9
METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Waktu dan Tempat Penelitian Persiapan : Oktober – November 2010 (Bogor). Pelaksanaan lapang (pra
survei dan survei) : Desember 2010. Analisis Laboratorium : Januari – Februari 2011. Analisis, interpretasi, korelasi data, dan penggambaran peta – peta : Februari – Maret 2011 (Bogor). Penyusunan skripsi, seminar dan ujian sidang : Maret – Mei 2011. Tempat penelitian terletak di Desa Lamajang, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Desa ini memiliki luas wilayah 1473.7 ha dengan batas desa sebelah utara Desa Sukamaju, sebelah selatan Desa Pulosari, sebelah barat Desa Sukamaju, dan sebelah timur Desa Cikalong. Secara geografis Desa Lamajang terletak pada 1070 31’ 3” – 1070 33’ 6” BT dan 70 5’ 5” – 70 9’ 7” LS. Sarana transportasi yang digunakan di daerah ini berupa angkutan kota (angkot) dengan akses jarak dari Ibukota Jawa Barat ±40 Km, jarak dari Ibukota Kabupaten DATI II (Kabupaten Bandung) adalah berkisar 19.5 km, jarak dari Kecamatan Pangalengan berkisar 13 km, dan jarak dari Ibukota Negara (Jakarta) adalah berkisar 200 km. Transportasi dari Kota Bandung dapat menggunakan angkutan umum atau mini bus jurusan Leuwi Panjang menuju Pangalengan. Lokasi penelitian tertera pada Gambar 2.
11
3.2
Pelaksanaan Penelitian Penelitian dilaksanakan dengan beberapa tahapan diantaranya adalah :
pengumpulan data, pengecekan lapang, dan analisis data. 3.2.1 Pengumpulan data Data yang dikumpulkan terdiri dari data sekunder dan juga data primer. Data sekunder diperoleh dari beberapa penelitian-penelitian sebelumnya dari instansi terkait. dimana data tersebut terdiri dari : 1. Peta Tanah Tinjau Mendalam DAS Citarum Hulu, Bandung, Jawa Barat, Skala 1 : 100.000. 2. Peta Rupa Bumi Indonesia (Digital) Lembar Pangalengan 1208-631 dan Lembar Soreang 1208-633, Skala 1 : 25.000. 3. Peta Penggunaan Lahan DAS Citarum Hulu, Bandung, Jawa Barat, Skala 1 : 100.000. 4. Data Curah Hujan dari Stasiun Pangalengan Tahun 1985-1992. 5. Data nilai Erodibilitas Tanah. Data tersebut selanjutnya diolah sehingga menghasilkan data – data yang dibutuhkan untuk menentukan optimalisasi penggunaan lahan. Data primer diperoleh dari pengecekan lapang dengan melakukan klasifikasi pedon pewakil menggunakan seperangkat alat survei. Data tersebut dibutuhkan sebagai penunjang dari data sekunder. 3.2.2
Analisis Data Optimalisasi dilakukan dengan mencari alternatif penggunaan lahan yang
menyebabkan erosi lebih kecil dari erosi yang dapat ditoleransikan dan secara ekonomi menguntungkan serta diterima masyarakat setempat. Untuk itu dilakukan beberapa tahapan analisis data, meliputi : pendugaan erosi baik aktual, potensial, dan erosi yang dapat ditoleransikan, penetapan alternatif penggunaan lahan dan tindakan konservasinya, analisis ekonomi, dan analisis prefensi masyarakat. Semua analisis tersebut dilakukan terhadap Satuan Peta Lahan (SPL) yang merupakan unit terkecil yang mempunyai karakteristik sama yang dijadikan sebagai satuan analisis. Secara skematik analisis data disajikan pada Gambar 3.
12
Peta Satuan Lahan Skala 1: 50.000
Intersect
Peta Penggunaan Lahan Skala 1: 50.000
Peta Kelas Erosi Aktual Skala 1: 50.000
Erosi Aktual > Erosi yang Ditoleransikan
Erosi Aktual ≤ Erosi yang Ditoleransikan
Sudah Optimum
Perlu di Optimalisasikan
Penentuan Alternatif
Peninjauan Alternatif Secara Sosial
Peninjauan Altenatif Secara Ekonomi
Peta Alokasi Penggunaan Lahan Skala 1: 50.000
Gambar 3. Skema Analisis Data
13
3.2.2.1 Penetapan Satuan Lahan Satuan Peta Lahan (SPL) ditetapkan dengan mengkombinasikan berbagai komponen lahan yaitu : topografi, tanah, dan iklim. Pengkombinasian tersebut dilakukan melalui overlay peta tersebut di atas dengan menggunakan perangkat lunak ArcView 3.3. 3.2.2.2 Pendugaan Erosi Pendugaan Erosi aktual dan potensial dilakukan dengan menggunakan Metode USLE dengan persamaan sebagai berikut: Aa = R.K.LS.C.P Ap = R.K.LS Keterangan: Aa = Erosi Aktual Ap = Erosi Potensial R = Indeks Erosivitas Hujan K = Erodibilitas Tanah LS = Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng CP = Vegetasi dan Teknik Konservasi Tanah dan Air Indeks erosivitas hujan (R) diperoleh dengan menggunakan Persamaan Lenvian : R= 2.21 P 1.36 R = Indeks erosivitas hujan bulanan P = Curah hujan bulanan (cm) Agar R dapat dihitung sesuai dengan rumus di atas, diperlukan data curah hujan bulanan dari Stasiun Pangalengan Erodibilitas tanah (K) adalah kepekaan tanah terhadap erosi. Menurut Kurnia, Rachman, dan Dariah (2004) adalah untuk mengetahui nilai erodibilitas tanah dengan mengetahui jenis tanahnya terlebih dahulu, seperti yang disajikan pada Tabel 1.
14
Tabel 1. Prakiraan Besarnya Nilai K untuk Beberapa Jenis Tanah (Kurnia, Rachman, dan Dariah, 2004) Golongan Tanah
Jenis Tanah
(Order)
(Great Group)
Andosol
Inceptisol
Nilai K rataan (Unit)
Hapludand
0,32
Hydrudand
0,07
Dystrudand
0,21
Aquept
0,31
Dystrudept
0,21
Eutrudept
0,29
Faktor panjang dan kemiringan lereng (LS) adalah rasio antara besarnya erosi dari sebidang lahan dengan panjang lereng dan kecuraman lereng tertentu terhadap besarnya erosi dari lahan yang indentik, terletak pada lereng panjang 22 meter dan kemiringan 9%. Nilai LS untuk suatu tanah dapat dihitung dengan persamaan berikut : (3.2) Keterangan : LS : Nilai Faktor LS X : Panjang Lereng (meter) S : Kemiringan lereng (persen) Faktor Penutupan Vegetasi (C) dan Indeks Pengolahan Lahan atau Tindakan Konservasi Tanah (P) dapat digabung menjadi faktor CP. Nilai faktor C dipengaruhi oleh banyak peubah yang dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu : peubah alami dan peubah yang dipengaruhi oleh sistem pengelolaan, dengan adanya peubah–peubah tersebut dari berbagai hasil penelitian maka ditetapkan nilai C seperti yang tertera pada Tabel 2. Data selengkapnya tertera pada Lampiran 4.
15
Tabel 2. Prakiraan Nilai Faktor C pada Berbagai Jenis Penggunaan Lahan (Arsyad, 2006) No.
Macam Penggunaan Lahan
Nilai C
1
Tanah terbuka / tanpa tanaman
2
Sawah
0,01
3
Tegalan
0,7
4
Kedelai
0,399
5
Kacang tanah
6
Kebun campuran
1
0,2
Kerapatan tinggi
0,1
Kerapatan sedang
0,2
Kerapatan rendah
0,5
7
Perladangan
0,4
8
Hutan alam
9
Serasah banyak
0,001
Serasah kurang
0,005
Hutan produksi Tebang habis
0,5
Tebang pilih
0,2
10
Semak belukar/padang rumput
0,3
11
Alang–alang murni subur
0,001
Faktor P adalah nisbah besarnya erosi dari tanah dengan suatu tindakan konservasi tertentu terhadap besarnya erosi dari tanah yang diolah menurut arah lereng (Arsyad, 2006). Tabel 3 adalah nilai P untuk konservasi khusus. Tabel 3. No 1
Nilai P untuk Konservasi Khusus (Arsyad, 2006) Tindakan Khusus Konservasi Tanah
Nilai P
Teras bangku1) Konstruksi baik
0,04
Konstruksi sedang
0,15
Konstruksi kurang baik
0,35
16 Tabel 3. (Lanjutan) Teras tradisional
0,40
2
Strip tanaman rumput bahia
0,40
3
Pengolahan tanah dengan penanaman menurut garis kontur
4 1)
Kemiringan 0-8%
0,50
Kemiringan 9-20%
0,75
Kemiringan lebih dari 20%
0,90
Tanpa tindakan konservasi
1,00
Konstruksi teras bangku dinilai dari kerataan dasar teras dan kondisi talud teras
3.2.2.3 Penetapan Erosi yang dapat Ditoleransikan (TSL) dan Indeks Bahaya Erosi (IBE) Penentuan tingkat bahaya erosi yang dapat ditoleransikan mengacu kepada pedoman nilai T yang dikemukakan oleh Thompson (1975 dalam Arsyad, 2006) di daerah Indonesia tertera pada Tabel 5. Penentuan indeks bahaya erosi masing-masing satuan lahan di daerah penelitian ditentukan dengan rumus : IBE = Ap/TSL Keterangan : IBE = Indeks Bahaya Erosi TSL = Tolerable Soil Loss Hasil dari perhitungan persamaan klasifikasi Indeks Bahaya Erosi dimana nilai tersebut didapatkan dengan cara mengacu pada Tabel 4. Tabel 4. Klasifikasi Indeks Bahaya Erosi (Hammer, 1981 dalam Arsyad, 2006) No.
Nilai IBE
Harkat IBE
1.
< 1,00
Rendah
2.
1,01 – 4,00
Sedang
3.
4,01 – 10,00
Tinggi
4.
> 10,00
Sangat Tinggi
17
Tabel 5. Pedoman Penetapan Nilai T untuk Tanah – tanah di Indonesia (Arsyad, 2006) No.
Sifat Tanah dan Substratum
Nilai TSL (ton/ha/tahun)
1
Tanah sangat dangkal (< 25 cm) di atas batuan.
2
Tanah sangat dangkal (< 25 cm) di atas bahan telah Mengalami hancuran iklim (tidak terkonsolidasi).
4.8
3
Tanah dangkal (25 – 50 cm) di atas bahan telah mengalami hancuran iklim.
9,6
4
Tanah dengan kedalaman sedang (50 – 90 cm) di atas bahan telah mengalami hancuran iklim.
14,4
5
Tanah yang dalam (> 90 cm) dengan lapisan bawah yang kedap air di atas substrata yang telah mengalami hancuran iklim.
16,8
6
Tanah yang dalam (> 90 cm) dengan lapisan bawah berpermeabilitas lambat, di atas substrata telah mengalami hancuran iklim.
19,2
7
Tanah yang dalam (> 90 cm) dengan lapisan bawah berpermeabilitas sedang, di atas substrata telah mengalami hancuran iklim.
24,0
8
Tanah yang dalam (> 90 cm) dengan lapisan bawah yang permeabel, di atas substrata telah mengalami hancuran iklim.
30,0
0
3.2.2.4 Penetapan Alternatif–Alternatif Penggunaan Lahan Menentukan alternatif–alternatif penggunaan lahan
pada setiap SPL
dengan cara menentukan nilai CPmax dengan menggunakan rumus : CPmax = TSL / Ap Keterangan : CPmax = Nilai Maksimum Penggunaan Lahan dan Teknik Konservasi TSL
= Erosi yang dapat ditoleransikan
Ap
= Erosi Potensial
Alternatif penggunaan lahan yang dipilih adalah setiap penggunaan lahan yang mempunyai nilai CP ≤ CPmax. Nilai CP dapat dilihat pada Tabel 2 dan 3.
18
3.2.2.5 Penentuan Optimalisasi Penggunaan Lahan Alternatif–alternatif terpilih dapat digunakan sebagai penentu optimalisasi penggunaan lahan
dengan cara memilih dari alternatif–alternatif yang ada
berdasarkan aspek sosial dan ekonomi. Aspek ekonomi dinilai dari penggunaan lahan dan teknik konservasi yang memberikan keuntukan terbesar. Aspek sosial dinilai dari tingkat kemudahan diterimanya alternatif tersebut, diutamakan penggunaan lahan yang sudah diterapkan oleh petani di daerah penelitian.