Minggu, 13 November 2016 13:28
Terungkap, Bibit Cabai yang Dipakai Petani Tiongkok Rentan Penyakit
http://www.jawapos.com/read/2016/11/13/63970/terungkap-bibit-cabai-yang-dipakai-petani-tiongkok-rentan-penyakit
Febri/Radar Bogor/JawaPos.com -SIDAK: Petugas Distanhut Kabupaten Bogor memeriksa gudang di tengah kebun cabai, Sukamakmur, yang menjadi tempat para WN Tiongkok bercocok tanam. (Insert) Benih cabai lokal dan Tiongkok yang diduga ilegal. FOTO : Febri / Radar Bogor. SIDAK: Petugas Distanhut Kabupaten Bogor memeriksa gudang di tengah kebun cabai, Sukamakmur, yang menjadi tempat para WN Tiongkok bercocok tanam.
JawaPos.com - Pemkab Bogor seperti kebakaran jenggot soal terungkapnya petani asal Tiongkok yang membuka ladang di Sukamakmur. Mereka buru-buru memeriksa lokasi perkebunan dan tempat tinggal para imigran, di Kampung Manglat, Desa Sukadamai, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor, Jumat (11/11). Pantauan Radar Bogor (Jawa Pos Group), pagi sekitar pukul 10.00 WIB, empat petugas Dinas Pertanian dan Kehutanan (Distanhut) Kabupaten Bogor, datang ke lokasi bersama unsur muspika. Titik pertama yang menjadi fokus pemeriksaan adalah sebuah gudang besar yang menjadi tempat penyimpanan alat-alat pertanian. Di tempat ini, petugas menemukan sejumlah bibit cabai berbagai merek, belasan karung pupuk dan traktor. Semua barang yang ditemukan di dalam gudang nyaris seluruhnya produk asing. Semisal tiga varietas bibit cabai dengan sampul bertuliskan huruf Tiongkok. “Bibit cabai yang kami temukan di antaranya Hibrida F-1 Cosmos, pilar F-1, Cap Mutiara Bumi, Moncer F1, Bara, Hot Chilli F1 dan produk bertuliskan huruf Tiongkok, tidak ada 1
yang tahu apa artinya,” beber Kepala Seksi Pelayanan Usaha dan Perlindungan Tanaman, pada Distanhut Bogor, Heri Firdaus. Didampingi petugas Polsek Sukamakmur, anggota Koramil, perwakilan kecamatan, dan aparatur desa, Heri mengatakan pihaknya juga menemukan dua traktor roda empat dan dua, serta mesin pengolahan tanah dan pupuk buatan Indonesia. Untuk bibit-bibit buatan Indonesia, menurutnya memang sangat mudah didapat di pasaran, dan tak perlu izin khusus dalam penggunaannya. “Kecuali penggunaan benih dari luar, itu wajib ada izin. Jika benih ini impor, maka kami akan menghentikan kegiatan penanaman dan mengisolasi tempat ini,” tukasnya. Langkah itu akan diambil mengingat benih yang didatangkan dari negara lain bisa saja mengandung penyakit dan akan merugikan petani lokal. “Untuk sementara ada tiga produk yang kami tidak ketahui namanya. Bertuliskan huruf Cina,” paparnya. Pengawas benih tanaman dari Distanhut Bogor, Abas Alibasyah, menambahkan bahwa temuan penggunaan produk asing tersebut termasuk pelanggaran dan diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010. “Sementara belasan pupuk yang ditemukan itu kewenangan Disperindag. Nantikita lihat, jika ada pelanggaran maka kegiatan bercocok tanam ini harus dihentikan,” imbuhnya.(pj/fdm/yuz/JPG)
Jumat, 11 November 2016 07:52 Kok Bisa Ya,
Petani Tiongkok Kantongi NPWP dan SIM A di Bogor http://www.jawapos.com/read/2016/11/11/63563/kok-bisa-ya-petani-tiongkok-kantongi-npwp-dan-sim-a-di-bogor
2
RADAR BOGOR -Empat WN Tiognkok, dari kiri XXJ (40), GH (50), YWM (37) atau Ko Aming dan GZ (50) saat digerebek di perkebunan cabai di Kampung Gunung Leutik, Desa Sukadamai, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor.
JawaPos.com - Penangkapan empat WNA di perbukitan Gunung Leutik, Desa Sukadamai, Kecamatan Sukamakmur, membuka tabir serbuan imigran gelap asal Tiongkok ke Bogor. Tanpa mengantongi surat resmi, WNA tersebut bebas menyewa lahan dan bercocok tanam. Diketahui pula, salah satu imigran telah memiliki SIM A dan nomor pokok wajib pajak (NPWP) Republik Indonesia. Kepala Desa Sukadamai Jaon Latipah angkat bicara soal keberadaan empat imigran ilegal di wilayahnya. Menurut dia, pemerintah desa mulai berkomunikasi dengan para imigran pada Juni silam. Heri adalah orang yang membawa imigran masuk ke Sukadamai. Dia mendapatkan bantuan dari kerabatnya yang bekerja sebagai PNS di Pemda Cianjur. "Orang yang tahu persis ceritanya, suami saya, Pak Maman Suherman," tutur Jaon, lalu meminta Radar Bogor (Jawa Pos Group) menghubungi sang suami untuk mendapatkan cerita lebih lengkap. Ditemui di tempat terpisah, Maman Suherman yang juga LPM Desa Sukadamai mengungkapkan, awalnya para imigran itu mengaku berasal dari Korea. Mereka mencari lahan untuk menanam cabai. "Karena kebetulan saya dikuasakan untuk mengelola lahan garapan milik Aling, warga Jakarta, saya pun menyambutnya dengan baik. Apalagi, dia (WNA, Red) menjanjikan memberdayakan warga di sini untuk menjadi karyawan. Kalimat itulah yang membuat saya tambah senang," ungkap Maman. Dia juga menjelaskan, batas waktu penggarapan tanah berstatus hak guna usaha (HGU) itu hanya selama dua tahun. Sementara itu, luas tanah yang dibutuhkan adalah 20 hektar. "Menyewa lahan ini hanya pakai kuitansi antara saya dan Heri. Kalau menurut Aming, sewaktu di Hongkong dia sudah berprofesi sebagai pengusaha cabai. Nah, dia pun menanyakan untuk pemasaran di Jakarta itu ada dimana. Aming juga mengatakan, dia berasal dari Hongkong hanya sudah lama tinggal di Jakarta dan rumahnya ada di 3
Tangerang. Sewaktu mereka ke sini, jumlahnya belum ada empat, hanya dua orang. Saya juga baru tahu kalau nama Aslinya Aming adalah Yu Wai Man," jelasnya. Selama di Sukadamai, para WNA itu tinggal di rumah gubuk di tengah perkebunan. Meski Aming mengaku dari Korea, dia paham bahasa Indonesia. Di lahan pertanian itu, Aming bertugas mengurus pembukuan, sedangkan tiga WNA lain bekerja sebagai teknisi. "Selama di sini, mereka tidak pernah bermasalah. Justru keempat imigran banyak membantu. Terbukti, 30 warga di sini menjadi karyawan tetap mereka. Warga dibayar Rp 60 ribu per hari," terangnya. Sekarang, menurut Maman, dengan tertangkapnya keempat WNA, warga banyak yang menganggur. Namun, jika para imigran tersebut memang bersalah, warga pun mendukung proses hukum. "Untuk harga sewa tanah, 1 hektare Rp 2,5 juta per tahun. Mereka juga memperbaiki jalan," ucapnya. Sementara itu, Kasi Pengawasan Keimigrasian pada Kantor Imigrasi Bogor Arief A Satoto menjelaskan, pihaknya terus memeriksa empat WNA Tiongkok, yakni YWM (37), XXJ (40), GH (50), dan GZ (50) yang diduga melakukan penyalahgunaan visa. Keempatnya diperiksa sejak pagi hingga malam. "Belum ada perkembangan. Akan kami lanjutkan besok (hari ini, Red)," ujarnya. Selasa (8/10) tim imigrasi yang dipimpin Arif menggerebek sebuah lahan pertanian di Kampung Gunung Leutik, Desa Sukadamai, Kecamatan Sukamakmur. Di sana tim menangkap empat WNA asal Tiongkok yang bekerja sebagai petani cabai. (fdm/rp1/d/c5/ami)
Rabu, 09 November 2016 20:33
Ketika Petani Tiongkok Buka Ladang di Bogor http://www.jawapos.com/read/2016/11/09/63282/ketika-petani-tiongkok-buka-ladang-di-bogor
4
Doni/Radar Bogor/JawaPos.com -Para petani di lahan milik WNA Tiongkok, di Sukamakmur, Kabupaten Bogor.
JawaPos.com - Imigran gelap asal Tiongkok banyak menyerbu Bogor dalam beberapa tahun terakhir. Mereka bukan sebagai ahli di pabrik atau industri. Para imigran itu bekerja sebagai buruh tani. Kantor Imigrasi Bogor yang paling terbaru menangkap empat WNA di kawasan timur Bogor, Selasa (8/11/2016), sekitar pukul 10.00 WIB. Tim buru imigran gelap, bergerak menuju Kampung Gunung Leutik, Desa Sukadamai, Kecamatan Sukamakmur. Dipimpin langsung oleh Kepala Seksi Pengawasan Keimigrasian, Kantor Imigrasi Bogor, Arief A Satoto, tim menindaklanjuti laporan warga soal keberadaan empat WNA Tiongkok, di pedalaman Kabupaten Bogor itu. Disinyalir, para WNA tersebut tidak mengantongi surat-surat resmi. “Kita mendalami laporan warga yang curiga kepada para WNA saat melintasi perkebunan,” kata Arief kepada Radar Bogor (Jawa Pos Group) yang turut dalam penggerebekan Selasa (08/11). Setelah menempuh perjalanan selama dua jam, perburuan sempat terhenti, tak jauh dari Kantor Kecamatan Sukamakmur. Dari titik itu, tim disarankan berganti kendaraan roda dua untuk melalui jalur setapak yang becek dan berliku. Medan yang dilalui pun harus melalui sejumlah bukit. Hingga sekitar pukul 12.40 WIB, barulah tim mencapai titik tujuan. Setiba di lokasi, tim terlebih dahulu memantau kondisi di perkebunan cabai seluas puluhan hektar di atas perbukitan Sukamakmur itu. Benar saja, dari kejauhan, tampak beberapa wajah khas Asia, yang sangat mencolok dan terlihat berbeda di tengah
5
kerumunan petani lokal. Tanpa basa-basi, tim langsung menghampiri dan memeriksa beberapa orang tersebut. “Iya benar itu (WNA),” ucap Arief kepada para anggotanya. Dari pemeriksaan sementara, keempat WNA itu di antaranya YWM (37), XXJ (40), GH (50), dan GZ (50). Mereka tinggal di sebuah rumah yang berada di tengah lahan perkebunan. Saat dipergoki petugas, keempatnya tengah mengawasi petani lokal yang sedang bekerja. Selama sekitar dua jam, tim memeriksa dan menggeledah kediaman para imigran. Dari penggeledahan, tim menyita delapan unit handphone, alat pertanian, radio komunikasi, dua buku tabungan berisi Rp 20 juta dan Rp 15 juta. Wartawan ini kemudian berusaha bertanya kepada para imigran menggunakan bahasa Inggris. Namun, salah satu imigran menjawab dengan terbata-bata, “I dont speak English,”. Ketiga imigran lainnya turut merespon dengan gelengan kepala. Beberapa saat terdiam, salah satu imigran kembali buka suara, namun dengan bahasa Mandarin. Sembari mengucap kalimat secara cepat, dia menunjuk sosok imigran yang paling muda, YWM. Ternyata, YWM lah tuan rumah bagi para imigran itu. Di saat pewarta ini mencoba menggali informasi, seorang warga sekitar, Usman (40), berbisik pelan. Menurut Usman, YWM telah dikenal baik oleh warga, dan akrab disapa Koh Aming. YWM sudah mengarap lahan di atas perbukitan Sukamakmur sejak Ramadan lalu, atau Mei 2016. “Dia bisa (bahasa) Indonesia,” bisik Usman. Dari keterangan Usman pula, YWM diketahui membeli lahan seluas 20 hektar di perbukitan itu. Lahan tersebut ditanami cabai dengan mempekerjakan imigran asal Tiongkok dan warga lokal sebagai buruh tani. “Tapi baru empat hektar yang jadi, sisanya baru direncanakan,” tuturnya. Wartawan ini kemudian kembali mencoba mengajak YWM berbicara. Kali ini menggunakan bahasa Indonesia. “Iya, saya bisa bahasa Indonesia. Memang kenapa?,” ucapnya, dan tak mau lagi berbicara. Setelah pemeriksaan dirasa cukup, tim kemudian membawa keempat imigran itu ke Kantor Imigrasi Bogor. Kasir Wasdakim Imigrasi Bogor, Arief A Satoto, menjelaskan dari empat WNA, hanya dua orang yang memiliki paspor dengan visa bebas fasilitas di 169 negara. Dua lainnya tidak ditemukan dokumen apapun.
6
“Mereka memperkerjaan 38 warga lokal sebagai petani. 30 lelaki dan 8 orang perempuan. Tahu sendiri lokasinya jelasnya. (rp1/yuz/JPG)
di
sana
tidak
ada
sinyal,
sangat
terpencil,”
7