Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Februari 2014
MODEL PEMILIHAN LOKASI PELABUHAN PENGUMPUL SEBAGAI PUSAT KONSOLIDASI PETIKEMAS DAN GENERAL CARGO Irwan Tri Yunianto1) dan Tri Achmadi2) 1) Program Studi Teknik Transportasi Kelautan, Pascasarjana Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Gedung W Lantai 2 Kampus ITS-Sukolilo, Surabaya – 60111, Indonesia e-mail:
[email protected] 2) Program Studi Transportasi Laut, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember ABSTRAK Di Indonesia Pergerakan barang antar pulau-pulau kecil pada umumnya masih dalam bentuk muatan umum (General Cargo), sedangkan muatan dalam bentuk petikemas lebih banyak untuk jalur-jalur pelayaran “gemuk”. Hal ini dikarenkan penggunaan petikemas dinilai lebih effisien dan efektif. Namun, keunggulan petikemas menjadi tidak berarti jika infrastruktur untuk menunjang sistem tersebut tidak ada. Sehingga dengan semakin berkembangnya angkutan petikemas dan belum terpenuhinya infrastruktur pendukungnya untuk pulau-pulau terpencil dalam mendistribusikan logistik nasional maka diperlukannya sebuah pelabuhan yang nantinnya dapat digunakan sebagai pelabuhan penumpul (hub port) untuk angkutan petikemas maupun angkutan General Cargo. Analisis model penentuan lokasi hub port sebagai pusat konsolidasi angkutan petikemas dan General Cargo dengan menggunakan metode set-covering model yang digabungkan dengan perencanaan transportasi angkutan laut. Sehingga didapatkan output berupa lokasi hub port yang memberikan biaya transportasi minimum (minimum cost of transport). Hasil studi menunjukan bahwa lokasi hub port yang memberikan minimum cost of transport adalah di pelabuhan di Reo, Maumere dan Kalabahi. Kata kunci: Petikemas, General Cargo, Hub Port, Biaya Transportasi Minimum
PENDAHULUAN Pergerakan barang antar pulau yang mulai perpindah dari muatan umum (General Cargo) ke muatan petikemas untuk jalur-jalur pelayaran “gemuk” karena dengan menggunakan petikemas dinilai lebih effisien dan efektif. Mark Levinson dalam bukunya The Box mengatakan: the container made shipping cheap, and by doing so changed the shape of world economy (penggunaan petikemas mengakibatkan pengangkutan murah yang mengakibatkan perubahan ekonomi dunia). Pandangan ini juga harus dimanfaatkan di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan angkutan barang dalam petikemas dalam negeri. Keunggulan petikemas dalam sistem transportasi adalah intermodalitasnya yang sangat baik, karena bisa diangkut melalui jalan, kereta api maupun laut, karena memiliki dimensi yang baku, berat maksimal yang baku pula sehingga overloading seperti yang sering terjadi dijalan raya bisa dihindari, tidak memerlukan gudang karena bisa ditumpuk (5-7 tumpuk/tier petikemas) di lapangan terbuka, waktu bongkar muat yang singkat. Peralihan ke petikemas akan mendorong turunnya harga barang, seperti yang bisa kita saksikan terjadi di Maumere, NTB daerah yang baru saja mengubah sebagian dari angkutan muatan umum (General Cargo) ke angkutan petikemas, hal ini menjadi perhatian para pedagang dan produsen barang untuk wilayah-wilayah lainnya yang mengharapkan kesiapan ISBN : 978-602-97491-9-9 D-8-1
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Februari 2014
pelabuhan dalam menerima dan mengirim barang melalui petikemas. Namun, keunggulan petikemas tersebut bisa menjadi tidak berarti jika infrastruktur untuk menunjang sistem tersebut tidak ada. Di Indonesia sebagai negara kepulauan dan memiliki pulau-pulau kecil dengan jumlah komoditi yang sedikit ditambah belum adanya infrastruktur untuk memindahkan muatan-muatan yang berat memaksa angkutan General Cargo masih menjadi pilihan utama untuk mendistribusikan komoditi tersebut. Salah satu daerah yang terdapat perbedaan infrastruktur sehingga penggunaan petikemas tidak dapat digunakan adalah di daerah Bali dan Nusa Tenggara. Kedua daerah ini kemudian dijadikan sebagai lingkup wilayah dalam pengerjaan studi ini. Oleh karena itu, dengan semakin berkembangnya angkutan petikemas dan belum terpenuhinya infrastruktur pendukungnya di daerah Bali dan Nusa Tenggara dalam mendistribusikan logistik nasional maka diperlukannya sebuah pelabuhan yang nantinya dapat digunakan sebagai pelabuhan penumpul (hub port) untuk angkutan petikemas maupun angkutan General Cargo. Kemudian muncul pertanyaan besar, dimana lokasi hub port tersebut sehingga mampu menghasilkan biaya logistik nasional yang minimum?. Maka untuk menjawab pertanyaan tersebut studi ini dilakukan yaitu dengan menentukan lokasi hub port sebagai pusat konsolidasi antara muatan petikemas dan muatan General Cargo. Sehingga adapun tujuan utama studi ini adalah untuk mengetahui lokasi pelabuhan pengumpul (hub port) khususnya diwilayah Bali dan Nusa Tenggara yang dapat digunakan sebagai tempat pusat konsolidasi antara muatan petikemas dengan muatan umum (General Cargo) yang memberikan biaya transportasi optimum dan bagaimana pola operasi hub – spoke dapat di. METODE Gambaran Umum Penentuan Lokasi Pelabuhan Pengumpul Dalam studi ini yang dimaksud dengan pelabuhan pengumpul (hub port) harus dapat sebagai tempat konsolodasi muatan General Cargo dan petikemas. Sehingga hub port yang terpilih adalah pelabuhan yang mempunyai konektivitas pelayaran General Cargo maupun petikemas. Zona
Hub Port Rute General Cargo
Rute Container
Gambar 1. Gambaran Umum Penentuan Lokasi Hub port
Dari Gambar 1 dapat diketahui bahwa dalam studi ini, tidak semua pelabuhan harus disuplai terkoneksi oleh hub port. Hal ini dikarenakan oleh banyak faktor diantaranya kurangnya konektivitas/rute yang menghubungkan antar pelabuhan maupun dikarenakan biaya transportasi lebih murah langsung/direct dari pelabuhan asal ke tujuan dari pada harus melalui hub port. Sedangkan faktor lainnya yang perlu diperhatikan dalam menentukan hub port adalah konektivitas dengan pelabuhan luar yang dalam studi ini pelabuhan yang dimaksud adalah pelabuhan di luar daerah Bali dan Nusa Tenggara. Sehingga pelabuhan hub ISBN : 978-602-97491-9-9 D-8-2
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Februari 2014
yang terpilih harus memenuhi konektivitas muatan General Cargo maupun petikemas baik dalam wilayah maupun yang keluar dari wilayah tersebut serta dapat memberikan biaya transportasi yang minimum. Tahap Pembuatan Model Model penilihan lokasi pelabuhan pengumpul (hub port) ini menggunakan metode setcovering model. Pendekatan yang dilakukan dalam melakukan penggunaan metode setcovering model dilakukan dengan beberapa tahap, diantaranya: 1. Melakukan mengidentifikasi konektivitas pada masing-masing pelabuhan sesuai dengan asal dan tujuan muatan/cargo baik berupa General Cargo maupun petikemas. 2. Melakukan analisis volume muatan yang harus dikirimkan dari daerah asal ke daerah tujuan baik yang berupa General Cargo maupun petikemas. 3. Melakukan identifikasi jarak antar pelabuhan 4. Melakukan analisis biaya transportasi muatan/cargo tersebut dari daerah asal ke tujuannya. Biaya yang dimaksud adalah biaya pengoperasian kapal dari pelabuhan asal ke pelabuhan tujuan. Komponen biaya perjalanan kapal sesuai dalam buku maritime economic, Martin Stopford disebutkan bahwa terdiri dari capital cost, operating cost, voyage dan cargo handling cost. Berikut adalah gambaran komponen biaya perjalanan kapal.
Sumber : Maritime Economics, 3rd Edition, Martin Stopford, 2009
Gambar 2. Komponen Biaya Kapal
Namun dalam studi ini pendekatan biaya perjalanan kapal dilakukan dengan mengasumsikan bahwa kapal tersebut dalam kondisi charter/sewa. Charter kapal yang dimaksud adalah time charter, sehingga komponen biaya yang dihitung adalah biaya charter hire, voyage dan cargo haling cost. Hal ini dikerenakan capital cost dan operating cost sudah masuk dalam time charter hire. Model set-covering bertujuan untuk meminimumkan jumlah titik/lokasi hub port yang dapat memenuhi semua konektivitas pelabuhan baik didalam daerah maupun yang keluar daerah Bali dan Nusa Tenggara. Sehingga untuk menggambarkan model set covering dapat dirumuskan atau formulasikan sebagai berikut:
ISBN : 978-602-97491-9-9 D-8-3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Februari 2014
Dimana : I : J : dij : qij : cij :
pelabuhan asal dengan indeks i pelabuhan tujuan dengan indeks j jarak antara pelabuhan asal i ke pelabuhan tujuan j volume muatan dari pelabuhan asal i ke pelabuhan tujuan j biaya transportasi dari pelabuhan asal i ke pelabuhan tujuan j
Kriteria Agregat =
∗
Sij : unit biaya transportasi dari i ke j Sc : unit biaya pemenuhan Ni = {jISij < Sc} : semua konektivitas yang meliputi titik permintaan i Variable keputusannya: Xj = 1 jika pada lokasi j = 0 jika tidak HASIL DAN PEMBAHASAN Sesuai dengan metodologi yang dikembangan dalam menyelesaikan studi ini, maka tahap pertama yang dilakukan adalah dengan melakukan identifikasi konektivitas antar pelabuhan di daerah Bali dan Nusa Tenggara. Berdasarkan data angkutan laut dalam negeri Kementerian Perhubungan didapatkan bahwa di daerah Bali dan Nusa Tenggara terdapat 19 pelabuhan yang melayani peleyaran General Cargo dan petikemas. Pelabuhan-pelabuhan tersebut terdiri dari 2 pelabuhan di Propinsi Bali, 5 pelabuhan di Propinsi Nusa Tenggara Barat dan 12 Pelabuhan di Nusa Tenggara Timur. Dari masing-masing pelabuhan tersebut dapat dilihat konektivitas yang menghubungkan antar pelabuhan untuk muatan petikemas dan General Cargo seperti pada gambar berikut.
Keterangan: Garis Hijau : Pelayaran General Cargo dalam daerah Garis Biru : Pelayaran petikemas dalam daerah Garis Merah : Pelayaran General Cargo keluar daerah Garis Cyan : Pelayaran petikemas keluar daerah
Gambar 3. Konektivitas Antar Pelabuhan ISBN : 978-602-97491-9-9 D-8-4
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Februari 2014
Dari masing-masing konektivitas tersebut dapat diketahui volume muatan yang terangkut baik untuk General Cargo maupun petikemas seperti pada Tabel 1. Tabel 1. Volume Muatan Pelayaran Genaral Cargo dan Petikemas Dalam Daerah Volume Muatan
No
Rute
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
END-REO WGP-END WGP-LBJ ATP-REO LEM-END KAL-WGP LAR-BIM ATP-END MMR-KAL BNO-LEM REO-BAD KAL-MMR REO-BIM ATP-BAD WGP-BIM WAI-BAD ATP-WGP WGP-WAI
ton/m3
Keluar Daerah Volume Muatan
No
Rute
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
BNO-SBY BEN-SBY LEM-SBY WAI-SBY MMR-SBY KPG-SBY LEM-CRB LBJ-SBY ATP-SBY END-SBY LAR-SBY KAL-SBY BIM-SBY BAD-SBY LEM-TRJ MMR-MKS CLB-BRK APN-GES APN-BTN
220 150 876 3,322 500 1,294 280 1,240 330 770 672 1,238 1,230 904 272 878 862 858
ton/m3 12,478 1,181 2,298 450 617 2,355 44,341 860 1,490 500 1,374 2,300 266 1,138 26,704 680 31,684 230 538
Dalam Daerah Volume Muatan
No
Rute
1 2 3 4 5
KAL-ATP REO-END MMR-KAL WGP-REO REO-BAD
TEUs
Keluar Daerah Volume Muatan
No
Rute
1 2 3
KPG-SBY BNO-SBY KAL-SBY
500 134 74 152 190
TEUs 688 6,096 432
Dari masing-masing konektivitas antar pelabuhan tersebut dicari jaraknya. Sedangkan untuk melakukan perhitungan biaya transportasi kapal dari pelabuhan asal ke pelabuhan tujuan adalah dengan melakukan analisis pola operasi kapal terlebih dahulu. Analisis pola operasi ini digunakan dalam menentukan berapa lama kapal beroperasi, berapa banyak kebutuhan bahan bakar dan seberapa besar biaya kapal selama dipelabuhan serta berapa biaya yang harus ditanggung untuk kegiatan bongkar muat. Setelah analisis operasi dan biaya selesai dilakukan maka akan didapatkan agregrat kriteria (unit cost of transport) dan pemelihan lokasi hub port sebagai berikut. Tabel 2. Penentuan Lokasi Hub Port APN
ATP
BAD
BEN
BNO
BIM
CLB
END
KAL
KPG
LBJ
LAR
LEM
MMR
REO
25.98 20.32
WAI
WGP
AGREGRAT KRITERIA (Biaya/muatan.jarak) C dij * qij
MIN HUB TOTAL HUB Min. C dij * qij
TOTAL
12.44 13.63 1
1.55
7.51
7.85
2.81
1.11
5.41
5.12
4.69
0.97
5.33
5.20
0
0
0
0
0
1
0
1
0
1
0
1
-
-
-
-
-
1.11
-
5.12
-
0.97
-
5.20
1
1
2.42 17.55 1
0
2.42
-
8 12.44
25.98 20.32
73.546
Berdasarkan hasil di atas, maka dapat diketahui bahwa lokasi hub port terletak di pelabuhan Ampenan (APN), Celukan Bawang (CLB), Kalabahi (KAL), Labuan Bajo (LBJ), Lembar (LEM), Maumere (MMR), Reo (REO) dan Waikelo (WAI). Namun dari semua lokasi hub port tersebut maka pelabuhan Reo, Maumere dan Kalabahi saja yang merupakan pelabuhan untuk konsolodasi antara muatan General Cargo dan muatan petikemas. Berikut adalah gambaran rute dan hub port untuk wilayah Bali dan Nusa Tenggara.
ISBN : 978-602-97491-9-9 D-8-5
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Februari 2014
Gambar 4. Rute dan Hub port untuk Wilayah Bali dan Nusa Tenggara
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan dari studi ini adalah sebagai berikut: 1. Di wilayah Bali dan Nusa Tenggara terdapat 19 pelabuhan yang melayani peleyaran General Cargo dan petikemas yaitu, 2 pelabuhan di Propinsi Bali, 5 pelabuhan di Propinsi Nusa Tenggara Barat dan 12 Pelabuhan di Nusa Tenggara Timur serta 6 pelabuhan di luar wilayah yang terkoneksi dengan Bali dan Nusa Tenggara. 2. Hasil optimasi menunjukan bahwa hub port yang harus menghubungkan masing-masing pelabuhan berjumlah 8 pelabuhan diantaranya Ampenan, Celukan Bawang, Kalabahi, Labuan Bajo, Lembar, Maumere, Reo dan Waikelo. 3. Sedangkan hub port sebagai pusat konsolodasi antara muatan General Cargo dan petikemas adalah di Reo, Maumere dan Kalabahi Untuk memperbaiki hasil penelitian ini, maka sarannya adalah: 1. Studi ini dapat dilanjutkan lagi dengan memperhitungkan karakteristik pelabuhan dan biaya dampak/akibat pelabuhan tersebut dipilih sebagai hub port serta tambahan fasilitasnya. DAFTAR PUSTAKA Alfenza, Tiara Figur. Perencanaan Pusat dan Pola Distribusi Bahan Pokok untuk Wilayah Berbasis Kepulauan. Surabaya: Jurusan Teknik Perkapalan ITS, 2012. Andriyana, IGN Jupa. Perencanaan Sistem Transportasi Daerah Muara Sungai Ajkwa. Surabaya: Jurusan Teknik Perkapalan ITS, 2011. Hsu, Chaug-Ing. Routing, ship size, and sailing frequency decision-making for a maritime hub-and-spoke container network. Science Direct, 2006: 902. Koleangan, Dirk. Sistem Petikemas (Container System). Jakarta, 2008. M., Amir. Petikemas Masalah dan Aplikasi. Jakarta: PT Pustaka Binamaan Pressindo, 1997. Melo, M., Nickel, S., & Saldanha-da-Gama, F. Facility location and supply chain management – A review. European Journal of Operational Research, 196, 401– 412.2009. Sarkis, J., & Sundarraj, R. (2002). Hub Location at Digital Equipment Corporation: A Comprehensive Analysis of Qualitative and Quantitative Factors. European Journal of Operational Research, 137, 336-347. Stopford, Martin. Maritime Economic. London. Routledge. 1997. Winston. Pratical Management Science. Pacific Grove: Duxbury, 2000. ISBN : 978-602-97491-9-9 D-8-6