METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Aspek kelestarian sumberdaya alam penting dalam pembangunan karena sumberdaya alam merupakan salah satu modal dasar (naturan capital) pembangunan wilayah, disamping tiga modal dasar yang lain, yaitu sumberdaya manusia (human capital), sumberdaya buatan/infrastruktur (man-made capital) dan modal sosial (social capital). Kerusakan dan kepunahan sumberdaya alam akan berdampak negatif bagi pembangunan, menurunkan kualitas lingkungan, yang pada akhirnya merugikan bagi masyarakat. Pengembangan wilayah merupakan penggunaan menyeluruh dan terpadu dari semua kegiatan dengan memperhitungkan sumberdaya yang ada dan memberikan kontribusi terhadap pembangunan
suatu
wilayah.
Sementara
konsep
pembangunan
wilayah
merupakan suatu upaya dalam mewujudkan keterpaduan penggunaan sumberdaya dengan penyeimbangan dan penyerasian pembangunan antar daerah, antar sektor, serta antar pelaku pembangunan dalam mewujudkan tujuan pembangunan daerah. Karenanya dalam pembangunan, sumberdaya alam harus dikelola dan dimanfaatkan secara lestari, selaras, serasi dan seimbang bagi kesejahteraan masyarakat. Menjadikan konservasi sumberdaya alam sebagai basis pengembangan wilayah harus didahului dengan pemberian gambaran secara jelas karakteristik wilayah, sebagai indikasi pentingnya konservasi sumberdaya alam di daerah tersebut. Kondisi dimaksud antara lain adalah karakteristik geobiofisik wilayah seperti fisiografi, lereng, jenis tanah, geologi, dan penggunaan lahan (landuse). Upaya pemantapan batasan kawasan lindung dan budidaya selanjutnya merupakan kegiatan yang mutlak diperlukan sehingga kejelasan dan ketegasan arahan pemanfaatan ruang dapat ditentukan. Dalam hal ini, analisis peta penunjukan status kawasan hutan dan analisis kemampuan lahan penting untuk dilakukan. Dari hasil analisis tersebut akan diperoleh arahan pemanfaatan ruang untuk kawasan lindung dan budidaya. Dengan memadukannya terhadap peta penggunaan lahan eksisting dan RTRW, akan diketahui kondisi eksisting wilayah, yaitu kondisi wilayah yang masih berfungsi sebagaimana peruntukannya maupun wilayah yang mengalami penyimpangan.
Setelah kawasan lindung dan budidaya dipisahkan, selanjutnya dilakukan analisis
potensi
pengembangan
aktivitas
perekonomian
yang
mungkin
dikembangkan. Dalam hal ini, dilakukan analisis LQ untuk melihat sektor basis pada masing-masing desa di Kabupaten Lebong. Keberadaan dan aspirasi masyarakat sangat penting dipertimbangkan ketika daerah berkeinginan menjadikan konservasi sumberdaya alam sebagai basis pengembangan wilayahnya. Masyarakat dapat menjadi subjek pendukung pelaksanaan konservasi, tetapi juga dapat menjadi pelaku kerusakan sumberdaya alam. Untuk itu, bagaimana tekanan penduduk terhadap kawasan konservasi, serta pemahaman dan tingkat kepeduliannya perlu dikaji. Sementara itu, untuk melihat bagaimana hubungan masyarakat dengan kawasan konservasi yang ada, dilakukan analisis terhadap kelembagaan masyarakat yang ada, apakah terdapat aspek kelembagaan masyarakat seperti kearifan-kearifan lokal yang mampu mendukung pelaksanaan konservasi sumberdaya alam. Analisis tipologi dan tingkat perkembangan wilayah penting dilakukan untuk menggambarkan bagaimana kondisi eksisting Lebong saat ini. Tipologi dan tingkat perkembangan wilayah bisa dijadikan acuan dan perbandingan terhadap kegiatan pembangunan yang dilakukan. Dengan analisis tipologi dan tingkat perkembangan wilayah, dapat diketahui wilayah yang menjadi pusat-pusat pelayanan, juga wilayah yang masih tertinggal baik sarana prasarana, maupun karakteristik wilayah lainnya. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 6. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Lebong, Provinsi Bengkulu, dari Bulan Maret sampai dengan November 2008. Kegiatan penelitian meliputi penyusunan proposal, pengumpulan data (primer dan sekunder), analisis data dan interpretasi, dilanjutkan dengan pelaporan/penyusunan tesis. Pengumpulan Data Data-data yang dipergunakan dalam penelitian ini berasal dari data primer maupun sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung di lapangan, sedangkan data sekunder diperoleh dari studi pustaka serta pengumpulan data penunjang dari instansi terkait.
Gambar 6. Kerangka Pikir Penelitian
a) Pengumpulan Data Sekunder Data atau informasi penunjang meliputi peta topografi, jenis tanah, kedalaman tanah, geologi, lereng, penggunaan lahan (land use), data iklim, data kondisi sosial-ekonomi masyarakat (Podes dan Lebong Dalam Angka) serta hasil penelitian terkait. Beberapa instansi yang dihubungi untuk memperoleh data tersebut antara lain : (a) Badan Perencana Pembangunan Daerah Kabupaten Lebong (b) Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lebong (c) Dinas Pertanian Kabupaten Lebong (d) Kantor BPS Kabupaten Lebong (e) Badan Meteorologi dan Geofisika Bengkulu (f) Kantor kecamatan dan kelurahan/desa (g) Balai Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) (h) PLTA Tes b) Pengumpulan Data Primer Data primer dikumpulkan melalui pengukuran dan pengamatan langsung di lapangan. Data karakteristik sosial ekonomi masyarakat, baik yang berada di sekitar kawasan lindung maupun yang berjarak diambil secara acak, dengan melakukan wawancara terarah dengan panduan kuisioner. Semua informasi terkait aktivitas masyarakat yang berkaitan dengan kawasan lindung, seperti persepsi, pemahaman, dan harapannya tentang pembangunan berbasis konservasi sumberdaya alam digali. Wawancara juga dilakukan dengan dinas/instansi yang terkait dengan perencanaan pembangunan wilayah di Kabupaten Lebong. Sampel responden masyarakat yang diambil sebanyak 62 orang, mewakili masyarakat di Desa Sebelat Ulu, Ketenong I, Ketenong II, Air Kopras, Desa Muara Aman, Ladang Palembang, dan Kelurahan Tes. Pengambilan sampel dilakukan secara acak, dengan metode aksiologi, dimana wawancara dilakukan terhadap masyarakat di masing-masing desa yang dijumpai selama penelitian, setelah sebelumnya ditanya tentang kesediaannya untuk diwawancarai.
Metode Analisis Analisis Geobiofisik wilyah Analisis
geobiofisik
wilayah
bertujuan
untuk
menjelaskan/menggambarkan kondisi geobiofisik wilayah Kabupaten Lebong. Karakteristik geobiofisik dimaksud
adalah kondisi jenis tanah, geologi,
penggunaan lahan, kedalaman tanah, ketinggian tempat (topografi), iklim dan lereng. Selanjutnya, sebagai dasar arahan pemanfaatan ruang, dilakukan analisis kawasan hutan berdasarkan surat keputusan (SK) penunjukan kawasan hutan Propinsi Bengkulu dan analisis kelas kemampuan lahan. Analisis Kondisi Kawasan Hutan Kondisi kawasan hutan dianalisis secara deskriptif menggunakan peta penunjukan kawasan hutan Provinsi Bengkulu (SK Menhutbun No. 420/KptsII/1999), peta RTRW dan peta kelas kemampuan lahan. Overlay ketiga jenis peta tersebut dengan peta penggunaan lahan menghasilkan peta penyimpangan penggunaan pada masing-masing kawasan hutan. Tools yang digunakan adalah Arcview 3.3. Analisis Kemampuan Lahan Setelah kawasan lindung dan budidaya dipisahkan, dilakukan analisis kemampuan lahan untuk melihat kelas kemampuan lahan, terutama pada kawasan budidaya.
Klasifikasi
kemampuan
lahan
mengacu
pada
metode
yang
dikembangkan oleh Soil Conservation service of United State Departement of Agriculture (USDA) (Klingibiel dan Montgomery 1961). Lahan diklasifikasikan secara kualitatif ke dalam 8 kelas, yaitu kelas I-VIII, dimana kelas I-IV merupakan lahan yang sesuai untuk pertanian, sedangkan lahan kelas V-VIII merupakan lahan yang tidak sesuai untuk pertanian atau diperlukan biaya yang sangat tinggi untuk pengelolaannya. Kriteria kelas kemampuan lahan disajikan pada Tabel 1. Data karakteristik sumberdaya lahan seperti jenis tanah, iklim, serta topografi dipaduserasikan dengan kriteria kelas kemampuan lahan. Mengacu pada keinginan Lebong untuk menjadikan diri sebagai kabupaten konservasi, selanjutnya dilakukan analisis kesesuaian Kabupaten Lebong menjadi kabupaten konservasi mengacu pada kriteria yang dikembangkan oleh Tim Kecil Kabupaten Konservasi (2006). Hasil evaluasi tersebut akan menggambarkan
Wilayah Lebong termasuk dalam kriteria apa untuk menjadi kabupaten konservasi. Tabel 1. Kriteria klasifikasi kemampuan lahan KELAS KEMAMPUAN LAHAN I
II
III
IV
V VI
VII VIII
KRITERIA Tanahnya datar, dalam, bertekstur agak halus atau sedang, drainase baik, mudah diolah, dan responsif terhadap pemupukan Lereng melandai (gentle slopes), kepekaan erosi atau erosi yang telah terjadi adalah sedang, kedalaman tanah agak kurang ideal, struktur tanah agak kurang baik, sedikit gangguan salinitas atau Na tetapi mudah diperbaiki, kadangkadang tergenang atau banjir, drainase yang buruk yang mudah diperbaiki dengan saluran drainase, dan iklim sedikit menghambat Lereng agak curam, kepekaan erosi agak tinggi atau erosi yang telah terjadi cukup berat, sering tergenang banjir, permeabilitas untuk tanah sawah sangat lambat, masih sering tergenang meskipun drainase telah diperbaiki, dangkal, daya menahan air rendah, kesuburan tanah rendah dan tidak mudah diperbaiki, salinitas atau Na sedang, dan penghambat iklim sedang. Lereng curam, kepekaan erosi besar, erosi yang telah terjadi berat, tanah dangkal, daya menahan air rendah, sering tergenang banjir yang menimbulkan kerusakan berat pada tanaman,drainase terhambat dan msih sering tergenang meskipun telah dibuat saluran drainase,salinitas atau Na agak tinggi, dan penghambat iklim sedang Drainase yang sangat buruk atau terhambat, sering kebanjiran, berbatu-batu dan penghambat iklim cukup besar Lereng sangat curam, bahaya erosi atau erosi yang telah terjadi sangat berat, berbatu-batu, dangkal, drainase sangat buruk atau tergenang,daya menahan air rendah, salinitas atau kandungan Na tinggi, dan penghambat iklim besar. Lereng terjal, erosi sangat besar, tanah dangkal, berbatu-batu, drainase terhambat, salinitas atau Na sangat tinggi, dan iklim sangat menghambat. Erosi atau bahaya erosi sangat besar, iklim sangat buruk, tanah selalu tergenang, berbatu-batu, kapasitas menahan air sangat rendah, salinitas sangat tinggi dan sangat terjal
Analisis Tekanan Penduduk terhadap Kawasan Konservasi Analisis ini dilakukan untuk mengetahui indikasi ketergantungan penduduk terhadap lahan, terutama dari segi kemungkinan penurunan fungsi lindung di kawasan konservasi. Tekanan penduduk terhadap kawasan konservasi diukur dengan menggunakan rumus yang dikembangkan oleh Soemarwoto (1995) dalam Aliati ( 2007):
PPt Zt Po Ft r t Lt
= Indeks tekanan penduduk = Luas lahan minimal per petani untuk dapat hidup (ha/orang) = Jumlah penduduk pada to (jiwa) = Proporsi petani dalam populasi = Tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata per tahun = Rentang waktu dalam tahun = Total luas lahan pertanian (ha)
Nilai indeks tekanan penduduk merupakan faktor yang mendorong penduduk untuk melakukan perluasan lahan. Nilai indeks tekanan penduduk baru berarti dalam suatu wilayah jika nilainya >1. Satuan analisis pada level desa.
Analisis Tingkat Pemahaman dan Kepedulian Masyarakat terhadap Keberadaan Kawasan Konservasi Keberadaan kawasan konservasi di Kabupaten Lebong memiliki peran yang sangat penting, baik untuk kepentingan lokal, regional maupun global. Adanya keinginan Pemerintah Daerah untuk menjadikan konservasi sebagai kekuatan pembangunan membutuhkan konsekuensi logis dari pemerintah dan masyarakat lokal untuk menjaga kelestarian sumberdaya alam. Namun demikian, meskipun pemerintah dan masyarakat telah mengetahui bahwa kawasan konservasi memiliki berbagai manfaat bagi kehidupan dan kelangsungan hidup manusia, karena manfaat tersebut lebih bersifat intangible dan belum terukur dalam nilai moneter, maka kegiatan konservasi sering dianggap tidak ekonomis. Analisis tingkat pemahaman dan kepedulian masyarakat terhadap kawasan konservasi bertujuan untuk melihat korelasi antara pemahaman masyarakat dengan tingkat kepeduliannya terhadap kawasan konservasi. Teknik valuasi
sumberdaya dengan metode contingency (CVM) digunakan untuk mengetahui tingkat kepedulian masyarakat, dengan mengetahui nilai WTP (Willingness to Pay) dan/atau WTA (Willingness to Accept). Adapaun tahapan-tahapan dalam menghitung nilai WTP dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Membuat hipotesis pasar Pada tahap ini, dijelaskan dalam kuisioner tentang pentingnya konservasi sumberdaya alam di Kabupaten Lebong. Secara spesifik dijelaskan bahwa kawasan konservasi yang ada di Lebong sangat penting untuk menjaga ketersedian air untuk pertanian, konsumsi rumah tangga, pencegah banjir, juga sebagai sumber bahan makanan dan obat-obatan. Selanjutnya juga dijelaskan kerugian/kerusakan alam yang ditimbulkan jika kelestarian sumberdaya alam tidak terjaga. b. Mendapatkan nilai lelang Setelah diberi penjelasan tentang pentingnya konservasi sumberdaya alam, responden ditanya tentang kesediannya membayar/menyumbang (WTP) terhadap upaya pelestarian sumberdaya alam. Selain itu, juga ditanyakan nilai WTA jika responden harus meninggalkan/memberikan tempatnya untuk dijadikan kawasan konservasi. Pertanyaan bersifat terbuka dan responden bebas memberikan nilai yang diinginkannya. c. Menghitung rataan WTP dan WTA Nilai rataan WTP dan WTA diperoleh berdasarkan nilai lelang pada tahap 2. Perhitungan didasarkan pada nilai mean (rataan) dan nilai median (tengah). Pada tahap ini, harus diperhitungkan kemungkinan timbulnya outlier (nilai yang sangat menyimpang jauh dari rata-rata). Outlier tidak dimasukkan dalam perhitungan. d. Memperkirakan kurva lelang Kurva lelang diperoleh dengan meregresikan WTP/WTA sebagai variabel tidak bebas (dependent variable) dengan beberapa variabel bebas seperti tingkat pendapatan, pendidikan, dan lain sebagainya. Untuk melihat korelasi antara variabel bebas (karakteristik responden) dengan nilai WTP/WTA, dilakukan analisis korelasi sederhana, dengan rumus:
n
n
i=1
i=1
rxy = ∑ (Xi-X)(Yi-Y) / (∑ (Xi-X)2(Yi-Y)2)1/2 dengan rxy = korelasi antara variable x dan y Xi = nilai variable x ke-i X = nilai rata-rata variable x Yi = nilai variable y ke-i Y = nilai rata-rata variabel y n = banyaknya kasus i = 1, 2, ……..n e. Mengagregatkan data Agregasi data merupakan konversi rataan lelang sampel yang diperoleh pada tahap 3 ke rataan populasi secara keseluruhan. Salah satu caranya adalah dengan mengalikan rataan sampel dengan jumlah rumah tangga dalam populasi (N). Analisis Kelembagaan Masyarakat Kelembagaan merupakan seperangkat aturan formal (hukum, sistim politik, organisasi, pasar, dll) dan informal (norma, tradisi, sistim nilai) yang mengatur hubungan antara individu dan kelompok masyarakat. Institusi juga dimaksudkan sebagai alat untuk memberikan kepastian dalam berinteraksi yang kemudian mempengaruhi pola tingkah laku hubungan individu. Sebagai dampak kepastian inilah maka akan meningkatkan efisiensi dan kinerja institusi yang pada gilirannya akan berdampak pada pengelolaan sumber daya alam secara keseluruhan. Keberhasilan pengembangan pembangunan wilayah berbasis konservasi sumber daya alam yang akan dilakukan akan sangat ditentukan oleh kemampuan daerah melakukan penguatan kelembagaan yang ada dalam pengeolaan sumberdaya alam. Untuk itu, perlu kiranya dilakukan analisis terhadap aspek kelembagaan yang ada, mulai dari tataran rules of the games-nya, sampai pada tataran struktur kelembagaan yang ada, berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam. Analisis kelembagaan ditujukan untuk mengetahui bagaimana kondisi kelembagaan masyarakat yang ada di daerah Lebong, apakah terdapat kelembagaan masyarakat yang mampu menunjang kegiatan konservasi. Dalam hal ini, diidentifikasi apakah terdapat kearifan-kearifan lokal yang mendukung kegiatan konservasi sumberdaya alam. Kearifan lokal merupakan tata nilai (aturan
main) yang hidup/melekat dalam kehidupan masyarakat sebagai aturan main dalam berlaku seperti dalam memanfaatkan sumberdaya alam. Metode analisis yang digunakan adalah content analysis (analisis isi) terhadap pemberitaan, baik media cetak maupun elektronik terkait kegiatan konservasi di Kabupaten Lebong, juga terhadap beberapa dokumen/laporan dan hasil wawancara dengan masyarakat/pejabat setempat. Analisis Ekonomi Analisis Loqation Quotient (LQ) Untuk mengetahui potensi perekonomian wilayah, dilakukan analisis terhadap sektor basis dan sektor non basis dengan menggunakan analisis loqation quotient (LQ). Dengan analisis LQ, kita dapat mengetahui lokasi pemusatan/basis (aktivitas) dan juga kapasitas ekspor perekonomian suatu wilayah serta tingkat kecukupan barang/jasa dari produksi lokal suatu wilayah. Komoditas yang dianalisis adalah kopi, nilam, padi, karet, kakao, jagung, kedelai, sayur-mayur, durian, kemiri, dan perikanan, dengan unit wilayah desa-desa di Kabupaten Lebong. Adapun rumus LQ adalah: LQij = (Xij/Xi)/(Xj/X) dimana : Xij
= Nilai aktivitas ke-j pada wilayah ke-i
Xi
= jumlah seluruh aktivitas di wilayah ke-i
Xj
= jumlah aktivitas ke-j di seluruh wilayah
X
= besaran aktivitas total diseluruh wilayah
Selanjutnya, dari hasil analisis LQ ditarik kesimpulan bahwa: 1. Jika LQ>1, maka hal ini menunjukkan bahwa terjadinya konsentrasi suatu aktivitas di sub wilayah ke-i secara relatif dibandingkan dengan total wilayah atau terjadi pemusatan aktivitas di sub wilayah ke-i 2. Jika LQ=1, maka sub wilayah ke-i tersebut mempunyai pangsa aktifitas setara dengan pangsa total.
3. Jika LQ<1, maka sub wilayah ke-i tersebut mempunyai pangsa relatif lebih kecil dibandingkan dengan aktifitas yang secara umum ditemukan di suatu wilayah. Analisis Tipologi dan Perkembangan Wilayah Wilayah didefinisikan sebagai suatu area geografis yang mempunyai ciri tertentu dan merupakan media bagi segala sesuatu untuk berlokasi dan berinteraksi. Dari definisi tersebut, dapat diturunkan tipologi-tipologi wilayah berdasarkan sifat hubungannya, fungsi masing-masing komponennya, atau berdasarkan pertimbangan sosial, ekonomi, ataupun politis lainnya. Tipologi wilayah merupakan cara untuk menjelaskan karakteristik wilayah dari banyak aspek. Dalam penelitian ini, tipologi dan tingkat perkembangan wilayah dianalisis pada level desa. Data yang digunakan berasal dari data Podes Lebong 2006 dan Lebong dalam Angka 2006 (BPS Lebong 2007). Data-data yang akan dianalisis meliputi variabel-variabel yang diturunkan dari aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam pembuatan perencanaan pembangunan wilayah. Metode yang digunakan adalah analisis skalogram, analisis komponan utama/principle component analysis (PCA), analisis gerombol (cluster analysis), dan analisis fungsi diskriminan (discriminant function analysis). Secara deskriptif tipologi dan tingkat perkembangan wilayah digambarkan dalam bentuk tabel, grafik dan/atau gambar (peta). Skalogram merupakan analisis tipologi wilayah yang dilakukan dengan tujuan untuk melihat tingkat perkembangan wilayah ditinjau dari ketersediaan fasilitas pelayanan (infrastruktur). Data yang digunakan adalah data jumlah penduduk, jenis dan jumlah fasilitas-fasilitas pelayanan di setiap desa (Panuju dan Rustiadi 2005). Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan meliputi 89 variabel sosial-ekonomi (Lampiran 2). Hasil analisis berupa hirarki desa berdasarkan kelengkapan sarana prasarana. Wilayah dengan hirarki paling tinggi merupakan pusat pelayanan bagi daerah-daerah yang lainnya. Penentuan hirarki wilayah dalam analisis ini adalah wilayah berhirarki I merupakan wilayah yang memiliki nilai > 1,5 standar deviasi + nilai rataan, hirarki III merupakan wilayah
dengan nilai < nilai rataan, sedangkan hirarki II merupakan daerah yang memiliki nilai antara hirarki I dan III (Rustiadi et al. 2006). Analisis tingkat perkembangan wilayah dengan menggunakan PCA merupakan bentuk analisis variabel ganda (multivariate). Tujuan PCA adalah untuk menemukan suatu variabel baru (komponen utama/faktor), yang mewakili variabel-variabel indikator pembangunan (asal). Komponen utama tersebut mencerminkan sebagian atau semua variabel yang saling berkaitan (berkorelasi), sebab pada dasarnya komponen utama merupakan kombinasi linier dari variabelvariabel asal. Komponen utama yang terbentuk dapat satu, dua, atau lebih sesuai dengan keragaman variabel asal. Perbedaan utama dengan variabel asal adalah bahwa komponen-komponen utama tersebut saling ortogonal, sedangkan dalam variabel-variabel asal masih dapat ditemui korelasi antar variabel (Rustiadi et al. 2006). Dari hasil analisis PCA akan muncul bobot masing-masing variabel (factor loading) di setiap komponen uatama yang dihasilkan. Semakin tinggi bobot satu atau lebih variabel asal dalam suatu factor, maka dapat dikatakan bahwa factor tersebut mewakili variabel-variabel yang berbobot tinggi tersebut. Bobot tersebut sebenarnya adalah nilai korelasi antar peubah dalam factor yang bersangkutan, artinya terdapat hubungan (keterkaitan yang erat) antar variabelvariabel yang berbobot tinggi (≥0,7). Dengan kata lain, setiap factor akan memiliki makna tersendiri berdasarkan bobot variabel-variabel asal yang dikandungnya (Rustiadi et al. 2006). Selain itu, dari hasil PCA akan muncul juga skor dari masing-masing kasus (cases), dalam hal ini desa/kelurahan untuk setiap factor. Skor factor tersebut merupakan skor setiap desa/kelurahan berdasarkan variabel-variabel yang memiliki bobot tinggi dalam factor bersangkutan. Dengan demikian, skor factor dapat dihirarkikan dan dijadikan sebagai hirarki desa/kelurahan berdasarkan suatu kelompok tertentu. Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan terdiri atas 23 variabel (Lampiran 3). Selanjutnya dilakukan analisis kelompok (cluster analysis) untuk mengelompokkan data ke dalam satu kelas yang memiliki ciri-ciri tertentu yang sama. Analisis kelompok dilakukan dengan tujuan untuk: (1) menggali/eksplorasi
data, (2) mereduksi data menjadi kelompok data baru dengan jumlah lebih kecil (klasifikasi data), (3) menggeneralisasi suatu populasi untuk memperoleh suatu hipotesis, dan (4) menduga karakteristik data. Metode analisis kelompok menggunakan perbedaan atau “jarak” euclidean antara nilai objek sebagai dasar pengelompokkannya. Data yang digunakan dalam analisis ini adalah faktor skor hasil analisis PCA, yang selanjutnya akan menghasilkan grafik yang menggambarkan kelas tipologi wilayah (Rustiadi et al. 2006). Untuk mengetahui faktor pembatas yang menjadi penciri/pembeda antar kelompok, dilakukan analisis fungsi diskriminan (discriminant function analysis). Dari nilai skor dan data hasil analisis kelompok akan diperoleh faktor-faktor yang menjadi penciri masing-masing tipologi wilayah. Arahan Pemanfaatan Ruang Berbasis Konservasi Sumberdaya Alam Penyusunan arahan pemanfaatan ruang dilakukan dengan melakukan pemisahan terlebih dahulu kawasan lindung dan budidaya berdasarkan aspek legal. Selanjutnya, pada kawasan budidaya dilakukan analisis kemampuan lahan sebagai dasar pertimbangan penentuan arahan pemanfaatan ruang. Pada kawasan lindung, jika terdapat pemanfaatan ruang yang tidak sesuai, arahan pemanfaatan ruangnya tetap sebagai kawasan lindung. Arahan ditujukan pada aktivitas pemanfaatan, dimana aktivitas yang dianjurkan adalah aktivitas yang tetap mendukung upaya konservasi sumberdaya alam seperti penanaman tanaman kayukayuan. Selain berdasarkan kemampuan lahan, arahan pemanfaatan ruang terutama pada kawasan budidaya juga didasarkan pada hasil analisis LQ dan tipologi wilayah. Diagram alir tahapan penyusunan arahan pemanfaatan ruang berbasis konservasi sumberdaya alam dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Diagram alir tahapan penelitian