II. PEMILIHAN LOKASI DAN SPESIES IKAN
A. Pendahuluan Pemilihan lokasi dan spesies sangat penting diketahul karena merupaKan aasar pertimbangan dalam menentukan teknolologi dan manajemen yang akan diterapkan. Keadaan lokasi maupun sifat ikan adalah varibel alami. Lokasi yang tepat adalah lokasi yang memiliki kondisi fisik, kimia, biologi, air dan kualitasnya memenuhi kebutuhan hidup, pertumbuhan dan perkembangbiakan biota yang diusahakan. Data tentang potensi kesesuaian lahan dan jenis serta biota air tawar lainnya untuk setiap daerah masih terbatas. Lokasi pengembangan budidaya sering tidak sesuai dengan peruntukan dan atau melebihi daya dukungnya. Lokasi pengembangan sering melanggar peruntukannya atau belum ada zonasinya, merubah fungsi dan melebihi daya dukungnya. Hal tersebut didorong oleh permintaan pasar dan harga komoditas ikan yang tinggi, sehingga memacu pembudidaya (rakyat/investor) membuka usaha tanpa memperhatikan fungsi ekologis dan biologis, tidak melakukan evaluasi kesesuaian dan daya dukung-nya. Selain itu, pemerintah daerah (propinsi/kabupaten) belum seluruhnya memiliki tata ruang dan zonasi perwilayahan pengembangan budidaya dan sub sektor yang lain. Lahan yang biasanya subur dan kecukupan suplai airnya adalah lahan yang cocok juga untuk budidaya. Pada kolam yang dikelola dengan baik, membutuhkan suplai air berkisar 8-25 l/detik untuk tiap ton produksi ikan, yang biasanya berasal dari air permukaan dan mata air (Pillay 1992). Sementara pada kolan stagnan, suplai cukup untuk mengisi awal, mempertahankan kedalaman, mengganti air uapan dan perembesan. Konflik dengan sektor lain, disamping dalam penggunaan lahan, juga air terutama ketika suplai air berasal dari saluran irigasi, dan budidaya ikan dipandang kurang penting dibanding pertanian. Konflik juga timbul dengan pengguna di hulu ketika air saluran terkontaminasi buangan dan budidaya, terutama kandungan organisme pathogen dan limbahnya yang belum diolah secara sebelum dibuang. Pemerintah dalam menunjang keberhasilan pembangunan budidaya harus menetapkan tata ruang (RUTR/RUTRW). baik kawasan darat maupun perairan dengan Undang-Undang No. 24 Tahun 1992. Hal ini untuk menjamin pemanfaatan sumberdaya lahan dan air untuk pembangunan akukultur yang tepat guna dan bertanggung jawab. Pemerintah, pembudidaya dan pengusaha harus menjamin bahwa kegiatan budidaya ditempatkan pada lokasi yang cocok untuk poses produksi yang berkelanjutan (sustainable), layak secara ekonomi dan sosial, minimum konflik dengan pengguna sumberdaya lainnya, menghormati/melindungi suaka alam, kawasan lindung dan habitat yang kritis. Penetapan ini juga mengatur pembukaan dan perluasan areal untuk Universitas Gadjah Mada
1
pengembangan budidaya (budidaya kolam, jaring apung dan keramba) harus sesuai dengan daya dukung lahan/perairan dan dinamika lingkungannya. Demikian pula penerapan teknologinya: sederhana, madya (semi-intensif) atau maju (intensif) harus disesuaikan dengan kondisi lahan/perairan, sarana yang tersedia, sosial dan ekonomi masyarakat setempat. Penetapan kebijakan pembukaan dan perluasan peruntukan budidaya yang ramah lingkungan: seperti pengembangan jaring apung waduk tidak melebihi 1-2% luas total sehingga fungsi ekologisnya tetap terjamin. Pembudidaya melakukan pemilihan dan penetapan lokasi yang cocok dari segi teknis, lingkungan dan sosial-ekonomi. Selanjutnya pemerintah harus pula menjamin dan mengakui hak-hak dan kebutuhan sub sektor budidaya: untuk mendapatkan air dan prasarana irigasinya serta perlindungan dan ancaman lingkungan eksternal seperti pengurangan kuantitas dan kualitas air yang dibutuhkan. Monitoring dan evaluasi secara teratur pelaksanaan peraturan dan perudangan-undangan di lapangan oleh Pemda melalui dinas teknis dan dinas terkait.
B. Pemilihan Lokasi dan Spesies Biota 1. Pemmlihan Lokasi a. Kolam Pemilihan lokasi untuk pembangunan kolam sangat penting dilakukan karena akan menentukan keberhasilan budidaya nila merah. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan lokasi meliputi: 1) Topografi dan kemiringan lahan Topografi dan lahan sangat perlu diperhatikan dalam perencanaan, tata ruang dan penggunaan kolam. Topografi menyangkut konfigurasi permukaan tanah termasuk kemiringan (slope), sedangkan lahan berkaitan dengan luasan tanah yang tersedia dan kemungkinan pengembangannya. Topografi yang sedikit miring (3-5%) sangat ideal karena kolam yang akan terbentuk bisa luas, pengisian dan pembuangan air akan berjalan lancar dengan gaya gravitasi. Apabila permukaan lahan rata (tidak miring), maka pengisian maupun pembuangan air harus menggunakan pompa. Jenis tanah yang baik adalah tanah liat atau liat berpasir karena rembesan air sedikit. Kesuburan tanah juga perlu diperhatikan, lebih-lebih jika pengelolaannya menggantungkan pada produksi pakan alami. Oleh karena itu, sebaiknya tanah mengandung cukup bahan organik dan pH tanah berkisar 6,5-8,0. Jenis tanah berpasir atau berkerikil dapat juga digunakan asalkan dibangun dengan konstruksi beton.
Universitas Gadjah Mada
2
2) Ketersediaan air Ketersediaan
air
sepanjang
tahun
diperlukan
untuk
mengisi
dan
mempertahankan kedalaman air yang diinginkan serta untuk memperbaiki kualitas air. Volume air yang diperlukan tergantung pada luas dan kedalaman kolam, laju perembesan dan penguapan air, serta tingkat intensitas pengelolaan. Pada kolam tanah perembesan air tergantung pada porositas tanah dasar dan pematang kolam. Oleh karena itu, sebelum membangun kolam disarankan untuk menguji tanah dilaboratorium tanah. Jenis tanah liat halus dengan diameter kurang dari 2 jam diperkirakan bisa menyerap air sebanyak 1% dan total volume kolam, sedangkan pada tanah liat berpasir (sandy clays) dan lempung-liat-berpasir sebanyak 5-10%. Sementara itu kolam yang dibangun permanen akan kedap air. Penguapan sebanding dengan suhu (air dan udara), tekanan uap, luas permukaan air dan kecepatan angin. Untuk mendapatkan data tersebut dianjurkan menghubungi Stasiun Meteorologi terdekat. Pada musim kering, penguapan di Indonesia dapat mencapai 6-7 mm/hari dan permukaan air bebas, andaikata tidak ada naungan. Kualitas air yang baik adalah yang cocok atau sesuai untuk pertumbuhan, cukup mengandung oksigen dan tidak tercemar. Sumber air yang dapat digunakan adalah air permukaan seperti air sungai, air saluran, air saluran irigasi dan air bendungan, serta air tanah seperti mata air dan air sumur.
3) Keamanan lokasi dan bahaya banjir, polusi dan lainnya Oleh karena lokasi yang sering dipilih adalah lahan yang dekat dengan sungai, maka perlu diketahui data atau catatan tentang banjir yang pernah terjadi dan diperhitungkan kemungkinan banjir yang dapat terjadi. Catatan banjir tersebut dapat diperoleh dari pengalaman penduduk yang tinggal dekat lokasi. Luas daerah tangkapan air dan curah hujan yang menghasilkan aliran air permukaan (run off) ke lokasi lahan perlu juga diketahui. Sungai yang berjurang dan bersemak sering pula dihuni hewan pemangsa ikan seperti wregul dan ular. Oleh karena itu, sebaiknya sudah dilakukan langkah pengamanan sebelumnya. Daerah yang sudah ditetapkan penggunaannya untuk kawasan permukiman, industri atau menerima buangan air limbah sebaiknya tidak dipilih untuk lokasi perkolaman.
4) Kemudahan (aksesibilitas) Lokasi harus dihubungkan oleh jalan, sehingga sarana transportasi dapat menjangkaunya. Hal ini penting untuk kemudahan pengangkutan material selama Universitas Gadjah Mada
3
pembangunan maupun pengangkutan sarana produksi dan hasil ikan pada saat panen. Pertimbangan lain yang mungkin dapat mempengaruhi biaya operasi antara lain jauh dekatnya dengan sumber tenaga kerja, sarana produksi seperti benih, pakan dan pupuk, serta tempat pemasaran hasil.
b. Keramba dan Jaring Apung Pemilihan lokasi untuk penempatan keramba dan jaring apung secara umum berdasarkan atas pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut: 1)
Gelombang air dan angin. Lokasi perairan di danau dan waduk yang terbuka sangat potensi terjadinya angin dan gelombang air yang besar. Oleh karena itu, lokasi yang aman biasanya pada teluk-teluk. Meskipun demikian lokasi yang tidak ada anginnya yang bertiup airnya tidak teragitasi (air mati) sehingga pelarutan dan pelepasan gas-gas kurang lancar. Sebaliknya angin yang angin disertai gelombang yang besar dapat merusak keramba dan jaring apung serta ikan menjadi stres. Gelombang yang aman adalah tingginya tidak Iebih dari 1-1,5 m (Moller 1979 dalam Beveridge 1987).
2) Arus Pergantian air yang terus menerus adalah kebutuhan pokok untuk penyegaran
oksigen
yang
digunakan
ikan
dan
membuang
kotoran/sisa
metabolisme ikan. Dalam budidaya ekstensif, kelebihan arus air juga perlu untuk mendapatkan makanan ikan. Arus yang terlalu besar akan merusak keramba dan jaring apung serta ikan menjadi stres, pakan terbuang. Arus air berkisar 10 - 60 cm/detik adalah sangat cocok, sedangkan yang lebih dari 100 cm/detik tidak dianjurkan digunakan (Chen 1979 dalam Bevendge 1987). 3) Kedalaman Keramba tetap biasanya membutuhkan lokasi yang dangkal dari perairan waduk, danau ataupun sungai. Untuk tipe jaring apung membutuhkan lokasi perairan yang cukup dalam, minimal 5 - 8 m guna memaksimalkan pergantian air dan menjaga dasar keramba bersih dari substrat dasar perairan. Terjadinya akumulasi limbah pada dasar perairan menghasilkan penurunan oksiqen terlarut dan kandungan gas-gas beracun (NH3 dan H2S) serta jasad patogen yang tinggi. 4) Aksesibilitas Lokasi harus dihubungkan oleh jalan, sehingga sarana transportasi dapat menjangkaunya. Hal ini penting untuk kemudahan pengangkutan sarana produksi dan hasil ikan pada saat panen. Pertimbangan lain yang mungkin dapat mempengaruhi biaya operasi antara lain jauh dekatnya dengan sumber tenaga kerja sarana produksi seperti benih, pakan, serta tempat pemasaran hasil. Universitas Gadjah Mada
4
2. Pemilihan Spesies Budidaya a. Adaptasi terhadap lingkungan Kemampuan hidup beradaptasi pada lingkungan merupakan variabel pertama dalam memilih spesies ikan untuk dibudidaya. Spesies yang mampu beradaptasi pada kisaran lingkungan yang luas memiliki nilai tertinggi, sebaliknya yang hidup pada lingkungan sempit terpilih pada lokal spesifik. Lingkungan yang dimaksud adalah keadaan musim: daerah tropik (daerah panas), sub-trofis dan dingin. b. Kemampuan berkembangbiak Pengembangan budidaya biota air tergantung pada ketersediaan benihnya yang dihasilkan dari hasil pembenihan terkontrol, bukan benih dari hasil penangkapan. Suatu spesies yang secara ekonomi mahal dan disukai konsumen, namun bila benihnya dari hasil penangkapan maka sustainabilitasnya kurang dapat terjamin kecuali benihnya dapat dihasilkan secara buatan. Sebagai contoh adalah ketika usaha budidaya lele dan udang galah dimulai benihnya berasal dari hasil penangkapan di perairan umum, kemudian usaha pembenihannya diteliti dan oernasii sehingga benihnya dapat diproduksi secara terkontrol. c. Kecepatan tumbuh dan ukuran tubuh Kecepatan tumbuh adalah perubahan ukuran individu yang dicapai dengan makanan yang tersedia dalam waktu tertentu. Dengan pertumbuhan yang cepat dapat dihasilkan ikan ukuran tertentu dengan waktu pendek. Ukuran ikan merupakan salah satu daya tarik konsumen. Oleh karena itu, spesies yang dipilih adalah yang mempunyai kecepatan tumbuh cepat dan ukuran bervariasi tergantung pada permintaan konsumen. d. Kebiasaan makanan (Feeding habit) Kebiasan makanan alami ikan dapat digolongkan menjadi 3, yakni: herbivora, karnivora dan omnivora. Ikan herbivora adalah paling rendah pada rantai maKanannya, sehingga paling efisien pendek) dan segi energinya. Gizinya rendah dan harganya rendah. Sebaliknya untuk ikan karnivora adalah paling panjang rantai makanannya, sehingga paling tidak efisien. Gizi makanannya tinggi dan harganya mahal. Oleh karena itu, untuk memproduksi ikan dibutuhkan biaya rendah dan dihasilkan dengan harga yang murah dan tepat untuk usaha subsisten, sedangkan ikan karnivora untuk produk yang mahal dan lux karena biayanya tinggi. Diantara kedua jenis ikan tersebut, jenis ikan omnivora menjadi pilihan sebagai ikan budidaya karena dapat memanfaatkan berbagai jenis makanan, termasuk sisa dan limbah dari pertanian dan peternakan.
Universitas Gadjah Mada
5
e. Respon terhadap pakan dan efisiensi Untuk dapat mendapatkan produktivitas yang tinggi diperlukan pakan tambahan yang berkualitas, mudah didapat dan tersedia di lokasi. Penggunaan pakan buatan secara langsung dapat meningkatkan produksi 7-14 kali produksi yang diberikan alarm. f.
Ketahanan dalam kepadatan tinggi Salah satu persyaratan budidaya ikan adatah kemungkinan untuk menjamin atau populasi yang tepat. Apabila ikan tahan dalam populasi tinggi akan lebih efisien, biasanya spesies tersebut bersifat sosial, hidup berkelompok dan membutuhkan proteksi ruang khusus. Sebagai contoh ikan karper adalah spesies paling sesuai untuk kepadatan tinggi. Sementara nila pada fase pertumbuhan hidup berkelompok dan mau hidup kepadatan tinggi, tetapi durinya yang keras sering melukai ikan Iainnya serta ketika sudah fase berpijah membutuhkan ruang khusus.
g. Disukai konsumen: dagingnya lezat, duri sedikit Sangat esensial diperhatikan bahwa pemilihan spesies harus memenuhi selera konsumen. Sebagai contoh pertama kali pengembangan lele dumbo kurang disukai konsumen karena dagingnya lembek dan kurang gurih dibanding lele lokal. Tetapi sekarang konsumen tidak begitu peduli lagi hal tersebut, yang penting pengolahannya. Sebaiknya ikan gurameh meskipun pertumbuhannya lambat tetapi karena dagingnya mampat dan lezat, menempatkan ikan ini menjadi ikan yang lux. h. Tahan terhadap hama dan penyakit Ikan budidaya harus tahan terhadap penyakit dan tahan terhadap penangan serta transportasi. Dalam perkembangan teknologi pemilihan spesies adalah dilakukan pemilihan dan produksi benih bebas penyakit (Spesific Pathogen Free atau SPF), tahan penyakit (Spesific Pathogen Resistence atau SPR), penggunaan immuno stimulan, penerapan karantina (IRA).
C. Persyaratan Air 1. Sumber Air a. Air permukaan Sumber air tawar permukaan yang digunakan untuk budidaya meliputi sungai, saluran, mata air, danau dan waduk. Air permukaan ini cukup baik karena kandungan oksigennya tinggi. Akan tetapi kadang-kadang banyak membawa lumpur, polutan dan organisma patogen ataupun non patogen, kecuali mata air.
Universitas Gadjah Mada
6
b. Air Tanah Budidaya organisme air ekonomis penting biasanya menggunakan air tanah yang dipompa. Air ini bebas lumpur polutan dan organisme air yang patogen ataupun non pantogen. Akan tetapi air tanah biasanya mengandung oksigen terlarut rendah, kandungan CO2, tinggi, nitrogen, serta logam Fe yang tinggi. Dengan aerasi oksigen terlarut meningkat, gas-gas CO2 dan nitrogen terlepas serta logam Fe membentuk senyawa hidroksida dan mengendap (Stickney 1979). 2. Kuantitas air Kebutuhan air serta kualitas untuk budidaya tergantung pada sistim budadaya yang diterapkan dan spesies organisme yang dipelihara. Berdasarkan gerakan air sistim budidaya biasa statis (lentic) atau mengalir (lotic). Sistim budidaya statis pergantian air tak harus terus menerus, cukup mengganti air yang hilang karena merembes dan mengendap (dengan kolam tanah). Untuk kolam statis, sebaiknya air yang ada bisa untuk mengisi kolam dalam waktu 1-2 hari atau tidak tidak lebih dari 3-4 minggu. Sistim budidaya air mengalir, air harus tersedia terus menerus, baik harlan, mingguan maupun musiman. Pergantian air dipengaruhi oleh kepadatan dan spesies organisme yang dipelihara serta frekuensi penggantinya. Schaperclaus (1933) dalam Bardach dkk. (1972) mengemukakan bahwa debit air 10-50 1/detik diperlukan untuk pendederan ikan trout dalam kolam pada kapasitas 100 m3. Di Jepang pemeliharaan ikan karper sistim air deras menggunakan sistim debit air antara 100-362 liter/detik. 3. Kualitas air Kualitas
air
berpengaruh
terhadap
kehidupan,
pertumbuhan
dan
perkembangbiakan ikan. Sebenarnya terdapat banyak variabel kualitas air berpengaruh, tetapi hanya beberapa yang memegang peranan penting, yang meliputi sifat fisik: suhu, kekeruhan, kecerahan, sifat kimia: pH, oksigen terlarut, karbon dioksida, alkalinitas, kesadahan, bahan organik, kandungan nitrogen (N) dan fospor (P) serta sifat biologi: bakteri, plankton, dan benthos. Diantara varibel kualitas air tersebut saling berinteraksi baik secara langsung dan tidak langsung dan hanya beberapa yang memegang peranan penting (Boyd dan Lichkoppter 1979, Boyd 1982), yaitu: a. Suhu air Jenis ikan tropis tumbuh baik pada suhu 25-32 °C. Suhu berpengaruh terhadap proses kimia dan biologis. Proses ini naik dua kali lipat setiap kenaikan suhu 10°C. Kenaikan suhu juga mempercepat kelarutan pupuk, reaksi herbisida dan degradasi rotenon. Konsumsi oksigen Iebih besar pada suhu tinggi dan Universitas Gadjah Mada
7
pada suhu rendah. Di daerah dingin dan sedang terdapat stratifikasi suhu air, lapisan air bagian atas yang hangat disebut epilimion dan di bawahnya Iebih dingin disebut hipolimnion dan diantana keduanya terdapat perubahan suhu yang menyolok (disebut thermocline). b. Oksigen terlarut Kelarutan oksigen dalam air adalah pada kondisi suhu dan tekanan atmosfer. Konsentrasi oksigen dalam air dalam hubunganya dengan kelarutan pada suhu yang ada, bisa bersifat kurang jenuh atau ansaturated atau jenuh (saturated) dan sangat jenuh. Kelarutan kurang jenuh yaitu konsentrasinya Iebih kecil daripada keIarutannya), sedangkan kelarutan jenuh adalah konsentrasinya sama dengan kelarutan dan kelarutan sangat jenuh apabila konsentrasinya Iebih besar daripada kelarutan. Penambahan oksigen dari hasil fotosintesis oleh fitoplankton dan difusi dari udara dan kehilangannya oleh karena proses respirasi, reaksi kimia dan biologi dalam lumpur dasar dan pelepasan ke udara. Konsentrasi oksigen yang baik untuk mendukung pertumbuhan ikan adalah lebih dari 5 mg/I. Ikan dapat, hidup pada konsentrasi 1-5 mg/liter tetapi pertumbuhannya lambat apabila dalam waktu yang lama. Meskipun ikan tidak mati dalam keadaan oksigen yang rendah, tetapi aktivitas makan berkurang dan ikan lemah sehingga mudah terserang penyakit dan parasit. Ikan mati dalam beberapa jam apabila kadar oksigen kurang dan 1 mg/liter (Boyd dan Lichkoppler 1979). c. pH air Dalam perairan yang normal, perubahan pH air tergantung pada kadar CO2, alkalinitas dan kesadahan. Nilai pH naik pada siang hari karena kadar karbondioksida akibat digunakan untuk fotosintesis. NiIai pH turun pada malam hari karena kadar CO2 naik hasil proses respirasi. Nilai pH yang biasa terjadi dalam kolam ikan berkisar 7,5 - 8,0 pada malam hari dan antara 9 - 10 pada siang hari. Namun apabila kesadahan rendah, pH bisa mencapai 11, yaitu selama proses fotosintesis tinggi. dalam hubungannya dengan pemeliharaan ikan, Swingle (1969) dalam Boyd dan Lichkoppler (1979) mengklasifikasi nilai pH sebagai berikut: antara 6,5 - 9,0 nilai yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan, nilai pH kurang 6,5 dan lebih dari 9 pertumbuhan dan perkembangbiakan ikan terhambat, dan pada pH 4 dan 11 masing-masing merupakan titik kematian asam dan basa. d. Karbon dioksida (CO2) Karbon dioksida bebas mudah terlarut dalam air dan pengaruh reaksinya bersifat asam. Konsentrasi CO2 yang tinggi bisa ditolerir ikan asalkan Universitas Gadjah Mada
8
konsentrasi oksigennya relatif tinggi. Menurut Hart (1944) dalam Boyd dan Lichkoppler (1979), ikan kebanyakan mampu hidup dalam air dengan kadar CO2 sampai 60 mg/liter asalkan kadar oksigen tinggi. Konsentrasi CO2 dalam air berhubungan erat dengan proses repirasi dan fotosintesis, konsentrasi CO2 naik pada malam han dan turun pada siang hail. Karbon dioksida tidak dapat menurunkan pH lebih rendah dan 4,5. Penurunan pH yang Iebih rendah disebabkan oleh asam organik dan asam mineral, seperti asam sulfat yang berasal dan oksidasi pint Fe. e. Total Alkalinitas Total alkalinitas adalah konsentrasi total basa (ion negatif) yang ada dalam air dan dinyatakan dalam mg/I CaCO3. Alkalinitas terdiri atas atom ion-ion karbonat (CO3-2) dan bikarbonat (HCO3-). Keduanya merupakan penyangga (buffer) terhadap goncangan pH melalui sifatnya yang dapat bersifat asam Iemah dan bersifat basa lemah. Disamping itu, alkalinitas dapat melepaskan CO2 ketika konsentrasinya rendah karena proses fotosintesis, sebaliknya dapat mengikat CO2 pada waktu konsentrasinya tinggi. Pengaruhnya yang bersifat asam tersebut, CO2 dapat berperan dalam reaksi amonium, yakni menurunkan pembentukan NH3 yang beracun bagi ikan. Air yang mempunyai total alkalinitas kurang dari 15 mg/I mengandung CO2 rendah, sedangkan kandungan antara 2050 mg/I mengandung CO2 yang cukup untuk produksi plankton. f.
Total kesadahan (total hardness) Total kesadahan adalah konsentrasi total ion logam bervalensi terutama Ca, senyawa Mg yang dinyatakan dalam mg/I CaCO3. Kesadahan sama pentingnya dengan alkalinitas. Konsentrasinya terkadang lebih tinggi dari pada alkalinitas atau sebaliknya. Pada umumnya air yang paling produktif untuk pemeliharaan ikan mempunyai nilai total.
g. NH3 Amonia (NH3) dalam air baik dari ekskresi ikan maupun hasil dekomposisi bahan organik, dalam air membentuk reaksi keseimbangan dengan NH4+ dan OH-. Konsentrasinya tergantung pada pH dan suhu air. Konsentrasi NH3 naik dengan semakin tinggi pH dan suhu air. NH3 sangat beracun bagi ikan, sedangkan NH4+ tidak beracun. Konsentrasi NH3 dalam air antara 0,6-2 mg/I dapat meracuni kebanyakan ikan dalam waktu yang pendek (Boyd 1982). Apabila konsentrasi amonium tinggi maka sering diikuti konsentrasi nitrit yang tinggi pula (Boyd dan Lichkoppler 1979).
Universitas Gadjah Mada
9
h. H2S H2S berasal dari tanah yang mengandung deposit sulfida. Dalam pH yang rendah timbulnya H2S berkurang dari I mg/I bisa mematikan ikan blugill dengan cepat. Lc50 3 jam H2S terhadap burayak chanal catfish adalah 0,8 mg/I, pada suhu 25 - 35 °C. Pada pH adalah 1,0 mg/I, terhadap fingerling 1,3 mg/I terhadap benih lebih besar dari fingerling dan untuk ikan dewasa adalah 1,4 mg/I (Bonn dan Fallis 1967). i.
Polutan Polutan biasa berasal dari Iimbah industri, rumah tangga, pembangunan dan pertanian yang masuk kedalam kolam bersama air. Chlor bebas atau chloramine yang digunakan untuk air PAM pada konsentrasi 0,05 - 0,3 ppm toksis terhadap ikan air tawar. Pada umumnya konsentrasi antara 2 - 10 mg/I menyebabkan keracunan akut. Sejumlah deterjen menyebabkan toksis akut terhadap ikan air tawar pada konsentrasi di bawah 10 ppm. Logam berat seperti Ag, Hg, Cu, Pb, Zd, Zn, Al, Ni dan dari golongan logam-logam yang relatif tinggi toksisnya. Garam-garam dari logam beracun seperti Ag, Hg dan Cu dilaporkan berbahaya bagi ikan tawar pada kosentrasi sekitar 0,01 ppm. Menurut EPA (1972) dalam Boyd dan Lichkoppler 1979) kadar Mg dapat mematikan ikan adalah 10 ppb, Ca antara 0,3-50 ppb.
D. Rangkuman Pemilihan lokasi Iahan kolam dan perairan penempatan keramba penting dilakukan untuk menentukan sesuai dan tidaknya budidaya ikan dapat dilakukan. mangan dalam pemilihan lokasi untuk kolam meliputi: topografi dan kemiringan lahan, ketersediaan air, keamanan dan bahaya banjir, polusi dan lainnya dan kemudahan (aksesibilitas). Sementara perairan untuk penempatan keramba dan jaring apung dipilih dengan pertimbangan: keadaan angin dan gelombang, arus, kedalaman perairan dan akseiblitas. Selain dari sisi lahan, ikan yang akan dipelihara dikenal dengan meliputi sifat-sifat:
adaptasi
terhadap
lingkungan,
kemampuan
berkembangbiak
untuk
memperoleh benihnya, kecepatan tumbuh dan ukuran tubuh, makanan, respon terhadap pakan dan efiseinsinya, ketahanan dalam kepadatan tinggi, disukai konsumen dan tahan terhadap hama dan penyakit. Sumber air untuk budidaya ikan dapat berupa air tanah: mata air dan air sumur air permukaan: sungai, saluran, danau dan waduk. Disamping secara kuantitas, kualitas air juga memenuhi syarat bagi kehidupan, pertumbuhan dan perkembangbiakan ikan. Faktor-faktor kualitas air meliputi: suhu air, oksigen terlarut, pH, kadar karbon dioksida,
Universitas Gadjah Mada
10
alkalinitas dan kesadahan, gas-gas beracun seperti NH3 dan H2S serta kandungan polutan.
E. Latihan Soal-soal 1. Sebutkan syarat-syarat pemilihan lokasi untuk kolam, keramba dan keramba jaring apung! 2. Sebutkan syarat-syarat pemilihan pemilihan spesies ikan untuk budidaya kolam, keramba dan kerambajarng apung! 3. Faktor-faktor kualitas air apa saja yang mempengaruhi pertumbuhan ikan?, sebutkan masing-masing!
F. Daftar Buku Bacaan Bardach, J.E., J.H. Ryther and W.O. McLarney, 1972. Aquaculture: The Farming and Husbandry of Freshwater and Marine Organisms, John Wiley and Sons Inc. Toronto. 868 p. Beveridge, M.C.M., 1987. Cage Aquaculture. Fishing News Books Ltd. Farnham Surrey 351 p. Bonn, E. W. dan Fallis, B. J., 1967. Effect of Hidrogen Sulfide on channel catfish, Ictalurus punctatus. Trans. Amer. Fish. Soc., 96:31-36. Boyd, C.E., 1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture. Elsevier Science Pub. Co. Inc. New York. 318 p. Boyd, C.E., and Lichtkoppler, F. 1979. Water Quality Management in Pond Fish Culture. Auburn University, Auburn, Alabama, 30 p. Pillay. T. V. R., 1992. Aquaculture and the Environment. Fishing News Books, London. 189 p. Stickney, R. R., 1979. Principles of Warmwater Aquacuiture. A Wiley Interscience Publication, John Wiley & Sons. New York. 371 p.
Universitas Gadjah Mada
11
Universitas Gadjah Mada
12
IlL PEMBANGUNAN WADAH BUDIDAYA
A. Pendahuluan Pemeliharaan ikan pertama kali dilakukan dengan kolam dan hingga kini penggunaannya masih paling banyak. Kolam adalah tubuh air yang dibangun dengan membendung aliran air atau menggali suatu area tanah dan galiannya untuk pembuatan pematang. Secara umum ada dua tipe konstruksi kolam, yaitu kolam pembendungan dan kolam penggalian yang dibangun pada kondisi geografik yang nyata. Kolam pembendungan dibentuk dengan membangun dam, pematang atau bangunan sejenisnya untuk menahan aliran air. Sedangkan kolam galian dibangun dengan menggali dan memindahkan tanah dan area sehingga membentuk lubang yang kemudian diisi air. Kolarn galian yang dibangun pada topografi datar memiliki kelemahan biaya pemindahan yang diperlukan cukup besar dan pengeluaran air harus dipompa. Oleh karena itu, dalam pembangunan kolam bendungan maupun kolam galian, agar dapat mengisi dan mengeluarkan airnya dengan gaya gravitasi, maka diperlukan pemilihan lahan serta perencanaan pembangunan yang baik. Pemanfaatan perairan air tawar secara langsung untuk pemeliharaan ikan juga dilakukan dengan memagar areal perairan (pen) atau membentuk kurungan (cage). Pemagaran areal perairan baik yang stagnan maupun mengalir, bersifat tetap, air bisa mengalir dan ikan tetap terpagari. Sebaliknya tipe kurungan berupa sangkar bersifat portabel (bisa dipindah), air mengalir dan ikan terkurung. Keramba adalah kurungan yang sisi-sisinya terdiri atas kisi-kisi, digunakan untuk pemeliharaan ikan sehingga ikan tidak bisa keluar, air mengalir dan limbah terbuang. Karena portabel, maka penempatannya bisa terapung, melayang ataupun di dasar perairan. Kondisi perairan yang ada mempengaruhi tipe dan ukuran pagar ataupun kurungan yang dibangun. Pada awal
pengembangannya,
baik
sistem
pagar
maupun
keramba
adalah
untuk
memanfaatkan kesuburan makanan ikan yang tersedia, tetapi saat ini kondisi air yang miskinpun bisa digunakan asal diberi pakan buatan. Demikian pula terhadap bahan pembuatan pagar ataupun keramba, yang semula menggunakan bahan yang tersedia di lokasi: bambu dan kayu yang dibentuk anyaman, saat ini berupa kisi-kisi dan bahan jaring yang lebih praktis. Oleh karena itu, untuk membuat wadah pemeliharaan ikan berupa pagar ataupun keramba diperlukan pemilihan bahan dan perencanaan pembuatannya.
Universitas Gadjah Mada
13
B. Perencanaan dan Pembangunan Kolam 1. Perencanaan Kolam a. Tata ruang Lahan usaha budidaya ikan air tawar terdiri atas: 1) Bangunan budidaya Bangunan budidaya yang terdiri atas petakan-petakan kolam yang ukuran dan fungsinya dapat berbeda-beda. Petakan-petakan kolam dihubungkan oleh jaringan irigasi, yang meliputi saluran air masuk dan keluar, pintu air masuk dan pintu pembuangan air. 2) Bangunan pendukung Bangunan pendukung meliputi gudang untuk pakan, pupuk dan alat-alat, rumah penjaga, tempat genset, jakan, jembatan, pagar dan lain-lain. Tata letak setiap bangunan diatur agar dapat efisien sesuai dengan topografi lahan, kebutuhan teknik pengelolaan serta seni tata ruang. Dengan demikian lahan usaha budidaya ikan disamping sebagai tempat produksi yang tidak terlalu eksklusif, juga dapat dinikmati keindahannya. b. Desain kolam 1) Ukuran dan bentuk kolam Ukuran dan bentuk kolam ditentukan oleh topografi, fungsi dan sistem pengelolaannya. Tidak ada ukuran pasti yang paling baik untuk budidaya, tetapi secara umum dihindari ukuran kolam yang terlalu besar karena sulit pengelolaannya atau terlalu kecil karena biaya kostruksinya lebih besar. Ukuran terkecil yang bisa disebut kolam adalah 100 m2 (satu are), yang lebih kecil dan disebut bak. Bentuk kolam bisa lingkaran, bujur sangkar, persegi panjang ataupun tidak beraturan. Bentuk persegi panjang dengan raslo panjang dan lebar 1,5 – 2:1 relatif ideal untuk kolam ditinjau dan aliran airnya. Kolam ukuran kecil berbentuk persegi panjang, relatif dalam, dengan konstruksi beton biasanya digunakan untuk kolam air deras. Kolam tanah untuk pembesaran yang mudah dikelola dan cukup produktif adalah berkisar 500 - 2.500 m2 dan berbentuk empat persegi panjang. 2) Kedalaman air Kedalaman air kolam tergantung pada jenis, fungsi dan ukuran ikan serta toe peneIoIaannya. Kedalaman air berhubungan dengan penghantaran panas penetrasi cahaya matahari serta perkembangan tumbuhan air yang tidak
dikehendaki.
Kolam
yang
terlalu
dalam
kurang
baik
karena
penghantaran panas dan penestrasi cahaya tidak sampai dasar perairan, sehingga terjadi stratifikasi suhu. Sedangkan apabila kolam terlalu dangkal Universitas Gadjah Mada
14
akan medorong perkembangan tumbuhan air menjadi cepat. Pada kolam tradisional kedalaman kolam berkisar 0,5 - 1,0 m, sedangkan untuk kolam intensif 1,0 - 1,5 m, bahkan ada yang 2-3 m. Kedalaman air akan mempengaruhi tinggi dan lebar pematang. 3) Pematang Satu unit perkolaman biasanya memiliki pematang yang berbeda-beda ukurannya, yakni pematang primer, sekunder dan tersier. Pematang primer adalah pematang utama yang mengelilingi seluruh unit perkolaman dan dapat berfungsi sebagai jalan untuk pengangkutan sarana produksi dan hasil panen. Pematang sekunder adalah pematang pembagi antara petakan kolam, sedangkan pematang tersier adalah pematang pembagi berikutnya. Besar kecilnya pematang juga pada luas kolam dan jenis tanah. Ukuran profil pematang meliputi:
Lebar atas bervariasi dengan kisaran 1-3 m. Lebar 1 m biasanya untuk pematang sekunder dan 2-3 m untuk pematang primer atau untuk jalan.
Tinggi pematang, dihitung dari hasil penambahan kedalaman air, kedalaman untuk menahan aksi gelombang, kedalaman untuk bagian pematang yang tidak terkena air, dan kedalaman air yang diperlukan karena penumnan pematang akibat pengeringan tanah. Pematang yang tidak kena air (freeboard) ditambahkan sebagai faktor keselamatan untuk mencegah meluapnya air dan agar ikan tidak meloncat. Tinggi pematang untuk freeboard adalah 0,3 - 0,5 m. Penurunan pematang akibat penyusutan tanah (settlement allowance) terjadi karena pada waktu pembuatan pematang, tanah harus basah atau mengandung kadar air optimum yang tergantung pada tekstur tanah. Penurunan pematang akibat pengeringan tanah dinyatakan dalam persen tinggi pematang, yaitu berkisar 10 - 15%.
Kemiringan Kemiringan sisi pematang (slope), menunjukkan rasio lebar dasar terhadap tinggi pematang. Apabila lebar dasar sama dengan tinggi pematang, berarti kemiringannya 1:1. Sedangkan apabila lebar dasar dua kali tingginya maka kemiringannya 2:1. Dengan kata lain apabila kemiringan pematang 2:1, maka setiap kenaikan tinggi 1 m terjadi penambahan lebar dasar 2 m. Kemiringan sisi pematang tergantung pada jenis tanah. Pada jenis tanah liat dapat digunakan kemiringan antara 1:1 sampai 2:1. Kemiringan sisi pematang bisa dibuat berbeda untuk efisiensi lahan tanpa mengurangi kekuatannya. Sisi miring yang menghadap air Universitas Gadjah Mada
15
(basah) biasanya lebih landai daripada di luar yaitu yang menghadap saluran pembuangan atau kolam lain. Volume tanah untuk pematang adalah Volume (m3) = Luas trapesftm (m2) x panjang total pematang (m). 4) Dasar Kolam Secara keseluruhan dasar kolam dibuat miring dari sisi air masuk ke arah sisi air keluar, dengan kemiringan 0,2 - 0,3%. Di tengah-tengah petakan kolam, dari pintu air masuk menuju pintu air keluar, dibuat kemalir dengan lebar 50 cm dan dalam 10 - 20 cm. Pembuatan kemahir ini bertujuan untuk memudahkan pemanenan dan pengeringan kolam. Di muka pintu air keluar, kemahir ini diperlebar sampai 2-3 m, lebih diperdalam dan dasarnya permanen, yang berguna untuk mengumpulkan dan menangkap ikan pada waktu panen. 5) Saluran air Ada dua macam saluran, yaitu saluran untuk air masuk dan air buangan. Sistem saluran harus dirancang agar setiap kolam tidak tergantung pada kolam lain dalam hal pemasukan dan pembuangan air. Sistem pengairan ini disebut sistem pararel yang Iebih menguntungkan daripada sistem seri. Penampang saluran air bisa berbentuk trapesium atau persegi. 6) Pintu air Pintu air terdiri atas pintu air masuk dan keluar. Pintu air masuk dapat dibuat dari bambu, plempem tanah hat, pipa paralon atau semen yang dipasang pada atang. Pintu air keluar ada dua macam yaitu untuk pengeringan total dan untuk buangan air luapan. Pintu air keluar dapat pula berupa pipa, bangunan beton uka dan monik. Pintu air sistem monik paling direkomendasikan untuk digunakan karena paling sesuai atas pertimbangan teknis, biologis, kuantitas dan kualitas air. Pintu air harus dilengkapi dengan saringan. Pintu air masuk dan keluar bisa ditempatkan pada salah satu pematang atau terpisah pada dua pematang pendek yang berseberangan. 2. Prosedur Pembangunan Kolam Pembuatan kolam harus berdasarkan pada desain gambar yang telah dibuat dari hasil pengamatan dan pengukuran lapangan. Dalam desain gambar tersebut tercantum luas dan topografi lokasi, rencana perkolaman, saluran dan fasilitasfasilitas lain. Adapun prosedur pembangunan kolam adalah sebagal berikut: a. Pembersihan lahan Pohon yang ada pada lahan harus ditebang, tonggak, akar pohon, semak belukar dan rumput juga harus dibersihkan.
Universitas Gadjah Mada
16
b. Penandaan profil pematang Penandaan profil pematang dan saluran dibuat dengan menggunakan alat Dantu berupa patok-patok bambu atau kayu dan tali yang dipasang sesuai dengan uuran yang sudah ditentukan. c. Pembuatan pematang Sebelum penggalian dan penimbunan tanah untuk pematang, lapisan tanah bagian atas (top soil) di lahan harus dikumpulkan terlebih dahulu. Penimbunan tanah setiap petakan dilakukan selebar penuh ke arah horisontal, lapis demi lapis. Setiap lapisan tebalnya tidak lebih dari 30-40 cm dan tanah yang digunakan harus cukup basah dan dimampatkan sampai 90%. Apabila perlu untuk mencegah besan air ke samping melalui pematang (seepage), bagian tengah pematang bagian tengah pematang digali lebih dalam (di bawah top soil), kemudian ditimbun dengan tanah kedap air. Bagian ini disebut core dari pematang. d. Dasar kolam Dasar kolam dibentuk miring dan dibuat kemalir. Kemiringan dibuat dari sisi air ke arah sisi air keluar, juga dari sisi-sisi lainnya kearah kemalir. Apabila pembentukan dasar kolam sudah selesai, tanah top soil disebarkan ke permukaan Kolam, termasuk permukaan pematang, agar tanah dasar tetap subur. e. Penutupan pematang Untuk mengurangi erosi tanah pematang, permukaan pematang ditutup dengan tanaman rumput. Dalam jumlah kecil, pematang dapat ditutup dengan gebalan tanaman rumput, tetapi bila jumlah luas gebalan rumput dapat dibagibagi kemudian ditanam atau dengan menebar biji rumput ke seluruh permukaan pematang.
C. Perencanaan Pembangunan Keramba danJaring apung . 1. Keramba a. Bentuk dan ukuran Keramba rigid (keras) berbentuk balok adalah paling umum digunakan, Iainnya juga dimungkinkan. Ukuran keramba bervariasi: 1x1x1m3-1x2x1 m3 sesuai kondisi perairannya. Keramba ditempatkan di dalam saluran, sungai, telaga dan waduk, yang airnya tersedia sepanjang waktu dan subur. b. Bahan Bahan pembuatan kisi-kisi adalah belahan bambu, kayu, jaring ataupun kawat besi. Konstruksi belahan bambu (lebar 3 - 5 cm), jarak 1-2 cm atau jaring D9-12, Universitas Gadjah Mada
17
lebar mata jaring 2 cm yang dipasang pada kerangka kayu. Sisi bagian atas bias dibuka dan ditutup dengan memasang engsel. c. Penempatan dan Penggunaan Penempatan di lokasi, dipancang (tetap), sisi atas 5-10 cm di atas permukaan air. Keramba hanya dapat digunakan untuk pembesaran ikan, biasanya monospesies (satu spesies). 2. Keramba jaring apung Komponen keramba jaring apung (KJA) terdiri atas: a. Kerangka Kerangka adalah tempat pemasangan kantong jaring, sarana pendukung dan tempat kegiatan sehari-hari pemeliharaan ikan dilakukan. Untuk memasang kerangka dibutuhkan areal di pinggir perairan paling tidak dua kali lipat luas kerangka. Kerangka dapat dibuat dari bambu, balok kayu, besi (pipa atau siku). Bambu memiliki kelebihan bersifat sangat lentur, tersedia di lokasi, mudah didapat harganya murah. Sementara kayu kurang lentur, dan dengan besi harganya tetapi lebih awet terutama besi. Kerangka dibuat dan pasangan empat (bambu) horizontal (―diurung‖) dengan jarak kira-kira 60 cm, yang mengapit beberapa drum sebagai pelampung sebanyak 4 sisi. Bambu yang digunakan dipilih yang tua, lurus dan relatif kering memiliki diameter 10-15 cm dan panjang 15-20 m dan jenis petung atau ori. Ukuran drum adalah diameter 90 cm dan tinggi 120 cm dan dapat diganti dengan stirifoam dengan ukuran sama dengan drum. Untuk ukuran petak 6-7 m diperlukan 12 buah drum dengan penyebaran 4 buah di tiap pojok dan satu di tengah setiap sisi. Posisi drum pada jepitan bambu diperkuat
dengan
pemasangan
bambu
diperkuat
dengan
pemasangan
bambudan pengingata menggunakan tali plastik, sedangkan untuk menggabung atau menyambung bambu dipantek dengan belahan bambu dan ikatan tali plastik. Satu unit KJA bisa terdiri atas 2 petak sampai 4 petak keramba, ukuran sisinya 6-7 m. Petakan ini juga dapat dibagi lagi menjadi 4 dengan memasang 3 buah bambu petung ataupun ori yang diikat. Di atas keliling kerangka dipasang rakitan bambu apus, diameter 40-60 cm (8-10 batang) sepanjang sisi petakan. Perakitan menggunakan belahan bambu dan diikat dengan tali ijuk. Rakitan bambu dapat diganti dengan papan (lebar 20-30 cm dan tebal 2-3 cm). b. Kantong jaring Ukuran mata jaring yang digunakan disesuaikan dengan ukuran ikan yang dipelihara. Ada tiga (3) jenis bahan untuk pembuatan kantong, yakni jarring polytheline, masing-masing memiliki ukuran mata berbeda. Hapa adalah Universitas Gadjah Mada
18
anyaman senar plastik (monofilamen) kecil tanpa simpul dengan ukuran mata (mesh size) 2 mm, sedang untuk waring benangnya lebih besar dengan ukuran mata 5 cm. Ukuran sisi-sisi permukaan jaring 3-7 m, dengan kedalaman 1,5 — 3 m dan yang ke dalam air 1-2 m. Kantong hapa dan waring dibuat dengan dijahit dan keduanya digunakan untuk pendederan, bahkan hapa bisa juga digunakan untuk pembenihan. Jaring memiliki ukuran mata jaring lebih besar, 0,5 — I inci tapi untuk pembesaran ikan biasanya menggunakan ukuran 0,75 — 0,1 inci (2,0-2,54 cm). Bahan jaringn yang tersedia di pasaran berupa gulungan dengan ukuran panjang 50 yard (m) dan dalam/tinggi 300 mata. Untuk pembuatannya harus dianyam, misalkan n 6x6x3 m, caranya adalah sebagai berikut: Jumlah mata jaring yang dibutuhkan untuk keliling 4 x 6 m dan beri tanda (tali rafia) setiap sisi menggunakan rumus:
dimana: Ln
= jumlah mata jaring yang dibutuhkan untuk keliling dalam keadaan mata jaring terentang sempurna,
Lr
=keliling jaring jadi, dalam contoh 24 m
S
=shortening atau pengkerutan, yaitu 30%,
Kemudian hitung jumlah mata yang dibutuhkan untuk tinggi kantong jaring menggunakan rumus:
Dimana: Ds
= jumlah mata yang dibutuhkan untuk tinggi dalam keadaan mata jaring terentang sempurna,
Da
= tinggi jaring jadi, dalam contoh 3 m,
S
= shortening atau pengkerutan, yaitu 30% Kemudian untuk dasar jaring dengan panjang sisi-sisinya 6 x 6 m, bisa
berdasarkan jumlah mata pada setiap sisi karena nantinya akan dibuat dengan memasukkan tali ris ke masing-masing lubang mata jaring. Untuk menggelar jaring, bagian atas dipasang tali plastik (diameter 0,6 cm) sebagal ris atas, yang dimasukkan ke setiap mata jaring paling atas satu demi Universitas Gadjah Mada
19
satu. Demikian pula di bagian bawah (dasar) yang sekailgus sebagai penyambung antara dengan lembar jaring dasar. Tali ris atas dan bawah sepanjang 4 kali panjang sisisinya (6 m) atau 24 m ditambah untuk sambungan pada setiap ujung 0,5 m. Kemudian untuk menggantungkan jaring sekaligus membatasi tiap sisi, dipasang tali ris (diameter 0,6 cm) pada setiap pojok. Panjang tali ris tegag masing-masing 3 m, ditambah ujung bawah 0,5 m dan ujuang atas 1-1,5 m untuk mengikat pada kerangka.Tiap ujung tali ris harus dibakar agar untain tali tidak lepas. Ratakan mata jaring pada tali ris atas maupun bawah, sehingga meter sama jumlahnya dan diikat dengan tali kecil agar mata jaring tidak geser. Kemudian pada setiap pojok disamping gabungan tali harus kuat, juga harus diikat dan salah satu ekstra tali akan digunakan untuk pengikat ke kerangka. c. Bangunan pendukung. Fasilitas
pendukung
rumah
penjaga
dan
gudang,
serta
ponton
penyeberangan. Rumah jaga dan gudang dibuat dengan rangka yang kuat dan pengapung lebih banyak, untuk ukuran 3x4 m membutuhkan 12 buah drum. Tiang rumah dibuat dari kayu, dinding sirap bambu atau triplek, atap seng. Penonton juga dibuat dengan menyusui 6 drum untuk ukuran 3 x 1,8 m menjadi 2 baris dengan kerangka bambu atau besi dilas, di atas dipasang rakitan bambu. Untuk menghubungkan keramba jaring apung dengan daratan dipasang tali plastik (diameter 1,2 cm). d. Pemberat Jaring dan Jangkar Pemberat jaring dimaksud untuk merentangkan jaring ke arah vertikal dan horizontal. Pemberat jaring seberat 5 kg, digantung di bagian luar jaring: tiap pojok dan di tengah dengan jarak 1,5 m. Tiap pemberat dihubungkan tali plastik ke kerangka untuk menarik pemberat ketika jaring akan diangkat. Jangkar yang diiengkapi dengan pemberat (2x50 kg) dipasang sebanyak 4 buah untuk menjaga posisi jaring apung di perairan. Jangkar dan pemberat dihubungkan dengan tali plastik (diameter 2 cm) sepanjang kira-kira 1,5 kedalaman air, maka jangkar dilabuh agak miring pada setiap pojok.
D. Rangkuman Lahan usaha budidaya kolam terdiri atas: perkolaman (petak kolam, saluran air, pintu air) dan sarana pendukung jaian, gudang, rumah jaga dan sebaginya). Ada dua tipe konstruksi kolam, yaitu kolam pernbendungan aliran air dan konstruksi galian yang tanahnya seianjutnya digunakan utuk pembuatan pematang Ukuran dan bentuk kolam ditentukan oleh topografi/kemiringan, fungsi dan sistem pengelolaannya. Kedalaman air Universitas Gadjah Mada
20
kolam tergantung pada jenis, fungsi dan ukuran ikan serta metode pengelolaannya. Satu unit kolam memiliki pematang yang berbeda-beda ukurannya, yakni pematang primer, sekunder dan tersier. Profil pematang meliputi: lebar atas (crown), tinggi, kemiringan dan lebar dasar. Tinggi pematang dirancang dengan mempertirnbangkan kedalaman air, tinggi pematang tidak terkena air, tinggi gelombang air dan penyusutan tanah. Pengairan kolam bias system paralel ataupun seri, yang masing-masing memiiiki kelebihan dan kelemahannya dari setiap petak dilengkapi pintu air masuk dan keluar. Prosedur pembangunan kolam meliputi: pembersihan lahan, menandai profil pematang, penggalian dan pemindahan tanah, pembentukan dasar kolam, pembuatan pintu air, penutupan pematang. Budidaya ikan air tawar di perairan terbuka dapat dilakukan menggunakan sistem pemagaran (pen) dan kurungan (cage). Berdasarkan konstruksi dan penempatannya, kurungan konstruksi keras berupa keramba dan keramba lentur berupa keramba jaring apung (KJA). Komponen KJA terdiri atas: kerangka dengan pengapung, kantong jaring, rumah jaga dan gudang, pemberat jaring dan pemberat jangkar, ponton penyeberangan. Jenis dan ukuran mata jaring yang digunakan tergantung pada ukuran ikan yang dipelihara.
E. Latihan Soal-soal 1. Variabel apa saja yang mempengaruhi tinggi pematang? 2. Jelaskan bagaimana prosedur pembuatan kolam! 3. Sebutkan komponen-komponen bangunan keramba jaring apung! 4. Bagaimana cara membuat kantong jaring dengan bahan jaring poly-ethyline?
F. Daftar Buku Bacaan Bardach, J.E., J.H. Ryther and W.O. McLarney, 1972. Aquaculture: The Farming and Husbandry of Freshwater and Marine Organisms, John Wiley and Sons Inc. Toronto. 868 p. Beveridge, M..M., 1987. Cage Aquaculture. Fishing News Book Ltd. Farnham Surrey1 p. Wheaton, F. W. 1977. Aquacultural Engineering. John Wiley and Sons, Inc. New York. 708 p.
Universitas Gadjah Mada
21
Universitas Gadjah Mada
22