© 2004 Departemen Akuntansi FEUI Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia Vol. 1 pp. 16 - 25
MODAL INTELEKTUAL Ambar W idiyaningrum
Abstract N ew types o f business are grow ing. The n um ber o f inform ation and technology industries is increasing. A ssets fro m these industries consist o f intangibles esp ecia lly intellectual capitals. A s one o f the new breed o f intangibles, intellectual capital has received great attention fro m the world-w ide accounting com m unities. N ew standards a n d regulations nas been developed and im plem ented. Still, the controversy is still going on. M any o f the reg u la tio n s still n ee d fu r th e r d evelo p m en t a s the en v iro n m e n t keep s changing. M any accounting researchers have developed th eir own theories o f intellectual capital. Som e o f them will be discussed fu rth e r in this article. Som e researchers believe that the current fin a n c ia l reporting system is not able to generate a financial ' !".tement that represents the actual condition o f com panies. The fin a n c ia l reporting system is sa id to fu lfill only the needs o f com panies as a result o f industrial revolution. This article will discuss fu rth er about intellectual capital a nd intangible assets from the theoretical and standards side. It w ill a ro u se th e re a d ers to m a ke d isc u s sio n a b o u t th e tre a tm en t, va lu a tio n and m easu rem en t o f in tellectu a l capital. It m ay open o u r eyes to a ccep t the d yn a m ics o f intangibles in the future. Kata Kunci: m odal intelektual, aktiva tak berwujud, hum an capital, custo m er caputal
PENDAHULUAN Ekonomi global dua dasawarsa terakhir ditandai dengan munculnya industri-industri baru yang berbasis pengetahuan (know ledge based-indnstries) melengkapi industri berbasis sumber daya fisik yang mendominasinya sebelumnya. Beberapa jenis know ledge based industries antara lain: industri komputer, industri software, industri yang bergerak di bidang penelitian, industri yang bergen'.k dibidang jasa (industri keuangar, dan asuransi) dan lain lain. Industri-industri tersebut memanfaatkan inovasi-inovasi yang diciptakannya untuk bersaing dalam memberikan nilai tersendiri atas produk dan ja sa yang dihasilkan bagi k o n s u m e n . D a la m p r o s e s p r o d u k s i n y a in d u s t ri te r s e b u t leb ih b e r p a t o k a n pada pendayagunaan potensi sumberdaya karyawannya dari pada aset fisik yang dimiliki. Yang terjadi dalam know ledge based industries adalah proses pentransformasian, pengkapitalisasian dan pentransferan pengetahuan sebagai sarana untuk memperoleh penghasilan. Misalnya saja, sebuah software komputer yang dirancang dari ide dan intelektual
lis
pembuatnya, bukan karena sarana fisik yang ada membuktikan bahwa modal intelektual menyumbangkan arti penting dalam industri. Modal intelektual m em ang masih baru dan belum banyak ditanggapi oleh para pelaku bisnis global, padahal adanya perbedaan antara nilai buku dengan nilai pasar saham (perbedaan ini mencolok untuk perusahaan yang berbasis pengetahuan), menunjukkan adanya m issing value berupa in te lle ctu a l capital. K ondisi d em ikia n m engisy aratkan pentingnya dilakukan penilaian terhadap jenis aktiva tak berwujud tersebut. Namun demikian sampai saat ini belum ada peraturan khusus yang m engatur m engenai pegukuran dan pelaporan dari modal intele k tu al. S i s t e m a k u n t a n s i k o n v e n s i o n a l ti d a k m e n g i z i n k a n p e r u s a h a a n u n tu k mengkapitalisasi aktiva tak berwujud dan melaporkannya seperti aset lain. Dengan demikian laporan keuangan tidak lagi memadai untuk dilakukan penilaian terhadap perfo rm a n ce dan nilai potensial perusahaan. Indikator pengukuran profitabilitas dan kinerja perusahaan seperti ROl dan RO E jadi mengambang, karena denominatornya tidak mencakup nilai dari aktiva tak berwujud.
DASAR PSAK PSAK No. 19 Revisi 2000 PSA K No. 19 menjelaskan ada em pat kriteria yang harus dipenuhi agar suatu aset dapat dikategorikan sebagai aktiva tak berwujud: (1) aset tersebut dapat diidentifikasi implikasinya aktiva tersebut dapat dijual, dipertukarkan atau disewakan, (2) perusahaan memiliki kontrol atas aktiva tersebut (3) aktiva tak berwujud akan memberikan manfaat bagi perusahaan dimasa yang akan datang, (4) harga perolehan aktiva tersebut dapat di ukur secara andal. Beberapa hal yang diatur dalam P SA K 19 antara lain:
1.
Pengeluaran yang tidak dapat dikapitalisasi a) b) c)
2.
Goodwill yang tidak berasal dari penggabungan usaha tidak boleh dikapitalisasi, karena bukan aktiva yang dapat diidentifikasi dan sukar untuk diukur. Kesetiaan pelanggan dan pengetahuan karyawan tidak dapat dikapitalisasi karena bukan merupakan aktiva yang dapat dikendalikan perusahaan. Biaya pelatihan tidak dapat dikapitalisasi, karena manfaat pelatihan tidak dapat dikendalikan perusahaan (karyawan dapat keluar setelah mendapatkan pelatihan). Pengeluaran lain yang tidak dapat dikapitalisasi antara lain: merek, biaya periklanan, judul publikasi, biaya perintisan, biaya relokasi, dan restrukturisasi.
Dasar penentuan harga perolehan aktiva tak berwujud : historical cost Harga perolehan ditentukan sebesar semua biaya yang dikeluarkan sampai aktiva tak berwujud itu siap dipakai. Bila terdapat kerusian pada awal operasi maka kerugian tersebut harus dibebankan pada laba rugi berjalan, dan tidak boleh ditangguhkan, bila aktiva tak berwujud diperoleh dengan m enukarkannya dengan aktiva lain yang tak sejenis, maka harga perolehannya di nilai menurut nilai wajar aktiva, bila ditukarkan dengan barang sejenis maka harga perolehannya dinilai sebesar nilai aktiva yang diserahkan,dan keuntungan yang terjadi tiadak diakui.
n
3.
Biaya riset dan pengembangan Biaya ini harus diperlakukan sebagai beban, bila memenuhi syarat sebagai b e r i k u t : 1) Aktiva secara teknologi layak untuk diselesaikan, sehingga dapat digunakan 2) Perusahaan berniat menggunakan dan menjual aktiva tersebut 3) Perusahaan mampu meggunakan atau menjual aktiva tersebut 4) Mempunyai potensi manfaat dimasa depan 5) Tersedia sum ber daya yang cukup untuk menyelesaikan pengembangan aktiva tak berwujud tersebut 6) Pengeluaran yang terkait dengan aktiva tersebut dadpat ddiukur secara andal
Biaya-biaya yang dikeluarkan selanjutnya harus dibebankan pada laba rugi berjalan, namun pengeluaran-pengeluaran tersebut dapat dikapitalisasi bila memenuhi syarat: dengan ad anya pen ge lua ra n tersebut m anfaat eko nom is aktiva dapat m elebihi m an faat yang diperkirakan semula dan pengeluaran tersebut dapat diukur secara andal.
Amortisasi Aktiva tak berwujud dapat diamortisasi selama masa manfaatnya (paling lama 20 tahun), nam un bila terdapat bukti yang kuat, maka aktiva tak berw ujud tersebut dapat disusutkan lebih dari 20 tahun.
FSAB Revisi No.. 142 FASB ini merupakan revisi dari aturan sebelumnya (FASB no. 17) mengenai aktiva tak berwujud, dimana didalamnya dijelaskan bahwa aktiva tak berwujud yang memiliki masa hidup tak terbatas tidak perlu diamortisasi, namun diuji untuk im pairm ent sedikitnya setahun sekali. Sedangkan aktiva tak berwujud yang memiliki masa hidup terbatas akan diamortisasi sepanjang masa manfaatnya, namun tanpa batasan arbitrary ceiling. Pernyataan baru ini memberikan pedom an khusus untuk menguji goodw il atas im pairm ent. G oodw ill akan diuji sedikitnya sekali setahun, selain itu pengujian atas aset yang tidak diamortisasi dilakukan dengan membandingkan nilai wajar dengan jumlah yang tercatat. Namun demikian FASB 142 tidak m e n g a d a k a n peru b a h an atas aturan s e b e lu m n y a (FA SB sta te m en t n o .2) yang menyatakan bahwa biaya yang dikeluarkan untuk riset tertentu dan pengembangan aset harus diperlakukan sebagai beban pada tanggal akuisisinya
PENGERTIAN MODAL INTELEKTUAL Ada banyak peneliti yang memberikan definisi berbeda mengenai modal intelektual ini, antara lain International Federation of Accountan (IFAC) yang mendefinisikan intelektual capital sebagai intellectual property, intelektual aset, kow ledge asset yang dapat diartikan sebagai saham atau modal yang berbasis pada pengetahuan yang dimiliki perusahaan. Definisi lainnya disampaikan oleh Funk and Wage : o f partaining to the intellect, engaging o r requiring the use o f the in te lle c t, wealth in any fo r m em ployed in o r avalaible fo r the production o f ore wealth. Steward (2997) mendefinisikannya sebagai capital as the intellectual m arket that has capture a nd leverage to create wealth by p roducing a higher value o f asset.
IQ
Dari definisi yang dijelaskan oleh beberapa peneliti disimpulkan bahwa intellectual capital merupakan sumber daya berupa pengetahuan yang tersedia pada perusahan yang pada akhirnya akan mendatangkan keuntungan di masa depan bagi perusahaan. Dimana pengetahuan tersebut akan menjadi modal intelektual bila diciptakan , dipelihara dan di transformasi serta diatur dengan baik.
PENILAIAN MODALINTELEKTUALDALAM AKUNTANSI KONVENSIONAL FASB no.6 menyatakan: assets are probable fu tu r e econom ics benefits o b tained or controlled by a particu la r entity as a result o f p a st transaction o r events. Bila mengacu pada statement tersebut maka modal intelektual memenuhi dua kondisi untuk dapat diakui sebagai aset yaitu memberikan manfaat dimasa depan dan berasal dari transaksi masa lalu, namun keberadaan modal intelektual itu sendiri tidak dapat dikontrol oleh perusahaan (mis. perusahaan tidak dapat m emaksa pegawai yang jenius untuk tetap bekerja di perusahaannya, sementara ada tawaran lain diluar yang lebih menggiurkan) dengan demikian modal intelektual tidak dapat di klasifikasikan menjadi aset (untuk dapat diakui sebagai aset harus memenuhi ketiga kondisi tersebut). Pengeluaran yang terkait akan dicatat sebagai biaya dan bukan sebagai aset. Pada akuntansi tradisional pengeluaran yang dicatat sebagai aset adalah pengeluaran pada tahap produksi, yaitu dikapitalisasi menjadi invento ry, sedangkan biaya riset m enurut PSAK dibebankan sebagai biaya pada saat terjadinya pengeluaran .sedangkan untuk biaya - biaya sesudah produksi dibebankan sebagai biaya tahun berjalan. Peraturan dalam PSA K dan FASB yang mengatur tentang aktiva tak berwujud tersebut tidak sesuai lagi untuk dijadikan patokan dalam menilai aktiva tak berwujud , karena saat ini justru investasi yang banyak dilakukan perusahaan adalah dalam bentuk investasi non fisik.
TAKSONOMI MODAL INTELEKTUAL Leiv Edvinson dari Skandia AFS, Hubert St. O nge dari CIBC, Charles Amstrong C E O dari Amstrong World industries dan Gordon Petrash dari The Dow Chemical Company membagi komponen dari modal intelektual menjadi: 1) H um an capital H um an capital merupakan aktiva tak berwujud yang dimiliki perusahaan dalam bentuk kemampuan intelektual, kreativitas dan inovasi-iovasi yang dimiliki oleh karyawannya. P ada industri yang berbasis pada pengetahuan, hum an capital merupakan faktor utama k are n a su m b e r d a y a ini m e ru p a k an cost y ang d o m in a n d a la m pro ses produksi perusahaan, sehingga kita bisa katakan bila seluruh pegawai dalam perusahaan tersebut keluar maka perusahaan tersebut tidak lagi memiliki nilai. S um ber daya manusia inilah yang nantinya akan mendukung terciptanya modal struktural dan modal konsumen yagn merupakan inti dari modal intelektual. 2) Structural capital Meliputi kemampuan perusahaan untuk menjangkau pasar (Petras, 19%), atau hardware, software, dan lain-lain yang mendukung perusahaan (Bontis 2000) dengan kata lain merupakan sarana prasarana pendukung kinerja karyawan. Modal struktural merupakan penghubung hum an capital menjadi modal intelektual. Maksudnya meskipun karyawan memiliki intelektual yang tinggi, namun kalau tidak didukung oleh sarana yang memadai m
3)
untuk m e n g ap lik asik a n inovasi m ereka , m ak a k em am p u a n tersebut tidak akan menghasilkan modal intelektual. C ustom er capital A dalah pengetahuan dari rangkaian pasar, pelanggan, suplier, hubungan baik antara pemerintah dengan industri (Bontis, 2000) atau hubungan baik dengan pihak luar (Petras, 1996). Perusahaan harus mempu menciptakan barang dan jasa yang berbeda dan memiliki nilai lebih d im a ta konsum en. C u sto m er ca p ita l ju g a meiiputi kem am p u a n untuk mengidentifikasi pasar yang ingin dibidik dan memposisikan perusahaan dalam pasar. Hal ini dapat tercipta melalui pengetahuan karyawan yang diproses dengan modal struktural yang akhirnya menghasilkan hubungan yang baik dengan pihak luar.
Sedangkan edvinson dan Malone (1997) Ross (1997) Sveiby (1997) Klein (1998), dan Winter (1998) membagi modal intektual m e n ja d i: 1) H um an capital 2) Structural capital yang terdiri dari: * Innovation capital, yaitu aktiva tak berwujud berupa kreativitas karyawan dalam memanfaatkan peluang-peluang yang ada dalam lingkungan perusahaan sehingga m am pu m enciptakan inovasi yang m em berikan nilai tam bah dan memenuhi kebutuhan konsumen. ■ P rocess capital yaitu aktiva tak berwujud yang berperan dalam proses produksi >»'> sendiri mulai dari penerimaan order sampai pengantaran produk atau ja sa ke konsumen, sehingga pada akhirnya dapat menciptakan output yang bernilai tinggi dim ata konsumen. P rocess capital memfokuskan pada pengukuran siklus waktu, pegukuran kualitas, pegukuran biaya . dan pengukuran p o st sales services. ■ R elationship capital adalah kem ampuan perusahaan untuk menjaga hubungan b a ik d e n g a n in te r n a l m a u p u n e k s te r n a l p e r u s a h a a n . M i s a l n y a te rh a d a p pegawai,pelanggan, konsumen, supllier, creditor , pemerintah dan pihak lainnya. M en jaga H ubungan dengan pihak pihak tersebut penting karena menentukan penilaian mereka terhadap perform ance perusahaan.
Tabel 1. E lem ent o f Intellectual Capital H u m a n ca p ita l
C u sto m e r (rela tio n a l) cap ital
K now-how
Brands
E ducation
C ustom ers
W o r k related k n o w le d g e
C u s t o m e r l o y a lt y
O ccupational assesm ent
C om pany nam es D istribution ch a n n el B usiness collaboration Franchising agreem ent
O r g a n iz a tio n a l ( str u c tu r a l ca p ita l ): In fr a stru ctu r e asset
I n tellectu a l p ro p erty P atent
M an a g e m e n t philosopy
C opyright
C o rp o ra te culture
D e s ig n right
M an a g e m e n t process
T ra d e m ark
Inform ation system N etw orking system
TO
Tabel 2. Modal Intelektual menurut beberapa pengarang A nnie BrokkinK
G oran Ross
H um an centred assets
H um an capital
sk ills, ab i li t ie s , p r o b l e m
c o m p e t e n c e , a tt it ud e,
T h o m a s S tew ard
N ick bon tis
H um an cap ital
H u m an cap ital
e m p lo y e e s are im por
le v el o f k n o w l e d g e
ta n t as se t
th at o w n e d b y e m p l o y e e
a n d l e a d e r s h i p s ty le s
int el l ec tu a l
In frastru ctu re assets
O rg a n iza tio n a l capital
Stru ctu ral cap ital
S tru ctu ra l cap ital
t e c h n o l o g i e s an d m e l h o
innovation.process.
know ledge em b ed d ed
o r g a n i / . a li o n a l e a p a b i l i
d o l o g i e s that e n a b le
in t e ll e c tu a l p r o p e r l y
in IT
li es l o m e e t m a r k e t
c o m p a n y to I'unglion
c u l tu r a l as s et
Intellectual property
R enew al and develop
Stru ctu ral cap ital
k n o w h o w . tr a d e m a r k s
m e n t ca p it al
p a t e n t, t r a d e m a r k s
requirem ents
n e w p a t e n t, tr a in in g
In tellectu al property is p r o t e c t e d a s s e t a n d h a s le gal d e f i n i t i o n
M ark et assets
R elational capital
C u stom er cap ital
R elation al cap ital
b r a n d , c u s t o m e r loya lti
r e l a t i o n s h i p w it h in te rn al
market inform ation
c u s t o m e r c a p it a l
distribution cha nnels
a n d e x t e r n a l s la k e h o ld e r s
INDIKATOR DAN PENGUKURAN MODALINTELEKTUAL Saat ini upaya memberikan penilaian terhadap inoda! intelektual merupakan ha! yang penting , hal ini didasari oleh banyaknya perusahaan yang memiliki aset fisik yang kecil, namun tetap eksis karena inovesi-inovasi yang mereka miliki. Kesulitan terbesar dalam melakukan pengukuran terhadap modal intelektual adalah masalah penilaiannya. Seperti diketahui bahw a konsep pengukuran dalam akuntansi dibagi menjadi dua yaitu pengukuran moneter d;;n pengukuran non moneter. Mengkuantifikasi modal intelektual secara moneter dalam neraca dimungkinkan namun masalahnya bagaim ana mengintti'prestasikan angka-angka tersebut (Johanson dan Nielson, 1990). Kritikan lain sehubungan dengan pengukuran secara moneter adalah sulitnya menunjukkan unsur-unsur yang menyumbangkan modal intelektual dan adanya kekawatiran bahwa pengkapitalisasian biaya menjadi aset m embuka celah terjadinya manipulasi laba. Sveiby (1998) menyatakan bahwa pengukuran yang bersifat non moneter akan lebih baik. Pengukuran non moneter yang telah diperkenalkan saat ini adalah balance scorecard yang dikembangkan oleh Kaplan dan Norton, mereka membagi pengukuran modal intelektual menjadi empat fokus yaitu: fin a n c ia l focus, custom er fo cu s, pro cess fo c u s, dan le a rn in g fo c u s . Yang k e m u d ia n oleh S k a n d ia A s s u r a n c e ( E d v in s o n dan M a llo n e ) dikembangkan menjadi lima fokus. Kelima fokus tersebut antara lain: 1) Fokus terhadap keuangan {financial fo c u s) F okus ini terd a p at k e m iripan dengan info rm asi tradisional dari sebu ah laporan perusahaan, namun terdapat perbedaan perlakuan terhadap biaya yang dikeluarkan. Beberapa kejadian yang sebelumnya dianggap sebagai beban, sekarang dianggap dapat memberikan benefit bagi perusahaan di masa mendatang, contohnya pengeluaran untuk investasi d idalam teknolog i, p e n g e lu a ra n untuk pen elitian dan p e n g e m b a n g a n , pendapatan perkapita dan biaya tiap pekerja. 2) Fokus terhadap konsumen (custom er fo c u s) 01
3)
4)
5)
Posisi perusahaan atas produk dan ja sa ditentukan dari prilaku konsumen misalnya: berapa lama konsumen memakai produk kita, tingkat kepuasan, umpan balik perusahaan terhadap konsumen. Fokus terhadap proses (process fo c u s) Berhubungan dengan infrastuktur perusahaan, termasuk didalamnya tingkat teknologi yang digunakan perusahaan. Pandangan ini tidak identik dengan laporan biaya untuk pembelian sebuah komputer namun lebih kearah keberhasilan dalam mengaplikasikan kom puter tersebut. Contoh lainnya adalah kontrak yang diproses tanpa kesalahan, dll. Fokus pembaharuan kembali (learning fo c u s) Fokus ini menilai kem ampuan perusahaan untuk tanggap terhadap tantangan dimasa depan. Hal ini m engandung dua aspek. Pertama, tentang posisi perusahaan dalam pasar, yang meliputi perubahan dalam perilaku konsumen, perubahan dalam permintaan konsumen, penilaian untuk riset dan pengembangan pangsa yang baru. Aspek kedua m e n y a n g k u t k e s ia p a n p e ru sa h a a n d a la m m e re sp o n p e ru b a h an . S ep erti kondisi ketenagakerjaan, pelatihan, waktu yang diperlukan bagi produk untuk berkembang dari tingkat penelitian hingga siap dip.isarkan, dan perkembangan dalam penggunaan paten Fokus manusia Meliputi penilaian terhadap sumber daya manusia dalam perusahaan, dalam balance scorecard Skandinavia, ini merupakan elemen yang paling kompleks dan dinamis, dikarenakan pembagian sosial yang lebih besar, misalnya pada kebijakan perusahaan tentang kerja paruh waktu, telekomunikasi, dan pengerahan kemampuan.
Disamping pengukuran non moneter yang tengah dikembangkan para peneliti juga m enggunakan indikator sebagai pembanding keberadaan modal intelektual antara lain: ■ M arket to book values ■ B ook value/replacem ent cost ( rum us Tobin ) ■ C alculate intangible value Kritik yang dilontarkan terhadap rumus B/M ini adalah bahwa selisih antara nilai buku dengan harga pasar ju g a disebabkan karena peraturan pajak yang memperbolehkan penyusutan dipercepat, nilai buku tidak memperhatikan penurunan dan kenaikan aset. Sedangkan Tobin m emperkenalkan rumus Tobin s ’q ’ yaitu dengan menyesuaikan nilai buku dengan m enggunakan replacem ent cost pada aktiva tak berwujud. Sedangkan pada CIV, pada intinya membandingkan ROA perusahaan dengan perusahaan lainnya dan kelebihannya merupakan modal intelektual. Bontis, memperkenalkan konsep eva: N et Sales - operating expense-taxes-capital charges= EVA. U paya pelaporan modal intelektual sendiri saat ini masih terus dikembangkan. Sveiby, menyarankan untuk melakukan pelaporan keuangan dalam dua bentuk- laporan keuangan yang lama (financial report) ditambah laporan khusus tentang modal intelektual dalam ukuran non moneter. Pendekatan lain yang ditawarkan sebagai upaya untuk menyajikan laporan keuangan secara lebih baik setelah adanya pengungkapan dari aktiva tak berwujud adalah dengan
7).
mengadakan perubahan dari struktur dan isi dari laporan keuangan tradisional , seperti laporan Rugi/Laba, neraca dan laporan arus kas. Lapoaran Rugi/Laba dalam akuntansi tradisional menitikberatkan pada biaya-biaya yang terjadi selama proses produksi: COGS. N amun saat ini bisnis yang bertumpu pada aktiva tak berwujud memiliki biaya variabel atau C O G S yang rendah, dengan biaya tetap yang tinggi (initial investm ent) contohnya R&D. Dengan demikian C O G S merupakan nilai yang tidak sepenting dulu. Sehingga yang terjadi adalah bahw a biaya pemasaran dan biaya untuk R& D menjadi pertimbangan utama. Selain itu, profit ju g a bukan lagi menjadi indikator yang dapat diandalkan dalam menilai kenerja perusahaan. Ini disebabkan karena angkaangka dalam laporan Rugi/Laba merupakan pencerminan dari beban dan pendapatan yang terjadi pada periode berjalan. Sedangkan, dalam perusahaan berbasis pengetahuan, hubungan antara kedua item dalam laporan Rugi/Laba tersebut tidak seerat dalam pelaporan Rugi/L aba sebelumnya. Perusahaan melakukan investasi dalam riset dan pengembangan dengan harapan memperoleh keuntungan di masa depan. Format laporan rugi/Laba yang baru adalah : R evenue m inus cast to serve custumer, to produce p r o d u c t, to develop product = earnings before interest a nd taxes m inus taxes p lus /m in u s non cash adjustm ent = cash earnings. Perubahan dari Laporan Rugi/Laba ini akan memberikan gambaran kepada pembaca tentang untuk ap a saja atau dim ana saja perusahaan m enggunakan uangnya. Ini lebih memfokuskan kepada tugas-tugas penting perusahaan, antara lain: memelihara konsumen, menghasilkan sesuatu untuk dijual dan menghasilkan fu tu r e offerings. Neraca merupakan snapshot dari sumber daya yang dapat dikontrol perusahaan, dan dari mana perusahaan memperoleh uang untuk mendapatkan sumber daya tersebut. Beberapa perusahaan seperti retailer tetap beroperasi meskipun memiliki modal kerja yang negatif. Dengan demikian industri-industri sekarang ini membutuhkan lebih sedikit aset fisik dalam operasionalnya. Dalam format yang baru ini, anda tidak perlu m em bandingkan aset dengan liabilites dan ekuitas. Namun, anda mem bandingkan investasi dengan keuangan. Pada sisi investasi akan ditemukan disamping adanya modal kerja dan aktiva tetap, juga terdapat aktiva tak berw ujud. A ktiva tak berw ujud tersebut m eru pakan riil aset bagi perusahaan yang berbasis pengetahuan. Oleh karena itu, dana yang dikeluarkan untuk itu harus diperlakukan dan diinvestasikan sebagai investasi. Laporan arus kas yang baru tidak hanya mejelaskan keefektifan perusahaan dalam menggunakan sum ber daya keuangannya, namun untuk memberikan penjelasan seberapa banyak kasus yang dihasilkan dan kelebihannya atas biaya operasional perusahaan. Dengan laporan arus kas yang baru, fr e e cash flow diperoleh dari cash earning (dari operating statement) dikurangi aktivitas investasi dan hasilnya adalah fr e e ca sh flo w s. Dengan pendekatan diatas maka perusahaan akan lebih baik dalam m emfokuskan pada real concern dari kondisi bisnis saat ini dan dari keberadaan aktiva tak berwujud.
KESIMPULAN DAN SARAN Fenomena pergeseran industri dari yang semula didominasi oleh industri yang b erba sis pad a s u m b e r d a y a fisik kearah industri y an g berba sis p e n g e ta h u a n telah m enim bulkan tuntutan dari berbagai kalangan untuk m elakukan perubahan paradigma akuntansi tradisional, yang selama ini belum mampu melaporkan dan menyajikan aktiva tak berwujud dalam hal ini modal intelektual dalam laporan keuangan. Hal ini tentunya, akan menjadikan informasi yang tersaji dalam laporan keuangan bias dan tidak dapat diandalkan dalam proses pengambilan keputusan, masalah ini menjadi rumit untuk perusahaan yang awalnya hanya memiliki aset fisik yang kecil, namun mampu bertahan dan berkembang karena inovasi - inovasi yang dilakukan oleh perusahaan tersebut. Untuk itu para ahli akuntansi terus m engembangkan penelitian mengenai pengukuran dan pelaporan aktiva tak berwujud dalam laporan keuangan. Dua macam pengukuran untuk menilai modal intelektual yang telah diperkenalkan oleh ahli akuntasi adalah penilaian dalam bentuc moneter dan non moneter. Meskipun dim ungkinkan penilaian secara m o n e te r , namun pe lilaian terhadap angka-angka yang tersaji masih sulit dilakukan, selain itu metode ini membi ka celah untuk dilakukannya manipulasi laba, penilaian modal intelektual secara non moneter di perkirakan lebih menggambarkan kinerja perusahaan atas modal intelektual yang dimiliki. Penilaian non moneter yang telah diperkenalkan salah satunya adalah balance score card. Upaya pelaporan modal intelektual saat ini ju g a masih dikembangkan antara lain dengan menjadikannya supplem entary report yang menyertai laporan keuangan maupun melakukan peyesuaian terhadap item item dalam laporan keuangan konvensional. Salah satu bentuk pengukuran non moneter terhadap modal intelektual yang saat ini banyak diadopsi oleh perusahaan- perusahaan berskala besar adalah balance score card. B alance score card dianggap mampu memberikan gambaran yang lebih jelas tentang nilai aktiva tak berwujud perusahaan (modal intelektual) dimana merupakan metode penilaian kinerja perusahaan yang m emuat elemen - elemen non keuangan tekait dengan lingkungan internal dan eksternal perusahaan yang diperkirakan memberikan konstribusi terhadap nilai lebih perusahaan. Pen y ajian la poran k eu a n g a n yang dile n g k ap i den g a n su p p le m e n ta ry report “balance score card ‘ akan memberikan gambaran yang lebih kongkrit tidak hanya mengenai fin a n c ia l perform ance perusahaan namun ju g a non fin a n c ia l perform ance dalam hal ini modal intelektual yang merupakan aset utama perusahaan khususnya untuk perusahaan yang berbasis pengetahuan . Di Indonesia sendiri kesadaran tentang pentingnya penilaian terhadap intelektual capital sendiri masih rendah, hal ini dapat dimengerti karena memang jenis industri di Indonesia masih didominasi oleh industri yang berbasis pada investasi fisik. Nam'in kalau di telaah lebih jauh, modal intelektual memainkan peran yang significant dalam memberikan nilai lebih atas produk yang diciptakan, hal ini terlihat atas mata rantainya dari mulai tahapan inovasi, pegembangan, proses produksi , sampai produk tersebut di dipasarkan dan pasca produksi. Untuk itu penulis beranggapan bahw a penting bagi setiap perusahaan untuk mengelola sistem manajerial yang baik untuk aspek fisik maupun non fisik (pengetahuan) sehingga dapat memberikan nilai bagi perusahaan.
94
Hal ini dapat dilakukan antara lain dengan melakukan investasi pada pelatihan pegawai, kemajuan teknologi dan informasi serta pembuatan prosedur organisasi. Selain itu untuk meningkatkan kesadaran dan kemampuan teknis dalam menilai modal intelektual pada laporan keuangan, perusahaan dapat mengirim karyawannya untuk mengikuti seminar atau pelatihan mengenai modal intelektual yang sampai saat ini penelitiannya masih terus dikembangkan.
DAFTAR PUSTAKA Abidin. 2000. Sulitnya Mengkuantifikasi Modal Intelektual. M edia A kuntansi ( O k t o b e r ) : 4548. Abidin. 2000. Dilema Penilaian Modal Intelektual. M edia A kuntansi ( M a r e t ) : 44-45. FASB S um m ary of Statement No. 142, G oodw ill a n d Intagible A sset. Hendriksen, E. S., dan M. F. V. Breda, 1992. Accounting Theory, 5lh Edition. Boston: M cGraw Hill. Hartono, Budi. 2001. Intellectual Capital: Sebuah Tantangan Akuntansi Masa Depan.M edia A kuntansi (O k to b e r ) : 65-72. Kurniawan, Muhammad. 2001 .Pokok-pokok dalam PSAK 19 REVISI 2000: Aktiva Tak Berwujud, M edia A kuntansi (Agustus) : 52-55. Dzinkowski, Ramona. 2000.The Measurement and M anagement of Intellectual Capital. International M anagem ent accounting study (Pebruari) . 32-36.