MODEL PENGARUH PERSEPSI AKAN TOKO RITEL MODERN PADA PENGALAMAN BERBELANJA Hotniar Siringoringo1 Basu Swastha Dharmmesta2 Toto Sugiharto3 ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memodelkan pengaruh persepsi akan toko ritel modern pada pengalaman berbelanja di toko ritel modern yang sama dalam keputusan pembelian kebutuhan sehari-hari. Data penelitian merupakan data primer, dengan kuesioner sebagai instrumen penelitian. Kuesioner disebarkan ke konsumen toko ritel modern di Jabodetabek. Hipotesis yang diuji adalah persepsi akan toko ritel modern memengaruhi pengalaman berbelanja dalam toko ritel yang sama. Hipotesis diuji menggunakan model persamaan struktural. Perangkat lunak Lisrel digunakan sebagai alat analisis data. Statistik kebaikan suai menunjukkan bahwa persepsi akan toko ritel modern memengaruhi pengalaman berbelanja di toko ritel yang sama pada taraf nyata 5%. Kata kunci: konsumen, model struktural, kebutuhan sehari-hari, variabel laten, variabel manifes
PENDAHULUAN Beberapa penelitian dalam perilaku selama ini menunjukkan bahwa persepsi dipengaruhi oleh pengalaman (Assael, 2001). Persepsi terbentuk dari pengalaman secara langsung maupun secara tidak langsung. Dalam keputusan pembelian kebutuhan sehari-hari di toko ritel modern, pengalaman berbelanja konsumen lain yang dibagikan ke konsumen melalui mulut ke mulut dalam toko ritel tertentu, dapat membentuk persepsi konsumen akan ritel yang sama. Pengalaman berbelanja di toko ritel lain berinteraksi dengan stimulus yang diberikan toko ritel tertentu, juga dapat memengaruhi persepsi konsumen akan toko ritel modern tertentu. Pemberian stimulus sering dilakukan manajemen ritel modern dalam bentuk iklan harga murah, barang lengkap, baik oleh manajemen toko ritel yang baru dibuka di daerah tertentu maupun yang sudah lama beroperasi di daerah yang sama. Di sisi lain, manajemen ritel yang baru dibuka di daerah tertentu mengawali pembukaan tokonya dengan beriklan secara intensif. Muatan iklan biasanya adalah harga murah barang yang mereka jual, tersedianya barang yang dicari konsumen, dan strategisnya letak toko mereka. Iklan ini adalah stimulus yang membentuk persepsi. Dengan persepsi yang sudah terbentuk, konsumen datang berkunjung dan melakukan pembelian (mungkin) kebutuhan sehari-hari di toko ritel. Informasi yang diproses dalam pembentukan persepsi setelah berada dalam toko akan dibandingkan dengan fakta yang mereka temukan di dalam toko. Proses pembandingan informasi yang dipersepsikan dengan fakta yang ditemukan dalam toko akan membentuk pengalaman berbelanja dalam toko. Pengalaman berbelanja dalam toko dengan demikian dapat diproposisikan dipengaruhi oleh persepsi akan toko ritel. Pengaruh persepsi akan toko ritel pada pengalaman berbelanja masih 1
jarang disentuh, meskipun dalam model pemrosesan informasi Assael (2001) ditunjukkan bahwa persepsi memengaruhi pengalaman. LANDASAN TEORI Pengalaman dan persepsi merupakan dua variabel psikografis yang dapat digunakan untuk memengaruhi perilaku. Kedua variabel ini bisa saling bertukar dalam urutan. Seorang konsumen yang sangat puas setelah makan di suatu restoran, tanpa diminta oleh manajemen restoran, akan berbagi informasi dengan keluarga, teman, dan masyarakat di sekitarnya. Bagi orang yang menerima informasi yang disebarkan, kepuasan makan di restoran itu akan menjadi suatu pengalaman, meskipun bukan diri sendiri yang mengalaminya, melainkan hanya melalui pengalaman orang lain yang disebarkan dari mulut ke mulut. Pengalaman itu akan membentuk persepsi terhadap restoran. Dalam hal ini, dapat dinyatakan bahwa pengalaman memengaruhi persepsi (Bellenger dan Moschis, 1982). Menurut Bellenger dan Moschis (1982), interaksi pengalaman dengan variabel sosial (seperti jenis kelamin, pendapatan, pendidikan, dan lain-lain) dapat menghasilkan orientasi kognitif terhadap pembelanjaan dan orientasi kognitif terhadap toko. Orientasi kognitif terhadap toko tidak lain adalah persepsi. Di lain pihak, persepsi terbentuk lebih dulu. Informasi harga murah yang diiklankan ritel misalnya, ditangkap oleh panca indera, lalu diproses dengan membandingkannya terhadap harga barang yang sama yang konsumen ketahui di toko ritel yang lain, kemudian keputusan diambil. Dalam proses, terbentuk persepsi terhadap harga yang ditawarkan oleh toko ritel. Jika harga dipersepsikan lebih murah, konsumen mungkin akan mengunjungi toko ritel untuk melakukan pembelian barang. Hal yang ditemui oleh konsumen saat berada di toko ritel mungkin akan berbeda dengan apa yang dipersepsikan sebelum melakukan kunjungan. Kunjungan ini dengan demikian akan memberikan pengalaman bagi konsumen. Dalam kasus ini, dinyatakan bahwa persepsi memengaruhi pengalaman. Mowen dkk. (1990) dalam Pan dan Zinkhan (2006), Bellenger dan Moschis (1982), serta Granbois (1981), menemukan bahwa pengalaman berbelanja memengaruhi keputusan lokasi pembelanjaan. Semakin berpengalaman konsumen dalam berbelanja di toko ritel tertentu, membuat keputusan lokasi berbelanja menjadi suatu kebiasaan. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa pengalaman berbelanja di toko ritel tertentu akan memengaruhi keputusan lokasi berbelanja melalui kebiasaan berbelanja. Kebiasaan berbelanja, menurut Granbois (1981), memengaruhi tidak hanya keputusan dalam pemilihan toko, tapi juga keputusan frekuensi kunjungan pembelanjaan ke toko yang sama, barang yang akan dibeli, dan jumlah yang akan dibelanjakan. Pengalaman berbelanja tidak hanya memengaruhi keputusan lokasi pembelanjaan secara langsung, tapi juga secara tidak langsung melalui variabel psikografis lainnya. Persepsi merupakan proses yang memberikan kesatuan yang koherens dan arti ke input sensor seseorang. Proses itu meliputi pemilihan, pengurutan, pengorganisasian dan interpretasi data sensor (Rice, 1993). Boyd Jr. dan Walker Jr., 1992) memberikan definisi yang sama kecuali untuk tahapan pengurutannya. Meskipun dihadapkan pada input sensor sama, orang yang berbeda akan memersepsikan sesuatu cukup berbeda. Sensor merupakan sumber persepsi. Sensor terdiri dari pendengaran, penglihatan, bau, rasa, dan sentuhan. 2
Pembentukan persepsi konsumen akan suatu produk dilakukan oleh pemasar dengan memberikan stimulus. Stimulus bisa dalam bentuk fisik, visual, atau komunikasi verbal yang memengaruhi respon individu. Stimulus paling penting dibedakan menjadi stimulus pemasaran dan stimulus lingkungan. Produk dan komponennya (kemasan, isi, dan ciri fisik) merupakan stimulus utama sedangkan komunikasi atau sejenisnya yang menggambarkan produk untuk memengaruhi perilaku konsumen (harga, promosi, distribusi) merupakan stimulus sekunder. Karakteristik stimulus pemasaran dapat dibedakan menjadi elemen sensor dan elemen struktural. Elemen sensor dibentuk oleh warna, bau, rasa, suara, dan perasaan. Elemen struktural biasanya diaplikasikan pada periklanan, misalnya frekuensi, ukuran, dan tata letak iklan (Assael, 2001). Rice (1993) membedakan level stimulus persepsi menjadi tiga, yaitu ambang mutlak, ambang berbeda, dan ambang dual. Ambang mutlak merupakan level stimulus paling rendah di mana seseorang mulai mengalami sensasi. Ambang berbeda merupakan titik di mana seseorang dapat memersepsikan dua hal berbeda. Ambang dual merupakan stimulus akan satu hal tertentu yang dipersepsikan menjadi dua hal secara berbeda. Assael (2001) membedakan stimulus persepsi menjadi tiga juga, yaitu ambang mutlak, perbedaan yang hanya dapat diperhatikan (just-noticeable difference), dan level adaptasi. Pemberian diskon pada angka tertentu sering tidak diperhatikan oleh konsumen, tapi jika diskon dinaikkan dengan level yang lebih tinggi sedikit, konsumen akan menyadarinya. Kondisi seperti ini merupakan stimulus yang hanya dapat diperhatikan. Level adaptasi dalam Assael (2001) sama dengan ambang dual pada Rice (1993). Begitu konsumen sudah memilih dan mengorganisasikan stimulus, berikutnya mereka akan menginterpretasikan stimulus tersebut. Menurut Assael (2001), ada dua prinsip dasar yang konsumen gunakan untuk menginterpretasikan stimulus. Prinsip pertama cenderung menempatkan informasi ke kategori logis, yang membuat konsumen menginterpretasikan dengan mudah dan cepat. Proses pengategorian mungkin dilakukan dengan skema ataupun dengan membuat kategori di dalam kategori (subtyping). Persamaan Weber tentang stimulus diberikan persamaan (2.1). Simbol ∆I menunjukkan pertambahan intensitas yang dapat dideteksi, I merupakan intensitas stimulus pembanding dan k adalah konstanta (Rice, 1993). ∆I/I = k
(2.1)
Prinsip kedua merupakan suatu penarikan kesimpulan akan merek, harga, toko, dan perusahaan. Penarikan kesimpulan ini merupakan pembentukan keyakinan konsumen akan objek dari sesuatu yang berhubungan di masa lalu (pengalaman). Penarikan kesimpulan perseptual berhubungan dengan simbol produk. Ada hubungan yang kuat antara simbol produk dengan sifat proses konsumsi. Simbol yang berhubungan dengan fantasi dan emosi berhubungan dengan konsumsi hedonik (Assael, 2001). Persepsi dibentuk melalui pengalaman dan jaminan. Pengalaman bersumber dari informasi dari mulut ke mulut dan pengalaman sendiri. Jaminan bisa tangibel atau intangibel. Jaminan dapat diukur dari kepemilikan sertifikat, pelayanan purna jual, dan karyawan (Tangsrud dan Smith, 2001). 3
Faktor eksternal yang memengaruhi perhatian pemilihan adalah ukuran, intensitas, posisi, kontras, keterbaruan, pengulangan, dan perpindahan. Semakin besar stimulus, semakin diperhatikan oleh konsumen. Semakin tinggi intensitas semakin menarik perhatian konsumen. Menempatkan barang di toko pada posisi tertentu dapat menarik perhatian konsumen. Situasi yang tiba-tiba diciptakan kontras dengan yang sebelumnya, dapat menarik perhatian konsumen. Keterbaruan sama dengan kontras, menciptakan sesuatu yang tidak biasa atau tidak diharapkan. Pengulangan stimulus akan meningkatkan kesempatan untuk diperhatikan. Stimulus bergerak menarik perhatian lebih tinggi dibandingkan stimulus statis (Rice, 1993). Perhatian dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal atau internal. Faktor eksternal terdiri dari ukuran, intensitas, posisi, kontras, keunikan, pengulangan, dan perpindahan. Faktor internal terdiri dari motivasi, minat, kebutuhan, dan kewaspadaan (Rice, 1993). Proses persepsi berbeda untuk produk keterlibatan rendah. Dua faktor dasar, yaitu pemilihan dan organisasi, mengarahkan proses pembentukan persepsi konsumen dan membantu menjelaskan perbedaan konsumen dalam menerima informasi (Boyd Jr. dan Walker, 1992). Harapan merupakan penentu penting lainnya akan hal yang dipersepsikan. Pengorganisasian persepsi dapat dilakukan menjadi keberlanjutan, kesamaan, kedekatan, kondisi penutupan, distorsi, dan stimulus rancu. Setiap orang mempunyai konstruk pribadi yang pada dasarnya mendefinisikan dan memahami keberadaannya. Keberadaan yang dibentuk akan menjadi basis pemahaman kejadian, pengalaman, dan kemungkinan di masa mendatang (Rice, 1993). Stimulus dalam pemasaran, di antaranya, iklan, penjualan pribadi, harga, dan mutu produk. Aplikasi paling penting persepsi konsumen dalam strategi pemasaran adalah harga. Persepsi harga secara langsung memengaruhi persepsi konsumen terhadap kualitas merek dan akhirnya akan menentukan perilaku pembelian mereka. Konsumen mempunyai harapan tertentu akan harga yang seharusnya. Ekspektasi harga ini mungkin merefleksikan harga aktual. Konsumen sering mengasosiasikan level harga dengan kualitas produk (Assael, 2001). Persepsi akan situasi menurut Kotler (1991) memengaruhi aksi orang yang termotivasi. Dua orang dengan status termotivasi dan situasi tujuan sama mungkin akan memberikan reaksi berbeda karena menerima situasi secara berbeda. Menurut Assael (2001), karakteristik stimulus dan karakteristik konsumen memengaruhi persepsi. Karakteristik stimulus terdiri dari elemen sensor dan struktural. Elemen sensor dibentuk oleh warna, bau, suara, dan rasa. Dua karakteristik penting dalam menentukan persepsi konsumen, yaitu kemampuan membedakan antara stimulus dan kecenderungan menganggap umum dari satu stimulus ke stimulus lainnya (Assael, 2001). Menurut Petrick (2004), ada perbedaan antara anteseden nilai persepsi pengunjung pertama sekali dengan pengunjung berulang. Juga ditemukan bahwa mutu adalah prediktor terbaik niat pembelian pada pengunjung pertama, di mana nilai persepsi adalah prediktor terbaik bagi pengunjung berulang.
4
Babin, Chebat, dan Michon (2004) meneliti penentu yang memengaruhi pemilihan toko ritel konsumen di Amerika Serikat dan bersifat kognitif. Mereka menemukan ketika kesesuaian perseptual menurun, pengaruh positif menurun, pemberian peringkat kualitas lebih rendah, dan persepsi nilai pembelanjaan pribadi lebih rendah maka lebih sedikit perilaku pendekatan. Sweeney dan Soutar (2002) mengembangkan teknik pengukuran persepsi pelanggan atas barang tahan lama. Ada empat dimensi yang mereka turunkan untuk mengukur persepsi pelanggan tersebut yaitu harga, kualitas, sosial, dan emosional. Tingkat kepentingan masing-masing dimensi ini berbeda berdasarkan alasan pembelian. Fungsi emosional ditemukan merupakan faktor yang paling penting dalam memengaruhi keinginan untuk membeli. Kualitas ditemukan menjadi pertimbangan utama dalam menurunkan harapan permasalahan yang timbul dalam penggunaan barang. Blair, Harris, dan Monroe (2002) menemukan kesan harga toko akan rusak dengan mengiklankan harga murah yang disertai dengan harga reguler, jika harga reguler yang diiklankan lebih tinggi dibandingkan dengan harga reguler yang ditawarkan pesaing. Kondisi ini akan membuat konsumen mempersepsikan harga yang ditawarkan toko lebih tinggi dibandingkan harga pesaing tanpa memeriksa harga diskon yang ditawarkan. Hal ini perlu menjadi perhatian para manajer ritel, karena konsumen saat ini dengan mudah mendapatkan informasi harga yang ditawarkan oleh masing-masing toko dan jaringan melalui buletin atau majalah belanja mingguan. Pemberian diskon atau hadiah dapat memengaruhi persepsi konsumen akan produk. Maraknya pemberian diskon atau produk gratis untuk pembelian produk dengan jumlah tertentu atau klaim harga murah setiap hari yang diberikan ritel dapat memengaruhi persepsi konsumen. Pengaruh ini bisa negatif atau positif, tergantung dari cara manajemen memberikan diskon. Menurut Darke dan Chung (2005), pemberian diskon dan klaim harga murah setiap hari bisa memengaruhi persepsi secara negatif sedangkan pemberian hadiah untuk pembelian jumlah tertentu dapat memberikan pengaruh positif bagi persepsi. Proses keputusan pembelian konsumen ritel bukan keputusan kompleks, tapi keputusan yang dilakukan berulang-ulang. Karena itu, manajemen ritel sering menggunakan stimulus promosi, harga, dan strategi pemasaran lainnya untuk memengaruhi keputusan dan mengingatkan konsumen. Informasi ritel mudah diperoleh, dan tanpa pengorbanan. Informasi ritel baik harga, kelengkapan produk maupun jarak toko yang dekat dengan konsumen diiklankan di media cetak dan elektronik. Manajemen ritel secara berkala menerbitkan majalah belanja yang dibagikan ke konsumen juga dengan tujuan promosi. Variabel pemasaran itu akan menjadi stimulus bagi konsumen untuk mengambil keputusan. Pembelian yang telah dilakukan akan menjadi pengalaman. Pengalaman akan membentuk kebiasaan atau sikap konsumen akan ritel. Perilaku konsumen ritel ini, oleh karenanya akan dipelajari menggunakan pemahaman kognitif. Beberapa peneliti sebelumnya menemukan bahwa persepsi dapat memengaruhi keputusan lokasi berbelanja. Howell dan Rogers (1981) menemukan bahwa persepsi memengaruhi keputusan lokasi berbelanja melalui preferensi. Gentry dan Burns (1977) menemukan bahwa persepsi terhadap toko, yang diukur berdasarkan atribut toko spesifik, seperti harga barang, kelengkapan barang, dan lain-lain, memengaruhi 5
keputusan pemilihan toko. Doolin dkk. (2005) menemukan bahwa persepsi terhadap resiko dan pengalaman berbelanja memengaruhi perilaku pembelian online. Berbagai ukuran persepsi telah dikembangkan, satu di antaranya adalah skala konflik yang dikembangkan oleh Jehn (1992) yang kemudian dimodifikasi oleh Amason (1996), Behrman dan Perreault (1982), dan oleh Plank, Minton, dan Reid (1996). Informasi pelanggan khususnya kualitas produk, nilai pembelian, dan harga merupakan indikator dominan pembentuk persepsi konsumen (Bishop 1984; Doyle 1984; Jacoby dan Olson, 1985; Sawyer dan Dickson 1984; Schlechter, 1984). METODE PENELITIAN Data penelitian merupakan data primer. Data dikumpulkan menggunakan instrumen penelitian kuesioner. Kuesioner dikembangkan untuk mengukur variabel laten persepsi konsumen akan toko ritel dan pengalaman berbelanja dalam toko ritel yang sama. Uji validitas dan reliabilitas terlebih dahulu digunakan untuk menguji validitas dan reliabilitas kuesioner. Variabel laten persepsi diukur menggunakan tiga indikator, yaitu persepsi akan harga barang yang dijual dalam toko ritel modern (p1), persepsi akan mutu barang yang dijual (p2), dan persepsi akan kelengkapan barang yang tersedia di toko ritel (p3). Variabel laten pengalaman berbelanja dalam toko ritel diukur menggunakan 6 indikator, yaitu pengalaman akan harga barang yang dijual di toko (a1), pengalaman akan kelengkapan barang yang disediakan di toko ritel (a2), pengalaman akan suasana di dalam toko ritel (a3), pengalaman akan keramahan karyawan (a4), pengalaman akan informasi harga murah yang diiklankan (a5), dan pengalaman berbelanja secara keseluruhan (a6). Model struktural penelitian yang diuji ditunjukkan oleh Gambar 1. Hipotesis penelitian adalah persepsi akan toko ritel modern memengaruhi pengalaman berbelanja dalam toko. Hipotesis diuji menggunakan model persamaan struktural Lisrel. a1 p1
p2
a2 Persepsi
Pengalaman
a3 a4
p3
a5 a6
Gambar 1. Model struktural penelitian
PEMBAHASAN Pengaruh persepsi terhadap toko ritel pada pengalaman berbelanja di toko ritel yang sama diuji menggunakan model struktural Lisrel. Pengalaman digunakan menggunakan 6 indikator, yaitu pengalaman akan harga barang yang dijual di toko (a1), pengalaman akan kelengkapan barang yang disediakan di toko ritel (a2), pengalaman akan suasana di dalam toko ritel (a3), pengalaman akan keramahan karyawan (a4), pengalaman akan informasi harga murah yang diiklankan (a5), dan pengalaman berbelanja secara keseluruhan (a6). Persepsi di sisi lain, diukur menggunakan tiga indikator, yaitu persepsi akan harga barang yang ditawarkan oleh toko ritel (p1), persepsi akan mutu 6
barang yang dijual (p2), dan persepsi akan kelengkapan barang yang tersedia di toko ritel (p3). Statistik kesesuaian pengaruh persepsi terhadap toko ritel pada pengalaman berbelanja menunjukkan bahwa model struktural valid pada taraf nyata 5%. Validitas model juga ditunjukkan oleh nilai RMSEA, GFI, AGFI, CFI, NFI, NNFI. Nilai RMSEA lebih kecil dari 0.08 (syarat validitas), dan semua statistik kesesuaian lainnya lebih besar dari 0.9 (syarat validitas model struktural). Nilai statistik lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Statistik kesesuaian pengaruh persepsi pada pengalaman Uji Khi kuadrat (db=16) Nilai signifikansi Perkiraan akar kuadrat rata-rata kesalahan (RMSEA) Indeks kebaikan suai (GFI) Indeks kebaikan suai yang disesuaikan (AGFI) Normed fit index (NFI) Non-normed fit index (NNFI)
Perkiraan 24.47244 0.079682 0.043961 0.97816 0.95086 0.97046 0.97957
Standar > 0.05 < 0.08 > 0.9 > 0.9 > 0.9 > 0.9
Ketiga indikator persepsi, valid dalam model struktural, tetapi hanya lima indikator pengalaman yang valid dalam model, yaitu pengalaman akan harga yang ditawarkan toko selama ini, pengalaman akan mutu barang yang dijual di toko selama ini, pengalaman akan suasana toko, pengalaman akan informasi harga diskon yang diiklankan dan pengalaman secara umum. Terjadi korelasi antara beberapa indikator persepsi dengan pengalaman, yaitu antara persepsi akan harga barang yang dijual (p1) dengan pengalaman akan harga barang (a1), antara persepsi akan kelengkapan barang yang dijual (p3) dengan pengalaman kelengkapan barang (a2), dan persepsi konsumen terhadap kelengkapan produk yang dijual di toko (p3) dengan pengalaman suasana berbelanja di toko (a3). Kovarians kesalahan antara indikator yang berkorelasi, signifikan pada level 5%. Dengan demikian dapat dinyatakan tidak ada salah penspesifikasian indikator variabel laten persepsi dan pengalaman, meskipun tejadi korelasi antara indikator dalam kedua variabel laten. Ditemukannya korelasi antara indikator ini mungkin disebabkan penggunaan atribut toko yang sama pada kedua variabel. Perkiraan Lisrel (Tabel 2) menunjukkan bahwa variabel laten pengalaman berbelanja dalam model struktural pengaruh persepsi pada pengalaman dibentuk oleh pengalaman akan harga barang (a1), kelengkapan barang (a2), suasana berbelanja (a3), informasi diskon (a5), dan pengalaman secara keseluruhan (a6) pada taraf nyata 5%. Indikator yang paling besar perannya dalam pembentukan pengalaman berbelanja adalah kelengkapan barang, yaitu sebesar 0.58875, kemudian diikuti oleh pengalaman secara keseluruhan (0.52941), pengalaman akan suasana berbelanja di toko (0.45443), pengalaman akan informasi diskon (0.45180), dan terakhir pengalaman akan harga (0.34821). Dari antara tiga indikator yang digunakan untuk mengukur persepsi konsumen terhadap toko ritel yang dikunjungi, persepsi terhadap kelengkapan barang (p3) memberikan peran yang paling besar dalam pembentukan persepsi, yaitu sebesar 0.59787, kemudian diikuti persepsi terhadap mutu barang yang dijual (0.45798), dan terakhir oleh persepsi terhadap harga barang yang dijual (0.34109). 7
Tabel 2. Perkiraan Lisrel (maximum likelihood) pengaruh persepsi pada pengalaman LAMBDA-Y Pengalaman Koefisien bobot faktor
a1
a2
a3
a5
0.34821
0.58875
0.45443
0.45180
0.52941
(0.08628) 6.82401
(0.07046) 6.44917
(0.07316 ) 6.17565
(0.07475) 7.08269
Gamma Pengalaman
Persepsi
Kesalahan standar T hitung
LAMBDA-X Koefisien bobot faktor Persepsi Kesalahan standar T hitung
p1
p2
p3
0.34109
0.45798
0.59787
(0.05104) 6.68228
(0.04739) 9.66468
(0.06142) 9.73434
a6
0.88638 (0.12129) 7.30786
Menggunakan ketiga variabel manifes persepsi dan lima variabel manifes valid yang mengukur pengalaman seperti yang dapat dilihat pada analisis konfirmatori sebelumnya, model struktural pengaruh persepsi pada pengalaman ditunjukkan Gambar 1. Nilai signifikansi lebih besar dari 0.05 (yaitu 0.07968) dan nilai RMSEA jauh lebih kecil dari 0.08 (yaitu 0,044). Model yang menunjukkan pengaruh persepsi terhadap toko pada pengalaman berbelanja di toko yang sama, dengan demikian sesuai dengan data yang dikumpulkan. Semua indeks uji menunjukkan bahwa data yang dikumpulkan sesuai dengan model yang diajukan, yaitu adanya pengaruh persepsi terhadap toko yang dikunjungi pada pengalaman berbelanja di toko yang sama. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa persepsi terhadap toko ritel adalah prediktor yang sesuai pada pengalaman berbelanja. Dapat disimpulkan bahwa persepsi terhadap toko yang dikunjungi untuk berbelanja memengaruhi pengalaman berbelanja. Nilai PSI sebesar 0.21432, artinya nilai koefisien determinasi (R2) adalah sebesar 0.78568. Berdasarkan angka ini dapat diartikan bahwa sebesar 78.57% variasi yang terjadi pada pengalaman berbelanja di toko ritel tertentu dapat dijelaskan oleh persepsi konsumen terhadap toko ritel yang dikunjungi. Persepsi yang baik tentang toko ritel yang dikunjungi akan membentuk pengalaman berbelanja yang bagus di toko tersebut. a1 0.47
p1 0.35 0.34
0.30
p2
0.46
Persepsi
0.89
Pengalam
0.60 0.57
0.35
0.45
0.51
a3
0.41
a5
0.51
0.45 0.53
p3
a2
0.59
a6
0.30
Chi-Square=24.47, df=16, P-value=0.07968, RMSEA=0.044
Gambar 4.2. Model struktural pengaruh persepsi pada pengalaman
Koefisien jalur (seperti yang ditunjukkan Gambar 2) menunjukkan bahwa pengaruh persepsi terhadap toko ritel pada pengalaman berbelanja sebesar 0.89. Pengaruh persepsi terhadap toko ritel pada pengalaman berbelanja dengan demikian sangat kuat. Indikasi dari temuan ini adalah pentingnya manajemen ritel memperhatikan 8
pembentukan persepsi terhadap toko ritel jika ingin membentuk pengalaman berbelanja yang bagus. Persepsi yang harus dibentuk adalah persepsi terhadap harga barang yang dijual di toko ritel, mutu barang yang dijual, dan kelengkapan barang. Memberikan diskon untuk barang tertentu, atau harga lebih murah dibandingkan dengan harga di toko ritel yang lain, dapat digunakan untuk membentuk persepsi harga murah yang ditawarkan toko ritel. Tetapi manajemen harus dapat menentukan dengan tepat, barang yang harganya paling sering diperhatikan dan diperbandingkan oleh konsumen dengan harga di toko ritel lainnya. Bagi orang tua, barang yang paling sering mereka perbandingkan harganya adalah susu. Menyediakan barang yang dibutuhkan konsumen selengkap mungkin juga merupakan hal yang harus diperhatikan. Jika konsumen selalu menemukan barang yang dicari di toko ritel yang dikunjungi, konsumen akan mempunyai pengalaman berbelanja yang bagus. Ditemukannya pengaruh signifikan persepsi terhadap toko ritel pada pengalaman berbelanja sejalan dengan temuan Swait dan Sweeney (2000), dan juga sesuai dengan teori Rice (1993) dan Assael (2001). PENUTUP Ketiga indikator persepsi akan toko ritel modern, yaitu persepsi akan harga barang yang dijual dalam toko ritel modern, persepsi akan mutu barang yang dijual, dan persepsi akan kelengkapan barang yang tersedia di toko ritel memeiliki validitas konstruk pada taraf nyata 5% sebagai ukuran persepsi. Hanya lima indikator pengalaman berbelanja, yaitu pengalaman akan harga barang yang dijual di toko, pengalaman akan kelengkapan barang yang disediakan di toko ritel, pengalaman akan suasana di dalam toko ritel, pengalaman akan keramahan karyawan, pengalaman akan informasi harga murah yang diiklankan, dan pengalaman berbelanja secara keseluruhan, valid sebagai ukuran pengalaman. Persepsi akan toko ritel memengaruhi pengalaman berbelanja secara sangat kuat. Persepsi yang bagus terhadap toko ritel akan menghasilkan pengalaman berbelanja yang bagus. Jika peritel ingin membentuk pengalaman berbelanja yang bagus di toko mereka, maka membentuk persepsi yang bagus terhadap harga, mutu, dan kelengkapan barang adalah hal yang sangat penting. REFERENSI Amason, A.C., 1996. “Distinguishing the Effects of Functional and Dysfunctional Conflict on Strategic Decision Making: Resolving a Paradox for Top Management Teams.” Academy of Management Journal, Vol. 39, No. 1, pp. 123-48. Assael, Henry, 2001. Consumer Behavior and Marketing Action. Singapura, Thomson Learning. Babin, Barry J., Chebat, Jean-Charles, and Michon, Richard, 2004. “Perceived Appropriateness and Its Effect on Quality, Affect and Behavior.” Journal of Retailing and Consumer Services, Vol. 11. Iss. 5, pp. 287-298. Bellenger, Danny N. and Moschis, George P. 1982. “A Socialization Model of Retail Patronage.” Advances in Consumer Research, Vol. 9, pp. 373-378. 9
Behrman, D.N. and Perreault, W.D., 1982. “Measuring the Performance of Industrial Salespersons.” Journal of Business Research, Vol. 10, No. 3, pp. 355-70. Bishop, W. R. 1984 in Alhabeeb, M.J., 2000. “Consumer Product Quality and the Optimal Choice: A Perfect Information Frontier Approach.” Academy of Marketing Studies Journal, Vol. 4, No. 2, pp. 59-67. Blair, Edward A., Harris, Judy, and Monroe, Kent B., 2002. “Effects of Shopping Information on Consumers’ Responses to Comparative Prices Claims.” Journal of Retailing, Vol. 78, Iss. 3, pg. 2. Boyd, Jr. Harper W. and Walker, Jr., Orville C., 1992. Marketing Management : A Strategic Approach. Richard D. Irwin, Inc., Singapore. Darke, Peter R., and Chung, Cindy Y.M., 2005. “Effects of Pricing and Promotion on Consumer Perceptions:It Depends on How You Frame It.” Journal of Retailing, Vol. 81, Iss. 1, pp. 35-47. Doolin, Bill, Dillon, Stuart, Thompson, Fiona, and Corner, James L., 2005. “Perceived Risk, the Internet Shopping Experience and Online Purchasing Behavior: A New Zealand Perspective.” Journal of Global Information Management, Vol. 13, Iss. 2, pp. 66-88. Doyle, M., 1984 in Alhabeeb, M.J., 2000. “Consumer Product Quality and the Optimal Choice: A Perfect Information Frontier Approach.” Academy of Marketing Studies Journal, Vol. 4, No. 2, pp. 59-67. Gentry, James W. and Burns, Alvin C., 1977. "How Important are Evaluative Criteria in Shopping Center Patronage?" Journal of Retailing, Vol. 53, pp. 73-85. Granbois, Donald, 1981. “An Integrated View of the Store Choice/Patronage Process.” Advances in Consumer Research, Vol. 8, pp. 693-695. Howell, Roy D. and Rogers, Jerry D., 1981. “Research Into Shopping Mall Choice Behavior.” Advances in Consumer Research, Vol. 8, pp. 671-676. Jacoby, J. R. and Olson, J. C., 1985 in Alhabeeb, M.J., 2000. “Consumer Product Quality and the Optimal Choice: A Perfect Information Frontier Approach.” Academy of Marketing Studies Journal, Vol. 4, No. 2, pp. 59-67. Jehn, K.A., 1992. “The Impact of Intragroup Conflict on Effectiveness: A Multimethod Examination of The Benefits and Detriments of Conflict.” Dissertation Abstracts International, Vol. 53, No. 6-A, p. 2005. Kotler, Philip, 1991. Marketing Management. Prentice-Hall , USA. Mowen et. al., 1990 in Pan, Yue, and Zinkhan, George M., 2006. “Determinants of Retail Patronage: a Meta-Analytical Perspective.” Journal of Retailing, 82, pp. 229-243. 10
Plank, R. E., Minton, A. P., and Reid, D. A., 1996. “A Short Measure of Perceived Empathy.” Psychol Rep., Vol. 79, pp.1219-1226. Rice, Chris, 1993. Consumer Behavior : Behavioural Aspects of Marketing. Butterworth-Heinemann, Ltd. Singapore. Schlechter, L., 1984, in Alhabeeb, M.J., 2000. “Consumer Product Quality and the Optimal Choice: A Perfect Information Frontier Approach.” Academy of Marketing Studies Journal, Vol. 4, No. 2, pp. 59-67. Sweeney, Jillian C. and Soutar, Geoffrey N., 2002. “Consumer Perceived Value: The Development of a Multiple Item Scale” Journal of Retailing, Vol. 77, pp. 7788. Tangsrud Jr, Robert R.,. and Smith, Malcolm C., 2001. “Me, We, or Thee? A Perceived Control Perspective on Consumer Decision Autonomy.” Academy of Marketing Studies Journal, Vol. 5, No. 1, pp. 11-26.
11