February 27th, 2012
Ministry of Finance, Fiscal Policy Office Center for Macroeconomic Policy
Ekonomi Global Tambahan Dana Bailout Eropa Para pemimpin Eropa akan kembali menggelar pertemuan dalam waktu dekat. Pertemuan sebelumnya fokus pada masalah bailout Yunani, maka pertemuan ke depan akan beralih pada kemungkinan penyebaran dampak krisis utang di wilayah Eropa. Di dalam pertemuan tersebut juga akan diputuskan kemungkinan meningkatkan dana bailout yang semula sebesar €500 miliar. Pada forum G20 yang diselenggarakan minggu lalu, Eropa juga didesak untuk meningkatkan dana talangan dalam rangka mitigasi krisis yang terjadi di wilayahnya. Untuk memperkuat kemampuan Eropa dalam menangani krisis dan menurunkan risiko keuangan kawasan, dari berbagai skenario kajian yang dijelaskan dalam forum tersebut disimpulkan perlunya tambahan dana minimal sekitar US$ 1 trillion yang diharapkan separuhnya berasal dari kawasan Eropa dan sisanya dari IMF.
Restrukturisasi Utang dan Penurunan Peringkat Yunani Pemerintah Yunani resmi meminta investor untuk menukar kepemilikan mereka atas obligasi pemerintah, dengan efek baru. Ini merupakan restrukturisasi utang pemerintah yang terbesar dalam sejarah yang ditargetkan sebesar €206 miliar. Yunani tampaknya akan berusaha keras agar restrukturisasi utang ini berhasil dilakukan dan dapat mencapain 90 persen. Hal ini juga terkait dengan penurunan peringkat utang Yunani oleh Fitch, dari CCC menjadi C dengan status restricted default. Namun status restricted default dapat kembali dipertimbangkan oleh Fitch jika Yunani berhasil merestrukturisasi utangnya. Sebelumnya Bank Sentral di Eropa juga telah sepakat untuk menukar surat utang Yunani dalam portofolio investasi mereka dengan efek sejenis guna menghindari kerugian selama restrukturisasi utang. Surat utang Yunani yang baru tersebut kebal dari langkah collective action clauses (CAC) guna memastikan agar bank sentral tidak mengalami kerugian. Hal ini diharapkan akan mengurangi level utang Yunani hingga 1,8% pada 2020 dan mengurangi kebutuhan pendanaan Yunani sekitar 1,8 miliar euro atau setara dengan US$2,4 miliar.
1 | P a g e
February 27th, 2012 Penjualan Rumah di Amerika Serikat Turun
Penjualan Rumah Baru AS (%,mtm) 8,5 10 8 6 4,1 3,6 4 2 0 ‐2 ‐1,6 ‐1,7 ‐4 ‐2,5 ‐2,6 ‐6 ‐8 ‐6,3 ‐10 ‐9,4 ‐12
3
2,3 1,9
‐0,9
Ministry of Finance, Fiscal Policy Office Center for Macroeconomic Policy
Penjualan rumah baru di AS turun 0,9 persen (mtm) menjadi 321.000 unit pada Januari 2012. Penurunan ini terjadi setelah pada bulan Desember 2011, penjualan rumah baru di AS mencetak angka tertingginya selama setahun yakni sebesar 324.000 unit. Meskipun penjualan turun, namun rincian laporan sektor perumahan menunjukkan kenaikan harga rata-rata rumah baru 0,3% menjadi US$ 217.100, harga tertinggi sejak Oktober 2010.
Di samping itu kepercayaan pengembang membangun perumahan mendekati level tertinggi dalam lima tahun. Hal ini membuat banyak pengembang bisa membangun proyek perumahan yang menjadi cermin optimisme perekonomian.
Harga Minyak Dunia Kembali Meningkat 140 130
P e r k e m b a n g a n H a r g a M in y a k D u n ia ( U S $ p e r b a r e l)
1 3 6 ,7 1 2 6 ,6 6
120 1 0 9 ,4 9
110 100 90 80 70 60
Br ent
2 | P a g e
W TI
ICP
Ministry of Finance, Fiscal Policy Office Center for Macroeconomic Policy
February 27th, 2012 Harga minyak masih terus mengalami lonjakan pada Februari 2012 seiring dengan penghentian pengiriman minyak dari Iran ke Inggris dan Prancis dan kini Iran juga berencana menghentingkan pengiriman minyak ke negara Uni Eropa lainnya seperti Spanyol, Belanda, Yunani, Jerman, Italia dan Portugal. Hal tersebut memberikan kekhawatiran terhadap Eropa mengingat Iran merupakan negara pemasok minyak terbesar ke empat di dunia yaitu mencapai 18% kebutuhan minyak dunia. Akibatnya, harga minyak dunia jenis Brent dan WTI terus mengalami peningkatan. Pada 24 Feb 2012 harga minyak jenis Brent dan WTI masing-masing sebesar US$ 126 per barel dan US$109 per barel.
Di lain pihak, Iran menyepakati perjanjian dengan Ukraina sebesar US$ 800 juta yang bertujuan untuk pengembangan ladang minyak Iran di tiga tempat yaitu Kooh Mond, Booshgan dan Kooh Kaki yang terletak di wilayah pantai Teluk Persia. Pengembangan tersebut diharapkan dapat menghasilkan 10.000 sampai 12.000 barel minyak per hari pada tahap pertama, dan sekitar 25.000 barel per hari pada fase kedua. Perkembangan Nilai Tukar dan Indeks Harga Saham Global Mayoritas nilai tukar Asia masih mengalami apresiasi terbatas dibandingkan bulan sebelumnya. Baht Thailand memimpin penguatan terhadap dollar AS sebesar 3,86 persen (mtm). Yen Jepang masih mengalami pelemahan 4,77 persen (mtm), bank sentral Jepang tampaknya masih mengintervensi nilai tukarnya untuk menggairahkan sektor perdagangan internasional Jepang. Sementara itu nilai tukar Rupiah juga terdepresiasi terhadap dollar AS sebesar 0,86 persen (mtm). Kenaikan harga minyak dunia dan kemungkinan meningkatnya inflasi turut menekan pergerakan Rupiah Sentimen positif masih terjadi di bursa saham dunia. Hampir seluruh indeks harga saham dunia rata-rata menunjukkan perkembangan yang positif dibandingkan bulan sebelumnya. Nikkei dan SET mencetak kenaikan tertinggi yakni sebesar 9,81 persen (mtm) dan 7,81 persen (mtm). Namun IHSG justru turun 2,5 persen (mtm), kekhawatiran akan kenaikan harga minyak dunia tampaknya berdampak pada sentimen negatif pasar. Saham aneka industri yang di dalamnya termasuk saham-saham industri otomotif turun paling tajam di minggu lalu yakni sebesar 6,63 persen.
3 | P a g e
February 27th, 2012
Ministry of Finance, Fiscal Policy Office Center for Macroeconomic Policy
Perkembangan Nilai Tukar s.d. 24 Feb 2012 (%mtm) Thailand Euro Malaysia Singapura Philipina China Korea Indonesia Jepang
‐8,00
Perkembangan Indeks Harga Saham s.d. 24 Feb 2012 (%mtm) Jepang Thailand India Singapura Philipina Korea Inggris Amerika Malaysia Indonesia
3,86 3,47 2,47 1,29 0,95 0,26 0,20 ‐0,86 ‐4,77
‐4,00
0,00
4,00
8,00
‐8,00
9,81 7,81 5,46 4,52 3,79 3,59 3,19 2,42 2,37 ‐2,50 0,00
8,00
Ekonomi Domestik Wacana Kenaikan Harga BBM Bersubsidi Wacana kenaikan harga BBM bersubsidi menimbulkan pro dan kontra. Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) mendukung rencana Pemerintah yang akan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi pada April 2012 mendatang. Hiswana Migas berpandangan ini merupakan langkah awal untuk melakukan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi. Menurut Hiswana Migas, kenaikan harga BBM bersubsidi yang ideal maksimum Rp1.000 per liter dari saat ini Rp4.500 per liter yaitu menjadi Rp5.500 per liter. Lebih lanjut, Hiswana Migas menjelaskan bahwa dengan menaikkan harga BBM bersubsidi secara teknis penerapannya akan lebih mudah dan tidak membutuhkan pengawasan yang terlalu ketat. Sementara itu, menurut anggota Komisi VII DPR Satya W Yudha, kenaikan harga BBM bersubsidi bisa dilakukan, namun harus tetap memperhatikan pengawasan volume agar tepat sasaran. Menurut Satya W Yudha, jika BBM bersubsidi dinaikkan Rp1.000 per liter, maka potensi penghematan APBN sebesar Rp38 triliun. Sementara, bila harganya naik Rp1.500 per 4 | P a g e
16,00
Ministry of Finance, Fiscal Policy Office Center for Macroeconomic Policy
February 27th, 2012 liter, potensi penghematannya semakin besar yaitu mencapai Rp54 triliun. Kemudian, Satya W Yudha juga mengimbau agar setiap rupiah yang dihemat dari kenaikan harga itu digunakan untuk pembangunan infrastruktur energi.
Sedangkan, menurut mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Pemerintah harus segera menaikkan harga BBM bersubdisi dengan angka idealnya sebesar Rp2.000 per liter dan masih bisa dijangkau masyarakat. Jusuf Kalla berpandangan bahwa dengan cara menaikkan harga BBM bersubsidi, perekonomian bangsa bisa terus diperbaiki dan beban Pemerintah (APBN) bisa semakin berkurang. Lebih lanjut, Jusuf Kalla menambahkan bahwa meskipun kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi dianggap tidak populis, Pemerintah harus segera mengambil kebijakan tersebut demi mengkonversi anggaran subsidi BBM pada pembangunan infrastruktur nasional. Sementara itu, Bank Indonesia (BI) menyetujui rencana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi, dengan pertimbangan kebijakan penurunan subsidi untuk harga BBM cukup tepat dengan target moneter negara. Bank Indonesia menilai jika tidak dilakukan kenaikan harga, akan menimbulkan kesulitan dalam APBN dan neraca pembayaran. Kesulitan tersebut adalah timbulnya defisit dalam pos minyak dan gas (migas). Defisit akan memperketat transaksi berjalan di neraca pembayaran. Oleh karenanya, jika tidak segera dilakukan respon maka defisit akan membesar. Dengan kenaikan harga, masyarakat akan menghemat pengeluaran, sehingga akan bermuara pada pengetatan transaksi berjalan di neraca pembayaran. Di sisi lain, ribuan buruh di Depok menolak rencana kenaikan harga BBM bersubsidi. Mereka berpandangan bahwa kebijakan tersebut bisa memiskinkan kaum buruh. Ini karena kenaikan harga BBM bersubsidi secara langsung akan berdampak pada kenaikan harga kebutuhan pokok dan tarif transportasi. Sebagai gambaran, Upah Minimum Kota (UMK) Depok tahun 2012 naik menjadi Rp1,4 juta, namun dengan adanya kenaikan harga BBM bersubsidi dan unsure turunannya, dipandang UMK tersebut sangat tidak mencukupi untuk membiayai kebutuhan hidup sehari-hari. Sebagai kompensasi, kaum buruh Depok tersebut meminta agar jika Pemerintah tetap menaikkan harga BBM bersubsidi, maka upah buruh juga harus disesuaikan dengan kenaikan harga barang pokok dan tariff transportasi.
5 | P a g e
Ministry of Finance, Fiscal Policy Office Center for Macroeconomic Policy
February 27th, 2012 Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2012 Diminta Direvisi
Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2012 tentang Harga Jual Eceran dan Konsumen Pengguna Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu yang ditetapkan Presiden pada 7 Februari 2012 diminta direvisi oleh sejumlah pihak. Salah satu pihak yang mengkritisi Perpres 15 Tahun 2012 tersebut adalah Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi). Menurut hasil kajian Puskepi, substansi Perpres 15 Tahun 2012 tersebut berpotensi menimbulkan penyalahgunaan BBM bersubsidi dan terkesan memperkecil peran Pertamina atau justru sebaliknya memberikan peluang lebih besar kepada pesaing BUMN dalam distribusi BBM bersubsidi. Selain itu, Puskepi juga berpandangan bahwa terdapat asas ketidakadilan terhadap penjualan BBM bersubsidi untuk nelayan yang menggunakan kapal ikan Indonesia dengan ukuran di atas 30 GT (Gross Tons) dimana dalam Perpres tersebut nelayan pengguna kapal ikan dengan ukuran di atas 30 GT sudah tidak lagi dibenarkan menggunakan BBM bersubsidi. Padahal pada Perpres No.9 Tahun 2006 kelompok nelayan dengan kapal di atas ukuran 30GT masih diperbolehkan membeli BBM bersubsidi maksimal 25KL per bulan. Di sisi lain, ratusan nelayan Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa Barat pada Minggu (26/2) berunjuk rasa menolak Perpres Nomor 15 Tahun 2012 dengan alasan Perpres tersebut berpotensi menyengsarakan para nelayan karena kapal ikan di atas 30 GT harus membeli BBM dengan harga nonsubsidi. Mereka keberatan karena para nelayan pergi melaut belum bisa belum dipastikan mendapatkan ikan setiap harinya dan terkadang harus mencari ke daerah lain. Realisasi Investasi Kawasan Ekonomi Terpadu (KAPET) Relatif Rendah Badan Koordinasi Penanaman Modal menjelaskan bahwa realisasi investasi di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) selama periode 2005-2010 hanya mencapai Rp27,5 triliun atau masih relatif rendah sekitar 3,4 persen dari total realisasi investasi dalam periode yang sama sebesar Rp809 triliun. Menurut BKPM, meskipun berbagai fasilitas telah disediakan Pemerintah, namun tidak berpengaruh banyak dalam menarik minat investor untuk berinvestasi di wilayah KAPET tersebut. Dari 14 KAPET yang ada, baru tiga kawasan yang diminati, yaitu KAPET Sasamba, KAPET Batulicin dan KAPET Menado-Bitung. Secara detail, KAPET Sasamba berhasil menarik 6 | P a g e
Ministry of Finance, Fiscal Policy Office Center for Macroeconomic Policy
February 27th, 2012 investasi sebesar Rp11 triliun, KAPET Batulicin sekitar Rp3 triliun dan KAPET Manado-Bitung sekitar Rp3,4 triliun. Sedangkan, 11 KAPET lainnya belum bisa mendatangkan investasi.
BKPM berpandangan ada empat faktor penyebab masih rendahnya realisasi di wilayah KAPET, yaitu (1) Lokasi cakupan KAPET yang terlalu luas karena beberapa di antaranya mencakup wilayah yang meliputi beberapa kabupaten atau kota yang membutuhkan koordinasi tinggi; (2) Ketersediaan infrastruktur seperti sarana transportasi, telekomunikasi, listrik, dan infrastruktur dasar lainnya yang masih minim dan dikembangkan secara sektoral; (3) Secara kelembagaan KAPET yang masih belum jelas status dan posisinya; dan (4) Upaya promosi investasi yang minim karena relatif rendahnya anggaran.
Anggaran BMDTP Industri Turun Menjadi Rp600 Miliar Anggaran Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) bagi 14 sektor industri nasional pada Kementerian Perindustrian (Kemenperin) pada tahun 2012 ini turun menjadi Rp600 miliar dari sebelumnya sekitar Rp870 miliar. Menurut Kepala Pusat Pengkajian Kebijakan dan Iklim Usaha Industri Kemenperin, penurunan anggaran BMDTP tersebut terkait dengan beberapa deregulasi termasuk mengenai fasilitas BMDTP yang tidak boleh diberikan bagi perusahaan yang sudah memiliki fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE). Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 23/PMK.011/2012 tentang BMDTP Atas Impor Barang dan Bahan untuk Memproduksi Barang dan/atau Jasa Guna Kepentingan Umum dan Peningkatan Daya Saing Industri Sektor Tertentu untuk Tahun Anggaran 2012, dijelaskan bahwa BM DTP dapat diberikan kepada Industri Sektor Tertentu berdasarkan 4 (empat) kriteria penilaian sebagai berikut: 1. Memenuhi penyediaan barang dan/atau jasa untuk kepentingan umum, dikonsumsi oleh masyarakat luas, dan/atau melindungi kepentingan konsumen 2. Meningkatkan daya saing; 3. Meningkatkan penyerapan tenaga kerja; dan 4. Meningkatkan pendapatan negara. Sementara itu, BM DTP dapat diberikan atas impor Barang dan Bahan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Barang dan Bahan belum diproduksi di dalam negeri; b. Barang dan Bahan sudah diproduksi di dalam negeri namun belum memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan; atau 7 | P a g e
Ministry of Finance, Fiscal Policy Office Center for Macroeconomic Policy
February 27th, 2012 c. Barang dan Bahan sudah diproduksi di dalam negeri namun jumlahnya belum mencukupi kebutuhan industri.
Di sisi lain, BM DTP tidak diberikan terhadap: a. Barang dan Bahan yang dikenakan tarif umum bea masuk sebesar 0% (nol persen); b. Barang dan Bahan yang dikenakan tarif bea masuk sebesar 0% (nol persen) berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional; c. Barang dan Bahan yang dikenakan Bea Masuk Anti Dumping/Bea Masuk Anti Dumping Sementara, Bea Masuk Tindakan Pengamanan/Bea Masuk Tindakan Pengamanan Sementara, Bea Masuk Imbalan, atau Bea Masuk Tindakan Pembalasan; d. Barang dan Bahan yang diimpor oleh perusahaan di Kawasan Berikat; atau e. Barang dan Bahan yang diimpor oleh perusahaan yang mendapat fasilitas pembebasan/pengembalian bea masuk atas impor Barang dan Bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor
Sektor Keuangan Penjualan Bank Mutiara Tersendat Penjualan PT Bank Mutiara Tbk atau eks Bank Century yang ditawarkan dengan harga sebesar Rp6,7 triliun dinilai terlalu mahal oleh Bank Rakyat Indonesia sehingga bank BUMN dengan perolehan laba terbesar di Indonesia itu menolak untuk mengakuisisi Bank Mutiara. Sebagai informasi, penjualan Bank Mutiara hingga kini belum menemukan titik terang siapa yang berminat untuk membeli. Ada kabar bahwa investor Singapura yakni Yawadwipa berniat untuk membeli bank tersebut. Namun, belum ada konfirmasi resmi ke Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) maupun Bank Indonesia (BI) terkait hal tersebut. Peraturan Pemisahan Rekening Dana Investor (RDI) Pemberlakuan pemisahan Rekening Dana Investor/Nasabah (RDI/RDN) sejak 1 Februari 2012 mengakibatkan berkurangnya transaksi saham sehingga pendapatan fee transaksi yang diterima broker menurun. Saat ini, nilai transaksi rata-rata berkurang sekitar 20-25% dan bahkan pada awal Februari penurunan transaksi hingga mencapai 50%. Hal ini akan mengancam target pendapatan fee brokerage di tahun 2012.
8 | P a g e
Ministry of Finance, Fiscal Policy Office Center for Macroeconomic Policy
February 27th, 2012 Namun, dengan berlakunya peraturan ini, perusahaan-perusahaan tidak lagi mengandalkan kegiatan brokerage sebagai pendapatan utama. Oleh karenanya, perusahaan-perusahaan diperkirakan akan lebih meningkatkan Modal Kerja Bersih Disesuaikan (MKBD) untuk memperkuat bisnis penjaminan emisi dalam penawaran saham perdana atau initial public offering (IPO). Kondidi seperti ini akan merangsang perusahaan-perusahaan lain untuk melakukan IPO. Bank Indonesia Pertimbangkan BPR Menjadi Peserta Kliring Nasional
Bank Indonesia (BI) berencana mengikutsertakan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dalam Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI). Saat ini, BI ini masih mengkaji model yang tepat untuk melibatkan BPR dalam layanan kliring. Salah satu pilihan adalah dengan melibatkan bank umum sebagai induk dari BPR dalam melakukan kliring. BI merencanakan untuk melakukan uji coba keikutsertaan BPR dalam melakukan kliring melalui bank induk itu di salah satu daerah pada tahun ini. Kesehatan Bank Bank Indonesia (BI) akan mengimplementasikan penerapan Basel II khusus pilar II. Dengan penerapan Basel II tersebut, CAR tetap disyaratkan sebesar 8% (Basel II pilar I), tapi bank harus dapat menilai dan memperhitungkan risiko atas aktivitas yang mereka lakukan. Pada pilar I bank hanya memperhitungkan risiko pasar, sementara pada pilar II ini perbankan akan menyempurnakan perhitungan risiko. Pada pilar II bank akan menambahkan modal dengan menetapkan risiko kredit dan operasional. Penerapan pilar II dalam Basel II ini akan berlangsung mulai tahun depan hingga tiga tahun berikutnya. BI Menyoroti Kelemahan Fundamental Indonesia Meskipun perekonomian Indonesia tumbuh positif, Bank Indonesia (BI) melihat terdapat beberapa kelemahan fundamental yang perlu diatasi dnegan kebijakan jangka menengah dan panjang. Pertama, tipisnya pasar keuangan. Saat saat arus dana (capital inflow) masuk cukup deras, perekonomian tidak cukup mampu menyerapnya sehingga kekuatan likuiditas yang masuk akan menekan perekonomian.
9 | P a g e
Ministry of Finance, Fiscal Policy Office Center for Macroeconomic Policy
February 27th, 2012 Kedua, kebijakan ekonomi Indonesia tidak mampu mendorong perbaikan dan peningkatan produksi maupun produktivitas di sektor ekonomi. Hal tersebut disebabkan oleh jaringan dan struktur pasar yang masih kuno, karakteristik inflasi yang cenderung sensitif terhadap perkembangan di sisi suplai, serta inflasi yang naik jika bahan pangan naik, produksi buruk, infrastruktur tidak bagus, atau harga teradministrasinya berubah. Ketiga, Indonesia menghadapi prospek defisit transaksi berjalan dalam neraca pembayaran, yang disebabkan oleh defisit dari sisi minyak dan gas (migas), yang harganya tidak sejalan lagi dengan harga internasional.
Adapun, cara untuk mengatasi kelemahan fundamental tersebut adalah (1) menyerap kelebihan likuiditas, dengan memperbanyak penawaran saham perdana atau initial public offering (IPO) dan penerbitan emisi obligasi baru; (2) memperbaiki jaringan dan struktur pasar serta infrastruktur dengan memotong jalur distribusi khususnya tengkulak, sehingga harga yang diterima petani lebih baik dan akan meningkatkan produksi; dan (3) meningkatkan lifting atau mengurangi impor minyak.
10 | P a g e