55
4
4.1
METODOLOGI PENELITIAN
Metode Penelitian Penelitian tentang Kajian Model Gugus Pulau dalam Pengembangan
Wilayah Kepulauan ini dilakukan di Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Provinsi Maluku, sejak bulan September – November 2010. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bersifat eksploratif. Metode ini dipergunakan mengingat kajian ini dianggap sebagai suatu proses menggali sesuatu yang benar-benar belum diketahui baik rinciannya, detail sifat, keadaannya, bahkan konsepnya pun belum benar-benar jelas. Ketidakjelasan ini muncul melalui berbagai pertanyaan seperti: seperti apakah efek batas itu?, bagaimana mekanisme efek batas itu?, variabel apa saja yang ada dalam efek batas itu?, bagaimana hubungan efek batas dengan keberlanjutan pertumbuhan pulau-pulau kecil?, sehingga diperlukan suatu penjajakan terhadap konsep, mekanisme dan variabel-variabel terkait. Mengacu pada sifat penelitian ini sebagaimana dijelaskan diatas, dan karakteristik wilayah penelitian yang relatif sangat luas, maka operasionalisasi penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan survey. Guna mendapatkan data yang akurat, survey dilakukan dengan mengacu pada prinsip-prinsip
pemahaman
wilayah
secara
cepat
(Rapid
District
Appraisal/RDA) yaitu dengan mengunjungi lokasi yang terbatas dalam waktu yang lebih lama, dialog interaktif dan partisipatif dengan berbagai unsur di kalangan masyarakat sehingga dapat diperoleh informasi penting yang dapat dipergunakan dalam mendukung penelitian ini.
4.2
Jenis Data, dan Sumber Data. Dari sudut pandang pembangunan pulau kecil yang berkelanjutan,
maka secara umum kategori informasi yang dibutuhkan dalam proses pengkajian model gugus di wilayah penelitian, sangatlah berkaitan dengan aspek aspek yang melatarbelakanginya seperti aspek sosial, ekonomi, ekologi dan fisik.
56
(1)
Data Fisik, berupa data keruangan (spasial) yang berkaitan dengan peta sistem lahan seperti topografi, peta penggunaan lahan, peta status lahan, peta tanah, geologi, hidrologi, dan iklim.
(2)
Data sosial yang berkaitan dengan kependudukan, ketenagakerjaan, fasilitas pendididikan, kesehatan, pemukiman, dan kelembagaan.
(3)
Data ekonomi yang berkaitan dengan sektor sektor pembentuk PDRB seperti pertanian, pertambangan, industri, bangunan, perdagangan, transportasi dan Jasa.
(4)
Data ekologi yang berkaitan dengan besarnya kebutuhan manusia untuk beraktifitas. Data ekologi juga berkaitan dengan kapasitas lahan pulau-pulau kecil sesuai dengan sumberdaya yang dimilikinya.
(5)
Data pergerakan antar pulau seperti banyaknya manusia, barang atau jasa yang bergerak dari suatu pulau asal menuju pulau tujuan demikian pula sebaliknya, data jarak, serta sistem transportasi. Sumber data yang diharapkan dapat menyediakan data sesuai dengan
jenis data yang dibutuhkan antara lain dijelaskan sebagai berikut : Sebagian besar data yang dibutuhkan dalam penelitian ini khususnya untuk data pada point (1), (2), dan (3), serta sebahagian dari point (4) diatas adalah data sekunder, yang perolehannya lebih bersifat internal dan eksternal. Sumber data sekunder internal antara lain berasal dari instansi terkait di Tingkat Provinsi Maluku, Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB), Kecamatan dan Desa
diwilayah
Kabupaten
MTB
seperti
:
Kantor
Statistik,
Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Dinas Perhubungan, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Pendidikan, Dinas Perikanan, Transmigrasi, Kehutanan, Pendidikan, Kesehatan, Sosial, Perindustrian, Pertanian. Sumber data sekunder eksternal antara lain berasal dari penyedia data spasial baik di Pusat maupun di Daerah seperti Badan Pertanahan, Bakosurtanal, Dishidros, Geologi, Puslitanak serta Institusi Nasional lainnya yang berhubungan dengan kebutuhan data penelitian.Untuk data pada point (5) dan (6), serta sebagian data pada point (4) lainnya, perolehan datanya bersumber dari data primer yang didapat dengan melakukan wawancara dan konsultasi terhadap responden di lokasi penelitian dan lokasi sumber data.
57
4.3
Metode Pengumpulan Data. Sebagai bagian dari metode penelitian yang bersifat exploratif, maka
dalam penelitian ini proses pengumpulan data primer dilakukan dengan metode survey. Metode ini dipergunakan terutama untuk mendapatkan data pola konsumsi penduduk dan pengeluaran dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup minimum dari kelompok penduduk di wilayah penelitian. Kelompok penduduk dimaksud adalah rumah tangga yang diasumsikan ratarata beranggotakan 5 orang, sedangkan sampel dan ukuran data dalam analisis ini mengacu pada Susenas Tahun 2006 (BPS, 2006), yang membagi habis setiap wilayah desa di wilayah penelitian atas beberapa blok sensus, dimana setiap blok sensus dimaksud terdiri dari 80 sampai dengan 120 rumah
tangga.
Pengumpulan
data
primer
diperoleh
melalui
proses
wawancara terhadap masyarakat di wilayah penelitian yaitu dengan menggunakan
sarana
daftar
isian
(kuesioner),
sedangkan
untuk
Pengumpulan data sekunder terutama untuk Karakteristik data fisik, berupa data spasial yang berkaitan dengan kemampuan lahan dilakukan melalui proses studi literatur dan survey instansional baik yang berada di wilayah penelitian (internal) maupun diluar wilayah penelitian (external).
4.4
Metode Analisis Data Data yang terkumpul selanjutnya dikompilasi dalam bentuk tabel, peta
dan gambar sehingga mempermudah penggunaannya dalam proses analisis. Dalam penelitian ini analisis data dilakukan dalam dua kategori. Pertama adalah analisis deskriptif dengan mempergunakan data kualitatif maupun kuantitatif. Analisis deskriptif
terutama digunakan
untuk menjelaskan
gambaran mengenai wilayah studi terkait dengan; (1) karakteristik fisik seperti tata letak secara geografis, iklim, sifat-sifat tanah dan geologi, fisiografi lahan, luas dan jumlah pulau; (2) karakteristik sosek seperti wilayah adminsitrasi, kependudukan, tenaga kerja, lapangan usaha, PDRB; (3) karakteristik dan sejarah gugus pulau. Selain gambaran tentang wilayah studi, maka analisis dekskriptif juga dipergunakan didalam menginterpretasikan hasil hasil analisis dari analisis kuantitatif sebagaimana dijelaskan dalam paragraph berikut ini.
58
Kedua adalah analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif dalam penelitian ini pada dasarnya merupakan analisis statistika dan matematis dengan mempergunakan data kuantitatif yang didukung oleh data kualitatif. Tujuan dari analisis kuantitatif dalam penelitian ini adalah untuk menjawab akan adanya kecenderungan pemusatan dan pendistribusian karakter-karakter wilayah sebagaimana dijelaskan melalui analisis deskriptif diatas melalui pendekatan model statistik dan matematis terhadap data yang ada. Secara lebih detail metode analisis kuantitatif tersebut dijelaskan melalui sub-bab berikut ini.
4.4.1 Analisis Potensi Kawasan Pulau-Pulau Kecil Sebagai awal dari proses pengkajian model gugus pulau yang berbasiskan pulau-pulau kecil, maka sangatlah perlu mengetahui potensi kawasan pulau-pulau kecil tersebut, khususnya potensi pulau-pulau kecil yang berkaitan dengan aspek fisik - lingkungan, ekonomi, serta sosial, dimana fokus dari setiap aspek tersebut dalam penelitian ini dijelaskan sebagai berikut : Aspek Fisik - Lingkungan, bertujuan untuk menginventarisasi karakteristik sumberdaya alam berdasarkan kemampuan dan kesesuaian lahan, sehingga penggunaannya dapat dilakukan secara optimal sesuai dengan
keseimbangan
ekosistem.
Aspek
Ekonomi,
bertujuan
untuk
menginventarisasi potensi lokasi, sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan sumberdaya buatan yang dapat dikembangkan secara lebih efisien. Aspek Sosial, bertujuan untuk menemukenali kondisi sosial budaya masyarakat yang mendukung atau menghambat pengembangan wilayah.
(1)
Analisis Aspek Fisik - Lingkungan Dalam melakukan analisis fisik dan lingkungan, diperlukan sejumlah
data keruangan (Tabel 7) dengan spesifikasi tertentu sedemikian rupa sehingga hasil pengolahan terhadap data tersebut dapat menghasilkan informasi yang berguna didalam mengkuantifikasikan potensi kawasan berdasarkan kemampuan serta kesesuaian lahan bagi keperluan bagi
59
Tabel 7. Sepesifikasi Data yang Dibutuhkan Jenis data Lereng
Spesifikasi
Keluaran / Keterangan data
<5%, 5 – 15%, 15 – 30%, 30 -45%, >45%,
Aksesibilitas lokasi
Fisiografi
Datar, berbukit, bergunung
Kestabilan lahan
Ketinggian
0-100m, 100-500m, >500m
Bio capacity untuk terbangun, padang rumput
Geologi
Tingkat kekerasan batuan
Kemudahan untuk dikembangkan
Mineral, minyak, gas
Kekuatan lahan menerima beban
Kemudahan untuk dikembangkan
Bio capacity untuk energi, terbangun JenisTanah
Liat, lempung, pasir
Drainase air permukaan
Tekstur Tanah
Kasar, Sedang, Halus
Resapan air tanah
Solum Tanah
Dangkal, Sedang, Dalam
Kesuburan tanah Kekuatan lahan menerima beban Bio capacity untuk pertanian, padang rumput
Vegetasi
Iklim
Hutan primer, hutan sekunder, pertanian, tanaman campur, padang rumput dan semak belukar, hutan bakau
Kemudahan untuk diolah
Intensitas curah hujan
Kesuburan tanah
Oldeman (1980)
Reasapan air tanah
Drainase air permukaan Bio capacity untuk pertanian, padang rumput, hutan, terbangun dan energi
Kestabilan lahan Hidrologi Garis Pantai
Daerah Aliran Sungai
Drainase air permukaan
Jaringan Aliran Sungai
Resapan air tanah
Buffer 100 m kedarat
Aksesibilitas dari pantai
Buffer 18 km kelaut
Wilayah perairan lokal Bio capacity perikanan
Bio capacity (peta hasil analisis kesesuaian lahan dari SKL dan data diatas)
Lahan Pertanian (Crop Land)
Lahan untuk menanam buah-buahan, sayur-sayuran, dan biji bijian contoh padi yang dikonsumsi manusia
Lahan Padang Rumput (Pasture)
Lahan produksi daging, dan susu hasil peternakan
Lahan Hutan (Forest)
Lahan produksi hasil kayu, kertas, papan, panel kayu Lahan yang menjaga kestabilan cuaca, siklus hidrologi Perlindungan bio diversity
Lahan Tangkap (Fishing Ground)
Lahan produksi ikan dan makanan hasil laut lainnya
Lahan terbangun (Built Up Land)
Lahan tempat tinggal, jalan, lokasi industri, instalasi pembangkit listrik tenaga air dan infrastruktur lainnya
Lahan Energi (Energy Land)
Lahan penyimpan energi fosil (minyak, gas) dan biomas (b.bakar kayu, arang) Lahan hutan yg menyerap CO2
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum (2007) dan Wackernagel (2005), diolah (2011)
60
berdasarkan
kemampuan
pengembangan
model
serta
gugus
kesesuaian
pulau.
lahan
Sedangkan
bagi
keperluan
proses
kuantifikasi
kemampuan dan kesesuaian lahan dari wilayah pulau-pulau kecil ini di dukung oleh beberapa sub analisis satuan kemampuan lahan (SKL) seperti : SKL Morfologi (A), SKL Kemudahan Dikerjakan (B), SKL Kestabilan Lereng (C), SKL Kestabilan Pondasi (D), SKL Ketersediaan Air (E), SKL untuk Drainase (F), Analisis Kemampuan Lahan (ML), Analisis Kesesuaian Lahan (SL), dan Analisis Bio capacity (BC). Kemampuan lahan dari morfologi tinggi berarti kondisi morfologis suatu wilayah kompleks. Morfologi kompleks berarti bentang alamnya berupa gunung,
pegunungan
dan
bergelombang.
Akibatnya,
kemampuan
pengembangannya sangat rendah sehingga sulit dan tidak layak untuk dikembangkan. Lahan seperti ini sebaiknya direkomendasikan sebagai wilayah lindung, atau budidaya yang tidak berkaitan dengan manusia, contohnya untuk wisata alam. Morfologi tinggi tidak bisa dimanfaatkan untuk aktivitas ladang dan sawah. Sebaliknya lahan dengan morfologi rendah berarti kondisi morfologis tidak kompleks. Ini berarti tanahnya datar dan mudah dikembangkan sebagai tempat permukiman dan budidaya. Hal ini dijelaskan melalui analisis satuan kemampuan lahan Morfologi pada Tabel 8 (Departemen Pekerjaan Umum, 2007). Tabel 8. Analisis Satuan Kemampuan Lahan Morfologi Tujuan Analisis
Data yang dibutuhkan
Memilah bentuk bentang alam atau morfologi pada wilayah yang mampu untuk dikembangkan sesuai dengan fungsinya
Peta fisiografi
Keluaran Peta SKL Morfologi (A)
Peta Kemiringan Lahan
Guna Lahan
Fisiografi
Tinggi
Geologi
> 45%
Bergunung
> 500m
Beku
H.Primer
KL Morfologi Tinggi
1
30 - 45%
Bergunung
>500m
Beku
H.Sekunder
KL Morfologi Cukup
2
30 - 45%
Berbukit
100-500m
Metamorpik
T.Pertanian
KL Morfologi Sedang
3
15-30%
Berbukit
100-500m
Metamorpik
T.Campur
KL Morfologi Kurang
4
0-15%
Datar
0-100m
Sedimen
T.Kelapa
KL Morfologi Rendah
5
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum (2007) , diolah (2011)
SKL Morfologi
Nilai SKL
Lereng
61
Pengertian Satuan Kemampuan Lahan berdasarkan Kemudahan Dikerjakan sangat berkaitan dengan efisiensi dan efektifitas dari suatu lokasi untuk dapat dikembangkan karena sifat sifat lokasinya yang lebih mudah dicapai dan mudah dibentuk atau diolah. Kemudahan lahan untuk dibentuk dan diolah, sangat dipengaruhi oleh kekerasan batuan, tanah dan jenis penggunaan lahan yang ada. Sedangkan kemudahan untuk dicapai, ini sangat dipengaruhi oleh karakteristik lereng, fisiografi, ketinggian, termasuk juga jenis penggunaan lahan, contohnya hutan bakau dan hutan primer memiliki kesulitan yang tinggi terutama untuk aksesibilitasnya. Dengan demikian, semakin tinggi nilai SKL Kemudahan Dikerjakan, maka semakin efisien dan efektif suatu lokasi untuk dapat dikembangkan bagi kepentingan hidup manusia atau dijadikan wilayah budidaya. Sebaliknya nilai SKL yang rendah sebaiknya direkomendasikan sebagai wilayah non budidaya. Hal ini dijelaskan melalui analisis satuan kemampuan lahan Kemudahan Dikerjakan pada Tabel 9 (Departemen Pekerjaan Umum, 2007). Tabel 9. Analisis Satuan Kemampuan Lahan Kemudahan Dikerjakan Tujuan Analisis
Data yang dibutuhkan
Mengetahui tingkat kemudahan lahan di wilayah untuk digali dimatangkan bagi keperluan pengembangan
Peta Ketinggian
Keluaran Peta SKL Kemudahan untuk Dikerjakan (B)
Peta Fisiografi Peta Kemiringan Lahan
Peta Geologi Peta GunaLahan
Guna Lahan
SKL Kemudahan Dikerjakan
Nilai SKL
Lereng
Fisiografi
Tinggi
Geologi
> 45%
Bergunung
> 500m
Beku
H.Primer
Kemudahan rendah
1
30 - 45%
Bergunung
>500m
Beku
H.Sekunder
Kemudahan Kurang
2
30 - 45%
Berbukit
100-500m
Metamorpik
T.Pertanian
Kemudahan Sedang
3
15-30%
Berbukit
100-500m
Metamorpik
T.Campur
Kemudahan Cukup
4
0-15%
Datar
0-100m
Sedimen
T.Kelapa
Kemudahan Tinggi
5
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum (2007), diolah (2011)
Kestabilan lereng artinya wilayah tersebut dapat dikatakan stabil atau tidak kondisi lahannya dengan melihat kemiringan lereng di lahan tersebut. Bila suatu kawasan disebut kestabilan lerengnya rendah, maka kondisi
62
wilayahnya tidak stabil. Tidak stabil artinya mudah longsor, mudah bergerak, yang artinya tidak aman dikembangkan untuk bangunan atau pemukiman dan budidaya. Kawasan ini bisa digunakan untuk hutan, perkebunan dan resapan air. Sebenarnya, satu SKL saja tidak bisa menentukan peruntukan lahan, apakah itu untuk pertanian, pemukiman dan lain lain. Peruntukan didapatkan setelah dilakukan proses penampalan (overlay) terhadap semua hasil SKL yang sudah didapat sesuai dengan mempergunakan sarana bantu Sistem Informasi Geografis (SIG). Hal ini dijelaskan melalui analisis satuan kemampuan lahan Kestabilan Lereng pada Tabel 10 (Departemen Pekerjaan Umum, 2007). Tabel 10. Analisis Satuan Kemampuan Lahan Kestabilan Lereng Tujuan Analisis
Data yang dibutuhkan
Untuk mengetahui tingkat kemantapan lereng wilayah didalam menerima beban
Keluaran
Peta Ketinggian
SKL Kestabilan Lereng (C)
Peta Fisiografi
Daerah Lereng yang aman untuk dikembangkan sesuai dengan fungsi kawasan
Peta Kemiringan Lahan Peta Geologi Peta GunaLahan Data Bencana Alam
Guna Lahan
Batasan pengembangan pada setiap tingkat kestabilan lereng
SKL Kestabilan Lereng
Nilai SKL
Lereng
Fisiografi
Tinggi
Geologi
> 45%
Bergunung
> 500m
Sedimen
T.Kelapa
Kestabilan Lereng Rendah
1
30 - 45%
Bergunung
>500m
Metamorpik
T.Campur
Kestabilan Lereng Kurang
2
30 - 45%
Berbukit
100-500m
Metamorpik
T.Pertanian
Kestabilan Lereng Sedang
3
15-30%
Berbukit
100-500m
Beku
H.Sekunder
4 Kestabilan Lereng Tinggi
0-15%
Datar
0-100m
Beku
H.Primer
5
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum (2007), diolah (2011)
Kestabilan pondasi artinya kondisi lahan / wilayah yang mendukung stabil atau tidaknya suatu bangunan atau kawasan terbangun. Kestabilan pondasi tinggi artinya wilayah tersebut akan stabil untuk pondasi bangunan apa saja atau untuk segala jenis pondasi. Kestabilan pondasi rendah berarti wilayah tersebut kurang stabil untuk berbagai bangunan. Hal ini dijelaskan melalui analisis satuan kemampuan lahan Kestabilan Pondasi pada Tabel 11 (Departemen Pekerjaan Umum, 2007).
63
Tabel 11. Analisis Satuan Kemampuan Lahan Kestabilan Pondasi Tujuan Analisis
Data yang dibutuhkan
Mengetahui tingkat kemampuan lahan untuk mendukung bangunan berat dalam pengembangan perkotaan.
SKL Kestabilan Lereng
Peta Kestabilan Lereng Peta Geologi
Keluaran Peta SKL Kestabilan Pondasi (D) Gambayaran Daya Dukung Tanah
Peta GunaLahan
Deskripsi tingkat kestabilan pondasi
Tanah
Geologi
Guna Lahan
Kestabilan Lereng Rendah
Tekstur Kasar
Sedimen
T.Kelapa
Kestabilan Lereng Kurang
Tekstur Kasar
Metamorpik
T.Campur
Kestabilan Lereng Sedang
Tekstur Sedang
Metamorpik
T.Pertanian
Kestabilan Lereng Tinggi
Tekstur Halus
Beku
H.sekunder H.Primer
SKL Kestabilan Pondasi
Nilai SKL
Daya dukung dan Kestabilan Pondasi Rendah
1 2
Daya dukung dan Kestabilan Pondasi Kurang
3 4
Daya dukung dan Kestabilan Pondasi Tinggi
5
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum (2007), diolah (2011)
Ketersediaan air sangat tinggi artinya ketersediaan air tanah, dalam dan dangkal cukup banyak. Sementara ketersediaan air sedang, artinya air tanah dangkal tak cukup banyak, tapi air tanah dalamnya banyak. Hal ini dijelaskan melalui analisis satuan kemampuan lahan Ketersediaan Air pada Tabel 12 (Departemen Pekerjaan Umum, 2007). Tabel 12. Analisis Satuan Kemampuan Lahan Ketersediaan Air Tujuan Analisis
Data yang dibutuhkan
Mengetahui tingkat ketersediaan air dan kemampuan penyediaan air pada masing-masing tingkatan, guna pengembangan kawasan
Peta Fisiografi Peta Kemiringan Lahan Peta Geologi
Peta SKL Ketersediaan Air (E) dan deskripsi tiap tingkatannya Perkiraan kapasitas air permukaan dan air tanah
Peta GunaLahan Curah Hujan
Hidrologi
Keluaran
SKL Tersdia Air
Nilai SKL
CH < 500
Sngt rendah
1
T.Campur
CH < 1000
Rendah
2
Drain sdang
T.Pertanian
CH < 2000
Sedang
3
Metamorpik
Drain buruk
H.Sekunder
CH < 3000
4
Sedimen
Drain buruk
H.Primer
CH > 3000
Air tersedia Tinggi
Lereng
Fisiografi
Geologi
Guna Lahan
> 45%
Bergunung
Beku
Drain baik
T.Kelapa
30 - 45%
Bergunung
Beku
Drain baik
30 - 45%
Berbukit
Metamorpik
15-30%
Berbukit
0-15%
Datar
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum (2007), diolah (2011)
Iklim
5
64
Drainase berkaitan dengan aliran air, serta mudah tidaknya air mengalir. Drainase tinggi artinya aliran air mudah mengalir atau mengalir dengan lancar. Drainase rendah berarti, aliran air sulit dan mudah tergenang. Hal ini dijelaskan melalui analisis satuan kemampuan lahan Drainase pada Tabel 13 (Departemen Pekerjaan Umum, 2007). Tabel 13. Analisis Satuan Kemampuan Lahan Drainase Tujuan Analisis
Data yang dibutuhkan
Mengetahui tingkat kemampuan lahan dalam ,mematuskan air hujan secara alami, sehingga kemungkinan genangan baik bersifat lokal ataupun meluas dapat dihindari
Peta Ketinggian
Keluaran Peta SKL Drainase (D) dan deskripsi tiap tingkatannya
Peta Fisiografi
Tingkat kemampuan lahan dalam proses pematusan
Peta Kemiringan Lahan
Daerah daerah yang cenderung tergenang di musim hujan
Peta Geologi Peta GunaLahan Curah Hujan
Iklim
Guna Lahan
SKL Drainase
Nilai SKL
Lereng
Fisiografi
Tinggi
Geologi
> 45%
Bergunung
> 500m
Beku
T.Kelapa
CH > 3000
30 - 45%
Bergunung
>500m
Beku
T.Campur
CH < 3000
30 - 45%
Berbukit
100-500m
Metamorpik
T.Pertanian
CH < 2000
Drainase Cukup
3
15-30%
Berbukit
100-500m
Metamorpik
H.Sekunder
CH < 1000
Drainase Rendah
2
0-15%
Datar
0-100m
Sedimen
H.Primer
CH < 500
Drainase Tinggi
5 4
1
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum (2007), diolah (2011)
Peta Klasifikasi Kemampuan Lahan didapat dengan melakukan superimpose
semua
satuan
kemampuan
lahan,
yaitu
dengan
cara
menjumlahkan hasil perkalian nilai kali bobot dari seluruh satuan kemampuan lahan dalam satu peta, sehingga diperoleh kisaran nilai yang menunjukkan nilai kemampuan lahan wilayah. Hal ini dijelaskan melalui analisis satuan Kemampuan Lahan pada Tabel 14 (Departemen Pekerjaan Umum, 2007).
65
Tabel 14. Analisis Kemampuan Lahan Tujuan Analisis
Bobot x Nilai
Untuk memperoleh gambaran tingkat kemampuan lahan untuk dikembangkan sebagai perkotaan, dan sebagai acuan kesesuaian lahan pada tahap analisis berikutnya.
Data yang dibutuhkan
Keluaran
Peta peta hasil analisis SKL Peta Tinggi Peta Fisiografi Peta Kemiringan Lahan Peta Geologi Peta GunaLahan Peta Iklim
Peta Klasifikasi kemampuan Lahan untuk pengembangan kawasan Kelas kemampuan lahan untuk dikembangkan sesuai fungsi kawasan
SKL (A)
SKL (B)
SKL (C)
SKL (D)
SKL (E)
SKL (F)
Bobot : 5
Bobot : 1
Bobot : 5
Bobot : 3
Bobot : 5
Bobot : 5
5
1
5
3
5
25
10
2
10
6
10
20
15
3
15
9
15
15
20
4
20
12
20
10
25
5
25
15
25
5
Kmampuan Lahan Total Nilai
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum (2007), diolah (2011)
Berdasarkan nilai kali bobot diatas, diketahui bahwa nilai total maksimum adalah 120 dan nilai total minimum adalah 24. Jika pembagian kelas menjadi 5 kelas, maka klasifikasi pengembangan kawasan sesuai dengan kelas kemampuan lahan wilayah penelitian dijelaskan pada Tabel 15 sebagai berikut : Tabel 15. Klasifikasi Pengembangan Lahan Total Nilai
Kelas Kemampuan Lahan
Klasifikasi Pengembangan
24 – 42
Kelas a
Kemampuan pengembangan sangat rendah
43 – 61
Kelas b
Kemampuan pengembangan rendah
62 – 81
Kelas c
Kemampuan pengembangan sedang
82 – 100
Kelas d
Kemampuan pengembangan agak tinggi
101 – 120
Kelas e
Kemampuan pengembangan sangat tinggi
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum (2007), diolah (2011)
Mengacu kepada buku Pedoman Bidang Penataan Ruang dan Modul Terapan, yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Penataan Ruang,
66
Departemen Pekerjaan Umum, Tahun 2007, tentang Analisis Kemampuan dan Kesesuaian Lahan, maka berdasarkan hasil analisis Kelas Kemampuan Lahan, dapat diketahui beberapa Arahan Kesesuaian Lahan seperti arahan kesesuaian lahan untuk Pertanian, Rasio Penutupan Lahan, Ketinggian Bangunan, dan Pemanfaatan Air Baku. Untuk setiap kelas kemampuan lahan yang dihasilkan, arahan kesesuaian lahan dimaksud dijelaskan pada Tabel 16 sebagai berikut : Tabel 16. Arahan Kesesuaian Lahan Kelas Kemampuan Lahan
Arahan Pertanian
Arahan Rasio Penutupan
Arahan Ketinggian Bangunan
Arahan Pemanfaatan Air Baku
Kelas a
Kawasan Lindung
Non bangunan
Non bangunan
Sangat rendah
Kelas b
Kawasan Penyangga
Maks 10%
Non bangunan
Rendah
Kelas c
Tanaman > 1 thn
Maks 30%
< 4 Lantai
Cukup
Kelas d
Tanaman < 1 thn
Maks 30%
< 4 Lantai
Baik
Kelas e
Tanaman < 1 thn
Maks 50%
>4 Lantai
Sangat baik
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum (2007), diolah (2011)
Secara umum klasifikasi kesesuaian lahan dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu kesesuaian lahan untuk budidaya dan non budidaya. Untuk kesesuaian lahan budidaya, kategori kelas kemampuan lahan yang memenuhi adalah kelas c, d, dan e, sedangkan kelas a dan b, lebih sesuai untuk lahan non budidaya. Penggunaan kelas budidaya dan non budidaya ini adalah untuk membantu mendeliniasi klasifikasi kesesuaian lahan yang mendukung proses kuantifikasi dari bio capacity. Analisis Bio capacity (BC) yang ditunjukkan Tabel 17, pada dasarnya merupakan proses pengkuantifikasian besarnya kapasitas dari setiap jenis lahan yang mampu dihasilkan oleh suatu ekosistem. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan ekosistem adalah keragaan lahan existing pulau yang diperlihatkan melalui berbagai data hasil analisis kemampuan lahan beserta peta-peta tematik seperti : peta geologi, tanah, guna lahan, daerah resapan air, dan peta garis pantai (buffer 18 km ke arah laut dan 100 m ke arah darat).
67
Tabel 17. Analisis Bio Capacity Tujuan Analisis
Data yang dibutuhkan
Untuk memperoleh peta kesesuaian lahan sesuai dengan klasifikasi jenis lahan yang dibutuhkan dalam mekanisme Ecologi footprint dan Bio capacity.
Peta peta hasil analisis SKL
Mengkuantifikasikan besarnya Bio capacity yang bisa dihasilkan oleh suatu ekosistem pulau kecil sesuai dengan karakteristik lahan yang mebentuknya.
Nilai KL
Kelas KL
Keluaran
Peta Geologi
Peta Klasifikasi jenis lahan yang diperlukan untuk keperluan analisis ecologi footprint dan bio capacity
Peta Tanah
Peta bio capacity wilayah
Peta GunaLahan
Besarnya bio capacity wilayah
Peta Kemampuan Lahan
Peta Resapan Air Peta Buffer Garis Pantai (6km)
Guna Lahan
Tanah
Geologi
Resapan Air
Nilai BC
Kelas BC
1
Lindung
Hutan Primer
Kestabilan Sangat Rendah
Tinggi
5
Hut. Energi
2
Penyangga
Hutan Sekunder
Kestabilan Rendah
Sedang – Tinggi
4
Hut. Prod
3
Pertanian
Pertanian
Kestabilan sedang
Sedang
3
Pertanian
4
Terbangun
Tanaman
Kestabilan agak tinggi
SedangRendah
2
Peternakan
5
Terbangun
Semak Belukar
Kestabilan Tinggi
Rendah
1
Terbangun
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum (2007), diolah (2011)
Proses pengkuantifikasian ini sendiri dilakukan dengan melakukan konversi dari sistem klasifikasi kemampuan lahan yang ada kedalam sistem klasifikasi kemampuan lahan yang sesuai dengan mekanisme perhitungan analisis ecologi footprint dan bio capacity (Wackernagel, 2008). Rumus umum yang dipergunakan untuk mengkonversi data peta tematik tersebut dalam setiap kapasitas jenis lahan yang dibutuhkan, adalah : n
6
BC pulau Aij YFi EQFi
…………………..………………...… (50)
j 1 i 1
Dimana, BCpulau
=
Total Bio Capacity Pulau Pulau Kecil ( g.m2 )
Aij
=
Luas Kelas Lahan - i, pada setiap pulau – j ( m2 )
i
=
jenis kelas lahan EF- i ; i = ( 1....6 )
j
=
pulau – j ; j = ( 1...n ); n = total jumlah pulau
68
YFi
=
Yield Factor dari setiap kelas lahan i ; i = ( 1.....6 ) (1) Pertanian = 0.98, (2) Padang Rumput = 1.81, (3) Hutan = 0.50, (4) Tangkap Ikan = 3.38, (5) Terbangun = 0.98, dan (6) Energi =0.81. Wackernagel (2005); Kitzes (2007).
EQFi
=
Equivalen Faktor dari setiap kelas lahan i ( g.m2 / m2 ) (1) Pertanian = 2.10, (2) Padang Rumput = 0.48, (3) Hutan = 1.37, (4) Tangkap Ikan = 0.38, (5) Terbangun = 2.19, dan (6) Energi =1.37. Wackernagel (2005); Kitzes (2007).
(2)
Analisis Aspek Sosial Dalam penelitian ini analisis aspek sosial yang dikembangkan oleh
Departemen Pekerjaan Umum (2007), mencakup enam hal yaitu : (1) analisis kependudukan dijelaskan melalui Tabel 18; (2) analisis pendidikan dijelaskan melalui Tabel 19; (3) analisis ketenagakerjaan dijelaskan melalui Tabel 20; (4) analisis kesehatan dijelaskan melalui Tabel 21; (5) ecological footprint dijelaskan melalui Tabel 22, 23 dan 24. Tujuan dari analisis aspek sosial ini secara umum adalah untuk mengkaji kondisi sosial masyarakat yang mendukung atau menghambat upaya pengembangan wilayah. Tabel 18. Analisis Kependudukan Tujuan Analisis
Data yang dibutuhkan
Memperoleh gambaran potensi penduduk Memperoleh gambaran penyebaran penduduk
Jumlah penduduk Jumlah penduduk usia produktif dan tidak produktif Jumlah dan laju pertumbuhan penduduk Luas daerah dan kepadatan penduduk
Keluaran Komposisi penduduk menurut umur saat ini dan yang akan datang. Proyeksi jumlah penduduk yang digunakan untuk merencanakan penyediaan fasilitas dan lahan bagi masyarakat
Estimasi proporsi penduduk menurut kelompok umur produktif dan tidak produktif Sumber: Departemen Pekerjaan Umum (2007), diolah (2011)
Formulasi umum yang dipergunakan dalam melakukan analisis ini, terutama
yang
berkaitan
dengan
proyeksi
jumlah
penduduk,
serta
69
perkembangan antara kelahiran dan kematian, terutama berkaitan dengan migrasi (perpindahan) adalah : Pm P0 B D I E
Pm P0
(n m) ( Pn P0 ) n
………………...…………………………… (51) ………………...…………………………… (52)
Dimana : Pm
=
Jumlah penduduk tahun yang dicari
P0
=
Jumlah penduduk tahun awal
Pn m
= =
Jumlah penduduk tahun akhir Tahun yang dicari dikurangi tahun akhir
n
=
Tahun akhir dikurangi tahun awal
B
=
Jumlah Kelahiran
D I
= =
Jumlah Kematian Jumlah Imigrasi (migrasi masuk)
E
=
Jumlah Emigrasi (migrasi keluar)
Tabel 19. Analisis Pendidikan Tujuan Analisis Memperoleh gambaran tentang ketersediaan dan kebutuhan sarana prasarana pendidikan.
Data yang dibutuhkan Partisipasi pendidikan penduduk Banyaknya murid Banyaknya guru Rasio murid-guru
Keluaran Rasio kebutuhan jumlah guru dan sekolah per 10,000 penduduk Kebutuhan Lahan untuk Fasilitas Pendidikan
Rasio murid-kelas Banyaknya Sekolah Sumber: Departemen Pekerjaan Umum (2007), diolah
Tabel 20. Analisis Ketenagakerjaan Tujuan Analisis
Data yang dibutuhkan
Memperoleh gambaran ketenaga kerjaan
Tabel penduduk yang bekerja dan yang mencari pekerjaan
Memperoleh gambaran distribusi dan penyebaran tenaga kerja
Tabel penduduk bukan angkatan kerja Tabel tingkat partisipasi angkatan kerja Tabel angka beban tanggungan angkatan kerja
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum (2007), diolah (2011)
Keluaran Identifikasi data ketenaga kerjaan untukmendukung kegiatan ekonomi Identifikasi lokasi yang kelebihan atau kekurangan tenaga kerja
70
Tabel 21. Analisis Kesehatan Tujuan Analisis Memperoleh gambaran tentang ketersediaan dan kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan masyarakat
Data yang dibutuhkan Data banyaknya rumah sakit, tempat tidur, puskesmas.
Data banyaknya jenis tenaga kesehatan
Keluaran Rasio jumlah tenaga kesehatan, sarana dan prasarana kesehatan per 10,000 penduduk Kebutuhan Lahan untuk Fasilitas Kesehatan
Data sarana dan prasarana kesehatan Sumber: Departemen Pekerjaan Umum (2007), diolah (2011)
Analisis Ecological footprint (EF) dalam penelitian ini pada dasarnya merupakan proses konversi dari setiap kategori konsumsi atau jenis kebutuhan manusia kedalam setiap jenis kategori lahan yang tersedia sebagaimana dijelaskan pada Tabel 23, yang dikemukakan oleh Wackernagel (2005). Tabel 22. Analisis Ecological Footprint Tujuan Analisis Menghitung banyaknya lahan atau ruang yang dibutuhkanoleh setiap satuan manusia dalam rangka melangsungkan aktivitas kehidupannya
Data yang dibutuhkan Data kebutuhan manusia untuk o
makanan
o
perumahan
o
transportasi
o
barang barang
o
jasa
o
tempat limbah yang dihasilkan
Keluaran Besarnya jenis lahan yang diperlukan (gHa) o
pertanian
o
padang rumput
o
hutan
o
penagnkapan ikan
o
terbangun
o
energi
sumber : Wackernagel (2005), diolah (2011)
Besarnya masukan (input) konsumsi dari setiap kategori tersebut diatas dilakukan dengan survey atau kuesioner terhadap penduduk di lokasi penelitian (detail struktur data yang diperlukan terlampir). Sedangkan rumus umum yang dipergunakan untuk mengkonversi konsumsi manusia tersebut adalah
71
n
6
6
EF pddk j 1 i 1 k 1
Tijk Y
YFi EQFi
………………………………..… (53)
Dimana,
EFpddk
=
Total Ecological footprint Penduduk Pulau Pulau Kecil ( g.m2 )
Tijk
=
Jenis Kebutuhan Penduduk – k, untuk setiap Kelas Lahan – i, pada Pulau - j ( kg ); k = ( 1....6 )
(1) Makanan, (2) Perumahan, (3) Transportasi (4) Barang, (5) Jasa dan (6) Penampungan Limbah. Wackernagel (2005); Kitzes (2007).
Y
=
Yield, koefisien kebutuhan manusia terhadap lahan(Tabel 23)
i
=
jenis kelas lahan EF- i ; i = ( 1....6 )
j
=
pulau – j ; j = ( 1...n ); n = total jumlah pulau
YFi
=
Yield Factor dari setiap kelas lahan i ; i = ( 1.....6 )
(1) Pertanian = 0.98, (2) Padang Rumput = 1.81, (3) Hutan = 0.50, (4) Tangkap Ikan = 3.38, (5) Terbangun = 0.98, dan (6) Energi =0.81. Wackernagel (2005); Kitzes (2007).
EQFi
=
Equivalen Faktor dari setiap kelas lahan i ( g.m2 / m2 )
(1) Pertanian = 2.10, (2) Padang Rumput = 0.48, (3) Hutan = 1.37, (4) Tangkap Ikan = 0.38, (5) Terbangun = 2.19, dan (6) Energi =1.37. Wackernagel (2005); Kitzes (2007).
72
Tabel 23. Koefisien Kebutuhan Manusia Terhadap Beberapa Jenis Lahan Pertanian
Peternakan
[global m2/kg]
[global m2/kg]
Intensitas Footprint Sayuran, kentang & buah Roti dan produk roti Tepung, beras, mie, sereal jagung Kacang-kacangan Susu, krim, yoghurt krim, asam Es krim, susu beku lainnya Keju, mentega telur daging babi Ayam, kalkun daging sapi Daging kambing, kambing ikan gula minyak sayur margarin Kopi & teh Jus anggur & bir kapas wol Rokok, tembakau lainnya
1.58 8.32 8.32 4.96 23.97 2.32 11.58 23.17 20.77 27.91 18.99 54.68 46.95 121.91 3.43 61.75 61.75 40.14 3.77 1.97 39.27
1.24 6.22 12.44
32.28 31.12
13.57 Hutan
Intensitas Footprint [global m2/m3] kayu
6,468.91
sumber : Wackernagel (2005), diolah (2011)
Dengan memasukan besarnya nilai-nilai Yield Factor dan Equivalence Factor untuk setiap kategori kelas lahan sebagaimana dikemukakan oleh Wackernagel (2005), maka dengan mempergunakan persamaan (50) dan (53) diatas, besarnya kapasitas lahan yang tersedia (Bio capacity) dan besarnya kapasitas lahan yang dibutuhkan (Ecological footprint) untuk setiap kategori jenis lahan seperti : Pertanian, Padang Rumput, Hutan, Tangkap Ikan, Terbangun, dan Energi dalam satuan unit (gm2 atau gHa) dapat dihitung (Tabel 24). Dalam standar ini, 10.000 g.m2 atau 1 g.ha didefinisikan sebagai 1 ha lahan (darat dan air) di wilayah penelitian pada tahun tertentu yang setara dengan produktifitas rata-rata dunia seluas 11.2 milyar ha.
73
Tabel 24. Tabel Analisis Kebutuhan Lahan Ekologi Penduduk No
Kategori
unit
1
2
3
1
Makanan Sayuran, Kentang & Buah Roti Beras, Sereal, Mie, dll. Kacang, Kacangan Susu Mentega Telor Daging Babi Ayam Sapi Ikan Gula Minyak Nabati & Lemak Teh & Kopi
2
4
5
[kg] [kg] [kg] [kg] [kg] [l] [kg]
x x x x x x x
x x x
[m2] [m2] [m2] [kWh] 90% 9% 1% [kg] [l] [m3] [kg] [kg]
x x
[km] [km] [l] [kg] [jam]
x x x x x
[kg] [kg] [kg] [kg] [kg] [kg] [kg] [kg] [kg]
x x x x x x x x x
[kg]
x
x
[kg] [kg] [Rp] [Rp] [Rp] [Rp] [Rp]
x x x x x x x
x x x x x x x
[kg] [kg] [kg] [kg] [kg]
x x x x x
Jasa Jasa Binatu, Cuci Pakaian dll Jasa Pos Internasional Domestik Jasa Asuransi Rumah Tangga Jasa Telepon Elektronik, Foto Jasa medis dan asuransi medis Jasa Hiburan Jasa Pendidikan
6
x x x x
Pakaian Pakaian (1/3 berat) Kertas utk Buku & Toilet Peralatan, dari Logam Produk Kulit Produk Plastik dan Foto Porselain dan Kaca Obat-obatan Produk Kebersihan Rokok
Limbah Kertas Aluminium Logam Magnetis Gelas Plastik
Kebutuhan Lahan (gHa) Pertanian P.Rumput Hutan T.Bangun 6 7 8 9
x x x x x x x
Transportasi Bus Kendaraan Lainnya Bensin Suku Cadang utk Perbaikan Kapal Laut
Energi 5
[kg] [kg] [kg] [kg] [l] [kg] [jml]
Perumahan Rumah Batu Rumah kayu Luas Pekarangan + Bangunan Konsumsi Listrik listrik tenaga panas listrik tenaga surya listrik tenaga angin Bahan Bakar Fosil Gas Bahan Bakar Fosil Cair (Oli) Air Kayu Bakar Konstruksi Kayu dan Furniture
3
Jumlah pertahun 4
TOTAL
sumber : Wackernagel (2005), diolah (2011)
x
T.Ikan 10
x x
x
x
x x x x
x
x x x x
x x
x
x x x
x
x x
x
x
x
x x x x x x x x x
x x x x x
74
(3)
Analisis Aspek Ekonomi Dalam penelitian ini analisis aspek ekonomi yang dilaksanakan
mencakup dua hal yaitu analisis yang berkaitan dengan proses identifikasi sumberdaya ekonomi, serta analisis perekonomian terhadap sumberdaya dimaksud.
Proses
“Identifikasi
Sumberdaya
Ekonomi”
didukung
oleh
beberapa sub analisis seperti : (1) Analisis aspek sumberdaya alam dijelaskan dalam Tabel 25; (2) Analisis aspek sumberdaya buatan dijelaskan dalam Tabel 26; (3) Analisis aspek sumberdaya manusia dijelaskan dalam Tabel 27; (4) Analisis PDRB dijelaskan dalam Tabel 28. Tabel 25. Analisis Aspek Sumberdaya Alam Tujuan Analisis Melakukan analisis terhadap kondisi fisik wilayah yang memiliki potensi untuk menjadi sumber pendapatan wilayah tersebut
Data yang dibutuhkan Produksi pertanian wilayah Produksi hasil hutan Produksi ternak Produksi sumberdaya laut Produksi sumberdaya pertambangan
Keluaran Produksi SDA yang sudah dimanfaatkan dan yang prospektif beserta lokasinya Kualitas dan kuantitas produksi SDA sebagai mentah maupun komoditas. Kepastian komoditas andalan dari sektor pertanian dan pertambangan
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum (2007), diolah (2011)
Tabel 26. Analisis Aspek Sumberdaya Buatan Tujuan Analisis Melakukan analisis kondisi prasarana dan sarana yang ada dalam mendukung berhasilnya upaya pengembangan wilayah
Data yang dibutuhkan Penggunaan lahan di wilayah penelitian Jaringan transportasi utama di wilayah penelitian Penilaian potensi pengembangan jaringan transportasi Potensi pelayanan utilitas Hasil analisis analisis potensi pengembangan dari keberadaan sarana dan prasaran ekonomi
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum (2007), diolah (2011)
Keluaran Tingkat pelayanan prasarana Tingkat pelayanan sarana
75
Tabel 27. Analisis Aspek Sumberdaya Manusia Tujuan Analisis
Data yang dibutuhkan
Mengetahui potensi wilayah penelitian dalam penyediaan lapangan pekerjaan, kualitas dan kuantitas tenaga kerja
Mata pencaharian penduduk Perkembangan industri Kemampuan perkembangan wira usaha Struktur penduduk menurut kelompok umur Struktur penduduk menurut tingkat pendidikan Tingkat kesejahteraan yang dicapai Distribusi pendapatan rumah tangga
Keluaran Komoditas dan sektor unggulan yang didukung oleh analisis ketanagakerjaan Kualitas wirausaha dan SDM yang akan menentukan tingkat perubahan struktur tenaga kerja Tersusunnya struktur tenaga kerja menurut kegiatan Gambaran tingkat pertumbuhan ekonomi yang dapat mempengaruhi peningkatan pendapatan rumah tangga dan perbaikan distribusi pendapatan
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum (2007), diolah
Tabel 28. Analisis Ecological Footprint PDRB Tujuan Analisis
Data yang dibutuhkan
Menghitung banyaknya lahan atau ruang yang dibutuhkanoleh setiap satuan kegiatan ekonomi sesuai dengan lapangan usaha
Data PDRB untuk setiap lapanga usaha berdasarkan harga berlaku : o Pertanian o Pertambangan o Industri Pengolahan o Listrik Gas dan Air o Bangunan o Perdagangan, Hotel & Res o Transportasi, Komunikasi o Keuangan o Jasa Pelayanan
Keluaran Besarnya jenis lahan yang diperlukan (gHa) o pertanian o padang rumput o hutan o penangkapan ikan o terbangun o energi
Sumber: Wackernagel (2005), diolah (2011)
Analisis lahan untuk kebutuhan aktivitas perekonomian pada dasarnya merupakan proses konversi dari setiap kategori lapangan usaha yang membentuk PDRB, kedalam setiap jenis kategori kebutuhan lahan ecological footprint yang dibutuhakannya. Secara prinsip, proses konversi ini sendiri mengacu kepada mekanisme konversi kebutuhan penduduk kedalam kebutuhan
lahan
ecological
footprint
sebagaimana
dijelaskan
dalam
persamaan 54. Sedangkan interaksi antara setiap lapangan usaha terhadap besarnya kebutuhan lahan ecological footprint yang dibutuhkan diperlihatkan melalui Tabel 29.
76
n
6
6
EF pdrb j 1 i 1 k 1
Tijk Y
YFi EQFi
………………………………..… (54)
Dimana,
EFpdrb
=
Total Ecological footprint PDRB Pulau Pulau Kecil ( g.m2 )
Tijk
=
Jenis Kebutuhan Sektor – k, untuk setiap Kelas Lahan – i, pada Pulau - j ( kg ); k = ( 1....9 )
(1) Pertanian, (2) Pertambangan dan penggalian, (3) Industri Pengolahan, (4) Listrik, Gas dan Air Bersih, (5) Bangunan, (6) Perdagangan, Hotel dan Restoran, (7) Pengangkutan dan Komunikasi, (8) Keuangan dan Jasa Perusahaan, (9) Jasa-Jasa,. BPS (2006)
Y
=
Yield, koefisien kebutuhan sektor terhadap lahan, yang dihitung sebagai usaha pemenuhan kebutuhan manusia, disesuaikan dengan (Tabel 23)
i
=
jenis kelas lahan EF- i ; i = ( 1....6 )
j
=
pulau – j ; j = ( 1...n ); n = total jumlah pulau
YFi
=
Yield Factor dari setiap kelas lahan i ; i = ( 1.....6 )
(1) Pertanian = 0.98, (2) Padang Rumput = 1.81, (3) Hutan = 0.50, (4) Tangkap Ikan = 3.38, (5) Terbangun = 0.98, dan (6) Energi =0.81. Wackernagel (2005); Kitzes (2007).
EQFi
=
Equivalen Faktor dari setiap kelas lahan i ( g.m2 / m2 )
(1) Pertanian = 2.10, (2) Padang Rumput = 0.48, (3) Hutan = 1.37, (4) Tangkap Ikan = 0.38, (5) Terbangun = 2.19, dan (6) Energi =1.37. Wackernagel (2005); Kitzes (2007).
77
Tabel 29. Tabel Analisis Kebutuhan Lahan Ekologi PDRB No
PDRB per Lapangan Usaha
Unit
1
2
3
Jumlah
Biaya
T.Kerja
Kebutuhan Lahan (gHa)
Pertahun
(Rp)
(Orang)
Energi
4
5
6
7
8
x x x x x
x x
Pertanian P.Rumput 9
Hutan
T.Bangun
T.Ikan
10
11
12
1 Pertanian Tanaman Bahan Makanan
[Ton]
Tanaman Perkebunan
[Ton]
Peternakan & Hasil-hasilnya
[Kg]
Kehutanan
[Ton]
Perikanan
[Ton]
x x x
2 Pertambangan & Penggalian Pertambangan
[Ton]
Penggalian
[Ton]
x x
[Kg]
x
x
Listrik
[kWh]
Air Bersih
[m3]
x x
x x
[m2]
x
x
Perdagangan
[Rp]
Hotel
[Rp]
Restoran
[Rp]
x x x
x x x
x x x x x x
x x x x x x x x x x
3 Industri Pengolahan Industri Tanpa Migas
4 Listrik, Gas & Air Bersih
5 Bangunan Bangunan
6 Dagangan, Hotel & Restoran
7 Pengangkutan & Komunikasi Pengangkutan Angkutan Jalan Raya
[Km]
Angkutan Laut
[Km]
Angkutan & Penyeberangan
[Km]
Angkutan Udara
[Km]
Jasa Penunjang Angkutan
[Rp]
Komunikasi
[Rp]
8 Keuangan, & Jasa Perusahaan Bank
[Rp]
Lembaga Keuangan NonBank
[Rp]
Sewa Bangunan
[Rp]
Jasa Perusahaan
[Rp]
x x x x
[Rp]
x
x
Sosial Kemasyarakatan
[Rp]
Hiburan & Rekreasi
[Rp]
Perorangan & R.Tangga
[Rp]
x x x
x x x
9 Jasa - Jasa Pemerintahan & Pertahanan Swasta
TOTAL
sumber : Wackernagel (2005), diolah (2011)
78
4.4.2 Analisis Keberlanjutan Pulau Kecil Analisis lamanya waktu keberlanjutan pada dasarnya merupakan interaksi antara Analisis Ecological footprint dan Analisis Bio capacity untuk setiap kategori lahan yang bersifat universal seperti Lahan Pertanian, Lahan Peternakan, Lahan Hutan, Lahan Tangkap Ikan, Lahan Terbangun, dan Lahan Energi. Implikasi dari kedua analisis ini dalam mengukur lamanya waktu keberlanjutan pulau-pulau kecil didekati dengan menggunakan model dinamik. Waktu keberlanjutan sendiri pada dasarnya merupakan lamanya waktu yang dibutuhkan oleh pulau kecil didalam mencapai kondisi keseimbangan antara besarnya kebutuhan lahan yang diperlukan terhadap besarnya kapasitas lahan yang dapat disediakan oleh pulau kecil tersebut. Dengan asumsi bahwa kebutuhan lahan hanya disuplai oleh kapasitas lahan pulau yang dihuninya, maka lamanya waktu keberlanjutan sebagaimana dimaksud diatas kemudian digambarkan sebagai lamanya waktu yang dibutuhkan ( t ) untuk mencapai kondisi keseimbangan antara besarnya nilai ecological footprint dengan besarnya nilai bio capacity (EF/BC = 1). Jika kebutuhan akan lahan tersebut dibedakan dalam dua jenis kebutuhan sebagaimana dijelaskan dalam aspek sosial dan ekonomi, maka keberlanjutan pulau-pulau kecil di wilayah penelitian dapat diartikan sebagai :
Upaya menjaga keberimbangan antara Ecological Footprint (EF) Penduduk Terhadap Bio Capacity (BC) dari Pulau-Pulau Kecil yang ditempati oleh penduduk tersebut, (EFPddk ≤ BC
Pulau).
Upaya ini
berorientasi pada pemenuhan kebutuhan hidup penduduk yang bersifat ekologis.
Upaya menjaga keberimbangan antara Ecological Footprint (EF) Penduduk Terhadap Ecological Footprint (EF) PDRB, (EFPddk ≤ EFPDRB). Upaya ini berorientasi pada ketersediaan lapangan pekerjaan.
Upaya menjaga keberimbangan antara Ecological Footprint (EF) PDRB Terhadap Bio Capacity (BC) dari Pulau-Pulau Kecil yang ditempati oleh penduduk tersebut, (EFPDRB ≤ BC berorientasi pada pertumbuhan.
Pulau).
Upaya ini
79
4.4.3 Analisis Pergerakkan Antar Pulau Untuk mengetahui pergerakkan yang terjadi diantara pulau-pulau kecil yang membentuk sistem gugus pulau beserta faktor-faktor yang berpengaruh didalamnya, maka didalam penelitian dilakukan pendekatan terhadap data yang ada dengan mempergunakan metode analisis Trip Length Distribution, analisis interaksi spasial dan analisis pola interaksi spasial. (1)
Analisis Jangkauan Wilayah Pelayanan Analisis
ini
menggambarkan
karakteristik
atau
kecenderungan
jangkauan atau jarak pergerakkan angkutan orang maupun barang, dimana data jarak dalam satuan mil di plot dalam grafik absis sedangkan data banyaknya jumlah orang atau barang dihitunga dalam satuan jiwa dan ton di plot dalam grafik ordinat. (2)
Analisis Interaksi Spasial Dalam penelitian ini metode analisis interaksi spasial (Tabel 30) yang
dipergunakan adalah model Gravitasi Kendala Ganda (Doubly Model Constrained Gravity Model), dimana dalam model ini, keterkaitan pulau asal (origin) dan pulau tujuan (destination) menjadi pertimbangan yang sangat penting, karena dengan mempergunakan model ini faktor gaya dorong (push factor) dan faktor gaya tarik (pull factor) dari pulau-pulau yang diteliti dapat teridentifikasi dari sudut pandang pulau tujuan maupun pulau asal. Tabel 30. Analisis Interaksi Spasial Tujuan Analisis
Data yang dibutuhkan
Keluaran
Mengidentifikasi besar dan arah interaksi yang terjadi diantara pulaupulau kecil dalam wilayah studi dan satuan guhus pulau.
Data pergerakkan antar pulau o Banyaknya Orang yang melakukan perjalanan dari pulau asal ke pulau tujuan, dan sebaliknya o Arus Bongkar dan Muat barang pada setiap pelabuhan pulau asal dan pulau tujuan o Frekwensidan dan route perjalanan antar pulau o Jarak antar pulau
Keseimbangan pergerakkan antar pulau-pulau kecil, yang diperlihatkan dalam bentuk Matriks Asal dan Tujuan (MAT)
Sumber: Lee (1970), dan Tobler (1976), diolah (2011)
Daya Dorong Pulau Asal Pergerakkan Daya Tarik Pulau Tujuan Pergerakkan
80
Formulasi banyaknya perjalanan Tij tujuan ( j )
dari wilayah asal ( i ) menuju pulau
sesuai dengan kendala wilayah asal maupun kendala pulau
tujuan, dapat ditulis sebagai persamaan model gravitasi kendala ganda (double contraint gravity model) sebagaimana diperkenalkan oleh Lee, pada tahun 1970 yaitu :
……………………………………………….. (15)
Tij Ai Oi B j D j d ijb dimana, Ai
B
j
D j d ijb
1
= Koefisien faktor pendorong (push factor) dari
pulau asal i
A O d
b 1 ij
Bj
Oi
Dj
dij
= Jarak antara pulau asal i dengan pulau tujuan j (km)
i
T T
i
=Koefisien faktor penarik (pull factor) pulau tujuan j
ij
= Banyaknya perjalanan dari pulau asal i (orang per tahun)
ji
= Banyaknya perjalanan ke pulau tujuan j (orang per tahun)
Dari persamaan (4.10) diatas nampak bahwa didalam (Ai) terkandung pengertian (Bj), demikian juga sebaliknya didalam (Bj) terkandung pengertian (Ai). Ini berarti bahwa nilai (Ai) dan nilai (Bj) saling mempengaruhi satu dengan lainnya dalam suatu tingkatan keseimbangan tertentu sesuai dengan karakter dari wilayah asal ( i ) dan wilayah tujuan ( j ) yang membentuknya. Dengan demikian melalui model ini, faktor gaya dorong (push factor) dan faktor gaya tarik (pull factor) dari wilayah-wilayah yang diteliti dapat teridentifikasi baik dari sudut pandang wilayah tujuan maupun wilayah asal. Selanjutnya untuk mengetahui keakuratan dari model gravitasi pembatas ganda sebagaimana dijelaskan diatas, maka perlu dilakukan uji statistik untuk mengetahui tingkat akurasi antara MAT hasil penaksiran dengan MAT hasil pengamatan. Salah satu indikator uji statistik yang dapat dipergunakan adalah Root Mean Square Error (RMSE) dengan rumus sebagai berikut :
81
2 ^ T T id N N id N N 1 i d
RMSE
…………………..…. (56)
untuk i d
^
Dimana, T id
=MAT hasil penaksiran, T id =MAT hasil pengamatan, dan N=Total
Jumlah Pulau Asal dan Pulau Tujuan.
(3)
Analisis Pola Interaksi Spasial Analisis pola interaksi spasial (Tabel 31) pada dasarnya merupakan
proses identifikasi kerangka pola interaksi spasial yang tersusun sebagai akibat adanya perjalanan atau perpindahan penduduk dari satu pulau ke pulau lainnya. Tabel 31. Analisis Pola Interaksi Spasial Tujuan Analisis
Data yang dibutuhkan
Mengidentifikasi struktur dan pola pergerakan orang, barang atau jasa antar pulau-pulau kecil
Data pergerakkan antar pulau o Matriks asal tujuan (MAT), hasil analisis interaksi spasial o Matriks jarak antar pulau asal dan tujuan
Keluaran Distribusi orang,barang atau jasa antar pulau Hirarki besarnya interaksi antar pulau Efek batas interaksi Jangkauan Interaksi
Sumber: Tobler (1976), diolah (2011)
Pola interaksi spasial sebagaimana dimaksud dalam Tabel diatas, kemudian di-identifikasi melalui formulasi berikut ini.
1 n Ci n 1 j 1 j i
Tij T ji Tij T ji
1 [( X j X i ), (Y j Yi )] d ij
……………….... (57)
Disamping pola aliran yang memperlihatkan arah pergerakan antar pulau, maka berdasarkan arah dan besarnya aliran dari pulau asal maupun tujuan, dapat teridentifikasi hirarki atau tingkatan perwilayahan yang ditunjukkan melalui adanya polarisasi arah vektor aliran pada titik-titik tertentu. Dengan demikian selain interaksi pulau-pulau kecil dalam sistem gugus pulau, diketahui pula interaksi antar gugus pulau dalam suatu wilayah yang lebih besar. Sedangkan efek batas dapat diketahui berdasarkan interpolasi titik
82
berat ( Wi ) arah aliran dan besarnya aliran yang formulasinya ditulis sebagai berikut :
Tij T ji 1 1 n Ci Wi [( X j X i ), (Y j Yi )] n 1 j 1 Tij T ji d ij
…………..……. (58)
j i
Dimana : Ci
=
Vektor aliran perpindahani dari i ke j
Tij ,Tji
=
Besar pergerakkan dari wilayah i ke j dan sebaliknya
dij
=
Jarak euclidian dari i ke j
(Xi ,Yi )
=
Koordinat geografis (longitude, latitude)
n
=
Jumlah interaksi dari i ke j ; dimana j = 1…n
Wi
=
Titik Berat Arah Aliran dari i ke j
4.4.4 Analisis Model Gugus Pulau Berdasarkan kerangka pemikiran serta batasan dari model gugus pulau sebagaimana telah dijelaskan dalam sub-bab kerangka pemikiran, maka kajian model gugus pulau dalam penelitian ini berkaitan dengan analisis penetapan gugus pulau dan analisis efektifitas gugus pulau. (1)
Penetapan Gugus Pulau Analisis ini dilakukan dengan memanfaatkan data dari hasil interkasi
spasial maupun pola interaksi spasial yang menggambarkan lokasi pusat pertumbuhan dan hirarki dari wilayah dibawahnya. Selanjutnya dengan mempergunakan data hasil analisis jangkauan wilayah pelayanan dapat diketahui batas terjauh dari setiap pusat pertumbuhan gugus yang ada. (2)
Efektifitas Gugus Pulau Analisis ini bertujuan untuk menilai efektifitas dari model gugus pulau
yang terbentuk sebagai hasil dari proses interaksi sesuai dengan jangkauan wilayahnya yang dilayaninya. Jika output dari model ini adalah berupa peningkatan PDRB, maka dalam analisis efektifitas gugus pulau ini di nilai berapa besar PDRB yang dapat ditingkatkan sesuai dengan kapasitas pulaupulau kecil baik dalam dimensi ruang maupun dimensi waktu.
83
4.5
Kerangka Operasional Penelitian Dalam menjawab permasalahan dan tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini, maka berdasarkan kerangka pemikiran dan metode analisis sebagaimana dijelaskan pada sub-bab sebelumnya, maka dapat disusun suatu kerangka operasional penelitian sebagaimana ditunjukkan melalui Gambar 12. Dari Gambar 12, terlihat bahwa berdasarkan data fisik pulaupulau kecil, jarak antara pulau-pulau kecil, sosial, ekonomi, dan ekologi, selanjutnya dianalisis berdasarkan keberlanjutan pulau-pulau kecil. Hasil output tersebut dibangun model pengembangan gugus pulau dengan mempertimbangkan efek batas gugus pulau yang mendukung proses distribusi pertumbuhan secara optimal sesuai dengan kapasitas, daya dukung lahan dari masing-masing pulau kecil dalam gugus pula.
84
P. Jenis Tanah P. Tekstur Tanah P. Solum Tanah P. Vegetasi
SKL Kestabilan Lereng SKL Kestabilan Pondasi SKL Ketersediaan Air
P. Iklim SKL Drainase P. Hidrologi
P. Garis Pantai
Data Jarak Antar PK ( Pintu Keluar )
Lahan Hutan Energi
Potensi Lahan Lindung
Potensi Lahan Peny angga Potensi Lahan Pertani an
Potensi Lahan Terbang un
Lahan Hutan Produksi
Lahan Pertanian
Lahan Peternakan
Lahan Terbangun
Lahan Perikanan
Buffer 6 Km Ke Arah Laut
Daya Tarik dan Dorong
Hirarki Wilayah (B)
Data Pergerakkan - Manusia - Barang - Jasa Antar Pulau
Model Gravitasi Kendala Ganda
MATRIKS ASAL TUJUAN (MAT)
Data Ekonomi : - Pertanian - Tambang - Industri - Bangunan - Perdagangan - Transportasi - Jasa
Pola Interaksi Spasial
Jumlah PDRB
Efek Batas Wilayah (B)
Lahan Hutan Energi Lahan Hutan Produksi
Proyeksi Pnduduk
Proyeksi T.Kerja
Data Ekologi : - Makan - Minum - Pakaian - Transport - Aktivitas Lain
Data Sosial : - tng pendidik - tng kesehatan - fas.pendidikan - fas.kesehatan - layanan publik
Efek Batas Model Gugus Pulau
Data Kependudukan dan Ketenagakerjaan
Lahan Pertanian Jumlah Manusia Lahan Peternakan
Rasio Jumlah Manusia Terhadap Fasilitas sosial yang dibutuhkan
Lahan Terbangun Jumlah Fasilitas Sosial
Gambar 12. Kerangka Operasional Penelitian.
Lahan Perikanan
PENGEMBANGAN MODEL GUGUS PULAU
P. Geologi
SKL Kemudahan Dikerjakan
Tujuan
Kebutuhan Lahan Ecology (EF) dari Suatu Mekanisme Pertumbuhan Pulau Kecil
P. Tinggi
Output
Kapasitas Lahan Biologi (BC) dari Ekosistem Pulau Kecil
P. Fisiografi
Kesesuaian Potensi Pengembangan Lahan
SKL Morfologi Klasifikasi Kemampuan Pengembangan Lahan
P. Lereng
Analisis Data
Kesesuaian Lahan Bio Capacity
Data