III.
METODOLOGI PENELITIAN
A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan untuk fortifikasi dalam penelitian ini terdiri atas dikalsium fosfat, kalsium karbonat, kalsium laktat, ferro laktat, seng laktat, retinil asetat (vitamin A), dan asam askorbat (vitamin C). Bahan yang digunakan untuk pembuatan wafer krim susu terdiri atas bahan untuk pembuatan kulit wafer yaitu tepung terigu protein rendah, natrium bikarbonat, lesitin, garam, dan air serta bahan untuk pembuatan adonan krim yaitu minyak sawit, gula, shortening, susu bubuk full cream, whey bubuk, garam, bahan pengisi, lesitin kedelai, dan flavor. Bahan-bahan untuk analisis yaitu air destilata, larutan stok standar (1000 mg/L) kalsium, zat besi, seng, standar vitamin A retinil asetat SIGMA (2,800,000 IU/g vitamin A retinil asetat), Na2SO3, HCl, KI, Iodin, H2SO4, indikator amilum, asam asetat glasial, metanol HPLC grade, etanol absolut, tetrahidrofuran (THF), asam askorbat, KOH, aquabidest. Bahan-bahan untuk pendugaan umur simpan adalah kemasan 2 layer dan kemasan 3 layer. Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan wafer krim fortifikasi, yaitu ballmill, wadah, spatula, cutter, panci, kompor gas, mixer, wafer oven, timbangan kasar, dan neraca analitik. Alatalat yang digunakan untuk analisis, yaitu tanur, oven, cawan porselen, neraca analitik, desikator, penangas air, hotplate, gelas ukur, erlenmeyer, labu takar, pipet volumetrik, gelas piala, buret, bulb, kertas saring, HPLC, sentrifuse, serta alat-alat gelas lainnya. Alat yang digunakan untuk uji umur simpan adalah climate chamber suhu 350C, 400C, dan 450C.
B. METODE PENELITIAN Penelitian ini terdiri atas satu penelitian pendahuluan dan tiga tahapan penelitian. Penelitian pendahuluan adalah formulasi wafer krim fortifikasi. Tahap pertama adalah penentuan bentuk senyawa kalsium dalam wafer krim yang paling disukai dari segi organoleptik. Tahap kedua adalah formulasi wafer krim hasil penelitian tahap pertama dengan perlakuan flavor berbeda yang paling disukai secara organoleptik. Wafer fortifikasi yang terpilih kemudian dianalisis sifat organoleptik (uji rating hedonik) dan sifat kimianya (kadar kalsium, zat besi, seng, vitamin A, dan vitamin C) dibandingkan dengan wafer non fortifikasi. Tahap ketiga adalah uji umur simpan berdasarkan kadar vitamin C dengan perlakuan kemasan berbeda. Kerangka penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.
1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan adalah formulasi dan penentuan wafer krim. Tahapan ini sendiri terdiri dari formulasi fortifikan pada lembaran wafer (wafer sheet) dan krim wafer. Formulasi dilakukan dengan metode trial error untuk menentukan kombinasi yang tepat dari tahap penambahan fortifikan pada lembaran wafer dan krim. Hasil awal dari uji trial error adalah menentukan target lokasi fortifikan pada lembaran wafer atau pada krim. Proporsi penambahan fortifikan ditentukan melalui diskusi dengan perusahaan berdasarkan pertimbangan biovailabilitas dan harga yang mengacu kepada Acuan Label Gizi untuk pemenuhan kebutuhan konsumen remaja. Berdasarkan Acuan Label Gizi pada BPOM (2007), nilai 100% ALG fortifikan pada penelitian ini untuk kelompok konsumen umum
TUJUAN
1. Menentukan senyawa kalsium pada wafer krim yang paling disukai secara organoleptik
TAHAPAN PENELITIAN 1. Formulasi wafer krim dengan tiga macam senyawa kalsium (F1 : Ca-Laktat, F2 : Di-Ca-Fosfat, dan F3 : Ca-Karbonat)
PENGUJIAN
A. Uji Organoleptik
Wafer fortifikasi tanpa flavor 2.
Menentukan flavor yang paling disukai secara organoleptik untuk wafer krim fortifikasi
3. Menganalisis organoleptik (atribut mutu) dan kimia (kandungan kalsium, zat besi, seng, vitamin A, serta vitamin C) pada wafer krim fortifikasi dibandingkan dengan kontrol 4. Melihat pengaruh kemasan terhadap umur simpan wafer krim berdasarkan kandungan vitamin C dengan Accelerated Shelf Life Test
A. Uji Organoleptik 2. Penambahan dua macam flavor (F1 : flavor lemon dan F2 : flavor melon)
Wafer fortifikasi terpilih
3. Pengujian umur simpan (ASLT) dengan dua kemasan berbeda (F1 : kemasan dua layer dan F2 : kemasan tiga layer) Gambar 4. Kerangka penelitian
23
A. Uji Organoleptik B. Analisis sifat kimia: 1. Kadar Kalsium 2. Kadar Besi 3. Kadar Seng 4. Kadar Vitamin A 5. Kadar Vitamin C
A. Uji Kadar Vitamin C
yaitu kalsium 800 mg, besi 26 mg, seng 12 mg, vitamin A 600 RE/7200 µg karoten total/ 3600 µg β-karoten, dan vitamin C 90 mg. Penambahan fortifikan dalam satu sajian wafer pada penelitian ini ditetapkan dengan proporsi kalsium sebanyak 20% ALG, besi sebanyak 10% ALG, seng sebanyak 10% ALG, vitamin A sebanyak 25% ALG, dan vitamin C sebanyak 50% ALG. Proporsi ini disesuaikan dengan data defisiensi zat gizi tersebut pada remaja Indonesia dan jumlah tersebut diharapkan membantu memenuhi kebutuhan harian remaja. Perhitungan lain adalah segi harga yaitu dipilih fortifikan yang memenuhi biaya produksi untuk satu wafer. Penambahan fortifikan dapat dilihat pada Lampiran 1. Lembaran wafer merupakan lapisan dari adonan yang dipanggang sehingga memiliki tekstur renyah dan berpori membentuk badan wafer. Pembuatan lembaran wafer menggunakan bahan-bahan tepung terigu berprotein rendah (kandungan gluten sekitar 89%), natrium bikarbonat, lesitin, garam, dan air. Pembuatan kulit wafer membutuhkan proses pencampuran, pemanggangan, pencetakan dan pendinginan. Langkah awal pembuatan lembaran wafer adalah air dimasukkan ke dalam bowl mixer. Selanjutnya untuk fortifikasi dipilih mineral yang memiliki kelarutan cukup baik dalam air. Air dan mineral diaduk dalam bowl mixer. Setelah mineral terlarut dalam air, ditambahkan lesitin, garam, dan natrium bikarbonat. Tepung terigu ditambahkan setelahnya sedikit demi sedikit hingga pengadukan di dalam mixer menghasilkan adonan yang homogen. Selanjutnya proses menggunakan wafer oven yang merupakan pemanggang sekaligus pencetak kulit wafer. Sebanyak 15 gram adonan dipanggang dan dicetak selama dua menit pada suhu 1800C. Setelah itu, wafer diangkat dan didinginkan. Diagram alir pembuatan lembaran wafer ini bisa dilihat pada Gambar 5. Krim wafer adalah bagian isi wafer yang berbentuk krim berisikan campuran berbagai macam yang merupakan penentu rasa dari wafer krim. Bahan untuk pembuatan adonan krim adalah minyak sawit, gula, shortening, susu bubuk full cream, whey bubuk, garam, bahan pengisi, lesitin kedelai, dan flavor. Pemilihan formula wafer fortifikasi dilakukan dengan uji organoleptik metode rating hedonik. Persiapan awal yang perlu dilakukan adalah menimbang bahan-bahan tersebut sesuai formula wafer yang ada. Proses pembuatan krim ini menggunakan alat ballmill. Langkah awal pembuatan krim adalah pemanasan minyak sawit dan shortening padat dalam wajan di atas kompor gas hingga larut dan berbentuk cair. Selanjutnya lesitin, minyak sawit dan shortening yang telah cair dimasukkan ke dalam tabung ballmill terlebih dahulu. Setelah itu, gula, susu bubuk full cream, whey bubuk, garam, dan bahan pengisi ditambahkan ke dalam ballmill. Langkah berikutnya tabung ballmill yang telah berisi bahan adonan krim dimasukkan porcelain ball untuk membantu pengadukan. Porcelain ball ditambahkan sebanyak tiga kali lipat dari jumlah keseluruhan bahan. Ballmill diatur dengan kecepatan sedang. Selanjutnya dilakukan pengaturan waktu pengadukan. Waktu total yang dibutuhkan untuk pengadukan bahan adalah 60 menit. Pada menit ke-45 pengadukan, mesin ballmill dimatikan dahulu. Pada tahap ini flavor ditambahkan ke dalam bahan yang hampir membentuk konsistensi krim. Selanjutnya, ballmill dinyalakan kembali dan proses pengadukan dilanjutkan selama 15 menit. Setelah terbentuk konsistensi, krim dipisahkan dari porcelain ball menggunakan saringan. Krim telah selesai dibuat dengan konsistensi yang diinginkan. Diagram alir proses pembuatan krim ini dapat dilihat pada Gambar 6.
24
Mineral Fortifikan
Bowl Mixer
Air
Pengadukan Garam
Lesitin Campuran
Natrium bikarbonat
Terigu Pengadukan
Adonan Homogen
Wafer oven
Pemanggangan dan pencetakan dengan suhu tinggi selama 2 menit
Pendinginan
Lembaran wafer Gambar 5. Diagram alir pembuatan lembaran wafer
25
Minyak sawit
Shortening
Wajan
Dipanaskan hingga mencair Lesitin
Gula
Susu bubuk
Campuran minyak Whey bubuk Garam
Ball mill
Porcelain ball Pengadukan dengan kecepatan sedang selama 45 menit
Adonan setengah jadi
Bahan pengisi
Flavor
Pengadukan dengan kecepatan sedang selama 15 menit
Pemisahan krim dengan porcelain ball
Saringan
Porcelain ball
Krim wafer
Gambar 6. Diagram alir pembuatan krim wafer
26
Proses selanjutnya, krim yang telah jadi dioleskan ke lembaran wafer hingga membentuk tiga lapisan krim dalam empat lembaran wafer. Diagram alir proses pembuatan wafer krim dengan menyatukan lembaran wafer dan krim dapat dilihat pada Gambar 7. Berikutnya dilakukan pemilihan formula wafer fortifikasi dengan uji organoleptik metode rating hedonik. Krim wafer
Lembaran wafer
Pengisian
Pemotongan
Pengemasan
Wafer flat krim Gambar 7. Diagram alir pembuatan wafer krim (Manley, 2001)
2. Tahap Pertama Penelitian tahap pertama adalah pemilihan formula wafer krim dengan tiga jenis varian kalsium. Kalsium dipilih sebagai perlakuan karena fortifikan ini ditambahkan dalam jumlah per sajian paling banyak dan memiliki rasa paling tidak enak dibanding fortifikan lain. Bentuk kalsium yang dipilih adalah kalsium laktat, dikalsium fosfat, dan kalsium karbonat. Kalsium difortifikasi ke dalam adonan wafer ketika pengadukan air di dalam mixer. Fortifikan lain tidak dijadikan perlakuan dan ditambahkan dalam jumlah serta bentuk yang tetap, yaitu seng dan zat besi ditambahkan bersamaan dengan kalsium ketika pengadukan air dalam proses pembuatan adonan kulit wafer, serta vitamin A dan vitamin C ditambahkan ke dalam adonan krim saat pengadukan dalam ball mill. Pemilihan formula wafer fortifikasi dilakukan dengan uji organoleptik metode rating hedonik.
3. Tahap Kedua Penelitian tahap kedua adalah penentuan formulasi wafer krim fortifikasi terpilih dengan perlakuan flavor berbeda menggunakan metode rating hedonik. Tahap ini merupakan bentuk pemilihan flavor yang ditambahkan pada krim untuk menutupi aftertaste asam dari asam askorbat. Pada tahap ini dilakukan percobaan flavor yang sesuai dengan karakter rasa wafer krim. Flavor yang dipilih adalah lemon dan melon. Formula wafer fortifikasi dengan flavor terpilih kemudian dianalisis sifat organoleptik (uji rating
27
hedonik) dan sifat kimianya (kadar kalsium, zat besi, seng, vitamin A, dan vitamin C) dibandingkan dengan wafer non fortifikasi tanpa flavor.
4. Tahap Ketiga Tahap ketiga adalah uji umur simpan berdasarkan kadar vitamin C dengan perlakuan kemasan berbeda. Setelah diperoleh wafer fortifikasi dari tahap ketiga, dilakukan uji umur simpan metode ASLT (Accelerated Shelf Life Test) dengan perlakuan 2 kemasan berbeda yaitu kemasan 2 layer dan kemasan 3 layer. Kedua jenis kemasan ini umum digunakan di dalam pengemasan makanan khususnya wafer. Wafer krim dikemas dalam kemasan dengan bobot 25 gram dengan dimensi kemasan panjang 10 cm, lebar 7 cm, dan tebal 2 cm yang akan ditentukan umur simpannya. Produk disimpan pada climate chamber suhu 35, 40, dan 450C selama 28 hari. Pengamatan dilakukan pada hari ke-0, dan seterusnya dengan selang 7 hari. Sampel yang diambil untuk pengujian kadar vitamin C adalah yang masih dikemas rapat (tidak melanjutkan sampel yang sudah dianalisis sebelumnya). Rejection point atau batas penolakan produk ditetapkan pada kadar vitamin C mencapai 10% Angka Label Gizi per sajian atau sebesar 9 mg vitamin C per 25 gram produk. Hasil pengamatan bagi setiap parameter kadar vitamin C di atas dihitung laju penurunan mutunya per hari (k) dengan memplotkan data dalam grafik hubungan antara nilai ln kadar apabila mengikuti ordo reaksi satu, dan kadar apabila mengikuti reaksi ordo nol sebagai sumbu y dan waktu penyimpanan yaitu hari ke-0, 7, 14, 21, dan 28 sebagai sumbu x pada masing-masing suhu penyimpanan (35, 40, dan 450C). Kemudian dicari nilai k-nya atau nilai konstanta penurunan mutu per hari yang diperoleh dari kemiringan persamaan regresi grafik masing-masing suhu penyimpanan tersebut. Setelah nilai k diperoleh, kemudian dicari nilai ln k untuk masing-masing suhu penyimpanan. Selanjutnya dibuat plot Arrhenius, dengan sumbu x menyatakan nilai 1/T (K-1) dan sumbu y yang menyatakan nilai ln k pada masing-masing suhu penyimpanan yang digunakan (35, 40, dan 450C atau 308, 313, dan 3180K). Nilai k merupakan gradien dari regresi linier yang didapat dari ketiga suhu penyimpanan. Dari regresi linier yang diperoleh pada kurva Arrhenius ini dapat diprediksi umur simpan produk dengan menggunakan rumus : K = ko . e-Ea/RT keterangan : k = kostanta penurunan mutu ko = konstanta (tidak tergantung pada suhu) Ea = energi aktivasi T = suhu mutlak (0K) R = konstanta gas (1.986 kal/ mol 0K) Dengan mengubah persamaan di atas menjadi : ln K = ln ko + (-Ea/R) 1/T dapat ditentukan nilai k dan umur simpan masing-masing bahan atau produk pangan pada berbagai suhu penyimpanan. ko merupakan konstanta penurunan mutu produk yang tidak tergantung pada suhu, sedangkan k merupakan konstanta penurunan mutu dari salah satu kondisi suhu yang digunakan dan Ea/R merupakan gradien yang diperoleh dari plot
28
Arrhenius. Dengan perhitungan menggunakan rumus ini, akan diperoleh nilai ko. Umur simpan menurut ordo reaksi satu diperoleh dengan rumus : t = (ln Ao-ln At)/ ko keterangan : t = prediksi umur simpan (hari) Ao = nilai mutu awal At = nilai mutu produk yang tersisa setelah waktu t ko = konstanta Dari rumus di atas dapat diprediksi umur simpan dalam hari atau bulan. Namun jika mengikuti ordo reaksi nol, umur simpan dapat diperoleh dengan menggunakan rumus : t = (Ao-At)/ ko keterangan : t = prediksi umur simpan (hari) Ao = nilai mutu awal At = nilai mutu produk yang tersisa setelah waktu t ko = konstanta
C. METODE ANALISIS Analisis yang dilakukan pada penelitian kali ini meliputi uji organoleptik dan analisis kimia. Uji organoleptik dilakukan dengan metode rating hedonik pada keseluruhan atribut mutu (Soekarto, 1985). Analisis kimia yang dilakukan adalah pengujian kadar zat besi, kalsium, dan seng metode Absorpsi Atom Spektrofotometri (AAS) (Apriyantono et al., 1989 dan AOAC, 1995), kadar vitamin A metode HPLC (AOAC, 2001 dan AOAC, 2005), kadar vitamin C metode titrasi iodometri (Jacobs, 1984).
1. Analisis Kadar Logam (Zat Besi, Kalsium, dan Seng) Metode Absorpsi Atom Spektrofotometri (AAS) (Apriyantono et al., 1989 dan AOAC,1995) Penetapan kadar logam total dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Absorpsi Atom Spektrofotometri (AAS). Prinsip dari metode ini adalah residu sampel yang telah dihilangkan kandungan bahan-bahan organiknya dengan menggunakan pengabuan kombinasi dapat dilarutkan dalam asam encer H2SO4 pekat. Larutan disebarkan dalam nyala api yang ada di dalam AAS sehingga absorpsi atau emisi logam dapat dianalisis dan diukur pada panjang gelombang tertentu.
a. Kalibrasi Alat dan Penetapan Sampel Alat AAS diatur sesuai dengan instruksi dalam manual alat tersebut. Diencerkan larutan stok standar (1000 mg/L) kalsium, seng, dan zat besi dengan menggunakan air demineralisasi sampai konsentrasinya berada dalam kisaran kerja logam yang bersangkutan seperti dapat dilihat pada Tabel 8. Larutan standar logam dan blanko diukur nilai absorpsinya. Larutan sampel diukur nilai absorpsinya (selama penetapan
29
sampel, diperiksa secara periodik apakah nilai standar tetap konsisten). Pembuatan kurva standar untuk masing-masing logam (nilai absorpsi vs konsentrasi dalam mg/L). Tabel 8. Kondisi yang direkomendasikan untuk analisis logam
Kalsium
Panjang Gelombang (A")1 422.7
Limit deteksi (µg logam ml)1 0.01
Seng
213.9
0.004
0.1 – 2
Zat Besi
248.3
0.03
0/05 – 5
Unsur
Kisaran Kerja (µg logam/ ml)1 0.05 – 5
Sistem Nyala2 Udara Asetilen N2O5
1
Apriyantono et al. (1989) AOAC (1995)
2
b. Perhitungan Konsentrasi logam total dalam sampel dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Kadar Logam (mg/L) = (a x 100 x FP)/ W Keterangan : a = konsentrasi larutan sampel yang terbaca dari kurva standar (mg/L) FP = Faktor pengenceran W = berat sampel (g)
2. Analisis Kadar Vitamin A Metode HPLC (High Performance Liquid Chromatography) (AOAC, 2001 dan AOAC 2005) a. Prinsip Kerja Standar dan contoh disabunkan dalam larutan etanol – air basa, dinetralkan dan dilarutkan, sehingga mengubah lemak menjadi asam lemak dan ester retinol. Retinol dianalisis menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (High Performance Liquid Chromatography) dengan detector UV pada panjang gelombang 328 nm.
b. Prosedur 1. Penyiapan Larutan Standar Larutan stok standar vitamin A 250 iu/ml Sebanyak 25 mg Standar vitamin A asetat SIGMA (1 gram vitamin A asetat setara dengan 2,800,000 IU vitamin A) ditimbang dengan teliti ke dalam labu takar amber 100 ml, ditambahkan 10 ml aquabides, ditambahkan 3 ml aseton untuk membantu pelarutan, kemudian dilarutkan hingga tanda tera menggunakan etanol 95%. Larutan stok standar ini harus selalu baru.
30
Larutan deret standar vitamin A Sebanyak 0.25 ml – 0.50 ml – 1.0 ml larutan stok standar vitamin A masing-masing dipipet ke dalam erlenmeyer 100 ml bertutup asah. Lalu masing-masing larutan standar ini ditambahkan 10 ml ethanol 95% dan 2.5 ml KOH 50% (dilarutkan 500 gram KOH dengan aquabides hingga 1 liter). Selanjutnya masing-masing larutan standar direfluks di atas penangas air suhu 80oC selama 40 menit, didinginkan, dan ditambahkan 2.5 ml asam asetat glasial. Kemudian, masing-masing larutan standar digoyangkan hingga larut, dibiarkan dingin, dimasukkan ke dalam labu takar amber 25 ml, ditera dengan larutan THF dan etanol dengan perbandingan 1:1, lalu dihomogenkan dengan membulak-balikkan labu takar. Larutan deret standar ini stabil selama dua minggu dan bisa diencerkan sesuai kebutuhan konsentrasi dalam contoh yang pengerjaannya dilakukan sama seperti yang sudah diuraikan.
2. Penyiapan Larutan Contoh Contoh uji padatan dihaluskan hingga mencapai ukuran 40 mesh. Lalu, sebanyak 5 gram contoh uji ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 ml, ditambahkan 10 ml aquabides, dan ditambahkan 4 ml etanol 95%. Erlenmeyer lalu digoyangkan untuk memastikan semua bahan tercampur dengan penambahan batu didih untuk mempercepat pemanasan.
3. Ekstraksi dan Penyabunan Penangas air dan pendingin kondensor dinyalakan, dipipet 10 ml KOH 50% ke dalam erlenmeyer contoh, diletakkan dengan cepat di atas penangas air suhu 80oC dengan pendingin kondensor diletakkan di atas bibir erlenmeyer. Larutan ini direfluks selama 40 menit dengan digoyangkan tiap 10 menit. Setelah 40 menit, erlenmeyer diangkat dari penangas, didinginkan hingga suhu ruang, ditambahkan asam asetat glasial 10 ml untuk menetralkan KOH, diaduk rata, dan dibiarkan dingin hingga suhu ruang. Larutan ini lalu dipindahkan dengan teliti kedalam labu takar amber 100 ml dan ditera dengan larutan Campuran THF : etanol (1:1), labu takar dibolak-balikkan, disimpan semalam atau labu disimpan selama satu jam di dalam lemari pendingin untuk mengendapkan asam lemak yang terbentuk selama proses penyabunan. Dalam kasus tertentu sentrifugasi dapat digunakan untuk mempercepat pengendapan.
4. Penetapan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dinyalakan, dibiarkan stabil selama 30 menit dengan pengaliran fase gerak pada kecepatan 1 ml/ menit. Larutan standar vitamin A yang telah melalui proses penyabunan diinjeksikan, lalu diatur fase gerak untuk mendapatkan resolusi bentuk cis dan trans. Semua trans retinol larut dan cis retinol akan larut sebagai sebuah peak kecil sebelum bentuk trans. Deret standar dan contoh diinjeksikan ke dalam botol-botol kecil autosampler lalu diletakkan di dalam KCKT. Standar yang diuji harus masuk kedalam range peak contoh dengan cara standar atau contoh diencerkan.
31
Kondisi KCKT atau HPLC yang dipergunakan adalah : Jenis KCKT /HPLC : Agilent Series Kolom : C 18 (5µm) Detektor : UV Panjang gelombang : 328 nm Flow rate : 1 ml/menit Mobile phase : Air aquabidest : Metanol (5:95) Volume injek : 20 µl autosampler
c. Perhitungan Konsentrasi Vitamin A (IU/g) Csp = Asp – a x VAsp x Vi st b W sp Vi sp Keterangan : Csp = konsentrasi contoh (iu/gram) a = intercept b = slope Vasp = Volume Akhir contoh ( ml ) Wsp = Bobot contoh ( gram ) Vi st = Volume injek standar ( ul ) Vi sp = Volume injek contoh ( µl )
5. Analisis Kadar Vitamin C Metode Titrasi Iodometri (Jacobs, 1984) a.
Standarisasi Iodin Standarisasi Iodin diawali dengan pemipetan 10 ml larutan iodin ke dalam erlenmeyer 250 ml, ditambahkan 150 ml aquades, ditambahkan HCL 2N sebanyak 5 ml, lalu ditambahkan indikator amilum tiga tetes. Larutan ini segera dititrasi menggunakan larutan Na2S2O3 yang telah distandarisasi. Titik akhir ditandai dengan perubahan warna larutan menjadi tak berwarna.
b.
Standarisasi Na2S2O3 Standarisasi Na2S2O3 diawali dengan penimbangan 0.05 gram K2Cr2O7, dilarutkan ke dalam aquades 25 ml dalam erlenmeyer 250 ml, ditambahkan 5 ml HCL 25%, lalu ditambahkan KI 20% 10 ml. Larutan segera dititrasi dengan Na2S2O3. Ketika larutan mulai berubah warna menjadi kuning muda, ditambahkan indikator amilum tiga tetes lalu dititrasi lagi hingga warna biru menghilang.
c.
Penetapan Kadar Vitamin C Penetapan kadar vitamin C diawali dengan penimbangan 10 gram sampel dilarutkan ke dalam 100 ml aquades. Larutan ini lalu ditambahkan 12.5 ml asam trikloroasetat (TCA) 8%, distirer selama 5 menit, lalu disentrifuse pada 1,400 rpm selama 5 menit. Penambahan asam trikloroasetat bertujuan meminimalisasi atau menghambat interfensi dari ion besi (Fe). Supernatan hasil sentrifuse disaring
32
dengan kertas saring kasar dan dipindahkan ke dalam erlenmeyer. Sebelum dititrasi, larutan ditambahkan indikator amilum tiga tetes. Larutan segera dititrasi dengan larutan iodin 0.01 N hingga muncul warna biru pertama kali yang menandakan titik akhir titrasi.
d.
Perhitungan Konsentrasi Vitamin C (%) Csp = (Vsampel – Vblanko) x N I2 x 88.06 x FP x 100% Wsampel x 1000 Keterangan : Csp = konsentrasi contoh (%) Vsampel = Volume sampel yang tertitrasi (ml) Vblanko = Volume blanko yang tertitrasi (ml) NI2 = Konsentrasi I2 hasil standarisasi (mol/L) FP = Faktor Pengenceran W sampel = Bobot sampel (gram)
6. Uji Organoleptik (Meilgaard et al., 1999) Uji organoleptik menggunakan metode hedonic rating test dilakukan untuk melihat tingkat kesukaan. Atribut-atribut yang diamati meliputi aroma, rasa, tekstur, mouthfeel, dan aftertaste. Uji ini dilakukan dengan menggunakan skoring dengan 5 skala kesukaan, yaitu 1 = sangat tidak suka; 2 = tidak suka; 3 = netral/antara suka dan tidak suka; 4 = suka; dan 5 = sangat suka. Standar skoring perusahaan adalah 3.5. Panelis yang digunakan adalah 24 orang panelis semi terlatih. Pada uji rating hedonik, panelis diminta memberikan skor untuk setiap atribut yang diujikan pada sampel sesuai tingkat kesukaannya. Pengolahan data uji hedonik pada tahap penelitian pendukung menggunakan bantuan program statistik, yaitu SPSS 13.0.
D. RANCANGAN DAN PERLAKUAN PERCOBAAN Model matematika rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Percobaan Acak Lengkap dengan dua kali ulangan. Model matematika rancangan percobaan adalah sebagai berikut: Yij = u + Ai + ij Keterangan : Yij = variabel respon karena pengaruh bersama taraf ke-i faktor A yang terdapat pada observasi ke-j. u = efek rata-rata yang sebenarnya Ai = efek sebenarnya dari taraf ke-i faktor A (i = 1, 2, 3, ,,,, n) ij
= efek galat unit percobaan ke-j dalam kombinasi perlakuan taraf i (j = 1,2)
Perlakuan percobaan yang dilakukan pada penelitian tahap pertama dengan Ai (i = 1, 2, 3) adalah sebagai berikut : Faktor A = Jenis sumber kalsium yang digunakan untuk fortifikasi Faktor A1 = Kalsium Laktat
33
Faktor A2 Faktor A3
= Dikalsium Fosfat = Kalsium Karbonat
Perlakuan percobaan yang dilakukan pada penelitian tahap kedua uji organoleptik dengan Ai (i = 1, 2) adalah sebagai berikut : Faktor A = Jenis flavor yang digunakan untuk menutupi rasa asam Faktor A1 = Lemon Faktor A2 = Melon
E. PENGOLAHAN DATA Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) untuk mendapatkan penduga ragam galat dan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh perlakuan terhadap nilainilai pengamatan. Data dianalisis lebih lanjut dengan uji Duncan Wilayah Berganda pada taraf nyata 5% untuk mengetahui perbedaan di antara perlakuan.
34