III.
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 BAHAN Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bekatul dari padi non-aromatik (ciherang dan IR 64), dan padi aromatik (pandanwangi dan sintanur) yang diperoleh dari usaha penggilingan gabah beras (UPGB) Sumedang. Bahan yang digunakan untuk analisis, yaitu heksana, NaOH, KHP (asam potassium phthalate), indikator fenolftalein, alkohol, gas N2, aquadest, metanol, BF3 (14% b/v), NaCl, Na2SO3 anhidrous, kertas saring, alumunium foil, plastik LDPE, standar internal (asam margarat/C17:0), dan standar external FAME Mix C8-C22.
3.2 ALAT Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah huller, rice polisher, dry mixer, dan ekstruder ulir ganda tanpa die merek Berto. Alat yang digunakan untuk analisis adalah soxhlet, labu lemak, desikator, penangas air, oven, cawan alumunium, neraca analitik, buret, hot plate, GC, thermometer, inkubator, erlenmeyer, gelas piala, vorteks, labu takar, tabung reaksi bertutup, pipet tetes, pipet mohr, corong kaca, dan ayakan 40 mesh.
3.3 METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan dalam beberapa tahapan, yaitu penentuan pola peningkatan kadar asam lemak bebas bekatul selama 24 jam pasca penggilingan, penentuan komposisi asam lemak bekatul dari empat varietas dengan kromatografi gas, penentuan kondisi maksimum stabilisasi bekatul dengan ekstruder ulir ganda tanpa die dan verifikasi kondisi stabilisasi tersebut.
3.3.1 Penentuan pola peningkatan kadar asam lemak bebas (ALB) bekatul pasca penggilingan Bekatul dari empat varietas padi diperoleh dengan menggiling gabah menggunakan Satake Rice Machine (Lampiran 3a) sebanyak tiga kali. Beras pecah kulit yang diperoleh kemudian disosoh menggunakan Satake Grain Testing Mill selama 2 menit hingga diperoleh beras sosoh dan bekatul. Bekatul yang diperoleh kemudian diayak dengan ukuran 40 mesh agar ukurannya seragam. Analisis kadar asam lemak bebas bekatul dilakukan setiap dua jam hingga 24 jam pada suhu ruang, sehingga akan diperoleh pola kenaikan asam lemak bebas bekatul pasca penggilingan. Nol jam dihitung sejak diperoleh bekatul 40 mesh, dengan asumsi waktu penggilingan dan penyosohan cukup singkat dan tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap pembentukan asam lemak bebas. Diagram alir pengamatan pola peningkatan ALB bekatul pasca penggilingan seperti pada Gambar 4.
11
Gabah varietas tertentu
Satake Rice Machine
Sekam
(penggilingan sebanyak 3 kali)
Beras pecah kulit
Satake Grain Testing Mill (penyosohan selama 2 menit)
Beras sosoh
Bekatul
Ayakan 40 mesh
Bekatul tidak lolos ayakan 40 mesh
Bekatul 40 mesh
Analisis kadar ALB bekatul pada 0,2,4,6,8,10,12,14,16,18,20,22,dan 24 jam pasca penggilingan Gambar 4. Diagram alir pengamatan pola peningkatan ALB bekatul
3.3.2 Penentuan komposisi asam lemak bekatul Komposisi asam lemak bekatul dari empat varietas padi diperoleh dengan metode gas kromatografi. Minyak bekatul diekstrak dari 7 gram bekatul segar dengan menggunakan alat soxhlet dan heksana sebagai pelarutnya. Minyak bekatul yang diperoleh dalam labu soxhlet masih bercampur dengan sedikit pelarutnya. Minyak dipindahkan ke dalam tabung reaksi bertutup dan dihembus dengan gas N2 selama 2 menit untuk menguapkan pelarutnya. Minyak bekatul siap digunakan untuk analisis.
12
3.3.3 Penentuan kondisi maksimum stabilisasi bekatul dengan ekstruder ulir ganda tanpa die Variabel yang dilakukan dalam penelitian ini adalah kecepatan ulir (screw) dan kecepatan umpan (feeding) dari ekstruder ulir ganda tanpa die. Ekstruder ulir ganda memiliki tiga sumber panas yang masing-masing dapat diatur suhunya, yaitu pada bagian awal, tengah, dan akhir dari laras ekstruder (Lampiran 3c). Suhu ekstruder yang digunakan mengacu pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Ubaidillah (2010) dimana suhu bagian awal 130°C, bagian tengah 180°C, dan bagian akhir 230°C. Kombinasi perlakuan dengan variabel kecepatan ulir (X1) dan kecepatan umpan (X2) serta kenaikan kadar asam lemak bebas sebagai respon (Y) diperoleh melalui metode respon permukaan (Response Surface Methodology) dengan bantuan program JMP. Kombinasi parameter stabilisasi bekatul dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Kombinasi parameter stabilisasi bekatul Kode kombinasi Kombinasi parameter No X1
X2
X1(screw)
X2(feed)
1
-1
-1
12
10
2
-1
1
12
30
3
1
-1
22
10
4
1
1
22
30
5
-1.41421
0
16.97
20
6
1.41421
0
31.11
20
7
0
-1.41421
17
14.14
8
0
1.41421
17
42.43
9
0
0
17
20
10
0
0
17
20
11
0
0
17
20
12
0
0
17
20
13
0
0
17
20
Bekatul yang digunakan dalam stabilisasi ini adalah bekatul segar pasca penggilingan. Gabah varietas tertentu digiling dengan rice huller (Lampiran 3b) sebanyak dua kali agar semua sekam terlepas dan diperoleh beras pecah kulit. Beras pecah kulit tersebut kemudian disosoh dengan menggunakan polisher sehingga diperoleh beras sosoh yang berwarna putih dan bekatul. Bekatul yang diperoleh diaduk dengan dry mixer agar homogen dan dimasukkan ke dalam hopper ekstruder ulir ganda. Ektruder tersebut sebelumnya telah diatur suhu nya dan dipanaskan hingga mencapai suhu pengaturan tersebut. Ekstruder kemudian dijalankan dan diatur kecepatan ulir serta kecepatan umpannya sesuai dengan perlakuan yang sedang dilakukan. Bekatul yang keluar dari ekstruder diletakkan pada wadah kering dan diayak dengan ukuran 40 mesh. Analisis kadar asam lemak bebas bekatul awal
13
dilakukan pada bekatul sebelum ekstrusi dan bekatul dengan perlakuan ekstrusi yang lolos ayakan. Bekatul hasil stabilisasi ditimbang masing-masing 20 gram, dimasukkan ke dalam plastik HDPE dan disimpan dalam inkubator suhu 37°C selama 15 hari. Setelah penyimpanan 15 hari dilakukan analisis kadar asam lemak bebas bekatul, sehingga akan diperoleh kenaikan kadar asam lemak bebas (Y) selama penyimpanan. Nilai Y yang diperoleh tersebut diolah dengan metode RSM melalui program JMP. Kondisi maksimum diperoleh dari perlakuan yang memberikan nilai Y yaitu berupa kenaikan kadar asam lemak bebas yang paling rendah.
3.3.4 Verifikasi kondisi stabilisasi bekatul Verifikasi dilakukan pada kombinasi perlakuan paling maksimum yang diperoleh dari percobaan sebelumnya. Tahapan percobaan yang dilakukan dalam verifikasi sama dengan metode yang dilakukan ketika dilakukannya penentuan kondisi maksimum. Hasil yang diperoleh berupa kenaikan kadar asam lemak bebas bekatul, dan dibandingkan dengan hasil yang diduga oleh persamaan model dari RSM untuk masing-masing varietas.
3.3.5 Metode analisis 3.3.5.1 Kadar air bekatul (AOAC, 1999) Penetapan kadar air bekatul dilakukan dengan metode oven. Cawan alumunium kosong dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C selama 15 menit, kemudian ditimbang. Sebanyak 2-3 gram sampel dimasukkan dalam cawan yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Cawan berisi sampel tersebut dikeringkan dalam oven bersuhu 105°C selama 6 jam. Selanjutnya cawan berisi sampel dipindahkan ke desikator, didinginkan selama 15 menit dan kemudian ditimbang bobot akhirnya. Pengeringan dan penimbangan diulangi hingga diperoleh bobot konstan. Kadar air dihitung berdasarkan kehilangan bobot yaitu selisih bobot awal dan bobot akhir. 100%
Kadar air (%) =
(3.1)
3.3.5.2 Kadar lemak kasar bekatul metode soxhlet (AOAC, 1995) Labu lemak kosong dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C selama 15 menit, dan ditimbang bobotnya. Sampel bekatul sebanyak 10 gram dimasukkan ke dalam kertas saring, ekstraksi dilakukan dengan alat soxhlet yang telah dihubungkan dengan labu lemak bersama dengan pelarut heksana. Ekstraksi lemak dilakukan selama 6 jam. Selanjutnya heksana disuling dan labu yang berisi lemak hasil ekstraksi dikeringkan dalam oven 105°C hingga semua pelarut menguap. Labu lemak didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga diperoleh bobot konstan. Kadar lemak (%) =
100%
(3.2)
14
3.3.5.3 Analisis kadar asam lemak bebas (ALB) (AOAC 940.28 dan Hoffpauir, 1948 yang dimodifikasi) Pengukuran kadar ALB dan bilangan asam dilakukan pada bekatul yang belum distabilisasi dan pada bekatul hasil stabilisasi. Bekatul sebanyak 10 gram ditimbang ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan 150 ml heksana panas sebagai pelarut dan didiamkan semalam agar minyak keluar dari bahan (Lampiran 3d). Heksana kemudian dipisahkan dari minyak bekatul menggunakan Soxhlet melalui penyulingan. Sementara itu ditimbang bobot kosong Erlenmeyer, sebanyak 1 ml ekstrak dimasukkan ke dalam Erlenmeyer tersebut. Ekstrak yang masih tercampur dengan heksana tersebut dihembus dengan gas N2 selama 30 detik agar heksana keluar seluruhnya dan diperoleh minyak bekatul. Bobot Erlenmeyer berisi minyak kemudian ditimbang. Minyak bekatul tersebut ditambahkan 30 ml alkohol 95% netral dan 1 ml indikator fenolftalein. Campuran tersebut dipanaskan pada hotplate yang dilengkapi dengan magnetic stirrer, kemudian dititrasi dengan NaOH 0.03 N terstandarisasi hingga diperoleh warna pink tetap selama 10 detik (Lampiran 3e). Dihitung volume titran yang digunakan. NaOH yang digunakan adalah NaOH pro analisis yang telah distandarisasi dengan KHP (asam potassium phthalate). Analisis ALB untuk masingmasing sampel dilakukan sebanyak 2 ulangan dan duplo. % ALB =
V N OH N N OH M W
(3.3)
Keterangan : VNaOH = volume titran (NaOH) NNaOH = normalitas NaOH M = berat molekul oleat (sesuai jenis lemak dominan sampel) W = berat contoh minyak (gram)
3.3.5.4 Analisis komposisi asam lemak bekatul (AOAC 991.39 yang dimodifikasi) Komposisi asam lemak bekatul dilakukan dengan menggunakan metode GC (Gas Chromatography). Analisis dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap derivatisasi (transmetilasi) dan tahap analisis dengan GC. Tahap pertama berupa transmetilasi asam lemak dari sampel agar dihasilkan senyawa volatil metil ester asam lemak (Fatty Acid Methyl Esther / FAME). Sebanyak 100 mg sampel minyak dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 1 ml internal standar (asam lemak margarat/ C17:0) dan 1.5 ml NaOH metanolik 0.5N. Tabung diisi dengan gas N2, ditutup dan divorteks. Kemudian dipanaskan pada suhu 80-100°C selama 5 menit dan didinginkan. Ditambahkan 2 ml BF3 (14% b/v) dan gas N2, kemudian dipanaskan kembali selama 30 menit pada suhu 80-100°C. Selanjutnya ditambahkan 1 ml heksana dan vortex, ditambahkan juga 3 ml larutan NaCl jenuh dan kocok. Heksana dipisahkan dan ditambahkan Na2SO3 anhidrous. Contoh siap diinjeksikan ke dalam GC. Sebelum dilakukan penyuntikan, gas kromatografi di kondisikan terlebih dahulu. Suhu injector diatur pada suhu 225oC, suhu detektor 225oC, dan suhu kolom 100oC
15
dengan tekanan gas helium 1 kg/cm2. Detektor dinyalakan dengan tekanan udara dan tekanan hidrogen masing-masing 0.5 kg/cm2. Suhu diprogram pada 120oC selama 6 menit kemudian dinaikkan secara gradient linier dengan kecepatan kenaikan suhu 3oC/menit sehingga suhu mencapai 230oC dan ditahan selama 20 menit. Contoh disuntikkan sebanyak 1 μl. Pengkondisian selesai saat base line yang terbentuk lurus, tanpa terbentuk peak-peak tertentu. Selanjutnya disuntikkan standar eksternal FAME Mix C8-C22 dan contoh yang akan dianalisa.
16