Model Jaringan dalam Analisis Media Peluang Eksploitasi Studi Kultural pada Sifat Skala Topologi Tekstual Hokky Situngkir [
[email protected]] Dept. Computational Sociology – Bandung Fe Institute Research Fellow di Surya Research International – Indonesia Abstract The paper elaborates the linguistic network model based on the word frequency in corpus or any textual artifacts as an alternative way to extract information may laid upon a lot of texts conventionally observed in standard qualitative methods. The basic measurement is made upon the word frequencies and their interconnectedness in a corpus/corpora. The paper discusses some statistical properties of the emerged weighted graph and elaborates some possible ways to exploit some interesting features that can be obtained. The discussions focus on proposing the method in media and further textual analysis . We use two source of data that shows interesting statistcal aspects: the collections of a national newspaper headlines and a collection of spontaneous short messages of cellular network from television viewer in a nationally broadcasted news program. Keywords: text and media analysis, cultural studies, linguistic network model. 1
0. Pendahuluan Harus diakui bahwa masyarakat modern tak dapat dipisahkan dari berbagai teks yang mengandung berbagai hal informatif dari kontekstualisasi kehidupan modern itu sendiri. Kita telah terbiasa berinteraksi dengan berbagai artifak kehidupan modern berupa teks, mulai dari novel, komik, surat kabar, hingga teks‐teks dalam media audio visual seperti lirik lagu, puisi dan juga pembacaan berita di televisi. Studi kultural1 seringkali dikaitkan dengan penelaahan akan teks‐teks tersebut, yang menyebabkan adanya kedekatan studi hermenutika dan kajian berbagai aspek bahasa (termasuk tentunya linguistik) ke dalam kajian studi budaya [19]. Studi kultural dan analisis konstruksi makna dalam masyarakat modern melalui teks mengakibatkan pentingnya kita memiliki berbagai perangkat untuk memahami teks. Kajian teks penting secara metodologis karena teks‐teks membentuk dan menjadi salah satu tempat observasi kita atas struktur, relasi dan proses sosial. Secara historis, analisis terhadap teks memiliki arti penting dengan memahami teks‐teks yang berkembang di masyarakat sebagai barometer dari berbagai dinamika sistem sosial dan seringkali pula digunakan sebagai indikator dinamis dari adanya perubahan sosial. Secara politis, analisis teks juga memiliki arti penting karena dengan penelaahan yang mendalam atas teks memberikan pengertian akan berbagai proses sosial politik dan bagaimana politika memberikan pengaruh bagi kehidupan bermasyarakat [8]. Dalam kajian budaya, demand pendekatan transdisiplin sangatlah tinggi dengan pendekatan multiperspektif yang melingkupi penyelidikan atas berbagai obyek budaya dengan memperhatikan dimensi produksi dan budaya ekonomi politik, analisis teks dan kritik atas artifak tekstual tersebut, termasuk penyelidikan terhadap penerimaan informasi dari audiens yang mengkonstruksi budaya [9, 11]. Tendensi transdisiplin ini mendorong akuisisi dan eksploitasi berbagai metode yang berkembang bahkan di dunia sains alam (natural sciences) jika memungkinkan untuk berkontribusi di dalam berbagai kajian dan studi budaya/kultural. Kompleksitas budaya merupakan sebuah konsep yang dapat diterima oleh hampir seluruh kalangan ilmu pengetahuan. Budaya manusia, atau secara spesifik budaya modern dengan segala konstruksi sosial yang bertalian dengan teks‐teks di dalamnya, merupakan sistem yang tidak sederhana. Pendekatan komprehensif lintas disiplin menjadi tak sekadar perlu demi perolehan pengetahuan secara maksimal agar kita (tanpa peduli atas landasan motif dan ideologi di belakangnya) dapat menjinakkan kompleksitas dari aspek budaya tersebut. Tatkala pendekatan akan teks, terlebih secara khusus studi linguistik, jarang mengalami pengembangan dalam pendekatan kuantitatif [12], berbagai pendekatan yang berkaitan dengan implementasi dan akuisisi model kompleks terhadap sistem sosial telah mewarnai perkembangan dunia ilmu pengetahuan sosial. Studi yang dilakukan G. K. Zipf [23], misalnya, dikaitkan dengan upaya manusia dalam optimisasi dalam berkomunikasi melalui tendensi perilaku usaha terkecil yang digambarkan dalam persistensi kemunculan hukum pangkat Zipfian dalam teks hingga berbagai macam bahasa [17]. Makalah ini memiliki motivasi memberikan gambaran bagaimana kita dapat mengakuisisi sebuah pemodelan atas sistem jaringan kompleks (complex network) untuk meng‐observasi teks dengan studi kasus pemberitaan media massa cetak. Model ini dikenal sebagai model graf dengan topologi dunia kecil (small world network) yang telah memberikan banyak kontribusi dalam upaya kontemporer memahami kompleksitas sistem mulai dari jaringan molekuler struktur protein hingga jaring sosial dalam keterhubungan kolaborasi aktris dan aktor dalam dunia sinematografi bahkan atlit dalam dunia olahraga [1, 2, 18, 20]. Berbagai data dalam observasi terhadap sistem sosial berbentuk teks dalam berbagai media, mulai dari surat kabar hingga pesan singkat (short message service), dan model yang ditunjukkan pada makalah ini dapat menjadi dasar dalam pemodelan data‐ data berbahasa natural tersebut.
1
Pada makalah ini, peristilahan dengan frasa “studi kultural” dan “kajian budaya” dapat dipertukarkan penggunaannya yang dikaitkan dengan tren studi transdisiplin ilmu sosial kontemporer cultural studies sebagaimana dirintis oleh Birmingham Cultural Studies [10]. 2
Makalah disusun dalam struktur sebagai berikut. Bagian selanjutnya mendiskusikan tentang arti pentingnya analisis teks pada media dan melakukan review singkat atas studi linguistik yang berkenaan dengan topologi jaring kompleks bertopologi dunia kecil ini. Bagian‐bagian berikutnya diisi dengan observasi atas headline pemberitaan salah satu surat kabar ternama di tanah air dan analisis serupa digunakan pula untuk mengkestrak informasi dari pesan‐pesan singkat yang dikirimkan secara interaktif oleh pemirsa sebuah televisi berita di Indonesia untuk sebuah kasus yang hangat ketika makalah ini dituliskan. 2. Linguistik dan Sifat Skala Model yang kita bangun secara sederhana berkeinginan untuk menggambarkan penggunaan kata sebagai elemen terkecil dari teks2 dalam bentuk graf atau jaringan. Penggunaan model ini telah dirintis penggunaannya (dengan cara yang berbeda), misalnya dalam [5, 6], untuk menggunakan analisis teks dan representasi statistiknya dalam pengamatan sistem sosial kompleks. Beberapa pendekatan terdahulu [4, 7, 13] telah pula memeriksa dan membuktikan secara demonstratif persistensi sifat topologi dunia kecil dalam jaringan kata‐kata dalam diskusi linguistik. Sebagaimana diungkapkan oleh pionir analisis frekuensi penggunaan kata dalam korpus, G. K. Zipf [23], manusia berupaya untuk memperkecil usaha dalam mengkomunikasikan gagasan sehingga terdapat kecenderungan bagi penulis/pewarta teks menggunakan perulangan kata sedemikian sehingga secara timbal balik pendengar/pembaca warta teks menggunakan usaha yang minim pula dalam mencerna makna, maka frekuensi penggunaan kata menjadi berulang. Jika kita menganggap penggunaan satu kalimat dalam teks (baik berupa headline surat kabar, newsticker, maupun pesan singkat) sebagai sebuah graf terkoneksi penuh, maka kumpulan kalimat‐kalimat tersebut dapat memberikan sebuah visualisasi graf kepada kita. Sebuah kata dianggap sebagai sebuah node dan keterhubungan antara kata (satu kalimat merupakan satu hubungan) menjadi tepi (edges), maka graf keterhubungan antar konsep dalam jaringan teks dapat dimodelkan sebagai sebuah graf Ω w = ( H w , Ew ) di mana hi ∈ H w , (i = 1, 2,3,..., N ) sebagai himpunan dari N kata yang digunakan dan Ew = {eij } sebagai bentuk keterhubungan antara kata i dan j ketika digunakan dalam sebuah kalimat untuk mengutarakan sebuah pemaknaan realitas. Jika dua kata i dan j masing‐masing digunakan satu kali dalam satu pemaknaan kalimat, maka nilai eij = 1 , sehingga dari sini, kita memiliki matriks berbobot (weighted graph) di mana total kekuatan tepi N
< eij >= ∑ eij
(1)
(2)
i, j
dan N
< hi >= ∑ eij j
di mana < eij > dan < hi > masing‐masing merepresentasikan total penggunaan kata i dan j secara bersamaan dalam kalimat‐kalimat penyusun korpus dan < hi > menunjukkan seringnya kata i digunakan dalam korpus. Besaran terakhir ini sekaligus menunjukkan kekuatan konsep makna yang direpresentasikan oleh kata i tersebut di dalam korpus. 2
Dalam kajian budaya umum, definisi kata “teks” memiliki pemaknaan yang luas. Namun mulai dari bagian ini dan seterusnya, makalah akan menggunakan kata tersebut untuk referen ‘artifak berbentuk tulisan’ berupa korpus (corpus). 3
Dalam makalah ini, kita menggunakan dua data yang ingin diselidiki, yaitu data teks berupa seluruh headline harian KOMPAS mulai dari 1 Desember 2006 hingga 27 Juli 2007. Di samping itu, kita mengobservasi fenomena yang sama pada seluruh pesan pendek (SMS) yang dikirimkan oleh penonton METRO‐TV ketika Editorial MEDIA INDONESIA didiskusikan pada pukul 06.30 WIB pada tanggal 30 Juli 20073. Kedua data ini memiliki sifat‐sifat konstruksi yang sangat berbeda. Data pertama adalah kumpulan judul yang dipilih dan menjadi tajuk utama dari sebuah surat kabar nasional sementara yang berikutnya adalah tanggapan atau respon aktif dari penonton televisi terhadap sebuah pemberitaan atau opini editor dari sebuah surat kabar yang ditayangkan di televisi. Gambar 1 Model graf kata‐kata yang digunakan dalam headline harian Kompas sejak Desember 2006 hingga Juli 2007.
Model jaringan yang dibentuk ditunjukkan pada gambar 1. Perlu dicatat, karena kita ingin analisis kita ditujukan untuk menggunakan metodologi ini melihat pola pemaknaan yang ter‐ representasi dari penggunaan kata, maka kata‐kata yang sensitif terhadap tata bahasa, seperti kata sambung, kata sandang, kata keterangan, kita hilangkan dari korpus yang ingin kita observeasi. Hal ini tentunya akan memperjelas keterhubungan antara satu konsep dengan konsep lain yang ditunjukkan dengan penggunaan kata‐kata tertentu di dalam korpus. Sebuah sifat menarik dari model jaringan ini adalah adanya sifat skala ditemukan dalam peluang keterhubungan antara satu kata dengan kata lain. Distribusi peluang satu kata terhubungan dengan kata lain menunjukkan adanya sifat skala (hukum pangkat) sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2. Dari sini, kita dapat menulis sifat skala kita pada peluang keterhubungan antara satu konsep baru dengan jaringan konsep lama yang menyusun graf, p(k ) ~ k − β (3) 3
Pesan pendek ini di‐upload setiap hari di situs Harian Media Indonesia, URL: http://www.media-indonesia.com/ 4
di mana k adalah nilai keterhubungan antara satu kata dengan lain. Gambar 2 Sifat skala pada topologi headline harian Kompas dan SMS penonton Bedah Editorial Metro TV. Perhatikan bahwa SMS pemirsa Metro TV merupakan korpus kumpulan SMS dari ratusan pengirim pesan singkat sementara headline Kompas merupakan korpus dari tim pemberitaan editorial sebuah lembaga pemberitaan.
Hal ini menunjukkan satu kata akan cenderung terhubung dengan kata lain dengan sifat skala: satu kata baru yang ingin digunakan dalam penyusunan satu kalimat baru cenderung terhubung dengan kata lain yang sering digunakan dalam totalitas korpus tersebut. Satu kata (baca: konsep) menjadi sangat terhubung dengan banyak konsep lain dan kata yang dominan tersebut secara mendasar menunjukkan pola tematikal pemaknaan konsep secara umum dari korpus. Membaca [4, 17], kita dapat memahami bahwa seandainya berbagai kata yang sensitif terhadap gramatika kita sertakan dalam analisis, maka kata‐kata tersebut akan menjadi kata‐kata paling dominan dalam model graf kita. Namun dengan menghilangkan kata‐kata yang secara individual tidak memiliki makna/konsep tersebut, maka kata yang dominan dalam jaringan linguistik kita memiliki pemaknaan yang secara logis berkenaan dengan tematika teks atau korpus secara umum. Frekuensi penggunaan kata secara bersamaan dalam satu kalimat juga perlu diperhatikan, mengingat bahasa Indonesia merupakan salah satu bahasa yang sangat rentan dengan frasa atau pemknaan dengan menggunakan dua kata atau lebih sekaligus. Sangat menarik karena analisis distribusi terhadap bobot tepi jaringan kita, juga menunjukkan sifat skala juga. Hal ini ditunjukkan pada gambar 3. Distribusi peluang penggunaan dua kata (bobot tepi) secara bersamaan dapat dituliskan sebagai, (4) p ( k w ) ~ k w −α dengan kw merupakan bobot dari tepi. Dua hal ini merupakan pola yang sangat menarik dari dua data teks yang sangat berbeda. Tajuk Harian Kompas tentunya adalah pemberian judul dari artikel utama (halaman depan) dari setiap penerbitan yang disusun oleh sebuah tim editorial dengan memperhatikan berbagai aspek dalam pemilihan katanya [cf. 10], sementara korpus pesan singkat tersusun atas isi berbagai pesan singkat yang dikirim oleh ratusan penonton televisi yang mengomentari sebuah isu yang dibahas. Yang terakhir ini dapat dipahami sebagai bentuk keluaran dari artikulasi semantis masyarakat terhadap sebuah pemberitaan. Dua data yang sangat berbeda ini membrojolkan suatu pola unik yang umum yang sangat menarik untuk dicermati. Penggunaan satu kata dalam satu kalimat baru akan sangat memperhatikan penggunaan kata tersebut sebelumnya
5
yang ditunjukkan dengan peluang penggunaan satu kata yang proporsional dengan nilai kebalikan keterhubungan kata tersebut pangkat sebuah konstanta, α , β ≈ 2 . Gambar 3 Sifat skala pada distribusi bobot tepi keterhubungan antar penggunaan kata berdasarkan frekuensi penggunaan pada headline harian Kompas dan SMS penonton Metro TV.
3. Diskusi : Membaca Surat Kabar Secara sepintas, pada dasarnya cara kita membangun model graf adalah mirip dengan pola graf yang terjadi dalam interkoneksi node‐node dalam jaringan internet di mana posisi keterhubungan antara node yang satu dengan node yang lain terukur dalam besaran sentralitas (centrality)4. Sebuah pengukuran yang kerap digunakan adalah sentralitas vektor eigen hi dari sebuah kata. Keterhubungan tanpa memperhatikan bobot (seperti yang digunakan dalam perhitungan pada persamaan 3, misalnya), sebuah node akan memiliki tingkat sentralitas yang tinggi jika ia memiliki banyak keterhubungan (kata tersebut sering digunakan) atau jarang digunakan, namun ketika digunakan, ia langsung terhubung dengan sebuah kata (atau beberapa kata) lain yang memiliki sentralitas yang tinggi [14, 21]. Vektor eigen sentralitas ini dapat ditulis sebagai,
⎛1⎞ ci = ⎜ ⎟ ∑ Ec j ⎝λ⎠ j
(5)
di mana λ adalah sebuah konstanta dan E sebagai matriks keterhubungan antara node (adjacency matrix) dengan eij ∈ E sehingga dalam notasi matriks, persamaan tersebut dapat ditulis sebagai persamaan yang telah dikenal, λ c =Ec (6) di mana c merupakan vektor eigen dari matriks keterhubungan, E . Hal ini memunculkan apa yang tidak terlihat ketika kita sekadar melihat kumpulan headline surat kabar atau pesan singkat, yakni kecenderungan tematikal yang diusung oleh media yang diselidiki. Dari sini kita memahami hubungan hukum pangkat 4
Pendekatan ini digunakan dalam pengukuran ranking sebuah situs di dalam jaringan internet. Algoritmanya dikenal dengan sebutan PageRank yang kerap digunakan oleh mesin pencari terkenal seperti Google [3]. 6
P (kw (i )) =
eij
∑e
(7)
ij
j
sehingga dengan memaknai persamaan (2), kita peroleh
P (kw (i )) =
eij < hi >
(8)
Jika persamaan (5) dan (8) tersebut diterapkan untuk kondisi graf tanpa bobot, kita dapat menggunakan model multigraf untuk menghasilkan keterhubungan antar kata sebagaimana ditunjukkan pada jaringan pada gambar 1. Untuk memudahkan, pemahaman ini pada dasarnya dapat kita kaitkan dengan kekuatan sebuah kata sebagaimana juga digunakan pada banyak matriks jaringan berbobot [22], di mana kekuatan sebuah node ditunjukkan sebagai N
si ∑ eij
(9)
j
Matriks kekuatan bobot, si ∈ S akan menampilkan hal sebagaimana ditunjukkan pada gambar 4. Pada gambar tersebut, kita melihat bahwa terdapat beberapa kata yang menjadi dominan pada headline surat kabar yang kita selidiki. Gambar 4 Visualisasi matriks si ∈ S yang menggambarkan kekuatan dari beberapa node headline harian Kompas
7
Pendekatan lanjut distribusi peluang atas matriks S ini secara sangat menarik menunjukkan pola skala juga, sebagaimana juga ditemukan pada banyak jaringan berbobot dengan topologi serupa [cf. 18]. Hal ini ditunjukkan pada gambar 5 untuk fit pada hukum pangkat, p ( s) ≈ s −γ (10) yang memiliki pengertian bahwa terdapat proporsionalitas logaritmik antara kekuatan satu kata dengan kata lain pada kata‐kata yang digunakan dalam teks yang kita amati. Gambar 5 Distribusi peluang kekuatan kata‐kata berdasarkan kemunculannya dalam pemuatan di headline Kompas.
Dari gambar 4 kita dapat melihat bahwa sepanjang periode Desember 2006 hingga Juli 2007, harian Kompas sangat kerap dalam pemberitaan di seputar pemerintahan eksekutif di Indonesia. Hal ini tentu dapat dikaitkan dengan pola pemberitaan Kompas yang dikenal luas sebagai salah satu media nasional terpopuler di tanah air dalam mengkritisi sekaligus memberitakan berbagai aspek pemerintahan di Indonesia. Secara tematik, Kompas sebagai media nasional yang terkemuka cukup rajin menampilkan pemberitaan tentang kepemimpinan nasional dan dinamika aspek politika pemerintahan sebagaimana dibutuhkan oleh pembacanya. Lebih jauh, kita juga tergoda untuk melihat tentang banyak aspek dan isu nasional yang berkembang pada periode investigasi kita sebagaimana terekam dalam headline surat kabar ini. Untuk memudahkan, graf yang ditunjukkan pada gambar 1 kita reduksi menjadi graf yang lebih sederhana dengan hanya menampilkan seratus kata yang paling kuat dalam matriks S kita. Hal ini divisualisasikan pada gambar 6. Dari gambar tersebut, dengan memahami konstruksi sosial dalam pemberitaan surat kabar [cf. 9, 10] kita dapat melihat beberapa isu nasional di sepanjang periode investigasi kita, seperti dominasi pemberitaan seputar kecelakaan pesawat dari maskapai ADAM AIR, bencana lumpur Lapindo, banjir di beberapa lokasi di Indonesia, termasuk hal‐hal seputar ekonomi seperti harga beras, kredit dan investasi, serta tentu tak lupa pemberitaan isu politik seperti pengesahan Undang‐ undang, konstitusi, aktivitas pemerintahan (presiden dan wakil presiden) serta beberapa isu khusus seperti misalnya epidemi flu burung dan kasus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN). Pendekatan mendetail di seputar isu‐isu ini dapat dilakukan dalam analisis media termasuk keterkaitan antara satu konsep dengan konsep lain. Dalam kerangka evaluatif aspirasi kemasyarakatan, hal ini tentu dapat memberikan wacana cara melihat pemberitaan surat kabar secara umum dalam periode waktu tertentu, termasuk bagi harian yang bersangkutan untuk 8
memandaang secara um mum pola pem mberitaan yang ada. Hal‐‐hal ini tenttu tidak dapat dilakukaan hanya deengan sekadaar membaca pemberitaan nya. Sumban ngan metodo ologis analisiss media dapat dilakukan dalam hal ini untuk keran ngka studi bud daya secara u umum. Gaambar 6 Seratus konsep terkuaat dalam pemb beritaan nasion nal melalui hea adline surat kab bar Kompas Deesember 2006 hinggga Juli 2007.
4. Diskusii: Membaca SSMS penonto on televisi M Memperhatika an fakta‐faktta sebagaimaana ditunjukkkan dalam gambar 2 dan d 3, bahw wa pendekatan yang sam ma dapat kita lakukan jjuga untuk menganalisis pesan pendek komentar masyarakkat yang dikirrimkan dalam m rangka meenanggapi pe emberitaan sebuah dari sebuah s media. Sebagai contoh adalah h kontroversi yang ditimbu ulkan oleh isu u tentang keh hidupan pribaadi presiden RI oleh manttan wakil ketua Dewan Peerwakilan Rakkyat, Zaenal M Maarif5. Melaalui acara inte eraktif Editoriial Media Indonesia berttajuk “Sandiw wara Presiden Menjadi Rakyat R Biasa””, stasiun tellevisi MetroTTV mengkritisi masalah ini i dan mem mbuka line pesan pendekk bagi anggo ota masyarakkat yang ingin menyalurkan pendapatnya. Teerdapat hampir 200 buah h SMS yang m masuk dari beerbagai penju uru tanah air dan kita ingin mengukur sejauh man na opini publik melalui kiriiman pesan p pendek terseb but. Kita perh hatikan kondiisi dan wakttu ketika SM MS ini masuk dan secara kualitatif kitta dapat meereka‐reka siggnifikansi hassil analisis kiita. Waktu tayangnya adalah pagi, dan secara kognitif pengirim ingin menyam mpaikan unek‐ uneknya dengan sukarela mengirim mkan pesan pendek ke stasiun s televiisi. Tidak adaa jaminan baagi anggota masyarakat m yang y berpartisipasi bahwaa pesan merreka akan sangat diperhittungkan – jadi 5
Hingga laporan penelitian ini selesai d ditulis, isu ini m masih hangat dibicarakan media massa. 9
kerelaan pengirim SMS merupakan satu‐satunya faktor yang terpenting dalam proses konstruksi korpus ini6. Dari analisis kekuatan konteks yang tercermin dari frekuensi dan keterhubungan penggunaan kata, kita menemukan persistensi dari sifat skala sebagaimana ditunjukkan pada gambar 7. Gambar 7 Sifat skala dari jaringan linguistik SMS penonton Editorial Media Indonesia.
Dari sini kita memahami bahwa sifat skala juga terjadi untuk berbagai keterhubungan penggunaan kata oleh para pengirim pesan pendek yang memudahkan kita untuk melihat dominasi antara satu kata (yang merepresentasikan konteks) dengan kata lain. Jika kita membaca isi SMS yang dikirim oleh pemirsa pada acara tersebut satu per satu, kita menemukan bahwa terdapat pro dan kontra di dalamnya. Secara kualitatif kita mungkin akan dapat mengkategorikan pesan yang ada: yang mendukung tindakan pelaporan pencemaran nama baik presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke kepolisian Untuk memudahkan kita dalam menganalisis gambaran umumnya, kita memilih lima puluh konteks (kata) yang dominan dari himpunan S yang dihasilkan. Hasilnya cukup menarik dan dapat menggambarkan opini publik yang diekspresikan secara spontan melalui pesan singkat tersebut. Pada gambar 8 terlihat keterhubungan antara satu konsep dengan konsep lain dan terlihat bahwa secara relatif, kebanyak anggota masyarakat pengirim SMS memberikan simpati positif terhadap presiden SBY dan sebaliknya simpati negatif terhadap pencetus isu ini, yakni Zaenal Maarif. Konteks “poligami” juga jadi bagian yang muncul secara dominan, dan kesan yang ditimbulkan adalah kesan negatif. Dari jaringan linguistik ini terbaca juga bahwa kesan yang diinginkan oleh Editorial kurang tercapai, karena yang muncul justru simpati kepada serangan terhadap diri personal Presiden relatif terhadap judul editorial yang ingin mengungkapkan adanya kesan “sandiwara” dalam kasus pelaporan pencemaran nama baik oleh Presiden sebagai rakyat biasa ke kepolisian. Simpati agar Presiden tidak mempedulikan isu yang menyerang dirinya ini tergambar dalam berbagai konfigurasi konteks, seperti misalnya dengan peribahasa “biarkan anjing menggonggong kafilah berlalu” ataupun dengan upaya mengangkat beberapa isu dan tugas‐tugas kepala negara lainnya 6
Berbeda dengan analisis headline surat kabar, tentunya terdapat tantangan tersendiri dalam analisis pesan pendek ini, karena korpus harus “dibersihkan” dahulu mengingat pesan pendek selalu berkenaan dengan constraint pendeknya pesan. Pengirim SMS cenderung menggunakan banyak sekali penyingkatan‐ penyingkatan kata ditambah dengan penulisan yang sering tidak memperhatikan kaidah bahasa tulisan yang baku. 10
yang dianggap lebih urgent oleh pengirim pesan pendek termasuk beberapa konteks yang merepresentasikan pesan yang ingin menunjukkan bahwa tindakan personal Presiden dalam melaporkan hal ini kepada kepolisian sebagai bentuk pembelajaran publik. Gambar 8 Limapuluh konteks terkuat dalam korpus SMS spontan masyarakat menanggapi Editorial Media Indonesia per 30 Juli 2007 dan isu yang diangkatnya: Sandiwara Presiden Menjadi Rakyat Biasa.
Secara umum, jaringan linguistik yang terbentuk seolah terbagi dalam dua kelompok (clustering), yaitu kelompok konteks yang bersimpati secara positif kepada diri personal Presiden dan beberapa konteks lainnya yang sangat keras (dan cenderung kasar) kepada personal Zaenal Maarif dan secara subyektif terbentuk opini bahwa tindakan ini dikategorikan sebagai “fitnah” terhadap diri Presiden. Pengembangan pendekatan ini tentu cukup menarik mengingat banyaknya data dalam masyarakat kita yang memungkinkan sebanyak mungkin masyarakat mengirimkan pesan pendek dan memasyarakatnya penggunaan telepon selular pada masa ini. Dari sini kita telah menunjukkan sebuah metodologi alternatif yang dapat memberikan insight tentang respon publik yang spontan menanggapi satu isu tertentu melalui pesan pendek selular. 5. Penutup & Catatan Kesimpulan Melalui analisis jaringan yang dilakukan pada korpus yang dikonstruksi melalui headline surat kabar nasional dan pesan pendek spontan masyarakat melalui layanan telepon selular, kita 11
menunjukkkan sebuah aalternatif meetodologi penelitian yang d dapat dilakukkan pada banyyak aspek datta teks dalaam budaya modern yang lebih seering didekati secara kualitatif oleh h pendekataan konvensio onal. Gagasannya adalah h memodelkaan kata sebagai jaringan n linguistik untuk melihat peluang in nsight yang su ulit diperoleh h melalui anallisis kualitatiff. Gaambar 9 Ilustrasi metodolo ogis studi mediia dengan jarin ng linguistik dalam khazanah kajian budaya modern.
Pe enelaahan siffat statistik ju uga dilakukan n dan sifat skkala ditemukaan pada kedu ua korpus yan ng dianalisis.. Hal ini secara tak langsung menunjukkkan sifat top pologi jaringaan yang terbeentuk sekaligu us menjanjikkan beberapaa hal yang dapat kita eksploitasi den ngan represen ntasi kata se ebagai konteks pesan yan ng dibawa di dalam teks. Pendekatan n ini dapat dilakukan d pad da berbagai data d teks ataau korpus yaang berkembang saat ini dalam kehidupan kita sehari‐hari. Dalam contoh kita, kita telaah melakukan investigasi bagaimana media men nampilkan in nformasi yan ng kemudian dicerna oleeh masyarakkat luas dan b bagaimana m masyarakat meemberikan ekkspresinya attas berbagai iinformasi yan ng ia terimaa dalam artikkulasi kognittifnya melalu ui pesan pen ndek selular.. Ilustrasi paada gambar 9 menunjukkkan bagaimaana hal ini dapat d kita lakukan bahkaan untuk ban nyak kerja‐ke erja berikutnyya dalam an nalisis sosiall kemasyarakatan dengaan pengemb bangan mod del jaringan linguistik in ni. Harapann nya tentunya adalah bahw wa metodolo ogi ini dapat menjadi seb buah pendekatan alternattif yang bergguna untuk m memperlengkaapi berbagai pendekatan yyang saat ini digunakan seecara luas oleeh berbagai aanalis sosial d dan kajian budaya. Pengakuaan Makalah iini disusun daalam kerangkka penelitian bermata CS0 007006b Deptt. Computatio onal Sociologgy, Bandung Fe Institute d dan Surya Ressearch Internaational. 1 12
Pustaka Yang Disebutkan [1] [2]
[3]
[4] [5]
Albert, R. & Barabási. A‐L. (2002). “Statistical Mechanics of Complex Networks”. Rev. Mod. Phys. 74: 47‐ 97. Amaral, L. A. N., Scala, A., Barthélémy, M., & Stanley, H. E. (2000). “Classes of Small‐world Networks”. PNAS 97 (21): 11149‐52. Brin, S. & Page, L. (1998) “The Anatomy of a Large‐Scale Hypertextual Web Search Engine”. Computer Networks 30: 107‐17. Cancho. R. F., Solé, R. V. (2001). “The Small World of Human Language”. Proc. R. Soc. Land. B 268: 2261‐5. Diesner, J. & Carley, K. M. (2004). "AutoMap 1.2 ‐ Extract, Analyze, Represent, and Compare Mental Models from Texts". CASOS Technical Report CMU‐ISRI‐04‐100.
[6]
Dooley, K. & Corman, S. (2004). "Dynamic Analysis of News Streams: Institutional versus Environmental Effects". Nonlinear Dynamics, Psychology, and Life Sciences 8 (3): 259‐84. [7] Dorogovtsev, S. N. & Mendes, J. F. F. (2001). "Language as An Evolving Word Web". Proceeding of the Royal Society B 268: 2603‐06. [8] Fairclough, N. (1995). Critical Discourse Analysis: The Critical Study of Language. Longman. nd [9] Fiske, J. (1990). Introduction to Communication Studies 2 ed. Routledge. [10] Jacobs, R. (1996). "Producing the News, Producing the Crisis: Narrativity, Television, and News Work". Media, Culture, and Society 18: 373‐97. [11] Kellner, D. (1998). "The Frankfurt School and British Cultural Studies: The Missed Articulation". Illuminations. URL: http://www.uta.edu/huma/illuminations/kell16.htm [12] Manning, C. D., Schütze, H. (1999). Foundations of Statistical Natural Language Processing. MIT Press. [13] Motter, A. E., de Moura, A. P. S., Lai. Y‐C, & Dasgupta, P. (2002). "Topology of the Conceptual Network of Language". Physical Review E 65: 065102. [14] Newman, M. E. J. (2004). “Analysis of Weighted Networks”. [15] Rogers, E. (2000). "Reflections on News Event Diffusion Research". Journalism and Mass Communication Quarterly 77: 561‐76. [16] Situngkir, H. (2003). “Cultural Studies Through Complexity Science: Beyond Postmodern Culture without Postmodern Theorists”. BFI Working Paper Series WPM2003. [17] Situngkir, H. (2007). “Regimes in Babel are Confirmed: Report on Findings in Several Indonesian Ethnic Biblical Texts”. BFI Working Paper Series WPC2007. [18] Situngkir, H. (2007). “Small World Network of Athletes: Graph Representation of the World Professional Tennis Player”. BFI Working Paper Series WPP2007. [19] Valdés, M. J. (eds.). (1991). A Ricoeur Reader: Reflection & Imagination. Harvester Wheatsheaf. [20] Watts, D. J.; Strogatz, S. H. (1998). "Collective dynamics of 'small‐world' networks". Nature 393: 440‐442. 13
[21] Wu, Z‐X., Xu, X‐J., & Wang, Y‐H. (2005). "Properties of Weighted Structured Scale‐Free Networks". European Physics Journal B. 45: 385‐390. [22] Yook, S.‐H., Jeong, H., Barabási, A.‐L. & Tu, Y. (2001). Weighted evolving networks. Physical Review Letter 86: 5835‐38. [23] Zipf, G. K. (1949). Human Behavior and the Principle of Least Effort. Addison‐Wesley.
14