5
KLASIFIKASI SPESIES KAWANAN IKAN
5.1 Pendahuluan Sejauh ini aplikasi teknik hidroakustik dalam bidang perikanan dibatasi pada ketidakmampuan membedakan secara objektif antar kelompok taksonomi berdasarkan gelombang suara yang dipantulkan (diterima) (Thorne, 1983 diacu dalam Rose & Leggett, 1988). Beberapa percobaan telah dilakukan dalam mengkuantifikasi dan menginterpretasikan echogram melalui algoritma pola pengenalan.
Kelemahan echogram adalah grafik yang sederhana dan masih
secara kasar mewakili energi yang dihamburbalikkan. Nero & Magnuson (1989) diacu dalam Richards et aI. (1991) menggambarkan data echo integrasi yang diperoleh dari kedalaman 1 m dengan jarak interval 25 m, menemukan data yang berguna untuk membedakan kumpulan ikan dan invertebrata dari beberapa massa air yang berbeda, sehingga data dengan resolusi tinggi dimungkinkan klasifikasi kawanan ikan, paling tidak sampai kelompok taksonominya. Usaha yang telah dilakukan untuk mengklasifikasi dan menginterpretasi echogram secara objektif adalah dengan mengukur berbagai karakteristik dan menggunakannya sebagai input algoritma pada pola pengenalan (Azzali (1982); Nion & Castaldo (1982) diacu dalam Richards et al. (1991)). Sekalipun echogram merupakan grafik yang kasar, namun dapat menghadirkan gambar yang lebih halus pada fekuensi yang lebih tinggi.
Interpretasi echogram lebih lanjut
memungkinkan pengklasifikasian taksonomi. Pendekatan menggunakan informasi yang ada pada sinyal backscatter digital dapat digunakan untuk klasifikasi target. Pendekatan ini terdiri dari 3 teknik utama yaitu (1). Teknik dual beam dan split beam untuk mengukur scatter suara, (2). teknik respon multifrekuensi wideband dan (3). ekstrasi fitur dari sinyal echosounder narrowband. Penelitian ini menggunakan teknik split beam. Teknik ini dapat memisahkan ukuran dan posisi ikan yang berbeda dalam beam.
Klasifikasi ukuran
memungkinkan untuk dilakukannya klasifikasi berdasarkan taksonomi saat taxa target mempunyai distribusi ukuran yang diskrit. Caranya adalah dengan: (1). menghubungkan klasifikasi ukuran ikan dengan nilai TS ikan dan nilai Sv, (2). memanfaatkan dominasi lemuru di Selat Bali memudahkan taksonomi di lingkungan multispesies.
Dominasi ini didasarkan pada kondisi dilapangan
dimana kawanan ikan di perairan tropis umumnya dalam kelompok-kelompok kecil dan berjarak atau longgar. Pengertian
klasifikasi
perlu
difahami
sebagai
pengelompokan
atau
penggerombolan (cluster) dari suatu objek berdasarkan pada kemiripannya, sehingga langkah pertama dalam pengklasifikasian adalah dengan melibatkan data secara kuantitatif dan kualitatif (Ludwig, 1988). Termasuk didalamnya data mengenai kelimpahan kawanan ikan (densitas). Tujuan klasifikasi kawanan lemuru adalah (1) klasifikasi spesies kawanan ikan lemuru dengan menggunakan deskriptor akustik dan data tambahan, (2) karakteristik kawanan ikan lemuru di perairan Selat Bali. Hipotesisnya adalah (1) deskriptor akustik dapat dijadikan dasar untuk klasifikasi spesies kawanan ikan lemuru; (2) klasifikasi kawanan ikan lemuru dapat dibedakan berdasarkan musim dan ukuran ikan; (3) data tambahan (suhu, salinitas dan waktu harian) berpengaruh terhadap klasifikasi kawanan ikan lemuru. Manfaat yang dapat diambil dari kajian klasifikasi ini adalah bahwa dengan mengetahui densitas dan pengelompokan ikan yang telah diklasifikasikan, maka akan lebih mudah menangkap ikan secara langsung pada spesies target.
5.2 Metode Penelitian Berdasarkan hasil identifikasi kawanan ikan (Bab 3) diketahui identifikasi kawanan ikan lemuru dan bukan kawanan ikan lemuru, sehingga langkah selanjutnya adalah membuat klasifikasi kawanan ikan.
Pada Bab ini akan
difokuskan pada klasifikasi kawanan ikan lemuru. Tahapan metode penelitian ini secara lebih jelas tertera pada Gambar 5.1. Kawanan ikan lemuru diklasifikasikan berdasarkan 2
(dua)
dasar
pengelompokkan yakni: 1) Deskriptor akustik (faktor internal) Deskriptor akustik meliputi morfometrik, energetik, batimetrik dan ditambahkan densitas volume. Dasar pengelompokkannya diperoleh berdasarkan nilai minimum, maksimum dan rata-rata dari masing-masing variabel deskriptor akustik. Selanjutnya dihitung simpangan bakunya sebagai dasar pembuatan selang klasifikasi.
Sehingga klasifikasi deskriptor akustik adalah sebagai
berikut : elongasi dibagi menjadi 3 kategori yaitu oval lonjong ( < 30), oval tebal (30-100) dan oval pipih ( > 100). Area dibagi menjadi 3 kategori yaitu luas ( > 3000 m2), sedang (1000-3000 m2) dan sempit ( < 1000 m2 ). Relative
altitude dibagi menjadi 3 kategori yaitu berada di lapisan dasar (0-30%), lapisan tengah (30-60%) dan lapisan atas (60-90%). Energi intensitas akustik dibagi menjadi 3 kategori yaitu lemah (<(-60) dB), sedang ((-51) - (-60) dB) dan kuat (>(-50) dB). Densitas kawanan ikan lemuru pada bulan September Tahun 1998 dan bulan Mei Tahun 1999 adalah 0.004-3.065 ikan/m3 (Wudianto, 2001) dan rata-rata densitas kawanan ikan sardine adalah 0.5 ikan/m3 (Coetzee, 2000). Adapun densitas volume kawanan ikan lemuru pada penelitian ini adalah 0.001-3.539 ikan/m3 dengan rata-rata 0.38 ikan/m3
sehingga dasar pengelompokkan
densitas ikan lemuru menjadi 3 kategori yaitu: padat ( >1 ikan/m3), sedang (0.1 – 1 ikan/m3 ) dan jarang ( < 0.1 ikan/m3 ). 2) Data tambahan (faktor eksternal) Data tambahan berupa suhu, salinitas dan waktu harian. Nilai kisaran suhu diperoleh dari hasil penelitian Wudianto (2001).
Berdasarkan Gambar 5.2
diketahui bahwa kisaran suhu adalah 14.5–30.7oC.
Rata-rata suhu pada
o
kedalaman 0-100 m adalah 25 - 30 C kecuali pada musim peralihan II suhu berada pada kisaran 20-30oC. Modus suhu pada kedalaman 0-100 m adalah 27 - 28 oC sehingga suhu diklasifikasikan menjadi 3 kategori yaitu: rendah (<270C), sedang (27-280C) dan tinggi (>280C).
o
(a)
max
→
o
min
(b)
max
→
min
o
max
→
min
(c)
o
Gambar 5.2 Rata-rata suhu ( C) di perairan Selat Bali berdasarkan musim dan kedalaman. (a) musim peralihan I, (b) musim timur, dan (c) musim peralihan II (Wudianto,2001). Salinitas dibagi menjadi 3 kategori yaitu rendah (< 33.4 o/oo), sedang (33.4-34.0 o
/oo) dan tinggi (> 34.0 o/oo). Waktu harian diklasifikasikan menjadi 4 kategori
yaitu: Pagi (05.00-09.00), Siang (10.00-14.00), Sore (15.00-18.00) dan Petang (19.00-04.00). Selanjutnya dianalisis menggunakan analisis statistika yaitu analisis gerombol dan analisis diskriminan untuk mengklasifikasi kawanan lemuru berdasarkan
penamaan
penangkapan.
ikan
lemuru
(ukuran
ikan
lemuru)
dan
musim
Klasifikasi berdasarkan musim dibagi menjadi 3 bagian yaitu,
musim timur (bulan Agustus), musim peralihan I (bulan September) dan musim peralihan II (bulan Mei). Penamaan ikan lemuru di perairan Selat Bali dibagi 4 jenis, yaitu
lemuru sempenit dengan ukuran (7.5-10.5 cm) dan kisaran TS (-
50dB)-(-47dB). Lemuru protolan dengan ukuran (10.5-15.0 cm) dan kisaran TS (47dB)-(-44dB). Lemuru dengan ukuran (15.0-21.5 cm) dan kisaran TS (-44dB)-(41dB) dan lemuru campuran (campuran antara sempenit dengan protolan, protolan dengan lemuru atau campuran ketiganya). Untuk selanjutnya disebut kawanan sempenit, protolan, lemuru dan campur saja. Nilai kisaran TS didapatkan dari program ADA-2004 dengan melihat TS rata-rata dan modus TS pada setiap kawanan ikan lemuru.
Ukuran panjang kawanan ikan lemuru mengacu pada
penamaan ikan lemuru oleh masyarakat setempat (Dwiponggo & Subani, 1971) dan kisaran TS di dapat dari perhitungan Iida et al. (1999) yang menggunakan spesies Anchovy hidup dalam kurungan.
I den t if i kas i
K aw an an I kan P el agi s
K aw an an I kan L em u r u
K l as i f i kas i
K awanan I kan Non Lemur u
D as ar pen gelom pokkan
D es kr i pt or Aku s t i k ( F akt or I n t er n al ) - Mor fometr ik - E ner getik - B atimetr ik
D at a T am bah an ( F akt or E kt er n al ) - S uhu - S alinitas
An al is i s S t at is t i ka - Analis is Ger ombol - Analis is Dis k r iminan
P en am aan L em u r u - S empenit - Pr otolan - L emur u - Campur an
Mu s im - Per alihan I - Mus im T imur - Per alihan I I
K ar akt er is t ik K aw an an I kan L em u r u D i P er air an S elat B ali
Gambar 5.1. Tahapan metode klasifikasi kawanan ikan lemuru
5.2.1 Deskriptor Akustik Dasar pengambilan deskriptor akustik telah diulas pada Bab 3 Metodologi. Perhitungan deskriptor akustik yang digunakan untuk klasifikasi kawanan ikan
lemuru tertera pada Tabel 5.1. Adapun simbol dan definisi yang digunakan dalam perhitungan tertera pada Tabel 5.2. Tabel 5.1.
No
Deskriptor akustik dan formula perhitungan untuk klasifikasi kawanan ikan lemuru di perairan Selat Bali Deskr ipt or
F ormula per hit ungan
A
Energetik
1
Rata-rata energi akustik, dB
2 3 4
T S = 10 log ó/4ð 5)
Target Strength (dB) Modus TS Densitas Volume
B
Morfometrik
5
Tinggi, m
6
Sv
E 10 log10 ∑ i 1) atau En = 10 10 1) n Nilai TS yang sering muncul5) SA Density (g .m − 3 ) = * 1000 0 .1TS / kg 2 . 1852 .∆ R ) (4π . 10
Tinggi terlihat = (Vertikal akhir − Vertikal awal ) 4) Cγ 2) Tinggi nyata = Tinggi terlihat − 2 Panjangterlihat = ∑ ping.k 2)
Panjang, m
Panjang
7
2)
nyata
= Panjang
terlihat
ϕ 4 − 2 D m tan 2 π
2)
• s el terluar dari kawanan ikan (menggunakan 4
Perimeter
neighbourhood)4) 8
Area, m2
• s el * tinggi 1 s el * panjang 1 s el
9
Elongasi
Elongasi = panjang/tinggi3)
B
Posisi Batimetrik
10
Rata-rata kedalaman kawanan, m
11
Relative Altitude, %
Mean _ depth = R _ Altitude =
∑
(D i ) 1) n
Min . Alt + MaxH / 2 * 100 Depth
Keterangan : dirujuk dari 1)Lawson (2001), 2) Coetzee (2000), (2004), dan
5)
4)
3)
variabel pendukung
3)
4)
Bahri & Freon (2000), Fauziyah
Tabel 5.2 Simbol dan definisi yang digunakan dalam perhitungan Simbol Rata-rata
Definisi Rata-rata nilai Sv adalah intensitas yang direfleksikan oleh
Energi akustik
suatu kelompok single target, dimana target berada pada volume air tertentu (m3) dengan threshold 80 dB. Target Strength digunakan untuk mengetahui ukuran ikan
TS
(satuan dB) dan modus TS digunakan untuk mengetahui nilai TS yang paling sering muncul Densitas
Kepadatan kawanan ikan, SA adalah scattering area dan R
volume
adalah jarak kawanan dalam hal ini adalah tinggi kawanan (satuan ikan/m3).
(Vertakhir-
Vertawal adalah nilai piksel (m) pada titik awal kawanan ikan
Vertawal)
Vertakhir adalah nilai piksel (m) pada titik akhir kawanan ikan
(Cγ/2)
adalah persamaan efek panjang pulsa, dimana C adalah kecepatan sound (m/det) dan γ adalah panjang pulsa (m.det).
k
adalah faktor koreksi, yaitu jumlah meter per ping yang dihitung dari kecepatan kapal (knot) dan laju ping (ping/menit)
2Dm tan(ö/2)
efek lebar sorot (beam) (Diner,1998 diacu dalam Lawson, 2001) dimana Dm adalah rata-rata kedalaman kawanan dan ö adalah s udut antar trandus er dan tepi kawanan diukur saat deteksi pertama. ö s ebagai fungs i nominal s udut s orot dan
perbedaan
antar
rata-rata
densitas
energetik
gerombolan ikan (Sv) dan processing threshold . Faktor koreksi untuk memperkirakan panjang kawanan yang
4/π
dikehendaki (Coetzee, 2000) Area
Luas kawanan ikan
Elongasi
Rasio panjang terhadap tinggi kawanan ikan
Dimensi fraktal
Geometri bangun alam, P adalah perimeter dan A adalah area
Relative altitude
posisi kawanan dalam kolom air (%)
5.3 Analisis Data Analisis statistika digunakan untuk (1) mengelompokkan kawanan ikan lemuru dengan nilai deskriptor akustik dan data tambahan (suhu dan salinitas) berdasarkan ukuran kemiripan (similarity) atau ketakmiripan (dissimilarity), dan 2).
menentukan deskriptor akustik yang berpengaruh terhadap pemisahan kelompok kawanan ikan lemuru. Pada kajian ini lebih difokuskan pada klasifikasi kawanan ikan lemuru ke dalam kawanan sempenit, kawanan protolan, kawanan lemuru, dan kawanan campur. Untuk tujuan tersebut dilakukan Analisis Peubah Ganda (Multivariate Analysis) yang meliputi: analisis gerombol (cluster analysis) dan analisis diskriminan (discriminant analysis).
Program statistik yang digunakan adalah
SPSS 11.5 for Windows. 1) Analisis gerombol (Clustering Analysis) Analisis gerombol digunakan untuk mengelompokkan objek-objek menjadi beberapa gerombol berdasar peubah-peubah yang diamati, sehingga diperoleh kemiripan objek dalam gerombol yang sama dibandingkan antar objek dari gerombol yang berbeda (Siswadi & Suharjo, 1999).
Analisis
gerombol dapat juga dilakukan untuk menggerombolkan peubah-peubah ke dalam suatu gerombol-gerombol peubah berdasarkan koefisien korelasi antar peubah tersebut (Johnson & Wichern, 1998). Secara umum teknik penggerombolan dibagi menjadi 2 yaitu : 5.
Teknik
berhirarki,
yang
dipilah
menjadi
teknik
penggabungan
(agglomerative) dan teknik pembagian (divisive), dan 6.
Teknik tak berhirarki, misalnya teknik penyekatan (partitioning) dan penggunaan grafik (Siswadi & Suharjo, 1999)
Teknik
berhierarki
disajikan
dalam
bentuk
dendrogram
sehingga
penggerombolan akan lebih mudah diidentifikasi dan informatif. Ukuran ketakkemiripan(dissimilarities) antar objek pengamatan adalah jarak antar objek.
Jarak antara dua objek harus didefinisikan sedemikian rupa
sehingga semakin pendek jarak maka semakin kecil ketakmiripannya begitupun sebaliknya.
Nilai ukuran ketakmiripan yang sering digunakan
adalah jarak Euclid bila antar peubah saling bebas atau saling orthogonal, sedangkan jarak mahalanobis digunakan bila semua peubah saling berkorelasi atau tidak saling orthogonal (Johnson & Wichern, 1998). Metode penggabungan yang digunakan antar gerombol berhierarki adalah metode pautan tunggal, pautan lengkap, pautan rataan, terpusat dan ward. Teknik gerombol berhierarki berguna untuk pemisahan kawanan ikan pelagis ke dalam gerombol kawanan sempenit, protolan, lemuru dan campur.
3) Analisis diskriminan (Discriminant Function Analysis) Analisis diskriminan adalah teknik multivariate yang dapat mengklasifikasikan spesies atau tipe agregasi yang tidak diketahui ke dalam satu kelompok grup diskret. Analisis ini akan menyeleksi (1) deskriptor akustik dan data tambahan yang berpengaruh terhadap pemisahan kelompok kawanan ikan lemuru (sempenit, protolan, lemuru dan campur) dan (2) mengalokasikan suatu kawanan ikan lemuru (baru) ke dalam salah satu kelompok kawanan tersebut. Penggunaan analisis diskriminan ini berhubungan dengan fungsinya, yaitu memberikan nilai-nilai yang sedekat mungkin dalam kelompok dan sejauh mungkin antar kelompok (Siswadi & Suharjo 1999).
Sehingga variabel-
variabel pada kelompok yang berbeda dapat ditentukan. Kelompok yang akan digunakan pada klasifikasi kawanan ikan lemuru adalah kelompok kawanan sempenit, protolan, lemuru dan campur (Gambar 5.3).
Data: Deskriptor akustik Data tambahan
Kelompok: kawanan lemuru, protolan, sempenit & campur
Uji kenormalan ganda Metode plot khi kuadrat
Data menyebar normal
T idak
transformasi
Ya Uji kehomogenan matriks koragam antar dan dalam gerombol
fungsi diskriminan linear
T idak
Fungsi diskriminan kuadratik
Ya Pembuatan Plot
Gambar 5.3 Alur pemrosesan analisis diskriminan kawanan ikan lemuru
5.4 Hasil Data hasil perhitungan program ADA versi 2004 dan data tambahan ditabulasikan pada Tabel 5.3. Tabel tersebut berisikan nilai rataan dari deskriptor akustik kawanan ikan lemuru dan data tambahan (suhu dan salinitas) di perairan Selat Bali. Data tambahan diperlukan untuk mengetahui gambaran kawanan ikan lemuru secara eksternal. Tabel 5.3 Data nilai rataan deskriptor akustik dan data tambahan kawanan ikan lemuru di perairan Selat Bali Deskriptor Variabel Panjang (m) Tinggi (m) Elongasi Area (m2) Perimeter Energi (dB) Mean Depth (m) Rel. Altitude (%) Suhu (oC) Salinitas (o/oo) Densitas (ikan/m3)
Peralihan I Musim Timur Peralihan II Rataan CV Rataan CV Rataan CV 412.32 0.51 154.63 1.26 1147.30 0.60 14.17 0.56 12.13 0.66 9.34 0.37 41.02 0.68 17.58 1.22 135.71 0.68 1135.92 1.21 1000.00 1.51 4291.92 0.61 319.13 0.78 240.99 1.13 682.14 0.93 -61.44 0.06 -53.80 0.16 -58.46 0.06 81.38 0.27 46.08 0.65 83.08 0.48 17.23 0.50 31.87 0.59 30.47 0.55 27.84 0.05 28.67 0.01 23.11 0.19 33.09 0.01 34.16 0.002 33.76 0.005 0.05 0.94 0.67 1.34 0.09 0.55 12 26 12 Jumlah Kawanan (n) Keterangan: Nilai CV merefleksikan koefisen variasi dari rataan.
Gabungan Rataan CV 454.71 1.21 11.95 0.61 51.56 1.33 1822.68 1.24 365.62 1.15 -56.75 0.13 63.43 0.56 28.02 0.62 27.13 0.12 33.81 0.01 0.38 1.85 50
5.4.1 Klasifikasi Kawanan Lemuru dengan Analisis Statistika Tabulasi data kawanan ikan lemuru dari program ADA versi 2004 dan data tambahan, selanjutnya divalidasi secara statistika berdasarkan 2 tahap analisis yaitu: Analisis Gerombol Hasil analisis gerombol berhierarki disajikan dalam bentuk dendogram dapat dilihat pada Gambar 5.3. Jika dendogram tersebut dipotong pada jarak 500 maka terdapat 4 gerombol kelas kawanan ikan lemuru yaitu, kawanan lemuru (30%), kawanan protolan (32%), kawanan sempenit (18%) dan kawanan campuran (20%). Analisis Diskriminan Langkah selanjutnya adalah menganalisis deskriptor akustik yang berpengaruh terhadap klasifikasi 4 kelompok kawanan ikan lemuru. Hasil analisis diskriminan dapat dilihat pada uji kesetaraan (test equality) pada Tabel 5.4.
5.4 0
500
10245
15172
Distance
Tabel 5.4 Uji kesetaraan kelompok Variabel deskriptor Mean depth (m)
Wilks' Lambda 0,371
F 26,002
df1 3
df2 46
Sig. 0,000
Relative altitude (%)
0,507
14,899
3
46
0,000
Energi (dB) Panjang (m)
0,427
20,571
3
46
0,000
0,324
31,999
3
46
0,000
Tinggi (m)
0,979
0,322
3
46
0,809
2
Berdasarkan hasil uji pada Tabel 5.4 dapat
dilihat bahwa seluruh
deskriptor akustik mempunyai nilai p < 0.05 kecuali variabel tinggi.
Hal ini
menunjukkan bahwa hampir seluruh deskriptor akustik dan data tambahan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap klasifikasi kelompok kawanan ikan lemuru. Jika ada kawanan ikan lemuru akan dimasukkan ke dalam salah satu dari 4 (empat) kelas ikan lemuru tersebut maka dapat menggunakan nilai koefisien fungsi klasifikasi dari model standar diskriminan canonical pada Tabel 5.5. Tabel 5.5 Nilai koefisien fungsi klasifikasi dari model standar diskriminan (Fisher's linear discriminant functions) untuk kawanan ikan lemuru Variabel deskriptor
Klasifikasi Kawanan Ikan Lemuru
Akustik & data tambahan Mean depth (m)
Sempenit -3,083
Protolan -3,297
Lemuru -3,501
Campur -3,470
-8,521
-8,831
-9,242
-8,968
-,146
-,162
-,173
-,175
Relative altitude (%) Panjang (m) 0
Suhu ( C) o
Salinitas ( /oo) 3
Densitas Volume (ikan/m ) (Constant)
68,212
70,866
73,629
72,991
1215,189
1212,442
1251,996
1247,888
,036 -20939,405
,035 -20870,528
,037 -22257,015
,043 -22113,791
Tingkat keakuratan data deskriptor akustik dan data tambahan (50 data echogram) yang dijadikan sebagai variabel pada analisis diskriminan dapat dilihat pada Tabel 5.6 tentang hasil klasifikasi kawanan ikan lemuru. Tabel 5.6 menunjukkan bahwa tingkat kesesuaian klasifikasi kawanan sempenit, protolan dan lemuru
sebesar 100% dan kawanan campur sebesar
90%. Artinya dari 10 kawanan campur, 1 kawanan ikan salah klasifikasi ke dalam kawanan lemuru. Adapun kawanan sempenit, protolan dan lemuru tidak terjadi salah klasifikasi.
Tabel 5.6. Hasil klasifikasi kawanan ikan lemuru Klasifikasi kawanan ikan lemuru Sempenit Protolan Lemuru Campur
Klasifikasi kawanan ikan lemuru dari fungsi diskriminan Sempenit Protolan Lemuru Campur 0 0 0 9 (0) (0) (0) (100) 0 0 0 16 (0) (0) (0) (100) 0 0 0 15 (0) (0) (0) (100) 0 0 1 9 (0) (0) (10) (90)
Keterangan: angka dalam tanda kurung adalah %
Jumlah kawanan ikan lemuru 9 (100) 16 (100) 15 (100) 10 (100
Jumlah salah klasifikasi 0 (0) 0 (0) 0 (0) 1 (10)
5.4.2 Dasar Pengelompokkan Deskriptor akustik dan data tambahan sebagai dasar pengelompokan dalam pembuatan kelas klasifikasi kawanan ikan lemuru, secara rinci akan dipaparkan sebagai berikut: (1) Morfometrik kawanan ikan lemuru Elongasi merupakan rasio antara panjang terhadap tinggi kawanan ikan. Nilai elongasi berguna untuk melihat bentuk kawanan ikan lemuru. Klasifikasi bentuk kawanan ikan lemuru adalah oval pipih, oval tebal dan oval lonjong. Elongasi kawanan ikan lemuru secara umum memiliki nilai maksimal 293.7, nilai minimal 0.6 dan nilai rata-ratanya 51.6 (Gambar 5.5). Pada peralihan I dan musim timur bentuk kawanan lemuru adalah oval tebal dan lonjong.
Pada musim
peralihan II berbentuk oval pipih. Perbandingan elongasi antara musim timur dan musim peralihan I adalah sepertujuh dan sepertiga kalinya dibandingkan dengan musim peralihan II. Area dihitung berdasarkan jumlah total luas piksel dalam kawanan ikan lemuru. Klasifikasi area kawanan ikan lemuru adalah sempit, sedang dan luas. Area kawanan ikan lemuru di perairan Selat Bali memiliki nilai maksimal 9335 m2, nilai minimal 59 m2 dan nilai rata-ratanya 1823 m2 (Gambar 5.6). Pada peralihan I dan musim timur area kawanan ikan lemuru adalah sedang dan sempit. Pada musim peralihan II memiliki area yang paling luas. Hasil yang diperoleh menggambarkan bahwa pada musim peralihan II kawanan ikan lemuru yang mempunyai elongasi paling besar pun mempunyai area yang paling luas. Perbandingan area kawanan ikan lemuru pada peralihan II adalah 4 kalinya dari peralihan I dan musim timur. Fenomena diatas menunjukan bahwa area kawanan ikan lemuru akan dipengaruhi oleh dimensi panjang, tinggi dan tingkat kepadatan piksel kawanan.
Musim Timur
Peralihan II
Elongasi
Peralihan I
Kawanan Ikan Lemuru
Gambar 5.5 Elongasi kawanan lemuru di Perairan Selat Bali pada peralihan I, musim timur dan peralihan II Musim Timur
Peralihan II
Area (m2)
Peralihan I
Kawanan ikan lemuru
Gambar 5.6 Area kawanan ikan lemuru di perairan Selat Bali pada peralihan I, musim timur dan peralihan II (2) Batimetrik kawanan ikan lemuru dalam kolom perairan Mean depth atau rata-rata kedalaman kawanan ikan lemuru berguna untuk melihat keberadaan kawanan ikan lemuru pada kolom perairan. Kawanan ikan lemuru rata-rata berada pada kedalaman 63.4m dengan maksimal dan minimal rata-rata kedalaman adalah 147 m dan 13 m (Gambar 5.7). Keberadaan kawanan ikan lemuru dalam kolom perairan tergantung pada musim dan migrasi harian ikan. Pada peralihan I, kawanan ikan lemuru berada pada kedalaman 50-115m. Pada musim timur, kawanan ikan lemuru berada pada
kedalaman 3-30m dan sebagian pada kedalaman 17-80m, dan pada peralihan II, kawanan ikan lemuru berada pada kedalaman 30-140m (terpencar). Musim Timur
Peralihan II
Mean Depth (m)
Peralihan I
Kawanan ikan lemuru
Gambar 5.7 Rata-rata kedalaman kawanan ikan lemuru dalam kolom air di perairan Selat Bali pada peralihan I, musim timur dan peralihan II
Relative altitude atau posisi kawanan ikan dalam kolom air berguna untuk melihat posisi kawanan ikan pada kolom perairan dihubungkan dengan batimetri (dasar perairan). Posisi kawanan ikan lemuru diukur dari permukaan laut sampai dasar perairan dengan satuan persen (%). Posisi kawanan ikan lemuru dalam kolom air dibagi menjadi 3 bagian, yaitu lapisan atas, tengah dan bawah. Posisi kawanan ikan lemuru di perairan Selat Bali maksimum 70%, minimum 5.7% dan umumnya berada pada posisi 28%. Pada peralihan I, posisi kawanan ikan lemuru di lapisan dasar yaitu 6-34% dihitung dari dasar perairan. Musim timur dan peralihan I, posisi kawanan ikan lemuru di lapisan dasar sampai tengah yaitu 6-70%
dan 18-63% dari dasar
perairan (Gambar 5.8). Jika dihubungkan antara relative altitude dengan mean depth dapat dijabarkan sebagai berikut:
musim peralihan I, posisi kawanan ikan lemuru
berada di lapisan dasar perairan dengan kedalaman 50-100 m dari permukaan laut. Musim timur, posisi kawanan ikan lemuru berada di lapisan dasar sampai pertengahan kolom air dengan kedalaman 3-80 m dari permukaan laut sementara musim peralihan II, posisi kawanan ikan lemuru berada di lapisan dasar sampai pertengahan kolom air diberbagai tingkat kedalaman.
Relative altitude (%)
Peralihan I
Musim Timur
Peralihan II
Gambar 5.8 (3)
Posisi kawanan ikan lemuru dalam kolom perairan di Perairan Selat Bali pada peralihan I, musim timur dan peralihan II
Energetik kawanan ikan lemuru Energi akustik kawanan ikan lemuru pada peralihan I berada pada selang
–55 sampai –67 dB. Energi kawanan ikan lemuru pada musim timur berada pada selang –42 sampai –73 dB sedang kawanan ikan lemuru pada peralihan II berada pada selang –55 sampai –65 dB. Berdasarkan Gambar 5.9, klasifikasi kawanan ikan lemuru pada peralihan I mempunyai energi akustik yang lemah dengan rataan (-61) dB dan peralihan II mempunyai energi akustik sedang dengan rataan (-58) dB sementara energi akustik pada musim timur dapat dikelompokkan menjadi 2 yakni kawanan ikan yang memiliki energi akustik sedang (-57 dB) dan energi akustik kuat (-41 dB). Peralihan I
Peralihan II
Energi akustik (dB)
Musim Timur
Kawanan ikan lemuru
Gambar 5.9 Energi kawanan lemuru di Perairan Selat Bali (4). Waktu harian kawanan ikan lemuru Survei akustik pada peralihan I dilakukan pada tanggal 30 April-1 Mei 1999. Musim Timur dilakukan pada tanggal 17-19 Agustus 2000 dan peralihan II dilakukan pada tanggal 11-12 September 1998. Survei akustik dilakukan selama
24 jam pada seluruh survei. Teknik pengambilan data rata-rata dilakukan setiap 6 menit sekali. Pada peralihan I, ikan lemuru membentuk kawanan pada siang hari. Musim timur, ikan lemuru membentuk kawanan pada pagi dan siang hari. Adapun pada peralihan II, kawanan lemuru dapat dijumpai sepanjang hari (Gambar 5.10). Pembentukan kawanan ikan umumnya dipengaruhi oleh: (1). stimuli atau rangsangan dari luar seperti menghindari predator atau mencari lingkungan yang sesuai, (2). stimuli internal seperti memijah, mencari makanan dan sifat/tingkah laku ikan tersebut untuk membentuk kawanan. Peralihan II
Musim Timur
Waktu harian (jam)
Peralihan I
Kawanan ikan lemuru
Gambar 5.10 Waktu harian kawanan lemuru di Perairan Selat Bali (5). Suhu dan salinitas kawanan ikan lemuru Kawanan ikan lemuru akan mencari kisaran suhu dan salinitas yang sesuai pada berbagai kedalaman dan tetap berusaha berada di atas lapisan termoklin. Pada peralihan I, kawanan ikan
lemuru dikategorikan memiliki suhu sedang
(rataan 27.8 oC) dan salinitas rendah (rataan 33.1o/oo).
Pada musim timur,
o
kawanan ikan lemuru memiliki suhu tinggi (rataan 28.7 C) dan salinitas tinggi (rataan 34.1o/oo). Pada peralihan II, kawanan ikan lemuru memiliki suhu rendah (rataan 23.1oC) dan salinitas sedang (rataan 33.8 o/oo) secara lebih rinci dapat dilihat pada Gambar 5.11. Perubahan suhu secara vertikal ini sebagian besar dipengaruhi oleh faktor penaikan massa air (Wudianto, 2001). Pada musim peralihan I terjadi penaikkan massa air dan semakin jelas pada musim timur. Pada musim peralihan II masih terlihat sisa penaikkan massa air.
Gambar 5.11 Sebaran suhu dan salinitas kawanan ikan lemuru di Perairan Selat Bali
Jika dihubungkan dengan keberadaan kawanan ikan lemuru dalam kolom perairan, maka suhu akan menurun seiring dengan bertambahnya kedalaman terutama pada musim peralihan I dan peralihan II.
Pada musim timur, kawanan
ikan lemuru cenderung menempati suhu yang relatif sempit yaitu 28.7 oC. Begitupun
dengan
salinitas.
Salinitas
akan
meningkat
seiring
dengan
bertambahnya kedalaman terutama pada musim peralihan I dan peralihan II. Pada musim timur, kawanan ikan lemuru cenderung menempati salinitas yang relatif sempit yaitu 34.1 o/oo (Gambar 5.12). (6). Densitas kawanan ikan lemuru Densitas volume dihitung berdasarkan nilai rata-rata Sv dengan rata-rata TS-nya pada setiap trace kawanan. Pada musim peralihan I dan II, kawanan ikan lemuru mempunyai densitas rendah dengan rata-rata densitas 0.05 dan 0.09 ikan/m3.
Pada musim timur, densitas rata-ratanya adalah 0.67 ikan/m3.
Bila
diamati lebih lanjut, pada musim timur terdapat 2 kelompok densitas yaitu kawanan ikan yang memiliki densitas sedang dengan nilai kurang dari 0.5 ikan/m3 dan densitas padat dengan nilai diatas 1 ikan/m3 (Gambar 5.13).
Peralihan I
Musim timur
Peralihan II
Gambar 5.12 Sebaran suhu dan salinitas kawanan lemuru terhadap kedalaman di Perairan Selat Bali 4.0
Peralihan I
Musim Timur
Peralihan II
3.5
Densitas (ikan/m3)
3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Kaw anan ikan lemuru
Gambar 5.13 Densitas kawanan ikan lemuru di Perairan Selat Bali Penyebaran ikan secara horisontal dapat dilihat pada Gambar 5.14 – 5.16. Kawanan ikan lemuru pada musim peralihan I (musim paceklik) umumnya berada pada kedalaman lebih dari 200 m di perairan Jawa/Selat Bali bagian barat dan pada kedalaman kurang dari 100 m di perairan Bali/ Selat Bali bagian timur. Ratarata densitas kawanan ikan lemuru adalah 0.05 ikan/m3 seperti pada Gambar 5.14.
Penyebaran ikan pada musim paceklik ini terkait dengan suhu dimana
terjadi penaikan suhu sehingga kawanan ikan mencari kisaran suhu yang sesuai yaitu menuju perairan dalam namun tetap berada di atas termoklin. L I N T A N G S E L A T A
80
LAUT BALI
8012’
Pengambengan 8024’
8036’
8048’
20 m
Tabanan
gs ratu
Muncar 20 m
Badung
Gambar 5.14 Densitas horizontal kawanan ikan lemuru pada peralihan I Kawanan ikan lemuru pada musim timur umumnya menyebar di sekitar perairan pantai Bali yaitu di sepanjang Badung menuju Tabanan pada kedalaman kurang dari 200 m. Di perairan Jawa kawanan ikan lemuru masih berada pada kedalaman lebih dari 200 m. Densitas kawanan ikan lemuru berkisar antara 0-3.5 ikan/m3 seperti pada Gambar 5.15. Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa densitas kawanan ikan lemuru relatif sedang sampai padat. Kawanan ikan lemuru yang terkonsentrasi di perairan sekitar Badung memiliki densitas padat. Kawanan ikan lemuru di perairan Jawa dan perairan Tabanan Bali memiliki densitas rendah. Kawanan ikan pada musim peralihan II (musim ikan) umumnya menuju perairan yang terlindung di Selat Bali yaitu di sepanjang perairan dangkal di Badung terus ke Tabanan menuju Pengambengan. Di perairan Jawa, kawanan ikan lemuru mulai menuju perairan dangkal dekat pantai. Densitas kawanan ikan lemuru berkisar antara 0.01-0.5 ikan/m3 seperti pada Gambar 5.16.
Gambar
tersebut memperlihatkan bahwa densitas kawanan ikan lemuru relatif sedang. Kawanan ikan di perairan Badung dan Tabanan memilki densitas sedang sementara di perairan pengambengan kawanan ikan memiliki densitas jarang. L I N T A N G S E L A T A N
80
LAUT BALI
8012’
Pengambengan 8024’
8036’
20 m
Tabanan
gs ratu
Muncar 20 m
8048’
Badung
200 m SAMUDERA INDONESIA 114024’
114036’
114048’
1150
114012’
BUJUR TIMUR Keterangan :
3
= 0 – 0.01 ikan/m
3
= 0.5 –1 ikan/m3
3
Gambar 5.15 Densitas horizontal kawanan ikan lemuru pada musim timur L I N T A N G S E L A T A N
80
LAUT BALI
8012’
Pengambengan 0
8 24’
8036’
8048’
20 m
Tabanan
gs ratu
Muncar 20 m
Badung
200 m SAMUDERA INDONESIA 114024’
114036’
114048’
1150
114012’
BUJUR TIMUR 3 3 Keterangan : =0– 0.01 ikan/m = 0.5 –1 ikan/m Gambar 5.16 Densitas horizontal kawanan ikan lemuru pada peralihan II 3 = 0.01 –0.1 ikan/m = 1-2.5 ikan/m3 Pergerakan kawanan ikan lemuru3 berdasarkan Gambar 5.14-5.16 = 0.1 – 0.5 ikan/m = > 2.5 ikan/m3 nampaknya dapat dikelompokkan menjadi 2 arah pergerakan yaitu pergerakan
kawanan ikan lemuru dari perairan Bali menuju perairan terlindung dan pergerakan kawanan ikan lemuru dari perairan Jawa menuju perairan terlindung. Pergerakan kawanan ikan lemuru dari perairan Bali pada peralihan I dimulai dari perairan kurang dari 100 m di perairan Tabanan.
Kawanan ikan
lemuru pada musim ini didominasi oleh kawanan protolan. Pada musim timur, kawanan ikan lemuru menuju perairan dangkal dekat pantai mulai dari perairan Badung sampai Tabanan. Kawanan ikan lemuru pada musim ini didominasi oleh kawanan campuran antara lemuru dan sempenit. Pada peralihan II, kawanan ikan lemuru sudah bergerak menuju perairan terlindung yaitu dari perairan Badung, menuju Tabanan sampai Pengambengan. Kawanan ikan lemuru pada musim ini didominasi oleh kawanan protolan dan sempenit. Pergerakan kawanan ikan lemuru dari perairan Jawa pada peralihan I dimulai dari perairan dalam (lebih dari 200m). Kawanan ikan lemuru pada musim ini didominasi oleh kawanan protolan. Pada musim timur, kawanan ikan lemuru
masih berada di perairan dalam. Kawanan ikan lemuru pada musim ini didominasi oleh kawanan lemuru. Pada peralihan II, kawanan ikan lemuru mulai bergerak dari perairan Muncar menuju perairan terlindung. Kawanan ikan lemuru pada musim ini didominasi oleh kawanan sempenit.
5.5 Pembahasan 5.5.1
Klasifikasi kawanan ikan lemuru Ikan lemuru sebagai ikan pelagis kecil mempunyai sifat senang
bergerombol.
Tujuan ikan bergerombol adalah untuk memudahkan mencari
makan, menghindar dari serangan predator dan mencari habitat atau lingkungan yang sesuai (Pitcher & Parrish, 1986). Berdasarkan hasil analisis gerombol, kawanan ikan lemuru dapat diklasifikasikan menjadi 4(empat) kelas ukuran ikan, yaitu kelompok kawanan lemuru (30%), kawanan protolan (32%), kawanan sempenit (18%) dan kawanan campuran (20%). Hasil analisis diskriminan memaparkan bahwa seluruh variabel (deskriptor akustik dan data tambahan) berpengaruh terhadap pembentukan kelas kawanan ikan lemuru kecuali variabel tinggi. Hal ini mungkin disebabkan kisaran tinggi kawanan ikan lemuru relatif sama. Wudianto (2001) menyatakan bahwa tinggi gerombolan ikan lemuru tidak berbeda nyata bagi kedua
pengamatan
(September, 1998 dan Mei, 1999). Nilai koefisien pada Tabel 5.4 menjelaskan fungsi dari klasifikasi kelompok kawanan ikan lemuru. Secara lebih jelas dinotasikan sebagai berikut: F(Lemuru) = -3.501MD - 9.42RA - 0.173Pj + 73.63Suh +1251.996Sal + 0.037D F(Campur) = -3.47MD - 8.968RA - 0.175Pj + 72.99Suh +1247.888Sal + 0.043D F(Sempenit) =-3.083MD - 8.521RA - 0.146Pj + 68.212Suh +1215.2Sal + 0.036D F(Protolan) = -3.297MD - 8.831RA - 0.162Pj + 70.87Suh +1212.44Sal + 0.035D Nilai deskriptor dari kawanan ikan lemuru yang dimasukkan ke dalam salah satu fungsi tersebut akan memperoleh kisaran nilai 0-1.
Nilai yang
cenderung bernilai 1 (satu) dapat dimasukkan ke dalam kelompok kawanan lemuru x dan nilai yang cenderung bernilai 0 (nol) dapat dimasukkan ke dalam salah satu fungsi lainnya. Berdasarkan hasil analisis gerombol dan diplotkan dengan musim, kawanan ikan lemuru juga dapat diklasifikasikan menjadi 3(tiga) kategori yaitu musim peralihan I didominasi oleh kawanan protolan, musim timur didominasi oleh kawanan lemuru (57.7%) dan campuran (38.5%) sedang musim peralihan II didominasi kawanan sempenit (67%) dan protolan (33%).
Hasil penelitian ini
sesuai dengan hasil pengamatan Dwiponggo (1982) menyatakan bahwa pada bulan September yaitu permulaan dari musim ikan, ’lemuru’ kecil atau ’semenit’ telah mulai nampak di bagian Utara dari Selat.
Begitupun dengan Wudianto
(2001) yang mengemukakan bahwa pada peralihan I, ikan lemuru memiliki ukuran yang lebih besar antara 12-20 cm dan pada peralihan II, ikan lemuru memiliki ukuran yang masih kecil (sempenit). Hasil
klasifikasi menunjukkan
bahwa
98% [([9+16+15+9]/50)x100]
kawanan ikan lemuru yang diteliti dapat diklasifikasikan dengan benar, sedang sisanya mengalami salah klasifikasi. Kawanan ikan lemuru yang diklasifikasikan dengan benar menunjukkan bahwa kawanan ikan lemuru di perairan Selat Bali dapat diklasifikasikan berdasarkan ukuran ikan menggunakan deskriptor akustik dan data tambahan. Faktor internal pembentukan kawanan ikan lemuru Pada musim peralihan I, kawanan ikan lemuru berbentuk oval tebal dengan luasan sedang. Menjelang musim timur, bentuk kawanan ikan mengecil (luasan sempit) yakni oval lonjong dan pada musim peralihan II, bentuk kawanan ikan lemuru melebar berbentuk oval pipih dan oval tebal dengan area yang besar. Fenomena diatas sesuai dengan hasil pengamatan kawanan ikan sardine di Jepang yang sangat tergantung musim. Pada musim dingin (posisi termoklin agak dalam), kawanan ikan sardine menjadi menebal ke bawah, sebaliknya pada musim panas (posisi termoklin lebih dangkal) kawanan ikan menjadi melebar dan pipih (Inagake & Hirano, 1983). Kejadian ini dapat uraikan sebagai berikut: pada perairan tropis, saat terjadi penaikan massa air (peralihan I dan musim timur), kawanan ikan lemuru membentuk small school sebagai strategi mengatasi kisaran suhu yang sempit dan saat penaikan massa air tinggal sisa-sisa (peralihan II), kawanan ikan lemuru membentuk large school sebagai upaya mengatasi kisaran suhu yang relatif dingin. Rata-rata panjang kawanan ikan lemuru di perairan Selat Bali adalah 454 m. Rata-rata panjang kawanan ikan pada Peralihan II mencapai 1147 m dan ratarata panjang kawanan ikan pada musim timur hanya 154 m. Sebagai pembanding kawanan ikan herring di Gratangan Fjord Norwegia mencapai panjang 5.5 km (Maclennan & Simmonds, 1992). Berdasarkan hasil pengamatan dengan teknik hidroakustik menunjukkan bahwa pada musim peralihan I (30 April - 1 Mei tahun 1999), kawanan ikan lemuru (protolan) berada di lapisan dasar perairan pada kedalaman 80 m dan
terkonsentrasi di perairan dalam (perairan Jawa) dan perairan dangkal (perairan Bali) diduga untuk melakukan pemijahan. Kawanan protolan merupakan lemuru dengan ukuran sedang (11-15 cm) memiliki bentuk dan ukuran sedang (elongasi 54 dan area 1844 m2). Protolan merupakan ikan remaja dari ikan lemuru. Pada masa ini, kawanan ikan mulai membentuk diri, mencari pasangan dan awal matang gonad.
Penelitian ini memperkuat hasil penelitian Merta (1992) yang
menduga pada bulan Mei-Juli ikan lemuru melakukan pemijahan dan untuk memenuhi kebutuhan lingkungan yang sesuai, ikan lemuru beruaya ke perairan yang agak dalam. Panjang ikan lemuru pada kematangan gonadnya yang pertama rata-rata 18.04 cm. Mendekati musim timur (17-18 Agustus tahun 2000), kawanan campur (lemuru dan sempenit) menuju perairan dangkal yaitu di perairan Badung dan perairan Tabanan-Bali untuk mencari makan (pada musim ini kelimpahan plankton cukup tinggi). Kawanan campuran ini berada di pertengahan kolom perairan pada kedalaman 20 m. Kawanan lemuru berada di perairan dalam (perairan Jawa). Kawanan lemuru berada di lapisan dasar perairan pada kedalaman 50 m (umumnya lemuru dewasa).
Kawanan lemuru ini diduga akan melakukan
pemijahan sesuai dengan hasil penelitian Merta (1992) yang menyatakan bahwa ikan lemuru di Selat Bali mempunyai musim pemijahan yang panjang, diperkirakan mulai bulan Mei dan puncaknya bulan Juli, dan memanjang sampai bulan Agustus atau September. Kawanan lemuru dewasa lebih banyak membentuk kawanan kecil (elongasi 21 dan area 763 m2), Hal ini berhubungan dengan tingkah laku dan hubungan memijah dalam kelompok. Namun jika kawanan lemuru ini bercampur, cenderung membentuk kawanan yang lebih kecil lagi (elongasi 12 dan area 647 m2). Hal ini berhubungan dengan ketersediaan makanan. Pada musim timur tersedia makan melimpah (plankton) sehingga kawanan ikan lemuru dengan berbagai ukuran berkumpul untuk mencari makan. Pada peralihan II (11-12 September tahun 1998), kawanan ikan lemuru bergerak menuju perairan dangkal yang terlindung (perairan Badung, Tabanan, Pengambengan dan Muncar) untuk pembesaran. Kawanan sempenit ini berada di dekat dasar perairan pada kedalaman 100 m dan sisanya (protolan) berada di pertengahan kolom perairan pada kedalaman 40 m. Kawanan sempenit merupakan ikan lemuru dengan ukuran paling kecil (kurang dari 11 cm) namun membentuk kawanan dengan bentuk dan ukuran yang paling besar (elongasi 170 dan area 5161 m2). Hal ini merupakan taktik sempenit
menghindar dari serangan predator.
Ukuran kecil merupakan mangsa yang
empuk bagi predator sehingga besarnya ukuran dan bentuk kawanan diperlukan untuk pertahanan diri. Energi akustik mempengaruhi densitas kawanan.
Kawanan lemuru
(musim timur) memiliki energi akustik sedang maka densitasnya sedang. Kawanan sempenit memiliki energi akustik yang lemah maka densitasnya pun rendah.
Kawanan protolan (musim peralihan I dan II) memiliki energi akustik
lemah sampai sedang maka densitasnya pun sama. Hal yang menarik justru diperoleh saat kawanan ikan lemuru tersebut bercampur. Energi akustiknya jauh lebih kuat dibandingkan kawanan yang tidak bercampur dan densitasnya mengikuti energi akustik yang dipantulkannya. Faktor eksternal pembentukan kawanan ikan lemuru Ikan lemuru akan membentuk kawanan di lapisan dasar perairan pada siang hari, begitu menjelang malam hari ikan lemuru akan berpencar menuju permukaan perairan dan tidak membentuk kawanan. Pada kondisi seperti ini ikan lemuru sukar untuk dideteksi bentuk kawanannya seperti yang dikemukakan Laevastu & Hayes (1982) yakni ikan pelagis biasanya bergerak ke dekat permukaan saat menjelang malam hari dan menuju perairan yang agak dalam menjelang siang. Barange & Hampton (1997) menyatakan bahwa jenis ikan anchovy dan pilchard yang tergolong kelompok clupeid membentuk kawanan padat pada waktu siang hari. Hal ini diperkuat Coetzee, 2000 menyatakan bahwa kawanan sardine dapat dibedakan bentuk kawanannya pada siang hari dan cenderung menyebar di lapisan-lapisan permukaan pada malam hari sehingga sulit untuk dideteksi bentuk kawanannya. Ikan lemuru merupakan jenis ikan pelagis yang sering melakukan migrasi dalam bentuk kawanan sehingga dalam siklus hidupnya dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
Suhu dan salinitas berperan sebagai faktor pembatas dalam
kehidupannya. Pada saat terjadi perubahan suhu dan salinitas maka kawanan ikan lemuru akan mencari kisaran suhu dan salinitas yang sesuai. Toleransi suhu bagi kawanan ikan lemuru
adalah 16-29oC, dengan jarak toleransi mencapai
13oC. Musim peralihan I (musim kemarau) dimana kisaran suhu cukup tinggi maka kawanan ikan lemuru cenderung menuju ke perairan yang lebih dalam. Pada musim ini terjadi penaikan massa air yang cukup tinggi sehingga suhu dan salinitas optimum bagi kawanan lemuru pada saat tersebut adalah 27.8oC dan 33.1o/oo. Pada musim timur, kenaikan massa air semakin jelas sehingga kawanan lemuru menempati kisaran suhu dan salinitas yang relatif sempit yaitu 28.7oC dan
34.1o/oo. Pada peralihan II, hanya tinggal sisa-sisa penaikan massa air sehingga kawanan lemuru menempati kisaran suhu dan salinitas relatif longgar yaitu 2127oC dan 33.7o/oo. Suhu merupakan faktor penting bagi ikan lemuru. Kawanan ikan lemuru di perairan Selat Bali cenderung melakukan pemijahan ataupun mencari makan pada kisaran suhu 28-29 oC dan mencari daerah terlindung untuk pembesaran pada kisaran suhu 21-27 oC. Kawanan lemuru umumnya berada pada suhu 29 oC, kawanan protolan memiliki kisaran suhu optimum 27-28 oC dan kawanan sempenit memiliki suhu optimum 21 oC. Kepadatan kawanan ikan lemuru terkait dengan kelimpahan plankton (musim timur).
Berdasarkan hal tersebut maka, suhu
berpengaruh secara langsung terhadap aktifitas dan siklus hidup kawanan ikan lemuru dan berpengaruh tidak langsung pada kepadatan kawanan ikan lemuru. Fenomena diatas agak berbeda dengan hasil pengamatan Wudianto (2001) yang menunjukkan bahwa meningkatnya kelimpahan ikan lemuru seiring dengan menurunnya nilai suhu dan meningkatnya kelimpahan fitoplankton.
Kejadian
diatas dimungkinkan karena suhu pada penelitian ini adalah kisaran suhu kawanan ikan lemuru bukan kisaran suhu perairan secara vertikal ataupun horisontal. 5.5.2 Karakteristik kawanan ikan lemuru Hasil pengamatan dengan teknik hidroakustik menunjukkan bahwa karakteristik kawanan ikan lemuru ternyata bervariasi pada ketiga musim pengamatan seperti disajikan pada Gambar 5.17. Musim peralihan I (30 April - 1 Mei tahun 1999) adalah musim paceklik yang merupakan masa peralihan antara musim barat dan musim timur. Karakteristik kawanan ikan lemuru pada peralihan I adalah sebagai berikut: kawanan lemuru berukuran 11-15 cm (kawanan protolan) berbentuk oval tebal dengan area yang sedang, kawanan ikan berada pada lapisan dasar perairan dengan kedalaman sekitar 50-100m dari permukaan laut, suhu optimum bagi kawanan ikan adalah 27oC, kepadatannya rendah/ jarang, membentuk kawanan pada siang hari, dapat ditemui di perairan dalam (perairan Jawa) dan perairan dangkal (perairan Bali). Kawanan ikan lemuru yang mendominasi musim timur (17-18 Agustus tahun 2000) adalah kawanan lemuru dan kawanan campuran.
Karakteristik
kawanan lemuru adalah sebagai berikut: kawanan ikan berukuran lebih dari 15 cm (kawanan lemuru) berbentuk oval lonjong dengan area yang sempit, umumnya berada pada lapisan dasar perairan dengan kedalaman sekitar 10-75m dari
permukaan laut, suhu optimum bagi kawanan ikan adalah 29oC, kepadatannya sedang, membentuk kawanan pada pagi sampai siang hari, sebagian dapat ditemui di perairan dalam yaitu di perairan Jawa dan lainnya menuju perairan dangkal di perairan Tabanan-Bali. Sedangkan karakteristik kawanan campuran adalah sebagai berikut: kawanan ikan bercampur antara lemuru, protolan maupun sempenit. Kawanan berbentuk oval lonjong dengan area yang sempit, kawanan berada pada pertengahan kolom perairan dengan kedalaman sekitar 10-30m dari permukaan laut, suhu optimum bagi kawanan ikan adalah 29oC, kepadatannya tinggi, membentuk kawanan yang kompak pada siang hari, terkonsentrasi di perairan dangkal (perairan Badung menuju Tabanan-Bali). Musim peralihan II (masa peralihan antara musim timur dan musim barat) adalah musim panen ikan lemuru bagi nelayan setempat. Kawanan ikan yang mendominasi musim peralihan II adalah kawanan sempenit dan protolan. Karakteristik kawanan sempenit adalah sebagai berikut: kawanan ikan berukuran kurang dari 11 cm, berbentuk oval pipih dengan area yang paling luas, kawanan berada pada lapisan dasar perairan dengan kedalaman sekitar 50-100m dari permukaan laut, suhu optimum bagi kawanan ikan adalah 21oC, kepadatannya rendah, membentuk kawanan secara kompak sepanjang hari, sebagian dapat ditemui di perairan Jawa dan sebagian lainnya menuju perairan dangkal di daerah Pengambengan-Bali.
Adapun kawanan protolan berbentuk oval tebal dengan
area yang sedang, kawanan berada di tengah kolom perairan dengan kedalaman sekitar 30-50m dari permukaan laut, suhu optimum bagi kawanan ikan adalah 27oC, kepadatannya sedang, membentuk kawanan pada sore sampai malam hari, terkonsentrasi di perairan Badung menuju perairan Tabanan. Peralihan I
Musim Timur
Peralihan II
Permukaan air Campur 48%
83% 50m
62 % Protolan
82% Lemuru
73%
Protolan Sempenit
100m
Dasar perairan
150m
Deskripsi o
Suhu ( C) o Salinitas ( /oo) Waktu Elongasi 3 Area (m ) Energi (-dB) 3 Densitas (ikan/m )
Peralihan I Protolan 27.8 33.1 Siang 41 1136 (-61.4) 0.05
Musim Timur Lemuru Campur 28.6 28.8 34.2 34.1 Pagi-siang Siang 20.5 11.7 763 647 (-57.4) (-46.1) 0.16 1.5
Peralihan II Protolan Sempenit 26.9 21.2 33.6 33.8 Sore-malam Pagi-malam 67.5 169.8 2552 5161 (-56.1) (-59.6) 0.13 0.075
Gambar 5.17 Karakteristik kawanan ikan lemuru di Perairan Selat Bali Berdasarkan karakteristik kawanan ikan lemuru, maka dapat diperkirakan lokasi dan waktu penangkapan lemuru secara efektif dan efisien namun perlu diperhatikan pengalokasian lemuru untuk kelestariannya. Arah pergerakan kawanan ikan lemuru di perairan Bali dan perairan Jawa, nampaknya terjadi perbedaan waktu pertumbuhan. Hal ini terlihat dari ukuran tubuh ikan lemuru. Di perairan Jawa pada peralihan I (akhir bulan April), kawanan ikan yang mendominasi adalah protolan.
Pada musim timur (bulan Agustus),
kawanan ikan yang mendominasi adalah lemuru.
Pada peralihan II (bulan
September), kawanan ikan yang mendominasi adalah sempenit. Di perairan Bali pada peralihan I, kawanan ikan yang mendominasi adalah protolan. Pada musim timur, kawanan ikan yang mendominasi adalah campuran (lemuru dan sempenit). Pada peralihan II, kawanan ikan yang mendominasi adalah sempenit dan protolan. Bila dibandingkan kawanan ikan lemuru di perairan Jawa dan Bali maka kawanan ikan lemuru di perairan Bali lebih cepat pertumbuhannya dibandingkan kawanan ikan lemuru di perairan Jawa.
5.6 Kesimpulan Deskriptor akustik dapat dijadikan dasar dalam klasifikasi spesies kawanan ikan lemuru. Hal ini ditunjukkan dari hasil analisis gerombol bahwa kawanan ikan lemuru dapat diklasifikasikan berdasarkan ukuran ikan dan musim yakni: pada musim peralihan I didominasi kawanan protolan, musim timur didominasi kawanan lemuru dan campuran dan musim peralihan II didominasi kawanan sempenit dan protolan. Hasil analisis diskriminan menunjukkan bahwa seluruh deskriptor akustik merupakan faktor penentu dalam pembuatan kelas kawanan lemuru, kecuali variabel tinggi. Analisis ini juga menunjukkan bahwa data tambahan (suhu dan salinitas) berpengaruh terhadap klasifikasi kawanan ikan lemuru. Hasil klasifikasi
menunjukkan bahwa 98% kawanan ikan lemuru di perairan Selat Bali dapat diklasifikasikan dengan benar berdasarkan ukuran ikan. Karakteristik kawanan ikan lemuru pada peralihan I adalah sebagai berikut: kawanan lemuru berukuran 11-15 cm, berbentuk oval tebal dengan area yang sedang. Kawanan ikan berada pada lapisan dasar dengan kedalaman sekitar 80 m. Berdensitas rendah dan membentuk kawanan pada siang hari dengan suhu 27oC. Kawanan ikan berada di perairan Jawa dan Bali diduga untuk melakukan pemijahan. Karakteristik kawanan ikan lemuru pada musim timur adalah sebagai berikut: kawanan ikan lemuru didominasi oleh kawanan lemuru dan campuran. Kawanan lemuru berukuran lebih dari 15 cm berbentuk oval lonjong dengan area yang sempit. Kawanan ikan berada pada lapisan dasar perairan dengan kedalaman sekitar 50 m. Berdensitas sedang dan membentuk kawanan pada pagi sampai siang hari dengan suhu 29oC. Kawanan ini terkonsentrasi di perairan dalam (perairan Jawa). Adapun karakteristik kawanan campuran adalah sebagai berikut:
kawanan ikan bercampur antara lemuru dan sempenit.
Kawanan
berbentuk oval lonjong dengan area yang sempit. Kawanan ikan berada pada pertengahan kolom perairan dengan kedalaman sekitar 20 m. Berdensitas tinggi dan membentuk kawanan yang kompak pada siang hari dengan suhu 29oC. Kawanan ini terkonsentrasi di perairan dangkal (perairan Badung dan Tabanan) menuju perairan terlindung. Kawanan ikan yang mendominasi musim peralihan II adalah kawanan sempenit dan protolan. Karakteristik kawanan sempenit adalah sebagai berikut: kawanan ikan berukuran kurang dari 11 cm, berbentuk oval pipih dengan area yang paling luas.
Kawanan ikan berada pada lapisan dasar perairan dengan
kedalaman sekitar 100 m. Berdensitas rendah dan membentuk kawanan secara kompak sepanjang hari dengan suhu 21oC. Kawanan ini berada di perairan Jawa dan di perairan Bali, sedangkan kawanan protolan berbentuk oval tebal dengan area yang sedang.
Kawanan ikan berada di tengah kolom perairan dengan
kedalaman sekitar 40m. Berdensitas sedang dan membentuk kawanan pada sore sampai malam hari pada suhu 27oC. Pergerakan kawanan ini dimulai dari perairan Badung menuju Tabanan untuk mencari daerah terlindung.
Pustaka
Bahri, T., and Freon, P. 2000. Spatial structure of coastal pelagic schools descriptors in the Mediterranean Sea. Fisheries Research, 48: 157-166. Barange, M., and Hampton, I. 1997. Spatial structure of co-occuring anchovy and sardine population from acoustic data implication for surveys design. Fisheries oceanography, 6(2): 94-108. Coetzee, J. 2000. Use of a shoal analysis and patch estimation system (SHAPES) to characterise sardine schools. Aquatic Living Resources, Vol 13 (1):1-10. Dwiponggo, A., dan Subani, W. 1971. Masalah perikanan lemuru dan bagan di Selat Bali. LPP 1/7. Laporan Penelitian Perikanan Laut, (1): 92-122. Iida, K., Mukai, T., and Hwang, D.J. 1999. Target strength measurement of live fish using a net cage. Proceeding of the 3rd JSPS International Seminar on Fisheries Science in Tropical Area. Bali Island-Indonesia. Inagake, D., and Hirano, T. 1983. Vertical distribution of the japanese sardine in relation to temperature and thermocline at the purse seine fishing grounds east of Japan. Bulletin Japan Society Fisheries, 49(10): 1533-1539. Johnson, R.A., and Wichern, D.W. 1998. Applied multivariate statistical analysis, 4th edition. New Jersey: Prentice-Hal. Laevastu, T., and Hayes, M.L. 1982. Fisheries oceanography and ecology. Fishing News Books Ltd. Farnham, Surrey, England. 199p. Lagler, K.F., Bardach, J.E., and Muller, R.R. 1962. Ichtiology. John Wiley and Sons, Inc. New York. London. 432-433. Lawson, G.L., Barange, M., and Freon, P. 2001. Species identification of pelagic fish schools on the South African continental shelf using acoustic descriptors and ancillary information. ICES Journal of Marine Science, 58:275-287. LeFeuvre, Rose, G.A., Gosine, R., Hale, R., Pearson, W., and Khan, R. 2000. Acoustics species identification in the Northwest Atlantic using digital image processing. University Newfoundland Canada.14p. Ludwig, A.L., and Reynolds, J.F. 1988. Statistical ecology: A primer on methods and computing. A Wiley-Interscience Publication. John Wiley & Sons. Merta, I.G.S. 1992. Dinamika populasi ikan lemuru Sardinella lemuru bleeker, 1853 di perairan Selat Bali dan alternatif pengelolaannya. Disertasi (tidak dipublikasikan) Program Pascasarjana IPB. Bogor. Xvr + 201 hal. Pitcher, T.J., and Parrish, J.K. 1983. Behavior of teleost fishes, 2nd Edition. Chapman & Hall, London. 295-337.
Richards, L.J., Kieser, R., Timothy, J.M., and Candy, J.R. 1991. Classification of fish assemblages based on echo integration surveys. Canadian Journal Fish Aquatics Science, Vol. 48: 1264-1272. Rose, G.A., and Leggett, W.C. 1988. Hydroacoustic signal classification of fish school by species. Canadian Journal of Fisheries and Aquatic Science, 45: 597-604. Siswadi dan Suharjo, B. 1999. Analisis eksplorasi data peubah ganda. Jurusan Matematika dan FMIPA-IPB. Bogor. 87 hal. Wudianto. 2001. Analisis sebaran dan kelimpahan ikan lemuru (Sarinella lemuru Bleeker,1853) di perairan Selat Bali; kaitannya dengan optimasi penangkapan. Disertasi (tidak dipublikasikan). Program Pascasarjana IPB. Bogor.