MKMI MEDIA KESEHATAN MASYARAKAT INDONESIA The Indonesia Journal of Public Health
Volume 10, Nomor 2, Juni 2014
ISSN 0216-2482
Media Kesehatan Masyarakat Indonesia adalah publikasi ilmiah yang menerima setiap tulisan ilmiah dibidang kesehatan, baik laporan penelitian (original articel research paper), makalah ilmiah (review paper) maupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Penanggung Jawab Prof. Dr. dr. M. Alimin Maidin, MPH (Dekan FKM UNHAS) Pemimpin Redaksi Dr. Ida Leida M. Thaha, SKM, M.KM, MSc.PH Wakil Pemimpin Redaksi Wahiduddin, SKM, M.Kes Redaksi Pelaksana Prof. Dr. dr. Muh. Syafar, MS Prof. Dr. dr. Buraerah H. Abd. Hakim, M.Sc Sudirman Natsir, S.Ked, MWH, Ph.D Ansariadi, SKM, MSc.PH Balqis, SKM, M.Kes, MSc.PH Irwandi Kapalawi, SKM, MSc.PH, MARS Indra Dwinata, SKM, MPH Sekretariat Husni, SKM Muh. Asdar, SKM Sirkulasi Syamsiah, S.E Drs. Syamsu Alam Tata Usaha Andi Selvi Yusnitasari, SKM Usman, SKM Intan Fatmasari, SKM
Penerbit Jurnal ini diterbitkan oleh Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin 4 kali setahun (Maret, Juni, September, Desember). Surat menyurat menyangkut naskah, langganan dan sebagainya dapat dialamatkan ke : Sekretariat Redaksi Jurnal Media Kesehatan Masyarakat Indonesia Saudari Husni dan Syamsiah d.a Ruang Jurnal FKM Lt.1 Ruang K108 Kampus Unhas - Tamalanrea 90245 Telp (0411) 586 658, Fax (0411) 586013, E-mail :
[email protected]
MKMI MEDIA KESEHATAN MASYARAKAT INDONESIA The Indonesia Journal of Public Health
Volume 10, Nomor 2, Juni 2014
ISSN 0216-2482
DAFTAR ISI Motivasi Kerja Tenaga Kesehatan di Puskesmas Walenreng Kabupaten Luwu Nurbaeti, Hari Hartika
65-70
Upaya Mempertahankan Kelangsungan Hidup Penderita Kanker Serviks di Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang Mareta B. Bakoil
71-79
Analisis Pengelolaan Pusat Informasi dan Konseling Remaja Berbasis Masyarakat di Wilayah Yogyakarta Fitriani Mediastuti, Retno Heru Setyorini
80-84
Anemia pada Remaja Putri dalam Kaitannya dengan Malaria, Pola Konsumsi Pangan dan Status Sosial Ekonomi di Daerah Endemik Malaria Ansar, Nurpudji A. Taslim, Nurhaedar Jafar
85-89
Analisis Kebutuhan Air Bersih Kota Kupang Menurut Ketersediaan Sumber Air Bersih dan Zona Pelayanan Ragu Theodolfi, Ferry WF Waangsir
90-95
Uji Lapangan LO (Lethal Ovitrap) Skala Perumahan terhadap Daya Tetes Aedes Aegepty Tri Ramadhani, Ulfa Farida Trisnawati
96-101
Peran Kader Posyandu pada Pelayanan Terpadu Wanita Prakonsepsi di Wilayah Puskesmas Pattingalloang Paridah, Citrakesumasari, A. Razak Thaha
102-109
Hubungan Persepsi K3 Karyawan dengan Perilaku Tidak Aman di Bagian Produksi Unit IV PT. Semen Tonasa Sholihin Shiddiq, Atjo Wahyu, Masyita Muis
110-116
Hubungan antara Bauran Pemasaran dengan Loyalitas Pasien di Rawat Inap RSUD Syekh Yusuf Kabupaten Gowa A. Yulyandhika AH, Indar, Alwy Arifin
117-123
JURNAL MKMI, Juni 2014, hal 65-70
MOTIVASI KERJA TENAGA KESEHATAN DI PUSKESMAS WALENRANG KABUPATEN LUWU Motivation of Health Workers in Walenrang Community Health Center Luwu Regency Nurbaeti, Hari Hartika Sekolah Tinggi IlmuKesehatan (STIK) Yayasan Pendidikan Tamalatea (YPT) Makassar (
[email protected]) ABSTRAK Tenaga kesehatan bukan sekedar objek dalam pencapaian tujuan instansi, tetapi juga menjadi subjek atau pelaku. Tenaga kesehatan dapat menjadi perencana, pelaksana dan pengendali yang selalu berperan aktif dalam mewujudkan tujuan instansi, serta mempunyai pikiran, perasaan dan keinginan yang dapat memengaruhi sikap nyata terhadap pekerjaannya, dalam interaksi tersebut perlu dukungan motivasi kerja khususnya tenaga kesehatan. Penelitian ini bertujuan mengetahui motivasi kerja tenaga kesehatan di Puskesmas Walenrang Kabupaten Luwu dengan menggunakan metode survei analitik (observasional) dengan rancangan cross sectional study. Populasi penelitian adalah semua tenaga kesehatan (PNS, PTT dan Non PNS) yang ada di Puskesmas Walenrang sebanyak 106 orang. Sampel penelitian adalah tenaga kesehatan yang berstatus PNS sebanyak 30 orang, dengan teknik pengambilan sampel secara purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara pemberian insentif dengan motivasi kerja tenaga PNS (p=0,009), ada hubungan antara perhatian dengan motivasi kerja tenaga PNS (p=0,002), ada hubungan antara prestasi dengan motivasi kerja tenaga PNS (p=0,045) dan tidak ada hubungan antara tanggung jawab dengan motivasi kerja tenaga PNS (p=0,066). Kesimpulannya, ada hubungan antara insentif, perhatian, prestasi dengan motivasi kerja PNS. Kata kunci : Insentif, perhatian, prestasi, tanggung jawab, motivasi kerja ABSTRACT Health workers are not just objects in the achievement of agency goals, but they also become the subject or executors. They may be planners, executors and controllers who have always played an active role in achieving agency goals, who have thoughts, feelings and desires that can affect real attitude towards their work. In these interactions there is a need to support the work motivation of health workers in particular. This study aims to determine the motivation of health workers in Walenrang community health center, Luwu Regency. This study implemented an observational analytical survey method with cross sectional study approach. Population of this study were all 106 health workers in Walenrang Community Health Center which consisted of civil servants, threeyear employee and non civil servants. 30 samples with civil servant status were selected using purposive sampling. Results of this study found that there was a relationship between the granting of incentives (p=0,009), attention (p=0,002), achievements (0,045) and the work motivation of civil servants. Meanwhile, it was also found that there was no correlation between responsibilities and the work motivation of civil servants (p=0,066). In conclusion, there is a relationship between incentive, attention, achievement and the work motivation of civil servants. Keywords : Incentives, attention, achievement, responsibility, work motivation
65
Nurbaeti : Motivasi Kerja Tenaga Kesehatan di Puskesmas Walenrang Kabupaten Luwu
PENDAHULUAN
wai termotivasi untuk bekerja.4 Perhatian memberikan pengaruh terhadap motivasi kerja sesorang, dengan adanya perhatian baik dari atasan ataupun mitra atau rekan kerja secara tidak langsung tenaga kerja merasa nyaman, lebih giat, dan bertanggung jawab dalam melakukan aktivitas dalam pekerjaan, seperti hal-nya prestasi memberikan pengaruh terhadap motivasi kerja, penghargaan atas prestasi kerja merupakan alat motivasi yang bertujuan tenaga kerja semakin profesional dalam melaksanakan pekerjaan yang di embannya. Penelitian Nurhasia menunjukkan adanya hubungan antara perhatian dan penghargaan atas prestasi kerja dengan motivasi kerja karena perhatian yang diwujudkan dalam bentuk pujian dari rekan kerja serta penghargaan yang diberikan pimpinan membuat pegawai termotivasi dalam bekerja.3 Suatu instansi para pegawai harus pula dididik secara sistematis jika diharapkan dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik dan bertanggung jawab. Latihan juga dimaksudkan untuk memberikan motivasi serta kepuasaan psikologis kepada para pegawai, mengingat peranan faktor manusia di dalam organisasi atau perusahaan sangat penting. Dengan latihan maka pegawai menjadi lebih memahami maksud dan tujuan tugas pokok organisasi. Dengan demikian, pegawai akan lebih menaruh minat dan perhatian pada bidang pekerjaan masing-masing.5 Berdasarkan observasi awal yang telah dilakukan di Puskesmas Walenrang dari hasil wawancara 15 diantara 30 orang PNS (50%) dan 26 diantara 63 orang sukarela (41,3%) mengatakan dilihat dari kedisiplinan, sebagian sering datang tidak tepat waktu, dan untuk upah berupa insentif yang didapatkan pada pegawai berstatus PNS bertugas pada malam hari, sebesar Rp.15.000,per malam, tetapi dana itu dialihkan kepada tenaga kesehatan non golongan (honor dan sukarela) sedangkan pembayarannya terhitung per triwulan. Keluhan lain dari tenaga kesehatan muncul berkenaan insentif non materi seperti tidak adanya anggaran pendidikan bagi tenaga kesehatan (PNS) yang ingin melanjutkan pendidikan.6 Unsur pelaksana bidang kesehatan di Puskesmas Walenrang perlu mendeteksi masalah motivasi tenaga kesehatan sehubungan dengan
Keberhasilan instansi kesehatan dalam mencapai tujuan tidak terlepas dari peran tenaga kesehatan Menurut World Health Organisation (WHO), Indonesia masuk dalam lima negara dengan motivasi tenaga kesehatan yang paling rendah, selain Vietnam, Argentina, Nigeria dan India. Hal ini disebabkan oleh, tidak diperhatikannya kebutuhan tenaga kerja ditinjau dari aspek pemenuhan kesejahteraan.1 Hasil survei Depkes RI diperoleh informasi bahwa kurangnya motivasi kerja yang muncul dari tenaga kesehatan karena mereka memiliki berbagai rintangan misalnya tidak diperhatikan secara insentif oleh pihak dinas kesehatan. Berdasarkan hasil pantauan petugas Sistem Informasi Kesehatan (SIK) pusat Jakarta tahun 2009 diperoleh informasi bahwa dari sekitar 175.000 orang pegawai, 98.512 orang atau 56% mengeluhkan tentang rendahnya insentif yang diterima dari institusi tempat mereka bekerja.2 Motivasi pada dasarnya adalah kondisi mental yang mendorong dilakukannya suatu tindakan (action atau activities) dan memberikan kekuatan yang mengarah kepada pencapaian kebutuhan, memberi kepuasan ataupun mengurangi ketidakseimbangan. Bila motivasi kerja rendah, maka unjuk kerja akan rendah pula meskipun memiliki kemampuan. Setiap orang memiliki perbedaan karakteristik yang menghasilkan unjuk kerja yang berbeda dalam situasi yang berbeda pula. Unjuk kerja pada garis besarnya dipengaruhi oleh dua hal, yaitu faktor motivasi memiliki hubungan langsung dengan unjuk kerja individual sedangkan faktor kemampuan individual dan lingkungan kerja memiliki hubungan yang tidak langsung dengan unjuk kerja.3 Insentif merupakan bagian yang sangat didambakan oleh setiap tenaga kerja, insentif (positif incentive) merupakan cara efektif dan berpengaruh dalam meningkatkan motivasi kerja, yang pada akhirnya secara langsung meningkatkan produktifitas kerja itu sendiri. Penelitian Wahyuni di kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Luwu Timur, menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara pemberian insentif dengan motivasi kerja pegawai karena insentif atau upah diluar gaji yang mereka dapatkan membuat pega-
66
JURNAL MKMI, Juni 2014, hal 65-70
Tabel 1. Distribusi Karakteristik Responden di Puskesmas Walenrang
pemberian insentif, membina keakraban antara teman kerja dan perhatian dari atasan agar tenaga kesehatan mampu memaksimalkan peran agar dapat melaksanakan tugas secara profesional dan bertanggung jawab. Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor yang berhubungan dengan motivasi kerja tenaga kesehatan di Puskesmas Walenrang Kabupaten Luwu.
Karakteristik Umur (tahun) 20-25 26-30 31-35 36-40 ≥41 Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Pendidikan SMA SPK D1 D3 S1
BAHAN DAN METODE Jenis penelitian yang digunakan adalah survei analitik (observasional) dengan rancangan cross sectional study. Penelitian dilakukan di Puskesmas Walenrang Kabupaten Luwu pada bulan Desember tahun 2012. Populasi dalam penelitian ini adalah semua tenaga kesehatan (PNS, PTT, dan non PNS) yang ada di Puskesmas Walenrang sebanyak 106 orang. Sampel penelitian adalah tenaga kesehatan yang berstatus PNS sebanyak 30 orang, dengan teknik pengambilan sampel secara purposive sampling dengan kriteria bersedia menjadi responden, yaitu tenaga kesehatan yang berstatus PNS, dan pernah mengikuti prajabatan. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputer yang dianalisis dengan uji chi square. Penyajian data disajikan dalam bentuk tabel disertai narasi.
n
%
3 4 6 7 10
10,0 13,3 20,0 23,3 33,3
4 26
13,3 86,7
1 4 2 15 8
3,3 13,3 6,7 50,0 26,7
Sumber : Data Primer, 2012
Tenaga PNS di Puskesmas Walenrang Kabupaten Luwu yang menyatakan perhatian baik sebanyak 18 responden (60,0%) sedangkan yang menyatakan perhatian kurang, yaitu sebanyak 12 responden (40,0%). Tenaga PNS di Puskesmas Walenrang Kabupaten Luwu yang menilai prestasi baik sebanyak 20 orang (66,7%) sedangkan yang menyatakan kurang sebanyak 10 responden (33,3%). Tenaga PNS di Puskesmas Walenrang Kabupaten Luwu yang menilai tanggung jawab baik sebanyak 24 orang (80,0%) sedangkan yang menyatakan kurang sebanyak 6 responden (20,0%). Motivasi kerja tenaga PNS di Puskesmas Walenrang Kabupaten Luwu yang menyatakan baik sebanyak 18 (60,0%) sedangkan tenaga PNS yang motivasi kerjanya kurang, yaitu 12 responden (40,0%) (Tabel 2). Hasil analisis menunjukkan terdapat 19 responden yang menyatakan baik dengan adanya insentif, terdapat 15 diantaranya (50,0%) yang menilai motivasi kerja tenaga PNS baik dan 4 orang (13,3%) yang menilai motivasi kerja tenaga PNS kurang. Berdasarkan uji statistik (fisher exact) diperoleh nilai p=0,009. Hal ini berarti ada hubungan antara pemberian insentif dengan motivasi kerja tenaga PNS di Puskesmas Walenrang Kabupaten Luwu. Terdapat 18 responden yang menyatakan baik dengan adanya perhatian dari atasan maupun rekan kerja, terdapat 15 dianta-
HASIL Kelompok umur dengan distribusi tertinggi pada tenaga PNS di Puskesmas Walenrang Kabupaten Luwu adalah kelompok umur ≥41 tahun sebanyak 10 orang (33,3%) dan terendah ada pada kelompok umur 26-30 tahun, yaitu 4 orang (13,3%). Jenis kelamin dengan distribusi tertinggi pada tenaga PNS di Puskesmas Walenrang Kabupaten Luwu adalah jenis kelamin perempuan sebanyak 26 orang (86,7%) dan jenis kelamin laki-laki sebanyak 4 orang (13,3%), sebagian besar tingkat pendidikan tenaga PNS di Puskesmas Walenrang Kabupaten Luwu adalah jenjang pendidikan D3 sebanyak 15 orang (50%) (Tabel 1). Tenaga PNS di Puskesmas Walenrang Kabupaten Luwu yang menyatakan pemberian insentif baik sebanyak 19 responden (63,3%) sedangkan yang menyatakan pemberian insentif kurang, yaitu sebanyak 11 responden (36,7%).
67
Nurbaeti : Motivasi Kerja Tenaga Kesehatan di Puskesmas Walenrang Kabupaten Luwu
PEMBAHASAN
Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Pemberian Insentif, Perhatian, Prestasi, Tanggung Jawab, Motivasi Kerja di Puskesmas Walenrang Karakteristik Insentif Baik Kurang Perhatian Baik Kurang Prestasi Baik Kurang Tanggung Jawab Baik Kurang Motivasi kerja Baik Kurang
n
%
19 11
63,3 36,7
18 12
60,0 40,0
20 10
66,7 33,3
24 6
80,0 20,0
18 12
60,0 40,0
Insentif merupakan salah satu jenis penghargaan yang dikaitkan dengan prestasi kerja. Semakin tinggi prestasi kerja, diharapkan semakin besar pula insentif yang diberikan. Menurut Dumilah menyatakan bahwa fungsi utama dari insentif adalah untuk memberikan tanggung jawab dan dorongan kepada pegawai. Adapun tujuan pemberian insentif adalah untuk meningkatkan produktifitas kerja individu maupun kelompok.7 Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara pemeberian insentif dengan motivasi kerja tenaga PNS. Hal ini berarti semakin besar insentif yang diterima oleh tenaga kesehatan, maka semakin meningkat motivasi dan begitu pula sebaliknya semakin rendah insentif maka akan semakin kurang motivasi kerja yang dimiliki oleh tenaga kesehatan. Pada penelitian ini terdapat 4 orang (13,3%) yang menjawab baik adanya pemberian insentif, tetapi merasakan motivasi kerja kurang hal ini berarti bahwa meskipun mereka mendapatkan insentif tidak menyebabkan motivasi meningkat, disebabkan oleh mereka tidak merasa puas dengan insentif yang diterima. Serta terdapat 3 orang (10,0%) yang menjawab pemberian insentif kurang diberikan, tetapi motivasi kerjanya baik, hal tersebut bisa terjadi karena sebagian responden menilai motivasi kerja seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh besaran insentif yang diberikan, tetapi faktor lain juga mempunyai peranan dalam peningkatan motivasi misalnya hubungan dengan rekan kerja dan atasan serta reward, dan juga perhatian dari teman dan atasan memberikan pengaruh terhadap termotivasi atau tidaknya seorang tenaga kesehatan dalam bekerja. Menurut beberapa sumber yang menilai pemberian insentif hanya kadang-kadang diberikan karena pembayaran insentif tenaga perawat dilakukan dalam jangka waktu tiga bulan. Namun, sering juga terlambat karena dananya belum cair. Keadaan ini mengurangi kepuasan tenaga kesehatan terhadap sistem pembayaran insentif di Puskesmas Walenrang. Selain sistem pembayaran tersebut, sistem penilaian dalam pemberian insentif tidak menggunakan jam kerja lembur, tetapi lebih mengacu pada golongan/ pangkat.6
Sumber : Data Primer, 2012
ranya (50,0%) yang menilai motivasi kerja tenaga PNS baik dan 3 orang (10,0%) yang menilai motivasi kerja tenaga PNS kurang. Berdasarkan uji statistik (fisher exact) diperoleh nilai p=0,002. Hal ini berarti ada hubungan antara perhatian dengan motivasi kerja tenaga PNS di Puskesmas Walenrang Kabupaten Luwu (Tabel 3). Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat 20 responden yang menyatakan baik dengan adanya prestasi, terdapat 15 diantaranya (50,0%) yang menilai motivasi kerja tenaga PNS baik dan 5 orang (16,7%) yang menilai motivasi kerja tenaga PNS kurang. Berdasarkan uji statistik (fisher exact) diperoleh nilai p=0,045. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara prestasi dengan motivasi kerja tenaga PNS di Puskesmas Walenrang Kabupaten Luwu Terdapat 24 responden yang menyatakan baik dengan adanya tanggung jawab dalam bekerja, terdapat 15 diantaranya (50,0%) yang menilai motivasi kerja tenaga PNS baik dan 9 orang (30,0%) yang menilai motivasi kerja tenaga PNS kurang. Berdasarkan uji statistik (fisher exact) diperoleh nilai p=0,66. Hal ini berarti tidak ada hubungan antara tanggung jawab dengan motivasi kerja tenaga PNS di Puskesmas Walenrang Kabupaten Luwu (Tabel 3).
68
JURNAL MKMI, Juni 2014, hal 65-70
Tabel 3. Hubungan Insentif, Perhatian, Prestasi, Tanggung Jawab dengan Motivasi Kerja Tenaga PNS di Puskesmas Walenrang Variabel Insentif Baik Kurang Perhatian Baik Kurang Prestasi Baik Kurang Tanggung Jawab Baik Kurang
Motivasi Kerja Baik Kurang n % n %
n
%
15 3
50,0 10,0
4 8
13,3 26,7
19 11
63,3 36,7
0,009
15 3
50,0 10,0
3 9
10,0 30,0
18 12
60,0 40,0
0,002
15 3
50,0 10,0
5 7
16,7 23,3
20 10
66,7 33,3
0,045
15 3
50,0 10,0
9 3
30,0 10,0
24 6
80,0 20,0
0,066
Jumlah
p
Sumber : Data Primer, 2012
an dengan rekan kerja yang kurang baik sehingga motivasi kerjanya tinggi. Perhatian memberikan pengaruh terhadap motivasi kerja seseorang, dengan adanya perhatian baik dari atasan ataupun mitra atau rekan kerja secara tidak langsung tenaga kerja merasa nyaman.10 Seperti pada penelitian ini terdapat sekitar 12 responden (40,0%) yang menyatakan perhatian dari atasan maupun rekan kerja kurang, hal tersebut disebabkan kurangnya bimbingan dan arahan pimpinan serta dorongan untuk sukses dalam menyelesaikan pekerjaan baik dari rekan kerja maupun atasan. Menurut Siagian, hubungan teman kerja merupakan hal paling pertama dialami oleh petugas disebabkan apabila hubungan teman kerja tidak tercipta sehingga tugas tidak dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Perlunya hubungan teman sekerja adalah bagian yang selama ini dipertahankan oleh setiap instansi yang menerima tenaga kerja atau petugas.11 Sejalan dengan penelitian Fitriani menunjukkan adanya hubungan perhatian atasan terhadap motivasi kerja petugas kesehatan karena perhatian atasan maupun rekan kerja mampu memberikan konstribusi yang positif dalam bertugas/bekerja.8 Pada penelitian terdapat 10 tenaga PNS (33,3%) menyatakan prestasi kurang, hal tersebut disebabkan tenaga PNS berusaha bekerja keras termasuk mengerjakan tugas tambahan, tetapi tidak mencapai prestasi terbaik. Sejalan peneli-
Tenaga kesehatan yang puas dengan insentif yang diterima selama ini adalah tenaga kesehatan yang dari sisi tugas dan beban kerjanya tidak terlalu berat sehingga insentif yang diterima dalam bentuk uang dinilai cukup karena merupakan tambahan diluar gaji. Menurut teori Abraham Maslow, seseorang memiliki motivasi kerja tinggi apabila tingkat kepuasannya terpenuhi, dan biasanya orang dengan motivasi kerja cenderung juga memiliki tingkat kepuasan yang tinggi terhadap yang dicapainya.8 Sejalan yang dikemukakan oleh Ishak, menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pemberian insentif dengan motivasi kerja, apabila pemberian insentif terpenuhi maka akan mampu mendorong semangat kerja dari tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugas karena tingkat motivasi yang dimiliki oleh seseorang dapat dinilai dari yang dicapai dan yang diinginkan. Pada dasarnya setiap orang menginginkan hasil kerja yang memuaskan atau minimal mampu untuk memenuhi seluruh kebutuhannya.9 Hasil penelitian juga menunjukkan terdapat 3 responden (10%) yang perhatian dari rekan kerja kurang, tetapi motivasi kerjanya baik. Hal ini disebabkan oleh, tenaga kesehatan tersebut tetap memilih mendahulukan kepentingan tim daripada kepentingan pribadi. Mereka menganggap bahwa pekerjaan tetap dilaksanakan tanpa harus terpengaruh dengan adanya kondisi hubung-
69
Nurbaeti : Motivasi Kerja Tenaga Kesehatan di Puskesmas Walenrang Kabupaten Luwu
tian Fitriani menunjukkan bahwa prestasi dalam perwujudan sebagai pengakuan atau penghargaan kepada tenaga perawat berhubungan dengan motivasi kerja karena semakin sering adanya pengakuan dan penghargaan maka semakin termotivasi tenaga perawat dalam menjalankan tugas atau pekerjaan.8 Tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya. Pada penelitian ini sebagian besar tenaga PNS bertanggung jawab dalam bekerja dengan atau tanpa adanya motivasi, yang meliputi tanggung jawab dalam hal penyelasaian tugastugas tepat waktu, Setiap pekerjaan merupakan tanggung jawab secara bersama serta berusaha bekerja secara mandiri, tanpa menggantungkan pada orang lain. Tanggung jawab dalam bekerja merupakan interpretasi dari atasan maupun rekan kerja. Motivasi dapat memberikan dorongan atau penyemangat dalam bekerja sehingga tenaga perawat mampu mengerjakan tugas dengan penuh tanggung jawab.
hakikat individu yang lain serta memberikan suatu dorongan atau motivasi. Perlunya pemberian penghargaan atas prestasi kerja tenaga kesehatan. Perlunya menanamkan rasa tanggung jawab dalam bekerja bagi tenaga kerja kesehatan karena dengan tanggung jawab dalam menjalankan tugas akan mampu meningkatkan motivasi kerja.
DAFTAR PUSTAKA 1. Swarburg, R. C. Pengaturan Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan Untuk Perawat Klinis. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2005. 2. Depkes RI. Insentif Tenaga Kesehatan. Jakarta: Depkes RI; 2011. 3. Nurhasia. Faktor yang Berhubungan dengan Motivasi Kerja di Puskesmas Sudiang Raya Kota Makassar [Skripsi]. Makassar: STIK Tamalate; 2009. 4. Wahyuni. Upaya Meningkatkan Motivasi Kerja Pegawai di Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Luwu Timur [Skripsi]. Makassar: Universitas Hasanuddin; 2008. 5. Handoko, T. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Edisi 2. Yogyakarta: BPFE; 2007. 6. Dinas Kesehatan Kabupaten Luwu. Profil Kesehatan Kabupaten Luwu Tahun 2008. Palopo: Dinas Kesehatan Kabupaten Luwu; 2008. 7. Dumilah, A. Sistem Pemberian Insentif yang Berpihak pada Sumber Daya Manusia Kesehatan di Daerah Terpencil [Skripsi]. Makassar: Universitas Hasanuddin; 2008. 8. Fitriani, A. Gambaran motivasi Kerja Tenaga Kesehatan di RSUD Salewang Kab. Maros [Skripsi]. Makassar: STIK Tamalate; 2010 9. Ishak, A, Hendri, T. Manajemen Motivasi. Jakarta: Grasindo; 2005. 10. Danim, S. Motivasi Kepemimpinan dan Efektivitas Kelompok. Bengkulu: PT Rineka Cipta; 2004. 11. Siagian, S. P. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara; 2005.
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian tentang motivasi kerja tenaga PNS di Puskesmas Walenrang Kabupaten Luwu menunjukkan bahwa ada hubungan antara pemberian insentif dengan motivasi kerja tenaga PNS (p=0,009), ada hubungan antara perhatian dengan motivasi kerja tenaga PNS (p=0,002), ada hubungan antara prestasi dengan motivasi kerja tenaga PNS (p=0,045) dan tidak ada hubungan antara tanggung jawab dengan motivasi kerja tenaga PNS (p=0,066). Disarankan agar bentuk pemberian insentif sesuai dengan kebutuhan, harapan serta beban kerja, sehingga motivasi kerja tenaga kesehatan dapat lebih meningkat dari sebelumnya. Perlunya terjalin hubungan yang harmonis dengan rekan kerja untuk saling memperhatikan sinkronisasi antara tujuan bersama dengan tujuan masingmasing individu, tetap menciptakan dan meningkatkan suasana pergaulan yang menyenangkan, hubungan antara individu yang wajar, sadar akan
70
JURNAL MKMI, Juni 2014, hal 71-79
UPAYA MEMPERTAHANKAN KELANGSUNGAN HIDUP PENDERITA KANKER SERVIKS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PROF. DR. W.Z. JOHANNES KUPANG Efforts to Maintain the Survival of Patients with Cervical Cancer in Prof . Dr. W.Z. JohannesKupang Regional Public Hospital Mareta B. Bakoil Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Kupang (
[email protected]) ABSTRAK Penyakit kanker serviks berdasarkan data Yayasan Kanker Indonesia (2007) menyebabkan korban meninggal sedikitnya 200.000 wanita per tahun. Berdasarkan rekam medik RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes Kupang, penderita kanker serviks tahun 2012 mencapai 37 kasus. Upaya pengobatan dilakukan untuk meningkatkan semangat hidup pasien. Tujuan penelitian untuk mengetahui upaya mempertahankan kelangsungan hidup dari penderita kanker serviks di RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes Kupang. Jenis penelitian adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologis, jumlah informan enam orang. Cara pengambilan data dengan wawancara mendalam menggunakan pedoman wawancara. Hasil penelitian, yaitu informan melakukan upaya mempertahankan kelangsungan hidup secara fisik meliputi pengobatan secara medis maupun alternatif, memperhatikan pola diet dan gizi yang baik, berolahraga sesuai dengan kemampuan dan keadaan informan. Upaya psikologis meliputi informan memiliki keyakinan dan sikap yang positif terhadap keadaan dirinya, mengendalikan pikiran, dan mengembangkan spiritualitas. Upaya secara sosial, yaitu menjaga keseimbangan antara kewajiban sosial dan kesenangan, dan membangun dukungan sosial. Kesimpulannya adalah upaya mempertahankan kelangsungan hidup secara fisik meliputi pengobatan, pola diet dan gizi yang lebih baik, aktivitas fisik atau olahraga, secara psikologis, yaitu memiliki keyakinan dan sikap yang kuat untuk sembuh dan bertahan hidup, melakukan upaya pengendalian pikiran, mengembangkan kehidupan spiritualitas, sedangkan secara sosial meliputi menjaga keseimbangan antara kewajiban sosial, kesenangan, dan membangun dukungan sosial. Kata Kunci : Kanker serviks, fisik, psikologis, sosial ABSTRACT Based on data from the Indonesian Cancer Foundation (2007), cervical cancer killed at least 200,000 women per year. Based on Prof. Dr. W.Z. Johannes Kupang Hospital’s medical records, there were 37 cases of cervical cancer in 2012. Efforts were made to improve the patients’ will to live. This study aims to determine the viability of maintaining cervical cancer patients’ survival in Prof. Dr.W.Z.Johannes Kupang Regional Public Hospital. This research was conducted using a qualitative study with a phenomenological approach. There were a total of six informants. Data were collected through indepth interviews using interview guidelines. Results of this study found that informants had carried out efforts to maintain the survival of patients physically which included medical and alternative treatments, attention to diet and good nutrition, exercise suitable to the ability and state of the informant. On the other hand, psychological efforts include informants having confidence and a positive attitude towards his situation, conttrolling their minds and developing spirituality. Social efforts were maintaining a balance between social obligation and pleasure as well as building social support. In conclusion, the efforts to maintain survival physically included medical treatment, better dietary pattern and nutrition, physical activities or exercise, while psychologically included having a strong believe and attitude to recover and live, making efforts to control the mind, develop a spiritual life, where as socially it included maintaining a balance between social obligations, happiness and building social support. Keywords : Cervical cancer, physical, psychological, social
71
Mareta B. Bakoil : Upaya Mempertahankan Kelangsungan Hidup Penderita Kanker Serviks
PENDAHULUAN
sembuh yang tinggi karena memiliki sistem kekebalan tubuh yang tinggi akibat dari sikapnya tadi. Berdasarkan rekam medik di RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes Kupang, yang merupakan rumah sakit rujukan tipe B di Provinsi NTT, jumlah penderita kanker serviks tahun 2010 sebanyak 42 orang. Jumlah ini mengalami peningkatan pada tahun 2011 dan menduduki urutan pertama kanker pada sistem reproduksi wanita dengan jumlah 52 kasus. Bulan Januari sampai dengan Agustus 2012, jumlah penyakit kanker serviks mencapai 37 kasus, dengan jumlah pasien yang meninggal selama dua tahun terakhir sebanyak tujuh orang. Hasil studi pendahuluan di rumah sakit tersebut menunjukkan bahwa pasien yang terdiagnosis menderita kanker serviks dan kemudian datang berobat umumnya sudah mengalami kanker serviks dengan stadium lanjut. Adapun sebagian pasien yang terdeteksi pada stadium awal memilih pengobatan alternatif atas anjuran orang-orang di sekitarnya karena takut menjalani operasi dan kemoterapi, setelah kondisinya bertambah parah, baru pasien datang berobat. Keadaan psikologis pada penderita kanker serviks terutama stadium lanjut, umumnya diliputi kemarahan dan depresi karena memikirkan penyakit yang dideritanya. Beberapa upaya pengobatan secara fisik dilakukan terhadap pasien yang datang berobat, diantaranya transfusi darah untuk memperbaiki keadaan umum pasien atau menaikkan kadar Hb pasien yang sering mengalami perdarahan yang berakibat anemia, pemberian vitamin terhadap pasien untuk meningkatkan daya tahan tubuh, dan persiapan rujukan. Upaya pengobatan secara psikologis dengan memberikan konseling serta melibatkan keluarga dalam proses perawatan pasien karena dukungan keluarga turut diperlukan yang bertujuan meningkatkan semangat hidup dan komitmen pasien untuk tetap menjalani pengobatan. Tujuan dari penelitian ini, yaitu untuk mengetahui upaya mempertahankan kelangsungan hidup dari penderita kanker serviks dari aspek fisik, psikologis dan sosial di RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes Kupang.
Kanker serviks merupakan jenis kanker yang paling banyak diderita oleh wanita dan menjadi penyebab kematian terbanyak pada perempuan di dunia. Kanker serviks biasanya menyerang wanita antara usia 35-55 tahun, dan paling sering ditemukan pada usia di atas 40 tahun.1 Setiap tahun tak kurang dari 500.000 perempuan di dunia terdiagnosa terkena kanker serviks. Separuh diantaranya, yakni 250.000 perempuan meninggal dunia. Setiap satu menit ditemukan satu kasus baru dan setiap dua menit merupakan satu kematian.2 Berdasarkan data Yayasan Kanker Indonesia tahun 2007, saat ini penyakit kanker serviks menyebabkan korban meninggal sedikitnya 200.000 wanita per tahun atau diperkirakan setiap harinya terjadi 41 kasus baru kanker serviks dan 20 perempuan meninggal dunia karena penyakit tersebut. Perempuan dan para ibu di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan kelompok yang rawan menderita kanker serviks. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi NTT, terdapat 5% jumlah penduduk NTT yang mengidap kanker serviks. Penelitian yang dilakukan oleh Hadjam terhadap pasien kanker menemukan bahwa pasien yang mengalami kanker memperlihatkan adanya stres dan depresi yang ditunjukkan dengan perasaan sedih, putus asa, pesimis, merasa diri gagal, tidak puas dalam hidup, merasa lebih buruk dibandingkan dengan orang lain, penilaian rendah terhadap tubuhnya, dan merasa tidak berdaya.3 Dampak fisik dan psikis tersebut berpengaruh pula pada kehidupan sosial penderita, seperti perubahan peran dan tugas di rumah karena penderita sudah tidak mampu melakukan tugasnya sebagai salah satu anggota keluarga. Hal ini dapat memicu munculnya kondisi yang menekan atau stres pada diri penderita. Berbagai cara mengatasi masalah fisik, psikis, dan sosial akibat penyakit kanker tersebut akan dilakukan oleh penderita yang telah berada pada fase penerimaan diagnosis penyakit, antara lain secara aktif mencari cara penyembuhan yang mungkin, selalu menuruti saran dokter, ingin mengontrol dirinya, mencari dukungan, dan rajin bertanya. Penderita yang kooperatif ini, umumnya memiliki kemungkinan
72
JURNAL MKMI, Juni 2014, hal 71-79
BAHAN DAN METODE
dan di rumah masing-masing informan di Kota Kupang berdasarkan catatan alamat tempat tinggal penderita yang diperoleh dari catatan rekam medik RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes Kupang. Penggabungan pengobatan ke dokter dan tradisional menjadi pilihan utama empat informan yang telah terdiagnosis menderita kanker serviks, yaitu IU1, 2, 3, dan 4. Berikut ini ungkapan salah satu informan:
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologis, yaitu jenis penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk memahami arti peristiwa dan kaitannya terhadap orang-orang biasa dalam situasi-situasi tertentu.4 Oleh karena itu, pendekatan ini untuk menggali dan memahami upaya penderita kanker serviks untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dilihat dari sudut pandang fisik, psikologis, dan sosial penderita itu sendiri. Penelitian dilakukan di RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes Kupang terhadap penderita kanker serviks yang sedang menjalani rawat inap di rumah sakit dan di rumah informan di Kota Kupang berdasarkan catatan alamat tempat tinggal penderita yang diperoleh dari catatan rekam medik RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes Kupang. Waktu penelitian pada bulan Januari 2013. Populasi penelitian berjumlah 37 orang penderita kanker serviks. Subjek penelitian sebanyak enam informan dengan kriteria klien didiagnosa menderita penyakit kanker serviks oleh dokter, keadaan umum klien baik, klien melakukan tindakan pengobatan untuk penyembuhan penyakit, klien dapat berkomunikasi dengan baik, dan bersedia menjadi informan, dan informan triangulasi yang merupakan pihak terdekat yang mengetahui dan menyaksikan upaya penderita kanker serviks dalam mempertahankan hidupnya, yaitu suami, keluarga, ataupun kepala ruangan/bidan koordinator. Cara pengumpulan data dengan melakukan indept interview menggunakan pedoman wawancara yang dibuat oleh peneliti berdasarkan tujuan penelitian. Pengolahan dengan menganalisa katakata yang disampaikan oleh informan, dilanjutkan dengan identifikasi kategori dan penentuan tema. Kemudian membuat kesimpulan tentang tema yang paling banyak muncul dan dijadikan sebagai hasil penelitian. Analisa data dengan melakukan content analysis. Penyajian data dilakukan dalam bentuk narasi.
“dari awal itu secara tradisional dulu, minum daun sirsak. Kemudian kemoterapi tiga kali,…radiasi…tiap dua bulan kontrol” (IU1) “yang saya amati, sudah menjalani kemoterapi tiga kali. Total penyinaran 35 kali. Dengan menjalani ramuan tradisional, yang pertama daun sirsak, …ada satu lagi sejenis benalu…” (IT1) Salah satu informan yang menderita kanker serviks stadium II memiliki rasa percaya yang kuat pada dokter, menyatakan ia hanya menjalani pengobatan medis. Sedangkan informan lainnya memilih pengobatan tradisional hingga melihat hasil akhirnya. Pernyataannya sebagai berikut: “dokter bilang lebih baik ke Bali saja, tapi sonde jadi ke Bali. Alasannya karna sudah ada ahli ramuan. Nanti kita lihat dulu minum ramuan ini perkembangannya bagaimana” (IU3) “karena baru stadium awal, ternyata obat tradisional membantu untuk mengurangi, jadi kita masih tunggu hasil selanjutnya” (IT3) Seluruh informan yang terdiagnosis secara medis menderita kanker serviks segera melakukan tindakan pengobatan baik dengan menggabungkan pengobatan secara medis/ke dokter (kemoterapi, radiasi, dan operasi) dan pengobatan alternatif (tradisional) maupun memilih hanya melakukan salah satu diantara kedua jenis pengobatan tersebut. Berkaitan tujuan atau alasan melakukan pengobatan, para informan menunjukkan jawaban yang bervariasi. Berikut pernyataan informan:
HASIL
Penelitian dilakukan di RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes Kupang terhadap penderita kanker serviks yang sedang menjalani rawat inap
73
Mareta B. Bakoil : Upaya Mempertahankan Kelangsungan Hidup Penderita Kanker Serviks
“karena ada perubahan” (IU3)
Olahraga atau aktivitas fisik merupakan bagian penting dalam perjalanan penderita kanker. Berdasarkan hasil wawancara sebagian besar informan melakukan olahraga, yaitu IU4, 5, dan 6. Berikut pernyataan seorang informan:
“ternyata obat…membantu untuk mengurangi. Kan sistemnya penenang” (IT3) “Selain berdoa tentu kita juga harus bekerja, jadi itu memperkuat alasan saya untuk tetap memeriksakan diri ke doker” (IU5)
“pagi-pagi saya bangun jalan, sore-sore jam tiga saya usaha jalan supaya jangan terlalu tidur” (IU4)
“mama menjalani prosesnya dengan baik walaupun itu tidak menyenangkan” (IT5)
“jadi kita usahakan untuk mobilisasi. Jalan pelan-pelan di sekitar ruangan” (ITB)
Bagi penderita kanker serviks mengonsumsi nutrisi yang baik dan maksimal dapat memperbaiki kondisi fisiknya. Dari hasil wawancara diketahui bahwa terdapat empat informan yang mengalami perubahan pola diet dan gizi yang baik, dan bahkan memiliki pantangan makanan. Berikut pernyataan salah satu dari ke empat informan tersebut:
Sedangkan informan lainnya yang melakukan olahraga atau aktivitas fisik berpendapat bahwa olahraga yang dilakukan dapat membuat tubuh dan pikiran lebih segar, seperti yang dinyatakan oleh informan berikut:
“makan asupan gizi, jadi mulai atur menu, tidak makan sembarang. Banyak makan sayuran, banyak buah, dengan daging. Pantangan makanan ada, yang bakarbakar tidak boleh. Kemudian makanan asin…berlemak kurangi…penyedap rasa, alcohol dihindari, yang goreng-gorengan bisa asal minyak baru…” (IU1)
“melakukan sedikit exercise atau jalan-jalan ringan bisa membuat tubuh kembali fit dan pasien bisa berpikir lebih enak, tidak terlalu drop…” (ITKR)
“saya berolahraga renang...yang saya rasakan tubuh lebih fresh…pikiran juga lebih segar” (IU5)
Penderita yang selamat dari kanker dan juga memiliki keinginan bertahan hidup tentunya memiliki keyakinan dan sikap yang positif untuk memungkinkan dirinya sembuh. Hasil wawancara menunjukkan bahwa seluruh informan memiliki keyakinan dan sikap yang optimis untuk sembuh dari penyakitnya. Berikut penuturan informan:
“kita sudah tahu toh makanan yang harus dimakan itu seperti apa…” (IT1) Selain itu, berdasarkan jawaban para informan tersebut diketahui bahwa anjuran perubahan pola diet dan gizi tersebut diperoleh dari dokter, ahli gizi, keluarga dan bahkan dari diri sendiri, seperti yang disebutkan oleh tiga informan, yaitu IU1,3, dan 5. Berikut pernyataan dua informan:
“saya yakin 100%...saya tidak mau mengalah dengan penyakit ini” (IU4)
“dokter dan dari kesehatan tu, ahli gizi… keluarga juga” (IU1)
“…mereka memiliki keyakinan yang sangat kuat, semangat yang kuat untuk bisa mempertahankan hidupnya dan tidak menyerah pada sakit yang dialami” (ITKR)
“ada brosurnya dari ahli gizi pihak rumah sakit…” (IT1) “ini belum ke dokter, tapi sudah pacu diri sendiri dengan makan makanan yang bergizi…” (IU5).
Hasil wawancara tersebut dapat dianalisa bahwa seluruh informan memiliki keyakinan dan sikap untuk sembuh dari penyakit kanker dan mempertahankan hidup mereka. Hal ini dibuktikan dengan pernyataan seluruh informan bahwa mereka memiliki pikiran yang positif, keyakinan akan pengobatan yang dijalani, kemauan untuk
“mama sangat tertib…sangat ketat, yang paling favorit itu jus. Dia tidak membiarkan tubuhnya lemah. Makan-minum bukan masalah” (IT5)
74
JURNAL MKMI, Juni 2014, hal 71-79
sembuh dan tidak mengalah pada penyakit kanker serviks yang mereka derita. Pikiran adalah salah satu sumber daya yang memungkinkan penderita kanker serviks mampu bertahan. Teknik-teknik pengendalian terbukti sangat membantu penyembuhan berbagai penyakit. Dua dari enam informan menyatakan bahwa pernah mengikuti meditasi atau perenungan dan merasa lebih baik setelah melakukan hal tersebut. Berikut pernyataan satu dari dua informan tersebut:
bahwa mereka tidak melakukan teknik-teknik pengendalian pikiran tertentu dan hanya menyerahkan diri saja kepada Tuhan. Bahkan salah satu informan menyatakan bahwa teknik-teknik pengendalian tertentu seperti meditasi, yoga bukan merupakan jalan keluar karena merupakan bentuk sikap menyerah terhadap penyakit. Kepasrahan kepada Sang Pencipta merupakan kunci dari penyembuhan segala penyakit. Umumnya penderita kanker mengembangkan spiritualitas yang lebih tinggi dalam hidup mereka. Berdasarkan hasil wawancara, enam informan menunjukkan bahwa berdoa merupakan cara yang efektif dan penting untuk mengatasi dampak psikologis penyakit kanker yang mereka alami. Berikut pernyataan informan:
“oya, meditasi juga pernah, itu meditasi dari frater di Atambua, Belu, meditasi tiga kali, rasa enakan” (IU1) “dia mengikuti kelompok doa kerahiman” (IT1)
“saya berdoa, hal-hal spiritual ini sama dengan jumlah tarikan nafas saya. Saya berdoa supaya Tuhan kasih kekuatan untuk saya lewati semua pengobatan ini. Kesembuhan saya percaya pasti ada …sesuai dengan iman” (IU5)
Hal berbeda terjadi pada informan lainnya yang mengaku tidak melakukan teknik-teknik pengendalian pikiran tertentu, seperti pada IU2, 4, dan 6. Berikut pengakuan informan dan alasannya:
“dengan mendekatkan diri, merenungkan apa yang ada di dalam Alkitab, membantu ibu untuk kuat menjalani proses penyakit” (ITB)
“saya serahkan diri saja kepada Tuhan. Kalau Tuhan mau ambil na saya siap” (IU6) “sepanjang pengamatan kami…terbanyak hari-harinya diisi dengan mendekatkan diri pada Tuhan” (ITKR)
Seluruh informan mengalami peningkatan kehidupan spiritualitas dan bahkan mengandalkan spiritualitasnya sebagai cara utama yang efektif dan penting untuk mengatasi dampak psikologis penyakit mereka. Hal ini dapat dimengerti karena kepasrahan kepada Sang Pencipta adalah kunci dari penyembuhan segala penyakit. Selain berdoa, empati informan juga menyatakan bahwa mereka tetap mengikuti kegiatan rohani lainnya, antara lain IU1, 4, 5, dan 6. Berikut penuturan informan:
Adapun satu informan yang mengatakan tidak melakukan teknik-teknik pengendalian tertentu tersebut karena berpikir hal tersebut bukan merupakan jalan keluar dan merupakan bentuk sikap menyerah terhadap penyakit. Berikut penuturannya: “…saya secara pribadi berpikir itu bukan jalan keluar. Kalau bermeditasi, yoga, itu cara termudah untuk menyerah. Kalau kita punya harapan, harus berani bertindak dan tetap percaya bahwa kesembuhan itu ada” (IU5).
“selama saya masih bisa jalan yang saya lakukan adalah datang gereja dan ibadah. Selalu ada dalam komunitas… dan selalu bercerita tentang pengalaman banyak orang yang sakit tapi sembuh” (IU5)
“kita hanya bersandar pada Tuhan…kita tahu hanya bisa menenangkan jiwa pada Tuhan” (IT5)
“setiap kesempatan ibadah mama memberikan kesaksian. Beribadah di gereja, masuk dalam komunitas untuk berdiskusi dan tukar pikiran” (IT5)
Hasil wawancara tersebut dapat dianalisa bahwa sebagian besar informan menyatakan
75
Mareta B. Bakoil : Upaya Mempertahankan Kelangsungan Hidup Penderita Kanker Serviks
Pengembangan spiritualitas yang lebih tinggi dalam hidup para informan selain ditandai dengan frekuensi doa yang meningkat, juga adanya keterlibatan aktif informan dalam berbagai kegiatan rohani, seperti kelompok doa, persekutuan doa, pelayanan gereja, dan ibadah rumah tangga. Dampak fisik dan psikis penyakit kanker serviks tentu berpengaruh pula pada kehidupan sosial penderita, seperti perubahan peran dan tugas di rumah karena penderita sudah tidak mampu melakukan tugasnya sebagai salah satu anggota keluarga. Oleh karena itu, berbagai cara mengatasi dampak sosial ini akan dilakukan oleh penderita yang telah berada pada fase penerimaan diagnosis penyakit. Penderita kanker yang berusaha mempertahankan hidupnya perlu menyeimbangkan kewajiban sosial yang dimiliki dengan kegiatankegiatan yang menyenangkan. Hasil wawancara dengan para informan menunjukkan bahwa walaupun tidak dapat bekerja secara optimal, mereka tetap berusaha melakukan kewajibannya sebagai ibu rumah tangga, yaitu oleh IU1, 2, 4, 5, dan 6. Hal ini dapat dilihat pada pengakuan informan berikut ini:
Berkaitan dengan kegiatan menyenangkan atau menghibur diri, informan memiliki jawaban yang bervariasi. Berikut pengakuan mereka:
“saya tetap melakukan kegiatan, tapi tidak 100%, sudah berkurang karena saya sakit. Karena saya belum mati, jadi saya bisa kerjakan tugas saya sebagai seorang istri dan ibu” (IU4)
Masing-masing informan memiliki cara yang berbeda dalam menyenangkan atau menghibur diri, mulai dari melakukan kegiatan di luar rumah, baik melakukan hobi seperti memasak, membaca, bermain alat musik, menghabiskan waktu dengan keluarga, berinteraksi sosial, maupun bermain facebook dan game di laptop. Penderita kanker sebaiknya membangun hubungan yang membuat mereka lebih bahagia. Hubungan yang baik dengan orang di sekitarnya dapat membuat mereka bahagia. Seluruh informan dalam penelitian ini menyatakan bahwa mereka sangat memerlukan dukungan dan merasa senang dan lebih kuat setelah menerima dukungan dari orang-orang di sekitar mereka, terutama suami, anak-anak, dan keluarga. Berikut penuturan informan:
“kayak ke toko…jalan dengan teman… main facebook, game di laptop…pergi arisan ju” (IU1) “saya lihat maitua ni selalu main game dan facebook untuk menghilangkan stress” (IT1) “menghibur diri ya kita ke tetangga, cerita-cerita, terhibur dengan anak-anak” (IU2) Dia suka curhat dengan teman-teman. Berkelakar dengan anak-anak” (IT2) “hobi seperti masak-masak. Saya senang dan lupakan sakit yang ada” (IU4) “mama hobi masak” (IT4) “…kadang-kadang main music dan nyanyi bersama, nonton TV dan khotbah bersama. Hobi saya membaca” (IU5) “dia membaca buku…juga menyaksikan film, khotbah…” (IT5)
“tetap. Tapi masak, cuci pakaian dikurangi” (IT4) Seluruh informan tetap berusaha melakukan kewajiban mereka sebagai istri dan ibu rumah tangga, seperti memasak, dan tugas rumah lainnya, walaupun hal tersebut tidak dapat dilakukan secara optimal, seperti yang diungkapkannya berikut ini: “…istirahat saja…tugas di rumah ini, su perubahan karna sonde kerja-kerja lagi, hanya duduk-duduk saja. Karna saya masih sakit…” (IU3)
“mereka datang kasih kekuatan dan penghiburan. Saya sangat bahagia, saya punya anak dan suami yang selalu memperhatikan” (IU4)
“kurang e…sementara masih sakit ini…” (IT3)
76
JURNAL MKMI, Juni 2014, hal 71-79
“Selama dirawat banyak yang datang untuk melihat. Suami dan anak-anak…keluarga dekat ditambah kelompok-kelompok doa datang untuk memberikan dukungan doa dan support agar menjalani sakit dengan lebih kuat, sehingga mereka senang… merasa ada yang memperhatikan.” (ITB)
mempertahankan hidupnya. Hal ini sejalan dengan pernyataan Sudewo bahwa tujuan pengobatan pada penderita kanker adalah menyembuhkan, memperpanjang harapan hidup, dan memperbaiki kualitas hidup pada pasien.6 Pengobatan yang dilakukan penderita kanker serviks juga memberikan dampak fisik secara langsung bagi penderitanya, yakni mudah ginekologik yang memiliki tingkat keganasan lelah, perubahan warna kulit, maupun penurunan yang cukup tinggi dan menjadi penyebab berat badan menurun secara drastis. Pada penderita kanker serviks yang menjalani pengobatan dengan radioterapi akan menunjukkan efek samping yang cukup besar, seperti semakin memburuknya kemampuan fungsi seksual, lebih mudah mengalami gangguan somatisasi serta timbulnya gangguan psikososial. Kondisi psikologis yang terjadi pada penderita kanker serviks yang menjalani pengobatan radioterapi, yakni munculnya perasaan takut, tidak berdaya, rendah diri, sedih dan lebih mudah mengalami kecemasan maupun depresi.7 Sebagian besar informan mengalami perubahan pola diet dan gizi yang baik, seperti lebih banyak mengonsumsi buah-buahan dan sayur, dan memiliki beberapa pantangan makanan seperti mengurangi daging, makanan berlemak dan gorengan, yang tentunya dapat menunjang kondisi fisik dan menolong mereka untuk bertahan hidup. Hal ini terangkum dalam pernyataan Sartono bahwa makanan dapat menghasilkan kegunaan bagi tubuh manusia, diantaranya memelihara dan memperbaiki jaringan tubuh yang telah tua dan rusak, diperlukan untuk proses yang terjadi dalam tubuh, dan menghasilkan energi untuk dapat melakukan aktivitas, serta memiliki peranan untuk mempertahankan hidup.8 Pengetahuan mengenai pola diet dan gizi yang baik beserta pantangannya tersebut diperoleh dari berbagai sumber, seperti dokter, ahli gizi, keluarga, dan bahkan dari diri sendiri. Oleh karena itu, berdasarkan sumber informasi para informan, dapat diketahui bahwa pengetahuan seseorang bisa diperoleh dari pengalaman yang berasal dari berbagai macam sumber.9 Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Efrida menunjukkan bahwa pengetahuan berhubungan dengan upaya pencegahan dan pengobatan kanker serviks.10
Berkaitan dengan cara membangun dukungan sosial dan menjaga hubungan yang baik, para informan seperti IU1, 5, dan 6, menyatakan bahwa membuka diri, bergaul, berkomunikasi, berpikir positif merupakan cara yang dilakukan, seperti penuturan informan berikut ini: “seperti mama bilang, komunikasi, membuka diri…” (IU1) “pasien berkomunikasi,bercerita dengan keluarga, teman-teman, sahabat tentang sakitnya sehingga dari bercerita itu, ia mendapatkan masukan bagi dirinya untuk selalu kuat didalam menghadapi sakitnya…meringankan beban stresnya. Dia bisa berbagi…sehingga beban pikirannya menjadi lebih ringan” (ITB) Para informan berusaha membuka diri, bergaul, berkomunikasi, dan berpikir positif untuk membangun dukungan sosial dan hubungan yang baik tersebut. Pada dasarnya, penderita kanker memang perlu meluangkan waktu dan energi lebih banyak untuk membangun hubungan yang membuat mereka lebih bahagia dan menghindari hal-hal yang dapat meracuni hubungan tersebut.
PEMBAHASAN Menurut Maharani beberapa penderita kanker serviks biasanya menggunakan pengobatan pelengkap dan alternatif yang digunakan bersama atau menjadi pengganti dari perawatan standar. Menggabungkan pengobatan alternatif dengan perawatan standar mungkin atau bahkan lebih berbahaya sehingga penderita harus mendiskusikan kemungkinan manfaat dan efek pengobatan alternatif tersebut dengan dokter.5 Hasil wawancara menunjukkan bahwa walaupun cara informan menyampaikan jawaban berbeda, tetapi seluruh informan sesungguhnya memiliki tujuan yang sama dalam pengobatannya, yaitu untuk memperoleh kesembuhan dan
77
Mareta B. Bakoil : Upaya Mempertahankan Kelangsungan Hidup Penderita Kanker Serviks
dapat dilakukan penderita untuk menanggulangi dampak penyakitnya. Dukungan sosial tersebut dapat berasal dari berbagai sumber, seperti pasangan hidup, keluarga, pacar, teman, rekan kerja, dan organisasi komunitas. Hubungan yang baik dengan teman, kerabat, pasangan, anak-anak, atasan, bawahan, mitra kerja, dan sebagainya dapat membuat bahagia. Menurut Cancer Treatment Centres of America, keluarga merupakan pendukung utama dalam proses pemulihan penderita yang mengalami kanker serviks. Pelibatan keluarga dalam intervensi spiritual pada individu yang mengalami penyakit kronik sangat diperlukan. Hal ini disebabkan dukungan keluarga dan sosial merupakan salah satu faktor penentu pencapaian kesejahteraan psikospiritual individu yang mengalami kanker stadium lanjut.12
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa informan melakukan olahraga atau aktivitas fisik yang dalam hal ini dapat membuat tubuh dan pikiran mereka lebih segar. Olahraga atau aktivitas fisik tersebut efektif untuk membantu informan memperbaiki kondisi fisik mereka. Efek olahraga yang teratur akan membantu meningkatkan sistem imun bagi penderita kanker sehingga dapat mengalahkan sel-sel kanker yang ada dalam tubuh mereka.6 Olahraga juga terkait dengan kebugaran tubuh, membiasakan jalan kaki di pagi hari merupakan hal yang baik untuk menjaga kondisi fisik tubuh.2 Dampak kanker serviks tidak hanya meliputi aspek fisik penderita, tetapi juga mencakup aspek psikologi. Hal ini menyebabkan, pasien kanker biasanya mengalami sakit dua kali lipat dari kebanyakan penyakit lain, yakni selain menderita penyakit kanker itu sendiri mereka juga menderita depresi, rasa tertekan, takut, dan kuatir. Oleh karenanya, dalam mempertahankan kelangsungan hidup, penderita juga memfokuskan dirinya pada masalah psikologis yang menyertai penyakit yang dialaminya.3 Berdasarkan penanggulangan dampak penyakit kanker serviks dari aspek psikologis, terdapat tiga kategori tindakan informan yang ditemukan dalam penelitian ini, yakni keyakinan dan sikap, berpikir kreatif untuk mengendalikan pikiran, dan spiritualitas. Berpikir kreatif dengan cara mengendalikan dan menggunakan pikiran untuk menyembuhkan diri sendiri perlu dilakukan untuk melengkapi program pengobatan penderita kanker. Cara pengendalian ini umumnya dapat dilakukan dengan meditasi, berdoa, berbicara dengan diri sendiri melalui visualisasi, dan cara-cara self healing lainnya. Meditasi merupakan kegiatan berpikir tentang suatu hal secara berulang-ulang di dalam pikiran dengan tujuan memandang hidup secara positif.11 Membangun hubungan yang baik dengan orang di sekitar dan mendapatkan dukungan sosial dari orang-orang di sekitar mereka, terutama suami, anak-anak, dan keluarga, merupakan salah satu hal yang informan lakukan untuk mengatasi dampak sosial penyakit mereka dan sangat mereka perlukan untuk merasa lebih kuat dan bahagia. Oleh karena itu, mencari dan menemukan dukungan sosial turut menjadi salah satu upaya yang
KESIMPULAN DAN SARAN Upaya mempertahankan kelangsungan hidup secara fisik meliputi pengobatan, pola diet dan gizi yang lebih baik, aktivitas fisik atau olahraga, secara psikologis, yaitu memiliki keyakinan dan sikap yang kuat untuk sembuh dan bertahan hidup, melakukan upaya pengendalian pikiran, mengembangkan kehidupan spiritualitas, sedangkan secara sosial meliputi menjaga keseimbangan antara kewajiban social, kesenangan, dan membangun dukungan sosial. Bagi peneliti selanjutnya dapat melihat pengaruh maupun hubungan baik dari konsep yang dikaji maupun yang tidak dikaji dengan memperluas area, fokus, jumlah informan, jumlah populasi dan lokasi penelitian untuk penelitian lanjutan.
DAFTAR PUSTAKA 1. Manan, E. Miss V. Yogyakarta: Buku Biru; 2011. 2. Faizah. Waspada Kanker Serviks. Yogyakarta: Lintang Aksara; 2010. 3. Lubis, N. L, Hasnida. Terapi Perilaku Kognitif pada Pasien Kanker [Artikel]. Medan: Universitas Sumatera Utara; 2009. 4. Saryono, Anggraeni, D. M. Metodologi Penelitian Kualitatif dalam Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Mulia Medika; 2011.
78
JURNAL MKMI, Juni 2014, hal 71-79
5. Maharani, S. Mengenal 13 Jenis Kanker dan Pengobatannya. Yogyakarta: Katahati; 2009. 6. Sudewo, B. Basmi Kanker dengan Herbal. Jakarta: Visimedia; 2012. 7. Fitriana, N. A, Ambarini, T. K. Kualitas Hidup pada Penderita Kanker Serviks yang Menjalani Pengobatan Radioterapi. Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental. 2012;1(2):123-9. 8. Sartono. Racun dan Keracunan. Jakarta: Widya Medika; 2005. 9. Istiarti, T. Menanti Buah Hati, Kaitan antara Kemiskinan dan Kesehatan. Yogyakarta: Media Pressindo; 2005. 10. Efrida, Mutia. Hubungan Pengetahuan dan Minat Remaja Putri dengan Pencegahan Kanker Serviks di Madrasah Aliyah Negeri Darussalam Kabupaten Aceh Besar [Artikel]. Banda Aceh: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan U’Budiyah; 2013. 11. Warren R. The Purpose Driven Life: Kehidupan yang Digerakkan oleh Tujuan. Surabaya: Gandum Mas; 2010. 12. Hasnani, F. Respon Spiritual Penderita Kanker Serviks (Studi Kasus Pengalaman Spiritual Penderita Kanker Serviks di Yayasan kanker Indonesia) [Skripsi]. Jakarta: Universitas Islam Negeri Jakarta; 2010.
79
Fitriani Mediastuti : Analisis Pengelolaan Pusat Informasi dan Konseling Remaja Berbasis Masyarakat
ANALISIS PENGELOLAAN PUSAT INFORMASI DAN KONSELING REMAJA BERBASIS MASYARAKAT DI WILAYAH YOGYAKARTA The Analysis of Community Based Center for Information and Adolescent Counseling Management in Yogyakarta Fitriani Mediastuti, Retno Heru Setyorini Akademi Kebidanan Yogyakarta (
[email protected]) ABSTRAK Remaja berkualitas sangat diharapkan dalam peningkatan pembangunan bangsa. Di Indonesia, upaya untuk meningkatkan sumberdaya manusia khususnya remaja selalu menemui kendala. Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk mengurangi perilaku berisiko pada remaja, yaitu melalui Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIKR) yang berbasis masyarakat. Fokus penelitian ini untuk mengetahui pegelolaan PIKR yang berbasis masyarakat di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Jenis penelitian ini kualitatif dengan rancangan studi kasus dan bersifat deskriptif. Subjek penelitian adalah pengurus PIKR, pengguna PIKR dan stakeholder terkait. Metode pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam, observasi dan penelusuran dokumen. Untuk mengetahui keabsahan data menggunakan metode triangulasi sumber. Analisis data dilakukan secara kualitatif dengan metode explanation building. PIKR Lentera Merapi, PIKR Friends dan PIKR Tunas Harapan merupakan contoh PIKR berbasis masyarakat dan dalam setiap kegiatannya melibatkan pemberdayaan masyarakat serta stakeholder terkait. PIKR Lentera Merapi memiliki support manajemen yang bagus, terutama dari segi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan evaluasi. Pelayanan dengan konsep Primary Health Care (PHC), seperti adanya PIKR berbasis masyarakat ini, sangat dibutuhkan. Hal ini juga terkait dengan mengubah pola pikir masyarakat, yaitu datang ketika sudah sakit diubah dengan konsep datang sebelum sakit. Pengelolaan PIKR berbasis masyarakat yang efektif membutuhkan support manajemen, pemberdayaan masyarakat, dan koordinasi dari berbagai stakeholder. Kata kunci : Pengelolaan, PIKR, masyarakat ABSTRACT Quality youth are highly expected in improving national development. In Indonesia, the effort to increase the quality of human resources, especially youth, has always met obstacles. Therefore, the effort to reduce youngster’s risky behaviors is needed, that is by using community based Youth Counseling and Information Centre (in Indonesia it is termed PIKR). This study aims to find out how the community based youth counseling and information centre is managed in Yogyakarta.This research was conducted using the qualitative method with a descriptive case study design. The subjects of this research were PIKR managers, PIKR users, and related stakeholders. The data were collected using indepth interviews, observation and document investigation. To find out the validity of the data, the triangulation resource method was conducted. Analysis of data were carried out using the explanation building qualitative method. The Lentera Merapi PIKR, Friends PIKR and Tunas Harapan PIKR are examples of community based PIKR and they involve community empowerment and related stakeholders in all of their activities. Lentera Merapi PIKR has a good management support, especially in the organization, implementation, and evaluation. Services with a primary health care concept (PHC) such as the community based PIKR is necessary. This is also related to changing the society’s mindset, in order for them to come before not after they get sick. The effective management of the community based PIKR needs support from the manager, community empowerment, and coordination among various stakeholders. Keywords : Management, PIKR, community
80
JURNAL MKMI, Juni 2014, hal 80-84
PENDAHULUAN
PIKR dipandang cukup bermakna untuk diterapkan. Penguatan remaja untuk meningkatkan pencegahan diri terhadap perilaku berisiko sudah banyak dilakukan. Namun, upaya yang dilakukan masih sebatas menjadikan remaja sebagai obyek, misalnya melalui ceramah dan pelatihan. Penguatan yang menjadikan remaja aktif untuk penguatan diri dan kelompoknya sendiri melalui keterlibatan remaja dalam penanganan masalah kesehatan reproduksi, misalnya melalui pengelolaan PIKR. Dengan penelitian ini diharapkan pemerintah maupun masyarakat dapat mengetahui pengelolaan PIKR dan peranannya dalam mengatasi masalah perilaku berisiko serta menciptakan generasi berencana. Penelitian ini bertujuan mengetahui pegelolaan pusat informasi dan konseling remaja di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta.
Generasi remaja adalah generasi harapan bangsa. Remaja berkualitas sangat diharapkan dalam peningkatan pembangunan bangsa. Namun, upaya untuk meningkatkan sumberdaya manusia khususnya remaja di Indonesia dari waktu ke waktu selalu menemui kendala. Salah satu kendalanya adalah semakin meningkatnya kecenderungan remaja untuk melakukan perilaku berisiko. Perilaku berisiko pada remaja antara lain adalah hubungan seks di luar nikah, kehamilan di luar nikah, kriminalitas remaja, tawuran, kekerasan dalam pergaluan dan penyalahgunaan NAPZA.1 Kasus-kasus yang terkait perilaku berisiko pada remaja sangat tinggi. Pada lima tahun terakhir, jumlah remaja usia 15-19 tahun yang melahirkan melonjak 37%. Jumlah remaja putri yang melahirkan pada 2007 hanya 35 per 1.000 remaja putri. Namun, pada 2012, jumlahnya 48 per 1.000 remaja putri. Hal ini membuat upaya pengendalian penduduk makin sulit dan juga remaja putri kehilangan kesempatan untuk tumbuh kembang dengan baik. Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan, 45,9% penderita AIDS adalah remaja. Selain itu terkait dengan pengguna NAPZA, 51.986 dari 115.404 pengguna NAPZA adalah berusia remaja (16-24 tahun) dan diantara remaja tersebut yang kategori pelajar berjumlah 5.484 dan mahasiswa berjumlah 4.055.2 Salah satu upaya untuk mengurangi perilaku berisiko pada remaja adalah melalui Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIKR) yang merupakan suatu wadah dari, oleh dan untuk remaja yang berguna untuk memberikan informasi dan konseling remaja terkait kesehatan reproduksi serta kegiatan-kegiatan penunjang lainnya. Keberadaan pusat informasi dan konseling remaja berbasis masyarakat telah dikembangkan di beberapa daerah, salah satunya di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Namun, belum semua wilayah di DIY memiliki wadah PIKR. Padahal kegiatan ini dipandang cukup efektif karena dari, untuk dan oleh remaja sendiri. Pada remaja ada kecenderungan untuk memiliki personal fable, yaitu keyakinan bahwa hanya dia yang mengalami pengalaman unik, bukan orang dewasa lain.3 Oleh karena itu, penguatan melalui
METODE PENELITIAN Penelitian menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan rancangan studi kasus dan bersifat deskriptif. Lokasi penelitian, yaitu PIKR Friends (Kota Yogyakarta), PIKR Lentera Merapi (Kecamatan Cangkringan Sleman dan PIKR Tunas Harapan (Kecamatan Patuk Gunungkidul). Penelitian dilaksanakan pada bulan MaretNovember 2013. Subyek penelitian ini adalah pengelola/pengurus PIKR, pengguna PIKR dan stakeholder terkait. Metode pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam, observasi dan penelusuran dokumen, untuk mengetahui keabsahan data menggunakan metode triangulasi sumber. Analisis data dilakukan secara kualitatif dengan metode explanation building.4 Penyajian data dilakukan dalam bentuk narasi.
HASIL Salah satu strategi dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat adalah adanya pusat informasi dan konseling remaja (PIKR) berbasis masyarakat. Dengan adanya PIKR Lentera Merapi, PIKR Friends dan PIKR Tunas Harapan diharapkan dapat menjadikan salah satu cara mengubah pola pikir masyarakat terhadap kesehatannya, yaitu datang sebelum-
81
Fitriani Mediastuti : Analisis Pengelolaan Pusat Informasi dan Konseling Remaja Berbasis Masyarakat
sakit. Hal ini terkait dengan fungsi pusat informasi dan konseling remaja, yaitu sebagai wadah kegiatan program Generasi Berencana (GenRe) dalam rangka penyiapan kehidupan berkeluarga bagi remaja/mahasiswa yang dikelola dari, oleh dan untuk remaja di masyarakat guna memberikan pelayanan informasi dan konseling tentang perencanaan kehidupan berkeluarga bagi remaja serta kegiatan- kegiatan penunjang lainnya. Berikut adalah hasil wawancara dengan informan terkait PIKR:
Pengorganisasian dapat dilihat dari adanya struktur organisasi dengan komponen-komponen organisasi yang jelas, rekruitmen dengan administrasi yang jelas, dan dokumen struktur organisasi. Organisasi PIKR Lentera Merapi, Friends maupun Tunas Harapan, dikelola secara profesional merupakan organisasi formal karena terdapat struktur organisasi yang jelas dan diakui secara resmi oleh Desa/ Kecamatan setempat. Pada pelaksanaan kegiatan PIKR dilakukan pembagian tugas pada masing-masing anggota. Hal ini dimaksudkan agar kegiatan dapat berjalan dengan lancar. Berikut hasil wawancara dengan informan :
”Adanya PIKR memberikan akses kemudahan pada remaja sekitar dalam mendapatkan informasi khususnya kesehatan reproduksi, meski demikian PR kami juga masih banyak, karena belum semua remaja mengenal PIKR ini” (ASY)
“Sudah sesuai masing-masing tugasnya, karena setiap kegiatan yang kita jalankan pasti berjalan lancar , dan sudah terlaksana dengan baik” (ESR)
Penelitian ini mencoba menggali tentang pengelolaan pusat informasi dan konseling remaja berbasis masyarakat di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Adapun dimensi reproduksi meliputi masalah malnutrisi, anemia, aborsi, Infeksi Menular Seksual (IMS), HIV dan AIDS, infertilitas, kekerasan seksual, gender dan masalah kesehatan reproduksi lainnya. Berikut adalah kutipan wawancara dengan informan:
PEMBAHASAN Beberapa layanan kesehatan primer belum memenuhi kebutuhan kesehatan reproduksi, sebagian besar masyarakat, khususnya remaja sulit mendapatkan akses informasi yang dapat dipertanggungjawabkan dan layanan kesehatan reproduksi yang bertanggungjawab.5 Pelayanan kesehatan yang berbasis masyarakat sangat dibutuhkan. Konsep Primary Health Care (PHC) adalah strategi yang dapat dipakai untuk menjamin tingkat minimal dari pelayanan kesehatan untuk semua masyarakat. PHC menekankan pada perkembangan yang bisa diterima, terjangkau, pelayanan kesehatan yang diberikan adalah esensial bisa diraih oleh seluruh masyarakat. Pelayanan yang mengutamakan pada peningkatan serta kelestarian disertai percaya diri sendiri dan disertai partisipasi masyarakat dalam menentukan sesuatu tentang kesehatan. Pelayanan kesehatan pokok yang berdasarkan kepada metode dan teknologi praktis, ilmiah dan sosial yang dapat diterima secara umum baik oleh individu maupun keluarga dalam masyarakat, melalui partisipasi mereka sepenuhnya, serta dengan biaya yang dapat terjangkau oleh masyarakat dan negara untuk memelihara setiap tingkat perkembangan mereka dalam semangat untuk hidup mandiri (self reliance) dan menentukan nasib sendiri (self detemination). Fokus
“Banyak orang tua yang menganggap masalah kesehatan reproduksi itu menjadi masalah yang tabu, padahal remaja itu butuh informasi, butuh pengetahuan kespro, kadang mau tanya juga malu, nah disinilah kita bisa berbagi bersama teman yang memang paham tentang kespro” (HSC) Pengelolaan PIKR sendiri tidak lepas dari manajemen, dalam pelaksanaan kegiatankegiatan yang ada dalam PIKR ada beberapa hal yang harus dilakukan seperti pembuatan proposal kegiatan dan hal yang paling penting harus diperhatikan terkait dengan anggaran organisasi. Berikut adalah hasil wawancara dengan informan: “…..dalam setiap kegiatan kita sharing kemudian wajib membuat proposal yang kita ajukan ke warga sekitar dan tokotoko sekitar, Alhamdulillah banyak yang memberi dukungan, bahkan anggaran kita selalu sisa, jadi kas kita tidak pernah kosong” (HSN dan WMR)
82
JURNAL MKMI, Juni 2014, hal 80-84
dari primary health care luas jangkauannya dan merangkum berbagai aspek masyarakat dan kebutuhan kesehatan. PHC merupakan pola penyajian pelayanan kesehatan, yaitu konsumen pelayanan kesehatan menjadi mitra dengan profesi dan ikut serta mencapai tujuan umum kesehatan yang lebih baik.5 Manajemen merupakan kebutuhan yang niscaya untuk memudahkan pencapaian tujuan manusia dalam organisasi, serta mengelola berbagai sumberdaya organisasi, seperti sarana dan prasarana, waktu, SDM, metode dan lainnya secara efektif, inovatif, kreatif, solutif, dan efisien.6 Kunci utama dari suksesnya sebuah organisasi adalah manajemen.7 Kedudukan masing-masing anggota dalam sebuah organisasi adalah seimbang, sehingga fungsi manajemen yang berpengaruh terhadap pencapaiaan tujuan adalah perencanaan, pengorganisasian, dan koordinasi. Dari hasil penelitian dijelaskan, perencanaan di PIKR Lentera Merapi memiliki perencanaan yang lebih matang. Hal ini disebabkan di PIKR Lentera Merapi sebelumnya sudah melakukan kerjasama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang ada di daerah tersebut. Padahal pada tahapan perencanaan inilah seharusnya semua pihak yang duduk bersama menentukan langkah yang akan dilakukan sekarang untuk tujuan di masa yang akan datang.8 Perencanaan merupakan salah satu unsur manajemen yang harus ada. Bentuk dan sifat hubungan antara anggota sektor yang beraliansi (dalam hal ini sekolah dan PKBI) sangat beragam, sehingga memerlukan sebuah manajemen yang tidak sederhana. Adanya tujuan yang jelas, prosedur pelaksanaan dan kebijakan, serta anggaran yang jelas sangat dibutuhkan dalam perencanaan pada aliansi ini. Pada organisasi formal terjadi pola-pola kerja dan hubungan-hubungan pribadi disusun secara sadar dan diakui secara resmi.9 Keberadaan organisasi ini akan mempermudah dalam koordinasi sebuah pelaksanaan kegiatan. Hal ini disebabkan setiap individu dalam organisasi yang beraliansi memiliki tugas yang jelas dan koordinasi mudah dilakukan. Sebuah aliansi diperlukan suatu organisasi yang memiliki fungsi dan tugas yang jelas untuk menentukan
hubungan antara anggota organisasi aliansi. Adapun keuntungan dari organisasi adalah dengan terbentuknya struktur organisasi dapat membentuk hubungan persekutuan (aliansi) yang kuat, membangun institusional dan kemampuan personal. Organisasi dapat dikatakan bagus apabila ada pembagian tugas dan unit usaha yang jelas. Ketertiban administrasi menunjukkan adanya profesionalisme dan kesungguhan organisasi dalam melaksanakan kegiatan PIKR. Profesionalisme memang tidak dapat mutlak ditinjau dari ketertiban administrasi, akan tetapi adanya tertib administrasi menjadi salah satu bukti nyata bagi kejadian yang telah terjadi di masa lalu. Selain ketertiban administrasi juga dilaksanakan koordinasi antara stakeholder terkait dalam setiap kegiatan PIKR. Handoko menyebutkan bahwa koordinasi merupakan kontrol yang mencegah tiap-tiap individu untuk mengejar kepentingan sendiri yang seringkali merugikan pencapaian tujuan organisasi secara keseluruhan.7 Adanya koordinasi yang baik pada pengelolaan PIKR dapat tetap saling memantau dan mengetahui perkembangan masing-masing. Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa networking sangat berperan dalam pengelolaan PIKR. Hal ini sesuai yang disampaikan oleh Ullah, et al, yaitu aliansi (kolaborasi) di antara penyelenggara pelayanan kesehatan dapat membangkitkan sinergi dan memfasilitasi aliran informasi sedangkan bentuk isolasi (pemisahan) dapat mengakibatkan usaha menduplikasi dan kegagalan untuk menyempurnakan tujuan pelayanan kesehatan.10
KESIMPULAN DAN SARAN Pusat informasi dan Konseling Remaja (PIKR) berbasis masyarakat sangat dibutuhkan, terutama dalam sebagai primary health care. Pengelolaan PIKR berbasis masyarakat yang efektif membutuhkan support manajemen, pemberdayaan masyarakat, dan koordinasi dari berbagai stakeholder. Diharapkan setiap daerah dapat membentuk PIKR dengan konsep manajemen yang kuat dan konsep primary health care dapat terpenuhi. Perlu adanya stimulus, dukungan, dan apresiasi yang besar dari pemerintah kepada masyarakat yang telah bersedia dan sanggup
83
Fitriani Mediastuti : Analisis Pengelolaan Pusat Informasi dan Konseling Remaja Berbasis Masyarakat
mengelola PIKR. Hal tersebut diharapkan dapat mendorong daerah lain untuk melaksanakan program PIKR tersebut.
DAFTAR PUSTAKA 1. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. Program GenRe dalam Penyiapan Kehidupan Berkeluarga Bagi Remaja/Mahasiswa. Jakarta: Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional; 2012. 2. Badan Narkotika Nasional. Laporan Survei Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia: Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba. Jakarta: Badan Narkotika Nasional; 2008. 3. Lapsley, Mattew, Flannery. Personal Fables, Narcissism and Adolescent Adjusment. Psicology in The Schools. 2006;43(4). 4. Blaxter L, Hughter C, Thight M. How to Research; Seluk Beluk Melakukan Riset. Edisi kedua. Jakarta: PT. Indeks Kelompok Gramedia; 2001. 5. Tegeng A, Yazachew M, Gelaw Y. Reproductive Health Knowledge and Attitude among Adolescents : A Community Based Study in Jimma Town Southwest Ethiopia. 2008. 6. De Vet, R, et al. Effectiveness of Case Management for Homeless Persons: A Systematic Review. American Journal of Public Health. 2013;103(10):13-26. 7. Handoko, T. H. Manajemen. Edisi kedua. Yogyakarta: PBFE; 2003. 8. Hicks, D. Planning For Succes [online] 2007 [diakses 29 Januari 2013]. Available at: http:// proquest.umi.com. 9. Winardi, J. Teori Organisasi dan Pengorganisasian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada; 2006. 10. Ullah, A.N.Z, et al. Government-NGO Collaboration: the Case of Tuberculosis Control in Bangladesh. the London School of Hygiene and Tropical Medicine. 2006;23(1):143-55.
84
JURNAL MKMI, Juni 2014, hal 85-89
ANEMIA PADA REMAJA PUTRI DALAM KAITANNYA DENGAN MALARIA, POLA KONSUMSI PANGAN DAN STATUS SOSIAL EKONOMI DI DAERAH ENDEMIK MALARIA Anemia among Female Adolescents in Relationship with Malaria, Food Consumption Pattern and Socio Economic Status in Malaria Endemic Areas Ansar,1 Nurpudji A. Taslim,1,2 Nurhaedar Jafar1,3 1 Pusat Unggulan Kajian Malaria Universitas Hasanuddin 2 Bagian Gizi, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin 3 Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin (
[email protected]) ABSTRAK Anemia pada remaja putri merupakan salah satu masalah gizi utama di negara berkembang apalagi pada mereka yang bermukim di wilayah endemik malaria. Penelitian ini bertujuan menilai faktor yang berperan dalam kejadian anemia pada remaja putri di wilayah endemik malaria. Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional yang dirancang dalam bentuk survei pada wilayah kabupaten, pada setiap kecamatan dipilih beberapa desa yang dilakukan dalam bentuk cluster. Terdapat 314 sampel remaja putri yang terpilih dalam penelitian ini. Pengumpulan data menggunakan kuesioner, anamnesa malaria, pemeriksaan darah untuk hemoglobin, dan formulir frekuensi makanan. Analisis data menggunakan uji chi square. Ditemukan prevalensi anemia sebesar 29,9%. Responden dengan pola makan bervariasi lebih sedikit yang anemia (10,2% vs 33,6%) (p=0,001). Responden yang tidak terbiasa sarapan pagi lebih banyak yang anemia (44,3% vs 26,5%) (p=0,006). Dan yang pernah menderita gejala malaria klinis dalam tiga bulan terakhir hampir dua kali lebih banyak yang anemia (45,1% vs 27,0%) (p=0,010). Sedangkan berdasarkan penghasilan keluarga ditemukan pula bahwa remaja putri dengan penghasilan keluarga yang rendah lebih banyak yang anemia (32,5% vs 24,8%) (p=0,156). Sebagai kesimpulan bahwa pola konsumsi pangan, kebiasaan sarapan pagi, dan penyakit malaria memiliki hubungan yang bermakna dengan anemia pada remaja putri di wilayah endemik malaria. Kata kunci : Anemia, malaria, konsumsi pangan, sosial ekonomi ABSTRACT Anemia among female adolescents is one of the main nutrition problems in a developing country especially for those who live in malaria endemic areas. This study aims to assess the factors that contribute to anemia among female adolescents in malaria-endemic areas. This study implemented a cross sectional study design in the form of surveys in the regency area, in which in each district villages were chosen in a cluster setting. There were 314 samples of female adolescents involved in this study. Data were collected using questionnaires, malaria anamnesis, blood assessment for haemoglobin, and food consumption frequency questionnaires. Data analysis by chi square test. Results of this study found the prevalence of anemia was 29,9%. In addition, anemia was more prevalent among female adolescents with lack of food variation (33,6% vs 10,2%) (p=0,001). Respondents who has a habit of having breakfast had lower anemia (26,5% vs 44,3%) (p=0,006). Meanwhile, the respondents who had a history of clinical symptoms of malaria in the last three months were twice more likely to have anemia (45,1% vs 27,0%) (p=0,010). Anemia was also more prevalent in the respondents with low family income (32,5% vs 24,8%) (p=0,156). In conclusion, food consumption pattern, breakfast habits, and clinical symptoms of malaria had associations with anemia among female adolescents in malaria endemic areas. Keywords : Anemia, malaria, food consumption, socio economic
85
Ansar : Anemia pada Remaja Putri dalam Kaitannya dengan Malaria, Pola Konsumsi Pangan dan Status Sosial Ekonomi
PENDAHULUAN
nya dengan malaria, pola konsumsi pangan dan tingkat sosial ekonomi di daerah endemik malaria, Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat.
World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa 300 sampai 500 juta kasus malaria terjadi setiap tahun dan mengakibatkan 750.000 sampai 2 juta kematian dan lebih dari 3000 kematian anak terjadi setiap harinya. Sebagian besar dari penderita malaria ini bermukim di wilayah yang endemis malaria, yang memungkinkan terjadinya infeksi kronis atau infeksi berulang.1 Di Indonesia, malaria tersebar di seluruh pulau dengan derajat endemisitas berbeda-beda dan dapat berjangkit di daerah dengan ketinggian sampai 1800 meter di atas permukaan laut.2 Berdasarkan Riskesdas Nasional tahun 2007, penyakit malaria menempati urutan ke enam dari mortalitas penyakit menular, yaitu sebesar 4,6%, dan menempati urutan ketiga pada proporsi penyebab kematian kelompok umur 5-14 tahun di daerah perdesaan.3 Infeksi malaria tidak selalu memperlihatkan gejala atau penyakit yang jelas. Anakanak yang mengalami infeksi malaria, tetapi tidak memperlihatkan gejala-gejala akut, disebut memiliki parasitemia asimptomatik.4 Malaria asimptomatik ini sangat umum ditemukan pada wilayah endemik malaria, seperti di Afrika yang beberapa wilayahnya memiliki prevalensi parasitemia malaria sebesar 90%.5 Anemia pada remaja putri merupakan salah satu masalah gizi utama di negara berkembang, termasuk Indonesia. Remaja putri yang bermukim di wilayah endemis malaria akan menambah beban anemia yang diderita. Anemia merupakan komplikasi yang umum ditemukan pada malaria akut dan kronis. Pada semua anemia yang terjadi pada infeksi malaria, disebabkan oleh patofisiologi yang berbeda-beda. Pada setiap kasus, berbagai mekanisme dapat terjadi, akan tetapi anemia pada beberapa kasus individu biasanya disebabkan oleh satu atau dua mekanisme patofisiologi utama.1 Provinsi Sulawesi Barat termasuk daerah endemik malaria. Prevalensi malaria klinis di Mamuju adalah 3,5%, berada di atas angka prevalensi nasional sebesar 2,9% (rentang = 0,226,1%).3 Penelitian ini bertujuan mengeksplorasi kejadian anemia pada remaja putri dalam kaitan-
BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Mamuju (14 kecamatan) Provinsi Sulawesi Barat yang merupakan salah satu kabupaten yang endemis malaria. Rancangan penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan desain cross sectional. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah anemia dan kadar hemoglobin, sedangkan variabel independen adalah parasitemia malaria, pola konsumsi pangan keluarga dan tingkat sosial ekonomi. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh penduduk yang berada di Kabupaten Mamuju, Propinsi Sulawesi barat. Sampel pada penelitian ini adalah penduduk yang terpilih pada lokasi desa yang menjadi tempat pengambilan sampel. Jumlah sampel sebanyak 4700 responden. Responden dipilih pada 47 desa yang tersebar pada 15 kecamatan, pada setiap desa akan diambil 100 responden. Setelah dilakukan restriksi data dan penyesuaian umur (remaja putri), jumlah sampel yang memenuhi kriteria sebanyak 314 sampel. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner terstruktur, meliputi kuesioner rumah tangga dan individu melalui wawancara dan lembar anamnesa riwayat malaria. Pengukuran hemoglobin, sampel darah vena diambil dengan finger-prick untuk pemeriksaan hemoglobin (Hb) dalam darah dengan menggunakan Hb analyzer (hemocue). Analisis data dimulai dari pemeriksaan data isian pada instrumen, kemudian dilanjutkan dengan pemberian kode, entry data, dan cleaning data. Data yang telah diolah dengan benar selanjutnya dilakukan analisis dengan SPSS 18 yang meliputi analisis univariat, dan bivariat. Analisis bivariat menggunakan uji chi square dengan nilai α=0,05. Penyajian data dilakukan dalam bentuk tabel, grafik dan narasi.
HASIL Prevalensi anemia pada remaja putri yang ditemukan pada penelitian ini cukup tinggi, yaitu sebesar 29,9%. Berdasarkan hasil anamnesa
86
JURNAL MKMI, Juni 2014, hal 85-89
hasilan keluarga yang rendah lebih banyak yang menderita anemia (32,5%) daripada yang tinggi (21,8%) (p=0,156) (Tabel 2). Hasil yang serupa ditemukan pula untuk kadar hemoglobin remaja putri. Responden dengan pola makan tidak bervariasi memiliki rerata hemoglobin yang lebih rendah daripada yang bervariasi (12,49 gr/dl vs 12,71 gr/dl). Kebiasaan tidak sarapan memperlihatkan rerata hemoglobin yang lebih rendah dibandingkan dengan yang terbiasa sarapan (12,03 gr/dl vs 12,63 gr/dl). Rerata hemoglobin yang cukup rendah (10,45 gr/dl;di bawah normal) ditemukan pada responden yang memiliki riwayat malaria dalam 3 bulan terakhir. Sedangkan untuk status sosial ekonomi terlihat rerata hemoglobin yang tidak jauh berbeda antara sosial ekonomi rendah dengan yang tinggi (12,49 gr/dl vs 12,52 gr/dl) (Gambar 1).
riwayat malaria diperoleh data bahwa sebesar 19,1% remaja putri memiliki riwayat malaria dalam tiga bulan terakhir. Untuk pola konsumsi pangan dari segi variasi makanan ditemukan sebagian besar (86,9%) responden memiliki pola makan yang tidak bervariasi dan sekitar seperlima (19,4%) dari responden memiliki kebiasaan tidak sarapan pagi. Sedangkan tingkat sosial ekonomi berdasarkan penilaian penghasilan keluarga yang dibandingkan dengan UMR (Upah Minimum Regional) Provinsi Sulawesi barat ditemukan sebagian besar (66,6%) responden memiliki keluarga dengan penghasilan yang rendah (
PEMBAHASAN Keberadaan remaja putri dalam masa pertumbuhan yang cepat dan aktivitas yang tinggi, serta proses menstruasi yang memicu terjadinya anemia merupakan hal yang vital bagi remaja putri sebagai calon ibu. Keadaan anemia ini semakin diperparah oleh kebiasaan makan yang buruk, status sosial ekonomi yang rendah dan bermukim di wilayah endemik malaria yang memungkinkan terjadinya infeksi berulang.1 Oleh karena itu, tidak mengherankan jika dalam penelitian ini ditemukan prevalensi anemia yang cukup tinggi pada remaja putri, yaitu sebesar 29,9%. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Gunatmaningsih menunjukkan bahwa salah satu faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia pada remaja putri adalah status gizi. Status gizi merupakan gambaran secara makro akan zat gizi tubuh kita, termasuk salah satunya adalah zat besi. Bila status gizi tidak normal dikhawatirkan status zat besi dalam tubuh juga tidak baik. Sehingga dapat dikatakan bahwa status gizi merupakan salah satu faktor risiko terjadinya anemia.7 Selain itu, pada remaja putri jumlah makanan yang dikonsumsi lebih rendah dari pada pria, karena faktor ingin langsing. Pantang makanan tertentu dan kebiasaan makan yang salah juga merupakan penyebab terjadinya ane-
Tabel 1.Gambaran Kejadian Anemia, Riwayat Malaria, Pola Konsumsi Pangan dan Status Sosial Ekonomi Remaja Putri di Daerah Endemik Malaria, Kabupaten Mamuju Variabel Anemia Ya Tidak Riwayat Malaria 3 Bulan Terakhir Ya Tidak Pola Konsumsi Pangan Tidak Bervariasi Bervariasi Kebiasaan Sarapan Tidak Ya Penghasilan Keluarga Rendah (< UMR) Tinggi (≥ UMR)
n
%
94 220
29,9 70,1
60 354
19,1 80,9
273 41
86,9 13,1
61 253
19,4 80,6
209 105
66,6 33,4
Sumber : Data Primer, 2013
87
Ansar : Anemia pada Remaja Putri dalam Kaitannya dengan Malaria, Pola Konsumsi Pangan dan Status Sosial Ekonomi
Tabel 2. Distribusi Status Anemia Responden Berdasarkan Status Malaria, Pola Konsumsi Pangan dan Tingkat Sosial Ekonomi di Daerah Endemik Malaria, Kabupaten Mamuju Anemia Ya Tidak % %
Variabel Riwayat Malaria 3 Bulan Terakhir Positif Negatif Pola Konsumsi Pangan Kurang Bervariasi Bervariasi Kebiasan Sarapan Ya Tidak Penghasilan Keluarga Rendah (
p
45,1 27,0
54,9 73,0
0,010
33,6 10,2
66,4 89,8
0,001
26,5 44,3
73,5 55,7
0,006
35,2 21,8
64,8 78,2
0,156
Sumber : Data Primer, 2013
Sumber : Data Primer, 2013
Gambar 1. Distribusi Rerata Hemoglobin Remaja Putri Berdasarkan Pola Konsumsi Pangan, Kebiasaan Sarapan, Status Malaria, dan Tingkat Sosial Ekonomi Keluarga di Daerah Endemik Malaria, Kabupaten Mamuju responden memiliki riwayat malaria dalam tiga bulan terakhir. Infeksi parasit malaria ini sangat mungkin menimbulkan anemia karena dalam proses invasi pada tubuh, plasmodium melibatkan fungsi sel darah merah.2,9 Keterlibatan sel darah merah dalam invasi parasit ini tergambar dari rendahnya kadar hemoglobin dan tingginya prevalensi anemia pada responden yang memiliki riwayat malaria dalam tiga bulan terakhir. Sebagaimana hasil penelitian lain menunjukkan bahwa pola makan umum yang ditemu-
mia pada remaja putri. Anemia pada remaja putri harus ditangani dengan baik karena memiliki potensi gangguan fisik ketika mereka hamil di kemudian hari. Menurut Yip, status besi harus diperbaiki pada saat sebelum hamil, yaitu sejak remaja sehingga keadaan anemia pada saat kehamilan dapat dikurangi.8 Sebagai wilayah endemik malaria, transmisi malaria terus berlangsung dan memungkinkan terjadinya infeksi berulang sebagaimana ditemukan dalam penelitian ini bahwa sebesar 19,1%
88
JURNAL MKMI, Juni 2014, hal 85-89
mia in Malaria: a Concise Review. Parasitol Res 2007(101):1463-9. 2. Soedarmo, S.S, Garn, H, Hadinegoro, S.R, Satari, H.I. Malaria dalam Buku Ajar Infeksi & Pediatric Tropis. Edisi ke dua. Jakarta: IDAI; 2008. 3. Balitbangkes RI. Laporan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Indonesia tahun 2007. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI;2007. 4. Crookston B, et al. Exploring the Relationship between Chronic Undernutrition and Asymptomatic Malaria in Ghanaian Children. Malaria Journal. 2010;11(9):39. 5. Njama-Meya D, Kamya, M.R, Dorsey, G. Asymptomatic Parasitaemia as A Risk Factor for Symptomatic Malaria in A Cohort of Ugandan Children. Trop Med Int Health,. 2004(9):862-8. 6. Daily J. Malaria. Edisi ke 11. Philadelphia: Mosby; 2004. 7. Gunatmaningsih, D. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Anemia pada Remaja Putri di SMA Negeri 1 Kecamatan Jatibarang Kabupaten Brebes Tahun 2007 [Skripsi]. Semarang: Universitas Negeri Semarang; 2007. 8. Hasrul. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Anemia pada Remaja di Indonesia (Analisis Data Riskesdas 2007 ) [Skripsi]. Makassar: Universitas Hasanuddin; 2009. 9. Lamikanra, A, et al. Malarial Anemia: of Mice and Men’. The American society of hematology. 2007. 10. Farida, I. Determinan Kejadian Anemia pada Remaja Putri di Kecamatan Gebog Kabupaten Kudus Tahun 2006 [Tesis]. Semarang: Universitas Diponegoro; 2007.
kan pada masyarakat Indonesia adalah kurang bervariasi, pada penelitian ini ditemukan pula hal yang sama, yaitu 86,9% responden memiliki pola makan yang kurang bervariasi. Dalam proses pembentukan sel darah merah dan hemoglobin diperlukan berbagai zat gizi yang tentunya diperoleh dari makanan yang beraneka ragam dan bergizi. Responden dengan pola makan bervariasi ditemukan tiga kali lebih rendah (10,2%) menderita anemia dibandingkan dengan yang bervariasi (33,6%). Kondisi ini semakin diperparah dengan kebiasaan tidak sarapan pagi, apalagi remaja putri yang masih berstatus bersekolah. Sebagai provinsi yang masih tergolong baru di Indonesia, Sulawesi barat masih harus banyak berbenah utamanya dari aspek sosial ekonomi masyarakat sebagaimana ditemukan dalam penelitian ini bahwa sebagian besar (66,6%) keluarga responden memiliki penghasilan di bawah Upah Minimum Regional (UMR) yang dapat dikatakan bahwa mereka berada pada posisi sosial ekonomi rendah dan menengah. Dengan pendapatan yang minim, masyarakat cenderung membatasi diri dalam hal konsumsi makanan yang bergizi dan akses terhadap pelayanan kesehatan. Prevalensi anemia ditemukan lebih tinggi pada remaja putri yang memiliki keluarga dengan penghasilan di bawah UMR. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Farida juga menunjukkan bahwa ada korelasi yang signifikan antara tingkat pendidikan dan pendapatan orang tua dengan kejadian anemia pada remaja putri.10
KESIMPULAN DAN SARAN Sebagai kesimpulan bahwa pola konsumsi pangan, kebiasaan sarapan pagi, dan penyakit malaria memiliki hubungan yang bermakna dengan anemia pada remaja putri di wilayah endemik malaria. Perlu dilakukan upaya yang terintegrasi dalam penanggulangan anemia pada remaja putri di wilayah endemik malaria khususnya melalui edukasi gizi seimbang dan penanggulangan penyakit malaria.
DAFTAR PUSTAKA 1. Ghosh, K, Kinjalka, G. Pathogenesis of Ane-
89
Ragu Theodolfi : Analisis Kebutuhan Air Bersih Kota Kupang Menurut Ketersediaan Sumber Air Bersih dan Zona Pelayanan
ANALISIS KEBUTUHAN AIR BERSIH KOTA KUPANG MENURUT KETERSEDIAAN SUMBER AIR BERSIH DAN ZONA PELAYANAN Analysis of Clean Water Needs in Kupang City According to the Availability of Clean Water Sources and Service Zones Ragu Theodolfi, Ferry WF Waangsir Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes Kupang (
[email protected]) ABSTRAK Peningkatan jumlah dan kepadatan penduduk di perkotaan akibat urbanisasi, masalah kemiskinan serta buruknya kemampuan manajerial operator air minum itu sendiri juga ikut menjadi penyebab rendahnya kemampuan penduduk mengakses air minum yang layak. Penelitian ini bertujuan mengetahui kebutuhan air bersih masyarakat Kota Kupang berdasarkan ketersediaan sumber air dan zona pelayanan. Penelitian dilakukan di Kota Kupang. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif menggunakan metode survei yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran sumber air potensial yang dikelola oleh PDAM Kabupaten Kupang dan proyeksi penduduk serta kebutuhan air bersihnya sampai dengan tahun 2030. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat Kota Kupang menggunakan sumber air yang berasal dari mata air sebanyak 13 buah dan 12 buah sumur bor dengan kapasitas pelayanan mencapai 296,26 Liter/detik. Proyeksi penduduk Kota Kupang sampai dengan tahun 2030 mencapai 601.263 jiwa dengan kebutuhan air bersihnya mencapai 695,9 Liter/detik. Zona pelayanan air bersihnya dibagi atas 8 zona pelayanan. Kesimpulannya adalah kapasitas air bersih hingga tahun 2030 belum mencukupi standar rata-rata kebutuhan air bersih untuk masyarakat Kota Kupang. Kata kunci : Sumber air, proyeksi kebutuhan, zona pelayanan ABSTRACT The increase in the number and density of population in urban areas due to urbanization, the problem of poverty and poor managerial ability of drinking water operators have contributed to the low ability of residents to access water fit for drinking. This study aims to understand the needs of clean water in Kupang City according to the availability of water sources and service zones. This research was conducted in Kupang City. The method used was descriptive study that aims to get an idea of the potential water sources that were managed by the local drinking water companyof Kupang Regency, and the population projectionas well as their need for clean water by 2030. The results showed that water sources utilized by the community in Kupang city were 13 springs and 13artesian wellswith aservice capacity that reached up to 296,26 Liter/second. Kupang City population projections up to 2030 reached 601.263 inhabitants with the average water needs until the year 2030 up to 695,9 Liters/ second. The clean water service zones in Kupang city was divided into 8 service zones. In conclusion, the clean water capacity till the year 2030 is still not sufficient to cover the average standard of clean water that is required for the people of Kupang City. Keywords : Water sources, needs projection, service zones
90
JURNAL MKMI, Juni 2014, hal 90-95
PENDAHULUAN
sumsi air tertinggi, yaitu >50 liter per hari.2 Namun, Pallendou mengidentifikasi masalah utama yang berkaitan dengan distribusi air bersih di Kupang, NTT. Palendou menggambarkan bahwa untuk mendapatkan air sebanyak 5 liter, masyarakat di wilayah ini harus menunggu hingga dua hari. Disamping itu, kondisi kualitas air yang dijadikan sebagai sumber air bersih masyarakat di kota ini juga semakin menurun. Hasil kajian survei terhadap kualitas beberapa sumber air bersih yang ada di Kota Kupang tahun 2008, menunjukkan bahwa rata-rata kandungan total Collifom dan E.coli sebesar 45/100 ml. Kondisi ini menunjukkan bahwa kualitas air permukaan yang ada di kota ini semakin menurun kualitasnya, seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan segala aktivitasnya.3 Secara umum, kuantitas dan kualitas air yang tidak memenuhi syarat akan memberikan dampak negatif bagi masyarakat terutama yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat itu sendiri. Timbulnya penyakit yang dibawa oleh air seperti diare, salmonellosis, leptospirosis, menunjukkan bahwa telah terjadinya penurunan mutu atau kualitas dari air itu sendiri.4,5 Sehubungan dengan hal tersebut dan dalam rangka pemenuhan kebutuhan air bersih bagi warganya, maka pemerintah Kota Kupang berkewajiban untuk melakukan upaya pengelolaan sumber air bersih yang ada di wilayah ini, agar dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin bagi kesejahteraan masyarakat Kota Kupang secara keseluruhan. Penelitian ini bertujuan mengetahui kebutuhan air bersih masyarakat Kota Kupang berdasarkan ketersediaan sumber air dan zona pelayanan.
Pemerintah selama ini belum menempatkan perbaikan fasilitas sanitasi sebagai prioritas dalam pembangunan. Faktor lain yang juga menjadi kendala adalah kualitas dan kuantitas sumber air baku sendiri terus menurun akibat perubahan tata guna lahan (termasuk hutan) yang mengganggu sistem siklus air. Peningkatan jumlah dan kepadatan penduduk di perkotaan akibat urbanisasi, masalah kemiskinan serta buruknya kemampuan manajerial operator air minum itu sendiri juga ikut menjadi penyebab rendahnya kemampuan penduduk mengakses air minum yang layak. Berbagai aspek sanitasi seperti masih rendahnya kesadaran penduduk tentang lingkungan, rendahnya kualitas bangunan septic tank, dan masih buruknya sistem pembuangan limbah sangat memengaruhi aksesibilitas air dari aspek kuantitas maupun kualitasnya.1 Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) tahun 2007, menyebutkan bahwa hampir 50% rumah tangga mengalami kesulitan dalam mendapatkan air bersih pada musim kemarau.2 Sedangkan hasil Riskesdas tahun 2010, menunjukkan bahwa 42% penduduk di Provinsi NTT hanya menggunakan 20 liter air per orang per hari. Rendahnya pemakaian air di NTT menempatkan provinsi ini pada urutan pertama dalam hal pemanfaatan air yang rendah di Indonesia. Kota Kupang merupakan Ibu Kota Provinsi NTT dan menjadi pusat kegiatan bagi Provinsi tersebut, terutama sebagai pusat pemerintahan, kegiatan ekonomi, pendidikan dan aktivitas lainnya, sangat membutuhkan pelayanan air bersih yang cukup ke depan agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Tahun 2007, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Kupang memanfaatkan lebih kurang 80.967.324 m3 dan didistribusikan kepada 22.157 pelanggan. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata air bersih yang didistribusikan oleh PDAM kepada setiap konsumen adalah kurang lebih 3654,25 m3/tahun. Wilayah Kota Kupang yang merupakan pusat berbagai kegiatan di Provinsi Nusa Tenggara Timur, persentase rumah tangga yang mengalami kesulitan air bersih terutama pada musim kemarau adalah sebesar 35,8% dengan tingkat kon-
BAHAN DAN METODE Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan metode survei yang dilakukan di Kota Kupang. Pengumpulan data dilakukan melalui telaah dokumen yang tersedia di PDAM Kota Kupang. Analisis data dilakukan dengan menggunakan komputerisasi yang disajikan dalam bentuk tabel dan narasi.
HASIL Pelayanan air bersih untuk kebutuhan Kota
91
Ragu Theodolfi : Analisis Kebutuhan Air Bersih Kota Kupang Menurut Ketersediaan Sumber Air Bersih dan Zona Pelayanan
masih memiliki cadangan serta terjamin fluktuasinya sepanjang tahun. Kebutuhan akan air pada prinsipnya bergantung pada banyaknya penduduk dan tingkat kesejahteraan, yang akan menentukan tingkat kebutuhan air per orang per hari. Untuk perencanaan air baku diperlukan proyeksi jumlah penduduk baik secara jumlah total maupun distribusinya menurut wilayah. Adapun jumlah penduduk Kota Kupang setiap tahun terus meningkat. Hingga tahun 2030 jumlah penduduk Kota Kupang mengalami peningkatan sebesar 56,9% menjadi 601.263 jiwa dapat dilihat pada Tabel 1. Besar kebutuhan air bersih untuk pemakaian domestik sebesar 100 L/org/hari dapat dilihat pada Tabel 2.
Kupang saat ini, dilayani oleh perusahaan daerah PDAM Kabupaten Kupang dengan tingkat pelayanan kurang lebih sebesar 259,9 L/dtk. Kapasitas tersebut belum dapat mencukupi kebutuhan air bersih bagi penduduk Kota Kupang. Cakupan pelayanan diperkirakan baru mencapai kurang dari 50%. Unit Pelayanan Teknis Daerah Air Bersih Kota Kupang yang sejak tahun 2005 telah dikembangkan statusnya menjadi PDAM Kota Kupang, hingga saat ini baru melayani secara terbatas pada wilayah-wilayah tertentu dengan debit air kurang lebih sebesar 37 L/dtk. Pelayanan tersebut umumnya bersumber dari sumur bor yang diangkat pada ketinggian tertentu untuk didistribusi secara gravitasi dari reservoir. Pada saat ini sumber daya air yang umum dimanfaatkan untuk kebutuhan pelayanan air bersih bagi kebutuhan Kota Kupang diambil dari sumber mata air yang keluar pada beberapa wilayah, dialirkan pada ketinggian tertentu lalu didistribusikan secara gravitasi. Sumber lain yang masih menjadi potensi dan dimanfaatkan menjadi salah satu sumber utama kebutuhan air untuk Kota Kupang adalah mengunakan sumur bor, sumber ini menurut analisa hidrogeologi
PEMBAHASAN Zona/wilayah pelayanan air bersih PDAM Kabupaten Kupang terbagi atas 8 zona, yaitu zona I melayani daerah Oetete, Oebobo, Kuanino, Airnona, Oepura, Eltari dan sekitarnya. Jumlah sambungan pelayanan sebanyak 4.752 unit, terdiri dari sambungan rumah, komersial, sosial dan instansi pemerintah. Sumber air yang digu-
Tabel 1. Proyeksi Jumlah Penduduk Kota Kupang Menurut Kecamatan Tahun 2011 - 2030 Jumlah Penduduk per Kecamatan (jiwa)
No.
Tahun Proyeksi
Alak
Maulafa
Oebobo
Kota Raja
Kelapa Lima
Kota Lama
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030
52.203 53.769 55.382 57.044 58.755 60.518 62.333 64.203 66.129 68.113 70.156 72.216 74.429 76.662 78.962 81.331 83.770 86.284 88.872 91.538
67.363 69.384 71.465 73.609 75.818 78.092 80.435 82.848 85.333 87.893 90.530 93.246 96.044 98.925 101.893 104.949 108.098 111.341 114.681 118.121
81.190 83.626 86.134 88.719 91.380 94.121 96.945 99.853 102.849 105.935 109.113 112.386 115.758 119.230 122.807 126.491 130.286 134.195 138.221 142.367
48.787 50.251 51.758 53.311 54.910 56.558 58.254 60.002 61.802 63.656 65.566 67.533 69.599 71.645 73.795 76.009 78.289 80.637 83.057 85.548
62.579 64.456 66.390 68.382 70.433 72.546 74.723 76.964 79.273 81.651 84.101 86.624 89.223 91.899 94.656 97.496 100.421 103.434 106.537 109.733
30.770 31.693 32.644 33.623 34.632 35.671 36.741 37.843 38.979 40.148 41.352 42.593 43.871 45.187 46.542 47.939 49.377 50.858 52.384 53.955
Sumber: Kota Kupang Dalam Angka dan Analisa Peneliti, 2013
92
Total 342.892 353.179 363.774 374.678 385.928 397.506 409.431 421.714 434.365 447.396 460.818 474.643 488.882 503.548 518.655 534.215 550.241 566.748 583.751 601.263
JURNAL MKMI, Juni 2014, hal 90-95
Tabel 2. Total Proyeksi Kebutuhan Air Bersih Domestik Kota Kupang Tahun 20112030 No.
Tahun
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021. 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030
mata air yaitu Mata Air Dendeng, Mata Air Oeba, Mata Air Sagu, dan Oepura. Mata Air Sagu dan Mata Air Oepura ditampung pada reservoir RSU sedangkan Mata Air Dendeng langsung didistribusikan pada pelanggan. Mata air Oeba saat ini sudah tidak dimanfaatkan lagi. Air baku yang digunakan tidak melalui pengolahan, sistem transmisi dan distribusi merupakan gabungan sistem gravitasi dan pemompaan. Zona IV melayani daerah Pasir Panjang, Walikota, kompleks sekitar Bundaran PU, Oepoi dan Oebufu. Jumlah sambungan pelayanan sebanyak 4.195 unit, terdiri dari sambungan rumah, komersial, sosial dan instansi pemerintah. Sumber air yang digunakan berasal dari Mata Air Baumata, Mata Air Bonem, Sumur Bor Kelapa Lima, Sumur Bor SMKK, Sumur Bor RSS LP, Sumur Bor Pramuka. Air baku yang digunakan semuanya tanpa melalui pengolahan. Sistem transmisi dan distribusi merupakan gabungan sistem gravitasi dan pemompaan. Zona V melayani area Namosain dan Perumnas. Jumlah sambungan pelayanan sebesar 1.506 unit, terdiri dari sambungan rumah, komersial, sosial dan instansi pemerintah. Sumber air yang digunakan berasal dari Sumur Bor Alak, Sumur Bor Namosain dan Mata Air Oenesu. Air baku yang digunakan tanpa melalui pengolahan. Zona VI meliputi Perumahan BTN Kolhua dan sekitarnya. Jumlah sambungan pelayanan sebanyak 1.199 unit, terdiri dari sambungan rumah, komersial, sosial dan instansi pemerintah. Sumber air yang digunakan berasal dari Mata Air Kolhua tanpa melalui pengolahan. Zona VII melayani area RSS Baumata, Naimata, Air Baru, Nasipanaf, sebagian Kampung Baru, Penfui, Oesapa, serta Kompleks Undana dan sekitarnya. Jumlah sambungan pelayanan sebesar 3.154 unit, terdiri dari sambungan rumah, komersil, sosial dan instansi pemerintah. Zona VIII melayani daerah Fatufeto, Mantasi, Nun Baun Delha dan terminal Kupang. Jumlah sambungan pelayanan sebesar 1.541 unit, terdiri dari sambungan rumah, komersil, sosial dan instansi pemerintah. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Masduqi dengan melakukan kajian di DAS Brantas mencakup 360 sistem penyediaan air bersih perpipaan di kawasan pedesaan hanya mencapai
Jumlah Total Kebutuhan Air Penduduk lt/dt m3/hr 342892 353179 363774 374678 385928 397506 409431 421714 434365 447396 460818 474643 488882 503548 518655 534215 550241 566748 583751 601263
396,9 408,8 421,0 433,7 446,7 460,1 473,9 488,1 502,7 517,8 533,4 549,4 565,8 582,8 600,3 618,3 636,9 656,0 675,6 695,9
34289 35318 36377 37469 38593 39751 40943 42171 43437 44740 46082 47464 48888 50355 51866 53422 55024 56675 58375 60126
Sumber : Data Primer, 2013
nakan berasal dari mata air dan sumur bor. Tidak terdapat sistem pengolahan, air dari mata air maupun sumur bor secara langsung didistribusikan ke pelanggan PDAM. Sistem transmisi dan distribusi merupakan gabungan sistem gravitasi dan pemompaan. Beberapa pipa transmisi dialirkan ke reservoir dahulu sebelum ditransmisikan/ didistribusikan ke konsumen Zona II melayani daerah Kuanino, Fontein, Naikoten II, Oebobo, sebagian daerah Oeba dan sekitarnya. Jumlah sambungan pelayanan sebesar 4.534 unit, terdiri dari sambungan rumah, komersial, sosial dan instansi pemerintah. Sumber air yang digunakan berasal dari Mata Air Sagu, Mata Air Oepura dan Mata Air Baumata. Air baku yang digunakan semuanya tanpa melalui pengolahan. Sistem transmisi dan distribusi merupakan gabungan sistem gravitasi dan pemompaan. Zona III melayani daerah Oeba, Fontein, Solor, Pasir Panjang dan sekitarnya. Jumlah sambungan pelayanan sebesar 1.918 unit, terdiri dari sambungan rumah, komersial, sosial dan instansi pemerintah. Sumber air yang digunakan berasal dari 4
93
Ragu Theodolfi : Analisis Kebutuhan Air Bersih Kota Kupang Menurut Ketersediaan Sumber Air Bersih dan Zona Pelayanan
mencapai 601.263 jiwa dengan rata-rata kebutuhan air bersihnya mencapai 695.9 L/detik. Kapasitas air bersih hingga tahun 2030 belum mencukupi standar rata-rata kebutuhan air bersih untuk masyarakat Kota Kupang, tahun 2011 kebutuhan air yang masih harus dipenuhi sebesar 100.64 L/ dtk dan pada tahun 2030 sebesar 399.64 L/dtk. Disarankan untuk itu perlu mengoptimalkan pelayanan sistem air bersih bagi masyarakat melalui pembagian jam pelayanan dan sumber air bersih yang ada serta menggantikan atau memperbaiki jaringan perpipaan yang bocor dan juga tetap menjaga konsistensi atau ketersediaan air bersih tersebut melalui penggunaan yang hemat/ tidak boros, menutup atau menggantikan kran air yang bocor.
8,60% pada tahun 2005. Capaian pelayanan tersebut harus ditingkatkan hingga 40% pada tahun 2015 sesuai dengan target MDGs. Target tersebut akan tercapai apabila pembangunan prasarana air bersih memperhatikan kendala kemiskinan dan kurangnya partisipasi. Bila dua kendala tersebut tidak diatasi maka capaian pelayanan air bersih diperkirakan hanya 26,2% pada tahun 2015.6 Lenton dan Wright mengidentifikasi beberapa kendala terkait keberhasilan penyediaan air bersih di dunia, yaitu faktor politis (sektor air bersih dan sanitasi belum menjadi prioritas), financial (kemiskinan), institusional (kurangnya lembaga yang tepat, tidak berfungsinya lembaga yang ada), dan teknis (tersebarnya permukiman dan faktor iklim, yaitu banjir dan kekeringan).7,8 Ketidakberlanjutan pelayanan air bersih sering disebabkan oleh kurangnya partisipasi masyarakat dan kurangnya penerimaan masyarakat terhadap teknologi baru. Salah satu faktor yang paling berpengaruh pada upaya penyediaan air bersih adalah kemiskinan.9 Penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi di Kabupaten Temanggung menunjukkan bahwa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap air bersih, pemerintah Kabupaten Temanggung terus berupaya menggalakkan sejumlah program salah satunya adalah Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis lingkungan (Pamsimas). Pamsimas merupakan salah satu program pemerintah pusat dan daerah dengan didukung oleh Bank Dunia, untuk meningkatkan penyediaan air minum, sanitasi, meningkatkan kondisi lingkungan yang sehat, serta meningkatkan derajat kesehatan masyarakat terutama dalam menurunkan angka diare dan penyakit lainnya yang ditularkan melalui air dan lingkungan. Sasaran dari Pamsimas adalah meningkatkan jumlah rumah tangga yang memiliki akses terhadap sarana air minum, sarana sanitasi dan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.10
DAFTAR PUSTAKA 1. Mulia, M. R. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Graha Ilmu; 2005. 2. Balitbangkes. Laporan Riskesdas 2007 Provinsi Nusa Tenggara Timur. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2008. 3. Pallendou, A. Feature ‘Mete Air’ - Waiting Up for A Trickle of Water. Jakarta: Jakarta Post; 2006. 4. Waluyo, L. Mikrobiologi Lingkungan. Malang: UMM Press; 2005. 5. Slamet, S. J. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada Press; 2002. 6. Masduqi, A, Endah, N, Soedjono, E. S, Hadi W, et al. Capaian Pelayanan Air Bersih Perdesaan Sesuai Millennium Development Goals (Studi Kasus di Wilayah DAS Brantas Achievement of Rural Water Supply Services According to the Millennium Development Goals). Jurnal Purifikasi. 2007;8(2):115-20. 7. Chandra, B. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2003. 8. Sasongko, L. A. Kontribusi Air Limbah Domestik Penduduk di Sekitar Sungai Tuk terhadap Kualitas Air Sungai Kaligarang Serta Upaya Penanganannya (Studi Kasus Kelurahan Sampangan dan Bendan Ngisor Kecamatan Gajah Mungkur Kota Semarang) [Tesis]. Semarang: Universitas Diponegoro;
KESIMPULAN DAN SARAN Sumber air bersih yang dimanfaatkan oleh masyarakat Kota Kupang saat ini adalah 13 mata air dan 12 sumur bor dengan kapasitas pengaliran mencapai 296,26 L/dt sedangkan proyeksi penduduk Kota Kupang sampai dengan tahun 2030
94
JURNAL MKMI, Juni 2014, hal 90-95
2006. 9. Purnomo, H. Pengembangan Sistem Informasi Surveilans Kualitas Air Non Perpipaan di Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah untuk Mendukung Pengambilan Keputusan dalam Perencanaan Program Air Bersih [Tesis]. Semarang: Universitas Diponegoro; 2002. 10. Praptiwi, H. E. Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas) dalam Mengubah Perilaku Masyarakat dalam Rangka Penurunan Diare di Kabupaten Temanggung [Tesis]. Semarang: Universitas Diponegoro; 2011.
95
Tri Ramadhani : Uji lapangan LO (Lethal Ovitrap) Skala Perumahan terhadap daya Tetes Telur Aedes aegepty
UJI LAPANGAN LO (LETHAL OVITRAP) SKALA PERUMAHAN TERHADAP DAYA TETAS TELUR AEDES AEGEPTY Field Evaluation of Housing Scale LO (Lethal Ovitrap) on Aedes aegypti Egg Hatchability Tri Ramadhani, Ulfa Farida Trisnawati Peneliti Balai Litbang P2B2 Banjarnegara
[email protected] ABSTRAK Uji lapangan skala perumahan dalam penggunaan Lethal ovitrap (LO) sebagai salah satu upaya pengendalian populasi nyamuk Aedes aegyti telah dilakukan di Kabupaten Banyumas. LO dirancang untuk membunuh nyamuk betina Aedes aegypti yang siap untuk bertelur, setelah bersentuhan dengan ovistrip berinsektisida cypermetrin dosis 12,5μg ai/strip. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hasil penerapan LO skala perumahan terhadap daya tetas telur Aedes aegypti. Penelitian ini adalah eksperimen semu dengan rancangan post test only control group. Ovitrap terbuat dari pralon yang dicat hitam dengan ukuran tinggi 10 cm dimeter 7,5 cm, diisi air bersih sebanyak 1/3 isinya. Ovitrap diberi atraktan air rendaman jerami 10% dan ovistrip berupa kertas saring berukuran ± 4 cm x 25 cm dipasang di bagian dalam sebagai tempat perangkap telur. Lokasi penelitian adalah Perumahan Ledug sebagai daerah intervensi dan Perumahan Bojongsari sebagai kontrol, masing-masing sebanyak 100 rumah (setiap rumah 6 ovitrap, 3 dipasang di luar rumah dan 3 dipasang di dalam rumah). Survei telur dilakukan setiap seminggu sekali selama 3 bulan (12 kali pengamatan). Uji normalitas data dilakukan dengan one sample Kolmogorrov-Smirnov sedangkan uji beda dengan Mann-Whitney pada taraf signifikansi 0,05. Daerah dengan penggunaan LO diperoleh Indeks ovitrap sebesar 9,6%, jumlah telur Aedes aegypti sebanyak 3.974, sedangkan di daerah kontrol OI=3,4% dan jumlah telur 28.799. Daya tetas telur sebesar 3,3% pada daerah dengan LO sedangkan daerah kontrol 20,6%. Penggunaan LO dengan insektisida cypermethrin dosis 12,5μg ai/strip dapat menurunkan daya tetas telur nyamuk Aedes aegypti sebesar 16,7. Kata kunci : LO, Aedes aegypti, daya tetas telur ABSTRACT Residential scale field trials in the use of lethal ovitrap (LO) as one of the Aedes mosquito population control efforts has been done in Banyumas Regency. LO was designed to kill the female Aedes aegypti mosquito which were ready to spawn, after contact with insecticide treated ovistrip cypermetrin dose of 12,5 μg ai/strips. The purpose of this study was to analyze the results of the application of the housing scale LO on hatchability of Aedes aegypti eggs. This study implemented a quasi experimental study with a post test only control group design. Ovitrap were made of painted black pralon with a height of 10 cm and 7,5 cm in diameter, filled with clean water as much as 1/3 of its contents. Ovitrap was given a 10% attractant made of hay immersed water and ovistrip made of filter paper measuring ± 4 cm x 25 cm mounted on the inner sideas egg trap. Research was conducted in the Ledug housing areaas the intervension area and Bojongsari housing area as the control. There were 100 houses in each area (each house was equiped with 6 ovitraps, 3 were instaled outside the house and 3 inside the house). Egg survey was conducted once a week for 3 months (12 observations). The data normality test was conducted using theOne-sample Kolmogorrov-Smirnov test, while the difference test was conducted using the Mann-Whitney test at a significance level of 0,05. Results obtained from areas using LO found that the ovitrap index was 9,6%, with the number of Aedes aegypti eggs as many as 3.974. Meanwhile in the control region OI=3,4% with 28.799 eggs. Egg hatchability in the area with LO was 3,3% while in the control area it was 20,6%. In addition, the use of the Cypermethrin insecticide with a dose of 12,5 μg ai/strips may decrease Aedes aegypti egg hatchability by 16,7. Keywords : LO, Aedes aegypti, egg hatchability
96
JURNAL MKMI, Juni 2014, hal 96-101
PENDAHULUAN
Berbagai upaya pengendalian populasi nyamuk Aedes aegypti baik stadium telur, jentik maupun imago telah banyak dilakukan, cara yang hingga saat ini masih dianggap paling tepat adalah program yang sering dikampanyekan di Indonesia adalah 3M, yaitu menguras, menutup, dan memanfaatkan kembali barang-barang yang sudah tidak berguna.4 Beberapa cara alternatif pernah dicoba untuk mengendalikan vektor dengue ini, antara lain mengintroduksi musuh alamiahnya dengan penyebaran larva nyamuk Toxorhyncites sp sebagai predator larva Aedes sp, meskipun hasilnya kurang efektif dalam mengurangi penyebaran virus dengue. Penggunaan autocidal ovitrap, yaitu perangkap telur nyamuk yang berupa tabung gelas kecil bermulut lebar yang dicat hitam di bagian luarnya.5 Tabung gelas tersebut dilengkapi dengan tongkat kayu yang dijepit vertikal dibagian kasarnya menghadap ke arah dalam. Tabung separuh diisi air dan ditempatkan dilokasi yang diduga menjadi habitat nyamuk, biasanya di dalam atau di sekitar lingkungan rumah. Ovitrap standar berupa tabung gelas plastik (350 mililiter) dengan ukuran tinggi 91 milimeter dan diameter 75 milimeter dicat hitam bagian luarnya, diisi air dan diberi lapisan kertas, bilah kayu, atau bambu sebagai tempat bertelur. Perangkap telur nyamuk atau ovitrap merupakan peralatan sederhana yang digunakan untuk mendeteksi keberadaan nyamuk Ae. aegypti dan Ae. albopictus jika kepadatan populasi nyamuk rendah dan survei larva menunjukan hasil yang tidak produktif, seperti dalam kondisi yang normal. Hasil penelitian menunjukkan ovitrap dapat dipakai alat surveilans Aedes aegypti yang sangat reproduktif dan efisien di perkotaan dan juga telah terbukti berguna untuk mengevaluasi program-program pengendalian, misalnya dampak lingkup penyemprotan insektisida terhadap populasi nyamuk betina dewasa.6
Demam berdarah dengue (DBD) sampai saat ini masih menjadi permasalahan kesehatan yang serius baik di tingkat kabupaten/kota maupun provinsi. Jumlah kejadian DBD di Kabupaten Banyumas pada 5 (lima) tahun terakhir cenderung mengalami penurunan, tetapi CFR meningkat. Hasil pendataan dari Dinas Kesehatan Banyumas menunjukkan Incidence Rate (IR) tahun 2009 sebesar 15/100.000; CFR=1,31%, pada tahun 2010 sebesar IR=42,6/100.000; CFR=1,01%, tahun 2011 sebesar IR=12,31/100.000; CFR=1,49% dan tahun 2012 sebsar IR=5,9/100.000.1 Belum ditemukaannya obat yang spesifik dan vaksin untuk pencegahan penyakit DBD menjadikan masalah tersendiri yang hingga sekarang ini belum terpecahkan. Nyamuk Aedes aegypti dikenal sebagai vektor demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia. Binatang yang masuk klas insekta ini termasuk bersifat diurnal atau aktif pada pagi hingga siang hari. Penularan virus DBD dilakukan oleh nyamuk betina, hal itu dilakukannya untuk memperoleh asupan protein yang diperlukan untuk memproduksi telur. Penanggulangan DBD masih sangat tergantung pada upaya pengendalian vektor guna memutuskan rantai penularan DBD. Upaya tunggal dengan hanya menggunakan metode imagosida saja atau larvisida saja tidak ada satupun yang 100% efektif. Oleh karena itu, harus dilakukan pemberantasan DBD dengan menggunakan beberapa metode.2 Keberadaan nyamuk Aedes aegypti sangat erat hubungannya dengan manusia dan tempat perkembangbiakannya. Adanya campur tangan manusia dengan menyediakan wadah untuk tempat hidup dan mencari makanan mengakibatkan keberadaannya sulit untuk diberantas. Selain itu manusia juga menyediakan tempat yang nyaman, lembab dan gelap untuk resting dan menggigit di dalam ruangan. Kemampuannya yang tinggi beradaptasi terhadap lingkungan menjadi salah satu faktor sulitnya untuk mengontrol dan mengendalikan populasi nyamuk Aedes aegypti. Misalnya kemampuan telur untuk bertahan di kondisi ekstrim, seperti bertahan hidup tanpa air selama beberapa bulan pada dinding bagian dalam kontainer air.3
BAHAN DAN METODE Penelitian ini merupakan quasi eksperimen dengan menggunakan pre test post test control group design tanpa randomisasi (random allocation). Penelitian dilaksanakan pada bulan JuniOktober 2012 di Perumahan Ledug (perlakuan)
97
Tri Ramadhani : Uji lapangan LO (Lethal Ovitrap) Skala Perumahan terhadap daya Tetes Telur Aedes aegepty
dan Perumahan Bojongsari (kontrol) Kabupaten Banyumas. Kedua perumahan tersebut merupakan daerah endemis. Unit penelitian adalah 100 rumah di masing-masing perumahan, dengan jarak kedua perumahan >500 meter. Setiap rumah dipasang 6 buah LO (3 di dalam dan 3 di luar rumah), untuk kelompok perlakuan LO dengan kertas saring yang diolesi insektisida cypermetrin (12,5μg ai/strip) sedangkan kontrol menggunakan kertas saring tanpa insektisida. Populasi telur nyamuk Aedes sp dihitung seminggu sekali selama 3 bulan, baik pada daerah perlakuan maupun pembanding. Penetasan telur nyamuk Aedes sp dilakukan di laboratorium entomologi Balai Litbang P2B2 Banjarnegara oleh tenaga yang terlatih. Data telur nyamuk Aedes sp dibandingkan sebelum dan sesudah intervensi, selanjutnya akan dianalisis menggunakan komputer program SPSS. Uji normalitas data dilakukan dengan one sample Kolmogorrov-Smirnov sedangkan uji beda dengan Mann-Whitney U pada taraf signifikansi 0,05.
Telur lebih banyak ditemukan pada ovitrap yang diletakkan di luar rumah baik pada daerah intervensi maupun kontrol (Tabel 1). Hal ini dapat dimengerti mengingat di luar rumah lebih banyak tempat yang dapat dijadikan untuk berkembangbiak, dibandingkan di dalam rumah. Selain itu nyamuk juga membutuhkan kelembaban yang tinggi untuk meletakkan telurnya, hal ini dideteksi dengan menggunakan reseptor yang ada di bawah perutnya yang berfungsi sebagai sensor suhu dan kelembaban setelah menemukan tempat untuk berkembangbiak. Tabel 2 menunjukkan nilai OI berfluktuasi selama duabelas kali pengamatan. OI di luar rumah lebih tinggi dibandingkan di dalam rumah, kondisi ini terjadi baik di daerah perlakuan maupun kontrol. OI pada daerah dengan pemasangan LO sebesar 3,4% sementara di daerah tanpa LO 9,6%. Indeks ovitrap diklasifikasikan menjadi 4 level, yaitu level 1 dengan OI<5%, level 2 dengan 5%≤OI<20%, level 3 dengan 20%≤OI<40% dan level 4 dengan OI≥40%). Sesuai level tersebut perumahan Ledug (OI=3,4%) termasuk dalam level 1 dengan OI<5% sementara perumahan Bojongsari (OI=9,6%) level 2 (5
HASIL Hasil penetasan dan identifikasi telur yang diperoleh hanya ditemukan telur genus Aedes sp dan tidak ditemukan telur dari nyamuk genus lain. Jumlah telur Aedes sp dari ovitrap yang diletakkan di daerah intervensi sebanyak 3.974 butir sedangkan di daerah kontrol 28.799 butir.
Tabel 1. Jumlah Telur Nyamuk Aedes aegypti yang Diperoleh di Daerah Perlakuan dan Kontrol Selama Duabelas Kali Pengamatan Pengamatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Rerata
Jumlah Telur (Perlakuan) Dalam Luar Total 0 40 40 11 222 233 18 253 271 0 663 663 30 441 461 27 179 206 67 411 478 0 0 0 185 408 593 340 82 258 689 83 606 0 0 0 493 (12,0%) 3,481 (88,0%) 3.974
Sumber : Data Primer, 2012
98
Jumlah Telur (Kontrol) Dalam Luar Total 2358 1638 747 2803 431 2372 4153 1534 2619 107 36 71 3194 521 2673 2624 961 1663 2201 804 1397 72 72 0 3531 877 2654 3331 741 2590 3078 4290 1212 0 108 108 8935 (31,0%) 19,864 (69,0%) 28.799
JURNAL MKMI, Juni 2014, hal 96-101
Tabel 2. Hasil Perhitungan Ovitrap Indeks (OI) di Daerah Perlakuan dan Kontrol Selama Dua Belas Kali Pengamatan Survei (minggu)
Ovitrap Dipasang
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
600 600 600 600 600 600 600 600 600 600 600 600 Rerata
Jumlah Telur (Perlakuan) Dalam Luar Total 1,7 0,8 0,0 8,3 4,7 1,0 9,0 5,2 1,3 10,7 5,3 0,0 5,3 3,3 1,3 3,0 2,0 1,0 8,3 4,8 1,3 0,0 0,0 0,0 9,0 6,0 3,0 2,7 6,0 4,3 2,3 4,0 3,2 0,7 1,3 1,0 1,2 5,6 3,4
Jumlah Telur (Kontrol) Dalam Luar Total 10,2 11,7 8,7 12,3 4,0 20,7 16,7 13,0 20,3 0,5 0,3 0,7 10,3 3,7 17,0 9,8 5,3 14,3 7,7 4,0 11,3 1,0 0,7 1,3 21,3 13,7 6,0 20,3 14,2 8,0 9,7 7,8 6,0 14,0 10,5 7,0 5,8 13,3 9,6
Sumber : Data Primer, 2012
Tabel 3. Hasil Penetasan Telur Aedes aegypti di Daerah Perlakuan dan Kontrol Selama Dua Belas Kali Pengamatan Pengamatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Rerata
Jumlah Telur 40 233 271 663 461 206 478 0 593 340 689 0 3974
Perlakuan Menetas 0 0 1 0 130 0 0 0 0 0 0 0 131
% 0 0 0 0 28 0 0 0 0 0 0 0 3,30
Jumlah Telur (Kontrol) Jumlah Telur Menetas 2385 1568 246 2803 935 4153 22 107 595 3194 770 2624 2201 49 0 72 804 3531 886 3331 0 4290 108 0 28799 5875
% 65,74 8,78 22,51 20,56 18,63 29,34 2,23 0,00 22,77 26,60 0,00 0,00 20,40
Sumber : Data Primer, 2012
menunjukkan jumlah telur nyamuk Aedes sp. di daerah perlakuan lebih tinggi (p=0,009) dan Z= -2,599 dibandingkan di daerah kontrol, serta ada perbedaan (p=0,002) daya tetas telur Aedes sp. yang diakibatkan karena penggunaan LO (Tabel 3).
bak mandi ataupun tempayan. Oleh karena itu, jenis ini bersifat urban, bertolak belakang dengan Ae. albopictus yang cenderung berada di daerah hutan berpohon rimbun (sylvan areas).7 Perumahan Ledug dan Bojongsari relatif masih baru sehingga lingkungannya belum banyak ditumbuhi tanaman besar yang mendukung kehidupan nyamuk Ae. albopictus. Menurut Lee, Ae. aegypti lebih dominan di daerah urban sedangkan Ae. albopictus lebih dominan di daerah rural atau pedesaan. Adanya persaingan antar spesies, yaitu Ae. aegypti mulai mendesak Ae. albopictus se-
PEMBAHASAN Di Indonesia, nyamuk Ae.aegypti umumnya memiliki habitat di lingkungan perumahan, yang terdapat banyak genangan air bersih dalam
99
Tri Ramadhani : Uji lapangan LO (Lethal Ovitrap) Skala Perumahan terhadap daya Tetes Telur Aedes aegepty
hingga nyamuk Ae. aegypti juga banyak terdapat di daerah rural.2 Hal ini disebabkan nyamuk Ae. aegypti lebih gesit, angka kesuburannya lebih tinggi, perkembangannya lebih cepat dan kemampuan hidupnya lebih tinggi daripada nyamuk Ae. Albopictus.8 Waktu pengamatan yang dilakukan pada musim kemarau sedikit banyak berpengaruh terhadap jumlah telur yang dihasilkan, karena musim penghujan dapat menaikkan kelembaban nisbi udara, dan nyamuk memerlukan kelembaban yang tinggi untuk hidup.9 Daerah dengan kelembaban kurang dari 60% akan memperpendek lama hidup nyamuk, sementara dengan kelembaban tinggi membantu nyamuk tetap bertahan hidup dan berkembang biak dengan baik.4 Lethal ovitrap dengan bahan insektisida cypermetrin mampu mengurangi kepadatan nyamuk disebabkan nyamuk yang akan bertelur bersentuhan dengan ovistrip yang mengandung insektisida dan akan mati.10 Menurut Cox, sifat dan cara kerja cypermethrin berperan sebagai racun kontak yang akan memengaruhi saraf serangga dengan mengganggu fungsi normal dari sistem saraf sehingga menimbulkan kelumpuhan bahkan kematian dalam waktu yang relatif singkat. Cypermethrin dapat juga memperlambat penutupan gate sehingga memungkinkan ion natrium tetap mengalir ke dalam membran saraf serangga. Hal ini menyebabkan timbulnya impuls ganda, tidak seperti biasanya yang hanya ada satu impuls yang timbul. Cypermethrin dapat menghambat reseptor asam γ-aminobutirat, menyebabkan eksitasi (peningkatan nilai ambang rangsangan) dan konvulsi (kontraksi otot yang berlebih). Cypermethrin dapat menghambat pengambilan kalsium pada saraf dan menghambat monoamin oksidase, sejenis enzim yang menguraikan neurotransmitter. Selain itu, cypermethrin dapat juga memengaruhi sejenis enzim yang tidak secara langsung terlibat dengan kerja sistem saraf, adenosin trifosfat. Enzim ini terlibat dalam produksi energi pada sel-sel, transportasi atom logam, dan kontraksi otot-otot.6 Menurut World Health Organization (WHO), insektisida berbahan aktif cypermethrin memiliki risiko sedang (moderately hazardous) atau termasuk dalam racun kategori tingkat dua
dibandingkan dengan jenis insektisida lain seperti malation yang merupakan racun kategori risiko rendah. Hasil uji coba pada tikus betina hamil yang dipapar dengan cypermethrin mengakibatkan pertumbuhan anak setelah dilahirkan menjadi terhambat (cacat). Demikian juga jika tikus jantan yang terpapar, maka akan meningkatkan abnormalitas sperma. Keadaan ini menyebabkan kerusakan genetik, yaitu keabnormalan kromosom yang meningkat pada sumsum tulang dan sel limpa ketika tikus-tikus tersebut terpapar cypermethrin. Selain uji pada tikus, dapat pula dilakukan uji pada hewan lain seperti serangga untuk mengetahui pengaruh cypermethrin terhadap 23 kematian serangga, kemampuan bertelur setelah terpapar dan kemampuan menetaskan telurnya.10 Pengaruh cypermethrin menimbulkan penurunan daya tetas telur yang sangat signifikan. Cara kerja cypermethrin memengaruhi saraf dan otot serangga sehingga dapat menghambat reseptor asam γ-aminobutirat, menyebabkan eksitasi (peningkatan nilai ambang rangsangan). Analisis pengaruh cypermethrin terhadap daya tetas telur dapat dihubungkan denga sifat cypermethrin itu sendiri, yaitu telur yang terpapar mengalami eksitasi. Kondisi seperti ini akan sangat berpengaruh terhadap daya tetas telur nyamuk Ae. aegypti.5 Penggunaan LO dengan insektisida deltamethrin (1,0 mg ai/strip) pada penelitian di Brazil secara signifikan memengaruhi populasi nyamuk Ae.aegypti. LO membantu dalam upaya pengamatan dan pengendalian nyamuk Ae.aegypti jika diintegrasikan dengan program-program partisipasi masyarakat. Dikatakan bahwa metode LO adalah merupakan suatu metode yang tidak mahal, sederhana, ramah lingkungan, yang dapat dipadukan dalam pemberantasan nyamuk Ae. aegypti vektor DBD.11
KESIMPULAN DAN SARAN Daerah dengan penggunaan LO diperoleh Indeks ovitrap sebesar 9,6%, jumlah telur Ae. aegypti sebanyak 3.974, sedangkan di daerah kontrol OI=3,4% dan jumlah telur 28.799. Daya tetas telur sebesar 3,3% pada daerah dengan LO sedangkan daerah kontrol 20,6%. Penggunaan LO dengan insektisida cypermethrin dosis 12,5μg ai/strip dapat menurunkan daya tetas telur
100
JURNAL MKMI, Juni 2014, hal 96-101
nyamuk Ae. aegypti sebesar 16,7%. Disarankan pada peneliti selanjutnya agar melakukan identifikasi jentik maupun nyamuk dewasa sampai tingkat spesies, sehingga dapat diketahui populasi spesies nyamuk Aedes yang dominan berada pada lokasi penelitian.
negoro; 2007. 10. Sholichah Z, Ramadhani T, Ustiawan A. Efikasi Insektisida Berbahan Aktif Cypermethrin dengan Metode Lethal Ovitrap terhadap Aedes aegypti di Laboratorium. Balaba. 2010;6(12). 11. Perich M, Kardec A, Braga I, Portal I, Burge R, Zeichner B, et al. Field Evaluation of a Lethal Ovitrap Against Dengue Vectors in Brazil. Medical and Veterinary Entomology. 2003;17(2):205-10.
DAFTAR PUSTAKA 1. Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas. Laporan Kejadian Demam Berdarah Dengue. Banyumas: Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas; 2013. 2. Suyasa I, Adi Putra N, Redi Aryanta I. Hubungan Faktor Lingkungan dan Perilaku Masyarakat dengan Keberadaan Vektor Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas I Denpasar Selatan. Ecotrophic, Journal of Environmental Science. 2008;3(1). 3. Yudhastuti R, Vidiyani A. Hubungan Kondisi Lingkungan, Kontainer, dan Perilaku Masyarakat dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes aegypti di Daerah Endemis Demam Berdarah Dengue Surabaya. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 2005;1(2). 4. WHO. Pencegahan dan Pengendalian Dengue dan Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2005. 5. Sayono S. Pengaruh Modifikasi Ovitrap terhadap Jumlah Nyamuk Aedes yang Terperangkap [Tesis]. Semarang: Universitas Diponegoro; 2008. 6. Cox, C. Cypermethrin. Journal of Pesticide Reform. 1996;16(2):15-9. 7. Fathi F, Keman S, Wahyuni, C. U. Peran Faktor Lingkungan dan Perilaku terhadap Penularan Demam Berdarah Dengue di Kota Mataram. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 2005;2(1). 8. Depkes RI. Demam Berdarah dan Pemberantasannya. Jakarta: Departemen Kesehatan RI;1980. 9. Widiyanto, T. Kajian Manajemen Lingkungan terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Purwokerto Jawa Tengah [Tesis]. Semarang: Universitas Dipo-
101
Paridah : Peran Kader Posyandu pada Pelayanan Terpadu Wanita Prakonsepsi
PERAN KADER POSYANDU PADA PELAYANAN TERPADU WANITA PRAKONSEPSI DI WILAYAH PUSKESMAS PATTINGALLOANG The Role of the Center for Prenatal and Postnatal Health Care and InformationCadres in Integrated Care for Preconception Womenin the Pattingalloang Community Health Center Area Paridah, Citrakesumasari, A. Razak Thaha Program Studi Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin (
[email protected]) ABSTRAK Pelayanan kesehatan prakonsepsi merupakan strategi kesehatan masyarakat untuk memperbaiki status kesehatan dan gizi serta menurunkan angka kematian ibu dan anak. Penelitian ini bertujuan mengetahui peran kader Posyandu dalam pelayanan terpadu wanita prakonsepsi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian gabungan, yaitu metode penelitian kuantitatif deskriptif dan penelitian kualitatif studi kasus. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi. Informan penelitian adalah kader Posyandu (16 orang). Informan kunci adalah wanita prakonsepsi (10 orang) dan keluarganya serta Imam kelurahan (3 orang). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kader mampu menjaring wanita prakonsepsi sebesar 93,3%, kader mampu memantau konsumsi kapsul multi zat gizi mikro wanita prakonsepsi sejumlah 80%, selama pemantauan wanita prakonsepsi yang patuh 41,7% dan tidak patuh 58,3%. Kemampuan kader dalam menjaring terhambat oleh tidak sampainya informasi pernikahan kepada kader dan kemampuan memantau terkendala karena wanita prakonsepsi tidak bertemu kader. Kader mempunyai pengetahuan dan keterampilan untuk menyampaikan informasi dan motivasi kepada wanita prakonsepsi dalam mendapatkan akses pelayanan kesehatan. Namun, pemantauan konsumsi kapsul wanita prakonsepsi oleh kader tidak sesuai prosedur dan mendapatkan beberapa kendala sehingga kurang dapat meningkatkan kepatuhan wanita prakonsepsi. Disimpulkan bahwa kader Posyandu mampu melaksanakan perannya meskipun tidak maksimal karena mendapatkan beberapa kendala. Kata kunci : Kader posyandu, pelayanan terpadu, wanita prakonsepsi ABSTRACT Preconception health service is a public health strategy to improve the health and nutritional status and reduce maternal and child mortality. This research aims to identify the role of center for prenatal and postnatal health care and information cadres in integrated care for preconception woman.The research used mixed methods, i.e. between descriptive method and qualitative method case study design. The data were collected using indepth interviews, observations and documentation. The informants in this study were the center for prenatal and post natal health care and information cadres (16 people). Key informants were preconception women (10 people) and their families as well as the village imam (3 people). Results of this study show thatcadreswere ableto obtain 93,3% of preconception women, cadres were able to monitor the consumption of multi micronutrient capsules of 80% of the preconception women, during observation preconception women who were adherent and non adherent were 41,7% and 58,3% respectively, cadres abilityin recruiting were hampered by wedding information that were not received by the cadres and the ability to monitor preconception women was constrained because the women did not meet the cadre. In addition, cadres have the knowledge and skills to deliver the information and motivation to preconception women in gaining access to health care. However, monitoring of preconception women’s capsule consumption by cadres were not in accordance with procedures and met some obstacles that hindred the efforts to increaset he compliance of preconception women. It was concluded that the cadres were able to carry out their role although not optimal due to some obstacles. Keywords : Center for prenatal and postnatal health care and information cadres, integrated care, preconception women
102
JURNAL MKMI, Juni 2014, hal 102-109
PENDAHULUAN
Oleh karena itu, perbaikan kesehatan dan gizi harus dimulai sejak prakonsepsi. Sumarmi telah mengembangkan sistem layanan terpadu pra nikah (LADUNI) di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Penelitian ini menghasilkan suatu model pelayanan terpadu pranikah yang melibatkan berbagai lembaga dan komponennya di masyarakat seperti KUA (Kantor Urusan Agama), puskesmas, dan kelurahan yang melibatkan aparat desa, petugas KUA, imam desa, bidan desa, kader Posyandu/PKK, PLKB.11 Saat ini tengah dilaksanakan penelitian tentang pelayanan terpadu pada wanita periode prakonsepsi (adaptasi model Sumarmi) oleh Otoluwa.12 Pelayanan terpadu kepada wanita prakonsepsi adalah hal yang baru di Kecamatan Ujung Tanah, sehingga perlu diteliti lebih jauh aspek-aspek yang berkaitan dengan manajemen pelayanannya ataupun peran dari masing-masing komponen yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Oleh karena itu, pada penelitian ini bertujuan mengetahui peran kader pada pelayanan terpadu wanita prakonsepsi yang sedang dilaksanakan di Kecamatan Ujung Tanah.
Pelayanan kesehatan prakonsepsi merupakan strategi kesehatan masyarakat untuk memperbaiki status kesehatan dan gizi serta menurunkan angka kematian ibu dan anak.1 Hal ini menjadi penting karena status gizi wanita sebelum konsepsi dapat memengaruhi proses perkembangan kritis pada masa kehamilan dan anak yang dilahirkannya.2 Kekurangan gizi pada ibu khususnya zat gizi mikro seperti zat besi, seng, magnesium, tembaga, asam folat, yodium mengakibatkan keguguran, cacat bawaan, hipertensi kehamilan, ketuban pecah dini, terlepasnya plasenta, kelahiran prematur, bayi lahir mati, berat badan lahir rendah (BBLR),3 gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak,4 serta menyebabkan penyakit seperti penyakit jantung koroner, hipertensi, dan diabetes mellitus tipe 2 di usia dewasa.5 Program perbaikan gizi dan pelayanan kesehatan di puskesmas saat ini masih terbatas pada pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Sejak tahun 1970-an pemerintah melaksanakan pemberian suplemen tablet besi folat. Namun, program pemberian tablet besi folat juga belum dapat menyelesaikan masalah anemia. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar, prevalensi anemia gizi ibu hamil di Indonesia sebesar 24,5%, dan di Sulawesi Selatan 46,7%.6 Hal ini masih sangat besar khususnya yang terjadi di Sulawesi Selatan di Kecamatan Ujung Tanah adalah sebesar 57,2%.7 Berdasarkan hasil penelitian Khambalia, et al program pemberian tablet besi tersebut kurang efektif karena kepatuhan yang rendah, waktu suplementasi yang relatif singkat, pelayanan kesehatan tidak efisien, dan tingginya angka anemia yang sudah ada sebelumnya serta adanya penyakit infeksi.8 Selain itu pada ibu hamil yang anemia, ditemukan pula kekurangan zat gizi mikro lain, seperti vitamin A, B12, C, zat besi, dan zink.9 Penelitian Williams, dkk menunjukkan bahwa pelayanan prakonsepsi, khususnya konseling prakonsepsi terkait dengan peningkatan konsumsi multivitamin harian sebelum hamil dan peningkatan pelayanan prenatal trisemester pertama yang kemudian akan meningkatkan kesehatan wanita dan bayi yang akan dilahirkan.10
BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Pattingalloang Kecamatan Ujung Tanah Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan. Jenis penelitian yang digunakan adalah metode penelitian gabungan antara metode penelitian kuantitatif deskriptif dan penelitian kualitatif dengan rancangan studi kasus. Informan dalam penelitian ini dipilih dengan menggunakan metode purposive sampling. Informan penelitian adalah kader posyandu yang berada di wilayah kerja Puskesmas Pattingalloang (16 orang) dengan kriteria, yaitu kader yang dilatih dan terlibat dalam pelayanan terpadu wanita prakonsepsi, kader yang di wilayahnya terdapat calon pengantin yang akan menikah pada bulan April-Mei 2013. Informan kunci adalah wanita prakonsepsi (10 orang) yang menikah pada bulan April-Mei 2013 dan keluarganya serta imam desa. Data primer dikumpulkan melalui wawancara mendalam (indepth interview) dan observasi. Data sekunder dalam penelitian ini, yaitu data calon pengantin dari kader posyandu, data calon
103
Paridah : Peran Kader Posyandu pada Pelayanan Terpadu Wanita Prakonsepsi
pengantin di imam kelurahan dan KUA data cakupan pelayanan kesehatan wanita prakonsepsi di puskesmas dan data kepatuhan konsumsi kapsul multi zat gizi mikro wanita prakonsepsi. Analisis data kuantitatif dilakukan dengan analisis deskriptif frekuensi dan analisis data kualitatif dilakukan dengan reduksi data. Penyajian data dilakukan dalam bentuk tabel dan narasi.
orang (13,33%), kader tidak mengenal atau tidak mengetahui wanita prakonsepsi sebagai warganya karena terkadang ada yang menikah hanya memakai alamat, tetapi bukan warga di wilayah tersebut sebanyak 7 orang (46,67%), rumahnya susah dijangkau oleh kader sebanyak 1 orang (6,67%), dan wanita prakonsepsi sibuk kuliah atau kerja dan tidak mendapatkan cuti kerja sehingga tidak punya kesempatan ke puskesmas serta wanita prakonsepsi sendiri yang tidak mau pergi sebanyak 2 orang (13,33%). Dari 15 wanita prakonsepsi yang mendapatkan akses pelayanan terpadu, sebanyak 14 orang (93,3%) yang mampu dijaring oleh kader posyandu, 1 orang (6,7%) tidak dijaring oleh kader tetapi dijaring ketika melakukan registrasi nikah di kantor Lurah. Dari 15 wanita prakonsepsi mendapatkan kapsul multi zat gizi mikro sebagai bagian dari pelayanan kesehatan sebanyak 12 orang (80,0%) yang dipantau konsumsi kapsul multi zat gizi mikro dan sebanyak 3 orang (20,0%) tidak dipantau. Selama pemantauan konsumsi kapsul oleh kader posyandu, sebanyak 5 orang (41,7%) wanita prakonsepsi yang patuh dan sebanyak 7 orang (58,3%) yang tidak patuh (Tabel 1). Dari wawancara kader posyandu dan wanita prakonsepsi atau keluarganya dapat diketahui bahwa jika kader mendapatkan informasi ada warganya yang mau menikah, kader akan menjaring wanita prakonsepsi dengan mengunjungi
HASIL Pada penelitian ini karakteristik kader posyandu yang menjadi informan penelitian, yaitu kader posyandu berusia antara 31-56 tahun, sebagian besar kader posyandu mempunyai pekerjaan sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT), pendidikan terakhir adalah SMA dan menikah. Adapun karakteristik wanita prakonsepsi yang menjadi informan kunci, yaitu wanita prakonsepsi berumur antara 17-31 tahun, sebagian besar pekerjaan sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT), pendidikan terakhir adalah SMA, dan status pernikahan adalah baru menikah. Tabel 1 menunjukkan bahwa dari 30 wanita prakonsepsi sebanyak 15 orang (50,0%) yang terjaring mendapatkan akses pelayanan terpadu. Sebanyak 15 orang (50,0%) wanita prakonsepsi tidak terjaring karena wanita prakonsepsi telah melakukan pemeriksaan kesehatan melalui undangan sosialisasi sebanyak 3 orang (20,0%), wanita prakonsepsi melakukan pemeriksaan di poli umum puskesmas sebanyak 2
Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Akses Pelayanan Terpadu, Penjaringan dan Pemantauan Kader serta Kepatuhan Konsumsi Kapsul Multi Zat Gizi Mikro di Wilayah Puskesmas Pattingalloang Ya
Variabel
Tidak
n 15
% 50,0
n 15
% 50,0
Wanita prakonsepsi yang dijaring oleh kader dalam pelayanan terpadu wanita prakonsepsi
14
93,3
1
6,7
Wanita prakonsepsi yang dipantau oleh kader dalam pelayanan terpadu wanita prakonsepsi
12
80,0
3
20,0
Tingkat Kepatuhan konsumsi kapsul multi zat gizi mikro wanita prakonsepsi
7
58,3
5
41,7
Wanita prakonsepsi yang mendapatkan akses pelayanan terpadu di Puskesmas
Sumber : Data Primer, 2013
104
JURNAL MKMI, Juni 2014, hal 102-109
wanita prakonsepsi dan memberikan informasi dan menarik minat wanita prakonsepsi untuk melakukan pemeriksaan kesehatan di puskesmas dengan menjelaskan kepada wanita prakonsepsi tentang manfaat pemeriksaan kesehatan bagi wanita prakonsepsi, hal ini sesuai dengan kutipan wawancara kader dan wanita prakonsepsi berikut:
Kader tidak bertemu dengan wanita prakonsepsi pada saat kader mengunjungi mereka, sehingga kader hanya menyampaikan kepada keluarganya atau ibunya.
“iya kerumahnya dulu kan, baru kita terangkan kalau ini penting untuk kesehatannya, kalau dia mau kami antar ke puskesmas karena misalkan kalau kita suruh, biasanya dia takut jadi bilang antar mi dulu nanti berikutnya bisa pergi sendiri” (Syr,45 th; Hdj, 38 th; Nhd, 38 th)
Hal ini dibenarkan oleh wanita prakonsepsi dan keluarganya.
Hal tersebut dibenarkan oleh keterangan yang disampaikan oleh wanita prakonsepsi seperti yang disampaikan dalam hasil wawancara mendalam berikut:
“iya datang kesini bilang Sym mau diperiksa di puskesmas” (Nnh, 52 th;(Ftm, 49 th)
“Dengan mendatangi calonnya, kasih tau ibunya bahwa ada pemeriksaan kesehatan persiapan hamil nanti” (Rml, 35 th; Msn, 42 th)
“iya tapi mamaku yang ketemu, bilang ada pemeriksaan di puskesmas yang mau pengantin” (Smy, 26 th;Mrs, 27 th)
Hasil wawancara dan observasi diketahui kader posyandu memantau konsumsi kapsul wanita prakonsepsi dengan memberikan kapsul multi zat gizi mikro kepada wanita prakonsepsi setiap minggu sesuai jadwal pemberian kapsul multi zat gizi mikro, tetapi kader tidak mengecek lembar PMO sebagai indikator untuk mengontrol konsumsi kapsul multi zat gizi mikro wanita periode prakonsepsi setiap hari dalam 1 minggu.
“iya datang ke rumah na bilang pergi periksa dulu di Puskesmas” (Smn, 23 th; Mhn, 25 th; Hkm, 31 th) Kader mengajak wanita prakonsepsi ke puskesmas dan memberikan pengertian kepada keluarganya agar memberikan izin kepada anaknya untuk melakukan pemeriksaan di puskesmas, seperti yang diungkapkan oleh beberapa kader berikut:
“dia tidak periksa lembar warna pinknya karena saya jarang ketemu” (Frd, 24 th ; Hkm, 31)
“saya dekati dia, supaya bagaimana caranya mau masuk ke puskesmas sampaikan sama orang tuanya bahwa bukan KB” (Rsm, 43;Hsy, 56 th)
“waktu pertama sekali dia periksa itu lembar obatnya tapi setelah itu tidakmi” (Ftm, 49 th)
Hal ini dibenarkan oleh wanita prakonsepsi dan keluarga (ibu) dari wanita prakonsepsi:
Kader mengontrol konsumsi kapsul dengan menanyakan langsung kepada wanita prakonsepsi apakah mereka mengonsumsi kapsul, menanyakan keluhan wanita prakonsepsi mengonsumsi kapsul dan juga memberikan motivasi dengan menjelaskan manfaat kapsul tersebut, seperti yang diungkapkan oleh kader:
“katanya mau dibawa pergi dipuskesmas, periksa kesehatan” (Rng, 17.th), Pernah, bilang mau dibawa ke puskesmas bilang bukanji KB ini?,oh dia bilang bukan ini hanya untuk suntik kekebalan (Irn, 32 th) “tidak, besoknya dia kasih tau, mamaku dia kasih tau” (Rmw,17 th) “iya datang bu hsy ke sini na bilang mau di bawa dulu periksa di dalang (puskesmas)” (Ida, 49 th)
“saya selalu kerumahnya, atau itu (menunjuk anaknya) dan saya juga anjurkan, saya bilang apakah dia minum setiap malam?, saya bilang itu obat bagus bukan menjarangkan tapi menyuburkan” (Nhd, 28 th; Hsy, 56 th)
105
Paridah : Peran Kader Posyandu pada Pelayanan Terpadu Wanita Prakonsepsi
“memantau itu setiap kali sampai jadwalnya habis, saya control, sudah habiskah itu kapsulnya? Sudah, seperti itu” (Syr, 45 th)
Kader tidak dapat memantau dengan baik konsumsi kapsul wanita prakonsepsi karena tidak pernah bertemu dengan wanita prakonsepsi pada setiap minggu kunjungan, sehingga kader memberikan dan mengontrol konsumsi kapsul wanita prakonsepsi melalui keluarganya yang juga bertindak sebagai PMO-nya, seperti yang diungkapkan oleh kader berikut :
“saya datang perminggu, apakah obatnya habis diminum atau tidak, iya tanya-tanya keluhannya selama minum obat” (Hdj, 38 th) Kader membawakan kapsul multi zat gizi mikro kepada wanita prakonsepsi setiap minggu sesuai jadwal pemberian kapsul multi zat gizi mikro, kader selalu mengingatkan wanita prakonsepsi minum kapsul dan memberi pesan kepada PMO agar secara rutin dan memberi pesan kepada PMO agar selalu mengingatkan wanita prakonsepsi minum kapsul setiap malam seperti yang diungkapkan oleh kader dalam hasil wawancara mendalam berikut:
“dengan memberi kartu control, dan bertanya langsung ke pengawas minum obatnya” (Rml, 35 th) “Saya kasih tau orang tuanya apakah dia betul-betul minum” (Syt, 43 th)
“Saya sering ke rumahnya, saya tanyakan itu “bagaimana sudah diminum obatnya?, sudah habismi obatnya diminum? Biasa saya tanya dia atau ibunya saya tanya” (Syn, 38 th)
“waktu pertama kan langsung di kasih, baru saya bawakan kerumahnya, tapi saya tidak ketemu orangnya saya kasih orang drumahnya saja” (Hsn, 45 th)
Hal ini dibenarkan oleh wanita prakonsepsi dan keluarganya dalam hasil wawancara berikut :
“……. ko anu ji dek, jangan sampai ko malas-malas minum, tidak bu sri ini saya minum, langsung baru bilang bu kita peringati to, o iya setiap malam saya ingatkan…..” (Msn, 42 th)
“Iya setiap habis tanggalnya kesini lagi antarkan obatku, tapi tidak pernahkah ketemu sama ibu ketemu” (Sar, 26 th; Mrs, 27 th; Mdf, 29 th) “Iya datang setiap minggu, na bilang ini obatnya Mrs” (Ftm, 49 th; Slh, 48 th; Rzk, 22 th)
Hal ini dibenarkan oleh wanita prakonsepsi dan keluarganya seperti yang diungkapkan dalam hasil wawancara mendalam berikut:
Berdasarkan hasil wawancara pada kader posyandu dapat diketahui kendala-kendala kader dalam menjaring wanita prakonsepsi ke puskesmas, yaitu kader kadang tidak ada waktu atau sibuk dan wanita prakonsepsi juga bekerja pada pagi hari, kader sulit menentukan wanita masih dalam periode prakonsepsi atau sudah konsepsi karena banyak yang sudah bermasalah, beberapa wanita prakonsepsi dilarang oleh orang tua karena kurangnya pemahaman orang tua tentang pentingnya kesehatan prakonsepsi. Dalam memantau konsumsi kapsul multi zat gizi mikro wanita prakonsepsi kader mendapatkan kendala, yaitu wanita prakonsepsi tidak mau minum kapsul karena ada keluhan efek samping kapsul, kader tidak dapat mengontrol dengan baik konsumsi
“Iya datang bawa obat dia tanya “kamu minum obatnya?, jangan sampai lupa minum, dan dia pesan sama mamaku ingatkan saya minum, dia tidak periksa lembar warna pinknya karena saya jarang ketemu (Frd, 24 th), “Iya ada dia bilang suruh frd minum obatnya” (Ded, 50 th) “satu kaliji saya ketemu, biasanya itu obatku kudapatji di atas lemari, baru kuambilmi, mungkin mamaku yang ketemu” (Sym, 26 th), iya tawwa na tanyaka na minumji obat na sym?, ku bilang iye, baru na bilang ingatkan mamiki di” (Nnh, 52 th)
106
JURNAL MKMI, Juni 2014, hal 102-109
kapsul wanita prakonsepsi karena pada saat kader membawakan kapsul kader tidak bertemu dengan wanita prakonsepsi, kader juga tidak dapat memantau konsumsi kapsul karena lembar PMO wanita prakonsepsi tidak disimpan dengan baik, dan wanita prakonsepsi dilarang oleh orang tua dan mengira itu obat KB (Kelurga Berencana).
Pengawas Minum Obat (PMO), tetapi beberapa kader juga tidak mengontrol melalui lembar PMO hanya menanyakan langsung kepada wanita prakonsepsi apakah mereka mengonsumsi kapsul, hanya sebagian kader yang mengontrol konsumsi kapsul multi zat gizi mikro wanita prakonsepsi melalui PMO. Menurut Broek, untuk meningkatkan kepatuhan konsumsi tablet Fe maka diperlukan sistem evaluasi dan monitoring yang dapat dipercaya. Selama pemantauan konsumsi kapsul wanita prakonsepsi setiap minggu, kader memberikan motivasi dengan menjelaskan manfaat kapsul tersebut, kader selalu mengingatkan wanita periode prakonsepsi minum kapsul dan memberi pesan kepada PMO agar secara rutin dan memberi pesan kepada PMO agar selalu mengingatkan wanita prakonsepsi minum kapsul setiap malam.16 Namun, belum terdapat penelitian yang melihat pengaruh pemantauan kader terhadap kepatuhan konsumsi kapsul wanita prakonsepsi. Penelitian sebelumnya melihat peran kader dalam pemantauan konsumsi tablet Fe ibu hamil. Penelitian yang dilakukan oleh Ramawati, dkk menunjukkan bahwa faktor yang memengaruhi kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi tablet Fe, diantaranya adalah perilaku petugas kesehatan atau kader kesehatan yang kepatuhan dapat lebih ditingkatkan apabila kader kesehatan mampu memberikan penyuluhan gizi, khususnya tentang manfaat tablet besi dan kesehatan ibu hamil.17 Pada penelitian ini menunjukkan bahwa masih terdapat wanita prakonsepsi yang tidak patuh dalam mengonsumsi kapsul multi zat gizi mikro. Penelitian yang dilakukan Amalia menyatakan bahwa ketidakpatuhan konsumsi obat dipengaruhi oleh penjelasan petugas tentang manfaat konsumsi obat (tablet Fe), tetapi dalam penelitian ini beberapa wanita prakonsepsi tidak mendapat penjelasan tentang manfaat kapsul karena tidak bertemu dengan kader pada saat kunjungan pemberian dan pemantauan konsumsi kapsul setiap minggunya. Dan dari hasil penelitian yang tidak patuh adalah yang tidak atau jarang berkontak langsung dengan kader.18 Ketidakpatuhan konsumsi kapsul wanita prakonsepsi juga disebabkan oleh efek samping
PEMBAHASAN Penelitian ini menunjukkan bahwa setelah kader mendapatkan informasi ada warganya yang akan menikah, kader kemudian menjaring wanita prakonsepsi dengan mengunjungi wanita prakonsepsi dan memberikan informasi kepada wanita prakonsepsi atau keluarganya untuk melakukan pemeriksaan kesehatan di puskesmas sebelum melakukan kursus calon pengantin (suscatin) di Kantor Urusan Agama. Kader kesehatan mempunyai bekal pengetahuan dan keterampilan untuk menyampaikan informasi dalam penyuluhan.13 Penelitian ini menunjukkan bahwa selain memberikan informasi kader juga memberikan motivasi untuk menarik minat wanita prakonsepsi untuk melakukan pemeriksaan kesehatan di puskesmas dengan menjelaskan kepada wanita prakonsepsi dan atau keluarganya tentang manfaat pemeriksaan kesehatan bagi wanita prakonsepsi. Beberapa penelitian telah menunjukkan peran kader terhadap akses pelayanan kesehatan oleh masyarakat. Penelitiannya yang dilakukan oleh Medhanyie menemukan bahwa kader memiliki kontribusi terhadap peningkatan pemanfaatan pelayanan Keluarga Berencana (KB), antenatal care dan tes HIV.14 Penelitian yang dilakukan oleh Hafess dkk juga menemukan bahwa program pemberdayaan kader sebagai penghubung fasilitas kesehatan dengan masyarakat akan meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan dasar.15 Penelitian ini menemukan bahwa kader tidak melaksanakan pemantauan konsumsi kapsul multi zat gizi mikro sesuai petunjuk yang sebenarnya, kader posyandu memberikan kapsul multi zat gizi mikro kepada wanita prakonsepsi setiap minggu sesuai jadwal yang sudah ditentukan, kader memantau konsumsi kapsul multi zat gizi mikro wanita prakonsepsi dengan mengontrol konsumsi kapsul multi zat gizi mikro melalui
107
Paridah : Peran Kader Posyandu pada Pelayanan Terpadu Wanita Prakonsepsi
dari kapsul tersebut, sehingga walaupun wanita prakonsepsi memiliki motivasi yang besar untuk mengonsumsi kapsul, tetapi wanita prakonsepsi tidak dapat melanjutkan minum kapsul karena efek sakit perut dan mual yang dirasakan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Oriji, dkk bahwa alasan utama ketidakpatuhan konsumsi suplementasi zat besi pada ibu hamil adalah efek samping sakit perut/mual dan faktor lupa minum.19
Pediatr. 2004;71(11):1007-14. 4. Goldenberg, R.L & Culhane, J.F. Low Birth Weight in The United States. American Journal of Clinical Nutrition. 2007;85:584-90. 5. Barker, D. J. Adult Consequences of Fetal Growth Restriction. Clin Obstet Gynecol. 2006;49:270-83. 6. Litbangkes. Laporan Kesehatan Dasar tahun 2007. Jakarta: Depkes RI; 2008. 7. Dinas Kesehatan Kota Makassar. Kohor Ibu Hamil Puskesmas Pattingalloang. Makassar: Dinas Kesehatan Kota Makassar; 2012. 8. Khambalia, A.Z, et al. Periconceptional Iron Supplementation does not Reduce Anemia or Improve Iron Status among Pregnant Women in Rural Bangladesh. Am J Clin Nut. 2009;90(1):295-302. 9. Ma, Ai-Guo, et al. Micronutrient Status in Anemic and Non-Anemic Chinese Women in The Third Trimester of Pregnancy. Asia Pac J Clin Nutr. 2009;18(1):41-7. 10. Williams, L, Zapata, L, D’angelo, D, Harrison, L, & Morrow, B. Associations between Preconception Counseling and Maternal Behaviors Before and During Pregnancy. Maternal and Child Health Journal. 2012;16:185461. 11. Sumarmi, S. Pengembangan Sistem Layanan Terpadu Pra Nikah (Laduni) di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. 2009. 12. Otoluwa, A. Pengaruh Pemberian Suplemen Multi Zat Gizimikro kepada Wanita Prakonsepsi terhadap Pencegahan Kerusakan DNA Ibu Hamil [Disertasi]. Makassar: Universitas Hasanuddin; 2013. 13. Sulastyawati, Nataliswati, T, Nurul, H. Pengaruh Pelatihan Promosi Kesehatan tentang DHF terhadap Peningkatan Keterampilan Penyuluhan Kader Kesehatan. Scientific journal. 2007. 14. Medhanyie, A, et al. The Role of Health Extension Workers in Improving Utilization of Maternal Health Services in Rural Areas in Ethiopia: a Cross Sectional Study. BMC Health Services Research. 2012;12:352. 15. Hafess, A, et al. Lady Health Workers Pro-
KESIMPULAN DAN SARAN Kader mampu menjaring wanita prakonsepsi untuk mendapatkan akses pelayanan kesehatan dengan memberi informasi dan motivasi kepada wanita prakonsepsi atau keluarganya tentang manfaat program pelayanan kesehatan bagi wanita prakonsepsi. Kader mampu menjaring wanita prakonsepi sebesar 93,3%. Kader memantau konsumsi kapsul multi zat gizi mikro wanita prakonsepsi dengan kunjungan rutin setiap minggu dan kader memberikan motivasi kepada wanita prakonsepsi dan PMO untuk rutin mengonsumsi kapsul multi zat gizi mikro wanita prakonsepsi. Pemantauan selama 4 minggu, sebanyak 5 orang (41,7%) wanita prakonsepsi patuh dan 7 orang (58,3%) tidak patuh. Untuk meningkatkan akses pelayanan kesehatan wanita prakonsepsi, keluarga wanita prakonsepsi ataupun masyarakat sekitar perlu diberikan sosialisasi tentang pentingnya pelayanan kesehatan prakonsepsi. Untuk meningkatkan kepatuhan konsumsi kapsul multi zat gizi mikro wanita prakonsepsi, fungsi dari pengawas minum obat (PMO) perlu ditingkatkan.
DAFTAR PUSTAKA 1. Atrash, H, et al. Where is the ‘‘W’’oman inMCH? American Journal of Obstetrics and Gynecology. 2008;199(6):259-65. 2. Ramakrishnan, U, Grant, F, Goldenberg, T, Zongrone, A, & Martorell, R. Effect of Women’s Nutrition Before and During Early Pregnancy on Maternal and Infant Outcomes: a Systematic Review. Paediatr Perinat Epidemiol. 2012;1:285-301. 3. Pathak, P, et al. Prevalence of Multiple Micronutrient Deficiencies Amongst Pregnant Women in a Rural Area of Haryana. Indian J
108
JURNAL MKMI, Juni 2014, hal 102-109
gramme in Pakistan: Callenges, Achievements, and The Way Forward. J park med Assio. 2011;61:210-5. 16. Broek, N. Anaemia and Micronutrient Deficiencies: Reducing Maternal Death and Disability During Pregnancy. Br Med Bull. 2003;67:149-60. 17. Ramawati, D, Mursyiam, D.S. FaktorFaktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Ibu Hamil dalam Mengkonsumsi Tablet Besi di Desa Sokaraja Tengah, Kecamatan Sokaraja, Kabupaten Banyumas. Jurnal Keperawatan (The Soedirman Joural of Nursing). 2008;3(3):114-24. 18. Amalia, M. R. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Konsumsi Tablet Besi pada Ibu Hamil Trisemester II-III di Puskesmas Kaluku Bodoa [Skripsi]. Makassar: Universitas Hasanuddin; 2012. 19. Oriji, V.K, Enyindah, C.E, & Nyeches. Factor Determining Compliance to Routine Iron Supllementattion in Pregnancy The University of Portharcout Teaching Hospital. Niger J Med. 2011;20(1):131-4.
109
Sholihin Shiddiq : Hubungan Persepsi K3 Karyawan dengan Perilaku Tidak Aman
HUBUNGAN PERSEPSI K3 KARYAWAN DENGAN PERILAKU TIDAK AMAN DI BAGIAN PRODUKSI UNIT IV PT. SEMEN TONASA The Relationship between Employee’s Perception of Occupational Safety and Health and Unsafe Work Behavior in the Production Unit IV of PT. Semen Tonasa Sholihin Shiddiq, Atjo Wahyu, Masyitha Muis Bagian K3 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar (
[email protected]) ABSTRAK Perilaku tidak aman merupakan salah satu penyebab terjadinya kecelakaan kerja akibat kelalaian pekerja saat bekerja, angka kecelakaan kerja yang disebabkan oleh perilaku tidak aman di Indonesia sebesar 80% dan kondisi tidak aman sebesar 20%. Kecelakan yang diakibatkan oleh perilaku tidak aman merupakan masalah pekerja yang sering dihadapi oleh perusahaan-perusahaan. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan persepsi K3 karyawan dengan perilaku tidak aman di bagian produksi unit IV PT. Semen Tonasa. Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional dengan desain cross sectional study. Populasi adalah seluruh karyawan di bagian produksi unit IV PT. Semen Tonasa sebanyak 153 karyawan. Adapun sampel penelitian ini adalah 60 karyawan. Penarikan sampel menggunakan proportional random sampling. Analisa data yang dilakukan adalah univariat dan bivariat dengan uji chi square dan uji phi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 6 variabel independen yang diteliti, terdapat lima variabel yang memiliki hubungan dengan variabel dependen, yaitu umur (p=0,011), masa kerja (p=0,026), pengetahuan (p=0,025), sikap (p=0,020) dan persepsi (p=0,011). Sedangkan variabel pelatihan K3 tidak berhubungan dengan nilai (p=0,57). Kesimpulannya adalah ada hubungan antara umur, masa kerja, pengetahuan, sikap dan persepsi dengan karyawan di bagian produksi unit IV PT. Semen Tonasa. Kata Kunci : Perilaku tidak aman, persepsi K3, karyawan ABSTRACT Unsafe work behavior is one of the causes of work accidents due to the negligence of workers at work, with the number of accidents caused by unsafe work behavior in Indonesia is as high as 80% and unsafe work conditions by 20%. Accidents caused by unsafe behavior of workers is a problem often faced by firms. This study aims to understand the relationship between employee’s perception of occupational safety and health and unsafe work behavior in the production unit IV of PT. Semen Tonasa. This study was conducted using surveys and a cross sectional study design. The population of this study were 153 employees at the production unit IV PT. Semen Tonasa. There were 60 employees who were selected as samples using proportional random sampling. Data analysis was performed with univariate and bivariate analysis as well as chi square test and phi test. Results of this study found that of the six independent variables under study, there are five variables that have a relationship with the dependent variable, namely age (p=0,011), work period (p=0,026), knowledge (p=0,025), attitude (p=0,020) and perception (p=0,011). Meanwhile, the occupational safety and health training variable was not related to the value (p=0,57). In conlusion, there were relationships between age, work period, knowledge, attitude, and perception and staff in production unit IV PT. Semen Tonasa. Keywords : Unsafe behavior, occupational safety and health perception, employees
110
JURNAL MKMI, Juni 2014, hal 110-116
PENDAHULUAN
(K3L) PT. Semen Tonasa, mayoritas kecelakaan terjadi karena perilaku tidak aman yang dilakukan pekerja, seperti tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD), tidak mengikuti Standar Operasi Prosedur (SOP) dan kurangnya kehatihatian dalam bekerja. Perlu juga dilakukan identifikasi semua faktor penyebab potensial kejadian penyakit akibat kerja. Mulai analisis kandungan debu, sifat dan tingkat kebisingan, suhu di area kerja sekitar sumber. Bila diperlukan, penentuan faktor penyebab melalui analisis karakteristik penyakit dapat dilakukan melalui rekam medik. Pemantauan berkesinambungan dengan faktor penyebab potensial harus dilakukan dan penggunaan hasil identifikasi dan pemantauan menjadi kebijakan dan program pencegahaan berkelanjutan. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan persepsi K3 karyawan dengan perilaku tidak aman dibagian produksi unit IV PT. Semen Tonasa.
Tenaga kerja merupakan faktor yang sangat menentukan bagi perusahaan, tenaga kerja juga merupakan faktor produksi yang memiliki peran penting dalam kegiatan perusahaan. Dalam melaksanakan pekerjaannya tenaga kerja ini akan menghadapi ancaman bagi keselamatan dan kesehatannya yang akan datang dari pelaksanaan tugas tersebut. Oleh karena itu, dalam rangka menjalankan usaha yang aman (safe business) maka program perlindungan bagi karyawan melalui penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) harus dilakukan secara konsisten. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan Undang-Undang No.13 tahun 2003, tentang ketenagakerjaan, yang menyatakan kewajiban pengusaha melindungi tenaga kerja dari potensi bahaya yang dihadapinya.1 Menurut data International Labor Organitation (ILO) yang diterbitkan dalam peringatan Hari Keselamatan dan Kesehatan Kerja se-dunia pada 28 April 2010, tercatat setiap tahunnya lebih dari 2 juta orang yang meninggal akibat kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Sekitar 160 juta orang menderita penyakit akibat kerja dan terjadi sekitar 270 juta kasus kecelakaan kerja pertahun di seluruh dunia. Sedangkan menurut data Kemenakertrans, angka kecelakaan kerja pada tahun 2009 mencapai 96.513 kasus, sedangkan pada semester I tahun 2010 angka kecelakaan kerja mencapai 53.267 kasus. Hampir 70% kecelakaan kerja didominasi kecelakaan di jalan raya saat pergi maupun pulang dari tempat kerja. Setiap tahun ditargetkan angka kecelakaan kerja 50% lebih sedikit dibandingkan tahun sebelumnya.2 Data kecelakaan yang terjadi di Semen Tonasa, ditemukan bahwa kasus kecelakaan kerja lebih banyak menimpa pekerja lapangan dibandingkan dengan pekerja di bagian kantor pusat. Sebanyak 38 kasus kecelakaan kerja yang terjadi dari bulan Februari 2009 sampai dengan Agustus 2011 di PT. Semen Tonasa ini masih dalam kategori kecelakaan ringan, dan sebagian ditemukan kecelakaan berat, tetapi tidak terdapat kecelakaan fatal (kematian). Menurut Penanggung jawab Kesehatan dan Keselamatan Kerja Lingkungan
BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di PT. Semen Tonasa Desa Biring Ere Kabupaten Pangkep yang dilakukan pada bulan April 2013. Populasi yang digunakan pada penelitian adalah seluruh karyawan di bagian produksi unit IV PT. Semen Tonasa. Penarikan sampel menggunakan metode proportional stratified random sampling. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan cross sectional study. Pengumpulan data diperoleh dengan dua cara, yakni data primer (wawancara langsung kepada responden yang menjadi sampel) dan data sekunder berupa data jumlah pengemudi dan profil perusahaan. Data yang telah dikumpulkan diolah dan dianalisis dengan sistem komputerisasi program SPSS melalui editing, coding, entry, cleaning serta analisis data dan disajikan dalam bentuk tabel dan narasi. Data dianalisis menggunakan uji chi square dan uji phi.
HASIL Karakteristik responden meliputi umur, tingkat pendidikan, unit bagian, masa kerja, dan jabatan. Dari 60 responden, persentase umur responden paling banyak pada kelompok umur
111
Sholihin Shiddiq : Hubungan Persepsi K3 Karyawan dengan Perilaku Tidak Aman
perilaku tidak aman karyawan di bagian produksi unit IV PT. Semen Tonasa dengan derajat kekuatan hubungan sedang. Dari 13 responden dengan masa kerja yang baru, sebanyak 13 orang (100%) yang memiliki perilaku aman mengenai perilaku tidak aman dan tidak ada orang yang memiliki perilaku tidak aman. Sedangkan dari 47 responden yang memiliki masa kerja lama, sebanyak 32 orang (68,1%) yang berperilaku aman dan 15 orang (31,9%) yang berperilaku tidak aman. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,026 dan φ=0,304, hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara masa kerja dengan perilaku tidak aman karyawan di bagian produksi unit IV PT. Semen Tonasa dengan derajat kekuatan hubungan sedang (Tabel 2). Dari 27 responden yang memiliki pengetahuan cukup, sebanyak 24 orang (88,9%) yang memiliki perilaku aman dan 3 orang (11,1%) yang memiliki perilaku tidak aman. Sedangkan dari 33 responden yang memiliki pengetahuan kurang, sebanyak 21 orang (63,6%) yang berperilaku aman dan 12 orang (36,4%) berperilaku tidak aman. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,036 dan φ=0,290 yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku tidak aman karyawan di bagian produksi unit IV PT. Semen Tonasa dengan derajat kekuatan hubungan sedang. Dari 37 responden yang memiliki sikap positif, sebanyak 33 orang (89,2%) yang memiliki perilaku aman dan 4 orang (10,8%) yang memiliki perilaku tidak aman. Sedangkan dari 23 responden yang memiliki sikap negatif, sebanyak 12 orang (52,2%) yang berperilaku aman dan 11 orang (47,8%) berperilaku tidak aman. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,002 dan φ=0,416 yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara sikap dengan perilaku tidak aman karyawan di bagian produksi unit IV PT. Semen Tonasa dengan derajat kekuatan hubungan sedang (Tabel 2). Dari 56 responden yang mengikuti pelatihan K3, sebanyak 41 orang (73,2%) yang memiliki perilaku aman dan 15 orang (26,8%) yang memiliki perilaku tidak aman. Sedangkan dari 4 responden yang mengikuti pelatihan K3 seluruhnya berperilaku aman. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,564. Hal ini berarti tidak ada hubungan
31-40 tahun, yaitu sebanyak 25 orang (41,7%), sedangkan persentase responden terendah pada kelompok umur >50 orang, yaitu 5 orang (8,3%). Karyawan dengan lulusan SMP/sederajat, yaitu sebanyak 1 orang (1,7%), lulusan SMA/sederajat, yaitu sebanyak 46 orang (76,7%), lulusan Akademi, yaitu sebanyak 3 orang (5,0%) dan lulusan Perguruan Tinggi sebanyak 10 orang (16,7%). Karyawan lama lebih banyak dibandingkan dengan karyawan baru, yaitu sebanyak 47 orang (78,3%) sedangkan karyawan baru sebanyak 13 orang (21,7%), dan jabatan karyawan terbanyak adalah sebagai anggota, yaitu sebanyak 41 orang (68,3%), kepala regu sebanyak 18 orang (30%) dan kepala seksi hanya 1 orang (1,7%) (Tabel 1). Persentase umur responden terbesar terdapat pada kelompok umur 31-40 tahun, yaitu sebanyak 25 orang (41,7%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,016 dan φ=0,329 yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara umur dengan Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik Karyawan Unit IV PT. Semen Tonasa Karakteristik Responden Umur (tahun) 21-30 31-40 41-50 >50 Tingkat Pendidikan SMP/sederajat SMA/sederajat Akademi Perguruan Tinggi Unit Bagian Crusher Limestone Crusher Clay Crusher Silika Raw Mill Kiln & Coal Mill Finish Mill Masa Kerja Baru Lama Jabatan Kepala Seksi Kepala Regu Anggota
Jumlah n
%
8 25 22 5
13,3 41,7 36,7 8,3
1 46 3 10
1,7 76,7 5,0 16,7
9 9 7 10 13 12
15,0 15,0 11,7 16,7 21,7 20,0
13 47
21,7 78,3
1 18 41
1,7 30,0 68,3
Sumber : Data Primer, 2013
112
JURNAL MKMI, Juni 2014, hal 110-116
Tabel 2. Hubungan Variabel Independen dengan Perilaku Tidak Aman Karyawan Unit IV PT. Semen Tonasa Variabel Umur Muda Tua Masa Kerja Baru Lama Pengetahuan Cukup Kurang Sikap Positif Negatif Pelatihan K3 Pernah Tidak Pernah Persepsi K3 Baik Buruk
Perilaku Aman Tidak Aman n % n %
Jumlah n
%
Hasil Uji
29 16
87,9 59,3
4 11
12,1 40,7
33 27
100 100
p=0.011 φ= 0,329
13 32
100 68,1
0 15
0 31,9
13 47
100 100
p=0.026 φ= 0,304
24 21
88,9 63,6
3 12
11,1 36,4
27 33
100 100
p=0.025 φ= 0,290
33 12
89,2 52,2
4 11
10,8 47,8
37 23
100 100
p=0.002 φ= 0,416
41 4
73,2 100,0
15 0
26,8 0
56 4
100 100
p=0, 568
33 12
86,3 54,5
5 10
13,2 45,5
38 22
100 100
p=0.011 φ= 0,359
Sumber : Data Primer, 2013
antara pelatihan K3 dengan perilaku tidak aman karyawan di bagian produksi unit IV PT. Semen Tonasa. Dari 38 responden yang memiliki persepsi K3, sebanyak 33 orang (86,8%) yang memiliki perilaku aman dan 5 orang (13,2%) yang memiliki perilaku tidak aman. Sedangkan dari 22 responden yang memiliki persepsi K3 sebanyak 12 orang (54,5%) berperilaku aman dan 10 orang (45,5%) yang memiliki perilaku tidak aman. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,011 dan φ=0,359 yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara persepsi K3 dengan perilaku tidak aman karyawan di bagian produksi unit IV PT. Semen Tonasa dengan derajat kekuatan hubungan sedang (Tabel 2).
ngan kedewasaan psikologis seseorang walaupun belum pasti bertambahnya usia akan bertambah pula kedewasaannya. Namun, umumnya dengan bertambahnya usia akan semakin rasional, makin mampu mengendalikan emosi dan makin toleran terhadap pandangan dan perilaku yang membahayakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah karyawan yang memiliki umur muda lebih banyak dibanding dengan karyawanyang berumur tua. Dari keseluruhan responden yang diwawancarai terdapat 33 orang atau sekitar 55% yang berumur muda. Angka ini di bawah jumlah karyawan yang berumur tua, yakni sebanyak 27 orang. Pekerja muda yang berusia 18-22 tahun yang mencakup 7,35% dari seluruh angkatan kerja, menyumbangkan 10,62% dari total keseluruhan kecelakaan kerja. Kemudian dilakukan penelitian juga terhadap pekerja >50 tahun, hasilnya tidak ada hubungan yang bermakna antara umur dan kinerja dalam melakukan pekerjaan. Pekerja yang berusia lanjut (>50 tahun) lebih stabil dan tidak kurang produktif dengan rekan sekerjanya yang lebih muda.4 Penelitian ini berkaitan dengan penelitian yang dilakukan Lubis yang me-
PEMBAHASAN Faktor umur mempunyai hubungan langsung dengan logika berpikir dan pengetahuan seseorang. Semakin matang usia seseorang, biasanya cenderung bertambah pengetahuan dan tingkat kecerdasannya. Kemampuan mengendalikan emosi psikisnya dapat mengurangi terjadinya kecelakaan.3 Umur bila dikaitkan de-
113
Sholihin Shiddiq : Hubungan Persepsi K3 Karyawan dengan Perilaku Tidak Aman
nyatakan bahwa faktor individu yang mempunyai hubungan bermakna dengan perilaku tidak aman adalah umur (p=0,05; RR=0,34).5 Karyawan baru memerlukan perhatian lebih, pelatihan, pengawasan, dan bimbingan daripada karyawan lama yang memiliki pengalaman. Segala sesuatu yang baru bagi mereka seperti, teman sekerja, alat-alat, fasilitas kerja, prosedur kerja, kebiasaan, dan peraturan-peraturan yang berlaku di perusahaan serta lingkungan tempat kerja mereka. Mereka berusaha memberi kesan yang baik pada perusahaan dan atasan dengan melakukan pekerjaan dengan baik.4 Teori tersebut sangat relevan dengan hasil analisis penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa terdapat hubungan masa kerja dengan perilaku tidak aman karyawan dibagian produksi unit IV PT. Semen Tonasa. Penelitian ini juga berkaitan dengan penelitian Lubis yang menyatakan bahwa faktor individu yang mempunyai hubungan bermakna dengan perilaku tidak aman adalah masa kerja (p=0,00; RR=33,87)5 sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Heliyanti menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara masa kerja dengan perilaku tidak aman.6 Menurut Green, peningkatan pengetahuan tidak selalu menyebabkan perubahan perilaku, tetapi pengetahuan sangat penting diberikan sebelum individu melakukan suatu tindakan. Tindakan akan sesuai dengan pengetahuan apabila individu menerima isyarat yang cukup kuat untuk memotivasi dia bertindak sesuai dengan pengetahuannya.7 Bedasarkan hasil analisis, jumlah responden penelitian yang memiliki tingkat pengetahuan cukup lebih sedikit, yakni 27 orang (45%) dibandingkan dengan jumlah responden yang memiliki tingkat pengetahuan kurang, yakni 33 orang (55%). Hal ini ditunjang dengan kurangnya faktor pendukung berupa poster dan ramburambu yang dipasang di setiap unit bagian kerja dari hasil observasi yang dilakukan. Sikap lebih mengacu pada kesiapan dan kesediaan untuk bertindak, dan bukan pelaksana motif tertentu. Hal ini disebabkan banyak faktor yang memengaruhi pembentukkan sikap dan pembentukan sikap ini yang membuat pekerja memiliki sikap yang negatif dan positif. Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata
diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Selain itu, diperlukan juga faktor dukungan dari pihak lain, misalnya dari keluarga, teman, atau sesama pekerja lain. Sikap yang ada pada diri seseorang akan dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu faktor fisiologis dan psikologis, serta faktor eksternal. Faktor eksternal dapat berwujud situasi yang dihadapi oleh individu, norma-norma dan hambatan-hambatan yang ada dalam masyarakat, semuanya ini akan berpengaruh pada sikap yang ada pada diri seseorang.8 Penelitian ini telah membuktikan adanya hubungan kuat antara sikap dengan perilaku tidak aman. Sikap yang negatif bagi setiap karyawan sangat berpengaruh. Sikap buruk/negatif yang ditunjukkan oleh responden dapat membuat pribadi seorang karyawan berperilaku tidak aman. Hasil wawancara menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki sikap negatif disebabkan kurangnya pengawasan pekerja saat bekerja oleh supervisor K3 dan kurangnya pekerja mengikuti instruksi SOP yang telah ditetapkan. Pelatihan K3 digunakan untuk melatih pengetahuan dan keterampilan tertentu, keterampilan menggunakan peralatan dan mesin, atau keterampilan manajerial, yang berlangsung dalam waktu yang relatif singkat dan dalam jangka waktu pendek baik untuk tenaga kerja manajerial maupun untuk tenaga kerja bukan manajer. Biasanya perusahaan mempunyai pelatihan khusus diperuntukkan untuk tenaga kerja baru yang tidak melatih suatu keterampilan, melainkan diberikan pengetahuan tentang perusahaannya seperti, visi dan misi perusahaan, prosedur kerja, kebijakan, peraturan-peraturan, tentang pekerjaannya, dan lain-lain. Program latihan ini bertujuan agar para tenaga kerja dalam waktu singkat dapat mengenali dan menyesuaikan diri pada perusahaan dengan budaya perusahaannya. Berdasarkan hasil wawancara menunjukkan pada umumnya responden mengemukakan bahwa mereka sudah mengikuti pelatihan K3, tetapi pada kenyataannya masih terdapat 4 orang yang mengungkapkan bahwa mereka tidak pernah mengikuti pelatihan K3 mungkin saja pada saat pelaksanaan pelatihan, pekerja tersebut tidak mengikutinya karena alasan tertentu, misalnya
114
JURNAL MKMI, Juni 2014, hal 110-116
cuti atau sakit. Dilihat dari efek yang ditimbulkan jika telah mengikuti pelatihan K3, responden yang dulunya masih kurang pengalaman bekerja menyatakan bahwa setelah mengikuti pelatihan banyak hal yang sudah diketahui dan sangat berpengaruh pada performa pekerjaan yang dilakukan dan akan berperilaku aman saat bekerja, sebaliknya yang tidak mengikuti pelatihan mayoritas menjawab akan merasa takut dalam bekerja karena minimnya pengalaman dan pengetahuan tentang pekerjaannya tersebut. Disisi lain, responden yang tidak mengikuti pelatihan K3 pekerja juga merasa kurang ada pengaruh yang diberikan terhadap performa kerja. Pada penelitian ini terdapat responden yang telah mengikuti pelatihan K3, tetapi tergolong kategori berperilaku tidak aman dalam bekerja, karena adanya faktor lain yang memengaruhi selain pengetahuan yang didapatnya dari pelatihan K3, yaitu keterampilan, motivasi, kemampuan intelegensi, dan personality.9 Pengetahuan, keterampilan, motivasi, kemampuan intelegensi, dan personality karyawan harus baik. Hal ini berkaitan dengan penelitian yang dilakukan oleh Junita yang menyatakan bahwa pekerja yang mendapatkan pelatihan K3 mempunyai kecenderungan lebih besar bertindak/berperilaku aman saat bekerja.10 Persepsi merupakan tahap paling awal dari serangkaian memproses informasi. Persepsi adalah suatu proses penggunaan pengetahuan yang telah dimiliki (yang disimpan didalam ingatan) untuk mendeteksi atau memperoleh dan menginterpretasi stimulus (rangsangan) yang diterima oleh alat indera seperti mata, telinga, dan hidung.11 Secara singkat dapat dikatakan bahwa presepsi merupakan suatu proses menginterpretasi atau menafsirkan informasi yang diperoleh melalui sistem indera manusia. Misalnya pada waktu seorang melihat sebuah gambar, membaca tulisan, atau mendengar suara tertentu, maka orang tersebut akan melakukan interpretasi berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya dan relevan dengan hal-hal itu. Persepsi adalah pandangan atau pengertian tentang cara individu memandang atau mengartikan sesuatu. Persepsi tidak muncul begitu saja, ada beberapa faktor yang memengaruhi
persepsi seseorang tergantung dari kemampuan individu merespon stimulus. Kemampuan tersebut yang menyebabkan persepsi antara individu yang satu dengan individu yang lain berbeda, cara menginterpretasikan sesuatu yang dilihat pun belum tentu sama antar individu. Persepsi merupakan salah satu sektor yang memengaruhi perilaku. Perubahan-perubahan perilaku dalam diri seseorang dapat diketahui melalui persepsi.
KESIMPULAN DAN SARAN Hubungan persepsi K3 karyawan dengan perilaku tidak aman di bagian produksi unit IV PT. Semen Tonasa dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara umur (p=0,010), masa kerja (p=0,025), pengetahuan (p=0,002), sikap (p=0, 568) dan persepsi (p=0,011) dengan perilaku tidak aman pada karyawan di bagian produksi unit IV PT. Semen Tonasa sedangkan faktor yang tidak berhubungan adalah pelatihan K3. Disarankan kepada pihak perusahaan agar pekerja yang berumur tua >45 tahun tidak lagi dipekerjakan di bagian lapangan atau berkaitan dengan mesin cukup diruang kontrol, pekerja yang memiliki masa kerja terbilang baru harus selalu diperhatikan agar kecelakaan kerja akibat perilaku tidak aman dapat terkendali begitupun yang memiliki masa kerja lama atau sebaiknya dilakukan rotasi pekerjaan.
DAFTAR PUSTAKA 1. Pratiwi, S. D. Tinjauan Faktor Perilaku Kerja Tidak Aman pada Pekerja Konstruksi Bagian Finishing PT. Waskita Karya Proyek Pembangunan Fasilitas dan Sarana Gelanggang Olahraga (GOR) Boker, Ciracas, Jakarta Timur 2009 [Skripsi]. Depok: Universitas Indonesia; 2009. 2. ILO. Encyclopedia of Occupational Health and Safety. Geneva : ILO; 1998. 3. Ugih, C. H. Hubungan Iklim K3 dan Perilaku Aman pada Pekerja Bagian Produksi PT. XYZ Jakarta, Tahun 2005 [Skripsi]. Depok: Universitas Indonesia; 2005. 4. Goerge, L. Safety Health Environmental Management ”Practitioners Guide. International Risk Management Institute, Inc. 1998.
115
Sholihin Shiddiq : Hubungan Persepsi K3 Karyawan dengan Perilaku Tidak Aman
5. Lubis, Sari, Halinda. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan terhadap Kecelakaan yang Terjadi di Perusahaan Keramik PT. X Cikarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2000;3(1):23-32. 6. Helliyanti, P. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Tidak Aman di Dept. Utility and Operation PT Indofood Sukses Makmur Tbk Divisi Bogasari Flour Mills tahun 2009 [Skripsi]. Depok: Universitas Indonesia; 2009. 7. Green, L. Health Education Planning A Diagnostic Approach.Baltimore. . The John Hopkins University: Mayfield Publishing Co; 1990. 8. Halimah, S. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Aman Karyawan di Area Produksi PT. SIM Plant Tambun II Tahun 2010 [Skripsi]. Jakarta: Universitas Islam Negeri; 2010. 9. Eliantho, F. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Aman Awak Kapal Tunda PT. X yang Beroperasi di Anjunan Lepas Pantai Area Balikpapan [Tesis]. Depok: Universitas Indonesia; 2004. 10. Hendarman, J. Pengaruh Penerapan Program Kesehatan Keselamatan Kerja (K3) Terhadap Kinerja Karyawan Melalui Motivasi sebagai Variabel Moderating Study Kasus PT. Mega Andalan Kalasan Yogyakarta [Tesis]. Yogyakarta: Universitas islam Indonesia; 2003. 11. Junita, M. Presepsi Tenaga Kerja tentang Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) dan Pedoman Penerapan SMK3 di PT. Inalum Kuala Tanjung Tahun 2005 [Skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara; 2005.
116
JURNAL MKMI, Juni 2014, hal 117-123
HUBUNGAN ANTARA BAURAN PEMASARAN DENGAN LOYALITAS PASIEN DI RAWAT INAP RSUD SYEKH YUSUF KABUPATEN GOWA The Relationship between Marketing Mix and Patients’ Loyalty in the Inpatient Unit of Syekh Yusuf Regional Public Hospital, Gowa District A.Yulyandhika AH, Indar, Alwy Arifin Bagian Administrasi Dan Kebijakan Kesehatan FKM Universitas Hasanuddin (
[email protected]) ABSTRAK Sebuah rumah sakit perlu untuk mendesain program pemasaran agar produk/jasa dapat sampai pada konsumen dan memotivasi konsumen untuk membelinya. Alat yang digunakan adalah bauran pemasaran (marketing mix) merupakan kombinasi dari 4 atau lebih variabel atau kegiatan yang merupakan inti dari sistem pemasaran rumah sakit. Bauran pemasaran yang lazim digunakan, yaitu product, price, place dan promotion, untuk pemasaran jasa memerlukan bauran pemasaran yang diperluas, yaitu people, physical evidence dan process. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara bauran pemasaran dengan loyalitas pasien di rawat inap RSUD Syekh Yusuf Kab. Gowa. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional dengan rancangan cross sectional study. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien rawat inap yang menggunakan jasa pelayanan kesehatan sebanyak 1.165 pasien, dengan sampel penelitian sebanyak 92 responden. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ada hubungan antara bauran promosi (p=0,000), tempat (p=0,000), dan bukti fisik (p=0,006) dengan loyalitas pasien, dan tidak ada hubungan antara bauran proses (p=0,059) dan orang/SDM (p=0,414) dengan loyalitas pasien di rawat inap RSUD Syekh Yusuf Gowa. Kesimpulannya adalah ada hubungan antara bauran pemasaran, tempat dan bukti fisik dengan loyalitas pasien. Kata kunci : Loyalitas, promosi, proses, orang, tempat, bukti fisik ABSTRACT A hospital needs to design a marketing program for the product/service to be able to reach consumers and motivate consumers to purchase it. The tools used are the marketing mix which is a combination of 4 or more variables or activities that are at the core of the hospital marketing system. Marketing mix that are commonly used are: product, price, place and promotion, for marketing services it requires an expanded marketing mix which are: people, physical evidence and process. This study aims to determine the relationship between marketing mix and patient’s loyalty in the inpatient unit of Shekh Yusuf Regional Public Hospital, Gowa Regency. This research was conducted using an observational study method with cross sectional study design. The population in this study were all hospitalized patients who used health care services as much as 1.165 patients, with 92 patients as respondents. Based on survey results, it was revealed that there was a relationship between mix in promotion (p=0,000), place (0,000), physical evidence (p=0,006) and patient’s loyalty. Meanwhile, there was no relationship between mix in process (p=0,059), people/HR (p=0,414) and patient’s loyalty in the inpatient unit of Shekh Yusuf Regional Public Hospital, Gowa Regency. In conclusion, there were relationships between marketing mix, place and physical evidence and patient’s loyalty. Keywords : Loyalty, promotion, process, people, place, physical evidence
117
A.Yulyandhika AH : Hubungan antara Bauran Pemasaran dengan Loyalitas Pasien
PENDAHULUAN
(TOI), Bed Turn Over (BTO), adapun nilai ideal indikator yang ditetapkan Depkes, yaitu BOR 7085%, LOS 7-10 hari, TOI 1-3 hari, dan BTO 4050 kali.2 RSUD Syekh Yusuf Gowa merupakan rumah sakit klasifikasi B. Berdasarkan data yang diperoleh dari RSUD Syekh Yusuf menunjukkan bahwa indikator kinerja rumah sakit yang dicapai oleh rumah sakit masih kurang. Pada tahun 2011 jumlah BOR, yaitu 75,67% kemudian pada tahun 2012 terjadi penurunan jumlah BOR, yaitu 75,34%. LOS dan TOI pada tahun 2011, yaitu 3,3 hari dan 1,0 hari, dan mengalami penurunan pada tahun 2012 sebanyak 2,93 hari dan 0,92 hari.3 Berdasarkan laporan di RSUD Syekh Yusuf dapat diketahui juga kunjungan pasien lama di rawat inap, yaitu pada tahun 2010 sebesar 3477 pasien (27,64%), pada tahun 2011 mengalami kenaikan yang cukup signifikan menjadi 5890 pasien (39,42%) dan tahun 2012 terjadi penurunan kunjungan pasien lama menjadi 5350 pasien (36,84%). Dari data tersebut juga didapatkan informasi mengenai pasien yang melakukan pembelian ulang atau penggunaan jasa pelayanan kesehatan di rawat inap mulai tahun 2010 sampai tahun 2012. Hal ini menunjukkan bahwa kunjungan pasien lama cukup rendah setiap tahun yang menunjukkan kunjungan pasien lama lebih sedikit dibandingkan pasien baru. Terjadi penurunan pasien lama pada tahun 2012 sebanyak 5350 (36,84%). Masalah ini dapat menjadi petunjuk bahwa masih loyalitas pasien di rawat inap RSUD Syekh Yusuf Gowa masing kurang. Hal ini menjadi masalah yang harus diperhatikan manajemen rumah sakit apabila loyalitas pasien rendah dapat menurunkan jumlah kunjungan pasien sedangkan jumlah kunjungan pasien yang menurun akan memengaruhi pemasukan/ income rumah sakit, maka penting bagi RSUD Syekh Yusuf Gowa mempunyai strategi pemasaran yang tepat, dengan menerapkan programprogram pemasaran yang efektif untuk meningkatkan mutu pelayanan dan dapat memuaskan pasien, sehingga pasien akan loyal kepada RSUD Syekh Yusuf Gowa. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara bauran pemasaran dengan loyalitas pasien di RSUD Syekh Yusuf Gowa.
Pemasaran jasa merupakan salah satu masalah bagi rumah sakit atau organisasi pelayanan kesehatan lainnya. Masalah pemasaran jasa yang sering dihadapi, yaitu kurangnya perhatian pemasar dalam hal ini rumah sakit dalam memahami kebutuhan dan keinginan pasien sebagai konsumen, sehingga menimbulkan ketidakpuasan pasien akan harapan dan keinginannya dalam menggunakan jasa pelayanan rumah sakit tertentu yang mengakibatkan pasien tidak loyal kepada rumah sakit dan menimbulkan image yang buruk bagi rumah sakit. Rumah sakit perlu untuk mendesain program pemasaran agar produk/jasa memperoleh respon dari pasar sasaran dan berjalan sukses. Tools atau alat yang dimaksud adalah program yang dapat dikontrol oleh organisasi, alat ini disebut dengan bauran pemasaran (marketing mix). Bauran pemasaran atau marketing mix, adalah gabungan atau kombinasi dari variabel bauran pemasaran terdiri dari 4 atau lebih variabel yang merupakan inti dari sistem pemasaran organisasi. Menurut Zeithaml dan Bitner dalam Hurriyatih, mengemukakan bahwa konsep bauran pemasaran tradisional (traditional marketing mix) terdiri dari 4P, yaitu product, price, place dan promotion. Sementara itu, untuk pemasaran jasa memerlukan bauran pemasaran yang diperluas (expended marketing mix for service) dengan penambahan unsur non-traditional marketing mix, yaitu people, physical evidence dan process.1 Loyalitas konsumen adalah pelanggan yang tidak hanya membeli ulang suatu barang dan jasa, tetapi juga mempunyai komitmen dan sikap positif terhadap perusahaan jasa, misalnya dengan merekomendasikan orang lain untuk membelinya. Sedangkan konsumen loyal, menurut Griffin dalam Hurriyatih mempunyai karakteristik seperti melakukan pembelian secara teratur, membeli produk selain lini produk atau jasa yang biasa dikonsumsi, memberi rekomendasi pada pihak lain, menunjukkan resistensi atau daya tolak terhadap produk pesaing.1 Penilaian kinerja rumah sakit menurut Depkes Republik Indonesia dan Data Kesehatan tahun 1995 adalah menggunakan indikatorindikator Bed Accupancy Rate (BOR), Average Length of Stay (ALOS), Turn Over Interval
118
JURNAL MKMI, Juni 2014, hal 117-123
BAHAN DAN METODE
Tabel 1. Distribusi Karakteristik Responden di RSUD Syekh Yusuf Kabupaten Gowa
Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Syekh Yusuf Kabupaten Gowa pada tanggal 18 Maret sampai 18 April 2013. Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional dengan rancangan cross sectional study. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien rawat inap yang menggunakan jasa pelayanan kesehatan di RSUD Syekh Yusuf Kabupaten Gowa pada tahun 2012 sebanyak 1.165 pasien. Sampel berjumlah 92 orang yang diambil secara accidental sampling. Data penelitian diperoleh dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data primer menggunakan kuesioner yang berisi tentang karakteristik responden dan jawaban atas penilain atau persepsi responden terhadap variabel yang diukur serta wawancara langsung dengan responden. Data sekunder berupa literatur yang berhubungan dengan objek penelitian, yaitu data yang diperoleh dari rekam medik rumah sakit, yaitu BOR, LOS, TOI, BTO, jumlah kunjungan pasien perbulan tahun 2012 dan profil rumah sakit. Data dianalisis menggunakan program komputerisasi dengan uji chi square yang disajikan dalam bentuk tabel dan narasi.
Karakteristik Responden Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Umur (tahun) 16-23 24-31 32-39 40-47 48-55 56-63 64-71 Pendidikan Tidak pernah sekolah SD SMP SMA Diploma Sarjana Pekerjaan PNS Pegawai swasta Pedagang IRT Lainnya Loyalitas pasien Loyal Kurang loyal
HASIL Tabel 1 menunjukkan bahwa distribusi responden menurut jenis kelamin di rawat inap RSUD Syekh Yusuf Gowa sebagian besar berjenis kelamin perempuan sebanyak 61 orang (66,3%), sedangkan laki-laki sebanyak 31 orang (33,7%). Distribusi responden menurut kelompok umur yang di rawat inap RSUD Syekh Yusuf Gowa paling banyak adalah kelompok umur 3239 tahun, yaitu sebanyak 29 orang (31,5%) dan yang paling sedikit dengan kelompok umur 64-71 tahun yaitu sebanyak 3 orang (3,3%). Distribusi responden menurut tingkat pendidikan terakhir di rawat inap RSUD Syekh Yusuf Gowa yang paling banyak adalah SMA, yaitu sebanyak 41 orang (44,6%) dan yang paling sedikit adalah diploma sebanyak 1 orang (1,1%). Distribusi responden menurut pekerjaan di rawat inap RSUD Syekh Yusuf Gowa yang paling banyak adalah Ibu Rumah Tangga (IRT), yaitu sebanyak 41 orang (44,6%) dan yang paling sedikit adalah
n
%
31 61
33,7 66,3
9 27 29 14 6 4 3
9,8 29,3 31,5 15,2 6,5 4,3 3,3
4 19 22 41 1 5
4,3 20,7 23,9 44,6 1,1 5,4
5 18 16 41 12
5,4 19,6 17,4 44,6 13,0
65 27
69,6 30,4
Sumber: Data Primer, 2013
responden dengan pekerjaan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), yaitu sebanyak 5 orang (5,4%) (Tabel 1). Tabel 2 menunjukkan bahwa responden yang berpersepsi cukup tentang bauran promosi (promotion) lebih banyak, yaitu 64 orang (69,6%), dibandingkan responden yang berpersepsi kurang, yaitu sebanyak 28 orang (30,4%). Responden yang berpersepsi cukup tentang bauran proses (process) lebih banyak, yaitu 82 orang (89,1%), dibandingkan responden yang berpersepsi kurang, yaitu sebanyak 10 orang (10,9%). Responden yang berpersepsi cukup tentang bauran orang/SDM (people) lebih banyak, yaitu sebanyak 85 orang (92,4%), dibandingkan responden yang berpersepsi kurang, yaitu sebanyak 7 orang (7,6%). Responden yang berpersepsi cukup tentang bauran tempat/lokasi (place)
119
A.Yulyandhika AH : Hubungan antara Bauran Pemasaran dengan Loyalitas Pasien
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Variabel Penelitian di RSUD Syekh Yusuf Kab.Gowa Variabel Bauran Promosi Cukup Kurang Bauran Proses Cukup Kurang Bauran Orang/SDM Cukup Kurang Bauran Tempat Cukup Kurang Bauran Bukti Fisik Cukup Kurang
n
%
p
64 28
69,6 30,4
0,000
82 10
89,1 10,9
0,059
85 7
92,4 7,6
0,414
69 23
75,0 25,0
0,000
82 10
89,1 10,9
0,006
hal-hal yang perlu diperhatikan dalam bauran promosi, yaitu advertising (periklanan), personel selling, sales promotion, public relation, word of mouth, dan direct marketing.5 Persepsi pasien cukup tentang bauran promosi karena berdasarkan analisis data tentang periklanan dan promosi penjualan menunjukkan bahwa diantara 92 responden terdapat 56 responden (60,9%) yang setuju bahwa tersedia papan atau spanduk produk/jasa yang ditawarkan, juga dari 92 reponden terdapat 87 orang (94,6%) yang setuju bahwa pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan sesuai dengan janji promosi. Penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan Hardianty, dkk di unit rawat jalan RSIA Pertiwi Makassar menyatakan ada hubungan antara promotion (Promosi Komunikasi Pemasaran) dengan kunjungan pasien.6 Berbeda dengan hasil penelitian oleh Dewi di Poliklinik Rawat Jalan RS Baptis Kediri menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara persepsi pasien tentang bauran pemasaran promosi dengan loyalitas pasien dengan p =0,201>0,05.7 Proses mencakup semua prosedur aktual, mekanisme, dan aliran aktivitas yang digunakan untuk menyampaikan jasa kepada konsumen. Kecepatan dan ketepatan proses pelayanan di rumah sakit menjadi salah satu daya tarik konsumen untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara bauran proses dengan loyalitas pasien, hal ini dapat terjadi karena RSUD Syekh Yusuf Gowa mempunyai coorporate image yang baik di masyarakat sebagai satu-satunya pusat rujukan di Kabupaten Gowa. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa perceived quality memberikan pengaruh positif terhadap kepuasan konsumen, sedangkan coorporate image merupakan pendorong utama dari kepuasan konsumen.7 Pada saat pasien memanfaatkan pelayanan di RSUD Syekh Yusuf Gowa, pasien sudah mempunyai sikap positif bahwa pelayanan yang diterima baik. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian oleh Dyah di RS Yadika yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara variabel proses administrasi dan pembayaran dengan tingkat loyalitas pelanggan di RS Yadika.4 Berbeda dengan hasil penelitian oleh Dewi di poliklinik
Sumber : Data Primer, 2013
lebih banyak, yaitu 69 orang (75,0%), dibandingkan responden yang berpersepsi kurang, yaitu sebanyak 23 orang (25,0%). Responden yang berpersepsi cukup tentang bauran bukti fisik (physical evidence) lebih banyak, yaitu 82 orang (89,1%), dibandingkan responden yang berpersepsi kurang, yaitu sebanyak 10 orang (10,9%). Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi square menunjukkan bahwa ada hubungan antara bauran pemasaran promosi (promotion) dengan loyalitas pasien (p=0,000), tidak ada hubungan antara bauran pemasaran proses (process) dengan loyalitas pasien (p=0,059), tidak ada hubungan antara bauran pemasaran orang/ SDM (people) dengan loyalitas pasien (p=0,414), ada hubungan antara bauran pemasaran tempat/ lokasi (place) dengan loyalitas pasien (p=0,000), ada hubungan antara bauran pemasaran bukti fisik (physical evidence) dengan loyalitas pasien (p=0,006) (Tabel 2).
PEMBAHASAN Menurut Rowland dan Rowland, promosi di rumah sakit merupakan upaya yang dapat dilakukan agar pasien tahu tentang jenis pelayanan yang ada di rumah sakit, pasien termotivasi untuk menggunakannya, dan pasien kemudian benarbenar menggunakannya.4 Suatu organisasi khususnya manajemen rumah sakit perlu mengetahui
120
JURNAL MKMI, Juni 2014, hal 117-123
nyenangkan digunakan sebagai tempat pelayanan kesehatan.9 RSUD Syekh Yusuf dalam hal kemudahan untuk memperoleh produk atau jasa mempunyai letak yang cukup strategis dan terjangkau oleh semua kendaraan. Dalam hal kenyamanan pasien yang sedang memanfaatkan pelayanan di rawat inap RSUD Syekh Yusuf Gowa berupaya untuk memberikan kenyamanan untuk pasien dan keluarga pasien, hanya saja dalam hal menjaga kebersihan dan kerapihan ruangan, di ruang rawat inap, toilet dan WC dan sekitar rumah sakit masih kurang. Namun, semua itu tergantung dari perilaku manusianya yang dapat menjaga kebersihan ruangan dan lingkungan rumah sakit, disebabkan penjaga pasien yang kurang mampu menjaga kebersihan lingkungan rumah sakit, maka rumah sakit terlihat kurang bersih, dan petugas kebersihan lebih meningkatkan kinerjanya untuk memperhatikan kebersihan rumah sakit dan ruang rawat inap. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian oleh Hardianty di unit rawat jalan RSIA Pertiwi Makassar, menunjukkan bahwa ada hubungan antara bauran pemasaran place dengan kunjungan pasien di rumah sakit.6 Berbeda dengan hasil penelitian oleh Dewi di poliklinik rawat jalan RS Baptis Kediri, menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara persepsi pasien tentang bauran pemasaran place dengan loyalitas pasien (p=0,062; p>0,05).7 Jasa tidak dapat diraba, maka costumer sering melihat pada isyarat yang nampak atau bukti fisik, untuk mengevaluasi jasa yang didapat sebelum dan sesudah menggunakan jasa tersebut.10 Maka untuk meningkatkan loyalitas pasien terhadap rumah sakit, pihak pengelola rumah sakit sebaiknya memperhatikan fasilitas-fasilitas dan pemeliharaan fasilitas medis seperti alat kesehatan dan non-medis seperti tempat tidur pasien, seprai, kain horden dan lain sebagainya, maupun yang dibutuhkan oleh pasien baik itu fasilitas di ruang rawat inap, UGD (Unit Gawat Darurat), dan terlebih lagi ICU (Intensive Care Unit) agar dapat menjadi nilai tambah dan persepsi pasien tentang bauran pemasaran secara keseluruhan baik. Hasil penelitian ini sejalan dengan peneli-
rawat jalan RS Baptis Kediri menyatakan bahwa ada hubungan antara persepsi pasien tentang bauran pemasaran process dengan loyalitas pasien (p=0,019; p≤0,05).7 Bauran pemasaran people adalah semua pelaku yang memainkan peranan dalam penyajian jasa, sehingga dapat memengaruhi persepsi konsumen. Semua sikap dan tindakan petugas, bahkan cara berpakaian petugas dan penampilan petugas mempunyai pengaruh terhadap persepsi konsumen atau keberhasilan penyampaian jasa (service encounter). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara bauran orang/SDM dengan loyalitas pasien, hal ini dapat terjadi karena RSUD Syekh Yusuf Gowa mempunyai coorporate image yang baik di masyarakat sebagai satusatunya pusat rujukan di Kabupaten Gowa. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa perceived quality memberikan pengaruh positif terhadap kepuasan konsumen, sedangkan coorporate image merupakan pendorong utama dari kepuasan konsumen. Pada saat pasien memanfaatkan pelayanan di RSUD Syekh Yusuf Gowa, pasien sudah mempunyai sikap positif bahwa petugas di rawat inap akan melayani pasien dengan baik. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian oleh Dewi di poliklinik rawat jalan RS Baptis Kediri, menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara persepsi pasien tentang bauran pemasaran people dengan loyalitas pasien (p=0,291; p>0,05).7 Berbeda dengan hasil penelitian oleh Samboro tentang keputusan mahasiswa memilih Politeknik Negeri Malang, yang menunjukkan bahwa semakin baik layanan people, semakin kuat keputusan mahasiswa untuk kuliah di Politeknik Negeri Malang (Polinema).8 Place dalam bauran pemasaran rumah sakit adalah upaya yang dilakukan agar jasa yang disediakan dapat dijangkau oleh pasien sasarannya. Dalam pemilihan tempat dan lokasi memerlukan pertimbangan yang cermat terhadap prinsipprinsip place, yaitu availability atau ketersediaan jenis atau variasi jasa secara lengkap, accessibility atau keterjangkauan tempat pelayanan kesehatan, equity atau keadilan dan pemerataan bagi yang benar-benar membutuhkan dan confort and convenience atau tempat yang nyaman dan me-
121
A.Yulyandhika AH : Hubungan antara Bauran Pemasaran dengan Loyalitas Pasien
pemasaran proses (process) dengan loyalitas pasien (p=0,059), tidak ada hubungan antara bauran pemasaran orang/SDM (people) dengan loyalitas pasien (p=0,414), ada hubungan antara bauran pemasaran tempat/lokasi (place) dengan loyalitas pasien (p=0,000), ada hubungan antara bauran pemasaran bukti fisik (physical evidence) dengan loyalitas pasien (p=0,006). Promosi rumah sakit, masih perlu ditingkatkan, yaitu melalui media brosur dengan memperbanyak penyebaran brosur yang berisi informasi tentang jasa pelayanan yang ditawarkan yang dapat dibaca oleh pengunjung rumah sakit atau melalui media cetak, dan elektronik. Dari segi orang atau sumber daya manusia, untuk tenaga kesehatan seperti perawat masih perlu lebih cepat dan tanggap serta memberikan pelayanan yang mudah untuk pasien, dari segi tempat/ lokasi pelayanan, diharapkan untuk RSUD Syekh Yusuf Gowa agar lebih memperhatikan kebersihan ruangan rawat inap dan kebersihan lingkungan rumah sakit serta perawatan fasilitas medis dan non-medis. Kemudian, diharapkan juga untuk meningkatkan jumlah dan penggunaan alat-alat kesehatan yang lebih canggih di rawat inap dan Intensive Care Unit (ICU).
tian oleh Samboro tentang keputusan mahasiswa memilih Politeknik Negeri Malang yang menyatakan bahwa semakin baik layanan physical evidence, semakin kuat keputusan mahasiswa untuk kuliah di Polinema.8 Berbeda dengan hasil penelitian oleh Dyah di RS Yadika, menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara variabel aspek produk tampak (fasilitas fisik) dengan tingkat loyalitas pelanggan RS Yadika.4 Loyalitas merupakan komitmen konsumen bertahan secara mendalam untuk berlangganan kembali atau melakukan pembelian ulang produk/jasa terpilih secara konsisten dimasa yang akan datang, meskipun pengaruh situasi dan usaha-usaha pemasaran mempunyai potensi untuk menyebabkan perubahan perilaku konsumen. Oleh karena itu, loyalitas konsumen memiliki peran penting dalam sebuah perusahaan atau dalam hal ini rumah sakit untuk mempertahankan perusahaan dan meningkatkan kinerja keuangan mereka.1 Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 92 orang responden yang memiliki sikap loyal terhadap Rumah Sakit Syekh Yusuf Gowa persentasenya lebih tinggi, yaitu 65 orang (70,7%), dibandingkan dengan responden yang masih memiliki sikap kurang loyal, yaitu sebanyak 27 orang (29,3%). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat loyalitas pasien yang berkunjung di Rumah Sakit Syekh Yusuf Gowa sudah cukup. Selain itu, pelanggan yang loyal merupakan aset penting perusahaan, dilihat dari karakteristik yang dimilikinya, yaitu melakukan pembelian secara teratur, membeli diluar lini produk/jasa, merekomendasikan produk lain, dan menunjukkan kekebalan dari daya tarik produk sejenis dari pesaing.11 Hasil penelitian menunjukkan rata-rata responden menjawab setuju untuk ke empat karakteristik loyalitas. Hal ini disebabkan rumah sakit tersebut merupakan satu-satunya rumah sakit rujukan di Kabupaten Gowa, mempunyai letak yang strategis yang dapat dijangkau masyarakat sekitar Gowa.
DAFTAR PUSTAKA 1. Hurriyati, R. Bauran Pemasaran dan Loyalitas Konsumen: Fokus pada Konsumen Kartu Kredit Perbankan. Bandung: Alfabeta; 2010. 2. Depkes RI. Sistem Kesehatan Nasional Departemen Kesehatan RI 2004. Jakarta: Depeks RI; 2004. 3. RSUD Syekh Yusuf. Profil RSUD Syekh Yusuf Kab. Gowa Tahun 2012. Gowa : Rekam Medik RSUD Syekh Yusuf; 2012. 4. Dyah, A. R. Analisis Aspek Bauran Pemasaran yang Berhubungan dengan Loyalitas Pelanggan Rumah Sakit Yadika Tahun 2000 [Tesis]. Depok: Universitas Indonesia; 2000 5. Lupiyoadi, R. Manajemen Pemasaran Jasa: Teori dan Praktik. Edisi Pertama. Jakarta: Salemba Empat; 2001. 6. Hardianty, A. Hubungan Bauran Pemasaran (Marketing Mix) dengan Kunjungan Pasien di Unit Rawat Jalan RSIA Pertiwi Makassar
KESIMPULAN DAN SARAN Ada hubungan antara bauran pemasaran promosi (promotion) dengan loyalitas pasien (p=0,000), tidak ada hubungan antara bauran
122
JURNAL MKMI, Juni 2014, hal 117-123
Tahun 2011. Jurnal AKK. 2012;1(1):1-55. 7. Dewi, S. I. Pengaruh Persepsi Pasien tentang Marketing Mix terhadap Loyalitas Pasien Rawat Jalan Kediri [Tesis]. Semarang: Universitas Diponegoro; 2009. 8. Samboro J. Pengaruh People, Process, dan Physical Evidence terhadap Loyalitas Melalui Keputusan Mahasiswa Memilih Politeknik Negeri Malang [Tesis]: Universitas Brawijaya; 2009. 9. Supriyanto, Ernawaty. Pemasaran Jasa Industri Kesehatan. Yogyakarta: Andi; 2010. 10. Wibisono, U. Analisis Pengaruh Bauran Pemasaran terhadap Loyalitas Konsumen PT. Telkomsel Indonesia dengan Kepuasan Konsumen sebagai Variabel Intervening di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Jurnal Graduasi 2011;25(3). 11. Sakka, A. Studi Tentang Pengguna dan Bauran Pemasaran Produk Hyperbaric Oxygen (HBO) di Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo [Skripsi]. Makassar: Universitas Hasanuddin; 2005.
123
UCAPAN TERIMA KASIH Penanggung jawab, pemimpin, dan segenap redaksi Jurnal Media Kesehatan Masyarakat Indonesia menyampaikan penghargaan yang setinggi- tingginya serta ucapan terima kasih yang tulus kepada para mitra bestari sebagai penelaah dalam Volume 10, Nomor 2, Juni 2014. Berikut ini adalah daftar nama mitra bebestari yang berpartisipasi : Dr. drg. A. Zulkifli Abdullah, M.Kes (FKM Universitas Hasanuddin) Dr. Dian Ayubi, S.KM., M.QIH (FKM Universitas Indonesia) Dr. Ede Surya Darmawan S.KM., M.DM (FKM Universitas Indonesia) Ir. Etty Sudaryati, MKM, PhD (FKM Universitas Sumatera Utara) Prof. Dr. dr. H. J. Mukono,MS., MPH (FKM Universitas Airlangga) Dr. Masni, Apt ,MSPH (FKM Universitas Hasanuddin) Prof. Dr. dr. Rizanda Machmud, M.Kes (FK Universitas Andalas) Dr. Santi Martini, dr., M.Kes (FKM Universitas Airlangga) Prof. Dr. Tri Martiana, dr., MS (FKM Universitas Airlangga) Prof. Dr. Umar Fahmi Ahmadi, MPH, PhD (FKM Universitas Indonesia) Prof. dr. Veni Hadju, MSc, PhD, Sp.GK (FKM Universitas Hasanuddin) Atas kerjasamanya yang terjalin selama ini, dalam membantu kelancaran penerbitan Jurnal Media Kesehatan Masyarakat Indonesia, semoga kerjasama ini dapat berjalan dengan baik untuk masa yang akan datang.
PEDOMAN UNTUK PENULIS Pengiriman Artikel Artikel yang dikirimkan untuk dimuat dalam Jurnal Media Kesehatan Masyarakat Indonesia (MKMI) belum pernah dipublikasikan, original dan tidak dikirimkan ke penerbit lain pada waktu yang bersamaan dengan menandatangani surat pernyataan. Semua artikel akan di bahas oleh para pakar dalam bidang keilmuan yang sesuai (peer review). Artikel harus sesuai dengan pedoman penulisan Jurnal MKMI. Penggunaan istilah asing non medis sedapat mungkin dihindari atau disertai terjemahan penjelasannya. Penulisan Artikel Naskah diketik dalam program Microsoft Word 2007 diketik pada kertas berukuran A4, dengan batas tepi (margin) 2,5 cm tiap tepi, huruf (font) Times New Roman, besar huruf (font size) 12 point dan spasi 1,5 maksimum 15 halaman dalam satu kolom. Setiap halaman diberikan nomor secara berurutan, mulai dari halaman judul sampai terakhir pada sudut sebelah kanan bawah. Naskah dikirimkan dalam bentuk print out sebanyak 2 (dua) rangkap dengan file yang tersimpan dalam CD, atau pengiriman naskah dapat juga dilakukan sebagai attachment e-mail ke alamat: jurnal.
[email protected] Komponen Artikel Setiap bagian/ komponen dari artikel dimulai pada halaman baru, dengan urutan: halaman judul, abstrak, kata kunci (key words), teks keseluruhan, ucapan terima kasih (jika dibutuhkan), daftar pustaka, tabel dan gambar. Tabel dan gambar diberi nomor sesuai dengan urutan penampilannya dalam teks dengan menggunakan angka arab. Halaman Judul Halaman judul (halaman pertama) harus mencakup: a. Judul artikel yang dibuat singkat dan jelas, spesifik dan informatif. b. Nama dan alamat setiap penulis, nama departemen dan lembaga afiliasi penulis c. Nama dan alamat penulis untuk korespondensi serta nomor telpon, nomor faximile dan alamat email Abstrak dan Kata Kunci (Key Word) Abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Bentuk abstrak tidak terstruktur dalam 1 (satu) paragraf dan tidak lebih dari 200 kata. Abstrak harus berisi latar belakang, tujuan penelitian,
metode, hasil, pembahasan dan kesimpulan. Kata kunci (key word) dicantumkan dibawah abstrak pada halaman yang sama sebanyak 3-5 buah kata. Gunakan kata-kata yang sesuai dengan daftar pada Index Medicus. Teks Teks artikel penelitian dibagi dalam beberapa bagian yang dengan urutan : Pendahuluan (Introduction), Bahan dan Metode (Materials and Methods), Hasil (Result) dan Pembahasan (Discussion), Kesimpulan dan Saran (Conclusion and Recommendation). Pendahuluan berisi, latar belakang, konteks penelitian, hasil kajian pustaka dan tujuan penelitian. Seluruh Pendahuluan dipaparkan secara terintegrasi dalam bentuk paragraf dengan panjang 15-20% dari total panjang artikel. Metode berisi rancangan penelitian, populasi/sampel, teknik pengumpulan data dan analisis data teknik statistik. Hasil Penelitian, berisi paparan hasil analisis yang berkaitan dengan pertanyaan penelitian, jika ada tabel dan grafik maka dijelaskan secara rinci. Pembahasaan, berisi pemaknaan hasil dan perbandingan dengan teori dan/atau hasil penelitian sejenis. Panjang paparan hasil dan pembahasan 40-60% dari total panjang artikel. Kesimpulan dan Saran, berisi temuan penelitian yang berupa jawaban atas pertanyaan penelitian atau berupa intisari hasil pembahasan. Isi Saran sesuai dengan apa yang telah dikaji dari pembahasan yang menjadi penting untuk penelitian selanjutnya. Ucapan Terima Kasih Jika diperlukan ucapan terimakasih dapat diberikan kepada 1) pihak-pihak yang memberikan bantuan dana dan dukungan, 2) dukungan dari bagian dan lembaga, 3) para profesional yang memberikan kontribusi dalam penyusunan makalah. Daftar Pustaka Daftar pustaka ditulis sesuai aturan penulisan Vancouver. Semua referensi yang digunakan dalam penulisan di daftar pustaka diberi nomor urut sesuai dengan pemunculan dalam artikel, bukan menurut abjad. Hanya mencantumkan kepustakaan yang dipakai dan relevan dengan isi artikel. Sumber rujukan minimal 80% berupa pustaka terbitan 10 tahun terakhir. Sumber rujukan berupa jurnal dari artikel minimal 60% dari total daftar pustaka. Rujukan yang digunakan adalah sumber primer berupa artikel penelitian dalam jurnal atau laporan penelitian, buku atau artikel yang terkait
dari sumber resmi. Artikel yang dimuat dalam jurnal MKMI disarankan untuk digunakan sebagai rujukan. a. Artikel dalam Jurnal 1. Jurnal satu penulis Leida I.M. Faktor Risiko Kegagalan Konversi pada Penderita Tuberkulosis BTA Positif Baru. Media Kesehatan Masyarakat Indonesia. 2010; 6(3):136-40. 2. Jurnal dengan lebih dua penulis Elo, A, Ervasti, J, Kuosma, E, Mattila, P. Evaluation of Anorganizational Stress Management Program in a Municipal Publicworks Organization. Journal of Occupational Health Psychology. 2008;13(1):10-23. 3. Organisasi sebagai penulis The Cardiac Society of Australia and New Zealand. Clinical Exercise Stress Testing. Safety and Performance Guidelines. Medical Journal of Australia. 1996;16 (4):282-423. 4. Tanpa nama penulis Management of Acute Diarrhea. Lancet. 1983;1(2):623-25. b. Buku atau Monografi Lainnya 1. Penulis Perorangan Notoatmojo S. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2010. 2. Penulis lebih dari 2 orang Seeley, R, VanPutte, C, Regan, J & Russo, A. Seeley’s anatomy & physiology. New York: Mc Graw-Hill; 2011. 3. Editor sebagai penulis Tawali A, Dachlan DM, Hadju V, dan Thaha Ar. Pangan dan gizi : Masalah, program intervensi dan teknologi tepat guna. Makassar: DPP pergizi Pangan dan Pusat Pangan, Gizi dan Kesehatan; 2002. 4. Prosiding konferensi Jalal, F dan Atmojo, SM. Peranan Fortifikasi dalam Penanggulangan Masalah Kekurangan Zat Gizi Mikro. Prosiding Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI; 17-20 Februari 1998; Serpong. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia; 1998. 5. Laporan ilmiah atau teknis Badan Pusat Statistik. Laporan Hasil Survei Konsumsi Garam Yodium Rumah Tangga. Jakarta: BPS; 2003. 6. Skripsi, tesis atau disertasi Rochimiwati. Dampak Pemberian Produk Makanan Kaya Protein Kedelai terhadap Perubahan Status Gizi Penderita TB di BP4 Makassar [Tesis]. Makassar: Universitas Hasanuddin; 2003. 7. Artikel dalam Koran Yahya M. Sulsel Lumbung Pangan, tapi Kekurangan Gizi, Fajar, Selasa 14 September 1999.
8. Bab dalam buku Lewis BA. Structure and Properties of Carbohydrates. In: Biochemical and Physiological Aspects of Human Nutrition. Philadelphia: W. B. Saunders Company; 2000. pp.3-18. 9. Peraturan Pemerintah atau Undang-Undang UU No 23 Tahun 1997. Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta : Kementrian Lingkungan Hidup. c. Materi Elektronik Rosenthal S, Chen R, Hadler. The Safety of Acelular Pertusis Vaccine vs Whole Cell Pertussin Vaccine. Arch Pediart Adolesc Med [Online Journal] 1996; 150:457-60 [diakses 10 Nopember1996]. Available at: http://www.amu.assn.org/sci_pubs/journals/arcive/ajdc/vol150/ no5/abstract/httm. Tabel, Gambar dan Grafik Setiap tabel ditulis pada halaman terpisah dan diketik spasi 1. Nomor urut tabel dan gambar sesuai urutan penampilannya dalam teks dengan menggunakan angka arab.
FORMULIR BERLANGGANAN JURNAL MKMI
Yang bertandatangan di bawah ini: Nama : ………………………………………………………………………………. Alamat : ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. Wilayah : 1. Dalam Kota Makassar *lingkari 2. Luar Kota Makassar Telepon : ………………………………………………………………………………. Email : ………………………………………………………………………………. bersedia untuk menjadi pelanggan Jurnal Media Kesehatan Masyarakat Indonesia (MKMI) dengan biaya berlangganan (pilih salah satu) : Rp. 200.000,- / tahun (Jurnal 4 edisi, Luar Kota Makassar, ongkos kirim) Rp. 150.000,- / tahun (Jurnal 4 edisi, Dalam Kota Makassar)
…………….…………………, 2014
(………………………………………)
Pembayaran ditransfer ke: No. Rek BNI. 0277269148 a.n. Ibu Ida Leida Maria, SKM Bukti transfer berikut formulir ini dikembalikan ke: Sekretariat Redaksi Jurnal Media Kesehatan Masyarakat Indonesia Ruang Jurnal FKM Lt.1 Kampus UNHAS – Tamalanrea 90245 Telp. (0411) 585 658, Fax (0411) 586 013. E-mail:
[email protected]