Model Pendampingan Anak Jalanan (Studi Kasus di Lembaga Swadaya Masyarakat “Rumah Impian”) M. Arief Rizka Program Studi Pendidikan Luar Sekolah, FIP IKIP Mataram Email:
[email protected] Abstract: This research is aimed at finding out of street children guiding model of non- government organization of Rumah Impian and the factors of guiding and cumberer in guiding implementation model. This research is case study with qualitative approach. This research is key instrument and supported by using interview, observation, and documentation. The data is analyzed by using interactive analysis model with consist of data reduction, data display, and verification. The validity of data used triangulation technique, method, and collages discussion. The result of research shows that street children guiding model of nongovernment organization of Rumah Impian using participative model of directly take off to the field, street children relationship and parents, learning guidance and skill, and giving the scholarship of street children in order to back to school, take parents’ back, and give the facilitation to making work. The factors of supporting in implementing of street children guiding model those are: (a) the positive respond of street children and parents, (b) street children willingness, (c) the high guidance of doing guidance activity, while the factor of cumberer those are: (a) low facility, (b) uncomfortable location, and (c) street children laziness. Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap model pendampingan anak jalanan di LSM Rumah Impian beserta faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam implementasi model pendampingannya. Jenis penelitian ini adalah studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Peneliti merupakan instrumen utama dengan didukung pedoman wawancara, observasi, dan dokumentasi. Analisis data penelitian menggunakan model analisis interaktif yang meliputi reduksi data, display data, dan verifikasi/pengambilan kesimpulan. Keabsahan data menggunakan teknik triangulasi sumber, metode, dan diskusi teman sejawat. Hasil penelitian menunjukkan model pendampingan anak jalanan di LSM Rumah Impian menggunakan model partisipatif dengan pendamping turun langsung ke jalan, menjalin relasi dengan anak jalanan dan orang tuanya, melaksanakan pendampingan belajar dan keterampilan, serta mengadakan tindak lanjut dengan memberikan beasiswa kepada anak jalanan untuk sekolah, mengembalikan ke orang tuanya bagi yang terpisah, dan memfasilitasi pelatihan keterampilan bagi anak jalanan yang memiliki minat tinggi untuk mandiri (bekerja). Faktor pendukung dalam implementasi model pendampingan anak jalanan, yaitu: (a) respon yang positif dari anak jalanan dan orang tua anak jalanan terhadap kegiatan pendampingan, (b) adanya kemauan dari anak jalanan untuk mengikuti kegiatan pendampingan, dan (c) semangat yang tinggi dari pendamping untuk melaksanakan kegiatan pendampingan, sedangkan faktor penghambatnya, yaitu: (a) fasilitas pendampingan yang masih terbatas, (b) lokasi pendampingan yang kurang kondusif, dan (c) sikap malas dari sebagian anak jalanan. Kata kunci : Model Pendampingan, Anak Jalanan, LSM
Pendahuluan Perkembangan kota di segala bidang tidak hanya memberikan nuansa positif bagi kehidupan masyarakat, namun juga melahirkan persaingan hidup sehingga muncul fenomena kehidupan yang berujung pada kemiskinan. Kota yang padat penduduk dan banyaknya keluarga yang bermasalah telah membuat makin banyaknya anak yang ter-
© 2013 LPPM IKIP Mataram
lantar, kurang gizi, kurang perhatian, kurang pendidikan, kurang kasih sayang dan kehangatan jiwa, serta kehilangan hak untuk bermain, bergembira, bermasyarakat dan hidup merdeka. Bahkan banyak kasus yang menunjukkan meningkatnya penganiayaan terhadap anak-anak mulai dari tekanan bathin, kekerasan fisik, hingga pelecehan seksual, baik oleh keluarga sendiri, teman, maupun orang lain.
Jurnal Kependidikan 12 (2): 161-170
Tak bisa dipungkiri bahwa persoalan anak jalanan belakangan telah menjadi fenomena sosial dalam kehidupan kota besar. Kehadiran mereka seringkali dianggap sebagai cermin kemiskinan kota. Di mata sebagian anggota masyarakat, keberadaan anak jalanan hingga kini masih dianggap sebagai “limbah” kota yang harus disingkirkan (Mangkoesapoetra, 2005). Eksistensi mereka dirasakan menggangu kenyamanan dan keamanan berlalu lintas dan sering kali dituduh melakukan tindakan kriminal, seperti mencopet atau menodong. Ditambah lagi adanya kecurigaan bahwa anak jalanan dikendalikan oleh sindikat tertentu membuat keberadaan anak jalanan di kota-kota besar menjadi duri yang tidak menyenangkan. Seseorang bisa dikatakan anak jalanan bila berumur dibawah 18 tahun yang menggunakan jalanan sebagai tempat mencari nafkah dan berada di jalan lebih dari 6 jam sehari. Ada beberapa tipe anak jalanan, yaitu: 1) anak jalanan yang masih memiliki orang tua dan tinggal dengan orang tua, 2) anak jalanan yang masih memiliki orang tua tapi tidak tinggal dengan orang tua, 3) anak jalanan yang sudah tidak memiliki orang tua tapi tinggal dengan keluarga, dan 4) anak jalanan yang sudah tidak memiliki orang tua dan tidak tinggal dengan keluarga. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang turun menjadi anak jalanan sebagian besar berpendidikan rendah (W. Nurhadjatmo, 2004). Data yang dilansir Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2009 menyebutkan bahwa anak jalanan di Indonesia berjumlah 154.861 jiwa. Menurut Komisi Nasional Perlindungan Anak (2008), hampir seluruh-
162
nya yakni 75.000 anak jalanan berada di Ibu kota Jakarta dan sisanya tersebar di kotakota besar lainnya seperti Medan, Palembang, Batam, Serang, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Malang, Semarang, Mataram, dan Makasar. Anak jalanan umumnya berasal dari keluarga yang pekerjaanya berat dan ekonominya lemah. Anak jalanan tumbuh dan berkembang dengan latar belakang kehidupan jalanan dan akrab dengan kemiskinan, penganiayaan, dan hilangnya kasih sayang dari orang tua, saudara maupun temantemanya, sehingga memberatkan jiwa dan membuatnya berprilaku negatif. Masalah sosial anak jalanan berkaitan dengan ketidakmampuan anak memperolah haknya, sebagaimana diatur oleh konvensi hak anak. Juga disebabkan kurangnya aksesibilitas anak, akibat berbagai keterbatasan sarana dan prasarana yang ada, baik di rumah dan di lingkungan sekitarnya untuk dapat bermain dan berkembang sesuai dengan masa pertumbuhannya. Selain itu, masalah sosial anak jalanan berkaitan pula dengan ketidakmampuan orang tua atau keluarga dalam memenuhi kebutuhan dasar anak. Terkait dengan kondisi tersebut, permasalahan anak jalanan sudah merupakan permasalahan krusial yang harus ditangani sampai ke akar-akarnya. Jika permasalahan ditangani hanya di permukaan saja, maka setiap saat permasalahan tersebut akan muncul kembali serta menyebabkan timbulnya permasalahan lain yang justru lebih kompleks, seperti munculnya orang dewasa jalanan, kriminalitas, premanisasi, eksploitasi tenaga, eksploitasi seksual, penyimpangan perilaku, dan lain-lain. Hasil penelitian Widyarini dalam Yayu D.S (2007) menyatakan
M. Arief Rizka, Model Pendampingan Anak Jalanan
bahwa “jumlah anak jalanan di Indonesia cukup banyak dan ada kecenderungan meningkat, apalagi dalam situasi krisis ekonomi berkepanjangan yang berlanjut ke krisis multidimensi sekarang”. Melihat fenomena anak jalanan ini, banyak pihak yang telah berusaha untuk menangani permasalahan anak jalanan. Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bersama lembaga sosial baik yang dijalankan oleh swasta dan masyarakat seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Panti Asuhan, dan bahkan mungkin yang ditangani secara orang perorang telah menawarkan model pendampingan anak jalanan yang menggunakan berbagai pendekatan dalam upaya penanggulangan anak jalanan. Akan tetapi dari berbagai pendekatan tersebut hingga saat ini, masih belum efektif dan belum ada yang dapat menyentuh anak jalanan secara mendalam terkait dengan perubahan perilaku. Hal ini dapat dilihat dari masih banyaknya anak jalanan binaan pendampingan yang kembali ke jalan atau tetap hidup di jalanan, meskipun upaya pendampingan telah dilaksanakan dan dana yang cukup besar telah dikucurkan untuk program pendampingan tersebut. Hal tersebut salah satunya disebabkan kurang menyentuhnya semua model pendampingan yang diberikan, dan kurangnya kesadaran anak jalanan untuk merubah perilakunya. Penelitian ini memiliki tujuan untuk: (1) mengungkap model pendampingan anak jalanan yang diselenggarakan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Rumah Impian; dan (2) mengidentifikasi faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam implementasi model pendampingannya. Sehingga dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
bahan masukan dan pembelajaran bagi pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) terhadap penanganan masalah anak jalanan. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitiannya adalah studi kasus yang bertujuan deskriptif. Pemilihan studi kasus karena merupakan strategi yang lebih cocok bila pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan how atau why, bila peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa yang akan diselidiki, dan bilamana fokus penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer (masa kini) di dalam kehidupan nyata (Yin, 2003). Subjek dalam penelitian ini adalah pendamping, anak jalanan, orang tua anak jalanan, dan pengelola LSM Rumah Impian. Dalam penelitian ini, peneliti merupakan instrumen utama dalam melakukan penelitian dengan dibantu oleh pedoman observasi, pedoman wawancara, dan pedoman dokumentasi. Selanjutnya, data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis data model interaktif (Miles & Huberman, 1994) yang meliputi reduksi data, display data, dan verifikasi/pengambilan kesimpulan. Keabsahan data menggunakan teknik triangulasi sumber, triangulasi metode, dan diskusi teman sejawat untuk memperoleh kredibilitas data yang akurat dan obyektif. Hasil Penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan pendampingan anak jalanan di Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Rumah Impian
163
Jurnal Kependidikan 12 (2): 161-170
dilatarbelakangi oleh kondisi dan masalah anak jalanan yang sangat kompleks mulai dari anak jalanan yang tidak diurus oleh orang tuanya, anak jalanan yang putus sekolah dan tidak pernah mengenyam pendidikan, anak jalanan yang mendapatkan kekerasan baik fisik maupun psikis dari sesama anak jalanan maupun orang tuanya, anak jalanan yang melakukan perilaku menyimpang di jalanan dan lain sebagainya. Selain itu, LSM Rumah Impian memiliki concern dan kepedulian terhadap kondisi dan permasalahan anak jalanan tersebut sehingga berkeinginan untuk membantu mengeluarkan anak jalanan dari kehidupan jalanan. Tujuan dari diadakannya kegiatan pendampingan anak jalanan di LSM Rumah Impian antara lain, yaitu; agar anak jalanan dapat keluar dari jalanan dan dapat kembali sekolah, kembali kepada orang tua dan keluarga bagi yang terpisah, dan memfasilitasi anak jalanan pelatihan keterampilan (kewirausahaan) untuk dapat hidup mandiri. Kegiatan pendampingan anak jalanan di LSM Rumah Impian adalah pendampingan belajar kepada anak jalanan yang masih berusia sekolah, memfasilitasi pendampingan kewirausahaan berupa pelatihan keterampilan bagi anak jalanan yang ingin bekerja dan hidup mandiri serta mendampingi anak jalanan untuk kembali ke orang tuanya. Hasil yang ingin dicapai dari kegiatan pendampingan tersebut adalah anak jalanan bisa terhindar dari dampak negatif kehidupan jalanan, dapat kembali sekolah, kembali kepada orang tua dan keluarga bagi yang terpisah atau terputus hubungannya, memiliki ketrampilan untuk hidup mandiri bagi anak jalanan yang ingin bekerja, dan meningkatnya kesadaran anak jalanan dan
164
orang tua anak jalanan tentang pentingnya pendidikan. Model pendampingan anak jalanan di LSM Rumah Impian merupakan serangkaian cara yang digunakan dalam upaya untuk mengeluarkan anak jalanan dari kehidupan jalanan, agar anak jalanan dapat kembali ke sekolah, kembali kepada keluarga, dan mandiri. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa, model pendampingan anak jalanan di Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Rumah Impian adalah model pendampingan partisipatif yaitu dengan turun langsung ke jalan, pendamping menjalin relasi yang sejajar dan setara dengan anak jalanan melalui komunikasi yang intensif, melaksanakan pendampingan belajar, memfasilitasi pelatihan keterampilan, dan mengadakan tindak lanjut dari pendampingan tersebut. Untuk lebih jelasnya, berikut deskripsi mengenai model pendampingan anak jalanan di LSM Rumah Impian: a) Turun Langsung ke Jalan Pendampingan anak jalanan yang dilakukan oleh LSM Rumah Impian yaitu dengan turun langsung ke jalan ditempat anak jalanan berkumpul dan menghabiskan sebagian besar waktunya di jalan. Alasan turun langsung ke jalan yaitu, agar pendamping lebih mengenal dan memahami kondisi realita anak jalanan, kehidupan kesehariannya, dan karakteristik kebutuhannya secara tepat. Dengan turun langsung ke jalan, pendamping melebur menjadi satu dan menyesuaikan diri (beradaptasi) dengan anak jalanan dan lingkungan anak jalanan tersebut sehingga relasi yang terjalin antara pendamping dengan anak jalanan yaitu relasi yang setara dan sejajar sebagai kakak, sahabat, teman, dan
M. Arief Rizka, Model Pendampingan Anak Jalanan
sekaligus orang tua yang dibangun melalui komunikasi yang intensif. Selain itu, dengan turun langsung ke jalan, pendamping dapat menjangkau anak jalanan yang belum pernah mendapat perhatian, bimbingan, pembinaan, dan dapat melayani anak jalanan di lingkungannya (jalanan). b) Menjalin Relasi Dalam kegiatan pendampingan anak jalanan, pendamping menjalin relasi (hubungan) dengan anak jalanan dan orang tua anak jalanan sebagai kakak dan sahabat bagi mereka. Pendamping menempatkan diri sebagai pribadi yang sejajar dan setara dengan anak jalanan tanpa membedakan status sosial yang ada. Pendamping menjalin relasi yang sejajar dan setara dengan anak jalanan seperti dalam penampilan dan pembawaan. Jadi dalam mendampingi anak jalanan, pendamping berpenampilan apa adanya sesuai dengan kondisi dan lingkungan anak jalanan (tidak menampakkan status sosial yang berbeda atau gap) dan pendamping menunjukkan kepribadian yang bersahabat, mau mendengar, dan akomodatif. Relasi yang terjalin dibangun melalui komunikasi yang intensif dengan anak jalanan untuk mengetahui dan memahami karakter dan kebutuhan masing-masing anak jalanan dengan tepat. Pendamping turun langsung ke jalanan di tempat anak jalanan menghabiskan waktunya untuk “bekerja” dan yang tinggal di jalanan bersama orang tuanya bukan untuk menangkapi atau menggurui dan bukan juga sebagai orang yang membagi-bagikan hadiah, tetapi untuk menjalin relasi sebagai kakak dan sahabat yang solider serta peduli terhadap kondisi kehidupan mereka.
Relasi yang diupayakan untuk dibangun adalah relasi yang tulus dan setara sebagai sesama manusia tanpa melihat latar belakang agama atau suku/daerah, dan dengan mengesampingkan semua stigma yang melekat pada anak jalanan. Upaya membangun relasi ini penting agar anak jalanan maupun orang tua anak jalanan dapat terbuka sehingga memudahkan dalam kegiatan pendampingan dan memudahkan dalam memasukkan nilai-nilai dan semangat hidup yang positif kepada anak jalanan. c) Implementasi Pendampingan Kegiatan pendampingan yang diadakan oleh LSM Rumah Impian lebih fokus kepada pendampingan belajar atau memberikan pengajaran kepada anak jalanan bagi yang masih berusia sekolah. Pendampingan yang dilakukan adalah meningkatkan kesadaran kepada anak jalanan dan orang tua anak jalanan tentang pentingnya pendidikan, sehingga melalui kegiatan pendampingan belajar atau kegiatan pengajaran kesadaran akan pentingnya pendidikan tersebut dapat meningkat dan anak jalanan semangat untuk kembali ke sekolah. Dalam pelaksanaan pendampingan anak jalanan, pendamping memberikan pendampingan belajar kepada anak jalanan yang masih berusia sekolah. Materi pendampingan belajar atau pengajaran yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan anak jalanan yang meliputi belajar membaca, menulis, berhitung (matematika), melukis, permainan, sains, bahasa Indonesia, pengetahuan tentang zat adiktif, materi tentang menumbuhkan motivasi, serta materi tentang nilai-nilai sosial (kemanusiaan) bagi anak jalanan yang putus sekolah sejak Sekolah Dasar (SD) dan yang belum pernah
165
Jurnal Kependidikan 12 (2): 161-170
mengenyam bangku sekolah agar kesadaran tentang pendidikan meningkat dan semangat belajar untuk kembali atau masuk sekolah lagi. Bagi anak jalanan usia remaja, tidak selalu diberikan materi yang bersifat akademis akan tetapi lebih kepada menjalin relasi yang dekat agar mengetahui kebutuhan atau potensinya dan memfasilitasi pelatihan keterampilan atau skill untuk bekal bekerja dan hidup mandiri. Pelatihan keterampilan yang pernah diberikan kepada anak jalanan yang ingin bekerja dan hidup mandiri adalah pelatihan bengkel, las listrik, membuat bingkai foto, komputer, dan tambal ban. Adapun dalam proses pemberian materi pendampingan belajar, pendamping menggunakan metode belajar yang dapat meningkatkan semangat belajar dan keaktifan anak jalanan dalam mengikuti kegiatan pendampingan belajar. Metode belajar yang digunakan disesuaikan dengan materi pendampingan belajar yang diberikan. Metode yang digunakan dalam proses pendampingan belajar yaitu belajar sambil bermain. Jadi anak jalanan tidak terlalu difokuskan pada kegiatan belajarnya tetapi melalui kegiatan bermain materi pendampingan belajar diintegrasikan ke dalam permainan sederhana. Selain itu, praktek langsung, diskusi, dan brainstorming juga digunakan dalam kegiatan proses pengajarannya. Peran dari pendamping dalam kegiatan pendampingan anak jalanan sangat penting dalam mencapai tujuan pendampingan. Pendamping harus dapat menyesuaikan diri dengan kondisi dan lingkungan tempat anak jalanan. Selain itu, pendamping harus dapat menempatkan diri pada posisi yang sama atau sejajar dengan anak jalanan agar terjalin
166
interaksi yang baik dan dekat. Pendamping yang datang dalam setiap kegiatan pendampingan anak jalanan berjumlah 3-4 orang. Karena jumlah dan minat anak jalanan yang mengikuti kegiatan pendampingan berbedabeda sehingga dibutuhkan jumlah pendamping yang mencukupi agar pendampingan dapat berjalan sesuai dengan tujuan. Dari hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan, bahwa peran dari pendamping dalam melakukan pendampingan anak jalanan yaitu: (1) Fasilitator, (2) Pengajar, (3) Motivator, dan (3) Komunikator. Dalam implementasi pendampingan, evaluasi dilakukan untuk mengetahui apakah hasil yang dicapai sudah sesuai dengan tujuan yang diinginkan dan mengetahui perkembangan dari sebuah proses kegiatan pendampingan. Dari hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan pendamping, bahwa dalam kegiatan pendampingan anak jalanan di LSM Rumah Impian, evaluasi pendampingannya dilakukan setiap 3 bulan sekali yang dimana evaluasinya meliputi indikator seperti: a) berapa banyak anak jalanan yang aktif mengikuti kegiatan pendampingan dalam 3 bulan, b) berapa anak jalanan yang sudah giat dan memiliki minat tinggi untuk belajar, c) bagaimana hubungan pendamping dengan anak jalanan dan orang tuanya, d) bagaimana perkembangan anak jalanan dalam belajar setelah mengikuti pendampingan, dan e) berapa banyak anak jalanan yang bisa mengerjakan soal-soal dalam pendampingan belajar atau pengajaran yang diberikan. d) Tindak Lanjut Tindak lanjut merupakan hal yang penting dalam menjaga keberlanjutan sebuah program pendampingan anak jalanan. Tindak
M. Arief Rizka, Model Pendampingan Anak Jalanan
lanjut dalam kegiatan pendampingan anak jalanan di LSM Rumah Impian dengan melihat hasil evaluasi kegiatan yang telah dilakukan. Pendamping melihat dan memahami perubahan yang ada pada anak jalanan setelah mengikuti kegiatan pendampingan. Perubahan anak jalanan yang dimaksud yaitu perubahan dalam hal perilaku, minat belajar dan bekerja yang tinggi dari anak jalanan. Tindak lanjut yang dilakukan yaitu mengembalikan anak jalanan ke sekolah dengan memberikan beasiswa pendidikan bagi anak jalanan berusia sekolah yang sungguh-sungguh dan memiliki minat tinggi untuk kembali sekolah. Bagi anak jalanan yang kembali sekolah, dari pihak LSM Rumah Impian menempatkan anak jalanan tersebut di asrama Hope Shelter yaitu semacam asrama untuk anak-anak jalanan yang telah siap untuk meninggalkan jalanan dan kembali ke sekolah namun keluarga mereka tidak sanggup untuk membiayai mereka. Dalam Hope Shelter ini, anak jalanan di asuh oleh kakak asuh yang bersedia mendampingi, membina, melayani, dan mengontrol anak. Dari pihak LSM Rumah Impian juga masih dalam proses untuk mencarikan anak jalanan orang tua asuh. Selain itu, bagi anak jalanan yang memiliki kemauan bekerja dan mandiri, dari LSM Rumah Impian akan berusaha memfasilitasi dan mendampingi anak jalanan dengan program-program pelatihan keterampilan yang sesuai dengan potensi dan keinginannya. Pendamping akan mendampingi anak jalanan untuk mengikuti pelatihan keterampilan, kursus, atau kegiatan yang lain yang dapat memberikan anak jalanan bekal untuk hidup mandiri agar dapat keluar dari jalanan. Selama ini, pelatihan keteram-
pilan yang telah diberikan atau difasilitasi untuk anak jalanan seperti pelatihan bengkel, las listrik, membuat bingkai foto, komputer, dan tambal ban. Bagi anak jalanan yang ingin kembali kepada orang tuanya, dari LSM Rumah Impian (pendamping) akan berusaha untuk menjadi mediator agar hubungan anak jalanan dengan orang tuanya kembali harmonis. Sejauh ini, dari 44 anak jalanan yang didampingi hasil yang dicapai dari tindak lanjut pendampingan anak jalanan yang dilakukan oleh LSM Rumah Impian dari kegiatan pendampingan sudah ada 11 anak jalanan yang sudah dikembalikan ke sekolah, ada 14 anak yang sudah kembali ke orang tuanya dan ada 9 anak yang mengikuti pelatihan keterampilan kerja yang outcome nya mereka bisa hidup mandiri atau sudah ada yang bekerja. Dalam implementasi pendampingan anak jalanan yang diselenggarakan LSM Rumah Impian terdapat beberapa faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan pendampingan anak jalanan. Faktor pendukung dan penghambat tersebut akan berpengaruh terhadap berlangsungnya kegiatan pendampingan. Dari hasil pengamatan dan wawancara yang yang dilakukan oleh peneliti dengan pendamping dan pengelola LSM Rumah Impian bahwa yang menjadi faktor pendukung dalam pelaksanaan pendampingan anak jalanan ini antara lain yaitu respon yang positif dari anak jalanan dan orang tua anak jalanan terhadap kegiatan pendampingan. Anak jalanan selalu menyambut dengan baik dan senang kedatangan para pendamping ketika akan mengadakan kegiatan pendampingan, begitu juga dengan orang tua anak jalanan
167
Jurnal Kependidikan 12 (2): 161-170
yang mendukung kegiatan pendampingan ini. Faktor pendukung lainnya yaitu adanya kemauan anak jalanan untuk mengikuti kegiatan pendampingan, dan semangat yang tinggi dari para pendamping untuk melaksanakan kegiatan pendampingan. Walaupun dari para pendamping ada yang sudah bekerja di tempat lain dan memiliki kesibukan, akan tetapi pendamping selalu meluangkan waktunya dan semangat untuk mengadakan kegiatan pendampingan karena komitmennya untuk membantu anak jalanan agar keluar dari kehidupan jalanan. Sedangkan yang menjadi faktor penghambat dalam melaksanakan kegiatan pendampingan anak jalanan ini antara lain yaitu fasilitas pendampingan yang masih terbatas. Dalam kegiatan pendampingan belajar atau pengajaran, fasilitas seperti media belajar masih kurang. Anak jalanan sering bergantian memakai peralatan atau media belajar ketika proses pendampingan berlangsung seperti ketika anak jalanan ingin berkreasi melalui menggambar atau melukis, menulis, dan sebagianya. Faktor penghambat lainnya yaitu lokasi pendampingan yang kurang kondusif karena terletak dipinggir jalan yang banyak kebisingan kendaraan bermotor sehingga kegiatan pendampingan sering tidak maksimal dilakukan serta adanya sebagian anak jalanan yang malas mengikuti kegiatan pendampingan dan mempengaruhi anak jalanan yang lainnya. Biasanya anak jalanan yang malas mengikuti kegiatan pendampingan tersebut, mengajak anak jalanan yang lain untuk mengamen dan mengemis di jalan agar mendapat uang.
168
Pembahasan Pola pendampingan anak jalanan di LSM Rumah Impian merupakan model atau cara yang digunakan dalam upaya untuk mengeluarkan anak jalanan dari kehidupan jalanan, agar anak jalanan dapat menjalani hidupnya dengan lebih baik sesuai dengan haknya. Kegiatan pendampingan yang dilaksanakan sudah cukup sesuai dengan tahap-tahap pelaksanaan sebuah program pendampingan. Hal ini tidak terlepas dari semangat, komitmen, dan sikap solidaritas yang tinggi dari para pendamping dan pengelola LSM Rumah Impian untuk membantu anak jalanan yang merupakan salah satu warga masyarakat yang termarginalkan agar keluar dari kehidupan jalanan dan dapat menjalani kehidupannya dengan lebih baik. Konsep dari kegiatan pendampingan adalah suatu aktivitas yang dilakukan dan dapat bermakna pembinaan, pengajaran, pengarahan dalam kelompok, yang lebih berkonotasi menguasai, mengendalikan, dan mengontrol. Kata pendampingan lebih bermakna pada kebersamaan, kesejajaran, egaliter, atau kesederajatan kedudukan sehingga tidak ada dikotomi antara atasan dan bawahan (BPKB Jawa Timur. 2001). Pendampingan anak jalanan yang dilakukan oleh LSM Rumah Impian adalah pendampingan belajar dengan model partisipatif. Pendampingan yang diberikan kepada anak jalanan memiliki tujuan utama yaitu meningkatkan kesadaran anak jalanan akan pentingnya pendidikan agar anak jalanan keluar dari jalanan dan kembali sekolah, mendampingi anak jalanan agar kembali kepada orang tuanya, dan memfasilitasi pelatihan keterampilan agar dapat bekerja dan hidup mandiri. Walaupun ciri-
M. Arief Rizka, Model Pendampingan Anak Jalanan
ciri anak jalanan yang menjadi sasaran kegiatan pendampingan ini berbeda, akan tetapi dalam pelaksanaan pendampingannya menggunakan cara yang sama antara ciri anak jalanan yang tidak berhubungan lagi dengan orang tuanya, yang berhubungan secara tidak teratur dengan orang tuanya, dan yang masih tinggal dengan orang tuanya. Kegiatan pendampingan anak jalanan yang dilakukan oleh LSM Rumah Impian ini, memiliki cara atau model penanganan yang berbeda pada kegiatan pendampingan anak jalanan umumnya. Pendampingan anak jalanan dilakukan dengan terus meningkatkan dan membangun relasi yaitu kedekatan, kesejajaran, kebersamaan dengan anak jalanan sebagai kakak dan sahabat yang solider yang perduli terhadap permasalahan anak jalanan. Upaya membangun relasi ini sangat penting, agar anak jalanan dapat terbuka sehingga pendamping disini dapat mengetahui dan memahami dengan jelas dan utuh akar permasalahan dari anak jalanan tersebut. Berbeda dengan cara atau model penanganan anak jalanan yang dilakukan oleh pemerintah, yang mana dilakukan dengan cara seperti razia anjal, pendataan kemudian di tempatkan di sebuah panti atau wadah lainnya, diberikan hal-hal yang bersifat praktis akan tetapi sering tidak relevan dengan kebutuhan dan akar permasalahan anak jalanan, dan kegiatan pendampingannya kurang menyentuh pada aspek psikis anak jalanan dalam hal ini yaitu menumbuhkan sikap mental, perilaku yang positif, dan pola pikir anak jalanan. Model pendampingan anak jalanan dengan pola partisipatif merupakan salah satu upaya penanganan anak jalanan yang
dapat mangatasi masalah anak jalanan yang kompleks ini. Dengan pendamping turun langsung ke jalan, melebur menjadi satu dengan anak jalanan, menyesuaikan diri dengan kondisi anak jalanan, sehingga dengan kondisi ini dapat menumbuhkan kepercayaan diri dan kesadaran anak jalanan untuk terbuka dan merasa nyaman karena pendamping memposisikan dirinya menjadi pribadi yang sejajar dan setara dengan anak jalanan sebagai kakak, sahabat, sekaligus orang tua anak jalanan. Dengan sikap yang terbuka dari anak jalanan, sehingga pendamping dalam hal ini yang berperan mendampingi anak jalanan dapat mengidentifikasi akar permasalahan dari anak jalanan dan dapat menemukan solusi atau tindak lanjut dari kegiatan pendampingan yang tepat untuk mengeluarkan anak jalanan tersebut dari kehidupan jalanan. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Model pendampingan anak jalanan di LSM Rumah Impian menggunakan model partisipatif dengan pendamping turun langsung ke jalan, menjalin relasi dengan anak jalanan dan orang tuanya, melaksanakan pendampingan belajar dan pelatihan keterampilan (vokasional), serta mengadakan tindak lanjut dengan memberikan beasiswa kepada anak jalanan untuk sekolah, mengembalikan ke orang tuanya bagi yang terpisah, dan memfasilitasi pelatihan keterampilan bagi anak jalanan yang memiliki bakat atau minat tinggi untuk mandiri (bekerja).
169
Jurnal Kependidikan 12 (2): 161-170
2. Faktor pendukung dalam implementasi model pendampingan anak jalanan yaitu: (a) respon yang positif dari anak jalanan dan orang tua anak jalanan terhadap kegiatan pendampingan, (b) adanya kemauan dari anak jalanan untuk mengikuti kegiatan pendampingan, dan (c) semangat yang tinggi dari pendamping untuk melaksanakan kegiatan pendampingan, sedangkan faktor penghambatnya, yaitu: (a) fasilitas pendampingan yang masih terbatas, (b) lokasi pendampingan yang kurang kondusif, dan (c) sikap malas dari sebagian anak jalanan. Saran Bagi pengelola LSM Rumah Impian dan stakeholders: (a) perlu mengembangkan dan meningkatkan variasi program pendampingan agar anak jalanan lebih semangat mengikuti kegiatan pendampingan; (b) perlu ditingkatkan lagi fasilitas kegiatan pendampingan agar dapat dilaksanakan secara optimal; (c) perlu adanya program pelatihan bagi pendamping untuk meningkatkan kapasitasnya dalam mengadakan kegiatan pendampingan anak jalanan; dan (d) mengembangkan kemitraan strategis dengan satuan
170
PLS, instansi pemerintah, maupun lembaga swasta lainnya yang terkait sehingga penanganan masalah anak jalanan dapat efektif dan berkelanjutan. Daftar Pustaka BPKB
Jawa Timur. (2001). Modul Pendampingan. Surabaya. Mankoesapoetra, Arief Achmad. (2005). Pemberdayaan Anak Jalanan. http://re-searchengines.com/0805ar ief5.html Miles, M.B., and Huberman, A.M. (1994). Qualitative Data Analysis (2nd ed.). London: SAGE Pablication. W. Nurhadjatmo. (2004). Seksualitas Anak Jalanan. Yogyakarta: Pusat Penelitian Kependudukan. Universitas Gadjah Mada. Yayu. Dwi. S.H. (2007). ”Partisipasi Masyarakat Dalam Pemberdayaan Anak Jalanan Di Rumah Singgah Ahmad Dahlan Yogyakarta.” Laporan Penelitian. FIP UNY. Yin, Robert K. (2003). Case Study Research: Design and Methods: Third Edition. Newbury Park, CA: Sage