................................................................
68
Jumlah dan Laju Pemakaian PAM untuk Rumah Tangga di Wilayah Jakarta Selatan ....................................................................................
68
Jumlah dan Laju Pemakaian PAM untuk Rumah Tangga di Wilayah Jakarta Timur ......................................................................................
69
Curah Hujan dan Curah Hujan Rata-rata Pertahun di Wilayah DKI Jakarta .................................................................................................
69
Curah Hujan dan Curah Hujan Rata-rata Pertahun di Wilayah Jakarta Utara .......................................................................................
70
Curah Hujan dan Curah Hujan Rata-rata Pertahun di Wilayah Jakarta Pusat .......................................................................................
70
Curah Hujan dan Curah Hujan Rata-rata Pertahun di Wilayah Jakarta Barat .......................................................................................
71
Curah Hujan dan Curah Hujan Rata-rata Pertahun di Wilayah Jakarta Selatan ....................................................................................
71
Curah Hujan dan Curah Hujan Rata-rata Pertahun di Wilayah Jakarta Timur ......................................................................................
72
34
Ruang Terbuka Hijau DKI Jakarta .....................................................
72
35
Hutan Kota di Tanah Milik Pemda DKI Jakarta ................................
73
36
Hutan Kota Dibawah Pengawasan BUMD DKI Jakarta ....................
74
37
Hutan Kota Di Tanah Bukan Milik Pemda DKI Jakarta ....................
75
38
Kawasan Hutan DKI Jakarta ..............................................................
76
39
Ruang Terbuka Hijau Dinas Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta .....
76
40
Ruang Terbuka Hijau Pertanian DKI Jakarta .....................................
76
41
RTH Kebun Bibit/Balai Benih Pertanian dan Kehutanan DKI Jakarta .................................................................................................
77
42
Ruang Terbuka Hijau Pertanian dan Kebun Bibit DKI Jakarta .........
77
43
RTH Taman Kota, Jalur Hijau Jalan, Tepian Air, Taman Rekreasi dan Pemakaman DKI Jakarta ..............................................................
78
22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
ix
44
RTH Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta ................................
78
45
RTH Dinas Olah Raga dan Pemuda DKI Jakarta ..............................
78
46
Status RTRW Kota-kota dan Kabupaten di Propinsi DKI .................
79
47
Pembagian Zona Resapan di Wilayah DKI Jakarta ............................
81
48
Pembagian Zona Muka Air Tanah di Wilayah DKI Jakarta ..............
81
49
Pembagian Zona Resapan dan Zona Muka Air Tanah di Wilayah DKI Jakarta ........................................................................................
82
Penggunaan Lahan Tahun 2006 Per-Zona Resapan di Wilayah Jakarta Utara .......................................................................................
83
51
Luas RTH terhadap Luas Wilayah Jakarta Utara Tahun 2006 ............
85
52
Luas Lahan Terbuka terhadap Luas Wilayah Jakarta Utara Tahun 2006 ....................................................................................................
85
Luas Lahan Terbuka dan RTH terhadap Luas Wilayah Jakarta Utara Tahun 2006 ..........................................................................................
85
54
Identifikasi RTH Jakarta Utara ..........................................................
86
55
Penggunaan Lahan Tahun 2006 Per-Zona Resapan di Wilayah Jakarta Pusat ........................................................................................
89
56
Luas RTH terhadap Luas Wilayah Jakarta Pusat Tahun 2006 ............
90
57
Luas Lahan Terbuka terhadap Luas Wilayah Jakarta Pusat Tahun 2006 ....................................................................................................
91
Luas Lahan Terbuka dan RTH terhadap Luas Wilayah Jakarta Pusat Tahun 2006 .........................................................................................
91
59
Identifikasi RTH Jakarta Pusat ...........................................................
92
60
Penggunaan Lahan Tahun 2006 Per-Zona Resapan di Wilayah Jakarta Barat .......................................................................................
95
61
Luas RTH terhadap Luas Wilayah Jakarta Barat Tahun 2006 ............
97
62
Luas Lahan Terbuka terhadap Luas Wilayah Jakarta Barat Tahun 2006 ....................................................................................................
97
Luas Lahan Terbuka dan RTH terhadap Luas Wilayah Jakarta Barat Tahun 2006 .........................................................................................
98
64
Identifikasi RTH Jakarta Barat ...........................................................
99
65
Penggunaan Lahan Tahun 2006 Per-Zona Resapan di Wilayah Jakarta Selatan ....................................................................................
102
66
Luas RTH terhadap Luas Wilayah Jakarta Selatan Tahun 2006 .........
104
67
Luas Lahan Terbuka terhadap Luas Wilayah Jakarta Selatan Tahun 2006 ....................................................................................................
105
50
53
58
63
x
68
Luas Lahan Terbuka dan RTH terhadap Luas Wilayah Jakarta Selatan Tahun 2006 .............................................................................
106
69
Identifikasi RTH Jakarta Selatan ........................................................
107
70
Penggunaan Lahan Tahun 2006 Per-Zona Resapan di Wilayah Jakarta Timur ......................................................................................
110
71
Luas RTH terhadap Luas Wilayah Jakarta Timur Tahun 2006 ..........
112
72
Luas Lahan Terbuka terhadap Luas Wilayah Jakarta Timur Tahun 2006 ....................................................................................................
113
Luas Lahan Terbuka dan RTH terhadap Luas Wilayah Jakarta Timur Tahun 2006 …………………………………………………………..
114
74
Identifikasi RTH Jakarta Timur .........................................................
115
75
Penggunaan Lahan Tahun 2006 Per-Wilayah DKI Jakarta ...............
118
76
Luas RTH terhadap Luas Lima Wilayah DKI Jakarta Tahun 2006 ...
119
77
Luas Lahan Terbuka terhadap Luas Lima Wilayah DKI Jakarta Tahun 2006 .........................................................................................
119
Luas Lahan Terbuka dan RTH terhadap Luas Lima Wilayah DKI Jakarta Tahun 2006 .............................................................................
119
79
Data Curah Hujan Jam-jaman (2003-2007) di Wilayah DKI Jakarta
121
80
Perhitungan Koefisien Resapan sesuai Zonasi Daerah Resapan di Wilayah DKI Jakarta ..........................................................................
121
Perhitungan Koefisien Resapan sesuai Zonasi Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Utara ........................................................................
123
82
Zona Resapan dan Zona Muka Air Tanah di Wilayah Jakarta Utara
123
83
Luas Zona Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Utara .......................
124
84
Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan terhadap Muka Air Tanah dan Laju Resapan di Wilayah Jakarta Utara ...........................
125
Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan terhadap Kepadatan Penduduk di Wilayah Jakarta Utara ...................................................
125
Perhitungan Koefisien Resapan sesuai Zonasi Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Pusat ........................................................................
127
87
Zona Resapan dan Zona Muka Air Tanah di Wilayah Jakarta Pusat
127
88
Luas Zona Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Pusat .......................
128
89
Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan terhadap Muka Air Tanah dan Laju Resapan di Wilayah Jakarta Pusat ............................
129
Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan terhadap Kepadatan Penduduk di Wilayah Jakarta Pusat ....................................................
130
Perhitungan Koefisien Resapan sesuai Zonasi Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Barat ………………………………………………
131
73
78
81
85 86
90 91
xi
92
Zona Resapan dan Zona Muka Air Tanah di Wilayah Jakarta Barat
132
93
Luas Zona Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Barat .......................
133
94
Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan terhadap Muka Air Tanah dan Laju Resapan di Wilayah Jakarta Barat ............................
134
Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan terhadap Kepadatan Penduduk di Wilayah Jakarta Barat ...................................................
135
Perhitungan Koefisien Resapan sesuai Zonasi Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Selatan .....................................................................
136
97
Zona Resapan dan Zona Muka Air Tanah di Wilayah Jakarta Selatan
137
98
Luas Zona Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Selatan ……………
138
99
Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan terhadap Muka Air Tanah dan Laju Resapan di Wilayah Jakarta Selatan ........................
141
Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan terhadap Kepadatan Penduduk di Wilayah Jakarta Selatan ................................................
141
Perhitungan Koefisien Resapan sesuai Zonasi Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Timur .......................................................................
143
102
Zona Resapan dan Zona Muka Air Tanah di Wilayah Jakarta Timur
144
103
Luas Zona Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Timur ......................
145
104
Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan terhadap Muka Air Tanah dan Laju Resapan di Wilayah Jakarta Timur ..........................
148
Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan terhadap Kepadatan Penduduk di Wilayah Jakarta Timur ..................................................
149
106
Jumlah Penduduk Jakarta Utara selama 10 Tahun (2006-2016) .........
151
107
Jumlah Kebutuhan Air Domestik Penduduk Jakarta Utara selama 10 Tahun (2006-2016) .............................................................................
151
Jumlah Pasokan PAM Penduduk Jakarta Utara selama 10 Tahun (2006-2016) ........................................................................................
152
Jumlah Pasokan Air Tanah dari Danau atau Situ di Wilayah Jakarta Utara selama 10 Tahun (2006-2016) ..................................................
152
Jumlah Pasokan Air Tanah dari RTH pada Tahun 2006 di Wilayah Jakarta Utara .......................................................................................
152
Pasokan Air Tanah dari RTH Tahun 2006 dan Pasokan Danau/Situ tahun 2006 di Wilayah Jakarta Utara .................................................
153
Pasokan Kebutuhan Air Domestik Penduduk hanya dari PAM saja di Wilayah Jakarta Utara ....................................................................
154
Pasokan Air Tanah dari RTH Tahun 2006, Pasokan Danau/Situ tahun 2006 dan PAM di Wilayah Jakarta Utara .................................
154
Jumlah Penduduk Jakarta Pusat selama 10 Tahun (2006-2016) ........
157
95 96
100 101
105
108 109 110 111 112 113 114
xii
115
Jumlah Kebutuhan Air Domestik Penduduk Jakarta Pusat selama 10 Tahun (2006-2016) ..............................................................................
157
Jumlah Pasokan PAM Penduduk Jakarta Pusat selama 10 Tahun (2006-2016) ........................................................................................
157
Jumlah Pasokan Air Tanah dari Danau atau Situ di Wilayah Jakarta Pusat selama 10 Tahun (2006-2016) ...................................................
158
Jumlah Pasokan Air Tanah dari RTH pada Tahun 2006 di Wilayah Jakarta Pusat .......................................................................................
158
Pasokan Air Tanah dari RTH Tahun 2006 dan Pasokan Danau/Situ tahun 2006 di Wilayah Jakarta Pusat .................................................
159
Pasokan Kebutuhan Air Domestik Penduduk hanya dari PAM saja di Wilayah Jakarta Pusat ....................................................................
160
Pasokan Air Tanah dari RTH Tahun 2006, Pasokan Danau/Situ tahun 2006 dan PAM di Wilayah Jakarta Pusat .................................
160
122
Jumlah Penduduk Jakarta Barat selama 10 Tahun (2006-2016) .........
162
123
Jumlah Kebutuhan Air Domestik Penduduk Jakarta Barat selama 10 Tahun (2006-2016) .............................................................................
162
Jumlah Pasokan PAM Penduduk Jakarta Barat selama 10 Tahun (2006-2016) ........................................................................................
163
Jumlah Pasokan Air Tanah dari Danau atau Situ di Wilayah Jakarta Barat selama 10 Tahun (2006-2016) ..................................................
163
Jumlah Pasokan Air Tanah dari RTH pada Tahun 2006 di Wilayah Jakarta Barat .......................................................................................
163
Pasokan Air Tanah dari RTH Tahun 2006 dan Pasokan Danau/Situ tahun 2006 di Wilayah Jakarta Barat .................................................
164
Pasokan Kebutuhan Air Domestik Penduduk hanya dari PAM saja di Wilayah Jakarta Barat ....................................................................
165
Pasokan Air Tanah dari RTH Tahun 2006, Pasokan Danau/Situ tahun 2006 dan PAM di Wilayah Jakarta Barat .................................
165
130
Luas RTH Rencana dan RTH Tahun 2006 di Wilayah Jakarta Barat
166
131
Luas dan Lokasi RTH Rencana di Wilayah Jakarta Barat .................
166
132
Pasokan Air Tanah dari RTH Rencana, RTH Tahun 2006, Pasokan Danau/Situ tahun 2006 dan PAM di Wilayah Jakarta Barat ..............
167
133
Jumlah Penduduk Jakarta Selatan selama 10 Tahun (2006-2016) .....
169
134
Jumlah Kebutuhan Air Domestik Penduduk Jakarta Selatan selama 10 Tahun (2006-2016) ........................................................................
169
Jumlah Pasokan PAM Penduduk Jakarta Selatan selama 10 Tahun (2006-2016) ........................................................................................
169
116 117 118 119 120 121
124 125 126 127 128 129
135
xiii
136
Jumlah Pasokan Air Tanah dari Danau atau Situ di Wilayah Jakarta Selatan selama 10 Tahun (2006-2016) ...............................................
170
Jumlah Pasokan Air Tanah dari RTH pada Tahun 2006 di Wilayah Jakarta Selatan ....................................................................................
170
Pasokan Air Tanah dari RTH Tahun 2006 dan Pasokan Danau/Situ tahun 2006 di Wilayah Jakarta Selatan ..............................................
171
Pasokan Kebutuhan Air Domestik Penduduk hanya dari PAM saja di Wilayah Jakarta Selatan .................................................................
172
Pasokan Air Tanah dari RTH Tahun 2006, Pasokan Danau/Situ tahun 2006 dan PAM di Wilayah Jakarta Selatan ..............................
172
Kelebihan Pasokan Air Tanah Domestik Jakarta Selatan Untuk Memenuhi Kekurangan Pasokan Air Tanah Domestik Wilayah Jakarta Pusat dan Jakarta Barat ..........................................................
173
Volume Sisa Kelebihan Pasokan Air Tanah Domestik Jakarta Selatan ................................................................................................
173
143
Jumlah Penduduk Jakarta Timur selama 10 Tahun (2006-2016) .......
175
144
Jumlah Kebutuhan Air Domestik Penduduk Jakarta Timur selama 10 Tahun (2006-2016) ........................................................................
175
Jumlah Pasokan PAM Penduduk Jakarta Timur selama 10 Tahun (2006-2016) ........................................................................................
175
Jumlah Pasokan Air Tanah dari Danau atau Situ di Wilayah Jakarta Timur selama 10 Tahun (2006-2016) .................................................
176
Jumlah Pasokan Air Tanah dari RTH pada Tahun 2006 di Wilayah Jakarta Timur ......................................................................................
176
Pasokan Air Tanah dari RTH Tahun 2006 dan Pasokan Danau/Situ tahun 2006 di Wilayah Jakarta Timur ................................................
177
Pasokan Kebutuhan Air Domestik Penduduk hanya dari PAM saja di Wilayah Jakarta Timur ...................................................................
177
Pasokan Air Tanah dari RTH Tahun 2006, Pasokan Danau/Situ tahun 2006 dan PAM di Wilayah Jakarta Timur ................................
178
151
Luas RTH Rencana dan RTH Tahun 2006 di Wilayah Jakarta Timur
179
152
Luas dan Lokasi RTH Rencana di Wilayah Jakarta Timur ................
179
153
Pasokan Air Tanah dari RTH Rencana, RTH Tahun 2006, Pasokan Danau/Situ tahun 2006 dan PAM di Wilayah Jakarta Timur .............
179
Kelebihan Pasokan Air Tanah Domestik Jakarta Timur Untuk Memenuhi Kekurangan Pasokan Air Tanah Domestik Wilayah Jakarta Pusat dan Jakarta Barat ..........................................................
180
Volume Sisa Kelebihan Pasokan Air Tanah Domestik Jakarta Timur
180
137 138 139 140 141
142
145 146 147 148 149 150
154
155
xiv
156
Pasokan Air Tanah dari RTH Tahun 2006 dan Pasokan Danau/Situ tahun 2006 di Wilayah DKI Jakarta ....................................................
181
Pasokan Kebutuhan Air Domestik Penduduk hanya dari PAM saja di Wilayah DKI Jakarta ......................................................................
182
Pasokan Air Tanah dari RTH Tahun 2006, Pasokan Danau/Situ tahun 2006 dan PAM di Wilayah DKI Jakarta ...................................
182
159
Luas RTH Rencana dan RTH Tahun 2006 di Wilayah DKI Jakarta ..
183
160
Luas dan Lokasi RTH Rencana di Wilayah DKI Jakarta ...................
183
161
Hasil Pengolahan model pengelolaan RTH dalam rangka memenuhi kebutuhan air tanah domestik di kelima wilayah DKI Jakarta ...........
184
Hasil Perhitungan dengan Rumus Fakuara untuk Wilayah Jakarta Utara ........................................................................
185
Hasil Perhitungan dengan Rumus Fakuara untuk Wilayah Jakarta Pusat ........................................................................
186
Hasil Perhitungan dengan Rumus Fakuara untuk Wilayah Jakarta Barat ........................................................................
186
Hasil Perhitungan dengan Rumus Fakuara untuk Wilayah Jakarta Selatan .....................................................................
186
Hasil Perhitungan dengan Rumus Fakuara untuk Wilayah Jakarta Timur .......................................................................
187
Perbandingan Hasil Model dengan Rumus Fakuara untuk Wilayah DKI Jakarta..........................................................................................
187
Skenario pengelolaan RTH dalam rangka memenuhi kebutuhan air tanah domestik di kelima wilayah DKI Jakarta .................................
194
157 158
162 163 164 165 166 167 168
xv
DAFTAR GAMBAR Gambar 1
Halaman Kerangka Pemikiran Model Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Sebagai Daerah Resapan di Wilayah DKI Jakarta ....................................................
7
Ilustrasi Hubungan Antara Populasi Manusia, Ketersediaan Sumberdaya Alam, Tingkat Pencemaran, dan Tingkat Kualitas Hidup (Simonds, 1978) ......................................................................
11
Pola Pertumbuhan dan Perkembangan Kota dalam Kaitannya dengan Perencanaan Tata Ruang (dimodifikasi dari Sujarto, 1991) ...
12
4
Siklus Hidrologi (Brooks, 1988) .........................................................
25
5
Ilustrasi Ragam Keberadaan Air dalam Tanah (Brooks, 1988) .............
26
6
Perubahan Hidrologis yang Disebabkan Pembangunan Kota (Hough, 1989) ...................................................................................................
27
7
Peta Wilayah DKI Jakarta ...................................................................
45
8
Diagram Sebab Akibat Sistem Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai Daerah Resapan di Wilayah DKI Jakarta ..............................
51
Diagram Input-Output Sistem Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai Daerah Resapan di Wilayah DKI Jakarta ..............................
51
10
Peta Orientasi Propinsi DKI Jakarta ...................................................
54
11
Peta Administrasi Propinsi DKI Jakarta .............................................
55
12
Kepadatan Penduduk Per Kecamatan diwilayah DKI Jakarta ...........
60
13
Kepadatan Penduduk Per Kecamatan di Wilayah Jakarta Utara ........
61
14
Kepadatan Penduduk Per Kecamatan di Wilayah Jakarta Pusat ........
62
15
Kepadatan Penduduk Per Kecamatan di Wilayah Jakarta Barat ........
64
16
Kepadatan Penduduk Per Kecamatan di Wilayah Jakarta Selatan .....
65
17
Kepadatan Penduduk Per Kecamatan di Wilayah Jakarta Timur ......
66
18
Peta Sebaran Hutan Kota di Wilayah DKI Jakarta ............................
74
19
Zona Muka Air Tanah di Wilayah DKI Jakarta .................................
82
20
Peta Zona Resapan dan Zona Muka Air Tanah di Wilayah DKI Jakarta .................................................................................................
83
21
Penggunaan Lahan Tahun 2006 di Wilayah Jakarta Utara ................
84
22
Penggunaan Lahan Tahun 2006 Per-Zona Resapan di Wilayah Jakarta Utara .......................................................................................
84
23
Identifikasi RTH di Wilayah Jakarta Utara ........................................
87
24
Foto RTH Jakarta Utara .....................................................................
88
2
3
9
xvi
25
Penggunaan Lahan Tahun 2006 di Wilayah Jakarta Pusat ................
89
26
Penggunaan Lahan Tahun 2006 Per-Zona Resapan di Wilayah Jakarta Pusat .......................................................................................
90
27
Identifikasi RTH di Wilayah Jakarta Pusat ........................................
93
28
Foto RTH Foto Jakarta Pusat .............................................................
94
29
Penggunaan Lahan Tahun 2006 di Wilayah Jakarta Barat ................
96
30
Penggunaan Lahan Tahun 2006 Per-Zona Resapan di Wilayah Jakarta Barat .......................................................................................
96
31
Identifikasi RTH di Wilayah Jakarta Barat ........................................
100
32
Foto RTH di Wilayah Jakarta Barat ...................................................
101
33
Penggunaan Lahan Tahun 2006 di Wilayah Jakarta Selatan .............
103
34
Penggunaan Lahan Tahun 2006 Per-Zona Resapan di Wilayah Jakarta Selatan ....................................................................................
103
35
Identifikasi RTH di Wilayah Jakarta Selatan .....................................
108
36
Foto RTH di Wilayah Jakarta Selatan ................................................
109
37
Penggunaan Lahan Tahun 2006 di Wilayah Jakarta Timur ...............
111
38
Penggunaan Lahan Tahun 2006 Per-Zona Resapan di Wilayah Jakarta Timur ......................................................................................
111
39
Identifikasi RTH di Wilayah Jakarta Timur .......................................
116
40
Foto RTH di Wilayah Jakarta Timur ..................................................
117
41
Penggunaan Lahan Tahun 2006 di Wilayah DKI Jakarta ..................
118
42
Distribusi Sebaran Curah Hujan berdasarkan klasifikasi dan Persentase Kejadian di Wilayah DKI Jakarta ....................................
120
Peta Zona Resapan dan Zona Muka Air Tanah di Wilayah Jakarta Utara ....................................................................................................
124
Alokasi RTH Potensial Sebagai Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Utara ...................................................................................................
126
Peta Zona Resapan dan Zona Muka Air Tanah di Wilayah Jakarta Pusat ...................................................................................................
128
Alokasi RTH Potensial Sebagai Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Pusat ...................................................................................................
130
Peta Zona Resapan dan Zona Muka Air Tanah di Wilayah Jakarta Barat ...................................................................................................
132
Alokasi RTH Potensial Sebagai Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Barat ...................................................................................................
135
Peta Zona Resapan dan Zona Muka Air Tanah di Wilayah Jakarta Selatan ................................................................................................
139
43 44 45 46 47 48 49
xvii
50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62
Alokasi RTH Potensial Sebagai Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Selatan ................................................................................................
142
Peta Zona Resapan dan Zona Muka Air Tanah di Wilayah Jakarta Timur ..................................................................................................
146
Alokasi RTH Potensial Sebagai Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Timur ..................................................................................................
149
Model Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai Daerah Resapan Wilayah Jakarta Utara ........................................................................
150
Model Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai Daerah Resapan Wilayah Jakarta Pusat ........................................................................
156
Model Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai Daerah Resapan Wilayah Jakarta Barat ........................................................................
161
Model Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai Daerah Resapan Wilayah Jakarta Selatan .....................................................................
168
Model Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai Daerah Resapan Wilayah Jakarta Timur .......................................................................
174
Lokasi RTH Rencana dan RTH (tahun 2006) di Wilayah Jakarta Utara ...................................................................................................
198
Lokasi RTH Rencana dan RTH (tahun 2006) di Wilayah Jakarta Pusat ...................................................................................................
200
Lokasi RTH Rencana dan RTH (tahun 2006) di Wilayah Jakarta Barat ...................................................................................................
201
Lokasi RTH Rencana dan RTH (tahun 2006) di Wilayah Jakarta Selatan ................................................................................................
202
Lokasi RTH Rencana dan RTH (tahun 2006) di Wilayah Jakarta Timur ..................................................................................................
203
xviii
xix
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1
2 3 4 5
Halaman
Model Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Utara ....................................................................
219
Model Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Pusat ....................................................................
223
Model Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Barat ....................................................................
227
Model Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Selatan .................................................................
231
Model Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Timur ...................................................................
237
I. PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Di berbagai kota di Indonesia, baik kota besar maupun kota kecil dan
sekitarnya pembangunan fisik berlangsung dengan pesat. Hal ini di dorong oleh adanya pertumbuhan penduduk dan aktivitas ekonomi yang semakin tinggi. Akibatnya, pemenuhan akan permukiman serta sarana dan prasarana kehidupan penduduk kota yang layak akan semakin tinggi pula. Sebagai salah satu kota besar di Indonesia, Jakarta mempunyai jumlah penduduk yang cukup besar dan sebagai suatu kota harus mampu menyediakan berbagai sarana dan prasarana penunjang kebutuhan hidup penduduknya. Salah satu yang harus disediakan adalah kebutuhan akan air bersih. Setiap manusia pasti membutuhkan air bersih untuk berbagai keperluan, misalnya untuk minum, mandi mencuci, memasak, dan lain sebagainya. Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi dan keterbatasan lahan yang dimiliki menyebabkan pertumbuhan pembangunan fisik di Kota Jakarta dilakukan dengan mengkonversi lahan pertanian, hutan dan ruang terbuka lainnya menjadi lahan terbangun dengan struktur perkerasan dan bangunan. Hal ini menyebabkan berkurangnya luasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) sehingga ruang resapan air berkurang,
lingkungan
menjadi
gersang
dan
panas
serta
hilangnya
keanekaragaman flora dan fauna. Untuk mencegah terjadinya kerusakan lingkungan lebih lanjut yang diakibatkan oleh pertumbuhan pembangunan maka diperlukan adanya perlindungan lingkungan, dimana setiap pembangunan yang tengah berlangsung harus dapat mengedepankan keterbatasan dan kelebihankelebihan yang dimiliki oleh lingkungan itu sendiri Pada saat ini, Jakarta lebih banyak kehilangan air bila dibandingkan beberapa puluh tahun yang lalu. Hal ini disebabkan karena telah berkurangnya ruang terbuka hijau sebagai tempat meresapnya air ke dalam tanah. Banyak ruang terbuka hijau yang telah diubah menjadi ruang-ruang terbangun, yang tujuannya juga untuk memenuhi kebutuhan sosial ekonomi penduduk kota itu sendiri.
2
Ketidakseimbangan
antara
penambangan
air
tanah
dengan
pengembaliannya, telah menimbulkan berbagai masalah, terutama di kota-kota besar, termasuk kota Jakarta. Ketidakseimbangan ini muncul akibat terlalu banyaknya pengambilan air dari dalam tanah, sementara pengembaliannya ke dalam tanah semakin berkurang. Hal ini terjadi akibat semakin berkurangnya permukaan tanah yang mampu meresapkan air (hujan) khususnya akibat bertambahnya luas permukaan yang dikeraskan dalam bentuk bangunanbangunan, jalan, tempat parkir dsb, sehingga semakin banyaknya air hujan yang terbuang ke laut/danau melalui saluran drainase buatan. Dalam banyak hal, bertambahnya luas pengerasan ini tidak disertai dengan suatu usaha untuk menambah masuknya air ke dalam tanah dengan cara lain (kompensasi) dengan jumlah yang sama dengan yang seharusnya terjadi bila pengerasan-pengerasan tersebut tidak ada. Banyak areal pertanian dan hutan yang sebelumnya berperan sebagai tempat meresapnya air (hujan) ke dalam tanah secara alami telah berubah fungsi akibat adanya bangunan diatasnya, atau akibat berkurangnya vegetasi diatasnya. Berkurangnya supply air tanah akan menyebabkan penurunan permukaan air tanah yang sangat menyolok. Dampak negatif dari fenomena ini sangat luas, selain semakin mahalnya persediaan air tanah sebagai sumber air bersih juga menyebabkan intrusi air laut sampai jauh ke daratan, seperti saat ini dijumpai di daerah Jakarta Utara. Salah satu kebutuhan fisiologis manusia adalah air. Kelancaran hidup manusia pasti akan terganggu bila tidak tersedia air, dan pada tahap terakhir, tak ada lagi kehidupan ini. Keberadaan air di muka bumi tergantung pada siklus air di daerah tersebut. Jumlah air di permukaan bumi selalu tetap, namun persebarannya tergantung pada pola penggunaan lahan di atasnya. Tanpa disadari masyarakat, perubahan penggunaan lahan tersebut akan membawa dampak negatif bagi kehidupan beberapa tahun mendatang. Di utara Jakarta, air tanah telah terintrusi oleh air laut, sehingga menjadi tidak layak untuk dikonsumsi. Tidak hanya terjadi di daerah utara Jakarta saja, namun juga terjadi di sejumlah besar tempat di Jakarta. Semakin banyaknya ruang terbangun mengakibatkan tempat untuk meresapnya air di saat hujan
3
menjadi berkurang sehingga menimbulkan dampak negatif seperti banjir di musim hujan dan kurangnya ketersediaan air pada musim kemarau. Berdasarkan KTT Bumi di Rio de Janeiro tahun 1992 dan Johannesburg tahun 2002 telah ditetapkan luas RTH ideal kota sehat minimal 30% dari total luas kota. Standar RTH kota-kota Indonesia yang ditetapkan dalam Inmendagri No 14 Tahun 1988 yaitu 40% sampai 60% dari total wilayah harus dihijaukan. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pasal 29 ayat 2 menyebutkan proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota dan diayat 3 disebutkan proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20 (dua puluh) persen dari luas wilayah kota. Menurut data dari Dinas Pertambangan DKI Jakarta yang dikeluarkan Satuan Koordinasi Pelaksana (Satkorlak) Penanggulangan Bencana dan Pengungsi Pemprov DKI Jakarta (2004), hampir seluruh wilayah DKI Jakarta mengalami kekeringan air tanah dangkal meski dengan tingkat kerawanan yang berbeda. Dari 267 kelurahan di DKI Jakarta, 24 kelurahan tercatat mengalami kekeringan air tanah dangkal kategori sangat kritis, 110 kelurahan tergolong kritis, 39 kelurahan sangat rawan, 30 kelurahan dalam kategori rawan, dan 53 kelurahan masuk kategori waspada. Mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI sampai tahun 2010, kebutuhan ruang terbuka hijau (RTH) yang ideal terhadap populasi penduduk Jakarta masih jauh dari harapan. Kondisi RTH tahun 2001 seluas 6.191,86 hektar atau masih 9,06 % dari luas DKI Jakarta yaitu 66.152 ha dan sasaran RTH tahun 2010 direncanakan sebesar 9.544,81 ha atau 13,94 % dengan rencana ideal seluas 21.625 ha. Bertitik tolak dari kebutuhan lahan minimal yang harus disediakan dengan prediksi jumlah penduduk Jakarta tahun 2010 sebesar 12,5 juta, kebutuhan untuk RTH Kota Pelayanan Umum atau lahan hijau 2,3 meter persegi (m2) per jiwa maka kebutuhan lahan untuk RTH Kota Pelayanan Umum sedikitnya 2.875 ha. Kebutuhan RTH sebagai penyangga lingkungan kota (ruang hijau) adalah 15 m2 per jiwa, sehingga kebutuhan RTH sebagai penyangga lingkungan kota adalah 18.750 ha. Dengan demikian kebutuhan lahan untuk RTH pada tahun 2010 adalah
4
18.750 ha termasuk diantaranya lahan hijau 2.875 ha dan maksimal 21.625 ha (32,68 %) meliputi ruang hijau dan lahan hijau. Kenyataan di lapangan, pada tahun 2006 apa yang disebut taman itu sudah banyak yang berubah bentuk menjadi stasiun pompa bensin, pos polisi atau bangunan lain. Pengkajian dan penelitian mengenai kebutuhan luas dan lokasi RTH sebagai daerah resapan di wilayah DKI Jakarta untuk memenuhi kebutuhan air tanah domestik merupakan suatu hal yang sangat penting, karena hal tersebut dapat memberikan kontribusi pada usaha pengelolaan RTH sebagai daerah resapan di wilayah DKI Jakarta. 1.2
Perumusan Masalah Dari latar belakang yang terkait dengan pengelolaan Ruang Terbuka Hijau
sebagai daerah resapan di Wilayah DKI Jakarta dapat dirumuskan beberapa permasalahan penelitian sebagai berikut: 1. Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi dan keterbatasan lahan yang dimiliki kota menyebabkan pertumbuhan pembangunan di Kota Jakarta dilakukan dengan mengkonversi lahan pertanian, lahan hutan dan lahan terbuka lainnya menjadi lahan terbangun. 2. Semakin luasnya permukaan tanah yang tertutup oleh bangunan dan berkurangnya luas lahan bervegetasi atau RTH menyebabkan fungsi RTH sebagai daerah resapan air menjadi berkurang, sehingga memudahkan terjadinya genangan air dan mengakibatkan berkurangnya air tanah. 3. Ketidakseimbangan
antara
penambangan
air
tanah
dengan
pengembaliannya, telah menimbulkan berbagai masalah diantaranya kekeringan dan kesulitan mendapatkan air tanah terutama di musim kemarau.
1.3
Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut, maka
terdapat beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :
5
1. Berapa besar luas Ruang Terbuka Hijau yang dibutuhkan wilayah DKI Jakarta yang berfungsi sebagai daerah resapan untuk memenuhi kebutuhan air tanah domestik? 2. Dimana alokasi RTH yang potensial sebagai daerah resapan di wilayah DKI Jakarta? 3. Skenario seperti apa yang diperlukan dalam pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai daerah resapan air di wilayah DKI Jakarta untuk memaksimumkan resapan air 4. Bagaimana arahan kebijakan yang mungkin dilakukan dalam pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai daerah resapan?
1.4
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah membangun Model Pengelolaan Ruang Terbuka
Hijau sebagai Daerah Resapan dalam rangka peningkatan ketersediaan air di wilayah DKI Jakarta. Tujuan antara adalah : 1. Mengkaji keberadaan Ruang Terbuka Hijau yang ada dan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan air tanah domestik. 2. Menyusun alokasi Ruang Terbuka Hijau potensial sebagai daerah resapan di Wilayah DKI Jakarta 3. Menyusun Model Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai Daerah Resapan di wilayah DKI Jakarta. 4. Menyusun skenario kecukupan air tanah yang diperlukan dalam pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai daerah resapan air di wilayah DKI Jakarta untuk memaksimumkan resapan air. 5. Merumuskan arahan kebijakan pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai daerah resapan air di wilayah DKI Jakarta.
1.5
Manfaat Penelitian 1. Sebagai masukan dalam proses pengambilan kebijakan di bidang pengelolaan Ruang Terbuka Hijau dalam kaitannya dengan pemanfaatan daerah resapan, seperti menyusun Perda yang terkait dengan pengelolaan
6
Ruang Terbuka Hijau dan membuat program tindak pengelolaan Ruang Terbuka Hijau yang lebih baik 2. Sebagai masukan dalam perbaikan rencana tata ruang kota yang terinci beserta proses revisi lima tahunannya, misalnya rencana tata ruang bagian wilayah kota dan rencana teknis beberapa kawasan prioritas yang potensial sebagai daerah resapan. 3. Sebagai
dasar
bagi
penelitian
mengembangkan kriteria daya
lebih
lanjut,
misalnya
dalam
dukung lahan untuk perkotaan,
pengembangan Ruang Terbuka Hijau dan alokasi Ruang Terbuka Hijau sebagai daerah resapan untuk kota-kota lainnya.
1.6
Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran penelitian didasarkan atas kenyataan makin
berkurangnya luasan Ruang Terbuka Hijau dalam kaitannya dengan daerah resapan di wilayah DKI Jakarta., yang menyebabkan makin berkurangnya air yang masuk ke dalam tanah. Pengambilan air yang berlebihan oleh manusia dan tidak adanya upaya mengembalikan ke dalam tanah mengakibatkan berkurangnya air tanah. Hal tersebut menyebabkan penurunan muka air tanah, yang pada akhirnya menurunkan ketersediaan air tanah. Agar muka air tanah relatif stabil dan meningkat, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebagai Daerah Resapan yang dapat mengkonservasi air. Untuk dapat mengelola Ruang Terbuka Hijau sebagai daerah resapan yang dapat meningkatkan ketersediaan air, ada beberapa faktor yang harus diperhatikan yaitu faktor yang mempengaruhi luas daerah resapan yang dibutuhkan diantaranya adalah iklim yaitu curah hujan yang mengindikasi jumlah air yang turun ke permukaan bumi. Jenis tanah, vegetasi dan tata guna lahan merupakan faktor yang memberikan pengaruh terhadap jumlah air yang dapat meresap ke dalam tanah. Selain itu, masalah konservasi air juga perlu diperhatikan dalam mengelola RTH sebagai daerah resapan. Kerangka pemikiran model pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai daerah resapan di wilayah DKI Jakarta tertera pada Gambar 1.
7
Lahan Ruang Terbuka Hijau Berkurang
Luas Daerah Resapan Air Berkurang
Air Tanah berkurang
Semakin berkurang karena kurangnya tempat meresap ke dalam tanah
Semakin berkurang karena pengambilan berlebihan oleh manusia
Ketersediaan Air Tanah berkurang
Peta Sebaran/Zona Daerah Resapan Air Potensial
Model Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Sebagai Daerah Resapan
Luas Kebutuhan RTH sebagai Daerah Resapan untuk memenuhi Air Tanah Domestik Iklim Curah hujan
Gambar 1.
1.7
Tanah Tanah berstruktur baik untuk meresapkan dan menyimpan air (Aquifer)
Potensi lain PAM, Danau atau situ
Tata Guna Lahan Rasio ruang terbuka > ruang terbangun, Kualitas ruang terbuka Kepadatan Penduduk
Kebutuhan Air Masyarakat 1. Kecepatan pengisian air tanah > konsumsi manusia 2. Pasokan PAM & sumur resapan
Kerangka Pemikiran Model Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Sebagai Daerah Resapan di Wilayah DKI Jakarta
Kebaruan (novelty) Penelitian Kebaruan (novelty) dari penelitian Model Pengelolaan Ruang Terbuka
Hijau sebagai Daerah Resapan dalam rangka pemenuhan ketersediaan air di wilayah DKI Jakarta dapat dilihat dari pendekatan penelitian dan hasil sebagai berikut :
8
1. Penelitian ini merupakan penelitian yang pertama memperhitungkan RTH sebagai daerah resapan dalam rangka peningkatan ketersediaan air untuk memenuhi kebutuhan air tanah domestik di wilayah DKI Jakarta. 2. Penelitian ini merupakan penelitian yang pertama kali membangun Model Dinamik Spasial Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai Daerah Resapan dalam rangka pemenuhan ketersediaan air dikaitkan dengan analisis model spasial alokasi RTH potensial sebagai daerah resapan. 3. Out put yang dihasilkan berupa model dinamik spasial pengelolaan ruang terbuka hijau sebagai daerah resapan dengan mempertimbangkan model spasial alokasi RTH potensial sebagai daerah resapan digunakan untuk menyusun skenario dan merumuskan arahan kebijakan pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai daerah resapan di wilayah DKI Jakarta.
9
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Pengembangan Konsep Tata Ruang perkotaan Menurut Soegijoko (1997) selama tiga dasa warsa perkembangan ilmu
perencanaan tata ruang di Indonesia, terlihat adanya perkembangan yang penting dalam persepsi merencanakan tata ruang. Pada awalnya merencanakan tata ruang hanya dianggap sebagai merencanakan fasilitas permukiman, kemudian menjadi merencanakan lingkungan hidup masyarakat di dalam kota, lalu berikutnya mencakup merencanakan dalam skala wilayah bahkan sampai merencanakan tata ruang dalam skala nasional. Dalam konteks perkembangan filsafat perencanaan, Soegijoko (1997) menekankan bahwa perencanaan tata ruang kota dewasa ini mencakup pengertian yang luas, yaitu merencanakan lingkungan permukiman di kota dan wilayahnya dalam lingkup peruntukan lahan dan seluruh fasilitasnya untuk kegiatan bekerja, rekreasi, dan permukiman, demi berlangsungnya kehidupan masyarakat kota yang layak dan baik. Definisi tentang kota telah banyak dikemukakan oleh para ahli dengan berbagai argumen ilmiahnya. Di Indonesia, secara operasional definisi kota mengikuti kesepakatan Badan Kerjasama Antar Kota Seluruh Indonesia (BKSAKSI) dalam musyawarahnya tahun 1969 di Bukit Tinggi, yaitu sebagai kelompok orang-orang dalam jumlah minimal tertentu, hidup dan bertempat tinggal bersama dalam suatu wilayah geografis tertentu, berpola hubungan rasional, ekonomis, dan individualistis. Pemahaman tentang kawasan perkotaan, menurut Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Menurut Budihardjo (1997) kota selalu bersifat dinamis. Struktur, bentuk, dan wajah serta penampilan kota merupakan hasil dari penyelesaian konflik perkotaan yang selalu terjadi, dan mencerminkan perkembangan peradaban warga kota maupun pengelolanya. Salah satu konflik yang akhirakhir ini meningkat di wilayah perkotaan adalah masalah lingkungan hidup, sehingga
Budihardjo
(1997)
menyarankan
perlunya
pengintegrasian
10
perencanaan lingkungan hidup ke dalam perencanaan tata ruang perkotaan. Tata ruang dan lingkungan hidup mengandung arti yang sangat luas, tetapi sekaligus juga seringkali punya konotasi sempit dengan menomorduakan manusia dengan segala keunikan perilakunya. Akibatnya penampilan dan w a j a h k o t a bagaikan lepas dari alam, sering tidak terkendali, dan tidak manusiawi. Dalam konteks ini perlu pelibatan masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang, sehingga daya layan ruang terhadap warga kota tepat sasaran. Kota yang baik merupakan kesatuan ruang yang direncanakan berdasarkan kebutuhan komponen penyusun ruangnya, sehingga dapat menciptakan suasana kenyamanan dan kesehatan bagi warganya (Sujarto, 1991). Komponen penyusun ruang kota tersebut meliputi wisma (perumahan), karya (tempat bekerja), marga (jaringan jalan), suka (fasilitas umum dan hiburan), dan penyempurna (pelengkap). Sujarto (1991) membagi wilayah kota menjadi tiga jenis, yaitu: 1. Wilayah
pengembangan
dimana
kawasan
terbangun
bisa
dikembangkan secara optimal, 2. Wilayah kendala dimana pengembangan kawasan terbangun dapat dilakukan secara terbatas dengan memperhatikan kelestarian lingkungan, 3. Wilayah limit dimana peruntukannya hanya untuk menjaga kelestarian alam, sedangkan keberadaan kawasan terbangun tidak dapat ditoleransikan. Keberadaan RTH menempati bagian-bagian tertentu dalam komponen penyusun tata ruang pada wilayah pengembangan, pada sebagian w i l a y a h k e n dala yang berfungsi menjaga kelestarian alam, dan wilayah limit y a n g memang hanya diperuntukkan bagi kelestarian alam. Menurut Budihardjo dan Hardjohubojo (1993) perkembangan kota yang pesat ditandai dengan meningkatnya aktivitas manusia seperti pemanfaatan lahan, permukiman, perindustrian dan sebagainya menyebabkan kualitas lingkungan hidup di perkotaan cenderung menurun. Tim peneliti IPB (1993) memberikan gambaran tentang peningkatan jumlah penduduk suatu kota dalam jangka panjang
11
dan akibatnya terhadap meningkatnya pencemaran, menurunnya sumberdaya alam dan menurunnya kualitas kehidupan manusia seperti terlihat pada Gambar 2.
Gambar 2.
Ilustrasi Hubungan Antara Populasi Manusia, Ketersediaan Sumberdaya Alam, Tingkat Pencemaran, dan Tingkat Kualitas Hidup (Simonds, 1978)
Kecepatan perkembangan kota sangat ditentukan oleh faktor-faktor percepatannya, yaitu jumlah penduduk dan aktivitas sosial ekonomi yang keduanya mempunyai sifat berkembang (Sujarto, 1991). Perubahan kedua faktor akan menyebabkan
perkembangan aspek lainnya yang sebagian besar
membutuhkan ruang, sehingga menimbulkan persaingan untuk rnendapatkan ruang yang ketersediaannya dari waktu ke waktu relatif tetap. Di sinilah muncul tuntutan pentingnya dilakukan perencanaan tata ruang yang berwawasan lingkungan (Gambar 3.) 2.2
Ruang Terbuka Hijau Kota
2.2.1 Ruang Terbuka dan Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka didefinisikan sebagai ruang dalam kota atau wilayah perkotaan berupa area atau kawasan dengan pemanfaatan ruang bersifat terbuka yakni ruang tanpa bangunan maupun ruang dengan bangunan berkepadatan sangat rendah dan atau berketinggian sangat rendah. Ruang Terbuka Hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat
12
terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam (UU RI No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang).
Faktor Internal dan Eksternal Kota
Pertumbuhan Penduduk Asli
Pertumbuhan Akibat Migrasi
Perubahan Sosial
Perubahan Penduduk Kota
Perubahan Ekonomi
Perubahan Kegiatan Usaha
Kecenderungan Perkembangan Aktivitas
Ekonomi
Fisik
Sosial
Sarana/Prasarana
Lokasi
Perilaku
Pasar, Toko, Angkutan, Jalan, dll
Ketersediaan Lahan/Ruang
Masalah Ruang dan Kebijakan Alokasinya Pertimbangan Ruang Terbuka Hijau Kota Berwawasan Lingkungan Sesuai Konsep Tata Ruang Umpan Balik
Gambar 3.
Pola Pertumbuhan dan Perkembangan Kota dalam Kaitannya dengan Perencanaan Tata Ruang (dimodifikasi dari Sujarto, 1991)
Selain itu, istilah Ruang Terbuka Hijau (RTH) dikemukakan dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan. Dijelaskan bahwa
13
pengertian Ruang Terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah lain yang lebih luas, baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk memanjang/jalur dimana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka dan pada dasarnya tanpa bangunan. RTH sendiri adalah ruang terbuka yang di dalam pemanfaatannya didominasi oleh pengisian hijau tanaman atau tumbuhtumbuhan secara alamiah atau pun budidaya tanaman seperti lahan pertanian, pertamanan, perkebunan, dan sebagainya. Menurut Simonds (1983) ruang terbuka dapat berupa Waterfront (kawasan pantai, tepian danau, maupun tepian aliran sungai), Blueways (aliran sungai, aliran air lainnya, serta hamparan banjir), Greenways (jalan bebas hambatan, jalan-jalan di taman, koridor transportasi, jalan-jalan setapak, jalan sepeda, serta jogging track), taman-taman kota serta areal rekreasi, serta ruang terbuka penunjang lainnya (hutan kota, reservoir, lapangan golf, kolam renang, lapangan tenis, instalasi militer, dll). Menurut Dinas Pertamanan dan Keindahan Kota (1999) berdasarkan tujuannya RTH dikelompokkan atas 2 kelompok yaitu : 1. Kawasan Hijau Lindung yaitu bagian dari kawasan hijau yang memiliki karakteristik alamiah yang perlu dilestarikan untuk tujuan perlindungan habitat setempat maupun untuk tujuan perlindungan wilayah yang lebih luas. Dalam kawasan ini termasuk diantaranya: a. Cagar Alam, yaitu kawasan suaka alam, yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan dan/atau satwa, termasuk ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi baik di daratan maupun perairan, yang perkembangannya berlangsung secara alami. b. Hutan Lindung, adalah kawasan hutan yang karena keadaan sifat alamnya diperuntukkan guna pengatur tata air, pencegah banjir, erosi, abrasi, dan intrusi, serta perlindungan bagi kesuburan tanah. c. Hutan Wisata, adalah kawasan hutan yang dimanfaatkan sebagai pusat rekreasi dan kegiataan wisata alam. 2. Kawasan Hijau Binaan yaitu bagian dari kawasan hijau di luar kawasan hijau lindung untuk tujuan penghijauan yang dibina melalui penanaman, pengembangan pemeliharaan maupun pemulihan vegetasi yang diperlukan
14
dan didukung fasilitas yang diperlukan, baik untuk sarana ekologis maupun sarana sosial kota. Kawasan hijau binaan ini meliputi beberapa bentuk RTH, yaitu: a. RTH Fasilitas Umum berupa suatu hamparan lahan penghijauan yang berupa tanaman dan/atau pepohonan, berperan untuk memenuhi kepentingan umum, dapat berupa hasil pembangunan hutan kota, taman kota, taman lingkungan/tempat bermain, lapangan olah raga, dan pemakaman. b. Jalur Hijau Kota, bagian dan ruang terbuka hijau yang berdiri sendiri atau terletak di antara badan jalan atau bangunan/prasarana kota lain, dengan bentuk teratur/tidak teratur yang di dalamnya ditanami atau dibiarkan tumbuh berbagai jenis vegetasi. c. Taman Kota, bagian dari ruang terbuka hijau yang berdiri sendiri atau terletak di antara batas-batas bangunan/prasarana kota lain dengan bentuk teratur/tidak teratur yang ditata secara estetis dengan menggunakan unsurunsur buatan dan alami, baik berupa vegetasi maupun material-material pelengkap lain yang berfungsi sebagai fasilitas pelayanan warga kota dalam berinteraksi sosial. Secara umum, taman kota mempunyai dua unsur perpaduan, baik buatan maupun alami dengan menggunakan material pelengkap, dan secara spesifik terdiri dari juga unsur hijau, yaitu: pepohonan yang ditata secara soliter dengan menonjolkan nilai estetikanya, perhimpunan tumbuhan perdu, dan hamparan rerumputan yang teratur, sehingga membentuk kesatuan kesan pandang keindahan wajah kota terkecil. d. Taman Rekreasi, bagian dari RTH yang berdiri sendiri atau terletak di antara batas-batas bangunan/prasarana kota lain dengan bentuk teratur/tidak teratur yang ditata secara estetis dengan menggunakan unsur-unsur buatan dan alami baik berupa vegetasi maupun material-material pelengkap lain yang berfungsi sebagai fasilitas pelayanan bagi warga kota untuk melakukan kegiatan rekreasi sehingga perlu adanya elemen-lemen yang bersifat rekreasi umum. e. Taman Hutan, bagian dari RTH yang berdiri sendiri atau terletak di antara batas-batas bangunan/prasarana kota lain dengan bentuk teratur/tidak teratur yang ditata secara estetis dengan menggunakan unsur-unsur buatan dan alami,
15
khususnya dengan penanaman berbagai jenis pohon dengan kerapatan yang tinggi. Ciri spesifik taman hutan dalam kaitannya dengan fasilitas umum, adalah bahwa hamparan lantai tapaknya dilengkapi dengan fasilitas (sarana umum), yang secara langsung dapat dimanfaatkan oleh masyarakat f. Hutan Kota, berupa suatu hamparan kawasan hijau dengan luasan tertentu, yang berada di wilayah perkotaan. jenis tumbuhannya (dalam hal ini pepohonan) beraneka ragam, bertajuk bebas, sistem perakarannya dalam, dicirikan oleh karakater jarak tanam yang rapat, sehingga membentuk satuan ekologik kecil karena terbentuknya pelapisan (strata tajuk) dua sampai tiga tingkatan. Berdasarkan fungsinya, kawasan hutan kota dapat dikembangkan sebagai penyangga wilayah resapan air tanah, rekreasi alam, pelestarian plasma nutfah, dan habitat satwa liar, serta kenyamanan lingkungan perkotaan. g. Taman Bangunan Umum, bagian dan RTH yang berdiri sendiri atau terletak di antara batas-batas bangunan/prasarana kota lain dengan bentuk teratur/tidak teratur yang berfungsi sebagai fasilitas pelayanan bagi masyarakat umum dalam melakukan interaksi yang berkaitan dengan kegiatan yang sesuai dengan fungsi bangunan tersebut. h. Tepian Air, bagian dan RTH yang ditentukan sebagai daerah pengaman dan terdapat di sepanjang batas badan air ke arah darat seperti pantai, sungai, waduk, kanal, dan danau yang ditata dengan aspek arsitektur lansekap melalui penanaman berbagai jenis vegetasi dan sarana kelengkapan pertamanan. i. Taman lingkungan/ tempat Bermain, suatu hamparan dengan pepohonan yang rindang dan teduh yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana mainan anak-anak. Kawasan ini umumnya dekat dengan pusat-pusat kegiatan sekolah, perkantoran, dan/atau berada di sekitar tempat rekreasi. Kawasan ini secara alamiah memberikan jasa biologis, keindahan dan keunikan dan memberikan kenyamanan bagi setiap insan yang menikmatinya. j. Lapangan Olah Raga, ruang terbuka yang ditanami pepohonan dan rerumputan yang teratur untuk kepentingan kesegaran jasmani melalui kegiatan olah raga. Jenis pepohonan pada hamparan ini merupakan jenis jenis
16
tumbuhan penghasil oksigen tinggi dan berfungsi sebagai tempat peneduh setempat. k. Pemakaman, suatu fasilitas umum (dalam hal ini perkuburan); dalam kaitannya dengan peranan fungsi sebagai RTH, karena hamparan lahannya cukup luas dapat berfungsi sebagai wilayah resapan dan habitat satwa liar. l. RTH fungsi Pengaman, suatu daerah penyangga alami, dengan bentuk jalur penghijauan, yang dapat berupa taman dominan rumput, dan/atau pepohonan besar yang diarahkan untuk pengamanan dan penyangga situ-situ, bantaran sungai, tepian jalur rel kereta api, sumber-sumber mata air, pengaman jalan tol, pengaman bandara, dan pengaman tegangan tinggi. m. Penghijauan pulau, suatu bentuk pemulihan nilai produktivitas tanah melalui pembudidayaan tanaman agar fungsinya semakin optimal. n. RTH Budidaya Pertanian, area yang difungsikan untuk budidaya pertanian milik perorangan, badan hukum atau pemerintah, yang meliputi kebun pembibitan, sawah, dan pertanian daratan. Menurut Perda DKI Jakarta No. 6 tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI Jakarta, Kawasan Hijau adalah Ruang Terbuka Hijau yang terdiri dari kawasan hijau lindung dan hijau binaan. Kawasan hijau lindung meliputi hutan lindung, cagar alam, dan hutan bakau dipantai lama bagian barat Jakarta, serta Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu. Kawasan Hijau Binaan meliputi : a. RTH berbentuk areal dengan fungsi sebagai fasilitas umum b. RTH berbentuk jalur untuk fungsi pengaman, peneduh, penyangga, dan atau keindahan lingkungan c. RTH berbentuk hijau budidaya pertanian.
2.2.2 Tujuan, Klasifikasi dan Fungsi Ruang Terbuka Hijau Tujuan penataan Ruang Terbuka Hijau adalah : 1. Dapat menciptakan tata ruang kota yang berwawasan lingkungan dan manusiawi serta serasi sesuai dengan keindahan kota. 2. Dapat meningkatkan dan memelihara mutu lingkungan hidup perkotaan yang hijau, segar, nyaman, bersih, indah dan teratur.
17
3. Dapat menjaga dan memelihara lingkungan alam dengan lingkungan binaan yang berguna bagi kebutuhan hidup masyarakat penghuni. Ruang terbuka hijau dapat memperlihatkan keindahan kota. Klasifikasi RTH yang ditetapkan berdasarkan ukuran oleh Dinas Tata Kota. adalah: l.
RTH Makro, yaitu yang berbentuk daerah pertanian, perikanan, dan kehutanan.
2.
RTH Medium, yaitu yang berbentuk area pertamanan, sarana olah raga dan sarana pemakaman.
3.
RTH Mikro, yaitu lahan-lahan terbuka yang ada pada setiap daerah yang disediakan dalam bentuk fasilitas umum, seperti taman lingkungan, olah raga, dan lain-lain.
Fungsi penataan ruang terbuka hijau adalah : 1. Sebagai sarana untuk menjaga kelangsungan fungsi ekosistem dan kelestarian lingkungan hidup wilayah perkotaan 2. Sebagai tempat perlindungan bibit tumbuhan (plasma nutfah). Dengan adanya ruang terbuka hijau, maka bibit tumbuh-tumbuhan akan dapat terselamatkan dari pengrusakan lingkungan. 3. Sebagai daerah resapan air tanah. Air tanah sangat vital untuk kebutuhan manusia. Pengamatan banyak air tanah di kota-kota besar sudah bercampur dengan air laut. Air laut sudah meresap kedarat. Contohnya seperti kota Jakarta air laut sudah merembes hampir sampai sekitar Monas. 4. Sebagai sarana untuk memperbaiki iklim setempat. 5. Sebagai paru-paru kota. Manfaatnya sangat banyak disamping penghijauan juga dapat dipakai sebagai paru-paru kota. 6. Sebagai sarana olah raga dan bermain kota. Dengan adanya ruang terbuka hijau, masyarakat kota tidak akan kesulitan untuk berolah raga. Dengan demikian dapat pula berfungsi sebagai sarana untuk menyehatkan masyarakat kota. 7. Sebagai sarana untuk menciptakan penghijauan, kesegaran, kesehatan, kebersihan dan keindahan kota.
18
2.2.3 Kriteria Ruang Terbuka Hijau Kriteria penataan ruang terbuka hijau merupakan keterkaitan hubungan antara bentang alam dengan jenis pemanfaatan ruang serta kriteria vegetasi. Adapun alokasi Ruang Terbuka Hijau terdiri 3 alokasi sebagai berikut : 1. Rencana Ruang Terbuka dikembangkan sesuai dengan jenis pemanfaatan ruang kotanya. 2. Pada lahan yang bentang alamnya bervariasi menurut keadaan lereng dan kegiatan di atas permukiman, laut serta kedudukannya terhadap jalur sungai, jalur jalan dan jalur pengamanan utilitas. 3. Pada lahan di wilayah perkotaan yang dikuasai badan hukum atau perorangan yang tidak dimanfaatkan dan atau diterlantarkan.
Jenis dan Kriteria Vegetasi Pengertian vegetasi adalah semak, pohon dan rerumputan dan lair.-lain. Kriteria umum pemilihan vegetasi untuk peruntukan ruang terbuka hijau kota adalah : bentuk morphologi bervariasi, memiliki nilai keindahan, penghasil oksigen tinggi, tahan cuaca dan hama penyakit, memiliki peredam intensif, daya resapan air tinggi, pemeliharaannya tidak intensif. Jenis vegetasi sesuai dengan sifat dan bentuk serta peruntukannya adalah sebagai berikut : 1. Kawasan Hijau Pertamanan Kota : a. Karakteristik tanaman : tidak bergetah/beracun, dahan tidak mudah patah, perakaran tidak mengganggu pondasi, struktur daun setengah rapat sampai rapat. b. Jenis ketinggian bervariasi, warna hijau dan variasi warna lain seimbang (warna hijau lebih dominan). c. Kecepatan tumbuhnya sedang contohnya pohon mahoni, ketapang, tanjung. d. Berupa habitat tanaman lokal dan tanaman budidaya. Yang dimaksud dengan tanaman budidaya adalah tanaman yang menghasilkan seperti pohon cengkeh, pohon sawo kecik. e. Jenis tanaman tahunan atau musiman.
19
f. Jarak tanaman setengah rapat, 90% dari luas areal harus dihijaukan. Yang dimaksudkan dengan tanaman setengah rapat adalah jarak tanaman agak rapat. 2. Kawasan Hijau Hutan Kota a. Karakteristik tanaman : struktur daun rapat, ketinggian vegetasi bervariasi. b. Kecepatan tumbuhnya tinggi. c. Dominan jenis tanaman tahunan. d. Berupa habitat tanaman lokal. e. Jarak tanaman rapat, 90% - 100% dari luas areal harus dihijaukan. 3. Kawasan Hijau Rekreasi Hutan Kota : a. Karakteristik tanaman : tidak bergetah/beracun dahan tidak mudah patah perakaran tidak mengganggu pondasi, struktur daun setengah rapat, ketinggian vegetasi bervariasi, warna hijau dan variasi warna lain seimbang. b. Kecepatan tumbuhnya sedang. c. Jenis tanaman tahunan atau musiman. d. Berupa habitat tanaman lokal e. Sekitar 40% - 60% dari luas areal harus dihijaukan. 4. Kawasan Hijau Kegiatan Olah Raga : a. Karakteristik tanaman : tidak bergetah/beracun, dalam tidak mudah patah, perakaran tidak mengganggu pondasi. b. Jenis tanaman lokal dan tanaman budidaya. c. Berupa habitat tanaman lokal dan tanaman budidaya. d. Jarak tanaman tidak rapat, 40% -60% dari luas areal harus dihijaukan. e. Tinggi tanaman bervariasi. 5. Kawasan Hijau Pemakaman a. Kriteria tanaman : perakarannya tidak mengganggu pondasi, struktur daun renggang sampai setengah rapat, dominan warna hijau. b. Jenis tanaman tahunan atau musiman. c. Berupa habitat tanaman lokal dan budidaya.
.
20
d. Jarak tanaman renggang sampai rapat, sekitar 50% dari luas areal harus dihijaukan. e. Tinggi tanaman bervariasi. 6. Kawasan Hijau Pertanian : a. Karakteristik tanaman : struktur daun rapat, warna dominan hijau. b. Kecepatan tumbuhnya bervariasi dengan pola tanam diarahkan sesingkat mungkin lahan terbuka. c. Jenis tanaman tahunan atau musiman. d. Berupa habitat tanaman budidaya. e. Jarak tanaman setengah rapat sampai 80% - 90% dari luas areal harus dihijaukan. 7. Kawasan Hijau Jalur Hijau a. Kriteria tanaman : struktur daun setengah rapat sampai rapat, dominan warna hijau, perakaran tidak mengganggu pondasi. b. Kecepatan tumbuhnya bervariasi. c. Dominan jenis tanaman tahunan. d. Berupa habitat tanaman lokal dan tanaman budidaya. e. Jarak tanaman bervariasi, persentasi hijau disesuaikan dengan intensitas kepadatan bangunan. 8. Kawasan SepanjangJalan Tol a. Kriteria tanaman perdu, struktur daun setengah rapat, dominan warna bervariasi. b. Ketinggian tidak melebihi sudut pandang terendah pengemudi. c. Jenis tanaman musiman. d. Berupa habitat tanaman lokal. 9. Kawasan Bandar Udara a. Karakteristik tanaman semak, perdu, struktur daun setengah rapat sampai rapat, dominan warna bervariasi. b. Ketinggian tanaman tidak melebihi dari 1,5 meter. c. Jenis tanaman yang tidak mempunyai buah yang dapat mengundang burung. d. Kecepatan tumbuhnya rendah.
21
e. Berupa habitat tanaman lokal.
2.2.4 Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) merupakan ruang fungsional bagi suatu wilayah perkotaan yang dapat mempengaruhi kualitas fisik, non fisik, dan estetika lingkungannya. Pada sisi lain, lahan di wilayah perkotaan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi sehingga perlu dilakukan efisiensi dan efektifitas penggunaannya. Disamping itu, keberadaan tanaman di suatu kawasan perkotaan memerlukan suatu ekosistem yang lebih alami, dan hal ini dapat menjadi indikator dari tingkat kualitas lingkungan hidup. Manusia yang tinggal di lingkungan perkotaan membutuhkan lingkungan yang sehat dan bebas polusi untuk hidup dengan nyaman. Peran RTH untuk memenuhi kebutuhan ini adalah sebagai penyumbang ruang bernafas yang segar, keindahan visual, sebagai paru-paru kota, sumber air dalam tanah, mencegah erosi, keindahan dan kehidupan satwa, menciptakan iklim dan sebagai unsur pendidikan (Simond,1983) RTH dalam suatu wilayah perkotaan mempunyai manfaat yang tinggi. Fungsi utamanya adalah. sebagai penjaga keseimbangan ekosistem kota, yaitu untuk kelangsungan fungsi ekologi untuk berjalannya fungsi kota yang sehat dan wajar (Depdagri,1988). Manfaat RTH juga sebagai pelembut kesan keras dari struktur fisik, mengatasi tekanan-tekanan dari kebisingan,udara panas dan polusi, serta sebagai pembentuk ruang kesatuan kota (Carpenter et al., 1975). RTH suatu kota adalah ruang-ruang terbuka (open spaces) di berbagai tempat di suatu wilayah perkotaan yang secara optimal digunakan sebagai daerah penghijauan dan berfungsi, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk kehidupan dan kesejahteraan manusia atau warga kotanya (Nurisyah, 1996) Bentuk RTH sangat beragam dan dapat dikategorikan berdasarkan jenis vegetasi yang berada dalam RTH (vegetasi asli, binaan dan produksi), fungsi (konservasi, perlindungan tanah dan air), bentuk ekologis (simpul, jalur dan kawasan) dan estetika yang akan diperankan oleh RTH dalam meningkatkan kualitas lingkungan hidup kota. Ditinjau dari tujuan pemanfaatan suatu RTH, menurut Inmendagri No. 14 tahun 1988, ada 7 bentuk dari RTH kawasan perkotaan yaitu:
22
1. RTH yang berlokasi pasti karena adanya tujuan konservasi 2. RTH untuk keindahan kota. 3. RTH karena adanya tuntutan dari fungsi kegiatan tertentu, misalnya untuk lingkungan sekitar pusat kegiatan olah raga. 4. RTH untuk pengaturan lalu lintas. 5. RTH sebagai sarana olah raga bagi kepentingan lingkungan perumahan. 6. RTH untuk kepentingan flora dan fauna seperti kebun binatang, dan 7. RTH untuk halaman bangunan. Simonds (1983) mengemukakan standar ruang terbuka minimum yang mempertimbangkan kebutuhan ruang untuk setiap hirarki wilayah yang ada di kota seperti yang tercantum pada Tabel 1. Di Indonesia standar luasan RTH suatu kota (Inmendagri No.14 Tahun 1988) dihitung berdasarkan persentase luas wilayah kota, yaitu 40% sampai 60% dari total wilayah yang bersangkutan harus dihijaukan. Departemen Pekerjaan Umum menggunakan standar penyediaan RTH 15 m2/penduduk atau minimal 10% dari luas areal kota dalam berbagai bentuk. Berdasarkan standar tersebut, tingkat kebutuhan RTH kota adalah : A. Kebutuhan minimal untuk taman Setiap orang berhak mendapatkan 1,75 m2 untuk menikmati taman, seperti taman bermain, taman lingkungan atau taman kota. B. Kebutuhan RTH yang bergabung dengan peruntukan lain Penyediaan RTH pada lokasi dengan aksesibilitas tinggi, dekat dengan
lingkungan
pemukiman
padat
dan
sesuai
dengan
tingkat/skala pelayanan. C. Kebutuhan RTH yang merupakan bagian peruntukan bukan RTH (perumahan, perdagangan, industri, rekreasi, pendidikan dll) akan disesuaikan dengan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) D. Kebutuhan RTH yang bersifat tetap Daerah yang direncanakan sebagai kawasan RTH permanen adalah jalur hijau sempadan sungai, sempadan situ, hutan kota, cagar alam dan jalur hijau pengaman. E. Kebutuhan RTH untuk produksi
23
Tabel 1
Standar Luas Ruang Terbuka Umum (Simond, 1983)
Wilayah Hirarki
Jumlah KK/ Wilayah
Jumlah jiwa/ wilayah
Ketetanggaan
1.200
4.320
Ruang Terbuka (m 2/1000 jiwa) 12.000
Komuniti
10.000
36.000
20.000
Kota
100.000
-
40.000
Wilayah/ Regional
1.000.000
-
80.000
Penggunaan Ruang Terbuka
Lap. bermain, areal rekreasi, taman rumah/ pekarangan Lap. Bermain, lapangan atau taman, koridor lingkungan (termasuk ruang terbuka untuk ketetanggaan) Ruang terbuka umum, taman, areal bermain (termasuk ruang terbuka untuk komuniti) Ruang terbuka umum, taman, areal rekreasi, hutan kota, jalur lingkar kota, sawah/ kebun
2.3 Ruang Terbuka Hijau sebagai Daerah Resapan 2.3.1 Perubahan Penggunaan Lahan Penggunaan lahan (land use) diartikan sebagai setiap bentuk intervensi manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, baik materiil maupun spiritual. Penggunaan lahan dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan besar yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan nonpertanian (Sitorus, 1989). Penggunaan lahan pertanian dibedakan dalam penggunaan lahan berdasarkan atas penyediaan air dan komoditi yang diusahakan, dimanfaatkan atau yang terdapat di atas lahan tersebut, seperti penggunaan lahan tegalan, sawah, kebun kopi, kebun karet, padang rumput, hutan produksi, hutan lindung, padang alang - alang, dan sebagainya. Penggunaan lahan bukan pertanian dibedakan ke dalam penggunaan lahan kota atau desa (pemukiman), industri, rekreasi, pertambangan, dan sebagainya (Arsyad, 2000). Penggunaan lahan adalah penggunaan lahan utama atau penggunaan utama atau kedua (apabila merupakan, penggunaan lahan berganda) dari sebidang lahan pertanian, lahan hutan, padang rumput dan sebagainya. Jadi penggunaan lahan lebih merupakan tingkat pemanfaatan oleh masyarakat (Sitorus, 1989). Proses perubahan penggunaan lahan pada dasarnya dapat diartikan sebagai bentuk konsekuensi logis dari adanya pertumbuhan dan transformasi perubahan struktur sosial ekonomi masyarakat yang sedang berkembang. Perkembangan
24
yang dimaksud tercermin dengan adanya: pertumbuhan aktifitas pemanfaatan sumberdaya alam akibat meningkatnya permintaan jumlah penduduk dan kebutuhan per kapita dan adanya pergeseran kontribusi sektor pembangunan dari sektor pertanian dan pengolahan sumberdaya alam ke aktifitas sektor sekunder (manufaktur) dan tersier (jasa) (Hardjowigeno,1994). Doxiadis.(1988) menjelaskan perubahan penggunaan dan penutup lahan merupakan gejala normal sesuai dengan proses perkembangan dan pengembangan kota. Terdapat dua tipe dasar pengembangan kota, yaitu pertumbuhan dan transformasi. Pertumbuhan mencakup semua jenis penggunaan lahan, termasuk di dalamnya jenis penggunaan yang sama sekali baru dan perluasan penggunaan lahan, sedangkan transformasi adalah perubahan secara terus menerus pada bagianbagian pemanfaatan lahan di perkotaan dan perdesaan untuk meningkatkan nilai dan tingkat efisiensi bagi penggunanya. Perubahan penggunaan lahan dapat mengacu pada dua hal yang berbeda, yaitu pada penggunaan lahan sebelumnya atau rencana tata ruang yang ada. Perubahan yang mengacu pada penggunaan lahan sebelumnya adalah suatu penggunaan baru atas lahan yang berbeda dengan penggunaan lahan yang sebelumnya. Perubahan yang mengacu pada rencana tata ruang adalah penggunaan baru atas tanah (lahan) yang tidak sesuai dengan yang ditentukan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah yang telah disahkan (Permendagri No. 4 thn 1996). Proses alih fungsi lahan dapat dipandang sebagai pergeseran pergeseran dinamika alokasi dan distribusi sumberdaya menuju keseimbangan baru yang lebih optimal. Namun seringkali terjadi berbagai distorsi yang menyebabkan alokasi pemanfaatan lahan berlangsung menjadi tidak efisien. Proses alih fungsi lahan pada umumnya didahului oleh adanya proses alih penguasaan lahan. Dalam kenyataanya, di balik proses alih fungsi lahan umumnya terdapat proses memburuknya struktur penguasaan sumberdaya lahan.
25
2.3.2 Hidrologi Secara alami, yaitu dengan bantuan energi matahari, maka air akan berevaporasi dari permukaan lautan dan daratan ke udara, dan selanjutnya jatuh ke bumi. Air yang jatuh ke bumi sebagai cairan atau padatan (es dan salju) terjadi dalam bentuk hujan atau presipitasi. Hujan ini merupakan proses konversi utama yang mempertahankan terjadinya siklus hidrologis ini, dan dampaknya pada suatu tapak akan tergantung dari kondisi lanskap atau bentang alam yang membentuk tapak tersebut, yaitu : (1) Topografi (2) Tanah (3) Tata Guna Lahan, dan (4) Vegetasi Selanjutnya air yang mencair atau hujan ini akan mengalir dalam bentuk aliran permukaan (air permukaan) ke berbagai badan air (seperti laut, sungai, danau, dan telaga) dan juga air yang mengalir dalam tanah (akuifer) dalam bentuk aliran air tanah. Gambar 4 memperlihatkan skematik alur hidrologis ini secara alami.
Gambar 4. Siklus Hidrologi (Brooks, 1988) Kondisi topografi akan menentukan bentuk alur air (berbentuk sungai atau hanya stream) dan arah air menuju bagian yang lebih rendah atau air tersebut hanya akan
26
tertahan di danau, situ atau telaga. Kondisi tanah, terutama struktur fisiknya, selanjutnya, akan menentukan kemampuan tanah pada tapak ini dalam mengabsorpsi air. Tata guna lahan berpengaruh terhadap potensi aliran permukaan pada tapak, dan vegetasi akan berpengaruh terhadap transpirasi air melalui daun dan juga intersepsinya. Selanjutnya, secara gravitasi, air mengalir menuju estuaria dan akhirnya kembali memasuki lautan. Tabel 2 memperlihatkan parameter utama pada siklus hidrologis tersebut, dan Gambar 5 adalah ilustrasi ragam keberadaan air dalam tanah (Brooks, 1988).
Gambar 5. Ilustrasi Ragam Keberadaan Air dalam Tanah (Brooks, 1988) Tabel 2 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Parameter Utama dari Siklus Hidrologis (Brooks, 1988)
Penyimpanan Air Air atmosfer Lautan Danau dan reservoir
Fluxes
Evaporasi Dari tanah dan lahan bervegetasi Dari laut dan badan-badan air lainnya Dari salju dan es Aliran sungai Rawa Horizontal vapor flux Air biologikal Presipitasi Kelembaban tanah & unsaturated Aliran permukaan zone Air tanah Infiltrasi; perkolasi dalam Air beku Recharge; underflow; discharge
27
Khusus untuk kasus kawasan perkotaan, siklus hidrologis akan mengalami perubahan dan modifikasi. Diagram perubahan dapat dilihat pada Gambar 6 untuk kasus pre-urban dan urban. Pada kondisi pre-urban air tanah masih mencapai 50% tetapi bila kawasan telah dibuka menjadi urban air tanah hanyalah 32% dari total.
Gambar 6.
Perubahan Hidrologis yang Disebabkan Pembangunan Kota (Hough, 1989)
2.3.3 Konservasi Air Tanah Arsyad (2006) menyatakan bahwa konservasi air dapat dilakukan melalui cara-cara yang dapat mengendalikan evaporasi, transpirasi dan aliran permukaan. Meskipun demikian, konservasi air sulit dilakukan, karena air merupakan komponen yang dinamik dari ekosistem. Menurut Direktorat Tata Lingkungan Geologi dan Kawasan Pertambangan (DTLGKP) (2001), pemantauan atas penyelenggaraan konservasi pada suatu cekungan air tanah dilakukan secara rutin sehingga akan diketahui kesesuaian antara perencanaan dengan pelaksanaan pengelolaan air tanah. Kegiatan
28
pemantauan dilakukan dengan cara memantau perubahan kedudukan muka air tanah. memantau perubahan kualitas air tanah, memantau pengambilan dan penggunaan air tanah. memantau sumber potensi pencemaran air tanah serta memantau perubahan lingkungan air tanah dan lingkungan sekitarnya. Menyadari bahwa peran air tanah sebagai pemasok kebutuhan air di berbagai bidang kegiatan menjadi sangat penting, serta teramati dampak-dampak negatif yang timbul akibat pengambilan air tanah maka untuk mengantisipasi hal tersebut, upaya konservasi air tanah merupakan hal yang mutlak harus dilaksanakan. Pendayagunaan air tanah ditujukan untuk memanfaatkan air tanah secara optimal. efisien dan berkelanjutan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kegiatan ini dilakukan dengan mempertimbangkan konservasi air tanah yang menjamin rasa keadilan antar generasi, perencanaan pengelolaan air tanah di suatu cekungan air tanah keterpaduan penggunaan antar sumber air baku, menerapkan prinsip hemat air dan melibatkan peran masyarakat (DTLGKP, 2001). Hehanusa, et al. (1994) menyatakan, untuk menambah persediaan air di suatu daerah bisa diupayakan antara lain melalui lima kegiatan, yaitu : (1) rekayasa teknologi yang menambah sumber air permukaan, (2) melakukan riset untuk mendapatkan sumber air artesis, (3) menyimpan kelebihan air di musim hujan untuk dimanfaatkan di musim kemarau, (4) rekayasa teknologi yang mengubah kualitas air dari air kurang baik menjadi lebih layak, dan (5) menyalurkan air dari suatu daerah aliran sungai melintasi batas daerah aliran sungai ke daerah lainnya bisa dilakukan dengan konstruksi saluran, terowongan, pemipaan, atau bentuk saluran lainnya. Pada daerah hutan kota sistem perakaran tanaman dan serasah yang berubah menjadi humus akan memperbesar jumlah pori tanah, karena humus bersifat lebih higroskopis dengan kemampuan menyerap air yang besar sehingga kadar air tanah hutan akan meningkat (Bernatzky, 1978). Daerah hulu yang berfungsi sebagai daerah resapan air, hendaknya ditanami dengan tanaman yang mempunyai daya evapotranspirasi yang rendah. Selain itu, sistem perakaran dan serasahnya dapat meningkatkan porositas tanah, sehingga air hujan banyak yang masuk ke dalam tanah sebagai air infiltrasi dan hanya sedikit yang menjadi air limpasan. Jika hujan lebat terjadi, maka air hujan akan turun masuk meresap ke
29
lapisan tanah yang lebih dalam menjadi air infiltrasi dan air tanah. Dengan demikian hutan kota yang dibangun pada daerah resapan air dari kota yang bersangkutan akan dapat membantu mengatasi masalah air dengan kualitas yang baik. Menurut Manan (1976) tanaman yang mempunyai daya evapotranspirasi yang rendah antara lain : cemara laut (Casuarina equisetifolia), Ficus elastica, karet
(Hevea
brasiliensis),
manggis
(Garcinia
mangostana),
bungur
(Lagerstroemia speciosa), Fragraea fragrans dan kelapa (Cocos nucifera). Luas RTH yang dibutuhkan sebagai tempat meresapkan air dapat dihitung dengan menggunakan modifikasi pendekatan luas hutan kota berdasarkan kebutuhan air dengan rumus sebagai berikut (Fakuara, 1987): La = Po. K (1 + r - c) t - PAM - Pa z La
: luas hutan kota yang harus dibangun
Po
: jumlah penduduk
K
: konsumsi air per kapita (l/hari)
r
: laju peningkatan pemakaian air
c
: faktor pengendali
PAM : kapasitas suplai perusahaan air minum t
: tahun
Pa
: potensi air tanah
z
: kemampuan hutan kota dalam menyimpan air
2.3.4 Ruang Terbuka Hijau dan Pengaruhnya terhadap Konservasi Air RTH adalah komponen utama penyedia air bersih kota. Taman kota, jalur hijau, situ, waduk, danau, atau empang merupakan daerah resapan dan penampung air tanah alam yang belum tergantikan fungsinya. Pada dasarnya, luasan RTH kota menjamin luasan resapan air dan besar kapasitas serapan dan penampungan air tanah, baik di musim hujan maupun di musim kemarau. Semakin sempit RTH kota yang tersedia, semakin sedikit air yang dapat diserap dan ditampung dalam tanah. Menurut Suripin (2002), konservasi tanah dan air secara vegetatif menjalankan fungsinya melalui :
30
1. Pengurangan daya perusak butiran hujan yang jatuh akibat intersepsi butiran hujan oleh dedaunan tanaman atau tajuk tanaman. 2. Pengurangan volume aliran permukaan akibat meningkatnya kapasitas infiitrasi oleh aktivitas perakaran tanaman dan penambahan bahan organik. 3. Peningkatan kehilangan air tanah akibat meningkatnya evaporasi sehingga tanah cepat lapar air. 4. Memperlambat aliran permukaan akibat meningkatnya panjang lintasan aliran permukaan oleh keberadaan batang-batang tanaman. 5. Pengurangan daya rusak aliran permukaan sebagai akibat pengurangan volume aliran permukaan, dan kecepatan aliran permukaan akibat meningkatnya panjang lintasan dan kekasaran permukaan. Air merupakan sumber kehidupan bagi semua mahluk hidup, sedangkan komposisi air di bumi ini menunjukkan bahwa air tawar hanyalah sebagian kecil di bumi dari total volume air yang ada. Oleh karena itu, sangat penting untuk melakukan kegiatan konservasi air dengan menggunakan komponen utama penyedia air bersih kota, yaitu RTH.
2.4
Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan
Inmendagri
Nomor
14
tahun
1988,
Penyusunan
Perencanaan pembangunan Ruang Terbuka Hijau merupakan wewenang Pemerintah Daerah,
kecuali Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Dalam Penyusunan rencana tersebut, Pemerintah Daerah dibantu instansi terkait sesuai dengan fungsi dan bidang tugasnya. Tugas dan tanggung jawab Pemerintah Daerah tersebut meliputi: 1) Penelitian, penyusunan rencana, penetapan rencana, dan peninjauan kembali Ruang Terbuka Hijau Kota. 2) Melaksanakan Program kegiatan Ruang Terbuka Hijau Kota sesuai dengan ciri dan watak wilayah kota. Pelaksanaan kegiatan pembangunan Ruang Terbuka Hijau Kota selain dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah, juga menuntut peranserta swasta dan masyarakat. Pembangunan Ruang Terbuka Hijau Kota dilaksanakan di bawah
31
tanggung jawab Dinas Pertamanan dan atau Dinas/Satuan Kerja yang ditunjuk melaksanakan kegiatan tersebut. Selanjutnya dalam Inmendagri No. 14 tahun 1988, Pemerintah Daerah menyediakan prasarana dan sarana yang diperlukan berupa tenaga ahli, pusat pendidikan dan latihan pembibitan dengan dibantu Dinas/instansi yang terkait untuk menunjang keberhasilan program pengembangan Ruang Terbuka Hijau Kota. Selain itu juga, Pemerintah Daerah menyediakan dana yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) serta mendorong dana dan swadaya masyarakat/swasta untuk pembangunan Ruang Terbuka Hijau Kota. Dalam pengendalian Ruang Terbuka Hijau Kota, Pemerintah daerah ikut mengendalikan seluruh kegiatan pembangunan Ruang Terbuka Hijau Kota dengan tidak memberikan ijin perubahan penggunaan Ruang Terbuka Hijau Kota untuk kepentingan/peruntukan lainnva. Pemerintah Daerah juga melakukan pengendalian secara ketat tentang pemberian dan pencabutan ijin pembangunan Ruang Terbuka Hijau Kota dan pelaksanaan pengendalian tersebut mengikutsertakan Instansi Teknis sesuai dengan bidang tugasnya (Inmendagri Nomor 14 tahun 1988). Menurut Aji (2000) penataan ruang perkotaan (termasuk di dalamnya RTH) dapat diartikan sebagai proses perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian wilayah perkotaan dari kondisi yang ada menjadi kondisi yang lebih baik (interpretasi dari UUPR). Pada ketiga proses tersebut, selain mempertimbangkan skenario pengembangan kota yang diinginkan, juga dipengaruhi oleh sistem kelembagaan yang terlibat. Dengan demikian dibutuhkan pula penataan atau manajemen sistem kelembagaan yang ada untuk menunjang perwujudan wilayah perkotaan yang diinginkan tersebut. Pada umumnya kelembagaan pengelolaan RTH perkotaan di Indonesia didominasi oleh lembaga pemerintahan lokal (daerah), sedangkan peranserta pihak swasta (private sector) maupun peran warga kota masih sangat kecil. Lembaga pemerintahan daerah ini pada umumnya memiliki kewenangan untuk menangani tugas-tugas perencanaan, pembangunan, pengaturan, dan pengawasan. Dalam proses perencanaan, pihak pemerintah daerah jarang sekali melibatkan
32
pihak masyarakat, meskipun masyarakat tersebutlah yang kelak akan menjadi sasaran pelayanannya. Peranserta warga kota dalam berbagai proses pengelolaan RTH pada lahan-lahan milik publik, khususnya proses perencanaan dan pembiayaan relatif sangat kecil, demikian juga mekanisme untuk melibatkan pihak warga kota itu sendiri masih perlu dipikirkan. Sementara itu, pihak pemerintah daerah lebih berminat menjaring langsung pihak perusahaan (private bussiness) dalam pembangunan suatu jenis RTH tanpa melibatkan mereka dalam proses perencanaan.
2.5
Wewenang Penyusunan Rencana Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Kota
1. Perencanaan RTH Menurut Supriyatno (1996) penyusunan ruang terbuka hijau kota merupakan wewenang Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten/Kotamadya, kecuali Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, dibantu Instansi terkait sesuai dengan fungsi dan tugasnya. Tugas dan tanggung jawab Pemerintah Daerah Tingkat II meliputi : 1. Penelitian, penyusunan rencana, penetapan rencana dan peninjauan kembali penetapan ruang terbuka hijau kota. 2. Pelaksanaan program pengembangan ruang terbuka hijau kota sesuai dengan ciri dan watak wilayah kota. Dalam perencanaan ruang terbuka hijau kota, Pemerintah Daerah Tingkat II disarankan menampung kebijakan dari Pemerintah Daerah Tingkat I, kecuali Pemerintah DKI-Jakarta. Pelaksanaan kegiatan tersebut dilakukan melalui koordinasi, integrasi dan sinkronisasi dengan berbagai Instansi Pemerintah terkait. Penyediaan atau pengadaan lahan untuk keperluan ruang terbuka hijau kota dapat dilakukan melalui tata cara penguasaan tanah baik perorangan maupun badan hukum yang tanahnya dalam keadaan terlantar atau disalahgunakan, dilakukan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
2. Pelaksanaan RTH Menurut Supriyatno (1996) pelaksanaan kegiatan pembangunan ruang terbuka hijau kota selain dilakukan oleh Pemerintah Daerah Tingkat II, juga terbuka peluang dan
33
diberi kemudahan bagi peranserta masyarakat maupun swasta. Pembangunan ruang terbuka hijau kota dilaksanakan dibawah tanggung jawab Dinas Pertamanan atau Dinas/satuan kerja yang ditunjuk melaksanakan pekerjaan tersebut. 3. Pengelolaan RTH Salah satu masalah dalam pengelolaan RTH kota yang dominan adalah keterbatasan dana. Pembiayaan pembangunan dan pengelolaan kota biasanya berasal dari dana pemerintah (pusat dan daerah), sedangkan potensi dana swasta dan dana masyarakat belum banyak digali. Dana masyarakat adalah dana yang bersumber dari masyarakat secara langsung untuk membiayai sebagian anggaran proyek atau yang biasa dikenal sebagai dana swadaya. Pemerintah Daerah Tingkat II menyediakan dana yang dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBD) serta mendorong maupun memberi kemudahan dukungan pendanaan dari masyarakat maupun swasta . Pemerintah Daerah Tingkat II menyediakan prasarana dan sarana yang diperlukan berupa tenaga ahli pusat pendidikan pelatihan pembibitan dengan dibantu oleh instansi yang terkait untuk menunjang keberhasilan pembangunan.
2.6
Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh
informasi tentang suatu obyek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1997). Karakteristik dari obyek dapat ditentukan berdasarkan radiasi elektromagnetik yang dipancarkan atau dipantulkan oleh obyek tersebut dan terekam oleh sensor. Hal ini berarti, setiap obyek mempunyai karakteristik pancaran atau pantulan elektromagnetik yang unik dan berbeda pada lingkungan yang berbeda (Murai, 1996). Dalam penelitian ini, digunakan sistem penginderaan jauh pasif (foto udara dan citra aster), yaitu sistem penginderaan jauh yang sumber energinya dari matahari. Panjang gelombang yang digunakan oleh sistem pasif, tidak memiliki kemampuan menembus atmosfer yang dilaluinya, sehingga atmosfer ini dapat menyerap (absorp) dan menghamburkan (scatter) energi
34
pantulan (reflektan) obyek yang akan diterima oleh sensor (Lillesand dan Kiefer 1987). Faktor inilah yang menyebabkan nilai reflektan obyek yang diterima sensor tidak sesuai dengan nilai reflektan obyek yang sebenarnya di bumi. Secara umum konsep perekaman obyek permukaan bumi pada sistem penginderaan jauh pasif. Teknik pengolahan data penginderaan jauh secara manual yaitu interpretasi penggunaan/penutupan lahan, unit lahan dilakukan secara visual (on screen). Teknik interpretasi visual ini merupakan teknik yang paling tua, paling mudah namun perlu waktu yang banyak. Selain itu, teknik ini bersifat subyektif artinya setiap interpreter dapat melakukan interpretasi terhadap suatu obyek pada data penginderaaan jauh, tergantung pada kualitas interpreter. Oleh karena itu, argumentasi dari interpreter menjadi penting untuk klarifikasi terhadap hasil interpretasinya. Kualitas penginderaan
hasil jauh
interpretasi (tutupan
sangat
awan,
tergantung
kabur
pada
gambarnya),
kualitas
data
pengalaman
interpreter (semakin lama, maka hasilnya semakin benar), sifat obyek yang diinterpretasi (Lillesand dan Kiefer, 1994) dan jugs kedekatan interpreter dengan wilayah dimana obyek yang diinterpretasi
berada,
misalnya
interpreter yang belum berpengalaman, namun bertempat tinggal di sekitar obyek yang diinterpretasi, dengan demikian interpreter telah mangenal obyeknya, maka hasil interpretasi lebih baik. Teknik pengolahan data penginderaan jauh secara visual dilakukan dengan mendasarkan pada 7 unsur interpretasi yaitu: bentuk, ukuran, pola, bayangan, rona, takstur, situs/lokasi obyek dalam hubungan dengan obyek lain (Lillesand dan Kiefer, 1994).
2.7
Sistem Informasi Geografik SIG dalam konteks sebagai alat (toolbox based) didefinisikan
sebagai seperangkat alat yang digunakan untuk mengkoleksi, menyimpan, memanggil kembali, mentransformasi dan menyajikan data spasial dari dunia nyata untuk tujuan tertentu (Burrough, 1986). Dalam konteks sebagai basis data (database), SIG didefinisikan sebagai suatu Sistem berbasis komputer yang mempunyai kemampuan untuk menangani data yang bereferensi geografi,
35
yaitu pemasukan data, manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan kembali), manipulasi dan analisis serta keluaran (output) (Aronoff, 1989). Dalam konteks organisasi (organization based), SIG didefinisikan sebagai seperangkat fungsi-fungsi otomatis yang professional, dengan kemampuan lebih baik dalam hal penyimpanan, pemanggilan kembali, manipulasi dan tampilan lokasi data secara geografis (Ozemoy et al. dalam Burrough, 1986). Definisi yang lain juga dikemukakan Eldrandaly et al. (2003), SIG adalah teknologi
berbasis
komputer
dan
metodologi
untuk
pengumpulan,
manajemen, analisis, modeling dan tampilan data geografi untuk berbagai penerapan. SIG adalah sistem perangkat lunak untuk acquisition, manajemen, analisis, dan menampilkan data yang memiliki referensi geografik. Bila dicermati dari definisi-definisi di atas, domain yang dilakukan oleh SIG pada prinsipnya sama yaitu pemasukan data, penyimpanan, pemanggilan, manipulasi, analisis dan keluaran. SIG sebagai bahan literatur, dimulai awal tahun 1960 (Lo dan Yeung, 2002; Eldrandaly et al., 2003), maksudnya SIG masih sebagai konsep belum ada tindakan operasional dan digunakan untuk analisis mulai akhir tahun 1970 (Eldrandaly et al., 2003). Kemudian SIG sukses digunakan untuk memecahkan masalah, karena kemampuannya untuk melakukan operasi overlay yaitu integrasi dari layar-layar yang berbeda (Jia, 2000) dan buffering yaitu zona dan jarak spesifik sekitar feature (Carver, 1991; Jia, 2000; Eldandary et al., 2003). SIG memiliki ciri khas untuk menangani data-data spasial (Zeng dan Zhou, 2001), memiliki kemampuan yang ideal untuk analisis data-data spasial (Caver, 1991), untuk memformulasikan dan mengimplementasikan strategi pembangunan berkelanjutan, khususnya untuk menunjukkan lokasi sumberdaya alam (Yeh dan Li, 1998). Saat ini, SIG telah banyak diaplikasikan di berbagai bidang, antara lain kehutanan, pertanian, geologi, geografi, arkeologi, pengembangan wilayah, pariwisata dan sebagainya.
2.8
Model, Tujuan Model dan Tipe Model Model merupakan penyederhanaan sistem. Karena sistem sangat
kompleks, tidak mungkin membuat model yang dapat menggambarkan seluruh
36
proses yang terjadi dalam sistem. Model disusun dan digunakan untuk memudahkan dalam pengkajian sistem karena sulit dan hampir tidak mungkin untuk bekerja pada keadaan sebenarnya. Oleh sebab itu, model hanya memperhitungkan beberapa faktor dalam sistem dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Banyak yang menyatakan bahwa semua komponen sistem perlu dipertimbangkan dalam model dan tidak boleh dibatasi. Hal ini menyebabkan model yang disusun terdiri dari sangat banyak komponen seperti pada dunia nyata. Penyusunan model seperti ini akan mengakibatkan model tidak dapat diselesaikan karena ruang lingkup dan batasan sistem menjadi sangat luas bahkan tak terhingga. Seandainya pun model semacam ini dapat diselesaikan, maka akan sulit sekali mendapatkan data yang lengkap untuk pengujian model, sehingga model didasarkan pada banyak asumsi. Dengan demikian maka model semacam ini tidak akan dapat diuji kebenarannya. Model disusun untuk beberapa tujuan, yaitu : 1. Pemahaman proses yang terjadi dalam sistem Model harus dapat menggambarkan mekanisme proses yang terjadi dalam sistem dalam kaitannya dengan tujuan yang akan dicapai. Misalnya, penyusunan model tentang pengelolaan sampah harus dapat menjelaskan proses pembentukan sampah di tingkat rumah tangga, pasar maupun industri hingga proses pengangkutan ke tempat pembuangan sampah sementara (TPS) serta tempat pembuangan sampah akhir (TPA). Model yang disusun berdasarkan pemahaman proses dapat menjelaskan mekanisme proses yang terjadi dalam sistem. 2. Prediksi Hanya model yang bersifat kuantitatif yang dapat melakukan prediksi. Dalam hubungan ini, ketepatan (accuracy) model menjadi hal yang penting. Sebagai contoh, ketepatan prediksi jumlah timbunan sampah di TPS merupakan tujuan model sebagai dasar penentuan frekuensi pengangkutan serta jumlah truk sampah yang diperlukan guna mengangkut sampah menuju TPA. 3. Menunjang pengambilan keputusan Model yang disusun berdasarkan pemahaman proses serta yang mempunyai
37
kemampuan prediksi dapat dijadikan alat untuk
perencana
guna
membantu proses pengambilan keputusan. Simulasi model dapat dilakukan
dengan
menggunakan berbagai skenario sebagai input.
Berdasarkan variasi output yang dihasilkan dapat dipilih alternatif terbaik dari berbagai skenario yang merupakan input model tersebut. Dalam hal ini, model berfungsi sebagai alat bantu dalam menunjang pengambilan keputusan. Forrester (1961) memberikan ilustrasi tentang fungsi model sebagai penunjang dalam pengambilan keputusan. Jay Forrester, dalam bukunya tentang system dynamics, menanyakan hal sebagai berikut : " Siapa orang yang paling bertanggung-jawab dalam keselamatan pengoperasian pesawat terbang T Sebagian besar orang akan menjawab: "Tentu saja pilot pesawat terbang", padahal, jawaban yang benar adalah desainer pesawat terbang.Pilot yang trampil dan terlatih memang merupakan faktor kritis, tetapi desainer pesawat terbang lebih penting karena harus menghasilkan rancangan pesawat terbang yang stabil, tahan terhadap goncangan akibat turbulensi udara dan bahkan harus dilengkapi dengan alat pengatur kendali otomatis sehingga pilot dapat mengendarai pesawat tersebut meskipun dalam keadaan mengantuk ataupun kelelahan. Pilot, dalam hal ini adalah pengambil keputusan di "dunia nyata", sedangkan desainer memberikan bantuan pada "dunia virtual" (dengan modelnya). Ilustrasi tersebut menyatakan bahwa seorang penyusun model adalah desainer yang harus menyediakan rancangan terbaik bagi pengguna model yang bertindak sebagai pilot. Pada dunia nyata, misalnya pada sistem bisnis dan industri, seorang direktur harus berfungsi ganda, sebagai pilot dan desainer pesawat terbang. Sebagai pilot pesawat terbang, direktur tersebut harus mengambil keputusan (penerimaan pegawai, penentuan harga jual, kapan memproduksi produk baru dan sebagainya). Sebagai desainer, seorang direktur harus menentukan struktur organisasi, operasi dan strategi organisasi yang akan mempengaruhi pengambilan keputusan. Ironisnya, direktur kadangkala lebih banyak menghabiskan waktu untuk bertindak sebagai pilot (membuat keputusan, mengendalikan bawahan) daripada memikirkan secara kreatif dari sisi pandang dan ketrampilan mereka agar dapat mengoperasikan oganisasi secara sederhana supaya "orang biasa" pun dapat menjalankan organisasi (Sterman, 2000).
38
Secara umum, model dapat digolongkan dalam dua kategori yaitu : model fisik dan model abstrak. Model fisik merupakan model miniatur replika dari keadaan sebenarnya. Sebagai contoh, mainan mobil-mobilan merupakan miniatur dari mobil sesungguhnya dan boneka merupakan representasi dari manusia. Model abstrak yang jugs disebut model mental merupakan model yang bukan fisik, tetapi dapat menjelaskan kinerja dari sistem. Model abstrak dapat digolongkan dalam dua jenis, yaitu yang bersifat kuantitatif dan kualitatif. Model kuantitatif menggunakan perhitungan matematik dan bersifat numerik sehingga dapat digunakan untuk keperluan prediksi. Sebaliknya, model kualitatif bersifat deskriptif dan tidak menggunakan perhitungan kuantitatif. Model
kuantitatif
dikelompokkan
berdasarkan
cara
pemecahan
permasalahan yang dihadapi, yaitu: (1) yang bersifat induktif/ empirik dengan penggunaan teknik statistik, dan (2) yang bersifat deduktif/mekanistik dengan persamaan matematik. Model empirik memberikan hubungan antara variabel output dan input, tetapi tidak memberikan penjelasan proses atau bagaimana mekanisme hubungan tersebut terjadi. Sebaliknya, model mekanistik menjelaskan mekanisme proses yang terjadi tersebut. Dalam kajian sistem menggunakan model fisik maupun abstrak, pengkaji sistem akan berhadapan dengan permasalahan yang bersifat statik atau dinamik. Permasalahan yang bersifat statik bersifat konstan, sedangkan yang bersifat dinamik selalu berubah menurut waktu. Mobil-mobilan sebagai model fisik, dapat bersifat dinamik apabila mobil-mobilan tersebut dilengkapi dengan baterai, sehingga dapat bergerak, yang kecepatan serta jarak tempuhnya berubah dengan waktu. Model pengelolaan RTH sebagai daerah resapan di wilayah DKI Jakarta dalam penelitian ini menggunakan model abstrak kuantitatif berdasarkan cara pemecahan permasalahan yang dihadapi bersifat deduktif/mekanistik dengan persamaan matematik dan merupakan model bersifat dinamik
2.9
Tinjauan Studi-Studi Terdahulu Tim Peneliti Fakultas Kehutanan IPB (1986) mengemukakan siklus air di
dalam hutan sangat erat kaitannya dengan kondisi tanah, iklim serta tindakan manusia terhadap komponen ekosistem tersebut. Siklus air tersebut terdiri dari
39
delapan jalur (cara) yaitu : intersepsi, cucuran tajuk, aliran batang, transpirasi, fotosintesa, evaporasi, limpasan dan infiltrasi. Masing-masing jalur dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan, baik faktor fisik maupun faktor biotik. Tim Fisika dan Konservasi IPB (1991) dalam penelitiannya mempelajari pengaruh ukuran/dimensi sumur resapan dinyatakan dalam nisbah luas permukaan pengerasan dengan luas resapan, dan bentuk resapannya, terhadap kemampuannya memasukkan air kedalam tanah. Diharapkan bahwa persentase terbesar akan memberikan inflow yang maksimum sehingga tidak ada air terbuang melalui drainase. Sementara itu, pada nisbah luasan yang sama, resapan yang lebih dalam akan
memberikan
efektifitas
lebih
tinggi
dalam
meningkatkan
inflow
dibandingkan resapan yang lebih dangkal Penelitian William dan Joan (1995) tentang taman kota : green spaces atau green walls? menyatakan taman sebagai fitur lansekap kota memiliki banyak fungsi yaitu sebagai penyedia rekreasi pasif dan aktif, manfaat lingkungan, dan habitat satwa liar. Penelitian ini mengeksplorasi konsep bahwa taman kota juga dapat berfungsi sebagai lansekap batas memisahkan lingkungan dari karakteristik sosial-ekonomi yang berbeda. Empat taman di lingkungan Boston's Roxbury dan North Dorchester sebagai lokasi penelitian untuk mengevaluasi hipotesis bahwa taman yang terletak di antara lingkungan yang berbeda sosioekonomi berfungsi sebagai lanskap batas. Aji (2000) pada penelitiannya mengenai pengelolaan ruang terbuka hijau menyebutkan bahwa pengelolaan RTH pada dasarnya ditopang oleh tiga pilar utama, yaitu instrumen produk rencana tata ruang yang mengakomodasi keberadaan RTH; instrumen peraturan perundangan yang mendukung keberadaan RTH; dan praktek pengelolaan RTH yang dikembangkan Penurunan kualitas lingkungan hidup kota disebabkan oleh berkurangnya ruang terbuka hijau (RTH) kota yang berperan besar dalam menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup. Pemerintah telah menetapkan kawasan lindung untuk konservasi sumberdaya alam, namun permasalahan yang ada adalah bagaimana kesiapan peraturan perundangundangan dalam pengelolaan RTH binaan serta peranserta masyarakat dalam mewujudkan RTH bagi konservasi sumberdaya alam di kawasan perkotaan. Peraturan yang memungkinkan terwujudnya RTH yang
40
berlanjut belum cukup memadai, terutama jika dikaitkan dengan penataan ruang wilayah kota. Namun permasalahannya terletak pada pembuatan dan pelaksanaan peraturan
tersebut,
karena
masih
kurang
tegasnya
pemerintah
dalam
menanggulangi dan menyelamatkan RTH yang ada di perkotaan. Berbagai program yang direncanakan oleh lembaga yang berwenang berpotensi untuk mewujudkan RTH binaan tersebut terutama pemilihan tananam langka lokal sebagai tanaman penghijauan. Selain itu, yang turut menyukseskan RTH binaan adalah kesatuan visi dan Misi serta peningkatan koordinasi diantara lembagalembaga terkait. Rendahnya penegakan peraturan oleh pemerintah dan masyarakat menyebabkan
banyaknya
kasus
alih
fungsi
RTH
sementara
proses
refungsionalisasinya tidak mudah, misalnya karena alih fungsi itu terjadi secara legal dan menyangkut kepentingan umum (Kumar, 2002). Penelitian tentang perencanaan komprehensif ruang hijau berdasarkan prinsip ekologi lansekap di kota Nanjing, Cina oleh Jim and Sophia (2003) merupakan studi kasus izin perencanaan untuk jaringan terpadu ruang hijau di kota kuno Nanjing di Cina, dengan tujuan fleksibilitas untuk ekspansi perkotaan di masa depan, akuisisi lapangan hijau, fungsi rekreasi, habitat satwa liar dan manfaat lingkungan, meliputi green wedges, greenways dan green extensions yang menggabungkan daerah hijau perkotaan pada tiga skala lansekap. Pada skala kota metropolis, melalui analisis normatif dan substantif bentuk perkotaan dan ekspansi perkotaan, dan penilaian dataran tinggi pinggiran kota, lima green wedges dibatasi untuk menghasilkan bentuk bintang perkotaan (a star urban form). The green wedges link pedesaan yang luas untuk pusat kota, dan menentukan jari-jari ruang memanjang di antara ekspansi perkotaan untuk menghindari konflik dengan bidang hijau. Pada skala kota, tiga jalur hijau utama, termasuk city-wall circular greenway, Inner-Qinhuai River greenway, and canopy-road greenway, yang dirancang sebagai kerangka untuk mengarahkan lokasi ruang hijau baru, konfigurasi dan kontinuitas, dan untuk menghubungkan taman yang ada . Ruang terbuka hijau ini dilengkapi dengan sistem jejak yang komprehensif untuk mendorong gerakan jalan kaki dan bersepeda yang lebih disukai masyarakat dan pemerintah. Pada skala lingkungan, sebuah organisasi ruang hijau, terdiri dari ruang terbuka publik perumahan, trotoar teduh dan strip
41
riparian, sesuai dengan geometri jaringan. Sebagai badan penghubung yang baik, daerah ini memberikan kesempatan bagi warga untuk memiliki kontak sehari-hari dengan alam. Secara keseluruhan, the three-tiered green space system menyediakan modus alternatif bagi pengembangan perkotaan dengan didominasi transportasi konvensional, untuk mengantarkan peningkatan substansial dalam kualitas lanskap lingkungan dan untuk menambah gagasan kota yang berkelanjutan Brian dan Daniel (2004) dengan judul penelitian analisis pemodelan dinamis spasial dan transformasi tata guna lahan perkotaan dengan pendekatan simulasi untuk menilai biaya the urban sprawl membahas tentang dasar-dasar teoritis dan aplikasi praktis dari suatu submodel analisis dampak ekonomi yang dikembangkan dalam the Land Use Evolution and Impact Assessment Modeling (LEAM) lingkungan. Kerangka konseptual LEAM adalah suatu aplikasi model untuk penilaian biaya urban sprawl di Kane County, Illinois. Pendekatan spasial resolusi tinggi memungkinkan ketajaman kesimpulan tingkat makro dari prilaku tingkat mikro. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemodelan spasial dinamis secara tegas memiliki variasi konseptual yang menguntungkan atas pendekatanpendekatan model dinamika perkotaan ditinjau dari teori dan sudut pandang praktis. Nurisjah (2005) dalam penelitiannya mengungkapkan kapasitas fisik dan kualitas lingkungan yang dibutuhkan untuk mewujudkan konsep sistem kota yang berkelanjutan menentukan ketersediaan bentuk, fungsi, serta pola distribusi dan konfigurasi RTH yang sesuai dengan dan mendukung kondisi fisik kota tersebut. Radnawati (2005) melakukan evaluasi RTH kota secara spasial sebagai kawasan konservasi air dengan melalui pendekatan model konservasi air dan revegetasi yang menunjang kawasan konservasi air. Pada penelitian tersebut dilakukan beberapa tahapan diantaranya adalah tahap menganalisis hubungan antara penggunaan lahan dan kawasan konservasi air permukaan menggunakan model aplikasi konservasi air. Terakhir, hasil analisis tersebut digunakan untuk memberikan arahan revegetasi dan membuat zonasi kawasan kota yang dapat meningkatkan kemampuan kawasan sebagai daerah resapan air.
42
Hedwig et al. (2007) dalam penelitiannya tentang integrasi dari multiskala model spasial dinamis dari proses sosial-ekonomi dan fisik untuk manajemen DAS didasarkan pada kesulitan campur tangan perencana, pembuat kebijakan dan teknisi dalam sistem manusia-alam yang kompleks. PSS (Policy Support Systems) MedAction mencakup proses sosial-ekonomi dan fisik yang secara kuat digabungkan. Hal ini diimplementasikan dengan kerangka aplikasi GEONAMICA
dan
dimaksudkan
untuk
mendukung
perencanaan
dan
pengambilan kebijakan di bidang degradasi tanah, penggurunan, pengelolaan air dan pertanian yang berkelanjutan. Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan beberapa wawasan dalam model individu, pencapaian model integrasi, serta penggunaan aktual dari PSS MedAction. Hasil penelitian ini juga berpendapat bahwa aspek teknis dan ilmiah sistem pendukung kebijakan (PSS) bukan satusatunya elemen yang menentukan dalam praktek penggunaannya. Penelitian analisis spasial nilai kenyamanan dari ruang terbuka hijau oleh Cho et al. (2008) bertujuan untuk menentukan variasi spasial dalam nilai kenyamanan bagi kuantitas dan kualitas ruang terbuka hijau di industri perumahan. Variabel yang berhubungan dengan ukuran, kedekatan, konfigurasi spasial, dan komposisi jenis ruang terbuka adalah faktor dari dalam pada model global dan lokal dalam kerangka hedonic price. Bukti empiris menunjukkan bahwa kenyamanan dari variasi fitur ruang terbuka berdasarkan pada tingkat urbanisasi. Singkatnya, hutan cemara, bermacam-macam landskap dengan hutan di beberapa tempat, hutan alam, hutan buatan lebih dihargai di daerah pedesaan. Sebaliknya, hutan gugur dan hutan campuran , kawasan hutan, hutan buatan yang sering dipangkas lebih dihargai di daerah perkotaan.
Nilai kenyamanan dari
berbagai variasi spasial berbeda antar daerah metropolitan, kebutuhan pengelolaan penggunaan lahan untuk lokasi spesifik sesuai karakteristik lokal. Penelitian Craig (2008) tentang menilai ruang hijau perkotaan dengan alternatif hipotetis dan status quo menggunakan pendekatan untuk menentukan apakah ruang hijau dapat dinilai berdasarkan constituent characteristics dan jika demikian, karakteristik apa yang disukai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa preferensi bervariasi tergantung apakah ruang hijau yang dimaksud adalah sebuah taman kecil atau taman kota yang lebih besar. Alternatif dasar tujuan taman
43
termasuk dalam analisis ini, hasilnya pengaruh collinearity dan ketersediaan ruang hijau yang sebenarnya relevan dalam tujuan. Pendekatan A mixed logit digunakan untuk menunjukkan efek dari nilai-nilai yang mendasari preferensi. Tulisan Seth et al. (2008) tentang penilaian manfaat hutan kota dengan pendekatan hedonic tata ruang adalah mengukur manfaat dari hutan kota dengan memeriksa dampaknya pada harga perumahan. Sebuah Sistem Informasi Geografis digunakan untuk mengembangkan ukuran dari hutan kota, the Normalised Difference Vegetation Index, dari citra satelit dan untuk membangun variabel lain dari berbagai sumber serta memperhitungkan spasial model harga hedonik perumahan untuk daerah Indianapolis/County Marion. Hasil model menunjukkan bahwa vegetasi hijau di sekitar properti memiliki efek positif yang signifikan pada harga perumahan. Temuan ini menunjukkan bahwa pemilik properti yang memiliki ruang terbuka hijau, setidaknya sebagian, mereka mau membayar lebih untuk hidup di lingkungan yang lebih hijau dengan vegetasi yang lebih padat. Temuan ini juga menunjukkan bahwa tindakan masyarakat untuk mempertahankan dan meningkatkan hutan kota dapat dibenarkan.
44
45
III. METODE PENELITIAN 3.1
Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian adalah di wilayah DKI Jakarta, yaitu meliputi daerah
administrasi Jakarta Selatan, Jakarta Utara, Jakarta Timur, Jakarta Barat dan Jakarta Pusat (Gambar 7). Untuk daerah Kepulauan Seribu tidak termasuk dalam penelitian ini karena secara aspek hidrologis tidak mempengaruhi kelima wilayah DKI Jakarta lainnya (Jakarta Selatan, Jakarta Utara, Jakarta Timur, Jakarta Barat dan Jakarta Pusat). Pelaksanaan penelitian dilakukan dalam 2 tahap : tahap I pada bulan Oktober 2006 sampai dengan Desember 2007 dan Tahap II dari bulan Mei 2010 sampai dengan Juni 2010.
Gambar 7. 3.2
Peta Wilayah DKI Jakarta
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang diperlukan pada penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dengan cara observasi langsung ke lokasi/obyek penelitian, diskusi, wawancara dan pengecekan data sekunder di lokasi penelitian. Data sekunder diperoleh dengan cara menelusuri hasil penelitian publikasi ilmiah
46
dan dokumen ilmiah dari berbagai sumber instansi terkait. Secara rinci jenis dan sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini disajikan dalam Tabel 3. Data yang dikumpulkan dibagi dalam tiga kelompok yaitu data alokasi RTH potensial sebagai daerah resapan, luas serta keberadaan RTH dan luas RTH yang dibutuhkan sebagai daerah resapan. Data alokasi RTH menyangkut data muka air tanah, peta sebaran laju resapan, kepadatan penduduk dan curah hujan. Luas serta keberadaan RTH yang ada memerlukan data spasial Citra Landsat. Luas RTH yang dibutuhkan sebagai daerah resapan menggunakan data jumlah serta laju jumlah penduduk, jumlah konsumsi air per kapita, kapasitas suplai PAM, potensi danau atau situ, curah hujan pertahun, hasil olahan dari alokasi RTH potensial dan luas serta keberadaan RTH.
3.3
Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi lapangan, diskusi,
wawancara, menelusuri berbagai sumber pustaka seperti hasil penelitian, publikasi ilmiah dan dokumen ilmiah dari instansi terkait seperti Dinas Pertambangan DKI Jakarta, Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta, Dinas Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta (dulu Dinas Kehutanan dan Pertanian DKI Jakarta), Dinas Olahraga dan Pemuda DKI Jakarta, Badan Meteorologi dan Geofisika dan Balai Besar Wilayah Cilicis Ditjen SDA Dep. PU.
3.4
Teknik Analisis Data Analisis perkembangan alokasi dan kondisi keberadaan RTH, digunakan
pendekatan dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis yang terdapat pada paket perangkat Arc View menghasilkan peta sebaran atau zona daerah resapan air dan muka air tanah untuk menyusun model spasial alokasi RTH potensial sebagai daerah resapan. Menghitung jenis dan luas RTH yang ada di wilayah DKI Jakarta digunakan Erdas E 8.5. Hasil model spasial alokasi RTH potensial sebagai daerah resapan dan kondisi keberadaan RTH selanjutnya menjadi input model dinamik pengelolaan RTH sebagai daerah resapan, output dari model dinamik tersebut menjadi input bagi model spasial pengelolaan RTH sebagai daerah resapan untuk menentukan kebutuhan luas dan lokasi RTH sebagai daerah resapan dalam rangka
47
peningkatan ketersediaan air untuk memenuhi kebutuhan air domestik di wilayah DKI Jakarta. Analisis Luas RTH yang dibutuhkan untuk daerah resapan pada model dinamik dengan menggunakan rumus pendekatan perhitungan luas hutan kota didasarkan pada data jumlah penduduk, konsumsi air per kapita, laju pemakaian air, kapasitas suplai PAM, potensi lain yaitu dari danau atau situ dan curah hujan rata-rata untuk memperhitungan kemampuan RTH menyimpan air. Hubungan antara tujuan penelitian, jenis data, sumber data, teknik analisis data dan hasil yang diharapkan tertera pada Tabel 3. Tabel 3 No
1
2
Hubungan Antara Tujuan Penelitian, Jenis Data, Sumber Data, Teknik Analisis Data dan Hasil yang Diharapkan
Tujuan Penelitian Mengkaji keberadaan RTH yang ada dan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan air tanah domestik Menyusun peta alokasi RTH potensial sebagai daerah resapan
Jenis Kebutuhan Data
Sumber (Teknik Pengumpulan Data)
Teknik Analisis Data
Hasil yang Diharapkan (Output)
Luas Keberadaan RTH (penggunaan lahan)
Data Spasial olahan Citra Landsat Path/Row 122064 1 Oktober thn 2006 Data GPS lokasi RTH di Wil DKI Jakarta
- Analisa spasial peta kesesuaian lahan GIS (Erdas E. 8.5 & Arc View 3.3) - Identifikasi RTH di Wil DKI Jakarta
Peta muka air tanah Peta sebaran laju resapan
Data sekunder Dinas Disbang DKI Jakarta Data sekunder Dinas Pertambangan DKI Jakarta Data sekunder BPS
-Analisis spasial menentukan peta alokasi RTH potensial sebagai daerah resapan (Arc View 3.3) - Analisa spasial peta kesesuaian lahan GIS (Erdas E. 8.5 & Arc View 3.3)
1. Jumlah luas dan keberadaan RTH 2. Kemampuan RTH dlm memenuhi kebutuhan air tanah domestik 3. Identifikasi RTH 1. Alokasi RTH potensial sebagai daerah resapan
Kepadatan penduduk Curah hujan (jam-jaman)
3
Model Pengelolaan RTH sebagai daerah resapan
Jumlah dan laju penduduk Kapasitas Suplai PAM Curah hujan (tahunan)
Peta Alokasi RTH potensial sebagai daerah resapan Ruang terbangun, ruang terbuka (RTH dan R. Terbuka) dan Danau/Situ 4
Menyusun cenario kecukupan air tanah dalam pengelolaan RTH sebagai daerah resapan air
Kebutuhan air domestik, pasokan PAM, potensi lain, RTH
Data sekunder BMG dan Balai Besar Wil. Cilicis Dirjend SDA Dep. PU Data sekunder BPS Data sekunder PAM Jaya Data sekunder BMG dan Balai Besar Wil. Cilicis Dirjend SDA Dep. PU Dari hasil olahan peta alokasi RTH potensial diatas Dari hasil olahan peta kesesuaian lahan diatas (tujuan 1)
Hasil olahan tujuan 3
Analisis ; - Menyusun model dinamik pengelolaan RTH sebagai daerah resapan (Stella Research 8) dengan pendekat-an system analisis dinamik - Perhitungan luas RTH yang dibutuhkan utk daerah resapan (rumus pendekatan luas hutan kota)
Berdasarkan tujuan 1, 2 & 3 disusun 5 skenario pengelolaan
1. Model Pengelolaan RTH sebagai daerah resapan 2. Luas RTH yang dibutuhkan sebagai daerah resapan berdasarkan : • Kebutuhan Air Domestik penduduk • Kemampuan PAM mensuplai kebutuhan air penduduk • Potensi danau dan situ • Jml air hujan yg jatuh ke permukaan bumi • Laju resapan akhir • Koefisien Resapan • Jml air yg dapat meresap ke dalam tanah Skenario pengelolaan RTH sebagai daerah resapan
48
Tabel 3 5
Lanjutan
Merumuskan arahan kebijakan pengelola-an RTH sebagai daerah resapan air
Arahan kebijakan RTH sebagai daerah resapan
Hasil olahan tujuan 1, 2, 3,& 4
Berdasarkan Hasil dari tujuan 1,2,3 & 4 disusun rekomendasi-rekomendasi pengelolaan RTH
Arahan kebijakan pengelolaan RTH sebagai daerah resapan
3.4.1 Analisis Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan dan Kondisi Keberadaan RTH Analisis alokasi RTH potensial sebagai daerah resapan didasarkan pada nilai laju resapan akhir, muka air tanah, kepadatan penduduk dan keberadaan dan luas daerah terbuka yang ada di wilayah DKI Jakarta, dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : a) Pada daerah zona resapan tinggi b) Pada lokasi muka air tanah di daerah potensial sedang keatas (muka air tanah > 6 m) c) Dengan kepadatan penduduk memiliki kepadatan menengah rendah (51 – 100 jiwa/ha) d) Tersedianya lokasi dan luasan lahan terbuka di wilayah DKI Jakarta Penghitungan kondisi keberadaan RTH dilakukan dengan analisis spasial dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis yang terdapat pada paket perangkat Arc View dan Erdas E 8.5. Hasil analisis alokasi RTH potensial sebagai daerah resapan dan kondisi keberadaan RTH selanjutnya menjadi input model dinamik pengelolaan RTH sebagai daerah resapan untuk menentukan kebutuhan luas dan lokasi RTH sebagai daerah resapan dalam rangka peningkatan ketersediaan air untuk memenuhi kebutuhan air domestik di wilayah DKI Jakarta.
3.4.2 Analisis Luas RTH yang dibutuhkan sebagai Daerah Resapan Luas RTH yang dibutuhkan sebagai tempat meresapkan air dihitung dengan menggunakan modifikasi pendekatan luas hutan kota berdasarkan kebutuhan air dengan rumus sebagai berikut (Fakuara, 1987): La = Po. K (1 + r ) t - PAM - Pa z
49
Keterangan : La
: luas ruang terbuka hijau (m2)
Po
: jumlah penduduk (jiwa)
K
: konsumsi air per kapita (l/hari/jiwa)
r
: laju peningkatan pemakaian air
c
: koefisien resapan
PAM
: kapasitas suplai perusahaan air minum (m3/tahun)
t
: tahun
Pa
: potensi air diluar PAM (misalnya danau) (m3/tahun)
z
: kemampuan tanah/media dalam menyerap air (c x i) (m/tahun)
i
: curah hujan per tahun (m/tahun)
Dalam studi ini, beberapa asumsi yang digunakan adalah sebagai berikut : 1. Luas RTH yang dimaksud adalah RTH yang memiliki kemampuan untuk meresapkan air yaitu RTH yang berada diatas permukaan tanah dan tidak ada perkerasan. 2. Penduduk Jakarta mendapatkan air tanah dari wilayahnya sendiri dan tidak mendapat bantuan dari daerah lain (merupakan daerah tertutup). 3. Air tanah yang dikaji adalah air tanah pada zona akuifer bebas saja tanpa memperhitungkan akuifer tertekan. 4. Tanpa memperhitungkan perubahan iklim mencolok yang terjadi akhirakhir ini. 5. Debit limpasan tidak diperhitungkan karena untuk memperhitungkan Debit Minimum 6. Seluruh jenis vegetasi yang digunakan mempunyai kemampuan yang sama dalam meresapkan air. 7. Pendekatan perhitungan yang dipakai hanya untuk menghitung konsumsi air oleh penduduk (rumah tangga rata-rata, tidak termasuk untuk daerah elit/luxury), sedangkan konsumsi industri tidak termasuk karena diasumsikan menggunakan air tanah dalam dan PAM. 8. Penelitian tidak membahas faktor pencemaran yang berpengaruh terhadap berkurangnya ketersediaan air. 9. Penelitian hanya dilakukan di lima wilayah DKI Jakarta, dan tidak
50
termasuk wilayah Kepulauan Seribu. Data terkait dengan air yang terdiri dari jumlah penduduk, konsumsi air per kapita. kapasitas suplai PAM, potensi air diluar PAM dan air tanah, dan curah hujan dianalisis dengan menggunakan pendekatan perhitungan luas hutan kota, sedangkan data terkait dengan RTH seperti jenis tanah, tata guna lahan dan curah hujan digunakan sebagai data penunjang yang dianalisis secara kuantitatif.
3.4.3 Sistem Informasi Geografi Untuk mengetahui kondisi luas RTH sekarang, peta sebaran atau zona alokasi RTH potensial digunakan analisis spasial dengan teknik tumpang tindih (overlay) menggunakan GIS. GIS adalah sistem informasi yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan, memanggil kembali, mengolah, menganalisis dan menghasilkan data bereferensi geografis atau data geospasial untuk mendukung pengambilan keputusan. Software yang digunakan adalah arcview GIS 3.3 dan Erdas E 8.5.
3.4.4 Pendekatan Sistem Permasalahan pengelolaan RTH sebagai daerah resapan sangat komplek dan terkait satu sama lain. Oleh karena itu, konsep penanganan harus dilakukan dengan berorientasi pada tujuan (cybernetic), secara utuh dan menyeluruh (holistik, dan efektif berdasarkan pendekatan sistem (system approach). Upaya penyelesaian permasalahan pengelolaan RTH sebagai daerah resapan akan optimal apabila pemangku kepentingan (stakeholder) dapat menjalankan fungsi pengelolaan dengan baik. Kebutuhan stakeholder dalam pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai daerah resapan di wilayah DKI Jakarta disajikan pada Tabel 4. Tabel 4
Kebutuhan stakeholder dalam pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai daerah resapan di wilayah DKI Jakarta
No 1
Stake holder Masyarakat pengguna air
2
PDAM
Kebutuhan RTH sebagai daerah resapan • Terpenuhi kebutuhan air tanah • Berkurangnya air yang mengalir/banjir • Kemudahan memperoleh air dan murah • Pemenuhan kebutuhan air masyarakat dan industri • Harga air yang ideal • Kemudahan memperoleh pasokan air
51
Tabel 4 3
Lanjutan •
Pemerintah
Peningkatan kuantitas RTH yang sesuai dengan fungsi resapan Peningkatan kualitas RTH yang sesuai dengan fungsi resapan Konservasi air Peningkatan fungsi lahan terbuka kota menjadi RTH yang berfungsi sebagai resapan Keterlibatan masy dan swasta dalam pengelolaan RTH Kualitas dan Kuantitas RTH sesuai dengan kebutuhan ruang Perbaikan kualitas RTH Peningkatan suplai air tanah Konservasi air
• • •
4 5
• •
Swasta (mis : Taman Mini, Ragunan dsb) LSM
• • •
Diagram lingkar sebab akibat model sistem pengelolaan RTH sebagai daerah resapan di wilayah DKI Jakarta disajikan pada Gambar 8. Diagram inputoutput sistem pengelolaan RTH sebagai daerah resapan di wilayah DKI Jakarta disajikan pada Gambar 9.
Laju Pertumb Pdd
Pasokan RTH renc
Curah Hujan
Luas RTH renc
Koef Resp
Juml Pendd Volume kekurangan Air Tanah Domestik
Kebutuhan Air Domestik
Pasokan RTH yg ada
Konsumsi Air perkapita Pasokan PAM Laju PAM Volume PAM
Luas Danau/ Situ
Luas RTHyg ada
Pasokan Potensi lain
Gambar 8. Diagram Sebab Akibat Sistem Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai Daerah Resapan di Wilayah DKI Jakarta
52
Input Tak Terkontrol : • Konversi Lahan • Pengambilan air tanah • Iklim, tanah • Pertumbuhan penduduk • Topografi dan jenis tanah
Input Lingkungan : • UU No 24 thn 1992 : • UU 26 thn 2007 • PP No 47 thn 1997 • PP No 69 thn1996 • Inmendagri No 14 thn 1988 • Kebijakan Pemerintah Daerah • Kelembagaan • Perda DKI Jakarta No 6 thn 1999
Output yang dikehendaki: • Perbaikan Kinerja RTH • Peningkatan Kuantitas dan Kualitas RTH • Peningkatan Kuantitas dan Kualitas Daerah Resapan • Tersedianya air tanah yang mencukupi
Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai Daerah Resapan di Wilayah DKI Jakarta Input Terkontrol : • Penggunaan Lahan • Tata Ruang Wilayah RTH • Suplai PDAM
Gambar 9.
Manajemen Pengendalian RTH
Output yang tidak dikehendaki: • Penurunan kualitas dan kuantitas RTH • Penurunan Kualitas dan Kuantitas Daerah Resapan • Penurunan Kualitas dan Kuantitas air tanah • Berkurangnya air tanah, terjadinya amblesan & intrusi air laut
Diagram Input-Output Sistem Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai Daerah Resapan di Wilayah DKI Jakarta
53
IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1
Kondisi Geografis
4.1.1 Letak Dan Kedudukan Kota Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata ±7 meter di atas permukaan laut, terletak pada posisi 6° 12’ Lintang Selatan dan 106° 48’ Bujur Timur (Gambar 10). Luas wilayah Propinsi DKI Jakarta berdasarkan SK. Gubernur Nomor 1227 tahun 1989 adalah berupa daratan seluas 661,52 km2 dan berupa lautan seluas 6.977,5 km2, terdapat tidak kurang dari 110 buah pulau yang tersebar di Kepulauan Seribu. Di sebelah utara membentang pantai barat sampai timur sepanjang 35 km yang menjadi tempat bermuaranya 9 buah sungai dan 2 buah kanal, sementara sebelah selatan dan timur berbatasan dengan wilayah Propinsi Jawa Barat, sebelah barat dengan Propinsi Banten sedangkan di sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa.
4.1.2 Administrasi Dan Luas Lahan Secara administrasi Propinsi DKI Jakarta terbagi atas lima Kotamadya dan satu Kabupaten Kepulauan Seribu. Kelima Kotamadya tersebut adalah Jakarta Timur, Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan dan Jakarta Utara (Gambar 11). Jumlah kecamatan di Propinsi DKI Jakarta berjumlah 44 kecamatan dan terbagi menjadi 267 kelurahan. Luas lahan Propinsi DKI Jakarta 66.152 ha. Kotamadya yang paling luas adalah Jakarta Timur dengan luas 18.775 ha (28,38%), sedangkan luas administrasi kota yang paling kecil adalah Jakarta Pusat 4.820 ha (7,29% dari luas total Propinsi) dan Kabupaten Kepulauan Seribu 1.209,44 ha (1,83%) (Tabel 5). Tabel 5 No 1 2 3 4 5 6
Luas Wilayah di DKI Jakarta Tahun 2006
Wilayah Jakarta Selatan Jakarta Barat Jakarta Pusat Jakarta Timur Jakarta Utara Kepulauan Seribu DKI Jakarta
Luas Area (ha) per Wilayah Tahun 2006
14.573,00 12.819,00 4.820,00 18.775,00 13.955,56 1.209,44 66.152,00
Persentase (%) 22,03 19,38 7,29 28,38 21,10 1,83 100,00
54
Gambar 10. Peta Orientasi Propinsi DKI Jakarta
55
Gambar 11. Peta Administrasi Propinsi DKI Jakarta
56
4.1.3 Penggunaan Lahan Penggunaan lahan di Propinsi DKI Jakarta terdiri dari perumahan (42.440,61 ha), industri (3.579,67 ha), perkantoran dan pergudangan (7.460,07 ha) dan taman (1.007,49 ha) (Tabel 6). Jumlah luas terbesar kawasan perumahan berada di Kota Jakarta Timur, Industri berada di Jakarta Utara, perkantoran dan pergudangan Jakarta Timur, Taman berada di Jakarta Timur. Tabel 6
Luas Lahan dan Penggunaannya Menurut Kotamadya/Kabupaten Tahun 2006 (hektar)
Kota Jakarta Selatan Jakarta Timur Jakarta Pusat Jakarta Barat Jakarta Utara Kepulauan DKI Jakarta
Perumahan
Industri
Perkantoran & Pergudangan
10.428,44 13.351,00 2.755,69 7.464,16 8.119,97 321,35 42.440,61
236,08 972,44 165,74 185,44 1.744,80 275,17 3.579,67
1.757,50 1.997,55 1.123,73 1.228,70 1.259,89 92,70 7.460,07
Taman
Lainnya
Luas Tanah
190,91 262,14 248,60 189,23 116,61 1.007,49
1.960,07 2.191,87 526,24 3.751,47 2.714,29 520,22 11.664,16
14.573,00 18.775,00 4.820,00 12.819,00 13.955,56 1.209,44 66.152,00
Sumber BPS Propinsi DKI Jakarta data 2006
4.1.4 Iklim Dan Suhu Udara Keadaan iklim kota Jakarta secara umum beriklim panas dengan rata-rata suhu maksimum udara berkisar 34,1° C pada siang hari dan suhu minimum udara berkisar 23,35° pada malam hari. Sementara tingkat kelembaban udara maksimum rata-rata 88% dan rata-rata minimum 71,8%. Data Curah Hujan Perwilayah DKI Jakarta Tahun 1997 – 2006 tertera pada Tabel 7 Tabel. 7 Tahun 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Data Curah Hujan Perwilayah DKI Jakarta Tahun 1997 – 2006 Jakarta Selatan 1.688,6 2.663,8 2.518,6 2.035,0 2.185,0 2.599,7 2.162,0 2.489,6 2.485,6 1.813,4
Sumber : BMG DKI Jakarta
Curah Hujan (mm/tahun) Jakarta Jakarta Jakarta Barat Pusat Timur 1.075,7 594,6 1.253,2 1.664,2 2.107,9 2.346,6 1.471,8 1.780,4 1.930,2 1.573,0 1.559,0 1.905,3 1.435,5 2.029,5 2.595,6 1.964,9 1.341,9 2.528,8 930,4 1.882,5 1.803,0 1.408,8 1.750,0 2.193,5 2.148,6 2.189,0 2.184,0 1.182,2 1.614,1 1.966,0
Jakarta Utara 1.199,4 1.721,2 1.507,1 1.424,0 1.898,6 1.671,6 1.414,5 1.654,4 1.708,1 1.381,4
57
4.1.5 Kondisi Hidrologi Kondisi hidrologi untuk air permukaan yaitu sungai/saluran/kanal yang digunakan sebagai sumber air minum, usaha perikanan, pertanian dan usaha perkotaan, seperti terlihat pada Tabel 8. Daerah di sebelah selatan dan timur Jakarta terdapat rawa/situ dengan total luas mencapai 96,5 ha, dimana kedua wilayah ini cocok digunakan sebagai daerah resapan air, dengan iklimnya yang lebih sejuk. Tabel 8 No
I
Peruntukan Air Sungai di Wilayah DKI Jakarta
Sistem Aliran Sungai di Wilayah DKI JakartaWilayah
Sungai
Golong an
Peruntukan Sungai
Wilayah Pengembangan Barat 1. Sistem Aliran Sungai Kamal
Sungai Kamal
Hulu sungai di Jakarta s.d muara Sungai Kamal
D
Pertanian
2. Sistem Aliran Cengkareng Drain
Kali Mookervart
Hulu sungai di Jakarta s.d Cengkareng Drain Hulu sungai di Jakarta s.d Cengkareng Drain Hulu sungai di Jakarta s.d Cengkareng Drain Hulu sungai di Jakarta s.d Cengkareng Drain Hulu sungai di Jakarta s.d sodetan Sungai Pesanggrahan Hulu Cengkareng Drain s.d Pintu Air II Pesing Pintu Air II s.d Muara Cengkareng Drain
C
Perikanan
C
Perikanan
C
Perikanan
C
Perikanan
C
Perikanan
C
Perikanan
D
Pertanian/ Usaha Perkot.
D
Usaha Perkotaan
D
Usaha Perkotaan Usaha Perkotaan Usaha Perkotaan
Kali Angke Sungai Pesanggrahan Sungai Sepak Sungai Grogol
Cengkareng Drain Cengkareng Drain II
Batas
Wilayah Pengembangan Tengah 1. Sistem Aliran Sungai Angke
Sungai Angke
Sungai Pesanggrahan Kali Mookervart Sungai Grogol
Sungai Krukut Kali Mampang Sungai Kalibaru Sungai Ciliwung
Pintu Air Cengkareng Drain s.d Muara Sungai Angke Cabang ke Sungai Angke s.d Sungai Angke Pintu Air Cengkareng Drain s.d Sungai Angke Sodetan ke Sungai Pesanggrahan s.d sodetan Grogol ke Sungai Angke Hulu Sungai di Jakarta s.d Banjir Kanal Hulu Sungai di Jakarta s.d Sungai Krukut Hulu Sungai di Jakarta s.d Banjir Kanal Hulu Sungai di Jakarta Pintu Air Manggarai s.d pertemuan Sungai Angke
D D
B B B B
Air baku air minum Air baku air minum Air baku air minum Air baku air minum
58
Tabel 8 No
(lanjutan)
Sistem Aliran Sungai Di Wilayah Dki Jakarta 2. Sistem Aliran Kali Muara Karang
Sungai
Kali Duri Sungai Grogol Kali Mati
3. Sistem Aliran Waduk Pluit
Sungai Ciliwung Gajah Mada Sungai Ciliwung Kota Kali Surabaya Kali Cideng Sungai Krukut
4. Sistem Aliran Ciliwung G. Sahari III
Sungai Ciliwung
Golong an
Hulu Sungai di Jakarta s.d pertemuan Sungai Grogol Sodetan Grogol Sekretaris s.d Muara Karang Sodetan Sungai Angke s.d Kali Karang
D
Percabangan di Istiqlal s.d Waduk Pluit Pintu air Sungai Ciliwung – Pitu Besi s.d Sungai Ciliwung – Gajah Mada Banjir Kanal s.d pertemuan Krukut Hulu sungai s.d Sungai Krukut Banjir Kanal s.d Waduk Pluit
D
D D
D
D D D
Peruntukan Sungai Usaha Perkotaan Usaha Perkotaan Usaha Perkotaan Usaha Perkotaan Usaha Perkotaan Usaha Perkotaan Usaha Perkotaan Usaha Perkotaan
Pintu Air Manggarai s.d Muara Marina
D
Usaha Perkotaan
Wilayah Pengembangan Timur 1. Sistem Aliran Sungai Sentiong
Kalibaru Timur
Hulu sungai di Jakarta s.d Muara Sentiong
D
Usaha Perkotaan
2. Sistem Aliran Sungai Sunter
Sungai Cipinang
Hulu sungai di Jakarta s.d S. Sunter Hulu sungai di Jakarta s.d pertemuan Sungai Cipinang Pertemuaan Cipinang Sunter s.d muara Sungai Sunter s.d Sungai Cakung Kalibaru Timur s.d Kali Sunter
D
Usaha Perkotaan Usaha Perkotaan
Hulu sungai di Jakarta s.d Cakung Drain (Pintu air) Hulu sungai di Jakarta s.d Cakung Drain Hulu sungai di Jakarta s.d S. Buaran Hulu Cakung Drain s.d muara Hulu sungai di Jakarta s.d muara Hulu sungai di Jakarta s.d Sungai Marunda
D
Kali Sunter
Sodetan Sungai Sunter – Cakung Sungai Utan Kayu 3. Sistem Aliran Cakung Drain
Sungai Cakung Sungai Buaran Sungai Jati Kramat Cakung Drain Sungai Marunda Kali Blencong
IV
Batas
Situ, Rawa/Empang, Danau di DKI Jakarta
Sumber
Situ-situ di wilayah DKI Jakarta
: Keputusan Gubernur KDKI Jakarta No. 582/1995
D
D D
D D D D D C
Usaha Perkotaan Usaha Perkotaan Usaha Perkotaan Usaha Perkotaan Usaha Perkotaan Usaha Perkotaan Usaha Perkotaan Usaha Perkotaan Perikanan
59
4.2
Luas Wilayah, Jumlah, Laju Pertumbuhan, Penduduk di Wilayah DKI Jakarta
dan
Kepadatan
Jumlah penduduk ke 5 wilayah DKI Jakarta (tanpa penduduk Kab. Kep. Seribu) tahun 2006 tercatat sebanyak 7.501.734 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 0,003 dan luas wilayah sebesar 64.942,56 ha (tidak termasuk Kab. Kep. Seribu). Klasifikasi kepadatan penduduk menurut Perda DKI Jakarta No. 6 tahun 1999 terbagi menjadi 5 yaitu kepadatan rendah sampai dengan tinggi seperti tercantum pada Tabel 120, untuk rata-rata kepadatan penduduk di wilayah DKI Jakarta termasuk klasifikasi kepadatan menengah yaitu sebesar 115,51 jiwa/ha. Perhitungan laju pertumbuhan penduduk dari jumlah penduduk selama 5 tahun terakhir (tahun 2002-2006) dan kepadatan penduduk per-kecamatan dapat dilihat pada Tabel 9, 10 dan 11 serta Gambar 12. Tabel 9
Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk di Wilayah DKI Jakarta Tahun 2002-2006
Tahun
Jumlah Penduduk DKI Jakarta
2002
7.419.371
2003
7.442.210
2004
7.460.855
2005
7.463.504
2006
7.501.734
Laju pertumbuhan penduduk
0,003
Tabel 10 Klasifikasi Kepadatan Penduduk Klasifikasi Kepadatan Penduduk
Jenis Kepadatan
< 50 jiwa/ha
rendah
51-100 jiwa/ha
menengah rendah
101-300 jiwa/ha
menengah
301-500 jiwa/ha
menengah tinggi
> 500 jiwa/ha Sumber : Perda DKI Jakarta No. 6 tahun 1999
tinggi
Tabel 11 Luas Wilayah, Jumlah dan Kepadatan Penduduk Per-Wilayah DKI Jakarta No 1 2 3 4 5
Wilayah
Luas Area (ha) per Wilayah 2006
Jakarta Selatan Jakarta Barat Jakarta Pusat Jakarta Timur Jakarta Utara DKI Jakarta *) *) Tidak Termasuk Kab. Kep Seribu
14.573,00 12.819,00 4.820,00 18.775,00 13.955,56 64.942,56
Jumlah Penduduk 2006 1.734.674 1.565.947 878.918 2.141.228 1.180.967 7.501.734
Kepadatan Penduduk Tingkat Kepadatan jiwa/ha 119,03 menengah 122,16 menengah 182,35 menengah 114,05 menengah 84,62 menengah rendah 115,51 menengah
60
Kepadatan Penduduk (jiwa/ha)
KEPADATAN PENDUDUK DKI JAKARTA 182,35
200,00 180,00 160,00 140,00 120,00 100,00 80,00 60,00 40,00 20,00 -
119,03
122,16
114,05 84,62
Jakarta Selatan Jakarta Barat
Gambar 12
Jakarta Pusat
Jakarta Timur
Jakarta Utara
Kepadatan Penduduk Per Kecamatan diwilayah DKI Jakarta
Wilayah DKI Jakarta yang memiliki kepadatan rendah adalah wilayah Jakarta Utara sebesar 84,62 jiwa/ha, wilayah tersebut dilihat dari kepadatan penduduk masuk tingkat kepadatan menengah rendah merupakan wilayah yang potensial untuk dijadikan daerah RTH jika masih memiliki luasan daerah terbuka.
4.2.1 Luas Wilayah, Jumlah, Laju Pertumbuhan, dan Penduduk di Wilayah Jakarta Utara
Kepadatan
Jumlah penduduk Wilayah Jakarta Utara tahun 2006 tercatat sebanyak 1.180.967 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 0,001 dan
luas wilayah
sebesar 13.955,56 ha. Klasifikasi kepadatan penduduk menurut Perda DKI Jakarta No. 6 tahun 1999 terbagi menjadi 5 yaitu kepadatan rendah sampai dengan tinggi seperti tercantum pada Tabel 10 terdahulu, untuk rata-rata kepadatan penduduk di Wilayah Jakarta Utara termasuk klasifikasi kepadatan menengah rendah yaitu sebesar 84,62 jiwa/ha. Perhitungan laju pertumbuhan penduduk dari jumlah penduduk selama 5 tahun terakhir (tahun 2002-2006) dan kepadatan penduduk per-kecamatan dapat dilihat pada Tabel 12 dan 13 serta Gambar 13. Tabel 12 Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk di Wilayah Jakarta Utara Tahun 2002-2006 Tahun
Jumlah Penduduk Jakarta Utara
2002
1.177.303
2003
1.179.324
2004
1.182.749
2005
1.173.935
2006
1.180.967
Laju pertumbuhan penduduk
0,001
61
Tabel 13 Luas Wilayah, Jumlah dan Kepadatan Penduduk Per-Kecamatan di Wilayah Jakarta Utara No 1 2 3 4 5 6
Luas Area (ha) per Kecamatan 2006
Kecamatan Penjaringan Pademangan Tanjung Priok Koja Kelapa Gading Cilincing Jakarta Utara
3.548,70 991,87 2.512,55 1.320,33 1.612,15 3.969,96 13.955,56
Jumlah Penduduk 2006 178.026 121.805 312.768 223.166 106.981 238.221 1.180.967
Kepadatan Penduduk jiwa/ha 50,17 122,80 124,48 169,02 66,36 60,01 84,62
Tingkat Kepadatan menengah rendah menengah menengah menengah menengah rendah menengah rendah menengah rendah
Kepadatan Penduduk (jiwa/ha)
KEPADATAN PENDUDUK JAKARTA UTARA 169,02
180,00 160,00 122,80
140,00 120,00
124,48
100,00 66,36
80,00
60,01
50,17
60,00 40,00 20,00 ja Pen
Gambar 13
ring
an
k n ng a Prio ema j ung Pad Tan
ing a Ga d Koj apa Kel
cing Cilin
Kepadatan Penduduk Per Kecamatan di Wilayah Jakarta Utara
Daerah yang memiliki kepadatan rendah adalah kecamatan Penjaringan sebesar 50,17 jiwa/ha, kecamatan Cilincing sebesar 60,01 jiwa/ha dan Kecamatan Kelapa Gading sebesar 66,36 jiwa/ha. Ketiga kecamatan tersebut dilihat dari kepadatan penduduk masuk tingkat kepadatan menengah rendah merupakan daerah yang potensial untuk dijadikan daerah RTH jika masih memiliki luasan daerah terbuka.
4.2.2 Luas Wilayah, Jumlah, Laju Pertumbuhan, dan Penduduk di Wilayah Jakarta Pusat
Kepadatan
Jumlah penduduk Wilayah Jakarta Pusat tahun 2006 tercatat sebanyak 878.918 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 0,0017 dan
luas wilayah
sebesar 4.820 ha. Klasifikasi kepadatan penduduk menurut Perda DKI Jakarta No. 6 tahun 1999 terbagi menjadi 5 yaitu kepadatan rendah sampai dengan tinggi seperti tercantum pada Tabel 10 terdahulu, untuk rata-rata kepadatan penduduk di Wilayah Jakarta Pusat termasuk klasifikasi kepadatan menengah yaitu sebesar
62
182,35 jiwa/ha. Perhitungan laju pertumbuhan penduduk dari jumlah penduduk selama 6 tahun terakhir (tahun 2001-2006) dan kepadatan penduduk perkecamatan dapat dilihat pada Tabel 14 dan 15 serta Gambar 14. Tabel 14 Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk di Wilayah Jakarta Pusat Tahun 2001-2006 Tahun
Jumlah Penduduk Jakarta Pusat
2001
871.675
2002
903.492
2003
897.789
2004
893.195
2005
861.531
2006
878.918
Laju pertumbuhan penduduk
0,0017
Tabel 15 Luas Wilayah, Jumlah dan Kepadatan Penduduk Per-Kecamatan di Wilayah Jakarta Pusat No 1 2 3 4 5 6 7 8
Luas Area (ha) per Kecamatan 2006
Kecamatan Tanah Abang Menteng Senen Johar Baru Cempaka Putih Kemayoran Sawah Besar Gambir Jakarta Pusat
931,00 653,00 422,00 238,00 469,00 725,00 622,00 760,00 4.820,00
Jumlah Penduduk 2006 121.725 78.155 100.430 107.701 78.109 194.518 112.420 85.860 878.918
Kepadatan Penduduk Tingkat Kepadatan jiwa/ha 130,75 menengah 119,69 menengah 237,99 menengah 452,53 menengah tinggi 166,54 menengah 268,30 menengah 180,74 menengah 112,97 menengah 182,35 menengah
Kepadatan Penduduk (jiwa/ha)
KEPADATAN PENDUDUK JAKARTA PUSAT 500,00 450,00 400,00 350,00 300,00 250,00 200,00 150,00 100,00 50,00 -
T
Gambar 14
ah an
452,53
268,30
237,99 130,75
g an Ab
166,54
180,74
119,69
ng nt e Me
h r n n ru uti esa ora ne Ba ay Se aP hB ar k m a h a e w Jo K mp Sa Ce
112,97
ir mb Ga
Kepadatan Penduduk Per Kecamatan di Wilayah Jakarta Pusat
Wilayah Jakarta Pusat tidak memiliki daerah yang memiliki kepadatan rendah, hampir seluruh wilayah atau kecamatan tingkat kepadatan penduduknya
63
menengah sampai menengah tinggi sehingga wilayah tersebut tidak memenuhi syarat sebagai daerah potensial untuk dijadikan RTH.
4.2.3 Luas Wilayah, Jumlah, Laju Pertumbuhan, dan Penduduk di Wilayah Jakarta Barat
Kepadatan
Jumlah penduduk Wilayah Jakarta Barat tahun 2006 tercatat sebanyak 1.565.947 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 0,0002 dan luas wilayah sebesar 12.819 ha. Klasifikasi kepadatan penduduk menurut Perda DKI Jakarta No. 6 tahun 1999 terbagi menjadi 5 yaitu kepadatan rendah sampai dengan tinggi seperti tercantum pada Tabel 10 terdahulu, untuk rata-rata kepadatan penduduk di Wilayah Jakarta Barat termasuk klasifikasi kepadatan menengah yaitu sebesar 122,16 jiwa/ha. Perhitungan laju pertumbuhan penduduk dari jumlah penduduk selama 6 tahun terakhir (tahun 2001-2006) dan kepadatan penduduk perkecamatan dapat dilihat pada Tabel 16 dan 17 serta Gambar 15. Tabel 16 Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk di Wilayah Jakarta Barat Tahun 2001-2006 Tahun
Jumlah Penduduk Jakarta Barat
2001
1.564.406
2002
1.569.269
2003
1.569.028
2004
1.573.619
2005
1.563.563
2006
1.565.947
Laju pertumbuhan penduduk
0,0002
Tabel 17 Luas Wilayah, Jumlah dan Kepadatan Penduduk Per-Kecamatan di Wilayah Jakarta Barat No 1 2 3 4 5 6 7 8
Kecamatan Kembangan Kebun Jeruk Palmerah Grogol Petamburan Tambora Taman Sari Cengkareng Kalideres Jakarta Barat
Luas Area (ha) per Kecamatan 2006 2.419,00 1.792,00 755,00 1.130,00 541,00 433,00 3.010,00 2.739,00 12.819,00
Jumlah Penduduk 2006 141.095 200.236 190.060 218.204 265.851 154.491 229.601 166.409 1.565.947
Kepadatan Penduduk Tingkat Kepadatan jiwa/ha 58,33 menengah rendah 111,74 menengah 251,74 menengah 193,10 menengah 491,41 menengah tinggi 356,79 menengah tinggi 76,28 menengah rendah 60,76 menengah rendah 122,16 menengah
64
(jiwa/ha)
Kepadatan Penduduk
KEPADATAN PENDUDUK JAKARTA B ARAT 500,00 450,00 400,00 350,00 300,00 250,00 200,00 150,00 100,00 50,00 -
491,41 356,79 251,74 193,10 111,74 76,28
58,33
n k ra an ah ru bu ng er Je m m ba a n l t u e em Pa eb lP K K go ro G
Gambar 15
60,76
ri ra es ng Sa er re bo id m an ka al m Ta ng K a e T C
Kepadatan Penduduk Per Kecamatan di Wilayah Jakarta Barat
Daerah yang memiliki kepadatan rendah ada 3 kecamatan yaitu kecamatan Kembangan sebesar 58,33 jiwa/ha, kecamatan Kalideres sebesar 60,76 jiwa/ha dan Kecamatan Cengkareng sebesar 76,28 jiwa/ha. Ketiga kecamatan tersebut dilihat dari kepadatan penduduk masuk tingkat kepadatan menengah rendah merupakan daerah yang potensial untuk dijadikan daerah RTH jika masih memiliki luasan daerah terbuka.
4.2.4 Luas Wilayah, Jumlah, Laju Pertumbuhan, dan Penduduk di Wilayah Jakarta Selatan
Kepadatan
Jumlah penduduk Wilayah Jakarta Selatan tahun 2006 tercatat sebanyak 1.734.674 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 0,006 dan
luas wilayah
sebesar 14.573 ha. Klasifikasi kepadatan penduduk menurut Perda DKI Jakarta No. 6 tahun 1999 terbagi menjadi 5 yaitu kepadatan rendah sampai dengan tinggi seperti tercantum pada Tabel 10 terdahulu, untuk rata-rata kepadatan penduduk di Wilayah Jakarta Selatan termasuk klasifikasi kepadatan menengah yaitu sebesar 119,03 jiwa/ha. Perhitungan laju pertumbuhan penduduk dari jumlah penduduk selama 6 tahun terakhir (tahun 2001-2006) dan kepadatan penduduk perkecamatan dapat dilihat pada Tabel 18 dan 19 serta Gambar 16. Tabel 18 Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk di Wilayah Jakarta Selatan Tahun 2001-2006 Tahun
Jumlah Penduduk Jakarta Selatan
2001
1.685.387
2002
1.686.208
2003
1.701.376
2004
1.707.767
2005
1.745.195
2006
1.734.674
Laju pertumbuhan penduduk
0,006
65
Tabel 19 Luas Wilayah, Jumlah dan Kepadatan Penduduk Per-Kecamatan di Wilayah Jakarta Selatan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Luas Area (ha) per Kecamatan 2006
Kecamatan Jagakarsa Pasar Minggu Cilandak Pesanggrahan Kebayoran Lama Kebayoran Baru Mampang Prapatan Pancoran Tebet Setia Budi Jakarta Selatan
2.501,00 2.190,00 1.820,00 1.347,00 1.932,00 1.291,00 773,00 853,00 905,00 961,00 14.573,00
Jumlah Penduduk 2006 222.004 249.224 153.232 154.638 226.927 144.085 103.739 122.247 238.990 119.588 1.734.674
Kepadatan Penduduk Tingkat Kepadatan jiwa/ha 88,77 menengah rendah 113,80 menengah 84,19 menengah rendah 114,80 menengah 117,46 menengah 111,61 menengah 134,20 menengah 143,31 menengah 264,08 menengah 124,44 menengah 119,03 menengah
KEPADATAN PENDUDUK JAKARTA SELATAN 264,08
250,00 (jiwa/ha)
Kepadatan Penduduk
300,00
200,00 150,00 100,00
88,77
114,80
113,80
117,46
111,61
134,20
143,31
124,44
84,19
50,00 -
n a u n k gu sa an ar ata am ha da ar or ing ra n B Prap nL an ak g nc l a M a i g g r r C n Pa o g o ar Ja a y n s y s ba ba pa Pa Pe Ke Ke am M
Gambar 16
t di be Bu Te tia Se
Kepadatan Penduduk Per Kecamatan di Wilayah Jakarta Selatan
Daerah yang memiliki kepadatan rendah ada 2 kecamatan yaitu kecamatan Cilandak sebesar 84,19 jiwa/ha dan Kecamatan Jagakarsa sebesar 88,77 jiwa/ha. Kedua kecamatan tersebut dilihat dari kepadatan penduduk masuk tingkat kepadatan menengah rendah merupakan daerah yang potensial untuk dijadikan daerah RTH jika masih memiliki luasan daerah terbuka.
4.2.5 Luas Wilayah, Jumlah, Laju Pertumbuhan, dan Penduduk di Wilayah Jakarta Timur
Kepadatan
Jumlah penduduk Wilayah Jakarta Timur tahun 2006 tercatat sebanyak 2.141.228 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 0,0075 dan luas wilayah sebesar 18.775 ha. Klasifikasi kepadatan penduduk menurut Perda DKI Jakarta No. 6 tahun 1999 terbagi menjadi 5 yaitu kepadatan rendah sampai dengan tinggi seperti tercantum pada Tabel 10 terdahulu, untuk rata-rata kepadatan penduduk di Wilayah Jakarta Timur termasuk klasifikasi kepadatan menengah yaitu sebesar
66
114,05 jiwa/ha. Perhitungan laju pertumbuhan penduduk dari jumlah penduduk selama 6 tahun terakhir (tahun 2001-2006) dan kepadatan penduduk perkecamatan dapat dilihat pada Tabel 20 dan 21 serta Gambar 17. Tabel 20 Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk di Wilayah Jakarta Timur Tahun 2001-2006 Tahun
Jumlah Penduduk Jakarta Timur
2001
2.062.787
2002
2.083.099
2003
2.094.693
2004
2.103.525
2005
2.119.280
2006
2.141.228
Laju pertumbuhan penduduk
0,0075
Tabel 21 Luas Wilayah, Jumlah dan Kepadatan Penduduk Per-Kecamatan di Wilayah Jakarta Timur No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Luas Area (ha) per Kecamatan 2006
Kecamatan Pasar Rebo Ciracas Cipayung Makasar Kramat Jati Jatinegara Duren Sawit Cakung Pulo Gadung Matraman Jakarta Timur
1.294,00 1.608,00 2.736,00 2.166,00 1.334,00 1.064,00 2.280,00 4.247,00 1.561,00 485,00 18.775,00
Jumlah Penduduk 2006 158.147 200.806 122.151 177.158 204.178 263.706 317.862 224.001 279.519 193.700 2.141.228
Kepadatan Penduduk Tingkat Kepadatan jiwa/ha 122,22 menengah 124,88 menengah 44,65 rendah 81,79 menengah rendah 153,06 menengah 247,84 menengah 139,41 menengah 52,74 menengah rendah 179,06 menengah 399,38 menengah tinggi 114,05 menengah
KEPADATAN PENDUDUK JAKARTA TIMUR Kepadatan Penduduk (jiwa/ha)
399,38
400,00 350,00 300,00
247,84
250,00
179,06
200,00 150,00 100,00
122,22
153,06
124,88 44,65
81,79
139,41
52,74
50,00 t ti s ng an ra ng bo wi ng sar Ja ca du yu Re am Sa ku ka ega ra at a i r a p Ga m a C i atr Ca tin en a s M r o a C r a l M J P K Du Pu
Gambar 17
Kepadatan Penduduk Per Kecamatan di Wilayah Jakarta Timur
67
Daerah yang memiliki kepadatan rendah ada 3 kecamatan yaitu kecamatan Cipayung sebesar 44,65 jiwa/ha, kecamatan Cakung sebesar 52,74 jiwa/ha dan Kecamatan Makasar sebesar 81,79 jiwa/ha. Ketiga kecamatan tersebut dilihat dari kepadatan penduduk masuk tingkat kepadatan rendah dan menengah rendah merupakan daerah yang potensial untuk dijadikan daerah RTH jika masih memiliki luasan daerah terbuka.
4.3
Jumlah dan Laju Pemakaian PAM di Wilayah DKI Jakarta Menurut data PAM Jaya pada tahun 2006, PAM DKI Jakarta memiliki
instalasi sebanyak 11 unit yaitu : Pejompongan I, Pejompongan II, Cilandak, Pulo Gadung, Buaran, MP. Taman Kota, MA. Ciburial, P. Cengkareng, DW. Rawabambu, Cisadane (DCR-4) dan Cisadane (DCR-5). Kapasitas Produksi PAM DKI Jakarta adalah sebanyak 534,98 juta m3. Jumlah pemakaian PAM untuk rumah tangga diwilayah DKI Jakarta untuk tahun 2006 menurut data yang dikeluarkan oleh PAM Jaya adalah 163.554.874 m3 dengan laju pemakaian PAM sebesar 0,0034 (Tabel 22). Tabel 22 Jumlah dan Laju Pemakaian PAM untuk Rumah Tangga di Wilayah DKI Jakarta Tahun 2002 2003 2004 2005 2006
Volume PAM untuk Rumah Tangga (m3)
161.354.276 178.627.016 173.378.610 167.096.117 163.554.874
Laju pemakaian PAM/tahun DKI Jakarta
0,0034
4.3.1 Jumlah dan Laju Pemakaian PAM di Wilayah Jakarta Utara Jumlah pemakaian PAM untuk rumah tangga di Wilayah Jakarta Utara untuk tahun 2006 menurut data yang dikeluarkan oleh PAM Jaya adalah 72.969.734 m3 dengan laju pemakaian PAM sebesar -0,0031 (Tabel 23). Tabel 23 Jumlah dan Laju Pemakaian PAM untuk Rumah Tangga di Wilayah Jakarta Utara Tahun 2002 2003 2004 2005 2006
Volume PAM untuk Rumah Tangga (m3)
73.895.603 82.507.597 81.052.617 76.081.256 72.969.734
Laju pemakaian PAM/tahun Jakarta Utara
-0,0031
68
4.3.2 Jumlah dan Laju Pemakaian PAM di Wilayah Jakarta Pusat Jumlah pemakaian PAM untuk rumah tangga di Wilayah Jakarta Pusat untuk tahun 2006 menurut data yang dikeluarkan oleh PAM Jaya adalah 30.588.614 m3 dengan laju pemakaian PAM sebesar -0,0375 (Tabel 24). Tabel 24 Jumlah dan Laju Pemakaian PAM untuk Rumah Tangga di Wilayah Jakarta Pusat Tahun 2002 2003 2004 2005 2006
Volume PAM untuk Rumah Tangga (m3)
35.641.743 36.620.970 34.522.815 32.900.821 30.588.614
Laju pemakaian PAM/tahun Jakarta Pusat
-0,0375
4.3.3 Jumlah dan Laju Pemakaian PAM di Wilayah Jakarta Barat Jumlah pemakaian PAM untuk rumah tangga di Wilayah Jakarta Barat untuk tahun 2006 menurut data yang dikeluarkan oleh PAM Jaya adalah 31.449.849 m3 dengan laju pemakaian PAM sebesar 0,0475 (Tabel 25). Tabel 25 Jumlah dan Laju Pemakaian PAM untuk Rumah Tangga di Wilayah Jakarta Barat Tahun 2002 2003 2004 2005 2006
Volume PAM untuk Rumah Tangga (m3)
26.123.975 28.898.142 28.761.832 30.477.440 31.449.849
Laju pemakaian PAM/tahun Jakarta Barat
0,0475
4.3.4 Jumlah dan Laju Pemakaian PAM di Wilayah Jakarta Selatan Jumlah pemakaian PAM untuk rumah tangga di Wilayah Jakarta Selatan untuk tahun 2006 menurut data yang dikeluarkan oleh PAM Jaya adalah 9.195.447 m3 dengan laju pemakaian PAM sebesar 0,0777 (Tabel 26). Tabel 26 Jumlah dan Laju Pemakaian PAM untuk Rumah Tangga di Wilayah Jakarta Selatan Tahun 2002 2003 2004 2005 2006
Volume PAM untuk Rumah Tangga (m3)
6.817.032 7.728.482 6.822.586 7.339.702 9.195.447
Laju pemakaian PAM/tahun Jakarta Selatan
0,0777
69
4.3.5 Jumlah dan Laju Pemakaian PAM di Wilayah Jakarta Timur Jumlah pemakaian PAM untuk rumah tangga di Wilayah Jakarta Timur untuk tahun 2006 menurut data yang dikeluarkan oleh PAM Jaya adalah 19.351.230 m3 dengan laju pemakaian PAM sebesar 0,0062 (Tabel 27). Tabel 27 Jumlah dan Laju Pemakaian PAM untuk Rumah Tangga di Wilayah Jakarta Timur Tahun
Volume PAM untuk Rumah Tangga (m3)
2002 2003 2004 2005 2006
4.4
Laju pemakaian PAM/tahun Jakarta Timur
18.875.923 22.871.825 22.218.760 20.296.898 19.351.230
0,0062
Data Curah Hujan di Wilayah DKI Jakarta Berdasarkan data yang diambil dari tahun 1997 – 2006 pada 5 lokasi BMG
yang mewakili 5 wilayah DKI yaitu di lokasi Stasiun Penakar Hujan Ciledug, Halim Perdana Kusuma, Tanjung Priok, Jakarta/Kemayoran dan Cengkareng diperoleh curah hujan rata-rata pertahun adalah sebesar 1.812,6 mm/tahun (Tabel 28). Tabel 28 Curah Hujan dan Curah Hujan Rata-rata Pertahun di Wilayah DKI Jakarta No 1 2 3 4 5
Wilayah Jakarta Selatan Jakarta Barat Jakarta Pusat Jakarta Timur Jakarta Utara DKI Jakarta
Rata-rata Curah Hujan (mm/tahun) 2.264,1 1.485,5 1.684,9 2.070,6 1.558,0 1.812,6
4.4.1 Data Curah Hujan di Wilayah Jakarta Utara Data curah hujan bulanan yang dikeluarkan oleh kantor BMG pada stasiun pengamatan Meteorologi Maritim Tanjung Priok selama 10 tahunan (tahun 19972006) diperoleh data curah hujan rata-rata pertahun adalah sebesar 1.558,0 mm/tahun (Tabel 29).
70
Tabel 29 Curah Hujan dan Curah Hujan Rata-rata Pertahun di Wilayah Jakarta Utara Tahun
Curah Hujan (mm/tahun)
1997
1.199,4
1998
1.721,2
1999
1.507,1
2000
1.424,0
2001
1.898,6
2002
1.671,6
2003
1.414,5
2004
1.654,4
2005
1.708,1
2006
1.381,4
Rata-rata Curah Hujan Jakarta Utara (mm/tahun)
1.558,0
4.4.2 Data Curah Hujan di Wilayah Jakarta Pusat Data curah hujan bulanan yang dikeluarkan oleh kantor BMG pada stasiun pengamatan Meteorologi 745 Jakarta selama 10 tahunan (tahun 1997-2006) diperoleh data curah hujan rata-rata pertahun adalah sebesar 1.684,9 mm/tahun (Tabel 30). Tabel 30 Curah Hujan dan Curah Hujan Rata-rata Pertahun di Wilayah Jakarta Pusat Tahun
Curah Hujan (mm/tahun)
1997
594,6
1998
2.107,9
1999
1.780,4
2000
1.559,0
2001
2.029,5
2002
1.341,9
2003
1.882,5
2004
1.750,0
2005
2.189,0
2006
1.614,1
Rata-rata Curah Hujan Jakarta Pusat (mm/tahun)
1.684,9
4.4.3 Data Curah Hujan di Wilayah Jakarta Barat Data curah hujan bulanan yang dikeluarkan oleh kantor BMG pada stasiun pengamatan Meteorologi Cengkareng selama 10 tahunan (tahun 1997-2006) diperoleh data curah hujan rata-rata pertahun adalah sebesar 1.485,5 mm/tahun (Tabel 31).
71
Tabel 31 Curah Hujan dan Curah Hujan Rata-rata Pertahun di Wilayah Jakarta Barat Tahun
Curah Hujan (mm/tahun)
1997
1.075,7
1998
1.664,2
1999
1.471,8
2000
1.573,0
2001
1.435,5
2002
1.964,9
2003
930,4
2004
1.408,8
2005
2.148,6
2006
1.182,2
Rata-rata Curah Hujan Jakarta Barat (mm/tahun)
1.485,5
4.4.4 Data Curah Hujan di Wilayah Jakarta Selatan Data curah hujan bulanan yang dikeluarkan oleh kantor BMG pada stasiun pengamatan Klimat Ciledug selama 10 tahunan (tahun 1997-2006) diperoleh data curah hujan rata-rata pertahun adalah sebesar 2.264,1 mm/tahun (Tabel 32). Tabel 32 Curah Hujan dan Curah Hujan Rata-rata Pertahun di Wilayah Jakarta Selatan Tahun
Curah Hujan (mm/tahun)
1997
1.688,6
1998
2.663,8
1999
2.518,6
2000
2.035,0
2001
2.185,0
2002
2.599,7
2003
2.162,0
2004
2.489,6
2005
2.485,6
2006
1.813,4
Rata-rata Curah Hujan Jakarta Selatan (mm/tahun)
2.264,1
4.4.5 Data Curah Hujan di Wilayah Jakarta Timur Data curah hujan bulanan yang dikeluarkan oleh kantor BMG pada stasiun pengamatan Meteorologi Halim Perdanakusuma selama 10 tahunan (tahun 19972006) diperoleh data curah hujan rata-rata pertahun adalah sebesar 2.070,6 mm/tahun (Tabel 33).
72
Tabel 33 Curah Hujan dan Curah Hujan Rata-rata Pertahun di Wilayah Jakarta Timur Tahun 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
4.5
Curah Hujan (mm/tahun) 1.253,2 2.346,6 1.930,2 1.905,3 2.595,6 2.528,8 1.803,0 2.193,5 2.184,0 1.966,0
Rata-rata Curah Hujan Jakarta Timur (mm/tahun)
2.070,6
Ruang Terbuka Hijau DKI Jakarta Ruang terbuka hijau (RTH) adalah bagian dari Ruang Terbuka Kota yang
didominasi oleh tumbuhan dan tanaman (vegetasi) baik secara alami maupun sengaja ditanami. RTH di wilayah DKI Jakarta terdiri dari RTH Kehutanan, RTH Pertamanan dan Pemakaman, RTH Olahraga dan Pemuda dan RTH Pertanian. Luas RTH di kelima wilayah DKI Jakarta (tidak termasuk RTH Kepulauan Seribu) berdasarkan data tahun 2009 adalah sebesar 5.892,2779 ha atau 9,07% luas kelima wilayah DKI Jakarta (Tabel 34). Tabel 34 Ruang Terbuka Hijau DKI Jakarta No
Jenis RTH
RTH Kehutanan 1 Hutan Kota 2 Kawasan Hutan II RTH Pertamanan & Pemakaman 1 Taman Kota 2 Jalur Hijau Jalan Taman Bangunan 3 Umum 4 Tepian Air 5 Taman Rekreasi 6 Pemakaman III RTH Olahraga Lapangan Olah Raga IV RTH Pertanian Sawah Irigasi Sawah Tadah Hujan Pertanian Darat Tegalan Kebun Bibit Jumlah DKI Jakarta
Luas RTH (ha)
I
965,9350
Persentase (%) 1,49
2.627,1426
4,05
67,9239
0,10
2.231,2763
3,44
5.892,2779
9,07
Jumlah RTH
638,2350 327,7000
236,9029 568,1242 369,0347 57,1385 872,3170 523,6253 67,9239 1.149,0000 31,0000 949,0000 102,2763
Sumber : Olahan data Dinas Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta, Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta, Dinas Olahraga dan Pemuda DKI Jakarta
73
4.5.1 Ruang Terbuka Hijau Dinas Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta 1. RTH Dinas Kelautan dan Pertanian Bidang Kehutanan DKI Jakarta Berdasarkan data Dinas Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta (dulu Dinas Kehutanan dan Pertanian DKI Jakarta) pada tahun 2009 RTH hijau binaan berupa hutan kota terbagi menjadi tiga klasifikasi berdasarkan statusnya yaitu : hutan kota di tanah milik Pemda DKI Jakarta sebesar 202,68 ha (Tabel 35), hutan kota dibawah pengawasan BUMD sebesar 23,39 ha (Tabel 36) dan tanah-tanah bukan milik Pemda DKI Jakarta tetapi dijadikan sebagai hutan kota sebesar 409,165 ha (Tabel 37). Kawasan Hutan di kelima wilayah DKI Jakarta (Jakarta Timur, Barat, Utara, Selatan dan Pusat) sebesar 327,70 ha (Tabel 38). Luas Hutan Kota dan Kawasan Hutan adalah 965,935 ha atau 1,49% luas kelima wilayah DKI Jakarta (Tabel 39). Peta Sebaran hutan kota di wilayah DKI Jakarta tertera pada Gambar 18. Tabel 35 Hutan Kota di Tanah Milik Pemda DKI Jakarta No 1
Hutan Kota Milik Pemda DKI Jakarta Waduk/Danau Sunter
2
Luas (ha)
Status Hukum
Kepemilikan
8,2
SK Gub No 317/1999 tgl 18 Feb 1999 Distanhut Provinsi DKI Jakarta
Srengseng
15
SK Gub No 202/1995 tgl 24 Feb 1995 Distanhut Provinsi DKI Jakarta
3
Situ Rawa Dongkal
3,28
SK Gub No 207/2005
4
2,3
5
Waduk Bea dan Cukai Kramat Jati Kelurahan Pondok Kelapa
6
Viaduct Cawang (Klender)
4
7
IPAK Cakung
12
8
Hutan Kota Munjul
2,11
9
Blok P Walikota Jakarta Selatan
1,64
10 GOR Ragunan 11 Kelurahan Srengseng Sawah Kec Jagakarsa 12 Kelurahan Cipedak Kec Jagakarsa 13 Kebun Binatang Ragunan
Pemda Provinsi DKI Jakarta
6
4 0,6
Distanhut Provinsi DKI Jakarta
Dinas Pertamanan Provinsi DKI Jakarta Dinas Pertamanan Provinsi DKI Jakarta Dinas Kebersihan DKI DKP Prov DKI Jakarta dibebaskan thn DKP Prov DKI Jakarta 2009 SK Gub No. 869/2004 serta Instruksi Sudintahut Jakarta Selatan Gub No233/1999 tgl 30 Sept 1999 Dinas Pemuda dan Olahraga Prov DKI Jakarta Pemda DKI Jakarta
0,35
Pemda DKI Jakarta
140
Taman Margasatwa Ragunan
14 Hutan Kota Pondok Labu
2,02
DKP Prov DKI Jakarta
15 Hutan Kota Jagakarsa
1,18
DKP Prov DKI Jakarta dibebaskan thn DKP Prov DKI Jakarta 2009
Jumlah
202,68
Sumber : Dinas Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta Bidang Kehutanan
74
Tabel 36 Hutan Kota Dibawah Pengawasan BUMD DKI Jakarta No 1
Hutan Kota Dibawah Pengawasan BUMD Waduk Pluit
2
Kanal Banjir Barat
3 4
Kawasan PT Astra Honda Motor PT JIEP Pulogadung
5
Kali Karang (Seratus Kota)
Luas (ha)
Status Hukum
Kepemilikan
6 2,49
PT Jakarta Propertindo BUMD) SK Gub No 197/2005
PT Jakarta Propertindo BUMD)
4 8,9
2
Jumlah
PT Jakarta Propertindo BUMD) PT JIEP (BUMD) SK Gub No 870/2004 serta Surat Direksi Teknik PT JIEP No.997 tgl 23 April 2003 Pengelola TIJA
23,39
Sumber : Dinas Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta Bidang Kehutanan
H. HK. Waduk Pluit 11. HK. B. Nusantara 12. HK. Kanal B ji B t
2. HK. Waduk S t
P
10. HK. ti d
6. HK. Kemayoran
13. HK I ti l l
8. HK. PT. JEEP
1. HK. Srengseng
A. HK. Manggala WB
E. HK. Musium Purna Bhakti 5. HK. H li
4. HK. Bl k P
C. HK. P. Indah J. HK. Pd. Labu
B. HK. Ragunan 7. HK. FO Kp.Rambutan 9. HK. TNI Cilangkap D. HK. K. ISTN
3. HK. UI
7. HK. Kopasus 14. HK. St RW
F. HK. Gd. Pemuda G. Arboretum Cibubur 10. HK. Buperta Cibubur I. HK. Munjul
(Sumber : Dinas Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta tahun 2009)
Gambar 18
Peta Sebaran Hutan Kota di Wilayah DKI Jakarta
75
Tabel 37 Hutan Kota Di Tanah Bukan Milik Pemda DKI Jakarta No 1
Hutan Kota Tanah Bukan Milik Pemda Manggala Wanabhakti
2
Gelora Bung Karno
4,8
3 4 5 6
Masjid Istiqlal Yayasan Said Naum Cempaka Mas Kawasan Berikat Nusantara Marunda
1,08 1,2 3 1,59
7
Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran Marunda 8 Gudang Peluru Marinir 9 Kemayoran 10 Sungai Bambu 11 Rawa Buaya 12 Gedung Pemuda Cibubur
Luas (ha)
Status Hukum
4,3
Kepemilikan Dep Kehutanan RI
Surat Direksi Pelaksana Gelora Bung Karno No. B 196/KADIR/VI/2002 SK Gub No 198/2005
SK Gub No 196/2005 serta surat Direksi PT KBN No. 055/DIRUT/IV/2003 tgl 11 April 2003
Sekretariat Negara RI Pengelola Masjid Istiqlal Yayasan Said Naum Yayasan Cempaka Mas Kawasan Berikat Nusantara Marunda
3 65 4,6 3 1,09
TNI AL SK Gub No 339/2002 tgl 19 Feb 2002 Departemen PU DKP Prov DKI Jakarta dibebaskan thn 2009
10
Pusat Pemberdayaan Pemuda dan Olahraga Nasional Kwarnas
13 Bumi Perkemahan Cibubur
27,32
SK Gub No 872/2004 serta Surat Kwarnas No.328/00-A tgl 11 Juni 2003
14 Komplek Kopasus Cijantung
1,75
15 Mabes TNI Cilangkap
14,43
Kopasus SK Gub No 868/2004 serta Surat Danjen Kopasus No.B/239/IV/2003 SK Gub No 871/2004 serta Surat Dan Mabes TNI Detasemen Markas No.B/256/IV/2003 tgl 3 April 2003 SK Gub No 338/2002 tgl 18 Feb 2002 TNI AU
16 Komplek Lanud Halim Perdana Kusuma 17 Fly Over Kampung Rambutan 18 Museum Purna Bakti TNI 19 RW 008 Kel Kelapa Dua Wetan Kec Ciracas 20 Kawasan Mabad Kalisari 21 Kawasan Pulomas 22 Kelurahan Kebon Pala (Tol Kec Kr Jati) 23 Kawasan BPLIP Pulogadung 24 Arboretum Cibubur 25 Kampus Universitas Indonesia
3,5 3 3 8 1 3 5,85 3 25 55,4
26 Pondok Indah
3,9
27 Kampus ISTN
11,1
28 29 30 31
10 2,875 19,75 9,82
32 33 34 35 36
Kali Pesanggrahan Yonzikon 13 Kec Jagakarsa Kelurahan Cipedak ARHANUDSE 10 Kec Jagakarsa SESPOLWAN Kebayoran Lama SESKOAL Kebayoran Lama Marinir Cilandak TMP Kalibata Kelurahan Ciganjur Jumlah
PT Jasa Marga TMII RW 08 Kel Kelapa Dua Wetan Kec Ciracas TNI AD PT Jasa Marga
SK Gub No. 3487/1999 tgl 14 Juli 1999
Surat Rektorium ISTN No.538/03.1A/2003 tgl 4 Juli 2003
30 8,75 28,5 5 22,56 409,165
Sumber : Dinas Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta Bidang Kehutanan
Universitas Indonesia Pengelola Perumahan Pondok Indah Yayasan Perguruan Cikini Penduduk Setempat TNI AD Masyarakat ARHANUDSE 10 SESPOLWAN SESKOAL Marinir Cilandak TMP Kalibata Masyarakat
76
Tabel 38 Kawasan Hutan DKI Jakarta No 1 2 3 4 5 6 7
Kawasan Hutan
Luas (ha) Status Hukum
Kawasan Ekowisata Mangrove Tol Sedyatmo Kawasan Hutan Lindung Angke Kapuk Kawasan Taman Suaka Marga Satwa Muara Angke Kawasan Taman Wisata Alam Angke Kapuk Kebun Bibit Angke Kapuk Transmisi PLN Cengkareng Drain Jumlah
95,50 SK Menteri Kehutanan No 667/KptsII/1995 44,76 25,02 99,82 10,51 23,70 28,39 327,70
Sumber : Dinas Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta Bidang Kehutanan
Tabel 39 Luas Hutan Kota dan Kawasan Hutan DKI Jakarta No I 1 2 3 4 5 II
Wilayah / Kawasan Hutan Kota
Luas Hutan & Kawasan Hutan Kota (ha)
Hutan Kota DKI Jakarta Utara Jakarta Barat Jakarta Pusat Jakarta Selatan Jakarta Timur Kawasan Hutan DKI Jumlah DKI Jakarta
Luas Wilayah (ha)
102,8800 16,0900 14,3800 357,4450 147,4400 327,7000 965,9350
Persentase (%)
13.955,56 12.819,00 4.820,00 14.573,00 18.775,00 64.942,56 64.942,56
0,74 0,13 0,30 2,45 0,79 0,50 1,49 S
umber : Olahan data Dinas Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta Bidang Kehutanan
2. RTH Dinas Kelautan dan Pertanian Bidang Pertanian DKI Jakarta RTH pertanian terdiri dari sawah irigasi seluas 1149 ha, sawah tadah hujan 31 ha dan pertanian darat berupa tegalan seluas 949 ha. Luas Total RTH pertanian sebesar 2.129 ha atau 3,28% luas kelima wilauah DKI Jakarta (Tabel 40). Selain itu terdapat kebun bibit/ balai benih pertanian dan kehutanan DKI Jakarta sebesar 102,2763 ha (Tabel 41). Total Luas RTH pertanian dan kebun bibit sebesar 2.231,2763 ha atau 3,44% luas kelima wilayah DKI Jakarta (Tabel 42). Tabel 40 Ruang Terbuka Hijau Pertanian DKI Jakarta No
Wilayah DKI Jakarta
1 2 3 4 5
Jakarta Pusat Jakarta Utara Jakarta Barat Jakarta Selatan Jakarta Timur Jumlah DKI Jakarta
Luas Sawah Luas Sawah Tadah Hujan Irigasi (ha) (ha)
0,00 593,00 231,00 0,00 325,00 1149,00
0,00 0,00 31,00 0,00 0,00 31,00
Luas Pertanian Darat Tegalan (ha)
Jumlah Luas RTH Pertanian (ha)
2,00 0,00 331,00 507,00 109,00 949,00
Sumber : Olahan data Dinas Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta Bidang Pertanian
2,00 593,00 593,00 507,00 434,00 2.129,00
Luas Persentas Wilayah e (%) (ha) 13.955,56 12.819,00 4.820,00 0,64 14.573,00 18.775,00 64.942,56 3,28
77
Tabel 41 RTH Kebun Bibit/Balai Benih Pertanian dan Kehutanan DKI Jakarta No
RTH Kebun Bibit / Balai Benih Pertanian dan Kehutanan
Luas (ha)
1
Kebun Ragunan
14,7635
2
Kebun Bibit Agrowisata Cilangkap
19,0630
3
Kebun Bibit Kembangan
4
Kebun Bibit Agrowisata Cibubur
5
Kebun Bibit Lebak Bulus
6
Kebun Bibit Ciganjur
10,0536
7
Kebun Bibit Cibubur
11,9000
8
Kebun Bibit Kamal Muara
9
Kebun Bibit Sukapura
6,5595
10
Kebun Kehutanan Cibubur
2,5000
11
Kebun Bibit Cengkareng
12
Kebun Bibit Petukangan Utara
4,1500
13
Kebun Bibit Condet
0,1620
14
Kebun Bibit Meruya Utara
0,2770
15
Kebun Bibit Ujung Menteng
3,0630
16
Kebun Bibit Kelapa Dua Wetan
0,4850
17
Kebun Bibit TC Klender
2,2410 11,6063 1,4500
3,6879
10,1345
0,1800
Jumlah DKI Jakarta
102,2763
Sumber : Dinas Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta Bidang Pertanian
Tabel 42 Ruang Terbuka Hijau Pertanian dan Kebun Bibit DKI Jakarta No Wilayah 1 2 3 4 5 6
Jakarta Pusat Jakarta Utara Jakarta Barat Jakarta Selatan Jakarta Timur Kebun Bibit / Balai Benih Pertanian dan Kehutanan Jumlah DKI Jakarta
Luas RTH Pertanian (ha) 2,0000 593,0000 593,0000 507,0000 434,0000 102,2763
Luas Wilayah (ha) 4.820,00 13.955,56 12.819,00 14.573,00 18.775,00 64.942,56
Persentase (%) 0,04 4,25 4,63 3,48 2,31 0,16
2.231,2763
64.942,56
3,44
Sumber : Olahan data Dinas Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta Bidang Pertanian
4.5.2 Ruang Terbuka Hijau Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta RTH Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta berdasarkan data 2009 terdiri dari RTH taman kota 236,9029 ha, jalur hijau jalan 568,1242 ha, taman bangunan umum 369,0347 ha, tepian air 57,1385 ha, taman rekreasi 872,317 ha dan RTH pemakaman 523,6253 ha (Tabel 43). Jumlah luas RTH Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta adalah sebesar 2.627,1426 ha atau 4,05% luas kelima wilayah DKI Jakarta (Tabel 44).
78
Tabel 43 RTH Taman Kota, Jalur Hijau Jalan, Tepian Air, Taman Rekreasi dan Pemakaman DKI Jakarta Luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) Pertamanan
Jumlah RTH Pertamanan& Luas Jalur Luas Taman Luas Luas Taman Luas No Luas Taman Hijau Jalan Bangunan Tepian Air Rekreasi Pemakaman Pemakaman Kota (ha) (ha) (ha) Umum (ha) (ha) (ha) (ha) 1 Jakarta Pusat 126,0467 136,3227 102,8363 3,0917 11,317 37,9477 417,5621 2 Jakarta Utara 24,3931 77,7171 0,7252 2,0325 72,7952 177,6631 3 Jakarta Barat 12,2394 61,4118 5,7518 15,3348 89,0254 183,7632 4 Jakarta Selatan 46,2349 128,8573 21,1954 12,9475 205,000 150,8332 565,0683 5 Jakarta Timur 27,9888 163,8153 238,5260 23,7320 656,000 173,0238 1.283,0859 Jumlah DKI Jakarta 236,9029 568,1242 369,0347 57,1385 872,317 523,6253 2.627,1426 Sumber : Olahan data Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta Wilayah DKI Jakarta
Tabel 44 RTH Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta No 1 2 3 4 5
Wilayah DKI Jakarta Jakarta Pusat Jakarta Utara Jakarta Barat Jakarta Selatan Jakarta Timur
Jumlah RTH Pertamanan (ha) 417,5621 177,6631 183,7632 565,0683 1.283,0859 2.627,1426
Luas Wilayah (ha)
Jumlah DKI Jakarta Sumber : Olahan data Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta
Persentase (%)
4.820,00 13.955,56 12.819,00 14.573,00 18.775,00 64.942,56
8,66 1,27 1,43 3,88 6,83 4,05
4.5.3 Ruang Terbuka Hijau Dinas Olahraga dan Pemuda DKI Jakarta RTH Olahraga dan Pemuda DKI Jakarta berdasarkan data tahun 2009 adalah sebesar 67,9239 ha atau 0,10% luas kelima wilayah DKI Jakarta (Tabel 45). Tabel 45 RTH Dinas Olah Raga dan Pemuda DKI Jakarta No Wilayah 1 2 3 4 5
Jakarta Timur Jakarta Selatan Jakarta Barat Jakarta Pusat Jakarta Utara Jumlah DKI Jakarta
Luas RTH Olahraga dan Pemuda (ha) 12,4377 14,7890 8,1044 9,0407 23,5521 67,9239
Sumber : Olahan data Dinas Olahraga dan Pemuda DKI Jakarta
Luas Wilayah (ha) 18.775,00 14.573,00 12.819,00 4.820,00 13.955,56 64.942,56
Persentase (%) 0,07 0,10 0,06 0,19 0,17 0,10
79
4.6
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Di DKI Jakarta Rencana tata ruang wilayah DKI Jakarta diwujudkan dalam Pola
Pemanfaatan Ruang Wilayah Propinsi, dan pemanfaatan ruang di masing-masing kotamadya di DKI Jakarta. Penyusunan RTRW Propinsi DKI Jakarta disusun tahun 1998 dan selesai pada tahun 1999. Adapun perda RTRW Propinsi DKI dengan Nomor 6 Tahun 1999. Status RTRW propinsi, kota dan kabupaten di DKI Jakarta tertera pada Tabel 46. Penyusunan RTRW Kota-kota Jakarta tidak terpisah dari RTRW Propinsi DKI Jakarta. Dengan demikian, RTRW kota-kota di Propinsi DKI Jakarta merupakan satu penyusunan dan satu perda dengan RTRW Propinsi DKI Jakarta. Tabel 46 Status RTRW Kota-kota dan Kabupaten di Propinsi DKI Bentuk Rencana
Disusun Tahun
Selesai Tahun
Status Perda Proses No & Tgl Legalitas Perda
Permasalahan Daerah (Terkait Pengembangan Wilayah) -
RTRW Propinsi 1998 1999 6 Th.1999 RTRW Kabupaten Kepulauan 2002 2002 V Kab. Baru Seribu RTRW Kota : Jakarta Selatan 1999 1999 6 Th.1999 Jakarta Timur 1999 1999 6 Th.1999 Jakarta Pusat 1999 1999 6 Th.1999 Jakarta Barat 1999 1999 6 Th.1999 Jakarta Utara 1999 1999 6 Th.1999 Catatan : RTRW Kabupaten Belum Perda = 1 Kabupaten Sumber : Departemen Kimpraswil, Ditjen Penataan Ruang Wilayah Tengah (2003)
80
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1
Lokasi dan Luas RTH Tahun 2006 Perhitungan penggunaan lahan tahun 2006 di wilayah DKI Jakarta
dilakukan berdasarkan perhitungan penggunaan lahan di masing-masing lima wilayah DKI Jakarta (Jakarta Utara, Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Jakarta Selatan dan Jakarta Timur) dengan pembagian luas RTH di tiap-tiap zona resapan dan muka air tanah dengan zona resapan seperti terlihat pada Tabel 47, 48 dan 49 dan Gambar 19. Peta zona resapan dibuat berdasarkan peta sebaran laju resapan dari Dinas Pertambangan DKI Jakarta yang merupakan laju resapan akhir. Zona resapan terbagi menjadi 13 dari zona resapan R1 dengan laju resapan akhir 1,750 cm/menit sampai dengan R13 dengan laju resapan 0,100 cm/detik, sedangkan zona muka air tanah terbagi menjadi zona 4 dari a dengan kedalaman muka air tanah > 20 m sampai dengan d dengan kedalaman muka air tanah 1-5 m. Tabel 47 Pembagian Zona Resapan di Wilayah DKI Jakarta Zonasi Daerah Resapan DKI Jakarta
Laju resapan akhir (cm/menit)
Laju resapan akhir (mm/jam)
Laju resapan akhir / I (m/thn)
R1
1,750
1.050,00
9.198,00
R2
1,625
975,00
8.541,00
R3
1,375
825,00
7.227,00
R4
1,125
675,00
5.913,00
R5
0,875
525,00
4.599,00
R6
0,750
450,00
3.942,00
R7
0,625
375,00
3.285,00
R8
0,450
270,00
2.365,20
R9
0,400
240,00
2.102,40
R10
0,350
210,00
1.839,60
R11
0,250
150,00
1.314,00
R12
0,150
90,00
788,40
R13
0,100
60,00
525,60
Tabel 48 Pembagian Zona Muka Air Tanah di Wilayah DKI Jakarta Zona
Kedalaman Muka Air Tanah
Satuan
Keterangan
a b c d
> 20 11 - 20 6 - 10 1-5
m m m m
Sangat Potensial Potensial Potensial Sedang Potensial Rendah
82
Tabel 49 Pembagian Zona Resapan dan Zona Muka Air Tanah di Wilayah DKI Jakarta No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
Zona Resapan Jakarta Barat R1a R1b R1c R1d R2a R2b R2c R2d R3a R3b R3c R3d R4a R4b R4c R4d R5a R5b R5c R5d R6a R6b R6c R6d R7a R7b R7c R7d
Laju Resapan Muka Air Akhir Tanah (m) (cm/menit) 1,750 > 20 1,750 11 - 20 1,750 6 - 10 1,750 1-5 1,625 > 20 1,625 11 - 20 1,625 6 - 10 1,625 1-5 1,375 > 20 1,375 11 - 20 1,375 6 - 10 1,375 1-5 1,125 > 20 1,125 11 - 20 1,125 6 - 10 1,125 1-5 0,875 > 20 0,875 11 - 20 0,875 6 - 10 0,875 1-5 0,750 > 20 0,750 11 - 20 0,750 6 - 10 0,750 1-5 0,625 > 20 0,625 11 - 20 0,625 6 - 10 0,625 1-5
Gambar 19
No 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52
Zona Resapan Jakarta Barat R8a R8b R8c R8d R9a R9b R9c R9d R10a R10b R10c R10d R11a R11b R11c R11d R12a R12b R12c R12d R13a R13b R13c R13d
Laju Resapan Muka Air Akhir Tanah (m) (cm/menit) 0,450 > 20 0,450 11 - 20 0,450 6 - 10 0,450 1-5 0,400 > 20 0,400 11 - 20 0,400 6 - 10 0,400 1-5 0,350 > 20 0,350 11 - 20 0,350 6 - 10 0,350 1-5 0,250 > 20 0,250 11 - 20 0,250 6 - 10 0,250 1-5 0,150 > 20 0,150 11 - 20 0,150 6 - 10 0,150 1-5 0,100 > 20 0,100 11 - 20 0,100 6 - 10 0,100 1-5
Zona Muka Air Tanah di Wilayah DKI Jakarta
83
Gambar 20
Peta Zona Resapan dan Zona Muka Air Tanah di Wilayah DKI Jakarta
5.1.1 Lokasi dan Luas RTH Tahun 2006 di Wilayah Jakarta Utara 5.1.1.1 Penggunaan Lahan Tahun 2006 di Wilayah Jakarta Utara Berdasarkan peta landsat DKI Jakarta tahun 2006 dibuat peta spasial luas penggunaan lahan di wilayah Jakarta Utara. Hasil olahan data spasial dengan menggunakan Erdas 85 dan Arcview 3.3 tertera pada Tabel 50 dan Gambar 21 dan 22. Penggunaan lahan di wilayah Jakarta Utara adalah luas RTH sebesar 2.768,91 ha dan luas lahan terbuka 383,13 ha, dimana luas RTH lebih besar dibandingkan luas lahan terbuka. Tabel 50 Penggunaan Lahan Tahun 2006 Per-Zona Resapan di Wilayah Jakarta Utara No
Zona Resapan
1 2 3 4 5 6
R8d R9d R10d R11d R12d R13d
Jakarta Utara
Luas Lahan (ha) Tahun 2006 RTH
Lahan Terbuka
Danau
Sungai
447,78 560,79 227,81 235,91 411,77 884,85
61,86 81,85 32,33 28,72 36,92 141,46
17,74 24,40 27,73 14,59 6,75 112,82
2,34 51,86 87,97 91,12 127,14 764,91
2.768,91
383,13
204,04
1.125,36
84
Gambar 21
Gambar 22
Penggunaan Lahan Tahun 2006 di Wilayah Jakarta Utara
Penggunaan Lahan Tahun 2006 Per-Zona Resapan di Wilayah Jakarta Utara
85
5.1.1.2 Luas Lahan RTH dan Lahan Terbuka terhadap Luas Wilayah Jakarta Utara Luas RTH pada tahun 2006 adalah sebesar 2.768,91 ha atau 19,84 % dari luas wilayah Jakarta Utara. Luas lahan terbuka adalah sebesar 383,13 ha atau 2,75 % dari luas wilayah Jakarta Utara. Besarnya luas lahan dan persentase luas lahan antara lahan RTH dan lahan terbuka terhadap luas wilayah Jakarta Utara pada tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 51, 52 dan 53. Tabel 51 Luas RTH terhadap Luas Wilayah Jakarta Utara Tahun 2006 No
Zona Resapan
1 2 3 4 5 6
R8d R9d R10d R11d R12d R13d
Jakarta Utara
Luas Lahan (ha) RTH 447,78 560,79 227,81 235,91 411,77 884,85
Luas Total 1.185,70 2.016,84 1.099,74 1.427,19 2.739,85 5.486,22
2.768,91
13.955,56
Persentase RTH (%)
Koef
37,77 27,81 20,71 16,53 15,03 16,13
0,3777 0,2781 0,2071 0,1653 0,1503 0,1613
19,84
0,1984
Tabel 52 Luas Lahan Terbuka terhadap Luas Wilayah Jakarta Utara Tahun 2006 Luas Lahan (ha) No
Zona Resapan
1 2 3 4 5 6
R8d R9d R10d R11d R12d R13d
Jakarta Utara
Lahan Terbuka
Persentase Lahan Terbuka (%)
Luas Total
Koef
61,86 81,85 32,33 28,72 36,92 141,46
1.185,70 2.016,84 1.099,74 1.427,19 2.739,85 5.486,22
5,22 4,06 2,94 2,01 1,35 2,58
0,0522 0,0406 0,0294 0,0201 0,0135 0,0258
383,13
13.955,56
2,75
0,0275
Tabel 53 Luas Lahan Terbuka dan RTH terhadap Luas Wilayah Jakarta Utara Tahun 2006 No
Zona Resapan
1 2 3 4 5 6
R8d R9d R10d R11d R12d R13d
Jakarta Utara
Luas Lahan (ha) RTH + Lahan Terbuka
Luas Total
Persentase RTH+ Lahan Terbuka (%)
Koef
509,64 642,64 260,13 264,64 448,68 1.026,31
1.185,70 2.016,84 1.099,74 1.427,19 2.739,85 5.486,22
42,98 31,86 23,65 18,54 16,38 18,71
0,4298 0,3186 0,2365 0,1854 0,1638 0,1871
3.152,04
13.955,56
22,59
0,2259
86
5.1.1.3 Identifikasi Keberadaan RTH Wilayah Jakarta Utara Identifikasi keberadaan RTH di wilayah Jakarta Utara dilakukan berdasarkan data GPS dan pengamatan langsung ke lokasi RTH secara acak/random terhadap peta spasial luas penggunaan lahan di wilayah Jakarta Utara hasil olahan data spasial dengan menggunakan Erdas 85 dan Arcview 3.3. Adapun hasil pengamatan dilapangan di beberapa lokasi seperti daerah Ancol, Pluit, Muara Angke, Sunter, seperti terlihat pada Tabel 54, Gambar 23 dan 24, menunjukkan bahwa lokasi RTH yang ada di lapangan sesuai dengan peta penggunaan lahan hasil olahan data spasial Jakarta Utara. Jenis RTH berdasarkan hasil pengamatan secara acak/random di wilayah Jakarta Utara terdiri dari: 1. RTH Lapangan Golf misalnya : Padang Golf Jaya Ancol, Damai Indah Golf 2. RTH Hutan Kota misalnya : Waduk Pluit, Danau Sunter, Kuburan Belanda Ancol. 3. RTH Kawasan Hutan misalnya : Kawasan Ekowisata Mangrove Tol Sedyatmo, Taman Bakau Pantai Indah Kapuk, Suaka Margasatwa Muara Angke 4. RTH Pemakaman misalnya : di daerah Cilincing, Koja, Tanjung Priok. 5. RTH Taman misalnya : Danau Sunter, Taman Depan Astra. 6. RTH Jalur Hijau/Tepian Air misalnya : di daerah Penjaringan, Pademangan, Tanjung Priok, Koja, Kelapa Gading, Cilincing. 7. RTH Lahan Pertanian/Sawah misalnya : di daerah Cilincing, Kelapa Gading. Tabel 54 Identifikasi RTH Jakarta Utara No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Identifikasi RTH Jakarta Utara Waduk Pluit Danau Sunter Kuburan Belanda Ancol Ancol Taman Bakau Pantai Indah Kapuk Suaka Marhasatwa Muara Angke RTH Depan Astra RTH Sawah Belakang Pomal Padang Golf Jaya Ancol Tol Sedyatmo Damai Indah Golf RTH 1 Sawah dan Pohon RTH 2 Sawah RTH 3 Sawah
Koordinat X
Koordinat Y
698767 706192 705162 705371 692841 695547 709527 708751 703117 695480 693020 717676 712427 712695
9324009 9320074 9323326 9323346 9325137 9323734 9320740 9318106 9322482 9322997 9323524 9320753 9319958 9318264
87
88
a. Ancol (705371;9323346)
b. Waduk Pluit (698767;9324009)
c. Danau Sunter (706192;9320074)
Gambar 24
d.Kuburan Belanda Ancol (705162;9323326)
Foto RTH di Wilayah Jakarta Utara
89
5.1.2 Lokasi dan Luas RTH Tahun 2006 di Wilayah Jakarta Pusat 5.1.2.1 Penggunaan Lahan Tahun 2006 di Wilayah Jakarta Pusat Berdasarkan peta landsat DKI Jakarta tahun 2006 dibuat peta spasial luas penggunaan lahan di wilayah Jakarta Pusat. Hasil olahan data spasial dengan menggunakan Erdas 85 dan Arcview 3.3 tertera pada Tabel 55 dan Gambar 25 dan 26. Penggunaan lahan di wilayah Jakarta Pusat adalah RTH sebesar 531,36 ha dan luas lahan terbuka 42,56 ha, dimana luas RTH lebih besar dibandingkan luas lahan terbuka. Tabel 55 Penggunaan Lahan Tahun 2006 Per-Zona Resapan di Wilayah Jakarta Pusat Luas Lahan (ha) Tahun 2006 No
Zona Resapan RTH
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
R6c R7c R7d R8c R8d R9c R9d R10c R10d R11d R12d R13d
Jakarta Pusat
Gambar 25
Lahan Terbuka
Danau
Sungai
99,07 38,33 19,71 94,30 41,66 27,18 15,75 4,59 18,81 79,64 68,39 23,94
18,63 4,32 1,80 0,99 2,25 0,27 0,99 1,80 8,10 3,15 0,27
2,97 0,09 0,18 4,41 0,27 0,81 -
7,38 7,38 13,14 17,64 7,74 11,16 4,23 5,85 6,57 16,92 22,77 9,72
531,36
42,56
8,73
130,48
Penggunaan Lahan Tahun 2006 di Wilayah Jakarta Pusat
90
Gambar 26
Penggunaan Lahan Tahun 2006 Per-Zona Resapan di Wilayah Jakarta Pusat
5.1.2.2 Luas Lahan RTH dan Lahan Terbuka terhadap Luas Wilayah Jakarta Pusat Luas RTH pada tahun 2006 adalah sebesar 531,36 ha atau 11,02 % dari luas wilayah Jakarta Pusat. Luas lahan terbuka adalah sebesar 42,56 ha atau 0,88 % dari luas wilayah Jakarta Pusat. Besarnya luas lahan dan persentase luas lahan antara lahan RTH dan lahan terbuka terhadap luas wilayah Jakarta Pusat pada tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 56, 57 dan 58. Tabel 56 Luas RTH terhadap Luas Wilayah Jakarta Pusat Tahun 2006 Luas Lahan (ha) No
Zona Resapan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
R6c R7c R7d R8c R8d R9c R9d R10c R10d R11d R12d R13d
Jakarta Pusat
RTH
Luas Total
Persentase RTH (%)
Koef
99,07 38,33 19,71 94,30 41,66 27,18 15,75 4,59 18,81 79,64 68,39 23,94
285,19 145,37 192,89 595,00 422,22 294,58 606,85 215,36 373,71 558,99 737,11 392,74
34,74 26,37 10,22 15,85 9,87 9,23 2,59 2,13 5,03 14,25 9,28 6,09
0,3474 0,2637 0,1022 0,1585 0,0987 0,0923 0,0259 0,0213 0,0503 0,1425 0,0928 0,0609
531,36
4.820,00
11,02
0,1102
91
Tabel 57 Luas Lahan Terbuka terhadap Luas Wilayah Jakarta Pusat Tahun 2006 Luas Lahan (ha) No
Zona Resapan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
R6c R7c R7d R8c R8d R9c R9d R10c R10d R11d R12d R13d
Jakarta Pusat
Lahan Terbuka
Luas Total
Persentase Lahan Terbuka (%)
Koef
18,63 4,32 1,80 0,99 2,25 0,27 0,99 1,80 8,10 3,15 0,27
285,19 145,37 192,89 595,00 422,22 294,58 606,85 215,36 373,71 558,99 737,11 392,74
6,53 2,97 0,93 0,17 0,53 0,09 0,16 0,48 1,45 0,43 0,07
0,0653 0,0297 0,0093 0,0017 0,0053 0,0009 0,0016 0,0048 0,0145 0,0043 0,0007
42,56
4.820,00
0,88
0,0088
Tabel 58 Luas Lahan Terbuka dan RTH terhadap Luas Wilayah Jakarta Pusat Tahun 2006 No
Zona Resapan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
R6c R7c R7d R8c R8d R9c R9d R10c R10d R11d R12d R13d
Jakarta Pusat
Luas Lahan (ha) RTH + Lahan Luas Total Terbuka 117,70 285,19 42,65 145,37 21,51 192,89 95,29 595,00 43,91 422,22 27,45 294,58 16,74 606,85 4,59 215,36 20,61 373,71 87,73 558,99 71,54 737,11 24,21 392,74 573,92
4.820,00
Persentase RTH+ Lahan Terbuka (%) 41,27 29,34 11,15 16,02 10,40 9,32 2,76 2,13 5,51 15,70 9,71 6,16
0,4127 0,2934 0,1115 0,1602 0,1040 0,0932 0,0276 0,0213 0,0551 0,1570 0,0971 0,0616
11,91
0,1191
Koef
5.1.2.3 Identifikasi Keberadaan RTH Wilayah Jakarta Pusat Identifikasi keberadaan RTH di wilayah Jakarta Pusat dilakukan berdasarkan data GPS dan pengamatan langsung ke lokasi RTH secara acak/random terhadap peta spasial luas penggunaan lahan di wilayah Jakarta Pusat hasil olahan data spasial dengan menggunakan Erdas 85 dan Arcview 3.3. Adapun hasil pengamatan dilapangan di beberapa lokasi seperti daerah Kemayoran, Senayan, Menteng, Gambir, Cempaka Putih, Sawah Besar seperti
92
terlihat pada Tabel 59, Gambar 27 dan 28, menunjukkan bahwa lokasi RTH yang ada di lapangan sesuai dengan peta penggunaan lahan hasil olahan data spasial Jakarta Pusat. Jenis RTH berdasarkan hasil pengamatan secara acak/random di wilayah Jakarta Pusat terdiri dari : 1. RTH Lapangan Golf misalnya : Lapangan Golf Kemayoran 2. RTH Hutan Kota misalnya : Eks Bandara Kemayoran, Manggala Wanabakti, Gelora Bung Karno. 3. RTH Pemakaman misalnya : Karet Bivak, Petamburan. 4. RTH Taman misalnya : Monas, Lapangan Banteng, Taman Suropati 5. RTH Jalur Hijau/Tepian Air misalnya : di daerah Tanah Abang, Menteng, Senen, Cempaka Putih, Johar Baru, Sawah Besar, Gambir, Kemayoran. Tabel 59 Identifikasi RTH Jakarta Pusat No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Identifikasi RTH Jakarta Pusat Eks Bandara Kemayoran Lapangan Golf Kemayoran Manggala Wana Bhakti Gelora Bung Karno Lapangan Banteng Monas Semanggi RTH Depan UNJ RTH Green Field Rawasari & Fly Rd
10 11
Taman Suropati RTH dekat Musium AH Nasution
Koordinat X 704387 704484 699235 699423 703093 702069 700484 707680 707362
Koordinat Y 9320439 9321188 9313660 9312609 9317515 9316712 9312217 9314445 9315509
702774 702840
9314404 9315374
93
94
a. Gelora Bung Karno (699423;9312609)
b. Manggala Wana Bhakti (699235;9313660)
c. Eks Bandara Kemayoran(704387;9320439) d. Lap. Golf Kemayoran (704484;9321188)
Gambar 28
Foto RTH di Wilayah Jakarta Pusat
95
5.1.3 Lokasi dan Luas RTH Tahun 2006 di Wilayah Jakarta Barat 5.1.3.1 Penggunaan Lahan Tahun 2006 di Wilayah Jakarta Barat Berdasarkan peta landsat DKI Jakarta tahun 2006 dibuat peta spasial Luas Penggunaan Lahan wilayah Jakarta Barat. Hasil olahan data spasial dengan menggunakan Erdas 85 dan Arcview 3.3 tertera pada Tabel 60 dan Gambar 29 dan 30. Penggunaan lahan di wilayah Jakarta Barat adalah RTH sebesar 2.233,41 ha dan luas lahan terbuka 373,28 ha, dimana luas RTH lebih besar dibandingkan luas lahan terbuka. Tabel 60 Penggunaan Lahan Tahun 2006 Per-Zona Resapan di Wilayah Jakarta Barat No
Zona Resapan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
R6c R6d R7c R7d R8c R8d R9c R9d R10c R10d R11c R11d R12c R12d R13c R13d
Jakarta Barat
Luas Lahan (ha) Tahun 2006 RTH
Lahan Terbuka
Danau
Sungai
51,49 142,31 169,04 287,95 53,65 85,69 51,31 155,00 48,88 177,15 36,37 139,25 80,20 139,70 85,42 530,00
2,79 19,71 18,63 31,32 10,71 9,72 9,54 18,63 36,10 31,77 29,70 24,12 18,18 21,87 9,72 80,74
0,18 0,27 0,18 0,36 2,52 1,08 5,49 1,80 5,04
14,94 2,16 3,06 1,17 12,69 1,08 19,08 1,80 27,09 3,87 46,27 12,06 44,65
2.233,41
373,28
16,92
189,93
5.1.3.2 Luas Lahan RTH dan Lahan Terbuka terhadap Luas Wilayah Jakarta Barat Luas RTH pada tahun 2006 adalah sebesar 2.233,41 ha atau 17,42 % dari luas wilayah Jakarta Barat. Luas lahan terbuka adalah sebesar 373,28 ha atau 2,91 % dari luas wilayah Jakarta Barat. Besarnya luas lahan dan persentase luas lahan antara lahan RTH dan lahan terbuka terhadap luas wilayah Jakarta Barat pada tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 61, 62 dan 63.
96
Gambar 29
Gambar 30
Penggunaan Lahan Tahun 2006 di Wilayah Jakarta Barat
Penggunaan Lahan Tahun 2006 Per-Zona Resapan di Wilayah Jakarta Barat
97
Tabel 61 Luas RTH terhadap Luas Wilayah Jakarta Barat Tahun 2006 Luas Lahan (ha) No
Zona Resapan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
R6c R6d R7c R7d R8c R8d R9c R9d R10c R10d R11c R11d R12c R12d R13c R13d
Jakarta Barat
RTH
Luas Total
Persentase RTH (%)
Koef
51,49 142,31 169,04 287,95 53,65 85,69 51,31 155,00 48,88 177,15 36,37 139,25 80,20 139,70 85,42 530,00
110,59 447,65 471,51 1.111,49 147,48 474,78 152,03 895,16 248,83 1.420,76 196,23 1.418,82 368,36 1.852,57 761,08 2.741,65
46,56 31,79 35,85 25,91 36,38 18,05 33,75 17,32 19,64 12,47 18,53 9,81 21,77 7,54 11,22 19,33
0,4656 0,3179 0,3585 0,2591 0,3638 0,1805 0,3375 0,1732 0,1964 0,1247 0,1853 0,0981 0,2177 0,0754 0,1122 0,1933
2.233,41
12.819,00
17,42
0,1742
Tabel 62 Luas Lahan Terbuka terhadap Luas Wilayah Jakarta Barat Tahun 2006 Luas Lahan (ha) No
Zona Resapan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
R6c R6d R7c R7d R8c R8d R9c R9d R10c R10d R11c R11d R12c R12d R13c R13d
Jakarta Barat
Lahan Terbuka
Luas Total
Persentase Lahan Terbuka (%)
Koef
2,79 19,71 18,63 31,32 10,71 9,72 9,54 18,63 36,10 31,77 29,70 24,12 18,18 21,87 9,72 80,74
110,59 447,65 471,51 1.111,49 147,48 474,78 152,03 895,16 248,83 1.420,76 196,23 1.418,82 368,36 1.852,57 761,08 2.741,65
2,52 4,40 3,95 2,82 7,26 2,05 6,28 2,08 14,51 2,24 15,14 1,70 4,94 1,18 1,28 2,95
0,0252 0,0440 0,0395 0,0282 0,0726 0,0205 0,0628 0,0208 0,1451 0,0224 0,1514 0,0170 0,0494 0,0118 0,0128 0,0295
373,28
12.819,00
2,91
0,0291
98
Tabel 63 Luas Lahan Terbuka dan RTH terhadap Luas Wilayah Jakarta Barat Tahun 2006
54,28 162,02 187,68 319,28 64,36 95,41 60,85 173,64 84,97 208,92 66,07 163,37 98,38 161,57 95,14 610,74
110,59 447,65 471,51 1.111,49 147,48 474,78 152,03 895,16 248,83 1.420,76 196,23 1.418,82 368,36 1.852,57 761,08 2.741,65
Persentase RTH+ Lahan Terbuka (%) 49,08 36,19 39,80 28,73 43,64 20,10 40,02 19,40 34,15 14,70 33,67 11,51 26,71 8,72 12,50 22,28
2.606,69
12.819,00
20,33
Luas Lahan (ha) No
Zona Resapan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
R6c R6d R7c R7d R8c R8d R9c R9d R10c R10d R11c R11d R12c R12d R13c R13d
RTH + Lahan Terbuka
Jakarta Barat
Luas Total
Koef 0,4908 0,3619 0,3980 0,2873 0,4364 0,2010 0,4002 0,1940 0,3415 0,1470 0,3367 0,1151 0,2671 0,0872 0,1250 0,2228 0,2033
5.1.3.3 Identifikasi Keberadaan RTH Wilayah Jakarta Barat Identifikasi keberadaan RTH di wilayah Jakarta Barat dilakukan berdasarkan data GPS dan pengamatan langsung ke lokasi RTH secara acak/random terhadap peta spasial luas penggunaan lahan di wilayah Jakarta Barat hasil olahan data spasial dengan menggunakan Erdas 85 dan Arcview 3.3. Adapun hasil pengamatan dilapangan di beberapa lokasi seperti daerah Cengkareng, Srengseng, Kebun Jeruk, Slipi, Kembangan seperti terlihat pada Tabel 64, Gambar 31 dan 32, menunjukkan bahwa lokasi RTH yang ada di lapangan sesuai dengan peta penggunaan lahan hasil olahan data spasial Jakarta Barat. Jenis RTH berdasarkan hasil pengamatan secara acak/random di wilayah Jakarta Barat terdiri dari : 1. RTH Hutan Kota misalnya : Hutan Srengseng. 2. RTH Kawasan Hutan misalnya : Cengkareng Drain 3. RTH Pemakaman misalnya : di daerah Kalideres, Cengkareng, Kembangan, Kebon Jeruk, Palmerah. 4. RTH Taman misalnya : Taman Fatahilah, Taman Anggrek, Taman BBD Mandiri.
99
5. RTH Jalur Hijau/Tepian Air misalnya : di daerah Kalideres, Cengkareng, Kembangan, Kebon Jeruk, Palmerah, Grogol Petamburan, Tambora, Taman Sari. 6. RTH Lahan Pertanian/Sawah misalnya : di daerah Kalideres, Cengkareng, Kembangan. Tabel 64 Identifikasi RTH Jakarta Barat No 1 2 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Identifikasi RTH Jakarta Barat LPA Srengseng Ged DPR/ MPR Rawa Burung Hutan Tambak Bawal/ Bandeng Bandara Sukarno Hata RTH DWT RTH JOR RTH Bumi Cengkareng Indah & The Green Court RTH dekat Metro TV Kebun Jeruk RTH (Twin Plaza) Hotel at Slipi RTH Taman Anggrek Mall RTH City Park Sawah dekat Sunset Over The Pool Sawah Cengkareng Timur Sawah Kembangan Sawah Joglo Petukangan Sawah Kosambi Sawah & Pohon Kamal Sawah & Pohon dekat Departemen Kebakaran
Koordinat X
Koordinat Y
695250 699596 687582 687183 686289 691051 691663 692230
9313182 9313359 9326044 9324311 9324525 9316970 9315298 9321608
694673 698804 698523 691761 689875 692564 691189 693182 686922 688736 692442
9315548 9316399 9316482 9321972 9318161 9319518 9313743 9311995 9325703 9324683 9315766
100
101
a. Danau Srengseng (695250;9313182)
b. RTH Gedung DPR/MPR (699596;9313359)
c. Hutan Kota Srengseng (695250;9313182)
Gambar 32
Foto RTH di Wilayah Jakarta Barat
102
5.1.4 Lokasi dan Luas RTH Tahun 2006 di Wilayah Jakarta Selatan 5.1.4.1 Penggunaan Lahan Tahun 2006 di Wilayah Jakarta Selatan Berdasarkan peta landsat DKI Jakarta tahun 2006 dibuat peta spasial Luas Penggunaan Lahan wilayah Jakarta Selatan. Hasil olahan data spasial dengan menggunakan Erdas 85 dan Arcview 3.3 tertera pada Tabel 65 dan Gambar 33 dan 34. Penggunaan lahan di wilayah Jakarta Selatan adalah RTH sebesar 4.636,81 ha dan luas lahan terbuka 338,43 ha, dimana luas RTH lebih besar dibandingkan luas lahan terbuka. Tabel 65 Penggunaan Lahan Tahun 2006 Per-Zona Resapan di Wilayah Jakarta Selatan No
Zona Resapan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
R1a R2a R3a R4a R5a R6a R6b R6c R7a R7b R7c R7d R8a R8b R8c R8d R9a R9b R9c R9d R10a R10b R10c R10d R11a R11b R11c R12a R12b R12c R13a R13b R13c
Jakarta Selatan
Luas Lahan (ha) Tahun 2006 RTH
Lahan Terbuka
Danau
Sungai
121,15 89,83 97,75 142,48 91,72 395,13 162,82 60,66 359,67 169,57 207,92 2,70 432,93 26,91 37,26 22,14 342,39 49,41 40,59 4,14 506,83 64,90 42,57 0,72 356,97 147,61 88,39 176,77 45,09 133,66 155,08 4,14 56,88
6,03 5,49 7,83 8,28 4,05 24,75 8,01 3,06 20,34 13,23 5,13 37,53 0,54 3,06 25,11 3,87 2,88 31,59 5,22 6,21 0,09 28,35 18,00 10,26 24,66 5,22 13,86 7,92 0,45 7,38
0,09 0,18 1,08 1,44 5,31 0,09 0,36 10,62 2,34 0,09 0,18 2,52 1,62 0,18 0,09 0,18 0,45 -
3,96 2,79 2,70 5,13 1,35 10,62 5,67 4,05 11,34 13,68 1,26 1,17 3,24 6,66 2,70 1,53 13,86 1,71 0,09 3,78 1,71 2,61 1,44 2,16 10,35 15,21 7,92 15,84 2,34 5,49
4.636,81
338,43
26,82
162,37
103
Gambar 33
Gambar 34
Penggunaan Lahan Tahun 2006 di Wilayah Jakarta Selatan
Penggunaan Lahan Tahun 2006 Per-Zona Resapan di Wilayah Jakarta Selatan
104
5.1.4.2 Luas Lahan RTH dan Lahan Terbuka terhadap Luas Wilayah Jakarta Selatan Luas RTH pada tahun 2006 adalah sebesar 4.636,81 ha atau 31,82 % dari luas wilayah Jakarta Selatan. Luas lahan terbuka adalah sebesar 338,43 ha atau 2,32 % dari luas wilayah Jakarta Selatan. Besarnya luas lahan dan persentase luas lahan antara lahan RTH dan lahan terbuka terhadap luas wilayah Jakarta Selatan pada tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 66, 67 dan 68. Tabel 66 Luas RTH terhadap Luas Wilayah Jakarta Selatan Tahun 2006 Luas Lahan (ha) No
Zona Resapan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
R1a R2a R3a R4a R5a R6a R6b R6c R7a R7b R7c R7d R8a R8b R8c R8d R9a R9b R9c R9d R10a R10b R10c R10d R11a R11b R11c R12a R12b R12c R13a R13b R13c
Jakarta Selatan
RTH
Luas Total
Persentase RTH (%)
Koef
121,15 89,83 97,75 142,48 91,72 395,13 162,82 60,66 359,67 169,57 207,92 2,70 432,93 26,91 37,26 22,14 342,39 49,41 40,59 4,14 506,83 64,90 42,57 0,72 356,97 147,61 88,39 176,77 45,09 133,66 155,08 4,14 56,88
251,96 165,22 176,80 283,91 169,00 809,42 726,56 178,92 981,46 927,54 730,60 19,01 747,32 425,94 184,84 131,65 638,24 327,78 189,61 35,53 1.269,80 380,93 217,32 7,97 908,26 758,57 435,87 588,58 329,32 772,32 467,04 11,79 323,95
48,08 54,37 55,29 50,19 54,27 48,82 22,41 33,91 36,65 18,28 28,46 14,20 57,93 6,32 20,16 16,82 53,65 15,08 21,41 11,65 39,91 17,04 19,59 9,03 39,30 19,46 20,28 30,03 13,69 17,31 33,21 35,11 17,56
0,4808 0,5437 0,5529 0,5019 0,5427 0,4882 0,2241 0,3391 0,3665 0,1828 0,2846 0,1420 0,5793 0,0632 0,2016 0,1682 0,5365 0,1508 0,2141 0,1165 0,3991 0,1704 0,1959 0,0903 0,3930 0,1946 0,2028 0,3003 0,1369 0,1731 0,3321 0,3511 0,1756
4.636,81
14.573,00
31,82
0,3182
105
Tabel 67 Luas Lahan Terbuka terhadap Luas Wilayah Jakarta Selatan Tahun 2006 Luas Lahan (ha) No
Zona Resapan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
R1a R2a R3a R4a R5a R6a R6b R6c R7a R7b R7c R7d R8a R8b R8c R8d R9a R9b R9c R9d R10a R10b R10c R10d R11a R11b R11c R12a R12b R12c R13a R13b R13c
Jakarta Selatan
Lahan Terbuka
Luas Total
Persentase Lahan Terbuka (%)
Koef
6,03 5,49 7,83 8,28 4,05 24,75 8,01 3,06 20,34 13,23 5,13 37,53 0,54 3,06 25,11 3,87 2,88 31,59 5,22 6,21 0,09 28,35 18,00 10,26 24,66 5,22 13,86 7,92 0,45 7,38
251,96 165,22 176,80 283,91 169,00 809,42 726,56 178,92 981,46 927,54 730,60 19,01 747,32 425,94 184,84 131,65 638,24 327,78 189,61 35,53 1.269,80 380,93 217,32 7,97 908,26 758,57 435,87 588,58 329,32 772,32 467,04 11,79 323,95
2,39 3,32 4,43 2,92 2,40 3,06 1,10 1,71 2,07 1,43 0,70 5,02 0,13 1,66 3,93 1,18 1,52 2,49 1,37 2,86 1,13 3,12 2,37 2,35 4,19 1,59 1,79 1,70 3,82 2,28
0,0239 0,0332 0,0443 0,0292 0,0240 0,0306 0,0110 0,0171 0,0207 0,0143 0,0070 0,0502 0,0013 0,0166 0,0393 0,0118 0,0152 0,0249 0,0137 0,0286 0,0113 0,0312 0,0237 0,0235 0,0419 0,0159 0,0179 0,0170 0,0382 0,0228
338,43
14.573,00
2,32
0,0232
106
Tabel 68 Luas Lahan Terbuka dan RTH terhadap Luas Wilayah Jakarta Selatan Tahun 2006
127,18 95,32 105,58 150,76 95,77 419,88 170,83 63,73 380,01 182,80 213,05 2,70 470,47 27,45 40,32 22,14 367,50 53,28 43,47 4,14 538,42 70,12 48,78 0,81 385,32 165,61 98,65 201,44 50,31 147,52 163,00 4,59 64,27
251,96 165,22 176,80 283,91 169,00 809,42 726,56 178,92 981,46 927,54 730,60 19,01 747,32 425,94 184,84 131,65 638,24 327,78 189,61 35,53 1.269,80 380,93 217,32 7,97 908,26 758,57 435,87 588,58 329,32 772,32 467,04 11,79 323,95
Persentase RTH+ Lahan Terbuka (%) 50,48 57,69 59,72 53,10 56,67 51,87 23,51 35,62 38,72 19,71 29,16 14,20 62,95 6,45 21,82 16,82 57,58 16,26 22,93 11,65 42,40 18,41 22,45 10,16 42,42 21,83 22,63 34,22 15,28 19,10 34,90 38,93 19,84
4.975,23
14.573,00
34,14
Luas Lahan (ha) No
Zona Resapan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
R1a R2a R3a R4a R5a R6a R6b R6c R7a R7b R7c R7d R8a R8b R8c R8d R9a R9b R9c R9d R10a R10b R10c R10d R11a R11b R11c R12a R12b R12c R13a R13b R13c
Jakarta Selatan
RTH + Lahan Terbuka
Luas Total
Koef 0,5048 0,5769 0,5972 0,5310 0,5667 0,5187 0,2351 0,3562 0,3872 0,1971 0,2916 0,1420 0,6295 0,0645 0,2182 0,1682 0,5758 0,1626 0,2293 0,1165 0,4240 0,1841 0,2245 0,1016 0,4242 0,2183 0,2263 0,3422 0,1528 0,1910 0,3490 0,3893 0,1984 0,3414
5.1.4.3 Identifikasi Keberadaan RTH Wilayah Jakarta Selatan Identifikasi keberadaan RTH di wilayah Jakarta Selatan dilakukan berdasarkan data GPS dan pengamatan langsung ke lokasi RTH secara acak/random terhadap peta spasial luas penggunaan lahan di wilayah Jakarta Selatan hasil olahan data spasial dengan menggunakan Erdas 85 dan Arcview 3.3. Adapun hasil pengamatan dilapangan di beberapa lokasi seperti daerah Pancoran, Pasar Minggu, Jagakarsa seperti terlihat pada Tabel 69, Gambar 35 dan 36,
107
menunjukkan bahwa lokasi RTH yang ada di lapangan sesuai dengan peta penggunaan lahan hasil olahan data spasial Jakarta Selatan. Jenis RTH berdasarkan hasil pengamatan secara acak/random di wilayah Jakarta Selatan terdiri dari : 1. RTH Lapangan Golf misalnya : Matoa Golf Club House. 2. RTH Hutan Kota misalnya : Kampus ISTN, Kebun Binatang Ragunan, Kampus Universitas Indonesia, TMP Kalibata, Situ Babakan. 3. RTH Pemakaman misalnya : di daerah Kebayoran Lama, Pesanggrahan, Setiabudi Tebet, Jagakarsa, Pasar Minggu. 4. RTH Taman misalnya : Taman Segitiga DPR, Taman Ardyaloka, Taman Ayodya Blok M, Taman Al Azhar. 5. RTH Jalur Hijau/Tepian Air misalnya : di daerah Kebayoran Baru, Kebayoran Lama, Pesanggrahan, Mampang Prapatan, Pancoran, Setiabudi, Tebet, Pasar Minggu, Jagakarsa, Cilandak. Tabel 69 Identifikasi RTH Jakarta Selatan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Identifikasi RTH Jakarta Selatan Situ Babakan Kampus ISTN Makam Pahlawan Kalibata Danau Kalibata Hutan Kota Kalibata Ardyaloka Musium Satriamandala RTH Pondok Indah RTH Taman Ayodya Blok M
Koordinat X 701717 700613 704340 704393 704205 702744 700484 697745 698530
Koordinat Y 9298769 9297193 9308110 9308090 9308141 9309889 9312217 9306323 9309374
10 11 12
RTH Taman Al Azhar Kampus Universitas Indonesia RTH Matoa Golf Club House
699015 702176 698622
9310690 9297228 9296823
13 14
Kebun Binatang Ragunan RTH Palm Garden
701327 699980
9301833 9300129
108
109
a. Taman Makam Pahlawan Kalibata (704340;9308110)
b. Hutan Kampus ISTN (700613;9297193)
c. Situ Babakan (701717;9298769)
d. Musium Satriamandala(700484;9312217) e. Kebun Binatang Ragunan(701327;9301833)
Gambar 36
Foto RTH di Wilayah Jakarta Selatan
110
5.1.5 Lokasi dan Luas RTH Tahun 2006 di Wilayah Jakarta Timur 5.1.5.1 Penggunaan Lahan Tahun 2006 di Wilayah Jakarta Timur Berdasarkan peta landsat DKI Jakarta tahun 2006 dibuat peta spasial Luas Penggunaan Lahan wilayah Jakarta Timur. Hasil olahan data spasial dengan menggunakan Erdas 85 dan Arcview 3.3 tertera pada Tabel 70 dan Gambar 37 dan 38. Penggunaan lahan di wilayah Jakarta Timur adalah RTH sebesar 5.857,58 ha dan luas lahan terbuka 813,90 ha, dimana luas RTH lebih besar dibandingkan luas lahan terbuka. Tabel 70 Penggunaan Lahan Tahun 2006 Per-Zona Resapan di Wilayah Jakarta Timur No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Jakarta Timur
Zona Resapan R1a R2a R3a R4a R5a R6a R6b R6c R7a R7b R7c R8a R8b R8c R9a R9b R9c R9d R10a R10b R10c R10d R11a R11b R11c R11d R12a R12b R12c R12d R13a
Luas Lahan (ha) Tahun 2006 RTH 12,87 13,86 19,17 33,75 7,47 18,81 5,31 16,20 459,74 79,38 144,18 297,10 52,83 29,79 227,08 325,45 33,21 132,57 370,18 127,71 45,63 234,28 275,32 145,17 177,85 192,97 1.328,26 238,96 245,62 209,80 357,04 5.857,58
Lahan Terbuka 0,27 3,96 4,77 2,52 3,06 4,59 1,08 1,17 42,57 3,42 12,60 28,53 4,05 4,95 28,35 66,87 3,87 31,95 34,56 28,89 5,58 122,04 27,72 37,71 12,60 25,38 119,25 79,20 20,79 22,77 28,80 813,90
Danau 0,45 0,90 0,63 4,05 2,07 0,45 0,09 0,09 2,07 2,88 0,09 4,50 1,44 0,63 7,65 1,26 2,07 8,37 3,87 43,56
Sungai 6,12 4,77 5,67 3,60 0,90 1,71 10,44 27,18 1,26 4,23 4,41 4,68 4,86 3,06 4,77 2,16 5,31 0,27 3,51 3,69 3,78 2,79 23,94 8,01 4,05 3,24 4,95 153,37
111
Gambar 37
Gambar 38
Penggunaan Lahan Tahun 2006 di Wilayah Jakarta Timur
Penggunaan Lahan Tahun 2006 Per-Zona Resapan di Wilayah Jakarta Timur
112
5.1.5.2 Luas Lahan RTH dan Lahan Terbuka terhadap Luas Wilayah Jakarta Timur Luas RTH pada tahun 2006 adalah sebesar 5.857,58 ha atau 31,20 % dari luas wilayah Jakarta Timur. Luas lahan terbuka adalah sebesar 813,90 ha atau 4,34 % dari luas wilayah Jakarta Timur. Besarnya luas lahan dan persentase luas lahan antara lahan RTH dan lahan terbuka terhadap luas wilayah Jakarta Timur pada tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 71, 72 dan 73. Tabel 71 Luas RTH terhadap Luas Wilayah Jakarta Timur Tahun 2006 Luas Lahan (ha) No
Zona Resapan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
R1a R2a R3a R4a R5a R6a R6b R6c R7a R7b R7c R8a R8b R8c R9a R9b R9c R9d R10a R10b R10c R10d R11a R11b R11c R11d R12a R12b R12c R12d R13a
Jakarta Timur
RTH
Luas Total
Persentase RTH (%)
Koef
12,87 13,86 19,17 33,75 7,47 18,81 5,31 16,20 459,74 79,38 144,18 297,10 52,83 29,79 227,08 325,45 33,21 132,57 370,18 127,71 45,63 234,28 275,32 145,17 177,85 192,97 1.328,26 238,96 245,62 209,80 357,04
31,55 35,13 58,22 73,40 29,25 56,93 62,46 167,94 1.369,92 568,04 1.003,88 727,24 257,68 246,88 719,62 955,18 374,29 230,18 873,17 408,54 476,73 662,27 502,13 447,13 914,16 796,36 2.235,83 846,60 1.592,83 1.523,83 527,65
40,80 39,45 32,93 45,98 25,54 33,04 8,50 9,65 33,56 13,97 14,36 40,85 20,50 12,07 31,56 34,07 8,87 57,60 42,40 31,26 9,57 35,38 54,83 32,47 19,45 24,23 59,41 28,23 15,42 13,77 67,67
0,4080 0,3945 0,3293 0,4598 0,2554 0,3304 0,0850 0,0965 0,3356 0,1397 0,1436 0,4085 0,2050 0,1207 0,3156 0,3407 0,0887 0,5760 0,4240 0,3126 0,0957 0,3538 0,5483 0,3247 0,1945 0,2423 0,5941 0,2823 0,1542 0,1377 0,6767
5.857,58
18.775,00
31,20
0,3120
113
Tabel 72 Luas Lahan Terbuka terhadap Luas Wilayah Jakarta Timur Tahun 2006 Luas Lahan (ha) No
Zona Resapan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
R1a R2a R3a R4a R5a R6a R6b R6c R7a R7b R7c R8a R8b R8c R9a R9b R9c R9d R10a R10b R10c R10d R11a R11b R11c R11d R12a R12b R12c R12d R13a
Jakarta Timur
Lahan Terbuka
Luas Total
Persentase Lahan Terbuka (%)
Koef
0,27 3,96 4,77 2,52 3,06 4,59 1,08 1,17 42,57 3,42 12,60 28,53 4,05 4,95 28,35 66,87 3,87 31,95 34,56 28,89 5,58 122,04 27,72 37,71 12,60 25,38 119,25 79,20 20,79 22,77 28,80
31,55 35,13 58,22 73,40 29,25 56,93 62,46 167,94 1.369,92 568,04 1.003,88 727,24 257,68 246,88 719,62 955,18 374,29 230,18 873,17 408,54 476,73 662,27 502,13 447,13 914,16 796,36 2.235,83 846,60 1.592,83 1.523,83 527,65
0,86 11,27 8,19 3,43 10,46 8,06 1,73 0,70 3,11 0,60 1,26 3,92 1,57 2,01 3,94 7,00 1,03 13,88 3,96 7,07 1,17 18,43 5,52 8,43 1,38 3,19 5,33 9,36 1,31 1,49 5,46
0,0086 0,1127 0,0819 0,0343 0,1046 0,0806 0,0173 0,0070 0,0311 0,0060 0,0126 0,0392 0,0157 0,0201 0,0394 0,0700 0,0103 0,1388 0,0396 0,0707 0,0117 0,1843 0,0552 0,0843 0,0138 0,0319 0,0533 0,0936 0,0131 0,0149 0,0546
813,90
18.775,00
4,34
0,0434
114
Tabel 73 Luas Lahan Terbuka dan RTH terhadap Luas Wilayah Jakarta Timur Tahun 2006
13,14 17,82 23,94 36,27 10,53 23,40 6,39 17,37 502,31 82,80 156,79 325,63 56,88 34,74 255,43 392,32 37,08 164,53 404,74 156,61 51,21 356,32 303,04 182,89 190,45 218,35 1.447,52 318,16 266,41 232,57 385,84
31,55 35,13 58,22 73,40 29,25 56,93 62,46 167,94 1.369,92 568,04 1.003,88 727,24 257,68 246,88 719,62 955,18 374,29 230,18 873,17 408,54 476,73 662,27 502,13 447,13 914,16 796,36 2.235,83 846,60 1.592,83 1.523,83 527,65
Persentase RTH+ Lahan Terbuka (%) 41,65 50,72 41,12 49,42 36,00 41,10 10,23 10,34 36,67 14,58 15,62 44,78 22,07 14,07 35,49 41,07 9,91 71,48 46,35 38,33 10,74 53,80 60,35 40,90 20,83 27,42 64,74 37,58 16,73 15,26 73,12
6.671,47
18.775,00
35,53
Luas Lahan (ha) No
Zona Resapan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
R1a R2a R3a R4a R5a R6a R6b R6c R7a R7b R7c R8a R8b R8c R9a R9b R9c R9d R10a R10b R10c R10d R11a R11b R11c R11d R12a R12b R12c R12d R13a
Jakarta Timur
RTH + Lahan Terbuka
Luas Total
Koef 0,4165 0,5072 0,4112 0,4942 0,3600 0,4110 0,1023 0,1034 0,3667 0,1458 0,1562 0,4478 0,2207 0,1407 0,3549 0,4107 0,0991 0,7148 0,4635 0,3833 0,1074 0,5380 0,6035 0,4090 0,2083 0,2742 0,6474 0,3758 0,1673 0,1526 0,7312 0,3553
5.1.5.3 Identifikasi Keberadaan RTH Wilayah Jakarta Timur Identifikasi keberadaan RTH di wilayah Jakarta Timur dilakukan berdasarkan data GPS dan pengamatan langsung ke lokasi RTH secara acak/random terhadap peta spasial luas penggunaan lahan di wilayah Jakarta Timur hasil olahan data spasial dengan menggunakan Erdas 85 dan Arcview 3.3.
115
Adapun hasil pengamatan dilapangan di beberapa lokasi seperti daerah Kramat Jati, Cipayung, Makasar, Ciracas, Cakung seperti terlihat pada Tabel 74, Gambar 39 dan 40, menunjukkan bahwa lokasi RTH yang ada di lapangan sesuai dengan peta penggunaan lahan hasil olahan data spasial Jakarta Timur. Jenis RTH berdasarkan hasil pengamatan secara acak/random di wilayah Jakarta Timur terdiri dari : 1. RTH Lapangan Golf misalnya : Royal Jakarta Golf Club, Golf Halim 1, Rawamangun Golf Driving Range. 2. RTH Hutan Kota misalnya : Gedung Pemuda Cibubur, Bumi Perkemahan Cibubur, Fly Over Kampung Rambutan, Museum Purnabakti TMII, Komplek Lanud Halim Perdana Kusuma, Komplek Kopasus Cijantung. 3. RTH Pemakaman misalnya : di daerah Duren Sawit, Jatinegara, Pulo Gadung, Cakung, Makasar, Cipayung, Pasar Rebo, Ciracas, Karamat Jati. 4. RTH Taman misalnya : Tm Segitiga Jl TB. Simatupang, Tm Jl Raya Jambore. 5. RTH Jalur Hijau/Tepian Air misalnya : di daerah Matraman, Jatinegara, Duren Sawit, Kramat Jati, Pulo Gadung, Cipayung, Makasar, Ciracas, Pasar Rebo, Cakung. 6. RTH Lahan Pertanian/Sawah misalnya : di daerah Makasar, Cakung. Tabel 74 Identifikasi RTH Jakarta Timur No
Identifikasi RTH Jakarta Timur
Koordinat X
Koordinat Y
1 2 3 4 5 6 7 8
Arboretum Cibubur (Pramuka) Gedung Pemuda Cibubur Bumi Perkemahan Cibubur Museum Purnabakti TMII Royal Jakarta Goif Club Golf Halim 1 Komplek Lanud Halim Perdana Kusuma Komplek Kopasus Cijantung
709896 709297 710052 708679 710101 709112 709194 705865
9295662 9295734 9295574 9303044 9306024 9305273 9307109 9301812
9 10 11
Rawamangun Golf Driving Range Fly Over Kampung Rambutan RTH Pintu Air Cakung Drain
707646 708449 713512
9314446 9302615 9316784
116
117
a. Arboretum Cibubur (709896;9295662)
b. Bumi Perkemahan Cibubur (710052;9295574)
c. Ged. Pemuda Cibubur (709297;9295734)
d. Musium Purnabakti TMII (708679;9303044)
Gambar 40
Foto RTH di Wilayah Jakarta Timur
118
5.1.6 Lokasi dan Luas RTH Tahun 2006 di Lima Wilayah DKI Jakarta 5.1.6.1 Penggunaan Lahan Tahun 2006 di Lima Wilayah DKI Jakarta Berdasarkan peta landsat DKI Jakarta tahun 2006 dibuat peta spasial Luas Penggunaan Lahan wilayah DKI Jakarta. Hasil olahan data spasial dengan menggunakan Erdas 85 dan Arcview 3.3 tertera pada Tabel 75 dan Gambar 41. Penggunaan lahan di wilayah DKI Jakarta adalah RTH sebesar 16.028,05 ha dan luas lahan terbuka 1.951,30 ha. Tabel 75 Penggunaan Lahan Tahun 2006 Per-Wilayah DKI Jakarta No
Wilayah DKI Jakarta
1 2 3 4 5
Jakarta Timur Jakarta Barat Jakarta Pusat Jakarta Selatan Jakarta Utara DKI Jakarta
Gambar 41
RTH 5.857,58 2.233,41 531,36 4.636,81 2.768,91 16.028,05
Luas Lahan (ha) Tahun 2006 Lahan Terbuka Danau 813,90 43,56 373,28 16,92 42,56 8,73 338,43 26,82 383,13 204,04 1.951,30 300,07
Sungai 153,37 189,93 130,48 162,37 1.125,36 1.761,50
Penggunaan Lahan Tahun 2006 di Wilayah DKI Jakarta
119
5.1.6.2 Luas Lahan RTH dan Lahan Terbuka terhadap Luas Lima Wilayah DKI Jakarta Luas RTH pada tahun 2006 adalah sebesar 16.028,05 ha atau 24,68 % dari luas lima wilayah DKI Jakarta. Luas lahan terbuka adalah sebesar 1.951,30 ha atau 3,00 % dari luas wilayah DKI Jakarta. Tidak semua lahan terbuka dapat dijadikan RTH, karena alokasi RTH pontensial selain ditentukan dari luas ruang terbuka juga mempertimbangkan ketinggian muka air tanah, kepadatan penduduk dan nilai laju resapan akhir. Besarnya luas lahan dan persentase luas lahan antara lahan RTH dan lahan terbuka terhadap luas lima wilayah DKI Jakarta pada tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 76, 77 dan 78. Tabel 76 Luas RTH terhadap Luas Lima Wilayah DKI Jakarta Tahun 2006 Luas Lahan (ha) No 1 2 3 4 5
Wilayah DKI Jakarta Jakarta Timur Jakarta Barat Jakarta Pusat Jakarta Selatan Jakarta Utara DKI Jakarta
RTH 5.857,58 2.233,41 531,36 4.636,81 2.768,91 16.028,05
Luas Total Kelima Wilayah DKI 64.942,56 64.942,56 64.942,56 64.942,56 64.942,56
Persentase RTH (%) 9,02 3,44 0,82 7,14 4,26 24,68
Koef 0,0902 0,0344 0,0082 0,0714 0,0426 0,2468
Tabel 77 Luas Lahan Terbuka terhadap Luas Lima Wilayah DKI Jakarta Tahun 2006 No 1 2 3 4 5
Wilayah DKI Jakarta Jakarta Timur Jakarta Barat Jakarta Pusat Jakarta Selatan Jakarta Utara DKI Jakarta
Luas Lahan (ha) Luas Total Kelima Lahan Terbuka Wilayah DKI 813,90 64.942,56 373,28 64.942,56 42,56 64.942,56 338,43 64.942,56 383,13 64.942,56 1.951,30
Persentase Lahan Terbuka (%)
1,25 0,57 0,07 0,52 0,59 3,00
Koef 0,0125 0,0057 0,0007 0,0052 0,0059 0,0300
Tabel 78 Luas Lahan Terbuka dan RTH terhadap Luas Lima Wilayah DKI Jakarta Tahun 2006 No 1 2 3 4 5
Wilayah DKI Jakarta Jakarta Timur Jakarta Barat Jakarta Pusat Jakarta Selatan Jakarta Utara DKI Jakarta
Luas Lahan (ha) Luas Total Kelima RTH + Lahan Terbuka Wilayah DKI 6.671,47 64.942,56 2.606,69 64.942,56 573,92 64.942,56 4.975,23 64.942,56 3.152,04 64.942,56 17.979,36
Persentase RTH+ Lahan Terbuka (%) 10,27 4,01 0,88 7,66 4,85 27,69
Koef 0,1027 0,0401 0,0088 0,0766 0,0485 0,2769
120
5.2
Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan
5.2.1 Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan Wilayah DKI Jakarta 5.2.1.1 Perhitungan Koefisien Resapan (C) Wilayah DKI Jakarta Koefisien resapan (C) adalah banyaknya volume curah hujan yang mengalir sebagai infiltrasi terhadap total curah hujan dimana nilai C maksimal adalah 1 jadi jika nilainya > 1 diambil nilai C = 1. Untuk mendapatkan angka koefisien resapan tahunan suatu daerah resapan, rumus yang digunakan adalah (Asdak, 2002) : C = (I x 365 x A)/(P x A) dimana :
I
= laju infiltrasi (mm/hari)
A = luas daerah tangkapan air (m2) P = curah hujan (mm/tahun) Curah hujan diklasifikasikan menjadi 4 yaitu, hujan sangat lemah (<1,2 mm/jam), hujan lemah (1,2–3 mm/jam), hujan normal (3–18 mm/jam), hujan deras (18-60 mm/jam) dan hujan sangat deras (>60 mm/jam)
hujan lebat jika
hujan maksimum antara 22,9 -70 mm/jam dan hujan lebih kecil anatara 10 – 50 mm/jam (Suripin, 2004). Berdasarkan data curah hujan jama-jaman dari Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane Dirjen. SDA, Dep. PU., curah hujan maksimum berkisar 76-264 mm/jam dengan frekuensi kejadian 4.01% dengan rata-rata hujan maksimum sebesar 151,1 mm/jam dan besarnya curah hujan ratarata jam-jaman 16,23 mm/jam. Adapun distribusi sebaran curah hujan jam-jaman berdasarkan klasifikasi diatas tertera pada Gambar 42 dan Tabel 79. > 60,00 (mm/jam) 4% 18,00 - 60,00 (mm/jam) 24%
< 1,2 (mm/jam) 17%
1,20 - 3,00 (mm/jam) 16%
< 1,2 (mm/jam) 1,20 - 3,00 (mm/jam) 3,00 - 18,00 (mm/jam) 18,00 - 60,00 (mm/jam) > 60,00 (mm/jam)
3,00 - 18,00 (mm/jam) 39%
Gambar 42
Distribusi Sebaran Curah Hujan berdasarkan klasifikasi dan Persentase Kejadian di Wilayah DKI Jakarta
121
Tabel 79 Data Curah Hujan Jam-jaman (2003-2007) di Wilayah DKI Jakarta Persentase Kejadian (%) Curah Hujan jam-jaman Curah Curah Stasiun Hujan Hujan Hujan Sangat Hujan Lemah Hujan Normal Hujan Deras Hujan Sangat Tahun Lemah Deras Pengamatan Max Rata-rata 1,20 - 3,00 3,00 - 18,00 18,00 - 60,00 > 60,00 (mm/jam) (mm/jam) < 1,2 (mm/jam) (mm/jam) (mm/jam) (mm/jam) (mm/jam) 2003 Manggarai 264 16,36 17,40 18,06 41,37 18,46 4,71 Pasar Baru 152 11,50 20,30 15,49 48,76 12,93 2,52 2004 Manggarai 133 17,66 10,89 10,89 47,52 26,73 3,96 Pasar Baru 91 17,99 8,79 15,38 36,26 37,36 2,20 2005 Manggarai 191 17,48 10,69 16,52 43,80 24,74 4,25 Pasar Baru 84 12,80 22,21 11,69 45,22 18,11 2,76 2006 Manggarai 129 19,14 12,01 21,06 32,25 27,72 6,96 Pasar Baru 76 10,01 28,09 17,67 35,38 18,40 0,46 2007 Manggarai 153 21,47 17,30 15,23 30,77 28,54 8,17 Pasar Baru 238 17,92 20,04 13,90 36,93 25,03 4,10 Rata-rata 151,1 16,23 16,77 15,59 39,83 23,80 4,01
Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Sumber : Olahan dari data Balai Besar Wil. Sungai Ciliwung Cisadane, Dirjend. SDA. Dep. P.U. , Klasifikasi didasarkan pada klsifikasi menurut Suripin (2004)
Berdasarkan data pada Tabel 79 diperoleh data curah hujan jam-jaman ≤ 60 mm/jam sebesar 95,99% dan >60 mm/jam 4,01%, sehingga diambil intensitas curah hujan per jam maksimum sebesar 60 mm/jam sebagai dasar perhitungan koefisien resapan. Peta zona resapan dibuat berdasarkan peta sebaran laju resapan dari Dinas Pertambangan DKI Jakarta merupakan laju resapan akhir. Hasil perhitungan koefisien resapan disajikan pada Tabel 80. Tabel 80 Perhitungan Koefisien Resapan sesuai Zonasi Daerah Resapan di Wilayah DKI Jakarta Zonasi Daerah Resapan DKI Jakarta R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10 R11 R12 R13
Laju resapan Laju resapan Laju resapan Laju Curah Hujan Nilai C akhir akhir akhir / I (mm/jam) (cm/menit) (mm/jam) (m/thn) 1,750 1,625 1,375 1,125 0,875 0,750 0,625 0,450 0,400 0,350 0,250 0,150 0,100
1.050,00 975,00 825,00 675,00 525,00 450,00 375,00 270,00 240,00 210,00 150,00 90,00 60,00
9.198,00 8.541,00 7.227,00 5.913,00 4.599,00 3.942,00 3.285,00 2.365,20 2.102,40 1.839,60 1.314,00 788,40 525,60
60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00
17,50 16,25 13,75 11,25 8,75 7,50 6,25 4,50 4,00 3,50 2,50 1,50 1,00
Nilai C yang diambil 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
122
5.2.1.2 Zona Resapan dan Zona Muka Air Tanah di Wilayah DKI Jakarta Peta zona resapan dan zona muka air tanah di wilayah DKI Jakarta dibuat berdasarkan overlay dan digitasi dari peta digital peta muka air tanah dan peta sebaran laju resapan Dinas Pertambangan DKI Jakarta (2001). Zona resapan diwilayah DKI Jakarta terbagi menjadi 13 seperti terlihat pada Tabel 80 yaitu : •
R1 dengan laju resapan akhir 1,750 cm/menit
•
R2 dengan laju resapan akhir 1,625 cm/menit
•
R3 dengan laju resapan akhir 1,375 cm/menit
•
R4 dengan laju resapan akhir 1,125 cm/menit
•
R5 dengan laju resapan akhir 0,875 cm/menit
•
R6 dengan laju resapan akhir 0,750 cm/menit
•
R7 dengan laju resapan akhir 0,675 cm/menit
•
R8 dengan laju resapan akhir 0,450 cm/menit
•
R9 dengan laju resapan akhir 0,400 cm/menit
•
R10 dengan laju resapan akhir 0,350 cm/menit
•
R11 dengan laju resapan akhir 0,250 cm/menit
•
R12 dengan laju resapan akhir 0,150 cm/menit
•
R13 dengan laju resapan akhir 0,100 cm/menit
Zona muka air tanah di wilayah DKI Jakarta terbagi menjadi 4 seperti terlihat pada Tabel 48 terdahulu yaitu : •
Zona a kedalaman muka air tanah > 20 m
•
Zona b kedalaman muka air tanah 11 – 20 m
•
Zona c kedalaman muka air tanah 6 – 11 m
•
Zona d kedalaman muka air tanah 1 – 5 m
Pembagian zona resapan dan muka air tanah menjadi 52 zona yang terdiri dari zona R1 terbagi menjadi R1a (R1 dengan zona muka air tanah a), R1b (R1 dengan zona muka air tanah b), R1c (R1 dengan zona muka air tanah c), R1d (R1 dengan zona muka air tanah d) sampai dengan R13 terbagi menjadi R13a (R13 dengan zona muka air tanah a), R13b (R13 dengan zona muka air tanah b), R13c (R13 dengan zona muka air tanah c), R13d (R13 dengan zona muka air tanah d). Peta zona resapan dan zona muka air tanah di wilayah DKI Jakarta tertera pada Gambar 19 dan 20 terdahulu.
123
5.2.2 Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan Wilayah Jakarta Utara 5.2.2.1 Perhitungan Koefisien Resapan (C) Wilayah Jakarta Utara Berdasarkan data curah hujan jam-jaman di wilayah DKI Jakarta diketahui curah hujan jam-jaman ≤ 60 mm/jam sebesar 95,99% dan > 60 mm/jam 4,01%, sehingga diambil intensitas curah hujan per jam maksimum sebesar 60 mm/jam sebagai dasar perhitungan koefisien resapan. Hasil perhitungan koefisien resapan di Wilayah Jakarta Utara disajikan pada Tabel 81. Tabel 81 Perhitungan Koefisien Resapan sesuai Zonasi Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Utara No
Zona Resapan Jakarta Utara
Laju Resapan Akhir (cm/menit)
1 2 3 4 5 6
R8d R9d R10d R11d R12d R13d
0,45 0,4 0,35 0,25 0,15 0,1
Laju resapan akhir (mm/jam)
Laju Curah Hujan (mm/jam)
270,00 240,00 210,00 150,00 90,00 60,00
60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00
Nilai C
Nilai C yang diambil
4,5 4 3,5 2,5 1,5 1
1 1 1 1 1 1
5.2.2.2 Zona Resapan dan Zona Muka Air Tanah di Wilayah Jakarta Utara Peta zona resapan dan zona muka air tanah di Wilayah Jakarta Utara dibuat berdasarkan overlay dan digitasi dari peta digital peta muka air tanah dan peta sebaran laju resapan Dinas Pertambangan DKI Jakarta (2001). Zona muka air tanah di wilayah DKI Jakarta terbagi menjadi 4 seperti terlihat pada Tabel 48 terdahulu. Zona muka air tanah di Wilayah Jakarta Utara masuk zona potensial rendah yaitu kedalaman muka air tanah 1-5 m (Tabel 82). Peta zona resapan dan zona muka air tanah di Wilayah Jakarta Utara tertera pada Gambar 43. Luas masing-masing zona daerah resapan di wilayah Jakarta Utara tertera pada Tabel 83. Tabel 82 Zona Resapan dan Zona Muka Air Tanah di Wilayah Jakarta Utara No 1 2 3 4 5 6
Zona Resapan Jakarta Utara R8d R9d R10d R11d R12d R13d
Laju Resapan Akhir (cm/menit)
Muka Air Tanah (m)
0,45 0,4 0,35 0,25 0,15 0,1
1-5 1-5 1-5 1-5 1-5 1-5
124
Gambar 43
Peta Zona Resapan dan Zona Muka Air Tanah di Wilayah Jakarta Utara
Tabel 83 Luas Zona Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Utara No 1 2 3 4 5 6 Jakarta Utara
Zona Resapan R8d R9d R10d R11d R12d R13d
Jumlah Luas (ha) 1.185,70 2.016,84 1.099,74 1.427,19 2.739,85 5.486,22 13.955,56
Gambar 43 dan Tabel 83 menunjukkan bahwa zona R13d sebesar 5.486,22 ha (laju resapan resapan akhir 0,100 cm/detik dan kedalaman muka air tanah 1 – 5 m) memiliki luas terbesar dengan sebaran lokasi pada Kecamatan Penjaringan, Kecamatan Kelapa Gading dan Kecamatan Cilincing. Luas terkecil ditunjukkan oleh R10d sebesar 1.099,74 ha (laju resapan resapan akhir 0,35 cm/detik dan kedalaman muka air tanah 1 – 5 m) yang tersebar di Kecamatan Pademangan, Kecamatan Tanjung Priok, Kecamatan Cilincing dan Kecamatan Kelapa Gading.
125
Kecamatan Penjaringan terbagi atas 2 zona resapan yaitu R12d dan R13d, dimana luas terbesar pada zona R13d. Kecamatan Pademangan terdiri dari 6 zona resapan yaitu R8d, R9d, R10d, R11d, R12d dan R13d, luas terbesar didominasi oleh zona R12d. Kecamatan Tanjung Priok memiliki 6 zona resapan yaitu R8d, R9d, R10d, R11d, R12d dan R13d, luas terbesar didominasi oleh zona R8d dan R9d. Kecamatan Cilincing ada 6 zona resapan yaitu R8d, R9d, R10d, R11d, R12d dan R13d, luas terbesar pada zona R9d. Kecamatan Kelapa Gading memiliki 3 zona saja yaitu R11d, R12d dan R13d, luas terbesar didominasi oleh zona R12d dan R13d.Untuk wilayah Jakarta Utara semua zona resapan (zona resapan R8d, R9d, R10d, R11d, R12d dan R13d) memiliki kedalaman muka air tanah 1 – 5 m.
5.2.2.3 Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Utara Alokasi RTH potensial sebagai daerah resapan di wilayah Jakarta Utara didasarkan pada nilai laju resapan akhir, muka air tanah, kepadatan penduduk dan luas daerah terbuka yang ada di wilayah Jakarta Utara. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 84 dan Tabel 85. Tabel 84 Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan terhadap Muka Air Tanah dan Laju Resapan di Wilayah Jakarta Utara No
Zona Resapan Jakarta Utara
1 2 3 4 5 6
R9d R10d R11d R12d R13d R8d
Laju Muka Air Resapan Luas Lahan Tanah Akhir Terbuka (ha) (m) (cm/menit) 0,4 1-5 141,39 0,35 1-5 61,83 0,25 1-5 81,81 0,15 1-5 32,31 0,1 1-5 28,71 0,45 1-5 36,90
Zona Resapan Potensial
Keterangan
IV IV IV IV IV IV
Potensial Rendah Potensial Rendah Potensial Rendah Potensial Rendah Potensial Rendah Potensial Rendah
Tabel 85 Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan terhadap Kepadatan Penduduk di Wilayah Jakarta Utara KECAMATAN
Kepadatan Penduduk jiwa/ha
Zona Resapan Jakarta Utara
Pademangan
122,80
R8d
R9d
Penjaringan
50,17
R12d
R13d
R10d
R11d
R12d
R13d
60,01
R8d
R9d
R10d
R11d
R12d
R13d
Tanjung Priok
124,48
R8d
R9d
R10d
R11d
R12d
R13d
Kelapa Gading
66,36
R9d
R10d
R11d
R12d
R13d
Cilincing
126
Berdasarkan Tabel 84 maka daerah yang potensial untuk dijadikan daerah RTH di wilayah Jakarta Utara adalah daerah yang masih memiliki daerah terbuka, memiliki kepadatan menengah rendah (51 – 100 jiwa/ha) dan di daerah potensial sedang keatas (muka air tanah > 6 m) untuk wilayah Jakarta Utara tidak ada (Gambar 44).
Gambar 44
Alokasi RTH Potensial Sebagai Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Utara
5.2.3 Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan Wilayah Jakart Pusat 5.2.3.1 Perhitungan Koefisien Resapan (C) Wilayah Jakarta Pusat Berdasarkan data curah hujan jam-jaman di wilayah DKI Jakarta diketahui curah hujan jam-jaman ≤ 60 mm/jam sebesar 95,99% dan > 60 mm/jam 4,01%, sehingga diambil intensitas curah hujan per jam maksimum sebesar 60 mm/jam sebagai dasar perhitungan koefisien resapan. Hasil perhitungan koefisien resapan di Wilayah Jakarta Pusat disajikan pada Tabel 86.
127
Tabel 86 Perhitungan Koefisien Resapan sesuai Zonasi Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Pusat No
Zona Resapan Jakarta Pusat
Laju Resapan Akhir (cm/menit)
1 2 3 4 5 7 6 8 9 10 11 12
R6c R7c R7d R8c R8d R9c R9d R10c R10d R11d R12d R13d
0,75 0,625 0,625 0,45 0,45 0,4 0,4 0,35 0,35 0,25 0,15 0,1
Laju resapan akhir (mm/jam)
Laju Curah Hujan (mm/jam)
450,00 375,00 375,00 270,00 270,00 240,00 240,00 210,00 210,00 150,00 90,00 60,00
60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00
Nilai C
Nilai C yang diambil
7,5 6,25 6,25 4,5 4,5 4 4 3,5 3,5 2,5 1,5 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
5.2.3.2 Zona Resapan dan Zona Muka Air Tanah di Wilayah Jakarta Pusat Peta zona resapan dan zona muka air tanah di Wilayah Jakarta Pusat dibuat berdasarkan overlay dan digitasi dari peta digital peta muka air tanah dan peta sebaran laju resapan Dinas Pertambangan DKI Jakarta (2001). Zona muka air tanah di wilayah DKI Jakarta terbagi menjadi 4 seperti terlihat pada Tabel 48 terdahulu. Zona muka air tanah di Wilayah Jakarta Pusat masuk zona potensial sedang (c = 6-10 m) dan zona potensial rendah (d = 1-5 m) seperti terlihat pada Tabel 87. Peta zona resapan dan zona muka air tanah di Wilayah Jakarta Pusat tertera pada Gambar 45. Luas masing-masing zona daerah resapan di wilayah Jakarta Pusat tertera pada Tabel 88. Tabel 87 Zona Resapan dan Zona Muka Air Tanah di Wilayah Jakarta Pusat No 1 2 3 4 5 7 6 8 9 10 11 12
Zona Resapan Jakarta Pusat R6c R7c R8c R9c R10c R7d R8d R9d R10d R11d R12d R13d
Laju Resapan Akhir (cm/menit)
Muka Air Tanah (m)
0,75 0,625 0,45 0,4 0,35 0,625 0,45 0,4 0,35 0,25 0,15 0,1
6 - 10 6 - 10 6 - 10 6 - 10 6 - 10 1-5 1-5 1-5 1-5 1-5 1-5 1-5
128
Gambar 45
Peta Zona Resapan dan Zona Muka Air Tanah di Wilayah Jakarta Pusat
Tabel 88 Luas Zona Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Pusat No
Zona Resapan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
R6c R7c R7d R8c R8d R9c R9d R10c R10d R11d R12d R13d
Jakarta Pusat
Jumlah Luas (ha) 285,19 145,37 192,89 595,00 422,22 294,58 606,85 215,36 373,71 558,99 737,11 392,74 4.820,00
Gambar 45 dan Tabel 88 menunjukkan bahwa zona R12d sebesar 737,11 ha (laju resapan resapan akhir 0,150 cm/detik dan kedalaman muka air tanah 1 – 5 m) memiliki luas terbesar dengan sebaran lokasi pada Kecamatan Gambir, Kecamatan Sawah Besar, Kecamatan Kemayoran dan Kecamatan Cempaka Putih. Luas terkecil ditunjukkan oleh R7c sebesar 145,37 ha (laju resapan resapan akhir 0,625 cm/detik dan kedalaman muka air tanah 6 – 10 m) Kecamatan Tanah Abang.
yang berada di
129
Kecamatan Cempaka Putih terbagi atas 7 zona resapan yaitu R8c, R8d, R9c, R9d, R10d, R11d dan R12d, dimana luas terbesar pada zona R12d. Kecamatan Menteng terdiri dari 6 zona resapan yaitu R8c, R8d, R9c, R9d, R10c dan R10d, luas terbesar didominasi oleh zona R8c. Kecamatan Gambir memiliki 6 zona resapan yaitu
R9c, R10c, R10d, R11d, R12d dan R13d, luas terbesar
didominasi oleh zona R12d dan R13d. Kecamatan Sawah Besar ada 5 zona resapan yaitu R8d, R9d, R10d, R11d dan R12d, luas terbesar pada zona R11d. Kecamatan Kemayoran ada 6 zona resapan yaitu R8d, R9d, R10d, R11d, R12d dan R13d, luas terbesar pada zona R9d. Kecamatan Senen memiliki 7 zona yaitu R8c, R8d, R9c, R9d, R10c, R10d dan R11d, luas terbesar didominasi oleh zona R8c, R9c dan R10d. Kecamatan Tanah Abang ada 9 zona resapan yaitu R6c, R7c, R7d, R8c, R8d, R9c, R9d, R10d dan R11d, luas terbesar pada zona R6c, R7c, R7d dan R8d.
Untuk wilayah Jakarta Pusat sebagian besar zona resapan (pada
R7d, R8d, R9d, R10d, R11d, R12d dan R13d) memiliki kedalaman muka air tanah 1 – 5 m. Zona resapan yang memiliki kedalaman muka air tanah 6 - 10 m adalah zona resapan R6c, R7c, R8c, R9c dan R10c.
5.2.3.3 Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Pusat Alokasi RTH potensial sebagai daerah resapan di wilayah Jakarta Pusat didasarkan pada nilai laju resapan akhir, muka air tanah, kepadatan penduduk dan luas daerah terbuka yang ada di wilayah Jakarta Pusat. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 89 dan Tabel 90. Tabel 89 Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan terhadap Muka Air Tanah dan Laju Resapan di Wilayah Jakarta Pusat No
Zona Resapan Jakarta Pusat
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
R6c R7c R8c R9c R10c R7d R8d R9d R10d R11d R12d R13d
Laju Resapan Akhir (cm/menit) 0,75 0,625 0,45 0,4 0,35 0,625 0,45 0,4 0,35 0,25 0,15 0,1
Muka Air Luas Lahan Tanah Terbuka (ha) (m) 6 - 10 6 - 10 6 - 10 6 - 10 6 - 10 1-5 1-5 1-5 1-5 1-5 1-5 1-5
18,63 4,32 0,99 0,27 1,80 2,25 0,99 1,80 8,10 3,15 0,27
Zona Resapan Potensial
Keterangan
III III III III III IV IV IV IV IV IV IV
Potensial sedang Potensial sedang Potensial sedang Potensial sedang Potensial Rendah Potensial Rendah Potensial Rendah Potensial Rendah Potensial Rendah Potensial Rendah Potensial Rendah
130
Tabel 90 Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan terhadap Kepadatan Penduduk di Wilayah Jakarta Pusat Kecamatan
Kepadatan Penduduk jiwa/ha
Zona Resapan Jakarta Pusat
Sawah Besar
180,74
R8d
R9d
R10d
R11d
R12d
Kemayoran
268,30
R8d
R9d
R10d
R11d
R12d
Gambir
112,97
R9c
R10d
R10c
R11d
R12d
R13d
Cempaka Putih
166,54
R8d
R8c
R9d
R9c
R10d
R11d
R12d
Senen
237,99
R8d
R8c
R9d
R9c
R10d
R10c
R11d
Tanah Abang
130,75
R6c
R7d
R7c
R8d
R8c
R9d
R9c
119,69
R8d
R8c
R9d
R9c
R10d
R10c
Menteng
R13d R13d R10d
R11d
Berdasarkan Tabel 90 diketahui bahwa daerah yang potensial untuk dijadikan daerah RTH di wilayah Jakarta Pusat adalah daerah yang masih memiliki daerah terbuka, memiliki kepadatan menengah rendah (51 – 100 jiwa/ha) dan di daerah potensial sedang (muka air tanah 6 – 10 m) untuk wilayah Jakarta Pusat alokasi RTH potensial tidak ada (Gambar 46).
Gambar 46
Alokasi RTH Potensial Sebagai Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Pusat
131
5.2.4 Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan Wilayah Jakarta Barat 5.2.4.1 Perhitungan Koefisien Resapan (C) Wilayah Jakarta Barat Berdasarkan data curah hujan jam-jaman di wilayah DKI Jakarta diketahui curah hujan jam-jaman ≤ 60 mm/jam sebesar 95,99% dan > 60 mm/jam 4,01%, sehingga diambil intensitas curah hujan per jam maksimum sebesar 60 mm/jam sebagai dasar perhitungan koefisien resapan. Hasil perhitungan koefisien resapan di Wilayah Jakarta Barat disajikan pada Tabel 91. Tabel 91 Perhitungan Koefisien Resapan sesuai Zonasi Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Barat No
Zona Resapan Jakarta Barat
1 2 3 4 5 7 6 8 9 10 11 12 13 14 15 16
R6c R6d R7c R7d R8c R8d R9c R9d R10c R10d R11c R11d R12c R12d R13c R13d
Laju Resapan Akhir (cm/menit) 0,75 0,75 0,625 0,625 0,45 0,45 0,4 0,4 0,35 0,35 0,25 0,25 0,15 0,15 0,1 0,1
Laju resapan Laju Curah Hujan akhir (mm/jam) (mm/jam) 450,00 60,00 450,00 60,00 375,00 60,00 375,00 60,00 270,00 60,00 270,00 60,00 240,00 60,00 240,00 60,00 210,00 60,00 210,00 60,00 150,00 60,00 150,00 60,00 90,00 60,00 90,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00
Nilai C 7,5 7,5 6,25 6,25 4,5 4,5 4 4 3,5 3,5 2,5 2,5 1,5 1,5 1 1
Nilai C yang diambil 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
5.2.4.2 Zona Resapan dan Zona Muka Air Tanah di Wilayah Jakarta Barat Peta zona resapan dan zona muka air tanah di Wilayah Jakarta Barat dibuat berdasarkan overlay dan digitasi dari peta digital peta muka air tanah dan peta sebaran laju resapan Dinas Pertambangan DKI Jakarta (2001). Zona muka air tanah di wilayah DKI Jakarta terbagi menjadi 4 seperti terlihat pada Tabel 48 terdahulu. Zona muka air tanah di Wilayah Jakarta Barat masuk zona potensial sedang (c = 6-10 m) dan zona potensial rendah (d = 1-5 m) seperti terlihat pada Tabel 92. Peta zona resapan dan zona muka air tanah di Wilayah Jakarta Barat tertera pada Gambar 47. Luas masing-masing zona daerah resapan di wilayah Jakarta Barat tertera pada Tabel 93.
132
Tabel 92 Zona Resapan dan Zona Muka Air Tanah di Wilayah Jakarta Barat No
Zona Resapan Jakarta Barat
Laju Resapan Akhir (cm/menit)
Muka Air Tanah (m)
1 2 3 4 5 7 6 8 9 10 11 12 13 14 15 16
R6c R7c R8c R9c R10c R11c R12c R13c R6d R7d R8d R9d R10d R11d R12d R13d
0,75 0,625 0,45 0,4 0,35 0,25 0,15 0,1 0,75 0,625 0,45 0,4 0,35 0,25 0,15 0,1
6 - 10 6 - 10 6 - 10 6 - 10 6 - 10 6 - 10 6 - 10 6 - 10 1-5 1-5 1-5 1-5 1-5 1-5 1-5 1-5
Gambar 47
Peta Zona Resapan dan Zona Muka Air Tanah di Wilayah Jakarta Barat
133
Tabel 93 Luas Zona Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Barat No
Zona Resapan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
R6c R6d R7c R7d R8c R8d R9c R9d R10c R10d R11c R11d R12c R12d R13c R13d
Jakarta Barat
Jumlah Luas (ha) 110,59 447,65 471,51 1.111,49 147,48 474,78 152,03 895,16 248,83 1.420,76 196,23 1.418,82 368,36 1.852,57 761,08 2.741,65 12.819,00
Gambar 47 dan Tabel 93 menunjukkan bahwa zona R13d sebesar 2.741,65 ha (laju resapan resapan akhir 0,100 cm/detik dan kedalaman muka air tanah 1 – 5 m) memiliki luas terbesar dengan sebaran lokasi pada Kecamatan Kalideres, Kecamatan
Cengkareng, Kecamatan Tambora, Kecamatan Taman Sari,
Kecamatan Grogol Petamburan, Kecamatan Palmerah, Kecamatan Kebun Jeruk dan Kecamatan Kembangan. Luas terkecil ditunjukkan oleh R6c sebesar 110,59 ha (laju resapan resapan akhir 0,75 cm/detik dan kedalaman muka air tanah 6 – 10 m) yang tersebar di Kecamatan Cengkareng dan Kecamatan Kembangan. Kecamatan Kalideres terbagi atas 8 zona resapan yaitu R6d, R7d, R8d, R9d, R10d, R11d, R12d dan R13d, dimana luas terbesar pada zona R13d. Kecamatan Cengkareng terdiri dari 9 zona resapan yaitu R6c, R6d, R7d, R8d, R9d, R10d, R11d, R12d dan R13d, luas terbesar didominasi oleh zona R10d. Kecamatan Kembangan memiliki 13 zona resapan yaitu R6c, R6d, R7c, R7d, R8c, R8d, R9c, R9d, R10c, R10d, R11c, R12c dan R13c, luas terbesar didominasi oleh zona R7c dan R7d. Kecamatan Kebun Jeruk ada 13 zona resapan yaitu R7d, R8c, R8d, R9c, R9d, R10c, R10d, R11c, R11d, R12c, R12d, R13c dan R13d, luas terbesar pada zona R13c. Kecamatan Palmerah ada 12 zona resapan yaitu R8c,
134
R8d, R9c, R9d, R10c, R10d, R11c, R11d, R12c, R12d, R13c dan R13d, luas terbesar pada zona R13d. Kecamatan Grogol Petamburan memiliki 4 zona yaitu R10d, R11d, R12d dan R13d, luas terbesar didominasi oleh zona R11d dan R12d. Kecamatan Tambora hanya memiliki 2 zona resapan saja yaitu R12d dan R13d, luas terbesar pada zona R12d. Dan Kecamatan Taman Sari memiliki 3 zona resapan yaitu R11d, R12d dan R13d, luas terbesar pada zona R12d. Untuk wilayah Jakarta Barat sebagian besar zona resapan (pada R6d, R7d, R8d, R9d, R10d, R11d, R12d dan R13d) memiliki kedalaman muka air tanah 1 – 5 m. Zona resapan yang memiliki kedalaman muka air tanah 6 - 10 m adalah zona resapan R6c, R7c, R8c, R9c, R10c, R11c, R12c dan R13c.
5.2.4.3 Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Barat Alokasi RTH potensial sebagai daerah resapan di wilayah Jakarta Barat didasarkan pada nilai laju resapan akhir, muka air tanah, kepadatan penduduk dan luas daerah terbuka yang ada di wilayah Jakarta Barat. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 94 dan Tabel 95. Tabel 94 Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan terhadap Muka Air Tanah dan Laju Resapan di Wilayah Jakarta Barat No
Zona Resapan Jakarta Barat
1 2 3 4 5 7 6 8 9 10 11 12 13 14 15 16
R7c R6c R8c R9c R10c R11c R12c R13c R6d R7d R8d R9d R10d R11d R12d R13d
Laju Muka Air Luas Lahan Resapan Tanah Terbuka (ha) Akhir (m) (cm/menit) 0,625 6 - 10 18,63 0,75 6 - 10 2,79 0,45 6 - 10 10,71 0,4 6 - 10 9,54 0,35 6 - 10 36,09 0,25 6 - 10 29,70 0,15 6 - 10 18,18 0,1 6 - 10 9,72 0,75 1-5 19,71 0,625 1-5 31,32 0,45 1-5 9,72 0,4 1-5 18,63 0,35 1-5 31,77 0,25 1-5 24,12 0,15 1-5 21,87 0,1 1-5 80,73
Zona Resapan Potensial
Keterangan
III III III III III III III III IV IV IV IV IV IV IV IV
Potensial sedang Potensial sedang Potensial sedang Potensial sedang Potensial sedang Potensial sedang Potensial sedang Potensial sedang Potensial Rendah Potensial Rendah Potensial Rendah Potensial Rendah Potensial Rendah Potensial Rendah Potensial Rendah Potensial Rendah
135
Tabel 95 Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan terhadap Kepadatan Penduduk di Wilayah Jakarta Barat Kepadatan Penduduk jiwa/ha
Kecamatan
Zona Resapan Jakarta Barat
Kalideres
60,76
R6d
R7d
R8d
R9d
R10d
R11d
R12d
R13d
Cengkareng
76,28
R6c
R6d
R7d
R8d
R9d
R10d
R11d
R12d
R13d
Taman Sari
356,79 R11d R12d R13d
Tambora
491,41 R12d R13d
Grogol Petamburan
193,10 R10d R11d R12d R13d
Kembangan
58,33
R6c
R6d
R7d
R7c
R8d
R8c
R9d
R9c
R10d
R10c
R11c
R12c
R13c
Kebun Jeruk
111,74
R7d
R8d
R8c
R9d
R9c
R10d
R10c
R11d
R11c
R12d
R12c
R13d
R13c
Palmerah
251,74
R8d
R8c
R9d
R9c
R10d
R10c
R11d
R11c
R12d
R12c
R13d
R13c
Berdasarkan Tabel 95 diketahui bahwa daerah yang potensial untuk dijadikan daerah RTH di wilayah Jakarta Barat adalah daerah yang masih memiliki daerah terbuka, memiliki kepadatan menengah rendah (51 – 100 jiwa/ha) dan di daerah potensial sedang (muka air tanah 6 – 10 m) yaitu di daerah (Gambar 48) : •
Cengkareng pada zona R6c
•
Kembangan pada zona R6c, R7c, R8c, R9c, R10c, R11c, R12c, R13c
Gambar 48
Alokasi RTH Potensial Sebagai Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Barat
136
5.2.5 Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan Wilayah Jakarta Selatan 5.2.5.1 Perhitungan Koefisien Resapan (C) Wilayah Jakarta Selatan Berdasarkan data curah hujan jam-jaman di wilayah DKI Jakarta diketahui curah hujan jam-jaman ≤ 60 mm/jam sebesar 95,99% dan > 60 mm/jam 4,01%, sehingga diambil intensitas curah hujan per jam maksimum sebesar 60 mm/jam sebagai dasar perhitungan koefisien resapan. Hasil perhitungan koefisien resapan di Wilayah Jakarta Selatan disajikan pada Tabel 96. Tabel 96 Perhitungan Koefisien Resapan sesuai Zonasi Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Selatan No
Zona Resapan Jakarta Selatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
R1a R2a R3a R4a R5a R6b R6c R6a R7b R7c R7d R7a R8a R8b R8c R8d R9a R9b R9c R9d R10a R10b R10c R10d R11a R11b R11c R12a R12b R12c R13a R13b R13c
Laju Resapan Akhir (cm/menit) 1,75 1,625 1,375 1,125 0,875 0,75 0,75 0,75 0,625 0,625 0,625 0,625 0,45 0,45 0,45 0,45 0,4 0,4 0,4 0,4 0,35 0,35 0,35 0,35 0,25 0,25 0,25 0,15 0,15 0,15 0,1 0,1 0,1
Laju resapan akhir (mm/jam) 1.050,00 975,00 825,00 675,00 525,00 450,00 450,00 450,00 375,00 375,00 375,00 375,00 270,00 270,00 270,00 270,00 240,00 240,00 240,00 240,00 210,00 210,00 210,00 210,00 150,00 150,00 150,00 90,00 90,00 90,00 60,00 60,00 60,00
Laju Curah Hujan (mm/jam) 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00
Nilai C 17,5 16,25 13,75 11,25 8,75 7,5 7,5 7,5 6,25 6,25 6,25 6,25 4,5 4,5 4,5 4,5 4 4 4 4 3,5 3,5 3,5 3,5 2,5 2,5 2,5 1,5 1,5 1,5 1 1 1
Nilai C yang diambil 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
137
5.2.5.2 Zona Resapan dan Zona Muka Air Tanah di Wilayah Jakarta Selatan Peta zona resapan dan zona muka air tanah di Wilayah Jakarta Selatan dibuat berdasarkan overlay dan digitasi dari peta digital peta muka air tanah dan peta sebaran laju resapan Dinas Pertambangan DKI Jakarta (2001). Zona muka air tanah di wilayah DKI Jakarta terbagi menjadi 4 seperti terlihat pada Tabel 48 terdahulu. Zona muka air tanah di Wilayah Jakarta Selatan masuk sangat potensial (a = >20 m), potensial (b = 11-20 m), zona potensial sedang (c = 6-10 m) dan zona potensial rendah (d = 1-5 m) seperti terlihat pada Tabel 97. Peta zona resapan dan zona muka air tanah di Wilayah Jakarta Selatan tertera pada Gambar 49. Luas masing-masing zona daerah resapan di wilayah Jakarta Selatan tertera pada Tabel 98. Tabel 97 Zona Resapan dan Zona Muka Air Tanah di Wilayah Jakarta Selatan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Zona Resapan Jakarta Selatan R1a R2a R3a R4a R5a R6a R7a R8a R9a R10a R11a R12a R13a R6b R7b R8b R9b R10b R11b R12b R13b R6c R7c R8c R9c R10c R11c R12c R13c R7d R8d R9d R10d
Laju Resapan Akhir (cm/menit)
Muka Air Tanah (m)
1,75 1,625 1,375 1,125 0,875 0,75 0,625 0,45 0,4 0,35 0,25 0,15 0,1 0,75 0,625 0,45 0,4 0,35 0,25 0,15 0,1 0,75 0,625 0,45 0,4 0,35 0,25 0,15 0,1 0,625 0,45 0,4 0,35
> 20 > 20 > 20 > 20 > 20 > 20 > 20 > 20 > 20 > 20 > 20 > 20 > 20 11 - 20 11 - 20 11 - 20 11 - 20 11 - 20 11 - 20 11 - 20 11 - 20 6 - 10 6 - 10 6 - 10 6 - 10 6 - 10 6 - 10 6 - 10 6 - 10 1-5 1-5 1-5 1-5
138
Tabel 98 Luas Zona Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Selatan No
Zona Resapan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
R1a R2a R3a R4a R5a R6a R6b R6c R7a R7b R7c R7d R8a R8b R8c R8d R9a R9b R9c R9d R10a R10b R10c R10d R11a R11b R11c R12a R12b R12c R13a R13b R13c
Jakarta Selatan
Jumlah Luas (ha) 251,96 165,22 176,80 283,91 169,00 809,42 726,56 178,92 981,46 927,54 730,60 19,01 747,32 425,94 184,84 131,65 638,24 327,78 189,61 35,53 1.269,80 380,93 217,32 7,97 908,26 758,57 435,87 588,58 329,32 772,32 467,04 11,79 323,95 14.573,00
139
Gambar 49
Peta Zona Resapan dan Zona Muka Air Tanah di Wilayah Jakarta Selatan
Tabel 98 dan Gambar 49 menunjukkan bahwa zona R10a sebesar 1.269,80 ha (laju resapan resapan akhir 0,35 cm/detik dan kedalaman muka air tanah > 20 m) memiliki luas terbesar dengan sebaran lokasi pada Kecamatan Pesanggrahan, Kecamatan Kebayoran Lama, Kecamatan Cilandak, Kecamatan Pasarminggu dan Kecamatan Jagakarsa. Luas terkecil ditunjukkan oleh R10d sebesar 7,97 ha (laju resapan resapan akhir 0,35 cm/detik dan kedalaman muka air tanah 1 – 5 m) yang berada di Kecamatan Setiabudi. Kecamatan Pesanggrahan terbagi atas 10 zona resapan yaitu R10a, R10b, R10c, R11a, R11b, R11c, R12b, R12c, R13b dan R13c, dimana luas terbesar pada zona R12c. Kecamatan Kebayoran Lama terdiri dari 18 zona resapan yaitu R6c, R7a, R7b, R7c, R8a, R8b, R8c, R9a, R9b, R9c, R10a, R10b, R10c, R11a, R11b, R11c, R12c dan R13c, luas terbesar didominasi oleh zona R10a. Kecamatan Kebayoran Baru terdiri dari 14 zona resapan yaitu R6a, R6b, R6c, R7a, R7b, R7c, R8b, R8c, R9b, R9c, R10b, R10c, R11b dan R11c, luas terbesar didominasi oleh zona R7c. Kecamatan Cilandak memiliki 9 zona resapan yaitu R6a, R7a, R7b, R8a, R9a, R10a, R11a, R12a dan R13a, luas terbesar didominasi oleh zona R7a,
140
R11a dan R13a. Kecamatan Setiabudi ada 16 zona resapan yaitu R6c, R7c, R7d, R8b, R8c, R8d, R9b, R9c, R9d, R10b, R10c, R10d, R11b, R11c, R12b dan R12c, luas terbesar pada zona R8d. Kecamatan Pasarminggu ada 15 zona resapan yaitu R1a, R2a, R3a, R4a, R5a, R6a, R6b, R7a, R7b, R8a, R9a, R10a, R11a, R12a dan R13a, luas terbesar pada zona R7a dan R7b. Kecamatan Jagakarsa ada 13 zona resapan yaitu R1a, R2a, R3a, R4a, R5a, R6a, R7a, R8a, R9a, R10a, R11a, R12a dan R13a, luas terbesar pada zona R6a, R8a dan R9a. Kecamatan Mampang Prapatan memiliki 7 zona yaitu R6a, R6b, R7b, R7c, R8b, R8c, dan R9b, luas terbesar didominasi oleh zona R6b. Kecamatan Pancoran hanya memiliki 4 zona resapan saja yaitu R6b, R7b, R8b dan R9b, luas terbesar pada zona R7b. Dan Kecamatan Tebet memiliki 9 zona resapan yaitu R7b, R8b, R9b, R10b, R10c, R11b, R11c, R12b dan R12c, luas terbesar pada zona R12b. Untuk wilayah Jakarta Selatan sebagian besar zona resapan (pada R1a, R2a, R3a, R4a, R5a, R6a, R7a, R8a, R9a, R10a, R11a, R12a dan R13a) memiliki kedalaman muka air tanah > 20 m. Urutan kedua zona resapan yang memiliki kedalaman muka air tanah 11 – 20 m pada zona resapan R6b, R7b, R8b, R9b, R10b, R11b, R12b dan R13b. Urutan ketiga zona resapan yang memiliki kedalaman muka air tanah 6 – 10 m pada zona resapan R6c, R7c, R8c, R9c, R10c, R11c, R12c dan R13c. Urutan keempat zona resapan yang memiliki kedalaman muka air tanah 1 - 5 m adalah zona resapan R7d, R8d, R9d dan R10d.
5.2.5.3 Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Selatan Alokasi RTH potensial sebagai daerah resapan di wilayah Jakarta Selatan didasarkan pada nilai laju resapan akhir, muka air tanah, kepadatan penduduk dan luas daerah terbuka yang ada di wilayah Jakarta Selatan. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 99 dan Tabel 100.
141
Tabel 99 Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan terhadap Muka Air Tanah dan Laju Resapan di Wilayah Jakarta Selatan No
Zona Resapan Jakarta Selatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
R1a R2a R4a R5a R8a R9a R6a R7a R10a R11a R12a R3a R13a R7b R8b R9b R10b R11b R12b R13b R6b R6c R7c R8c R9c R13c R11c R10c R12c R7d R8d R9d R10d
Laju Resapan Muka Air Luas Lahan Akhir (cm/menit) Tanah (m) Terbuka (ha) 1,75 1,625 1,125 0,875 0,75 0,625 0,45 0,4 0,35 0,25 0,15 1,375 0,1 0,625 0,45 0,4 0,35 0,25 0,15 0,1 0,75 0,75 0,625 0,45 0,4 0,1 0,25 0,35 0,15 0,625 0,45 0,4 0,35
> 20 > 20 > 20 > 20 > 20 > 20 > 20 > 20 > 20 > 20 > 20 > 20 > 20 11 - 20 11 - 20 11 - 20 11 - 20 11 - 20 11 - 20 11 - 20 11 - 20 6 - 10 6 - 10 6 - 10 6 - 10 6 - 10 6 - 10 6 - 10 6 - 10 1-5 1-5 1-5 1-5
6,03 3,06 25,11 3,87 31,59 5,22 18,00 13,86 4,05 3,06 5,13 28,35 5,22 7,38 8,28 8,01 13,23 0,54 2,88 0,09 24,66 0,45 37,53 24,75 7,83 20,34 6,21 10,26 7,92 5,49
Zona Resapan Potensial I I I I I I I I I I I I I II II II II II II II II III III III III III III III III IV IV IV IV
Keterangan Sangat Potensial Sangat Potensial Sangat Potensial Sangat Potensial Sangat Potensial Sangat Potensial Sangat Potensial Sangat Potensial Sangat Potensial Sangat Potensial Sangat Potensial Potensial Potensial Potensial Potensial Potensial Potensial Potensial Potensial Sedang Potensial Sedang Potensial Sedang Potensial Sedang Potensial Sedang Potensial Sedang Potensial Sedang Potensial Sedang Potensial Rendah Potensial Rendah Potensial Rendah Potensial Rendah
Tabel 100 Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan terhadap Kepadatan Penduduk di Wilayah Jakarta Selatan Kecamatan
Kepadatan Penduduk jiwa/ha
Zona Resapan Jakarta Selatan
Kebayoran Lama
124,44 R6c R7c R7d R8b R8c R8d R9b R9c R9d R10b R10c R10d R11b R11c R12b R12c 117,46 R6c R7a R7b R7c R8a R8b R8c R9a R9b R9c R10a R10b R10c R11a R11b R11c R12a R12c R13c
Tebet
264,08 R7b R8b R9b R10b R10c R11b R11c R12b R12c
Kebayoran Baru
111,61 R6c R6b R6a R7a R7c R7b R8c R8b R9c R9b R10c R10b R11c R11b
Pesanggrahan Mampang Prapatan
114,80 R10a R11a R11b R11c R12b R12c R13b R13c 134,20 R6c R6b R6a R7c R7b R8c R8b R9b
Pancoran
143,31 R6b R7b R8b R9b
Pasar minggu
113,80 R1a R2a R3a R4a R5a R6b R6a
Setiabudi
R7a
R7b
R8a
R9a R10a R11a R12a R13a
Cilandak
84,19 R6a R7a R7b R8a R9a R10a R11a R12a R13a
Jagakarsa
88,77 R1a R2a R3a R4a R5a R6a R7a R8a R9a R10a R11a R12a R13a
142
Berdasarkan Tabel 100 diketahui bahwa daerah yang potensial untuk dijadikan daerah RTH di wilayah Jakarta Selatan adalah daerah yang masih memiliki daerah terbuka, memiliki kepadatan menengah rendah (51 – 100 jiwa/ha) dan di daerah potensial sedang (muka air tanah 6 – 10 m) sampai dengan potensial tinggi (muka air tanah > 20 m) yaitu di daerah (Gambar 50): •
Jagakarsa pada zona R1a, R2a, R4a, R5a, R6a, R7a, R8a, R9a, R10a, R11a, R12a, R13a.
•
Cilandak pada zona R6a, R7a, R7b,R8a, R9a, R10a, R11a, R12a, 13a.
Gambar 50
Alokasi RTH Potensial Sebagai Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Selatan
5.2.6 Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan Wilayah Jakarta Timur 5.2.6.1 Perhitungan Koefisien Resapan (C) Wilayah Jakarta Timur Berdasarkan data curah hujan jam-jaman di wilayah DKI Jakarta diketahui curah hujan jam-jaman ≤ 60 mm/jam sebesar 95,99% dan > 60 mm/jam 4,01%,
143
sehingga diambil intensitas curah hujan per jam maksimum sebesar 60 mm/jam sebagai dasar perhitungan koefisien resapan. Hasil perhitungan koefisien resapan di Wilayah Jakarta Timur disajikan pada Tabel 101. Tabel 101 Perhitungan Koefisien Resapan sesuai Zonasi Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Timur No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Zona Resapan Jakarta Laju Resapan Laju resapan Laju Curah Timur Akhir (cm/menit) akhir (mm/jam) Hujan (mm/jam) R1a R2a R3a R4a R5a R6a R6b R6c R7a R7b R7c R8a R8b R8c R9a R9b R9c R9d R10a R10b R10c R10d R11a R11b R11c R11d R12a R12b R12c R12d R13a
1,75 1,625 1,375 1,125 0,875 0,75 0,75 0,75 0,625 0,625 0,625 0,45 0,45 0,45 0,4 0,4 0,4 0,4 0,35 0,35 0,35 0,35 0,25 0,25 0,25 0,25 0,15 0,15 0,15 0,15 0,1
1.050,00 975,00 825,00 675,00 525,00 450,00 450,00 450,00 375,00 375,00 375,00 270,00 270,00 270,00 240,00 240,00 240,00 240,00 210,00 210,00 210,00 210,00 150,00 150,00 150,00 150,00 90,00 90,00 90,00 90,00 60,00
60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00 60,00
Nilai C
Nilai C yang diambil
17,5 16,25 13,75 11,25 8,75 7,5 7,5 7,5 6,25 6,25 6,25 4,5 4,5 4,5 4 4 4 4 3,5 3,5 3,5 3,5 2,5 2,5 2,5 2,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
5.2.6.2 Zona Resapan dan Zona Muka Air Tanah di Wilayah Jakarta Timur Peta zona resapan dan zona muka air tanah di Wilayah Jakarta Timur dibuat berdasarkan overlay dan digitasi dari peta digital peta muka air tanah dan peta sebaran laju resapan Dinas Pertambangan DKI Jakarta (2001). Zona muka air tanah di wilayah DKI Jakarta terbagi menjadi 4 seperti terlihat pada Tabel 48 terdahulu. Zona muka air tanah di Wilayah Jakarta Timur masuk sangat potensial (a = >20 m), potensial (b = 11-20 m), zona potensial sedang (c = 6-10 m) dan
144
zona potensial rendah (d = 1-5 m) seperti terlihat pada Tabel 102. Peta zona resapan dan zona muka air tanah di Wilayah Jakarta Timur tertera pada Gambar 51. Luas masing-masing zona daerah resapan di wilayah Jakarta Timur tertera pada Tabel 103. Tabel 102 Zona Resapan dan Zona Muka Air Tanah di Wilayah Jakarta Timur No
Zona Resapan Jakrta Timur
Laju Resapan Akhir (cm/menit)
Muka Air Tanah (m)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
R1a R2a R3a R4a R5a R6a R7a R8a R9a R10a R11a R12a R13a R6b R7b R8b R9b R10b R11b R12b R6c R7c R8c R9c R10c R11c R12c R9d R10d R11d R12d
1,75 1,625 1,375 1,125 0,875 0,75 0,625 0,45 0,4 0,35 0,25 0,15 0,1 0,75 0,625 0,45 0,4 0,35 0,25 0,15 0,75 0,625 0,45 0,4 0,35 0,25 0,15 0,4 0,35 0,25 0,15
> 20 > 20 > 20 > 20 > 20 > 20 > 20 > 20 > 20 > 20 > 20 > 20 > 20 11 - 20 11 - 20 11 - 20 11 - 20 11 - 20 11 - 20 11 - 20 6 - 10 6 - 10 6 - 10 6 - 10 6 - 10 6 - 10 6 - 10 1-5 1-5 1-5 1-5
145
Tabel 103 Luas Zona Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Timur No
Zona Resapan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
R1a R2a R3a R4a R5a R6a R6b R6c R7a R7b R7c R8a R8b R8c R9a R9b R9c R9d R10a R10b R10c R10d R11a R11b R11c R11d R12a R12b R12c R12d R13a
Jakarta Timur
Jumlah Luas (ha) 31,55 35,13 58,22 73,40 29,25 56,93 62,46 167,94 1.369,92 568,04 1.003,88 727,24 257,68 246,88 719,62 955,18 374,29 230,18 873,17 408,54 476,73 662,27 502,13 447,13 914,16 796,36 2.235,83 846,60 1.592,83 1.523,83 527,65 18.775,00
146
Gambar 51
Peta Zona Resapan dan Zona Muka Air Tanah di Wilayah Jakarta Timur
Tabel 103 dan Gambar 51 menunjukkan bahwa zona R12a sebesar 2.235,83 ha (laju resapan resapan akhir 0,15 cm/detik dan kedalaman muka air tanah > 20 m) memiliki luas terbesar dengan sebaran lokasi pada Kecamatan Cipayung, Kecamatan Ciracas, Kecamatan Pasar Rebo, Kecamatan Kramat Jati dan Kecamatan Makasar. Luas terkecil ditunjukkan oleh R5a sebesar 29,25 ha (laju resapan resapan akhir 0,875 cm/detik dan kedalaman muka air tanah > 20 m) yang berada di Kecamatan Pasar Rebo. Kecamatan Jatinegara terbagi atas 12 zona resapan yaitu R7b, R7c, R8b, R8c, R9b, R9c, R10b, R10c, R11b, R11c, R12b dan R12c, dimana luas terbesar pada zona R7c. Kecamatan Duren Sawit terdiri dari 14 zona resapan yaitu R6b, R6c, R7b, R7c, R8b, R8c, R9b, R9c, R10b, R10c, R11b, R11c, R12b dan R12c, luas terbesar didominasi oleh zona R7c dan 12b. Kecamatan Cakung terdiri dari 16 zona resapan yaitu R6c, R7b, R7c, R8b, R8c, R9b, R9c, R9d, R10b, R10c, R10d, R11b, R11c, R11d, R12c dan R12d, luas terbesar didominasi oleh zona R10d, R11d dan R12d. Kecamatan Kramat Jati memiliki 9 zona resapan yaitu
147
R7a, R7b, R8a, R8b, R9a, R9b, R10a, R11a dan R12a, luas terbesar didominasi oleh zona R7a dan R7b. Kecamatan Makasar ada 14 zona resapan yaitu R7a, R7b, R7c, R8a, R8b, R8c, R9a, R9b, R10a, R10b, R11a, R11b, R12a dan R12b, luas terbesar pada zona R9b. Kecamatan Pasar Rebo ada 13 zona resapan yaitu R1a, R2a, R3a, R4a, R5a, R6a, R7a, R8a, R9a, R10a, R11a, R12a dan R13a, luas terbesar pada zona R7a. Kecamatan Cipayung ada 9 zona resapan yaitu R7a, R8a, R9a, R10a, R11a, R11b, R12a, R12b dan R13a, luas terbesar pada zona R12a. Kecamatan Ciracas memiliki 7 zona yaitu R7a, R8a, R9a, R10a, R11a, R12a, dan R13a, luas terbesar didominasi oleh zona R7a. Kecamatan Pulogadung hanya memiliki 4 zona resapan saja yaitu R11c, R11d, R12c dan R12d, luas terbesar pada zona R12d. Dan Kecamatan Matraman memiliki 6 zona resapan yaitu R9c, R10c, R10d, R11c, R11d R12c, luas terbesar pada zona R12c. Untuk wilayah Jakarta Timur sebagian besar zona resapan (pada R1a, R2a, R3a, R4a, R5a, R6a, R7a, R8a, R9a, R10a, R11a, R12a dan R13a) memiliki kedalaman muka air tanah > 20 m. Urutan kedua zona resapan yang memiliki kedalaman muka air tanah 6 – 10 m pada zona resapan R6c, R7c, R8c, R9c, R10c, R11c dan R12c. Urutan ketiga zona resapan yang memiliki kedalaman muka air tanah 11 – 20 m pada zona resapan R6b, R7b, R8b, R9b, R10b, R11b dan R12b. Urutan keempat zona resapan yang memiliki kedalaman muka air tanah 1 - 5 m adalah zona resapan R9d, R10d, R11d dan R12d.
5.2.6.3 Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Timur Alokasi RTH potensial sebagai daerah resapan di wilayah Jakarta Timur didasarkan pada nilai laju resapan akhir, muka air tanah, kepadatan penduduk dan luas daerah terbuka yang ada di wilayah Jakarta Timur. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 104 dan Tabel 105. Berdasarkan Tabel 105 maka daerah yang potensial untuk dijadikan daerah RTH di wilayah Jakarta Timur adalah daerah yang masih memiliki daerah terbuka, memiliki kepadatan menengah rendah (51 – 100 jiwa/ha) dan di daerah potensial sedang (muka air tanah 6 – 10 m) sampai dengan potensial tinggi (muka air tanah > 20 m) yaitu di daerah (Gambar 52):
148
•
Cakung pada zona R6c, R6b, R7c, R7b, R8c, R8b, R9c, R9b, R10c, R10b, R11c, R11b, R12c, R12b
•
Makasar pada zona R7a, R7c, R7b, R8a, R8c, R8b, R9a, R9b, R10b, R10a, R11b, R11a, R12b, R12a, R13a
•
Cipayung pada zona R7a, R8a, R9a, R10b, R10a, R11b, R11a, R12b, R12a, R13a.
Tabel 104 Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan terhadap Muka Air Tanah dan Laju Resapan di Wilayah Jakarta Timur No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Zona Resapan Jakarta Timur R13a R1a R2a R3a R4a R5a R6a R7a R8a R9a R10a R11a R12a R6b R7b R8b R9b R10b R11b R12b R6c R8c R7c R10c R11c R12c R9c R12d R9d R10d R11d
Laju Muka Air Resapan Luas Lahan Tanah Akhir Terbuka (ha) (m) (cm/menit) 0,1 > 20 4,95 1,75 > 20 0,27 1,625 > 20 28,35 1,375 > 20 66,87 1,125 > 20 3,87 0,875 > 20 31,95 0,75 > 20 34,56 0,625 > 20 122,04 0,45 > 20 12,60 0,4 > 20 79,20 0,35 > 20 3,06 0,25 > 20 42,57 0,15 > 20 4,05 0,75 11 - 20 5,58 0,625 11 - 20 37,71 0,45 11 - 20 119,25 0,4 11 - 20 28,80 0,35 11 - 20 2,52 0,25 11 - 20 1,17 0,15 11 - 20 28,53 0,75 6 - 10 28,89 0,45 6 - 10 25,38 0,625 6 - 10 27,72 0,35 6 - 10 4,77 0,25 6 - 10 1,08 0,15 6 - 10 12,60 0,4 6 - 10 22,77 0,15 1-5 3,42 0,4 1-5 20,79 0,35 1-5 3,96 0,25 1-5 4,59
Zona Resapan Potensial
Keterangan
I I I I I I I I I I I I I II II II II II II II III III III III III III III IV IV IV IV
Sangat Potensial Sangat Potensial Sangat Potensial Sangat Potensial Sangat Potensial Sangat Potensial Sangat Potensial Sangat Potensial Sangat Potensial Sangat Potensial Sangat Potensial Sangat Potensial Sangat Potensial Potensial Potensial Potensial Potensial Potensial Potensial Potensial Potensial Sedang Potensial Sedang Potensial Sedang Potensial Sedang Potensial Sedang Potensial Sedang Potensial Sedang Potensial Rendah Potensial Rendah Potensial Rendah Potensial Rendah
149
Tabel 105 Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan terhadap Kepadatan Penduduk di Wilayah Jakarta Timur Kecamatan
Kepadatan Penduduk (jiwa/ha)
Zona Resapan Jakarta Timur
52,74 R6c R6b R7c R7b R8c R8b R9d R9c R9b R10d R10c R10b R11d R11c R11b R12d R12c R12b
Cakung Pulogadung
179,06 R10c R11d R11c R12d R12c
Matraman
399,38 R9d R9c R10d R10c R11d R11c R12c
Jatinegara
247,84 R7c R7b R8c R8b R9c R9b R10c R10b R11c R11b R12c R12b
Durensawit
139,41 R6c R6b R7c R7b R8c R8b R9c R9b R10c R10b R11c R11b R12c R12b
Makassar
81,79 R7a R7c R7b R8a R8c R8b R9a R9b R10b R10a R11b R11a R12b R12a
Kramat Jati
153,06 R7a R7b R8a R8b R9a R9b R10a R11a R12a
Cipayung
44,65 R7a R8a R9a R10b R10a R11b R11a R12b R12a R13a
Ciracas
124,88 R7a R8a R9a R10a R11a R12a R13a
Pasar Rebo
122,22 R1a R2a R3a R4a R5a R6a R7a R8a R9a R10a R11a R12a R13a
Gambar 52
5.3
Alokasi RTH Potensial Sebagai Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Timur
Model Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan
5.3.1 Model Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan Wilayah Jakarta Utara Model Dinamik Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Utara dibuat dengan memperhitungkan kebutuhan air domestik untuk 10
150
tahun yaitu tahun 2006 – 2016 dengan kebutuhan air perkapita adalah sebesar 150 liter/hari/jiwa atau 54,75 m3/tahun/jiwa. Air tanah untuk memenuhi kebutuhan air domestik diperoleh dari RTH (tahun 2006), RTH rencana, potensi lain yang berasal dari danau atau situ yang berada di wilayah Jakarta Utara dan dengan memperhitungkan juga pasokan PAM di wilayah Jakarta Utara sebagai pengurang kebutuhan air tanah. Dengan Stella Research 8 disusun Model Dinamik Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Utara seperti terlihat pada Gambar 53 dan Lampiran 1. K9d K8d
R8d
K10d K11d
R9d
K12d
Table 1
R10d K13d R11d R12d
Kekrgn JakPus RTH Renc
R13d
Kekrgn JakSel
Kekrgn JakTimKekrgn JakBar
C Crh Hjn Utara
JakPus% Pasokan ke Wil lain JakBar%
Pasokan PAM
Kebut Air Domestik PAM Vol PAM
RTH y g Ada
JakSel%
VOL Kbth Kekurangan JAKUT
d9d
f 8d f 9d f 13d
d8d d10d
Kebth air perkapita
Laju PAM
JakTim%
f 10d f 12d
d13d d11d d12d
Pertbhn Pendd
f 11d
Penduduk Laju Pertumbh Pendd
Potensi Lain
Luas DanauSitu
Gambar 53
Model Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai Daerah Resapan Wilayah Jakarta Utara
151
Hasil perhitungan dari model diatas diperoleh hasil sebagai berikut : a) Jumlah penduduk Jakarta Utara selama 10 tahun (2006-2016) b) Jumlah kebutuhan air domestik penduduk Jakarta Utara selama 10 tahun (2006-2016) c) Jumlah pasokan PAM penduduk Jakarta Utara selama 10 tahun (2006-2016) d) Jumlah pasokan air tanah dari danau atau situ di wilayah Jakarta Utara selama 10 tahun (2006-2016) e) Jumlah pasokan air tanah dari RTH pada tahun 2006 di wilayah Jakarta Utara. Hasil perhitungan dari model disajikan pada Tabel 106-113. Tabel 106 Jumlah Penduduk Jakarta Utara selama 10 Tahun (2006-2016) Tahun
Pertumbuhan Penduduk
Penduduk Jakarta Utara
(org/thn)
(org/thn)
2006
1.181
1.180.967
2007
1.182
1.182.148 1.183.330
2008
1.183
2009
1.185
1.184.513
2010
1.186
1.185.698
2011
1.187
1.186.884
2012
1.188
1.188.071
2013
1.189
1.189.259
2014
1.190
1.190.448
2015
1.192
1.191.638
2016
1.193
1.192.830
Tabel 107 Jumlah Kebutuhan Air Domestik Penduduk Jakarta Utara selama 10 Tahun (2006-2016) Tahun
Kebutuhan Air Domestik Jakarta Utara (m3/thn)
2006
64.657.943,25
2007
64.722.601,19
2008
64.787.323,79
2009
64.852.111,12
2010
64.916.963,23
2011
64.981.880,19
2012
65.046.862,07
2013
65.111.908,93
2014
65.177.020,84
2015
65.242.197,86
2016
65.307.440,06
152
Tabel 108 Jumlah Pasokan PAM (2006-2016) Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Penduduk Jakarta Utara selama 10 Tahun
Peningkatan PAM
Pasokan PAM Jakarta Utara
(m3/thn)
(m3/thn)
-226.206,18 -225.504,94 -224.805,87 -224.108,97 -223.414,23 -222.721,65 -222.031,21 -221.342,92 -220.656,75 -219.972,72 -219.290,80
72.969.734,00 72.743.527,82 72.518.022,89 72.293.217,02 72.069.108,04 71.845.693,81 71.622.972,16 71.400.940,95 71.179.598,03 70.958.941,27 70.738.968,56
Tabel 109 Jumlah Pasokan Air Tanah dari Danau atau Situ di Wilayah Jakarta Utara selama 10 Tahun (2006-2016) Potensi Lain (Danau/Situ) Jakarta Utara
Tahun
(m3/thn)
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
3.178.899,30 3.178.899,30 3.178.899,30 3.178.899,30 3.178.899,30 3.178.899,30 3.178.899,30 3.178.899,30 3.178.899,30 3.178.899,30 3.178.899,30
Tabel 110 Jumlah Pasokan Air Tanah dari RTH pada Tahun 2006 di Wilayah Jakarta Utara Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Luas RTH (2006)
Volume Air Tanah dari RTH (2006) Jakarta Utara
(ha)
(m3/thn) 2.768,91 2.768,91 2.768,91 2.768,91 2.768,91 2.768,91 2.768,91 2.768,91 2.768,91 2.768,91 2.768,91
43.139.599,38 43.139.599,38 43.139.599,38 43.139.599,38 43.139.599,38 43.139.599,38 43.139.599,38 43.139.599,38 43.139.599,38 43.139.599,38 43.139.599,38
153
Hasil perhitungan dari model pada Tabel 106-110 menunjukkan jumlah penduduk meningkat dari tahun ke tahun dengan pertumbuhan penduduk 1.193 pada tahun 2016 jumlah penduduk wilayah Jakarta Utara sebesar 1.192.830 jiwa, kebutuhan air domestik yang diperlukan adalah 65.307.440,06 m3/thn. Pasokan PAM mengalami penurunan setiap tahunnya dengan jumlah pasokan PAM pada tahun 2006 sebesar 72.969.734,00 m3/thn dan pada tahun 2016 menjadi 70.738.968,56 m3/thn. Dengan luas RTH pada tahun 2006 sebesar 2.768,91 ha jumlah pasokan air tanah dari RTH yang diresapkan 43.139.599,38 m3/thn dan jumlah pasokan air tanah yang dihasilkan oleh danau/situ adalah 3.178.899,30 m3/thn. Luas RTH pada tahun 2006 adalah sebesar 2.768,91 ha atau 19,84 % dengan volume air yang dapat diresapkan sebesar 43.139.599,38 m3/thn sedangkan volume pasokan potensi lain dari danau/situ adalah sebesar 3.178.899,30 m3/thn. Jadi RTH tahun 2006 dan potensi lain dari danau/situ hanya mampu memasok kebutuhan air tanah domestik tahun 2006 s/d 2016 sekitar 70,92% -71,64% saja seperti terlihat pada Tabel 111. Tabel 111 Pasokan Air Tanah dari RTH Tahun 2006 dan Pasokan Danau/Situ tahun 2006 di Wilayah Jakarta Utara
Luas RTH Volume Air Tanah Persen(2006) Jakarta dari RTH (2006) Tahun tase luas Utara Jakarta Utara (ha) 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
2.768,91 2.768,91 2.768,91 2.768,91 2.768,91 2.768,91 2.768,91 2.768,91 2.768,91 2.768,91 2.768,91
% 19,84 19,84 19,84 19,84 19,84 19,84 19,84 19,84 19,84 19,84 19,84
(m3/thn)
43.139.599,38 43.139.599,38 43.139.599,38 43.139.599,38 43.139.599,38 43.139.599,38 43.139.599,38 43.139.599,38 43.139.599,38 43.139.599,38 43.139.599,38
Volume Air Potensi Lain (Danau/Situ) Jakarta Utara
Jumlah
(m3/thn)
(m3/thn)
(m3/thn)
46.318.499 46.318.499 46.318.499 46.318.499 46.318.499 46.318.499 46.318.499 46.318.499 46.318.499 46.318.499 46.318.499
64.657.943,25 64.722.601,19 64.787.323,79 64.852.111,12 64.916.963,23 64.981.880,19 65.046.862,07 65.111.908,93 65.177.020,84 65.242.197,86 65.307.440,06
3.178.899,30 3.178.899,30 3.178.899,30 3.178.899,30 3.178.899,30 3.178.899,30 3.178.899,30 3.178.899,30 3.178.899,30 3.178.899,30 3.178.899,30
Kebut Air PersenDomestik tase KeterJakarta Utara cukupan % 71,64 71,56 71,49 71,42 71,35 71,28 71,21 71,14 71,07 70,99 70,92
154
Pasokan PAM Jakarta Utara mampu memasok kebutuhan air tanah domestik melebihi kebutuhan yaitu sekitar 108,32 % - 112,86 % saja seperti terlihat pada Tabel 112. Jadi kebutuhan air tanah domestik wilayah Jakarta Utara sudah dapat tercukupi dari pasokan PAM saja. Tabel 112 Pasokan Kebutuhan Air Domestik Penduduk hanya dari PAM saja di Wilayah Jakarta Utara Pasokan PAM Jakarta Utara
Tahun
Kebut Air Domestik Jakarta Persen-tase Utara Keter-cukupan
(m3/thn)
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
(m3/thn)
72.969.734,00 72.743.527,82 72.518.022,89 72.293.217,02 72.069.108,04 71.845.693,81 71.622.972,16 71.400.940,95 71.179.598,03 70.958.941,27 70.738.968,56
64.657.943,25 64.722.601,19 64.787.323,79 64.852.111,12 64.916.963,23 64.981.880,19 65.046.862,07 65.111.908,93 65.177.020,84 65.242.197,86 65.307.440,06
% 112,86 112,39 111,93 111,47 111,02 110,56 110,11 109,66 109,21 108,76 108,32
Pasokan air tanah dari RTH tahun 2006, potensi lain dari danau/situ, PAM Jakarta Utara mampu memasok kebutuhan air tanah domestik melebihi kebutuhan yaitu sekitar 179,24 % - 184,49 % saja, seperti terlihat pada Tabel 113. Tabel 113 Pasokan Air Tanah dari RTH Tahun 2006, Pasokan Danau/Situ tahun 2006 dan PAM di Wilayah Jakarta Utara Volume Air Tanah dari RTH Tahun (2006) Jakarta Utara (m3/thn)
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
43.139.599,38 43.139.599,38 43.139.599,38 43.139.599,38 43.139.599,38 43.139.599,38 43.139.599,38 43.139.599,38 43.139.599,38 43.139.599,38 43.139.599,38
Volume Air Potensi Lain (Danau/Situ) Jakarta Utara
Pasokan PAM Jakarta Utara
Jumlah
(m3/thn)
(m3/thn)
(m3/thn)
3.178.899,30 3.178.899,30 3.178.899,30 3.178.899,30 3.178.899,30 3.178.899,30 3.178.899,30 3.178.899,30 3.178.899,30 3.178.899,30 3.178.899,30
72.969.734,00 72.743.527,82 72.518.022,89 72.293.217,02 72.069.108,04 71.845.693,81 71.622.972,16 71.400.940,95 71.179.598,03 70.958.941,27 70.738.968,56
119.288.232,68 119.062.026,50 118.836.521,57 118.611.715,70 118.387.606,72 118.164.192,49 117.941.470,84 117.719.439,63 117.498.096,71 117.277.439,95 117.057.467,24
Kebut Air PersenDomestik tase KeterJakarta Utara cukupan (m3/thn)
64.657.943,25 64.722.601,19 64.787.323,79 64.852.111,12 64.916.963,23 64.981.880,19 65.046.862,07 65.111.908,93 65.177.020,84 65.242.197,86 65.307.440,06
% 184,49 183,96 183,43 182,90 182,37 181,84 181,32 180,80 180,28 179,76 179,24
155
Pasokan air tanah domestik dari RTH Rencana, RTH Tahun 2006, Pasokan Danau/Situ tahun 2006 dan PAM di Wilayah Jakarta Utara melebihi kebutuhan yaitu sekitar 179,24 % -
184,49 %, sudah tidak dibutuhkan lagi
tambahan RTH rencana lagi. Pasokan air domestik di Wilayah Jakarta Utara melebihi kebutuhan yaitu sebesar 51.750.027,18 m3/thn – 54.630.289,43 m3/thn. Kelebihan pasokan air domestik tersebut tidak bisa digunakan untuk memasok wilayah lain karena secara aspek hidrologis Jakarta Utara tidak mempengaruhi wilayah lain karena merupakan daerah terbawah yang merupakan daerah pelepasan. Air tanah yang ada dapat digunakan sebagai pengisi air tanah yang dapat mencegah intrusi air laut.
5.3.2 Model Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan Wilayah Jakarta Pusat Model Dinamik Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Pusat dibuat dengan memperhitungkan kebutuhan air domestik untuk 10 tahun yaitu tahun 2006 – 2016 dengan kebutuhan air perkapita adalah sebesar 150 liter/hari/jiwa atau 54,75 m3/tahun/jiwa. Air tanah untuk memenuhi kebutuhan air domestik diperoleh dari RTH (tahun 2006), RTH rencana, potensi lain yang berasal dari danau atau situ yang berada di wilayah Jakarta Pusat dan dengan memperhitungkan juga pasokan PAM di wilayah Jakarta Pusat sebagai pengurang kebutuhan air tanah. Dengan Stella Research 8 disusun Model Dinamik Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Pusat seperti terlihat pada Gambar 54. Hasil perhitungan dari Model Dinamik Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Pusat diperoleh : a) Jumlah penduduk Jakarta Pusat selama 10 tahun (2006-2016) b) Jumlah kebutuhan air domestik penduduk Jakarta Pusat selama 10 tahun (2006-2016) c) Jumlah pasokan PAM penduduk Jakarta Pusat selama 10 tahun (2006-2016)
156
d) Jumlah pasokan air tanah dari danau atau situ di wilayah Jakarta Pusat selama 10 tahun (2006-2016) e) Jumlah pasokan air tanah dari RTH pada tahun 2006 di wilayah Jakarta Pusat
K7d K7c K6cK13dK12d K9c K9d K8d
R9d R8c
R9c
K10c K10d
K8c
K11d Table 1
R8d R10d R7c R10c R7d R11d R6c
R12d
Kekrgn JakSel RTH Renc
R13d Kekrgn JakTim Kekrgn JakUt
Kekrgn JakBar
C Crh Hjn Pusat
Pasokan ke Wil lain JakSel% JakBar%
Pasokan PAM
JakUt%
RTH y g Ada JakTim%
Kebut Air Domestik PAM Vol PAM
VOL Kbth Kekurangan JAKPUS
d9d d8c
d9c
d8d
d10d
Kebth air perkapita
Laju PAM
d10c
d12d
Laju Pertumbh Pendd
f 7d
f 9c f 6c f 9d f 10d
f 12d
d11d
d7d Penduduk
f 8c f 8d
f 13d
d7c
Pertbhn Pendd
f 7c
f 10c f 11d
d6c Potensi Lain
d13d
Luas DanauSitu
Gambar 54
Model Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai Daerah Resapan Wilayah Jakarta Pusat
157
Hasil perhitungan dari model disajikan pada Tabel 114-121. Tabel 114 Jumlah Penduduk Jakarta Pusat selama 10 Tahun (2006-2016) Tahun
Pertumbuhan Penduduk
Penduduk Jakarta Pusat
(org/thn)
(org/thn)
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
1.494 1.497 1.499 1.502 1.504 1.507 1.509 1.512 1.515 1.517 1.520
878.918 880.412 881.909 883.408 884.910 886.414 887.921 889.431 890.943 892.457 893.974
Tabel 115 Jumlah Kebutuhan Air Domestik Penduduk Jakarta Pusat selama 10 Tahun (2006-2016) Kebutuhan Air Domestik Jakarta Pusat
Tahun
(m3/thn)
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
48.120.760,50 48.202.565,79 48.284.510,15 48.366.593,82 48.448.817,03 48.531.180,02 48.613.683,03 48.696.326,29 48.779.110,04 48.862.034,53 48.945.099,99
Tabel 116 Jumlah Pasokan PAM (2006-2016) Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Penduduk Jakarta Pusat selama 10 Tahun
Peningkatan PAM
Pasokan PAM Jakarta Pusat
(m3/thn)
(m3/thn)
-1.147.073,02 -1.104.057,79 -1.062.655,62 -102.280.603 -984.450,81 -947.533,90 -912.001,38 -877.801,33 -844.883,78 -813.200,64 -782.705,61
30.588.614,00 29.441.540,98 28.337.483,19 27.274.827,57 26.252.021,54 25.267.570,73 24.320.036,83 23.408.035,44 22.530.234,12 21.685.350,34 20.872.149,70
158
Tabel 117 Jumlah Pasokan Air Tanah dari Danau atau Situ di Wilayah Jakarta Pusat selama 10 Tahun (2006-2016) Potensi Lain (Danau/Situ) Jakarta Pusat
Tahun
(m3/thn)
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
147.066,28 147.066,28 147.066,28 147.066,28 147.066,28 147.066,28 147.066,28 147.066,28 147.066,28 147.066,28 147.066,28
Tabel 118 Jumlah Pasokan Air Tanah dari RTH pada Tahun 2006 di Wilayah Jakarta Pusat Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Luas RTH (2006) (ha) 531,36 531,36 531,36 531,36 531,36 531,36 531,36 531,36 531,36 531,36 531,36
Volume Air Tanah dari RTH (2006) Jakarta Pusat (m3/thn)
8.952.849,19 8.952.849,19 8.952.849,19 8.952.849,19 8.952.849,19 8.952.849,19 8.952.849,19 8.952.849,19 8.952.849,19 8.952.849,19 8.952.849,19
Hasil perhitungan dari model pada Tabel 114-118 menunjukkan jumlah penduduk meningkat dari tahun ke tahun dengan pertumbuhan penduduk 1.520 jiwa pada tahun 2016 jumlah penduduk wilayah Jakarta Pusat sebesar 893.974 jiwa, kebutuhan air domestik yang diperlukan adalah 48.945.099,99 m3/thn. Pasokan PAM mengalami penurunan setiap tahunnya dengan jumlah pasokan PAM pada tahun 2006 sebesar 30.588.614 m3/thn dan pada tahun 2016 menjadi 20.872.149,70 m3/thn. Dengan luas RTH pada tahun 2006 sebesar 531,36 ha jumlah pasokan air tanah dari RTH yang diresapkan 8.952.849,19 m3/thn dan jumlah pasokan air tanah yang dihasilkan oleh danau/situ adalah 147.066,28 m3/thn.
159
Luas RTH
pada tahun 2006 adalah sebesar 531,36 ha atau 11,02 %
dengan volume air yang dapat diresapkan sebesar 8.952.849,19 m3/thn sedangkan volume pasokan potensi lain dari danau/situ adalah sebesar 147.066,28 m3/thn. Jadi RTH tahun 2006 dan potensi lain dari danau/situ hanya mampu memasok kebutuhan air tanah domestik tahun 2006 s/d 2016 sekitar 18,59% - 18,91% saja seperti terlihat pada Tabel 119. Pasokan PAM Jakarta Pusat mampu memasok kebutuhan air tanah domestik sekitar 42,64 % - 63,57 % saja seperti terlihat pada Tabel 120. Jadi kebutuhan air tanah domestik wilayah Jakarta Pusat belum dapat tercukupi dari pasokan PAM saja. Pasokan air tanah dari RTH tahun 2006, potensi lain dari danau/situ, PAM Jakarta Pusat mampu memasok kebutuhan air tanah domestik sekitar 61,24 % 82,48 % saja, seperti terlihat pada Tabel 121. Jadi kebutuhan air tanah domestik belum dapat tercukupi dari pasokan RTH tahun 2006, potensi lain dari danau/situ dan PAM. Pasokan air tanah domestik dari RTH Rencana, RTH tahun 2006, Pasokan Danau/Situ tahun 2006 dan PAM di Wilayah Jakarta Pusat kurang dari kebutuhan yaitu dengan ketercukupan sekitar 61,24 % - 82,48 %, sedangkan alokasi RTH potensial sebagai daerah resapan di wilayah Jakarta Pusat tidak ada maka tidak ada tambahan RTH rencana lagi. Tabel 119 Pasokan Air Tanah dari RTH Tahun 2006 dan Pasokan Danau/Situ tahun 2006 di Wilayah Jakarta Pusat Tahun
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Volume Air Volume Air Luas RTH Persen- Tanah dari RTH Potensi Lain (2006) Jakarta tase luas (2006) Jakarta (Danau/Situ) Pusat Pusat Jakarta Pusat (ha) % (m3/thn) (m3/thn) 531,36 11,02 8.952.849,19 147.066,28 531,36 11,02 8.952.849,19 147.066,28 531,36 11,02 8.952.849,19 147.066,28 531,36 11,02 8.952.849,19 147.066,28 531,36 11,02 8.952.849,19 147.066,28 531,36 11,02 8.952.849,19 147.066,28 531,36 11,02 8.952.849,19 147.066,28 531,36 11,02 8.952.849,19 147.066,28 531,36 11,02 8.952.849,19 147.066,28 531,36 11,02 8.952.849,19 147.066,28 531,36 11,02 8.952.849,19 147.066,28
Jumlah
Kebut Air PersenDomestik Jakarta tase KeterPusat cukupan
(m3/thn)
(m3/thn)
9.099.915,47 9.099.915,47 9.099.915,47 9.099.915,47 9.099.915,47 9.099.915,47 9.099.915,47 9.099.915,47 9.099.915,47 9.099.915,47 9.099.915,47
48.120.760,50 48.202.565,79 48.284.510,15 48.366.593,82 48.448.817,03 48.531.180,02 48.613.683,03 48.696.326,29 48.779.110,04 48.862.034,53 48.945.099,99
% 18,91 18,88 18,85 18,81 18,78 18,75 18,72 18,69 18,66 18,62 18,59
160
Tabel 120 Pasokan Kebutuhan Air Domestik Penduduk hanya dari PAM saja di Wilayah Jakarta Pusat Tahun
Pasokan PAM Jakarta Pusat
Kebut Air Domestik Jakarta Pusat
(m3/thn)
(m3/thn)
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
30.588.614,00 29.441.540,98 28.337.483,19 27.274.827,57 26.252.021,54 25.267.570,73 24.320.036,83 23.408.035,44 22.530.234,12 21.685.350,34 20.872.149,70
48.120.760,50 48.202.565,79 48.284.510,15 48.366.593,82 48.448.817,03 48.531.180,02 48.613.683,03 48.696.326,29 48.779.110,04 48.862.034,53 48.945.099,99
Persentase Ketercukupan % 63,57 61,08 58,69 56,39 54,19 52,06 50,03 48,07 46,19 44,38 42,64
Tabel 121 Pasokan Air Tanah dari RTH Tahun 2006, Pasokan Danau/Situ tahun 2006 dan PAM di Wilayah Jakarta Pusat
Tahun
Volume Air Volume Air Tanah dari RTH Potensi Lain (2006) Jakarta (Danau/Situ) Jakarta Pusat Pusat (m3/thn)
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
8.952.849,19 8.952.849,19 8.952.849,19 8.952.849,19 8.952.849,19 8.952.849,19 8.952.849,19 8.952.849,19 8.952.849,19 8.952.849,19 8.952.849,19
(m3/thn)
147.066,28 147.066,28 147.066,28 147.066,28 147.066,28 147.066,28 147.066,28 147.066,28 147.066,28 147.066,28 147.066,28
Pasokan PAM Jakarta Pusat
Jumlah
(m3/thn)
(m3/thn)
30.588.614,00 29.441.540,98 28.337.483,19 27.274.827,57 26.252.021,54 25.267.570,73 24.320.036,83 23.408.035,44 22.530.234,12 21.685.350,34 20.872.149,70
39.688.529,47 38.541.456,45 37.437.398,66 36.374.743,04 35.351.937,01 34.367.486,20 33.419.952,30 32.507.950,91 31.630.149,59 30.785.265,81 29.972.065,17
PersenKebut Air tase KeterDomestik Jakarta Pusat cukupan (m3/thn)
48.120.760,50 48.202.565,79 48.284.510,15 48.366.593,82 48.448.817,03 48.531.180,02 48.613.683,03 48.696.326,29 48.779.110,04 48.862.034,53 48.945.099,99
% 82,48 79,96 77,54 75,21 72,97 70,82 68,75 66,76 64,84 63,00 61,24
Pasokan air tanah domestik di Wilayah Jakarta Pusat masih kurang dari kebutuhan yaitu sebesar -8.432.231,03m3/thn sampai dengan -18.973.034,82 m3/thn. Kekurangan pasokan air tanah domestik tersebut dapat dipenuhi dari pasokan wilayah lain, karena secara aspek hidrologis wilayah Jakarta Pusat mendapat pengaruh dari Wilayah Jakarta Timur dan Wilayah Jakarta Selatan maka kedua wilayah tersebut dapat memasok kekurangan kebutuhan Jakarta Pusat.
161
5.3.3 Model Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan Wilayah Jakarta Barat Model Dinamik Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Barat dibuat dengan memperhitungkan kebutuhan air domestik untuk 10 tahun yaitu tahun 2006 – 2016 dengan kebutuhan air perkapita adalah sebesar 150 liter/hari/jiwa atau 54,75 m3/tahun/jiwa. Air tanah untuk memenuhi kebutuhan air domestik diperoleh dari RTH (tahun 2006), RTH rencana, potensi lain yang berasal dari danau atau situ yang berada di wilayah Jakarta Barat dan dengan memperhitungkan juga pasokan PAM di wilayah Jakarta Barat sebagai pengurang kebutuhan air tanah. Dengan Stella Research 8 disusun Model Dinamik Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Barat seperti terlihat pada Gambar 55. K7d K7c K6c R9d
R8c
R9c
R8d
K6d
K9c
K9d
K10c
K10d
K8d K8c
K13c K13d K12d K12c K11d K11c
Table 1
R10d R7c R10c
R7d
R6c
R11c
R6d
Kekrgn JakPus R12d
RTH Renc
R11d R12c Kekrgn JakSel
R13d
Kekrgn JakTim Kekrgn JakUt
C
R13c
Crh Hjn Barat
JakPus%
Pasokan ke Wil lain JakSel%
JakTim%
Kebut Air Domestik PAM Vol PAM
VOL Kbth Kekurangan JAKBAR
d9d d8c
d9c
d8d
d10d
Kebth air perkapita
Laju PAM
JakUt%
RTH y g Ada
Pasokan PAM
d7c
d10c
f 8c f 8d
f 7c f 7d
f 9c f 6c f 6d
f 9d f 10d
f 13d d11c
d7d Pertbhn Pendd Penduduk Laju Pertumbh Pendd
d6c
d11d
f 13c f 12d
f 11c
d12d f 12c
Potensi Lain d6d
d13c
f 10c
f 11d
d12c d13d
Luas DanauSitu
Gambar 55
Model Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai Daerah Resapan Wilayah Jakarta Barat
162
Hasil perhitungan dari model diatas diperoleh hasil sebagai berikut : a) Jumlah penduduk Jakarta Barat selama 10 tahun (2006-2016) b) Jumlah kebutuhan air domestik penduduk Jakarta Barat selama 10 tahun (2006-2016) c) Jumlah pasokan PAM penduduk Jakarta Barat selama 10 tahun (2006-2016) d) Jumlah pasokan air tanah dari danau atau situ di wilayah Jakarta Barat selama 10 tahun (2006-2016) e) Jumlah pasokan air tanah dari RTH pada tahun 2006 di wilayah Jakarta Barat Hasil perhitungan dari model disajikan pada Tabel 122-132. Tabel 122 Jumlah Penduduk Jakarta Barat selama 10 Tahun (2006-2016) Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Pertumbuhan Penduduk
Penduduk Jakarta Barat
(org/thn) 313 313 313 313 313 314 314 314 314 314 314
(org/thn) 1.565.947 1.566.260 1.566.573 1.566.887 1.567.200 1.567.514 1.567.827 1.568.141 1.568.454 1.568.768 1.569.082
Tabel 123 Jumlah Kebutuhan Air Domestik Penduduk Jakarta Barat selama 10 Tahun (2006-2016) Tahun
Kebutuhan Air Domestik Jakarta Barat (m3/thn)
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
85.735.598,25 85.752.745,37 85.769.895,92 85.787.049,90 85.804.207,31 85.821.368,15 85.838.532,42 85.855.700,13 85.872.871,27 85.890.045,84 85.907.223,85
163
Tabel 124 Jumlah Pasokan PAM (2006-2016)
Penduduk Jakarta Barat selama 10 Tahun
Peningkatan PAM
Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Pasokan PAM Jakarta Barat
(m3/thn)
(m3/thn)
1.493.867.83 1.564.826.55 1.639.155.81 1.717.015.71 1.798.573.96 1.884.006.22 1.973.496.52 2.067.237.60 2.165.431.39 2.268.289.38 2.376.033.12
31.449.849.00 32.943.716.83 34.508.543.38 36.147.699.19 37.864.714.90 39.663.288.86 41.547.295.08 43.520.791.59 45.588.029.19 47.753.460.58 50.021.749.96
Tabel 125 Jumlah Pasokan Air Tanah dari Danau atau Situ di Wilayah Jakarta Barat selama 10 Tahun (2006-2016) Potensi Lain (Danau/Situ) Jakarta Barat
Tahun
(m3/thn)
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
251.384,92 251.384,92 251.384,92 251.384,92 251.384,92 251.384,92 251.384,92 251.384,92 251.384,92 251.384,92 251.384,92
Tabel 126 Jumlah Pasokan Air Tanah dari RTH pada Tahun 2006 di Wilayah Jakarta Barat Luas RTH (2006)
Volume Air Tanah dari RTH (2006) Jakarta Barat
(ha)
(m3/thn)
2.233,41 2.233,41 2.233,41 2.233,41 2.233,41 2.233,41 2.233,41 2.233,41 2.233,41 2.233,41 2.233,41
33.177.461,03 33.177.461,03 33.177.461,03 33.177.461,03 33.177.461,03 33.177.461,03 33.177.461,03 33.177.461,03 33.177.461,03 33.177.461,03 33.177.461,03
Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
164
Hasil perhitungan dari model pada Tabel 122-126 menunjukkan jumlah penduduk mengalami sedikit peningkatan dari tahun ke tahun dengan pertumbuhan penduduk 314 jiwa pada tahun 2016 jumlah penduduk wilayah Jakarta Barat sebesar 1.569.082 jiwa, kebutuhan air domestik yang diperlukan adalah 85.735.598,25 m3/thn. Pasokan PAM mengalami peningkatan setiap tahunnya dengan jumlah pasokan PAM pada tahun 2006 sebesar 31.449.849,00 m3/thn dan pada tahun 2016 menjadi 50.021.749,96 m3/thn. Dengan luas RTH pada tahun 2006 sebesar 2.233,41 ha jumlah pasokan air tanah dari RTH yang diresapkan 33.177.461,03 m3/thn dan jumlah pasokan air tanah yang dihasilkan oleh danau/situ adalah 251.384,92 m3/thn. Luas RTH pada tahun 2006 adalah sebesar 2.233,41 ha atau 17,42 % dengan volume air yang dapat diresapkan sebesar 33.177.461,03 m3/thn sedangkan volume pasokan potensi lain dari danau/situ adalah sebesar 251.384,92 m3/thn. Jadi RTH tahun 2006 dan potensi lain dari danau/situ hanya mampu memasok kebutuhan air tanah domestik tahun 2006 s/d 2016 sekitar 38,91% 38,99% saja seperti terlihat pada Tabel 127. Tabel 127 Pasokan Air Tanah dari RTH Tahun 2006 dan Pasokan Danau/Situ tahun 2006 di Wilayah Jakarta Barat Volume Air Volume Air Kebut Air PersenLuas RTH Persen- Tanah dari RTH Potensi Lain Jumlah Domestik tase KeterTahun (2006) Jakarta tase luas (2006) Jakarta (Danau/Situ) Jakarta Barat cukupan Barat Jakarta Barat Barat (ha) % % (m3/thn) (m3/thn) (m3/thn) (m3/thn) 2006 2.233,41 17,42 33.177.461,03 251.384,92 33.428.845,95 85.735.598,25 38,99 2007 2.233,41 17,42 33.177.461,03 251.384,92 33.428.845,95 85.752.745,37 38,98 2008 2.233,41 17,42 33.177.461,03 251.384,92 33.428.845,95 85.769.895,92 38,98 2009 2.233,41 17,42 33.177.461,03 251.384,92 33.428.845,95 85.787.049,90 38,97 2010 2.233,41 17,42 33.177.461,03 251.384,92 33.428.845,95 85.804.207,31 38,96 2011 2.233,41 17,42 33.177.461,03 251.384,92 33.428.845,95 85.821.368,15 38,95 2012 2.233,41 17,42 33.177.461,03 251.384,92 33.428.845,95 85.838.532,42 38,94 2013 2.233,41 17,42 33.177.461,03 251.384,92 33.428.845,95 85.855.700,13 38,94 2014 2.233,41 17,42 33.177.461,03 251.384,92 33.428.845,95 85.872.871,27 38,93 2015 2.233,41 17,42 33.177.461,03 251.384,92 33.428.845,95 85.890.045,84 38,92 2016 2.233,41 17,42 33.177.461,03 251.384,92 33.428.845,95 85.907.223,85 38,91
Pasokan PAM Jakarta Barat mampu memasok kebutuhan air tanah domestik sekitar 36,68 % - 58,23 % saja seperti terlihat pada Tabel 128. Jadi kebutuhan air tanah domestik wilayah Jakarta Barat belum dapat tercukupi dari pasokan PAM saja.
165
Tabel 128 Pasokan Kebutuhan Air Domestik Penduduk hanya dari PAM saja di Wilayah Jakarta Barat Tahun
Pasokan PAM Jakarta Barat
Kebut Air Domestik Jakarta Persentase Barat Ketercukupan
(m3/thn)
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
(m3/thn)
31.449.849,00 32.943.716,83 34.508.543,38 36.147.699,19 37.864.714,90 39.663.288,86 41.547.295,08 43.520.791,59 45.588.029,19 47.753.460,58 50.021.749,96
%
85.735.598,25 85.752.745,37 85.769.895,92 85.787.049,90 85.804.207,31 85.821.368,15 85.838.532,42 85.855.700,13 85.872.871,27 85.890.045,84 85.907.223,85
36,68 38,42 40,23 42,14 44,13 46,22 48,40 50,69 53,09 55,60 58,23
Pasokan air tanah dari RTH tahun 2006, potensi lain dari danau/situ, PAM Jakarta Barat mampu memasok kebutuhan air tanah domestik sekitar 75,67 % 97,14 % saja, seperti terlihat pada Tabel 129. Tabel 129 Pasokan Air Tanah dari RTH Tahun 2006, Pasokan Danau/Situ tahun 2006 dan PAM di Wilayah Jakarta Barat Tahun
Volume Air Volume Air Tanah Potensi Lain dari RTH (2006) (Danau/Situ) Jakarta Barat Jakarta Barat (m3/thn)
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
33.177.461,03 33.177.461,03 33.177.461,03 33.177.461,03 33.177.461,03 33.177.461,03 33.177.461,03 33.177.461,03 33.177.461,03 33.177.461,03 33.177.461,03
(m3/thn)
251.384,92 251.384,92 251.384,92 251.384,92 251.384,92 251.384,92 251.384,92 251.384,92 251.384,92 251.384,92 251.384,92
Pasokan PAM Jakarta Barat
Jumlah
(m3/thn)
(m3/thn)
31.449.849,00 32.943.716,83 34.508.543,38 36.147.699,19 37.864.714,90 39.663.288,86 41.547.295,08 43.520.791,59 45.588.029,19 47.753.460,58 50.021.749,96
64.878.694,95 66.372.562,78 67.937.389,33 69.576.545,14 71.293.560,85 73.092.134,81 74.976.141,03 76.949.637,54 79.016.875,14 81.182.306,53 83.450.595,91
Persen-tase Kebut Air Domestik Jakarta Ketercukupan Barat (m3/thn)
85.735.598,25 85.752.745,37 85.769.895,92 85.787.049,90 85.804.207,31 85.821.368,15 85.838.532,42 85.855.700,13 85.872.871,27 85.890.045,84 85.907.223,85
% 75,67 77,40 79,21 81,10 83,09 85,17 87,35 89,63 92,02 94,52 97,14
Pasokan air tanah domestik dari RTH tahun 2006, Pasokan Danau/Situ tahun 2006 dan PAM di Wilayah Jakarta Barat kurang dari kebutuhan, sehingga masih dibutuhkan lagi tambahan RTH rencana pada tahun 2006-2016 di kecamatan Cengkareng dan Kembangan dengan luas 135,38 ha atau 1,06 % dengan volume air yang dapat diresapkan adalah sebesar 2.011.065,84 m3/thn.
166
Jumlah RTH (RTH rencana + RTH 2006) yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan air tanah domestik adalah tahun 2006-2016 sekitar 2.368,79 ha atau 18,48 %. Pasokan air tanah dengan tambahan RTH rencana tersebut menghasilkan ketercukupan sekitar 78,02 % - 99,48 % saja, seperti terlihat pada Tabel 130-132. Tabel 130 Luas RTH Rencana dan RTH Tahun 2006 di Wilayah Jakarta Barat Tahun
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
RTH Renc Jakarta Barat (ha) 135,38 135,38 135,38 135,38 135,38 135,38 135,38 135,38 135,38 135,38 135,38
Persentase Luas RTH Renc % 1,06 1,06 1,06 1,06 1,06 1,06 1,06 1,06 1,06 1,06 1,06
Jml RTH Renc + Persentase RTH 2006 RTH 2006 Jakarta Luas Total Jakarta Barat RTH Barat (ha) (ha) % 2.233,41 2.368,79 18,48 2.233,41 2.368,79 18,48 2.233,41 2.368,79 18,48 2.233,41 2.368,79 18,48 2.233,41 2.368,79 18,48 2.233,41 2.368,79 18,48 2.233,41 2.368,79 18,48 2.233,41 2.368,79 18,48 2.233,41 2.368,79 18,48 2.233,41 2.368,79 18,48 2.233,41 2.368,79 18,48
Tabel 131 Luas dan Lokasi RTH Rencana di Wilayah Jakarta Barat No
1 2 3 4 5 6 7 8
Lokasi / Kecamatan
Cengkareng, Kembangan Kembangan Kembangan Kembangan Kembangan Kembangan Kembangan Kembangan Jakarta Timur
Zone Luas seluruh Resapan Zone R6c R7c R8c R9c R10c R11c R12c R13c
(ha) 110,59 471,51 147,48 152,03 248,83 196,23 368,36 761,08
Persentase RTH Rencana (%) 2,52 3,95 7,26 6,28 14,51 15,14 4,94 1,28
Koef
Luas RTH Rencana (ha)
0,0252 0,0395 0,0726 0,0628 0,1451 0,1514 0,0494 0,0128
2,79 18,63 10,71 9,54 36,10 29,70 18,18 9,72 135,38
167
Tabel 132 Pasokan Air Tanah dari RTH Rencana, RTH Tahun 2006, Pasokan Danau/Situ tahun 2006 dan PAM di Wilayah Jakarta Barat Vol PAM + Luas RTH Volume RTH RTH 2006 + PersenTahun Rencana Rencana Jakarta Potensi lain tase luas Jakarta Barat Barat Jakarta Barat (ha) % (m3/thn) (m3/thn) 2006 135,38 1,06 2.011.065,84 64.878.694,95 2007 135,38 1,06 2.011.065,84 66.372.562,78 2008 135,38 1,06 2.011.065,84 67.937.389,33 2009 135,38 1,06 2.011.065,84 69.576.545,14 2010 135,38 1,06 2.011.065,84 71.293.560,85 2011 135,38 1,06 2.011.065,84 73.092.134,81 2012 135,38 1,06 2.011.065,84 74.976.141,03 2013 135,38 1,06 2.011.065,84 76.949.637,54 2014 135,38 1,06 2.011.065,84 79.016.875,14 2015 135,38 1,06 2.011.065,84 81.182.306,53 2016 135,38 1,06 2.011.065,84 83.450.595,91
Jumlah (m3/thn)
66.889.760,79 68.383.628,62 69.948.455,17 71.587.610,98 73.304.626,69 75.103.200,65 76.987.206,87 78.960.703,38 81.027.940,98 83.193.372,37 85.461.661,75
Kebut Air PersenKekurangan Domestik Jakarta tase KeterJakarta Barat Barat cukupan (m3/thn)
85.735.598,25 85.752.745,37 85.769.895,92 85.787.049,90 85.804.207,31 85.821.368,15 85.838.532,42 85.855.700,13 85.872.871,27 85.890.045,84 85.907.223,85
% 78,02 79,75 81,55 83,45 85,43 87,51 89,69 91,97 94,36 96,86 99,48
(m3/thn)
-18.845.837,46 -17.369.116,75 -15.821.440,75 -14.199.438,92 -12.499.580,62 -10.718.167,50 -8.851.325,55 -6.894.996,75 -4.844.930,29 -2.696.673,47 -445.562,10
Pasokan air tanah domestik di Wilayah Jakarta Barat masih kurang dari kebutuhan yaitu sebesar -445.562,10 m3/thn sampai dengan -18.845.837,46 m3/thn. Kekurangan pasokan air tanah domestik tersebut dapat dipenuhi dari pasokan wilayah lain, karena secara aspek hidrologis wilayah Jakarta Barat mendapat pengaruh dari Wilayah Jakarta Selatan maka wilayah tersebut dapat memasok kekurangan kebutuhan Jakarta Barat.
5.3.4 Model Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan Wilayah Jakarta Selatan Model Dinamik Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Selatan dibuat dengan memperhitungkan kebutuhan air domestik untuk 10 tahun yaitu tahun 2006 – 2016 dengan kebutuhan air perkapita adalah sebesar 150 liter/hari/jiwa atau 54,75 m3/tahun/jiwa. Air tanah untuk memenuhi kebutuhan air domestik diperoleh dari RTH (tahun 2006), RTH rencana, potensi lain yang berasal dari danau atau situ yang berada di wilayah Jakarta Selatan dan dengan memperhitungkan juga pasokan PAM di wilayah Jakarta Selatan sebagai pengurang kebutuhan air tanah. Dengan Stella Research 8 disusun Model Dinamik Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Selatan seperti terlihat pada Gambar 56.
168
R8d
R9d
R8c R8b
K7c
K7b K7a K6c
K6b K6a K5a K4a K3a K2a K1a
R9c R9b
R8a
K7d
K8a K8b K8c
K8d K9a K9b K9c K9d K10aK10b Table 1
R9a R7d
K13c K13bK13a K12c K12bK12a K11c K11b K11aK10dK10c
R10d
R7c
R10c
R7b
R10b
R7a
R10a
R6c
R11c
R6b
R11b
R6a
RTH Renc
R11a
R5a
Kekrgn JakPus
R12c
R4a
Kekrgn JakTim Kekrgn JakUt
R12b R12a R13c
R3a R2a
Kekrgn JakBar
C R13a
R1a
Crh Hjn Selatan
R13b
Pasokan ke Wil lain
JakPus%
JakUt% Pasokan PAM
Kebut Air Domestik PAM Vol PAM
VOL Kbth Kekurangan JAKSEL
f 8d d8d d8c d8b
Kebth air perkapita
d9c
Pertbhn Pendd
d7a
Penduduk Laju Pertumbh Pendd
Potensi Lain
d6c d6b d6a d5a
Luas DanauSitu
f 7d
d9a d7c
d10c
f 7b
d10b
f 7a
d10a
f 6c
d11c
f 6b
d11b
f 6a
d11a
f 5a
d2a
Gambar 56
f 10b f 10a f 11c f 11b f 11a f 12c
f 3a
f 12b f 12a
f 13c
f 2a
d12ad13c d13a d1a
f 10c
f 4a
d12b
d3a
f 10d
f 7c
d12c
d4a
f 9b f 9a
d10d
d7b
f 9c
f 8a
d9b
d7d
f 9d
f 8c f 8b
d9d
d8a
Laju PAM
JakBar% JakTim%
RTH y g Ada
f 13a f 1a
f 13b
d13b
Model Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai Daerah Resapan Wilayah Jakarta Selatan
Hasil perhitungan dari model diatas diperoleh hasil sebagai berikut : a) Jumlah penduduk Jakarta Selatan selama 10 tahun (2006-2016) b) Jumlah kebutuhan air domestik penduduk Jakarta Selatan selama 10 tahun (2006-2016) c) Jumlah pasokan PAM penduduk Jakarta Selatan selama 10 tahun (2006-2016) d) Jumlah pasokan air tanah dari danau atau situ di wilayah Jakarta Selatan selama 10 tahun (2006-2016) e) Jumlah pasokan air tanah dari RTH pada tahun 2006 di wilayah Jakarta Selatan
169
Hasil perhitungan dari model disajikan pada Tabel 133-142. Tabel 133 Jumlah Penduduk Jakarta Selatan selama 10 Tahun (2006-2016) Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Pertumbuhan Penduduk
Penduduk Jakarta Selatan
(org/thn) 10.408 10.470 10.533 10.597 10.660 10.724 10.788 10.853 10.918 10.984 11.050
(org/thn) 1.734.674 1.745.082 1.755.553 1.766.086 1.776.682 1.787.342 1.798.067 1.808.855 1.819.708 1.830.626 1.841.610
Tabel 134 Jumlah Kebutuhan Air Domestik Penduduk Jakarta Selatan selama 10 Tahun (2006-2016) Kebutuhan Air Domestik Jakarta Selatan
Tahun
(m3/thn)
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
94.973.401,50 95.543.241,91 96.116.501,36 96.693.200,37 97.273.359,57 97.856.999,73 98.444.141,73 99.034.806,58 99.629.015,42 100.226.789,51 100.828.150,25
Tabel 135 Jumlah Pasokan PAM Penduduk Jakarta Selatan selama 10 Tahun (2006-2016) Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Peningkatan PAM
Pasokan PAM Jakarta Selatan
(m3/thn)
(m3/thn)
714.486,23 77.000.181 829.830,95 894.308,82 963.796,61 1.038.683,61 1.119.389,33 1.206.365,88 1.300.100,51 1.401.118,32 1.509.985,21
9.195.447,00 9.909.933,23 10.679.935,04 11.509.766,00 12.404.074,81 13.367.871,43 14.406.555,04 15.525.944,36 16.732.310,24 18.032.410,75 19.433.529,06
170
Tabel 136 Jumlah Pasokan Air Tanah dari Danau atau Situ di Wilayah Jakarta Selatan selama 10 Tahun (2006-2016) Potensi Lain (Danau/Situ) Jakarta Selatan
Tahun
(m3/thn)
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
607.279,57 607.279,57 607.279,57 607.279,57 607.279,57 607.279,57 607.279,57 607.279,57 607.279,57 607.279,57 607.279,57
Tabel 137 Jumlah Pasokan Air Tanah dari RTH pada Tahun 2006 di Wilayah Jakarta Selatan Luas RTH yang Ada (2006)
Volume Air Tanah dari RTH yang Ada (2006) Jakarta Selatan
(ha)
(m3/thn)
4.636,81 4.636,81 4.636,81 4.636,81 4.636,81 4.636,81 4.636,81 4.636,81 4.636,81 4.636,81 4.636,81
104.981.927,52 104.981.927,52 104.981.927,52 104.981.927,52 104.981.927,52 104.981.927,52 104.981.927,52 104.981.927,52 104.981.927,52 104.981.927,52 104.981.927,52
Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Hasil perhitungan dari model pada Tabel 133-137 menunjukkan jumlah penduduk meningkat dari tahun ke tahun dengan pertumbuhan penduduk 11.050 jiwa pada tahun 2016 jumlah penduduk wilayah Jakarta Selatan sebesar 1.841.610 jiwa, kebutuhan air domestik yang diperlukan adalah 100.828.150,25 m3/thn. Pasokan PAM mengalami peningkatan setiap tahunnya dengan jumlah pasokan PAM pada tahun 2006 sebesar 9.195.447 m3/thn dan pada tahun 2016 menjadi 19.433.529,06 m3/thn. Dengan luas RTH pada tahun 2006 sebesar 4.636,81 ha jumlah pasokan air tanah dari RTH yang diresapkan 104.981.927,52 m3/thn dan
171
jumlah pasokan air tanah yang dihasilkan oleh danau/situ adalah 607.279,57 m3/thn. Luas RTH pada tahun 2006 adalah sebesar 4.636,81 ha atau 31,82 % dengan volume air yang dapat diresapkan sebesar 104.981.927,52 m3/thn sedangkan volume pasokan potensi lain dari danau/situ adalah sebesar 607.279,57 m3/thn. Jadi RTH tahun 2006 dan potensi lain dari danau/situ mampu memasok kebutuhan air tanah domestik tahun 2006 s/d 2016 sekitar 104,72% - 111,18% seperti terlihat pada Tabel 138. Tabel 138 Pasokan Air Tanah dari RTH Tahun 2006 dan Pasokan Danau/Situ tahun 2006 di Wilayah Jakarta Selatan Volume Air Tanah Volume Air Potensi Luas RTH Persendari RTH (2006) Lain (Danau/Situ) Tahun (2006) Jakarta tase luas Jakarta Selatan Jakarta Selatan Selatan 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
(ha) 4.636,81 4.636,81 4.636,81 4.636,81 4.636,81 4.636,81 4.636,81 4.636,81 4.636,81 4.636,81 4.636,81
% 31,82 31,82 31,82 31,82 31,82 31,82 31,82 31,82 31,82 31,82 31,82
(m3/thn)
104.981.927,52 104.981.927,52 104.981.927,52 104.981.927,52 104.981.927,52 104.981.927,52 104.981.927,52 104.981.927,52 104.981.927,52 104.981.927,52 104.981.927,52
(m3/thn)
607.279,57 607.279,57 607.279,57 607.279,57 607.279,57 607.279,57 607.279,57 607.279,57 607.279,57 607.279,57 607.279,57
Jumlah
Kebut Air Domestik Jakarta Selatan
(m3/thn)
(m3/thn)
105.589.207,09 105.589.207,09 105.589.207,09 105.589.207,09 105.589.207,09 105.589.207,09 105.589.207,09 105.589.207,09 105.589.207,09 105.589.207,09 105.589.207,09
94.973.401,50 95.543.241,91 96.116.501,36 96.693.200,37 97.273.359,57 97.856.999,73 98.444.141,73 99.034.806,58 99.629.015,42 100.226.789,51 100.828.150,25
Persentase Ketercukupan % 111,18 110,51 109,86 109,20 108,55 107,90 107,26 106,62 105,98 105,35 104,72
Pasokan PAM Jakarta Selatan mampu memasok kebutuhan air tanah domestik sekitar 9,68 %-19,27 % saja seperti terlihat pada Tabel 139. Jadi kebutuhan air tanah domestik wilayah Jakarta Selatan belum dapat tercukupi dari pasokan PAM saja. Pasokan air tanah dari RTH tahun 2006, potensi lain dari danau/situ, PAM Jakarta Selatan mampu memasok kebutuhan air tanah domestik melebihi kebutuhan yaitu sekitar 120,86 % - 124,00 %, seperti terlihat pada Tabel 140. Pasokan air tanah domestik melebihi kebutuhan yaitu sekitar 120,86 % 124,00 %, sudah tidak dibutuhkan lagi tambahan RTH rencana lagi.
172
Tabel 139 Pasokan Kebutuhan Air Domestik Penduduk hanya dari PAM saja di Wilayah Jakarta Selatan Tahun
Pasokan PAM Jakarta Selatan
Kebut Air Domestik Jakarta Selatan
Persentase Ketercukupan
(m3/thn)
(m3/thn)
%
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
9.195.447,00 9.909.933,23 10.679.935,04 11.509.766,00 12.404.074,81 13.367.871,43 14.406.555,04 15.525.944,36 16.732.310,24 18.032.410,75 19.433.529,06
94.973.401,50 95.543.241,91 96.116.501,36 96.693.200,37 97.273.359,57 97.856.999,73 98.444.141,73 99.034.806,58 99.629.015,42 100.226.789,51 100.828.150,25
9,68 10,37 11,11 11,90 12,75 13,66 14,63 15,68 16,79 17,99 19,27
Tabel 140 Pasokan Air Tanah dari RTH Tahun 2006, Pasokan Danau/Situ tahun 2006 dan PAM di Wilayah Jakarta Selatan Tahun
Volume Air Tanah dari RTH 2006 Jakarta Selatan (m3/thn)
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
104.981.927,52 104.981.927,52 104.981.927,52 104.981.927,52 104.981.927,52 104.981.927,52 104.981.927,52 104.981.927,52 104.981.927,52 104.981.927,52 104.981.927,52
Volume Air Pasokan PAM Potensi Lain (Danau/Situ) Jakarta Selatan Jakarta Selatan (m3/thn)
607.279,57 607.279,57 607.279,57 607.279,57 607.279,57 607.279,57 607.279,57 607.279,57 607.279,57 607.279,57 607.279,57
(m3/thn)
9.195.447,00 9.909.933,23 10.679.935,04 11.509.766,00 12.404.074,81 13.367.871,43 14.406.555,04 15.525.944,36 16.732.310,24 18.032.410,75 19.433.529,06
Jumlah (m3/thn)
114.784.654,09 115.499.140,32 116.269.142,13 117.098.973,09 117.993.281,90 118.957.078,52 119.995.762,13 121.115.151,45 122.321.517,33 123.621.617,84 125.022.736,15
PersenKebut Air Domestik tase Jakarta Selatan Ketercukupan (m3/thn)
94.973.401,50 95.543.241,91 96.116.501,36 96.693.200,37 97.273.359,57 97.856.999,73 98.444.141,73 99.034.806,58 99.629.015,42 100.226.789,51 100.828.150,25
% 120,86 120,89 120,97 121,10 121,30 121,56 121,89 122,30 122,78 123,34 124,00
Pasokan air tanah domestik di Wilayah Jakarta Selatan melebihi kebutuhan yaitu sebesar 19.811.252,59 m3/thn – 24.194.585,90 m3/thn. Kelebihan pasokan air tanah domestik wilayah Jakarta Selatan dapat diberikan kepada wilyah yang kurang dan secara aspek hidrologis wilayah tersebut dipengaruhi oleh wilayah Jakarta Selatan yaitu di wilayah Jakarta Pusat dan Jakarta Barat. Kelebihan tersebut untuk memenuhi 100% kekurangan Jakarta Barat dan 11,4491% kekurangan Jakarta Pusat seperti terlihat pada Tabel 141-142.
173
Tabel 141 Kelebihan Pasokan Air Tanah Domestik Jakarta Selatan Untuk Memenuhi Kekurangan Pasokan Air Tanah Domestik Wilayah Jakarta Pusat dan Jakarta Barat Tahun
Kekurangan Jakarta Pusat (m3/thn)
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
-8.432.231,03 -9.661.109,34 -10.847.111,49 -11.991.850,78 -13.096.880,02 -14.163.693,82 -15.193.730,73 -16.188.375,38 -17.148.960,45 -18.076.768,72 -18.973.034,82
Persentase Volume J. untuk J. Pusat untuk J. Selatan Selatan (%) 11,4491 11,4491 11,4491 11,4491 11,4491 11,4491 11,4491 11,4491 11,4491 11,4491 11,4491
Kekurangan Jakarta Barat
(m3/thn)
-965.414,56 -1.106.110,07 -1.241.896,64 -1.372.958,99 -1.499.474,89 -1.621.615,47 -1.739.545,43 -1.853.423,29 -1.963.401,63 -2.069.627,33 -2.172.241,73
Persentase Volume J. untuk J. Barat untuk J. Selatan Selatan
(m3/thn)
-18.845.837,46 -17.369.116,75 -15.821.440,75 -14.199.438,92 -12.499.580,62 -10.718.167,50 -8.851.325,55 -6.894.996,75 -4.844.930,29 -2.696.673,47 -445.562,10
(%) 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
(m3/thn)
-18.845.837,46 -17.369.116,75 -15.821.440,75 -14.199.438,92 -12.499.580,62 -10.718.167,50 -8.851.325,55 -6.894.996,75 -4.844.930,29 -2.696.673,47 -445.562,10
Tabel 142 Volume Sisa Kelebihan Pasokan Air Tanah Domestik Jakarta Selatan Tahun
Jumlah Kekurangan Kelebihan Volume J. Pusat Volume J. Barat Sisa Kelebihan Volume Jakarta Pusat Jakarta Selatan untuk J. Selatan untuk J. Selatan Jakarta Selatan & Jakarta Barat (m3/thn)
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
19.811.252,59 19.955.898,41 20.152.640,77 20.405.772,72 20.719.922,33 21.100.078,79 21.551.620,40 22.080.344,87 22.692.501,91 23.394.828,33 24.194.585,90
(m3/thn)
-965.414,56 -1.106.110,07 -1.241.896,64 -1.372.958,99 -1.499.474,89 -1.621.615,47 -1.739.545,43 -1.853.423,29 -1.963.401,63 -2.069.627,33 -2.172.241,73
(m3/thn)
-18.845.837,46 -17.369.116,75 -15.821.440,75 -14.199.438,92 -12.499.580,62 -10.718.167,50 -8.851.325,55 -6.894.996,75 -4.844.930,29 -2.696.673,47 -445.562,10
(m3/thn)
-19.811.252,03 -18.475.226,82 -17.063.337,39 -15.572.397,91 -13.999.055,51 -12.339.782,97 -10.590.870,98 -8.748.420,04 -6.808.331,92 -4.766.300,80 -2.617.803,83
(m3/thn)
0,56 1.480.671,59 3.089.303,38 4.833.374,81 6.720.866,82 8.760.295,82 10.960.749,42 13.331.924,83 15.884.169,99 18.628.527,53 21.576.782,07
5.3.5 Model Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan Wilayah Jakarta Timur Model Dinamik Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Timur dibuat dengan memperhitungkan kebutuhan air domestik untuk 10 tahun yaitu tahun 2006 – 2016 dengan kebutuhan air perkapita adalah sebesar 150 liter/hari/jiwa atau 54,75 m3/tahun/jiwa. Air tanah untuk memenuhi kebutuhan air domestik diperoleh dari RTH (tahun 2006), RTH rencana, potensi lain yang berasal dari danau atau situ yang berada di wilayah Jakarta Timur dan dengan memperhitungkan juga pasokan PAM di wilayah Jakarta Timur sebagai
174
pengurang kebutuhan air tanah. Dengan Stella Research 8 disusun Model Dinamik Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Timur seperti terlihat pada Gambar 57. K7c
R9d
R8c
K7b K7a K6c
K6b K6a K5a K4a K3a K2a K1a
R9c R9b
R8b
K9a K9b K9c K9d K10aK10b K10c
K8a K8b K8c
R9a
R8a R7c
Table 1
K13a K12dK12a K12c K12bK11d K11c K11b K11a K10d
R10d R10c
R7b
R10b
R7a
R10a
R6c
R11c
R6b
RTH Renc
R11b
R6a
Kekrgn JakUt
R11a
R5a
R11d Kekrgn JakSel
R4a
R12b R12a R12c
R3a R2a
Kekrgn JakBar Kekrgn JakPus
C R12d
R1a
Crh Hjn Timur
R13a
JakPus% JakBar% RTH y g Ada
Pasokan PAM
Kebut Air Domestik PAM Vol PAM
VOL Kbth Kekurangan JAKTIM
f 9a
d9a
d8a
f 10d f 7c
d10d d7c Pertbhn Pendd
d7a
Penduduk Laju Pertumbh Pendd
d6c Potensi Lain d6b d6a d5a
Luas DanauSitu
d10c
f 7b
d10b
f 7a
d10a
f 6c
d11c
f 6b
d11b
f 6a
d11a
f 5a
d11d
d4a
d2a
Gambar 57
f 10b f 10a f 11c f 11b f 11a f 11d f 12b f 12a
f 3a
f 12c
f 2a
d12ad12c d13a d1a
f 10c
f 4a
d12b
d3a
f 9d f 9c f 9b
d9c d9b
Kebth air perkapita
d7b
JakSel%
f 8c f 8b f 8a
d9d d8c d8b
Laju PAM
JakUt%
Pasokan ke Wil lain
f 13a f 1a
f 12d
d12d
Model Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai Daerah Resapan Wilayah Jakarta Timur
Hasil perhitungan dari model diatas diperoleh hasil sebagai berikut : a) Jumlah penduduk Jakarta Timur selama 10 tahun (2006-2016) b) Jumlah kebutuhan air domestik penduduk Jakarta Timur selama 10 tahun (2006-2016) c) Jumlah pasokan PAM penduduk Jakarta Timur selama 10 tahun (2006-2016) d) Jumlah pasokan air tanah dari danau atau situ di wilayah Jakarta Timur selama 10 tahun (2006-2016)
175
e) Jumlah pasokan air tanah dari RTH pada tahun 2006 di wilayah Jakarta Timur Hasil perhitungan dari model disajikan pada Tabel 143-155. Tabel 143 Jumlah Penduduk Jakarta Timur selama 10 Tahun (2006-2016) Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Pertumbuhan Penduduk (org/thn) 16.059 16.180 16.301 16.423 16.546 16.671 16.796 16.922 17.048 17.176 17.305
Penduduk Jakarta Timur (org/thn) 2.141.228 2.157.287 2.173.467 2.189.768 2.206.191 2.222.738 2.239.408 2.256.204 2.273.125 2.290.174 2.307.350
Tabel 144 Jumlah Kebutuhan Air Domestik Penduduk Jakarta Timur selama 10 Tahun (2006-2016) Tahun
Kebutuhan Air Domestik Jakarta Timur
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
117.232.233,00 118.111.474,75 118.997.310,81 119.889.790,64 120.788.964,07 121.694.881,30 122.607.592,91 123.527.149,86 124.453.603,48 125.387.005,51 126.327.408,05
(m3/thn)
Tabel 145 Jumlah Pasokan PAM (2006-2016) Tahun
Penduduk Jakarta Timur selama 10 Tahun
Peningkatan PAM 3
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Pasokan PAM Jakarta Timur
(m /thn)
(m3/thn)
119.977,63 120.721,49 121.469,96 122.223,07 122.980,86 123.743,34 124.510,55 125.282,51 126.059,26 126.840,83 127.627,24
19.351.230,00 19.471.207,63 19.591.929,11 19.713.399,07 19.835.622,15 19.958.603,01 20.082.346,34 20.206.856,89 20.332.139,40 20.458.198,67 20.585.039,50
176
Tabel 146 Jumlah Pasokan Air Tanah dari Danau atau Situ di Wilayah Jakarta Timur selama 10 Tahun (2006-2016) Potensi Lain (Danau/Situ) Jakarta Timur
Tahun
(m3/thn)
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
901.983,49 901.983,49 901.983,49 901.983,49 901.983,49 901.983,49 901.983,49 901.983,49 901.983,49 901.983,49 901.983,49
Tabel 147 Jumlah Pasokan Air Tanah dari RTH pada Tahun 2006 di Wilayah Jakarta Timur Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Luas RTH (2006)
Volume Air Tanah dari RTH (2006) Jakarta Timur
(ha)
(m3/thn)
5.857,58 5.857,58 5.857,58 5.857,58 5.857,58 5.857,58 5.857,58 5.857,58 5.857,58 5.857,58 5.857,58
121.286.962,57 121.286.962,57 121.286.962,57 121.286.962,57 121.286.962,57 121.286.962,57 121.286.962,57 121.286.962,57 121.286.962,57 121.286.962,57 121.286.962,57
Hasil perhitungan dari model pada Tabel 143-147 menunjukkan jumlah penduduk meningkat dari tahun ke tahun dengan pertumbuhan penduduk 17.305 jiwa pada tahun 2016 jumlah penduduk wilayah Jakarta Timur sebesar 2.307.350 jiwa, kebutuhan air domestik yang diperlukan adalah 126.327.408,05 m3/thn. Pasokan PAM mengalami peningkatan setiap tahunnya dengan jumlah pasokan PAM pada tahun 2006 sebesar 19.351.230,00 m3/thn dan pada tahun 2016 menjadi 20.585.039,50 m3/thn. Dengan luas RTH pada tahun 2006 sebesar 5.857,58 ha jumlah pasokan air tanah dari RTH yang diresapkan 121.286.962,57 m3/thn dan jumlah pasokan air tanah yang dihasilkan oleh danau/situ adalah 901.983,49 m3/thn.
177
Luas RTH pada tahun 2006 adalah sebesar 5.857,58 ha atau 31,20 % dengan volume air yang dapat diresapkan sebesar 121.286.962,57 m3/thn sedangkan volume pasokan potensi lain dari danau/situ adalah sebesar 901.983,49 m3/thn. Jadi RTH tahun 2006 dan potensi lain dari danau/situ hanya mampu memasok kebutuhan air tanah domestik tahun 2006 s/d 2016 sekitar 96,72% 104,23% saja seperti terlihat pada Tabel 148. Tabel 148 Pasokan Air Tanah dari RTH Tahun 2006 dan Pasokan Danau/Situ tahun 2006 di Wilayah Jakarta Timur Volume Air Volume Air Luas RTH Persen- Tanah dari RTH Potensi Lain Tahun (2006) Jakarta tase luas (2006) Jakarta (Danau/Situ) Timur Timur Jakarta Timur (ha) % (m3/thn) (m3/thn) 2006 5.857,58 31,20 121.286.962,57 901.983,49 2007 5.857,58 31,20 121.286.962,57 901.983,49 2008 5.857,58 31,20 121.286.962,57 901.983,49 2009 5.857,58 31,20 121.286.962,57 901.983,49 2010 5.857,58 31,20 121.286.962,57 901.983,49 2011 5.857,58 31,20 121.286.962,57 901.983,49 2012 5.857,58 31,20 121.286.962,57 901.983,49 2013 5.857,58 31,20 121.286.962,57 901.983,49 2014 5.857,58 31,20 121.286.962,57 901.983,49 2015 5.857,58 31,20 121.286.962,57 901.983,49 2016 5.857,58 31,20 121.286.962,57 901.983,49
Jumlah (m3/thn)
122.188.946,06 122.188.946,06 122.188.946,06 122.188.946,06 122.188.946,06 122.188.946,06 122.188.946,06 122.188.946,06 122.188.946,06 122.188.946,06 122.188.946,06
PersenKebut Air Domestik tase Jakarta Timur Ketercukupan % (m3/thn) 117.232.233,00 104,23 118.111.474,75 103,45 118.997.310,81 102,68 119.889.790,64 101,92 120.788.964,07 101,16 121.694.881,30 100,41 122.607.592,91 99,66 123.527.149,86 98,92 124.453.603,48 98,18 125.387.005,51 97,45 126.327.408,05 96,72
Pasokan PAM Jakarta Timur mampu memasok kebutuhan air tanah domestik sekitar 16,29 % - 16,51 % saja seperti terlihat pada Tabel 149. Jadi kebutuhan air tanah domestik wilayah Jakarta Timur belum dapat tercukupi dari pasokan PAM saja. Tabel 149 Pasokan Kebutuhan Air Domestik Penduduk hanya dari PAM saja di Wilayah Jakarta Timur Tahun
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Pasokan PAM Jakarta Timur
Kebut Air Domestik Jakarta Timur
(m3/thn)
(m3/thn)
19.351.230,00 19.471.207,63 19.591.929,11 19.713.399,07 19.835.622,15 19.958.603,01 20.082.346,34 20.206.856,89 20.332.139,40 20.458.198,67 20.585.039,50
117.232.233,00 118.111.474,75 118.997.310,81 119.889.790,64 120.788.964,07 121.694.881,30 122.607.592,91 123.527.149,86 124.453.603,48 125.387.005,51 126.327.408,05
Persentase Ketercukupan % 16,51 16,49 16,46 16,44 16,42 16,40 16,38 16,36 16,34 16,32 16,29
178
Pasokan air tanah dari RTH tahun 2006, potensi lain dari danau/situ, PAM Jakarta Timur mampu memasok kebutuhan air tanah domestik melebihi kebutuhan yaitu sekitar 113,02 % - 120,73 %, seperti terlihat pada Tabel 150. Tabel 150 Pasokan Air Tanah dari RTH Tahun 2006, Pasokan Danau/Situ tahun 2006 dan PAM di Wilayah Jakarta Timur Tahun
Volume Air Tanah Volume Air Potensi Pasokan PAM dari RTH (2006) Lain (Danau/Situ) Jakarta Timur Jakarta Timur Jakarta Timur (m3/thn)
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
121.286.962,57 121.286.962,57 121.286.962,57 121.286.962,57 121.286.962,57 121.286.962,57 121.286.962,57 121.286.962,57 121.286.962,57 121.286.962,57 121.286.962,57
(m3/thn)
901.983,49 901.983,49 901.983,49 901.983,49 901.983,49 901.983,49 901.983,49 901.983,49 901.983,49 901.983,49 901.983,49
Jumlah
(m3/thn)
19.351.230,00 19.471.207,63 19.591.929,11 19.713.399,07 19.835.622,15 19.958.603,01 20.082.346,34 20.206.856,89 20.332.139,40 20.458.198,67 20.585.039,50
Kebut. Air Persen-tase Domestik Jakarta KeterTimur cukupan
(m3/thn)
(m3/thn)
141.540.176,06 141.660.153,69 141.780.875,17 141.902.345,13 142.024.568,21 142.147.549,07 142.271.292,40 142.395.802,95 142.521.085,46 142.647.144,73 142.773.985,56
117.232.233,00 118.111.474,75 118.997.310,81 119.889.790,64 120.788.964,07 121.694.881,30 122.607.592,91 123.527.149,86 124.453.603,48 125.387.005,51 126.327.408,05
% 120,73 119,94 119,15 118,36 117,58 116,81 116,04 115,27 114,52 113,77 113,02
Pasokan air tanah domestik melebihi kebutuhan, kelebihan pasokan Jakarta Timur dapat diberikan kepada wilyah yang kurang dan secara aspek hidrologis wilayah tersebut dipengaruhi oleh wilayah Jakarta Timur yaitu di wilayah Jakarta Pusat. Kekurangan wilayah Jakarta Pusat yang masih harus dipenuhi Jakarta Timur adalah sebesar 88,5509 %, dan ini masih kurang jika hanya dipenuhi dari kelebihan Jakarta Timur untuk itu masih dibutuhkan lagi tambahan RTH rencana. Jadi dibutuhkan tambahan RTH rencana pada tahun 2016 di Kecamatan Cipayung seluas 17,107 ha atau 0,09 % dengan volume air tanah RTH rencana sebesar 354.215,58 m3/thn. Jumlah RTH (RTH rencana + RTH 2006) yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan air tanah domestik adalah tahun 2006-2015 sekitar 5.857,58 ha atau 31,20 % dan pada tahun 2016 dibutuhkan 5.874,68 ha atau 31,29 %. Pasokan air tanah skenario 3 dengan tambahan RTH rencana tersebut menghasilkan ketercukupan yaitu sekitar 113,30 % - 120,73 %, seperti terlihat pada Tabel 151-153.
179
Tabel 151 Luas RTH Rencana dan RTH Tahun 2006 di Wilayah Jakarta Timur Tahun
RTH Renc Jakarta Timur (ha)
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Persentase Luas RTH Renc %
17,11
RTH 2006 Jakarta Timur
0,09
(ha) 5.857,58 5.857,58 5.857,58 5.857,58 5.857,58 5.857,58 5.857,58 5.857,58 5.857,58 5.857,58 5.857,58
Jml RTH Renc + Persentase RTH 2006 Luas Total Jakarta Timur RTH (ha) % 5.857,58 31,20 5.857,58 31,20 5.857,58 31,20 5.857,58 31,20 5.857,58 31,20 5.857,58 31,20 5.857,58 31,20 5.857,58 31,20 5.857,58 31,20 5.857,58 31,20 5.874,68 31,29
Tabel 152 Luas dan Lokasi RTH Rencana di Wilayah Jakarta Timur No 1
Lokasi / Kecamatan Cipayung Jakarta Timur
Zone Resapan R12a
Luas seluruh Persentase RTH Koef Zone Rencana (ha) (%) 2.235,83 0,7651 0,007651
Luas RTH Rencana (ha) 17,107 17,107
Tabel 153 Pasokan Air Tanah dari RTH Rencana, RTH Tahun 2006, Pasokan Danau/Situ tahun 2006 dan PAM di Wilayah Jakarta Timur Luas RTH Volume RTH Rencana Persen- Rencana Tahun Jakarta tase luas Jakarta Timur Timur (ha) % (m3/thn) 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 17,11 0,09 354.215,58
Vol PAM + RTH 2006 + Potensi lain Jakarta Timur
Jumlah
(m3/thn)
(m3/thn)
(m3/thn)
141.540.176,06 141.660.153,69 141.780.875,17 141.902.345,13 142.024.568,21 142.147.549,07 142.271.292,40 142.395.802,95 142.521.085,46 142.647.144,73 142.773.985,56
141.540.176,06 141.660.153,69 141.780.875,17 141.902.345,13 142.024.568,21 142.147.549,07 142.271.292,40 142.395.802,95 142.521.085,46 142.647.144,73 143.128.201,14
117.232.233,00 118.111.474,75 118.997.310,81 119.889.790,64 120.788.964,07 121.694.881,30 122.607.592,91 123.527.149,86 124.453.603,48 125.387.005,51 126.327.408,05
Kebut Air PersenKelebihan Domestik tase KeterJakarta Timur Jakarta Timur cukupan % 120,73 119,94 119,15 118,36 117,58 116,81 116,04 115,27 114,52 113,77 113,30
(m3/thn)
24.307.943,06 23.548.678,94 22.783.564,36 22.012.554,49 21.235.604,14 20.452.667,77 19.663.699,49 18.868.653,09 18.067.481,98 17.260.139,22 16.800.793,09
Pasokan air tanah domestik wilayah Jakarta Timur melebihi kebutuhan yaitu sebesar 16.800.793,09 m3/thn – 24.307.943,06 m3/thn. Kelebihan pasokan air tanah domestik wilayah Jakarta Timur dapat diberikan kepada wilyah yang kurang dan secara aspek hidrologis wilayah tersebut dipengaruhi oleh wilayah Jakarta Timur yaitu di wilayah Jakarta Pusat. Kelebihan tersebut untuk memenuhi 88,5509 % kekurangan Jakarta Pusat seperti terlihat pada Tabel 154-155.
180
Tabel 154 Kelebihan Pasokan Air Tanah Domestik Jakarta Timur Untuk Memenuhi Kekurangan Pasokan Air Tanah Domestik Wilayah Jakarta Pusat dan Jakarta Barat Tahun
Kekurangan Jakarta Pusat (m3/thn)
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
-8.432.231,03 -9.661.109,34 -10.847.111,49 -11.991.850,78 -13.096.880,02 -14.163.693,82 -15.193.730,73 -16.188.375,38 -17.148.960,45 -18.076.768,72 -18.973.034,82
Persentase Persentase Volume J. Volume J. Pusat Kekurangan untuk J. untuk J. Barat untuk J. untuk J. Timur Jakarta Barat Timur Timur Timur 3 3 (%) (%) (m /thn) (m /thn) (m3/thn) 88,5509 -7.466.816,47 -18.845.837,46 0 0 88,5509 -8.554.999,27 -17.369.116,75 0 0 88,5509 -9.605.214,85 -15.821.440,75 0 0 88,5509 -10.618.891,79 -14.199.438,92 0 0 88,5509 -11.597.405,13 -12.499.580,62 0 0 88,5509 -12.542.078,35 -10.718.167,50 0 0 88,5509 -13.454.185,30 -8.851.325,55 0 0 88,5509 -14.334.952,09 -6.894.996,75 0 0 88,5509 -15.185.558,82 -4.844.930,29 0 0 88,5509 -16.007.141,39 -2.696.673,47 0 0 88,5509 -16.800.793,09 -445.562,10 0 0
Tabel 155 Volume Sisa Kelebihan Pasokan Air Tanah Domestik Jakarta Timur Tahun
Kelebihan Jakarta Timur (m3/thn)
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
24.307.943,06 23.548.678,94 22.783.564,36 22.012.554,49 21.235.604,14 20.452.667,77 19.663.699,49 18.868.653,09 18.067.481,98 17.260.139,22 16.800.793,09
Total Kekurangan Volume Jakarta Pusat
Sisa Kelebihan Jakarta Timur
(m3/thn)
(m3/thn)
(m3/thn)
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
-7.466.816,47 -8.554.999,27 -9.605.214,85 -10.618.891,79 -11.597.405,13 -12.542.078,35 -13.454.185,30 -14.334.952,09 -15.185.558,82 -16.007.141,39 -16.800.793,09
Volume J. Volume J. Pusat Barat untuk untuk J. Timur J. Timur (m3/thn)
-7.466.816,47 -8.554.999,27 -9.605.214,85 -10.618.891,79 -11.597.405,13 -12.542.078,35 -13.454.185,30 -14.334.952,09 -15.185.558,82 -16.007.141,39 -16.800.793,09
16.841.126,59 14.993.679,67 13.178.349,51 11.393.662,70 9.638.199,01 7.910.589,42 6.209.514,19 4.533.701,00 2.881.923,16 1.252.997,83 -
5.3.6 Model Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan Wilayah DKI Jakarta Berdasarkan Model Dinamik Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan dari kelima Wilayah DKI Jakarta (Jakarta Utara, Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Jakarta Selatan dan Jakarta Timur) diperoleh hasil sebagai berikut. Luas RTH pada tahun 2006 adalah sebesar 16.028,05 ha atau 24,68 % dengan volume air yang dapat diresapkan sebesar 311.538.799,69 m3/thn
181
sedangkan volume pasokan potensi lain dari danau/situ adalah sebesar 5.086.613,56 m3/thn. Jadi RTH tahun 2006 dan potensi lain dari danau/situ hanya mampu memasok kebutuhan air tanah domestik wilyah DKI Jakarta tahun 2006 s/d 2016 sekitar 74,10 % - 77,09 % saja seperti terlihat pada Tabel 156. Tabel 156 Pasokan Air Tanah dari RTH Tahun 2006 dan Pasokan Danau/Situ tahun 2006 di Wilayah DKI Jakarta Tahun
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Persen- Volume Air Tanah Luas RTH tase luas dari RTH (2006) (2006) ha % m3/thn DKI Jakarta 16.028,05 16.028,05 16.028,05 16.028,05 16.028,05 16.028,05 16.028,05 16.028,05 16.028,05 16.028,05 16.028,05
24,68 24,68 24,68 24,68 24,68 24,68 24,68 24,68 24,68 24,68 24,68
DKI Jakarta 311.538.799,69 311.538.799,69 311.538.799,69 311.538.799,69 311.538.799,69 311.538.799,69 311.538.799,69 311.538.799,69 311.538.799,69 311.538.799,69 311.538.799,69
Volume Air Total Volume Air Potensi lain 3 (Danau/Situ) Tanah m /thn m3/thn DKI Jakarta DKI Jakarta 5.086.613,56 316.625.413,25 5.086.613,56 316.625.413,25 5.086.613,56 316.625.413,25 5.086.613,56 316.625.413,25 5.086.613,56 316.625.413,25 5.086.613,56 316.625.413,25 5.086.613,56 316.625.413,25 5.086.613,56 316.625.413,25 5.086.613,56 316.625.413,25 5.086.613,56 316.625.413,25 5.086.613,56 316.625.413,25
Kebutuhan Air Domestik m3/thn DKI Jakarta 410.719.936,50 412.332.629,01 413.955.542,03 415.588.745,85 417.232.311,21 418.886.309,39 420.550.812,16 422.225.891,79 423.911.621,05 425.608.073,25 427.315.322,20
Persentase Ketercukupan % 77,09 76,79 76,49 76,19 75,89 75,59 75,29 74,99 74,69 74,39 74,10
Pasokan PAM DKI Jakarta mampu memasok kebutuhan air tanah domestik sekitar 39,82 % - 42,51 % saja seperti terlihat pada Tabel 157. Jadi kebutuhan air tanah domestik wilayah DKI Jakarta belum dapat tercukupi dari pasokan PAM saja. Pasokan air tanah dari RTH tahun 2006, potensi lain dari danau/situ, PAM DKI Jakarta mampu memasok kebutuhan air tanah domestik tahun 2006 - 2016 sekitar 116,18 %-116,91 %, seperti terlihat pada Tabel 158. Tetapi berdasarkan data di masing-masing wilayah ada 3 wilayah saja yang mengalami kelebihan pasokan yaitu Jakarta Utara, Jakarta Selatan dan Jakarta Timur. Kelebihan dari 3 wilayah tersebut ternyata hanya 2 wilayah saja yang bisa digunakan untuk memasok wilayah lain yaitu wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Timur saja. Untuk kelebihan pasokan RTH wilayah Jakarta Utara tidak bisa dipakai untuk memasok wilayah lain berdasarkan aspek hidrologis yang ada serta kelebihan pasokan PAM Jakarta Utara juga tidak bisa memasok wilayah lain karena volume tersebut untuk memenuhi kebutuhan Jakarta Utara saja.
182
Tabel 157 Pasokan Kebutuhan Air Domestik Penduduk hanya dari PAM saja di Wilayah DKI Jakarta Tahun
Pasokan PAM
DKI Jakarta
Kebut Air Domestik DKI Jakarta
3
3
(m /thn)
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
%
(m /thn)
163.554.874,00 164.509.926,49 165.635.913,61 166.938.908,85 168.425.541,44 170.103.027,84 171.979.205,45 174.062.569,23 176.362.310,98 178.888.361,61 181.651.436,78
Persentase Ketercukupan
410.719.936,50 412.332.629,01 413.955.542,03 415.588.745,85 417.232.311,21 418.886.309,39 420.550.812,16 422.225.891,79 423.911.621,05 425.608.073,25 427.315.322,20
39,82 39,90 40,01 40,17 40,37 40,61 40,89 41,22 41,60 42,03 42,51
Tabel 158 Pasokan Air Tanah dari RTH Tahun 2006, Pasokan Danau/Situ tahun 2006 dan PAM di Wilayah DKI Jakarta Volume Air Tanah Volume Air Potensi Tahun dari RTH (2006) DKI Lain (Danau/Situ) Jakarta DKI Jakarta (m3/thn)
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
311.538.799,69 311.538.799,69 311.538.799,69 311.538.799,69 311.538.799,69 311.538.799,69 311.538.799,69 311.538.799,69 311.538.799,69 311.538.799,69 311.538.799,69
(m3/thn)
5.086.613,56 5.086.613,56 5.086.613,56 5.086.613,56 5.086.613,56 5.086.613,56 5.086.613,56 5.086.613,56 5.086.613,56 5.086.613,56 5.086.613,56
Pasokan PAM DKI Jakarta
Jumlah
(m3/thn)
(m3/thn)
163.554.874,00 164.509.926,49 165.635.913,61 166.938.908,85 168.425.541,44 170.103.027,84 171.979.205,45 174.062.569,23 176.362.310,98 178.888.361,61 181.651.436,78
480.180.287,25 481.135.339,74 482.261.326,86 483.564.322,10 485.050.954,69 486.728.441,09 488.604.618,70 490.687.982,48 492.987.724,23 495.513.774,86 498.276.850,03
PersenKebut. Air Domestik tase KeterDKI Jakarta cukupan (m3/thn)
410.719.936,50 412.332.629,01 413.955.542,03 415.588.745,85 417.232.311,21 418.886.309,39 420.550.812,16 422.225.891,79 423.911.621,05 425.608.073,25 427.315.322,20
% 116,91 116,69 116,50 116,36 116,25 116,20 116,18 116,21 116,29 116,42 116,61
Pasokan air tanah domestik melebihi kebutuhan, tetapi berdasarkan perhitungan per wilayah diketahui kelebihan pasokan air tanah dari RTH (tahun 2006) di wilayah Jakarta Utara tidak bisa dipakai untuk memasok wilayah lain berdasarkan aspek hidrologis yang ada. Begitu juga kelebihan pasokan PAM Jakarta Utara juga tidak bisa memasok wilayah lain karena volume tersebut untuk memenuhi kebutuhan Jakarta Utara saja. Jadi untuk memenuhi kebutuhan air domestik maka dibutuhkan tambahan RTH rencana tahun 2006 (Jakarta Barat di Kec. Kembangan dan Cengkareng) sekitar 135,38 ha atau 0,21 % dan pada tahun
183
2016 dibutuhkan RTH rencana (Jakarta Barat di Kec. Kembangan dan Cengkareng; Jakarta Timur di Kec. Cipayung) sebesar 152,49 ha atau 0,23 %. Jumlah RTH (RTH rencana + RTH 2006) yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan air tanah domestik tahun 2006-2015 adalah sekitar 16.163,434 ha atau 24,89 % dan pada tahun 2016 dibutuhkan 16.180,541 ha atau 24,92 % (Tabel 159 dan 160). Tabel 159 Luas RTH Rencana dan RTH Tahun 2006 di Wilayah DKI Jakarta RTH Renc Tahun Jakarta Barat 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
(ha) 135,38 135,38 135,38 135,38 135,38 135,38 135,38 135,38 135,38 135,38 135,38
RTH Renc Jakarta Timur (ha) 17,11
Total RTH Persentase Total RTH Renc + Persentase RTH (2006) DKI Renc DKI Luas RTH RTH (2006) DKI Luas Total Jakarta Jakarta Renc Jakarta RTH (ha) % (ha) (ha) % 135,38 0,21 16.028,05 16.163,43 24,89 135,38 0,21 16.028,05 16.163,43 24,89 135,38 0,21 16.028,05 16.163,43 24,89 135,38 0,21 16.028,05 16.163,43 24,89 135,38 0,21 16.028,05 16.163,43 24,89 135,38 0,21 16.028,05 16.163,43 24,89 135,38 0,21 16.028,05 16.163,43 24,89 135,38 0,21 16.028,05 16.163,43 24,89 135,38 0,21 16.028,05 16.163,43 24,89 135,38 0,21 16.028,05 16.163,43 24,89 152,49 0,23 16.028,05 16.180,54 24,92
Tabel 160 Luas dan Lokasi RTH Rencana di Wilayah DKI Jakarta No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Wilayah Jakarta Barat Jakarta Barat Jakarta Barat Jakarta Barat Jakarta Barat Jakarta Barat Jakarta Barat Jakarta Barat Jakarta Timur DKI Jakarta
Lokasi / Kecamatan Cengkareng, Kembangan Kembangan Kembangan Kembangan Kembangan Kembangan Kembangan Kembangan Cipayung
Zone Resapan R6c R7c R8c R9c R10c R11c R12c R13c R12a
Luas RTH Rencana (ha) 2,79 18,63 10,71 9,54 36,10 29,70 18,18 9,72 17,11 152,49
Keterangan RTH Renc 2006-2016 RTH Renc 2006-2016 RTH Renc 2006-2016 RTH Renc 2006-2016 RTH Renc 2006-2016 RTH Renc 2006-2016 RTH Renc 2006-2016 RTH Renc 2006-2016 RTH Renc 2016
Wilayah yang pasokan air tanah domestiknya melebihi kebutuhan yaitu di wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Selatan. Wilayah yang pasokan air tanah domestiknya kurang dari kebutuhan adalah wilayah Jakarta Pusat dan Jakarta Barat. Jakarta Selatan mampu memasok 100% kekurangan Jakarta Barat dan
184
11,4491% kekurangan Jakarta Pusat, sedangkan Jakarta Timur mampu memasok memenuhi 88,5509 % kekurangan Jakarta Pusat (Tabel 161). Tabel 161 Hasil Pengolahan model pengelolaan RTH dalam rangka memenuhi kebutuhan air tanah domestik di kelima wilayah DKI Jakarta Uraian Kebutuhan Air Domestik max (m3/thn) Pasokan PAM max (m3/thn) Pasokan Potensi lain (m3/thn) Kelebihan/Kekurangan Pasokan max (m3/thn) Rekomendasi
Luas RTH (2006) (ha) Persen RTH 2006 (%) Vol Air Tanah RTH 2006 (m3/thn) Alokasi RTH Potensial
Jakarta Utara
Jakarta Pusat
65.307.440,06
48.945.099,99
85.907.223,85
100.828.150,25
126.327.408,05
72.969.734,00
30.588.614,00
50.021.749,96
19.433.529,06
20.585.039,50
3.178.899,30
147.066,28
251.384,92
607.279,57
901.983,49
54.630.289,43
-18.973.034,82
-18.845.837,46
24.194.585,90
24.307.943,06
Kelebihan pasokan diberikan ke wilayah lain Jakarta Barat (100% kbth) dan Jakarta Pusat (11,4491% kbth)
Kelebihan pasokan diberikan ke wilayah lain Jakarta Pusat (88,5509% kbth)
4.636,81 31,82 104.981.927,52
5.857,58 31,20 121.286.962,57
Kelebihan pasokan tidak bisa digunakan untuk wilayah lain
2.768,91 19,84 43.139.599,38 -
Kekurangan pasokan harus dipenuhi dari wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Selatan
531,36 11,02 8.952.849,19 -
Jakarta Barat Jakarta Selatan
Kekurangan pasokan harus dipenuhi dari wilayah Jakarta Selatan
2.233,41 17,42 33.177.461,03 Cengkareng, Kembangan
Jagakarsa, Cilandak
Jakarta Timur
Cakung, Makasar, Cipayung
5.3.7 Validasi Model Validasi model dilakukan pada hasil Model Dinamik Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan dari kelima Wilayah DKI Jakarta (Jakarta Utara, Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Jakarta Selatan dan Jakarta Timur) dibandingkan dengan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus luas hutan kota dari Fakuara. Dalam Penelitian ini luas RTH yang dibutuhkan sebagai tempat meresapkan air dapat dihitung dengan menggunakan pendekatan luas hutan kota (Fakuara, 1987) berdasarkan kebutuhan air sebagai berikut:
185
La = Po. K (1 + r ) t - PAM - Pa z Keterangan : La
: luas ruang terbuka hijau data tahun 2006 (m2)
Po
: jumlah penduduk dari tahun 2006-2016 (jiwa)
K
: konsumsi air per kapita = 54,75 (m3/tahun/jiwa)
r
: laju peningkatan pemakaian air/pertumbuhan penduduk
c
: koefisien resapan = 1
PAM
: kapasitas suplai perusahaan air minum dari tahun 20062016 (m3/tahun)
t
: tahun, dari tahun 2006-2016
Pa
: potensi air diluar PAM (danau/situ) berdasarkan data 2006 (m3/tahun)
z
: kemampuan tanah/media dalam menyerap air (c x i) (m/tahun)
i
: curah hujan pertahun (m/tahun)
Hasil Perhitungan dengan menggunakan rumus luas RTH Fakuara tertera pada Tabel 162-166. Tabel 162 Hasil Perhitungan dengan Rumus Fakuara untuk Wilayah Jakarta Utara Tahun t
2006 0 2007 1 2008 2 2009 3 2010 4 2011 5 2012 6 2013 7 2014 8 2015 9 2016 10
Po.K.(1+r)t Po.(1+r)t (Jumlah (Kebutuhan Air Domestik) Penduduk) (jiwa) (m3/thn) 64.657.943,25 1.180.967 64.722.601,19 1.182.148 1.183.330 64.787.323,79 64.852.111,12 1.184.513 64.916.963,23 1.185.698 1.186.884 64.981.880,19 65.046.862,07 1.188.071 65.111.908,93 1.189.259 1.190.448 65.177.020,84 65.242.197,86 1.191.638 65.307.440,06 1.192.830
PAM (m3/thn) 72.969.734,00 72.969.734,00 72.969.734,00 72.969.734,00 72.969.734,00 72.969.734,00 72.969.734,00 72.969.734,00 72.969.734,00 72.969.734,00 72.969.734,00
Pa La.z (Fakuara) (Danau/Situ) (m3/thn) 3.178.899,30 3.178.899,30 3.178.899,30 3.178.899,30 3.178.899,30 3.178.899,30 3.178.899,30 3.178.899,30 3.178.899,30 3.178.899,30 3.178.899,30
(m3/thn)
-11.490.690,05 -11.426.032,10 -11.361.309,50 -11.296.522,18 -11.231.670,07 -11.166.753,10 -11.101.771,22 -11.036.724,36 -10.971.612,45 -10.906.435,43 -10.841.193,23
Hasil Model
Selisih
(m3/thn)
(m3/thn)
-11.490.690,05 -11.199.825,93 -10.909.598,40 -10.620.005,20 -10.331.044,11 -10.042.712,92 -9.755.009,39 -9.467.931,32 -9.181.476,49 -8.895.642,71 -8.610.427,80
0,00 226.206,17 451.711,10 676.516,98 900.625,96 1.124.040,18 1.346.761,83 1.568.793,04 1.790.135,96 2.010.792,72 2.230.765,43
186
Tabel 163 Hasil Perhitungan dengan Rumus Fakuara untuk Wilayah Jakarta Pusat Po.K.(1+r)t Po.(1+r)t (Jumlah (Kebutuhan Air Domestik) Penduduk) 3 (jiwa) (m /thn) 0 878.918 48.120.760,50 1 880.412 48.202.565,79 2 881.909 48.284.510,15 3 883.408 48.366.593,82 4 884.910 48.448.817,03 5 886.414 48.531.180,02 6 887.921 48.613.683,03 7 889.431 48.696.326,29 8 890.943 48.779.110,04 9 892.457 48.862.034,53 10 893.974 48.945.099,99
Tahun t
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
PAM 3
(m /thn)
30.588.614,00 30.588.614,00 30.588.614,00 30.588.614,00 30.588.614,00 30.588.614,00 30.588.614,00 30.588.614,00 30.588.614,00 30.588.614,00 30.588.614,00
Pa (Danau/Situ) 3
(m /thn)
147.066,28 147.066,28 147.066,28 147.066,28 147.066,28 147.066,28 147.066,28 147.066,28 147.066,28 147.066,28 147.066,28
La.z (Fakuara) 3
(m /thn)
17.385.080,22 17.466.885,52 17.548.829,88 17.630.913,54 17.713.136,75 17.795.499,74 17.878.002,75 17.960.646,01 18.043.429,76 18.126.354,25 18.209.419,71
Hasil Model 3
(m /thn)
17.385.080,22 18.613.958,53 19.799.960,68 20.944.699,97 22.049.729,21 23.116.543,01 24.146.579,92 25.141.224,57 26.101.809,64 27.029.617,91 27.925.884,01
Selisih 3
(m /thn)
0,00 1.147.073,01 2.251.130,80 3.313.786,43 4.336.592,46 5.321.043,27 6.268.577,17 7.180.578,56 8.058.379,88 8.903.263,66 9.716.464,30
Tabel 164 Hasil Perhitungan dengan Rumus Fakuara untuk Wilayah Jakarta Barat Tahun
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Po.(1+r)t Po.K.(1+r)t (Jumlah (Kebutuhan Air Penduduk) Domestik) (jiwa) (m3/thn) 0 1.565.947 85.735.598,25 1 1.566.260 85.752.745,37 2 1.566.573 85.769.895,92 3 1.566.887 85.787.049,90 4 1.567.200 85.804.207,31 5 1.567.514 85.821.368,15 6 1.567.827 85.838.532,42 7 1.568.141 85.855.700,13 8 1.568.454 85.872.871,27 9 1.568.768 85.890.045,84 10 1.569.082 85.907.223,85 t
PAM
Pa (Danau/Situ)
La.z (Fakuara)
Hasil Model
Selisih
(m3/thn)
(m3/thn)
(m3/thn)
(m3/thn)
(m3/thn)
31.449.849,00 31.449.849,00 31.449.849,00 31.449.849,00 31.449.849,00 31.449.849,00 31.449.849,00 31.449.849,00 31.449.849,00 31.449.849,00 31.449.849,00
251.383,23 251.383,23 251.383,23 251.383,23 251.383,23 251.383,23 251.383,23 251.383,23 251.383,23 251.383,23 251.383,23
54.034.366,02 54.051.513,14 54.068.663,69 54.085.817,67 54.102.975,08 54.120.135,92 54.137.300,19 54.154.467,90 54.171.639,04 54.188.813,61 54.205.991,62
54.034.364,33 52.557.643,62 51.009.967,62 49.387.965,79 47.688.107,49 45.906.694,37 44.039.852,42 42.083.523,62 40.033.457,16 37.885.200,34 35.634.088,97
-1,69 -1.493.869,52 -3.058.696,07 -4.697.851,88 -6.414.867,59 -8.213.441,55 -10.097.447,77 -12.070.944,28 -14.138.181,88 -16.303.613,27 -18.571.902,65
Tabel 165 Hasil Perhitungan dengan Rumus Fakuara untuk Wilayah Jakarta Selatan Tahun
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Po.K.(1+r)t Po.(1+r)t (Jumlah (Kebutuhan Air Domestik) Penduduk) (jiwa) (m3/thn) 0 1.734.674 94.973.401,50 1 1.745.082 95.543.241,91 2 1.755.553 96.116.501,36 3 1.766.086 96.693.200,37 4 1.776.682 97.273.359,57 5 1.787.342 97.856.999,73 6 1.798.067 98.444.141,73 7 1.808.855 99.034.806,58 8 1.819.708 99.629.015,42 9 1.830.626 100.226.789,51 10 1.841.610 100.828.150,25 t
PAM (m3/thn)
9.195.447,00 9.195.447,00 9.195.447,00 9.195.447,00 9.195.447,00 9.195.447,00 9.195.447,00 9.195.447,00 9.195.447,00 9.195.447,00 9.195.447,00
Pa (Danau/Situ) (m3/thn)
607.279,57 607.279,57 607.279,57 607.279,57 607.279,57 607.279,57 607.279,57 607.279,57 607.279,57 607.279,57 607.279,57
La.z (Fakuara) (m3/thn)
85.170.674,93 85.740.515,34 86.313.774,79 86.890.473,79 87.470.633,00 88.054.273,15 88.641.415,15 89.232.080,00 89.826.288,84 90.424.062,94 91.025.423,67
Hasil Model
Selisih
(m3/thn)
(m3/thn)
85.170.674,93 0,00 85.026.029,11 -714.486,23 84.829.286,75 -1.484.488,04 84.576.154,80 -2.314.318,99 84.262.005,19 -3.208.627,81 83.881.848,73 -4.172.424,42 83.430.307,12 -5.211.108,03 82.901.582,65 -6.330.497,35 82.289.425,61 -7.536.863,23 81.587.099,19 -8.836.963,75 80.787.341,62 -10.238.082,05
187
Tabel 166 Hasil Perhitungan dengan Rumus Fakuara untuk Wilayah Jakarta Timur Tahun
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Po.K.(1+r)t Po.(1+r)t (Jumlah (Kebutuhan Air Domestik) Penduduk) (jiwa) (m3/thn) 0 2.141.228 117.232.233,00 1 2.157.287 118.111.474,75 2 2.173.467 118.997.310,81 3 2.189.768 119.889.790,64 4 2.206.191 120.788.964,07 5 2.222.738 121.694.881,30 6 2.239.408 122.607.592,91 7 2.256.204 123.527.149,86 8 2.273.125 124.453.603,48 9 2.290.174 125.387.005,51 10 2.307.350 126.327.408,05 t
PAM
Pa (Danau/Situ)
La.z (Fakuara)
Hasil Model
Selisih
(m3/thn)
(m3/thn)
(m3/thn)
(m3/thn)
(m3/thn)
19.351.230,00 19.351.230,00 19.351.230,00 19.351.230,00 19.351.230,00 19.351.230,00 19.351.230,00 19.351.230,00 19.351.230,00 19.351.230,00 19.351.230,00
901.983,49 901.983,49 901.983,49 901.983,49 901.983,49 901.983,49 901.983,49 901.983,49 901.983,49 901.983,49 901.983,49
96.979.019,51 97.858.261,26 98.744.097,32 99.636.577,15 100.535.750,58 101.441.667,81 102.354.379,42 103.273.936,37 104.200.389,99 105.133.792,02 106.074.194,56
96.979.019,51 97.738.283,63 98.503.398,21 99.274.408,08 100.051.358,43 100.834.294,80 101.623.263,08 102.418.309,48 103.219.480,59 104.026.823,35 104.840.385,06
0,00 -119.977,63 -240.699,11 -362.169,07 -484.392,15 -607.373,01 -731.116,34 -855.626,89 -980.909,40 -1.106.968,67 -1.233.809,50
Tabel 167 Perbandingan Hasil Model dengan Rumus Fakuara untuk Wilayah DKI Jakarta Jakarta Utara Tahun
Selisih
%
(m3/thn)
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
0,00 226.206,17 451.711,10 676.516,98 900.625,96 1.124.040,18 1.346.761,83 1.568.793,04 1.790.135,96 2.010.792,72 2.230.765,43
Jakarta Pusat Selisih
%
(m3/thn)
0 -2 -4 -6 -8 -10 -12 -14 -16 -18 -21
0,00 1.147.073,01 2.251.130,80 3.313.786,43 4.336.592,46 5.321.043,27 6.268.577,17 7.180.578,56 8.058.379,88 8.903.263,66 9.716.464,30
Jakarta Barat Selisih
%
(m3/thn)
0 6 11 16 20 23 26 29 31 33 35
-1,69 -1.493.869,52 -3.058.696,07 -4.697.851,88 -6.414.867,59 -8.213.441,55 -10.097.447,77 -12.070.944,28 -14.138.181,88 -16.303.613,27 -18.571.902,65
Jakarta Selatan Selisih
%
(m3/thn)
0 -3 -6 -9 -12 -15 -19 -22 -26 -30 -34
0,00 -714.486,23 -1.484.488,04 -2.314.318,99 -3.208.627,81 -4.172.424,42 -5.211.108,03 -6.330.497,35 -7.536.863,23 -8.836.963,75 -10.238.082,05
Jakarta Timur Selisih
%
(m3/thn)
0 -1 -2 -3 -4 -5 -6 -7 -8 -10 -11
0,00 -119.977,63 -240.699,11 -362.169,07 -484.392,15 -607.373,01 -731.116,34 -855.626,89 -980.909,40 -1.106.968,67 -1.233.809,50
DKI Jakarta Selisih
%
(m3/thn)
0 0 0 0 0 -1 -1 -1 -1 -1 -1
-1,69 -955.054,19 -2.081.041,31 -3.384.036,54 -4.870.669,13 -6.548.155,53 -8.424.333,14 -10.507.696,92 -12.807.438,68 -15.333.489,31 -18.096.564,47
0 0 -1 -1 -2 -3 -3 -4 -5 -6 -7
Perbandingan dari hasil model dan hasil validasi dengan Rumus Fakuara (Tabel 162-167) untuk wilayah DKI Jakarta menunjukkan hasil yang tidak jauh beda yaitu berkisar antara 0% sampai dengan 7%, dan pada masing-masing wilayah berkisar 0% sampai dengan 35%. Perbedaan tersebut disebabkan oleh hasil model untuk pasokan PAM adalah dinamik sedangkan pada rumus fakuara pasokan PAM diasumsikan tetap tiap tahun. Data dilapangan menunjukkan bahwa pasokan PAM berubah tiap tahun sehingga rumus modifikasi fakuara pada model lebih mendekati kenyataan di wilayah DKI Jakarta. Limitasi validasi pada model sudah cukup bagus untuk model 10 tahun.
188
5.4
Skenario Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan Dari hasil pengolahan model pengelolaan RTH sebagai daerah resapan di
wilayah DKI Jakarta, maka disusun 5 (lima) alternatif skenario pengelolaan RTH dalam rangka memenuhi kebutuhan air tanah domestik yaitu sebagai berikut : a. Skenario 1 : Luas RTH seperti luas RTH tahun 2006 dan Pasokan Danau/Situ tahun 2006 b. Skenario 2 : Mengandalkan pasokan kebutuhan air domestik penduduk hanya dari PAM saja c. Skenario 3 : Luas RTH seperti luas RTH tahun 2006, Pasokan Danau/Situ tahun 2006 dan PAM d. Skenario 4 : Luas RTH terdiri dari RTH rencana pada daerah potensial ditambah RTH tahun 2006, Pasokan Danau/Situ tahun 2006 dan PAM e. Skenario 5 : Luas RTH terdiri dari RTH rencana, RTH tahun 2006, Pasokan Danau/Situ tahun 2006, PAM dan ditambah pasokan dari RTH Wilayah lain 5.4.1 Skenario Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan Wilayah Jakarta Utara Hasil pengolahan model pengelolaan RTH sebagai daerah resapan di wilayah Jakarta Utara diperoleh alternatif skenario pengelolaan RTH dalam rangka memenuhi kebutuhan air tanah domestik yaitu skenario 2 dengan hasil sebagai berikut : Skenario 2 : Jakarta Utara Mengandalkan pasokan kebutuhan air domestik penduduk hanya dari PAM saja Pada Skenario 2 pasokan PAM Jakarta Utara mampu memasok kebutuhan air tanah domestik melebihi kebutuhan yaitu sekitar 108,32 % - 112,86 % saja seperti terlihat pada Tabel 112 terdahulu. Jadi kebutuhan air tanah domestik wilayah Jakarta Utara sudah dapat tercukupi dari pasokan PAM saja. Dari skenario diatas maka dapat disimpulkan bahwa skenario yang dipilih untuk dilaksanakan di wilayah Jakarta Utara adalah skenario 2. Yaitu kebutuhan air tanah domestik wilayah DKI Jakarta sampai dengan tahun 2016 masih bisa dipenuhi dari pasokan PAM Jakarta Utara saja, sehingga tidak memerlukan tambahan pasokan dari sumber lain seperti RTH, pasokan dari danau/situ maupun
189
pasokan dari wilayah lain. Namun demikian, luasan RTH yang ada masih dipertahankan karena air yang dapat diresapkan dapat digunakan sebagai pengisi air tanah yang dapat mencegah intrusi air laut.
5.4.2 Skenario Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan Wilayah Jakarta Pusat Berdasarkan hasil pengolahan model pengelolaan RTH sebagai daerah resapan di wilayah Jakarta Pusat diperoleh alternatif skenario pengelolaan RTH dalam rangka memenuhi kebutuhan air tanah domestik yaitu skenario 5 dengan hasil sebagai berikut: Skenario 5 : Jakarta Pusat Luas RTH terdiri dari RTH rencana, RTH tahun 2006, Pasokan Danau/Situ tahun 2006, PAM dan ditambah pasokan dari RTH Wilayah lain Berdasarkan skenario 4 pasokan air tanah domestik masih kurang dari kebutuhan yaitu sebesar -8.432.231,03m3/thn sampai dengan -18.973.034,82 m3/thn. Kekurangan pasokan air tanah domestik tersebut dapat dipenuhi dari pasokan wilayah lain, karena secara aspek hidrologis wilayah Jakarta Pusat mendapat pengaruh dari wilayah Jakarta Timur dan wilayah Jakarta Selatan maka kedua wilayah tersebut dapat memasok kekurangan kebutuhan Jakarta Pusat. Dari skenario diatas maka dapat disimpulkan bahwa skenario yang dipilih untuk dilaksanakan di wilayah Jakarta Pusat adalah skenario 5. Yaitu kebutuhan air tanah domestik wilayah Jakarta Pusat sampai dengan tahun 2016 harus dipenuhi dari luas RTH tahun 2006 (531,36 ha), Pasokan Danau/Situ tahun 2006, pasokan PAM dan ditambah pasokan RTH Wilayah lain yaitu wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Selatan.
5.4.3 Skenario Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan Wilayah Jakarta Barat Berdasarkan hasil pengolahan model pengelolaan RTH sebagai daerah resapan di wilayah Jakarta Barat diperoleh alternatif skenario pengelolaan RTH dalam rangka memenuhi kebutuhan air tanah domestik yaitu skenario 4 dan 5 dengan hasil sebagai berikut :
190
Skenario 4 : Jakarta Barat Luas RTH terdiri dari RTH rencana pada daerah potensial ditambah RTH tahun 2006, Pasokan Danau/Situ tahun 2006 dan PAM Karena pada skenario 3 pasokan air tanah domestik kurang dari kebutuhan, sehingga masih dibutuhkan lagi tambahan RTH rencana pada tahun 2006-2016 di kecamatan Cengkareng dan Kembangan dengan luas 135,38 ha atau 1,06 % dengan volume air yang dapat diresapkan adalah sebesar 2.011.065,84 m3/thn. Jumlah RTH (RTH rencana + RTH 2006) yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan air tanah domestik adalah tahun 2006-2016 sekitar 2.368,79 ha atau 18,48 %. Pasokan air tanah skenario 3 dengan tambahan RTH rencana tersebut menghasilkan ketercukupan sekitar 78,02 % - 99,48 % saja, seperti terlihat pada Tabel 130-132 terdahulu. Skenario 5 : Jakarta Barat Luas RTH terdiri dari RTH rencana, RTH tahun 2006, Pasokan Danau/Situ tahun 2006, PAM dan ditambah pasokan dari RTH Wilayah lain Berdasarkan skenario 4 pasokan air tanah domestik masih kurang dari kebutuhan yaitu sebesar -445.562,10 m3/thn sampai dengan -18.845.837,46 m3/thn. Kekurangan pasokan air tanah domestik tersebut dapat dipenuhi dari pasokan wilayah lain, karena secara aspek hidrologis wilayah Jakarta Barat mendapat pengaruh dari Wilayah Jakarta Selatan maka wilayah tersebut dapat memasok kekurangan kebutuhan Jakarta Barat. Dari skenario diatas maka dapat disimpulkan bahwa skenario yang dipilih untuk dilaksanakan di wilayah Jakarta Barat adalah skenario 5. Yaitu kebutuhan air tanah domestik wilayah Jakarta Pusat sampai dengan tahun 2016 harus dipenuhi dari luas RTH tahun 2006 (2.233,41 ha), RTH rencana (135,38 ha), Pasokan Danau/Situ tahun 2006, pasokan PAM dan ditambah pasokan RTH Wilayah lain yaitu wilayah Jakarta Selatan. 5.4.4 Skenario Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan Wilayah Jakarta Selatan Berdasarkan hasil pengolahan model pengelolaan RTH sebagai daerah resapan di wilayah Jakarta Selatan diperoleh alternatif skenario pengelolaan RTH dalam rangka memenuhi kebutuhan air tanah domestik yaitu skenario 1, 3 dan 5 dengan hasil sebagai berikut :
191
Skenario 1 : Jakarta Selatan Luas RTH seperti luas RTH tahun 2006 dan Pasokan Danau/Situ tahun 2006 Luas RTH pada tahun 2006 adalah sebesar 4.636,81 ha atau 31,82 % dengan volume air yang dapat diresapkan sebesar 104.981.927,52 m3/thn sedangkan volume pasokan potensi lain dari danau/situ adalah sebesar 607.279,57 m3/thn. Jadi RTH tahun 2006 dan potensi lain dari danau/situ mampu memasok kebutuhan air tanah domestik tahun 2006 s/d 2016 sekitar 104,72% - 111,18% seperti terlihat pada Tabel 138 terdahulu. Skenario 3 : Jakarta Selatan Luas RTH seperti luas RTH tahun 2006, Pasokan Danau/Situ tahun 2006 dan PAM Pasokan air tanah dari RTH tahun 2006, potensi lain dari danau/situ, PAM Jakarta Selatan mampu memasok kebutuhan air tanah domestik melebihi kebutuhan yaitu sekitar 120,86 % - 124,00 %, seperti terlihat pada Tabel 140 terdahulu. Skenario 5 : Jakarta Selatan Luas RTH terdiri dari RTH rencana, RTH tahun 2006, Pasokan Danau/Situ tahun 2006, PAM dan ditambah pasokan dari RTH Wilayah lain Berdasarkan skenario 4 pasokan air tanah domestik melebihi kebutuhan yaitu sebesar 19.811.252,59 m3/thn – 24.194.585,90 m3/thn. Kelebihan pasokan air tanah domestik wilayah Jakarta Selatan dapat diberikan kepada wilyah yang kurang dan secara aspek hidrologis wilayah tersebut dipengaruhi oleh wilayah Jakarta Selatan yaitu di wilayah Jakarta Pusat dan Jakarta Barat. Kelebihan tersebut untuk memenuhi 100% kekurangan Jakarta Barat dan 11,4491% kekurangan Jakarta Pusat seperti terlihat pada Tabel 141-142 terdahulu. Dari skenario diatas maka dapat disimpulkan bahwa skenario yang dipilih untuk dilaksanakan di wilayah Jakarta Selatan adalah skenario 5. Yaitu kebutuhan air tanah domestik wilayah DKI Jakarta sampai dengan tahun 2016 dapat dipenuhi dari luas RTH tahun 2006 (4.636,81 ha), Pasokan Danau/Situ tahun 2006, pasokan PAM dan bahkan berlebih. Kelebihan pasokan air tanah domestik yang dimiliki oleh wilayah Jakarta Selatan digunakan untuk memasok wilayah lain yaitu wilayah Jakarta Barat (100 % kekurangan Jakarta Barat) dan Jakarta Pusat (11,4491 % kekurangan Jakarta Pusat).
192
5.4.5 Skenario Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan Wilayah Jakarta Timur Berdasarkan hasil pengolahan model pengelolaan RTH sebagai daerah resapan di wilayah Jakarta Timur diperoleh alternatif skenario pengelolaan RTH dalam rangka memenuhi kebutuhan air tanah domestik yaitu skenario 1, 3, 4 dan 5 dengan hasil sebagai berikut : Skenario 1 : Jakarta Timur Luas RTH seperti luas RTH tahun 2006 dan Pasokan Danau/Situ tahun 2006 Luas RTH pada tahun 2006 adalah sebesar 5.857,58 ha atau 31,20 % dengan volume air yang dapat diresapkan sebesar 121.286.962,57 m3/thn sedangkan volume pasokan potensi lain dari danau/situ adalah sebesar 901.983,49 m3/thn. Jadi RTH tahun 2006 dan potensi lain dari danau/situ hanya mampu memasok kebutuhan air tanah domestik tahun 2006 s/d 2016 sekitar 96,72% 104,23% saja seperti terlihat pada Tabel 148 terdahulu. Skenario 3 : Jakarta Timur Luas RTH seperti luas RTH tahun 2006, Pasokan Danau/Situ tahun 2006 dan PAM Pasokan air tanah dari RTH tahun 2006, potensi lain dari danau/situ, PAM Jakarta Timur mampu memasok kebutuhan air tanah domestik melebihi kebutuhan yaitu sekitar 113,02 % - 120,73 %, seperti terlihat pada Tabel 150 terdahulu. Skenario 4 : Jakarta Timur Luas RTH terdiri dari RTH rencana pada daerah potensial ditambah RTH tahun 2006, Pasokan Danau/Situ tahun 2006 dan PAM Pada skenario 3 pasokan air tanah domestik melebihi kebutuhan, kelebihan pasokan Jakarta Timur dapat diberikan kepada wilyah yang kurang dan secara aspek hidrologis wilayah tersebut dipengaruhi oleh wilayah Jakarta Timur yaitu di wilayah Jakarta Pusat. Kekurangan wilayah Jakarta Pusat yang masih harus dipenuhi Jakarta Timur adalah sebesar 88,5509 %, dan ini masih kurang jika hanya dipenuhi dari kelebihan Jakarta Timur untuk itu masih dibutuhkan lagi tambahan RTH rencana. Jadi dibutuhkan tambahan RTH rencana pada tahun 2016 di Kecamatan Cipayung seluas 17,107 ha atau 0,09 % dengan volume air tanah RTH rencana sebesar 354.215,58 m3/thn. Jumlah RTH (RTH rencana + RTH 2006) yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan air tanah domestik adalah
193
tahun 2006-2015 sekitar 5.857,58 ha atau 31,20 % dan pada tahun 2016 dibutuhkan 5.874,68 ha atau 31,29 %. Pasokan air tanah skenario 3 dengan tambahan RTH rencana tersebut menghasilkan ketercukupan yaitu sekitar 113,30 % - 120,73 %, seperti terlihat pada Tabel 151-153 terdahulu. Skenario 5 : Jakarta Timur Luas RTH terdiri dari RTH rencana, RTH tahun 2006, Pasokan Danau/Situ tahun 2006, PAM dan ditambah pasokan dari RTH Wilayah lain Berdasarkan skenario 4 pasokan air tanah domestik melebihi kebutuhan yaitu sebesar 16.800.793,09 m3/thn – 24.307.943,06 m3/thn. Kelebihan pasokan air tanah domestik wilayah Jakarta Timur dapat diberikan kepada wilyah yang kurang dan secara aspek hidrologis wilayah tersebut dipengaruhi oleh wilayah Jakarta Timur yaitu di wilayah Jakarta Pusat. Kelebihan tersebut untuk memenuhi 88,5509 % kekurangan Jakarta Pusat seperti terlihat pada Tabel 154-155 terdahulu. Dari skenario diatas maka dapat disimpulkan bahwa skenario yang dipilih untuk dilaksanakan di wilayah Jakarta Timur adalah skenario 5, yaitu kebutuhan air tanah domestik wilayah Jakarta Timur sampai dengan tahun 2016 dapat dipenuhi dari luas RTH tahun 2006 (5.857,58 ha), Pasokan Danau/Situ tahun 2006, pasokan PAM dan bahkan berlebih. Kelebihan pasokan air tanah domestik yang dimiliki oleh wilayah Jakarta Timur dan di tambah RTH rencana sebesar 17,11 ha pada tahun 2016 digunakan untuk memasok wilayah lain yaitu wilayah Jakarta Pusat (88,5509 % kekurangan Jakarta Pusat).
5.4.6 Skenario Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan Wilayah DKI Jakarta Hasil pengolahan model pengelolaan RTH sebagai daerah resapan di wilayah DKI Jakarta diperoleh alternatif skenario pengelolaan RTH dalam rangka memenuhi kebutuhan air domestik di lima wilayah DKI Jakarta tertera pada Tabel 168.
194
Tabel 168 Skenario pengelolaan RTH dalam rangka memenuhi kebutuhan air tanah domestik di kelima wilayah DKI Jakarta Skenario / Wilayah Skenario 1 : RTH (2006) + Danau/Situ Persentase luas RTH (%) Pasokan RTH (m3/thn) Pasokan Danau/Situ (m3/thn) Persentase ketercukupan Skenario 2 : PAM Persentase ketercukupan PAM (%)
Jakarta Utara
Jakarta Pusat
Jakarta Barat
Skenario 1
Skenario 1
31,82 104.981.927,52 607.279,57 104,72 - 111,18
31,2 121.286.962,57 901.983,49 96,72 - 104,23
Skenario 3
Skenario 3
120,86 - 124,00
113,02 - 120,73
Skenario 2
Skenario 4 : RTH (2006) + Danau/Situ + PAM + RTH Rencana Lokasi RTH Rencana Luas RTH Rencana (ha) Persentase luas RTH Renc. (%)
Skenario yang dipilih
Jakarta Timur
108,32 - 112,86
Skenario 3 : RTH (2006) + Danau/Situ + PAM Persentase ketercukupan RTH + Danau/Situ +PAM
Persentase ketercukupan Skenario 3 + RTH Rencana Skenario 5 : Pasokan wilayah lain / memasok wilayah lain Kelebihan / Kekurangan pasokan air tanah
Jakarta Selatan
kelebihan skenario 2, kelebihan pasokan tidak bisa digunakan untuk wilayah lain
Skenario 4
Skenario 4
Cengkareng Kembangan 135,38 1,06
Cipayung
78,02 - 99,48
113,30 - 120,73
17,11 0,09
Skenario 5
Skenario 5
Skenario 5
Skenario 5
kekurangan
kekurangan
kelebihan
kelebihan
skenario 5, skenario 5, skenario 5, skenario 5, kekurangan kekurangan kelebihan pasokan kelebihan pasokan pasokan pasokan diberikan ke diberikan ke dipenuhi dari dipenuhi dari Jakarta Barat Jakarta Pusat wilayah Jakarta wilayah Jakarta (100%kekuranang (88,5509%kekuTimur dan Selatan an) dan Jakarta rangan) Jakarta Selatan Pusat (11,4491% kekurangan)
Skenario pemenuhan kebutuhan air domestik di masing-masing wilayah DKI Jakarta menunjukkan bahwa : a. Skenario 1 : Luas RTH seperti luas RTH tahun 2006 dan Pasokan Danau/Situ tahun 2006, dipenuhi oleh wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Selatan. b. Skenario 2 : Mengandalkan pasokan kebutuhan air domestik penduduk hanya dari PAM saja, dipenuhi oleh wilayah Jakarta Utara. c. Skenario 3 : Luas RTH seperti luas RTH tahun 2006, Pasokan Danau/Situ tahun 2006 dan PAM, dipenuhi oleh wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Selatan.
195
d. Skenario 4 : Luas RTH terdiri dari RTH rencana pada daerah potensial ditambah RTH tahun 2006, Pasokan Danau/Situ tahun 2006 dan PAM, dipenuhi oleh wilayah Jakarta Timur (untuk menambah pasokan ke Jakarta Pusat) dan Jakarta Barat (kekurangan pasokan dipenuhi dari Jakarta Selatan). e. Skenario 5 : Luas RTH terdiri dari RTH rencana, RTH tahun 2006, Pasokan Danau/Situ tahun 2006, PAM dan ditambah pasokan dari RTH Wilayah lain, untuk daerah yang mendapat pasokan dari daerah lain wilayah Jakarta Pusat dan Jakarta Barat, daerah yang memberikan pasokan ke daerah lain wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Selatan. Arahan pengelolaan RTH sebagai daerah resapan dalam rangka memenuhi kebutuhan air domestik di masing-masing wilayah DKI Jakarta adalah sebagai berikut (Tabel 167 terdahulu) : a. Jakarta Utara menggunakan skenario 2 yaitu kebutuhan air domestik penduduk dapat dipenuhi dari pasokan PAM saja. b. Jakarta Pusat menggunakan skenario 5 yaitu kebutuhan air domestik penduduk dipenuhi dari pasokan PAM, air tanah dari RTH 2006 dan Pa sokan danau/situ 2006 Jakarta Pusat ditambah pasokan dari wilayah lain yaitu dari Jakarta Selatan (11,4491 % kekurangan) dan Jakarta Timur (88,5509 % kekurangan). c. Jakarta Barat menggunakan skenario 4 dan 5 yaitu kebutuhan air domestik penduduk dipenuhi dari pasokan PAM, air tanah dari RTH 2006, Pa sokan danau/situ 2006 dan RTH rencana Jakarta Barat sebesar 135,38 ha di daerah Cengkareng dan Kembangan. Kekurangan pasokan pada skenario 4 masih harus dipenuhi dari wilayah lain yaitu Jakarta Selatan. d. Jakarta Selatan menggunakan skenario 1, 3 dan 5 yaitu kebutuhan air domestik penduduk dipenuhi dari air tanah dari RTH 2006 lebih dari cukup dan jika ditambah pasokan PAM kelebihan pasokan diberikan ke wilayah lain yaitu Jakarta Barat dan Jakarta Pusat. e. Jakarta Timur menggunakan skenario 1, 3, 4 dan 5 yaitu kebutuhan air domestik penduduk dipenuhi dari air tanah dari RTH 2006 lebih dari
196
cukup dan jika ditambah pasokan PAM dan RTH rencana Jakarta Timur kelebihan pasokan diberikan ke wilayah lain yaitu Jakarta Pusat. Berdasarkan hasil pengolahan model pengelolaan RTH sebagai daerah resapan di wilayah DKI Jakarta diperoleh alternatif skenario pengelolaan RTH dalam rangka memenuhi kebutuhan air tanah domestik yaitu skenario 3, 4 dan 5 dengan hasil sebagai berikut : Skenario 3 : DKI Jakarta Luas RTH seperti luas RTH tahun 2006, Pasokan Danau/Situ tahun 2006 dan PAM Pasokan air tanah dari RTH tahun 2006, potensi lain dari danau/situ, PAM DKI Jakarta mampu memasok kebutuhan air tanah domestik tahun 2006 - 2016 sekitar 116,18 %-116,91 %, seperti terlihat pada Tabel 162. Tetapi berdasarkan data di masing-masing wilayah ada 3 wilayah saja yang mengalami kelebihan pasokan yaitu Jakarta Utara, Jakarta Selatan dan Jakarta Timur. Kelebihan dari 3 wilayah tersebut ternyata hanya 2 wilayah saja yang bisa digunakan untuk memasok wilayah lain yaitu wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Timur saja. Untuk kelebihan pasokan RTH wilayah Jakarta Utara tidak bisa dipakai untuk memasok wilayah lain berdasarkan aspek hidrologis yang ada serta kelebihan pasokan PAM Jakarta Utara juga tidak bisa memasok wilayah lain karena volume tersebut untuk memenuhi kebutuhan Jakarta Utara saja. Skenario 4 : DKI Jakarta Luas RTH terdiri dari RTH rencana pada daerah potensial ditambah RTH tahun 2006, Pasokan Danau/Situ tahun 2006 dan PAM Pada skenario 3 pasokan air tanah domestik melebihi kebutuhan, tetapi berdasarkan skenario per wilayah diketahui kelebihan pasokan air tanah dari RTH (2006) di wilayah Jakarta Utara tidak bisa dipakai untuk memasok wilayah lain berdasarkan aspek hidrologis yang ada. Begitu juga kelebihan pasokan PAM Jakarta Utara juga tidak bisa memasok wilayah lain karena volume tersebut untuk memenuhi kebutuhan Jakarta Utara saja. Jadi untuk memenuhi kebutuhan air domestik maka dibutuhkan tambahan RTH rencana tahun 2006 (Jakarta Barat di Kec. Kembangan dan Cengkareng) sekitar 135,38 ha atau 0,21 % dan pada tahun 2016 dibutuhkan RTH rencana (Jakarta Barat di Kec. Kembangan dan Cengkareng; Jakarta Timur di Kec. Cipayung) sebesar 152,49 ha atau 0,23 %. Jumlah RTH (RTH rencana + RTH 2006) yang dibutuhkan untuk memenuhi
197
kebutuhan air tanah domestik tahun 2006-2015 adalah sekitar 16.163,434 ha atau 24,89 % dan pada tahun 2016 dibutuhkan 16.180,541 ha atau 24,92 % (Tabel 163 dan 164 terdahulu). Skenario 5 : DKI Jakarta Luas RTH terdiri dari RTH rencana, RTH tahun 2006, Pasokan Danau/Situ tahun 2006, PAM dan ditambah pasokan dari RTH Wilayah lain Berdasarkan skenario 4 per wilayah, wilayah yang pasokan air tanah domestiknya melebihi kebutuhan yaitu di wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Selatan. Dan wilayah yang pasokan air tanah domestiknya kurang dari kebutuhan adalah wilayah Jakarta Pusat dan Jakarta Barat. Dimana Jakarta Selatan mampu memasok 100% kekurangan Jakarta Barat dan 11,4491% kekurangan Jakarta Pusat, sedangkan Jakarta Timur mampu memasok memenuhi 88,5509 % kekurangan Jakarta Pusat. Dari skenario diatas maka dapat disimpulkan bahwa skenario yang dipilih untuk dilaksanakan di wilayah DKI Jakarta adalah skenario 5 yaitu kebutuhan air tanah domestik wilayah DKI Jakarta sampai dengan tahun 2016 harus dipenuhi dari luas RTH yang dibutuhkan terdiri dari RTH rencana (tahun 2006 sekitar 135,38 ha dan tahun 2016 sebesar 152,49 ha) , RTH tahun 2006 (16.028,05 ha), Pasokan Danau/Situ tahun 2006, pasokan PAM dan ditambah untuk beberapa wilayah harus dipenuhi dari pasokan RTH Wilayah lain (misalnya wilayah Jakarta Barat dan Jakarta Pusat masing-masing mendapat pasokan dari Jakarta Timur dan Jakarta Selatan)
5.5
Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan
5.5.1 Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan Wilayah Jakarta Utara Berdasarkan model dan skenario pengelolaan
RTH sebagai daerah
resapan di wilayah Jakarta Utara dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : •
Luas RTH yang ada dan potensi dari danau dan situ menghasilkan volume air yang dapat diresapkan belum mampu memenuhi kebutuhan air domestik penduduk wilayah Jakarta Utara tahun 2006-2016 karena ketercukupannya hanya 70,92 % - 71,64 %.
198
•
Pasokan PAM wilayah Jakarta Utara sudah sangat mencukupi kebutuhan air domestik
penduduk, sehingga tidak diperlukan lagi
tambahan RTH rencana. •
Pasokan air domestik di Wilayah Jakarta Utara melebihi kebutuhan yaitu sebesar 51.750.027,18 m3/thn – 54.630.289,43 m3/thn. Kelebihan pasokan air domestik tersebut tidak bisa digunakan untuk memasok wilayah lain karena secara aspek hidrologis Jakarta Utara tidak mempengaruhi wilayah lain karena merupakan daerah terbawah yang merupakan daerah pelepasan.
•
RTH tahun 2006 (19,84% luas Jakarta Utara) harus tetap dipertahankan karena volume air yang dapat diresapkan dapat digunakan sebagai pengisi air tanah yang dapat mencegah intrusi air laut.
Lokasi RTH Rencana dan RTH (tahun 2006) di Wilayah Jakarta Utara tertera pada Gambar 58.
Gambar 58
Lokasi RTH Rencana dan RTH (tahun 2006) di Wilayah Jakarta Utara
199
5.5.2 Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan Wilayah Jakarta Pusat Berdasarkan model dan skenario pengelolaan
RTH sebagai daerah
resapan di wilayah Jakarta Pusat dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : •
Kalau mengandalkan luas RTH yang ada dan potensi dari danau dan situ maka volume air yang dapat diresapkan belum memenuhi kebutuhan air domestik penduduk wilayah Jakarta Pusat tahun 20062016 karena ketercukupannya hanya sekitar 18,59 % - 18,91 %.
•
Pasokan air domestik di Wilayah Jakarta Pusat masih kurang dan belum bisa memenuhi kebutuhan air domestik. Kekurangan pasokan air domestik tersebut ditambah pasokan dari RTH wilayah lain yaitu wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Selatan karena kedua wilayah tersebut memiliki kelebihan pasokan, selain itu kedua wilayah tersebut secara aspek hidrologis Jakarta Pusat dipengaruhi Jakarta Selatan dan Jakarta Timur
•
RTH tahun 2006 (11,02% luas Jakarta Pusat) harus tetap dipertahankan untuk memenuhi kebutuhan air domestik penduduk, sedangkan untuk menambah RTH rencana sudah tidak memungkinkan karena wilayah Jakarta Pusat tidak ada alokasi RTH potensial yang dapat menjadi RTH rencana.
Lokasi RTH Rencana dan RTH (tahun 2006) di Wilayah Jakarta Pusat tertera pada Gambar 59.
200
Gambar 59 Lokasi RTH Rencana dan RTH (tahun 2006) di Wilayah Jakarta Pusat 5.5.3 Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan Wilayah Jakarta Barat Berdasarkan model dan skenario pengelolaan
RTH sebagai daerah
resapan di wilayah Jakarta Barat dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : • Kalau mengandalkan luas RTH yang ada dan potensi dari danau dan situ maka volume air yang dapat diresapkan belum memenuhi kebutuhan air domestik penduduk wilayah Jakarta Barat tahun 2006-2016 karena ketercukupannya hanya sekitar 38,91 % - 38,99 %. •
Pasokan air domestik di Wilayah Jakarta Barat masih kurang dan belum bisa memenuhi kebutuhan air domestik. Kekurangan pasokan air domestik dipenuhi dengan menambah RTH rencana di lokasi RTH potensial ditambah pasokan dari RTH wilayah lain yaitu wilayah Jakarta Selatan selain karena wilayah tersebut memiliki kelebihan pasokan, secara aspek hidrologis Jakarta Barat dipengaruhi Jakarta Selatan.
201
•
RTH tahun 2006 (17,42% luas Jakarta Barat) harus tetap dipertahankan untuk memenuhi kebutuhan air domestik penduduk dan masih harus menambah RTH rencana pada tahun 2006 di Kecamatan Cengkareng dan Kembangan sehingga luas total RTH yang dibutuhkan sebesar 18,48 % dari luas wilayah Jakarta Barat.
Lokasi RTH Rencana dan RTH (tahun 2006) di Wilayah Jakarta Barat tertera pada Gambar 60.
Gambar 60 Lokasi RTH Rencana dan RTH (tahun 2006) di Wilayah Jakarta Barat
5.5.4 Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan Wilayah Jakarta Selatan Berdasarkan model dan skenario pengelolaan
RTH sebagai daerah
resapan di wilayah Jakarta Selatan dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : •
Kalau mengandalkan luas RTH yang ada dan potensi dari danau dan situ maka volume air yang dapat diresapkan sudah sangat memenuhi kebutuhan air domestik penduduk wilayah Jakarta Selatan tahun 2006-2016 dengan ketercukupannya sekitar 104,72 % - 111,18 %.
202
•
Pasokan air domestik di Wilayah Jakarta Selatan melebihi kebutuhan dan digunakan untuk memasok kekurangan wilayah lain yaitu wilayah Jakarta Pusat dan Jakarta Barat
•
RTH tahun 2006 (31,82% luas Jakarta Selatan) harus tetap dipertahankan untuk memenuhi kebutuhan air domestik penduduk, sedangkan untuk menambah RTH rencana sudah tidak diperlukan lagi karena RTH sudah sangat mencukupi.
Lokasi RTH Rencana dan RTH (tahun 2006) di Wilayah Jakarta Selatan tertera pada Gambar 61.
Gambar 61
Lokasi RTH Rencana dan RTH (tahun 2006) di Wilayah Jakarta Selatan
5.5.5 Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan Wilayah Jakarta Timur Berdasarkan model dan skenario pengelolaan
RTH sebagai daerah
resapan di wilayah Jakarta Timur dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : •
Apabila mengandalkan luas RTH yang ada dan potensi dari danau dan situ maka volume air yang dapat diresapkan hanya mampu memenuhi kebutuhan air domestik penduduk wilayah Jakarta Timur tahun 2006-2016 dengan ketercukupannya sekitar 96,72 % - 104,23 %.
203
•
Pasokan air domestik di Wilayah Jakarta Timur melebihi kebutuhan dan digunakan untuk memasok kekurangan wilayah Jakarta Pusat
•
RTH tahun 2006 (31,20% luas Jakarta Timur) harus tetap dipertahankan untuk memenuhi kebutuhan air domestik penduduk Jakarta Timur, tetapi masih harus menambah RTH rencana pada tahun 2016 di Kecamatan Cipayung sehingga luas total RTH yang dibutuhkan untuk memasok wilayah Jakarta Pusat adalah sebesar 0,09 % dari luas wilayah Jakarta Timur.
Lokasi RTH Rencana dan RTH (tahun 2006) di Wilayah Jakarta Timur tertera pada Gambar 62.
Gambar 62 Lokasi RTH Rencana dan RTH (tahun 2006) di Wilayah Jakarta Timur
5.5.6 Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan Wilayah DKI Jakarta Berdasarkan model dan skenario pengelolaan
RTH sebagai daerah
resapan di wilayah DKI Jakarta dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : •
Wilayah DKI Jakarta yang memiliki RTH lebih dari 30% sesuai dengan UU RI No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang adalah
204
Jakarta Selatan dan Jakarta Timur, dan kedua wilayah tersebut juga merupakan daerah yang memiliki kelebihan pasokan air domestik dan memiliki alokasi RTH potensial sebagai daerah resapan, sehingga Jakarta Selatan dan Jakarta Timur dapat ditetapkan sebagai daerah resapan yang dapat mengkonservasi air. •
Wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Barat adalah daerah yang masih harus menambah RTH rencana pada tahun 2006-2016 di daerah Cengkareng, Kembangan dan Cipayung.
•
Daerah yang memiliki kelebihan pasokan air domestik di wilayah DKI Jakarta yang dibutuhkan untuk memasok wilayah lain adalah Jakarta Selatan dan Jakarta Timur.
•
Daerah yang memiliki kekurangan pasokan air domestik yaitu Jakarta Pusat dan Jakarta Barat, kekurangan harus dipenuhi dari pasokan wilayah lain yaitu Jakarta Selatan dan Jakarta Timur
•
RTH tahun 2006 (24,68% luas DKI Jakarta) harus tetap dipertahankan untuk memenuhi kebutuhan air domestik penduduk DKI Jakarta, tetapi pada tahun 2006 masih harus menambah RTH rencana Jakarta Barat di Kec. Kembangan dan Cengkareng sebesar 0,21 % luas DKI Jakarta dan pada tahun 2016 dibutuhkan RTH rencana Jakarta Timur di Kec. Cipayung sebesar 0,23 % luas DKI Jakarta.
•
Luas RTH publik DKI Jakarta (tidak termasuk RTH Kepulauan Seribu) tahun 2009 adalah sebesar 5.892,2779 ha atau 9,07% luas kelima wilayah DKI Jakarta, sehingga Luas RTH Privat yang ada di DKI Jakarta adalah sebesar 10288,2631 ha atau 15,85 %. Jika berdasarkan UU RI No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang bahwa luas RTH publik adalah 20 % dari luas wilayah kota maka masih diperlukan lagi RTH publik sebesar 10,93 %, sehingga ini menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah DKI Jakarta untuk menambah atau merubah RTH privat menjadi RTH publik.
205
Arahan kebijakan dalam pengelolaan RTH sebagai daerah resapan di wilayah DKI Jakarta adalah sebagai berikut : • Mendorong Perda tentang RTH dan instrumen penegakan hukum Perlu secepatnya mendorong lahirnya Perda tentang RTH agar perencanaan pembangunan RTH memiliki kekuatan hukum yang jelas dan tegas. Dalam upaya pengendalian pemanfaatan ruang terutama yang berkaitan dengan RTH, perlu dikembangkan instrumen penegakan hukum yang dibutuhkan seperti peraturan zonasi (zoning regulation) maupun peraturan tentang pemberian sanksi, baik secara administrasi maupun pidana. Perlu insentif atau disinsentif (reward or punishment), jika terjadi prestasi atau pelanggaran hukum oleh perorangan dan atau badan dalam pelaksanaan pengembangan RTH. Perlu membentuk Tim Audit RTH untuk menjaga keberadaan dan pelaksanaan pengembangan RTH. • Mengembangkan dan menambah RTH Pemerintah DKI Jakarta perlu menambah atau merubah RTH privat menjadi RTH publik dimulai dengan kegiatan pembebasan lahan. Selain itu bisa dilakukan dengan diatur mengenai mekanisme insentif dan disinsentif yang dapat lebih meningkatkan peran swasta dan masyarakat melalui bentuk-bentuk kerjasama yang saling menguntungkan untuk pengembangan RTH. Misalnya dengan memberi ijin bangunan lebih tinggi yang masih dalam batas persyaratan apabila dapat menyediakan RTH lebih luas atau bersedia membebaskan lahan untuk dijadikan RTH atau pemberian insentif seperti keringanan pengenaan pajak bumi dan bangunan (PBB), pajak air tanah, tagihan listrik dan telepon • Menetapkan RTH Publik sebesar 20% Proporsi RTH di wilayah DKI Jakarta harus terus ditingkatkan secara bertahap hingga mencapai 30 persen dari luas wilayah yang ada sesuai dengan Undang-undang RI No. 26 tahun 2007 tentang
206
Penataan Ruang pasal 29, atau minimal sebesar 24,92 persen sesuai yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan air tanah domestik DKI Jakarta tahun 2006-2016. Jika berdasarkan UU RI No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang luas RTH publik adalah 20 persen dari luas wilayah kota maka
masih diperlukan lagi
tambahan RTH publik sebesar 10,93 persen dengan menambah RTH publik dan atau merubah RTH privat menjadi RTH publik sehingga pemerintah DKI Jakarta lebih mudah mengontrol dan mempertahankan keberadaan RTH. Beberapa upaya yang bisa dilakukan dalam rangka meningkatkan luas RTH di wilayah DKI Jakarta adalah : a. Pengadaan dan pembangunan RTH baru dengan pembebasan lahan sesuai dengan NJOP yang berlaku b. Legalitas status kawasan RTH baik pada lahan pemerintah maupun lahan masyarakat/swasta atau penetapan tanah hak sebagai RTH kota c. Melaksanakan refungsi lahan seperti SPBU atau taman-taman untuk dikembalikan fungsinya sebagai RTH d. Pengendalian dan pengawasan bangunan untuk menjamin pelaksanaan pembangunan sesuai KDB (koefisien dasar bangunan) e. Penerapan mekanisme insentif dan disinsentif yang dapat lebih meningkatkan peran swasta dan masyarakat melalui bentuk-bentuk kerjasama yang saling menguntungkan untuk pengembangan RTH f. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengadaan dan penataan RTH g. Optimalisasi kualitas vegetasi/tanaman pada semua kawasan RTH h. Menyusun
pedoman-pedoman
pelaksanaan
(NSPM)
untuk
penyelenggaraan dan pengelolaan RTH i. Menetapkan luas minimum RTH sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik kota j. Meningkatkan kampanye dan sosialisasi tentang pentingnya RTH melalui gerakan hijau kota (green cities)
207
k. Mengembangkan proyek-proyek percontohan RTH untuk berbagai jenis dan bentuk yang ada di beberapa wilayah DKI Jakarta. Penetapan tanah hak sebagai RTH kota adalah salah satu cara untuk memberikan legalitas status kawasan RTH baik pada lahan pemerintah maupun lahan masyarakat/swasta. Penetapan tanah hak sebagai RTH kota adalah tanah hak yang karena keberadaanya dapat dimintakan peruntukannya menjadi RTH oleh pemegang hak tanpa pelepasan hak atas tanah, selanjutnya pemegang hak memperoleh insentif atas tanah hak yang ditetapkan sebagai RTH kota dalam jangka waktu paling sedikit 15 tahun antara lain dengan dasar pertimbangan cukupnya waktu bagi sebagian tanaman untuk tumbuh optimal. Penetapan dan perobahan peruntukan tanah hak sebagai RTH kota dilakukan melalui Keputusan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Perubahan peruntukan RTH kota yang berada di atas tanah negara disesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI Jakarta, karena itu harus ditetapkan dengan peraturan daerah.
VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1
Simpulan Berdasarkan hasil penelitian model pengelolaan Ruang Terbuka Hijau
sebagai daerah resapan di wilayah DKI Jakarta dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1. Luas RTH pada tahun 2006 sebesar 24,68 persen dari luas kelima wilayah DKI Jakarta dengan ketercukupan untuk kebutuhan air tanah domestik 74,10 persen - 77,09 persen. Terdapat dua wilayah yang memenuhi syarat luas minimum RTH 30 persen (Undang-undang RI No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang pasal 29) dengan ketercukupan melebihi kebutuhan air tanah domestik yaitu Jakarta Selatan dan Jakarta Timur. 2. Alokasi daerah yang potensial untuk dijadikan RTH sebagai daerah resapan di wilayah DKI Jakarta adalah Cengkareng dan Kembangan di wilayah Jakarta Barat, Cakung, Makasar dan Cipayung di wilayah Jakarta Timur dan Jagakarsa dan Cilandak di wilayah Jakarta Selatan. 3. Hasil perhitungan model dinamik pengelolaan RTH sebagai daerah resapan di Wilayah DKI Jakarta menunjukan : a) Terdapat 2 wilayah yang memiliki kelebihan pasokan air tanah domestik bisa menjadi pemasok bagi wilayah lain yaitu Jakarta Selatan dan Jakarta Timur; b) Wilayah yang memiliki kelebihan pasokan air tanah domestik tetapi tidak bisa digunakan untuk memasok wilayah lain yaitu Jakarta Utara; c) Daerah yang menjadi penerima pasokan dari wilayah lain yaitu Jakarta Pusat dan Jakarta Barat; d) Daerah yang masih harus menambah luas RTH rencana adalah Jakarta Barat dan Jakarta Timur; e) Daerah yang pemenuhan kebutuhan air domestik dapat dipenuhi dari PAM saja adalah Jakarta Utara 4. Lima alternatif skenario pengelolaan RTH dalam rangka memenuhi kebutuhan air tanah domestik yaitu : skenario 1) Luas RTH seperti luas RTH tahun 2006 dan Pasokan Danau/Situ tahun 2006; skenario 2) Mengandalkan pasokan kebutuhan air domestik penduduk hanya dari PAM saja; skenario 3) Luas RTH seperti luas RTH tahun 2006, Pasokan Danau/Situ tahun 2006 dan PAM; skenario 4) Luas RTH terdiri dari RTH
210
rencana pada daerah potensial ditambah RTH tahun 2006, Pasokan Danau/Situ tahun 2006 dan PAM; skenario 5) Luas RTH terdiri dari RTH rencana, RTH tahun 2006, Pasokan Danau/Situ tahun 2006, PAM dan ditambah pasokan dari RTH Wilayah lain 5. Dari kelima skenario pada butir 4 dapat disimpulkan bahwa skenario yang dipilih untuk dilaksanakan di wilayah DKI Jakarta adalah skenario 5, yaitu kebutuhan air tanah domestik wilayah DKI Jakarta sampai dengan tahun 2016 harus dipenuhi dari luas RTH tahun 2006 (16.028,05 ha), penambahan RTH tambahan pada tahun 2007 sampai dengan 2016 adalah sebesar 152,49 ha, pasokan Danau/Situ tahun 2006, pasokan PAM dan untuk beberapa wilayah harus dipenuhi dari pasokan RTH Wilayah lain (wilayah Jakarta Barat dan Jakarta Pusat masing-masing mendapat pasokan dari Jakarta Timur dan Jakarta Selatan) 6. Pengelolaan RTH sebagai daerah resapan di wilayah DKI Jakarta adalah : a. Jakarta Selatan dan Jakarta Timur ditetapkan sebagai daerah resapan yang dapat mengkonservasi air. b. Jakarta Timur dan Jakarta Barat adalah daerah yang masih harus menambah RTH rencana pada tahun 2006-2016 di daerah Cengkareng, Kembangan dan Cipayung. c. Kelebihan pasokan air domestik di Jakarta Selatan dan Jakarta Timur digunakan untuk memasok wilayah lain. d. Kekurangan pasokan air domestik Jakarta Pusat dan Jakarta Barat, dipenuhi dari pasokan wilayah lain yaitu dari Jakarta Selatan dan Jakarta Timur e. RTH tahun 2006 (24,68% luas DKI Jakarta) harus tetap dipertahankan untuk memenuhi kebutuhan air domestik penduduk DKI Jakarta, pada tahun 2006 masih harus menambah RTH rencana Jakarta Barat di Kec. Kembangan dan Cengkareng sebesar 0,21 % luas DKI Jakarta dan pada tahun 2016 dibutuhkan RTH rencana Jakarta Timur di Kec. Cipayung sebesar 0,23 % luas DKI Jakarta.
211
f. Luas RTH publik DKI Jakarta (tidak termasuk RTH Kepulauan Seribu) tahun 2009 adalah 9,07% , luas RTH Privat DKI Jakarta sebesar 15,85 %. Jika berdasarkan UU RI No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang bahwa luas RTH publik adalah 20 % dari luas wilayah kota maka masih diperlukan lagi RTH publik sebesar 10,93 %, sehingga ini menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah DKI Jakarta untuk menambah atau merubah RTH privat menjadi RTH publik. g. Total RTH (RTH rencana + RTH 2006) yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan air tanah domestik DKI Jakarta tahun 20062015 adalah sekitar 24,89 persen luas kelima Wilayah DKI Jakarta dan pada tahun 2016 dibutuhkan 24,92 persen luas kelima Wilayah DKI Jakarta. 7. Arahan kebijakan dalam pengelolaan RTH sebagai daerah resapan di wilayah DKI Jakarta adalah : a. Mendorong Perda tentang RTH dan instrumen penegakan hukum b. Mengembangkan dan menambah RTH c. Menetapkan RTH Publik sebesar 20 persen
6.2
Saran Dengan adanya model pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai daerah
resapan di wilayah DKI Jakarta yang di buat per wilayah dengan memperhitungkan kebutuhan air domestik penduduk DKI Jakarta, pemenuhan air tanah yang berasal dari volume air yang dihasilkan dari RTH (tahun 2006), RTH rencana, potensi lain yang berasal dari danau atau situ yang berada di wilayah DKI Jakarta dan dengan memperhitungkan juga pasokan PAM di wilayah DKI Jakarta sebagai pengurang kebutuhan air tanah, beberapa saran disusun sebagai berikut : 1. Pemerintah DKI Jakarta segera menetapkan wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Timur sebagai daerah resapan, perlu segera disusun Rencana Detil Tata Ruang dan peraturan zonasi menetapkan amplop ruang (koefisien dasar ruang hijau, koefisien dasar bangunan, koefisien dasar lantai dan
212
garis sempadan bangunan) yang cukup tinggi terutama untuk daerahdaerah alokasi RTH potensial (Jakarta Barat, Jakarta Selatan dan Jakarta Timur). 2. Beberapa upaya yang harus dilakukan oleh perintah DKI Jakarta dalam pengelolaan RTH sebagai daerah resapan adalah : a) Pengadaan dan pembangunan RTH baru; b) Legalitas status kawasan RTH; c) Melaksanakan refungsi lahan untuk dikembalikan fungsinya sebagai RTH; d) Pengendalian dan pengawasan bangunan untuk menjamin pelaksanaan pembangunan sesuai KDB (koefisien dasar bangunan); e) Penerapan mekanisme insentif dan disinsentif; f) Peningkatan partisipasi masyarakat dalam
pengadaan
dan
penataan
RTH;
g)
Optimalisasi
kualitas
vegetasi/tanaman pada semua kawasan RTH; h) Menyusun pedomanpedoman pelaksanaan (NSPM) untuk penyelenggaraan dan pengelolaan RTH; i) Menetapkan luas minimum RTH sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik kota; j) Meningkatkan kampanye dan sosialisasi tentang pentingnya RTH melalui gerakan hijau kota (green cities); k) Mengembangkan proyek-proyek percontohan RTH untuk berbagai jenis dan bentuk yang ada di beberapa wilayah DKI Jakarta. 3. Koreksi terhadap jumlah penduduk dan luas RTH yang ada perlu dilakukan setiap 5 tahun pada inputan model tersebut sehingga bisa diikuti perkembangan laju jumlah penduduk dan perubahan luasan RTH yang ada setiap 5 tahun. 4. Model ini dapat digunakan untuk merencanakan kebutuhan air domestik dan kebutuhan RTH di masa datang pada periode yang tertentu dengan memperbarui peta kondisi RTH yang ada sesuai awal rencana dan melihat perkembangan alokasi RTH potensial dengan mempertimbangkan kepadatan penduduk dan luas ruang terbuka yang ada. 5. Model pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai daerah resapan di wilayah DKI Jakarta ini disarankan perlu dikembangkan dengan analisa spasial jenis-jenis RTH yang lebih detail (misalnya RTH dibedakan atas hutan kota, padang rumput, taman dsb) serta laju resapan akhir dengan memperhatikan pengaruh jenis vegetasi pada RTH tersebut.
DAFTAR PUSTAKA Aji A. 2000. Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau secara Berkelanjutan (Studi Kasus di Kotamadya Bandarlampung). (Disertasi) Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Program Pascasarjana IPB Bogor. Aronof S. 1989. Geographic Information System : A Management Perspective. WDL Publication. Otawa, Canada. Arsyad S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor. Asdak C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Badan Pengendali Dampak Lingkungan Propinsi DKI Jakarta. 2000. Agenda 21 Propinsi DKI Jakarta (Strategi untuk Pembangunan Berkelanjutan di Daerah). Badan Pengendali Dampak Prop. DKI Jakarta. Jakarta. Bidwell RGS. 1974. Plant Physiology. Macmillan, New York. Brian D and Daniel S. 2004. Analysis Spatial Dynamic Modeling And Urban Land Use Transformation: A Simulation Approach To Assessing The Costs Of Urban Sprawl. International Journal of Ecological Economics. 51: 79-95. Brooks RG. 1988. Site Planning: Environment, Process, and Development. Prentice Hall Career & Technology. New Jersey. Burrough PA. 1986. Principles of Geographical Information System for Land Resources Assessment. Oxford University. New York. Budiharjo E dan Hardjohubojo S. 1993. Kota Berwawasan Lingkungan. Penerbit Alumni. Bandung. Budiharjo E. 1997. Tata Ruangan Perkotaan. Penerbit Alumni. Bandung. Carver SJ. 1991. Integrating Multicriteria Evaluatin with Geographic Information System. Int. Journal of Geographic Information. 4:321-339. Cho S, Poudyal NC and Roberts RK. 2008. Spatial Analysis Of The Amenity Value Of Green Open Space. International Journal of Ecological Economics. 66: 403-416. Chow VT, Maidment DR and Mays LW. 1988. Applied Hydrology. McGraw-Hill Book Co. Singapore.
214
Craig HB. 2008. Valuing Urban Green Space: Hypothetical Alternatives and the Status Quo. International Journal of Environmental Planning and Management. 51: 15 – 35. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Direktorata Jenderal Penataan Ruang Wilayah Tengah. 2002. Sistem Informasi dan Dokumen Penataan Ruang Wilayah Tengah. Buku Profil Penataan Ruang Propinsi DKI Jakarta 2003. Doxiadis CA. 1988. An Introduction to the Science of Human Settlements.: Hutchinson & Co. Ltd. London. Diana M, William S and Xinhao W. 2010. A cellular automata model of land cover change to integrate urban growth with open space conservation. International Journal Landscape and Urban Planning. 99: 141-153 [DTLGKP] Direktorat Tata Lingkungan Geologi dan Kawasan Pertambangan. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Air Tanah. Jakarta. Eldandaly K, Eldin N and Sui D. 2003. A COM-based Spatial Decision Support System for Industrial Site Selection. International Journal Geographic Information Science. 7(2): 72-92. Eriyatno. 2003. Ilmu Sistem (Meningkatkan Mutu dan Efektifitas Manajemen). IPB Press. Bogor. Fakuara MY. 1987. Konsepsi Pengembangan Hutan Kota. Kerjasama Proyek Pembangunan Kehutanan Daerah, Sekretariat Jenderal Departemen Kehutanan dengan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Fauzi A dan Anna S. 2005. Pemodelan Sumber Daya Perikanan dan Kelautan untuk Analisis Kebijakan. Gramedia. Jakarta. Giovanni S, Raffaele L, Mirilia B and Giuseppe C. 2006. Comparison of two different approaches for assessing the psychological and social dimensions of green spaces. International Journal Urban Forestry & Urban Greening. 5:121-129 Godet M, Monti R, Meunier F and Roubelat F. 1999, Scenarios and Strategies a Toolbox for Scenario Planning, LIPS Working Papers, Special issue Published with the Support of The French Ministry of Foreign Affairs, Paris, France. Hamazaki T and Gesite AB. 1993. Methods for evaluation of environmental conservation fuction developed by The National Land Resources Research Project. Reseach report division of Environmental Planning. NIAES 9.
215
Hardjowigeno S. 1994. Kesesuaian Lahan Untuk Pengembangan Pertanian, Daerah Rekreasi dan Bangunan. Pendidikan dan Pelatihan Survey Penggunaan Tanah Pegawai Badan Pertanahan Nasional Angkatan III. Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat IPB Bogor. Hartrisari. 2007. Sistem Dinamik : Konsep Sistem dan Pemodelan untuk Industri dan Lingkungan. SEAMEO BIOTROP Southeast Asian Regional Centre for Tropical Biology, Bogor. Hedwig VD, Patrick L and Guy E. 2007. Integration Of Multi-Scale Dynamic Spatial Models Of Socio-Economic And Physical Processes For River Basin Management. International Journal of Environmental Modelling & Software. 22: 223-238. Hehanussa PE, Machbub BS dan Susanto S. 1994. Kebutuhan Riset dan Koordinasi Pengelolaan Sumberdaya Air di Indonesia. Dewan Riset Nasional. Kelompok II. Sumberdaya Alam dan Energi. Jakarta. Hough M. 1989. City Form and Natural Process: Towards a New Urban Vernacular. Routledge, London and New York. Irianto TYP. 1996. Pola Pemanfaatan Sumberdaya Air Hujan Sehubungan Daerah Resapan DKI Jakarta. Prog. Studi Lingkungan PPS UI. Jakarta. Jia X. 2000. INTELLIGIS : Tool for Representing and Reasoning Spatial Knowledge. Journal of Computing in Civil Engineering. 14: 51-59. Jim CY and Sophia SC. 2003. Comprehensive Green Space Planning Based On Landscape Ecology Principles In Compact Nanjing City, China. International Journal of Landscape and Urban Planning. 65: 95-116. Jim CY. 2004. Green-Space Preservation And Allocation For Sustainable Greening Of Compact Cities. International Journal of Cities. 21(4): 311320. Kato Y, Yokohari M and Brown RD. 1997. Integration and visualization of the ecological value of rural landscapes in maintaining the physical environmental of Japan. Landscape and Urban Planning 39. Kementerian Lingkungan Hidup. 2004. Status Lingkungan Hidup Indonesia 2003. Kementerian Lingkungan Hidup. Jakarta. Kumar K. 2002. Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau bagi Konservasi Sumberdaya Alam di Kawasan Perkotaan (Studi Kasus Pengelolaan RTH Kotamadya Depok). (Laporan Penelitian). Program Studi Lingkungan PPS UI. Jakarta. Lembaran Negara Republik Indonesia. Undang-undang Republik Indonesia No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. CV Eko Jaya. Jakarta.
216
Lembaran Negara Republik Indonesia. Undang-undang Republik Indonesia No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Disebarluaskan oleh Dep. Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Penataan Ruang. Jakarta. Leung Y, Mei CL and Zhang WX. 2000. Testing for Spatial Autocorrelation Among The Residuals of The Geographically Weighted Regression. Department of Geography, The Chinese University of Hongkong. Hongkong. Lo CP and Yeung A. 2002. Concept and Tecniques of Geographic Information System. Pentice Hall, New Jersey, USA. Lillesand TM and Keifer RW. 1994. Remote Sensing and Image Interpretation. 3rd. Edition. John Wiley and Sons, Inc. Canada. Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Grasindo. Jakarta. Mona S, Jennifer W, Kim DR and Hillary B. 2010.Resident perceptions of urban alleys and alley greening. International Journal Applied Geography. 30: 380-393 Murai S. 1996. Remote Sensing Note. Japan Association on Remote Sensing. Japan. Nasoetion LI. 1991. Beberapa Masalah Pertanahan Nasional dan Alternatif Kebijaksanaan untuk Menanggulangi. Jurnal Analisis. 2: 21-30. Penerbit CSIS. Jakarta. Nazir M. 1985. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Nurisjah S. 2005. Penilaian Masyarakat Terhadap Ruang Terbuka Hijau (RTH) Wilayah Perkotaan : Kasus Kotamadya Bogor. (Disertasi). Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Program Pascasarjana IPB, Bogor. Pemerintah Daerah DKI Jakarta. 1999. Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI Jakarta. Jakarta. Purnomohadi S. 1995. Peran Ruang Terbuka Hijau Dalam Pengendalian Kualitas Udara Di DKI Jakarta. (Disertasi). Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Program Pascasarjana IPB Bogor. Radnawati D. 2005. Evaluasi Ruang Terbuka Hijau Kota Depok Sebagai Kawasan Konservasi Air Menggunakan Data Satelit Multi Temporal. (Disertasi). Program Studi Arsitektur Lanskap, Program Pascasarjana IPB, Bogor.
217
Riccardo S and Franco AM. 2009. The anthropogenic sealing of soils in urban areas. International Jounal Landscape and Urban Planning. 90: 1-10 Seth P, Greg L, Jeff W, John O and Joyce M. 2008. Valuing The Benefits Of The Urban Forest: A Spatial Hedonic Approach. International Journal of Environmental Planning and Management. 51: 717-736. Simond JO. 1983. Landscape Architecture: The Shaping of Man’s Natural Environment. McGraw-Hill Book Company, Inc. New York. Simond JO. 1978. Earthscape: A Manual of Environmental Planning and Design. Van Nostrand Reinhold Company, Inc. New York. Sitorus SRP. 1989. Survai Tanah dan Penggunaan Lahan. Laboratorium Perencanaan Pengembangan Sumberdaya Lahan, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB, Bogor. Sitorus SRP. 2004. Pengembangan Sumberdaya Lahan Berkelanjutan. Edisi ketiga. Laboratorium Perencanaan Pengembangan Sumberdaya Lahan, Departemen Tanah, Fakultas Pertanian IPB, Bogor. Slamet LS. 2003. Ruang Terbuka Hijau Kota Jakarta : Antara Fungsi dan Keberadaan. (Laporan Penelitian). Program Studi Lingkungan, PPS UI, Jakarta. Soegijoko S. 1997. Bunga Rampai Perencanaan Pembangunan di Indonesia. PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. Soemarwoto. 1983. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Penerbit Djambatan, Jakarta. Sugandhy A. 1999. Penataan Ruang dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Sujarto D. 1991. Urban Land Use and Activity System. Program Studi Perencanaan Wilayah dan Pedesaan, Program Pascasarjana IPB. Bogor. Sujarto D. 1993. Kinerja dan Dampak Tata Ruang dalam Pembangunan Kota Baru, Studi Kasus Kota Terpadu Bumi Bekasi Baru. (Disertasi Doktor) Program Pascasarjana ITB. Bandung. Supriyatno B. 1996. Tata Ruang Dalam Pembangunan Nasional (Suatu Strategi dan Pemikiran). Penerbit Board of Science Development Strategies. Indonesia. Suripin. 2002. Pelestarian Sumberdaya Tanah dan Air. Penerbit Andi. Yogyakarta.
218
Tim Fisika dan Konservasi Tanah. 1991. Hubungan Antara Nisbah Dimensi Resapan Buatan Dengan Luas Pengerasan Yang Dikompensasi Dalam Usaha Meminimumkan Kehilangan Air Hujan. (Laporan Penelitian). Fakultas Pertanian IPB, Bogor. Tim Peneliti IPB. 1993. Studi Pola Penentuan Kawasan Lindung Dikaitkan dengan Pembangunan Regional yang Berkelanjutan. Kerjasama Antara Setjen Departemen Kehutanan dengan IPB dan PT Nirwana Agung. Jakarta. Tim Peneliti Fakultas Kehutanan, IPB. 1986. Survey Identifikasi dan Evaluasi Daerah Sumber Air Bawah Tanah Untuk Kota Besar, Proyek Pengembangan Efisiensi Penggunaan Sumber-Sumber Kehutanan. Menteri Negara Kependudukan Dan Lingkungan Hidup. Tim Peneliti Fakultas Kehutanan, IPB. 1988. Studi Pengelolaan Lingkungan Alam Daerah Resapan Air Tanah (Recharge Area) dan Vegetasi Kota (Studi Kasus di Wilayah Bandung Utara), Proyek Pengembangan Efisiensi Penggunaan Sumber Alam Hutan Tahun 1987/1988. Menteri Negara Kependudukan Dan Lingkungan Hidup. Thomas P and Rizwan N. 2008. An investigation into the extent and impacts of hard surfacing of domestic gardens in an area of Leeds, United Kingdom. International Jounal Landscape and Urban Planning. 86: 1-13 Wendy YC and Jim CY. 2008. Cost–benefit analysis of the leisure value of urban greening in the new Chinese city of Zhuhai. International Journal Cities. 25: 298-309 William DS and Joan MW. 1995. Urban Parks: Green Spaces Or Green Walls? International Journal of Landscape and Urban Planning. 32: 93-106. Yeh, A.G.O., and Li, X.1998. Sustainable land Development Model for Rapid Growth Areas Using GIS. International Journal Geographic Information Science. 12(2) : 169-189. Zain AFM. 2000. Distribution, Structure and Function of Urban Green Space in Southeast Asia Mega-Cities with special reference to Jakarta Metropolitan Region (Jabotabek). A Dissertation The University of Tokyo, Japan. Zeng TQ and Zhou Q. 2001. Optimal Spatial Decision Making with GIS : a Prototype of a Real Estate Geographic Information System (REGIS). International Journal Geographic Information System. 15(4) : 307-321.
219
Lampiran 1 Model Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Utara
K9d K8d
R8d
K10d K11d
R9d
K12d
Table 1
R10d K13d R11d R12d
Kekrgn JakPus RTH Renc
R13d
Kekrgn JakSel
Kekrgn JakTimKekrgn JakBar
C Crh Hjn Utara
JakPus% Pasokan ke Wil lain JakBar%
Pasokan PAM
Kebut Air Domestik PAM Vol PAM
RTH y g Ada
JakSel%
VOL Kbth Kekurangan JAKUT
d9d
f 8d f 9d f 13d
d8d d10d
Kebth air perkapita
Laju PAM
JakTim%
f 10d f 12d
d13d d11d d12d
Pertbhn Pendd Penduduk Laju Pertumbh Pendd
Potensi Lain
Luas DanauSitu
Kekrgn_JakBar(t) = Kekrgn_JakBar(t - dt) INIT Kekrgn_JakBar = 0 Kekrgn_JakPus(t) = Kekrgn_JakPus(t - dt) INIT Kekrgn_JakPus = 0 Kekrgn_JakSel(t) = Kekrgn_JakSel(t - dt)
Lampiran 1
(lanjutan)
INIT Kekrgn_JakSel = 0 Kekrgn_JakTim(t) = Kekrgn_JakTim(t - dt)
f 11d
220
Lampiran 1
(lanjutan)
INIT Kekrgn_JakTim = 0 Penduduk(t) = Penduduk(t - dt) + (Pertbhn_Pendd) * dt INIT Penduduk = 1180967 INFLOWS: Pertbhn_Pendd = Penduduk*Laju_Pertumbh_Pendd VOL_Kbth_Kekurangan_JAKUT(t) = VOL_Kbth_Kekurangan_JAKUT(t - dt) + (RTH_Renc + RTH_yg_Ada + Pasokan_PAM + Potensi_Lain - Kebut_Air_Domestik - Pasokan_ke_Wil_lain) * dt INIT VOL_Kbth_Kekurangan_JAKUT = 0 INFLOWS: RTH_Renc = (C*Crh_Hjn_Utara*K10d*R10d)+(C*Crh_Hjn_Utara*K11d*R11d)+(C*Crh_Hjn_Utara*K12d*R 12d)+(C*Crh_Hjn_Utara*K13d*R13d)+(C*Crh_Hjn_Utara*K8d*R8d)+(C*Crh_Hjn_Utara*K9d *R9d) RTH_yg_Ada = (C*Crh_Hjn_Utara*d10d*f10d)+(C*Crh_Hjn_Utara*d11d*f11d)+(C*Crh_Hjn_Utara*d12d*f12d )+(C*Crh_Hjn_Utara*d13d*f13d)+(C*Crh_Hjn_Utara*d8d*f8d)+(C*Crh_Hjn_Utara*d9d*f9d) Pasokan_PAM = Vol_PAM Potensi_Lain = Luas_DanauSitu*Crh_Hjn_Utara OUTFLOWS: Kebut_Air_Domestik = Penduduk*Kebth_air_perkapita Pasokan_ke_Wil_lain = (Kekrgn_JakBar*JakBar%)+(Kekrgn_JakPus*JakPus%)+(Kekrgn_JakSel*JakSel%)+(Kekrgn_Ja kTim*JakTim%)+VOL_Kbth_Kekurangan_JAKUT Vol_PAM(t) = Vol_PAM(t - dt) + (PAM) * dt INIT Vol_PAM = 72969734 INFLOWS: PAM = Laju_PAM*Vol_PAM C=1 Crh_Hjn_Utara = 1.558 d10d = 2278085.04 d11d = 2359123.64 d12d = 4117661.22 d13d = 8848514.51 d8d = 4477832.77 d9d = 5607871.00 f10d = 1 f11d = 1 f12d = 1 f13d = 1 f8d = 1 f9d = 1 JakBar% = 0 JakPus% = 0 JakSel% = 0 JakTim% = 0 K10d = 0 K11d = 0 K12d = 0 K13d = 0 K8d = 0
221
Lampiran 1
(lanjutan)
K9d = 0 Kebth_air_perkapita = 54.75 Laju_PAM = -0.0031 Laju_Pertumbh_Pendd = 0.001 Luas_DanauSitu = 2040371.82 R10d = 10997421.20 R11d = 14271947.07 R12d = 27398537.19 R13d = 54862229.09 R8d = 11857036.09 R9d = 20168429.36
222
223
Lampiran 2 Model Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Pusat K7d K7c K6cK13dK12d K9c K9d K8d
R9d R8c
R9c
K10c K10d
K8c
K11d Table 1
R8d R10d R7c R10c R7d R11d R6c
R12d
Kekrgn JakSel RTH Renc
R13d Kekrgn JakTim Kekrgn JakUt
Kekrgn JakBar
C Crh Hjn Pusat
Pasokan ke Wil lain JakSel% JakBar%
Pasokan PAM
JakUt%
RTH y g Ada JakTim%
Kebut Air Domestik PAM Vol PAM
VOL Kbth Kekurangan JAKPUS
d9d d8c
d9c
d8d
d10d
Kebth air perkapita
Laju PAM
d10c
d12d Penduduk
d6c Potensi Lain
Luas DanauSitu
Kekrgn_JakBar(t) = Kekrgn_JakBar(t - dt) INIT Kekrgn_JakBar = 0 Kekrgn_JakSel(t) = Kekrgn_JakSel(t - dt) INIT Kekrgn_JakSel = 0 Kekrgn_JakTim(t) = Kekrgn_JakTim(t - dt) INIT Kekrgn_JakTim = 0
Lampiran 2
(lanjutan)
Kekrgn_JakUt(t) = Kekrgn_JakUt(t - dt) INIT Kekrgn_JakUt = 0
f 7d
f 9c f 6c f 9d f 10d
f 12d
d11d
d7d
Laju Pertumbh Pendd
f 8c f 8d
f 13d
d7c
Pertbhn Pendd
f 7c
d13d
f 10c f 11d
224
Lampiran 2
(lanjutan)
Penduduk(t) = Penduduk(t - dt) + (Pertbhn_Pendd) * dt INIT Penduduk = 878918 INFLOWS: Pertbhn_Pendd = Penduduk*Laju_Pertumbh_Pendd VOL_Kbth_Kekurangan_JAKPUS(t) = VOL_Kbth_Kekurangan_JAKPUS(t - dt) + (RTH_Renc + RTH_yg_Ada + Pasokan_PAM + Potensi_Lain - Kebut_Air_Domestik - Pasokan_ke_Wil_lain) * dt INIT VOL_Kbth_Kekurangan_JAKPUS = 0 INFLOWS: RTH_Renc = (C*Crh_Hjn_Pusat*K10c*R10c)+(C*Crh_Hjn_Pusat*K10d*R10d)+(C*Crh_Hjn_Pusat*K11d*R 11d)+(C*Crh_Hjn_Pusat*K12d*R12d)+(C*Crh_Hjn_Pusat*K13d*R13d)+(C*Crh_Hjn_Pusat*K 6c*R6c)+(C*Crh_Hjn_Pusat*K7c*R7c)+(C*Crh_Hjn_Pusat*K7d*R7d)+(C*Crh_Hjn_Pusat*K8c *R8c)+(C*Crh_Hjn_Pusat*K8d*R8d)+(C*Crh_Hjn_Pusat*K9c*R9c)+(C*Crh_Hjn_Pusat*K9d* R9d) RTH_yg_Ada = (C*Crh_Hjn_Pusat*d10c*f10c)+(C*Crh_Hjn_Pusat*d10d*f10d)+(C*Crh_Hjn_Pusat*d11d*f11d) +(C*Crh_Hjn_Pusat*d12d*f12d)+(C*Crh_Hjn_Pusat*d13d*f13d)+(C*Crh_Hjn_Pusat*d6c*f6c)+ (C*Crh_Hjn_Pusat*d7c*f7c)+(C*Crh_Hjn_Pusat*d7d*f7d)+(C*Crh_Hjn_Pusat*d8c*f8c)+(C*Cr h_Hjn_Pusat*d8d*f8d)+(C*Crh_Hjn_Pusat*d9c*f9c)+(C*Crh_Hjn_Pusat*d9d*f9d) Pasokan_PAM = Vol_PAM Potensi_Lain = Crh_Hjn_Pusat*Luas_DanauSitu OUTFLOWS: Kebut_Air_Domestik = Penduduk*Kebth_air_perkapita Pasokan_ke_Wil_lain = (Kekrgn_JakBar*JakBar%)+(Kekrgn_JakSel*JakSel%)+(Kekrgn_JakTim*JakTim%)+(Kekrgn_Ja kUt*JakUt%)+VOL_Kbth_Kekurangan_JAKPUS Vol_PAM(t) = Vol_PAM(t - dt) + (PAM) * dt INIT Vol_PAM = 30588614 INFLOWS: PAM = Laju_PAM*Vol_PAM C=1 Crh_Hjn_Pusat = 1.6849 d10c = 45892.05 d10d = 188067.40 d11d = 796361.96 d12d = 683881.46 d13d = 239358.51 d6c = 990728.27 d7c = 383333.55 d7d = 197065.84 d8c = 943036.54 d8d = 416627.78 d9c = 271752.9 d9d = 157472.70 f10c = 1 f10d = 1 f11d = 1 f12d = 1 f13d = 1 f6c = 1 f7c = 1
225
Lampiran 2
(lanjutan)
f7d = 1 f8c = 1 f8d = 1 f9c = 1 f9d = 1 JakBar% = 0 JakSel% = 0 JakTim% = 0 JakUt% = 0 K10c = 0 K10d = 0 K11d = 0 K12d = 0 K13d = 0 K6c = 0 K7c = 0 K7d = 0 K8c = 0 K8d = 0 K9c = 0 K9d = 0 Kebth_air_perkapita = 54.75 Laju_PAM = -0.0375 Laju_Pertumbh_Pendd = 0.0017 Luas_DanauSitu = 87284.87 R10c = 678269.76 R10d = 5212398.54 R11d = 5589864.42 R12d = 7371105.33 R13d = 3927352.57 R6c = 2851949.97 R7c = 1453701.09 R7d = 1928883.90 R8c = 5973251.01 R8d = 4198942.17 R9c = 2908243.22 R9d = 6106038.03
226
227
Lampiran 3 Model Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Barat K7d K7c K6c R9d
R8c
R9c
R8d
K6d
K9c
K9d
K10c
K8d K8c
K10d
K13c K13d K12d K12c K11d K11c
Table 1
R10d R7c R10c
R7d
R6c
R11c
R6d
Kekrgn JakPus R12d
RTH Renc
R11d R12c Kekrgn JakSel
R13d
Kekrgn JakTim Kekrgn JakUt
C
R13c
Crh Hjn Barat
JakPus%
Pasokan ke Wil lain JakSel%
JakTim%
Kebut Air Domestik PAM Vol PAM
VOL Kbth Kekurangan JAKBAR
d9d d8c
d9c
d8d
d10d
Kebth air perkapita
Laju PAM
JakUt%
RTH y g Ada
Pasokan PAM
d7c
d10c
f 8c f 8d
f 7c f 7d
f 9c f 6c f 6d
f 9d f 10d
f 13d d11c
d7d Pertbhn Pendd Penduduk Laju Pertumbh Pendd
d6c
d11d
f 13c f 12d
f 11c
d12d f 12c
Potensi Lain d6d
d13c Luas DanauSitu
Kekrgn_JakPus(t) = Kekrgn_JakPus(t - dt) INIT Kekrgn_JakPus = 0 Kekrgn_JakSel(t) = Kekrgn_JakSel(t - dt) INIT Kekrgn_JakSel = 0 Kekrgn_JakTim(t) = Kekrgn_JakTim(t - dt) INIT Kekrgn_JakTim = 0 Kekrgn_JakUt(t) = Kekrgn_JakUt(t - dt) INIT Kekrgn_JakUt = 0 Penduduk(t) = Penduduk(t - dt) + (Pertbhn_Pendd) * dt
d12c d13d
f 10c
f 11d
228
Lampiran 3
(lanjutan)
INIT Penduduk = 1565947 INFLOWS: Pertbhn_Pendd = Penduduk*Laju_Pertumbh_Pendd VOL_Kbth__Kekurangan__JAKBAR(t) = VOL_Kbth__Kekurangan__JAKBAR(t - dt) + (RTH_Renc + RTH_yg_Ada + Pasokan_PAM + Potensi_Lain - Kebut_Air_Domestik Pasokan_ke_Wil_lain) * dt INIT VOL_Kbth__Kekurangan__JAKBAR = 0 INFLOWS: RTH_Renc = (C*Crh_Hjn_Barat*K10c*R10c)+(C*Crh_Hjn_Barat*K10d*R10d)+(C*Crh_Hjn_Barat*K11c*R 11c)+(C*Crh_Hjn_Barat*K11d*R11d)+(C*Crh_Hjn_Barat*K12c*R12c)+(C*Crh_Hjn_Barat*K1 2d*R12d)+(C*Crh_Hjn_Barat*K13c*R13c)+(C*Crh_Hjn_Barat*K13d*R13d)+(C*Crh_Hjn_Bar at*K6c*R6c)+(C*Crh_Hjn_Barat*K6d*R6d)+(C*Crh_Hjn_Barat*K7c*R7c)+(C*Crh_Hjn_Barat *K7d*R7d)+(C*Crh_Hjn_Barat*K8c*R8c)+(C*Crh_Hjn_Barat*K8d*R8d)+(C*Crh_Hjn_Barat* K9c*R9c)+(C*Crh_Hjn_Barat*K9d*R9d) RTH_yg_Ada = (C*Crh_Hjn_Barat*d10c*f10c)+(C*Crh_Hjn_Barat*d10d*f10d)+(C*Crh_Hjn_Barat*d11c*f11c) +(C*Crh_Hjn_Barat*d11d*f11d)+(C*Crh_Hjn_Barat*d12c*f12c)+(C*Crh_Hjn_Barat*d12d*f12 d)+(C*Crh_Hjn_Barat*d13c*f13c)+(C*Crh_Hjn_Barat*d13d*f13d)+(C*Crh_Hjn_Barat*d6c*f6c )+(C*Crh_Hjn_Barat*d6d*f6d)+(C*Crh_Hjn_Barat*d7c*f7c)+(C*Crh_Hjn_Barat*d7d*f7d)+(C* Crh_Hjn_Barat*d8c*f8c)+(C*Crh_Hjn_Barat*d8d*f8d)+(C*Crh_Hjn_Barat*d9c*f9c)+(C*Crh_ Hjn_Barat*d9d*f9d) Pasokan_PAM = Vol_PAM Potensi_Lain = Crh_Hjn_Barat*Luas_DanauSitu OUTFLOWS: Kebut_Air_Domestik = Penduduk*Kebth_air_perkapita Pasokan_ke_Wil_lain = (Kekrgn_JakPus*JakPus%)+(Kekrgn_JakSel*JakSel%)+(Kekrgn_JakTim*JakTim%)+(Kekrgn_Ja kUt*JakUt%)+VOL_Kbth__Kekurangan__JAKBAR Vol_PAM(t) = Vol_PAM(t - dt) + (PAM) * dt INIT Vol_PAM = 31449849 INFLOWS: PAM = Laju_PAM*Vol_PAM C=1 Crh_Hjn_Barat = 1.48551 d10c = 488771.22 d10d = 1771458.12 d11c = 363652.99 d11d = 1392502.90 d12c = 802016.86 d12d = 1397003.56 d13c = 854224.47 d13d = 5299972.27 d6c = 514875.02 d6d = 1423107.36 d7c = 1690446.32 d7d = 2879519.58 d8c = 536478.17 d8d = 856924.86 d9c = 513074.76 d9d = 1550025.86 f10c = 1 f10d = 1
229
Lampiran 3
(lanjutan)
f11c = 1 f11d = 1 f12c = 1 f12d = 1 f13c = 1 f13d = 1 f6c = 1 f6d = 1 f7c = 1 f7d = 1 f8c = 1 f8d = 1 f9c = 1 f9d = 1 JakPus% = 0 JakSel% = 0 JakTim% = 0 JakUt% = 0 K10c = 0.1451 K10d = 0 K11c = 0.1514 K11d = 0 K12c = 0.0494 K12d = 0 K13c = 0.0128 K13d = 0 K6c = 0.0252 K6d = 0 K7c = 0.0395 K7d = 0 K8c = 0.0726 K8d = 0 K9c = 0.0628 K9d = 0 Kebth_air_perkapita = 54.75 Laju_PAM = 0.0475 Laju_Pertumbh_Pendd = 0.0002 Luas_DanauSitu = 169224.66 R10c = 2488294.13 R10d = 14207649.66 R11c = 1962323.54 R11d = 14188202.28 R12c = 3683601.27 R12d = 18525676.10 R13c = 7610786.94 R13d = 27416500.95 R6c = 1105886.09 R6d = 4476475.71 R7c = 4715146.93 R7d = 11114915.96 R8c = 1474849.57 R8d = 4747769.95 R9c = 1520328.17 R9d = 8951592.74
230
231
Lampiran 4 Model Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Selatan R8d
R9d
R8c R8b
K7c
K7b K7a K6c
K6b K6a K5a K4a K3a K2a K1a
R9c R9b
R8a
K7d
K8a K8b K8c
K8d K9a K9b K9c K9d K10aK10b Table 1
R9a R7d
K13c K13bK13a K12c K12bK12a K11c K11b K11aK10dK10c
R10d
R7c
R10c
R7b
R10b
R7a
R10a
R6c
R11c
R6b
R11b
R6a
RTH Renc
R11a
R5a
Kekrgn JakPus
R12c
R4a
Kekrgn JakTim Kekrgn JakUt
R12b R12a R13c
R3a R2a
Kekrgn JakBar
C R13a
R1a
Crh Hjn Selatan
R13b
Pasokan ke Wil lain
JakPus%
JakUt% Pasokan PAM
Kebut Air Domestik PAM Vol PAM
VOL Kbth Kekurangan JAKSEL
f 8d d8d d8c d8b
Kebth air perkapita
d9c
Pertbhn Pendd
d7a
Penduduk Laju Pertumbh Pendd
Potensi Lain
d6c d6b d6a d5a
Luas DanauSitu
f 7d
d10c
f 7b
d10b
f 7a
d10a
f 6c
d11c
f 6b
d11b
f 6a
d11a
f 5a
d12c
d4a
d2a
Kekrgn_JakBar(t) = Kekrgn_JakBar(t - dt) INIT Kekrgn_JakBar = 0 Kekrgn_JakPus(t) = Kekrgn_JakPus(t - dt) INIT Kekrgn_JakPus = 0 Kekrgn_JakTim(t) = Kekrgn_JakTim(t - dt) INIT Kekrgn_JakTim = 0 Kekrgn_JakUt(t) = Kekrgn_JakUt(t - dt) INIT Kekrgn_JakUt = 0
f 10b f 10a f 11c f 11b f 11a f 12c f 12b f 12a
f 3a
d13a d13b
f 13c
f 2a
d12ad13c d1a
f 10c
f 4a
d12b
d3a
f 10d
f 7c
d10d
d7c
f 9b f 9a
d9a
d7b
f 9c
f 8a
d9b
d7d
f 9d
f 8c f 8b
d9d
d8a
Laju PAM
JakBar% JakTim%
RTH y g Ada
f 13a f 1a
f 13b
232
Lampiran 4
(lanjutan)
Penduduk(t) = Penduduk(t - dt) + (Pertbhn_Pendd) * dt INIT Penduduk = 1734674 INFLOWS: Pertbhn_Pendd = Penduduk*Laju_Pertumbh_Pendd VOL_Kbth_Kekurangan_JAKSEL(t) = VOL_Kbth_Kekurangan_JAKSEL(t - dt) + (RTH_Renc + RTH_yg_Ada + Pasokan_PAM + Potensi_Lain - Kebut_Air_Domestik - Pasokan_ke_Wil_lain) * dt INIT VOL_Kbth_Kekurangan_JAKSEL = 0 INFLOWS: RTH_Renc = (Crh_Hjn_Selatan*C*K10a*R10a)+(Crh_Hjn_Selatan*C*K10b*R10b)+(Crh_Hjn_Selatan*C*K1 0c*R10c)+(Crh_Hjn_Selatan*C*K10d*R10d)+(Crh_Hjn_Selatan*C*K11a*R11a)+(Crh_Hjn_Sel atan*C*K11b*R11b)+(Crh_Hjn_Selatan*C*K11c*R11c)+(Crh_Hjn_Selatan*C*K12a*R12a)+(C rh_Hjn_Selatan*C*K12b*R12b)+(Crh_Hjn_Selatan*C*K12c*R12c)+(Crh_Hjn_Selatan*C*K13a *R13a)+(Crh_Hjn_Selatan*C*K13b*R13b)+(Crh_Hjn_Selatan*C*K13c*R13c)+(Crh_Hjn_Selata n*C*K1a*R1a)+(Crh_Hjn_Selatan*C*K2a*R2a)+(Crh_Hjn_Selatan*C*K3a*R3a)+(Crh_Hjn_Se latan*C*K4a*R4a)+(Crh_Hjn_Selatan*C*K5a*R5a)+(Crh_Hjn_Selatan*C*K6a*R6a)+(Crh_Hjn _Selatan*C*K6b*R6b)+(Crh_Hjn_Selatan*C*K6c*R6c)+(Crh_Hjn_Selatan*C*K7a*R7a)+(Crh_ Hjn_Selatan*C*K7b*R7b)+(Crh_Hjn_Selatan*C*K7c*R7c)+(Crh_Hjn_Selatan*C*K7d*R7d)+( Crh_Hjn_Selatan*C*K8a*R8a)+(Crh_Hjn_Selatan*C*K8b*R8b)+(Crh_Hjn_Selatan*C*K8c*R8 c)+(Crh_Hjn_Selatan*C*K8d*R8d)+(Crh_Hjn_Selatan*C*K9a*R9a)+(Crh_Hjn_Selatan*C*K9b *R9b)+(Crh_Hjn_Selatan*C*K9c*R9c)+(Crh_Hjn_Selatan*C*K9d*R9d) RTH_yg_Ada = (Crh_Hjn_Selatan*C*d10a*f10a)+(Crh_Hjn_Selatan*C*d10b*f10b)+(Crh_Hjn_Selatan*C*d10c* f10c)+(Crh_Hjn_Selatan*C*d10d*f10d)+(Crh_Hjn_Selatan*C*d11a*f11a)+(Crh_Hjn_Selatan*C *d11b*f11b)+(Crh_Hjn_Selatan*C*d11c*f11c)+(Crh_Hjn_Selatan*C*d12a*f12a)+(Crh_Hjn_Sel atan*C*d12b*f12b)+(Crh_Hjn_Selatan*C*d12c*f12c)+(Crh_Hjn_Selatan*C*d13a*f13a)+(Crh_ Hjn_Selatan*C*d13b*f13b)+(Crh_Hjn_Selatan*C*d13c*f13c)+(Crh_Hjn_Selatan*C*d1a*f1a)+( Crh_Hjn_Selatan*C*d2a*f2a)+(Crh_Hjn_Selatan*C*d3a*f3a)+(Crh_Hjn_Selatan*C*d4a*f4a)+( Crh_Hjn_Selatan*C*d5a*f5a)+(Crh_Hjn_Selatan*C*d6a*f6a)+(Crh_Hjn_Selatan*C*d6b*f6b)+( Crh_Hjn_Selatan*C*d6c*f6c)+(Crh_Hjn_Selatan*C*d7a*f7a)+(Crh_Hjn_Selatan*C*d7b*f7b)+( Crh_Hjn_Selatan*C*d7c*f7c)+(Crh_Hjn_Selatan*C*d7d*f7d)+(Crh_Hjn_Selatan*C*d8a*f8a)+( Crh_Hjn_Selatan*C*d8b*f8b)+(Crh_Hjn_Selatan*C*d8c*f8c)+(Crh_Hjn_Selatan*C*d8d*f8d)+( Crh_Hjn_Selatan*C*d9a*f9a)+(Crh_Hjn_Selatan*C*d9b*f9b)+(Crh_Hjn_Selatan*C*d9c*f9c)+( Crh_Hjn_Selatan*C*d9d*f9d) Pasokan_PAM = Vol_PAM Potensi_Lain = Crh_Hjn_Selatan*Luas_DanauSitu OUTFLOWS: Kebut_Air_Domestik = Penduduk*Kebth_air_perkapita Pasokan_ke_Wil_lain = (Kekrgn_JakBar*JakBar%)+(Kekrgn_JakPus*JakPus%)+(Kekrgn_JakTim*JakTim%)+(Kekrgn_J akUt*JakUt%)+VOL_Kbth_Kekurangan_JAKSEL Vol_PAM(t) = Vol_PAM(t - dt) + (PAM) * dt INIT Vol_PAM = 9195447 INFLOWS: PAM = Laju_PAM*Vol_PAM C=1 Crh_Hjn_Selatan = 2.2641 d10a = 5068300.20 d10b = 648951.24 d10c = 425733.62 d10d = 7200.57
233
Lampiran 4
(lanjutan)
d11a = 3569681.87 d11b = 1476116.56 d11c = 883869.79 d12a = 1767739.58 d12b = 450935.61 d12c = 1336605.54 d13a = 1550822.45 d13b = 41403.27 d13c = 568844.92 d1a = 1211495.66 d2a = 898270.93 d3a = 977477.18 d4a = 1424812.50 d5a = 917172.42 d6a = 3951312.00 d6b = 1628228.57 d6c = 606647.90 d7a = 3596684.00 d7b = 1695733.90 d7c = 2079164.17 d7d = 27002.13 d8a = 4329341.85 d8b = 269121.25 d8c = 372629.42 d8d = 221417.48 d9a = 3423870.35 d9b = 494139.02 d9c = 405932.05 d9d = 41403.27 f10a = 1 f10b = 1 f10c = 1 f10d = 1 f11a = 1 f11b = 1 f11c = 1 f12a = 1 f12b = 1 f12c = 1 f13a = 1 f13b = 1 f13c = 1 f1a = 1 f2a = 1 f3a = 1 f4a = 1 f5a = 1 f6a = 1 f6b = 1 f6c = 1 f7a = 1 f7b = 1 f7c = 1 f7d = 1 f8a = 1 f8b = 1
234
Lampiran 4
(lanjutan)
f8c = 1 f8d = 1 f9a = 1 f9b = 1 f9c = 1 f9d = 1 JakBar% = 0 JakPus% = 0 JakTim% = 0 JakUt% = 0 K10a = 0 K10b = 0 K10c = 0 K10d = 0 K11a = 0 K11b = 0 K11c = 0 K12a = 0 K12b = 0 K12c = 0 K13a = 0 K13b = 0 K13c = 0 K1a = 0 K2a = 0 K3a = 0 K4a = 0 K5a = 0 K6a = 0 K6b = 0 K6c = 0 K7a = 0 K7b = 0 K7c = 0 K7d = 0 K8a = 0 K8b = 0 K8c = 0 K8d = 0 K9a = 0 K9b = 0 K9c = 0 K9d = 0 Kebth_air_perkapita = 54.75 Laju_PAM = 0.0777 Laju_Pertumbh_Pendd = 0.006 Luas_DanauSitu = 268221.18 R10a = 12698025.81 R10b = 3809341.89 R10c = 2173159.26 R10d = 79699.24 R11a = 9082648.33 R11b = 7585687.67 R11c = 4358680.97 R12a = 5885755.05 R12b = 3293212.77
235
Lampiran 4
(lanjutan)
R12c = 7723197.00 R13a = 4670379.41 R13b = 117911.63 R13c = 3239504.12 R1a = 2519580.75 R2a = 1652174.23 R3a = 1767950.75 R4a = 2839057.95 R5a = 1690024.00 R6a = 8094158.44 R6b = 7265621.95 R6c = 1789176.12 R7a = 9814554.82 R7b = 9275415.50 R7c = 7306001.11 R7d = 190125.90 R8a = 7473155.69 R8b = 4259372.71 R8c = 1848404.20 R8d = 1316477.82 R9a = 6382381.05 R9b = 3277789.50 R9c = 1896088.61 R9d = 355285.77
236
237
Lampiran 5 Model Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Timur K7c
R9d
R8c
K7b K7a K6c
K6b K6a K5a K4a K3a K2a K1a
R9c R9b
R8b
K9a K9b K9c K9d K10aK10b K10c
K8a K8b K8c
R9a
R8a R7c
Table 1
K13a K12dK12a K12c K12bK11d K11c K11b K11a K10d
R10d R10c
R7b
R10b
R7a
R10a
R6c
R11c
R6b
RTH Renc
R11b
R6a
Kekrgn JakUt
R11a
R5a
R11d Kekrgn JakSel
R4a
R12b R12a R12c
R3a
Kekrgn JakBar Kekrgn JakPus
C
R2a
R12d R1a
Crh Hjn Timur
R13a
JakUt%
Pasokan ke Wil lain
JakPus% JakBar% RTH y g Ada
Pasokan PAM
JakSel% f 8c
Kebut Air Domestik PAM Vol PAM
VOL Kbth Kekurangan JAKTIM
d9d d8c
f 9b
d9c
Kebth air perkapita
f 9a
d9a
d8a
f 10d f 7c
d10d d7c d7b Pertbhn Pendd
d7a
Penduduk Laju Pertumbh Pendd
d6c Potensi Lain d6b d6a d5a
Luas DanauSitu
d10c
f 7b
d10b
f 7a
d10a
f 6c
d11c
f 6b
d11b
f 6a
d11a
f 5a
d11d
d4a
d2a
Kekrgn_JakPus(t) = Kekrgn_JakPus(t - dt) INIT Kekrgn_JakPus = 0 Kekrgn_JakSel(t) = Kekrgn_JakSel(t - dt)
Lampiran 5
(lanjutan)
INIT Kekrgn_JakSel = 0
f 10b f 10a f 11c f 11b f 11a f 11d f 12b f 12a
f 3a
d13a d12d
f 12c
f 2a
d12ad12c d1a
f 10c
f 4a
d12b
d3a
Kekrgn_JakBar(t) = Kekrgn_JakBar(t - dt) INIT Kekrgn_JakBar = 0
f 9c
d9b
d8b Laju PAM
f 9d
f 8b f 8a
f 13a f 1a
f 12d
238
Lampiran 5
(lanjutan)
Kekrgn_JakUt(t) = Kekrgn_JakUt(t - dt) INIT Kekrgn_JakUt = 0 Penduduk(t) = Penduduk(t - dt) + (Pertbhn_Pendd) * dt INIT Penduduk = 2141228 INFLOWS: Pertbhn_Pendd = Penduduk*Laju_Pertumbh_Pendd VOL_Kbth_Kekurangan_JAKTIM(t) = VOL_Kbth_Kekurangan_JAKTIM(t - dt) + (RTH_Renc + RTH_yg_Ada + Pasokan_PAM + Potensi_Lain - Kebut_Air_Domestik - Pasokan_ke_Wil_lain) * dt INIT VOL_Kbth_Kekurangan_JAKTIM = 0 INFLOWS: RTH_Renc = (Crh_Hjn_Timur*C*K10a*R10a)+(Crh_Hjn_Timur*C*K10b*R10b)+(Crh_Hjn_Timur*C*K10c* R10c)+(Crh_Hjn_Timur*C*K10d*R10d)+(Crh_Hjn_Timur*C*K11a*R11a)+(Crh_Hjn_Timur*C *K11b*R11b)+(Crh_Hjn_Timur*C*K11c*R11c)+(Crh_Hjn_Timur*C*K11d*R11d)+(Crh_Hjn_ Timur*C*K12a*R12a)+(Crh_Hjn_Timur*C*K12b*R12b)+(Crh_Hjn_Timur*C*K12c*R12c)+(Cr h_Hjn_Timur*C*K12d*R12d)+(Crh_Hjn_Timur*C*K13a*R13a)+(Crh_Hjn_Timur*C*K1a*R1a )+(Crh_Hjn_Timur*C*K2a*R2a)+(Crh_Hjn_Timur*C*K3a*R3a)+(Crh_Hjn_Timur*C*K4a*R4a )+(Crh_Hjn_Timur*C*K5a*R5a)+(Crh_Hjn_Timur*C*K6a*R6a)+(Crh_Hjn_Timur*C*K6b*R6b )+(Crh_Hjn_Timur*C*K6c*R6c)+(Crh_Hjn_Timur*C*K7a*R7a)+(Crh_Hjn_Timur*C*K7b*R7b )+(Crh_Hjn_Timur*C*K7c*R7c)+(Crh_Hjn_Timur*C*K8a*R8a)+(Crh_Hjn_Timur*C*K8b*R8b )+(Crh_Hjn_Timur*C*K8c*R8c)+(Crh_Hjn_Timur*C*K9a*R9a)+(Crh_Hjn_Timur*C*K9b*R9b )+(Crh_Hjn_Timur*C*K9c*R9c)+(Crh_Hjn_Timur*C*K9d*R9d) RTH_yg_Ada = (Crh_Hjn_Timur*C*d10a*f10a)+(Crh_Hjn_Timur*C*d10b*f10b)+(Crh_Hjn_Timur*C*d10c*f10 c)+(Crh_Hjn_Timur*C*d10d*f10d)+(Crh_Hjn_Timur*C*d11a*f11a)+(Crh_Hjn_Timur*C*d11b *f11b)+(Crh_Hjn_Timur*C*d11c*f11c)+(Crh_Hjn_Timur*C*d11d*f11d)+(Crh_Hjn_Timur*C*d 12a*f12a)+(Crh_Hjn_Timur*C*d12b*f12b)+(Crh_Hjn_Timur*C*d12c*f12c)+(Crh_Hjn_Timur* C*d12d*f12d)+(Crh_Hjn_Timur*C*d13a*f13a)+(Crh_Hjn_Timur*C*d1a*f1a)+(Crh_Hjn_Timur *C*d2a*f2a)+(Crh_Hjn_Timur*C*d3a*f3a)+(Crh_Hjn_Timur*C*d4a*f4a)+(Crh_Hjn_Timur*C* d5a*f5a)+(Crh_Hjn_Timur*C*d6a*f6a)+(Crh_Hjn_Timur*C*d6b*f6b)+(Crh_Hjn_Timur*C*d6c *f6c)+(Crh_Hjn_Timur*C*d7a*f7a)+(Crh_Hjn_Timur*C*d7b*f7b)+(Crh_Hjn_Timur*C*d7c*f7 c)+(Crh_Hjn_Timur*C*d8a*f8a)+(Crh_Hjn_Timur*C*d8b*f8b)+(Crh_Hjn_Timur*C*d8c*f8c)+( Crh_Hjn_Timur*C*d9a*f9a)+(Crh_Hjn_Timur*C*d9b*f9b)+(Crh_Hjn_Timur*C*d9c*f9c)+(Crh _Hjn_Timur*C*d9d*f9d) Pasokan_PAM = Vol_PAM Potensi_Lain = Crh_Hjn_Timur*Luas_DanauSitu OUTFLOWS: Kebut_Air_Domestik = Penduduk*Kebth_air_perkapita Pasokan_ke_Wil_lain = (Kekrgn_JakBar*JakBar%)+(Kekrgn_JakPus*JakPus%)+(Kekrgn_JakSel*JakSel%)+(Kekrgn_Ja kUt*JakUt%)+VOL_Kbth_Kekurangan_JAKTIM Vol_PAM(t) = Vol_PAM(t - dt) + (PAM) * dt INIT Vol_PAM = 19351230 INFLOWS: PAM = Laju_PAM*Vol_PAM C=1 Crh_Hjn_Timur = 2.0706 d10a = 3701823.68 d10b = 1277142.67 d10c = 456315.25
239
Lampiran 5
(lanjutan)
d10d = 2342778.27 d11a = 2753191.99 d11b = 1451748.50 d11c = 1778459.42 d11d = 1929664.47 d12a = 13282643.79 d12b = 2389579.84 d12c = 2456182.06 d12d = 2097970.10 d13a = 3570419.29 d1a = 128704.30 d2a = 138604.63 d3a = 191706.41 d4a = 337511.28 d5a = 74702.50 d6a = 188106.28 d6b = 53101.77 d6c = 162005.41 d7a = 4597353.60 d7b = 793826.52 d7c = 1441848.17 d8a = 2970999.26 d8b = 528317.65 d8c = 297909.95 d9a = 2270775.87 d9b = 3254508.74 d9c = 332111.10 d9d = 1325744.29 f10a = 1 f10b = 1 f10c = 1 f10d = 1 f11a = 1 f11b = 1 f11c = 1 f11d = 1 f12a = 1 f12b = 1 f12c = 1 f12d = 1 f13a = 1 f1a = 1 f2a = 1 f3a = 1 f4a = 1 f5a = 1 f6a = 1 f6b = 1 f6c = 1 f7a = 1 f7b = 1 f7c = 1 f8a = 1 f8b = 1 f8c = 1 f9a = 1
240
Lampiran 5
(lanjutan)
f9b = 1 f9c = 1 f9d = 1 JakBar% = 0 JakPus% = 0 JakSel% = 0 JakUt% = 0 K10a = 0 K10b = 0 K10c = 0 K10d = 0 K11a = 0 K11b = 0 K11c = 0 K11d = 0 K12a = 0 K12b = 0 K12c = 0 K12d = 0 K13a = 0 K1a = 0 K2a = 0 K3a = 0 K4a = 0 K5a = 0 K6a = 0 K6b = 0 K6c = 0 K7a = 0 K7b = 0 K7c = 0 K8a = 0 K8b = 0 K8c = 0 K9a = 0 K9b = 0 K9c = 0 K9d = 0 Kebth_air_perkapita = 54.75 Laju_PAM = 0.0062 Laju_Pertumbh_Pendd = 0.0075 Luas_DanauSitu = 435614.55 R10a = 8731658.43 R10b = 4085416.23 R10c = 4767300.52 R10d = 6622650.43 R11a = 5021310.11 R11b = 4471336.99 R11c = 9141579.11 R11d = 7963564.62 R12a = 22358273.87 R12b = 8465979.18 R12c = 15928255.39 R12d = 15238328.82 R13a = 5276489.50 R1a = 315475.16
241
Lampiran 5
(lanjutan)
R2a = 351345.51 R3a = 582203.43 R4a = 733962.61 R5a = 292481.34 R6a = 569326.89 R6b = 624562.06 R6c = 1679444.25 R7a = 13699220.71 R7b = 5680407.54 R7c = 10038772.49 R8a = 7272358.52 R8b = 2576792.59 R8c = 2468838.20 R9a = 7196188.73 R9b = 9551778.98 R9c = 3742913.30 R9d = 2301784.50
242
243
208