MEWUJUDKAN PEMBELAJARAN BERMAKNA TENTANG ENERGI Sutopo
[email protected] Jurusan Fisika FMIPA UM Abstrak. Energi merupakan salah satu konsep dalam IPA yang sangat abstrak sehingga para ahli pun tidak bisa mendefinisikannya secara tegas. Namun demikian, konsep tersebut harus mulai diajarkan sejak di sekolah dasar. Masalah lain yang sangat berpotensi menambah sulitnya mengajarkan konsep energy adalah adanya perbedaan makna kata energy antara dalam percakapan sehari-hari dengan yang dimaksudkan dalam IPA. Makalah ini mengusulkan suatu strategi bagaimana membelajarkan konsep energy secara bermakna. Karena untuk membelajarkan suatu konsep IPA secara bermakna guru harus menguasai bahan kajian secara mendalam dan mengetahui segala prekonsepsi siswa, maka review konsep dasar energy dalam IPA dan gambaran pembelajaran konsep energy di sekolah juga disajikan. Kata kunci: energy, strategi pembelajaran
PENDAHULUAN Energi merupakan salah satu konsep esensial dalam IPA. Konsep energi dipelajari dan digunakan di semua cabang IPA (Fisika, Kimia, dan Biologi), serta dalam ilmu terapan di bidang keteknikan dan lingkungan. Topik energi juga menjadi salah satu bahan kajian di berbagai jenjang pendidikan di berbagai negara. Dalam konteks Indonesia, meskipun kurikulum IPA mengalami perubahan dari waktu ke waktu, topic energi selalu diajarkan di semua jenjang, dari tingkat SD/MI sampai tingkat SMA/MA. Kedalaman dan cakupan bahasan serta kompetensi yang ditargetkan untuk dikuasai oleh siswa di tiap jenjang disesuasikan dengan tingkat perkembangan berfikir siswa. Kompetensi dasar terkait konsep energy di berbagai jenjang pendidikan menurut Kurikulum 2013 dapat diperiksa pada lampiran. Berdasarkan Kurikulum 2013, siswa Indonesia sudah mulai mempelajari energi sejak SD kelas IV. Siswa SD kelas IV diharapkan mampu memahami hubungan antara gaya, gerak, dan energi, serta mengenal berbagai macam bentuk energi dan kegunaannya melalui pengamatan. Selanjutnya, di kelas VI mereka mempelajari lebih mendalam tentang salah satu bentuk energi yang paling sering digunakan manusia dalam kehidupan sehari-hari, yaitu energi listrik. Bahasan mencakup bagaimana listrik dihasilkan, ditransmisikan, dan digunakan (dikonversikan ke bentuk energi lain sesuai kebutuhan). Di kelas VII (SMP), siswa diharapkan mengenal konsep energi beserta berbagai sumber energi yang diperlukan dalam kehidupan. Selanjutnya, di kelas VIII, siswa diharapkan mampu mendeskripsikan bagaimana energi listrik ditransmisikan, mampu mengidentifikasi sumber-sumber energi listrik alternative, serta memiliki pemahaman bagaimana menggunakan energi listrik secara hemat. Siswa juga diharapkan mampu menjelaskan bagaimana tubuh menggunakan energi makanan. Di jenjang SMA, energi dibahas di semua cabang mata pelajaran IPA, yaitu Fisika, Kimia, dan Biologi. Melalui pelajaran Fisika, siswa diharapkan mampu memahami dan menerapkan prinsip kekekalan energi (baik secara umum maupun khusus untuk energi mekanik), memahami energi potensial listrik, serta hubungan kesetaraan antara massa dan energi. Melalui pelajaran Biologi, siswa diharapkan mampu menjelaskan aliran energi dalam suatu ekosistem. Melalui pelajaran Kimia, siswa diharapkan mampu menjelaskan fungsi energi listrik dalam elektrokimia, memahami energi ikat, serta memahami manfaat dan dampak negatif energi nuklir bagi manusia (Kemendikbud, 2013 a-c). Pembelajaran konsep energy di jenjang sekolah dasar dan menengah sebenarnya tidaklah mudah. Hal ini utamanya disebabkan karena adanya perbedaan makna antara yang digunakan dalam percakapan sehari-hari dengan yang dimaksudkan dalam IPA. Dalam kehidupan seharihari, makna energi biasa dikaitkan dengan BBM (bahan bakar minyak) untuk transportasi, dengan listrik untuk menyalakan lampu dan peralatan rumah tangga lainnya, dan dengan makanan untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Energi dimaknai sebagai kemampuan melakukan 1049
aktivitas (kerja). Sebagai contoh, orang yang dalam keadaan lapar dikatakan tidak punya energy karena tidak mampu bekerja, sedangkan orang yang kenyang dikatakan memiliki banyak energy karena mampu melakukan banyak hal. Namun demikian, gagasan itu sesunguhnya belum bisa mendefinisikan energy secara tepat dalam konteks IPA. Gagasan itu hanyalah mengatakan bahwa dengan BBM, listrik, dan makanan kita bisa melakukan sesuatu; benda-benda itu memberi kita sesuatu yang kita sebut energy (Serway & Jewet, 2010) yang dengannya kita bisa melakukan aktivitas. Dalam IPA, energy memiliki arti yang berbeda. Energi merupakan konsep yang sangat abstrak. Begitu abstraknya sehingga para ilmuwan pun tidak bisa mendefinisikannya secara tegas dan berlaku umum; melainkan hanya dalam konteks yang sangat spesifik. Misalnya tentang energy kinetic dan energy potensial gravitasi. Bahkan, ilmuwan dalam bidang yang berbeda mendefisikan energy secara berbeda pula (Kraus dan Vokos, 2011). Perbedaan makna energy antara yang dimaksudkan dalam IPA dan dalam kehidupan sehari-hari tersebut membawa implikasi pada rawannya terjadi salah konsep (misconception) pada diri siswa. Penelitian menunjukkan banyak siswa mengalami salah konsep tentang energy (Beynon, 1994; Küçük, Çepni & Gökdere, 2005). Ini mengindikasikan bahwa kita perlu memperhatikan kemungkinan adanya salah konsep yang dibawa siswa ke kelas. Konsekuensi lebih lanjut, kita perlu mendesain pembelajaran yang mampu meremidiasi dan atau mengantisipasi munculnya miskonsepsi siswa. Makalah ini menyajikan beberapa pemikiran yang mungkin bisa digunakan para guru merancang pembelajaran topic energy secara bermakna meskipun energy merupakan konsep IPA yang sangat abstrak. Karena pembelajaran bermakna menuntut guru menguasai dengan baik bidang kajian, maka bagian pertama naskah ini akan mereview konsep energy dalam IPA, khususnya dalam bidang Fisika. Bagian selanjutnya akan membahas praktik pembelajaran konsep energy di Indonesia selama ini. Bahasan akan difokuskan pada tingkat kebermaknaan pembelajaran bagi siswa. Bagian akhir naskah ini akan memaparkan strategi pembelajaran energy yang lebih bermakna. PENGERTIAN ENERGI DALAM IPA Dalam fisika, energi berkaitan erat dengan interaksi antara system dan lingkungannya. Jika lingkungan melakukan usaha (kerja, work) terhadap sistem, maka system akan mendapatkan tambahan energy. Energi tersebut disimpan oleh system dalam salah satu atau kombinasi dari tiga bentuk berikut: energy potensial, energy kinetic, dan energy termal. Sebaliknya, jika system melakukan usaha ke lingkungan, maka energy sitem akan berkurang. Jadi, untuk memahami konsep energy, siswa terlebih dahulu perlu memahami usaha. Dalam Fisika, usaha juga memiliki makna khusus yang berbeda dengan makna dalam kehidupan sehari-hari. Usaha didefinisikan sebagai perkalian gaya dan perpindahan pada arah gaya itu bekerja. Dalam konteks interaksi antara system dan lingkungannya, usaha berperan sebagai perantara pertukaran atau transfer energy tersebut. Berikut ilustrasi untuk memperjelas hal tersebut. Energi Kinetik Andaikan Anda mendorong meja beroda secara mendatar sehingga meja berpindah sejauh s dan mengalami perubahan kecepatan dari menjadi (Gambar 1). Abaikan gaya gesek.
F
F
Gambar 1. Gaya F menggerakkan meja sehingga meja berpindah sejauh s dan mengalami percepatan dari
menjadi
Usaha yang dilakukan gaya dorong F terhadap meja sebesar perubahan kecepatan dari dari menjadi ke kanan (diturunkan dari hubungan
Meja mengalami
, berarti mengalami percepatan sebesar ). Karena F adalah satu-satunya gaya pada 1050
arah a (ke kanan), maka menurut hukum II Newton ( Subtitusi F pada W = Fs diperoleh hubungan:
diperoleh hubungan
.
(1) Ungkapan tersebut menyatakan bahwa usaha yang dilakukan gaya F terhadap meja menyebabkan meja mengalami perubahan kecepatan dari menjadi sedemikian rupa sehingga sama dengan besarnya usaha tersebut. Fisikawan mendefinisikan besaran sebagai energi kinetik. Jadi energy kinetic adalah energy yang dimiliki setiap benda yang sedang bergerak. Semakin besar kecepatan dan massa benda, semakin besar pula energy kinetiknya. Dengan menggunakan konsep energy kinetik, Persamaan (1) dimaknai sebagai berikut: usaha yang dilakukan gaya F terhadap meja dipakai oleh meja untuk menambah energy kinetiknya. Jika kita memandang meja sebagai system (objek fisik yang menjadi focus perhatian), dan orang (Anda) yang sedang mendorong meja tersebut sebagai lingkungannya, maka peristiwa tadi dapat dimaknai sebagai proses transfer energy dari lingkungan ke system sehingga energy system (dalam hal ini energy kineticnya) bertambah. Proses transfer energy semacam itu terjadi melalui usaha (yang awalnya didefinisikan sebagai hasil kali gaya F dan perpindahan s). Sekarang, perhatikan fenomena gerakan diperlambat suatu benda akbibat adanya gaya gesek dengan landasannya, misalnya gerakan buku di atas meja. Andaikan kecepatan awalnya dan akhirnya berhenti setelah berpindah sejauh s ke kanan (Gambar 2).
(a)
(b)
Gambar 2. Buku bergerak ke kanan di permukaan meja kasar sehingga kecepatannya berkurang dari v ke nol setelah berpindah sejauh s. (a) Buku dipandang sebagai system dan meja sebagai lingkungan. Pada buku bekerja gaya gesek fm ke kiri. (b) Meja dipandang sebagai system dan buku sebagai lingkungan. Pada meja bekerja gaya gesek fb ke kanan. Perhatikan gerakan benda (benda dipandang sebagai system dan meja sebagai lingkungan). Pada benda (system) bekerja gaya gesek fm yang dihasilkan oleh permukaan meja (lingkungan), arahnya berlawanan dengan arah gerak (ke kiri) (Gambar 2.a). Karena fm berlawanan arah dengan s maka usaha yang dilakukan bernilai negatif ( ). Akibat usaha ini, energy kinetic benda berkurang dari menjadi nol. Hasil ini cocok dengan Persamaan (1): usaha yang dilakukan lingkungan ke system sama dengan perubahan energy kinetic system. Pada konteks ini, usaha negative yang dilakukan lingkungan menyebabkan berkurangnya energy kinetic system. Pada peristiwa ini dikatakan telah terjadi perpindahan (transfer) energy dari system ke lingkungan. Fisikawan lebih memilih memperhatikan perubahan energy yang terjadi dalam sistem daripada yang terjadi dalam lingkungan (Scherr dkk, 2013). Dengan memperhatikan apa yang terjadi pada system, peristiwa tadi dimaknai sebagai berikut. Jika system melakukan kerja (usaha) terhadap lingkungan (ini ekivalen dengan lingkungan melakukan kerja negative terhadap system), maka system akan mengalami pengurangan energy (dalam koneks ini energy kinetic). Jika digabungkan dengan analisis sebelumnya (Gambar 1), jika system dikenai kerja (lingkungan melakukan kerja positif), maka energy (kinetic) system bertambah.Pemaknaan ini sangat cocok dengan konteks kehidupan manusia sehari-hari: jika Anda melakukan kerja, maka energy Anda akan berkurang! 1051
Energi termal Sekarang perhatikan meja sebagai system (objek yang kita perhatikan), sehingga buku yang bergerak di permukaannya tadi sebagai lingkungan. Pada meja bekerja gaya gesek fb ke kanan yang dikerahkan oleh permukaan buku (Gambar 2b). Karen fb searah dengan perpindahan titik kerjanya, maka usaha yang dilakukan bernilai positif, sebesar . Perhatikan bahwa meja tetap diam, berarti tidak mengalami perubahan energy kinetic. Kemanakah energy yang masuk dari lingkungan (diberikan oleh buku) tadi? Jika data kita hanya sebatas pada percobaan dengan buku seperti itu, mungkin kita tidak bisa menemukan jawabnya. Tetapi, jika percobaan dilakukan dengan menggosok-gosokan balok kasar berulang-ulang, maka akan kita dapati bahwa permukaan meja menjadi panas (suhunya meningkat). Ini berarti bahwa energy yang ditambahkan ke meja (melalui usaha oleh gaya gesek yang dihasilkan buku) menyebabkan suhu meja bertambah. Energi yang diasosiasikan dengan suhu suatu benda dinamai energy termal (ada yang menyebutnya sebagai energy internal). Energi termal suatu benda sebanding dengan suhu benda: semakin tinggi suhu benda semakin besar energy termalnya. Sebagai ilustrasi tambahan tentang energy termal, perhatikan peristiwa pemanasan dan pendinginan air. Air yang dipanaskan (mendapat kalor dari luar) mengalami kenaikan suhu, berarti energy termalnya bertambah. Sebaliknya, air panas yang didinginkan akan mengalami pengurangan energy termalnya. Agar air panas dapat dingin kembali, maka harus ada kalor yang keluar darinya, ke lingkungan. Dalam konteks ini, kalor didefinisikan sebagai energy yang berpindah (keluar atau masuk system) akibat perbedaan suhu antara system dan lingkungannya. Kalor berbeda (tetapi berkaitan) dengan energy termal. Energi termal dimiliki oleh (ada di dalam) benda, sedangkan kalor adalah energy yang berpindah dari system ke lingkungannya atau dari lingkungan ke system. Energi Potensial Dalam IPA, energy potensial hanya punya arti (hanya ada) dalam konteks interaksi antarbenda di mana benda-benda tersebut menjadi suatu system yang tidak terpisahkan. Contoh sederhana tentang system tersebut adalah bumi dan benda-benda di sekitarnya. Bumi dan bendabenda di sekitarnya selalu dalam keadaan berinteraksi (tarik-menarik) secara gravitasional. Berat benda sebenarnya menyatakan besarnya gaya tarik (gaya gravitasi) Bumi terhadap benda tersebut, besarnya sama dengan hasil kali massa benda (m) dan percepatan (istilah yang lebih tepat adalah kuat medan) gravitasi bumi (g), yaitu mg. Untuk memahami pengertian energy potensial, lakukan percobaan kecil berikut. Angkatlah sebarang benda secara perlahan-lahan (dengan kecepatan konstan) dari lantai sampai di permukaan meja yang tingginya h di atas lantai, kemudian letakkan di sana. Untuk mengangkat benda tersebut dengan kecepatan konstan diperlukan gaya konstan sebesar mg (Gambar 3).
F
m mg h F
m mg Gambar 3. Mengangkat benda bermassa m dari lantai ke meja setinggi h. F adalah gaya yang diperlukan dan mg adalah berat benda. Selama pergerakannya, tidak ada perubahan energy kinetic pada benda (karena kecepatannya konstan). Padahal, selama itu ada usaha positif yang dikenakan kepadanya (yaitu 1052
oleh gaya F, sebesar W = mgh). Kemanakah energy yang diberikan oleh usaha positif tersebut? Karena energy kinetic maupun energy termal benda tidak berubah (tidak ada perubahan kecepatan maupun suhu), maka energy tersebut tentu disimpan dalam bentuk lain: bukan sebagai energy kinetic maupun energy termal. Jika benda itu kini dipindahkan ke samping meja kemudian dilepaskan maka benda akan jatuh dan bergerak dengan kecepatan yang semakin besar; berarti memiliki energy kinetic yang semakin besar pula. Jadi, ketika diam di ketinggian h tadi benda mempunyai potensi untuk memiliki energy kinetic; dan energy itu benar-benar terwujud jika tidak ada yang menghalanginya jatuh. Fisikawan menamai energy yang tersimpan oleh system benda-Bumi sebagai energy potensial gravitasi. Perlu dicatat bahwa energy potensial gravitasi tersebut adalah milik system benda-Bumi; bukan milik si benda saja! Seperti telah ditunjukkan, untuk menambah jarak benda-Bumi sejauh h diperlukan usaha luar sebesar mgh. Karena usaha ini positif, maka system benda-Bumi memiliki tambahan energy. Tambahan energy sebesar mgh tersebut disimpan sebagai energy potensial gravitasi. Jadi, mgh didefinisikan sebagai energy (tepatnya pertambahan energy) potensial gravitasi system benda-Bumi jika benda tersebut diperjauhkan dari Bumi sajauh h. Perhatikan bahwa usaha untuk menaikkan suatu benda hanya bergantung pada perubahan ketinggian h; bukan ketinggian h itu sendiri! Untuk mengangkat satu ember air setinggi satu meter dari permukaan tanah diperlukan usaha yang sama besar dengan untuk mengangkat air itu setinggi satu meter dari lantai 3 gedung bertingkat. Artinya, perubahan energy potensial lebih penting daripada energy potensialnya sendiri. Karena hanya perubahan yang penting, maka kita bebas menentukan titik acuan terhadap mana energy potensial gravitasi diberi nilai nol. Pada umumnya, permukaan bumi lebih sering digunakan sebagai titik nol energy potensial gravitasi Bumi. Energi potensial juga dimiliki oleh pegas dan benda-benda elastis lainnya. Ambil karet gelang dan biarkan di atas meja. Apakah karet gelang tersebut memiliki energy? Sekarang rentangkan dengan tangan Anda sehingga “molor” kemudian pertahankan posisi itu. Apakah gelang karet kini memiliki energy? Jika ya, apa buktinya? Dari mana asalnya energy itu? Ambil pegas, gantungkan, dan biarkan. Apakah pegas memiliki energy? Tarik ujung pegas dan pertahankan; apakah kini pegas memiliki energy? Jika ya, apa buktinya? Dari mana asalnya energy itu? Ambil penggaris baja, jepit salah satu ujungnya di tepi meja sehingga ujung lainnya berada di udara. Lengkungkan ujung lainnya ke bawah. Apakah saat itu penggaris memiliki energy? Jika ya, apa buktinya? Dari mana asalnya energy itu? Untuk mengubah bentuk benda-benda elastis dari keadaan (bentuk) setimbangnya diperlukan gaya luar. Gaya itu harus dikerjakan pada titik tertentu dengan arah tertentu pula. Bagian benda yang dikenai gaya akan bergerak sesuai arah gaya. Maka titik kerja gaya akan bergerak (berpindah) sejauh jarak tertentu. Berarti, gaya telah melakukan usaha kepada benda tersebut. Konsekuensinya, benda tersebut mengalamai pertambahan energy. Pertambahan energy ini disimpan sebagai energy potensial. Energi tersebut segera terwujud sebagai energy kinetic begitu gaya luar yang dikerjakan tadi dihilangkan. Karena energy tersebut disimpan dalam pegas, maka dinamai energy potensial pegas. Berdasar pemikiran ini, tunjukkan bahwa jika pegas digeser sejauh x dari posisi setimbangnya, maka pegas memiliki energy potensial sebesar , di mana k adalah konstanta pegas, yaitu gaya yang diperlukan untuk mengubah panjang pegas tiap satu satuan panjang. Untuk penyederhanaan, anggaplah pegas tunduk pada Hukum Hooke, yaitu gaya yang diperlukan untuk mengubah panjang pegas sebesar x adalah . Energi potensial juga dimiliki oleh interaksi antar muatan listrik. Muatan yang sejenis akan tolak menolak, sedangkan yang tidak sejenis akan tarik-menarik. Untuk mengubah jarak antara dua muatan listrik dari posisinya semula, diperlukan usaha dari luar. Usaha ini selanjutnya disimpan dalam system muatan tersebut sebagai energy potensial. Energi potensial yang dimiliki oleh system muatan listrik ini biasa disebut sebagai energy potensial listrik. Energi mekanik Perhatikan fenomena yang ditunjukkan pada Gambar 3 di depan. Jika sekarang gaya luar F dihilangkan, maka gaya yang bekerja pada system hanyalah gaya internal system, yaitu gaya gravitasi mg. Begitu gaya luar F dihilangan, maka benda akan jatuh dan bergerak dengan kecepatan yang semakin besar. Selama pergerakan itu, kini benda memiliki dua macam energy, 1053
yaitu energy kinetic dan energy potensial. Jumlah energy kinetic dan potensial tersebut dinamai energy mekanik. (2) Jika tidak ada usaha yang dikerjakan oleh gaya-gaya luar kepada system maka tidak ada transfer energy dari system dengan lingkungannya. Dengan demikian, maka energy mekanik system akan kekal, yaitu . Karena maka (3) Persamaan (3) menyatakan bahwa setiap ada pertambahan energy potensial harus diikuti dengan pengurangan energy kinetic dalam jumlah yang sama. Sebaliknya, setiap ada pegurangan energy potensial harus diikuti dengan pertambahan energy kinetic dalam jumlah yang sama pula. Pernyataan tersebut adalah inti dari hukum kekekalan energy mekanik. Hukum Kekekalan Energi dan Berbagai Macam Nama Energy Dalam buku-buku pelajaran IPA (fisika) disebutkan berbagai macam nama energy. Selain yang telah disebutkan sebelumnya (energy kinetic, energy potensial, energy termal, dan energy mekanik) masih ada sejumlah nama lain yang diberikan untuk energy; misalnya energy kimia, energy listrik, energy bunyi, energy cahaya, energy nuklir, energy fosil, dan masih ada beberapa lainnya lagi. Mengapa begitu banyak macam energy? Kalau begitu, sebenarnya apakah energy itu? Munculnya berbagai nama energy tersebut mungkin dikarenakan dua hal berikut. Pertama, energy dimiliki dan/atau dihasilkan oleh berbagai macam benda serta hadir di berbagai macam peristiwa di alam. Kedua, energy bersifat kekal dalam arti tidak dapat diciptakan maupun dimusnahkan; tetapi dapat berubah (diubah) dari satu bentuk ke bentuk lainnya”. Contoh untuk sebab pertama adalah munculnya istilah energy matahari dan energy cahaya. Matahari dipandang sebagai sumber energy, maka digunakan istilah “energy matahari” untuk menyatakan energy yang terpancarkan oleh matahari. Matahari selalu memancarkan cahaya, maka cahaya dipandang sebagai bentuk energy, dan karena itu muncul istilah “energy cahaya”. Contoh lain untuk sebab pertama adalah energy fosil (dihasilkan oleh fosil), energy makanan (dihasilkan oleh makanan), energy nuklir (dihasilkan oleh reaksi nuklir), energy kimia (dihasilkan oleh reaksi kimia), dan sebagainya. Contoh untuk sebab kedua adalah munculnya berbagai nama energy pada peristiwa, misalnya, melempar benda dengan menggunakan ketapel (Gambar 4). Ketika ketepel siap melontarkan benda, ketepel memiliki energy potensial. Setelah melempar, ketepel akhirnya tidak lagi memiliki energy potensial. Kemana energy itu? Karena energy bersifat kekal, maka perlu dicari sebanyak mungkin kemungkinan energy lain yang muncul pada peristiwa itu. Robertson (2002) menyatakan bahwa hampir semua bentuk energy dapat dikembalikan ke dua macam energy, yaitu energy kinetic dan energy potensial. Sebagai contoh, energy termal suatu benda tidak lain merupakan energy kinetic molekul-molekul penyusun benda tersebut. Energi bunyi tidak lain merupakan energy kinetic molekul-molekul udara. Energi kimia, dalam baterai misalnya, tidak lain merupakan energy potensial listrik yang dihasilkan oleh beberapa komponen bahan kimia yang disusun sedemikian rupa. Pemikiran Robertson tersebut perlu diapresiasi karena bisa mereduksi berbagai macam energy menjadi hanya dua jenis saja. Namun demikian, perlu dicatat bahwa tidak semua macam energy bisa dijelaskan dengan menggunakan energy potensial dan energy kinetic saja. Energi nuklir, misalnya, terjadi karena adanya massa yang “hilang” selama proses reaksi nuklir (inti atom). Menurut pemikiran brilian Einstein, hilangnya massa itu harus disertai munculnya energy sebesar , dengan m menyatakan massa “yang hilang” tersebut, dan c adalah laju cahaya dalam vakum, sebesar m/s.
1054
Energi kinetik molekul udara
Energi kinetik karet ketapel
Energi kinetik molekulmolekul udara
Energi potensial pegas pada ketapel
Energi kinetik kertas
Energi termal kertas & tangan
Energi bunyi Energi termal molekul udara
Gambar 4. Pelacakan perubahan energy potensial pegas menjadi berbagai macam bentuk energy lainnya pada peristiwa melontarkan lipatan kertas dengan ketapel (diambil dari Robertson, 2002: 22) Karena adanya kesetaraan antara massa dan energy tersebut, maka hukum kekekalan energy digabung dengan hokum kekekalan massa menjadi hokum kekekalan massa-energi. Hukum kekekalan massa sendiri menyatakan bahwa massa tidak dapat diciptakan maupun dimusnahkan. Dengan hukum gabungan tersebut, maka massa boleh musnah asalkan disertai munculnya energy menurut rumus tersebut. Sebaliknya, energy bisa musnah asalkan disertai munculnya massa. Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa energy merupakan konsep yang sangat abstrak. Karenanya sangat sulit membuat definisi energy yang berlaku umum dalam bentuk pernyataan “energy adalah …” Namun, dalam konteks yang lebih spesifik masih memungkinkan untuk mendefinisikannya, misalnya energy kinetic adalah energy yang dimiliki setiap materi (benda) yang bergerak. PEMBELAJARAN ENERGI DALAM PRAKTIK Praktik pembelajaran IPA di sekolah dapat dideskripsikan berdasarkan paparan dalam buku-buku pelajaran IPA. Dasar pemikirannya adalah (1) buku-buku ajar yang beredar disusun berdasarkan kurikulum yang berlaku; (2) guru IPA cenderung mengembangkan pembelajarannya berdasar buku pelajaran tersebut. Buku-buku pelajaran IPA yang beredar, baik yang disusun berdasarkan Kurikulum 2006 (KTSP) maupun Kurikulum 2013, mendefinisikan energy sebagai kemampuan melakukan usaha. Dalam mengantarkan definisi itu, pada umumnya penulis mengajak siswa memahami energi berdasarkan pengertian sehari-hari. Beberapa buku menggunakan sejumlah ilustrasi untuk mengantarkan siswa ke definisi itu. Ada juga yang berangkat dari analisis makna kata energi berdasarkan kamus. Berikut cuplikan paparan konsep energy dari dua buku IPA SMP; masing-masing untuk Kurikulum KTSP dan Kurikulum 2013. Paparan dalam buku ajar IPA berdasar kurikulum KTSP Sebagai contoh penyajian dalam buku ajar yang disusun berdasarkan Kurikulum KTSP, berikut disajikan uraian pada buku IPA siswa (Tim Abdi Guru, 2007). Konsep energi dibahas setelah Hukum Newton dan diintegrasikan dalam bab Usaha dan Energi. Konsep energi diantarkan dengan menganalisis arti kata energy. “Kata itu terdiri en (dalam) dan ergon (kerja). Jadi energi adalah kemampuan untuk melakukan usaha/kerja” (h.123). Paparan dilanjutkan dengan mendeskripsikan bentuk-bentuk energy; mencakup energi kimia, energi kinetic, energi listrik, energi kalor, energi cahaya, energi bunyi, energi otot, energi nuklir, dan energy potensial. Berikut beberapa petikan bagaimana buku tersebut menjelaskan beberapa jenis energy tersebut. 1055
Energi kimia: “Lampu senter bisa menyala karena sumber energy, yaitu batu baterai. Baterai memiliki energy kimia…. Jadi energi kimia adalah energi yang tersimpan dalam senyawasenyawa kimia” (h.123). Energi kinetic: “jika bola yang ditendang mengenai kaca, maka kaca akan pecah…. Jadi, energi kinetic adalah energi yang dimiliki oleh benda yang bergerak” (h.124). Energi listrik: “energi listrik timbul dari perpindahan muatan-muatan listrik…. Listrik untuk (menyalakan) peralatan listrik ….”(h. 124). Energi cahaya: “…tanpa cahaya kita tidak bisa melihat apapun…. Selain itu, cahaya juga dibutuhkan oleh tumbuhan. Sumber energy cahaya antara lain cahaya Matahari dan cahaya lampu” (h.124). Dari petikan-petikan tersebut, jelaslah bahwa definisi energy sebagai kemampuan melakukan usaha tidak digunakan untuk menjelaskan pengertian masing-masing bentuk energy. Secara khusus, ada sub bab yang membahas lebih terperinci tentang energy kinetic dan energy potensial. Konsep energi kinetic dikenalkan secara deduktif sebagai berikut. “Energi kinetic adalah energi yang dimiliki benda yang bergerak. … (besarnya) sama dengan usaha yang dilakukan oleh gaya yang bekerja pada benda itu untuk mengubah benda dari keadaan diam menjadi keadaan bergerak” (h.125). Selanjutnya, berdasarkan hukum II Newton (F = ma) dan definisi usaha (W = Fs), serta memanfaatkan hubungan kecepatan akhir (v), percepatan (a) dan jarak perpindahan (s), diperoleh hubungan Fs = ½ mv2. Fs adalah besarnya usaha yang dilakukan kepada benda dan ½ mv2 adalah besarnya energi kinetic benda akibat usaha tersebut. “Maka secara matematis, energi kinetic dirumuskan: Ek = ½ mv2” (h.125). Konsep energi potensial juga dikenalkan secara deduktif sebagai berikut. “Energi potensial adalah energi yang dimiliki suatu benda karena letak atau kedudukannya. …. Usaha yang diperlukan untuk membawa benda ke ketinggian h adalah W = mgh. Besarnya energi potensial gravitasi dinyatakan dengan rumus Ep = mgh” (h.125) Paparan dalam buku ajar berdasar kurikulum 2013 Sebagai contoh buku ajar yang disusun berdasarkan Kurikulum 2013 adalah buku siswa terbitan Kemendiknas (2013d) . Dalam buku tersebut, energi dibahas setelah topic perubahan zat (fisika dan kimia) dan diintegrasikan dalam topic Energi dalam Sistem Kehidupan. Dalam mengantarkan konsep energy, penulis menggunakan ilustrasi energi dalam kehidupan sehari-hari. Berikut beberapa cuplikan dari buktu tersebut. “Mobil-mobilan elektrik tidak dapat berjalan tanpa adanya baterai. Baterai adalah sumber energi. Kendaraan bermotor tidak akan berjalan tanpa ada bahan bakar. Bahan bakar adalah sumber energi. Jika saklar di rumah dimatikan, alat-alat listrik yang terhubung dengan saklar tersebut tidak akan menyala. Hal itu terjadi karena tidak ada aliran energi yang menghidupkan alat-alat tersebut.” (h.122) “Manusia membutuhkan energi untuk bekerja, bergerak, bernapas, dan mengerjakan banyak hal lainnya. Energi menyebabkan mobil, motor, pesawat, dan kereta api dapat berjalan. Energi menyalakan peralatan listrik di rumah. Energi ada di mana-mana. Bahkan,tumbuhan dan hewan membutuhkan energi untuk tumbuh dan berkembang. Dengan demikian, untuk melakukan usaha, diperlukan energi. Energi terdapat dalam berbagai bentuk. Kerja kehidupan bergantung pada kemampuan organisme mengubah energi dari suatu bentuk ke bentuk lainnya. Energi adalah kemampuan untuk melakukan usaha (kerja) atau untuk melakukan perubahan” (h.122-123). Tentang konsep energy potensial dituliskan hal-hal berikut. “Energi potensial adalah energi yang dimiliki oleh suatu materi karena lokasi atau strukturnya” (h.123). “Benda yang diletakkan di atas meja memiliki energi potensial gravitasi. Karena energi potensial gravitasi inilah, benda dapat bergerak dari meja ke tanah. Batu di katapel mendapat energi saat karet katapel diregangkan. Energi potensial itulah yang mendorong batu terlempar dari katapel” (h.124). 1056
Terkait energy kinetic, dituliskan: “Setiap materi yang berpindah atau bergerak memiliki bentuk energi yang disebut energi kinetik atau energi pergerakan. Objek bergerak melakukan kerja dengan cara menggerakkan benda lain. … Energi kinetik adalah bentuk energi ketika suatu materi berpindah atau bergerak” (h.126) Untuk membantu guru membelajarkan IPA sesuai visi kurikulum 2013, pemerintah juga menyiapkan buku pegangan guru. Dalam buku tersebut (Kemendikbud, 2013e), pengertian energy dipaparkan sebagai berikut. “Manusia membutuhkan energi untuk bekerja, bergerak, bernapas, dan mengerjakan banyak hal lainnya. Energi menyebabkan mobil, motor, pesawat, dan kereta api dapat berjalan. …. Bahkan tumbuhan dan hewan membutuhkan energi untuk tumbuh dan berkembang. Dengan demikian untuk melakukan usaha diperlukan energi. Dengan kata lain, energi adalah kemampuan untuk mengatur ulang suatu kumpulan materi. …. Energi terdapat dalam berbagai bentuk dan kerja kehidupan tergantung pada kemampuan organisme mengubah energi dari suatu bentuk ke bentuk lainnya ….Energi adalah kemampuan untuk melakukan usaha (kerja) atau melakukan suatu perubahan. Energi memiliki berbagai bentuk”. (h. 154-155) Terkait energy potensial dituliskan: “…, energi potensial adalah energi yang tersimpan dalam suatu benda akibat kedudukan atau posisi benda tersebut dan suatu saat dapat dimunculkan…. Energi potensial terbagi atas dua, yaitu energi potensial gravitasi dan energi potensial elastis”. (h.155) “Energi potensial gravitasi ini timbul akibat tarikan gaya gravitasi Bumi yang bekerja pada benda. … dinyatakan dengan hubungan Ep = mgh” (155). Energi potensial gravitasi benda yang mengalami jatuh bebas akan berubah karena usaha yang dilakukan oleh gaya berat”(h.156) Terkait transformasi energy, diilustrasikan transformasi energy dalam fotosintesis sebagai berikut. “…. Jadi, energi radiasi matahari yang berbentuk energi kinetik diubah menjadi energi potensial dan energi kimiawi yang disimpan dalam molekul karbohidrat dan bahan makanan lainnya. Energi ini dimanfaatkan oleh tumbuhan untuk beraktivitas …. “(h.162) Berdasarkan paparan di atas, tampaklah bahwa salah satu tujuan penting pembelajaran energy adalah agar siswa dapat menjelaskan pengertian energy menurut definisi energi adalah kemampuan melakukan usaha. Pertanyaan yang perlu diajukan adalah apakah pernyataan definisi energy semacam itu dapat dipahami secara bermakna oleh siswa? Kuat diduga bahwa definisi itu tidaklah bermakna bagi siswa, meskipun siswa bisa menyatakan definisi itu dengan lancar dan tepat. Mampukan siswa menjelaskan apa maksud kata usaha dalam definisi itu? Kalaupun siswa bisa menjelaskan pengertian usaha sesuai yang dimaksud dalam IPA, yaitu hasil kali gaya dan perpindahannya, mampukah siswa menjelaskan bahwa cahaya adalah energy (berdasarkan definisi energy tersebut)? Kraus dan Vokos (2011) menyatakan bahwa rangkaian kata semacam “energy adalah kemampuan melakukan usaha” adalah sebagai kata-kata kosong yang sangat membingungkan. Hicks (1983) menegaskan pentingnya guru tidak mengajarkan definisi itu meskipun disertai dengan penjelasan tentang keterbatasanya; sebab pernyataan definisi itu begitu singkatnya sehingga mudah dihafal siswa. Lebih lanjut dia menyatakan bahwa segala bentuk definisi singkat tentang energy perlu dihindari. Berdasarkan uraian di bagian sebelumnya, energy memang merupakan konsep yang sangat abstrak sehingga sulit didefinisikan dalam bentuk kalimat yang sederhana. Selain itu, konsep energy dalam IPA terkait erat dengan konsep usaha. Jadi, untuk bisa memahami konsep energy dengan baik, siswa perlu memahami konsep usaha dan bagaimana usaha berkaitan dengan energy (teorema usaha-energi). Sayang sekali, konsep usaha dalam IPA juga sangat abstrak karena memiliki arti yang berbeda dengan dalam percakapan sehari-hari. Lalu, bagaimana? IMPLIKASI PADA PEMBELAJARAN ENERGY SECARA BERMAKNA Pembelajaran konsep energy di sekolah sungguh suatu problematik. Di satu sisi, untuk bisa memahami energy dengan benar siswa perlu memahami dulu konsep usaha (yang berarti juga konsep gaya). Ini berarti, hanya bisa dipahami oleh siswa yang telah mampu berfikir 1057
abstrak (seperti yang disarankan Beynon (1990)), atau harus diberikan di kelas tinggi (minimal jenjang SMP). Di sisi lain, siswa sering mendengar kata energy dalam percakapan sehari-hari, yang maknanya berbeda dengan yang dimaksudkan di IPA. Berarti, semakin lama menunda bisa menyebabkan semakin kokohnya miskonsepsi siswa. Karena semakin kokoh suatu konsepsi akan semakin sulit diubah, maka semakin lama menunda akan semakin sulit mengajarkan konsep energy secara bermakna. Menurut Beynon (1990), seperti kebiasaan yang lain, miskonsepsi juga semakin sulit dihilangkan sejalan dengan bertambahnya waktu. Di Indonesia, konsep energy diajarkan mulai kelas IV SD. Pada tahap itu, diharapkan siswa mampu memahami hubungan gaya, gerak, (usaha: ditambahkan oleh penulis), dan energy (lihat Lampiran). Secara keilmuan, rumusan tersebut sudah tepat; demikian juga dari sudut pandang antisipasi dampak miskonsepsi. Namun, dari segi kesiapan perkembangan intelektual siswa, ada tantangan besar bagi guru SD untuk bisa mengajarkan konsep itu dengan baik. Apalagi, pendeskripsian konsep energy dalam buku-buku pelajaran IPA lebih condong menggunakan pengertian sehari-hari daripada pengertian menurut IPA. Problem lain adalah terkait dengan kesiapan guru. Dalam suatu penelitian terhadap 20 guru SD, Kruger (1990) menyimpulkan bahwa pemahaman guru tentang konsep energy lebih bersifat personal daripada ilmiah. Terlepas penelitian itu berlaku di Indonesia atau tidak, guru SD dituntut memiliki pemamahan yang baik tentang energy agar bisa mengajarkannya dengan baik. Berikut diajukan strategi umum bagaimana membelajarkan konsep energy secara bermakna, khususnya di jenjang SD dan SMP. Strategi dirumuskan berdasarkan teori belajar konsruktivisme, prinsip-prinsip pembelajaran bermakna, dan karakteristik konsep energy sebagaimana telah dipaparkan di depan. 1. Pastikan dulu Anda (guru IPA) telah memamahi secara mendalam konsep energy dan konsep-konsep lain yang berkaitan erat dengan energy; utamanya gaya dan gerak serta usaha dan teorema usaha-energi. Dalam upaya memantapkan pemahaman diri tentang konsep energy, hindari untuk berusaha membuat/menemukan definisi energy secara umum, misalnya “energy adalah ….”. Sungguh, Anda tidak akan berhasil! 2. Sebelum merancang pembelajaran utama (yaitu pembelajaran untuk mencapai kompetensi yang disarankan kurikulum) tentang energy, pastikan Anda telah mengenali berbagai konsepsi awal siswa tentang energy. Caranya? o Minta siswa menuliskan pemahaman mereka tentang energy (bisa secara individu maupun melalui diskusi kelompok). Jika perlu, lakukan tanya-jawab untuk mengklarifikasi makna kalimat-kalimat yang disusun siswa tersebut. Negosiasi makna merupakan strategi penting dalam pembelajaran bermakna. Hindari meminta siswa membuat definisi energi, semisal “energy adalah…”, dengan cara meminta siswa menjawab pertanyaan seperti “Apakah yang dimaksud dengan energy?” Salah satu tugas yang bisa diberikan kepada siswa adalah membuat kalimat yang memuat kata energy, kemudian menjelaskan maksud kalimat tersebut. o Minta siswa melakukan percobaan yang berkaitan dengan gaya dan usaha, misalnya (1) mendorong tembok selama beberapa saat, dan (2) mendorong meja hingga meja bergeser. Setelah itu, minta siswa menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait dengan apa yang telah mereka lakukan. Contoh pertanyaan yang relevan adalah: Apa yang telah kalian lakukan pada masing-masing percobaan tersebut? Apakah (a) memberikan gaya? (b) melakukan usaha? (c) memberikan energy? Pertanyaan ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi pemahaman siswa tentang konsep-konsep yang diperlukan untuk memamahi energy (yaitu gaya dan usaha) sekaligus untuk memperkaya wawasan guru akan konsepsi awal siswa tentang energy. o Minta siswa memperhatikan benda-benda di sekitarnya, kemudian mintalah untuk menjelaskan apakah benda-benda itu memiliki energy. Misalnya, (1) buku yang diletakkan di atas meja, (2) buku yang sedang jatuh dari atas meja, (3) karet gelang yang dibiarkan kendor, (4) karet gelang yang direntangkan. Kegiatan itu dimaksudkan untuk melihat apakah siswa telah memiliki pemahaman tentang energy sebagaimana yang dimaksudkan dalam IPA. 3. Mulailah mengajak siswa mempelajari konsep energy menurut IPA. o Awali dengan menyampaikan hasil identifikasi pemahaman siswa tentang energy; khususnya yang kurang tepat dari sudut pandang IPA. Ini dimaksudkan untuk membantu 1058
siswa memahami bahwa kata energy dalam IPA memiliki makna yang berbeda dengan yang digunakan dalam percakapan sehari-hari. o Kenalkan (bahas) dua bentuk energy yang paling mendasar dalam IPA, yaitu energy kinetic dan energy potensial. Pertama, bahas energy kinetic; bisa mencakup definisi verbal (yaitu energy yang dimiliki suatu benda yang sedang bergerak) dan definisi operasionalnya ( . Agar siswa bisa memahami definisi itu dengan pemaknaan yang utuh (meaningfull), ajak siswa melakukan demonstrasi untuk mengamati apa yang bisa dilakukan oleh suatu benda yang bergerak (yang memiliki energy kinetic) tersebut. Misalnya, menabrakkan kotak pensil kosong pada buku di atas meja. Harapannya, siswa menemukan bahwa semakin cepat kotak pensil bergerak semakin jauh buku bisa bergeser ketika ditabrak oleh kotak pensil. Kini secara bertahap penuhi kotak pensil itu dengan apa saja yang bisa dimasukkan ke dalamnya, kemudian tabrakkan pada buku yang sama. Harapannya siswa bisa menemukan bahwa semakin besar massa kotak pensil (beserta isinya) semakin jauh buku bergeser. Selanjutanya bahas energy potensial. Untuk tahap awal, ajak siswa mempelajari energy potensial gravitasi saja. Setelah siswa memahami energy potensial gravitasi secara bermakna, ajak siswa mempelajari energy potensial pegas. Seperti pada pembelajaran energy kinetic, pembahasan energy potensial gravitasi bisa mencakup definisi verbalnya (yaitu energy yang dimiliki suatu benda ketika posisinya dinaikkan) dan definisi operasionalnya ( ), serta dilakukan melalui berbagai aktivitas yang relevan. o Kenalkan konsep transfomasi (perubahan) energy. Awali dari perubahan energy potensial ke energy kinetic dan sebaliknya. Setelah itu baru bahas transformasi energy pada peristiwa yang lebih kompleks (melibatkan energy lainnya, misalnya bunyi, listrik, dsb) sambil mengenalkan bermacam-macam nama energy tersebut. 4. Secara berkala, lakukan asesmen formatif untuk memonitor apakah siswa sudah memahami konsep energy dalam IPA dengan baik, ataukah masih terpaku dengan miskonsepsinya. Lakukan remidiasi jika siswa masih mengalami miskonsepsi.
DAFTAR RUJUKAN Kemendikbud, 2013a. Kompetensi Dasar SD/MI Kemendikbud, 2013b. Kompetensi Dasar SMP/MTs Kemendikbud, 2013c. Kompetensi Dasar SMA/MA Kemendikbud, 2013d. Ilmu Pengetahuan Alam untuk SMP/MTs kelas VII Kemendikbud, 2013e. Buku Guru: Ilmu Pengetahuan Alam untuk SMP/MTS kelas VII Beynon, J. (1990). Some myths surrounding energy. Physics Education, 25, 314–316 Beynon, J. (1994). A few thoughts on energy and mass. Physics Education, 29, 86-88. Hicks, N. (1983). Energy is the capacity to do work-or is it? Physics Teaching, 21, 529–30 Kraus, P.A. dan Vokos, S. (2011). The role of language in the teaching of energy: The case of heat energy, Washington State Teach. Assoc. J. Tersedia di http://www.spu.edu/ depts/physics/documents/WSTA_KrausVokos.pdf, diakses November 2013. Küçük, M., Çepni, S., & Gökdere, M. (2005). Turkish primary school students’ alternative conceptions about work, power, and energy. J.Phys.Tchr. Educ.Online, 3(2), 22-28 Robertson, W.C. (2002). Stop faking it! Finally understanding science so you can teach it: Energy. Arlington: the National Science Teachers Association. Scherr, R.E. dkk. (2013). Negotiating energy dynamics through embodied action in a materially structured environment. Phys. Rev. St Phys. Educ. Res. 9, 020105 Serway, R.A & Jewett, J.W. (2010). Physics for Scientists and Engineers with Modern Physics, (8th edition). Boston, MA: Brooks/Cole Tim Abdi Guru, 2007. IPA terpadu untuk SMP kelas VIII (jilid 2). Jakarta: Penerbit Erlangga.
1059
STRATEGI METAKOGNISI SEBAGAI LANGKAH UNTUK MEMBUAT MEDIA PEMBELAJARAN IPA (FISIKA) Sutarman Jurusan Fisika FMIPA UM Abstrak: Upaya untuk membuat pembelajaran fisika menyenangkan inovatif dan mendorong anak berfikir, maka perlu media. Namun demikian ketersediaan media di sekolah terbatas terutama bagi sekolah yang “pinggiran” atau beberapa sekolah swasta. Oleh karena itu, calon guru fisika perlu dibekali keterampilan, kreativitas untuk mengembangkan media dengan bahan murah dan mudah didapat. Tulisan ini mengetengahkan bagaimana mengembangan media melalui strategi metakogbnsi dan produk media hasil karya mahasiswa. Kata kunci: media fisika, strategi metakognisi
Makalah ini ditulis berdasarkan hasil penelitian tentang pengembangan media pembelajaran dengan menggunakan strategi metakognisi. Tulisan ini tidak membahas bagaimana penelitian dilakukan tetapi menginformasikan bagaimana cara mengembangkan media dengan strategi metakognisi berdasarkan pengalaman dalam penelitian. Kebutuhan media dalam pembelajaran IPA (fisika) sangat diperlukan. Melalui media siswa dapat melakukan kerja ilmiah (science process) sebagaimana yang diharapkan oleh kurikulum 2013 misalnya mengamati, menggolongkan, memprediksi, dan melakukan percobaan. Oleh karena itu, kehadiran media pada pembelajaran sains mendukung pelaksanaan pembelajaran kurikulum 2013 yang menekan pada scientific method. Ini menunjukkan bahwa media memiliki posisi sentral dalam pembelajaran sains menurut kurikulum 2013. Permasalahannya bagaimana media dapat dikembangkan guru sains? Telah dilakukan penelitian pengembangan pembuatan media dengan strategi metakognisi yang dilakukan oleh mahasiswa calon guru fisika. Orang pertama yang mengenalkan istilah metakognisi (metacognitive) adalah Flavell pada tahun 1976. Para ahli psikolgi mendefinisikan metakognisi sebagai kesadaran berfikir seseorang mengenai proses berfikirnya sendiri. Lebih jauh Wellman (1985) menyatakan bahwa metakognisi sebagai bentuk kognisi atau proses berfikir yang melibatkan pengontrolan terhadap aktivitas kognitif. Oleh karena itu, metakognisi dapat dikatakan sebagai proses berfikir seseorang mengenai berfikirnya sendiri atau kognisi seseorang tentang kognisinya sendiri. Metakognisi melibatkan pengetahuan dan kesadaran seseorang tentang aktvitas kognitifnya sendiri atau segala sesuatu yang berkaitan dengan aktivitas kognitifnya (Livingston, 1997). Selanjutnya Flavell & Brown (Veenman, 2006) menyatakan bahwa metakognisi adalah pengetahuan (knowledge) dan regulasi (regulation) pada suatu aktivitas kognitif seseorang dalam proses belajarnya. Sedangkan Moore (2004) menyatakan bahwa metakognisi bahwa metakognisi mengacu pada pemahaman seseorang tentang pengetahuannya, sehingga pemahaman itu akan mencerminkan penggunaannya yang efektif atau uraian yang jelas mengenai pengetahuan yang menjadi pertanyaan. Ini menunjukkan bahwa pengetahuan kognisi adalah kesadaran seseorang tentang apa yang sesungguhnya diketahuinya. Regulasi kognisi adalah bagaimana seseorang mengatur aktivitas kognitifnya secara efektif. Pengetahuan kognisi melibatkan pengetahuan deklaratif, prosedural dan pengetahuan kondisional. Regulasi kognisi mencakup kemampuan perencanaan (planing), prediksi, monitoring, pengujian, perbaikan, pengecekan dan evaluasi. Desote (2001) mengemukakan bahwa metakognisi mempunyai tiga komponen untuk menyelesaikan masalah belajar yaitu (1) pengetahuan metakognisi, (2) keterampilan metakognisi, (3) kepercayaan metakognisi. Pengetahuan metakognisi mengacu pada pengetahuan deklaratif, pengetahuan prosedural, dan pengetahuan kondisional seseorang pada penyelesaian masalah (Brown & De Loache, 1978, Veenman, 2006). Sedangkan keterampilan metakognisi adalah mengacu pada aspek keterampilan prediksi (prediction skills), keterampilam merencanakan (planning skills), keterampilan monitoring (monitoring skills), dan keterampilan evaluasi (evaluation skills). 1060
Pendapat lain mengenai metakognisi disajikan dalam tulisan berikut: yaitu dilakukan oleh Desote (2001) yang mengatakan bahwa metakognisi mempunyai tiga komponen untuk menyelesaikan masalah belajar yaitu (1) pengetahuan metakognitif, (2) keterampilan metakognitif, (3) kepercayaan metakogninif. Pengetahuan metakognitf menurut taksnomi Bloom yang direvisi merupakan bagian dari pengetahuan kognitif yang paling tinggi tingkatannya setelah pengetahuan faktual, konseptual dan prosedural, Arends, R. (2008). Keterampilan metakognisi mengacu pada aspek keterampilam merencanakan (planning skills), keterampilan mengambil keputusan termasuk keterampilan prediksi (prediction skills), keterampilan melaksanakan keputusan, keterampilan monitoring (monitoring skills), dan keterampilan evaluasi (evaluation skills). Berdasarkan beberapa pendapat mengenai metacognitive skills mencakup aspek keterampilan merencanakan, keterampilan mengambil keputusan, keterampilan prediksi, keterampilan merencanakan, keterampilan melasanakan keputusan, keterampilan monitoring, dan keterampilan evaluasi. Konsep metakognisi sebagaimana telah dikemukakan oleh beberapa ahli di atas sangat beragam, namun ada kemiripannya, oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa metakognisi merupakan kesadaran berfikir seseorang tentang proses berfikirnya sendiri. Sedangkan yang dimaksud dengan kesadaran berfikir adalah seseorang adalah kesadaran tentang apa yang diketahui dan apa yang akan dilakukan. Menurut Vandergrift (1997) ada empat langkah dalam pembelajaran metacognitive strategy yaitu problem, planning, monitoring, evaluation. Metakognisi memiliki dua komponen yaitu pengetahuan metakognisi dan keterampilan metakognisi (metacognitive skills). Pengetahuan metakognisi mencakup aspek pengetahuan deklaratif, pengetahuan prosedural, dan pengetahuan kondisional. Metacognitive skills mencakup aspek keterampilan merencanakan, keterampilan mengambil keputusan, keterampilan prediksi, keterampilan merencanakan, keterampilan melasanakan keputusan, keterampilan monitoring, dan keterampilan evaluasi. Metacognitive strategy sebagai learning styles dapat menumbuhkan kreativitas siswa (Steven.V & Shannon, 2008). Melalui strategi metakognisi untuk latihan pemecahan masalah membuat dan menggunakan media dalam pembelajaran maka kreativitas calon guru dapat tumbuh. Pembelajaran berbasis metacognitive strategy dipandu dengan kerja kolaboratif untuk mencapai tujuan. Pembelajaran kolaboratif menekankan pada pemecahan masalah yang dilakukan dalam proses pembelajaran dalam periode tertentu (Hung & Wong, 2000 dalam Waras, 2008: 3 ). Metacognitive strategy yang digunakan untuk meningkatkan daya cipta dan kreativitas membuat media adalah mengacu pada rumusan yang digunakan Usman Mulbar (2011) ada 5 fase yaitu. Pertama: memfokuskan perhatian terhadap masalah mengenai pembuatan media dengan melibatkan keterampilan perencanaan; Kedua: membuat keputusan tentang bagaimana membuat media, dengan melibatkan aspek metakognisi keterampilan perencanaan dan keterampilan prediksi; Ketiga: melaksanakan keputusan untuk membuat media, menyangkut aspek metakognisi pengetahuan prosedural, pengetahuan kondisional dan keterampilan monitoring; Keempat: menginterpretasikan hasil dengan melibatkan aspek metakognisi pengetahuan prosedural, pengetahuan kondisional dan keterampilan monitoring dan yang terakhir; Kelima: melakukan evaluasi terhadap produk yang dihasilkan, dengan melibatkan aspek metakognisi keterampilan monitoring dan keterampilan evaluasi. HASIL Berdasarkan langkah strategi metakognisi sebagaimana yang telah disebutkan diatas selanjutnya telah dikembangkan format strategi metakognisi untuk mengembangkan media pembelajaran. Berikut disajikan contoh penggunaan langkah strategi metakognitif untuk mengembangkan produk media. LEMBAR KERJA PENGEMBANGAN MEDIA MELALUI STRAREGI METAKOGNISI I. Analisis masalah kebutuhan kebutuhan media pembelajaran a. Hukum Archimedes sulit dipahami, maka perlu media agar siswa dapat melakukan pengamatan terhadap gejala adanya gaya ke atas pada benda yang dicelupkan sebagian atau seluruhnya ke dalam zat cair. b. Bagaimana model media, dari bahan apa dan bagaimana cara membuatnya? 1061
c. Hukum Archimedes mengatakan bahwa: suatu benda bila dicelupkan sebagian atau seluruhnya ke dalam zat cair akan mendapat gaya ke atas seberat zat cair yang didesak benda itu. d. Bagaimana agar siswa dapat mengamati adanya air yang didesak benda yang dicelupkan?. e. Bagaimana cara siswa mengetahui bahwa berat zat cair yang didesak sama dengan gaya ke atas?. f. Bagaimana mengetahui besarnya gaya ke atas? g. Bagaimana mengukur berat zat cair yang didesak benda yang dicelupkan? II. Perencanaan (desain) Berdasarkan analisis masalah, selanjutnya dibuat desain alat dengan harapan dapat dipakai sebagai media dan alat percobaan. Diperlukan botol plastik transparan. Diperlukan gelas ringan untuk menampung pipa air yang tumpah. Botol dilubangi untuk neraca memasang pipa plastik kecil sebagai saluran pegas air yang tumpah. Diperlukan neraca pegas untuk mengukur berat air yang tumpah, mengukur berat benda di udara dan berat benda di dalam zat cair. Diperlukan benda yang akan dicelupkan ke dalam air misalnya batu kecil dan tali benang ringan. Botol gelas batu III Prosedur pembuatan 1. Disediakan bahan dan alat: botol bekas air minum jenis transparan, selang plastik ukuran kecil, gelas plastik ringan, cutter dan gunting, neraca pegas, batu, benang. 2. Memotong botol dengan menggunakan cutter lihat gambar di bawah ini. 3. Melubangi botol dengan menggunakan paku yang telah dipanasi terlibh dahulu. 4. Memotong pipa plastik sepanjang 6-10 cm dan memasang pada lubang dan dilem 5. Mencari gelas plastik, batu, benang dan neraca pegas
dipotong
IV. Uji coba produk Guna mengetahui apakah media yang dibuat ini dapat digunakan untuk menemukan hukum Archimedes, maka perlu dilakukan uji coba, berikut data hasil uji coba. Berat gelas tempat menampung tumpahan air kecil sehingga dapat diabaikan.
Benda
Berat batu di udara (wu)
Tabel-1 Data percobaan Berat batu Berat air di dalam air tumpah (wa) (wa)
Gaya ke atas (wu - _wa)
Batu-1 Batu-2 Batu-3 Batu-4 Berdasarkan data dalam tabel, maka dapat disimpulkan bahwa : (1) Berat batu di udara lebih besar dari pada ketika berada di dalam air. Ini berarti ketika di dalam air ada gaya yang mengangkat batu yang disebut gaya ke atas. 1062
(2) Gaya ke atas sama dengan berat air yang tumpah. V Evaluasi produk (evaluasi diri) Agar hasil evaluasi produk lebih obyektif dan benar-benar menilai produknya, maka evaluasi produk menggunakan rubrik berikut.
Rubrik untuk menilai produk media
Aspek Penampilan
Tabel-2 Rubrik Penialian Produk Media Fisika Skor Uraian kualitas produk 1 Tidak dapat menampilkan gejala fisis 2 3 4
Desain
1 2 3 4
Finishing
1 2 3
4
Perbaikan
Dapat menampilkan gejala fisis tetapi kurang sempurna (tidak nampak jelas) Menampilkan gejala fisis dengan baik tetapi ada satu variable yang tidak dapat diubah Menampilkan gejala fisis dan semua variable dapat diubah Terlalu sederhana tidak memerlukan pengerjaan yang sulit Tidak memerlukan pengerjaan rumit, tidak ada variable yang diubah Memerlukan pengerjaan rumit namun hanya satu variable yang dapat diubah Memerlukan pengerjaan yang rumit namun tetap simple, lebih dari atau sama dengan dua variabe Tidak diperhalus, tidak dicat atau dipelitur, pemasangan komponen kurang tepat Diperhalus namun masih kurang baik masih terlihat kasar Diperhalus, dicat, dipelitur, tertata rapi namun ada satu bagian yang kurang baik pengerjaannya Diperhalus, dicat, dipelitur dan tertata rapi semua komponen terpasang dengan baik.
JUMLAH Kualitas produk = Kriteria nilai: 0 - 30% sangat kurang 31% - 59% kurang, 60% - 70% sedang, 71 – 80 baik, lebih dari 81% sangat baik
PEMBAHASAN Melalui strategi metakognitif mengarahkan pola pikir untuk membuat media yang berangkat dari permasalahan kebutuhan pembelajaran. Permasalahan yang diangkat merupakan permasalah pembelajaran misalnya materi yang sulit dipahami siswa, materi sulit bagi guru untuk menyampaikan kepada siswa. Pengembangan bermula dari konsep yang selalu dipahami secara salah oleh siswa. Oleh karena itu berangkat dari kondisi nyata di kelas tersebut kemudian dipermasalahan media yang bagaimana yang perlu diadakan, sudah adakah media yang diperlukan di sekolah? Jika tidak ada di sekolah dengan bahan apa yang mudah dan murah digunakah untuk membuat media? Langkah ini sejalan dengan yang dikemukankan Vandergrift (1997) bahwa langkah awal dari strategi metakognisi adalah identifiksi permasalahan. 1063
Langkah yang sama disarankan oleh Usman Mulbar (2011) bahwa fase pertama dalam strategi metakognisi adalah memfokuskan perhatian terhadap masalah. Setelah permasalahan teridentifikasi secara detil dan spesifik, dibuatlah desain atau rancang bangun yang mempertimbangkan berbagai aspek diantaranya jenis bahan, ketersediaan bahan di sekitar, kemudhan pengerjaan, kualitas bahan, ukuran dan model media yang akan dibuat. Memprediksi kemungkinan yang terjadi ketika media dibuat. Menyusun prosedur pembuatan media merupakan langkah yang perlu dirancang pula. Prosedur dan pengerjaan yang benar akan mendapat peroduk berkualitas baik. Dipikirkan pula keselamatan kerja apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Kemampuan membuat prosedur penyelesaian masalah sesorang merupakan pengetahuan procedural sebagaimana yang dikemukakan penyelesaian masalah (Brown & De Loache, 1978, Veenman, 2006. Arends, R.I. (2008). Selanjutnya membuat media dan melakukan uji coba hasil. Uji coba dilakukan dengan tujuan dapat diketahui letak lebihan dan kelemahan media yang selanjutnya dilakukan perbaikan. Perbaikan dapat terjadi pada desain tetapi dapat pula pada proses pengerjaannya. Melalui uji coba dapat diketahui karakteristik media misalnya batas kemampuan media. Tahap akhir dari strategi metkognisi adalah melakukan evaluasi diri yaitu mengevaluasi produk media oleh dirinya sendiri. Evaluasi diri dengan maksud agar mengetahui kekurangan dan kelebihan dirinya sendiri dalam hal membuat media. Apa yang harus diperbaiki ke depannya maka evaluasi diri sangat disarankan. Kemampuan evalusi diri merupakan kemampuan sesorang tentang metakognisi sebagaimana yang dikemukakan Moore (2004) bahwa pengetahuan kognisi adalah kesadaran seseorang tentang apa yang sesungguhnya diketahuinya KESIMPULAN Strategi metakognisi dapat menuntun membuat media pembelajaran yang berangkat dari permasalahan riil dalam pembelajaran. Melalui strategi metakognisi seseorang dapat mengetahui dirinya sendiri terutama dalam membuat media pembelajaran. Strategi metakognisi dalam membuat media memiliki tahapan yaitu identifikasi permasalahan, perancangan atau desain, prosedur , uji coba hasil dan evaluasi diri. DAFTAR PUSTAKA Arends, R.I. 2008. Learning to Teach, Pustaka Pelajar, Belajar untuk Mengajar, Edisi ke VII Buku Satu,Pustaka Pelajar Bromeley & Tan Kim Hua, 2006. Metacognive strategy instruction (MSI) for reading co regulation of cognition, Jurnal Sains Sosial dan Kemanusiaan ISSN. Diakses 2 Maret 2013 Flavell, 1976. Metacognitive aspect of problem solving. In l.B.resnick (Ed), The natura intelegence. Hillsdale.NJ: Erlbaum http://tip.psychology.org/meta.html Moore, K.C, 2004 Constructivism & Metacognition http://www.tier l. performance. com/ Article / constructivism.pdf. Steven.V & Shannon, 2008. Using metacognitive strategies and learning styles to create self directed learners. Wayne, State College Institute for Learning Styles Jurnal Volume 1 Fall Diakses 2 Maret 2013 Usman Mulbar, 2011 Metakognisi siswa dalam menyelesaikan masalah matematika, FMIPA UNM Makasar Wellman, H. 1985 The Origins of Metacognition. N Dl. Forrest-Pressley. G.E Mac Kinnon, and TG Wallter (eds).
1064
PENERAPAN PEMBELAJARAN COOPERATIVE STAD DENGAN LESSON STUDY PADA MATERI RANGKA MANUSIA KELAS IV SD NEGERI 12 SABANG Seri Erliati Sari Kristanti SD Negeri 11 Sabang SD Negeri 20 Sabang Abstrak: Open class lesson study dilaksanakan di kelas IV SD Negeri 12 Sabang pada on going tahap II tanggal 16 Agustus 2013. Pembelajaran kooperatif STAD dengan kegiatan lesson study pada matapelajaran IPA bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar. Materi pelajaran yang dipilih pada kegiatan open class lesson study yaitu rangka manusia. Berdasarkan hasil observasi selama open class ditemukan perubahan tingkah laku empat orang siswa dari tidak mau belajar menjadi aktif mengikuti pembelajaran. Hasil tes dari pretes ke postes terjadi peningjkatan, dari rata-rata kelas 75 meningkat menjadi rata-rata 80. Kata kunci: Pembelajaran Kooperatif STAD , Lesson Study
Materi pembelajaran IPA sangat berkaitan dengan benda dan alam sekitar dengan cara mencari tahu tentang alam secara sitematis sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta,konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tapi juga merupakan suatu proses penemuan. Namun di dalam penanaman konsep kepada siswa guru sering mengalami hambatan seperti siswa merasa jenuh, mengantuk, terkadang terjadi keributan sehingga pembelajaran menjadi trerganggu dan hasil belajar tidak sesuai seperti yang diharapkan. Hal in mungkin disebabkan guru kurang mampu menciptakan susana belajar yang aktif, kreatif, inovatif dan menyenangkan. Guru dalam pembelajaran mrnggunakan metode yang kurang tepat serta mengabaikan penggunaan media. Guru juga kurang memanfaatkan lingkungan sekitar, padahal IPA sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia seperti mencari tahu bagaimana terjadinya hujan, mengapa es dapat mencair, mengapa buah bisa membusuk dan sebagainya yang semuanya itu membutuhkan proses. Guru dalam mnjelaskan fenomena alam pada umumnya dengan metode ceramah atau menyuruh siswa membaca buku kemudian merangkum dan menjawab soal siswa tidak terlibat untuk aktif dalam menemukan suatu ilmu yang baru dalam pembelajaran. Akibatnya, hasil belajar siswa tidak sesuai yang diharapkan. Hal ini jelas cara yang seperti dlakukan guru tidak tepat saat melaksanakan pembelajaran walaupun sudah mengikuti pelatihan berulang kali. Pembelajaran IPA yang menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung belum sepenuhnya dilaksanakan guru di sekolah dasar seperti yang telah diutarakan oleh guru kelas IV SD Negeri 12 Sabang, yaitu a) belajar masih bersifat konvensional, b) siswa masih belum kreatif dalam mengikuti pembelajaran, c) kurang dalam penggunaan media, d) siswa yang merasa jenuh mengikuti pembelajaran. Semua permasalahan ini sangat berdampak pada hasil belajar. Salah satu upaya menyelesaikan permasalahan di atas, salah satu upaya adalah dengan melaksanakan penerapan pembelajaran inovatif yang dapat memberikan pengalaman secara langsung pada siswa . Pembelajran inovatif tersebut adalah pembelajaran Cooperative Student Team Achievement Division atau pembelajaran kooperatif STAD. Pembelajaran kooperatif STAD ditandai dengan struktur, tugas, tujuan dan penghargaan bersama sehingga siswa-siswa kelompok atas dan bawah akan meningkat hasil akademiknya. Kooperatif STAD dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan pembelajaran penting yaitu hasil akademiknya, penerimaan terhadap keragaman atau perbedaan individu dan pengembangan keterampilan sosial ( Rumansyah dalam Putrama,2012). Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru selaku pendidik dan belajar dilakukan oleh peserta didik. Makna dari pembelajaran menurut Corey ( 1986:195) adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja 1065
dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu. Menurut Gage dalam Dahar (1988) belajar adalah suatu proses dimana seseorang berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Belajar adalah suatu usaha atau kegiatan yang bertujuan mengadakan perubahan di dalam diri seseorang, mencakup perubahan tingkah laku sikap, kebiasaan, ilmu pengetahuan, keterampilan dan sebagainya. Belajar adalah penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi (2013). Sedangkan menurut Winkle (2007) berpendapat bahwa belajar pada manusia dapat dirumuskan sebagai suatu aktifitas mental atau psikis yang belangsung dalam interaksi dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan–perubahan dalam pengetahuan nilai sikap. Perubahan itu bersifat relatif konstan dan berbekas. Peningkatan kualitas guru melalui program TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) yang disponsori PT PERTAMINA PERSERO bekerjasama dengan Universitas Negeri Malang menekankan pembelajaran bermakna terintegrasi dengan lesson study. Lesson Study adalah suatu proses yang telah digunakan oleh guru di Jepang untuk menguji secara sistematik efektivitas mengajar untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Sedangkan menurut Walker (dalam Ibrahim 2005) lesson study adalah suatu metode mengembangkan profesional guru. Dalam tahap awal pengenalan lesson study tersebut Sato (dalam Ibrahim 2005) mengenalkan ada tiga tahap utama lesson study, yakni: (1) Perencanaan (Plan) ,(2) Pelaksanaan (Do), Refleksi (See). Peningkatan kualitas guru selama ini dilakukan baik dalam bentuk workshop, seminar, atau pelatihan tidak memberikan hasil sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini disebabkan oleh berbagai program peningkatan kualitas guru tidak kontekstual dan berkesinambungan. Lesson study menjadi alternatif peningkatan kualitas guru karena dengan lesson study para guru yang terlibat dalam kegiatan lesson study melakukan pengkajian pembelajaran mulai dari perencanaan, pelaksanaan (open class), dan refleksi secara kolaboratif dan berkesinambungan Lesson Study dilakukan secara kolaborasi untuk mengembangkan perangkat pembelajaran melalui kegiatan: merencanakan, mengajar, mengamati, mengkritisi, dan merevisi dalam siklus yang berkesinambungan (Mahanal, 2011). (Mahanal, 2011). Salah satu tahapan program TEQIP adalah ongoing, yaitu kegiatan lesson study di daerah sasaran. Pada kegiatan ongoing II di Sabang, kegiatan lesson studi matapelajaran IPAdilaksnakan di kelas IV SD Negeri 12 Sabang. Pada saat plan guru model memilih pembelajaran kooperatif STAD pada pembelajaran IPA dengan materi bagian- bagian dari rangka kepala manusia. Menurut Dimyati & Mudjiono (1999) upaya untuk mengaktifkan belajar siswa dan pencapaian hasil belajar IPA dilakukan guru dengan melakukan inovasi pada pembelajaran IPA. Salah satu upaya tersebut adalah dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif STAD ( Student Teams Achivement Divisions) menurut Bakti dalam Pratama (2012). . Langkah-Langkah Kegiatan Pelaksanaan on going ini diawali dengan kegiatan sebagai berikut. Plan ( perencanaan ) Hal yang dilakukan guru model bersama tim selama kegiatan on going diawali dengan mempersiapkan perencanaan (Plan) yaitu menyusun RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran). Langkah penyusunan ini dimulai dengan memilih Standar Kompetensi (SK), menetapkan Kompetensi Dasar (KD) menentukan indikator, tujuan pembelajaran serta materi, media pembelajaran dilanjukan dengan menulis langkah- langkah pembelajaran kooperative STAD. Standar Kompetensi yang dipilih yaitu Memahami hubungan antara struktur organ tubuh manusia dengan fungsinya serta pemeliharaannya. Dengan Kompetensi Dasar Mendiskripsikan hubungan antara struktur kerangka tubuh manusia dengan fungsinya. Alasan memilih pembelajaran kooperatif STAD karena STAD merupakan salah satu metode yang paling sederhana untuk menjalin komunikasi siswa saat melaksanakan tugas-tugasnya saat pembelajaran berlangsung sehingga cukup baik digunakan untuk para guru. Pada tahap ini juga ditentukan guru model yaitu Seri Erliati dan tempat pelaksanaan open class pada kelas IV SD Negeri 12 Sabang Hari Rabu tanggal 16 Agustus 2013. 1066
Do ( pelaksanaan ) Pelaksanaan open class pada tanggal 16 agustus 2013 dengan materi Bagian-bagian dari rangka kepala. Guru model mengawali dengan memberi salam dan menanyakan kehadiran dan kesiapan siswa kemudian dilanjutkan dengan mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan materi pelajaran yang akan dipelajari, menjelaskan tujuan pembelajaran yang harus dicapai, menjelaskan langkah pembelajaran kooperative STAD . Pada kegiatan inti guru menanyakan letak kepala, bagian bagian dari rangka kepala dengan cara menunjukkan bagian rangka kepala masing- masing siswa melalui petunjuk guru. Siswa menunjuk bagian dari rangka kepala dan menyebutkan nama bagian dari rangka kepala sesuai pendapatnya masing-masing. Kemudian guru menempelkan gambar rangka tubuh manusia dan gambar bagian dari rangka kepala yang belum diberi nama. Siswa mengamati gambar yang ditampilkan oleh guru sambil guru mengajukan beberapa pertanyaan yang sesuai dengan gambar siswa berlomba untuk menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru. Guru melanjutkan dengan pembagian kelompok secara heterogen dan memperhatikan kemampuan dari masing-masing anggota kelompok agar kemampuan kelompok menjadi seimbang setiap anggta kelompok berjumlah 4 sampai 5 orang. Informasi tingkat kemampuan ( peringkat 1, 2 dan 3 ) ini diperoleh dari guru kelas SD setempat. Setiap kelompok mendapat LKS dengan tugas yang sama . Siswa mengerjakan LKS dengan cara diskusi kelompok. Saat diskusi berlangsung terjalin komunikasi yang sangat baik antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru dan guru dengan siswa. Guru membimbing dan mengarahkan siswa saat berdiskusi walaupun guru harus berjalan keseluruh penjuru kelas untuk mengarahkan siswa saat berdiskusi. Setelah siswa menyelesaikan diskusi kelompok dilanjutkan dengan presentasi hasil kerja kelompok . Setiap kelompok memperagakan bagian dari rangka kepala dan rangka pembentuk wajah dengan cara menunjukkan pada gambar dan kepala siswa serta menyebutkan nama bagian rangka tersebut.Tugas berikutnya guru mebagikan kuis yang harus dikerjakan oleh masingmasing siswa , tugas ini untuk menunjang hasil nilai kelompok dalam memperoleh gelar keberhasilan dalam pencapaian hasil belajar.Setelah pelaksanaan kuis berakhi, guru model bersama siswa meriksa tugas individu (kuis). Pelaksanaan ini guru mengarahkan siswa menemukan jawaban lalu mengumpulkan kembali dan guru model menghitung jumlah nilai kelompok dan nilai kuis. Kemudian guru model mengajak siswa merangkum keseluruhan materi yang telah dipelajari dengan cara mendemonstrasikan bagian dari rangka kepala setelah itu mengumumkan kelompok yang mendapat gelar super team, great team dan good team juga kepada siswa yang memperoleh nilai terbaik pada saat itu. Pada akhir penutupan guru memberikan evaluasi secara lisan kepada setiap siswa dan guru tak lupa menyampaikan pesan moral jagalah kepala mu karena kepala sangat penting untuk berpikir serta menginformasikan pelajaran pada pertemuan selanjutnya. See ( refleksi ). Pada tahap refleksi diawali oleh moderator dengan memperkenalkan para observer, memberi kesempatan pada guru model untuk menyampaikan kesannya saat pembelajran berlangsung serta mempersilahkan para observer mengemukakan hasil pengamatannya dan masukannya terhadap guru model yang telah melaksanakan pembelajaran kooperatif STAD untuk mengetahui apakah pembelajaran yang telah selesai dilaksanakan sudah sesuai dengan perencanaan yang telah disusun bersama tim antara lain guru kelas yang merupakan salah satu observer mengemukakan bahwa kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru model sangat baik karena ada diantara siswa yang memiliki keterbatasan mental menjadi sangat kreatif dan antusias mengikuti pelajaran sehingga bisa memperoleh nilai yang baik pula. Guru model dipersilahkan kembali untuk memberikan tanggapan terhadap hasil pengamatan para observer antara lain guru model mengemukakan waktu yang diberikan sangat terbatas sehingga pelaksanaan pembelajran terkesan terburu-buru. Para observer menulis kembali hal yang menjadi permasalahan pada guru model untuk menjadi bahan pertimbangan saat menyusun suatu perencanaan pembalajan di waktu yang akan datang. Moderator menutup kegiatan refleksi dengan tanpa ada masalah. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil pengamatan dan refleksi ditemukan hal- hal sebagai berikut. (1) Siswa sangat antusias ingin mengikuti pembelajaran setelah guru menjelaskan tehnik pembelajaran STAD. (2) Saat pembelajaran berlangsung terjalin komunikasi antara siswa 1067
dengan siswa saat berdiskusi dan antara siswa dengan guru. Siswa bertanya hal- hal belum dipahaminya dan guru aktif membimbing dan mengarahkan siswa yang mengalami kesulitan saat mengerjakan LKS. (3) Siswa menjadi berani mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya dengan gaya yang berbeda- beda. (4) Tidak ada siswa yang megalami masalah belajar karena guru terus memotivasi dan terus melakukan pendekatan secara individu. (5) Hal-hal yang dilakukan guru ternyata membuat siswa menjadi lebih percaya diri mengemukakan pendapatnya ketika guru mengajak siswa membuat kesimpulan. (6) Hasil evaluasi belajar menjadi memuaskan, rata- rata 80. (7) Saat refleksi ternyata ada empat orang siswa yang selalu mengalami kesulitan belajar pada hari- hari sebelumnya, namun ketika mengikuti pembelajran STAD ke empat siswa tersebut menjadi bersemangat dan mendapat peningkatan nilai di atas 75. (8) Pengalaman yang dilakukan saat open kelas ini melalui pembelajaran kooperative STAD ternyata dapat meningkatkan motivasi belajar, menjalin komunikasi yang sangat erat, serta meningkatkan hasil belajar . Hasil belajar siswa kelas IV menunjukkan peningkatan dengan nilai rata-rata 80. Peningkatan hasil belajar tersebut didukung oleh bimbingan, motivasi dan pendekatan yang dilakukan guru baik secara individu maupun secara klasikal. Berdasarkan hasil dari para observer, pembelajaran kooperatif STAD dengan Lesson Study pada pelaksanaan pembelajaran saat on going dapat memotivasi siswa menjadi lebih percaya diri, menjalin komunikasi yang baik antara siswa dengan siswa juga antara siswa dengan guru, meningkatkan hasil belajar dan lebih kreatif mengemukakan pendapatnya. Berbagai manfaat pembelajaran kooperatif STAD, antara lain: mampu meningkatkan kemampuan berfikir kritis, hasil belajar kognitif, keterampilan proses, pemahaman dan perolehan pengetahuan, kepedulian antar anggota kelompok, kemampuan pemecahan masalah IPA, komunikasi dan kolaborasi antar siswa serta menumbuhkan kesetiakawanan sosial, kemampuan bekerjasama siswa, memberikan pengaruh positif, dan menarik minat belajar siswa. Hal ini juga karena adanya dorongan dari guru yang terus memotivasi agar siswa dapat lebih bersemangat lagi untuk melakukan yang terbaik, memberikan bimbingan agar siswa berani mengemukakan penbapat atau ide- idenya serta melakukan pendekatan secara individu agar tidak ada siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar sehingga siswa menjadi lebih bertanggung jawab saat mengerjakan tugas tugasnya. Menurut Miller dan Peterson (dalam Zubaidah :2000) mendefenisikan pembelajran kooperatif sebagai “sekelompok siswa yang bekerjasama dalam suatu tim untuk memecahkan suatu masalah, menyelesaikan tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama”. Slavin (dalam Zubaidah :2005) menyatakan bahwa dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama , saling menyumbangkan pikiran dan bertanggung jawabterhadap hasil belajar, baik secara individu maupun kelompok. Guru berperan sebagai fasilitator dalam membimbing siswa menyelesaikan tugasnya. Penggunaan media gambar berupa rangka tubuh manusia secara keseluruhan, gambar rangka kepala manusia dengan bagian bagian rangka kepala yang masih belum diberi jawaban mendorong siswa untuk memikirkan nama- nama bagian rangka kepalanya sendiri melalui pengamatan gambar dam pengalamannya masing- masing. Media adalah sebuah alat yang mempunyai fungsi menyampaikan pesan (Bovee, 1997 dalam Firma, 2013). Media pembelajaran adalah sebuah alat yang berfungsi menyampaikan pesan pembeljaran. Jadi dapat disimpulkan bahwa penggunaan media dapat mempermudah pelaksanaan proses pembelajaran. Dalam penggunaan media guru juga harus mempunyai kemampuan dalam memnerapkan langkah- langkah yang harus dilakukan dari fungsi media yang digunakan sebagai sumber belajar bukan sekedar alat bantu dalam pelaksanaan pembelajran. Penggunaan metode diskusi, tanya jawab, demonstrsi . Metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan cara memperagakan barang, kejadian , aturan suatu kegiatan baik secara langsung maupun melalui penggunaan media pengajaran yang relevan dengan pokok bahasan materi yang sedang di sajikan. Saat menggunakan metode demonstrasi ini guru model meminta siswa menunjukkan bagian dari rangka kepala secara langsung pertama melalui gambar kemudian menunjuk pada kepala masing- masing .Dengan cara ini siswa sangat aktif menunjukkan bagian dari rangka kepalanya sendiri sehingga dapat membantu daya ingat siswa tentang bagian dari rangka kepala manusia.
1068
PENUTUP Simpulan Kegiatan dengan cara pembelajaran kooperatif STAD dan didukung dengan metode, media gambar, metode demonstrasi serta motivasi belajar yang dilakukan oleh guru dapat mengubah pola belajar siswa dapat dilihat dari empat orang siswa yang sebelumnya mengalami masalah belajar terjadi perubahan tingkah laku yaitu berani mengemukakan pendapat, tanggung jawab,terjalin komunikasi dua arah, hubungan sosial, semangat belajar yang tinggi sehingga menghasilkan kenaikan hasil belajar yang mencapai nilai di atas 75. Sedangkan dari keseluruhan terjadi peningkatan hasil belajar dengan rata- rata mencapai nilai 80. Saran Berkaitan dengan hasil kesimpulan di atas sebaiknya guru dalam melaksanakan kegiatan pebelajaran dapat menyusun rancangan yang lebih sesuai dengan materi yang akan dipelajari seperti model STAD, jangan lagi terlalu banyak menggunakan metode ceramah, gunakan metode yang bervariasi, penggunaan media yang tepat serta berikan dorongan berupa motivasi belajar agar tidak ada lagi siswa yang mengalami masalah belajar hasil belajarpun dapat meningkat. DAFTAR RUJUKAN Dahar, R.W. 1988. Teori-teori Belajar. Jakarta: P2LPTK Dimyanti & Mudjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran.Jakarta: Rineka cipta. Putrama,R.s 2012 Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD J- TEQIP,2012 Zubaidah,2000 Ragam Model pembalajaran IPA Sekolah Dasar,Universitas Negeri Malang,2013 Malang Zubaidah,2005 Ragam Model pembelajaran IPA Sekolah Dasar ,Universitas Negeri Malang,2013,Malang Winkel, W.S. 2007. Psikologi Pengajaran. Yogyakarta: Penerbid Media Abadi. Wiyono, B.D. 2013. Teori Belajar Dan Pembelajaran Konstruktivistik Dan Implikasinya Dalam Setting Bimbingan Konseling. (Online) .Wordpress.Com/.../16/Teori-Belajardan... .
PENERAPAN LEARNING CYCLE DALAM PEMBELAJARAN IPA PADA LESSON STUDY DI KELAS III SD GMIST ZOAR BUNGALAWANG KUMA Grace f. Daromes
[email protected] SDN inpres kolongan beha Abstrak: Penerapan model pembelajaran Learning Cycle telah dilakukan pada mata pelajaran IPA materi Cuaca dan Pengaruhnya bagi Kehidupan di kelas III SD GMIST Zoar Bungalawang Kuma Kecamatan Tabukan Tengah Kabupaten Kepulauan Sangihe Propinsi Sulawesi Utara. Penerapan model Learning Cycle ini bertujuan untuk meningkatkan minat, keaktifan, dan hasil belajar siswa. Pembelajaran dilakukan pada siswa kelas III SD untuk satu kali pertemuan. Hasil observasi dan refleksi menunjukkan bahwa minat keaktifan dan hasil belajar siswa semakin meningkat. Kata kunci: pembelajaran Learning Cycle, lesson study,hasil belajar siswa
Peningkatan kualitas guru merupakan tanggung jawab semua komponen bangsa baik perguruan tinggi maupun perusahaan negeri atau swasta. PT PERTAMINA PERSERO bekerjasama dengan Universitas Negeri Malang melalui Teacher quality improvement program (TEQIP) bertujuan meningkatan kualitas guru. Program peningkatan guru melalui TEQIP 1069
dilaksanakan sejak tahun 2010. Pada tahun 2013 memasuki tahun ke 4 dengan tema Program Peningkatan Kualitas Guru SD dan SMP dari Sabang sampai Merauke. Peningkatan profesionalisme guru selama ini melalui kegiatan seminar, pelatihan dan workshop sudah banyak dilakukan, namun semua upaya pemerintah untuk meningkatkan profesionalisme guru belum tampak hasilnya. Hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya guru yang belum mampu membelajarkan siswa dengan baik. Salah satu cara peningkatan kualitas guru secara berkesinambungan tersebut adalah melalui Learning community dengan kegiatan lesson Study. Program peningkatan kualitas guru yang dilaksanakan atas kerjasama PT PERTAMINA PERSERO dengan Universitas Negeri Malang (UM) menginterasikan pembelajaran bermakna dengan lesson study. Menurut Ibrahim (2013) Lesson StudyLesson Study bukan model pembelajaran juga bukan pendekatan pembelajaran. Lesson Study adalah suatu model pembinaan (pelatihan) profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berdasarkan prinsip-prinsip kolegalitas yang saling membantu dalam belajar. Lesson study membangun komunitas belajar dalam rangka meningkatkan profesionalisme guru serta meningkatkan kualitas pembelajaran. Mahanal (2011) mengemukakan Lesson Study dilakukan secara kolaborasi untuk mengembangkan perangkat pembelajaran melalui kegiatan: merencanakan, mengajar, mengamati, mengkritisi, dan merevisi dalam siklus yang berkesinambungan. Lesson study dilaksanakan dengan dua tujuan yaitu pertama, merupakan suatu cara efektif yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran yang dilakukan guru dan aktivitas belajar siswa, serta kedua, mempercepat pematanagan, pendewasaan bagi guru pemula. Menjadikan guru lebih professional dan inovatif bagi guru-guru senior. Syamsuri (2008) berpendapat jika kegiatan Lesson Study dilakukan secara berkala dan berkelanjutan maka diharapkan akan dapat meningkatkan keprofesionalan secara bertahap, khususnya yang terkait dengan kompetensi professional dan pedagogis. Model pembelajaran yang semakin beraneka ragam menantang para guru untuk dapat menggunakan dengan sebaik-baiknya agar pembelajaran para siswa terlaksana dengan baik, serta dapat tercapainya tujuan pembelajaran seoptimal mungkin. Keberadaan pembelajaran IPA disekolah dasar selama ini perlu mendapat perhatian bagi guru itu sendiri dan disesuaikan dengan apa yang dituntut dalam kurikulum. Pembelajaran di upayakan mencakup semua variabel yang dirasa turut mempengaruhi hasil belajar, termasuk didalamnya bagaimana seorang guru mampu menggunakan model pembelajaran dan tujuan Pendidikan Nasional pada umumnya. Learning cycle (siklus belajar) merupakan model pembelajaran yang fleksibel dalam arti bahwa metode belajar yang digunakan dalam pembelajaran dapat bervariasi (Lawson, 1994:137). Siklus belajar pertama kali di gunakan sebagai model pembelajaran dalam Program the Sciense Curiculam Improvement (SCIS). Siklus belajar merupakan pendekatan yang ampuh untuk perancangan pembelajaran IPA yang aktif dan efektif karena siklus belajar memberikan suatu cara berpikir dan berperilaku yang konsisten dengan cara siswa belajar . Menurut Lawson (1994, dalam Zubaidah, dkk. 2013) model siklus belajar terdiri dari tiga fase yaitu fase eksplorasi, fase explanasi, dan fase aplikasi. Namun kemudian siklus belajar ini berkembang berdasarkan kebutuhan lapangan menjadi lima fase dan di kenal dengan The 5 Learning Cycle Model (Byee dkk,1989, dalam Zubaidah, dkk. 2013). Model siklus belajar ini terdiri lima tahap kegiatan yaitu Engagement (pendahuluan), Exploration (eksplorasi), Explanation (eksplanasi), Elaboraration (elaborasi), dan Evaluation (evaluasi). Secara struktural model siklus belajar lima tahap lebih sesuai dengan struktur pembelajaran yang terdiri dari kegiatan awal, inti dan penutup (Zubaidah, dkk., 2013:177-178). Guru model dalam pembelajaran pada kegiatan lesson study menerapkan The 5 E Learning cycle atau siklus belajar 5 E. Model learning cycle sesuai dengan pembelajaran IPA khususnya materi keadaan cuaca dan hubungannya dengan kehidupan manusia. serta dihubungkan dengan konsep pembelajaran IPA. Menurut KTSP, pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Maka guru model menetapkan model Learning Cycle untuk diterapkan dalam proses pembelajaran Lesson Study sebagai tindak lanjut/implementasi dari program TEQIP agar memperoleh hasil yang lebih optimal.
1070
LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN Dalam lesson study ada tiga tahapan kegiatan yang dilalui, yakni : Plan (Perencanaan) Tahap perencanaan (PLAN) bertujuan untuk menghasilkan rancangan pembelajaran yang diyakini mampu membelajarkan peserta didik secara efektif serta membangkitkan partisipasi aktif peserta didik dalam pembelajaran. Perencanaan yang baik tidak dapat dilakukan secara sendirian maka pada tahap ini beberapa pendidik dapat berkolaborasi untuk memperkaya ide terkait dengan rancangan pembelajaran yang akan dihasilkan baik dalam aspek pengorganisasian bahan ajar, aspek pedagogis, maupun aspek penyiapan alat bantu pembelajaran. Adapun Plan dalam rangka persiapan kegiatan on-going I dilaksanakan di Hotel Purnama pada tanggal 18 mei 2013. Berdasarkan kesepakatan dengan tim yang beranggotakan J. K. Manumpil dan G. F. Daromes kompetensi dasar yang dipilih adalah menjelaskan hubungan antara keadaan awan dan cuaca dengan materi pokok “Cuaca dan Pengaruh Cuaca Bagi Kehidupan”. Sedangkan strategi pembelajaran yang dipilih adalah Learning Cycle dengan pertimbangan bahwa paradigma teacher oriented ke student oriented. Peran guru bergeser dari menentukan “apa yang akan dipelajari siswa” ke “bagaimana menyediakan dan memperkaya pengalaman siswa” dimana pengalaman belajar diperoleh melalui serangkaian kegiatan untuk mengeksplorasi lingkungan melalui interaksi aktif dengan teman, lingkungan dan nara sumber lain. (Depdiknas, 2003). Pembelajaran IPA yang berpusat pada siswa dan menekankan pentingnya belajar aktif berarti mengubah pola pembelajaran guru yang selalu memberikan informasi dan nara sumber pengetahuan bagi siswa (NRC 1996 : 20). Kegiatan yang dilakukan pada tahap plan sebagai berikut. (1) Menyusun perangkat pembelajaran seperti: Rencana pelaksanaan Pembelajaran (RPP), menyusun Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD), menyusun tes. (2) Menyepakati guru model. (3) menyepakati moderator. Penyusunan RPP meliputi penyusunan indicator, merencanakan tujuan pembelajaran, dan merencanakan langkah-langkah atau scenario pembelajaran sesai dengan learning cycle 5 E. Pada tahap ini disepakati guru model Grace Fauwazya Daromes. Pelaksanaan open class di kelas III SD GMIST Zoar Bungalawang Kuma Kecamatan Tabukan Tengah Kabupaten Kepulauan Sangihe Propinsi Sulawesi Utara pada tanggal 28 Mei 2013. Kompetensi dasar yang dibelajarkan pada kegiatan open class yaitu (1) menjelaskan hubungan antara keadaan awan dan cuaca, dan (2) mendekripsikan pengaruh cuaca bagi kegiatan manusia. Berdasarkan kompetensi dasar disusun indikator berikut: (1) menjelaskan hubungan keadaan awan dan cuaca, dan (2) mendeskripsikan pengaruh cuaca bagi kehidupan. Tujuan pembelajaran yang akan dicapai sebagai berikut. (1) Melalui pembelajaran siklus belajar 5 E siswa dapat menjelaskan minimal 2 hubungan antara keadaan awan dan cuaca. (2) Melalui pembelajaran learning cycle 5 E siswa dapat mendeskripsikan minimal 2 pengaruh cuaca bagi kehidupan manusia. Proses pembelajaran mengikuti langkah-langkah pembelajaran learning cycle 5 E sebagai berikut: engagement (pendahuluan), exploration (eksplorasi), explanation (eksplanasi), elaboraration (elaborasi), dan evaluation (evaluasi). Kegiatan setiap tahap pada learning cycle dapat dijabarkan berikut. Pada tahap pendahuluan, guru dapat menggali pengetahuan awal siswa dengan memfokuskan perhatian dan minat siswa terhadap topik yang di bahas (Cuaca dan Pengaruhnya bagi Kehidupan), memunculkan pertanyaan dan respons dari siswa. tahap ini juga bertujuan untuk mengidentifikasi salah konsep dalam pemahaman siswa. Pada tahap eksplorasi ,siswa belajar melalui aksi dan reaksi mereka sendiri dalam situasi baru. Siswa mengeksplorasi materi dan gagasan baru dengan bimbingan dari guru.Tahap eksplorasi memberikan kesempatan pada siswa untuk mengemukakan gagasan yang bertentangan,menimbulkan perdebatan dan analisis selama tahap eksplorasi ,siswa diberi kesempatan untuk bekerja sama dengan siswa lainnya melalui kegiatan diskusi. Pada tahap eksplanasi, kegiatan diawali dengan pengenalan konsep baru yang digunakan pada pola-pola yang diperoleh pada fase eksplorasi konsep baru tersebut dapat diperkenalkan oleh guru melalui buku bacaan,film atau media lainnya. Tahap berikutnya adalah tahap elaborasi atau disebut juga aplikasi konsep. Pada tahap ini siswa menerapkan konsep atau ketrampilan pada situasi baru. Tahap ini memberikan kesempatan bagi siwa untuk menggunakan konsep-konsep yang telah diperkenalkan untuk 1071
menyelidiki konsep-konsep tersebut lebih lanjut dan penerapan konsep diarahkan pada kehidupan sehari-hari. Tahap terakhir adalah evaluasi yang dilakukan pada seluruh pengalaman belajar siswa. Aspek yang dievaluasi pada tahap ini adalah pengetahuan, keterampilan, aplikasi konsep dan perubahan proses berpikir siswa. Evaluasi dapat dilakukan secara tertulis pada akhir pembelajaran atau lisan berupa pertanyaan selama pembelajaran berlangsung Do (Pelaksanaan) Open Class di laksanakan pada tanggal 28 Mei 2013 dengan materi “Cuaca dan Pengaruh Cuaca Bagi Kehidupan” guru model mengimplementasikan pembelajaran sesuai dengan skenario yang dibuat yakni mengacu pada langkah-langkah strategi learning cycle. Pada awal pembelajaran guru model mengawalinya dengan memberi salam kemudian mengecek kehadiran siswa, mengkondisikan dan memusatkan perhatian siswa untuk siap memulai pelajaran dan menunjuk salah seorang siswa untuk berdoa. Pada tahap pelibatan (engagement) guru model melakukan apersepsi dengan mengajak siswa menyanyi secara bersama-sama lagu “AWAN” dengan ragam Naik-naik ke Puncak Gunung dan semua siswa ikut bernyanyi dengan semangat. Apersepsi yang disampaikan guru model direspon oleh siswa dengan baik dan semangat. Apersepsi yang disampaikan oleh guru/pemodel dikemas dalam sebuah lagu yang dalam kalimat lagu tersebut terkandung atau tergambar urutan materi dalam proses pembelajaran. Selanjutnya, guru model menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai di akhir proses pembelajaran. Kegiatan pembelajaran dilanjutkan dengan pembagian kelompok. Pada kegiatan ini guru model membagi kelompok siswa secara heterogen dengan diawali menanyakan siswa yang mendapat juara di kelas kemudian dilanjutkan dengan guru model membagi siswa dalam kelompok yang masing-masing kelompok berjumlah 3-4 orang siswa dan diberi nama 3 bentuk awan. Setelah tahap pendahuluan dilanjutkan tahap eksplorasi. Pada tahap ini guru model mengajukan pertanyaan “apa yang akan terjadi bila ada awan hitam anak-anak?” Lalu anakanak serempak menjawab “hujan, Bu guru” Guru model merespon jawaban siswa dengan memberi penguatan “ betul anak-anak, kalian anak yang hebat. Kegiatan pembelajaran dilanjutkan ke tahap eksplanasi. Tahap ini siswa di tugaskan untuk mengamati gambar cuaca dan awan pada tiap-tiap kelompok sambil guru pun membagikan LKS. Kemudian siswa di ajak oleh guru ke halaman sekolah untuk mengamati cuaca yang sedang terjadi serta membandingkannya dengan gambar jenis-jenis awan yang dibagikan guru. Siswa berdiskusi dengan kelompokknya mengerjakan LKS yang telah dibagikan. Kegiatan dilanjutkan ke tahap elaborasi. Setelah selesai berdiskusi masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusinya lalu diakhiri dengan pembahasan dan hal itu pun sudah terjadi/dilaksanakan di dalam kelas karena guru mengajak kembali siswa masuk kedalam kelas dan di akhiri dengan tahap evaluasi secara pribadi. See (Refleksi) Pada tahap See, para observer yang terdiri dari bapak/ibu Pengawas, Kepala Sekolah serta teman-teman guru kelas menyampaikan hasil pengamatannya yang di pimpin oleh seorang moderator (Bpk. Kronik). Pada awal kegiatan refleksi moderator mengawalinya dengan mengenalkan tim lesson study dilanjutkan dengan pembacaan tata tertib. Moderator memberi ucapan selamat pada guru model kemudian guru model diberi kesempatan untuk menyampaikan isi hatinya apa yang di rasakan selama proses pembelajaran bahkan tentang persiapan-persiapan yang dilakukan oleh tim lesson study dalam rangka kegiatan open class tersebut. Kesempatan berikutnya moderator memberi kesempatan kepada para observer. HASIL Berdasarkan hasil pengamatan dan refleksi maka di temukan hal-hal sebagai berikut. Menurut Pengawas Sekolah sebagai observer (Ibu A. Kansil) dalam kegiatan pendahuluan ada respon baik dari siswa ketika guru masuk ke kelas dan membuka pelajaran. Pengawas sekolah mendapat bagian mengamati kelompok Sirus. Berikut paparan yang diungkapkan oleh pengawas sekolah. (1) Pada apersepsi ada minat dan perhatian siswa mungkin ada rasa enggan dari siswa terhadap guru baru. Tetapi perhatian dan minat siswa baik. (2) Pada kegiatan inti interaksi siswa dengan siswa dan siswa dengan guru sangat baik namun masih ada siswa yang 1072
belum aktif dan butuh perhatian, missal siswa B (Intan Tamuda) dan siswa I (Yudina R. Adilang); kedua siswa tersebut tidak mengerjakan LKS tetapi hanya melihat gambar tidak memperhatikan awan yang ada digambar. Jadi di kelompok Sirus hanya 2 orang yang sangat aktif. (3) Usaha guru untuk mendorong siswa sudah ada walaupun keluar keringat jadi sudah ada usaha guru. Menurut Kepala Sekolah sebagai observer (Ibu T. Dolontelide) bahwa semua siswa siap untuk belajar mungkin karena faktor pancingan pertanyaan dari guru atau karena ada lagu sehingga anak-anak antusias untuk belajar. Hasil observasi dari Kepala Sekolah dipaparkan sebagai berikut. (1) Pada kegiatan inti, siswa aktif bersama dalam diskusi walaupun masih ada siswa yang berbisik-bisik. (2) Observasi di lapangan dengan semangat siswa mengamati gambar namun masih ada siswa yang memanfaatkan kesempatan ketika perhatian guru terfokus. (3) Ada hal yang unik dari guru untuk membuat siswa lebih aktif untuk belajar yakni ada ungkapan khas guru (hallo……) dan disambut oleh siswa dengan ungkapan (haiiiiii….) hal itu membuat siswa lebih semangat untuk belajar dan siswa kelihatan sangat senang sekali. (3) Pada kegiatan penutup tindak lanjut sudah berjalan baik tapi masih ada anak yang mungkin bermasalah pada tes akhir dan guru memberi penguatan. Menurut trainer Program TEQIP (Bpk. Kronik) sebagai observer sebagai berikut. (1) Interaksi antara siswa dengan siswa serta guru dengan siswa sangat jelas terjadi saat guru membagi media gambar dan membagi LKS. Namun, siswa masih bingung karena waktu untuk mengamati singkat. Saran, sebaiknya waktu di perpanjang untuk memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan pengamatan. (2) Siswa masih sulit memahami konsep baru masih terbawa dengan konsep yang lama. Hasil obervasi Expert UM (Bapak Sutopo) dipaparkan sebagai berikut. (1) Ada beberapa hal yang perlu diantisipasi kedepan karena istilah-istilah yang ada adalah istilah baru.Begitu media sampai ke anak-anak namun masih kurang jelas bagi anak, lain kali memberi kesempatan yang lebih lama bagi siswa agar dapat mengkategorikan jenis-jenis awan yang diamati mungkin karena masih kelas rendah (Kelas III) sehingga cirri-ciri pada penjelasan belum bias menghubungkan dengan gambar. (2) Anak F (Jufenli mamudi) rajin bertanya jadi perlu diperhatikan. (3) Pengalaman berharga yang diperoleh ketika seorang guru mampu menggunakan media dan model pembelajaran yang baik dan tepat maka akan semakin besar peluang bagi seorang guru untuk mencapai hasil pembelajaran yang maksimal dan membuat anak lebih memahami materi yang diajarkan dengan memberikan waktu yang cukup bagi anak mengamati lingkungan sehingga mampu menghubungkannya dengan media gambar yang ada ketika guru menggunaka media gambar dalam proses pembelajaran. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil observasi dari observer sebagian besar siswa aktif mengikuti pelajaran. Hal ini sesuai yang disampaikan oleh Burhanuddin, (2012) pada tahap pelibatan terjadi kegiatan yang akan memfokuskan perhatian siswa, merangsang pemikirannya dan mengetahui pengalaman awalnya. Hasil kegiatan open class ini mendukung peneltian yang dilakukan oleh Ningsih (2013) yaitu melalui penerapan pembelajaran learning cycle 5 E pada matapelajaran fisika terjadi peningkatan aktivitas belajar pada siswa SMAN 1 Tilatang Kamang, Kab. Agam. Berdasarkan masukan yang disampaikan oleh para observer kepada guru model merasa masih ada banyak hal yang perlu di perbaiki dalam proses pembelajaran dan penggunaan media pembelajaran. Itulah salah satu tujuan Lesson Study khususnya pada tahap see adalah dimaksudkan untuk menemukan kelebihan dan kekurangan pelaksanaan pembelajaran guna perbaikan kedepan. Menurut Lewis (2002, dalam Mahanal, 2011) di Jepang Lesson Study tidak hanya memberikan sumbangan terhadap pengetahuan keprofesionalan guru tetapi juga terhadap peningkatan sistim pendidikan yang lebih luas. Dengan demikian, sangat perlu untuk melaksanakan program Lesson Study secara terus menerus dan berkelanjutan demi pengembangan keprofesionalan dan meningkatkan kualitas pembelajaran. Melalui hasil refleksi juga terungkap bahwa model pembelajaran learning cycle mampu meningkatkan motivasi/minat belajar siswa karena ada respon baik dari siswa ketika guru model membuka pelajaran dan melaksanakan apresiasi lewat sebuah lagu dan juga terjadi interaksi yang baik antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru lewat media pembelajaran berupa gambar yang di tampilkan guru dan siswa berupaya menghubungkan gambar dengan konsep 1073
pembelajaran tentang keadaan cuaca dan awan lewat pembelajaran langsung dengan alam sekitar lingkungan sekolah. Sebab pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri dan alam sekitar serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Berkenaan dengan menyusun perangkat pembelajaran, tim lesson study pada waktu plan bekerja sama, saling tukar pikiran untuk menghasikan perangkat pembelajaan yang akan diimplementasikan pada saat do. Guru sebagai pelaku pembelajaran di kelas sering di perhadapkan pada persoalan tentang bagaimana memberikan materi pembelajaran kepada siswa agar dengan mudah dapat di terima dan di mengerti siswa, agar membuat pembelajaran itu lebih bermakna bagi siswa. Pelaksanaan lesson study sangat bermanfaat bagi guru sebagai wahana pembelajaran guru. Dengan adanya lesson study, guru “belajar” meningkatkan pembelajaran sehinggan dapat meningkatkan kompetensi siswa. Lesson study juga dapat memotivasi guru untuk selalu meningkatkan proses pembelajaran di kelas yang mana dapat mengubah proses pembelajar yang monoton menjadi proses proses yang menarik dan memotivasi belajar siswa secara maksimal. Guru berkeinginan membelajarkan siswa dengan menggunakan media namun kendala yang sering di temukan adalah kurangnya media pembelajaran di sekolah dasar tertentu dan masih banyak guru yng belum mengetahui bagaimana membuat media pembelajaran yang baik dan lewat program TEQIP ini melalui Training of Trainers (TOT) guru model telah mendapat pelajaran berharga tentang bagaimana membuat media pembelajaran yang baik dan efektif untuk digunakan dalam proses pembelajaran agar pembelajaran lebih berkualitas. Lesson study, banyak memberi manfaat, sebaiknya kita benar-benar memanfaatkan kegiatan lesson study ini secara maksimal sehingga dapat meningkatkan kompetensi guru. Dengan meningkatnya kompetensi guru, akan berakibat proses pembelajaran yang lebih baik, akan meningkatkan pula pemahaman siswa terhadap materi, dengan begitu kompetensi siswa akan meningkat. KESIMPULAN Penerapan model pembelajaran Learning Cycle dalam pembelajaran IPA di kelas III SD GMST Zoar Bungalawang Kuma lewat pengalaman Lesson Study kegiatan ongoing I TEQIP 2013 dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Ada motivasi belajar bagi siswa kelas III untuk mempelajari IPA lewat lingkungan alam sekitar serta menghubungkannya dengan media gambar yang disiapkan guru. 2. Kegiatan lesson study mampu menjadi wahana bagi guru model dan teman-teman guru sejawat untuk meningkatkan profesionalisme guru serta meningkatkan kualitas pembelajaran. 3. Perlu ada penambahan waktu lebih lama bagi siswa untuk mengamati media gambar agar anak mampu menghubungkan gambar dengan konsep pembelajaran agar hasil belajar lebih optimal. 4 Model learning cycle cocok digunakan untuk pembelajaran IPA kususnya materi cuacu dan pengaruh cuaca terhadap kehidupan di kelas tiga SD karna sesuai dengan tuntutan dalam standar isi kurikulum tingkat satuan pendidikan dalam bidang IPA yakni siswa mampu mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. DAFTAR RUJUKAN Burhanuddin, A. 2012. Siklus Belajar.(Online). http://afidburhanuddin. files.wordpress. com/2012/11/siklus-belajar.pdf. diakses tgl. 25 Desember 2013. Ibrohim 2013. Panduan pelaksanaan Lesson Study. Malang : Penerbit Universitas Negeri Malang. Ningsih, W. 2013. Penerapan Metode Learning Cycle 5 E untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas XI IPA RSBI pada Kompetensi Gaya Pegas dan Gerak HHarmonika di SMAN I Tilatang Kamang. (Online) http://pustaka.pandani.web.id/2013/10/penerapan-model-learning-cycle-siklus.html. diakses tsgl 25 Desember 2013. Mahanal, S. 2011. Lesson Study. Apa, Mengapa, dan Bagaimana?. Makalah disampaikan pada TOT Pengembangan Profesionalisme Guru Yayasan Pendidikan Cendana Riau . Riau: 9-13 Januari 2011. 1074
Zubaidah,S., Mahanal,S., Yuliati, L 2013. Ragam Model Pembelajaran IPA Sekolah Dasar. Kerja sama PT. Pertamina Persero dengan Universitas Negri Malang (UM). Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang.
MENCIPTAKAN TAMAN BELAJAR SAINS SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN IPA PADA SD NO 333 BINTUNGAN BEJANGKAR KAB. MANDAILING NATAL Iryamnianto Abstrak Guru SD pada umumnya memberikan pembelajaran dengan metode ceramah, demikian juga yang dilakukan oleh guru di SD Negeri N0 333 Bintungan Bejangkar Kecamatan Sinunukan Kab. Mandailing Natal.Pembelajaran yang dilakukan oleh guru kurang kreatif, mengakibatkan hasil yang dicapai belum seperti yang diharapkan. Sementara menurut penelitian para ahli, pembelajaran yang baik untuk Sekolah Dasar adalah dengan cara ekspimen, bermain peran, dan demontrasi. Tulisan ini berisi gagasan pemanfaatantaman belajar sebagai media pembelajaran IPA di SD. Taman belajar mungkin belum begitu populer di kalangan Sekolah Dasar, karena istilah ini hanya sering di gunakan pada sekolah TK, dan PAUD. Pada tulisan ini akan dipaparkan bagaimana menciptakan Taman Belajar untuk pembelajaran IPA di lingkungan Sekolah SD yangrencananya diimplementasikan di SD N0 333 Bintungan Bejangkar Mandailing Natal. Kata Kunci. Taman belajar, hasil belajar siswa.
Sekolah SD Negeri N0 333 adalah sekolah Pemerintah yang berada di daerah transmigrasi tepatnya di Desa Bintungan Bejangkar Kecamatan Sinunukan, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara.Sekolah ini memiliki 6 bilik kelas, 1 perpustakaan, 1 ruang kantor, dan luas lahan 1000m2, dan mempunyai 100 siswa. Kalau diperhatikan, sekolah ini seperti sekolah yang sudah berumur tua, dan tidak terawat, padahal sekolah ini, dibangun pada tahun 1995, akan tetapi bahan bangunan yang dipakai kurang memenuhi syarat, misalnya kayu yang masih muda, sehingga mudah lapuk, dan pondasi yang tidak kokoh, ditambah lagi tanah gambut yang lunak, sehingga bangunannya mudah runtuh. Meskipun kondisi sekolah seperti ini, hendaknya sebagai guru di sekolah, tetap lebih mengedepankan kualitas pendidikan dari pada fasilitas pendidikan. Biar fasilitasnya sedikit tapi pendidikan harus bangkit, Sekolah boleh seadanya tapi pembelajaran harus ber makna. Itulah motto yang harus dimiliki sebagai seorang pendidik di sekolah, apalagi Guru yang sudah mengikuti TOT, tentu lebih faham tentang tugas dan tanggung jawab sebagai pendidik. Adapun alasan mengapa Taman belajar diimplementasikan di Sekolah Dasar N0 333 Bintungan Bejangkar? karena di sekolah tersebut sangat memungkinkan dengan adanya potensi yang dimiliki sekolah tersebut. Misalnya, guru guru yang masih muda dan bersemangat, murid murid yang masih lugu dan masih menjunjung kebudayaan ketimuran, dan juga potensi lingkungan sekitar. Pendidikan dapat di artikan sebagai suatu proses atau aktifitas yang bertujuan agar tingkah laku siswa mengalami perubahan (Soeta,1973 dalam Meilinda, 2012). Pendidikan juga merupakan salah satu aspek, pembangunan yang perlu dikembangkan secara terus menerus, sehubungan dengan itu pemerintah terus menerus berupaya, meningkatkan kualitas dan kuantitas komponen yang mempengaruhi proses pembelajaran (guru, siswa, metode, media dan hal yang menunjang lainnya.Menurut Roestiyah (1979)dalam melinda(2012), belajar adalah proses untuk memperoleh modifikasi dalam pengetahuan, keterampilan dan tingkah laku. Akhir-akhir ini banyak orang berpendapat, mutu pendidikan di Negara kita cukup rendah, bahkan sebagian orangtua selalu membandingkan bahwa pendidikan di jaman dahulu lebih baik, siswanya pintar, siswanya mudah mengerti, dan sebagainya. Meskipun hal ini sulit untuk di buktikan, tapi demikianlah anggapan sebagian masyarakat. Dalam proses belajar mengajar ada beberapa sekolah Dasar, dimana guru dalam melaksanakan proses kegiatan 1075
pembelajaran,masih menerapkan metode ceramah, dalam melaksanan proses kegiatan belajar berlangsung, sehingga anak anak cepat bosan, gelisah, dan kurang semangat. Anehnya, guru tidak mengerti kondisi anak. Seharusnya guru memikirkan apa yang di inginkan anak dalam pembelajaran. Supaya anak didik merasa senang, dan nyaman dalam belajar. Kalau hal ini guru tau apa keinginan murid dalam pembelajaran, dan sudah diterapkan dalam pembelajaran, maka si anak akan selalu bersemangat, dan dan berlomba untuk ikut berperan dalam pembelajaran. Oleh karena itu guru dituntut untuk mengerti kebutuhan dan keinginan serta perkembangan peserta didik, sehingga guru tau bagaimana cara memberikan pembelajaran yang sesuai dengan tingkat perkembangannya. Menurut Piaget (1868), Pengajaran yang tidak disesuikan dengan tahap perkembangan kognetif anak, tidak hanya menyebabkan akan mengalami kesulitan belajar, tetapi juga meghambat perkembangana kognetif anak tersebut. Karena anak SD berada dalam tahap oprasional konkrit, dimana penalaran anak terbatas melalui peristiwa atau pengalaman yang dirasakan dan dilihat serta diraba. Guru dalam melaksanankan tugasnya harus mampu meningkatkan mutu pendidikan dengan cara menciptakan situasi belajar yang menarik, menyenangkan, sehingga anak merasa tertantang untuk ikut berperan dalam setiap pembelajaran. Pembelajaran IPA sebaiknya dilakukan secara inkuiri ilmiah(scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berfikir, bekerja, dan bersikap ilmiah, serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah(Depdiknas, 2016 dalam Putrama, 2012). Mengingat pentingnya peningkatan hasil belajar siswa maka sangat perlu diadakan Taman belajar di sekolah. Karena halaman sekolah yang cukup luas dan belumdimanfaatkan, dan selama ini hanya di pakai untuk sarana bermain bola. Oleh sebab itudirencanakan akan di tanami pohon-pohon yang rindang, seperti pohon mangga, pohon jeruk, bunga nusa indah, bonsai dan tanaman tanaman lain, yang bisa membuat halaman sekolah menjadi sejuk dan inda. Pohon yang akan ditanam adalah pohon yang tingginya sekitar 2 meter, dan tidak berduri, serta berdahan sedang dan pohonnya tidak terlalu besar sehingga sangat aman untuk siswa.Karena dalam pembelajaran IPA banyak sekali materi yang harus menggunakan media, Selain itu tumbuhan sangat berguna untuk kehidupan umat manusia, karena dari tumbuhan dapat mengeluarkan oksigen dan tumbuhan dapat menghirup Karbon, dengan demikian polusi dapat dikurangi, karena sekolah tersebut berada di pinggir jalan, maka sangat cocok sekali jika halaman sekolah tersebut ditanami drngan pepohonan, sehingga dapat menjaga kesehatan peserta didik dan juga guru guru yang sedang mendidik murid murid. Untuk ke depan nanti pembelajaran, tidak harus di dalam kelas, tetapi siswa di bawa keluar kelas dan di bawa ke alam nyata, sehingga anak anak dapat berinteraksi langsung dengan alam. Mereka dapat memegang langsung, dapat meneliti, dan menemukan konsep sendiri. Sudah banyak penelitian, jika pembelajaran hanya di kelas saja maka anak anak akan cepat merasa bosan, lesu dan tidak konsentrasi.Nah di taman inilah pembelajaran akan dilakukan, dengan memanfaatkan Taman sebagai media, pembelajaaran akan bermakna, si anak akan selalu ingat apa yang pernah ia lakukan sampai kapanpun. Sudah sama sama kita ketahui bahwa pembelajaran untuk anak sekolah dasar harus kongrit, sehingga guru harus menunjukkan kepada siswa hal yang sebenarnya, salah satunya adalah dengan menggunakan media dan alat praga. Media yang tepat dan paling murah serta terjangkau, adalah dengan menggunakan media alam.Berdasarkan pengalaman penulis, pada bulan september 2013, sewaktu mengajarkan stuktur daun, siswa disuruh keluar untuk mengamati daun yang ada di luar. Siswa amat senang, dan antuasias dan semua bisa bekerja untuk mengisi LKS yang sudah dipersiapkan. Sedangkan guru juga lebih rilek, karena yang selama guru menjelaskan kepada siswa dengan metode ceramah, maka dengan cara ini guru cukup membimbing dan mengawasi kegiatan siswa dan juga tidak terlalu sulit mempersiapkan alat praga karena sudah ada di alam sekitar dan anak langsung melakukan eksprimen. Menurut kartikasari(2011) dalam Melinda(2012) Kegiatan eksprimen merupakan kegiatan ilmiah yang dapat menemukan konsep yang dilakukan melalui percobaan dan penelitian ilmiah. jadi para siswa diberi kesempatan untuk mengamati sendiri meneliti suatu proses, mengamati suatu objek keadaan atau proses sesuatu. dengan demikian siswa dituntut untuk menemukan kebenaran konsep sendirimencari suatu kebenaran sendiri, membuktikan suatu hukum dan dalil sendiri dan dapat menarik kesimpulan atas proses yang mereka alami. 1076
Menurut Ariandawati dan Huda (2004) dalam Melianda (2012) metode eksprimen adalah cara penyajian pelajaran dimana siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari. Pada proses belajar mengajar dengan metode eksprimen ini siswa diberikesempatan untuk mengalami sendiri dan membuktikan sendiri atau melakukan sendiri, mengikuti suatu praoses, mengamati suatu objek, menganalisis, membuktikan, dan menarik kesimpulan tentang suatu objek, keadaan atau proses, sesuatu. Dengan demikian siswa dituntut, untuk mengalami sendiri, mencari suatu kebenaran atau mencoba mencari data baru yang diperlukannya, mengolah sendiri, membuktikan suatu hukum atau dalil, dan menarik kesimpulan atas proses yang dialaminya. Melalui metode ini siswa dilibatkan secara total. Metode eksprimen juga diartikan sebagai cara belajar yang melibatkan peserta didik dalam mengalami dan membuktikan sendiri proses dan hasil percobaan, jadi eksprimen adalah percobaan tentang sesuatu dan siswa melakukan percobaan dan melakukan sndiri sendiri, selain itu metode eksprimen memberi kesempataan kepada siswa untuk mencobakan proses sesuatu. Adapun tujuan percobaan eksprimen ini adalah: 1)agar peserta didik dapat menyimpulkan, fakta fakta, informasi atau data yang di peroleh, 2) melatih peserta didik dalam merancang, mempersiapkan, melaksanakan, dan melaporkan pecobaan. Beberapa kelebihan yang dimiliki metode eksprimen ini adalah: a) membuat peserta didik percaya pada kesimpulan percobaan sendiri, b)peserta didik aktif terlihat mengumpulkan data informasi, atau data yang diperlukan, c)dapat mengunakan dan melaksanakan prosedur ilmiah, dan berfikir ilmiah, d) memperkaya pengalaman dan melaksanakan hal hal yang bersifat objektif dan realitis, e)hasil belajar menjadi kepemilikan peserta didik, bertahan lama. Selain memiliki kelebihan metode eksprimen juga memiliki kelemahan, yaitu : 1) dapat menghambat laju pembelajaran jika penelitian dilakukan dalam waktu yang lama,2) membuat repot bagi guru yang belum biasa melakukan cara ini. Walaupun metode ini mempunyai kelemahan, tapi para ahli berpendapat bahwa metode ini dianggap baik, apabila dilakukan dengan pertimbangan yang matang dan dilaksanakan secara efektif. Berdasarkan pengamatan pada saat guru melakukan pembelajaran dengan metode, ceramah, dan penugasan, terlihat siswa mengalami kesulitan untuk memahami konsep konsep, siswa jadi kurang aktif dalam pembelajaran IPA sehingga hasil belajar siswa kurang memuaskan. Selain itu aktifitas siswa menjadi pasif. Hal itu terlihat karena anak kurang perhatian terhadap pelajaran, kurang antusias untuk belajar, tidak termotifasi dn kurang aktif, selama proses pembelajaran berlangsung. Siswa hanya mendengar, melihat demontrasi guru, mencatat kesimpulan yang dibacakan guru, dan mengerjakan tugas tugas yang diberikan oleh guru. Siswa tidak diberikan kesempatan ikut aktif selama proses pembelajaran berlangsung. Berdasarkan uraian di atas, denganTaman pembelajaran sisawa lebih aktif dan senang sehingga diharapkan hasil belajar IPA akan meningkat. Karena cara pembelajaran seperti ini siswa lebih bersemangat dan antusias karena siswa terlibat langsung dalam pembelajaran sesuai dengan perkembangan mereka. PENUTUP Pembelajaran dengan metode ceramah pada pelajaran IPA Sekolah Dasar hendaknya berangsur angsur hentikan, dan beralih dengan pembelajaran yang lebih baik lagi, yaitu dengan Eksprimen. Supaya peserta didik dapat menemukan kebenaran sendiri dan dapat menemukan konsep sendiri. DAFTAR RUJUKAN Melinda, 2012 Upaya Peningkatan Hasil Belajar Siswa dengan Penerapan Metode Eksprimen Pada Pembelajaran IPA di Kelas V SD Negeri 02 Bermani Ilir, J.TEQIP Tahun III nomor 1 Mei 2012. Putrama, R.S 2012.Penerapan Pembelajaran Koperatif Tipe Student Achievement Division (STAD) Dengan Metode Eksprimen Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Kelas IV/A SD Negeri 08 Kepahiang.J. Teqip Tahun Tahun III nomor 1 Mei 2012. Ayu, A.I 2012 Peningkatan Prestasi Belajar IPA Melalui Metode Penemuan Pada Siswa Kelas VI SD Negeri I Kaus Selatan Kabupaten Kaur, J.TEQIP Tahun III nomor 1 Mei 2012.
1077
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT (TEAMS GAMES TOURNAMENT) MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PADA PEMBELAJARAN IPA KELAS IV SDN 030 LONG IKIS KABUPATEN PASER Nurwito Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar IPA siswa Sekolah Dasar melalui penerapan model pembelajaran pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament). Desain penelitian menggunakan penelitian tindakan kelas dengan dua siklus. Subyek penelitian adalah siwa kelas IV SDN 030 Long Ikis semester I tahun ajaran 2013/2014 sebanyak 24 siswa, dengan kemampuan awal 58,4. Diperoleh peningkatan hasil belajar siswa, pada siklus I meningkat menjadi 64,0, dan pada siklus II meningkat menjadi 82,2. Kata kunci : pembelajaran kooperatif, Teams Games Tournament, hasil belajar
Sains merupakan salah satu pelajaran yang sangat penting dalam membentuk pola berfikir dan sikap ilmiah siswa sejak usia dini, dan dapat efektif dilakukan melalui dunia pendidikan. Mata pelajaran yang menyumbang peranan penting dalam pembentukan struktur dan sikap ilmiah ini adalah mata pelajaran IPA. Oleh karena itu pembelajaran IPA di kelas, perlu diciptakan suasana yang menyenangkan, sehingga siswa dapat dengan leluasa untuk mengungkapkan kemampuan berfikirnya. Pembelajaran IPA yang dipakasakan akan menyebabkan anak-anak yang mengalami kegagalan, dan frustrasi yang berdampaknya terhadap kepribadian anak seperti enggan belajar, benci terhadap pelajaran, merasa terpaksa ke sekolah, rasa rendah diri, dan berbagai efek negatif yang lain. Hal ini membawa dampak pada hasil belajar siswa. Hasil pengamatan terhadap siswa di SDN 030 Long Ikis kelas IV, menunjukkan kurang aktif dan kurang berminatnya siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran dan siswa cenderung bermain dengan temannya. Kurang berminatnya siswa ini menjadi suatu hambatan bagi guru sebab jika siswa kurang berminat terhadap suatu pelajaran, maka pelajaran tersebut tidak akan terserap dengan baik. Hal ini menyebabkan nilai IPA rendah. Kondisi tersebut perlu menjadi perhatian para guru, agar dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, sehingga aktivitas dan kreativitas siswa dapat berkembang. Salah satu model pembelajaran yang dapat membuat siswa terlibat secara aktif adalah model pembelajaran kooperatif dengan tipe TGT (Teams Games Tournament). Model pembelajaran tipe TGT, dapat melibatkan aktivitas seluruh siswa, sehingga memungkinkan siswa lebih nyaman dalam belajar, bersaing dalam kompetisi (tournament) secara sehat, dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab, dan saling bekerjasama. Evaluasi belajar dalam TGT yang dilakukan pada setiap akhir pembelajaran diberikan melalui permainan akademik, sehingga siswa tidak berada dalam tekanan psikologis. Dalam hal ini, siswa bermain dengan anggota tim lain yang memiliki tingkat kemampuan yang sama dimeja turnamen, kegiatan kelompok diakhiri dengan pemberian skor hasil turnamen, dan penghargaan untuk setiap kelompok. Dengan menerapkan tipe TGT dalam pembelajaran IPA, diharapkan hasil belajar IPA siswa akan meningkat dari sebelumnya. Ismail (2002) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan adanya kerja sama, yakni kerja sama antara siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Para siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan. Tujuan pembelajaran kooperatif adalah untuk membangkitkan interaksi yang efektif diantara anggota kelompok melalui diskusi. Pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik. Siswa kelompok atas akan menjadi tutor bagi siswa kelompok bawah, jadi memperoleh bantuan khusus dari teman sebaya, yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama. 1078
Wartono (2004), menyatakan pendapatnya tentang pembelajaran kooperatif tipe TGT, bahwa dalam TGT setiap tim mengirimkan anggota ke meja-meja turnamen untuk memainkan permainan dengan anggota tim lain untuk memperoleh tambahan poin pada skor tim mereka. Permainan disusun dari pertanyaan-pertanyaan yang relevan, dengan pelajaran yang dirancang untuk mengetes pengetahuan yang diperoleh di kelas dan kegiatan kelompok. Setiap meja turnamen diisi oleh wakil-wakil dari kelompok yang berbeda dan memiliki tingkat kemampuan yang setara. Permainan dimainkan pada meja-meja turnamen. Permainan berupa pertanyaanpertanyaan dalam bentuk kartu soal. Kunci jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut ditulis pada kartu-kartu yang diberi angka. Tiap-tiap siswa akan mengambil sebuah kartu yang diberi angka dan berusaha menjawab pertanyaan yang sesuai dengan angka tersebut. Turnamen ini memungkinkan bagi siswa dari semua tingkat, untuk menyumbangkan maksimal bagi skor-skor kelompoknya, bila mereka berusaha dengan maksimal. Kisworo (2006) mengemukakan 6 langkah-langkah dalam pembelajaran tipe TGT yaitu sebagai berikut: a) presentasi kelas., guru menyampaikan tujuan, motivasi pembelajaran, dan materi singkat; b) pembentukkan kelompok kerja, siswa dikelompokkan secara heterogenitas antara 4-5 orang dengan memperhatikan penyebaran nilai rata-rata ulangan harian sebelumnya, gender, etnis, dll; c) bekerja dalam kelompok, masing-masing anggota kelompok berdiskusi dalam kelompok kerja untuk mengerjakan panduan belajar, siswa belajar dalam kelompok mereka masing-masing untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut; d) permainan atau tournament, guru memberikan tes pada akhir pelajaran melalui permainan akademik. Masing-masing kelompok mengirimkan anggota turnamen sesuai dengan kompetisinya, berkumpul di meja turnamen, dan selanjutnya melaksanakan pertandingan. Siswa memainkan permainan dengan anggota-anggota tim yang lain untuk memperoleh tambahan poin pada skor tim mereka; dan 5) recognition team, guru memberikan penghargan team berdasarkan hasil tournamen dengan criteria “Super team, great team, good team dan dream team”. Aturan permainan dalam TGT lebih rinci adalah sebagai berikut: a) siswa dibagi dalam kelompok dan masing-masing siswa memposisikan duduknya dengan menghadap meja tournament; b) guru menyediakan kartu soal, kartu jawaban soal, kartu nomor, kartu nilai, dan lembar penilaian pada masing-masing meja tournament; c) setiap siswa mengambil kartu nomor; d) siswa yang memperoleh angka tertinggi bertugas sebagai pembaca 1, tertinggi kedua menjadi penantang 1, tertinggi ketiga menjadi penantang 2, dan angka terendah menjadi pembaca 2; e) pembaca 1 mengambil kartu soal, membaca dan menjawab soal tersebut. Apabila anggota kelompok ada yang tidak setuju dengan jawaban pembaca 1, maka penantang 1 diberi hak untuk menjawab, jika jawaban penantang 1 juga tidak disetujui, maka penantang 2 berhak menjawab; f) Pembaca 2 membacakan kunci jawaban; g) siswa yang menjawab dengan benar akan mendapat sebuah kartu nilai. Apabila terdapat siswa yang sama dalam menjawab, maka yang berhak mendapat kartu nilai adalah penantang yang pertama kali menjawab benar; h) untuk soal selanjutnya, posisi pembaca 1 ditempati penantang 1, posisi penantang 1 ditempati penantang 2, posisi penantang 2 ditempati pembaca 2, dan posisi pembaca 2 ditempati pembaca 1. Setiap pergantian nomor soal posisi tempat duduk berpindah searah jarum jam; dan i) tournament selesai apabila waktu ataupun seluruh kartu soal telah terambil. Berdasaarkan kajian tersebut, model pembelajaran kooperativ tipe TGT diharapkan dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam belajar IPA, sekaligus memberi dampak terhapat perbaikan proses dan hasil pembelajaran. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan dengan menggunakan Penelitian Tindakan Kelas ( PTK) model Kemis dam MC, yang terdiri dari tahap perencanaan, tindakan (Action), pengamatan (observasi) pembelajaran, dan refleksi pembelajaran. Penelitian dilakukan dengan menggunakan dua siklus. Tiap-tiap siklus dilaksanakan sesuai perubahan yang ingin dicapai. Siklus I dimulai dengan perencanan, dengan kegiatan dengan kegiatan sebagai berikut: 1) Membuat sekenario pembelajaran, 2) Membuat panduan belajar, 3) Membuat soal evaluasi berupa soal turnamen, 4) Membuat soal tes setiap siklus, dan 5) Membuat lembar observasi untuk melihat kondisi belajar mengajar dikelas pada saat pembelajaran berlangsung. Hasil 1079
perencanaan siklus I adalah berupa rencana perbaikan pembelajaran, dalam bentuk rencana pelakasanaan pembelajaran (RPP) yang akan digunakan pada tindakan proses pembelajaran. Hasil perencanaan pada siklus I digunakan sebagai tindakan perbaikan proses pembelajaran, sebagai berikut: 1) guru memulai pembelajaran dengan memberikan apersepsi dan motivasi belajar kepada siswa, 2) guru membentuk kelompok kerja yang terdiri dari 6 kelompok tiap kelompoknterdiri dari 4 orang siswa, 3) Guru membimbing siswa untuk bekerja dalam kelompok, 4) guru melakukan tes melalui permainan akademik dalam meja turnamen, 5) Guru memberikan penghargaan kepada setiap tim, dan 5) Guru membimbing siswa menyimpulkan materi pelajaran. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru, dilakukan observasi untuk mengetahui tingkat keterlaksanaan perencanaan pembelajaran yang telah disusun. Kegiatan observasi pelaksanaan proses pembelajaran dilakukan oleh teman sejawat dan guru sebagai peneliti dengan menggunakan lembar observasi. Hasil observasi tersebut digunakan untuk mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan pelaksanaan perbaikan pembelajaran yang dilakukan dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT. Siklus I diakhiri dengan kegiatan refleksi terhadap pelaksanaan perbaikan pembelajaran yang sudah dilakukan berdasarkan lembar observasi dan hasil belajar siswa yang diperoleh. Hasil refleksi pada siklus I digunakan sebagai bahan dasar untuk perbaikan proses pembelajaran pada siklus II. Tindakan perbaikan yang dilakukan pada siklus II pada dasarnya sama dengan siklus sebelumnya hanya saja pada siklus II ada beberapa hal yang ditekankan oleh peneliti (guru ) kepada siswa antara lain: 1) Peneliti (guru) menjelaskan kembali tentang model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament) dan meminta siswa selalu mengingat teman sekelompoknya dan teman turnamennya; 2) peneliti yang bertindak sebagai guru kembali menekankan pada seluruh siswa agar semua bekerjasama dengan kelompoknya masing-masing sehingga tidak ditemukan lagi siswa yang mendominasi tugas yang diberikan, dan 3) peneliti menekankan untuk lebih serius pada saat turnamen. Subyek penelitian adalah siswa SDN 030 Long Ikis kelas IV semester I tahun pembelajaran 2013/2014, yang berjumlah 24 siswa. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini adalah penelitian secara kolaboratif sehingga data diperoleh dengan cara peneliti dan pengamat secara langsung terlibat dalam proses belajar mengajar pada satu kelas dengan peneliti. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan tes tertulis pada setiap putaran. Keaktifan siswa diukur dengan menggunakan lembar observasi yang disediakan oleh peneliti. Sebagai observer dalam penelitian ini adalah teman sejawat di sekolah tempat penelitian ini dilakukan. Lembar observasi berjumlah dua yaitu lembar observasi untuk mengukur keaktifan siswa dan lembar observasi sekematik tata letak duduk siswa. Teknik Analisis Data Teknik analisis data penelitian ini secara deskriptif yang artinya hanya memaparkan data yang diperoleh melalui panduan belajar, observasi, dan tes hasil belajar setiap siklus. Data yang diperoleh kemudian disusun, dijelaskan dan dianalisis dengan cara menggambarkan atau mendeskripsikan data tersebut ke dalam bentuk sederhana. Tabel 1 Kriteria Penghargaan Kelompok
Criteria (Team Average) Less 30 30 P<40 40 P<45 45-more
Award Dream Team Good Team Great Team Super Team
1080
Nilai Rata-Rata 80 N 100 70 N<80 60 N<70 50 N<60 0 N<50
Tabel 2 Kriteria Hasil Belajar Nilai Huruf Kriteria A Baik Sekali B Baik C Cukup D Kurang E Kurang Sekali
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil belajar siswa setelah dilakukan tindakan perbaikan proses pembelajaran pada siklus I dan siklus II disajikan pada Tabel 3 brikut ini:
Uraian Rata- rata nilai Jumlah siswa yang tuntas Ketuntasan belajar
Tabel 3 Hasil belajar siswa Pra Siklus Siklus I 58,4 64,0 10 14 42% 58%
Siklus II 82,2 22 92%
Hasil penelitian diatas menunjukan bahwa pelaksanaan pembelajaran siklus II mengalami perubahan menjadi lebih baik dari siklus I. Hal ini dapat dilihat dari adanya peningkatan rata-rata hasil belajar siswa pada siklus kedua yakni dari 64 naik menjadi 82,2 atau terjadi peningkatan sebesar 18%. Melihat antusiasmenya siswa pada saat turnamen sehingga penghargaan kelompokpun berubah menjadi 3 kelompok mendapatkan penghargaan good team, 1 kelompok dengan penghargaan great team, dan 2 kelompok dengan penghargaan super team. Terdapat beberapa capaian perbaikan proses pembelajaran pada siklus II, yaitu: 1) Siswa mulai mau memberikan pendapat, termotivasi dalam mengerjakan tugas, mau memberikan tanggapan terhadap pendapat orang lain, dan mau bekerjasama dengan siswa lain; 2) Siswa telah mampu mengingat teman sekelompoknya maupun teman dalam berkompetisi di meja turnamen; 3) Siswa lebih antusias pada saat turnamen dan adanya penghargaan diakhir turnamen dapat memotivasi siswa untuk berkompetisi lebih baik; dan 4) nilai rata-rata hasil belajar IPA siswa mengalami peningkatan dari 64 pada siklus I menjadi 82,2 pada siklus II. Adapun hal-hal yang perlu diperbaiki dalam kegiatan pembelajaran pada siklus selanjutnya adalah sebagai berikut: 1) masih ada siswa yang tidak dapat diajak berkooperatif pada saat pembelajaran, dan 2) walaupun mengalami peningkatan tapi nilai rata-rata hasil belajar IPA siswa masih dinilai cukup sehingga diperlukan tindakan pada siklus selanjutnya. Berdasarkan hasil observasi dan hasil belajar pada siklus II, pembelajaran kooperatif tipe TGT dinilai baik dan telah berhasil meningkatkan hasil belajar pada materi Bagian-bagian tumbuhan dan fungsinya siswa kelas IV SDN.030 Long Ikis semester II tahun ajaran 2013/2014. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament) dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa pada materi Bagian-bagian tumbuhan dan fungsinya kelas IV SDN 030 Long Ikis Kabupaten Paser. Beberapa saran yang dapat diajukan berdasarkan hasil tindkan belajar yang dilakukan yaitu: 1) guru diharapkan dapat membangkitkan keberanian siswa dalam bertanya, mengemukakan pendapatnya, serta mendorong siswa untuk saling bekerjasama dalam memecahkan masalah, dan 2) guru diharapkan dapat menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament) ataupun memodifikasi dengan model pembelajaran lainnya untuk meningkatkan hasil belajar siswa. DAFTAR RUJUKAN Ismail. 2002. Model-Model Pembelajaran, Makalah disajikan dalam Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi. Direkorat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Jakarta. Leksono, SM. 2007. Sains Modern untuk SD Kelas IV, Widya Utama; Jakarta. 1081
Slamet, W., 2005. Pembelajaran Kontekstual. Makalah disajikan dalam Pelatihan KBK, Samarinda. Tim Penyusun Modul FKIP Unmul. 2012. Penelitian Tindakan Kelas. Modul pada Pendidikan dan Latihan Profesi Guru Rayon 119 Universitas Mulawarman, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mulawarman, tanggal 8 – 17 Juni 2012.
Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement Division) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas VI SD Negeri 02 Kaur Utara Kabupaten Kaur Tahun Pelajaran 2012/2013. Von Metternikh Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan proses dan hasil belajar siswa pada materi IPA dengan penerapan model pembelajarn kooperatif tipe STAD (Student Teams Achivemen Division). Rancangan penelitian menggunakan penelitian tindakan kelas dengan dua siklus. Subyek penelitian terdiri dari 24 siswa SD 02 Kaur Utara Kabupaten Kaur. Data yang diperoleh berupa hasil tes formatif, lembar observasi kegiatan belajar mengajar. Dari hasil analis didapatkan bahwa hasil belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I sampai siklus II yaitu, siklus I (62,50%), siklus II (91,66%). Peneraapan pembelajaran kooperatif model STAD dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas VI SD Negeri 02 Kaur Utara Kabupaten Kaur. Kata Kunci: Kooperatif Model Student Teams Achievement Division (STAD), Hasil Belajar.
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah salah satu materi pelajaran yang dapat menanamkan dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai ilmiah pada sisw, serta rasa mensyukuri nikmat dan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa. IPA merupakan hasil kegiatan manusia yang berupa pengetahuan, gagasan dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar, yang diperoleh dengan cara observasi, eksperimen, penyelidikan yang dilakukan secara sistematik. Menurut Cathar A. Carin dan Robet B. Sound (dalam Haryanto, 2004). Mendefinisikan IPA sebagai pengetahuan yang sistematis atau tersusun secara teratur, berlaku umum dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen. Selanjutnya, Sugiyanto (dalam Kartadinata, 2004) memberikan dua pengertian IPA yaitu : a) IPA sebagai produk, yaitu sekumpulan pengetahuan yang terdiri atas fakta-fakta, konsep-konsep dan prinsip-prinsip IPA, dan b) IPA sebagai proses yang meliputi keterangan kegiatan sikap ilmiah yang demiliki para ilmu untuk memperoleh dan mengembangkan ilmu pengetahuan IPA. Oleh karena itu dalam pembelajaran IPA tidak hanya memberikan kumpulan pengetahuan atau kumpulan fakta-fakta, tetapi juga merupakan cara kerja, cara berpikir dan cara memecahkan masalah. Dengan kata lain ilmu pengetahuan alam adalah pengetahuan manusia yang didapat secara observasi, eksperimen yang sistematis dijelaskan dengan aturan-aturan, hukum atau prinsip teori dan hipotesa. Pembelajaran adalah proses pengelolaan lingkungan seseorang yang dengan sengaja dilakukan sehingga memungkinkan dia belajar untuk melakukan atau mempertunjukkan tingkah laku tertentu. Sedangkan belajar adalah suatu peoses yang menyebabkan perubahan tingkah laku yang bukan disebabkan oleh proses pertumbuhan yang bersifat fisik, tetapi perubahan dalam kebiasaan, kecakapan, bertambah, berkembang daya pikir, sikap dan lain-lain. Jadi pembelajaran adalah proses yang disengaja yang menyebabkan siswa belajar pada suatu lingkungan belajar untuk melakukan kegiatan pada situasi tertentu. Proses pembelajaran membutuhkan model dan strategi tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran. Beberapa model dan strategi pembelajaran yang berkembang saat ini adalah model pembelajaran kooperatif. Menurut Muslimin (2000:45), pembelajaran kooperatif 1082
merupakan pendekatan pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama antarsiswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sementara itu menurut Wina (2006: 33), model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Ada empat unsur penting dalam strategi pembelajaran kooperatif, yaitu adanya peserta dalam kelompok, adanya aturan kelompok, adanya upaya belajar setiap anggota kelompok, dan adanya tujuan yang harus dicapai. Sementara itu, menurut Anita dalam Cooperative Learning (2007: 2), model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok serta di dalamnya menekankan kerjasama. Tujuan model pembelajaran kooperatif adalah hasil belajar akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima berbagai keragaman dari temannya serta mengembangkan keterampilan sosial. Dalam pembelajaran kooperatif, dua atau lebih individu saling tergantung satu sama lain untuk mencapai suatu tujuan bersama. Menurut Ibrahim (2000), murid yakin bahwa tujuan mereka akan tercapai jika murid tersebut memiliki keyakinan bahwa murid lainnya juga mencapai tujuan tersebut. Untuk itu setiap anggota berkelompok bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya. Murid yang bekerja dalam situasi pembelajaran kooperatif didorong untuk bekerjasama pada suatu tugas bersama dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugasnya. Salah satu metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran IPA adalah STAD (Student Teams Achivement Divisions). STAD merupakan metode pembelajaran yang dikembangkan oleh Robert Slavin dari Universitas John Hopkins. Secara garis besar, langkahlangkah pelaksanaan metode STAD adalah peserta didik di dalam kelas dibentuk tim, masingmasing 4-5 anggota kelompok. Tiap tim menggunakan lembar kerja, dan kemudian tanya jawab atau diskusi untuk saling membantu. Secara periodik guru memantau perkembangan tim atau individu. STAD dikembangkan oleh Slavin merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana (Ibrahim dkk 2000:20), dengan langkah-langkah: a) Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dan sebagainya). b) Guru menyajikan materi pelajaran, c) guru memberikan tugas kepada kelompok. Anggota yang sudah mengerti diminta untuk menjelaskan kepada anggota yang lain sampai semua anggota mengerti, d) guru memberikan kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa secara individu, e) guru mengoreksi hasil kuis, f) guru mengumumkan hasil kuis dan pemenangnya, dan g) kesimpulan. Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang mengutamakan adanya kerja sama dalam kelompok-kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. (Yeni Susilowati, 2006).Dalam pembelajaran ini siswa saling mendorong untuk belajar, saling memperkuat upaya-upaya akademik dan menerapkan norma yang menunjang pencapaian hasil belajar yang tinggi. (Nur, 1996:4). Dalam pembelajaran kooperatif lebih mengutamakan sikap sosial untuk mencapai tujuan pembelajaran yaitu dengan cara kerjasama. Pembelajaran dalam kelas perlu direncanakan dan dibangun sedemikian rupa sehingga murid mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain. Dalam interaksi ini, akan terbentuk suatu komunitas yang memungkinkan mereka untuk memahami proses belajar dan memahami satu sama lain. Diharapkan guru dapat menciptakan situasi belajar sedemikian rupa sehingga murid dapat bekerjasama dalam kelompok serta mengembangkan wawasannya tentang pembelajaran kooperatif. Melalui pembelajaran kooperatif diharapkan guru dapat mengelola kelas dengan lebih efektif. Pembelajaran IPA lebih mengutamakan pada pengembangan kemampuan dan pemrosesan informasi. Untuk itu aktivitas peserta didik perlu ditingkatkan melalui latihanlatihan atau tugas dengan bekerja kelompok. Langkah-langkah tersebut memerlukan partisipasi aktif dari siswa. Untuk itu perlu ada metode pembelajaran yang melibatkan siswa secara langsung dalam pembelajaran, metode yang dimaksud adalah metode pembelajaan kooperatif. Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan adalah dengan menerapkan metode pembelajaran yang tepat sesuai dengan materi yang diajarkan serta dengan tingkat usia siswa didik. Belajar aktif adalah salah satu solusi yang dapat diterapkan dalam proses belajar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Pembelajaran kooperatif lebih menekankan interaksi antar siswa. Dari sini siswa akan melakukan komunikasi aktif dengan sesama temannya. Dengan komunikasi tersebut diharapkan 1083
siswa dapat menguasai materi pelajaran dengan mudah, inilah salah satu alasan diterapkannya pendekatan pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Division) pada murid kelas VI SD Negeri 02 Kaur Utara, karena dalam pembelajaran kooperatif, dua atau lebih individu saling tergantung satu sama lain untuk mencapai suatu tujuan bersama. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK), dengan mengacu pada model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart (dalam Sugiarti, 1997: 6), yaitu berbentuk spiral dari sklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan), observation (pengamatan), dan reflection (refleksi). Langkah pada siklus berikutnya adalah perncanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus 1 dilakukan tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan. Siklus spiral dari tahap-tahap penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada gambar berikut. Rencana awal/rancangan Putaran 1
Refleksi
Tindakan/Observasi Rencana yang direvisi Putaran 2 Refleksi Tindakan/Observasi
Gambar 1. Alur PTK Rancangan/rencana awal, sebelum mengadakan penelitian, peneliti menyusun rumusan masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan, termasuk di dalamnya instrumen penelitian dan perangkat pembelajaran.Kegiatan dan pengamatan, meliputi tindakan yang dilakukan oleh peneliti sebagai upaya membangun pemahaman konsep siswa serta mengamati hasil atau dampak dari diterapkannya metode pembelajaran koopratif model STAD .Pada kegiatan refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan hasil atau dampak dari tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan yang diisi oleh pengamat.Rancangan/rencana yang direvisi, berdasarkan hasil refleksi dari pengamat membuat rancangan yang direvisi untuk dilaksanakan pada siklus berikutnya.Observasi dibagi dalam dua putaran, setiap putaran dikenai perlakuan dengan membahas satu sub pokok bahasan yang diakhiri dengan tes formatif. Dibuat dalam dua putaran dimaksudkan untuk memperbaiki sistem pengajaran yang telah dilaksanakan. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: 1) Silabus, yaitu seperangkat rencana dan pengaturan tentang kegiatan pembelajaran pengelolahan kelas, serta penilaian hasil belajar, 2) Rencana Pelajaran (RP), yaitu merupakan perangkat pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman guru dalam mengajar dan disusun untuk tiap putaran. Masingmasing RP berisi kompetensi dasar, indikator pencapaian hasil belajar, tujuan pembelajaran khusus, dan kegiatan belajar mengajar, 3) Lembar Kegiatan Siswa (LKS), lembar kegiatan ini yang dipergunakan siswa untuk membantu proses pengumpulan data hasil pengamatan, dan 4) Tes formatif, tes ini disusun berdasarkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai, digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman konsep IPA. Subyek penelitian adalah siswa-siswi kelas VI SDN 02 Kaur Utara Tahun Pelajaran 2012/2013, Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). 1084
Metode Pengumpulan dan Analisis Data Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi pengolahan belajar dengan metode Pembelajaran koopratif model STAD, observasi aktivitas siswa dan guru, dan tes formatif. Data yag diperoleh dianalisis dengan teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang bersifat menggambarkan kenyataan atau fakta sesuai dengan data yang diperoleh, dengan tujuan untuk mengetahui prestasi belajar yang dicapai siswa juga untuk memperoleh respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran serta aktivitas siswa selama proses pembelajaran. Untuk mengalisis tingkat keberhasilan atau persentase keberhasilan siswa setelah proses pembelajaran setiap putarannya dilakukan dengan cara memberikan evaluasi berupa tes tertulis pada setiap akhir putaran. Salah satu kreteria untuk menentukan keberhasilan pembelajaran adalah ketuntasan belajar siswa. Ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan secara klasikal. Berdasarkan petunjuk pelaksanaan belajar mengajar kurikulum 1994 (Depdikbud, 1994), yaitu seorang siswa telah tuntas belajar bila telah mencapai skor 65% atau nilai 65,00 dan kelas disebut tuntas belajar bila dikelas tersebut terdapat 85% yang telah mencapai daya serap lebih dari atau sama dengan 65,00. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Data penelitian yang diperoleh berupa hasil tes , data observasi berupa pengamatan pengelolaan belajar dengan pembelajaran koopratif model STAD dan pengamatan aktivitas siswa dan guru pada saat pembelajaran, dan data tes formatif siswa pada setiap siklus. Siklus I diawali dengan tahap perencanaan, yaitu peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) 1, Lembar Kerja Siswa (LKS) 1, Lembar Pengamatan Siswa 1, soal tes formatif 1 dan alat-alat pengajaran yang mendukung. Tahapan berikutnya adalah kegiatan pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan pada tanggal 4 Agustus 2012 di Kelas VI dengan jumlah siswa 24 Orang. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran yang telah dipersiapkan. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksaaan belajar mengajar. Pada akhir pembelajaran siswa diberi tes formatif I dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Adapun data hasil penelitian pada siklus I adalah sebagai berikut: Tabel 1Rekapitulasi Hasil Tes Pada Siklus I
No 1 2 3
Uraian Nilai rata-rata tes formatif Jumlah siswa yang tuntas belajar Persentase ketuntasan belajar
Hasil Siklus I 66,25 15 62,50
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan metode Pembelajaran koopratif model STAD diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 66,25 dan ketuntasan belajar mencapai 62,50% atau ada 15 siswa dari 24 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 65 hanya sebesar 62,50% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 65%. Hal ini disebabkan karena karena guru belum menginformasikan tujuan pembelajaran dan setiap akhir pembelajaran akan selalu diadakan tes, selain itu siswa juga belum memahami penerapan pelaksanaan metode pembelajaran Koopratif model STAD Hasil pelaksanaan pembelajaran pada siklus I dijadikan bahan untuk perbaikan proses pembelajaran pada siklus II. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus II dilaksanakan pada tanggal 8 September 2012 di kelas VI dengan jumlah siswa 24 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan memperhatikan revisi pada siklus I, sehingga kesalahan atau kekurangan pada siklus I tidak terulang lagi pada siklus II. Pengamatan (observasi) dilakssiswa an bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar. Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif 2 dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. 1085
Instrumen yang digunakan adalah tes formatif 2. Adapun data hasil penelitian pada siklus II adalah sebagai berikut. Tabel 2 Rekapitulasi Hasil Tes Pada Siklus II
No 1 2 3
Uraian Nilai rata-rata tes formatif Jumlah siswa yang tuntas belajar Persentase ketuntasan belajar
Hasil Siklus II 84,60 22 91,66
Berdasarkan tabel diatas diperoleh nilai rata-rata tes formatif sebesar 84,60 dan dari 24 siswa yang telah tuntas sebanyak 22 siswa dan 2 siswa belum mencapai ketuntasan belajar. Maka secara klasikal ketuntasan belajar yang telah tercapai sebesar 91,66% (kategori tuntas). Hasil pada siklus II ini mengalami peningkatan lebih baik dari siklus I. Adanya peningkatan hasil belajar pada siklus II ini dipengaruhi oleh adanya peningkatan kemampuan guru dalam menerapkan belajar dengan penerapan pembelajaran koopratif model STAD sehingga siswa menjadi lebih terbiasa dengan pembelajaran seperti ini sehingga siswa lebih mudah dalam memahami materi yang telah diberikan. Setiap akhir pembelajaran, selalu dilakukan tahapan refleksi, untuk mengetahui tingkat keberhasilan proses dan hasil belajar yang diharapkan. Pada tahap ini dikaji apa yang telah terlaksana dengan baik maupun yang masih kurang baik dalam proses belajar mengajar dengan penerapan pembelajaraaan kooperatif model STAD. Dari hasil pengamatan beberapa observer dan hasil refleksi pelaksanan pembelajaran dapat diuraikan sebagai berikut: 1) selama proses belajar mengajar guru telah dilaksanakan semua pembelajaran dengan baik, meskipun ada beberapa aspek yang belum sempurna, tetapi persentase pelaksanaannya untuk masing-masing aspek cukup besar, 2) berdasarkan data hasil pengamatan diketahui bahwa siswa aktif selama proses belajar berlangsung, 3) kekurangan pada siklus-siklus sebelumnya sudah mengalami perbaikan dan peningkatan sehingga menjadi lebih baik, 4) hasil belajar siswsa pada siklus II mencapai ketuntasan. Pada siklus II guru telah menerapkan belajar dengan metode pembelajaran koopratif model STAD dengan baik dan dilihat dari aktivitas siswa serta hasil belajar siswa pelaksanaan proses belajar mengajar sudah berjalan dengan baik. Maka tidak diperlukan perbaikan, tetapi yang perlu diperhatikan untuk tindakah selanjutnya adalah memaksimalkan dan mempertahankan apa yang telah ada sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar siswa dalam proses pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Melalui hasil peneilitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran koopratif model STAD pada pembelajaran IPA kelas VI SD Negeri 02 Kaur Utara memiliki dampak positif dalam meningkatkan minat dan hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin meningkatnya pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan guru, yaitu; Siklus I (62,50%), dan pada siklus II (91,66%). Hal ini berarti ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai. Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran, Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran dalam setiap siklus mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap prestasi belajar siswa yaitu dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata siswa pada setiap siklus yang terus mengalami peningkatan. Aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran, dengan penerapan pembelajaran koopratif model STAD adalah mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru, dan diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru dan bekerja dalam kelompok memperlihatkan bahwa aktivitas siswa dapat dikategorikan aktif. Sedangkan untuk aktivitas guru selama pembelajaran telah melaksanakan langkahlangkah belajar dengan metode pembelajaran koopratif model STAD dengan baik. Hal ini terlihat dari aktivitas guru yang muncul di antaranya aktivitas membimbing dan mengamati siswa dalam mengerjakan LKS/menemukan konsep, menjelaskan, memberi umpan balik/evaluasi/tanya jawab dimana prosentase untuk aktivitas di atas cukup besar. KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama dua siklus, dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Pembelajaran dengan metode Koopratif model STAD memiliki dampak positif 1086
dalam meningkatkan prestasi belajar siswa yang ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu siklus I (62,50%), siklus II (91,66%), dan 2) Penerapan metode Pembelajaran koopratif model STAD mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan minat belajar siswa yang ditunjukan dengan rata-rata jawaban siswa hasil wawancara yang menyatakan bahwa siswa tertarik dan berminat dengan metode Koopratif model STAD sehingga mereka menjadi termotivasi untuk belajar. Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses belajar mengajar IPA lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang optimal bagi siswa, makan disampaikan saran sebagai berikut: 1) Untuk melaksanakan pembelajaran memerlukan persiapan yang cukup matang, sehingga guru harus mempu menentukan atau memilih topik yang benar-benar bisa diterapkan, misalnya pembelajaran IPA dengan penerapan pembelajaran Koopratif model STAD dapat diperoleh hasil yang optimal, dan 2) Dalam rangka meningkatkan minat dan hasil belajar siswa, guru hendaknya lebih sering melatih siswa dengan berbagai metode, walau dalam taraf yang sederhana, dimana siswa nantinya dapat menemukan pengetahuan baru, memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga siswa berhasil atau mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya. DAFTAR PUSTAKA Anita. 2007. Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo. Arifin, Zainal. 1991. Evaluasi Instruksional Prinsip-Teknik-Prosedur. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Budijastuti, Widowati. 2001. Pembelajaran Kooperatif. Universitas Negeri Surabaya 2001. Haryanto. 2004. Sains (IPA), Erlangga, Jakarta Ibrahim, Muslimin dkk. 2000. Pembelajaran koopratif, Surabaya, FMIPA. Ismail 2003. Media Pembelajaran (Model – model Pembelajaran ) Direktorat Pendidikan Nasional Jakarta Kamdi, Waras. 2008. Siklus Belajar, Pembelajaran Kooperatif dan Media Pendidikan Dalam Pembelajaran Fisika. Kartadinata, 2004. Sains (IPA), Erlangga, Jakarta Kemmis, S. dan Mc. Taggart, R. 1988. The Action Research Planner. Victoria Dearcin University Press. Mukhlis, Abdul (Ed) 2000. Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Makalah Panitia Pelatihan Penulisan Karya Ilmiah Untuk Guru-guru se-Kabupaten Tuban. Nur, Moh. 2001. Pemotivasian siswa untuk belajar, Surabaya. University Press. Universitas Negeri Surabaya. Sudjana N, 2004:Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung Tersitu Wina S. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media. Yeni Susilowati, 2006. Pemanfaatan model pembelajaran koopratif STAD (Student Teams Achievement Division) , Universitas Negeri Semarang.
PENGEMBANGAN MEDIA ANIMASI DALAM PEMBELAJARAN SCIENCE-EDUTAINMENT UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJRAN IPA Zulchatab
[email protected] Abstrak Sumber belajar untuk mata pelajaran IPA di sekolah tidak cukup hanya dengan menggunakan buku-buku saja, tetapi akan lebih efektif jika menggunakan sumber belajar yang bersifat objek nyata atau media pembelajaran yang berupa media animasi untuk menggambarkan konsep-konsep abstrak kedalam bentuk visual. Artikel ini dimaksudkan untuk memberikan solusi pengajaran IPA untuk siswa kelas IV SD dengan cara yang lebih mudah dan menyenangkan. Masalah yang dihadapi adalah bagaimana merancang media pembelajaran interaktif sebagai salah satu media pembelajaran alternatif pendukung proses belajar mengajar disekolah untuk kelas IV SD yang mudah dipahami secara materi dan
1087
memudahkan siswa untuk melihat sesuatu atau objek yang nyata berupa pembelajaran science-edutainment berbantuan animasi yang ada dari aspek kemudahan penyampaian materi maupun secara tampilan visual yang menarik. Kata Kunci : IPA, Kelas 4 SD, Interaktif, Belajar dan Bermain.science edutainment media animasi
Pendidikan adalah suatu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajardan proses pembelajaran agar peserta didik dapat aktif mengembangkan potensinya. Sekolah merupakan lembaga formal yang berfungsi membantu khususnya orang tua dalam memberikan pendidikan kepada anak-anak mereka. Pendidikan memberikan pengetahuan, keterampilan dansikap kepada anak didiknya secara lengkap sesuai dengan yang mereka butuhkan. Pemerintah telah menetapkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SPN). Dalam UU tersebut SPN terdapat beberapa potensiakademik yang akan dikembangkan, dimana potensitersebut berkaitan dengan karakter. Hal tersebut dijabarkan dalam pasal 3 UU SPN bahwa“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah pengetahuan yang diperoleh melalui pengumpulan data dengan eksperimen, pengamatan, dan deduksi untuk menghasilkan tentang sebuah gejala yang dapat dipercaya. Tujuan IPA di Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah di antaranya agar peserta didik memiliki kemampuan: (1) mengembangkan pemahaman tentang berbagai macam gejala alam, konsep dan prinsip IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, (2)mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran terhadap adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat, dan (3) meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan serta sumber daya alam (Departemen Pendidikan Nasional, 2006). Kerja ilmiah merupakan bagian dari mata pelajaran IPA yang mencakup: penyelidikan/ penelitian, berkomunikasi ilmiah, pengembangan kreativitas dan pemecahan, sikap dan nilai. Dalam proses pembelajaran IPA, siswa perlu diberi kesempatan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki. Keberhasilan proses pembelajaran akan menentukan kualitas pendidikan. Oleh kerena itu, proses pembelajaran perlu dipilih dan dilakukan secara baik dan benar. Proses pembelajaran IPA diharapkan dapat terselenggara secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, perkembangan fisik dan psikologis siswa (PP No.19 Ps. 19 (1)). Kesulitan siswa dalam mempelajari IPA terjadi karena pelajaran itu sangat tergantung bagaimana cara guru mengajarkan mata pelajaran yang bersangkutan kepada siswa. Guru sebaiknya dapat mengubah rasa takut anak terhadap pelajaran IPA menjadi senang dapat membangkitkan minat dan keaktifan siswa dalam mengikuti pelajaran. Banyak cara bagi seorang guru untuk menyampaikan materi pelajaran yang dapat membuat siswa merasa senang, diantaranya adalah dengan menggunakan model dan pendekatanyang tepat dalam kegiatan pembelajaran. Salah satu pendekatan pembelajaran yang diharapkan dapat menumbuhkan rasa senang (joyful learning) adalah science-edutainment berbantuan media animasi (Hui, 2007). Mengacu pada sifat alamiah anak salah satunya adalah bermain. Pembelajaran scienceedutainment memperkenalkan cara belajar yang bernuansa hiburan/menyenangkan tetapi dengan tidak menyimpang dari tujuan pembelajaran. Proses pembelajaran seperti ini diharapkan dapat menumbuhkan daya tarik siswa terhadap pelajaran. Dari sifat siswa yang demikian akandikembangkan konsep bermain sambil belajar dan pembentukan kelompok-kelompok kecil dalam proses pembelajaran, sehingga siswa tidakmengalami kebosanan dalam proses pembelajaran. Pembelajaran edutainment (education entertainment) adalah pendekatan pembelajaran yang menghibur dan menyenangkan dan berupaya mengajak siswa untuk menyenangi semua mata pelajaran. Untuk pelajaran IPA, pendekatannya disebut scienceedutainment (Widiyatmoko, 2010). Potensi anak dapat berkembang dengan baik bila mendapat 1088
rangsangan. Salah satu cara untuk melakukan rangsangan adalah lewat bermain. Melalui bermain, sesungguhnya anak melakukan proses pembelajaran. Saat bermain anak tidak hanya mendapatkan pengetahuan-pengetahuan tertentu saja, tetapi juga pola berpikir secara umum terkait dengan pemecahan masalah dalam bentuk gagasan dan perilaku. Pengamatan dalam pembelajaran IPA untuk siswa sekolah dasar dapat dilakukan melalui pengamatan langsung terhadap objek kajian. Interaksi antara siswa dengan objek kajian akan memberikan rangsangan pada siswa untuk melakukan analisis terhadap objek tersebut. Namun demikian, tidak semua objek dapat dihadirkan dalam kelas, terutama objek-objek yang membahayakan siswa. Untuk mengatasi hal tersebut dapat digunakan media pembelajaran yang dapat menggambarkan objek secara visual. Rancangan media perlu memperhatikan karakteristik siswa dan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Rancanangan pengembangan media pembelajaran dimuali dari identifikasi masalah, analisisi karakteristik siswa, dan penentuan jenis media. Bagan berikut menggambarkan tentang langkah-langkah pengembangan media pebelajaran.
1089
Sebelum media pembelajaran digunakan, terlebih dahulu dilakukan analisis terhadap kesesuaiannya dengan tujuan pembelajaran. Penggunaan media pembelajaran dalam kelas dengan metode yang tepat akan sangat menentukan tingkat keberhasilan media dalam membantu siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Salah satu cara untuk menguji tingkat keefektifan media pembelajaran adalah menggunakan teknik penelitian tindakan kelas. Integrasi penggunaan media dalam penelitian kelas, diharapkan dapat memberikan data-data yang akurat tentang tingkat keefektifan media dalam proses pembelajaran di kelas. Perkembangan teknologi komputer membawa dampak yang cukup signifikan dalam pengembangan media pembelajaran. Dengan menggunakan komputer, saat ini sudah banyak dikembangkan media pembelajaran berbasis komputer, yang memadukan antara teks, gambar, animasi dan video dalam satu media. Saat ini telah berkembang media pembelajaran yang bersifat game dan inteaktif, yang dikemas dalam satu permainan yang menyenangkan, yang dikenal dengan edutaiment. Materi IPA, disamping berhubungan dengan objek nyata di alam, berhubungan pula dengan konsep-konsep yang bersifat abstrak. Konsep yang bersifat abstrak sangat susah dipahami oleh siswa. Konsep abstrak tersebut dapat dibuatkan media yang berupa animasi untuk mevisualisasikan konsep-konsep yang bersifat abstrak, sehingga mudah dipahami oleh siswa.
METODE PENGEMBANGAN DAN PENGUJIAN EFEKTIFITAS MEDIA Terdapat beberapa model pengembangan media pembelajaran, yang paling sederhana adalah model pengembangan dari Thiagarajan dengan menggunakan 4 langkah, yaitu define, disaign, develope dan disseminate. Tahapan difine diawali dengan analisis kebutuhan media pembelajaran, karakteristik materi, karakteristik siswa dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Hasil analisis dari tahapan difine dijadikan bahan untuk mendesain media yang akan dihasilkan. Desain media pembelajaran dapat berupa story board atau rangkaian komponen-komponen media menjadi satu kesatuan yang utuh. Tahapan selanjutnya adalah pengembangan media atau pembuatan media pembelajaran berdasarkan dari desain media yang telah dihasilkan sebelumnya. Media yang dihasilkan perlu divalidasi minimal oleh dua orang validator, yaitu validator ahli media dan validator ahli materi. Hasil validasi dari kedua validator tersebut dijadikan sebagai bahan untuk memperbaiki media pembelajaran. Media pembelajaran yang telah divalidasi kemudian dilakukan uji coba terbatas, pada pembelajaran yang nyata, dengan menggunakan siswa yang akan menjadi pengguna media pembelajaran tersebut.Hasil uji terbatas digunakan sebagai dasar untuk melakukan perbaikan kembali, dan jika sudah dinyatakan tidak ada perbaikan, maka tahapan selanjutkan pada proses disseminasi atau penyebaran media pada sasaran yang sama. Pengujian efektifitas media pembelajaran di kelas, melalui penelitian tindakan kelas akan memberikan masukan yang sangat berarti untuk mengetahui keefektifan media dalam meningkatkan proses dan hasil belajar siswa. Penelitian tindakan kelas meliputi empat tahap yaitu: (1) perencanaan (planning), (2) pelaksanaan (acting), (3) pengamatan(observing), (4) refleksi (reflecting).Proses kegiatan yang mencakup empat tahap disebut sebagai satu siklus dalam kegiatan pemecahan masalah (Hong and Salika, 2011). Perencanaan dalam kegiatan penelitian ini meliputi identifikasi masalah dan menganalisis penyebab masalah. Studi awal terhadap proses pembelajaran IPA di SD dilakukan untuk maksud tersebut. Beberapa data digunakan untuk mengidentifikasi masalah dan akar penyebab masalah antara lain melalui pengambilan data nilai ulangan harian siswa pokok bahasan suhu dan pemuaian. Berdasarkan analisis terhadap akar penyebab masalah ditentukan beberapa tindakan yang akan digunakan untuk memecahkan masalah. Bentuk tindakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penerapan pembelajaran science-edutainment berbantuan media animasi pada proses pembelajaran di kelas untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Selanjutnya kegiatan dalam penelitian ini adalah menyusun Rencana Pembelajaran (RP), Lembar Kegiatan Siswa (LKS), mempersiapkan instrumen penelitian, serta mempersiapkan alat dan bahan untuk proses pembelajaran di kelas (alat praktikum). Pada tahap tindakan ini dilaksanakan pembelajaran konsep cahaya dengan menggunakan science-edutainment berbantuan media animasi yang dilaksanakan dalam dua 1090
siklus dengan memanfaatkan LKS untuk kegiatan praktikum dan media animasi untuk pemahaman materi. Pengamatan yaitu suatu kegiatan mengamati jalannya proses pelaksanaan tindakan. Proses pengamatan ini dilakukan pada saat siswa sedang melakukan proses pembelajaran atau saat sedang melakukan percobaan pada konsep alat indra. Refleksi merupakan suatu kegiatan mengulas perubahan yang terjadi pada proses pembelajaranyang telah dilaksanakan. Berdasarkan data observasi yang telah diperoleh ini akan dianalisis untuk mengetahui perubahan yang terjadi selama tindakan pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran science-edutainment. Hasil refleksi dari siklus I digunakan sebagai dasar untuk perbaikan dan merencanakan tindakan pada siklus II. Indikator keberhasilan dalam penelitian ini dapat dilihat melalui peningkatan hasil belajar siswa (Young, 2011). PENUTUP Berdasarkan hasil kajian di atas dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran science-edutainmentberbantuan animasi jika dedesain dengan baik sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik siswa, serta tujuan pembelajaran, diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa.Untuk menguji efektifitas media kealam kelas nyata, sebaiknya dilakukan terintergarasi dengan penelitian tindakan kelas. Saran atau rekomendasi yang dapat diajuakan adalah : (1) Guru tidak harus menjadi singlefighter artinya tidak semua harus dikerjakan sendiri,tetapi dapat meminta bantuan kepada ahlilain yang berkompeten dalam bidangnya yangdisesuikan dengan kebutuhan pengembanganmedia animasi. (2) Bagi pihak yang ingin menerapkanmetode ini, sedapat mungkin dianalisiskembali untuk disesuaikan penerapannya, terutamadalam hal alokasi waktu, fasilitas pendukungtermasuk media pembelajaran, dan karakteristiksiswa yang ada di sekolah setempat. DAFTAR RUJUKAN Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran IPA SDJakarta: BalitbangDepdiknas. Hong, C and Salika, A. 2011. Action Research in Teacher Education: Classroom Inquiry, Reflection, and Data-Driven Decision Making. Journalof Inquiry & Action in Education, 4(2). Hui, K. 2007. Report on Edutainment 2007. The Journal of Virtual Reality, Vol 6 (3): 57-58. Mulyasa. 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja Rosda Karya. Ricky, J. S. 2005. Using Virtual Laboratories and Online Instruction to Enhance Physics Education.
PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA TENTANG PERUBAHAN PADA BENDA DENGAN MENGGUNAKAN METODE DEMONSTRASI DI SDN INPRES MELONGUANE KEPULAUAN TALAUD Johana Ngala Guru SDN Inpres Melonguane Talaud Abstrak : Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar IPA khususnya materi Perubahan pada Benda. Subyek penelitian adalah siswa kelas VI SDN Inpres Melonguane Kepulauan Talaud yang berjumlah 22 orang. Penelitian dilakukan dengan model Kemmis & Taggard. Pembelajaran dilaksanakan dengan metode demonstrasi dan alat peraga. Instrumen yang digunakan terdiri perangkat pembelajaran, butir soal tes, dan lembar observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran dengan metode demontrasi telah berhasil menciptakan situasi belajar yang kondusif, siswa terlibat langsung pada pembelajaran dan dapat meningkatkan motivasi belajar IPA yang semula dianggap sulit. Tingkat pemahaman siswa meningkat dengan baik yang dapat dilihat dari perolehan nilai tes hasil belajar IPA. Kata kunci: metode demonstrasi, hasil belajar IPA, perubahan pada benda.
1091
Kualitas pendidikan meliputi berbagai sektor dan jenjang pendidikan, termasuk jenjang pendidikan dasar. Keberhasilan pendidikan banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk guru. Guru yang profesional akan selalu berupaya untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan. Upaya peningkatan proses dan hasil belajar dilakukan dengan upaya guru menciptakan strategi yang cocok untuk menciptakan pembelajaran yang bermakna. Dalam pembelajaran bermakna, keterlibatan siswa sangatlah penting. Hal ini sesuai dengan pendapat Udin(1987:12) yang menyatakan bahwa pembelajaran akan bermakna apabila adanya keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar; adanya keterlibatan intelektual-emosional siswa, baik melalui kegiatan menganalisa, berbuat maupun pembentukan sikap; dan adanya keikutsertaan siswa secara kreatif dalam menciptakan situasi yang cocok untuk berlangsungnya pembelajaran. Mata pelajaran IPA merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah dasar. IPA merupakan hasil kegiatan manusia berupa pengetahuan, gagasan dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar, yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah antara lain penyelidikan, penyusunan dan pengujian gagasan-gagasan (Depdiknas, 2006). Berkenaan dengan hal tersebut, kehadiran metode demontrasi dalam pembelajaran IPA akan lebih mempermudah bagi guru dalam menyampaikan materi yang akan diajarkan kepada siswa. Metode demontrasi dalam pembelajaran IPA menjadi lebih bermakna, sebab dengan menggunakan metode demontrasi dan alat peraga IPA siswa akan terlibat secara langsung dalam proses pembelajaran. Pentingnya metode demonstrasi dan alat peraga dalam pembelajaran IPA didasarkan pada hasil observasi di kelas VI SDN Inpres Melonguane Kecamatan Melonguane Kabupaten Kepulauan Talaud. Hasil ulangan sebelumnya menunjukkan hasil belajar IPA mencapai ratarata 5,36. Hampir 77% siswa mengalami kesulitan dalam mempelajari IPA, khususnya materi perubahan benda. Hasil belajar IPA yang belum optimal di kelas VI SDN Inpres Melonguane Kecamatan Melonguane Kabupaten Kepulauan Talaud dapat disebabkan kekurangan pada guru. Pembelajaran berpusat pada guru, siswa kurang terlibat dalam pembelajaran sehingga siswa menjadi pasif dan hasil evaluasi dengan rata-rata nilai 5,36. Berdasarkan hal tersebut, dipandang perlu melaksanakan perbaikan hasil belajar melalui penelitian tindakan kelas yang bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu pembelajaran yang bersifat individual dan luwes (Kasbolah, 1998:22). Perbaikan hasil belajar IPA tersebut dilakukan dengan menggunakan metode demonstrasi. Metode Demonstrasi ialah metode pembelajaran dengan menggunakan peragaan untuk memperjelas suatu pengertian atau untuk memperlihatkan bagaimana berjalannya suatu proses pembentukan tertentu pada siswa (Surakhmad, 1990). Adapun aspek yang penting dalam menggunakan Metode Demonstrasi adalah: 1. demonstrasi akan menjadi metode yang tidak wajar apabila alat yang didemonstrasikan tidak bisa di amati dengan seksama oleh siswa. Misalnya alatnya terlalu kecil atau penjelasannya tidak jelas; 2. demonstrasi menjadi kurang efektif bila tidak di ikuti oleh aktivitas di mana siswa sendiri dapat ikut memperhatikan dan menjadi aktivitas mereka sebagai pengalaman yang berharga; 3. tidak semua hal dapat didemonstrasikan di kelas karena sebab alat-alat yang terlalu besar atau yang berada di tempat lain yang tempatnya jauh dari kelas; 4. hendaknya dilakukan dalam hal-hal yang bersifat praktis. Metode demonstrasi memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan metode demonstrasi adalah sebagai berikut. 1. Perhatian anak didik dapat dipusatkan dan titik berat yang dianggap penting oleh guru dapat di amati 2. Perhatian anak didik akan lebih terpusat pada apa yang didemonstrasikan, jadi proses anak didik akan lebih terarah dan akan mengurangi perhatian anak didik kepada masalah lain 3. Dapat merangsang siswa untuk lebih aktif dalam mengikuti proses belajar 4. Dapat menambah pengalaman anak didik 5. Bisa membantu siswa ingat lebih lama tentang materi yang di sampaikan 6. Dapat mengurangi kesalah pahaman karna pembelajaran lebih jelas dan kongkrit 1092
7.
Dapat menjawab semua masalah yang timbul di dalam pikiran setiap siswa karna ikut serta berperan secara langsung. Adapun kelemahan metode demonstrasi adalah sebagai berikut. 1. Memerlukan waktu yang cukup banyak 2. Apabila terjadi kekurangan media, metode demonstrasi menjadi kurang efesien 3. Memerlukan biaya yang cukup mahal, terutama untuk membeli bahan-bahannya 4. Memerlukan tenaga yang tidak sedikit 5. Apabila siswa tidak aktif maka metode demonstran menjadi tidak efektif. Dalam hubungannya dengan penggunaan media pada waktu berlangsungnya pembelajaran dengan metode demonstrasi, media setidak-tidaknya digunakan guru pada situasi sebagai berikut. 1. Perhatian siswa terhadap pembelajaran sudah berkurang akibat kebosanan mendengarkan uraian guru. Penjelasan atau penuturan secara verbal oleh guru mengenai bahan pembelajaran biasanya sering membosankan apalagi bila cara guru menjelaskannya tidak menarik. Dalam situasi ini tampilnya media akan mempunyai makna bagi siswa dalam menumbuhkan kembali perhatian belajar para siswa. 2. Bahan pembelajaran yang dijelaskan guru kurang dipahami siswa. Dalam situasi ini sangat bijaksana apabila guru menampilkan media untuk memperjelas pemahaman siswa mengenai bahan pembelajaran.Misalnya menyajikan bahan dalam bentuk visual melalui gambar, grafik, bagan atau model-model yang berkenaan dengan isi bahan pembelajaran. 3. Terbatasnya sumber pembelajaran.Tidak semua sekolah mempunyai buku sumber, atau tidak semua bahan pembelajaran ada dalam buku sumber.Sitausi ini menuntut guru untuk menyediakan sumber tersebut dalam bentuk media. Misalnya peta atau globe dapat dijadikan sumber bahan belajar bagi siswa, demikian juga model, diorama, media grafis dan lain-lain. 4. Guru tidak bergairah untuk menjelaskan bahan pembelajaran melalui penuturan kata-kata (verbal) akibat terlalu lelah disebabkan telah mengajar cukup lama. Dalam situasi ini guru dapat menampilkan media sebagai sumber belajar bagi siswa. Misalnya guru menampilkan bagan atau grafik dan siswa diminta memberi analisis atau menjelaskan apa yang tersirat dari gambar atau grafik tersebut, baik secara individual maupun secara kelompok. Penggunaan media pembelajaran tetap memerlukan keterlibatan guru dalam pembelajaran, mulai dari perencanaan memberi motivasi, penggunaan sumber belajar, memberi bantuan dan memperbaiki kesalahan yang dilakukan siswa. Guru harus berusaha agar terdapat keseimbangan antara waktu belajar mandiri, belajar kelompok, berdiskusi, dan memberikan informasi dengan menggunakan metode ceramah, ataupun melakukan demonstrasi. Kegiatan kelompok dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan demonstrasi. Suatu metode pembelajaran yang baik tidak selalu memberikan hasil belajar yang baik untuk tiap anak. Hasil belajar seorang siswa masih tergantung pada bakat dan minatnya. Sikap dan minat terhadap pelajaran menentukan ketekunan siswa untuk belajar.Ketekunan inilah yang sebenarnya dapat menentukan keberhasilan belajar dalam waktu yang relatif singkat.Jadi faktor waktu dapat diperhitungkan dan digunakan secara efisien setelah kita dapat membiasakan belajar secara tekun. Faktor minat dan sikap ini dapat dikembangkan kalau siswa diberi kesempatan untuk belajar secara aktif, disertai rasa gembira, dan tidak membosankan. Kebosanan ini dapat dihindari dengan cara menggunakan berbagai sumber belajar yang bervariasi, dan digunakan rnetode yang cocok, atau bervariasi pula. Tujuan dari penelitian tindakan kelas ini adalah untuk meningkatkan proses dan hasil belajar IPA khususnya dalam materi perubahan benda berdasarkan makanannya dengan menggunakan metode demontrasi di Kelas VI SDN Inpres Melonguane Talaud. METODE Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas dengan tindakan pembelajaran menggunakan metode demonstrasi. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam dua siklus. Untuk masing-masing siklus terdiri dari empat tahap, yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Penelitian dilaksanakan di SDN Inpres Melonguane Kecamatan Melonguane Kabupaten Kepulauan Talaud. Kelas pelaksanaan penelitian adalah pada siswa kelas VI dengan jumlah siswa 22 orang, yang terdiri dari 10 orang laki-laki dan 12 orang perempuan. Penelitian 1093
dilaksanakan pada bulan September - Desember 2012 semester ganjil tahun pelajaran 20122013. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 2 teknik, yaitu teknik observasi dan teknik tes. Teknik observasi dilakukan selama kegiatan pembelajaran berlangsung dengan menggunakan lembar observasi yang dibuat untuk digunakan sebagai perangkat pengumpul data. Observasi dilakukan terhadap proses pembelajaran IPA. Teknik tes dilakukan pada akhir kegiatan pembelajaran dengan menggunakan lembar soal. Teknik analisis data yang dilakukan ada yang bersifat kuantitatif dan kualitatif. Data yang bersifat kualitatif dikategorikan dan diklasifikasikan berdasarkan analisis kaitan logisnya, kemudian disajikan secara aktual dan sistematis dalam keseluruhan permasalahan dan kegiatan penelitian. Prosedur pengolahan data penelitian dilakukan dengan urutan sebagai berikut. a. Seleksi Data Data yang telah terkumpul dari hasil observasi selama kegiatan penelitian diseleksi berdasarkan tujuan penelitian. b. Klasifikasi Data Data yang terkumpul berdasarkan penyeleksian, diklasifikasikan berdasarkan urutan logis untuk disajikan secara sistematis berdasarkan urutan siklus. c. Persentase Data Tahap akhir dari teknik analisis data, dilakukan perhituangan dengan persentasie berdasarkan hasil klasifikasi. Kegiatan penelitian ditempuh melalui empat tahap, yaitu; (a) Perencanaan pembelajaran, (b) Pelaksanaan pembelajaran, (c) Observasi dan pencatatan pembelajaran, (d) Analisis serta refleksi pembelajaran. Empat tahap kegiatan yang dilakukan pada setiap siklus tindakan pembelajaran adalah seperti berikut. a. Perencanaan pembelajaran Kegiatan perencanaan pembelajaran meliputi tahapan, yaitu; (a) membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan penggunaan metode demontrasi pada pembelajaran IPA tentang konsep perubahan benda, (b) mempersiapkan alat atau media pembelajaran yang digunakan untuk setiap kelompok, (c) membicarakan prosedur pelaksanaan pembelajaran IPA tentang konsep perubahan benda menggunakan metode demontrasi dan (d) menyusun instrumen-instrumen yang digunakan. b. Pelaksanaan Pembelajaran Pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan metode demontrasi dan mencatat berbagai temuan selama kegiatan pembelajaran sebagai bahan refleksi pada pelaksanaan pada siklus l khususnya yang berhubungan dengan fokus penelitian. c. Observasi Pelaksanaan Penelitian Peneliti dengan berkolaborasi dengan guru lain satu sekolah. Guru tersebut bertindak sebagai observer terhadap pembelajaran IPA. Observer mencatat setiap kejadian dalam pembelajaran. d. Analisis dan Refleksi Pembelajaran Peneliti bersama-sama observe melakukan analisis dan refleksi data yang terkumpul selama kegiatan pembelajaran. Analisis dilakukan dengan pemeriksaan lembar pengamatan dan catatan-catatan tentang data yang terkumpul.Hasil observasi sebagai temuan dijadikan sebagai rekomendasi hasil penelitian dan rencana tindakan selanjutnya. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan data yang diperoleh dari sekolah, keadaan siswa Kelas VI SDN Inpres Melonguane Talaud pada semester I diperoleh data yaitu dari 22 siswa dikategorikan pandai sebanyak 5 orang, kategori sedang sebanyak 8 orang, dan kategori kurang sebanyak 9 orang. Aktivitas siswa dalam pembelajaran IPA, siswa kurang antusias dalam menghadapi pelajaran, hal ini salah satu penyebabnya adalah guru tidak menggunakan media pembelajaran yang tepat. Dalam kegiatan orientasi dan identifikasi masalah terlebih dahulu dilakukan tes untuk mengetahui kemampuan siswa (tes awal) tentang aturan konsep perubahan benda. Adapun hasil yang diperoleh dari tes awal menunjukkan bahwa rerata hasil belajar IPA mencapai skor 5, 36 dengan pencapaian ketuntasan 53,63.
1094
Siklus 1 Tindakan pembelajaran yang dilaksanakan adalah dengan menggunakan metode demonstrasi. Siswa membentuk kelompok, setiap kelompok terdiri dari 5 dan 6 orang, dengan tujuan agar siswa dalam kelompok memperoleh kesempatan yang lebih banyak dalam melaksanakan kegiatan Pada tahap perencanaan, peneliti selaku guru menyusun perangkat pembelajaran yang disertai dengan Lembar observasi pelaksanaan pembelajaran dan Lembar observasi kemampuan siswa pada konsep perubahan benda. Pada tahap pelaksanaan tindakan dan pengamatan pembelajaran, guru dan siswa melakukan kegiatan pembelajaran berdasarkan RPP yang menggunakan metode demonstrasi. Berdasarkan data yang terkumpul dari hasil evaluasi yang dilaksanakan pada Siklus I, masih banyak siswa yang belum memahami konsep perubahan benda. Hal ini terlihat dari hasil tes siklus 1 yang mencapai skor rerata 6,45.Skor ini mengalami peningkatan dari hsil sebelumnya yang mencapai skor rerata 5,36. Hasil refleksi tentang pembelajaran disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Refleksi Pembelajaran Siklus I
Masalah Pembelajaran
Hipotesis Tindakan Selanjutnya a. Tiap siswa dalam kelompok diberi tugas yang sama antara antara lain melaksanakan praktek b. Siswa dibimbing secara intensif secara individu, baik dalam kegiatan menjelaskan maupun dalam kerja kelompok
A. Kegiatan Guru Guru telah dapat melaksanakan prosedur pembelajaran sesuai dengan skenario yang ada pada rencana pembelajaran, meskipun masih ada keraguan dan siswa yang tidak aktif kurang mendapat perhatian dari guru. B. Kegiatan Siswa Siswa secara umum tampak memiliki minat belajar yang tinggi dalam belajar, akan tetapi masih perlu penjelasan guru dalam Kelompok Kerja. Berdasarkan data yang terkumpul dari hasil evaluasi yang dilaksanakan pada Siklus I, masih banyak siswa yang salah, secara rinci hasil yang diperoleh siswa adalah sebagai berikut.
Hasil refleksi dari siklus I merupakan rekomendasi untuk siklus II agar pembelajaran lebih baik dan sesuai dengan tujuan penelitian. Adapun kegiatan perencanaan untuk kegiatan pembelajaran siklus II dilaksanakan dengan metode demonstrasi yang dilengkapi dengan praktek. Siklus II Tindakan penelitian siklus II berdasarkan refleksi siklus I. Pada tahap perencanaan, penelitia melakukan revisi dan perbaikan terhadap perangkat RPP dan instrumen penelitian yang digunakan. Proses pembelajaran pada siklus II meliputi kegiatan guru dalam mengajar, dan siswa dalam belajar dengan menambahkan kegiatan praktek setelah guru melakukan demonstrasi. Hasil evaluasi yang dilaksanakan pada siklus II menunjukkan masih banyak siswa yang salah. Hal ini terlihat dari hasil tes siklus II yang mencapai skor rerata 8,09.Skor ini mengalami peningkatan dari hsil sebelumnya yang mencapai skor rerata 6,45. Hasil refleksi tentang pembelajaran disajikan pada Tabel 2.
1095
Tabel 2. Refleksi Pembelajaran Siklus II
Masalah Pembelajaran
Hipotesis Tindakan Selanjutnya
A. Kegiatan Guru a.Tiap siswa dalam kelompok diberi tugas yang Guru telah dapat melaksanakan sama antara antara lain melaksanakan praktek prosedur pembelajaran sesuai dengan b. Siswa dibimbing secara intensif secara individu, skenario yang ada pada rencana baik dalam kegiatan menjelaskan maupun pembelajaran, meskipun masih ada dalam kerja kelompok keraguan dan siswa yang tidak aktif kurang mendapat perhatian dari guru. B. Kegiatan Siswa Siswa secara umum tampak memiliki minat belajar yang tinggi dalam belajar, akan tetapi masih perlu penjelasan guru dalam Kelompok kerja Hasil belajar IPA pada siklus I dan II mengalami peningkatan yang cukup baik dibanding sebelumnya. Pembelajaran pada siklus I menggunakan metode demonstrasi dan pembelajaran pada siklus II menggunakan metode demonstrasi yang disertai dengan praktek langsung. Penggunaan metode demonstrasi menambah rasa ingin tahu siswa terhadap materi yang dipelajari dan merangsang siswa untuk lebih aktif dalam mengikuti proses belajar (Surakhmad, 1990). Hal ini menambah pengalaman belajar siswa. Penggunaan metode demonstrasi yang disertai dengan praktek menambah pengalaman siswa karena siswa mengalami pengalaman langsung berinteraksi dengan media pembelajaran. Peningkatan hasil belajar IPA melalui metode demonstrasi mendukung penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa metode demonstrasi dapat meningkatkan hasil belajar IPA di SD Swasta Dakwatul Islam Biru-Biru Kab. Deli Serdang (Erawati, 2013). PENUTUP Kesimpulan Langkah-langkah persiapan yang telah direncanakan untuk pelaksanaan penelitian berjalan sesuai dengan rencana, dari mulai penyusunan RPP sampai instrumen yaitu lembar observasi untuk aktivitas guru dalam melaksanakan pembelajaran, dan lembar observasi untuk kegiatan siswa dalam belajar, telah berhasil menjaring data sebagai hasil penelitian. Pelaksanaan pembelajaran tentang konsep perubahan benda dengan menggunakan metode demontrasi telah berhasil menciptakan situasi belajar yang kondusif yakni siswa terlibat secara langsung pada proses pembelajaran, juga dapat meningkatkan motivasi siswa untuk belajar IPA yang semula dianggap sulit. Tingkat pemahaman siswa tentang perubahan benda setelah pembelajaran menggunakan metode demonstrasi dapat meningkat dengan baik, ini dapat dilihat dari hasil evaluasi yaitu pada siklus I memperoleh nilai rata-rata 6,45 dan pada siklus ke II memperoleh nilai rata-rata 8,09. Saran Dalam upaya perbaikan pembelajaran dan meningkatkan pemahaman siswa terhadap pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam tentang perubahan benda, ada beberapa hal yang perlu disampaikan antara lain; 1. 2. Penggunaan metode demontrasi dalam mata pelajaran IPA tentang perubahan benda yang telah dilaksanakan selama kegiatan penelitian sangat baik. Hal ini terlihatdari hasil evaluasi dari siklus I dan siklus II terjadi peningkatan yang cukup tinggi. Selain itu, situasi belajar sangat kondusif karena pembelajaran dengan menggunakan metode demontrasi dapat melibatkan siswa secara utuh, artinya terlibat dari awal sampai akhir pembelajaran. 3. Guru hendaknya membina dan mengembangkan kemampuan menyerap informasi tentang media pembelajaran seperti audio visual, misalnya melalui kegiatan KKG, seminar, dan dari media cetak. Disamping media pembelajaran yang harus dikuasai, juga alat peraga yang diperlukan perlu dipersiapkan, karena alat peraga mampu menjembatani pemahaman siswa. 1096
DAFTAR RUJUKAN Depdiknas. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006. Tentang Standar isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta : Depdiknas. Erawati. 2013. Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas V Menggunakan Metode Demonstrasi pada Pelajaran Ipa Materi Pokok Perubahan Benda yang Bersifat Sementara di SD Swasta Dakwatul Islam Biru-Biru Kab. Deli Serdang T.A 2012/2013. Tugas Akhir. Medan: Unimed. Tidak Dipublikasikan Kasbolah, K. 1998. Penelitian Tindakan Kelas Dirjen Pendidikan. Tinggi Proyek Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Surakhmad, W. 1990. Metode Pembelajaran. Bandung: Jemmars. Udin, H. 1987. Strategi Pembelajaran Dirjen Pendidikan. Jakarta: Tinggi Proyek Pendidikan Guru Sekolah Dasar.
PENGALAMAN MENGAJAR DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF STAD PADA MATAPELAJARAN IPA MATERI SUSUNAN ALAT PENCERNAAN DI SDN 1 SINGKAWANG TENGAH Halid
[email protected] SDN 1 Singkawang Tengah Abstrak : Pengalaman pembelajaran IPA dengan pembelajaran kooperatif STAD telah dilaksanakan di SDN 1 Singkawang Tengah. Tahap awal pembelajaran guru menyiapkan perangkat pembelajaran yang terencana dengan memilih media yang dekat dengan siswa dalam arti yang sering dan dialami dalam kehidupan seharihari. Berdasarkan pengalaman guru dalam menerapkan pembelajaran IPA dapat disimpulkan (1) Guru harus lebih kreatif dalam pengelolaan pembelajaran dengan memiliki kompetensi pedagogis, sehingga benar-benar dapat bermakna dan berkarakter bagi siswa. (2) Model pembelajaran kooperatif sangat baik untuk diterapkan sehingga menciptakan suasana yang harmonis. Kata kunci : pengalaman mengajar, kooperatif STAD.
Anak usia sekolah dasar berada pada tahapan operasi konkret. Pada rentang usia tersebut anak mulai menunjukkan perilaku belajar sebagai berikut. (1) Mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak. (2) Mulai berpikir secara operasional. (3) Mempergunakan cara berpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda. (4) Membentuk dan mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab akibat, dan (5) Memahami konsep substansi, volume zat cair, panjang, lebar, luas, dan berat (Dahar, 1988) Belajar bermakna (meaningfull learning) merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Kebermaknaan belajar sebagai hasil dari peristiwa mengajar ditandai oleh terjadinya hubungan antara aspek-aspek, konsep-konsep, informasi atau situasi baru dengan komponen-komponen yang relevan di dalam struktur kognitif siswa. Proses belajar tidak sekadar menghafal konsepkonsep atau fakta-fakta belaka, tetapi merupakan kegiatan menghubungkan konsep-konsep untuk menghasilkan pemahaman yang utuh, sehingga konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah dilupakan. Dengan demikian, agar terjadi belajar bermakna maka guru harus selalu berusaha mengetahui dan menggali konsep-konsep yang telah dimiliki siswa 1097
dan membantu memadukannya secara harmonis konsep-konsep tersebut dengan pengetahuan baru yang akan diajarkan (Dahar, 1988). Pembelajaran yang berhasil ditunjukkan dengan indikator dikuasainya bahan ajar oleh siswa secara utuh. Namun, penguasaan bahan ajar oleh siswa bukanlah satu-satunya indikator dari keberhasilan proses pembelajaran di suatu sekolah. Keberhasilan pembelajaran itu juga terkait dengan berbagai faktor, yaitu : metode pembelajaran, pendekatan, srategi, sistem penilaian, model pembelajaran, pengelolaan kelas, media pembelajaran, sumber belajar, kemampuan peserta didik (intake) dan lain-lain. Kenyataannya di SDN 1 Singkawang Tengah Kelas 5 Tahun Pelajaran 2012-2013, menunjukkan hal-hal sebagai berikut: (1) aktifitas siswa dalam proses pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam masih terbatas, (2), interaksi siswa dan siswa tidak tampak, (3) keberanian peserta didik untuk menyampaikan pendapat maupun menjawab pertanyaan dari guru sangat kurang, dan (4) hasil belajar mata pelajaran IPA masih rendah. Hal di atas harus cepat diatasi, maka dari itu penulis melakukan penerapan pembelajaran kooperatif dengan media gambar peraga pencernaan makanan dan kartu pencernaan. Berdasarkan permasalahan di atas dicari alternatif solusinya yaitu dengan menerapkan pembelajaran kooperatif STAD. Slavin (2005, dalam Zubaidah, dkk. 2013) menyatakan bahwa dalam belajar kooperatif siswa belajar bersama, saling menyumbang pemikiran dan bertanggung jawab terhadap pencapaian hasil belajar secara individu maupun kelompok. Sistem pembelajaran gotong royong atau cooperative learning merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugastugas yang terstruktur. Pembelajaran kooperatif dikenal dengan pembelajaran secara berkelompok. Tetapi belajar kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok karena dalam belajar kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan yang bersifat interdepedensi efektif diantara anggota kelompok (Sugandi, 2002 dalam Karlina, 2013). Hubungan kerja seperti itu memungkinkan timbulnya persepsi yang positif tentang apa yang dapat dilakukan siswa untuk mencapai keberhasilan belajar berdasarkan kemampuan dirinya secara individu dan andil dari anggota kelompok lain selama belajar bersama dalam kelompok. Hal yang sama ditulis dalam Kompasiana (2013), keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan secara kelompok. Oleh sebab itu, prinsip bekerja sama perlu ditekankan dalam proses pembelajaran kooperatif. Setiap anggota kelompok bukan saja harus diatur tugas dan tanggung jawab masing-masing, akan tetapi juga ditanamkan perlunya saling membantu, misalnya siswa yang pintar membantu siswa yang kurang pintar. Pemilihan kooperatif STAD pada pembelaran ini dengan pertimbangan STAD merupakan pembelajaran kooperatif dengan struktur yang sederhana serta paling mudah diterapkan utamanya bagi guru yang belum pernah menerapkan pembelajaran kooperatif (Zubaidah, dkk. 2013). Pada pembelajaran ini penulis memilih Standar Kompetensi “Mengidentifikasi fungsi organ tubuh manusia dan hewan” dengan Kompetensi Dasar (KD) 1.3 yaitu mengidentifikasi fungsi organ pencernaan manusia dan hubungannya dengan makanan dan kesehatan (BSNP, 2006). Tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran ini sebagai berikut. (1) Melalui pembelajaran kooperatif STAD siswa dapat menyusun kartu bergambar saluran pencernaan makanan dengan benar. (2) Melalui pembelajaran kooperatif STAD siswa dapat menyebutkan nama bagian-bagian alat pencernaan makanan pada kartu gambar dengan benar. Langkah-Langkah Kegiatan Tahap awal pembelajaran guru menyusun perangkat pembelaran yang meliput rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), lembar kegiatan siswa (LKPD), menyiapkan kartu bergambar organ-organ pencernaan makanan. Skenario pembelajaran pada RPP mengikuti sintak kooperatif STAD. Berikut Langkah-langkah pembelajaran dengan kooperatif STAD. Ketua kelas memipmin doa. Guru melakukan apersepsi dengan meminta 2 orang siswa maju, salah satu siswa mengambil kue, siswa yang lain diminta mengamati bentuk warna kue. Kegiatan dilanjutkan, guru meminta salah seorang siswa mengunyah kue, siswa yang lain mengamati gerakan mulut waktu mengunyah. Berikut Tanya jawab siswa dengan guru. Pertanyaan Guru : Apakah bentuk kue berubah ? Jawaban siswa: berubah 1098
Pertanyaan Guru : Mengapa berubah ? Jawaban siswa :karena dihancurkan gigi Pertanyaan Guru :Apakah saat kita buang air besar akan keluar makanan yang kita makan ? Jawaban siswa: tidak. Pertanyaan Guru :Mengapa demikian ? Jawaban siswa: karena sudah mengalami pencernaan. Selanjutnya guru menampilkan gambar dan menayangkan video proses pencernaan makanan, pandangan siswa tertuju pada video tersebut. Setelah menayangkan video tersebut guru menyampaikan tujuan pembelajaran. Guru membagi siswa menjadi empat kelompok dengan anggota yang heterogen. Setiap kelompok beranggotakan 4-5 orang. Masing-masing kelompok mendapat potongan-potongan gambar dan kartu pencernaan serta lembar kerja kelompok. Siswa diminta mengurutkan letak masing-masing alat pencernaan tersebut. Guru mengingatkan siswa untuk menggunakan buku IPA mereka untuk mendapatkan informasi sehingga dapat tersusun urutan yang benar. Bila ada kelompok yang salah urutannya, maka didiskusikan sehingga ditemukan urutan yang benar. Setelah selesai siswa diminta ke depan kelas untuk menunjukkan dan mensimulasikan hasil kelompoknya. Selanjutnya guru menempelkan nama-nama alat pencernaan makanan sesuai dengan urutan yang benar dan siswa mencocokkan hasil kerjanya, kemudian guru menjelaskan alat-alat pencernaan tersebut. Pada kegiatan akhir bersama-sama merangkum hasil belajar, dan memberikan pujian kepada kelompok yang terbaik dan menutup pembelajaran dengan bernyanyi serta nasihatnasihat dan diakhiri dengan doa. Hasil dan Pembahasan Pembelajaran kooperatif STAD pada matapelajaran IPA di Kelas 5 SDN 1 Singkawang Tengah menunjukkan peningkatan pada hal-hal berikut. 1) Peningkatan aktifitas siswa dalam proses pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam yang ditandai dengan antusiasnya siswa dalam menyelesaikan tugas mengurutkan kartu gambar organ pencernaan makanan (Gambar 1-3). (2) Terjadi interaksi siswa dan siswa yang ditandai dengan kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk menyelesaikan tugas kelompok. (3) Keberanian peserta didik untuk menyampaikan pendapat pada waktu diskusi kelas serta menjawab pertanyaan dari guru. Peningkatan tersebut disebabkan penerapan pembelajaran kooperatif STAD. Pembelajaran yang berlangsung sangat interaktif baik sesama siswa, guru, dan media. Pertanyaan guru cepat direspon oleh siswa, demikian juga tugas tugas yang diberikan guru untuk menyusun kartu gambar organ pencernaan segera dilaksanakan. Hal ini menunjukkan tanggung jawab masing-masing anggota untuk menyelesaikan tugas kelompok. Seperti yang disampaikan Slavin (2005, dalam Zubaidah, dkk. 2013) yaitu dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama, saling menyumbangkan pikiran dan bertanggung jawab terhadap pencapaian hasil belajar, baik secara individu maupun kelompok. Guru berperan sebagai fasilitator dalam membimbing siswa menyelesaikan tugasnya. Pada pelaksanaan pembelajaran semua aktif karena masing-masing siswa mendapat tugas yang jelas. Menurut Joni (1980, dalam Zubaidah, dkk. 2013) kelompok yang efektif ditandai oleh suasana yang hangat dan produktivitas yang tinggi dalam pemenuhan tugas, tanpa adanya anggota kelompok yang dikorbankan atau ditonjolkan. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa dalam kelompok diperlukan pula adanya rasa tanggungjawab perorangan terhadap pembelajaran, sehingga diantara anggota kelompok tidak ada yang menggantungkan diri kepada anggota yang lain. Guru memberi pujian atau penghargaan kepada kelompok yang menyelesaikan tugas dengan cepat dan benar. Penghargaan kelompok ini bertujuan memberi motivasi pada siswa. Seperti yang disampaikan Zubaidah, dkk. (2013) adanya sistem penghargaan ini memicu munculnya motivasi anggota kelompok untuk memperolehnya. Salah satu unsur pembelajaran kooperatif adalah akuntabilitas individu. Akuntabilitas individu dapat berarti keberhasilan kelompok tergantung pada hasil semua anggota kelompok. Akuntabilitas berfokus pada kegiatan saling membantu antar anggota kelompok dan mempersiapkan semua anggota kelompok untuk mengikuti penilaian. Kesetaraan kesempatan untuk memperoleh kesuksesan berarti bahwa siswa memberikan sumbangan bagi keberhasilan kelompoknya dengan meningkatkan kemampuannya sendiri. Hal ini membuktikan bahwa siswa yang berbeda tingkat kemampuannya tertantang untuk 1099
mengeluarkan kemampuan terbaiknya dan sumbangan dari seluruh anggota kelompok menjadi sangat berarti. Pembelajaran memerlukan perencanaan yang matang agar proses pembelajaran berjalan secara efektif. Penerapan pembelajaran kooperatif harus dilaksanakan sesuai dengan perencanaan melalui langkah-langkah pembelajaran yang sudah ditentukan termasuk ketentuanketentuan yang sudah disepakati bersama. Fungsi organisasi menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pekerjaan bersama antar setiap anggota kelompok. Oleh sebab itu, perlu diatur tugas dan tanggung jawab setiap anggota kelompok (Kompasiana, 2013)
Gambar 1. Siswa mengamati kartu gambar organ pencernaan makanan
Gambar 2. Siswa mengurutkan kartu gambar organ pencernaan makanan
Gambar 3. Siswa mempresentasikan hasil diskusinya PENUTUP Simpulan Pembelajaran IPA dengan Model Kooperatif telah dilaksanakan. Berdasarkan pembelajaran di atas dapat disimpulkan bahwa sebagai berikut. (1) Guru harus lebih kreatif dalam pengelolaan pembelajaran dengan memiliki kompetensi pedagogis, sehingga benar-benar 1100
dapat bermakna dan berkarakter bagi siswa. (2) Model pembelajaran kooperatif sangat baik untuk diterapkan sehingga menciptakan suasana yang harmonis. Saran Berdasarkan pengalaman menerapkan pembelajaraan kooperatif STAD pada matapelajaran IPA disarankan berikut. (1) Bagi guru disarankan dalam memanfaatkan media, pilihlah media yang dekat dengan siswa yaitu yang ada dalam dalam kehidupan sehari-hari (2) Guru harus menyiapkan pembelajaran yang terencana. DAFTAR RUJUKAN BSNP. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas. Karlina, S. 2013. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) sebagai Salah Satu Strategi Membangun Pengetahuan Siswa. (Online) http://www.sd-bina talenta.com/arsip artikel /artikel_ina.pdf. diakses tgl 27 Desember 2013. Kompasiana.2013.Karakteristik Pembelajaran Kooperatif. (Online) edukasi.kompasiana. com/.../karakteristik-pembelajaran.. Desember 2013. Zubaidah, S.,Mahanal, S., Yuliati, L. 2013. Ragam Model dan Metode Pembelajaran IPA Sekolah Dasar. Kerjasama PT Pertamina (Persero) dan Universitas Negeri Malang. Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang.
PENGGUNAAN METODE OBSERVASI UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA (LESSON STUDY DI SDN MODEL TERPADU BOJONEGORO) Rizky Mareta Ciptani Abstrak: Pada pembelajaran IPA telah dilaksanakan Lesson Study di SD Negeri Model Terpadu. Lesson study ini dilakukan dengan tahapan plan, do, dan see. Plan atau rencana dilaksanakan untuk merancang perangkat pembelajaran dengan materi Strukutur dan Fungsi Bagian Tumbuhan dengan metode observasi. Do dilaksanakan untuk mengimplementasikan perangkat pembelajaran di kelas IV B dengan 1 guru model dan 8 observer yang terdiri dari guru kelas, kepala sekolah, dosen pendamping dari Universitas Negeri Malang (UM). See dilakukan untuk merefleksi dilaksanakan setelah pembelajaran. Hasil refleksi menunjukkan bahwa metode observasi dalam pembelajaran IPA dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa dan ketuntasan belajar siswa. Hanya seorang siswa yang perlu remedial karena mendapat nilai dibawah 75. Lesson study memberi manfaat bagi guru tentang pelaksanaan pembelajaran IPA dan suasana belajar antar guru di SDN Model Terpadu Bojonegoro. Kata kunci: lesson study, metode observasi, pembelajaran IPA
Berbagai cara dilakukan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan melaksanakan Lessson Study. Lesson Study diharapkan bisa mengikuti tuntutan perkembangan jaman yang menginginkan pembelajaran di kelas semakin variatif dan inovatif, sehingga bisa menghasilkan siswa yang berdaya saing tinggi. Menurut Direktorat Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Kementrian Pendid.ikan Nasional, dua manfaat Lesson Study adalah, pertama, merupakan suatu cara efektif yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran yang dilakukan guru dan aktivitas belajar siswa, serta kedua, mempercepat pematangan, pendewasaan bagi guru pemula. Lesson study menjadikan guru lebih profesional dan inovatif dalam pembelajaran. Lesson study merupakan terjemahan dari bahasa Jepang jugyokenkyu, yang berasal dari dua kata jugyo yang berarti lesson atau pembelajaran, dan kenkyu yang berarti study atau research atau pengkajian (UPI,UM,UNY, 2006: ). Lesson Study merupakan suatu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif, dan 1101
berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar. Lesson Study bukan metode atau strategi pembelajaran tetapi kegiatan Lesson Study dapat menerapkan berbagai metode/strategi pembelajaran yang sesuai dengan situasi, kondisi, dan permasalahan yang dihadapi guru. Menurut Sri Sulistiyorini (2007:40) dalam umanulisaja .blogspot. com/2012, Tujuan Pembelajaran IPA di SD Pembelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar siswa: 1) Mengembangkan rasa ingin tahu dan suatu sikap positif terhadap sains, teknologi dan masyarakat. 2) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan. 3) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep sains yang akan bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 4) Mengembangkan kesadaran tentang peran dan pentingnya sains dalam kehidupan sehari-hari. 5) Mengalihkan pengetahuan, keterampilan dan pemahaman ke bidang pengajaran lain. 6) Ikut serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam. Menghargai berbagai macam bentuk ciptaan Tuhan di alam semesta ini untuk dipelajari . Dalam anwarholil.blogspot.com (2009), Ilmu Pengetahuan Alam (sains) merupakan hasil kegiatan manusia berupa pengetahuan, gagasan, dan konsep yang terorganisir, tentang alam sekitar yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah. Hal ini berarti bahwa fisika harus diajarkan pada siswa secara utuh baik sikap ilmiah, proses ilmiah, maupun produk ilmiah, sehingga siswa dapat belajar mandiri untuk mencapai hasil yang optimal. Kemampuan siswa dalam menggunakan metode ilmiah perlu dikembangkan untuk memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan nyata Materi pelajaran di Kelas IV merupakan penjabaran lebih detail dari materi IPA kelas sebelumnya. Metode yang digunakan pun harus menarik sehingga anak lebih paham dan memahami materi. Upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran guru tidak belajar sendiri melainkan belajar sesame teman sejawat. Guru perlu sharing dengan guru lain sehingga hasil yang didapat lebih bagus dan sempurna karena banyak masukan dari beberapa guru tentang pembelajaran. Oleh karena itu Lesson Study cara tepat untuk mengatasi masalah itu. Lesson Study yang dilaksanakan sekarang merupakan kali kedua sekolah kami melaksanakan Lesson Study sehingga kekurangan yang terjadi pada awal pelaksanaan dulu bisa diminimalisir. Belajar dari pengalaman yang telah lalu, kita para guru berusaha menyempurnakan pelaksanaan Lesson Study dari awal sampai akhir. Apabila pada Lesson Study yang lalu kami sulit mengumpulkan guru karena kesibukan masing – masing guru maka di tahun ini kami membuat jadwal yang lebih rapi dan teratur sehingga kami bisa meluangkan waktu tanpa menganggu kegiatan pembelajaran. Lesson Study diharapkan mampu meningkatkan kemampuan guru dalam menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan dan inovatif yang dapat membuat siswa lebih paham dan mengerti tentang materi yang diajarkan oleh guru. Oleh karena itu persiapan yang dilakukan harus cukup matang. Lesson Study ini melalui 3 tahap yaitu Plan, Do, See. Plan merupakan perencanaan awal pembelaaran yang disusun bersama teman sejawat yang pada akhirnya nanti akan menjadi observer. Kegiatan Do berisi pelaksanaan pembelajaran yang mengacu pada rencana pembelajaran dan alat-alat yang disediakan, serta mengundang observer. See, pelaksanakan refleksi melalui berbagai pendapat/tanggapan dan diskusi bersama observer pasca kegiatan pembelajaran. Hal ini senada dengan pendapat Saito, Imansyah Harun, Isamu Kuboki dan Hideharu Tachibana (2006) yang menyatakan bahwa kolaborasi siklus lesson study ada tiga langkah yaitu: planning session, open lesson, dan reflection session. Agar refleksi efektif dan terjadi diskusi yang produktif, berikut disajikan rambu-rambu refleksi. Pelaksanaan lesson study di SD Negeri Model Terpadu Bojonegoro Prosedur lesson study adalah plan, do/see dan refletion sebagaimana yang digambarkan oleh Hendrayana,S (2007 h.10) berikut.
1102
PLAN (Perencanaan)
DO/See (Pelaksanaan/observasi)
Reflection (Refleksi)
Gambar-1 Skema Kegiatan Lesson Study (Hendayana, S.2007 h.10)
Plan Kegiatan plan (perencanaan) dilaksanakan di ruang guru SD Negeri Model Terpadu Bojonegoro pada hari Kamis tanggal 10 Oktober 2013 yang dihadiri oleh guru-guru kelas peserta lesson study, dosen pembimbing dari UM, dan Kepala SD Negeri Model Terpadu. Pada tahap ini dilaksanakan perencanaan awal atau pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang dilakukan oleh guru model dan teman sejawat. RPP disusun dengan Standar Kompetensi “Memahami hubungan antara struktur bagian tumbuhan dan fungsinya”, Kompetensi Dasar “Menjelaskan hubungan antara struktur akar, batang dan daun pada tumbuhan dengan fungsinya”, Materi “Struktur dan Fungsi Bagian Tumbuhan”. Sedangkan metode pembelajaran yang dipilih adalah observasi. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran disusun bersama oleh para peserta lesson study. Dalam kegiatan dibahas tentang kelebihan dan kekurangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran beserta alternatif perbaikan yang dapat dilakukan sehingga bisa terwujud Rencana Pelaksanaan pembelajaran yang dapat mengantarkan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran secara lebih efektif. Dalam kegiatan ini dilakukan sharing antara guru model dan teman sejawat sehingga tercapai hasil yang lebih sempurna. Gambar-1 menunjukkan situasi ketika plan dengan teman sejawat dalam kelompok lesson study.
Gambar-1 Kegiatan Plan dilakukan bersama teman sejawat
Do/see Tahapan do dilaksanakan oleh guru model yang ditetapkan sebelumnya dan dilaksanakan di SDN Model Terpadu Bojonegoro, pada 17 Oktober 2013. Pembelajaran IPA dilaksanakan di kelas IV B pada semester gasal 2013 - 2014. Pembelajaran (Open class) dihadiri oleh guru-guru kelas peserta lesson study, kepala sekolah, dan dosen pembimbing dari UM yang bertindak sebagai observer. Tahapan do ini merupakan aplikasi dari kegiatan plan sebelumnya. Kegiatan plan yang dirancang sebelumnya bersama teman sejawat dilaksanakan pada kegiatan do. Setelah teman sejawat menjadi partner guru model dalam menyusun plan maka pada kegiatan ini teman sejawat menjadi observer. Tugas dari observer adalah mengobservasi (see) masalah yang timbul selama pelaksanaan lesson study di kelas. Observer tidak berhak untuk ikut andil atau membantu guru model dalam pembelajaran. Proses pembelajaran dimulai dengan kegiatan apersepsi yaitu mengingatkan kembali pelajaran IPA yang lalu yaitu penjelasan tentang akar, daun dan batang. Pada pelajaran yang 1103
lalu siswa telah diajarkan tentang materi akar batang dan daun. maka untuk pembelajaran ini siswa mengobservasi benda nyata dari akar, batang dan daun. Guru menyiapkan 6 macam tumbuhan yang lengkap (ada daun, batang dan akar). 6 macam tumbuhan itu adalah: tumbuhan nangka, tumbuhan padi, tumbuhan sirsak, tumbuhan pepaya, tumbuhan kelengkeng dan tumbuhan jagung. Masing – masing tanaman tersebut diletakkan di dalam kelas pada tempat yang berbeda sehingga nanti pada saat mengamati tumbuhan siswa tidak berebut. Setelah media pembelajaran siap, siswa dibagi menjadi 4 kelompok, masing – masing kelompok beranggotakan 4 dan 5 siswa. Setiap kelompok mempunyai pemimpin kelompok mengatur kelompoknya agar dapat menyelesaikan tugas dengan baik. Masing – masing kelompok diberi lembar kerja siswa (LKS). Masing-masing kelompokm mengobservasi tumbuhan kemudian diidentifikasi tentang bentuk tulang daun, jenis batang dan jenis akarnya. Melalui observasi secara langsung, siswa lebih paham karena mereka melihat langsung. Setelah semua kelompok menyelesaikan tugasnya maka satu persatu kelompok melakukan presentasi untuk mengungkapkanm jawabannya di depan kelas. Presentasi tersebut dilakukan secara bergantian oleh setiap kelompok. Dalam melaksanakan presentasi, kelompok lain boleh melakukan penyanggahan apabila jawaban kelompok yang presentasi tersebut salah, kemudian guru memberi penguatan atas jawaban siswa.
Gambar-3 Kegiatan presentasi
Gambar-2 Kegiatan observasi tumbuhan
Reflection Kegiatan refleksi dilakukan setelah kegiatan pembelajaran do selesai. Refleksi dihadiri oleh semua observer dan satu dosen pembimbing dari UM. Kegiatan refleksi dipandu oleh satu moderator. Kegiatan refleksi diawali dengan memberikan kesempatan kepada guru model untuk mengungkapkan perasaannya pada saat melaksanakan pembelajaran. Guru model mengungkapkan bahwa pelaksanaan pembelajaran berjalan dengan lancar, dan 90% siswa telah bisa mengikuti pembelajaran dengan baik dan siswa juga paham dengan apa yang dijelaskan oleh guru, meski ada beberapa anak yang belum paham dan kurang memperhatikan dalam proses pembelajaran. Dalam refleksi dihimbau untuk lebih sedikit berdebat mengenai bagaimana cara mengajar, tetapi lebih banyak berdebat mengenai bagaimana membuat setiap peserta didik paham, memberikan perhatian pada hati dan juga pikiran (SISTEMS NEWSLETTER Jica, 2007 h. 8).
Gambar-4 Kegiatan refleksi
1104
PENUTUP Kegiatan Lesson Study merupakan upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kuliatas pembelajaran. Lesson Study diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Dalam lesson study, pembelajaran dirancang bersama teman, dikaji kelebihan dan kekurangannya ketika diimplementasikan dikelas dan direfleksi dicari solusi perbaikannya. Pengalaman berharga yang didapat para observer menjadi pelajaran yang akan diterapkan di kelasnya masing. Bila lesson dilakukan secara berkesinambungan dan terus-menrus, maka kualitas pembelajaran yang dilakukan guru menjadi lebih baik, guru lebih profesional. Metode yang digunakan dalam Lesson Study kali ini adalah metode observasi. Metode observasi ini dinilai sangat efektif karena siswa bisa memanipulasi dan mengamati langsung benda yang dipelajari sehingga siswa tidak hanya membayangkan saja. Melaui pengamatan benda nyata ingatan siswa akan bertahan lebih lama dibanding dengan yang hanya membayangkan saja. Lesson Study tidak hanya sangat bermanfaat untuk siswa tetapi juga sangat bermanfaat bagi guru. Guru lebih inovatif dan mempererat hubungan antar guru karena tahapan Lesson Study dilakukan bersama teman sejawat. DAFTAR RUJUKAN Hendayana, Sumar. 2007. Lesson Study , Suatu Strategi Untuk Meningkatkan Keprofesionalan Pendidik (Pengalaman IMSTEP-JICA), Bandung FPMIPA UPI dan JICA. Ibrohim, 2008, SISTEMS NEWSLETTER: Teknik Moderasi Dalam Diskusi Refleksi, JICA. Saito, Imansyah Harun, Isamu Kuboki dan Hideharu Tachibana. 2006. Indonesian Lesson Study in Practics: Case Study of Indonesian Mathematics and Science Teacher Education Project. Jurnal of In-service Education, Vol 32 No. 2 June 2006.
MODEL PEMBELAJARAN MAKE AND MATCH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA BAGI SISWA KELAS VI SDN N0 25 RANTAU KECAMATAN KEMBAYAN KABUPATEN SANGGAU Tukija tukijaspd @gmail.com SDN No 25 Rantau Kecamatan Kembayan Kabupaten Sanggau Abstrak :Tujuan penelitian ini adalah upaya untuk meningkatkan hasil belajar pada materi perkembangbiakan manusia dan hewan melalui model pembelajaran make and match. Hal ini didasarkan pada permasalahan yang dihadapi siswa kelas VI SDN N0 25 Rantau Kecamatan Kembayan Kabupaten Sanggau yaitu rendahnya hasil belajar IPA khususnya pada materi perkembang biaan manusia dan hewan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK) yang terdiri dari dua siklus tindakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar dari siklus I rata-rata 61,25 dan siklus II meningkat menjadi 82,14 atau terjadi peningkatkan sebasar 21,25%. Disimpulkan bahwa pembelajaran model make and match dapat meningkatkan hasil belajar pada materi perkembangbiakan manusia dan hewan bagi siswa kelas VI SDN No 25 Rantau. Kata kunci : make and match, hasil belajar
Pembelajaran dimulai dari yang mudah konkret menuju lebih rumit, namun perlu beberapa tahapan mulai dari membaca materi pelajaran sampai membaca pemahaman yang lebih kompleks, namun memerlukan waktu yang cukup, sabar kita menanti penyerapan pemahaman siswa. Pembelajaran merupakan proses tingkah laku peserta didik sesuai dengan tujuan pembelajaran yang tertera di dalam indikator maupun silabus kelas VI SD yang sudah ditulis sebelum guru menghadapi siswa di kelasnya. Pembelajaran tergantung pada guru sebagai pembawa materi pelajaran yang tercantum di dalam rencana pelaksanaan pembelajaran. Guru bertanggung jawab atas keberhasilan dalam menyampaikan pembelajaran yang sedang dilaksanakan. 1105
Pembelajaran di Sekolah Dasar Negeri No 25 Rantau masih menggunakan metode ceramah dan diskusi informasi, metode ceramah masih memiliki kelemahan didominasi oleh guru berbicara sendiri. Siswa banyak kurang tanggap dengan pembahasan guru, akibatnya siswa menjadi pasif. Pembelajaran tidak didukung oleh alat peraga yang sesuai dengan topik/pokok. Siswa memiliki kemampuan yang beragam, sedang sedikit yang memiliki budaya belajar mandiri. Kesiapan belajar kurang terjamin perhatiannya, dan mengabaikan karakter individu siswa. Guru merancang pembelajaran berdasarkan kesiapan dan kematangan berpikir siswa, sebagaimana dijelaskan oleh Nasution (2000) bahwa cara belajar siswa berbeda-beda. Perbedaan individu harus diperhitungkan agar strategi mengajar dapat berkembang sesuai kematangan berpikir siswa menerima pelajaran. Dalam kelas akan ada siswa yang belajar lebih cepat disbanding dengan dengan siswa yang lain. Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktifisme. Kelompok kecil siswa yang tingkat kemampuanya berbeda menyelesaikan tugas. Setiap anggota kelompok bekerja sama saling membantu untuk memahami materi pembelajaran. Belajar dikatakan belum selesai apabila salah satu anggota kelompok belum menguasai materi pembelajaran. Pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama, saling menyumbangkan pikiran dan tanggung jawab terhadap pencapaian hasil belajar, baik secara individu maupun kelompok Slavin 2005 dalam Zubaidah.dkk 2011:86 ). Pembelajaran kooperatif dikembangkan secara intensif melalui berbagai penelitian, tujuanya untuk meningkatkan kerjasama akademik antar siswa, membentuk hubungan positif, mengembangkan rasa percaya diri serta meningkatkan ketergantungan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran . Setiap anggota mempunyai peran dan terjadi hubungan interaksi langsung diantara siswa. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas keberhasilan anggotanya. Guru membantu mengembangkan keterampilan interpersonal kelompok, guru hanya beriteraksi dengan kelompok. Pembelajaran kooperatif menitik beratkan pada gotong royong dan kerjasama kelompok. Kegiatan yang dilakukan guru merupakan upaya untuk menarik perhatian siswa sehingga siswa menjadi aktif dan termotivasi dalam diskusi. Menurut pendapat Hamalik (1994) motivasi erat hubunganya dengan peningkatan hasil bekajar siswa. Pembelajaran kooperatif mengutamakan kerjasama adalah metode make and match. Metode ini memupuk kerjasama siswa dalam menjawab pertanyaan dengan mencocokan kartu yang ada di tangan mereka, proses pembelajaran lebih menarik dan siswa Nampak antosias mengikuti proses pembelajaran, kreatifitas nampak jelas pada saat siswa mencari pasangan kartu mereka . Upaya guru untuk menarik perhatian sehingga akhirnya Nampak keaktifan motivasi pada hasil belajar siswa dalam diskusi. Hal ini sejala dengan Hamalik (1994) Motivasi yang kuat erat hubunganya dengan Peningkatan aktifitas dan hasil belajar siswa yang dapatd dilakukan dengan Strategi Pembelajaran, mootivasi belajar khususnya konsep pernafasan manusia dan hewa. Motifasi siswa diberi penuh tantangan. Apabila motivasi yang dimiliki siswa diberi berbagai tantangan akan tumbuh kegiatan kreatif,penerapan. Metode make and match dapat membangkitkan kerjasama dan kerja kelompok dengan penuh semangat dan mampu menciptakan kondisi yang menyenangkan.Tuntutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) bahwa pelaksanaan proses pembelajaran mengikuti standar kompetensi, berpusat pada siswa mengembangkan ingin tahu dan imajinasi, memiliki semangat mandiri, bekerja sama, kompetensi, menciptakan kondisi menyenangkan, mengembangkan beragam kemampuan dan ketrampilan karakteristik pelajaran.Teknik metode make and match mencari pasangan dikembangkan oleh Lorrna Currn. Salah satu keunggulan teknik ini siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai konsep topik dalam suasana yang menyenangkan langkah pelaksanaan metode make and match sebagai berikut: Pertama: guru menyiapkan kartu berisi soal dan kartu berisi jawaban soal. Kedua: setiap siswa mendapatkan kartu soal atau kartu jawaban. Ketiga: tiap siswa diminta untuk memikirkan jawaban soal dalam kartu yang dipegang dan siswa yang lain memikirkan soal yang mana yang jawabannya sesuai dengan kartu jawaban yang dipegang. Keempat: setiap siswa diminta mencari jawaban soalnya dalam kartu jawaban yang dipegang temannya. Pasangan kartu yang cocok yaitu antara soal dan jawabannya benar maka siswa tersebut mendapat nilai. Apabila siswa tidak dapat mencocokkan kartu jawaban-soal pada akan 1106
mendapat hukuman yang bersifat mendidik. Kelima: kartu dikumpulkan, kemudian kartu dikocok dan dibagikan kepada siswa seperti langkah kedua. Dipastikan setiap siswa tidak mendapat kartu soal atau jawaban yang sama dengan sebelumnya. Selanjutnya langkah ketiga dan seterusnya. Pada akhir kegiatan menjumlahkan nilai yang dicapai setiap siswa dan diumumkan kepada seluruh siswa. Menurut Ahmadi dan Umbiyati dalam Runi (2011) model Pembelajaran Make and match dapat dilakukan untuk menciptakan suasana yang menggairahkan dan memberikan pelajaran kepada siswa belajar menyenangkan, namun juga memahamai materi pelajaran. Sisarankan pada akhir pelajaran guru mengajak siswa untuk membuat kesimpulan tentang konsep penting yang harus dikusai siswa. METODE Metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas ( PTK). PTK merupakan penelitian yang dilakukan secara sistematik reflektif terhadap berbagai tindakan yang dilakukan guru mulai dari perencanaan, implementasi, observasi dan refleksi. Penelitian tindakan kelas dilakukan di dalam kelas yang merupakan perbaikan pembelajaran dalam upaya mengoptimalkan hasil belajar. Dalam penelitian ini upaya untuk meningkatkan hsil belajar pada materi Struktur dan Fungsi Organ Tubuh Manusiia dan Hewan siswa Kelas V SDN No 25 Rantau, Kecamatan Kembayan. Penelitian ini terdiri dua siklus yaitu siklus I dan siklus II. Tiap siklus terdiri dari empat tahapan yaitu perencanaan (planning), pelaksanaan (acting), pengamatan (observation) dan refleksi (reflection). Keempat langkah PTK sebagaimana disebutkan di atas dilukiskan pada Gambar-1dikembangkan oleh Kemmis dan Targart (1988) dalam Arikuto (2008). PERENCANAAN
PELAkSANAAN OBSERVASI
SIKLUS II
REFLEKSI PERENCANAAN
OBSERVASI PELAKSANAAN
SIKLUS II
REFLEKSI Gambar-1.Model Desain PTK, Diadopsi dari Model Kemmis & Taggart Perencanaan dilakukan dalam kegiatan menyusun perangkat pembelajaran diantaranya rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), instrument untuk mengukur hasil belajar, media kartu soal dan kartu jawaban. Instrumen hasil belajar digunakan untuk post test. Setelah perangkat pembelajaran tersusun selanjunya dilaksanakan pembelajaran sesuai dengan jadwal. Selama pembelajaran dilakukan observasi untuk meneliti kelebihan dan kekurangannya. Data hasil observasi digunakan untuk refleksi selanjutnya sebagai dasar untuk memperbaiki pembelajaran pada siklus II. 1107
Data yang terkumpul selanjutnya dianalisis untuk menghitung rata-rata dan mentukan persetase jumlah siswa yang tuntas berdasarkan nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) sebesar untuk pelajaran IPA 65. Peningkatan hasil belajar dilihat dari peningkatan rata-rata siklus I ke siklus II. Ketuntasan belajar jika siswa mampu mencapai nilai ≥ 65 dan ketuntasan klasikal mencapai ≥ 80%. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada tahap perencanaan dilakukan diskusi dengan beberapa teman guru dan kepala sekolah untuk membahas tujuan pembelajaran tentang fungsi organ tubuh manusia dan hewan. Kompetensi dasar adalah mengidentifikasi fungsi organ pernapasan manusia dan pertemuan berikutnya yakni. Mengidentifikasi fungsi organ pernapasan hewan misalnya ikan dan cacing tanah dengan peneparan model pembelajaran make a match. Langkah berikutnya disusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), lembar kerja siswa, dan lembar observasi untuk mengamati proses belajar mengajar secara keseluruhan dan kartu soal dan kartu jawaban. Pelaksanakan pembelajaran dilakukan sesuai dengan langkah dalam pembelajaran make a match. Selama pelaksanaan tindakan, pembelajaran diobservasi oleh guru lain yang bertindak sebagai observer. Pertemuan pertama dilaksankan pada tanggal 21 Agustus 2013 dan pertemuan kedua pada tanggal 28 Agustus 2013. Jumlah siswa kela V sebagai subyek penelitian sebanyak 8 orang. Pada setiap akhir siklus dilakukan post-test untuk mengukur hasil belajar yang perolehannya dapat dilihat pada Table 1. Tabel 1. Rata-rata hasil belajar IPA Siklus 1 dan 2 P-1 P- II SIKLUS I 53,5 61,25 SIKLUS II 72,50 82,14 Pada siklus I rata-rata pertemuan I (P-1) adalah 53,5 dari rentangan nilai 0 – 100. Pada peretemuan II (P-II) rata-rata nilai 61,25. Antara P-1 dan P-II terjadi kenaikan hasil belajar (gain) sebesar 7,75. Pada siklus II rata-rata hasil belajar P-1 adalah 72,5 dan P-II rata-rata 82,5 atau terjadi kenaikan hasil belajar sebesar 10. Ini berarti gain hasil belajar dari P I ke PII pada siklus II lebih besar dari pada gain pada siklus I. Dilihat dari ketercapaian KKM sebesar 65, maka siklus I pada P-II hasil belajar 61,25 belum mencapai ketuntasan belajar, sedangkan pada siklus II sebesar 82,14 telah mencapai KKM. Mengapa terjadi kenaikan hasil belajar antara siklus I dan siklus II? Hal ini disebabkan adanya perbaikan pembelajaran dari siklus I ke siklus II. Perbaikan tersebut diantaranya adalah siswa lebih tertarik dengan pembelajaran yang dilaksanakan guru dengan metode make a match. Ketertarikan siswa pada pembelajaran menumbuhkan motivasi belajar yang tinggi pada siswa. Tumbuhnya motiviasi terlihat dari antosias siswa mengikuti pelajaran. Menjawab pertanyaan guru dan bertanya ketika pelajaraa berlangsung. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hamalik (1994) bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi oleh motivasi belajar. Pembelajaran dengan metode make a match melatih siswa untuk terbiasa dengan tantangan dan kegiatan kreatif. Hal ini mendukung pelaksanaan kurikulum yang menetapkan pembelajaran yang berpusat pada siswa, mengembangkan keingintahuan, semangat kerja sama dan menciptakan situasi belajar yang kondusif (Depdiknas, 2006). Hal ini didukung hasil penelitian lain bahwa pembelajaran make a match merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menciptakan suasana atau memberikan pelayanan agar peserta didik dapat balajar (Runi, 2011). KESIMPULAN Penerapan pembelajaran dengan menggunakan Make A Match pada siswa Kelas V SD Negeri 25 Rantau dapat meningkatkan hasil belajar. Hal ini ditunjukan dengan peningkatan rerata hasil belajar siswa dari 61,25 menjadi 82,14. Aktivitas belajar siswa selama penelitian menjadi lebih tinggi karena metode make a match memberi peluang bagi siswa untuk mengembangkan rasa ingin tahu, kerjasama dan kreativitas. Oleh karena itu, metode make a match dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa terutama dalam konsep fungsi organ tubuh manusia dan hewan di kelas V SD.
1108
DAFTAR RUJUKAN Arikunto, S, 2008. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, Edisi revisi ke VI. Renika Cipta. Jakarta Hamalik, Oemar. 2004. Proses Belajar Mengajar. Cet. Ke-3. Jakarta: PT Bumi Aksara Nasution, S 2000. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara. Runi, 2009, Perbedaan Hasil Belajar Biologi Dengan Menggunakan Model Pembelajaran. Berdasarkan Masalah dan Tidak Berdasarkan MAsalah. Skripsi: Universitas Khairun, Ternate. Tidak dipublikasikan. Zubaidah. S, Mahanal, S, Yuliati, L 2011. Ragam model dan Metode Pembelajaran IPA. Teacher Quality Improvement Program (TEPIQ) Kerja Sama PT. Pertamina (Persero) dengan Universitas Negeri Malang (UM). Surabaya.
PENERAPAN METODE DEMONSTRASI UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR IPA PADA SISWA KELAS V MIN TANAH GROGOT Rusmadi SD MIN Tanah Grogot Paser Abstrak: Penggunaan metode demonstrasi diharapkan dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar sehingga dalam proses belajar mengajar itu aktivitas belajar mengajar tidak terjadi kejenuhan, dengan demikian siswa akan terlibat secara fisik, emosional dan intelektual yang pada gilirannya diharapkan konsep perubahan benda yang diajarkan oleh guru dapat dipahami oleh siswa. Tujuan dari penelitian ini adalah: (a) Ingin mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa setelah diterapkannya metode demonstrasi. (b) Ingin mengetahui pengaruh motivasi belajar siswa setelah diterapkan metode demonstrasi. Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research) sebanyak tiga putaran. Setiap putaran terdiri dari empat tahap yaitu: rancangan, kegiatan dan pengamatan, refleksi, dan refisi. Sasaran penelitian ini adalah siswa Kelas V D MIN Tanah Grogot Tahun Pembelajaran 2012/2013. Data yang diperoleh berupa hasil tes formatif, lembar observasi kegiatan belajar mengajar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1). prestasi belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I sampai siklus III yaitu, siklus I (66,67%), siklus II (76,19%), siklus III (90,48%). (2). pembelajaran dengan metode demonstrasi dapat berpengaruh positif terhadap prestasi dan motivasi belajar Siswa Kelas V D MIN Tanah Grogot Tahun Pembelajaran 2012/2013 serta model pembelajaran ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Kata kunci: ilmu pengetahuan alam, metode demonstrasi
Pada hakekatnya kegiatan belajar mengajar adalah suatu proses interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa dalam satuan pembelajaran. Guru sebagai salah satu komponen dalam proses belajar mengajar merupakan pemegang peran yang sangat penting. Guru bukan hanya sekedar penyampai materi saja, tetapi lebih dari itu guru dapat dikatakan sebagai sentral pembelajaran. Sebagai pengatur sekaligus pelaku dalam proses belajar mengajar, gurulah yang mengarahkan bagaimana proses belajar mengajar itu dilaksanakan. Karena itu guru harus dapat membuat suatu pengajaran menjadi lebeh efektif juga menarik sehingga bahan pelajaran yang disampaikan akan membuat siswa merasa senang dan merasa perlu untuk mempelajari bahan pelajaran tersebut. Guru mengemban tugas yang berat untuk tercapainya tujuan pendidikan nasional yaitu meningkatkan kualitas manusia Indonesia, manusia seutuhnya yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja 1109
keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani, juga harus mampu menumbuhkan dan memperdalam rasa cinta terhadap tanah air, mempertebal semangat kebangsaan dan rasa kesetiakawanan sosial. Sejalan dengan itu pendidikan nasional akan mampu mewujudkan manusia-manusia pembangunan dan membangun dirinya sendiri serta bertanggung jawab atas pembangunan bangsa. Depdikbud (1999). Berhasilnya tujuan pembelajaran ditentukan oleh banyak faktor diantaranya adalah faktor guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar, karena guru secara langsung dapat mempengaruhi, membina dan meningkatkan kecerdasan serta keterampilan siswa. Untuk mengatasi permasalahan di atas dan guna mencapai tujuan pendidikan secara maksimal, peran guru sangat penting dan diharapkan guru memiliki cara/model mengajar yang baik dan mampu memilih model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan konsep-konsep mata pelajaran yang akan disampaikan. Tujuan pendidikan nasional seperti yang terdapat dalam Undang-undang Nomor 2 tahuan 1989 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani dan rohani kepribadian yang mantap dan mandiri serta bertanggung jawab kemasyarakatan bangsa (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1998: 3). Tujuan pendidikan nasional ini sangat luas dan bersifat umum sehingga perlu dijabarkan dalam Tujuan Institusional yang disesuaikan dengan jenis dan tingkatan sekolah yang kemudian dijabarkan lagi menjadi tujuan kurikuler yang merupakan tujuan kurikulum sekolah yang diperinci menurut bidang studi/mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran (Purwanto, 1988 :2). Untuk mencapai kompetensi pada mata pelajaran IPA di Sekolah Dasar, khususnya di MIN Tanah Grogot masih banyak mengalami kesulitan. Hal ini terlihat dari masih rendahnya nilai mata pelajaran IPA dibandingkan dengan nilai beberapa mata pelajaran lainnya. Bertitik tolak dari hal tersebut di atas perlu pemikiran-pemikiran dan tindakan-tindakan yang harus dilalukan agar siswa dalam mempelajari konsep-konsep IPA tidak mengalami kesulitan, sehingga tujuan pembelajaran khusus yang dibuat oleh guru mata pelajaran IPA dapat tercapai dengan baik dan hasilnya dapat memuaskan semua pihak. Oleh sebab itu penggunaan metode pembelajaran dirasa sangat penting untuk membantu siswa dalam memahami konsep-konsep IPA. Metode pembelajaran jenisnya beragam yang masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan, maka pemilihan metode yang sesuai dengan topik atau pokok bahasan yang akan diajarkan harus betul-betul dipikirkan oleh guru yang akan menyampaikan materi pelajaran. Metode demontrasi adalah cara penyajian pelajaran dengan memperagakan atau mempertunjukkan kepada siswa suatu proses, situasi, atau benda tertentu yang sedang dipelajari, baik sebenarnya ataupun tiruan, yang disertai penjelasan lisan (Djaramah, 2006:9 ). Langkah-langkah Metode Demontrasi: (1). Persiapan yang meliputi: Mengkondisikan siswa untuk melakukan demontrasi, Menyediakan alat-alat demontrasi, Mengatur tempat duduk siswa, (2). Pelaksanaan meliputi: Mengajukan masalah kepada siswa materi yang akan didemontrasikan, Menjelaskan dan mendemontrasikan dengan prosedur atau proses, Siswa mengamati dan mengikuti pelaksanaan demontrasi dengan baik, Guru memberikan penjelasan singkat saat mendemontrasikan materi, (3). Evaluasi yang meliputi: Memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan demontrasi materi, Membuat kesimpulan hasil demontrasi, Mengajukan pertanyaan kepada siswa. Metode Demontrasi mempunyai beberapa kelebihan yakni (1). Dapat membuat pengajaran menjadi lebih jelas dan konkrit, sehingga terhindar pemahaman verbalisme. Sehingga siswa lebih mudah memahami apa yang dipelajari, proses pengajaran lebih menarik, Siswa dirangsang untuk aktif mengamati, menyesuaikan antara teori dengan kenyataan, dan mencoba melakukan sendiri. Sedangkan kelemahan Metode Demontrasi yakni, memerlukan waktu yang cukup banyak, apabila terjadi kekurangan media, metode ini kurang efisien, memerlukan biaya yang besar, memerlukan tenaga, siswa ada yang tidak proaktif. Penggunaan metode demonstrasi diharapkan dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar sehingga dalam proses belajar mengajar itu aktivitasnya tidak hanya didominasi oleh guru, dengan demikian siswa akan terlibat secara fisik, emosional dan intelektual yang pada gilirannya diharapkan konsep perubahan benda yang diajarkan oleh guru dapat dipahami oleh siswa. Berdasarkan uraian dari latar belakang tersebut di atas maka dalam 1110
penelitian in memilih judul “Strategi belajar mengajar dengan menerapkan metode demontrasi untuk meningkatkan prestasi belajar IPA pada siswa kelas VD MIN Tanah Grogot Tahun Pembelajaran 2012/2013” METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research), karena penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas. Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab menggambarkan bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil yang diinginkan dapat dicapai. Menurut Oja dan Sumarjan (dalam Titik Sugiarti, 1997: 8) mengelompokkan penelitian tindakan menjadi empat macam yaitu, (a) guru sebagai peneliti; (b) penelitian tindakan kolaboratif; (c) simultan terintegratif; (d) administrasi social eksperimental. Dalam penelitian tindakan ini menggunakan bentuk guru sebagai peneliti, penanggung jawab penuh penelitian ini adalah guru. Tujuan utama dari penelitian tindakan ini adalah untuk meningkatkan hasil pembelajaran di kelas dimana guru secara penuh terlibat dalam penelitian mulai dari perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Dalam penelitian ini peneliti tidak bekerjasama dengan siapapun, kehadiran peneliti sebagai guru di kelas sebagai pengajar tetap dan dilakukan seperti biasa, sehingga siswa tidak tahu kalau diteliti. Dengan cara ini diharapkan didapatkan data yang seobjektif mungkin demi kevalidan data yang diperlukan. PEMBAHASAN Data penelitian yang diperoleh berupa hasil uji coba item butir soal, data observasi berupa pengamatan pengelolaan belajar dengan metode demonstrasi dan pengamatan aktivitas siswa dan guru pada akhir pembelajaran, dan data tes formatif siswa pada setiap siklus. Data hasil uji coba item butir soal digunakan untuk mendapatkan tes yang betul-betul mewakili apa yang diinginkan. Data ini selanjutnya dianalisis tingkat validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, dan daya pembeda. Data tes formatif untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa setelah diterapkan belajar dengan metode demonstrasi. Tabel 1. Hasil ulangan Keterangan No. Urut Skor No. Urut T TT 1 65 √ 12 2 50 √ 13 3 65 √ 14 4 60 √ 15 5 40 √ 16 6 80 √ 17 7 70 √ 18 8 60 √ 19 9 70 √ 20 10 80 √ 21 11 60 √ Jumlah Jumlah 700 4 7 Rata-Rata Skor Tercapai 65,91 Keterangan: T TT Jumlah siswa yang tuntas Jumlah siswa yang belum tuntas Klasikal
No 1 2 3
Skor 30 65 65 65 70 70 80 60 80 100 685
Keterangan T TT √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 5 5
: Tuntas : Tidak Tuntas :9 : 12 : Belum tuntas
Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Ulangan Uraian Hasil Siklus I Nilai rata-rata tes formatif 65,92 Jumlah siswa yang tuntas belajar 9 Persentase ketuntasan belajar 42,85 1111
Analisis Data Siklus I a. Tahap perencanaan Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 1, LKS 1, soal tes formatif 1 dan alat-alat pengajaran yang mendukung. b. Tahap kegiatan dan pelaksanaan Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I dilaksanakan pada tanggal 2 Oktober 2012 di Kelas V D MIN Tanah Grogot dengan jumlah siswa 21 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran yang telah dipersiapkan. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksaaan belajar mengajar. Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif I dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Adapun data hasil penelitian pada siklus I adalah sebagai berikut: Tabel 3. Distribusi Nilai Tes Pada Siklus I Keterangan No. Urut Skor No. Urut Skor T TT 1 80 √ 12 30 2 50 √ 13 70 3 80 √ 14 80 4 60 √ 15 70 5 40 √ 16 70 6 80 √ 17 70 7 70 √ 18 80 8 60 √ 19 60 9 70 √ 20 80 10 80 √ 21 100 11 60 √ Jumlah 710 Jumlah 730 6 5 Rata-Rata Skor Tercapai 68,57 Keterangan:
No 1 2 3
T TT Jumlah siswa yang tuntas Jumlah siswa yang belum tuntas Klasikal
Keterangan T TT √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 8 2
: Tuntas : Tidak Tuntas : 14 :7 : Belum tuntas
Tabel 4. Rekapitulasi Hasil Tes Pada Siklus I Uraian Hasil Siklus I Nilai rata-rata tes formatif 68,57 Jumlah siswa yang tuntas belajar 14 Persentase ketuntasan belajar 66,67
Dari Tabel 4 terlihat bahwa dengan menerapkan metode demonstrasi diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 68,57 dan ketuntasan belajar mencapai 66,67% atau ada 14 siswa dari 21 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 65 hanya sebesar 66,67% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini disebabkan karena siswa masih merasa baru dan belum mengerti apa yang dimaksudkan dan digunakan guru dengan menerapkan metode demonstrasi. Siklus II a. Tahap perencanaan Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 2, LKS 2, soal tes formatif II dan alat-alat pengajaran yang mendukung. 1112
b. Tahap kegiatan dan pelaksanaan Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus II dilaksanakan pada tanggal 9 Februari 2013 di Kelas V D MIN Tanah Grogot dengan jumlah siswa 21 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan memperhatikan revisi pada siklus I, sehingga kesalahan atau kekurangan pada siklus I tidak terulang lagi pada siklus II. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar. Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif II dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah tes formatif II. Adapun data hasil penelitian pada siklus II adalah sebagai berikut. Tabel 5. Distribusi Nilai Tes Pada Siklus II Keterangan No. Urut Skor No. Urut Skor T TT 1 80 √ 12 70 2 70 √ 13 60 3 90 √ 14 90 4 60 √ 15 90 5 50 √ 16 80 6 60 √ 17 80 7 70 √ 18 80 8 80 √ 19 60 9 80 √ 20 80 10 70 √ 21 70 11 80 √ Jumlah 760 Jumlah 790 8 3 Rata-Rata Skor Tercapai 73,80 Keterangan:
No 1 2 3
T TT Jumlah siswa yang tuntas Jumlah siswa yang belum tuntas Klasikal
Keterangan T TT √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 8 2
: Tuntas : Tidak Tuntas : 16 :5 : Belum tuntas
Tabel 6. Rekapitulasi Hasil Tes Pada Siklus II Uraian Hasil Siklus II Nilai rata-rata tes formatif 73,81 Jumlah siswa yang tuntas belajar 16 Persentase ketuntasan belajar 76,19
Dari Tabel 6 diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 73,81 dan ketuntasan belajar mencapai 76,19% atau ada 16 siswa dari 21 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah mengalami peningkatan sedikit lebih baik dari siklus I. Adanya peningkatan hasil belajar siswa ini karena setelah guru menginformasikan bahwa setiap akhir pelajaran akan selalu diadakan tes sehingga pada pertemuan berikutnya siswa lebih termotivasi untuk belajar. Selain itu siswa juga sudah mulai mengerti apa yang dimaksudkan dan dinginkan guru dengan menerapkan metode demonstrasi. Siklus III a. Tahap perencanaan Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 3, LKS 3, soal tes formatif 3 dan alat-alat pengajaran yang mendukung. b. Tahap kegiatan dan pengamatan Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus III dilaksanakan pada tanggal 16 Mei 2013 di Kelas V D MIN Tanah Grogot dengan jumlah siswa 21 siswa. Dalam hal ini 1113
peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan memperhatikan revisi pada siklus II, sehingga kesalahan atau kekurangan pada siklus II tidak terulang lagi pada siklus III. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar. Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif III dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah tes formatif III. Adapun data hasil penelitian pada siklus III adalah sebagai berikut. Tabel 7. Distribusi Nilai Tes Pada Siklus III Keterangan No. Urut Skor No. Urut Skor T TT 1 80 √ 12 70 2 90 √ 13 80 3 90 √ 14 100 4 60 √ 15 90 5 90 √ 16 90 6 90 √ 17 80 7 90 √ 18 90 8 80 √ 19 80 9 60 √ 20 100 10 80 √ 21 80 11 80 √ Jumlah 860 Jumlah 890 9 2 Rata-Rata Skor Tercapai 83,33 Keterangan:
No 1 2 3
T TT Jumlah siswa yang tuntas Jumlah siswa yang belum tuntas Klasikal
Keterangan T TT √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 10 -
: Tuntas : Tidak Tuntas : 19 :2 : Tuntas
Tabel 8. Rekapitulasi Hasil Tes Pada Siklus III Uraian Hasil Siklus III Nilai rata-rata tes formatif 83,33 Jumlah siswa yang tuntas belajar 19 Persentase ketuntasan belajar 90,48
Berdasarkan Tabel 8 diperoleh nilai rata-rata tes formatif sebesar 83,33 dan dari 21 siswa yang telah tuntas sebanyak 19 siswa dan 2 siswa belum mencapai ketuntasan belajar. Maka secara klasikal ketuntasan belajar yang telah tercapai sebesar 90,48% (termasuk kategori tuntas). Hasil pada siklus III ini mengalami peningkatan lebih baik dari siklus II. Adanya peningkatan hasil belajar pada siklus III ini dipengaruhi oleh adanya peningkatan kemampuan guru dalam menerapkan belajar dengan metode demonstrasi sehingga siswa menjadi lebih terbiasa dengan pembelajaran seperti ini sehingga siswa lebih mudah dalam memahami materi yang telah diberikan. c. Refleksi Pada tahap ini akah dikaji apa yang telah terlaksana dengan baik maupun yang masih kurang baik dalam proses belajar mengajar dengan Penerapan metode demonstrasi. Dari datadata yang telah diperoleh dapat diuraikan sebagai berikut: 1) Selama proses belajar mengajar guru telah melaksanakan semua pembelajaran dengan baik. Meskipun ada beberapa aspek yang belum sempurna, tetapi persentase pelaksanaannya untuk masing-masing aspek cukup besar. 2) Berdasarkan data hasil pengamatan diketahui bahwa siswa aktif selama proses belajar berlangsung. 1114
3) Kekurangan pada siklus-siklus sebelumnya sudah mengalami perbaikan dan peningkatan sehingga menjadi lebih baik. 4) Hasil belajar siswsa pada siklus III mencapai ketuntasan. d. Revisi Pelaksanaan Pada siklus III guru telah menerapkan belajar dengan metode demonstrasi dengan baik dan dilihat dari aktivitas siswa serta hasil belajar siswa pelaksanaan proses belajar mengajar sudah berjalan dengan baik. Maka tidak diperlukan revisi terlalu banyak, tetapi yang perlu diperhatikan untuk tindakah selanjutnya adalah memaksimalkan dan mempertahankan apa yang telah ada dengan tujuan agar pada pelaksanaan proses belajar mengajar selanjutnya penerapan metode demonstrasi dapat meningkatkan proses belajar mengajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. PEMBAHASAN 1. Ketuntasan Hasil belajar Siswa Melalui hasil peneilitian ini menunjukkan bahwa metode demonstrasi memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin mantapnya pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan guru (ketuntasan belajar meningkat dari sklus I, II, dan III) yaitu masing-masing 66,67%, 76,19%, dan 90,48%. Pada siklus III ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai. 2. Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran dalam setiap siklus mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap prestasi belajar siswa yaitu dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata siswa pada setiap siklus yang terus mengalami peningkatan. 3. Aktivitas Guru dan Siswa Dalam Pembelajaran Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran IPA pada pokok bahasan benda dan sifatnya/perubahan sifat benda dengan metode demonstrasi yang paling dominan adalah mendengarkan/ memperhatikan penjelasan guru, dan diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas isiwa dapat dikategorikan aktif. Sedangkan untuk aktivitas guru selama pembelajaran telah melaksanakan langkahlangkah belajar dengan metode demonstrasi dengan baik. Hal ini terlihat dari aktivitas guru yang muncul di antaranya aktivitas membimbing dan mengamati siswa dalam mengerjakan kegiatan LKS/menemukan konsep, menjelaskan, memberi umpan balik/evaluasi/tanya jawab dimana prosentase untuk aktivitas di atas cukup besar. KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama tiga siklus, dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut: (1). Pembelajaran dengan metode demonstrasi memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa yang ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu siklus I (66,67%), siklus II (76,19%), siklus III (90,48%). (2). Penerapan metode demonstrasi mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar siswa yang ditunjukan dengan rata-rata jawaban siswa hasil wawancara yang menyatakan bahwa siswa tertarik dan berminat dengn metode demonstrasi sehingga mereka menjadi termotivasi untuk belajar. Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses belajar mengajar IPA lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang optimal bagi siswa, makan disampaikan saran sebagai berikut: (1). Untuk melaksanakan belajar dengan metode demonstrasi memerlukan persiapan yang cukup matang, sehingga guru harus mempu menentukan atau memilih topik yang benar-benar bisa diterapkan dengan metode demonstrasi dalam proses belajar mengajar sehingga diperoleh hasil yang optimal. (2). Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa, guru hendaknya lebih sering melatih siswa dengan berbagai metode, walau dalam taraf yang sederhana, dimana siswa nantinya dapat menemukan pengetahuan baru, memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga siswa berhasil atau mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya. (3). Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut, 1115
karena hasil penelitian ini hanya dilakukan di Kelas V D MIN Tanah Grogot, Kab.Paser Kaltim Tahun Pembelajaran 2012/2013. DAFTAR PUSTAKA Ali, Muhammad. 1996. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindon. Arikunto, Suharsimi. 1993. Manajemen Mengajar Secara Manusiawi. Jakarta: Rineksa Cipta. Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineksa Cipta Combs. Arthur. W. 1984. The Profesional Education of Teachers. Allin and Bacon, Inc. Boston. Dahar, R.W. 1989. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1994. Petunjuk Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar, Jakarta. Balai Pustaka. Djamarah, Syaiful Bahri. 2000. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineksa Cipta. Hadi, Sutrisno. 1981. Metodogi Research. Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. Yoyakarta. Hadi, Sutrisno. 1982. Metodologi Research, Jilid 1. Yogyakarta: YP. Fak. Psikologi UGM. Hamalik, Oemar. 1994. Metode Pendidikan. Bandung: Citra Aditya Bakti. Hasibuan. J.J. dan Moerdjiono. 1998. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Hudoyo, H. 1990. Strategi Belajar Mengajar Matematika. Malang: IKIP Malang. Kemmis, S. dan Mc. Taggart, R. 1988. The Action Research Planner. Victoria Dearcin University Press. Margono. 1997. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta. Rineksa Cipta. Mursell, James ( - ). Succesfull Teaching (terjemahan). Bandung: Jemmars. Ngalim, Purwanto M. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Ngalim, Purwanto M. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Purwanto, N. 1988. Prinsip-prinsip dan Teknis Evaluasi Pengajaran. Bandung. Remaja Rosda Karya. Rustiyah, N.K. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara. Saliwangi, B. 1988. Pengantar Strategi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia. Malang: IKIP Malang. Sardiman, A.M. 1996. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara. Soekamto, Toeti. 1997. Teori Belajar dan Model Pembelajaran. Jakarta: PAU-PPAI, Universitas Terbuka. Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan, Suatu Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya. Usman, Moh. Uzer. 2001. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya. Wetherington. H.C. and W.H. Walt. Burton. 1986. Teknik-teknik Belajar dan Mengajar. (terjemahan) Bandung: Jemmars.
1116
MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR IPA DENGAN METODE PEMBELAJARAN PENEMUAN (DISCOVERY) PADA SISWA KELAS VI SDN 1 KEKERI GUNUNGSARI LOMBOK BARAT L. Yusman Suharto Zainuddin Syahruniwati
[email protected] SDN 1 Kekeri Gunungsari Lombok Abstrak:Salah satu faktor yang menentukan berhasilnya pembelajaran adalah faktor guru, karena guru secara langsung dapat mempengaruhi, membina dan meningkatkan kecerdasan serta keterampilan siswa. Guru dapat memilih model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan konsep-konsep mata pelajaran yang akan disampaikan.Tujuan dari penelitian tindakan ini adalah: (a) mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa setelah diterapkannya pembelajaran penemuan (discovery). (b) mengetahui pengaruh motivasi belajar siswa setelah diterapkannya metode pembelajaran penemuan (discovery).Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research) sebanyak tiga putaran. Setiap putaran terdiri dari empat tahap yaitu: rancangan, kegiatan dan pengamatan, refleksi, dan refisi. Sasaran penelitian ini adalah siswa kelas VI SDN 1 KEKERI Gunungsari Lombok Barat. Data yang diperoleh berupa hasil tes formatif, lembar observasi kegiatan belajar mengajar. Hasil penelitian menunjukkan (1). Prestasi belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I sampai siklus III yaitu, siklus I (66,67%), siklus II (76,20%), siklus III (90,48%). (2). Penggunaan metode penemuan (discovery) dapat berpengaruh positif terhadap motivasi belajar Siswa SDN 1 KEKERI Gunungsari Lombok Barat, serta metode pembelajaran ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pembelajaran IPA. Kata Kunci: prestasi belajar, IPA, metode penemuan (discovery)
Sistem pendidikan di Indonesia ternyata telah mengalami banyak perubahan. Perubahan-perubahan itu terjadi karena telah dilakukan berbagai usaha pembaharuan dalam pendidikan.Sejalan dengan kemajuan tersebut, maka dewasa ini pendidikan di sekolah-sekolah telah menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan itu terjadi karena terdorong adanya pembaharuan tersebut, sehingga di dalam pengajaranpun guru selalu ingin menemukan metode dan peralatan baru yang dapat memberikan semangat belajar bagi muridmurid. Bahkan secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa pembaharuan dalam system pendidikan yang mencakup seluruh komponen yang ada. Pembangunan di bidang pendidikan barulah ada artinya apabila dalam pendidiakn dapat dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan bangsa Indonesia yang sedang membangun. Kegiatan belajar mengajar adalah suatu proses interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa dalam satuan pembelajaran. Guru sebagai salah satu komponen dalam proses belajar menganjar merupakan pemegang peran yang sangat penting. Guru bukan hanya sekedar penyampai materi saja, tetapi lebih dari itu guru dapat dikatakan sebagai sentral pembelajaran.Sebagai pengatur sekaligus pelaku dalam proses belajar mengajar, gurulah yang mengarahkan bagaimana proses belajar mengajar itu dilaksanakan. Karena itu guru harus dapat membuat suatu pengajaran menjadi lebeh efektif juga menarik sehingga bahan pelajaran yang disampaikan akan membuat siswa merasa senang dan merasa perlu untuk mempelajari bahan pelajaran tersebut. Guru mengemban tugas yang berat untuk tercapainya tujuan pendidikan nasional yaitu meningkatkan kualitas manusia Indonesia, manusia seutuhnya yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani, juga harus mampu menumbuhkan dan memperdalam rasa cinta terhadap tanah air, mempertebal semangat kebangsaan dan rasa kesetiakawanan sosial. Sejalan dengan itu pendidikan nasional akan mampu mewujudkan manusia-manusia pembangunan dan membangun dirinya sendiri serta bertanggung jawab atas pembangunan bangsa. Depdikbud (1999). 1117
Keberhasilan pembelajaran ditentukan oleh banyak faktor diantaranya adalah faktor guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar, karena guru secara langsung dapat mempengaruhi, membina dan meningkatkan kecerdasan serta keterampilan siswa. Untuk mengatasi permasalahan di atas dan guna mencapai tujuan pendidikan secara maksimal, peran guru sangat penting dan diharapkan guru memiliki cara/model mengajar yang baik dan mampu memilih model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan konsep-konsep mata pelajaran yang akan disampaikan. Peningkatan mutu pendidikan dan pengajaran di sekolah salah satunya adalah dengan memilih strategi atau cara dalam menyampaikan materi pelajaran agar diperoleh peningkatan prestasi belajar siswa khususnya pelajaran IPA. Misalnya dengan membimbing siswa untuk bersama-sama terlibat aktif dalam proses pembelajaran dan mampu membantu siswa berkembang sesuai dengan taraf intelektualnya akan lebih menguatkan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep yang diajarkan. Pemahaman ini memerlukan minat dan motivasi. Tanpa adanya minat menandakan bahwa siswa tidak mempunyai motivasi untuk belajar. Untuk itu, guru harus memberikan suntikan dalam bentuk motivasi sehingga dengan bantuan itu anak didik dapat keluar dari kesulitan belajar. Berdasarkan pengalaman penulis di lapangan, kegagalan dalam belajar rata-rata dihadapi oleh sejumlah siswa yang tidak memiliki dorongan belajar. Untuk itu dibutuhkan suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru dengan upaya membangkitkan motivasi belajar siswa, misalnya dengan membimbing siswa untuk terlibat langsung dalam kegiatan yang melibatkan siswa serta guru yang berperan sebagai pembimbing untuk menemukan konsep IPA. Motivasi tidak hanya menjadikan siswa terlibat dalam kegiatan akademik, motivasi juga penting dalam menentukan seberapa jauh siswa akan belajar dari suatu kegiatan pembelajaran atau seberapa jauh menyerap informasi yang disajikan kepada mereka. Siswa yang termotivasi untuk belajar sesuatu akan menggunakan proses kognitif yang lebih tinggi dalam mempelajari materi itu, sehingga siswa itu akan meyerap dan mengendapkan materi itu dengan lebih baik. Tugas penting guru adalah merencanakan bagaimana guru mendukung motivasi siswa (Nur, 2001: 3). Untuk itu sebagai seorang guru disamping menguasai materi, juga diharapkan dapat menetapkan dan melaksanakan penyajian materi yang sesuai kemampuan dan kesiapan anak, sehingga menghasilkan penguasaan materi yang optimal bagi siswa. Berdasarkan uraian sebelumnya penulis mencoba menerapkan salah satu metode pembelajaran, yaitu metode pembelajaran penemuan (discovery) untuk mengungkapkan apakah dengan model penemuan (discovery) dapat meningkatkan motivasi belajar dan prestasi belajar IPA. Penulis memilih metode pembelajaran ini mengkondisikan siswa untuk terbiasa menemukan, mencari, mendikusikan sesuatu yang berkaitan dengan pengajaran. (Siadari, 2001: 4). Dalam metode pembelajaran penemuan (discovery) siswa lebih aktif dalam memecahkan untuk menemukan sedang guru berperan sebagai pembimbing atau memberikan petunjuk cara memecahkan masalah itu.Sesuai dengan permasalahan yang telah ditelaah, penelitian ini bertujuan untuk: (1). Ingin mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa setelah diterapkannya pembelajaran penemuan (discovery). (2). Ingin mengetahui pengaruh motivasi belajar siswa setelah diterapkan pembelajaran penemuan (discovery). METODE Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research), karena penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas. Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab menggambarkan bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil yang diinginkan dapat dicapai. Menurut Sukidin dkk. (2002:54) ada 4 macam bentuk penelitian tindakan, yaitu: (1) penelitian tindakan guru sebagai peneliti, (2) penelitian tindakan kolaboratif, (3) penelitian tindakan simultan terintegratif, dan (4) penelitian tindakan sosial eksperimental. Oja dan Smulyan sebagaimana dikutip oleh Kasbolah, (dalam Sukidin, dkk. 2002:55), ciri-ciri dari setiap penelitian tergantung pada: (1) tujuan utamanya atau pada tekanannya, (2) tingkat kolaborasi antara pelaku peneliti dan peneliti dari luar, (3) proses yang digunakan dalam melakukan penelitian, dan (4) hubungan antara proyek dengan sekolah.Dalam penelitian ini guru sebagai peneliti, dimana guru sangat berperan sekali dalam proses penelitian tindakan kelas. Tujuan utama penelitian tindakan kelas ialah untuk meningkatkan praktik-praktik pembelajaran di kelas. Dalam kegiatan ini, guru terlibat langsung secara penuh dalam proses 1118
perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Kehadiran pihak lain dalam penelitian ini peranannya tidak dominan dan sangat kecil. Penelitian tindakan adalah penelitian tentang hal-hal yang terjadi dimasyarakat atau sekolompok sasaran, dan hasilnya langsung dapat dikenakan pada masyarakat yang bersangkutan (Arikunto, 2002:82). Ciri atau karakteristik utama dalam penelitian tindakan adalah adanya partisipasi dan kolaborasi antara peneliti dengan anggota kelompok sasaran. Penelitian tidakan adalah satu strategi pemecahan masalah yang memanfaatkan tindakan nyata dalam bentuk proses pengembangan invovatif yang dicoba sambil jalan dalam mendeteksi dan memecahkan masalah. Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan, maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart (1988:14), yaitu berbentuk spiral dari siklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan), observation (pengamatan), dan reflection (refleksi). Langkah pada siklus berikutnya adalah perncanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus 1 dilakukan tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan. Siklus spiral dari tahap-tahap penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada gambar berikut:
Seperti terlihat pada Gambar 3.1 tersebut adalah (1). Rancangan/perencana awal, sebelum mengadakan penelitian peneliti menyusun rumusan masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan, termasuk di dalamnya instrumen penelitian dan perangkat pembelajaran. (2). Pelaksanaan dan pengamatan, meliputi tindakan yang dilakukan oleh peneliti sebagai upaya membangun pemahaman konsep siswa serta mengamati hasil atau dampak dari diterapkannya metode pembecahan masalah (problem solving). (3). Refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan hasil atau dampak dari tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan yang diisi oleh pengamat. (4). Rancangan/rencana yang direvisi, berdasarkan hasil refleksi dari pengamat membuat rangcangan yang direvisi untuk dilaksanakan pada siklus berikutnya. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga siklus/putaran.Observasi dibagi dalam tiga putaran, yaitu putaran 1, 2, dan 3, dimana masing putaran dikenai perlakuan yang sama (alur kegiatan yang sama) dan membahas satu kompetensi dasar yang diakhiri dengan tes formatif di akhir masing putaran. Dibuat dalam tiga putaran dimaksudkan untuk memperbaiki sistem pengajaran yang telah dilaksanakan. Tempat penelitian di SDN 1 KEKERIGunungsari Lombok Barat tahun pelajaran 2012/2013.Waktu penelitian adalah waktu berlangsungnya penelitian atau saat penelitian ini dilangsungkan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September semester gasal 1119
2012/2013.Subyek penelitian adalah siswa-siswi kelas VI SDN 1 KEKERIGunungsari Lombok Barat pada pokok bahasan faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan ekosistem Penelitian ini dilaksanakan melalui 5 tahap, yaitu, (a)Tahap Perencanaan : Pada tahap perencanaan ini kegiatan yang dilakukan meliputi, (1) observasi di sekolah dan diskusi dengan mitra guru, (2) penyusunan proposal penelitian. (b). Tahap Persiapan: Pada tahap persiapan ini meliputi, (1) pembuatan RP (rencana pembelajaran), (2) pembuatan LO (lembar observasi), (3) pembuatan soal tes formatif, (4) pembuatan rambu-rambu penilaian, (5) uji coba instrumen, dan (6) seleksi dan revisi instrumen. (c).Tahap Pelaksanaan: Tahap pelaksanaan merupakan kegiatan yang banyak berhubungan dengan lapangan dan pengolahan hasil penelitian. Tahap pelaksanaan meliputi, (1) tahap pengumpulan data dan (2) tahap pengolahan data. (d). Tahap Penyelesaian: Pada tahap ini meliputi, (1) penyusunan laporan penelitian dan (2) penggandaan laporan. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: (a). SilabusYaitu seperangkat rencana dan pengaturan tentang kegiatan pembelajaran pengelolahan kelas, serta penilaian hasil belajar. (b). Rencana Pelajaran (RP)Yaitu merupakan perangkat pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman guru dalam mengajar dan disusun untuk tiap putaran. Masing-masing RP berisi kompetensi dasar, indicator pencapaian hasil belajar, tujuan pembelajaran khusus, dan kegiatan belajar mengajar. (c). Lembar Kegiatan Siswa: Lembar kegaian ini yang dipergunakan siswa untuk membantu proses pengumpulan data hasil eksperimen. (d). Lembar Observasi Kegiatan Belajar Mengajar: Lembar observasi pengelolaan pembelajaran penemuan (discovery), untuk mengamati kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran. (e). Lembar observasi aktivitas siswa dan guru, untuk mengamati aktivitas siswa dan guru selama proses pembelajaran. (f). Tes formatif: Tes ini disusun berdasarkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Tes formatif ini diberikan setiap akhir putaran. Bentuk soal yang diberikan adalah pilihan ganda (objektif). Analisis data penelitian menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang bersifat menggambarkan kenyataan atau fakta sesuai dengan data yang diperoleh dengan tujuan untuk mengetahui prestasi belajar yang dicapai siswa juga untuk memperoleh respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran serta aktivitas siswa selama proses pembelajaran.Untuk menganalisis tingkat keberhasilan atau persentase keberhasilan siswa setelah proses belajar mengajar setiap putarannya dilakukan dengan cara memberikan evaluasi berupa soal tes tertulis pada setiap akhir putaran. Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistik sederhana yaitu: (1). Untuk menilai ulangan atau tes formatif peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga diperoleh rata-rata tes formatif dapat dirumuskan:
X
X N
:X = Nilai rata-rata Σ X = Jumlah semua nilai siswa Σ N = Jumlah siswa (2). Ketuntasan belajar, ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan secara klasikal. Berdasarkan petunjuk pelaksanaan belajar mengajar kurikulum 1994 (Depdikbud, 1994), yaitu seorang siswa telah tuntas belajar bila telah mencapai skor 65% atau nilai 65, dan kelas disebut tuntas belajar bila di kelas tersebut terdapat 85% yang telah mencapai daya serap lebih dari atau sama dengan 65%. Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut: Dengan
P
Siswa. yang.tuntas.belajar Siswa
x100%
(3). Lembar observasi a. Lembar observasi pengelolaan metode pemberian balikan. Untuk menghitung lembar observasi pengelolaan metode pemberian balikan digunakan rumus sebagai berikut: 1120
X
P1
P2 2
Dimana: P1 = pengamat 1 P2 = pengamat 2 b. Lembar observasi aktivitas guru dan siswa Untuk menghitung lembar observasi aktivitas guru dan siswa digunakan rumus sebagai berikut.
% X
X x100% dengan X jumlah .hasil. pengama tan jumlah . pengamat
Dimana:
%
X
P1
P2 2
= Persentase pengamatan = Rata-rata
X = Jumlah rata-rata P1 P2
= Pengamat 1 = Pengamat 2
HASIL DAN PEMBAHASAN Ketuntasan Hasil belajar Siswa. Melalui hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran penemuan (discovery) memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin mantapnya pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan guru (ketuntasan belajar meningkat dari sklus I, II, dan II) yaitu masingmasing 66,67%, 76,20%, dan 90,48%. Pada siklus III ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai. Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran, Berdasarkan analisis data diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran penemuan (discovery) dalam setiap siklus mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap prestasi belajar siswa yaitu dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata siswa pada setiap siklus yang terus mengalami peningkatan. Aktivitas Guru dan Siswa Dalam Pembelajaran.Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran IPA pada pokok bahasan faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan ekosistem dengan metode pembelajaran penemuan (discovery) yang paling dominan adalah bekerja dengan menggunakan alat/media, mendengarkan/ memperhatikan penjelasan guru, dan diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas siswa dapat dikategorikan aktif. Sedangkan untuk aktivitas guru selama pembelajaran telah melaksanakan langahlangkah pembelajaran penemuan (discovery) dengan baik. Hal ini terlihat dari aktivitas guru yang muncul di antaranya aktivitas membimbing dan mengamati siswa dalam mengerjakan kegiatan LKS/menemukan konsep, menjelaskan/melatih menggunakan alat, memberi umpan balik/evaluasi/tanya jawab dimana prosentase untuk aktivitas di atas cukup besar. KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama tiga siklus, dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut: (1). Pembelajaran dengan penemuan (discovery) memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa yang ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu siklus I (66,67%), siklus II (76,20%), siklus III (90,48%). (2). Penerapan metode pembelajaran penemuan (discovery) mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar siswa yang ditunjukan dengan hasil wawancara dengan sebagian siswa, rata-rata jawaban siswa menyatakan bahwa siswa tertarik dan berminat dengan metode pembelajaran penemuan (discovery) sehingga mereka menjadi termotivasi untuk belajar. Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses belajar mengajar IPA lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang optimal bagi siswa, maka disampaikan saran sebagai berikut: (1). Untuk melaksanakan model penemuan (discovery) 1121
memerlukan persiapan yang cukup matang, sehingga guru harus mampu menentukan atau memilih topik yang benar-benar bisa diterapkan dengan model penemuan (discovery) dalam proses belajar mengajar sehingga diperoleh hasil yang optimal. (2). Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa, guru hendaknya lebih sering melatih siswa dengan berbagai metode pembelajaran, walau dalam taraf yang sederhana, dimana siswa nantinya dapat menemukan pengetahuan baru, memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga siswa berhasil atau mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya. (3). Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut, karena hasil penelitian ini hanya dilakukan di SDN 1 KEKERIGunungsari Lombok Barat tahun pelajaran 2012/2013. DAFTAR RUJUKAN Arikunto, Suharsimi. 2001. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Kekeri: Bumi Aksara. Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Kekeri:Rineksa Cipta. Combs. Arthur. W. 1984. The Profesional Education of Teachers. Allin and Bacon, Inc. Boston. Dahar, R.W. 1989. Teori-teori Belajar.Kekeri: Erlangga. Departemen Pendidiakan dan Kebudayaan, 1994. Petunjuk Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar. Kekeri. Balai Pustaka. Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Kekeri: Rineksa Cipta. Djamarah. Syaiful Bahri. 2002. Psikologi Belajar. Kekeri:Rineksa Cipta. Erriniati, 1997. Penerapan Strategi Motivasi Belajar Siswa dalam Proses Belajar Menajar Fisika Pokok Bahasan Listrik Statis Kelas VII B Cawu III Tahun Pelajaran 1996/1997 di SLTPN 23 Surabaya. Skripsi yang tidak dipublikasikan. Universitas Negeri Surabaya. Hamalik, Oemar. 1994. Metode Pendidikan. Bandung: Citra Aditya Bakti. Hamalik,Oemar. 2000. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo. Hariono, Eko. 2001. Peningkatan Kualitas Pembelajaran Fisika SLTP Berdasarkan Model Penemuan Terbimbing (Guided Discovery). Makalah dijaukan sebagai salah satu syarat mengikuti ujian komprehensif. Program Pascasarjana Uneversitas Negeri Surabaya. Hasibuan. J.J. dan Moerdjiono. 1998. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya. KBBI. 1996. Edisi Kedua. Kekeri: Balai Pustaka. Kemmis, S. dan Mc. Taggart, R. 1988. The Action Research Planner. VictoriaDearcinUniversity Press. Kurniawan, Arif. 2003. Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPA Sekolah Dasar dengan Menggunakan Metode PenemuanTerbimbing pada Pokok Bahasan Gaya di SDN III Kediri. Skripsi yang tidak dipublikasikan. Universitas Negeri Surabaya. Lestari, Eko Puji. 2002. Pengaruh Strategi Pembelajaran Penemuan Terbimbing melalui Diskusi terhapad Peningkatan Pola Berpikir Kritis dan Kreatif Siswa untuk Pokok Bahasan Dinamika Gerak Lurus. Skripsi yang tidak dipublikasikan. Universitas Negeri Surabaya. Margono. 1997. Metodologi Penelitian Pendidikan. Kekeri: Rineksa Cipta. Ngalim, Purwanto M. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Nur, Moh. 2001. Pemotivasian Siswa untuk Belajar. Surabaya. University Press. Universitas Negeri Surabaya. Poerwodarminto. 1991. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Kekeri:Bina Ilmu. Purwaningsari. 2002. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing melalui Model Eksperimen terhadap Prestasi belajar Fisika pada Siswa SMU Muhammadiyah I Nganjuk. Skripsi yang tidak dipublikasikan. Universitas Negeri Surabaya. Purwanto, N. 1988. Prinsip-prinsip dan Teknis Evaluasi Pengajaran. Bandung: Remaja Rosda Karya. Rustiyah, N.K. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Kekeri: Bina Aksara. Sardiman, A.M. 1996. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Kekeri: Bina Aksara. Soetomo. 1993. Dasar-dasar Interaksi Belajar Mengajar. Surabaya Usaha Nasional. Sukidin, dkk. 2002. Manajemen Penelitian Tindakan Kelas.Surabaya: Insan Cendekia. Suryosubroto. 1997. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Kekeri:PT. Rineksa Cipta.
1122
Syafi’udin. 2002. Penerapan Pendekatan Konstruktivis dengan menggunakan Metode Penemuan untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas I MTsN Denanyar. Skripsi yang tidak dipublikasikan Universitas Negeri Surabaya. Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan, Suatu Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya. Usman, Uzer. 2000. Menjadi Guru Profesional. Bandung:PT. Remaja Rosdakarya.
PENINGKATAN MOTIVASI DAN MINAT BELAJAR SISWA TENTANG PESAWAT SEDERHANA DENGAN PENGGUNAAN METODE DEMONSTRASI MELALUI PEMANFAATAN ALAT DI LINGKUNGAN SEKOLAH PADA SISWA KLAS V SDN 2 DOPANG LOMBOK BARAT Ayip Rosadi Agus Satriady SDN 2 DOPANG LOMBOK BARAT Abstrak: Kemampuan guru dalam mengelola proses belajar dan mengajar dalam pemeblajaran IPA sangat diperlukan sehingga keterlibatan siswa dapat optimal, yang pada akhirnya berdampak pada perolehan hasil belajar. Salah satu metode yang ingin penulis lakukan penelitian yaitu metode demonstrasi yang menurut penulis mampu meningkatkan hasil belajar IPA. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan bahwa penggunaan metode demonstrasi dengan pemanfaatan alat dilingkungan sekolah dapat meningkatkan motivasi dan minat siswa dalam mempelajari tentang pesawat sederhana pada siswa klas V SDN 2 Dopang kabupaten Lombok Barat tahun pelajaran 2012/2013. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas, yang bertujuan memperbaiki pelaksanaan pembelajaran di kelas. Penelitian dilakukan dalam dua siklus, setiap siklus terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan dan refkleksi hasil pembelajaran. Intrumen yang digunakan untuk mengambil data berupa lembar observasi siswa. Data yang diperoleh dihitung dengan menggunakan presentase. Hasil penelitian menunjukkan (1). nilai rata pemahaman siswa akan materi pesawat sederhana siswa Kelas V pada sebelum siklus sebesar 62, pada siklus I sebesar 74 dan pada siklus II sebesar 79 sehingga terdapat kenaikan nilai rata – rata dari sebelum siklus ke siklus I selanjutnya ke siklus II. (2). Prosentase ketuntasan belajar siswa pada pra siklus menunjukkan angka sebesar 61,91 % (10 siswa tuntas dalam belajarnya dari seluruh peserta 18 siswa ), pada siklus I sebesar 80,95 % ( 15 siswa tuntas dalam belajarnya dari seluruh peserta 18 siswa )dan pada siklus II sebesar 95,24 % ( 17 siswa tuntas dalam belajarnya dari seluruh peserta 18 siswa), dengan demikian terdapat peningkatan ketuntasan belajar siswa dari siklus I ke siklus II. Berdasarkan keterangan di atas maka dapat dibuat suatu kesimpulan sebagai berikut : Melalui metode Demonstrasi melalui pemanfaatan lingkungan sekitar sekolah dapat meningkatanMotivasi dan minat pada siswa Kelas V SD Negeri 2 Dopang Kabupaten Lombok Barat tahun pelajaran 2012/2013. Kata Kunci : prestasi, motivasi dan minat siswa, pesawat sederhana, lingkungan sekolah.
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi, menuntut perubahan paradigma dalam pembelajaran sains. Guru sebagai pelaksana pendidikan dituntut menerapkan berbagai pendekatan sehingga relevan dengan tujuan pembelajaran IPA yakni: menyajikan berbagai fakta atau percobaan sehingga dapat menambah pengalaman anak didik baik di rumah maupun di sekolah. Membangkitkan minat siswa untuk dapat menyelidiki gejala-gejala alam disekitarnya melalui pengamatan serta mengembangkan keterkaitan antara pengetahuan dan tehnologi.Kenyataan di kelas dalam pelaksanaan proses belajar mengajar IPA ada saja tingkah laku anak yang kadang kala tidak sesuai dengan harapan guru. Gejala tersebut sedikit banyak akan mempengaruhi proses pembelajaran di kelas. Perilaku yang ditunjukkan sebagian anak tersebut merupakan suatu tindakan yang negatif yang akan menghambat pencapaian prestasi belajar. 1123
Realita kondisi pembelajaran yang ada selama ini, guru harus dapat melaksanakan perbaikan sistem pembelajaran, misalnya selama ini pembelajaran IPA yang dilaksanakan tanpa menggunakan alat peraga kurang menarik perhatian siswa, sehingga menyebabkan rendahnya prestasi belajar siswa.Dari berbagai sumber dijelaskan bahwa siswa Sekolah Dasar belajar secara holistik (menyeluruh).Konsep yang abstrak harus dikongkritkan dengan media yang tentunya menarik minat peserta didik mengikuti pelajaran sekaligus untuk mendalaminya. Perkembangan media pembelajaran saat ini telah berkembang dengan pesat, namunkarena keterbatasan yang dimiliki SD Negeri 2 Dopang maka guru IPA yang ada di sekolah tersebut harus pandai-pandai memanfaatkan sarana yang ada di sekitar sekolah untuk membuat pembelajaran lebih menarik. Namun belum semua guru mampu memanfaatkan sarana ynag ada disekitar sekolah untuk proses belajar mengajar bahkan cenderung tidak pernah digunakan dalam pembelajaran di kelas. Prestasi belajar merupakan merupakan salah satu took ukur keberhasilan pembelajaran di sekolah. Muhibbin Syah (2004: 132) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar adalah sebagai berikut: 1) Faktor Internal, 2) Faktor Eksternal, dan 3) Faktor Pendekatan Belajar. Menurut Sundari (1998: 35 ). Prestasi belajar siswa dapat diketahui dari nilai yang diperoleh dalam mengikuti tes, baik itu tes formatif maupun tes sumatif, nilai raport. Metode demonstrasi diartikan sebagai cara penyajian pelajaran dengan memperagakan dan mempertunjukkan kepada peserta didik suatu proses, situasi atau benda tertentu yang sedang dipelajari baik dalam bentuk sebenarnya maupun dalam bentuk tiruan yang dipertunjukkan oleh guru atau sumber belajar lain yang memahami atau ahli dalam topik bahasan yang harus didemonstrasikan.Pada metode demonstrasi guru memperlihatkan suatu proses atau kejadian kepada murid atau memperlihatkan cara kerja suatu alat kepada siswa. Dalam pembelajaran IPA, metode demonstrasi banyak dipergunakan untuk mengembangkan suatu pengertian, mengemukakan masalah, penggunaan prinsip, pengujian kebenaran secara teoritis dan memperkuat suatu pengertian (Soekarno, dkk. 1981: 43). Kelebihan metode demonstrasi adalah: (1) Perhatian anak didik dapat dipusatkan, dan titik berat yang di anggap penting oleh guru dapat di amati.(2) Perhatian anak didik akan lebih terpusat pada apa yang didemonstrasikan, jadi proses anak didik akan lebih trarah dan akan mengurangi perhatian anak didik kepada masalah lain. (3)Dapat merangsang siswa untuk lebih aktif dalam mengikuti proses belajar. Dapat menambah pengalaman anak didik.(4) Bisa membantu siswa ingat lebih lama tentang materi yang di sampaikan.(5) Dapat mengurangi kesalah pahaman karena pengajaran lebih jelas dan kongkrit serta dapat menjawab semua masalah yang timbul di dalam pikiran setiap siswa karna ikut serta berperan secara langsung. Segala kejadian di alam sekitar merupakan sebagian dari hidup anak baik dalam suka maupun duka, kelahiran, kematian, bertemu, perhelatan, pesta panen, perayaan dan sebagainya, juga rumah, halaman, jalan, sungai, lapangan, gunung, pohon dan lain-lain merupakan bagian hidup anak yang tidak dapat terlepas dari alam sekitarnya itu. Hal ini berarti bahwa antara pengamatan dan pengertian harus terjalin hubungan yang saling menunjang, saling memperkuat. Tidak ada gunanya anak memiliki pengertian tertentu jika ia tidak diberi kesempatan mengamati apa yang dimengertinya itu. Alam sekitar anak memberikan kemungkinan yang amat kaya untuk pengembangan konsep pada diri anak. Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka pada artikel ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh penggunaan metode demonstrasi dengan pemanfaatan alat dilingkungan sekolah untuk meningkatkan motivasi dan minat siswa dalam mempelajari tentang pesawat sederhana pada siswa klas V SDN 2 Dopang kabupaten Lombok Barat tahun pelajaran 2012/2013. METODE Penelitian ini dilakukan dalam dua siklus, dimana setiap siklus tediri ari tahapan perencanaan, pel;aksanaan dan refleksi. Tempat pelaksanaan Penelitian di SDN 2 Dopang Kecamatan Gunungsari pada bulan Februari 2013. Adapun tahapan setiap siklus adalah sebagai berikut: Siklus Pertama a. Perencanaan Kegiatan Pada siklus pertama, guru mengawali kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode demonstrasi dalam menyampaikan materi pelajaran kepada siswa. Sehingga seluruh proses dari percobaan Pesawat Sederhana yang dilaksanakan guru dalam kegiatan belajar mengajar tidak 1124
lebih hanya sebagai pertunjukan belaka. Merencanakan perbaikan pembelajaran dengan focus menerapkan metode demonstrasi secara terbimbing, dengan melibatkan siswa secara langsung. Setelah percobaan selesai, dilanjutkan diskusi siswa untuk membahas hasil percobaan. Harapan penulis dengan diterapkanya metode demonstrasi secara terbimbing tersebut dan juga melibatkan siswa secara aktif, maka akan didapatkan penguasaan pemahaman materi lebih bisa diserap siswa, tingkat ketuntasan belajar menjadi meningkat sehingga didapat hasil belajar yang memuaskan. b. Pelaksanaan Dalam pelaksanaan pembelajaran, penulis sepenuhnya menerapkan metode demonstrasi terbimbing dengan melibatkan siswa secara aktif melakukan demonstrasi percobaan.Untuk memperoleh data jalannya proses perbaikan pembelajaran tersebut tidak lepas dari seorang pengamat yakni teman sejawat yang menjadi teman sejawa.Tugas adalah merekam jalanya proses perbaikan pembelajaran. Hasil dari pelaksanaan perbaikan pembelajaran tersebut dicatat oleh pengamat pada lembar observasi yang telah menjadi kesepakatan bersama antara penulis dengan pengamat. Adapun langkah-langkah pembelajaran yang akan dilaksanakan oleh penulis dalam pelaksanaan perbaikan pembelajaran siklus pertama adalah sebagai berikut : a) Guru menjelaskan tentang Pesawat Sederhana b) Guru megadakan Tanya jawab tentang Pesawat Sederhana c) Guru nmembagi siswa menjadi beberapa kelompok untuk melakukan percobaan. d) Guru membimbing masing-masing kelompok dalam melaksanakan percobaan. e) Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan percobaan. f) Guru memberikan penguatan-penguatan atas hasil percobaan siswa. g) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya. h) Secara kelompok siswa melaporkan hasil percobaan. i) Siswa mengerjakan tes formatif c. Pengamatan / pengumpulan data / instrument Dalam melaksanakan penelitian hasil belajar siswa, penulis menggunakan tes formatif sebagai alat evauasi untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran.Untuk mendukung dalam proses pengamatan ini penulis meminta batuan kepada teman sejawatsebagai pengamat,tugas pengamat adalah merekan jalannya proses perbaikan dari awal sampai akhir. Dalam merekan proses pembelajaran tersebut pengamat menggunakan lembar observasi yang telah disepakati oleh penulis dan pengamat.
No 1 2 3 4 5 6
7 8
Format observasi yang digunakan pengamat adalah sebagai berikut: Kemunculan Komentar Perilaku Guru yang Diobservasi Ada tidak Apakah guru telah menyiapakan alat ya Belum pelajaran? maksimal Apakah guru sudah mengguanakan alat ya Belum peraga secara tepat? maksimal Aapakah metode yang digunakan sudah ya Perelu sesuai dengan materi? ditingkatkan Apakah guru berusaha untuk tidak Kurang mengaktifkan anak? Apakah sudah membangkitkan siswa tidak Kurang dalam menjawab pertanyaan? Apakah guru siswa untuk menayakan hal- ya Cukup, hal yang belum paham? perlu ditingkatkan Apakah guru dan siswa telah membuat tidak kurang kesimpulan daari mteri pelajaran? Apakah guru memberikan penilaian pada ya baik akhir pembelajaran? 1125
d. Refleksi Siklus Pertama Berdasarkan hasil pengamatan dari teman sejawat mengenairancangan proses perbaikan pembelajaran, ditemukan beberapa kelemahan pada rencana perbaikan pembelajaran pada siklus pertama, yaitu a) Pada saat dilaksanakan percobaan alokasi waktu dalam pembelajaran hanya sedikit sehingga waktu hanya dihabiskan untuk percobaan saja. b) Hanya sebagian siswa yang mendapat kesempatan untuk melakukan percobaan. c) Secara klasikal guru dan siswa tidak menyimpulkan hasil percobaan, sehingga dari beberapa pertanyaan dalam tes formatif tidak terjawab dengan benar. Siklus Kedua a.
Perencanaan Kegiatan Siklus Kedua. Kelemahan-kelemahan yang terjadi pada pelaksanaan perbaikan pembelajaran siklus pertama menjadi faktor pendorong bagi penulis untuk melaksanakan perbaikan pembelajaran yang kedua.Pada tahap ini penulis merencanakan untuk menambah metode eksperimen dalam pelaksanaan perbaikan pembelajarannya. Dengan penggabungan metode demonstrasi, dimaksudkan agar seluruh siswa nanti akan lebih jelas dalam melakukan pembelajaran. Melaui metode demonstrasi , siswa dituntun untuk melaukan percobaan dengan pengamatan, sehingga saat mengikuti pelajaran yang ditekuni akan lebih dapat dimengerti oleh siswa. Metode ini menekankan pada kebutuhan ketelitian siswa saat menanggapi suatu masalah, keaktifan kerja, berfikir kritis, dan aktualisasi pengalaman sehari-hari. Dengan demikian pada saat dilaksanakan evaluasi akhir program, siswa dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan guru dengan benar. b.
Pelaksanaan Perbaikan Pembelajaran Dalam pelaksanaan perbaikan pembelajaran siklus kedua ini, penulis menerapkan metode demonstrasi, serta membangkitkan siswa dalam menjawab pertanyaan. Adapun langkah-langkah yang akan dilaksanakan penulis dalam pelaksanaan perbaikan pembelajaran siklus kedua adalah sebagai berikut a) Gurumenjelaskan tentang Pesawat Sederhana b) Guru mengadakan Tanya jawab tentang Pesawat Sederhana c) Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok untuk melakukan percobaan-percobaan dan pengamatan. d) Guru membimbing masing-masing kelompok dalam melakukan percobaan dan pengamatan. e) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya berkaitan dengan percobaan dan pengamatan yang dilakukan. f) Guru membangkitkan potensi-potensi yang dimiliki siswa saat melaksanakan percobaan dan pengamatan. g) Guru memberikan moyivasi atau dorongan kepada siswa, menanggapi percobaan dan pengamatan yang dilakukanya. h) Secara kelompok siswa melaporkanya hasil percobaan dan pengamatan dihadapan temantemannya kemudian nburu menanggapinya dengan memberikan referensi seperlunya. i) Guru dan siswa bersama-sama membuat kesimpulan dari seluruh hasil percobaan dan pengamatan. j) Guru memberikan penilaian pada akhir pembelajaran berupa tes formatif. k) Guru memberikan tindak lanjut. c.
Pengamatan Dalam melaksanakan penilaian hasil belajar siswa, penulis menggunakan tes formatif untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran. Adapun proses pengamatanya menggunbakan lembar pengamat yang telah disepakati oleh penulis dan pengamat.
1126
No 1 2 3 4 5 6 7 8
Tabel pengamatan perbaikan pembelajaran siklus II Kemunculan Komentar Perilaku Guru yang Diobservasi Ada Tidak Apakah guru telah menyiapakan alat Ya Baik pelajaran? Apakah guru sudah mengguanakan alat Ya Baik peraga secara tepat? Aapakah metode yang digunakan sudah Ya Baik sesuai dengan materi? Apakah guru berusaha untuk Ya Baik mengaktifkan anak? Apakah sudah membangkitkan siswa Ya Baik dalam menjawab pertanyaan? Apakah guru siswa untuk menayakan hal- Ya Baik hal yang belum paham? Apakah guru dan siswa telah membuat Ya Baik kesimpulan daari mteri pelajaran? Apakah guru memberikan penilaian pada Ya Baik akhir pembelajaran?
d.
Refleksi Siklus Kedua Berdasarkan pengamatan dari teman sejawat mengenai rancangan proses perbaikan pembelajaran siklus kedua ini, ada beberapa kekuatan ditemukan dan hamper tidak ada kelemahan pada rencana perbaikan pembelajaran siklus kedua. Kekuatan yang muncul pada perbaikan pembelajaran siklus kedua ini adalah : 1) Seluruh siswa terlibat aktif dalam kegiatan percobaan dab pengamatan karena hamper suluruh siswa mendapat kesempatan untuk melakukan percobaan dan pengamatan. 2) Masing-masing kelompok tidak mengalami kesulitan dalam melaksanakan percobaan dan pengamatan. 3) Setiap pertanyaan dapat dijawab dengan benar siswa. 4) Tingkat penguasaan siswa materi pembelajaran mencapai lebih dari 80%. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Siklus Pertama Dari perencanaan yang sudah dibuat guru melaksanakan perbaikan pembelajaran dari focus menerapkan metode demonstrasi dan eksperimen siswa terlibat lebih aktif, dalam mengikuti pembelajaran. Diharapakan dari menerapkan metode demonstrasi dan eksperimen ini, tingkat prestasi belajar siswa menjadi lebih baik. Setiap pertanyaan guru dapat dijawab dengan benar oleh siswa. Setelah dilaksanakan penelitian pada tes akhir, tingakat ketuntasan belajar siswa bisa mencapai target 80% sesuai dengan harapan.Namun dari proses perbaikan pmbelajaran siklus pertama, belum sepenuhnya harapan penulis tercapai sepenuhnya. Setiap kali penlis menyapaikan pertanyaan kepada siswa belum bisa terjawab dengan benar. Setelah diberikan tes formatif pada perbaikan pembelajaran siklus pertamadiperoleh data hasil penilaian hasil terhadap siswa yang mengejakan soal sebanyak 10 nomor dengan hasil seperti pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil Tes Formatif Perbaikan pembelajaran IPA Siklus I No Nilai Jumlah Siswa Skor 1 4 4 16 2 5 3 15 3 6 3 18 4 7 3 21 5 8 2 16 Jumlah 86 Rata-rata 5,3 1127
Demikian juga hasil pengamat dari teman sejawat mengenai pelaksanaan proses perbaikan pembelajaran siklus pertama yang dilaksanakan penulis. Berdasarkan data observasi yang tertuang pada lembar pengamatan didapatkan hasil seperti pada Tabel 2:
No 1 2 3 4 5 6 7 8
Tabel 2 Pengamatan Pelaksanaan Perbaikan Pembelajaran IPA Kemunculan Komentar Perilaku Guru yang Diobservasi Ada Tidak Apakah guru telah menyiapakan alat ya Belum pelajaran? maksimal Apakah guru sudah mengguanakan alat ya Belum peraga secara tepat? maksimal Aapakah metode yang digunakan sudah Ya Perelu sesuai dengan materi? ditingkatkan Apakah guru berusaha untuk Tidak Kurang mengaktifkan anak? Apakah sudah membangkitkan siswa Tidak Kurang dalam menjawab pertanyaan? Apakah guru siswa untuk menayakan hal- Ya Cukup, perlu hal yang belum paham? ditingkatkan Apakah guru dan siswa telah membuat tidak kurang kesimpulan daari mteri pelajaran? Apakah guru memberikan penilaian pada Ya baik akhir pembelajaran?
Berdasar Tabel 2 tampak beberapa kekuatan dan kelemahan pada perbaikan pembelajaran siklus pertama. Kekuatan yang muncul hanya sebagian siswa yang menjadi lebih aktif karena diberi kesempatan guru untuk mengutarakan pendapatnya.Adapun yang menjadi kelemahan perbaikan pembelajaran siklus pertama adalah :(a). Pada pelaksanaan demonstrasi, waktunya hanya sedikit. (b). demonstrasi hanya dilakukan oleh sebagaian siswa saja. (c). Secara klasikal garu dan siswa tidak menyimpulkan hasil dari demonstrasi. Setelah diadakan peraikan pembelajaran yang menfokuskan penerapan metode diskusi dan Lembar Kerja Siswa untuk meningkatkan prestasi belajar, diperoleh hasil yang sdikit kemajuan tingkat pengusaan siswa terhadap materi pelajaran.Dari pengamatan teman sejawat pada pelajaran sebelumnya, ketuntasan belajar siswa terhadap materi pesawat sederhana 45 %, setelah diadakan perbaikan pembelajarn ketuntasan belajar menjadi 59% kemajuan yang terjadi terhadap materi pelajaran, merupakan hasil dari dari perbaikan pembelajaran yang dilasankan dengan cara siswa diaktifkan dalam demostrasi dan eksperimen atau percobaan dan pengamatan. Namun kemajuan yang terjadi belum seperti yang diharapkan yakni ketuntasn belajar 80%. Kelemahan proses perbaikan pembelajaran, terjadi karena tidak semua siswa diberi kesempatan dalam melaksanakan demonstrasi, sehingga dalam pelaksanaan diskusi kelompok siswa menjadi ramai karena siswa belum memahami masalah dengan jelas. Dengan demikian tingkat penguasaan siswa terhadap materipun menjadi rendah.Demikian juga dalam hal perbaikan guru yang direkam oleh teman sejawat dalam lembar pengamatan, apa yang telah dirumuskan bersama antara penulis dan pengamat belum sepenuhnya dilaksanakan guru dalam proses pembelajaran, sehingga proses pembelajaran belum menunjukan kemajuan yang berarti. Penulis belum melaksanakan hal-hal yang ditetapkan pada lembar pengamatan yang sudah dirumuskan antara penulis dan pengamat. Siklus Kedua. Dalam melaksanakan perbaikan pembelajaran siklus kedua, penulis merencanakan untuk menambah metode eksperimen dalam melaksanakan pembelajaran ,diharapaka dengan menggunakan metode demonstrasi dengan melibatkan seluruh siswa,maka penguasaan siswa terhadap materi pelajaran akan lebih optimal.Diharapkan dari keterlibatan seluruh siswa dalam malakukan eksperimen tersebut, tingkat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran lebih dapat 1128
optimal, sehingga prosentase ketuntasan belajarnya bisa mencapai 80% sesuai keinginan guru dan acuan ketuntasan belajar nasional. Hasil pelaksanaan proses perbaikan pembelajaran siklus kedua, sungguh memperoleh peningkatan belajar siswa lebig berhasil. Hal ini terbukti bisa menjawab 10 soal yang dilaksanakan pada tes formatif seperti pada Tabel 3. Tabel 3 Hasil Tes Formatif Perbaikan pembelajaran IPA No Nilai Jumlah Siswa Skor 1 4 1 4 2 6 2 12 3 7 1 7 4 8 6 48 5 9 4 36 6 10 1 16 Jumlah 134 Rata-rata 8,3 Demikian juga hasil pengamatan dari teman sejawat, mengenai pelaksanaan perbaikan pembelajaran siklus kedua bagi penulis, dari tabel lembar pengamatan / observasi didapat hasil seperti pada Tabel 4 sebagai berikut. Tabel 4 Pengamatan Pelaksanaan Perbaikan Pembelajaran IPA Kemunculan Komentar No Perilaku Guru yang Diobservasi Ada Tidak 1 Apakah guru telah menyiapakan alat Ya Baik pelajaran? 2 Apakah guru sudah mengguanakan alat Ya Baik peraga secara tepat? 3 Aapakah metode yang digunakan sudah Ya Baik sesuai dengan materi? 4 Apakah guru berusaha untuk Ya Baik mengaktifkan anak? 5 Apakah sudah membangkitkan siswa Ya Baik dalam menjawab pertanyaan? 6 Apakah guru siswa untuk menayakan hal- Ya Baik hal yang belum paham? 7 Apakah guru dan siswa telah membuat Ya Baik kesimpulan daari mteri pelajaran? 8 Apakah guru memberikan penilaian pada Ya Baik akhir pembelajaran? Berdasarkan hasil pengamatan dari teman sejawat mengenai proses perbaikan pembelajaran siklus kedua pada mata pelajaran IPA materi pesawat sederhana dilaksanakan sesuai prosedur yang ditetapkan, ditemukan kekuatan hamper tidak ada kelemahan / kekurangan yang muncul. Kekutan yang terjadi pada kegiatan pembelajaran siklus kedua ini adalah: (1) Seluruh siswa terlibat aktif karena seluruh siswa mendapat kesempatan untuk melakukan percobaan dan pengamatan atau mendemonstrasikan (2) Masing-masing kelompok tidak mengalami kesulitan dalam melaksanakan percobaan dan pengamatan, (3) Setiap pertanyaan guru dapat dijawab dengan benar oleh siswa. (4) Tingkat penguasaan materi terhadap materi Pesawat Sederhana lebih dari 80%. Kemajuan yang terjadi dalam tingkat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran, merupakan hasil dari perbaikan pembelajaran yang dilaksanakan dengan tersedianya alat Bantu / media yang memadai, sehingga seluruh siswa dapat terlibat secara aktif dalam malakukan percobaan dan pengamatan. Demikian juga tingkat penguasaan siswa terhadap materi pesawat 1129
sederhana menjadi optimal.Pendapat dari para ahli tentang metode mengajar, penggunaan metode demonstrasi telah diterapakan dalam perbaikan pembelajaran.Dalam hal prilaku guru yang direkam oleh teman sejawat dalam lembar pengamatanpun menunjukan kemajuan yang berarti. Penulis sudah melaksanakan hal-hal yang ditetapkan dalam lembar pengamatan yang sudah dirumuskan antara guru dan pengamat. Pada perbaikan pembelajaran kedui ini apa yang menjadi tujuan semula dapat tercapai yaitu proses pembelajaran yang bermutu dan pemahaman siswa terhadap materi Pesawat sederhana tercapai secara optimal dari 53% menjadi 83%. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Melihat hasil perbaikan pembelajaran mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam telah dilaksanakan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1) Penguasaan siswa terhadap mata pelajaran IPA Kelas V Pesawat Sederhana dapat ditingkatkan melalui penggunaan metode demonstrsai. 2) Keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran IPA dengan menggunakan metode demonstrasi, membantu siswa dalam memecahkan dan mengatasi kesulitan-kesulitan dalam menyikapi mata pelajaran yang dihadapi. 3) Penggunaan metode demonstrasimembuat siswa lebih dapat meningkatkan prestasi belajarnya dalam menanggapi materi dan permasalahan belajarnya untuk mendapatkan hasil lebih optimal. Saran. Berdasarkan pembahasan dan kelemahan yang ada, beberapa hal yang masih perlu dilakukan oleh guru dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran pada umumnya dan khususnya tingkat penguasaan materi pelajaran maka disarankan: 1) Menerapkan metode yang tepat dalam menyampaikan materi pelajaran kepada siswa 2) Untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, guru hendaknya melibatkan siswa secara aktif dan dengan memberikan penguatan – penguatan agar siswa termotivasi sehingga prestasi belajar menjadi meningkat dan berhasil optimal. 3) Berdasarkan pengalaman penulis, bahwa dalam melaksanakan perbaikan pembelajaran perlu kiranya diadakan kelompok kerja antar guru. DAFTAR RUJUKAN BSNP 2008. Model silabus kelas I, Jakarta Depdiknas Peraturan Mentri Pendidikan Nasional tentang standar isi kurikurum tingkat satuan pendidikan. Jakarta Depdiknas Hamalik,Oemar. 1992 Psikolagi belajar mengajar Bandung Sinar baru Nana Sudjana 1989. Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Lembaga Penelitian IKIP Bandung Purwodarminto, WJS.1984. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : PN Balai Pustaka. Warnadi, IGAK 2007. Penelitian Tindakan Kelas Jakarta Universitas Terbuka. Sradiman, A. M.1992. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali. Depdikbud 1994. Kurikulum Pendidikan Dasar ( GBPP ). Jakarta Depdikbud Russeffendi,E. T 1997. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam I. Jakarta Universitas Terbuka Suryobroto, Sumadi. 1984. Psikologi Pendidikan. Jakarta: CV Rajawali Surakhmat. Winarto, Thomas Murroy. 1981. Metodologi Pengjaran. Jakarta Winkel.1984. Psikologi Pendidikan Evaulasi Belajar. Jakarta : PT Gramedia.
1130
PENERAPAN STAD UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PENGARUH LINGKUNGAN FISIK TERHADAP DARATAN PADA SISWA KELAS IV SDN MANDAILING NATAL Bajora Hasibuan
[email protected] SDN 116 Percontohan komplek STAIM Panyabungan, Mandailing Natal Abstrak: Hasil belajar IPA kelas IVb di SDN 116 Percontohan Komplek STAIM selama ini masih rendah. Penyebab utama kondisi ini adalah ketidak aktifan siswa. Untuk mengatasi hal tersebut dilakukan penerapan model pembelajaran Kooperatif tipe STAD untuk materi menjelaskan pengaruh lingkungan fisik terhadap daratan. Hasilnya menunjukkan adanya peningkatan aktivitas dan prestasi belajar siswa. Prestasi belajar siswa meningkat menjadi 76% dari 65%, dari KKM sebesar 67. Pembelajaran Kooperatif STAD juga dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis yang dibuktikan semakin banyaknya pertanyaanpertanyaan yang diajukan siswa pada proses pembelajaran. Kooperatif STAD dapat meningkatkan kepedulian antara anggota kelompok, kemampuan bekerja sama, menarik minat siswa untuk belajar, dan siswa semakin termotivasi dan semangat dalam mengikuti pembelajaran. Kata Kunci: Kooperative STAD, Hasil Belajar
Guru-guru Sekolah Dasar di Indonesia, khususnya di Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara, masih banyak yang membelajarkan siswa dengan metode konvensional. Penyebab dari kondisi seperti ini adalah karena guru-guru di kabupaten Mandailing Natal sangat jarang mendapat kesempatan untuk mengikuti pelatihan. Kondisi ini tampak bertentangan dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas guru-guru dengan berbagai cara diantaranya melalui diklat, seminar, workshop dan kegiatan pendidikan dan pelatihan lain. Di sisi lain pelatihan yang dilaksanakan selama ini lebih pada sekedar sosialisasi dan tidak bersifat berkelanjutan sehingga guru-guru yang mengikuti pelatihan hanya mengikuti tetapi tidak untuk diimbaskan. Saat ini di Indonesia telah dikembangkan dan diimplementasikan upaya peningkatan profesionalisme guru melalui kegiatan Lesson Study. Lesson Study ini ditujukan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan kompetensi guru melalui pengkajian pembelajaran secara kooperatif dan berkelanjutan. Pelatihan pelaksanaan lesson study ini merupakan rangkaian kegiatan melalui program Teacher Quality Improvement Program (TEQIP). TEQIP adalah merupakan salah satu program untuk meningkatkan kualitas guru Sekolah Dasar di seluruh Indonesia dengan pola TOT (Taining of Trainer), program ini telah dilaksanakan mulai tahun 2010. TEQIP digagas oleh tim Universitas Negeri Malang (UM) dengan PT. Pertamina. Salah satu materi yang dibahas di TEQIP adalah ragam-ragam model pembelajaran IPA Sekolah Dasar diantaranya adalah STAD, TPS, dan TGT. Sejauh ini pelaksanaan pembelajaran yang diterapkan guru mata pelajaran IPA, seringkali hanya menggunakan metode ceramah. Terkait dengan metode pembelajaran, tidak semua guru mampu menerapkan metode pembelajaran yang inovatif karena mereka beranggapan bahwa menggunakan metode ceramah (konvensional) terasa lebih nyaman, tidak memerlukan waktu lama, dan kondisi kelas yang dapat dikontrol. Namun, hal ini sering menyebabkan siswa merasa bosan. Untuk mengatasi hal tersebut dengan menerapkan metode pembelajaran cooperative learning (Slavin, 2006) siswa diberi kesempatan untuk berkomunikasi dan berinteraksi sosial dengan temannya dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran, sementara guru bertindak sebagai motivator dan fasilitator aktivitas siswa. Salah satunya dengan menggunakan teknik Students Team Achievment Divisions (STAD) 1131
(Isjoni, 2009) yang sudah terbukti dapat meningkatkan hasil belajar (Mardiatun, 2013). Slavin mengemukakan bahwa pembelajaran STAD dapat digunakan untuk berbagai macam kajian seperti pelajaran Bahasa Inggris, Ilmu Sosial, Matematika, Geografi, Sains dan berbagai kajian lain. Kooperatif tipe STAD juga dapat diterapkan pada berbagai tingkatan pendidikan mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Slavin (2006) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif juga memiliki keuntungan psikologi yakni membangun harga diri siswa, meningkatkan kepuasan siswa terhadap pembelajaran, melatih siswa untuk memberi pertolongan dan menerima penjelasan dari teman, mengurangi kecemasan dalam pembelajaran, menciptakan sifat yang lebih positif terhadap teman, guru dan personal sekolah lainnya, dan sebagainya (Zubaidah,dkk. 2013). Sebagai upaya peningkatan kualitas pendidikan melalui peningkatan proses pembelajaran di sekolah dasar, setiap guru dituntut untuk melakukan inovasi pembelajaran, seperti dalam menggunakan pendekatan pembelajaran yang tepat sebagai upaya meningkatkan penguasaan siswa terhadap materi pelajaran, seperti dalam pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Materi pelajaran IPA banyak menuntut pengamatan, eksperimen atau setidaknya demonstrasi. Hal ini berarti bahwa dalam meningkatkan kemampuan belajar siswa, aspek pendekatan pembelajaran sangat penting diperhatikan oleh guru, sebagaimana dikemukakan oleh Sudjana (2002: 152) bahwa tinggi rendahnya kadar kegiatan belajar banyak dipengaruhi oleh pendekatan mengajar yang digunakan guru. Guru harus mempergunakan banyak metode dalam pembelajaran. Variasi metode mengakibatkan penyajian bahan pelajaran lebih menarik perhatian siswa, mudah diterima siswa, dan kelas menjadi hidup, metode penyajian yang selalu sama akan membosankan siswa. Salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan guru dalam mengajarkan materi pelajaran IPA adalah pembelajaran kooperatif sebagai model pembelajaran kerjasama dalam kelompok. Menurut Nasution (2004: 146) bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran gotong royong atau kerjasama dalam kelas. Pendekatan pembelajaran kerjasama dimaksudkan agar proses pembelajaran berlangsung optimal melalui peran aktif siswa dalam bentuk kerjasama. Lebih lanjut Nasution (2004: 146) menyatakan bahwa pelajaran di sekolah harus sesuai dengan keadaan masyarakat, dan sifat gotong royong hendaklah dijadikan suatu prinsip yang mewarnai praktek pembelajaran untuk siswa. Proses pembelajaran IPA di sekolah menekan pada pemberian pengalaman langsung untuk menegembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah (Zubaidah,dkk., 2013). Selama ini siswa di kelas IVb SDN 116 percontohan kurang aktif dalam mengikuti pembelajaran, sehingga hasil yang dicapai juga kurang memuaskan. Faktor utama yang dapat menyebabkan kondisi ini adalah metode yang digunakan masih bersifat konvensional. Pembelajaran juga masih berpusat pada guru, belum banyak intraksi yang ditemukan antara siswa dengan siswa dan guru dengan siswa. Dengan demikian diperlukan penerapan STAD untuk mengatasi masalah tersebut, karena dengan STAD dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, meningkatkan kepedulian antara anggota kelompok, kemampuan bekerja sama, menarik minat siswa untuk belajar, dan siswa semakin termotivasi dan semangat dalam mengikuti pembelajaran. METODE Pelaksanaan pengamatan dilakukan di SDN 116 bersamaan dengan pelaksanaan open class Lesson Study. Instrumen yang digunakan dalam kegiatan ini adalah RPP yang disusun selama kegiatan TOT di Batu Malang, dan instrumen keterlaksanaan pembelajaran serta instrumen observasi lesson study. Selain itu disiapkan pula perangkat tes untuk mengukur hasil belajar. Langkah kegiatan pada pelaksanaan lesson study terdiri atas (1) tahap perencanaan (plan), (2) tahap kegitan pembelajaran di kelas (do), dan (3) tahap refleksi (see). Masing-masing dipaparkan lebih rinci pada bagian berikut. 1132
Pada tahap perencanaan (plan) meliputi (1) menentukan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD), (2) menyusun RPP secara kolaboratif, (3) memilih model pembelajaran yang sesuai, dan (4) menentukan media dan alat peraga yang sesuai. Standar kompetensi yang dipilih yaitu memahami lingkungan fisik dan pengaruhnya terhadap daratan dengan kompetensi dasar menjelaskan pengaruh lingkungan fisik terhadap daratan (erosi, abrasi, banjir, dan longsor). Strategi yang dipilih adalah Kooperatif STAD. Strategi ini dipilih dengan pertimbangan karena STAD merupakan pendekatan kooperatif yang sangat sederhana, dan sangat baik digunakan guru yang baru pertama kali menggunakan pembelajaran kooperatif (Zubaidah, dkk., 2013). Pada tahap Pelaksanaan (do) dengan materi pengaruh lingkungan fisik terhadap daratan (erosi, abrasi, banjir, dan longsor). Pada awal pembelajaran guru mengucap salam dan memancing antusiasme siswa dengan menampilkan gambargambar pada layar slide. Pada tahap apersepsi guru memberikan tiga pertanyaan singkat kepada siswa, pertanyaan disesuaikan dengan gambar yang ada di slide. Kemudian guru menyampaikan tujuan pembelajaran tentang pengaruh lingkungan fisik terhadap daratan. Pada kegiatan inti guru menunjukkan tiga wadah yang berbeda. Wadah pertama beris tanah dan tumbuhan, wadah kedua berisi tanah tanpa tumbuhan dan yang ketiga berisi pasir dan air. Guru menanyakan perbedaan ketiga wadah tersebut, siswa menjawab sesuai dengan pengamatannya. Selanjutnya guru membagi siswa dalam 6 kelompok tiap kelompok beranggotakan empat orang yang heterogen. Sebelum Lembar Kerja Kelompok (LKK) dibagikan, guru menjelaskan langkah kerja yang harus dilakukan. Guru memanggil tiga orang siswa maju ke depan kelas, dengan bimbingan guru ketiga siswa tersebut mendemonstrasikan ketiga wadah yang telah disiapkan guru, siswa yang lain mengamati dan mengisi LKK yang diberikan. Setelah selesai didemonstrasikan ketiga siswa tersebut kembali ke tempat duduknya dan melakukan diskusi. Setelah selesai mengerjakan LKK yang diberikan perwakilan tiap kelompok mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas, kelompok lain memberikan masukan dan tanggapan, guru memberikan penilaian. Langkah selanjutnya, guru membimbing siswa menarik kesimpulan dan guru memberikan penguatan. Pada akhir kegiatan guru memberikan kuis secara individu, dan mengumumkan kelompok terbaik. Para guru yang menjadi observer mengamati siswa selama proses pembelajaran yaitu dengan mengamati kegiatan siswa belajar, bukan mengamati guru model mengajar. Tahap Refleksi (See). Pada tahapan ini dapat ditemukan bahwa pada pembelajaran IPA di kelas IV materi tentang pengaruh lingkungan fisik terhadap daratan (erosi, abrasi, banjir, dan longsor), dengan menggunakan media LCD dalam pembelajaran sangat memudahkan guru untuk menyampaikan materi pembelajaran. Selain media LCD dengan gambar juga menggunakan media realita yaitu tiga wadah yang berbeda. Media ini digunakan untuk membuktikan erosi dan abrasi. Penggunaan strategi Kooperatif STAD dengan media LCD dan realita diharapkan dapat meningkatkan motivasi siswa yaitu siswa sangat antusias dalam belajar. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil pengamatan dan refleksi ditemukan hal-hal yang dianggap penting dan dituangkan dalam Tabel 1. Tabel 1. Hasil Pelaksanaan Pembelajaran No Kondisi siswa Keterangan 1. Kesiapan belajar siswa Baik 2. Intraksi siswa dengan siswa Baik 3. Intraksi guru dengan siswa Baik 4. Siswa yang tidak belajar 3 orang
1133
Dari data pada Tabel 1 dapat diketahui bahwa pada awal pembelajaran siswa telah siap menerima pembelajaran dengan baik dan sudah terjadi interaksi siswa dengan siswa, guru dengan siswa. Pada kegiatan pembelajaran berlangsung siswa sangat bersemangat dan bergairah menerima pelajaran. Siswa aktif menjawab pertanyaan yang diberikan guru. Siswa yang tidak belajar berjumlah tiga orang. Siswa tersebut tidak belajar diyakini karena posisi tempat duduknya membelakangi guru, sehingga sangat susah untuk melihat guru sewaktu menjelaskan pembelajaran. Upaya yang dilakukan guru untuk mengatasi kondisi tersebut adalah dengan menyampaikan agar pada saat guru memberikan penjelasan, ketiga siswa tersebut kembali ketempat duduknya semula, dan setelah selesai melakukan diskusi guru meminta siswa tersebut untuk menjadi perwakilan kelompok dalam mempresentasikan hasil kerja mereka. Ada beberapa alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi siswa yang tidak belajar. Perlunya penguasaan dan pengelolaan kelas, perhatian terhadap semua siswa, memberikan motivasi kepada siswa yang bermasalah, memberi dorongan atau semangat kepada siswa supaya lebih semangat dalam belajar. Model pembelajaran kooperatif STAD ternyata dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa kelas IV menunjukkan peningkatan yaitu dengan persentase ketuntasan klasikal yaitu 65% menjadi 76% dengan Standar Ketuntasan Minimal yang digunakan adalah 67. Selain itu penerapan pembelajaran kooperative STAD dapat meningkatkan kualitas belajar siswa dan hasil belajar IPA di Sekolah Dasar. Media pembelajaran sangat menentukan keberhasilan belajar siswa. Diterapkannya pembelajaran kooperatif STAD pada pembelajaran IPA kelas IV siswa sangat antusias mengikuti pembelajaran. Antusias sangat berhubungan dengan motivasi, dengan demikian siswa yang antusias dalam mengikuti pembelajaran membuktikan bahwa motivasi belajar siswa meningkat. Peningkatan ini disebabkan siswa dapat mengamati secara kontekstual bukan secara abstrak, siswa dituntut lebih bertanggung jawab terhadap hasil kerjanya, sehingga memiliki usaha yang besar untuk belajar. Selain itu STAD menekan kerjasama siswa dalam peroses pembelajaran dan sangat memungkinkan siswa untuk saling memotivasi, berinteraksi dalam memecahkan permasalahan bersama-sama dengan perantara diskusi kelompok. Setiap individu akan termotivasi untuk mendapatkan nilai semaksimal mungkin untuk kemajuan kelompoknya dan juga termotivasi untuk meningkatkan pencapaian nilainya dibandingkan nilai sebelumnya. Penggunaan media LCD dan media realita yang menampilkan gambar dan tiga wadah yang berbeda berfungsi untuk menarik perhatian siswa dan memperjelas materi yang disajikan. Dengan demikian penggunaan media dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan motivasi siswa dalam belajar. Motivasi belajar adalah kekuatan mental yang berupa keinginan, perhatian, kemauan atau cita-cita. Siswa yang memiliki motivasi kuat akan memiliki banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar (Sardiman dalam Mardiatun dan Rosnah, 2013). Melalui hasil refleksi terungkap bahwa dengan Kooperatif STAD siswa lebih kreatif, aktif dan suasana belajar lebih menyenangkan yang membentuk karakter peserta didik belajar mandiri dan bekerjasama. KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa dengan penerapan pembeajaran kooperatif tipe STAD Siswa kelas IV SDN 116 Percontohan Panyabungan lebih termotivasi, aktif, komunikatif dalam mengikuti proses pembelajaran IPA. Siswa juga semakin percaya diri tampil di depan kelas untuk mempresentasikan hasil kerjanya. Selain itu, siswa juga semakin aktif dalam diskusi kelas dengan teman maupun dengan gurunya dan semakin berani dalam mengeluarkan pendapatnya. Yang cukup menggembirakan adalah terjadi peningkatan hasil belajar siswa kelas IV SDN 116 Percontohan Panyabungan dari 65% persentasi ketuntasan klasikal menjadi 76%, dari KKM sebesar 67. 1134
DAFTAR RUJUKAN Anwar, Khoirul, 2006, Mengembangkan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Turnamen Belajar Untuk Meningkatkan Ketuntasan Belajar Matematika Pada Siswa SMA Tesis, UNNES Mardiatun dan Rosnah.2013. Penerapan Cooperative STAD dalam pembelajaran IPA Kelas V SDN 012 Tanjung Pinang Barat: Pengalaman Lesson Study Pada Kegiatan Ongoing TEQIP 2012. J-TEQIP Tahun IV, Nomor 1, hal. 39-43, Mei 2013 PT Pertamina dan Universitas Negeri Malang. Nasution, S. 2004. Didaktik Asas-asas Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Slavin, Robert E. 2006. Educational psychology : theory and practice,8th ed. Pearson Education, Inc. Sudjana, N.(2002). Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Zubaidah, S., Yuliati, L & Mahanal, S.2013.Ragam Model Pembelajaran IPA Sekolah Dasar. Malang: PT Pertamina dan Universitas Negeri Malang.
PENERAPAN PEMBELAJARAN TEMATIK INTEGRATIF MELALUI PENDEKATAN SAINTIFIK PADA KURIKULUM 2013 DI KELAS IV SDN 2 TAMAN SARI, KECAMATAN GUNUNGSARI, KABUPATEN LOMBOK BARAT Ratnah SDN 2 Taman Sari, Kecamatan Gunungsari Kabupaten Lombok Barat, NTB Abstrak: Pembelajaran tematik integratif dilaksanakan melalui prinsip pembelajaran terpadu dengan menggunakan tema sebagai pemersatu kegiatan pembelajaran yang memadukan beberapa mata pelajaran sekaligus dalam satu kali tatap muka, untuk memberikan pengalaman yang bermakna bagi peserta didik. Implementasi pembelajaran tematik akan lebih terarah dan berkesan menyenangkan jika diterapkan menggunakan Pendekatan Saintifik. Dengan itu diharapkan siswa termotivasi untuk mengamati fenomena yang terdapat di sekitarnya, mencatat atau mengidentifikasi fakta, lalu merumuskan masalah yang ingin diketahuinya dalam pernyataan menanya. Dari langkah ini diharapkan siswa mampu merumuskan masalah atau merumuskan hal yang ingin diketahuinya. Keuntungan penerapan Kurikulum 2013 bagi guru dan peserta didik dibahas dalam tulisan ini. Kata kunci: Pembelajaran, tematik, integratif, pendekatan saintifik, kurikulum 2013
PENDAHULUAN Kurikulum 2013 telah diberlakukan secara bertahap mulai tahun ajaran 2013-2014. Implementasi Kurikulum 2013 telah dilaksanakan secara terbatas, khususnya bagi sekolahsekolah yang sudah siap melaksanakannya, termasuk di SDN 2 Taman Sari, Kecamatan Gunungsari, Kabupaten Lombok Barat. Ada beberapa perubahan mendasar yang berbeda pada Kurikulum 2013 ini dibanding kurikulum sebelumnya. Salah satu komponen mendasar dari Kurikulum 2013 pada jenjang SD adalah pendekatan penyajian materi atau pokok bahasan secara tematik integratif atau terpadu. Dengan adanya perubahan ini maka setiap komponen pendidikan termasuk guru dan peserta didik perlu menyesuaikan. Metode penyajian materi tematik integratif pada jenjang Sekolah Dasar akan dilaksanakan dari kelas I sampai kelas VI. Pada pelaksanaan tahun pelajaran 2013-2014 baru 1135
diberlakukan pada kelas I dan kelas IV. Adapun model pembelajaran tematik ini dikembangkan pertama kali pada awal tahun 1970-an. Belakangan pembelajaran tematik diyakini sebagai salah satu model pembelajaran yang efektif karena mampu mewadahi dan menyentuh secara terpadu dimensi emosi, fisik, dan akademik di dalam kelas atau di lingkungan sekolah. Pembelajaran efektif (highly effective teaching model) mencakup beberapa aspek seperti dilaporkan oleh tim ASPIRE (2009). Model pembelajaran tematik ini pun sudah terbukti secara empirik berhasil mendorong percepatan dan meningkatkan kapasitas memori peserta didik dalam jangka waktu yang panjang. Berdasarkan kajian tersebut, melalui Kurikulum 2013 pemerintah mendukung pelaksanaan pembelajaran di Sekolah Dasar dilakukan secara tematik integratif. Berdasarkan pola tematik integratif ini, buku-buku siswa SD dan jadwal pelajaran sehari-hari pun tidak lagi dibuat berdasarkan nama mata pelajaran, tetapi berdasarkan tema yang merupakan gabungan dari beberapa mata pelajaran yang relevan dengan kompetensi di SD. Sebagai contoh, untuk kelas IV SD dibagi dalam sembilan tema, yakni indahnya kebersamaan; selalu berhemat energi; peduli makhluk hidup; berbagai pekerjaan; menghargai jasa pahlawan; indahnya negeriku; cita-citaku; daerah tempat tinggalku; serta makanan sehat dan bergizi. Selain tema integratif tersebut, ada juga pendidikan agama dan budi pekerti. Yang perlu dipahami adalah bahwa tema bukanlah tujuan tetapi alat yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Tema tersebut harus diolah dan disajikan secara menarik, menyenangkan, menumbuhkan bakat dan minat siswa, serta sesuai dengan perkembangan lingkungan yang terjadi saat ini. Apalagi jika pada setiap kegiatan pembelajaran tematik integratif ini dipadukan dengan pendekatan saintifik atau pendekatan ilmiah. Hal ini sejalan dengan Permendikbud No. 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah telah mengisyaratkan perlunya proses pembelajaran yang dipandu dengan kaidah-kaidah pendekatan saintifik. Upaya penerapan pendekatan saintifik dalam proses pembelajaran ini sering disebut-sebut sebagai ciri khas dan menjadi kekuatan tersendiri dari keberadaan Kurikulum 2013, yang tentunya menarik untuk dipelajari dan dielaborasi lebih lanjut. Proses pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada siswa dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru. Oleh karena itu kondisi pembelajaran yang diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong siswa dalam mencari tahu dari berbagai sumber observasi, bukan diberi tahu. Kondisi pembelajaran pada saat ini diharapkan diarahkan agar siswa mampu merumuskan masalah melaui banyak menanya, bukan hanya menyelesaikan masalah dengan menjawab saja. Pembelajaran diharapkan diarahkan untuk melatih berpikir analitis di mana peserta didik diajarkan bagaimana mengambil keputusan bukan berpikir mekanistis yaitu rutinitas hanya mendengarkan dan menghafal semata. Dalam proses pembelajaran, siswa dibelajarkan dan dibiasakan untuk menemukan kebenaran ilmiah, mereka juga dilatih untuk mampu berfikir logis, runtut dan sistematis baik itu melalui proses pembelajaran di dalam kelas maupun di luar kelas. Karena pada dasarnya belajar itu tidak hanya dilaksanakan di dalam kelas saja dan pada jam tertentu, melainkan bisa dilaksanakan di mana pun dan kapan pun. Jadi, apabila setiap kegiatan pembelajaran tematik integratif selalu menggunakan Pendekatan Saintifik yang di dalamnya mencakup komponen mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, mencipta, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan maka diharapkan siswa termotivasi untuk mengamati fenomena yang terdapat di sekitarnya, mencatat atau mengidentifikasi fakta, lalu merumuskan masalah yang ingin diketahuinya dalam pernyataan menanya. Dari langkah ini diharapkan siswa mampu merumuskan masalah atau merumuskan hal yang ingin diketahuinya. Sehingga proses pembelajaran tidak sekadar menghafal konsep-konsep atau fakta-fakta belaka, tetapi diiringi pula dengan kegiatan menghubungkan konsep-konsep untuk menghasilkan pemahaman yang utuh, sehingga konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah dilupakan. Belajar akan lebih bermakna apabila anak mengalami langsung apa yang dipelajarinya dengan mengaktifkan lebih banyak indera secara utuh, dari pada hanya mendengarkan penjelasan guru saja dan secara terpisah-pisah. Oleh karena itu, pembelajaran yang menyajikan mata pelajaran secara terpisah, akan menyebabkan kurang berkembangnya berpikir holistik dan membuat kesulitan dalam 1136
memahami konsep, sehingga berdampak pada tingginya angka mengulang kelas dan angka putus sekolah pada kelas awal tersebut. Atas dasar pemikiran tersebut, maka perlu dikaji pembelajaran yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak usia Sekolah Dasar dengan Penerapan Pembelajaran Tematik Integratif melalui Pendekatan Saintifik pada Kurikulum 2013 di Kelas IV SDN 2 Taman Sari, Kecamatan Gunungsari, Kabupaten Lombok Barat. PEMBAHASAN Pembelajaran tematik integratif terpadu merupakan pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Pada proses pembelajarannya dapat diartikan suatu kegiatan pembelajaran dengan mengintegrasikan materi beberapa mata pelajaran dalam satu tema atau topik pembahasan. Sutirjo dan Mamik (2004: 6) menyatakan bahwa pembelajaran tematik integratif merupakan satu usaha untuk mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan, nilai, atau sikap pembelajaran, serta pemikiran yang kreatif dengan menggunakan tema. Pelaksanaan pembelajaran tematik integratif berawal dari tema yang telah dipilih dan dikembangkan oleh guru yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Jika dibandingkan dengan pembelajaran konvensional pembelajaran tematik ini tampak lebih menekankan pada tema sebagai pemersatu berbagai mata pelajaran yang lebih diutamakan pada makna belajar, dan keterkaitan berbagai konsep mata pelajaran. Keterlibatan peserta didik dalam belajar lebih diprioritaskan dan pembelajaran yang bertujuan mengaktifkan peserta didik, memberikan pengalaman langsung serta tidak tampak adanya pemisahan antar mata pelajaran satu dengan lainnya. Tema untuk peserta didik Sekolah Dasar kelas I dan IV disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Tema-Tema di Sekolah Dasar TEMA KELAS I TEMA KELAS IV 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Diriku Kegemaranku Kegiatanku Keluargaku Pengalamanku Lingkungan Bersih dan Sehat Benda, Binatang, dan Tanaman di Sekitar 8. Peristiwa Alam
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Indahnya Kebersamaan Selalu Berhemat Energi Peduli Makhluk Hidup Berbagai Pekerjaan Menghargai Jasa Pahlawan Indahnya Negeriku Cita-Citaku Daerah Tempat Tinggalku Makanan Sehat dan Bergizi
Dari beberapa tema di atas, kemudian diuraikan menjadi beberapa subtema. Masingmasing subtema dikembangkan menjadi enam pembelajaran. Untuk lebih jelasnya, perhatikan Tabel 2.
No. 1.
Tabel 2. Penjabaran Tema di Kelas IV Semester I Kurikulum 2013 Tema Subtema Pembelajaran Ket. Indahnya Kebersamaan I. Keberagaman budaya Pembelajaran 1, Alokasi bangsaku 2, 3, 4, 5, dan 6 waktu untuk setiap tema 2.Kebersamaan dalam Pembelajaran 1, (1 bln), keberagaman 2, 3, 4, 5, dan 6 untuk satu 3.Bersyukur atas Pembelajaran 1, subtema (1 keberagaman 2, 3, 4, 5, dan 6 1137
2.
Selalu Berhemat Energi
4. Bangga pada budayaku 1.Macam-macam sumber energi 2.Pemanfaatan energi 3.Gerak dan gaya
3.
4.
Peduli Makhluk Hidup
Berbagai Pekerjaan
1.Hewan dan tumbuhan di lingkungan rumah 2.Keberagaman makhluk hidup di lingkunganku 3.Ayo cintai lingkungan 4.Makhluk hidup di sekitar kita 1.Jenis-jenis pekerjaan 2.Barang dan jasa 3.Pekerjaan orang tuaku 4.Pekerjaan di sekitarku
Pembelajaran 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 Pembelajaran 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 Pembelajaran 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 Pembelajaran 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 Pembelajaran 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 Pembelajaran 1, 2, 3, 4, 5, dan 6
pkn), sedangkan untuk setiap pembelajara n (1 hari).
Pembelajaran 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 Pembelajaran 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 Pembelajaran 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 Pembelajaran 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 Pembelajaran 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 Pembelajaran 1, 2, 3, 4, 5, dan 6
Berdasarkan penjabaran tema tersebut, selanjutnya guru melakukan beberapa tahap berikut ini. 1. Menentukan Tema. Desain Kurikulum 2013 telah banyak memberikan kemudahan kepada guru, salah satunya adalah guru tidak lagi dibebankan dengan pembuatan jaringan tema dan menghubungkan dengan KD atau indikator pembelajaran yang sesuai. Pada tahap ini tema telah ditetapkan oleh pengambil kebijakan, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). 2. Mengintegrasikan Tema dengan Kurikulum. Pada tahap ini seharusnya guru yang mendesain tema pembelajaran dengan cara terintegrasi sejalan dengan tuntutan kurikulum, dengan mengedepankan dimensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Akan tetapi, tahap ini telah ditetapkan oleh Kemendikbud sehingga guru lebih diberikan kemudahan untuk melaksanakan tahap berikutnya yaitu pembuatan RPP. 3. Mendesain Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Tahapan ini mencakup pengorganisasian sumber belajar, bahan ajar, media belajar, termasuk kegiatan ekstrakurikuler yang bertujuan untuk menunjukkan suatu tema pembelajaran terjadi dalam kehidupan nyata. Misalnya, pembelajaran di kelas yang didasarkan atau diperkaya hasil karya wisata, kunjungan ke museum, pengamatan di lingkungan sekitar dan lain-lain. 4. Melaksanakan Aktivitas Pembelajaran. Tahapan ini memberi peluang peserta didik untuk mampu berpartisipasi dan memahami berbagi persepektif dari suatu tema. Hal ini memberi peluang bagi guru dan peserta didik melakukan eksplorasi suatu pokok bahasan. Di samping itu, pembelajaran tematik integratif berfungsi untuk memberikan kemudahan bagi peserta didik dalam memahami dan mendalami konsep materi yang tergabung dalam tema serta dapat menambah semangat belajar, karena materi yang dipelajari merupakan materi yang nyata (kontekstual) dan bermakna bagi peserta didik. Adapun tujuan pembelajaran tematik terpadu dipaparkan berikut ini. 1138
1. 2.
Mudah memusatkan perhatian pada satu tema atau topik tertentu. Mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi mata pelajaran dalam tema yang sama. 3. Memiliki pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan. 4. Mengembangkan kompetensi berbahasa lebih baik dengan mengkaitkan berbagai mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi peserta didik. 5. Lebih bergairah belajar karena mereka dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, seperti: bercerita, bertanya, menulis sekaligus mempelajari pelajaran yang lain. 6. Lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi yang disajikan dalam konteks tema yang jelas. 7. Guru dapat menghemat waktu, karena mata pelajaran yang disajikan secara terpadu dapat dipersiapkan sekaligus dan diberikan dalam 2 atau 3 pertemuan bahkan lebih dan atau pengayaan. 8. Budi pekerti dan moral peserta didik dapat ditumbuh kembangkan dengan mengangkat sejumlah nilai budi pekerti sesuai dengan situasi dan kondisi. Anak pada usia Sekolah Dasar berada pada tahapan operasi kongkret, mulai menunjukkan perilaku yang mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak, mulai berpikir secara operasional, mempergunakan cara berpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda, membentuk dan mempergunakan keterhubungan aturanaturan, prinsip ilmiah sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab akibat. Oleh karena itu pembelajaran yang tepat adalah dengan mengaitkan konsep materi pelajaran dalam satu kesatuan yang dipusat pada tema adalah yang paling sesuai. Dan kegiatan pembelajaran akan bermakna jika dilakukan dalam lingkungan yang nyaman dan memberikan rasa aman, bersifat individual dan kontekstual, anak mengalami langsung yang dipelajarinya, hal ini akan diperoleh melalui pembelajaran tematik integratif. Pembelajaran yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Berdasarkan penjelasan di atas, maka pembelajaran tematik integratif memiliki beberapa manfaat yang disajikan berikut ini. 1. Suasana kelas yang nyaman dan menyenangkan. Suasana kelas memungkinkan semua orang yang ada di dalamnya memiliki rasa mau menanggung resiko bersama. Misalnya; menanggapi pertanyaan-pertanyaan yang tidak semestinya atau tidak benar tanpa harus menyinggung perasaan peserta didik. Prosedur-prosedur kerja keseharian, memastikan bahwa semua jadwal terprediksi, dan menjamin peserta didik merasa aman selama berada di kelas maupun di luar kelas. Keterampilan hidup dikenalkan, didiskusikan dan dipraktikkan oleh peserta didik dengan interaksi yang tepat dan dengan perasaan yang menyenangkan dalam komunitas ruang kelas. 2. Menggunakan kelompok untuk bekerjasama, berkolaborasi, belajar berkelompok, dan memecahan konflik sehingga mendorong peserta didik untuk memecahkan masalah sosial dengan saling menghargai. 3. Mengoptimasi lingkungan belajar sebagai kunci dalam menciptakan kelas yang ramah otak (brain-friendly classroom). Aktivitas belajar melibatkan subjek belajar secara langsung, mengoptimasi semua sumber belajar, dan memberi peluang peserta didik untuk mengeksplorasi materi secara lebih luas. 4. Peserta didik secara cepat dan tepat waktu mampu memproses informasi. Proses itu tidak hanya menyentuh dimensi kuantitas, namun juga kualitas dalam mengeksplorasi konsep-konsep baru dan membantu peserta didik siap mengembangkan pengetahuan. 5. Proses pembelajaran di kelas memungkinkan peserta didik berada dalam format ramah otak. 6. Materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru dapat diaplikasikan langsung oleh peserta didik dalam konteks kehidupannya sehari-hari. 7. Peserta didik yang relatif mengalami keterlambatan untuk menuntaskan program belajar memungkinkan mengejar ketertinggalannya dengan dibantu oleh guru melalui pemberian bimbingan khusus dan penerapan prinsip belajar tuntas. 1139
8. Program pembelajaran yang bersifat ramah otak memungkinkan guru untuk mewujudkan ketuntasan belajar dengan menerapkan variasi cara penilaian. Selain manfaat tersebut, pendekatan sajian materi tematik integratif melalui beberapa tahapan yaitu pertama guru harus mengacu pada tema sebagai pemersatu berbagai mata pelajaran untuk satu tahun. Kedua guru melakukan analisis standar kompetensi lulusan, kompetensi inti, kompetensi dasar dan membuat indikator dengan tetap memperhatikan muatan materi dari Standar Isi, ketiga membuat hubungan antara kompetensi dasar, indikator dengan tema, keempat membuat jaringan KD, indikator, kelima menyusun silabus tematik dan keenam membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) tematik integratif dengan mengkondisikan pembelajaran yang menggunakan pendekatan saintifik. Pada Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan saintifik/ilmiah. Pendekatan saintifik/ilmiah (Scientific Approach) dalam pembelajaran antara lain meliputi langkah-langkah pokok; mengamati, menanya, menalar, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan untuk semua mata pelajaran. Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi tertentu, sangat mungkin pendekatan saintifik ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara prosedural. Pada kondisi seperti ini, tentu saja proses pembelajaran harus tetap menerapkan nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah dan menghindari nila-nilai atau sifat-sifat nonilmiah. Langkah-langkah tersebut tidak selalu dilalui secara berurutan, terlebih pada pembelajaran tematik integratif/terpadu, di mana pembelajarannya menggunakan tema sebagai pemersatu. Sementara setiap mata pelajaran memiliki karakteristik keilmuan yang antara satu dengan lainnya tidak sama. Oleh karena itu, agar pembelajaran bermakna perlu diberikan contoh-contoh agar dapat lebih memperjelas penyajian pembelajaran dengan pendekatan saintifik. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa pembelajaran tematik integratif/terpadu merupakan suatu penyajian pembelajaran yang menyatukan beberapa mata pelajaran dengan Tema sebagai pemersatunya. Mengingat karakteristik keilmuan dari setiap materi pelajaran tidaklah sama, maka setiap penyajian pembelajaran dapat memadukan beberapa langkah secara serentak yang disesuaikan dengan materi dan kegiatan pembelajaran. Hal itu dapat dilihat pada kegiatan pembelajaran sebagaimana ditampilkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Kegiatan Mengamati 1140
Pada gambar 1 di atas, merupakan salah satu bentuk kegiatan pembelajaran yang dilakukan di luar kelas oleh para siswa kelas IV. Para siswa sedang mengamati perbedaan benda-benda seperti; tisu, kertas, dan kain yang dijemur di bawah terik matahari dengan yang dijemur di tempat yang teduh. Mereka mengamati perubahan yang terjadi setelah selang waktu 15 menit, 30 menit, dan 60 menit. Pada selang waktu 30 menit, beberapa siswa menanya tentang proses perubahan yang terjadi pada benda-benda seperti; tisu, kertas, dan kain (misalnya pada kertas yang dijemur di tempat teduh keadaannya masih basah, sedangkan kain yang dijemur di bawah terik matahari keadaannya mulai mengering). Selain itu, siswa juga menalar untuk mencari perbedaan yang terjadi pada percobaan benda-benda tersebut dan sekaligus mengkomunikasikan dengan teman sekelompok untuk mencari persamaan pendapat, seperti yang terlihat pada Gambar 2 dan Gambar 3.
Gambar 2. Kegiatan Menalar
Gambar 3. Kegiatan Mengkomunikasikan
Di samping penggunaan langkah-langkah pendekatan saintifik seperti; mengamati, menanya, menalar, dan mengkomunikasi secara sekaligus, guru juga dapat menerapkan langkah berikutnya seperti; mencoba, mengolah, menyimpulkan, dan menyajikan secara bersama-sama. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4 dan Gambar 5.
Gambar 4. Kegiatan Mencoba
Gambar 5. Mengolah dan Menyimpulkan
Pada Gambar 6 diperlihatkan kegiatan siswa ketika menyajikan secara bersamasama melalui presentasi ke depan kelas.
Gambar 6. Kegiatan Menyajikan 1141
Kegiatan ini merupakan hasil dari kegiatan siswa mencoba, mengolah, dan menyimpulkan, kemudian mereka sajikan dalam bentuk kegiatan presentasi di depan kelas.
Gambar 7. Papan Pajangan Siswa Pada gambar 7 adalah papan pajangan siswa baik secara kelompok maupun secara individu. Papan pajangan sebelah kanan (map warna kuning) adalah pajangan portofolio dan hasil karya siswa secara individu, sedangkan papan pajangan sebelah kiri (map warna putih, biru, dan merah) adalah pajangan portofolio dan hasil tugas-tugas siswa secara kelompok. Jadi, penggunaan langkah-langkah pendekatan saintifik ini dapat dipadupadankan sesuai dengan tema, subtema, ataupun materi pembelajaran yang akan disampaikan pada penerapan pembelajaran tematik integratif. Dan semua itu dapat dikemas dengan sangat bagus, jika seorang guru memiliki kemampuan dan kreativitas yang tinggi untuk mewujudkan suatu pembelajaran tematik integratif melalui pendekatan saintifik pada Kurikulum 2013 secara menarik, menyenangkan, inovatif, kreatif, dan bermakna bagi siswa. PENUTUP Berdasarkan hasil pembahasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran tematik integratif/terpadu Kurikulum 2013 ini terdapat beberapa keuntungan atau kelebihan. Dengan adanya Buku Guru, guru tidak lagi disibukkan dengan membuat jaringan tema dan menghubungkan dengan KD maupun indikator yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan. Guru hanya perlu mempersiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan beraktivitas mengajar dengan memberikan pendidikan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang sebaik-baiknya. Selain guru yang diberikan kemudahan, siswa pun mendapatkan keuntungan, salah satunya adalah perlu menyiapkan buku satu paket tema saja. Ciri-ciri pembelajaran tematik integratif adalah sebagai berikut; (1) berpusat pada anak, (2) memberikan pengalaman langsung pada anak, (3) pemisahan antara mata pelajaran tidak begitu jelas (menyatu dalam satu pemahaman dalam kegiatan), (4) menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran dalam satu proses pembelajaran (saling terkait antara mata pelajaran yang satu dengan lainnya), (5) bersifat luwes (keterpaduan berbagai mata pelajaran), dan (6) hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan anak (melalui penilaian proses dan hasil belajarnya). Dengan adanya ciri-ciri tersebut, diharapkan setiap kegiatan pembelajaran akan selalu menyenangkan, bermakna, dan dapat langsung diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Apabila siswa secara langsung melakukan kegiatan pembelajaran berbasis saintifik dan siswa melakukan pengamatan, percobaan, serta melalui pengalaman yang berkesan, maka tidak ada yang sulit untuk dipahami oleh siswa. Langkah-langkah tersebut tidak selalu dilalui secara berurutan, terlebih pada pembelajaran tematik terpadu, di mana pembelajarannya menggunakan Tema sebagai pemersatu. Sementara setiap mata pelajaran memiliki karakteristik keilmuan yang antara satu dengan lainnya tidak sama. Oleh karena itu, penggunaan langkah-langkah tersebut harus disesuaikan dengan tema, subtema, dan kegiatan pembelajaran yang akan diajarkan agar bermakna, menarik, dan berkesan bagi siswa. Berdasarkan pembahasan dan simpulan tentang pembelajaran tematik integratif melalui pendekatan saintifik, maka dapat disarankan bahwa: (1) Guru harus kreatif dalam merencanakan dan mengelola pembelajaran, sehingga pembelajaran tematik integratif/terpadu dapat berjalan sesuai yang diharapkan; (2) Siswa agar selalu siap dan aktif 1142
dalam mengikuti pembelajaran tematik integratif, sehingga memperoleh hasil belajar yang bermakna; (3) Sekolah agar memfasilitasi dan menyediakan berbagai sarana, prasarana, dan sumber belajar untuk kelangsungan pembelajaran tematik integratif melalui pendekatan saintifik. DAFTAR RUJUKAN ASPIRE, 2009, Highly Effective Teaching Practice, Houston Houston Independent School District, Buku Tematik Terpadu Kurikulum 2013 Kelas IV. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2013. Depdiknas. 2006. Model Pembelajaran Tematik Kelas Awal Sekolah Dasar. Jakarta: Puskur Balitbang. Modul Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2013. Permendikbud No. 65 Tahun 2013 Tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta. Kemendikbud RI. 2013. Sutirjo dan Mamik, S.A. (2005). Tematik: Pembelajaran Efektif dalam Kurikulum 2004. Malang: Bayumedia Publishing. http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/07/13/pembelajaran-tematik-di-kelas-awalsekolah-dasar/. http://www.p3gmatyo.go.id.PembelajaranTematik/2013/10/08/2.48. http://www.pendidikansaintifik.go.id.2013/10/09.
PENERAPAN MODEL KOOPERATIF TIPE STAD MENGGUNAKAN TEKNIK GAMES PUZZEL PADA OPEN CLASS DALAM PEMBELAJARAN IPA DI KELAS IV SD INPRES 36 SOWI KABUPATEN MANOKWARI Bertha Dimara SD Inpres 66 Taman Ria Manokwari Abstrak: Model pembelajaran STAD dengan permainan puzzle sebagai media pembelajaran telah diterapkan dalam kegiatan open class pada kegiatan lesson study di kelas IV SD Inpres 36 Sowi. Kegiatan open klas dalam lesson study dilakukan melalui tahapan plan, do, dan see. Tahap plan dilakukan di Batu-Malang. Materi yang dipilih pada saat open class adalah struktur kerangka tubuh manusia. Berdasarkan hasil refleksi terungkap bahwa model pembelajaran STAD dengan permainan puzzle ternyata dapat memotivasi siswa untuk berpikir kritis, menyenangkan, kreatif dan interaktif. Meskipun permainan puzzle sangat sederhana namun cukup menarik perhatian siswa membuat pembelajaran menjadi lebih komunikatif. Kata kunci: kooperatif tipe STAD, puzzle, media
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi perananya di masa yang akan datang (UUSPN Nomor 2 Bab 1 pasal 1). Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting untuk menjamin perkembangan dan keberlangsungan kehidupan suatu bangsa. Bangsa yang berkembang ditentukan oleh sumber daya manusia yang memiliki keterampilan disegala bidang. Bidang pendidikan menjadi faktor penentu dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu pendidikan seharusnya menjadi perhatian pemerintah dan seluruh masyarakat. Perhatian pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan dapat dilakukan dengan pembaharuan sistem pendidikan. Nurhadi, dkk. (2004) menyatakan bahwa terdapat tiga komponen yang perlu diperhatikan dalam pembaharuan sistem pendidikan yaitu peningkatan kualitas pembelajaran, 1143
efektifitas metode pembelajaran dan pembaharuan kurikulum. Pembaharuan pendidikan harus selalu dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah, guru dituntut profesional dalam merancang dan mengelola pembelahan yang dapat memotivasi siswa untuk belajar. Undangundang Sistim Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran mengandung makna adanya kegiatan mengajar dan belajar, dimana pihak yang mengajar adalah guru dan yang belajar adalah siswa yang berorientasi pada kegiatan pengembangan pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Pembelajaran yang berkualitas adalah pembelajaran yang dapat menciptakan suasan belajar yang menyenangkan, interaktif, kreatif, menantang dan dapat memotivasi siswa agar ikut berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran sesuai yang diamanatkan dalam Peraturan pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Bab IV pasal 19 ayat 1. Beberapa faktor yang disinyair dapat meningkatkan keefektifan proses pembelajaran misalnya dalam hal pemilihan metode, model, strategi dan media pembelajaran yang digunakan ketika hendak membelajarkan siswa. Hal tersebut dilakukan mengingat beragamnya tingkat kemampuan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran, maka dengan pemilihan metode, model, staregi dan media pembelajaran yang tepat diharapkan dapat membantu proses komunikasi, sehingga pesan atau informasi yang disampaikan dapat diterima oleh siswa. Proses pembelajaran yang baik merupakan kegiatan yang menjadikan siswa dapar memahami materi yang disampaikan. Media pembelajaran menjadi sarana yang sangat penting yang harus dikuasai oleh guru, agar pesan yang disampaikan dapat diserap semaksimal mungkin oleh siswa. Sujana dan Rivai (1992) mengemukakan beberapa fungsi terkait penggunaan media yaitu dapat (1) dapat memotivasi belajar siswa karena pengajaran akan lebih manrik perhatian mereka, (2) memperjelas makna bahan pengajaran sehingga dapat dipahami siswa dan memungkinkan terjadinya penguasaan serta pencapaian tujuan pengajaran, (3) meningkatkan variasi metode mengajar, tidak semata-mata didasarkan atas komunikasi verbal melalui kata-kata, dan (4) meningkatkan aktivitas yang dilakukan siswa selama kegiatan belajar tidak hanya mendengarkan tetapi juga mengamati, mendemonstrasikan, melakukan langsung dan memerankan. Selain itu Sutikno (2009) menyatakan beberapa beberapa fungsi media pembelajaran berikut. (1) Menarik perhatian siswa. (2) Membantu untuk mempercepat pemahaman dalam proses pembelajaran. (3) Memperjelas penyajian pesan agar tidak bersifat verbalistis. (4) Mengatasi keterbatasan ruang. (5) Pembelajaran lebih komunikatif dan produktif. (6) Waktu pembelajaran bisa dikondisikan. (7) Menghilangkan kebosanan siswa dalam belajar. (8) Melayani gaya belajar siswa yang beraneka ragam. (9) Meningkatkan kadar keaktifan/keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran. (10) Meningkatkan motivasi siswa. Mustikasari (2009) menambahkan tentang manfaat media pembelajaran, yaitu penyampaian materi pembelajaran dapat diseragamkan, proses pembelajaran menjadi lebih jelas dan menarik, proses pembelajaran menjadi lebih interaktif, efisiensi dalam waktu dan tenaga, meningkatkan kualitas hasil belajar siswa, memungkinkan proses belajar dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja, menumbuhkan sikap positif siswa terhadap materi dan proses belajar serta mengubah peran guru ke arah yang lebih positif dan produktif. Selain media pembelajaran yang harus dikuasai guru, ada beberapa komponen yang dianggap penting sebagai pendukung keberhasilan pembelajaran seperti metode pembelajaran. Metode pembelajaran adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal (Sanjaya, 2008: 147). Metode dilakukan dengan Teknik dan taktik (penjabaran dari metode) (Sanjaya, 2008: 127). Teknik adalah cara yang dilakukan seseorang dalam rangka mengimplementasikan suatu metode (contoh bagaimana agar ceramah dapat efektif?diperhatika situasi dan kondisinya, misalnya ceramah pada saat siang dengan siswa yang banyak dengan pagi dengan sswa yg sedkit tentu saja berbeda tehnik nya). Taktik adalah gaya seseorang dalam melaksanakan suatu teknik atau metode tertentu. Strategi pembelajaran adalah Usaha guru dalam menggunakan beberapa variable pembelajaran (tujuan, bahan, metode, dan alat serta evaluasi) agar dapat memepengaruhi siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran (Soedjana, 1986: 147). Sanjaya (2008: 126) menyatakan 1144
bahwa strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan (termasuk di dalamnya penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya dalam pembelajaran) yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Model pembelajaran lebih luas dalam pembelajaran. Konsep model pembelajaran lahir dan berkembang dari para pakar psikologi dengan pendekatan dalam setting eksperimen yang dilakukan (Rachmadi, 2004: 3). Ada berbagai model pembelajaran yang ada, salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif. Pokok persoalan dalam proses pembelajaran yang utama adalah bagaimana memilih dan menggunakan strategi dan media pembelajaran yang tepat. Strategi dan media merupakan alat interaksi di dalam proses belajar mengajar yang digunakan harus meimbulkan aktifitas belar yang baik, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara maksimal. Kenyataannya, guru dalam membelajarkan siswa belum mampu mengimplementasikan komponen-komponen diatas secara maksimal sehingga proses pembelajaran belum menunjukkan hasil belajar yang signifikan. Diakui bahwa dalam merancang pembelajaran guru sepenuhnya belum memahami dengan baik bagaimana menentukan strategi, metode, dan media yang tepat yang akan digunakan dalam membelajarkan siswa. Minimnya pemahaman guru tentang hal-hal diatas mengakibatkan pembelajaran menjadi membosankan dampaknya pada hasil belajar siswa yang biasa-biasa saja. Media pembelajaran menjadi sangat penting karena media adalah alat bantu apa saja yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai Tujuan pembelajaran. Djamarah (1995 : 136). Media sebagai Tekhnologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran (Scramam 1977), media adalah saran fisik untuk menyampaikan isi /materi pembelajaran seperti buku, film, vidio, slide, (Bringgs 1977), media sebagai sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang dengar termasuk perangkat kerasnya (NEA, 1969). Dari beberapa pendapat tentang media ini dapat dismpulkan bahwa (1). Media pembelajaran merupakan wahana dari pesan/informasi yang oleh sumber pesan (guru) ingin diteruskan kepada penerima pesan (siswa); (2) pesan .bahan ajar yang ingin disampaikan adalah pesan/materi pembelajaran; (3) tujuan yang ingin dicapai adalah terjadinya proses belajar pada diri siswa. Dalam proses komunikasi ini guru berperan sebagai komunikator yang akan menyampaikan pesan/bahan ajar kepada kepada siswa sebagai penerima pesan. Agar pesan/bahan ajar yang disampaikan guru dapat diterima oleh siswa maka diperlukan wahana penyalur pesan yaitu media pembelajaran. Proses ini divisualisasikan akan nampak pada bagan berikut. Komunikator (Guru )
Pesan (Bahan Ajar)
Media
siswa
Media pembelajaran yang dirancang dengan baik dapat merangsang terjadinya interaksi komunikasi antara siswa dengan media atau secara tidak langsung antara siswa dengan penyalur pesan/guru yang kemudian terjadi perubahan tingkah laku (behavioral change ) pada diri siswa. Namun demikian media pembelajaran masih sering terlupakan oleh guru dengan berbagai alasan, antara lain: terbatasnya waktu untuk membuat persiapan mengajar, sulit mencari media yang tepat, tidak tersedianya biaya, dan lain-lain. Menyadari kondisi tersebut, maka pembelajaran yang dirancang dalam lesson study pada open kelas di SD Inpres 36 Sowi kabupaten Manokwari, menggunakan pendekatan kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) dengan perminan puzzle sebagai media pembelajaran, untuk materi Ilmu Pengetahuan Alam dengan kompetensi Dasar memahami hubungan antara struktur kerangka tubuh manusia. Pembelajaran kooperatif model STAD merupakan pembelajaran paling sederhana diantara pembelajaran kooperatif lain yang dikembangkan oleh Salvin sehingga cukup baik digunakan oleh guru yang pertama kali menggunakan pembelajaran kooperatif. Menurut Salvin (2005) STAD digunakan untuk berbagai macam kajian seperti pelajaran bahasa Inggris, ilmu sosial, matematika, georafi, sains dan berbagai kajian lainnya. STAD dapat digunakan untuk berbagai tingkatan pendidikan, dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi (Amstrong dan Palmer). Manfaat yang dapat dipetik dari pembelajaran kooperatif tipe STAD 1145
antara lain mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis, hasil belajar kognitif, ketrampilan proses, pemahaman dan perolehan pengetahuan, kepedulian antar anggota kelompok, kemampuan memecahkan masalah,komunikasi dan kolaborasi antar siswa serta menumbuhkan kesetiakawanan sosial, kemampuan bekerja sama siswa. Dalam menyampaikan materi ajar menggunakan model kooperatif STAD penulis sebagai guru model juga menggunakan permainan puzzle sebagai media pembelajaran. Penulis sebagai guru model memilih model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan permainan puzzle karena dianggap mampu meningkatkan interaksi antar siswa, menarik perhatian siswa, memberikan ruang yang cukup bagi untuk berkreasi, dapat menanamkan konsep awal siswa karena mengalami secara langsung melalui pengamatan, menemukan, dan melakukan sendiri sehingga pesan yang disampaikan dapat terkonstruksi dengan baik dipikiran siswa karena mereka mengalaminya secara langsung hasil belajar siswa, siswa mampu berinteraksi antar siswa dan guru,memberikan pengalaman langsung kepada siswa untuk menemukan sendiri konsep. Miller dan Petersom ( 2002) mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai sekelompok siswa yang bekerja sama dalam satu tim untuk memecahkan suatu masalah,menyelesaikan tugas atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan puzzle menurut Soegeng (2002:50) menjelaskan puzzle kegiatan menyusun potongan-potongan gambar. Dengan permainan puzzle kreatifitas akan tercipta. Soegeng (2002:51) menerangkan pula bahwa kelebihan permainan puzzle yaitu selain dapat menyenangkan siswa jenis permainan ini mengajak mereka untuk berpikir kreatif, aktif, suasana kelas bergairah, adanya interaksi siswa dengan siswa, siswa dengan guru dan dapat menciptakan hubungan sosial yang baik. Selain itu Suyatno (2008a) juga menjelaskan beberapa hal berikut. Bagi guru, permainan merupakan kendaraan untuk belajar bagaimana belajar (learning how to learn) untuk kepentingan siswa. Lewat permainan, siswa bertanya, meneliti lingkungan, belajar mengambil keputusan. Proses belajar yang menyenangkan adalah kunci sukses menuju keberhasilan. Gordon dan Jeanette Vos mengungkapkan ”belajar akan efektif jika anda dalam keadaan fun”. Kunci proses pembelajaran yang baik adalah dengan mengorkestrasikan enam faktor berikut: Menciptakan kondisi terbaik untuk belajar;Presentasi yang melibatkan seluruh indera, relaks, menyenangkan, bervariasi, cepat, menggairahkan;berfikir aktif dan kreatif; Merangsang akses materi belajar dengan permainan, lakon pendek, praktik dan melibatkan gerak badan; Mengasosiasikan pengetahuan dengan dunia nyata; Melakukan peninjauan ulang atau evaluasi secara teratur (Dryden dan Vos, 2004: 301). Berdasarkan uraian diatas, penulis telah melakukan kegiatan open klas terintegrasi dalam Lesson Study yang dilaksanakan pada tanggal 25 Juli 2013 dengan langkah-langkah kegiatan utamanya Tahap Plan, Tahap Do, dan Tahap See-Refleksi. METODE Desain penelitian ini merupakan jenis deskriptif berbasis pelaksanaan open class lesson study. Jenis penelitian ini pada dasarnya merupakan penelitian tindakan kelas non siklus. Fokus utama dari pelaksanaan open class adalah pada efektivitas pelaksanaan berbasis pada rancangan bersama. Tahap Plan (Perencanaan) Pada tahap plan telah disepakati bersama beberapa hal yang harus dipersiapkan dalam open klas dalam kegiatan lesson study sebagai berikut: mempersiapkan perangkat pembelajaran dimulai dengan memilih materi ajar, menentukan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang akan di-open class-kan, menyusun RPP secara kolaboratif, memilih strategi pembelajaran yang sesuai, menentukan guru model dan moderator, menentukan alat peraga yang sesuai. Mata Pelajaran yang dilih adalah Ilmu Pengetahuan Alam kelas IV semester 1 dengan Standar kompetensi “Makhluk Hidup dan Proses Kehidupan” kode SK (1) Memahami hubungan antara struktur organ tulang manusia dengan fungsinya, serta pemeliharaannya. Sedangkan Kompetensi Dasar dengan kode (1.1) Mendeskripsikan hubungan antara struktur kerangka tubuh manusia dengan fungsinya.Strategi pembelajaran yang dipilih adalah cooperative STAD. Model pembelajaran kooperatif STAD dipilih dengan pertimbangan merupakan strategi cooperative yang paling sederhana sehingga cukup baik digunakan para guru yang pertama kali menggunakan pembelajaran kooperatif (Zubaidah, dkk. 2012). 1146
Permainan puzzel dipilih sebagai media pembelajaran karena menurut Soegeng (2002:50) puzzle merupakan kegiatan menyusun potongan-potongan gambar. Dengan permainan puzzle kreatifitas akan tercipta. Soegeng (2002:51) menerangkan pula bahwa kelebihan permainan puzzle yaitu selain dapat menyenangkan murid jenis permainan ini mengajak mereka untuk berpikir kreatif, aktif, suasana kelas bergairah, adanya interaksi siswa dengan siswa, siswa dengan guru dan dapat menciptakan hubungan sosial yang baik.Suyatno (2008a) mengatakan bhawa Bagi guru, permainan merupakan kendaraan untuk belajar bagaimana belajar (learning how to learn) untuk kepentingan siswa. Lewat permainan, siswa bertanya, meneliti lingkungan, belajar mengambil keputusan. Hal inilah yang mendasari penulis dan teman sejawat untuk memilih memadukan model pembelajaran kooreatif STAD dengan tekhnik games puzzle pada kegiatan ongoing ke-2 . Pada tahap ini juga telah disepakati bersama guru model adalah Bertha Dimara (penulis) dan tempat open class di SD Inpres 36 Sowi distrik Manokwari Barat kabupaten Manokwari Provinsi Papua Barat kelas IV tanggal 25 Juli 2013 Tahap Do (Pelaksanaan) Pada tahap DO (pelaksanaan) Open class dilaksanakan tanggal 25 Juli 2013 mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dengan materi ajar rangka manusia (rangka kepala,rangka badan,dan rangka anggota gerak) dan nama-nama tulang penyusun rangka kepala (rangka kepala). Open klas dilaksanakan dikelas IV semester gasal. Open klas dihadiri oleh empat orang teman sejawat sebagai observer dan satu dosen UM sekaligus sebagai observer Guru model mengimplementasikan pembelajaran sesuai dengan skenario yang dibuat yaitu mengacu pada pada langkah-langkah model cooperative STAD. Pada awal pembelajaran guru model mengawali dengan memberi salam, mengecek kehadiran siswa, menempel nomor dibahu siswa, dan melakukan apersepsi. Pemberian nomor ini tujuannya adalah untuk memudahkan observer dalam melakukan pengamatan pada saat proses pembelajaran dari awal samapi akhir kegiatan pembelajaran. Pada kegiatan apersepsi guru menunjukan layang-layang sambil mengajukan beberapa pertanyaan seperti: 1. Apa nama benda ini? (guru menunjukkan layang-layang) 2. Bagaiman cara membuat layang-layng tersebut? 3. Apa fungsi bambu pada layang-layang ini? 4. Apa yang terjadi jika layang-layang ini tidak memiliki rangka? 5. Apa fungsi rangka pada layang-layang? Pertanyaan-pertanyaan ini disampaikan guru untuk menggali sebanyak-banyaknya pemahaman siswa tentang materi yang akan diajarkan dikaitkan dengan pengetahuan awal siswa. Siswa sangat merespon setiap pertanyaan guru karena objek yang ditunjukkan guru merupakan objek yang ada disekitar mereka sehingga dengan mudah mereka menjawab berdasarkan pengetahuan awal yang mereka miliki. Berdasarkan jawaban siswa, guru menggiring pengetahuan awal siswa dengan menghubungkan pemahaman siswa tentang layamg-layang dengan rangka pada tubuh manusia. Selanjutnya guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan skenario pembelajaran selama proses pembelajaran berlangsung. Pada kegiatan inti sebelum guru menyampaikan materi tentang bagian – bagian rangka manusia dan nama-nama tulang penyusun rangka kepala serta fungsi rangka kepala secara klasikal, siswa diminta berdiri dan melakukan beberapa gerakan seperti berjalan,menoleh kekiri dan kekanan, kemudian memegang kepala dan duduk kembali. Guru mengajukan beberapa pertanyaan: 1 Mengapa kalian dapat berdiri dengan tegak, bisa berjalan, bisa menoleh kekiri dan kekanan? 2. Bagaiman jika manusia tidak mempunyai rangka? 3. Apa fungsi rangka bagi manusia? 4. Apa yang kalian rasakan ketika memegang kepala kalian? Berdasarkan jawaban siswa, guru menjelaskan sekilas materi pembelajaran tentang rangka manusia dan nama-nama tulang penyusun rangka kepala sambil meminta siswa untuk menemutunjukkan letak tulang pada rangka kepala pada diri sendiri. Setelah menjelaskan materi secara klasikal, guru meminta sswa membentuk kelompok secara heterogen terdiri 4 – 5 siswa. Setelah kelompok terbentuk, masing-masing kelompok diberikan 2 amplop berisikan potongan-potongan gambar tengkorak (rangka kepala) dan potongan gambar rangka manusia, kertas manila, lem. Guru menjelaksan langkah-langkah kerja yang akan dilakukan oleh siswa, Siswa diminta menempelkan gambar sampai membentuk gambar rangka tubuh manusia secara 1147
keseluruhan dan rangka kepala secara utuh.kemudian memberikan keterangan dengan menuliskan nama bagian rangka pada rangka manusia dan nama-nama tulang sesuai dengan letaknya pada rangka kepala. Selama siswa berdisksi, guru berkeliling memberikan bantuan seperlunya kepada siswa maupun kelompok yang mengalami kesulitan dalam menyusun potongan-potongan gambar. Guru memberi motivasi dengan memberi pengumuman bahwa yang paling cepat dan benar, akan diberi penghargaan. Kelompok yang selesai segera memasang gambarnya di papan tulis. Hasil kerja puzzle siswa kemudian dinilai oleh guru. Selanjutnya guru memberikan penghargaan kepada masing-masing kelompok. Penghargaan diberikan berdasarkan hasil kerja kelmpok. Sedangkan penghargaan individu yang seharusnya juga diberikan kepada siswa secara individu tidak dapat dilakukan karena keterbatasan waktu sehingga tes individu dan lagu yang berjudul “Nama-nama Tulang” yang sudah disiapkan guru model pada RPP tidak dapat dilakukan. Pada kegiatan penutup guru membimbing siswa membuat rangkuman tentang materi yang sudah dipelajari dan meminta siswa untuk mencatat hasil rangkuman dibuku tulisnya masing-masing. Kegiatan pembelajaran diakhiri dengan doa dan siswa meninggalkan ruang kelas kedian guru model bersama observer melakukan refleksi. Tahap SEE (Refleksi) Pada tahap see para observer yang terdiri dari teman sejawat dan dosen UM sebagai ekspet menyampaikan hasil pengamatannya. Refleksi dipimpin oleh moderator. Moderator mengawali kegiatan dengan memperkenalkan kelompok lesson study yang dilanjutkan dengan memberi ucapan selamat pada guru model. Berikutnya moderator memberi kesempatan pada guru model untuk menyampaikan perasaan ketika melaksanakan proses pembelajaran di kelas IV materi tentang rangka tuguh manusia. Guru model merasakan suatu kemajuan dalam mengajar yaitu dengan menerapkan pembelajaran dengan strategi kooperatif STAD dengan media pembelajaran puzzel ini merupakan pengalaman pertama dalam membelajarkan siswa menggunakan model pembelajaran kooperatif dengan tekhnik games puzlle. Guru model merasa dalam pembelajaran cukup berhasil hal ini dapat dilhat dari keaktifan siswa dalam menjawab pertanyaan guru, terjadi interaksi antar siswa, siswa dengan guru, membuat siswa berpikir kritis, saling melengkapi (siswa yang pintar menjadi tutor sebaya bagi siswa yang kurang), siswa dapat menemukan konsep sendiri, dan yang terpenting dari permainan ini adalah pembelajaran menjadi lebih menyenangkan. Yang dirasa masih kurang dari pembelajaran ini adalah masih terdapat beberapa bagian dari RRP yang sudah dirancang sebelumnya namun belum terlaksana seperti, petunjuk LKS hanya disampaikan secara lisan padahal petunjuknya sudah disiapkan tetapi tidak dibagikan karena guru model menyampaikan petunjuknya secara lisan, kemudian pelaksanaan tes individu juga tidak dilakukan guru model karena waktunya tidak memungkinkan (waktunya pulang), nyayian berjudul nama-nama tulang tengkorak juga tidak dapat dilakukan, selain itu penggunaan waktu yang efektif. Inilah beberapa hal yang menjadi bahan refleksi bagi guru model pada saat melaksanakan proses pembelajaran. Setelah guru model penyampaikan perasaannya, waktu selanjutnya moderator memberikan kesempatan kepada para observer menyampaikan hasil pengmatannya pada saat proses pembelajaran. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil pengamatan dan refleksi observer ditemukan hal-hal berikut yang berkaitan dengaan kegiatan pendahuluan dan kegiatan inti. 1. Kegiatan Pendahuluan Pada kegiatan pendahuluan berkaitan dengan kesiapan belajar siswa menurut pengamatan observer bahwa semua siswa sudah siap menerima pelajaran dengan baik. Hal ini terlihat pada saat guru melakukan kegiatan apersepsi dengan menunjukkan benda yang tidak asing lagi bagi siswa yaitu “layang-layang”. Guru mengajukan beberapa pertanyaan terkait dengan layang-layang seperti apa nama benda ini? Bagaimana cara membuatnya? Apa fungsi bambu pada layang-layang? Apa yang terjadi jika layang-layang ini tidak memiliki rangka? Apa fungsi rangka pada layang-layang? Siswa merespon dengan baik setiap pertanyaan guru dan menjawab pertanyaan guru sesuai dengan kemampuan awal yang dimiliki siswa. Pada kegiatan belajar mengajar berlangsung, menurut pengamatan observer siswa sangat bersemangat menerima pelajaran dari guru model, siswa aktif menjawab pertanyaan dari guru dan terlibat 1148
langsung dalam pembelajaran. Dari pertanyaan-pertanyaan diajukan guru tentang unsur-unsur pembentuk layang-layang, guru menggiring pemahaman siswa dari rangka layang-layang masuk ke materi yang akan dipelajari yaitu rangka manusia pada kegiatan inti pembelajaran. 2. Kegiatan Inti a. Bagaimana interaksi yang terjadi dalam pembelaajaaran siswa dengan siswa, siswa dengan guru Pada kegiatan inti terkait interaksi siswa dengan siswa terjadi saat pembentukan kelompok sampai dengan siswa mengerjakan tugas secara berkelompok. Dalam kerja kelompok menurut observer terjadi interaksi antara siswa dalam kelompok saat guru memberikan perintah agar tugasnya dibagi, 2 orang menyusun rangka manusia, dua atau tiga lagi menyusun rangka kepala kemudian memberi keterangan dengan menulis nama dari masing-masing bagian rangka maupun nama-nama tulang penyusun rangka kepala. Kerja kelompoknya berjalan lancar, sesekali ada perdebatan dalam kelompok dalam menyusun potongan-potongan gambar maupun menulis nama-nama tulang penyusun rangka kepala Hal jelas terlihat pada saat salah satu siswa salah menempel potongan gambar kemudian siswa yang lain dalam satu kelompok memperbaikinya. Begitu juga dalam menuliskan nama rangka,nama tulang sesuai letaknya pada rangka kepala. Interaksi antara guru dan siswa terjadi ketika guru meminta siswa berdiri disamping mejanya masing-masing dan melakukan geraka-gerakan sesuai arahan guru seperti: siswa diminta berdiri, berjalan ditempat, menoleh kekiri, kekanan dan duduk kembali. Kemudian guru menyampaikan pertanyaan “mengapa kalian bisa melakukan semua gerakangerakan tadi? Siswa menjawab menurut kemampuan awal yang dimiliki siswa. Dilanjutkan dengan penyampaian materi ajar oleh guru tentang bagian –bagian rangka manusia dan namanama tulang penyusun rangka kepala. Guru meminta siswa mengikuti gerakan-gerakan guru dengan menemutujukkan pada kepala masing-masing letak tulang penyusun rangka kepala sambil menyebutkan nama-nama tulang. Misalnya guru menunjukkan dahi lalu berkata ini adalah tulang dahi, siswa mengikuti gerakan guru, guru melanjutkan ini adalah tulang pipi sambil menunjukkan letak tulang pipi dan siswa mengikutinya dst hingga nama-nama tulang penyusun rangka secara keseluruhan disebut. Dilanjutkan denga pembentukan kelompok dengan cara mengitung 1,2,3. Yang menyebut angka 1 berkumpul dengan angka 1 dan menjadi kelompok 1 dst. Terbentuklah tiga kelompok belajar yang terdiri dari 4-5 siswa secara heterogen. Kemudian guru membagikan dua amplop terpisah sebagai media pembelajaran berupa potongan-potongan gambar rangka manusia dan potongan-potongan gambar raangka kepala, kertas manila sebagai tempat untuk menempel potongan-potongan gambar dan lem sebagai perekatnya. Guru memberikan petunjuk secara lisan cara menyusun potongan-potongan gambar tersebut sehingga menjadi satu gambar yang utuh dan meminta siswa untuk memberikan nama pada masing - masing bagian sesuai dengan letaknya pada rangka manusia dan rangka kepala dengan cara memberikan arah panah kemudian menyebutkan namanya. Setelah memberikan arahan secara klasikal, guru berkeliling mengamati proses kerja siswa dan sesekali memberikan bantuan seperlunya kepada kelompok atau individu yang mengalami kesulitan dalam menyusun potongan gambar atau menyebutkan nama rangka dan nama serta letak tulang pada rangka kepala. Guru model menghampiri kelompok 2, ada satu siswa yang bertanya “ bu guru ini namanya tulang dahi? (sambil menunjuk kedahinya) guru model menyawab “ya” Guru model melanjutkan menunjukkan letak tulang yang lain dikepala dan meminta sisw tersebut menjawabnya. Guru mengarahkan jawaban siswa yang kurang tepat. Guru juga meminta bantuan siswa untuk membantu memajangkan hasil kerja kelompoknya papan tulis.Kemudian guru melakukan penilan dan membetulkan hasil kerja kelompok yang kurang tepat. Dilanjutkan dengan pemberian penghargaan kepada masing-masing kelompok. Dalam kegiatan inti ini guru model belum dapat melaksanakan evaluasi dikarenakan keterbatasan waktu. 2. Siswa tidak dapat belajar dengan baik Terkait dengan siswa yang tidak bisa mengikuti pembelajaran secara baik menurut pengamatan observer maupun guru model kelompok 3 terdiri dari febi, ester dan yusuf mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugas. Setelah mendapat bimbingan dari guru model akhirnya kelompok 3 berhasil menyelesaikan tugasnya meskipun belum sempurna. Menurut ibu Martina Yaiboi sebagai wali kelasnya ternyata siswa dikelompok 3 dalam kesehariannya 1149
memang mengalami masalah dalam belajar (belum bisa membaca dengan lancar) Selain siswa dikelompok 3, siswa yang mengalami gangguan dalam belajar adalah siswa nomor 13, dan 15 dikelompok 1. Siswa nomor 13 kurang memperhatikan penjelasan guru, siswa nomor 15 keluar kelas saat guru memberikan arahan atau petunjuk mengerjakan tugas kemudian kembali lagi kedalam kelas. Hal ini membuat ketika mengerjakan tugas siswa dikelompok 1 merasa bingung cara menyelesaikan tugas terebut. Namun saat mendapat bimbingan dari guru model kelompok tersebut dapat mengerjakan tugas menenpelnya dengan baik tetapi belum diberi nama atau keterangan sesuai arahan guru. Hal ini membuat siswa no 7 dikelompok 1 menganggap pekerjaan sudah selesai dan membuat siswa tersebut minum disaat diskusi dianggap sudah selesai. Upaya yang dilakukan guru model adalah siswa dan kelompoknya untuk melanjutkan tugasnya yang belum selesai termasuk siswa nomor 7 diminta guru untuk tidak melanjutkan kegiatan minum didalam kelas saat belajar. Pada kegiatan penutup guru bersama siswa membuat rangkuman, memberikan penguatan dan pemantapan. Pengalaman berharga yang diperoleh. Pada saat Open class dengan menerapkan strategi cooperative STAD dengan permainan Puzzle ternyata dapat Menarik perhatian siswa membuat pembelajaran lebih komunikatif, interaktif.menyenangkan, menghilangkan kebosanan siswa, meningkatkan motivasi siswa meskipun pembelajaran dilaksanakan pada siang hari namun dengan permainan puzzle siswa kelas IV SD Inpres 36 Sowi tetap semangat mengikuti pembelajaran hingga akhir. Berdasarkan pengamatan dari para observer, dengan diterapkannya pembelajaran cooperative STAD dengan permainan puzzel pada on-going siswa antusias mengikuti pembelajaran. Antusias berhubungan dengan motivasi, dengan demikian siswa yang antusias mengikuti pembelajaran mengindikasikan bahwa motivasi belajar siswa meningkat. Peningkatan motivasi ini disebabkan dalam pembelajaran cooperative STAD dengan permainan pozzle sebagai media pembelajaran siswa didorong lebih bertanggung jawab terhadap proses belajarnya sehingga siswa terlibat aktif dan memiliki usaha yang besar untuk belajar (Johnson dan Johnson, 1999). Selain itu, pembelajaran cooperative STAD menekankan kerja sama siswa selama proses pembelajaran sehingga diharapkan dapat memotivasi siswa dalam pembelajaran. Pembelajaran cooperative STAD sangat memungkinkan antara anggota kelompok dapat saling memotivasi dan membantu untuk dapat memecahkan permasalahan secara bersama-sama dengan perantara diskusi kelompok, setiap individu akan termotivasi untuk mendapatkan nilai semaksimal mungkin untuk kemajuan nilai kelompoknya dan juga termotivasi untuk meningkatkan pencapaian nilainya dibandingkan nilai sebelumnya. Selanjutnya Slavin (2008 dalam Mahanal, 2011a) berpendapat bahwa siswa yang termotivasi akan dengan mudah diarahkan, diberi penugasan, cenderung memiliki rasa ingin tahu yang besar, aktif dalam mencari informasi tentang materi yang dijelaskan oleh guru serta menggunakan proses kognitif yang lebih tinggi untuk mempelajari dan menyerap pelajaran yang diberikan. dan Mujiono (2010), motivasi belajar adalah kekuatan mental yang berupa keinginan, perhatian, kemauan atau cita-cita. Siswa yang memiliki motivasi kuat, akan mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar (Sardiman, 2011). Melalui hasil refleksi terungkap bahwa guru model merasakan mengalami peningkatan dalam menyampaikan materi pelajaran dan lebih percaya diri, meskipun ada satu bagian dari perencanaan yang belum terlaksana yaitu evaluasi. Hal ini menyebabkan guru model tidak dapat mengetahui tingkat pemahaman siswa secara individu. Melalui lesson study dapat dikembangkan pembelajaran yang inovatif, kreatif, dan menyenangkan yang membentuk karakter peserta didik belajar aktif dan mandiri. Lesson study bukan merupakan metode atau strategi pembelajaran. Lesson study merupakan kegiatan untuk menerapkan berbagai macam metode dan strategi pembelajaran yang disesuaikan dengan situasi, kondisi kemampuan komunitas pembelajaran. Dengan demikian lesson study dapat dikatakan sebagai metode potensial untuk meningkatkan profesional guru (Mahanal, 2011b). KESIMPULAN Berdasarkan hasil observasi dan refleksi yang telah dilakukan pada open class di SD Inpres 36 Sowi maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran menggunakan media yang kontekstual sebagai alat bantu dalam penyampaikan pesan memudahkan siswa dalam berinteraksi, menyampaikan pendapatnya sesuai kemampuan awal yang dimilikinya sehingga apa yang sudah terkonstruksi di benak siswa diharapkan terjadi perubahan tingkah laku dari 1150
yang tahu menjadi lebih tahu. Dan dengan menerapkan model pembalajran tipe STAD dengan permainan puzzle, mampu memupuk kerja sama antar siswa, memberikan ruang yang cukup bagi siswa untuk berkreasi, berpikir kritis dan menemukan sendiri konsep sehingga konsep yang sudah ada dibenak siswa menjadi lebih sempurna ketika siswa mengalaminya secara langsung.Dengan pemberian penghargaan/reward, siswa merasa dihargai apapun hasil kerja mereka.Pembelajaran ini akan jauh lebuh baik apabila seluruh siswa dalam keadaan “fun”, tidak mengalami gangguan dalam belajar (baca tulis lancar), siswa terlibat langsung dalam pembelajaran, dalam hal ini siswa yang belajar (siswa sentris) guru bertindak sebagai fasilitator dan mediator. DAFTAR RUJUKAN Dasna, I.Wayan, 2013, Penelitian Tindakan Kelas, Malang, Kerjasama P,T (Persero) Pertamina dengan Universitas Negeri Malang. Ibrohim, 2013. Panduan Pelaksanaan Lesson Pertamina (Peresero) dengan Universitas Negeri Malang Rohman Fathur, dkk, 2013, Pendalaman materi IPA, SD, Malang, Kerjasama PT. Pertamina (Persereo) dengan Universitas Negeri Malang Winataputra,H. Udin S, dkk, 2000. Strategi Belajar Mengajar PGSD, Jakarta Universitas Terbuka Wahyudin, Dinn, dkk, 2007, Pengantar Pendidikan, Universitas terbuka Zubaidah, S., Mahanal, S., Yuliati, L. 2012. Ragam Model pembelajaran IPA Sekolah Dasar. Malang: Kerjasama PT Pertamina (Persero) dengan Universitas Negeri Malang. Surya ,H.M. dkk, 2000, Kapita Selekta Kependidikan SD, Universitas Terbuka.
MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA PADA PEMBELAJARAN IPA MELALUI PETA KONSEP Rosdiati
[email protected] SD Negeri No.2 Dompu Jl. Sultan Hasanuddin Dompu NTB Abstrak: Kemampuan pemecahan masalah merupakan hal penting yang harus dimiliki siswa. Kemampuan tersebut tidak akan terbentuk jika proses pembelajaran hanya berorientasi pada hafalan. Pembelajaran yang bersifat doktrinisasi, biasanya menekankan “pokoknya” hanya akan membuat konstruksi berpikir rapuh. Pembelajaran yang mampu mengkonstruksi berpikir dengan baik adalah pembelajaran bermakna. Salah satu strategi pembelajaran bermakna adalah menggunakan peta konsep (pemetaan konsep). Peta konsep adalah suatu gambar, tersusun atas konsep saling berkaitan sebagai hasil dari pemetaan konsep. Pemetaan konsep adalah proses melibatkan identifikasi konsep dalam suatu hierarki, mulai dari paling inklusif, kurang inklusif kemudian konsep lebih spesifik. Kata kunci: pemecahan masalah, pembelajaran bermakna, peta konsep.
PENDAHULUAN Peningkatan kemampuan siswa dalam pemecahan suatu masalah perlu terus dilakukan, mengingat bahwa pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum yang sangat penting. Dalam pemecahan masalah, dimungkinkan seorang siswa memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta ketrampilan yang sudah dimiliki sebelumnya untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya. Untuk menuju pada kemampuan pemecahan masalah, maka pendekatan pembelajaran IPA haruslah mengacu pada pendekatan kontruktivisme. Dalam hal ini pendekatan pembelajaran harus mampu meningkatkan kemampuan berpikir siswa dalam pemecahan masalah. Subanji (2007) menemukan adanya tiga 1151
karakteristik terjadinya proses berpikir penalaran: (a) adanya ketidaksempurnaan substruktur berpikir yang digunakan untuk menggeneralisasi penyelesaian, (b) tidak optimalnya proses refleksi, dan (c) adanya kesadaran sampai membenahi proses penyelesaian yang salah. Bekal yang diperlukan untuk menguasai kemampuan berpikir siswa dalam pemecahan masalah tersebut mencakup kemampuan mengingat, berimajinasi, mengklasifikasi, membuat generalisasi, membuat perbandingan, melakukan evaluasi, menganalisis, mensintesis, membuat deduksi, dan membuat inferensi. Dengan dikuasainya sejumlah kemampuan tersebut diharapkan siswa dapat menggunakan logika berdasarkan bukti yang relevan untuk membentuk gagasan dan tindakan, dalam rangka mencapai tujuan. Kemampuan berpikir dalam pemecahan masalah merupakan suatu kemampuan yang tidak dapat ditumbuhkan dalam waktu singkat. Kemampuan berpikir ini akan muncul dalam bentuk yang terbaik, jika dikembangkan seiring dengan pertumbuhan intelektual seseorang. Artinya semakin dini kemampuan berpikir mulai dikembangkan, semakin baik. Setelah anak mulai sekolah, maka tugas untuk mengembangkan kemampuan berpikir sebagian besar beralih dari keluarga kepada pihak sekolah, dalam hal ini guru. Proses pembelajaran IPA di SD selama ini belum mencapai hasil yang memuaskan, hal ini diketahui dari masih rendahnya nilai UAN untuk mata pelajaran IPA. Dalam pelaksaan proses pembelajaraan di sekolah kegiatannya mungkin masih berpusat pada guru dan sistem belajarnya-pun lebih bersifat hafalan sehingga yang terjadi verbalisme. Siswa yang belajar bersifat hafalan tingkat kebermaknaannya akan relatif rendah. Ada suatu contoh yang menarik tentang pembelajaran yang hanya menghafal yang ditulis William James dalam bukunya Talks to Teacher on psychology (dalam Subanji, 2011). Seorang teman guru sedang berkunjung ke sebuah sekolah, diminta mengajukan pertanyaan pada sebuah kelas saat pelajaran geografi. Setelah memperhatikan sejenak buku yang digunakan, ia mengatakan “seandainya kamu harus menggali sebuah lubang di tanah beratus-ratus meter dalamnya, bagaimana seharusnya temperatur yang kamu temukan di dasar lubang-lebih panas atau lebih dingin dari yang di atas?” tidak satupun siswa yang menjawab, guru kelas tersebut mengatakan, saya yakin mereka mengetahui jawabannya namun menurut saya, Anda tidak menanyakan pertanyaan itu dengan benar. biarlah saya mencoba menanyakan pertanyaan itu dengan benar. kemudian sambil mengambil buku itu, guru tersebut bertanya pada siswa: ”bagaimana kondisi dibagian dalam bumi?”dan guru mendapat jawaban dari setengah kelas secara serentak. “ bagian dalam bumi dalam keadaan cair memijar” (James, 1912:150). Ini menunjukkan bahwa siswa telah menghafal informasi tersebut tanpa memahami maknanya. Informasi yang ada dalam buku tersebut tidak berguna bagi mereka karena tidak terkait informasi lain yang mereka miliki. Informasi “cair memijar” yang telah dihafal siswa dalam kasus di atas disebut sebagai pengetahuan inert yakni merupakan pengetahuan yang dapat dan seharusnya diterapkan ke situasi yang lebih luas, namun hanya diterapkan pada situasi terbatas. Oleh karena itulah orientasi pembelajaran harus diubah dari pemberian doktrin yang biasanya menekankan “pokoknya” menjadi pembelajaran yang mengembangkan proses berpikir siswa. Pembelaran yang dimaksud adalah pembelajaran bermakna (meaningful learning). BAHASAN UTAMA Pemecahan Masalah IPA merupakan mata pelajaran yang sangat penting dalam kehidupan. Kemampuan dalam pemecahan masalah IPA merupakan hal yang sangat bermanfaat bagi siswa untuk mengikuti pembelajaran pada jenjang selanjutnya ataupun untuk mengatasi masalah dalam kehidupan sehari-hari. Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum IPA yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran memungkinkan siswa untuk memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada masalah baru yang dihadapi. Menurut Hudojo (2003), pemecahan masalah merupakan proses penerimaan masalah sebagai tantangan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Mengajarkan pemecahan masalah kepada siswa merupakan kegiatan dari seorang guru di mana guru tersebut memotivasi siswasiswanya agar menerima dan merespon pertanyaan-pertanyaan yang diajukan olehnya dan kemudian ia membimbing siswa-siswanya untuk sampai kepada penyelesaian masalah yang 1152
diberikannya. Bagi siswa, pemecahan masalah merupakan salah satu kemampuan yang harus dipelajarinya. Pemecahan masalah mempunyai fungsi yang penting di dalam kegiatan belajarmengajar IPA, sebab melalui penyelesaian masalah siswa dapat berlatih dan mengintegrasikan konsep-konsep dan ketrampilan yang telah dipelajari. Hal ini penting bagi para siswa untuk berlatih memproses data atau informasi. Dalam kegiatan pembelajaran hendaknya guru lebih sering menyajikan masalahmasalah dan memberi kesempatan kepada siswa untuk berlatih menyelesaikannya sehingga siswa mampu mengkonstruksi proses berpikir secara mandiri. Menurut Cooney (dalam Hudojo 2003), mengajar siswa untuk menyelesaikan masalah-masalah memungkinkan siswa itu menjadi lebih analitis dalam mengambil keputusan di dalam kehidupan. Resnick (1981), menyatakan bahwa menyimpan saja sejumlah pengetahuan tidak akan dapat memecahkan masalah. Lebih lanjut Resnick menyatakan bahwa ada tiga aspek tentang strategi pemecahan masalah, yaitu: (1) Representing the Problem (merepresentasikan masalah); (2) Task Environment (lingkungan tugas); dan (3) Task Instructions (instruksi-instruksi tugas). Kecenderungan siswa mampu untuk menyelesaikan masalah yang terkait dengan suatu konsep yang baru dipelajarinya, namun menemui kesulitan untuk menyelesaikan masalah yang menuntut mereka untuk menggunakan kemampuan (konsep) lain yang telah mereka pelajari sebelumnya. Hal ini disebabkan karena pembelajaran yang diberikan hanya berorientasi pada hafalan bukan pembelajaran yang mampu mengembangkan kemampuan daya pikir atau kebermaknaan. Pembelajaran IPA Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakana metode-metode yang didasarkan pada observasi dan tersusun secara sistematik yang dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. IPA di Sekolah Dasar adalah program untuk menanamkan dan mengembangkan pengetahuan keterampilan, sikap dan nilai ilmiah pada siswa serta rasa mencintai dan menghargai kebesaran Tuhan Yang Maha Esa. Tujuan pembelajaran IPA secara umum membantu agar siswa memahami konsep-konsep IPA dan keterkaitannya dengan kehidupan sehari-hari, memiliki keterampilan untuk mengembangkan pengetahuan tentang alam sekitar maupun menerapkan berbagai konsep IPA untuk menjelaskan gejala-gejala alam yang harus dibuktikan kebenarannya di laboratorium, dengan demikian IPA tidak saja sebagai produk tetapi juga sebagai proses. Hendro Darmodjo (1992) berpendapat bahwa apabila seorang guru yang mengajarkan IPA dengan cara mentransfer saja apa-apa yang tersebut dalam buku teks pada anak didiknya berarti telah melakukan suatu kekeliruan. Hal ini disebabkan apa yang tersurat dalam buku teks itu baru merupakan satu sisi atau satu dimensi saja dari IPA, yaitu dimensi “produk”. Buku teks merupakan body of knowledge dari IPA, yaitu akumulasi hasil upaya para perintis IPA terdahulu dan umumnya telah tersusun secara lengkap dan sistematis. Buku teks memang penting, tetapi ada sisi lain dari IPA yang tidak kalah penting, yaitu dimensi “proses”, maksudnya proses mendapatkan ilmu itu sendiri. IPA diperoleh melalui penelitian dengan menggunakan langkah-langkah tertentu yang disebut metode ilmiah. Tentu saja anak usia SD tidak diajarkan bagaimana membuat suatu penelitian secara lengkap, tetapi dapat mulai diperkenalkan secara komponensial dan bertahap, misalnya melakukan pengamatan yang cermat, kemudian melaporkan hasil pengamatannya itu kepada teman-teman sekelasnya, sebagai upaya tahap pertama. Dimensi proses ini justru sangat penting dalam menunjang proses perkembangan anak didik secara utuh karena dapat melibatkan segenap aspek psikologis anak yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Di samping itu, dimensi proses dapat mengembangkan “sikap ilmiah”. Pembelajaran Bermakna Ausubel (1963) seorang ahli psikologi pendidikan menyatakan bahwa bahan pelajaran yang dipelajari harus “bermakna’ (meaningfull). Pembelajaran bermakna merupakan suatu proses mengkaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Struktur kognitif ialah fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasigeneralisasi yang telah dipelajari dan dingat siswa. Lebih lanjut Ausubel menyatakan bahwa belajar bermakna merupakan proses mengaitkan informasi atau materi baru dengan konsepkonsep yang telah ada dalam struktur kognitif. Ada tiga faktor yang mempengaruhi 1153
kebermaknaan dalam suatu pembelajaran, yaitu struktur kognitif yang ada, stabilitas dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu tertentu. Sehubungan dengan hal ini, Dahar (1989) mengemukakan dua prasyarat terjadinya belajar bermakna, yaitu: (1) materi yang akan dipelajari harus bermakna secara potensial, dan (2) anak yang akan belajar harus bertujuan belajar bermakna. Di samping itu, kebermaknaan potensial materi pelajaran bergantung kepada dua faktor, yaitu (1) materi itu harus memiliki kebermaknaan logis, dan (2) gagasan-gagasan yang relevan harus terdapat dalam struktur kognitif peserta didik. Sedangkan Suparno (1997) mengatakan, bahwa pembelajaran bermakna adalah suatu proses pembelajaran dimana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seorang yang sedang dalam proses pembelajaan. Pembelajaran bermakna terjadi bila siswa mencoba menghubungkan fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan mereka. Artinya, bahan pelajaran itu harus cocok dengan kemampuan siswa dan harus relevan dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa. Oleh karena itu, pelajaran harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah dimilki siswa, sehingga konsep-konsep baru tersebut benar-benar terserap olehnya. Dengan demikian, faktor intelektual emosional siswa terlibat dalam kegiatan pembelajaran. Pembelajaran bermakna adalah pembelajaran yang menyenangkan yang akan memiliki keunggulan dalam meraup segenap informasi secara utuh sehingga konsekuensi akhir meningkatkan kemampuan siswa. Pembelajaran bermakna merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Pembelajaran bermakna ditandai oleh terjadinya hubungan antara aspek-aspek, konsep-konsep, informasi atau situasi baru dengan komponen-komponen yang relevan di dalam struktur kognitif siswa. Proses belajar tidak sekadar menghafal konsep-konsep atau fakta-fakta belaka, tetapi merupakan kegiatan menghubungkan konsep-konsep untuk menghasilkan pemahaman yang utuh, sehingga konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah dilupakan. Jika peserta didik hanya mencoba-coba menghafalkan informasi atau materi pelajaran baru tanpa menghubungkannya dengan konsep-konsep atau hal lainnya yang ada dalam struktur kognitifnya, maka terjadilah yang disebut dengan belajar hafalan. Sebaliknya, jika peserta didik menghubungkan informasi atau materi pelajaran baru dengan konsep-konsep atau hal lainnya yang telah ada dalam struktur kognitifnya, maka terjadilah yang disebut dengan belajar bermakna. PETA KONSEP Menurut Novak (1984), salah satu cara untuk mengembangkan strategi belajar bermakna adalah menggunakan peta konsep atau pemetaan konsep. Peta konsep yang diperkenalkan oleh Novak, merupakan suatu alat yang efektif untuk menghadirkan secara visual hirarki generalisasi-generalisasi dan untuk mengekapresikan keterkaitan proposisi dalam system konsep-konsep yang saling berhubungan. Novak menyakini bahwa pemetaan konsep akan membantu para siswa untuk membangun kebermaknaan konsep. Lebih lanjut Novak menyatakan bahwa peta konsep merupakan suatu alat yang efektif untuk menghadirkan secara visual hirarki generalisasi- generalisasi dan mengekpresikan keterkaitan proposisi dalam sistem konsep-konsep yang saling berhubungan, yang merupakan ungkapan pemahaman konseptual siswa. Lebih lanjut dikatakan bahwa peta konsep dimaksudkan untuk mengggambarkan hubungan yang bermakna antara konsep-konsep dalam bentuk proposisi-proposisi. Sedangkan proposisi adalah dua atau lebih konsep yang dihubungkan dengan kata-kata sehingga membentuk suatu kalimat bermakna. Dalam bentuk yang paling sederhana, peta konsep terdiri atas dua konsep yang dihubungkan dengan satu kata untuk membentuk suatu proposisi. Misalnya lidah (indera pengecap) mempunyai papila, menunjukkan suatu peta konsep sederhana yang membentuk proposisi tentang konsep lidah dan papila. Belajar bermakna akan lebih mudah berlangsung bila pengetahuan baru yang lebih khusus dikaitkan dengan konsep lama dan lebih umum yang sudah ada dalam struktur kognitif siswa. Sehingga peta konsep dikatakan baik apabila peta konsep tersebut dapat menunjukkan hirarki konsep-konsep (Susilo, 1999). Peta konsep adalah suatu gambar (visual), tersusun atas konsep-konsep yang saling berkaitan sebagai hasil dari pemetaan konsep. Yang dimaksud dengan pemetaan konsep disini adalah suatu proses yang melibatkan identifikasi konsep-konsep tersebut dalam suatu hierarki, 1154
mulai dari yang paling inklusif kemudian yang kurang inklusif setelah itu baru konsep-konsep yang lebih spesifik. Pemetaan konsep merupakan salah satu cara untuk mengeksternalisasikan konsepkonsep yang telah diperoleh beserta hubungannya. Dari peta konsep yang dibuat dapat dilihat keutuhan (unity) dari bangunan pengatahuan yang dimiliki. Dari peta konsep juga dapat diketahui keluasaaan dan kedalaman pemahaman akan konsep-konsep yang dipelajari. Dengan menganalisis peta konsep dapat dilihat kesepakatan hubungan antara konsep yang satu dengan konsep yang lain dan diterima sebagai hubungan yang benar. Dengan demikian melalui peta konsep dapat dideteksi adanya salah konsep (misconception), yaitu bila ditemukan hubungan yang salah atau kurang tepat. Dari peta konsep dapat diketahui apakah konsep dipelajari secara bermakna atau secara hafalan. Bila suatu konsep yang seharusnya mempunyai hubungan dengan konsep yang lain, ternyata tidak dapat diletakkan dalam peta konsep yang telah dimiliki, maka konsep tersebut dipelajari secara hafalan. Menyusun peta konsep dapat dilakukan dengan mengikuti beberapa langkah seperti disarankan oleh Novak (dalam Dahar, 1988) sebagai berikut. 1. Memilih dan menentukan suatu bahan bacaan. Bahan bacaan dapat dipilih dari buku pelajaran, seperti buku paket, modul 2. Menentukan konsep-konsep yang relevan. 3. Megurutkan konsep-konsep tersebit dari yang paling inklusif sampai paling tidak inklusif dan contoh-contoh. 4. Menyusun dan menuliskan konsep-konsep yang sudah ditentukan di kertas. Memetakan konsep-konsep yang telah ditentukan dengan berdasarkan kriteria bahwa konsep yang paling inklusif berada dipuncak. Sedangkan konsep-konsep yang berada pada tingkatan abstraksi yang sama diletakkan sejajar satu sama lain, serta konsep yang lebih khusus diletakkan dibawah konsep yang lebih umum. 5. Menghubungkan konsep-konsep yang sudah ditentukan dengan kata penghubung tertentu untuk membentuk proposisi dan garis penghubung. 6. Apabila peta konsep telah selasai maka diperiksa kembali menjadi konsep-konsep dan keterkaitan antara konsep yang satu dengan yang lain. Namun, jika guru hanya menyajikan informasi dalam pembelajaran tanpa adanya konstruksi pada proses berpikir siswa dari konsep yang telah diberikan. Maka yang terjadi adalah hafalan tanpa makna. Guru memberikan materi/rumus/cara/prosedur, memberi contoh soal dan jawabannya dan dilanjutkan latihan soal di buku atau LKS. Hal ini tidak akan bermakna bagi siswa. Guru harus kreatif yaitu mampu membuat siswa mengaitkan satu konsep ke konsep yang lain serta mampu mengaitkan dengan lingkungan (dunia nyata). PENUTUP Kesimpulan Bertolak dari pembahasan, dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Dalam pembelajaran bermakna, guru dituntut kreatifitasnya agar mampu mengembangkan daya berpikir siswa. 2. Peta konsep merupakan salah satu pendekatan dalam pembelajaran bermakna Saran 1. Sebaiknya orientasi pembelajaran berubah dari pemberian doktrin yang biasanya menekankan “pokoknya” menjadi pembelajaran yang mengembangkan proses berpikir siswa dengan menekankan pada “mengapa” sehingga kebermaknaan tercipta. 2. Guru khususnya guru SD sebaiknya menggunakan peta konsep dalam proses belajar mengajar agar mampu (lebih mudah) menciptakan pembelajaran bermakna.
1155
CONTOH PETA KONSEP
INDERA PENGECAP (LIDAH)
Bagian Peka Rasa
Ujung depan
Tepi depan Ujung
Terdapat
Tepi belakang
Cara Kerja
Papila
Makanan/minuman
Fungsi
Mulut
Saraf pengecap
rangsangan
pangkal lidah
depan
Ujung saraf pengecap
Otak
Hasil penerjemahan
LIDAH Cara merawat FUNGSI
Mengatur letak makanan dalam mulut
Membantu menelan makanan
Sebagai alat bantu bicara
Mengecap rasa
(Astuti:2009)
1156
Hindari makanan/minum an terlalu panas/dingin
Bersihkan dengan sikat gigi bersih yang lembut
DAFTAR RUJUKAN Astuti,R.N. 2009. Peta Konsep Pada Pembelajaran Ipa Untuk Meningkatkan Keterampilan Berfikir Rasional Siswa SD/MI. Malang:UIN Malang. Dahar, R.W. 1989. Teori-teori Belajar. Jakarta : Erlangga. Hudojo, Herman 2003. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: Universitas Negeri Malang. Novak, Joseph.D. 1979.Meaningful Reception Learning as a Basis for Rational thinking dalam 1980 AETS Yearbook 1979. Science Education Information Report. The Ohio State University, 192-225. Subanji, 2007. Proses Berpikir Penalaran Kovariasional Pseud. Malang: UM Press. Subanji, 2011. Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif. Malang: UM Press. Sumaji, dkk. 1998. Pendidikan Sains yang Humanistis. Yogyakarta : Kanisius. Susilo, H. 1988. Penggunaan Peta Konsep dalam Pengajaran Biologi. Majalah Eksakta, Edisi bulan Juli,9-17.
1157